HUBUNGAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI VERBAL DENGAN ADAPTASI SOSIAL ANAK TUNA RUNGU USIA 6-12 TAHUN DI SLB-B NEGERI PATRANG KABUPATEN JEMBER Oleh : Wahyu Ramadhan Mifnia Putra1, Awatiful Azza2, Yeni Suryaningsih3 1. Mahasiswa FIKes UNMUH Jember (
[email protected]) 2. Dosen FIKes UNMUH Jember (
[email protected]) 3. Dosen FIKes UNMUH Jember (
[email protected]) ABSTRACT Children with hearing impairment are children have lost a large part or all of the power of hearing, loss of hearing power hinder the process of development of verbal communication children with hearing impairment, impaired verbal communication deaf children lead to inadequate process of social adaptation of children with hearing impairment. This research uses descriptive design correlations with Cross Sectional approach aims to identify the relationship verbal communication skills with social adaptation of deaf children aged 6-12 years in the SLBB State Patrang Jember. The population was deaf children aged 6-12 years with moderate and mild in SLB-B State Patrang Jember. Sampling techniques using Non Probability Sampling with purposive sampling. Collected through a test and checklist and processed using Spearman Rank test (α = 0.05). Results obtained significant correlation 0.003 and correlation coefficient 0.582. The conclusion of this study that there is a relationship with a moderate level of closeness between verbal communication skills with social adaptation of children with hearing impairment aged 6-12 years in the SLB-B State Patrang Jember. Increased social adaptation children with hearing impairment can be improved by teaching children with hearing impairment to communicate verbally ABSTRAK Anak tuna rungu merupakan anak yang kehilangan sebagaian besar atau semua daya pendengarannya, kehilangan daya pendengaran menghambat proses perkembangan komunikasi verbal anak tuna rungu, terhambatnya komunikasi verbal anak tuna rungu menyebabkan tidak adekuatnya proses adaptasi sosial anak tuna rungu. Penelitian ini menggunakan desain Deskriptif Korelasional dengan pendekatan Cross Sectional bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan kemampuan komunikasi verbal dengan adaptasi sosial anak tuna rungu usia 6-12 tahun di SLB-B Negeri Patrang kabupaten Jember. Populasi penelitian ini adalah anak tuna rungu berusia 6-12 tahun dengan derajat sedang dan ringan di SLB-B Negeri Patrang kabupaten Jember Tehnik pengambilan sampel menggunakan Non Probability Sampling dengan Purposive Sampling. Dikumpulkan melalui tes dan ceklist serta diproses dengan menggunakan uji Rank Spearman (α = 0,05). Hasil yang didapatkan significant correlation 0,003 dan correlation coefficient 0,582. Kesimpulan penelitian ini bahwa ada hubungan dengan tingkat keeratan sedang antara kemampuan komunikasi verbal dengan adaptasi sosial anak tuna rungu usia 6-12 tahun di SLB-B Negeri Patrang kabupaten Jember. Peningkatan adaptasi sosial anak tuna rungu dapat di tingkatkan dengan dengan mengajarkan anak tuna rungu berkomunikasi verbal. Kata Kunci : kemampuan komunika verbal , adaptasi sosial, anak tuna rungu. Daftra Pustaka 45 (2005 - 2014) 1
perkembangan kognitif sehingga memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus ( Astono, ; Pariatin & Yudha 2014 ).. Anak dengan tuna rungu tidak hanya mengalami gangguan pendengaran, tetapi anak tuna rungu juga mengalami gangguan tuna wicara atau komunikasi secara sekunder, hal ini disebabkan karena terganggunnya proses pendengaran sehingga anak tuna runggu memiliki sedikit kosakata, menurut Formanika (2014) Anak tuna rungu mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa dan bicara, karena tidak terjadinya prosess peniruan suara. Kekurangan dalam memahami bahasa baik lisan maupun tulisan seringkali menyebabkan anak tuna rungu salah menafsirkan sesuatu. Sehingga bisa menjadi tekanan bagi emosinya. Tekanan ini dapat menyebabkan anak tuna rungu menampilkan sikap menutup diri, bertindak agresif dan tidak percaya diri (Formanika, 2014). Perbedaan kemampuan komunikasi pada anak tuna rungu dengan orang lain dapat membuat beberapa masalah diantaranya adalah masalah adaptasi sosial. Menurut Ahmadi (2007) adaptasi sosial merupakan proses perubahan dan akibatnya pada seseorang dalam suatu kelompok sosial sehingga orang itu dapat hidup atau berfungsi dengan baik di lingkungannya. Bedasarkan hasil observasi awal di SLB Negeri kecamatan kabupaten Jember, pada tingkat Sekolah Dasar kelas 2 Tuna rungu terdapat jumlah siswa dalam satu kelas sebanyak 6 siswa yang berumur berkisar 710 tahun, dari 4 siswa yang diobservasi ditemukan bahwa mereka mengalami hambatan dan gangguan komunikasi verbal baik secara ekspresif dan reseptif sehingga
PENDAHULUAN Pada tahap tumbuh kembang manusia terdapat proses yang sangat mempengaruhi proses perkembangan manusia, proses ini dinamakan proses mendengar, mendengar merupakan bagian terpenting dalam proses perkembangan manusia baik secara sosial emosiaonal, dan kognitif. Untuk benar-benar mendengarkan, membutuhkan pengembangan kebiasaan mendengarkan yang baik. Atwater dalam Buntara (2012) mengemukakan bahwa manusia yang kehilangan kemampuan untuk mendengar secara parsial maupun permanen dapat mempengaruhi kemampuan manusia untuk berkomunikasi seperti berbicara dan memahami bahasa. Proses atau kemampuan komunikasi merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari kehidapan manusia, menurut Sulastri ( 2013 ) kemampuan komunikasi adalah kecakapan atau kesanggupan penyampaian pesan, gagasan, atau pikiran kepada orang lain dengan tujuan orang lain tersebut memahami apa yang dimaksudkan dengan baik, secara langsung lisan atau tidak langsung. Seiring betambahnya usia mengakibatkan semakin variatif dan juga kompleks kebutuhan serta kemampuan munusia akan komunikasi. Di Indonesia kehilangan kemampuan mendengar di sebut sebagai tuna rungu. Secara medis ketuarunguan berarti kekurangan atau kehilangan kemampuan yang disebabkan oleh tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sedangkan secara pedogogis tuna rungu ialah kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang mengakibatkan hambatan dalam 2
pesan yang disampaikan dan yang deterima banyak mengalami kesalah pahaman makna. Adanya kesulitan dalam berkomunikasi verbal tidak menutup kemungkinan berdampak pada proses adaptasi sosial anak tuna rungu karena tidak semua orang memahami makna dari komunikasi non verbal, Berdasarkan paparan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk membuat penelitian tentang hubungan kemampuan komunikasi verbal dengan adapatasi sosial anak tunga rungu usia 6-12 di SLB-B Negeri Patrang kabupaten jember.
A, Data Umum Data umum responden ini adalah data yang terdapat dalam data umum yang disajikan sesuai dari hasil pengumpulan data Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi jenis kelamin anak tuna rungu usia 6-12 tahun di SLB-B Negeri Patrang kabupaten jember Jenis Kelamin Jumlah Persentase Laki-laki 15 50% Perempuan 15 50% Jumlah 30 100% Distribusi frekuensi jenis kelamin pada anak tuna rungu berjumlah seimbang yaitu masing-masing berjumlah 15 responden (50%).
MATERIAL DAN METODE Desain penelitian ini menggunakan Deskriptif Korelasional dengan pendekatan cross sectiona yang dilakukan di SLB-B Negeri Patrang Kabupaten Jember pada tanggal 1-15 Juni 2015. kriteria inklusi penelitian adalah anak tuna rungu usia 6-12 tahun. Kriteria eksklusi adalah anak tuna rungu dengan derajat berat dan memiliki penyakit kronis. Teknik sampling yang di gunakan adalah purposive sampling Pengambilan data dilakukan dengan cara melakukan tes kemampuan komunikasi verbal anak tuna rungu dan ceklist adaptasi sosial anak tuna rungu. Pengolahan data bivariat penelitian menggunakan uji Spearman Rank dengan tingkat signifikan 5% (0,05).
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi urutan kelahiran anak tuna rungu usia 6-12 tahun di SLB-B Negeri Patrang kabupaten jember. Urutan kelahiran Jumlah Persentase Anak pertama 23 76,7% Snsk ke-2 7 24,3% Jumlah 30 100% Distribusi frekuensi anak tuna rungu bedasarkan urutan kelahiran menunjukkan bahwa sebagian besar anak tuna rungu adalah anak pertama yaitu sebanyak 23 responden (76,7%) Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi status keluarga anak tuna rungu usia 6-12 tahun di SLB-B Negeri Patrang kabupaten jemberf\.
HASIL PENELITIAN Bab ini menyajikan tentang hasil penelitian dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan diinterpretasikan pada tiap hasilnya. 3
Status keluarga Jumlah Persentase Keluarga besar 6 20% Keluarga inti 24 80% Jumlah 30 100% Disribusi anak tuna rungu bedasarkan status keluarga menunjukkan bahwa mayoritas anak tuna rungu berada pada keluarga inti yaitu sebanyak 24 responden (80%) dari 30 responden. B. Data Khusus Pada bagian ini akan disajikan hasil tabulasi antara variabel independen dan variabel dependen yaitu kemampuan komunikasi verbal dan adaptasi sosial. Tabel
5.4
Adaptasi Sosial Jumlah Persentase Baik 13 43,3% Sedang 11 36,7% Buruk 6 20,0% Jumlah 30 100% Tingkat adaptasi anak tuna pada penelitian ini didapatkan bahwa 13 (43,3%) responden berada pada tingkatan tinggi. Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi jenis kelamin responden di SLBB Negeri Patrang kabupaten jember Spearman Rank Keemamp Adaptasi Correlation uan Sosial komunika si verbal Keemampu Correlatiio 1.000 .528** an n komunikasi coefficient verbal Sig. (2. ,003 tailed) N 30 30 ** Adaptasi Correlatiio .528 1.000 Sosial n coefficient Sig. (2,003 . tailed) N 30 30 Distribusi frekuensi kolerasi responden berdasarkan hubungan kemampuan komunikasi verbal dengan adaptasi sosial anak tuna rungu usia 6-12 tahun di SLB-B Negeri Patrang Kabupaten Jember ditetapkan taraf signifikasi 0,05. Hasil uji bivariat didapatkan p value 0,003 dan koefisien kolerasi sebesar 0,582. Disimpulkan bahwa terdapat
Distribusi Frekuensi kemampuan komunikasi verbal anak tuna rungu usia 6-12 tahun di SLB-B Negeri Patrang kabupaten jember Jumlah Persentase
Kemampuan Komunikasi Verbal Baik 5 16,7% Sedang 20 66,4% Buruk 5 16,7% Jumlah 30 100% Hasil penelitian kemampuan komunikasi verbal anak tuna rungu menunjukkan bahwa mayoritas reponden yaitu sebanyak 20 (66,4%) responden berada pada tingkat sedang.
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi adaptasi sosial anak tuna rungu usia 612 tahun di SLB-B Negeri Patrang kabupaten jember.
4
hubungan dengan keeratan sedang antara kemampuan komunikasi verbal dengan adaptasi sosial anak tuna rungu usia 6-12 tahun di SLB-B Negeri Patrang kabupaten Jember.
Pada anak normal perkembangan kemampuan komunikasi anak perempuan lebih tinggi daripada anak laki, anak. Santrock (2007) mengunkapkan bahwa perempuan lebih unggul dalam beberapa area verbal seperti kemampuan menemukan sinonim kata-kata dan memori verbal sedangkan anak laki-laki melebihi anak perempuan dalam kemampuan kuantitatif dan visual spasial. Teori ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2010) bahwa kuantitas ragam kosakata bahasa Indonesia yang dikuasai anak perempuan sebagian besar menunjukkan angka yang lebih banyak daripada kuantitas ragam kosakata bahasa Indonesia yang dikuasai anak laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kemampuan verbal anak perempuan lebih unggul daripada anak laki-laki. Namun pada penelitian ini tidak ada perbedaan terkait dengan kemampuan komunikasi verbal antara anak laki-laki dan perempuan, hasil penelitian menunjukkan anak perempuan cenderung memliki kemampuan komunikasi yang kurang dari laki-laki, terbukti adanya 3 responden berjenis kelamin perempuan yang memiliki nilai komunikasi verbal buruk, sedangkan pada anak laki-laki tidak ada satupun yang memiliki kemampuan komunikasi verbal buruk. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakuakan oleh Dewi (2009) bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin anak dan kemampuan bahasa.
PEMBAHASAN A. Kemampuan komunikasi verbal Anak Tuna Rungu Usia 6-12 tahun di SLB-B Negeri Patrang Kabupaten Jember. Dari hasil penelitian kemampuan komunikasi verbal pada anak tuna rungu ditemukan bahwa kemampuan komunikasi verbal anak tuna rungu masih dibawah anak normal, hasil peneltian menunjukann bahwa sebagaian besar anak tuna rungu yaitu sebanyak 20 (66,7%) responden hanya memiliki kemampuan komunikasi verbal tingkat sedang. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulastri (2014) mengemukakan bahwa Anak tunarungu mengalami kekurangan dalam berbahasa lisan dan kesulitan dalam memahami bahasa tulis atau membaca, mereka masih terbatas dalam mengenal lambang bunyi atau kosa kata serta masih lemah dalam penguasaan kaidah bahasa. Selain itu kemampuan anak tunarungu berkomunikasi secara ekspresif sangat rendah, hal ini dikarenakan miskinnya perbendaharaan kosakata yang dimiliki. hal yang serupa juga diungkap oleh Dhamayanti dan Herlina (2009) menunjukkan bahwa gangguan perkembangan pendengaran dapat mengakibatkan keterlambatan dalam kemampuan bahasa ekspresif, bahasa reseptif, dan personal sosial. 5
Menurut Judarwanto (2011) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal meliputi keluarga, pola asuh, lingkungan, pendidikan serta jumlah anak. Salah satu peran keluarga adalah memenuhi kebutuhan perkembangan anak (Supartini, 2009). keluarga inti adalah keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan anak-anaknya. Tipe ini biasanya adalah ayah yang menjadi tumpuan ekonomi keluarga dan ibu mengurus rumah tangga dan keluarga di rumah, sedangkan keluarga besar adalah eluarga yang didalamnya ternasuk termasuk kerabat (bibi, paman, kakek, nenek, sepupu) selain keluarga inti. Keluarga tipe ini dapat memberikan berbagai macam dukungan berdasarkan kebutuhan anggota keluarga (Hasmy, 2014). Analisa peneliti bedasarkan hubungan status keluarga dengan kemampuan komunikasi verbal anak tuna rungu menunjukkan bahwa anak tuna rungu yang hidup dalam keluarga besar memiliki kecenderungan memiliki kemampuan komunikasi verbal yang baik daripada anak yang hidup dalam keluarga inti, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hartanto (2006) bahwa angka kejadian status perkembangan tidak normal terdapat pada subjek dengan tipe keluarga inti. B. Adaptasi Sosial Anak Tuna Rungu Usia 6-12 tahun di SLB-B Negeri Patrang Kabupaten Jember
Anak tuna rungu adalah anak yang mengalami gangguan dalam hal mendengar dan berbicara. Terganggunya pendengaran seseorang menyebabkan terbatasnya penguasaan bahasa, hal ini dapat menghambat kesempatan untuk berkomunikasi pada lingkungan. Memurut Wasito (2010) akibat yang muncul dari terhambatnya kemampuan bahasa, anak tuna rungu sering menampakkan sikap-sikap asosial, bermusuhan, dann keadaan menarik diri dari lingkungannya. Namun pada penelitian ini adaptasi sosial sebagian anak tuna rungu berada pada kategori tinggi, terdapat sebanyak 13 (43,3%) responden yang memiliki adaptasi sosial dengan kategori tinggi. Adaptasi sosial sendiri merupakan proses perubahan dan akibatnya pada seseorang dalam suatu kelompok sosial sehingga orang. Peneliti berpendapat ada beberapa faktor yang mempengaruhi adaptasi sosial anak tuna rungu pada penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut. Berangkat dari hasil data umum tengtang ditribusi urutan kelahiran anak tuna rungu, menunjukkan bahwa dari 30 responden 23 responden diantaranya adalah anak pertama, dari 23 responden anak pertama, 11 (47,8%) anak pertama mendapatkan nilai adaptasi sosial tinggi, sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fuadha (2013) bahwa perkembangan sosial pada anak pertama lebih tinggi dari pada anak kedua. Hal ini sesuai dengan pendapat santrock (2007) bahwa anak pertama lebih berorientasi dewasa, penolong, 6
menyesuaikan, cemas dan lebih memiliki pengendalian diri dibanding saudara-saudara mereka. Kemudian analisa peneliti selanjutnya terhadap hasil penelitian anak yang tuna rungu yang mendapatkan adaptasi sosial tinggi adalah faktor lingkungan yaitu sekolah. SLB-B selaku sekolah bagi anak tuna rungu menerapkan kurikulum khusus bagi anak dan remaja tuna rungu yang berbasiskan kompetensi berbahasa dan komunikasi untuk kecakapan hidup. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wasito (2010) anak tuna rungu yang bersekolah di sekolah umum tentu akan menemukan berbagai permasalahan, permasalah yang akan muncul ketika anak tuna rungu berada dengan anak regular di sekolah umum adalah permasalah komunikasi, kesulitan yang dimiliki anak tuna rungu tentu akan lebih susah untuk melakukan proses penyesuaian diri. Selain fokus terhadap anak tuna rungu yang memilki adaptasi sosial tinggi peneliti juga melakukan analisa terhadap anak tuna rungu yang memliki tingkat adaptasi sosial yang berada dalam kategori sedang dan buruk. Dalam hal ini disebabkan karena pada saat menghadapi sesuatu yang belum dikenalnya atau sesuatu yang asing sering kali anak merasa takut dan cemas perasaan itu terjadi tentu berkaitan dengan pengalamannya, baik pengalaman secara langsung maupun tidak langsung. reaksi-reaksi perilaku negatif diantaranya anak menjadi lebih agresif dan tidak kooperatif. Apabila
kondisi ini berlanjut, anak akan menampakkan sikap asosial dan menarik diri, sehingga akan menggangguan proses tumbuh kembang yang akan mempersulit proses penyesuaian diri anak tuna rungu. Menurut Wasito (2010) untuk kematangan sosial, anak tuna rungu harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai nilai-nilai sosial dan kebiasaan di masyarakat serta mempunyai kesempatan yang banyak untuk menerapkan pengetahuanpengetahuan tersebut. Selain itu dukungan dari keluarga yaitu orang tua juga di butuhkan oleh anak tuna rungu, sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2009) mengemukakan bahwa dukungan keluarga terhadap anak tuna rungu berada dalam kategori yang tinggi, dukungan orang tua yang diharapkan oleh anak tunarungu yaitu adanya kepedulian terhadap proses perkembangannya, kedua adanya penerimaan yang positif dari orang tua serta adanya dukungan untuk meminimalkan rasa rendah diri anak tuna rungu. C. Hubungan kemampuna komunikasi verbal dan adaptai sosial Anak Tuna Rungu Usia 6-12 tahun di SLB-B Negeri Patrang Kabupaten Jember Adaptasi sosial merupakan suatu perkembangan perilaku, sehingga seorang anak dapat belajar secara utuh dan mandiri serta dapat mengekspresikan untuk meningkatkan kemampuan agar lebih mandiri ketika dewasa. Adaptasi sosial juga dapat 7
dilihat sebagai suatu indikator keberhasilan seorang anak dalam penerimaan diri dengan lingkungan sekitar, baik terhadap orang lain maupun benda di sekitarnya. Perilaku yang berkaitan dengan adapatasi sosial seseorang adalah komunikasi, keterampilan sehari-hari, sosialisasi dengan orang lain, dan kemampuan motoris (Siagian, 2010). Hasil penelitian tentang hubungan kemampuan komunikasi verbal dengan adaptasi sosial anak tuna rungun usia 612 tahun didapat hasil uji statistik Rank Spearman dengan nilai signifikasi 0,05 dan kolerasi koefisiensi kolerasi 0,582 maka berarti Hi diterima yang berarti ada hubungan antara kemampuan komunikasi verbal dengan adaptasi sosial anak tuna rungu usia 6-12 tahun di SLB-B Negeri Patrang kabupaten Jember dalam kategori sedang Komunikasi anak tuna rungu di dominasi oleh komunikasi non verbal, hal ini dikarenakan tidak berfungsinya indra pendengaran anak tuna rungu secara sempurna sehingga menyebabkan minimnya kosakata yang dimiliki anak tuna rungu, dalam penelitiannya Hermanto (2008) mengukapkan bahwa anak tuna rungu dalam belajar komunikasi verbal harus didukung dengan beberapa hal antara lain ; dukungan penguasaan bina persepsi bunyi dan irama, penguasaan artikulasi, dan dukungan penguasaan komunikasi total. Dalam penelitian ini terindentifikasi bahwa komunikasi verbal anak tuna rungu sangat terbatas sekali, hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulastri (2013) bahwa anak tuna rungu mengalami kekurangan dalam berbahasa lisan dan kesulitan dalam memahami bahasa tulis atau membaca, mereka masih terbatas dalam mengenal lambang bunyi atau kosa kata dan masih lemah dalam penguasaan kaidah bahasa. Dominasi komunikasi non verbal anak tuna rungu menyebabkan beberapa permasalahan seperti yang di ungkap oleh Hermanto (2008) menyebutkan bahwa ketika anak tuna rungu menggunakan komunikasi non verbal dan anak normal menggunakan komunikasi verbal akan menimbulkan kesalapahaman persepsi, anak tuna rungu tidak dapat dipaksakan dengan mudah melakukan komunikasi verbal dan anak normal tidak mudah dipaksakan mengikuti komunikasi non verbal sebagaimana bahasa isyarat anak tunarungu. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Arifah (2014) sementara anak tuna rungu yang mengembangkan bahasa isyarat memerlukan komunitas tertentu untuk bisa dipahami karena tidak semua orang bisa mengerti bahasa isyarat, Terganggunya pendengaran anak tuna rungu menyebabkan terbatasnya dalam proses penguasaan bahasa sehingga hal ini menhambat anak tuna rungu untuk melakukan komunikasi dengan lingkungan. Peningkatan kemapuan komunikasi verbal tuna rungu berhubungan dengan peningkatan adaptasi sosial anak tuna rungu, seperti yang di kemukakan oleh Hendriyana 8
(2012) dengan kemampuannya menggunakan komunikasi verbal, Anak tuna rungu sangat terbantu dalam aktivitas sosial sehari-hari, terutama dalam hal pekerjaan. Anak tuna rungu juga dapat bernegosiasi dengan rekan bisnisnya, apabila anak tuna rungu menggunakan bahasa isyarat, belum tentu orang akan mengerti, karena hanya sedikit orang yang mengerti bahasa isyarat. Sejalan dengan penelitian Arifah (2014) mengungkapkan karena anak tuna rungu diajarkan untuk mendengar, berarti dia memiliki akses untuk memiliki kemampuan berbicara dan komunikasi verbal, sehingga dia bisa masuk ke sekolah umum, dia juga bisa berinteraksi dengan teman, dan masuk ke masyarakat mendengar pada umumnya
tuna rungu usia 6-12 tahun di SLB-B Negeri Patrang kabupaten Jember. B. SARAN Saran dalam penelitian hubungan kemampuan komunikasi verbal dengan adaptasi sosial anak tuna rungu usia 6-12 tahun di SLB-B Kabupaten Jember ini di tujukan untuk : 1. Orang Tua Meningkatkan komunikasi aktif dalam keluarga dengan anak tuna rungu serta memberikan dukungan dan kepercayaan keapda anak tuna rungu untuk dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan mandiri. 2. Tenaga Pendidik Perlu meningkatkan pembelajaran tentang komunikasi verbal anak tuna rungu melalui metode komunikasi total dan memberikan motivasi keapada anak serta menciptakan lingkungan yang mendukung peningkatan adaptasi sosial anak tuna rungu. 3. Ilmu Keperawatan Perlu diilakukan kajian tentang bagaimana cara meminimalisir dampak dari masalah keperawatan yang di hadapai anak tuna rungu serta melakukan intervensi keperawatan sesuai dengan masalah yang di hadapi anak tuna rungu. 4. Institusi Sekolah Perlu menciptakan lingkungan sekolah yang nyaman, informatif, dan komunikatif serta kalender akademik yang mendukung peningkatan proses adaptasi sosial anak tuna rungu. 5. Peneliti Berikutnya
SIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Kemampuan komunikasi verbal anak tuna rungu usia 6-12 tahun di SLB-B Negeri Patrang kabupaten Jember sebagian besar berada pada tingkat sedang sebanyak 20 (66,7%) rsponden. 2. Tingkat adaptasi sosial anak tuna rungu usia 6-12 tahun di SLB-B Negeri Patrang kabupaten Jember menunjukkan sebagian besar adaptasi sosial anak tuna rungu berada pada kategori tinggi sebanyak 13 (43,3%) responden. 3. Ada hubungan dengan tingkat keeratan sedang (0,528) antara kemampuan komunikasi verbal dengan adaptasi sosial anak anak 9
a. Sebelum melakukan penelitian hendaknya dilakukan uji validitas dan reabilitas instrumen. b. Perlu dilakukan penelitian tentang metode untuk meningkatkan kemampuan komunikasi anak tuna rungu dalam ranah yang lebih luas lagi. c. Perlu dilakukan penelitian tentang presdiposisi dan prestiposisi adaptasi sosial anak tuna rungu yang tidak adekuat.
Komunikasi. Ejournal.Ilkom.FisipUnmul.Ac.Id. Diperoleh tanggal 16 April 2015. Fuaddha. F. (2013). Hubungan urutan kelahiran anak dengan perkembangan personal sosial anak usia dini pre sekolah (3-5 tahun) di taman kanakkanak bangunsari pacitan. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hasmy. R. Z. (2014). Perbedaan Perkembangan Bahasa Pada Anak Usia Toddler Di Rw 17 Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Dengan Anak Usia Toddler Di Psaa Balita Tunas Bangsa Cipayung. Prodi Ilmu Keperawatan. Fkik. Universitas Islam Negeri Syarif Idayatullah ; Jakarta
DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, A. (2007). Psikologi Sosial. Jakarta : Rineka Cipta. Arifah, N. I. (2014). Tuna Rungu Pun Bias Mendengar. http://www.radioaustralia.net.au. Diperoleh tanggal 6 Juli 2015. Dewi, S., Agoes, A., Susmarini, D. (2009). Perbedaan Perkembangan Bahasa Anak rasekolah Antara Yang Pernah Mengikuti PAUD dan Yang Tidak Mengikuti PAUD di TK PIG Malang. Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Brawijaya Malang Dhamayanti, M & Herlina, M. (2009). Skrining Gangguan Kognitif dan Bahasa dengan Menggunakan Capute Scales (Cognitive Adaptive Test/Clinical Linguistic & Auditory Milestone Scale-Cat/Clams). Fakultas Kedokteran : Universitas Padjadjaran Bandung Formanika. (2014). Komunikasi Total Sebagai Model Komunikasi Pada Anak Tunarungu (Studi Kasus Pada Siswa Smulb Negeri Bontang). 201 4, 2 (2): 213-222 Issn 0000-0000 Ejournal Ilmu
Hendriyana. A. 2012. Penderita Tuna Rungu Bisa Kuasai Bahasa Verbal. Universitas Padjadjaran : http://news.unpad.ac.id. Diperoleh tanggal 6 Juli 2015. Hermanto, SP. (2008). Optimalisasi Pelaksanaan Pembelajaran Bina Wicara Untuk Mendukung Kemampuan Komunikasi Anak Tuna rungu. Universitas Negeri Yogyakarta : Staff.Uny.Ac.Id. Diperoleh tanggal 6 Juli 2015. Judarwanto, W. (2009). Keterlambatan Bicara Fungsional Pada Anak. http://www.speechclinic.com Diperoleh tanggal 1 Juni 2015 Lupitasari, C. (2012). Peningkatan Prestasi Belajar Ilmu Pengetahuan Alam (Ipa) Melalui Metode Mind Map Dalam Pembelajaran Remedial Bagi Anak Tunarungu Kelas IV di SDN Gejayan Yogyakarta. Prodi Pendidikan Luar 10
Biasa Jurusan Pendidikan Luar Biasa. FKIP : Universitas Negeri Yogyakarta Pariatin, Y & Yudha, Z. A. (2014). Perancangan Media Pembelajaran Interaktif Mata Pelajaran Pkn Untuk Penyandang Tunarungu Berbasis Multimedia (Studi Kasus Di Kelas Vii Smplb Negeri Garut Kota) : Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No. 1 Jayaraga Garut 44151 Indonesia. Rahmawati. D, Sumaryo, & widodo. (2010). Penguasaan kosakata bahasa Indonesia pada anak usia prasekolah. Universitas Negeri malang : malang Santrock, J. W. (2007). Life Span Development:Perkembangan Masa Hidup. Erlangga : Jakarta Siagian. E. M. (2010). Hubungan intelengensi dengan kematangan sosial pada anak retardasi mental di SLB/C Surakarta. FK. Universitas sebelas maret : Surakarta.
Sulastri. (2013). Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Melalui Metode Komunikasi Total Bagi Anak Tunarungu Kelas Di SLB Kartini Batam : Http : //Ejournal.Unp. Ac. Id. Diperoleh tanggal 16 April 2015. Supartini, Y. (2009). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC Utami, R. T. (2009). Hubungan Antara Dukungan Orang Tua Dengan Kepercayaan Diri Pada Remaja Tunarungu (Penelitian Pada Siswa SlbB Yppalb Kota Magelang). Jurusan Psikologi. Fakultas Ilmu Pendidikan : Universitas Negeri Semarang. Wasito, D. R. Sarwindah, D & Sulistiani W. (2010). Penyesuaian Sosial Remaja Tuna Rungu Yang Bersekolah di Sekolah Umum. Fakultas Psikologi : Universitas Hang Tuah Surabaya. Winarsih, M. (2006). Pembelajaran Bahasa Bagi Anak Tuna Rungu Di Taman kanak-kanak. : UPT Bandu
11