48
Floribunda 4(2) 2011
HUBUNGAN KEKERABATAN FILOGENETIKA KULTIVAR PISANG DI INDONESIA BERDASARKAN KARAKTER MORFOLOGI Amin Retnoningsih Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang Kampus Sekaran, Gunungpati Semarang 50229 Korespondensi:
[email protected] Amin Retnoningsih. 2011. Phylogenetic relationship of cultivated bananas in Indonesia based on morphological characters. Floribunda 4(2): 48–53. — Indonesia has high biodiversity of cultivated bananas. This research objective is reveal the phylogenetic relationship of cultivated bananas in Indonesia based on morphological characters. This research analyzed 2 groups which are consist of ingroup namely 9 banana accessions on genome groups AA, 9 AAA accession, 8 AAB accession, 8 ABB accession, and 2 BB accession, and the other group is outgroup which representated by 2 wild bananas. The method of this research using Cladistic program Phylogenetic Analysis Using Parsimony (PAUP) version 4.0, it used to produce phylogenetic trees. The study branches are tested by bootstrap 100 times. The results show that morphological characters have parallel homoplasm which can be seen from the low CI score by 0.275. Taxon tested are species and under species level (Musa spp). In general, there is no difference on changes of morphological characters in each clade. The clade consist of Boi accession (ABB), Klutuk Wulung (BB) and Klutuk (BB) separated from ingroup clade because they have differences of morphological characters from the others. They are showed by high bootstrap score: 98%. The Klutuk Wulung and Klutuk are predicted to have close phylogenetic relationship with the wild Musa balbisiana (BB). Keywords: Phylogenetic relationship, Indonesia, morphological characters, banana. Amin Retnoningsih. 2011. Hubungan kekerabatan filogenetika kultivar pisang di Indonesia berdasarkan karakter morfologi. Floribunda 4(2): 48–53. — Keanekaragaman kultivar pisang di Indonesia sangat tinggi. Penelitian ini bertujuan mengungkap hubungan kekerabatan filogenetika kultivar pisang di Indonesia berdasarkan karakter morfologi. Analisis dilakukan terhadap 9 aksesi pisang grup genom AA, 9 aksesi AAA, 8 aksesi AAB, 8 aksesi ABB, dan 2 aksesi BB sebagai ingroup, serta 2 jenis pisang liar sebagai outgroup. Metode kladistika program Phylogenetic Analysis Using Parsimony (PAUP) versi 4.0 digunakan untuk menghasilkan pohon filogenetika yang kekokohan percabangannya diuji dengan bootstrap 100 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter morfologi memiliki homoplasi paralel yang dapat dilihat dari nilai CI yang rendah yaitu 0.275. Kelompok takson yang dikaji merupakan tingkat jenis dan di bawah jenis (Musa spp) sehingga secara umum perubahan karakter morfologi di setiap klad tidak berbeda. Klad yang terdiri atas aksesi Boi (ABB), Klutuk Wulung (BB) dan Klutuk (BB) memisah dari klade ingroup karena memiliki karakter morfologi yang berbeda dari aksesi yang lain, ditunjukkan melalui nilai bootstrap yang tinggi yaitu 98%. Kultivar Klutuk Wulung dan Klutuk ini diduga memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan jenis liar Musa balbisiana (BB). Kata kunci: Hubungan kekerabatan filogenetika, Indonesia, karakter morfologi, pisang. Lebih dari 200 kultivar pisang dan 15 jenis pisang liar diketahui hidup di wilayah Indonesia (Nasution & Yamada 2001). Sebagian di antaranya, termasuk hasil eksplorasi pisang di Irian Jaya (INIBAP 2002) merupakan kultivar yang unik. Kultivar pisang merupakan keturunan dari perkawinan antara jenis pisang liar M acuminata Colla (genom AA) dan M. balbisiana Colla (genom BB) (Stover & Simmonds 1987) yang kemudian mengalami proses evolusi sampai menjadi pisang yang dapat dimakan. Melalui proses evolusi
ini, fertilitas yang tinggi pada jenis-jenis liar berangsur-angsur hilang sampai menjadi pisang tidak berbiji. Selain kehilangan bijinya, proses perubahan ini juga menghasilkan pisang dengan berbagai tingkat ploidi dan grup genom seperti pisang diploid genom AA. BB dan AB; pisang triploid genom AAA, AAB, ABB, dan BBB, serta pisang tetraploid genom ABBB. Proses seleksi dan perbanyakan vegetatif diyakini sebagai faktor utama terjadinya pisang tanpa biji (Verheij & Coronel 1992). Perubahan
Floribunda 4(2) 2011
49
pisang liar berbiji menjadi pisang tanpa biji dapat diungkap melalui analisis filogenetika. Selain itu, analisis ini juga penting karena diduga dalam waktu dekat pisang budi daya akan punah (INIBAP 2003). Beberapa dekade terakhir ini telah terjadi penurunan produksi pisang budi daya secara dramatis akibat serangan hama dan penyakit. Kekhawatiran ini mendorong para peneliti mengumpulkan seluruh informasi kekayaan plasma nutfah yang ada untuk melacak sumber-sumber resistensi (Megia 2005). Upaya yang perlu dilakukan antara lain adalah mengevaluasi seluruh kekayaan plasma nutfah. Proses evolusi genom pisang juga dipandang penting dipelajari untuk memahami peranan hibridisasi dan evolusi poliploidi tanaman budi daya yang lain (INIBAP 2001). Beberapa alasan pentingnya informasi hubungan kekerabatan filogenetika pisang di Indonesia adalah 1) bermacam-macam jenis pisang liar yang hidup di wilayah Indonesia seperti anak jenis-anak jenis M. acuminata diduga sebagai tetua pisang budi daya; 2) morfologi yang bervariasi seperti bentuk, ukuran, warna dan sifat-sifat yang lain dari batang semu, anakan, tangkai dan helai daun, braktea, bunga jantan dan buah; 3) grup genom yang bervariasi dengan sterilitas yang tinggi. Kajian filogenetika diharapkan dapat memberi gambaran evolusi pisang sehingga diperoleh pemahaman bagaimana keanekaragaman pisang di Indonesia dapat terjadi. Hipotesis hubungan kekerabatan filogenetika dapat diperoleh melalui analisis kladistika (Eldenas & Linder 2000). Asumsi dasar yang digunakan adalah semua anggota kelompok yang memiliki sejarah evolusi yang sama memiliki hubungan lebih dekat satu sama lain dibandingkan dengan anggota kelompok lainnya. Hubungan antara kelompok organisme tersebut dikenali melalui seperangkat karakter unik apomorf dan sinapomorf (NCBI 2003). Penelitian ini bertujuan mengungkap hubungan kekerabatan filogenetika pisang di Indonesia berdasarkan karakter morfologi. Kekayaan plasma nutfah yang dilengkapi informasi filogenetika akan memudahkan peneliti dalam memanfaatkan plasma nutfah tersebut khususnya dalam program pemuliaan pisang. METODE PENELITIAN Bahan Penelitian Tanaman yang diteliti adalah aksesi pisang koleksi Dinas Pertanian dan Kehewanan (Diperta)
Yogyakarta dan Balai Penelitian Buah (Balitbu) Tropika, Solok, Sumatera Barat. Karakterisasi morfologi dilakukan pada tanaman dewasa pada bagian vegetatif (batang semu, daun dan anakan) dan bagian generatif (bunga dan buah). Total aksesi ingroup yang digunakan sebanyak 36 aksesi yang terdiri atas 9 aksesi kultivar pisang grup genom AA, 9 aksesi AAA, 8 aksesi AAB, 8 aksesi ABB, dan 2 aksesi BB dan aksesi outgroup terdiri atas 2 jenis pisang liar (Tabel 1). Analisis Data Hasil skoring karakter morfologi dianalisis menggunakan PAUP versi 4.0 untuk membangun pohon filogenetika. Topologi pohon diuji statistika menggunakan bootstrap 100 kali. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis hubungan kekerabatan filogenetika berdasarkan karakter morfologi menghasilkan pohon yang parsimoni dengan tree length 378 (Gambar 1). Keseluruhan karakter yang diamati (41 karakter) merupakan karakter parsimoni informatif. Consistensi index (CI), retention index (RI), dan homoplasi index (HI), berturut-turut sebesar 0.275, 0.487, dan 0.725. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa semua aksesi ingroup terdapat dalam klad-klad yang memiliki kekokohan rendah (bootstrap kurang dari 50%) kecuali klad ‘Klutuk Wulung’ (BB) dan ‘Klutuk’ (BB) dengan bootsrap 98% dan klad yang terdiri atas ‘Klutuk Wulung’ (BB), ‘Klutuk’ (BB), dan ‘Boi’ (ABB) dengan bootstrap 67%. Karakter morfologi yang digunakan dalam analisis filogeni ini memiliki homoplasi paralel. Hal ini terjadi antara lain karena perubahan ciri morfogi yang sama juga terjadi pada percabangan klad yang lain. Peristiwa homoplasi dapat dilihat melalui nilai HI yang tinggi yaitu 0.725 atau CI yang rendah yaitu 0.275. Kladogram dengan nilai CI sama dengan satu (CI=1) menunjukkan bahwa karakter yang digunakan dalam analisis filogeni muncul hanya satu kali (tidak terjadi homoplasi). Objek penelitian ini adalah takson yang rendah yaitu tingkat jenis dan di bawah jenis (Musa spp.) sehingga perubahan karakter morfologi yang terjadi pada satu aksesi dengan aksesi yang lain relatif sama. Karakter morfologi tidak cukup menyediakan sejumlah karakter yang memiliki sifat konvergenitas tinggi (Hillis et al. 1996). Aksesi ‘Boi’ (ABB), ‘Klutuk Wulung’ (BB) dan ‘Klutuk’ (BB) membentuk klad ingroup yang
50
Floribunda 4(2) 2011
Tabel 1.Aksesi pisang yang digunakan dalam analisis filogenetika berdasarkan karakter morfologi Aksesi Pisang
Grup genom
Spesies
Koleksi
Ket.
Ayam Ik Osroc Koumus
AA AA AA AA AA AA AAA
acuminata acuminata acuminata acuminata acuminata acuminata acuminata acuminata acuminata acuminata acuminata acuminata acuminata acuminata acuminata x paradisiaca x paradisiaca x paradisiaca x paradisiaca x paradisiaca x paradisiaca x paradisiaca x paradisiaca x paradisiaca x paradisiaca x paradisiaca x paradisiaca x paradisiaca x paradisiaca x paradisiaca x paradisiaca balbisiana balbisiana shizocarpa lolodensis
Balitbu Solok Balitbu Solok Balitbu Solok Balitbu Solok Balitbu Solok Balitbu Solok Balitbu Solok Balitbu Solok Balitbu Solok Balitbu Solok Balitbu Solok Balitbu Solok Diperta Yogyakarta Diperta Yogyakarta Diperta Yogyakarta Balitbu Solok Balitbu Solok Balitbu Solok Balitbu Solok Diperta Yogyakarta Diperta Yogyakarta Diperta Yogyakarta Diperta Yogyakarta Balitbu Solok Balitbu Solok Diperta Yogyakarta Diperta Yogyakarta Diperta Yogyakarta Diperta Yogyakarta Diperta Yogyakarta Diperta Yogyakarta Balitbu Solok Balitbu Solok Balitbu Solok Balitbu Solok
Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Ingroup Outgroup Outgroup
Neij Sehi Sramfin Keja Aghaker Ambon Hijau Ambon Putih Ambonaae Koumusona Pogori Koja Pretel Kidang ijo Poto ijo Bole Burlangge Neij Amper Panggang Pisang seribu) Australi Koja Santen Triolin Boi Selayar Sobo Londo ijo Kepok Kuning Sobo Londoputih Kepok awu Kepok Bawean Awak rawa Klutuk Wulung Klutuk Liar #1 Liar #3
AAA AAA AAA AAA AAA AAA AAA AAA AAB AAB AAB AAB AAB AAB AAB AAB ABB ABB ABB ABB ABB ABB ABB ABB BB BB -
terpisah dari aksesi yang lain karena memiliki beberapa karakter morfologi yang sangat berbeda. Hal ini ditunjukkan melalui nilai bootstrap 67% untuk klad ‘Boi’, ‘Klutuk Wulung’ dan ‘Klutuk’ dan 98% untuk klad ‘Klutuk Wulung’ dan ‘Klutuk’. Berdasarkan skoring 15 karakter morfo-
logi (Simmonds & Sheperd 1955), grup genom BB dikelompokkan ke dalam jenis M. balbisiana. Jenis pisang ini memiliki karakter yang berbeda secara ekstrim dengan M. acuminata (AA). Setiap karakter M. balbisiana liar diberi nilai 5 dan M. acuminata liar dinilai 1. Kultivar ’Klutuk Wulung’
51
Floribunda 4(2) 2011
Liar#1 Liar#3 KejaAA KoumusAA BoleAAA Selayar ABB KoumosonaABB BoiBBB KlutukWulungBB KlutukBB NeijAmperAAB PanggangAAB BuranggeAAB IkOsrocAAA NeijSehiAA SramfinAA SoboLondopthABB AghakerAAA AmbonPutihAAA AmbonHijauAAA AmbonaaeAAA PogoriAAA Mas40hariAA KidangijoAAA KojaPretelAAA AustraliAAB MonyetAA RejangAA PotoijoAAA KepokKuningABB SoboLondoijoABB KepokBaweanABB AwakrawaABB TriolinAAB KepokawuABB RajaSeribuAAB KojaSantenAAB AyamAA Gambar 1. Pohon filogeni yang diperoleh melalui analisis kladistik.
52
Floribunda 4(2) 2011
dan ’Klutuk’ memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan tipe liarnya, yaitu M. balbisiana (BB). Karakter morfologi kultivar ’Boi’ mirip dengan kelompok Klutuk sehingga dimasukkan grup genom BBB (INIBAP 2002). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kultivar ’Boi’ tidak terdapat dalam klad dengan nilai bootstrap yang sama seperti kelompok Klutuk. Hal ini membuktikan bahwa aksesi ’Boi’ tidak termasuk grup genom BBB. Hasil analisis filogeni berdasarkan karakter morfologi ini memperkuat hasil penelitian Pillay et al. (2004) yang memperlihatkan bahwa BBB sangat jarang ditemukan secara alami. Kekeliruan penempatan ’Boi’ ke dalam grup genom BBB juga dibuktikan melalui kajian analisis mikrosatelit. Berdasarkan lokus mikrosatelit MaCIR108 aksesi tersebut dimasukkan ke dalam grup genom ABB bukan BBB karena memiliki satu alel A dan dua alel B (Retnoningsih & Karno 2007). Meskipun hanya memiliki nilai bootstrap yang rendah (kurang dari 50%) dapat dilihat bahwa grup genom yang sama memiliki kecenderungan berada pada klad yang sama. Kelompok triploid AAA seperti ‘Aghaker’, ’Ambon Putih’, ’Ambon Hijau’ dan ’Ambonaee’ terdapat dalam satu klad karena secara morfologi keempat aksesi tersebut sangat mirip satu sama lain sehingga diduga memiliki sejarah evolusi yang sama (Valmayor et al. 2002). Aksesi tersebut kemungkinan berasal dari tetua liar subspesies Musa acuminata yang sama. Klad yang terdiri atas ‘Kidang Ijo’ (AAA), ’Koja Pretel’ (AAA), ’Austoli’ (AAB), ’Monyet’ (AA) dan ’Rejang’ (AA) kemungkinan berasal dari tetua liar yang memiliki kekerabatan lebih dekat dengan M. acuminata subsp. zebrina. Menurut Nasution & Yamada (2001), kultivar ’Monyet’ dikelompokkan ke dalam subspesies zebrina. Sebagian besar aksesi hibrid hasil persilangan M. acuminata dan M. balbisiana (M x paradisiaca ABB) seperti ’Kepok Kuning’, ’Sobo Londoijo’, ’Kepok Bawean’, ’Awak Rawa’, dan ’Kepok Awu’ terdapat dalam satu klad. Dalam klad ini juga ditemukan aksesi AAB yaitu ’Triolin’. Menurut Jumari & Pudjoarinto (2000), aksesi ‘Triolin’ berdasarkan karakter morfologi dikelompokkan ke dalam grup genom AB. Berdasarkan karakter ini, ’Triolin’ memperlihatkan karakter transisi antara grup kultivar AA, AAA dan AAB dengan grup kultivar BB, ABB, dan ABBB. Grup genom AB secara alami jarang ditemukan (Valmayor et al. 2000) sehingga eksis-
tensi hibrid AB khususnya di Indonesia masih dipertanyakan. Hasil kajian mikrosatelit menunjukkan bahwa ’Triolin’ memiliki dua alel A dan satu alel B sehingga aksesi tersebut seharusnya dikelompokkan ke dalam grup genom AAB (Retnoningsih & Karno 2007). Secara morfologi kekerabatan ‘Triolin’ lebih dekat dengan kelompok ABB mungkin karena kesamaan tetua liar M. balbisiana sehingga dalam evolusinya berada dalam klad grup genom ABB. Jumlah dan jenis karakter morfologi yang digunakan dalam analisis filogeni ini sangat terbatas karena banyak karakter yang tidak dapat direkam pada saat pengumpulan data. Hal ini merupakan salah satu kelemahan karakter morfologi yang ketersediaannya tidak maksimal. Berbeda dengan karakter morfologi yang dapat dicatat hanya pada fase pertumbuhan tertentu, karakter molekuler dapat diperoleh kapan saja dan dari bagian mana saja (Guzow-Krzeminska et al. 2001). Oleh karena itu, analisis filogenetika pisang menggunakan pendekatan molekuler akan memberikan dan menutupi keterbatasan karakter morfologi. Informasi yang disumbangkan kajian dengan pendekatan molekuler akan lebih berarti untuk mengungkap keanekaragaman kultivar pisang. Berdasarkan pendekatan molekuler, filogeni dan keanekaragaman pisang di Indonesia diharapkan lebih dapat dipahami karena ribuan basa nukleotida dapat diidentifikasi. Dalam hal ini jumlah karakter yang dapat digunakan dalam análisis jauh lebih banyak dan hampir tidak terbatas (Vicente et al. 2005). DAFTAR PUSTAKA Eldenas PK & Linder HP. 2000. Congruence and complementarity of morphological and trnL-F sequence data and phylogeny of the Afri-can Restionaceae. Sys. Bot. 25(4): 692– 707. Guzow-Krzeminska B, Gorniak M & Wegrzyn G. 2001. Molecular determination keys: construction of keys for species identification based on restriction fragment length polymorphism. Int. Arch. Biosci. p. 1057–1067. Hillis MD, Moritz C & Mable BK.1996. Molecular Systematics. Second edition. Sinauer Associates, Sunderland. [INIBAP] International Network for the Improvement of Banana and Plantain. 2001. Banana diversity. http://www.inibap.org/. [12 Juli
53
2003] [INIBAP] International Network for the Improvement of Banana and Plantain. 2002. The exploration of Musaceae in Irian Jaya (Papua). INIBAP. [INIBAP] International Network for the Improvement of Banana and Plantain. 2003. Just how far are bananas from extinction?. http:// www.inibap.org/ [12 Juli 2003] Jumari & Pudjoarinto A. 2000. Kekerabatan fenetik kultivar pisang di Jawa. Biologi 2(9): 531–542. Megia R. 2005. Musa Sebagai Model Genom. Hayati 12: 167–170. Nasution RE & Yamada I. 2001. Pisang-pisang Liar di Indonesia. Bogor, Puslitbang Biologi-LIPI. NCBI2003. Systematics and Molecular Phylogenetics. http://www.ncbi.nlm. nih.gov/ Pillay M, Tenkouano A, Ude G & Ortiz R. 2004. Molecular characterization on genomes in Musa and its applications. In: Jain SM & Swennen R (Eds), Banana Improvement:
Floribunda 4(2) 2011
Cellular, Molecular Biology, and Induced Mutations. Science Publishers, Inc. Enfield (NH), USA. Plymouth, UK. pp. 271–286. Retnoningsih A & Karno. 2007. Analisis variasi mikrosatelit pisang bergenom AAB, ABB, BB, dan BBB. Sainteknol. 4: 1–10. Simmonds NW. 1962. The Evolution of the Banana. London: Longman Inc. Simmonds NW & Sheperd K. 1955. The taxonomy and origins of the cultivated bananas. J. Linn. Soc. Lond. Bot. 55: 302–312. Stover RH & Simmonds NW. 1987. Bananas. New York. John Wiley and Sons. Valmayor RV, Espino RRC & Pascua OC. 2002. The Wild and Cultivated Bananas of the Philippines. Los Banos. Foundation Inc. Verheij EWM & Coronel RE. 1992. Edible Fruits and Nuts. Prosea 2: 225–229. Vicente MC de, Gusman FA, Engels J & Rao VR. 2005. Genetic characterization and its use in decision making for the conservation of crop germplasm. The role of Biotechnology.