HUBUNGAN INTERPERSONAL LA WAN JENIS REMAJA TUNANETRA
(Studi Kasus di SLTPN 226 dan SMUN 66 .Jakm·ta Sclatan/Inklusi)
ERI MURNIASIH
0071020103
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1425 H/2004M
HUBUNGAN INTERPERSONAL LAW AN JENIS REMAJA TUNANETRA (Studi Kasus di SLTPN 226 dan SMUN 66 Jakarta Selatan/lnklusi)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Psikologi (SJ)
ERi MURNIASIH
0071020103
Pembimbing I
Dra. Agustyawati, M, Phil, Sne NIP: 132 121 898
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGER SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1425 H/2004M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul "HUBUNGAN INTERPERSONAL LAWAN JENIS REMAJA TUNANETRA" telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta pada tanggal 30 Agustus 2004. skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana program strata I (SI) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 30 Agustus 2004
!
P ANITIA SIDANG MUNAQOSY AH
Dek n// Ketua Mera gkap Anggota
udek I/
/
ANGGOTA Pen ~ji I
Penguji II
b~
Dra. Hj. Fadhilah Suralaga, M. Si NIP: 150 215 283
Pembimbing I
1~)Dra. Agustyawati, M, Phil, Sne NIP: 132 121 898
JJ_[[afi ak,an meninggik_sin orang-orang yang 6eriman cfiantaramu aan orang-orang yang cfi6eri i[mu pengetaliuan 6e6erapa aerajat.
l(ATA PENGANTAR ~)\ <.J=)l .ilil ~
Segala puji syukur penulis panjatkan kehaclirat Illahi Rabbi, yang telah melimpahkan rahmat, nikmat clan hiclayahNya serta bimbinganNya sehingga skripsi ini clapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa Allah limpahkan kepada nabi Muhammad S.A.W, keluarganya, sahabat-sahabatnya, clan urnmatnya. Alhamdulilah, penulis ucapkan atas selesainya penyusunan skripsi ini. Dalam penyusunan ini ticlak sedikit hambatan yang yang penulis aiami baik dalarn pengaturan waktu, pengumpulan bahan-bahan, pembiayaan dan sebagainya. Namun berkat kesungguhan, ketekunan hati dan kerja keras dan clisertai dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka kesulitan dan hambatan itupun dapat diatasi. Dengan sepantasnyalah penulis menghaturkan banyak terima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
I) Dekan Fakultas Psikologi !bu Dra. Hj. Netty Hartati. M. Si beserta civitas akademika lainnya. 2) [bu Dra. Agustyawati. M. Phil. Sne clan bapak Drs. Asep Haerul Gani. Psi sebagai pembirnbing yang telah 111e111berikan arahan clan petunjuk yang sangat berharga schingga pcnulis mendapatkan jalan untuk dapat rnenyelesaikan skripsi ini dengan baik. 3) Ayahanda tercinta H. Muchtar clan ibunda tersayang Hj. Royanih yang telah rnembimbing, mernberikan motivasi yang sangat berharga serta segala dukungannya baik rnoril rnaupun rnateril serta do'a yang selalu rnengalir dari hati tiada henti.
4) Kakak-kakak tersayang khususnya kakakku Laili maulida dan Awank yang telah memberikan banyak ide cemerlang dalam penulisan skripsi ini. 5) Seseorang yang tersayang sebagai embun penyejukku Ade Abdullah yang selalu setia membantu , menemani baik suka maupun duka dan mengiringi dengan do'a dalam penyusunan skripsi ini dan terima kasih atas seperangkat komputernya. 6) Sahabat-sahabatku baik kelas A Psi 00 khususnya Aidan Ririn teman sepe1juangan, Phophon atas tape recordernya, Dewi terima kasih atas kost nya, Rena, Uni, Dian seita teman-teman kelompok gang Bacang Emi, Sasa, dan lain-lain yang selalu sama-sam tegang menghadapi pembimbing tapi semangat selalu terus mengalir, sahabat-sahabat di rumah khususnya Itoh dan Sari atas segala motivasinya dan do'a yang berharga. 7) Kepala Sekolah SLTPN 226 dan SMUN 66 bese1ta staf-stafnya dan seluruh responden yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. 7) Pimpinan dan seluruh staf perpustakaan Utama dan perpustakaan Fakultas Psikologi dan perpustakaan UNJ yang telah banyak memberi kemudahan dalam menelusuri literatur yang penulis butuhkan. 8) Keponakan-keponakan tersayang terutama Kisnia, Yoga, gad is, Rima yang selalu memberikan senyuman dan selalu menghibur dengan segala tingkah laku yang lucu-lucu saat penulis merasakan letih dan cape. Tak ada gading yang rctak. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan clan kelemahan dan penulisan skripsi ini maka dari itu penulis selalu menerima sumbangsih saran dari para pembaca, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk orang yang membutuhkan.
Depok, 21 Agustus 2004
Penulis 11
ABSTRAK (A) Fakultas Psikologi (B) Jakarta, 21 Agustus 2004 (C) Eri Murniasih (0) Hubungan Interpersonal lawan Jenis Remaja Tunanetra (Studi Kasus Di SLTPN 226 dan SMUN 66 Jakarta/ lnklusi ) (E) X+ 114 halaman. (F) Setiap anak akan mengalami perubahan pada setiap perkembangannya baik perubahan fisik dan psikologis. Salah satu dari perubahan itu adalah perkembangan seksual yang mengakibatkan seorang rernaja berubah dalarn pergaulan, mulai tertarik dengan lawan jenisnya, mulai mengikuti kegiatan yang terdiri dari dua jenis kelarnin dan adanya keinginan untuk rnenjalin hubungan antar pribadi.
Hubungan ini dapat dilakukan olch siapapun yang normal panca indranya baik anakanak, remaja rnaupun dewasa. Bagaimanajika hubungan in! dilakukan rernaja tunanetra dengan segala keterbatasan dalam visualisasi. Faktor apakah clan usaha atau eara apakah yang digunakannya serta kesulitan apakah yang dihadapinya dalarn menghadapi hubungan ini Tujuan skripsi ini adalah 1. Mengetahui secara mendalam faktor-faktor yang mempengaruhi ketertarikan remaja tunanetra dengan lawan jenis yang awas dan keinginan untuk rnenjalin hubungan secara interpesonal. 2. Mengetahui secara rinci tentang cara/usaha yang dilakukan rernaja tunanetra untuk dapat menjalin hubungan interpesonal 3. Mengetahui kesulitan-kesulitan yang dihadapinya clan mengatasi kesulitankesulitan yang dihadapinya Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja yang rentang usianya 1419 tahun yang masih duduk di sekolah SLTP dan SMU yang mengalami tunanetra total baik dari faktor indogen maupun karena faktor eksogen. Sarnpel yang digunakan sebagai subjek sebanyak em pat orang yang berjenis kelamin laki-laki. Dengan sampel yang telah ditentukan maka peneliti menggunakan metode studi kasus. Basil penelitian yang didapatkan bahwa banyak faktor yang mernpengaruhi ketertarikan rernaja tunanetra dengan lawan jenis yang awas adalah faktor kedekatan, kesamaan sifat, daya tarik fisik yang dinilai dari suara, ganjaran atau bantuan yang sering didapatkan dari lawan jenisnya yang awas.
iii
Usaha atau cara yang dilakukan untuk dapat menjalin hubungan dengan lawanjenis awas adalah interaksi yang rnembutuhkan waktu yang cukup lama karena yang dirnilikinya hanya tiga indera saja, dengan rnencari informasi dari pihak lain. Sedangkan kesulitan yang dihadapi oleh rernaja tunanetra dalam menjalin hubungan intcrpesonal ini adalah kesulitan dalarn penyesuaian diri, hambatan dalam sosial dan menerka ekspresi emosional baik itu stimulus maupun responnya. Cara mereka mengatasi kesulitan tersebut dengan cara mencari teman untuk dapat berkenalan dengan lawan jenis yang mereka sukai, sedangkan untuk mengatasi penolakan dari pihak sosial mereka lebih memilih untuk melarikan diri, memutuskan hubungan itu atau dengan cara sembunyi-sembunyi dalam menjalin hubungan itu.
Penelitian ini mendukung teori hubungan interpersonal (Kelley, 1983) yang menyatakan bahwa dalam menjalin hubungan interpersonal dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kesamaan, ganjaran, daya tarik fisik, clan sebagainya. Dalam hubungan interpersonal pacla remaja tunanetra dipengaruhi oleh faktor yang sama namun cara penilaian mcreka yang berbeda. Seperti dalam penilaian secara fisik bcrdasarkan pada suara dan bertanya dengan teman awasnya. Dalam cara atau usaha mcrckapun ada perbcdaan, mercka masih membutuhkan orang lain untuk mengawali perkenalan kemudian mencari informasi kepada teman awasnya setelah itu mereka mencoba untuk berkomunikasi dengan lawan jenisnya via telepon dan ketika mendapatkan respon yang baik maka mereka mencoba untuk bertatap muka. Dalam teoripun dikatakan bahwajika telah terjadi komunikasi maka akan te~jadi kedekatan clan keakraban sehingga akan tcrcipta hubungan interpersonal.
Kesulitan yang dihadapi oleh remaja tunanetra baik disaat rnereka akan melakukan hubungan maupun ketika menjalani hubungan itu adalah kurang adanya penerimaan sosial dan kesulitan dalam berkornunikasi secara emosional sepr;:rti dalam teori, dijelaskan bahwa remaja tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan sosial dan ernosi sehingga mereka mengalami kesulitan dalam kedua perkembangan terscbut. Untuk penelitian yang lebih lanjut dapat diteliti mengenai perbedaan faktor, cara, kesulitan yang dialarni remaja awas dan remaja tunanetra, begitu juga dengan perkernbangan hubungan interpersonal remaja tunanetra dengan subjek perempuan, dan menggunakan sampel yang lebih banyak. (G) Daftar Bacaan :24 ( 1977-2004)
iv
DAFTARISI MOTTO KATA PENGANTAR ....................................................................................... i ABSTRAK ....................................................................................................... iii DAFTAR 181 .................................................................................................v DAFT AR TABEL .........................................................................................viii DAFTAR BAGAN........................................................................................ ix
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1-5
l. I. Latar belakang rnasalah ................................................................ 1 I. 2. Perurnusan dan Pernbatasan masalah ............................................. 4 l. 3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 5 I. 4. Sislematika Penulisan ................................................................... 6
BAB 2
KAJIAN PUST AKA ....................................................................... 7-44
2. I. Landasan Teori ................................................................................. 7 2. I. I. Hubungan lnterpesonal ....................................................... 7 2. I. 2. Tahap-Tahap Hubungan Interpesonal .................................. 9 2. I. 3. Jenis dan Ciri Hubungan Interpersonal... ........................... 13 2. I. 4. Teori-Tcori Hubungan lnlerpesonal ................................... 14 2. I. 5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hubungan
Interpersonal ......................................................................... 20 2. I. 6. Atribusi .............................................................................. 24 2. I. 7. Tunanetra .............................................................................. 27 Pengertian Tunanetra ......................................................... 27 Klasifikasi Tunanetra ........................................................ .30 Karakteristik Tunanetra .................................................... 32 Penyebab Ketunanetraan ................................................... .35 Perkembangan Tunanetra .................................................. 37 Masa Puber clan Remaja ................................................... .40 Fisik clan Penyesuaian Diri Seksual.. ................................ .41 lndera yang Digunakan ...................................................... 43 2.2. Kerangka berfikir ............................................................................ 43
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 45-55 3. I. Penclekatan penelitian .................................................................. .45 3. I. 1. Jen is Penelitian ..................................................................... 45 3. I. 2. Metode Penelitian ................................................................ .46 3. 2. Pengumpulan data ........................................................................ 47 3. 2. 1. Populasi dan Sampel.. ........................................................ .47 3. 2. 2. Metode dan Instrumen ........................................................ 49 3. 2. 3. Analisa Data ........................................................................ 52 3. 3. Prosedur Penelitian ....................................................................... 55
3. 3. 1. Tahapan Persiapan Penelitian .............................................. 55 3. 3. 2. Tahapan Pclaksanaan pcnclitian ........................................ 55
BAB 4
PRESENT AS! DAN ANALISIS DATA ................................... 56-106
4. 1. Garnbaran urn um subyek penelitian ............................................ 56 4. 2. Analisis Data ......................... ,....................................................... 57 4. 2. I. Kasus Riki.. ........................................................................... 57 4. 2. 2. Kasus Rama .......................................................................... 69 4. 2. 3. Kasus Luki ............................................................................ 80 4. 2. 4. Kasus Setio ........................................................................... 89 4. 3. Perbandingan lintas kasus ......................................................... JOO
BAB 5
KESIMPULAN DISKUSI DAN SARAN ............................... 107-114
5. 1. Kesimpulan ................................................................................ 107 5. 2. Diskusi ........................................................................................ 111
5. 3. Saran ........................................................................................... 113
DAFTARPUSTAKA LAMP IRAN
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4. 2. 1. Tabel Gambaran Umum Subjek........................ Tabel 4. 3.
Tabel Perbanclingan Lintas Kasus.....................
56 100
DAFTAR BAGAN Halaman Bagan 4. 2. I. Bagan Kasus l (Riki).............................................. 68 Bagan 4. 2. 2. Bagan Kasus II (Rama)............................................ Bagan 4. 2. 3. Bagan Kasus III (Luki)... ... . . . .. .. . . . .. . . . . . . ... ... . .. . . . . . .. . . . . .
79 88
Bagan 4. 2. 4 Bagan Kasus IV (Setio) ............................................. 99
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1: Lampiran Kcscdiaan Wawancara Lampiran 2: Pccloman wawancara Lampiran 3: Lampiran Obscrvasi Lampiran 4: Surat Izin Pcnclitian
BAB1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Remaja adalah sebuah masa atau periode yang unik dan khusus sebagai periode yang tumpang tindih. Remaja adalah individu yang bukan anak-anak dan juga bukan orang dewasa. Disaat seorang anak beranjak remaja maka ia akan mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan baik sosial, emosi, kognitif, moral maupun seksual.
Pertumbuhan dan perkembangan itu biasanya menimbulkan keraguan, perasaan tidak mampu dan tidak aman sehingga banyak yang mengakibatkan perilaku yang kurang baik. Dunbar mengatakan bahwa
Sela ma periode ini anak yang sedang berkembang mengalami pelbagai perubahan dalam tubuh, perubahan dalam status penampilan, pakaian, milik, jangkauan pilihan, dan perubahan dalam sikap seks dan lawanjenis. (Hurlock,2000)
Setiap remaja akan mengalami perubahan-perubahan akibat dari pertumbuhan dan perkembangan itu. Seperti perubahan dalam sikap perilaku dengan lawanjenisnya. Mulai ada perasaan-perasaan yang berbeda dengan lawan jenisnya, mulai adanya ketertarikan untuk mcmpelajari hubungan baru dengan lawan jenisnya, bertambah
2
minat pada lawan jenisnya, dan keinginan untuk menjalin hubungan secara interpersonal dan semua itu te1jadi akibat dari kematangan seksual (Hurlock, 2000)
Proses menuju fase ini ada dalam diri setiap individu dan biasanya setiap individu itupun merasakan hat yang sama. Seperti halnya dengan anak yang mengalami hambatan penglihatan, Merekapun akan mengalami sebuah pertumbuhan dan perkembangan yang sama dcngan teman lainnya yang tidak rncngalami hambatan penglihatan.
Dari kematangan scksual tcrscbut maka remaja menginginkan terciptanya hubungan antara keduanya dimana hubungan tersebut te1jalin karena adanya timbal batik dan adanya kesamaan dan ganjaran yang diterima dari keduanya.
Semua rcmaja baik normal maupun tunanctra akan mengalami hat yang sama dan mempunyai keinginan yang sama. Bagi remaja tunanetra dengan keterbalasan penglihatan, adanya hambatan dalam perkembangan sosial sehingga adanya kesulitan dalam bersosialisasi dengan lingkungannya adanya hambatan dalam perkembangan emosi sehingga sulit dalam rnengekspresikan stimulus dan respons secara emosional. Sela in itu rernaja tunanetra hanya rnampu menggunakan tiga indera saja yaitu indera pendengaran, penciuman, perabaan dan daya ingat yang sangat kuat. Dengan modal ini apakah remaja tunanetra mampu menjalin hubungan apalagi hubungan itu terjalin secara interpersonal.
3
Dalarn kehidupan remaja tunanetra, ia tidak hanya bergaul dengan teman sesame tunanetra narnun iapun berternan dengan remaja awas lainnya terutama rnereka yang bersekolah di lingkungan awas (inklusi).
Akan menjadi kebanggaan bagi remaja tunanetrajika mereka mampu menjalin hubungan persahabatan dengan teman awasnya. Terlebih lagijika mereka mampu menjalin hubungan lebih dari persahabatan dengan lawan jenis awas, itu semua akan membangkitkan kepercayaan diri yang lebih tinggi, mereka mempunyai harapan untuk mengetahui segala yang mereka belurn tahu rnaka dari itu apakah ada prnses yang berbecla yang dilakukan rernaja tunanetra dalarn menjalani hubungan terutama yang didasari oleh rasa suka dan adanya timbal balik antara keduanya. Apakah akan terjalin hubungan antar remaja tunanetra dengan remaja awas dengan keterbatasan segalanya yang dialami tunanetra.
Dari ha! inilah peneliti ingin mengetahui seberapa baik dan seberapajauh hubungan yang dapat dilakukan oleh rernaja tunanetra dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis awas secara interpersonal.
4
1.2. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah: Hubungan interpersonal yang dimaksud adalah hubungan clua arah yang mana keduanya saling mempengaruhi dan terciptanya rasa kasih sayang, perhatian dan penghargaan dan diawali dari ketertarikan secara emosionaL (Hubungan interpersonal disini lebih dispesifikasikan pada hubungan antar lawanjenis).
Rcmaja yang dimaksud adalah rcmaja yang beracla difase
rc1m~ja
awal yang berusia
12-16 tahun dengan perkembangan fisik dan hormonal yang sangat pesat dan remaja
akhir yang berusia 17-20 tahun yang mengalami ketunanetraan yaitu tunanetra total.
Aclapun perumusan rnasalah dalarn penelitian ini adalah: Banyak yang clialami oleh remaja pacla fase awal maupun akhir baik perubahan fisik, sosial, emosi, clan seksual. Pacla fase ini rernaja sedang mencari identitas diri dan sudah adanya rasa ketertarikan dengan lawan jenisnya clan keinginan untuk menjalin hubungan secara interpersonal. Sehingga penulis rnerumuskan masalah "bagaimanakah lmbungan interpersonal Iawan jcnis rcmaja tunanctra clcngan lawan jcnis yang awas?, faktor apa saja yang mcmbuat rcmaja tunanetra tertarik clengan lawan jenisnya clan ingin menjalin hubungan clcngannya?, cara atau usaha apa yang clilakukannya untnk clapat mcnjalin hubungan antar pribacli clengan lawan jenis awas?, kesulitankcsulitan apa yang clialaminya ketika ia akan menjalani hubungan itu clan
5
kctika ia sedang menjalnni hubungan itu, clan bagaimana cara rcmaja tunanetra mcngatasi kesulitannya itu?".
1.3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui secara mendalam dan komprehensif tentang cara apa yang dilakukan remaja tunanetra saat ia tertarik dengan lawan jenisnya yang awas dan ingin menjalin hubungan secara interpersonal , dan mengetahui faktor-faktor apa saja yang membuat mereka ingin menjalani itu serta mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialaminya saat ia akan menjalani hubungan itu clan sedang menjalani hubungan itu, serta mengetahui cara remaja tunanetra dalam mengalasi kesulitan tersebut.
Penulis mengharapkan dari penelitian ini mampu memberikan sumbangan literatur bagi khazanah studi psikologi mengenai kajian hubungan interpersonal pada remaja tunanetra. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi para pendidik dan orangtua yang mempunyai remaja tunanetra untuk membenluk, membina dan mengarahkan pada hal-hal positif pada saat mereka mengalami perubahan pada masa remaja.
6
1.4. SISTEMA TIKA PENULISAN Dalam sistematika penulisan penelitian ini terbagi dalam beberapa bab dan sub-bab. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut: BAB I terdiri dari pendahuluan, latar belakang, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. BAB II berisikan tentang kajian pustaka yang terdiri dari landasan teori yang akan ditcliti clan asumsi dasar dari peneliti dalam penelitian ini. BAB III merupakan metodologi penelitian yang terdiri dari metode penelitian, tehnik pengumpulan data, populasi dan sampel, analisa data BAB IV terdiri dari hasil penelitian yang berisi tentang gambaran umum subjek dan hasil penelitian BAB V merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan penelitian, dan saran dan diskusi.
BAB2 KAJIAN PUSTAl(A 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Hubungan Iutcrpcrsonal Dalam Ensiklopedi Psikologi (Danuyasa Asihwardji, 1996) Hinde mengusulkan 8 dimensi kategori dengan mana hubungan dapat diselidiki dan dibedakan: a) lsi interaksi b) Perbedaan Interaksi (apakah semata-mata satujenis interaksi atau berbeda jenis) c) Kualitas lnteraksi d) Frekuensi dan po la relatif dari interaksi e) Tingkatan terhadap mana hubungan didasarkan secara timbal balik (dimana pasangan melakukan ha! yang sama secara relatif) atau secara melengkapi (dimana pasangan melakukan hal-hal yang berbeda yang meskipun demikian saling melengkapi satu sama lain untuk tujuan bersama) t) Tingkat keakraban
g) Persepsi antarpribadi yang dimiliki oleh pasangan terhadap satu sama lain dan hubungan mereka. h) Tingkatan komitmen dari pasangan-pasangan itu terhadap hubungan itu.
8
Dalam kamus Psikologi (Chaplin,1999): interpersonal adalah I. Segala sesuatu yang berlangsung antara dua pribadi 2. Mencirikan proses-proses yang timbul sebagai suatu hasil dari interaksi individu dengan individu lainnya. 3. Sosial
Kelley, et.al., (l 983) mendefinisikan hubungan sebagai sesuatu yang terjadi bila dua orang saling mempengaruhi satu sama lain dan yang satu bergantung pada orang lain (David. 0 Sears,dkk, I 985). Hubungan yang terjadi antara dua orang atau lebih memiliki arti yang mendalam, dengan adanya orang lain kita dapat merasakan bahwa betapa orang lain sangat menyayangi, memperhatikan, dan menghargai kita, dengan orang lain pula kita dapat mengekspresikan diri dalam bentuk sehingga kebutuhan afiliasi terpenuhi. Kelley juga menambahkan bahwa faktor-faktor yang berperan dalam suatu hubungan , yaitu keyakinan, perasaan, dan perilaku.
Ketiganya sangat berperan penting dalam hubungan interpersonal lebih-lebih untuk meningkatkan hubungan interpersonal agar dapat berjalan dengan baik, apabila seseorang yakin bahwa orang lain yang ada dihadapannya adalah orang baik maka akan timbul perasaan positif terhadap orang itu, kemudian dimanifestasikan dalam perilaku yang baik pula, tetapi dapat saja sebaliknya bila dalam dirinya yakin bahwa orang yang ada dihadapannya kurang baik maka akan tumbuh perasaan yang negatif dan yang akan terwujud adalah perilaku yang tidak harmonis.
9
2.2.2. Tahap-tahap Dalam Hubungan Interpersonal model interdepenclensi antara dua orang yang dikembangkan oleh Levinger dan Snoek (1972) seperti clikutip oleh David 0. Sears dalam bukunya yang berjudul psikologi Sosial ( 1985), scbagai berikut:
I) Titik yang disebut zero contact, tahap ini menerangkan bahwa dua orang yang berada dalam kondisi saling bergantung clan terns mengalami peningkatan, akan tetapi sebenarnya kedua orang itu tidak menyadari kehadiran satu sama lain. Mereka sampai pada tahap menyadari bila salah satu mulai merasakan atau mernpelajari sesuatu tentang yang lain, tetapi belmn terjadi kontak langsung, tahap menyadari ini dapat bersifat sepihak atau dua pihak. Fungsi tahap ini dapat menjadi arnat penting bila kita memperoleh kesan yang baik tentang seseorang mungkin kita akan berinisiatifuntuk berinteraksi dengannya atau dapat tetjadi sebaliknya. 2) Tahap yang kedua adalah kontak permukaan (dasar) dalam tahap ini kedua orang tersebut mulai berinteraksi, mungkin melalui percakapan atau suratmenyurat. Kontak dasar ini merupakan awal dari interdependensi suatu hubungan. 3) Bila derajat interdependensi bertambah maka tahap selanjutnya adalah mutualitas (kesalingan), menurut Levinger dan Snoek, mutualitas merupakan suatu kontinum inlerdependensi mulai dari intensitas yang kurang kuat sampai pada intensitas yang kuat.
10
If the partners find thier interaction in the surface contact stage rewarding and promising, the relationship may progress to the stage of mutuality. At this stage eaph individual begins to aquire some feeling of responsibility for outcomes the partner ~.receives I
L
in the relationship (C/ifji>rt. T Morgan)
i_,
: Bila hubungan yang tercipta sangat erat maka didalamnya terdapat interdependensi yang kuat. Dalam hubungan yang kuat memiliki beberapa ciri khas (Kelley et al., 1983), pertama, ada frekuensi interaksi yang kerap untuk waktu yang relatif panjang. Kedua, hubungan yang erat melibatkan bermacam-macam bentuk kegiatan atau peristiwa. Ketiga, saling mempengaruhi yang kuat sehingga mewarnai hubungan yang erat. Selanjutnya, dua orang yang memiliki interdependensi yang kuat mempunyai potensi untuk saling membangkitkan emosi yang kuat pula. Persahabatan merupakan sumber perasaan-perasaan positif seperti cinta, kasih sayang, dan perhatian. Akan tetapi diakui juga bahwa emosi-emosi yang kuat seperti rasa marah, (
,,
cemburu, dan putus asa dan itu semua sering kali ada dalam hubungan yang erat. .
~onny
Byrne (1971), membagi tahap hubungan interpersonal dalam tiga tahap pula,
dimulai pada tahap perkenalan, dimana individu mengirimkan secara sadar informasi tentang struktur kepribadiannya kepada calon sahabatnya dengan menggunakan caracara yang agak berbeda pada bermacam-macam tahap perkembangan persahabatan. Setelah menemukan hal-hal menarik dari proses perkenalan, akan berlanjut pada fase pertama, yaitu fase kontak permulaan, ditandai oleh usaha kedua belah pihak yang
11
berusaha mcnggali sccepalnya idenlitas, sikap, dan nilai lain. Bila ada kesamaan mulailah proses pengungkapan diri tetapi bila berbeda mereka akan menyembunyikan dirinya, bahkan hubungan interpersonal mungkin diakhiri. Dalam tahap perkenalan ini disebutjuga dengan pembentukan hubungan interpersonal.
Setelah te1jadinya tahap perkenalan maka dapat dilanjutkan dalam tahap berikutnya yaitu tahap peneguhan hubungan interpersonal. Hubungan ini ticlaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah. Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal, perubahan memerlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor yang amat penting cla[arn memelihara keseimbangan ini: keakraban, kontrol, respons yang tepat, dan nacla emosional yang tepat.
Keakraban merupakan pernenuhan kebutuhan akan kasih sayang. Hubungan interpersonal akan terpelihara apabila kedua belah pihak scpakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan.
Faktor yang kedua adalah kesepakatan tentang siapa yang akan mengontrol siapa, dan bilamanajika kedua orang mernpunyai pendapat yang berbeda sebelum mengambil kesimpulan, siapakah yang harus berbicara lebih banyak, siapakah yang menentukan, siapakah yang dominan. KonOik terjadi umumnya bi la masing-masing ingin berkuasa, atau tidak ada pihak yang mau mengalah.
12
Faktor yang ketiga adalah ketepatan respons artinya, respons A harus diikuti oleh rcspons B yang sesuai. Respons ini bukan saja berkenaan dengan peran-peran verbal, tetapi juga peran-peran nonverbal. (Jalaluddin rakhmat,2000)
Knapp (dikutip oleh Readon, 1987) menjelaskan model tahapan dalam hubungan antara individu dengan individu lain dari tahap awal ketahap lebih lanjut. Tahapan tersebut adalah: 1. Initiating, dalam tahap ini melibatkan sedikit percakapan atau hanya sapaan. 2. Experimenting, dalam tahap ini kedua individu saling mcncari informasi tentang dirinya sencliri. Terjadinya percakapan kecil lebih ditujukan untuk mengenali kesamaan dan perbedaan yang dimiliki oleh keduanya. 3. Intensifyng, mulai sampai pada penyelaman kepribadian masing-masing, biasanya juga tidak saling menutupi informasi yang sifatnya pribadi. 4. Integrating, melibatkan sejenis perasaan yang sarna, dengan lebih mengatas namakan "kami" atau "pasangan". Segala tindakan lebih sering dilakukan bersarna-sama daripada mengerjakannya seorang diri. Keputusan-keputusan lebih sering dibuat atas kesepakatan bersarna. 5. Bonding, yakni terjadi ketika dua orang atau lebih scdang rnenjalin hubungan rnelakukan ritual-ritual atau kebiasaan untuk memperingati setiap waktu kebersarnaan mereka, seperti perayaan hari jadi, peringatan hari pertarna bertemu dan lain sebagainya.
13
Selain itu, Pearson mengungkapkan tahapan terjadinya hubungan interpersonal (dikutip Enita, 1991) yaitu: I. Attention, melibatkan secara sepintas dan sederhana beberapa detik pertama pada apa yang kita lihat atau kita dengar dari orang lain. Pada tahap awal ini kita sudah membual keputusan apakah akan melanjutkan hubungan atau tidak clengan seseorang, dengan melihat apakah orang tersebut menarik atau ticlak menarik. 2. A/traction, yaitu ketika kita sudah melalui tahap tertarik atau memberi perhatian pada seseorang yang kita dekati. 3. Adaption, dimana kita mulai menyesuaikan diri dengan orang lain. 4. Atlacment, merupakan tahap akhir dari perkembangan interpersonal.
2.2.3. ,Jcnis dan ciri hubungan interpersonal. Ada beberapajenis keterikatan dalam hubungan interpersonal ini (Kraut et al., 1998 dikutip oleh Rena latifa 2004), yaitu: ikatan yang kuat dan ikatan yang lemah. lkatan yang kuat ditandai oleh aclanya kontak yang sering, perasaan cinta dan rasa tanggung jawab yang mendalam, serta pengejawantahan dalam makna luas sedangkan ikatan yang lernah adalah jenis hubungan yang ditandai dangkal clan mudah retak, kontak yang jarang serta fokusnya yang menyempit.
14
Keduajenis ikatan ini sama-sama memfasilitasi seseorang dengan dukungan sosial. Menurut Granoyetter (Kraut et al. , 1998 dikutip oleh Rena L, 2004) ikatan yang lemah terutama berguna dalam menghubungkan orang-orang pada informasiinformasi dan sum ber-sum ber sosial yang tidak tersedia pad a orang-orang terdekat ataupun kelompok lokal. Sementara itu beberapa ahli seperti Krackhardt, Cohen & Wills menjelaskan bahwa ikatan yang kuat secara umum menahan atau mencegah seseorang dari tekanan-tekanan kehidupan sehingga memicu terciptanya keuntungan sosial dan psikologis yang lebih baik. Wellman & Wortley juga mengungkapkan mengenai kebanyakan orang menerima dukungan sosial dari orang-orang yang dekat sccara fisik yang sering mcngadakan kontak, dan hal ini lcbih banyak tcrjadi pada orang-orang dcngan kctcrikatan yang crat. (Kraut ct al., 1998 dikutip olch Rena. L 2004).
2.2.4. Teori Hubungan Interpersonal
Coleman dan Hammen ( 1974) mcncrangkan bahwa teori hubungan interpersonal dapat diterangkan oleh berbagai macam teori diantaranya, model pertukaran sosial, model peranan, model pennainan, dan model interaksional.
Model yang pertama memandang hubungan interpersonal sebagai suatu interaksi dagang. Perspektifteori ini menganalis keuntungan dan kerugian yang saling diterima dan diberikan oleh orang-orang yang terlibat dalam suatu hubungan. Menurut model ini seseorang akan cenderung memilih teman yang dapat memberikan ganjaran yang
15
sebesar-besarnya. Dalam teori ini pula dijelaskan bahwa kita akan selalu berusaha menciptakan intcraksi yang dapat memperbcsar porsi ganjaran itu.
David 0 Sears menjclaskan bahwa yang disebut dengan ganjaran adalah segala ha! yang dipcroleh seseorang dalam hubungan, seperti rasa dieintai atau bantuan keuangan, namun sering kali apa yang dianggap sangat berharga oleh seseorang mungkin dianggap scpcle oleh orang Jain. Bila kita mengatakan bahwa persahabatan dengan orang tertentu sangat istimewa bagi kita, seringkali dibalik itu terkandung makna bahwa persahabatan itu 111e111berikan ganjaran yang unik dan paiticular, sedangkan dimensi kctcrwujudan membedakan antara ganjaran yang nyata, yaitu sesuatu yang dapat dilihat, dicium, dan diraba, dengan ganjaran niskala atau yang bersi fat simbol is scpcrti naschat atau kedekatan sosial.
Kerugian merupakan konsekuensi negatif dari suatu hubungan. Hubungan biasa mendatangkan kerugian rnisalnya memakan waktu atau tenaga terlampau banyak atau menimbulkan pertentangan karena orang lain tidak menyetujui hubungan itu, dan sebagainya. Hubungan juga dianggap merugikan bila menutup peluang untuk mengikuti kcgiatan-kegiatan Jain yang menguntungkan (David O. Sears, 1985)
Menurut peneliti hubungan dua arah yang dilakukan oleh orang banyak mempengaruhi diri pribadi masing-masing, menjalin hubungan dengan orang lain
16
berarti mempelajari keadaan pribadi keduanya, bagaimana seseorang menerima sosok pribadi yang berbeda dengan yang lain.
Model yang kedua yaitu model peranan memandang hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara. Dalam model ini setiap orang harus memainkan peranannya sesuai dengan "naskah" yang telah dibuat oleh masyarakat. Hubungan interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan ekspektasi peranan dan tuntutan masyarakat, memiliki keterampilan peranan, dan terhindari dari konflik peranan dan keracunan peranan.
Ekspektasi pcranan mcngacu pada kewajiban, lugas, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan posisi tertentu dalam kelompok. Sedangkan tuntutan masyarakat adalah desakan sosial yang memaksa individu untuk memenuhi pcranan yang telah dibebankan kepadanya. Desakan sosial dapat berwujud sebagai sanksi sosial dan dikenakan bi la individu menyimpang dari peranannya. Dalam hubungan Interpesonal, desakan halus atau kasar dikenakan pada orang lain agar ia melaksanakan peranannya.
Keterampilan peranan adalah kemampuan memainkan pcranan tertentu kadangkadang disebutjuga kompetensi sosial yang dapat dibedakan menjadi dua yaitu keterampilan kognitif dan keterampilan tindakan. Keterampilan kognitifmenunjukan kemampuan individu untuk mempersepsi apa yang diharapkan orang lain dari dirinya
17
- ekspektasi peranan. Keterampilan tindakan menunjukan kemampuan melaksanakan peranan sesuai dengan harapan-harapan ini. Dalam kerangka kompetensi sosial, keterampilan peranan juga tampak pada kemampuan "menangkap" umpan balik dari orang lain sehingga dapat menyesuaikan pelaksanaan peranan sesuai dengan harapan orang lain. Hubungan interpersonal amat bergantung pada kompetensi sosial ini.
Konflik peranan te1jadi bila individu tidak sanggup memperlemukan berbagai tuntutan peranan yang kontradiktif atau bi la individu merasa bahwa ekspektasi peranan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya dan konsep diri yang dimilikinya.
Model yang ketiga adalah model permainan. Dalam model ini orang berhubungan dalam bermacam-macam permainan. Mendasari permainan ini adalah tiga bagian kepribadian manusia yaitu orangtua, orang dewasa, dan anak. Orangtua adalah aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang kita terima dari orang tua kita atau orang yang kita anggap orang tua kita. Orang dewasa adalah bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional, sesuai dengan situasi, dan biasanya berkenaan dengan masalah-masalah penting yang memerlukan pengambilan keputusan secara sadar. Anak adalah unsur kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak dan mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas, dan kesenangan.
18
Dalam hubungan interpersonal, kita menampilkan salah satu aspek kepribadian kita (orangtua, orang dewasa, anak-anak) dan orang lain membalasnya dengan salah satu aspek tersebut. Berne menyebutkan berbagai permainan yang dilakukan orang dalam transaksi interpesonalnya.
Model yang ketiga adalah interaksional. Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu sistem. Setiap sistem memiliki sifat-sifat struktural, integratif, dan medan. Semua sistem terdiri dari subsistem-subsistem yang saling tergantung dan bertindak bersama sebagai suatu kesatuan. Untuk memahami sistem, kita harus rnelihat stuktur. Selanjutnya, semua sistem rnernpunyai kecenderungan untuk memelihara dan rnempertahankan kesatuan. Bila ekuilibrium sistcrn terganggu, segara akan diarnbil tindakannya. Dalam rnernpertahankan ekuilibriurn, sistern dan subsistern harus rnelakukan transaksi yang tepat dengan lingkungannya (medan).
Hubungan interpersonal dapat dipandang sebagai sistem dengan sifat-sifatnya. Untuk rnenganalisanya kita harus melihat pada karakteristik individu-individu yang terlibat, sifat-sifat kelompok, dan sifat-sifat lingkungan. Setiap hubungan interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama, rnetode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan peranan, serta permainan yang dilakukan. Dengan singkat, model ineraksional rnencoba untuk menggabungkan model perlukaran, peranan dan permainan. (Jalaluddin Rakhmat,2000)
19
Sedangkan Sarlito w Sarwono (1999) dalam Psikologi Sosialnya menjelaskan bahwa dalam hubungan dua arah atau antara dua orang yang belum dikenal atau baru dikenal maka interaksi tersebut dapat mempengaruhi afek. Menurutnya, pengaruh afek dalam ketertarikan dalam hubungan antar pribadi, antara lain: !) Teori Rei11forment-affect model, yaitu afek yang tirnbul terhadap orang tertentu mernpakan ganjaran terhadap hubungan menjadi lebih baik, sementara hubungan yang positif juga rnerupakan ganjaran sehingga menimbulkan rasa senang. (Byrne & Clore, 1974 dalam Sarlito (1999). 2) Afek tidak hanya diasosiasikan dengan ha! yang menimbulkan atau menyebabkan situasi atau stimulus, tetapi juga dengan hal-hal lain disekitarnya (Byrne & Clore, 1970 dalam Sarlito (1999).
Dari hubungan antar pribadi yang intensinya masih kurang sampai yang lebih atau dari belum kenal sampai akrab membutuhkan proses yang tidak mudah. Terjadinya hubungan yang erat antar pribadi karena masing-masing dapat terpenuhi kebutuhan afiliasi dan afek yang lainnya dan didukung oleh adanya kesamaan dan kemiripan dalam beberapa ha!. pribadi-pribadi yang saling bertemu dan mengenal satu sama lain yang memiliki kesamaan dan kemiripan dalam beberapa ha! secara tidak sengaja atau disengaja dapat rnembentuk suatu kelornpok berbeda dengan hubungan antar pribadi yang hanya terdiri dari dua orang.
20
2.2.5. Faktor-Faktor situasional yang mempcngaruhi hubuugan interpersonal Faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan interpersonal adalah atraksi interpersonal yaitu kesukaan pada orang lain, sikap positif dan daya tarik seseorang (Dean C. Barlund dikutip olch Jalaluddin Rakhmat, 2000) ada beberapa faktor situasional yang dapal mempengaruhinya:
I) Daya tarik fisik Dalam beberapa penelitian diungkapkan bahwa daya tarik fisik seseorang menjadi penyebab utama atraksi personal. Ketika seseorang dalam keadaan cantik atau tampan, penilaian baik yang diberikannya menyebabkan subjeksubjek sangat menyenanginya sedangkan ketika seseorang berada dalam keadaan jelek maka mereka akan mendapatkan penilaian yang buruk. Seperti Aronson menyimpulkan "We are more affected by attractive people than by
physically unal/raclive people, and unless we are specifically a bused by them, we lend to like them better".
Daya tarik fisik adalah hal yang pertama yang diperhatikan seseorang. bila orang lain tersebut adalah menarik maka ia lebih disukai, alasannya adalah bahwa hallo effect adalah salah satu pengaruh yang kuat karena kita cenderung mengasumsikan bahwa orang yang menatrik secara fisik juga memiliki sejumlah karakteristik lain yang menyenangkan. Alasan lainnya adalah apa yang disebut dengan efek pancaran kecantikan. Orang mungkin
21
merasa senang dilihat bersama seorang pacar atau teman yang sangat menarik karena mereka pikir bahwa hal itu akan mempertinggi citra mereka sendiri.
2) Ganjaran, yakni yang berupa bantuan, dorongan moral, pujian, atau hal-hal yang meningkatkan harga diri kita. Kita akan menyukai orang yang menyukai kita; kita akan menyenangi orang yang memuji kita. Menurut teori pertukaran sosial, interaksi sosial adalah semacam transaksi dagang. Kita akan melanjutkan interaksi itu bila laba lebih banyak dari biaya. Atraksi, dengan demikian, timbul pada interaksi yang banyak mendatangkan laba clan sangat mcnguntungkan dalam hat ekonomi dan psikologis.
Menurut Foa & Foa (1974) dikutip oleh David 0. Sears (1994) membagi ganjaran dalam 6 bentuk dasar: cinta, uang, status, informasi, barang danjasa. Keenam bentuk ini diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dalam dimensi partikularisme terrnasuk bentuk-bentuk ganjaran yang nilainya tergantung pada pemberi. Sedangkan dimensi keberwujudan mernbedakan antara ganjaran yang nyata, yaitu ganjaran yang dapat dilihat, dicium, diraba, dengan ganjaran niskala atau yang bersifat simbolik. 3) Familiarity, artinya sering kita lihat dan sudah kita kenaJ baik. Prinsip
familiarity dicerminkan dalam peribahasa Indonesia, "kalau tak kenal maka tak sayang". Robert B. zaconj (1968) memperlihatkan wajah-wajah pada subjek-subjek eksperimennya. Ia menemukan makin sering subjek melihat
22
wajah tertentu, ia makin menyukainya. Penelitian ini kemudian melahirkan hipotesis "mere exposure" (terpaan saja). Hipotesis ini dipakai sebagai lanclasan ilmiah akan pentingnya repetisi pesan dalam mempengaruhi pendapat dan sikap. 4) Kcdekatan (proximity), ha! ini erat kaitannya denganjamiliarity. Orang cenderung menyenangi mereka yang tempat tinggalnya berdekatan. Persahabatan lebih mudah tumbuh diantara tetangga yang berdekatan. Bahwa orang yang berdekatan dalam tempat saling menyukai, sering dianggap ha! biasa. Dari segi psikologis, ha! ini yang luar biasa - bagaimana tempat yang kelihatannya netral rnampu rnernpengaruhi tatanan psikologis manusia. Ini berarti, kita juga dapat mernanipulasikan tern pat atau desain arsitektural untuk menciptakan persahabatan clan sirnpati.
Walaupun kedekatan hanya meningkatkan reaksi awal akan tetapi karena sering kali perjumpaan awal yang rnencakup hal··hal yang netral sarnpai yang rnenyenangkan , basil kedekatan yang paling sering dapat dipertahankan adalah persahabatan. Dalam penelitianpun didapatkan bahwa 5000 perkawinan yang te1jadi karena sepertiga dari pasangannya itu adalah tempat tinggal yang berdekatan yang berawal dari teman baik sampai pada tingkat perkawinan (Festinger at, al, 1950 dikutip oleh Atkinson & Atkinson).
23
5) Kemampuan (Competence), kita cenderung menyukai orang-orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi dari kita, atau lebih berhasil dalam kehidupannya. Aronson ( 1972) menemukan dalam penelitian bahwa orang yang paling disenangi adalah orang yang memiliki kemampuan tinggi yang tetapi menunjukkan kelemahan (Jalaluddin rachmat, 2000). 6) Keterbukaan, dalam arti bahwa awal persahabatan adalah keterbukaan antara keduanya. Dari komunikasi itulah ditemukan kesamaan baik dalam pengalaman atau sifat sehingga timbul rasa sating menghormati dan sating menjaga. Ronald B. Adlerpun mengatakan "We attracted to people who
disclose them selves to us appropriately. Telling other important information about your self can help build liking. Sometimes the basis of this attraction comesfi'om learning about ways we are similar, either on experience or in attitudes anothers reason why self disclosure increase liking is because it is a sign of regard. When people share privat information with us, it suggest they respect and trust you- a kind of liking that we've already seen increase attractiveness". 7) Kesamaan, kita cendenmg menyukai orang yang sama dengan kita dalam sikap, nilai, minat, latar belakang, dan kepribadian. Makna penting kesamaan adalah tidak hanya pada sikap. Kesamaan latar belakang agama, politik, kelas sosial, pendidikan, dan usia. Ada dua penjelasan utama mengapa kesamaan mempengaruhi hubungan interpersonal (Rubin dikutip oleh David 0, Sears, 1994) pertama, kesamaan biasanya mendatangkan ganjaran. Orang yang
. 24
mempunyai kesamaan dengan kita dan mendukung keyakinan kita cenderung menyetujui gagasan kita tentang kebenaran pandangan kita. Kedua adalah kaitan kesamaan dcngan rasa suka berasal dari teori keseimbangan kognitif. Menurut teori ini orang berusaha mempertahankan keselarasan atau konsistensi diantara sikap mereka, mengatur rasa suka, dan rasa tidak suka mereka menjadi seimbang.
2.2.6. Atribusi Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat membentuk penilaian atas keadaan intern orang lain yang mungkin perlu kita ketahui, seperti motif, kepribadian, emosi, dan sikap. Kita tidak memiliki informasi langsung mengenai keadaan intern seperti itu yang kita lakukan hanyalah menilai petunjuk ekstern yang terbatas seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh, apa yang dikatakan orang tentang keadaan internnya dahulu, apa yang kita ingat perilakunya dimasa lalu, dan seterusnya. Jadi kita hams mengambil kesimpulan atas dasar informasi tidak langsung yang diperoleh petunjuk ekstern.
Mengambil kesimpulan tentang keadaan intern merupakan bagian proses yang lebih umum untuk menjelaskan perilaku orang lain dan diri kita sendiri yang biasanya disebut dengan atribusi sebab akibat. Inilah proses yang dipakai orang untuk sampai pada penjelasan sebab akibat atas berbagai peristiwa yang terjadi dalam dunia social, terutama terhadap tindakan yang dilakukan oleh orang lain.
25
Prinsip Atribusi Bagaimana kita sampai pada atribusi? Teori atribusi dimulai dengan dtm prinsip sederhana, yaitu prinsip variasi bersama dan prinsip keraguan. Menurut Heider, prinsip variasi bcrsama bcrarli bahwa kita ccndcrung rncncari hubungan antara pengaruh tertentu dengan penyebab tertentu diantara sejumlah kondisi yang berlainan. Jika sebuah penyebab tertentu selalu dihubungkan dengan pengaruh tertentu dalarn berbagai situasi, dan j ika pengaruhnya tidak terdapat karena tiadanya penyebab, maka kita mernperhubungkan pengaruh tadi dengan penyebab. Penyebab selalu bervariasi bersama dengan pengaruh; dan jika penyebab tidak ada rnaka pengaruhnyapun tidak ada.
Prinsip variasi bersarna ini tentu saja sarna dengan rnetode ilrniah yang digunakan para ilmuan. Seorang juga sampai apda penelitian sebab akibat dengan melihat bahwa sebuah factor tertentu diasosiasikan dengan pengaruh tertentu melalui sejumlah kondisi yang berlainan.
Prinsip pokok lain guna rnengarnbil kesimpulan sebab akibat ialah yang disebut Kelley sebagai prinsip keraguan. Y aitu "peranan penyebab tertentu untuk menghasilkan pengaruh tertentu diragukan kebenarannya jika penyebab lain yang masuk aka! juga hadir". Maksudnya kita membuat kesimpulan yang kurang meyakinkan, dan kurang mengatribusikan pengaruhnya kepada suatu penyebab te1ientu, jika terdapat lebih dari satu kemungkinan penyebab.
26
Atribusi pada orang lain Prinsip-prinsip teoritis ini biasanya diterapkan pada atribusi tentang mengatribusikan perilaku orang lain. Pertanyaan yang paling pokok adalah bilakah kita menarik kesimpulan bahwa tindakan orang lain mencerminkan pembawaan sejati seperti ciri, kepribadian, sikap, kcadaan intern lainnya yang mana kita tahu bahwa orang tidak selalu melakukan atau mengatakan apa yang diyakininya.
Prinsip keraguan menyatakan bahwa terlebih dahulu kita harus mempertimbangkan apakah paksaan ekstern yang mungkin akan mengarahkan seseorang untuk salah menempatkan sikapnya yang sejati atau tidak. Dengan kata Jain prinsip keraguan menyatakan bahwa khususnya kita lebih menekankan ekstern jika memang terbukti.
Selain prinsip keraguan ada pula faktor yang mempengaruhi pengatribusian pada orang lain. Faktor itu adalah pengharapan akan sikap sejati yang mendasari individu, menurut informasi apapun yang kita punyai tentang orang tersebut. Biasanya kita tahu Jebih banyak masalah tersebut dibandingkan dengan sikap yang ini saja. Mungkin kita pernah mendengar orang itu berbicara mengenai masalah tersebut sebelumnya, atau masalah lain yang ada hubungannya dengan masalah tersebut. Setiap informasi tambahan akan memberikan pengharapan yang membantu kita untuk membuat kesimpulan yang meyakinkan mengenai masalah yang sedang dibicarakan.
27
Kulikpun menyebutkan mengenai atribusi yang bernama atribusi pendukung yakni orang yang mengangkat atribusi yang menguatkan tema atau skema tradisional yang mereka punya tentang orang lain. Jika orang bertindak konsisten dengan skema terdahulu yang kita punya, kita percaya bahwa perilaku tersebut dari sifatnya yang sungguh mernpunyai scbab akibal. Jika mereka menunjukan perilaku yang baru dan berbeda dari yang dahulu, kita percaya bahwa penyebabnya adalah situasional.
Harold Kelley telah menganal is is ten tang atribusi yang paling formal dan dapat dipaharni, yang dinamakan dengan model kovariasi. Model ini sarna halnya dengan model variasi bersama namun Kelley memperdalarn analisisnya untuk mengkhususkan bahwa manusia menggunakan tiga jenis inforrnasi tertentu agar sampai pada atribusi sebab akibat yakni, informasi yang jelas, informasi berdasarkan konsesus, dan infonnasi yang konsisten. Untuk mendapatkan itu semua maka yang dapat diteliti adalah sasaran stimulus, aktor atau manusia, dan konteks. (David. 0. Sears, 1994).
2.2.7. TUNANETRA Pengerthrn Tunanetra dalam bidang pendidikan luar biasa, anak dengan gangguan penglihatan lebih akrab disebut dengan tunanetra. Pengertian tunanetra tidak saja bagi mereka yang buta tetapi mencakup juga mereka yang mampu melihat tetapi terbatas sekali dan kurang dapal climanfaatkan untuk kepentingan hidup sehari-hari, terutam dalarn belajar.
28
Pengertian anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Anak-anak dengan gangguan penglihatan ini dapat diketahui dengan kondisi berikut:
1) Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas. 2) Te1jadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu. 3) Posisi mata sulit dikendalikan oleh saraf otak. 4) Te1jadi kerusakan susunan saraf otak yang berhubungan dengan penglihatan (Sutjihati Soemantri, ha! 52)
Dipandang dari segi bahasa, kata tunanetra terdiri dari kata tuna dan netra. Menurut KBBI (Depdikbud, 1995) tuna rnernpunyai arti rusak, luka, kurang, tidak rnerniliki, sedangkan netra (Depdikbud, 1995) artinya rnata. Sehingga tunanetra dapat diartikan dengan rusaknya rnata atau Iuka mata atau tidak merniliki mata yang berarti buta atau kurang dalarn penglihatannya. Istilah buta pada umurnnya adalah rnelukiskan keadaan rnata yang rusak, baik sebagian (sebelah) maupun seluruhnya (keduanya) sehingga mata itu tidak lagi dapat berfungsi sebagaimana mestinya (W.D. Wall, 1993 ha! 12)
Menurut Alana M. Jambone, (Anastasia W, dkk ha! 5) seseorang dikatakan buta total bila tidak mempunyai bola mata, tidak dapat membedakan terang dan gelap, tidak dapat mernproses apa yang dilihat oleh otaknya yang rnasih berfungsi. Menurut
. 29
Bernott istilah buta diberikan pada orang yang sama sekali tidak memiliki penglihatan atau yang hanya memiliki persepsi.
Menurut pendidikan kebutaan difokuskan pada kemampuan siswa dalam menggunakan sebagai sualu saluran untuk belajar. Anak yang tidak dapat menggunakan penglihatannya dan bergantung pada indera lain ini!ah yang disebut buta secara pendidikan.
Dalam konteks kesehatan,organisasi kesehatan dunia (WHO) membedakan istilah
impairment,disability,dan hadicap.Jmpairment mempunyai arti kehilangan atau ketidaknonnalan atau kelemahan struk!ur atau fungsi psikologi,fisiologis,atau anatomis. Visual impairment berarti penglihatan yang tidak berfungsi. Tidak berfungsinya penglihatan karena kerusakan pada mata. Disability mempunyai arti keterbatasan atau kekurangmampuan sebagai akibat dari impairment. Visual disability berarti penglihatan atau mata tidak dapat dipergunakan karcna sarafnya rusak, atau karena bola mata hilang, atau bola mata terlalu kecil. Handicap mempunyai arti hambatan atau kondisi yang kurang baik bagi seseorang akibat impairment atau
disability. Kondisi ini sangat menghambat dalam melakukan suatu pekerjaan seperti pada orang umumnya. Sehingga dapat didefinisikan secara umum yaitu tunanetra adalah seseorang dengan suatu derajat tajam penglihatan pada jarak terbaik setelah menggunakan kaca mata tidak bisa lebih dari jarak tiga meter (Depsos, 1995)
30
Klasifikasi Tunanetra Pengelompokan berdasarkan tingkat ketajaman penglihatan: 1) 616 m-6/16 m atau 20/20 feet-20/50 feet. Pad a tingkatan ini sering dikatakan sebagai tunanetra ringan. Tunanetra pada tingkat ini dapat menggunakan peralatan pendidikan pada umumnya, sehingga masih dapat memperoleh pendidikan disekolah umum. 2) 6/20 m-6160 m atau 20/70 feet-20/200 feet. Pada tingkat ketajaman ini sering disebut dengan tunanetra kurang lihat ataupun tunanetra ringan, pada saat ini low vision dapat dibantu dengan bantuan kacamata. 3) 6160 m lebih atau 20/200 feet lebih Pada tingkat ini sudah dikatakan tunanetra berat. Taraf ini masih mempunyai tingkatan yaitu: masih dapat menghitungjari padajarak 6 meter, masih dapat melihat gerakan tangan, hanya dapat membedakan tcrang dan gelap. 4) Mcreka yang memiliki viscus 0, sering disebut buta. Tingkat terakhir ini sudah tidak bisa melihat rangsangan cahaya dan tidak dapat melihat apapun (Anastasia W, dkk ha! 7)
selain klasifikasi berdasarkan tingkat ketajaman, ada pula yang rnengklasifikasikan berdasarkan terjadinya kecacatan yakni sejak kapan anak menderita tunanetra, para tunanetra yang masuk dalarn golongan ini:
31
1) Penderita tunanetra sebelum dan sejak lahir, yakni mereka sama sekali tidak
memiliki pengalaman penglihatan. 2) Penderita tunanetra sesudah lahir atau pada usia kecil, yang sudah memiliki serta pengalaman visuil tetapi belum kuat dan mudah terlupakan. 3) Penderita tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja: kesan-kesan pengalaman visuil meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi. 4) Penderita tunanetra pada usia dewasa, yang dengan segala kesadaran masih mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri. 5) Penderita tunanetra dalam usia lanjut yang sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan menyesuaikan diri (W.D Wall, 1993 hal 12-13)
Disamping itu Slayton French menggolongkan para tunanetra sebagai berikut: I) Buta Total ialah yang sama sekali tidak dapat membedakan gelap dan terang. lndera penglihatannya demikian rusak atau kedua matanya sama sekali telah dicabut. 2) Penderita tunanetra yang masih sanggup dalam membedakan an tar terang dan gelap, dalam wujud bayangan objek, melalui sinar langsung atau reflek cahaya. 3) Penderita tunanctra yang masih bisa mcmbedakan tcrang dan gclap serta warna, sampai ketingkat pengenalan bentuk dan gerak objek dan masih bisa melihatjudul tulisan biasa dengan hurufyang besar.
32
4) Penderita tunanetra yang kekurangan daya penglihatan, dimana mereka dengan pertolongan alat atau kacamata masih mampu memperoleh pengalaman visual yang cukup. 5) Buta warna yaitu mereka yang mengalami gangguan penglihatan sehingga tidak dapat membedakan warna-warna tertentu (W. D Wall, 1993 hal 13)
Klasifikasi tunanelra yang lain adalah berdasarkan kemampuan daya !ihat (depdikbud, 1977): I) Penderita tunanetra ringan yakni mereka yang memiliki kelainan atau kekurangan daya penglihatan, mereka ini masih dapat mengikuti program pendidikan biasa diseko!ah biasa atau masih mampu melakukan pekerjaanpeke1jaan yang membutuhkan penglihatan dengan baik. 2) Penderita tunanetra setengah berat yakni mereka yang kehilangan sebagian daya peng!ihatan. Hanya dengan menggunakan kacamata pembesar mereka masih bisa mengikuti program pendidikan atau masih mampu membaca tu!isan-tulisan yang berhuruftebal. 3) Penderita tunanetra berat yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat, atau oleh masyarakat disebut "buta".
Karaktcristik Tunanctra Akibat kekurangan penglihatan atau bahkan kehilangan sama sekali indera penglihatan sebagaimana yang diderita oleh anak-anak tunanetra, menimbulkan
33
berbagai masalah yang menyebabkan terbatasnya kemampuan berkembang anak tunanetra dibanding dengan kemungkinan-kemungkinan berkembang yang dapat dialami oleh anak awas.
Keterbatasan berkembang tersebut antara lain karena anak tunanetra menderita kemiskinan tanggapan yang sangat parah, yang bagi anak awas tanggapan tersebut sebagian besar diperoleh melalui rangsangan visuil (W.D Wall, 1993 hal 20-21)
Dari hal .ctiatas, maka karakteristik yang timbul antara lain adalah: 1) Rasa curiga dcngan orang lain, dengan terganggunya mobilitas anak tunanetra maka sering rnenirnbulkan kekecewaan dalam diri anak sehingga seorang tunanetra harus lebih hati-hati dalam melakukan suatu, jika sikap hati-hati itu berlebihan rnaka akan tumbuh menjadi sikap curiga pada orang lain. Untuk mengurangi rasa kecewa yang diakibatkan keterbatasan kemampuan bergerak dan bcrbuat yang disebabkan oleh miskinnya rangsang visuil malca untuk mengatasinya dapat dengan cara mempertajam indera dengar, latihanlatihan mobilitas, menumbuhkan sikap disiplin. 2) Perasaan mudah tersinggung, perasaan ini timbul karena pengalaman seharihari yang selalu menyebabkan kecewa, curiga pada orang lain. Sehingga mengakibatkan anak tunanetra menjadi emosional.
34
3) Rasa rcndah diri, tunanctra sclalu mcnganggap dirinya lcbih rcndah dari orang normal, ha! ini discbabkan karcna mereka selalu mcrasa diperlakukan dcngan baik oleh orang sekitar. 4) Memiliki rasa ingin tahu yang besar. 5) Tergantung pada orang lain, yang dimaksud dengan kctcrgantungan adalah suatu sikap tidak mau mengatasi kesulitan diri sendiri cenderung untuk mengharapkan pertolongan orang lain. Pada anak tunanetra rasa ketergantungan yang berlebihan tumbuh disebabkan oleh beberapa ha!, antara lain bclum berusaha sepenuhnya dalam mengatasi persoalan-persoalan dirinya dan mengharapkan pertolongan, atau disebabkan oleh rasa kasih sayang yang berlebihan dari pihak lain dengan cara se!alu memberikan pertolonganpcrtolongan kcpada anak tunanctra schingga dia tidak pcrnah berbuat sesuatu apapun (W. D Wall, 1993). 6) Blindism, ini merupakan gerakan-gerakan yang dilakukan tunanetra tanpa mereka sadari. Gerakan-gerakan ini tidak terkontrol oleh tunanetra sehingga tidak sedap di pandang mata dan orang lain akan pusing melihat gerakangerakan tersebut (Anastasia W, dkk) 7) Anak tunanetrapun memiliki karakteristik pada aspek kognitif, sosial, emosi, motorik, dan kepribadian yang bervariasi. Hal ini sangat tergantung pada sejak kapan anak mengalami ketunanetraan, bagaimana tingkat ketajaman penglihatan, seberapa usianya, serta bagaimana tingkat pendidikannya (Sujihati Soemantri, Hal 52)
35
Penyebab Ketunanetrairn
Secara ilmiah ketunanetraan anak dapat disebabkan oleh berbagai faktor baik itu faktor dalam diri anak (internal) ataupun faktor dari luar diri anak (eksternal). Faktor internal yaitu faktor-faktor yang erat hubungannya dengan keadaan bayi selama masih dalam kandungan. Kemungkinan karena faktor gen, kondisi ibu, kekurangan gizi, keracunan obat, dan sebagainya selain itu acla faktor internal lainnya yaitu perkawinan keluarga clan perkawinan antar tunanetra (Anastasia W, dkk ha! 22).
Dari basil penelitian para ahli ticlak sedikit anak tunanetra yang dilahirkan dari hasil perkawinan keluarga (perkawinan antara keluarga yang dekat) dan perkawinan antar penderita tunanetra sendiri.
Ketunanetraan disebabkan faktor keturunan ini dapat dilihat pada sifat-sifat keturunan yang mempunyai hubungan pada garis lurus, silsilah dan hubungan darah (W.D Wall, 1993 hal 3)
Aclapula anak tunanetra yang lahir sebagai akibat proses pertumbuhan dalam kandungan yang disebabkan oleh gangguan yang cliderita oleh sang ibu hamil atau karena unsur-unsur penyakit yang bersifat menahun (TBC), sehingga merusak sel-sel darah tertentu selama pertumbuhan janin dalam kandtmgan.
36
Anak tunanetra yang lahir dari faktor internal memperlihatkan ciri-ciri: bola mata yang normal, tetapi tidak dapat menerima persepsi sinar (cahaya) kadang-kadang seluruh bola matanya seperti tertutup oleh selaput putih atau keruh (D. W Wall, 1993 ha! 4)
Sedangkan yang termasuk faktor eksternal ialah faktor-faktor yang terjadi pada saat atau sesudah bayi dilahirkan yang memperlihatkan ciri-ciri bola mata yang normal, tetapi tidak dapat menerima persepsi sinar (cahaya). Kadang-kadang seluruh bola matanya tertutup oleh selaput putih atau keruh. (Sujihati S, Hal 53).
Yang merupakan faktor kecacatan dari luar diri diantaranya yang disebabkan oleh penyakit seperti: I) Xeropthalmia, yakni suatu penyakit karena kekurangan vitamin A. Penyakit ini terdiri atas stadium buta senja, stadium xeroris (selaput putih kiri kanan dan selaput bening kelihatan kering) dan stadium keratomalacia (selaput bening menjadi lunak, keruh, dan hancur). 2) Trachoma, yakni dengan gcjala bintik-bintik pada selaput putih, dcngan perubahan pada selaput bening dan pada stadium terakhir selaput putih menjadi keras, sakit, dan Iuka. 3) Cataract, galucoma, clan lain-lain penyakit yang dapat menimbulkan ketunanetraan
37
4) Faktor ekternal lain adalah kecelakaan yang langsung dan tidak langsung rnengenai bola mata. Misalnya kecelakaan karena kemasukan kotoran, karena barang keras, benda tajarn, atau barang cairan yang berbahaya. 5) Penyakit kelamin (sipilis/raja singa), malnutrisi bernt, diabetes, mellitus, tekanan darah tinggi, stroke, dan radang kantung air matajuga dapat menyebabkan ketunanaetraan.
Perkembangan Tunanctra
I) Perkembangan Sosial Perkembangan sosial berarti dikuasainya seperangkat kemampuan untuk bertingkah laku sesuai dengan tuntutan masyarakat. Bagi anak tunanetra penguasaan seperangkat kemarnpuan bertingkah laku tei'sebut tidak mudah di banding dengan anak awas, anak tunanetra relatif lebih banyak menghadapi masalah dalam perkembangan sosial. Hambatan-hambatan tersebut terutama muncul sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari ketunanetraannya (Depdikbud, 1995)
Pengamatan visual rnemiliki daya pengamatan jarakjauh yang memungkinkan adanya penguasaan lingkungan, penguasaan diri, atau hubungan antara keduanya. Hilangnya penglihatan dapat mengakibatkan sosialisasi terharnbat, lingkungan sangat buruk. Hal ini te1jadi karena ia tidak dapat menyelaraskan tinclakannya pada situasi saat itu.
38
Kehidupan sosial mencakup kegiatan-kegiatan yang dipelajari dari meniru, sedangkan bagi tunanetra ha! ini merupakan hambatan besar (Depdikbud, 1995). Kurangnya motivasi, ketakutan menghadapi lingkungan sosial yang
lebih luas dan baru, perasaan rendah diri, malu, sikap·sikap masyarakat yang sering kali tidak mcnguntungkan seperti penolakan, penghinaan, tak acuh, Ketidakjelasan tuntutan sosial, serta terbatasnya kesempatan bagi anak tunanetra untuk belajar tentang pola-pola tingkah laku yang diterima, merupakan kecendcrungan tunanetra yang dapat mengakibatkan perkembangan sosial tunanetra menjadi terhambat sehingga tunanetra masih perlu pendamping agar ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkui1gannya. Kecenderungan lain yang muncul adalah keterbatasan mobilitas, pengalaman yang kurang mengakibatkan perasaan pasif, dan kurang percaya pada diri send iri.
Menurut Tutle dalam Depdikbud (l 995) dalam analisanya terhadap harga diri tunanetra yang dihubungkan dengan percaya diri, rendah diri dapat diatasi dengan mernberikan latihan-latihan untuk mengatasi masalalmya. 2) Perkembangan Emosi Perkembangan emosi tunanetra scdikit mengalami harnbatan dibanding dengan anak awas. Hambatan ini terutarna disebabkan karena anak tunanetra memiliki kemampuan terbatas dalam proses belajarnya. Pada masa awal kanak-kanak ia melakukan proses belajar mencoba-coba untuk rnenyatakan
39
emosinya, namun ha! ini tetap dirasakan tidak efisien dikarenakan ia tidak dapat melakukan pengamatan terhadap reaksi lingkungannya secara tepat. Kesulitan bagi anak tunanetra adalah ia tidak mampu belajar secara visual tentang stimulus-stimulus apa saja yang harus diberi respon emosional serta respon-respon apa saja yang diberikan terhadap stimulus-stimulus tersebut. Anak tunanetra memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi secara emosional melalui ekspresi-ekspresi atau reaksi-reaksi wajah atau tubuh lainnya untuk menyampaikan perasaan pada orang lain.
Masalah lain yang sering muncul dan dihadapi remaja tunanetra dalam perkembangan emosi ini adalah ditampilkannya gejala-gejala emosi yang tidak seimbang atau po la-po la emosi yang negatif dan berlebihan. Semua ini berpangkal kepada ketidakmampuan atau pengalaman yang dirasakan atau dihadapi dalam masa perkembangannya.
Gejala-gejala atau pola emosi yang negatif dan berlebihan tersebut seperti tumbuhnya perasaan takut, rnalu, khawatir, cernas, rnudah rnarah, iri hati, serta kesedihan yang berlebihan. Ketidakmampuan remaja tunanetra untuk melihat ekspresi wajah orang lain membuat tunanetra sering tidak memiliki satu pengenalan secara verbal yang baik tentang suatu ernosi. Bahasa emosi secara verbal yang diungkapkan oleh orang awas sering tidak dipaharni
40
sepenuhnya oleh remaja tunanetra karena remaja tunanetra tidak dapat secara langung melihat ekspresi emosi yang dibicarakan.
Perkembangan emosi anak tunanetra akan semakin terhambat bila anak tersebut mengalami cleprivasi emosi, yaitu keadaan climana anak tunanetra kurang memiliki kesempatan untuk menghayati pengalaman emosi yang menyenangkan seperti kasih sayang, kegembiraan, perhatian, clan kesenangan. Anak tunanetra yang cenclerung mengalami cleprivasi emosi ini terutama adalah anak-anak yang pada masa awal kehidupan atau perkembangannya ditolak kehadirannya oleh lingkungan keluarga atau lingkungannya. Deprivasi emosi ini akan sangal berpengaruh terhadap aspek perkembangan yang lainnya, seperti kelambatan dalam perkembangan fisik, motorik, bicara, intelektual, clan sosialnya.
Disamping itu ada kecenderungan bahwa anak tunanetra yang dalam masa awal perkembangannya mengalami deprivasi emosi, akan bersikap menarik diri, mementingkan diri sendiri, serta sangat menuntut pertolongan ataupun perhatian, clan kasih sayang dari orang-orang disekitarnya.
Masa pubcrtas clan nrnsa rcmaja Bagi seorang penyandang cacat tisik akan secara langsung mempengaruhi semua aspek diri dan suatu keadaan cacat mental, walaupun pada tingkatan yang paling
41
rendah sekalipun, akan lebih mempersulit seorang remaja dalam menganalisis, menerima dan memahami segala khayalan dan perasaan, kebutuhan, dan ketidakleluasaan yang ditimbulkan oleh perubahan-perubahan pada masa pubertas · dalam interaksinya dengan tekanan sosial disekitarnya.
Perubahan-perubahan fisik dan psikologis pada masa pubertas khususnya perubahanperubahan honnon dan pertumbuhan fisik secara keseluruhan termasuk yang berhubungan seks secara cepat dan drastis, bisa saja menjadi terhalang atau tertunda. Dari segi pandang psikologis akan menyenangkan atau tidak menyenangkan masa remaja bagi penyandang cacat, itu semua tergantung pada sesuatu yang terjadi sebelumnya yaitu yang terjadi didalam keluarga, sekolah, dan dalam masyarakat umum selain itu seberapajauh selama masa-masa pertumbuhan awal, seorang anak telah membangun suatu gambaran yang baik secara objektiftentang dirinya sendiri dan kemungkinan-kemungkinan yang dimilikinya. Kesehatan mental bagi penyandang cacat sangat tergantung pada kemampuannya untuk menerima dan diterima oleh orang lain. (W. D. Wall, 1993)
Diri Sendiri Secara Fisik
Menjadi masalah emosional yang kritis bagi penyandang cacat fisik, khususnya yang membuat jelek bentuk fisik mereka adalah bahwa mereka harus menerima keadaan itu sebagaimana adanya. Banyak penyandang cacat yang kurang menerima keadaannya sehingga menimbulkan sikap agresifhal ini terdorong oleh gerakan-
42
gerakan yang normal pada masa remaja menjclang terbentuknya kerribadian mandiri.(W. D. Wall, 1993)
Penyesuaian Diri Dalam Hal Scksual Masalah yang erat hubungannya dengan gagasan diri sendiri serta fisik, yang sebenarnyajauh lebih kompleks dan bermacam-macam masalah adalah masalah yang berhubungan dengan seksualitas, kasih sayang, pernikahan, dan membentuk sebuah rumah tangga.
Bagi penyandang cacat tercapainya penyesuaian seksual yang memuaskan dan terpuaskan adalah jauh lebih pen ting. Hal ini sebenarnya terletak pada pada titik pusat keseluruhan jaringan hubungan sosial yang bermula dari kasih sayang dan persahabatan sampai pada serangkaian penyesuaian yang menggarisbawahi peranan sosial yang luas.
Pada lain tahap, semuanya mungkin mempunyai berbagai kesulitan yang timbul dalam diri mereka sendiri atau yang disebabkan oleh reaksi dari orang-orang lain disekitar mereka (terutarna reaksi dari rnasyarakat umurn) dalam usahanya untuk rnembentuk hubungan-hubungan pribadi yang sehat. Orangtua dari anak-anak cacatpun merasa cemas, tidak aman, dan kadang-kadang kebingungan sehingga perasaan-perasaan mereka menjelma menjadi sikap terlalu memiliki, terlalu melindungi yang akibatnya akan sama jeleknya dengan keadaan cacat itu sendiri dan
43
mengakibatkan anak itu sendiri sangat menderita sehingga pada saat menjadi remaja atau dewasa ia mcrasa tcrpisah dari dunia luar dan terkurung dalam lingkungannya sendiri sehingga hasil yang dicapai sesuai pribadi dalam hal-hal yang berhubungan dengan kernasyarakatan clan seksual itu semua tergantung pada seberapa jauh orangtua anak caeat dapat 111e111bantu sejak awal sehingga mereka dapat rnernaharni kebutuhan-kebutuhan ernosional anak dari orangtua tersebut. (W. D. Wall, 1993)
Indcra Yang Diguuakan
Akibat kehilangan penglihatan maka anak tunanetrapun rnenggunakan indera perabaan, pendengaran, clan daya ingatan. Ketiga indera ini menjadi tajam bagi tunanetra. Hal ini disebabkan sering dilatih untuk rnemenuhi kebutuhan dalarn kehidupannya bedanya yang dekat diraba dan yang mengeluarkan suara didengarkan, sehingga daya ingat terlatih. (hal 171)
2.2. Kerangka Berpikir tunanetra adalah kehilangan penglihatan baik disebabkan oleh faktor genetik maupun faktor dari diri sendiri dan faktor luar yang bermacam-macam.
Remaja tunanetra adalah remaja yang mengalami kebutaan baik dari faktor internal maupun faktor eksternal yang berusia sekitar 14-19 tahun. Remaja ini telah
44
mengalami perubahan pada masa pube1tas baik perubahan dalam pertumbuhan fisik maupun perkembangan psikologis seperti perkembangan social, emosi dan seksual.
Dari perkembangan itu para remaja baik normal maupun tunanetra akan mengalami perubahan dalam pergaulan antar lawan jenisnya. Adanya perasaan untuk selalu ikut dalam kegiatan yang terdiri dari kedua lawanjenis dan ketertarikan antara keduanya sehingga timbulnya keinginan untuk menjalin hubungan secara interpersonal.
1-lubungan interpersonal adalah hubungan dua arah yang mana te1jadi akibat dari saling mempengaruhi, sehingga terciptanya kasih sayang, perhatian dan penghargaan dari keduanya sehingga akan timbul perasaan positifyang akan dimanifestasikan pada perilaku yang baik.
Seorang remaja tunanetra akan mampu menjalani hubungan secara interpersonal dengan remaja yang awas jika komunikasi tercipta dengan baik, berkurangnya perasaan tidak percaya diri, berkurangnya perasaan curiga pada orang lain, dan tidak ada lagi perasaan berbeda dengan yang lain walaupun dengan modal tiga indera saja dan keberanian serta kepercayaan, sikap terbuka dan suportifitas.
'.
BAB3 METODOLOGI PENELITIAN Metodologi adalah model yang mencakup prinsip-prinsip teoritis maupun kerangka pandang yang menjadi pedoman mengenai bagaimana riset akan dilaksanakan dalam konteks paradigma te1tentu . .Jadi metodologi penelitian berarti metode atau tehnik yang berisi standar dan prinsip-prinsip yang digunakan sebagai pedoman penelitian. (Poerwandari, 200 I).
Dalam bab ini akan diuraikan ten tang pendekatan penelitian dimana terdiri dari jenis dan metode penelitian yang digunakan, pengumpulan data yaitu metode dan instrumen serta prosedur pengumpulan data dan analisa data, berisi juga uji coba, prosedur penelitian, dan etika penelitian.
3.1. PENDEI(AT AN PENELITIAN 3.1.1. Jenis Penelitian Kematangan seksual yang dialami oleh remaja baik remaja normal maupun remaja tunanetra adalah sama. Perbcdaannya hanyalah dari faktor dan cam apa yang dilakukan rernaja tunanetra bi la tcrtarik dengan lawan jcnisnya terutama dengan lawan jenis yang awas. Olch karena ada perbedaan-perbedaan yang bersifat subjektif, maka dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatifyang digambarkan melalui
4 'i
46
pendekatan deskriptif yang menekankan pentingnya konteks, setting, dan kerangka pemikiran subjek penelitian itu sendiri (Moeloeng, 1997).
3.1.2. Metode penelitian dalam penelitian ini digunakan metode studi kasus yang merupakan bagian dari penelitian kualitatif dimana data atau hasilnya tidak diolah dan disajikan dengan menggunakan angka-angka atau data statistik melainkan menghasilkan dan mengolah data yang bersifat deskriptif, studi kasus adalah fernomena khusus yang hadir dalam suatu konteks yang terbatasi, meskipun batas-batas antara fenomena dan konteks tidak sepenuhnyajelas. (Punch, 1998, dikutip oleh Poerwandari, 2001) dalam Robert. K. Yin (2000) pun dijclaskan bahwa studi kasus mcrupakan stratcgi dimana pertanyaan dalam penelitian ini berkenaan dengan "how" dan "why", penelitian inipun memiliki kontrol alas peristiwa-peristiwa yang terjadi, dan fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporcr dalam konteks kehidupan nyata.
Dalam penelitian studi kasus ada dua disain yang biasa digunakan yaitu disain kasus tunggal dan disain kasus ganda. (Robert, K. Yin, 2000). Dalam penelitian ini digunakan pola multiple case study design atau disain kasus ganda, yaitu penggunaan subjek lebih dari satu orang. Dengan pola ini diharapkan dapat diperolch gambaran secara menyeluruh tentang penghayatan subjck terhadap keadaaan yang dialaminya.
Oleh karena itu maka diperlukan data yang bersifat khusus dan individual untuk mendapatkan hasil yang maksimal
3.2. PENGUMPULAN DATA 3.2.1. Populasi dan Sampel Populasi
Dalam penelitian ini yang merupakan populasi adalah remaja yang mengalami hambatan penglihatan di SMUN 66 dan SLTPN 226 be1:ju111lah 4 siswa yang berada pada fase remaja awal pada usia 14-16 tahun dan fase remaja akhir yang berusia 17-19 tahun.
Sampel Tehnik Pcngambilan Sampel
Suatu pengumpulan data dalam penelitian kualitatifpada umumnya menggunakan pendekatan porposif. Sampel tidak diam bi I secara acak tetapi justru dipilih mengikuti criteria tertentu. (Patton, 1990 dikutip oleh Poerwandari, 2001)
Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah sampei populasi karena adanya keterbatasan subjek. Sehingga subjeknya yang digunakan be1jumlah 4 orang yang diambil dari dua sekolah yaitu SMUN 66 dan SLTPN 226.
48
Dalam prosedur pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif menampilkan karakteristik: yang diarahkan tidak pada jumlah sampel yang besar melainkan pada kasus-kasus tipikal sesuai keklrnsusan masalah penelitian tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapa! berubah baik dalam jumlah maupun karakteristik sampelnya, sesuai dengan pemahaman yang berkembang dalam penelitian tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam artijumlah/peristiwa acak) melainkan pada kecocokan konteks (Poerwandari,200 I).
Karakteristik Subjek
Subjek penelitian ini atau mereka yang memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu remaja yang menyandang tunanetra total yang berada pada lingkungan sekolah umum (inklusi) yang berusia 13-16 tahun yaitu remaja yang berada pada ini mulai ketertarikan dcngan lawan jcnisnya karena adanya perkcmbangan fisik terutama hormonal dan usia 17-19 tahun yaitu remaja yang pada fase ini didasari dengan perkembangan fisik selain itu didasari oleh perkembangan psikologis yaitu kebutuhan akan teman cerita atau teman untuk berbagi, dan berorientasi pada masa depan.
Jumlah Subjek
Menurut Strauss, tidak ada ketentuan baku mengenai jumlah minimal subjek yang harus dipenuhi dalam penelitian kualitatif, berdasarkan pendapat tersebut setelah membaca berbagai penelitian kualitatif dengan metode wawancara mendalam dapat
49
disimpulkan bahwa tidak ada batasjumlah subjek. (Poewandaari,2001) sehingga jumlah subjek dalam penelitian ini berjumlah 4 subjek.
3.2.2. Metode dan Instrmnen Mctode Metodc pcngumpulan data pada tipc penelitian studi kasus dapat dilakukan berbagai cara, bisa berupa observasi, wawancara, maupun studi dokumen/karya/produk tertentu terkait dengan kasus (Poerwandari,200 l) maka dari itu pengumpulan data utama pada penelitian ini adalah wawancara dan observasi sebagai metode penunJang.
Wa\vancara Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi berstruktur dengan sifat wawancara: terbuka. Artinya pewawancara dan yang diwawancarai sama-sama mengetahui tujuan wawancara, seringjuga disebut in depth interview (Poerwandari,200 l)
Agar wawancara tidak menyimpang dari tujuan penelitian ini maka akan digunakan pedoman wawancara. Pedoman wawancara ini disusun berdasarkan tujuan penelitian serta teori-teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti dan digunakan sebagai pegangan pewawancara agar tetap pada tujuan penelitian.
50
Observasi Observasi biasa disebut juga dengan pengarnatan, yang rneliputi kegiatan pernusatan perhatian terhadap suatu objek dengan rnenggunakan seluruh alat indera. Observasi bertujuan sebagai alat yang rnendukung alat yang lain.
Observasi dapat dilakukan dcngan dua cara: yang pertarna adalah setting ternpat dilakukannya wawancara clisebut juga dcngan cacatan lapangan (Moeloeng, 1997) yang penting dilakukan untuk mengarnati apakah ada faktor-faktor dilingkungan yang dapat mernpengaruhi sikap clan perilaku yang ditampilkan serta inforrnasi yang disarnpaikan subjek.
Yang kedua aclalah observasi terhadap subjek yang diwawanearai. Terhadap subjek dapat dilakukan observasi terhadap faktor-faktor paralinguistik yang disarnpaikannya. Seperti intonasi suara subjek dalarn rnernberikan keterangan, penekanan pada inforrnasi tertentu, saat diam, gerak tubuh, dan penarnpilan secara keseluruhan
Instrumcn Penelitian Pedoman Wawancara Pedornan wawancara yang digunakan sebagai pegangan bagi pewawancara agar tetap pada tujuan pcnelitian, juga berfungsi untuk rnengingatkan akan topik-topik yang
51
ingin digali serta apa yang belum dan sudah ditanyakan serta memudahkan kategorisasian dalam melakukan analisa data.
Kerangka pedoman wawancara yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Kondisi subjek dalam keluarga:
1. Kondisi subjek dan kondisi keluarga secara umum 2. Hubungan subjck dcngan kcluarga 3. Hubungan subjck dengan masyarakat atau sosialisasi Juar baik lingkungan tctangga dan lingkungan llubungan dengan sckolah.
Dalam kerangka hubungan intcrpcsonal yang diungkap adalah I. Faktor-faktor ketertarikan remaja tunanetra dengan remaja awas 2. Usaha atau earn yang dilakukan rernaja tunanetra untuk dapat menjalin hubungan interpersonal dengan rernaja awas. 3. Kesulitan-kesulitan yang dirasakan dan yang dihadapi saat akan menjalin dan ketika menjalin hubungan interpersonal dengan remaja awas, se11a cara untuk rnengatasi kesulitan tcrsebut.
Lembar Observasi dan Cacatan Snbjek Lembaran ini digunakan untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting, dapat membantu dalarn menerangkan Jebih lanjut data yang diperoleh atau mendapatkan
52
data yang utuh, hal ini berguna untuk meminimalkan bias yang mungkin terjadi karena keterbatasan dan subjektifitas peneliti.
Alat Bantu Pengumpulan Dafa Penel iti menggunakan al at perekam sebagai cara agar data yang diperoleh lebih lengkap dan akurat dan tidak ada data yang terlewatkan. Alat ini juga dapat mernudahkan peneliti untuk rnengulang hasil wawancara agar diperoleh hasil yang utuh, sesuai dengan apa yang disarnpaikan subjek dalam wawancara dan rnemudahkan peneliti untuk rnensistematisasikan data secara lengkap dan detail sehingga data dapat rnernunculkan gambaran tentang topik yang dibahas.
3.2.3. Analisis Data Dalam studi kasus ada beberapa cara untuk rnenganalisa data. Robert. K. Yin (2000) rnenjelaskan beberapa cara dalarn menganalisis data yaitu, pe11jodohan pola, pernbuatan penjelasan, dan analisa deret waktu. Dalarn penelitian ini analisis yang digunakan adalah penjodohan pola yaitu berdasarkan logika pada pola ini, peneliti rnernperbandingkan suatu po la yang didasarkan atas ernpiri dengan satu pola atau beberapa pola yang diprediksikan. Jika terjadi kesesuaian antara pola rnaka penelitian tersebut rnerniliki validitas internal yang baik. Pada studi kasus yang bersifat deskriptif, penjodohan pola rnasih akan relevan sepanjang pola-pola variable spesifik yang diprediksi ditentukan sebelurn pengumpulan data.
53
Organisasi Data Mengorganisasikan data aclalah proses awal dalam analisis data. Dengan pengorganisasian yang sistematis ini memungkinkan peneliti menclapatkan data yang baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan dan menyimpan data dan analisa yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian (Poerwandari,2001). Dalam penelitian ini data diorganisasikan dengan: 1. Mencatat data menjadi bentuk teks. 2. Mengelompokan data dalam kategori-kategori tertentu sesuai dengan pokokpokok permasalahan yang ingin dijawab. Dalam tahap pertama adalah dilakukannya shorting data untuk memilih data yang relevan dengan pokok permasalahan, dan tahap kedua dilakukan coding atau mengelompokan data kedalam berbagai kategori. 3. Melakukan interpretasi awal terhadap setiap kategori data. 4. Mengidentifikasi tema utama atau kategori utama dari data yang terkumpul untuk melihat garnbaran apa yang paling utama tampil dan dirasakan subjek. Apa bi la diternukan terna ulama, rnaka hasil interpretasi lainnya merupakan penunjang dalarn penjelasan dimanika tema tersebut. 5. Menulis hasil akhir. Dari semua data yang ada disimpulkan hal-hal umum dan rnemberi perhatian pada hal-hal khusus yang ditemukan subjek clan mengaju kembali pada teori dan permasalahan penelitian. (Orford dikuti oleh Muhammad Aviccena, 2000).
54
Koding
Pemberian koding atau kode adalah langkah penting sebelum analisis, yang dimaksud adalah mengorganisasikan dan berpengaruh terhadap jalannya wawancara. Hal-ha! yang dicatat meliputi setting tempat wawancara berlangsung, lama wawancara, halhal yang terjadi selama wawancara, penampilan subjek secara keseluruhan, respon subjek terhadap pertanyaan-pertanyaan dan cara menyampaikan informasi.
Koding dalam penelitian ini adalah: 1. Setting tempat wawancara, sehubungan dengan waktu dan tempat terbatas
maka tern pat wawancara yang dilaksanakan di ruang guru dan di ruang BP. 2. Durasi waktu wawancara yang diperlukan pada setiap subjek kurang lebih 90 menit setiap wawancara, sehingga dua kali wawancara diperlukan waktu 180 menit setiap subjek. 3. Penampilan subjek selama wawancara cukup baik. Mereka berpakaian seragam, bersepatu dan rnereka dalam kondisi psikologis yang baik. 4. Respon subjek terhadap pertanyaan yang diajukan secara keseluruhan subjek menerima dan menjawab pertanyaan peneliti dengan baik walaupun ada beberapa pertanyaan yang sifatnya cukup pribadi.
55
3.3. PROSEDUR PENELITIAN 3.3.1. Tahapan Pcrsiapan Pcnclitian a.
Pengurusan surat izin ke fakultas
b. Peneliti menyusun pedoman wawancara yang akan digunakan untuk wawancara. c.
menunjukan pedoman wawancara kepada pembimbing penelitian sebagai uji awal danface validity terhadap keabsahan bentuk batasan.
d.
Menyerahkan surat izin penelitian ke sekolah yang dituju serta menghubungi para responden yang sesuai dengan karakteristik sampel
e.
Menjelaskan mengenai penelitian dan meminta kesediaan untuk menjadi responden
f.
Melakukan wawancara terhadap satu orang subjek sebagai uji coba dan mendapatkan gambaran awal mengenai wawancara-wawancara selanjutnya
g.
Membuat cacatan dan ringkasan hasil uji coba. Ringkasan ini ditunjukan kepada pembimbing untuk meminta pendapat serta sebagai upaya untuk menjajaki kembali keabsahan bentuk batasan sebelum rnemasuki tahap pengumpulan data
h.
Membuat perbaikan pedoman wawancara berdasarkan pendapat dari pembimbing serta hasil uji coba wawancara.
55
3.3.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
a. Mengkonfirrr.asi ulang calon-calon responden dan membuatjanji wawancara b. Melakukan wawancara berdasarkan pedoman wawaiicara yang tclah dibuat c. Memindabkan basil rekaman wawancara dalam bentuk verbatim tertulis d. Menyortir basil wawancara untuk mendapatkan basil yang re!evan dengan penelitian. e. Melakukan analisa data dan interpretasi data. f.
Membuat kesi,mpulan.
g. Membuat diskusi terbadap kesimpulan dan se!uruh basil penelitian h. Dengan mcmpcrbatikan basil pcnelitian, kesimpulun, dan diskusi yang telab dilakukan, mengajukan saran-saran clan rekomendasi
BAB4 PRESENTASI DAN ANALISA DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Subjek penelitian ini berjumlah empat orang dengan latar belakang yang hampir sama yaitu ada yang berasal dari sekolah urnum dan ada yang berasal dari SLB.
Kesemuanya penyandang cacat tunanetra. Usia mereka berkisar pada usia 14-19 tahun. Dalam penelitian ini nama subjek, tempat tempat tertentu dan orang lain yang terlibat dalam kasus ini akan disamarkan dengan,menggunakan nama-nama lain sesuai dengan jenis kelamin untuk menjaga karahasiaan subjek dan pihak-pihak terkait serta sesuai dengan kode etik penelitian.
Tabcl 4.1 Gambaran umum subjck
No
Nam a
Usia
Jcnis Kelarnin
Suku
Pendidikan
Bangsa '
1
Riki
19
Laki-laki
Jakarta
SMUN
2
Rama
18
Laki-laki
Sunda
SMUN
3
Luki
14
Laki-laki
Jakarta
SLTPN
4
Setio
16
Laki-laki
Jakarta
SLTPN
57
4.2. ANALISIS DATA 4.2.1. kasus Riki Data Pribadi Riki adalah anak berusia 19 tahun ia anak keempat dari empat bersaudara. Tunanetra yang dialami Riki adalah sejak lahir dan ia satu-satunya orang yang mengalami tunanetra dikeluarganya. Ia mengetahui ketunanetraannya saat ia berusia sekitar 6 tahun.
Riki mengawali pendidikannya di sekolah Taman Kanak-Kanak Umum, ia melanjutkan ke SD um um sampai kelas tiga dan selanjutnya ia melanjutkan ke sekolah luar biasa, itu semua terjadi karena semenjak TK-3 SD penglihatannya masih dalam kategori low vision, ia masih mampu untuk melihat bcnda-benda yang besar yang berada didekatnya dan masih menikmati cahaya namun ketika ia duduk dikelas 4 matanya mulai tidak mampu lagi melihat sehingga ia harus melanjutkan ke sekolah luar biasa sampai ia duduk dikelas 3 SLTP disalah satu sekolah luar biasa di daerah Lebak Bulus kemudian ia kembali ke sekolah umum yaitu ia melanjutkan ketingkat SMUN yang terletak di Jakarta Selatan.
Ketunanetraan Riki didiagnosa oleh dokter adalah cacat yang dialaminya sejak Iahir karena ada faktor dari internal dari dirinya sendiri. Sejak lahir hingga kelas 3 SD ia
58
berada dalam kategori low vision namun selanjutnya hingga sekarang ia dalam kategori total blind.
Setelah Riki mengetahui dan menyadari bahwa ada kecacatan disalah satu inderanya yaitu mata ia cukup menerima itu, tidak ada prates, ia cukup menyadari akan kekurangannya, ia percaya akan dirinya sendiri, didikan sang ibu yang membuat Riki yakin akan dirinya, ia selalu punya motivasi bahwa Allah menciptakan manusia dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Allah telah menentukan hidup Riki dengan jalan tidak melihat.
Kini Riki duduk di kelas 1-5 disalah satu SMUN di jakarta Selatan. Ia berani untuk te1jun ke sekolah um um ini karena menurutnya ia mampu untuk beradaptasi baik dengan lingkungan maupun dengan kurikulum yang ada, walaupun Riki belum termasuk anak yang berprestasi dalam bidang akademik.
Hubungau dengan keluarga
Riki mempunyai hubungan dengan keluarga yang cukup hangat bahkan harmonis. Ia tinggal bersama ibu, dan kakak-kakaknya sedangkan ayahnya tidak lagi bersamanya. Walaupun demikian seluruh keluarga Riki menerimanya apa adanya, semua keluarga baik ibu maupun kakak-kakaknya selalu menyayanginya dan menghargainya. Terlebih lagi Riki mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan salah satu dari kakak-kakaknya yaitu kakak ketiga yang kini berusia 20 tahun. Kakaknya ini adalah
59
tempat Riki bercerita baik saat ia senang, maupun saat ia susah. Ia mencurahkan segala problema yang dihadapinya baik disekolah, dirumah, ditempat !es musik bahkan sampai masalah pribadi. Kakaknyapun sebagai tempat diskusi dan bertukar pikiran Riki baik itu masalah sosial ataupun pribadi. Riki sangat yakin dan percaya dengan kakaknya, ia yakin bahwa kakaknya akan tetap memegang rahasianya dan selalu memberinya motivasi untuk terus maju. Beda halnya dengan kakak Riki yang lain, ia agak ragu untuk menceritakan segala permasalahannya karena ia takut rahasia atau masalah yang diceritakannya itu terbongkar. Riki belum menanamkan kepercayaan yang penuh dengan kakak-kakaknya yang lain. Walaupun seperti itu komunikasi selalu ada dalam keluarga.
Hubungan Sosial Hubnngan Sosial dilingkungan Rumah Dalam lingkungan sosial yaitu dilingkungan rumah Rikipun diterima dengan baik, selalu ada hubungan baik dengan orang-orang sekitar, selalu ada timbal balik diantar keduanya, disaat Riki membutuhkan bantuan seperti meminta untuk dibacakan sesuatu, meminta untuk ditunjukkan jalan, begitu juga dengan orang-orang dilingkungannya disaat mereka membutuhkan bantuan Riki maka disaat Riki mampu untuk membantunya ia akan membantunya, namun ketika Riki tidak dapat membantunya ia mencoba untuk menyelesaikan bersama. Selain itu Riki disukai karena Riki dapat menghibur teman-temannya dengan melantunkan lagu dan memetik piano.
60
Rikipun banyak memiliki teman baik anak-anak, remaja, bahkan sampai orang dewasa. Riki pun mempunyai dua teman akrab laki-laki dan perempuan sehingga ia tidak hanya punya kakak yang mau mendengarkan segala masalahnya iapun mempunyai teman untuk saling berbagi cerita. Walaupun hubungan sosial Riki cukup baik dengan sosialnya, terkadang ia mendapat perlakuan nakal dari lingkungannya namun Riki menganggap itu sebagai tantangan ia untuk terus maju.
Hubungan Sosial dilingkungan Les Riki adalah remaja yang mempunyai bakat dalam bidang vokal dan memainkan alat musik. Selain itu iapun pandai menciptakan lagu dan mengarang puisi.
Kini Riki mengikuti !es vokal dan !es piano disalah satu tempat !es diwilayah cinere.
Ia mengikuti itu cukup lama dan !es yang diikutinya adalah Jes umum yang bera1ti ia mengikuti !es dengan orang-orang awas, ia sering mengikuti konser-konser bersama teman awas lainnya dibeberapa tempat. Hubungannya dengan teman-teman lesnya cukup baik, semuanya menghargai Riki layaknya Riki menghargai mereka.
Hubungan Sosial Dilingkungan Sekolah Riki merasa diterima baik disekolah ini. Pada awal ia memasuki sekolah ini ada perasaan takut, khawatir, dan bingung. Ia takut tidak sekelas dengan teman-temannya yang tunanetra lainnya. Ternyata apa yang ia takuti itu adalah benar. Ia terpisah dari teman-teman tunanetra ia benar-benar sendiri namun dengan kepercayaan dirinya
61
yang tinggi ia memulai untuk beradaptasi, dengan memulai berkenalan dengan teman sebangkunya dan teman-teman yang lainnyapun ikut beradaptasi dengannya, sehingga perasaan takut, khawatir dan bingung sudah cukup ternetralisir sehingga bukan menjadi masalah lagi bagi Riki. Bagi Riki, jika ia berada dalam lingkungan baru maka ia akan sangat membutuhkan teman awas untuk membantunya namun untuk mendapatkan itu semua ia tidak hanya diam menunggu namun ia berusaha seperti yang telah dijelaskan diatas.
Perkembangan Seksual Saat Riki bcranjak rcm
Sedangkan perubahan psikologis yang dialaminya secara umum yaitu ia merasa sud ah besar, mulai menjadi seorang yang harus bertanggung jawab disetiap tindakan
62
dan perkataannya, harus berpikir sebelum bertindak, ia sering bertanya" sikap apa yang harus diambil ketika seseorang sudah remaja"
Hubungan Interpersonal Perubahan psikologis lainnya yang dialami Riki adalah ketertarikan dengan lawan jenisnya. Saa! usia Riki 14 tahun ia merasakan ada perasaan lain dengan lawan jenisnya, ia sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang terdiri dari dua jenis kelamin. Saat usia itu ia memiliki perasaan khusus yaitu tertarik dengan lawan jenisnya. Ia tertarik dengan wanita tunanetra berawal dari sering bertemu, sering ngobrol-ngobrol, suaranya yang indah sehingga Riki termotivasi untuk menjalin hubungan dengan wanita tunanetra itu. Dengan usaha yang cukup baik itu iapun menjalin hubungan dengannya kurang lebih dari satu tahun.
Namun setelah itu, hubungannya putus dan ketika ia memasuki sekolah umum iapun tertarik dengan lawan jenisnya yang awas. Motivasi Riki mencintainya adalah berawal dari berkenalan, mempunyai wawasan yang cukup dan sesuai dengan yang Riki miliki dan mereka mempunyai hobi yang sama. Saat itu Riki sempat menjalin hubungan yang lebih dari sekedar sahabat kurang lebih 3 bulan tapi hubungan itu tidak berlangsung lama dikarenakan hubungan mereka kurang diterima oleh keluarga wanita dikarenakan keadaan Riki yang tunanetra. Riki mendapalkan perlakuan yang tidak menguntungkan bahkan menyakitkan. Jika Rlki menelpon maka sikap keluarganya seialu mengatakan kalau si A tidak ada bahkan Riki pernah mendapatkan
63
teguran "kamu bisa kasih anak saya apa? melihat aja ga bisa!" selain itu kebiasaan Riki berangkat bersama-sama ketempat les berubah total. Perubahannya, si R selal,u diantar dan dijemput dan sulit sekali untuk izin keluar rumah,
Dengan pengalaman Riki dalam berpacaran, motivasi Riki untuk tertarik dengan la wan jenis yang awas semakin tinggi karena selama berpacaran dengan wanita awas Riki merasakan banyak keuntungan yang didapatkan serta lebih menyenangkan, Banyak hal yang dapat dibantu oleh wanita awas, lebih memotivasi Riki untuk terus percaya diri dengan keadaannya, lebih banyak memberikan informasi yang Riki tidak dapat melihatnya, berbeda dengan ketika ia menjalin hubungan dengan sesama tunanetra walaupun ia merasakan kesenangan dan keuntungan, Jika ia menjalin hubungan dengan tunanetra banyak hal yang tidak diketahuinya bersama dan sampai kapanpun tidak dapat diketahuinya secara pasti, kurang dapat menutupi kekurangan yang dimiliki oleh keduanya, dan pengalaman Riki dalam menjalin hubungan dengan sesama tunanetra ia banyak dibohongL
Selain ganjaran dan kesamaan yang dimilikinya ketertarikan Rikipun dipengaruhi oleh suara walaupun baginya itu tidak menjadi faktor utama, Baginya, kelembutan suara wanita itu tidak dapat mencerminkan kecantikannya karena baginya ia bisa untuk menilai wanita itu cantik atau tidak dengan caranya sendirL Dengan bertanya kepada teman awasnya sepe1ii menanyakan postur tubuhnya, rambutnya, warna kulitnya selain cara itu biasanya Riki mencoba untuk bersalaman dengannya atau
64
berpura-pura dengan rnenabrak sengaja kepada lawan jenisnya itu. Bagi Riki suara tidak hanya rnenentukan fisik lawan jenis yang ia sukai namun suara yang menurutnya lembut adalah suara yang dapat membangkitkan kegairahan seksualnya sehingga adanya keinginan untuk membelai, rnencium bahkan rnemeluk pasangannya itu.
Dalarn usaha atau cara untuk dapat merealisasikan perasaan suka terhadap lawan jenisnya yang awas maupun yang tunanctra Riki mernpunyai cara sendiri-sendiri atau ada perbedaan cara antara keduanya walaupun ia hanya mengandalkan tiga indera yaitu indera pendengaran, indera peraba dan indera penciurnan.
Cara Riki untuk dapat rnenjalin hubungan dengan lawanjenis yang awas, ia lebih hati-hati, ia harus lebih jauh rnengenalnya, karena yang ia tahu hanya sebatas suara dan intonasinya, wewangian yang dipakainya, dan sentuhan-sentuhan lernbut berupa perhatian yang hanya dapat dirasakan oleh Riki tanpa melihat ekpresi yang ada pada wajah lawan jenisnya yang awas. Riki pun lebih hati-hati karena menurutnya wanita awas lebih memandang babkan menjadi prioritas utama dalam memilib pasangan yaitu keadaan laki-lakinya secara fisik dan keuangan walau seperti itu Riki pun dapat menilainya secara fisik yaitu dari suara yang ia dengar walaupun Riki tahu bahwa tidak setiap suara yang ia dengar indah dimiliki oleh wanita cantik. Selain itu Riki memanfaatkan kelebihannya untuk dapat memberikan kebahagiaan kepada wanita
65
yang dicintainya. Ia memberikan kaset yang berisi suaranya sendiri dengan lagu-lagu ciptaannya sendiri yang bermaknakan ungkapan perasaannya kepada wanita itu. Sedangkan usaha atau cara yang dilakukan Riki saat ia tertarik dengan lawan jenis yang sesama tunanetra, Riki akan lebih percaya diri untuk mengungkapkannya karena sesama tunanetra tidak lagi memandang fisik, ia hanya menilai nilai-nilai etika saja sedangkan nilai-nilai estctika yang tampak tidak dapat dinilainya secara keseluruhan, ia hanya dapat menilai itu semua dengan tiga indera yang digunakan.
Dalam menjalani hubungan baik dengan sesama tunanetra maupun dengan lawan jenis awas bagi Riki kesulitan adalah wajar. Hanya satu kesulitan yang Riki anggap belum dapat diselesaikan yaitu penerimaan Riki dalam keluarga wanita awas yang ia cintai, begitu juga dengan lingkungan sosial.
Proses Riki dapat merasakan adanya perasaan lain dalam dirinya dengan Iawan jenisnya yang awas yaitu saat Riki mendengar suaranya Riki merasakan getaran dalam hatinya, ia merasakan ketenangan, kenyamanan dan ia merasakan bahwa ada kasih sayang dihatinya. Menurut Riki itu adalah sebuah perasaan yang tidak dapat diungkapkan. Riki mencintainya adanya unsur dipelajari bukan unsur secara tiba-tiba. Riki telah mengenalnya cukup lama bahkan telah menjadi sahabat karibnya dirumah, sering bermain piano bersama dan sering terjadinya tukar pikiran baik itu masalah pribadi maupun masalah umum lainnya.
66
Hasil Observasi Didapatkan hasil observasi dari orang-orang terdekat Riki yaitu ibu Riki dan kakak ketiganya. Didapatkan bahwa Riki menjalin hubungan dengan lawan jenisnya itu (R) sejak ia les musik/les piano. Ia bertemu dan berkenalan disana, sering latihan bersama dan ternyata rumah merekapun berdekatan.
Dengan frekuensi bertemu yang cukup sering, mulai adanya keterbukaan antara keduanya, mulai bercerita masalah pribadi sehingga ditemukan kesamaan antara mereka.
Dalam hal ini kakak Rikipun ikut membantunya seperti mmbacakan sms dari R, mencoba bertukar pikiran dan memberikan penge1tian pada Riki tentang perasaanperasaan wanita pada umumnya. Dengan bantuan itu akhirnya Rikipun dapat mencurahkan isi hatinya dan terjalinlah hubungan antara keduanya. Saal itu Riki merasakan kebahagiaan bahwa ada wanita awas yang sangat menyayanginya, sering membantunya dan Rpun sering diajak ke rumah Riki.
Namun setelah hubungan itu diketahui oleh orangtua R maka hubungan itu terhambat bahkan R tidak lagi berangkat bersama-sama ke tempat les musik, tidak lagi melakukan kegiatan-kegiatan bersama, R mulai antar jemput ketika les, clan ketika Riki menelpon jarang disampaikan kepada R, sampai pada titik akhir yaitu ketika orangtua R menelpon ibu Riki untuk memerintahkan kepada Riki agar tidak
67
melanjutkan hubungan dengan anaknya. Dengan kejadian tersebut akhirnya Riki dan R membuat kesepakatan untuk tidak menjalin hubungan lagi namun sampai saat ini mereka masih berkomunikasi walaupun diam-diam.
nu15a.u
"'t • ..:...1
Kasus I Penyebab ketunanetraan Sejak Lahir
I rlHub.Dengan Keluargal Baik
I Pubertas :
I I
Riki
I Hub.Dengan Sosial
I I
I
I I
I Perkembangan
Perkembangan Psikolo!!is
seksual
I
I
>erkemb.sek Sekunder .Kum is .Jenggot .Jakun
j
y
I
Baik Hub.Dengan Sekolah Baik
I
I
Perkemb.sek Primer 1.Mimpi basah
l.Tanggung jawab ,2.Berfikir Sebelum Bertindak
13 Tahun Indera yang digunakan
aha I cara Berkenalan Mencari informasi dari teman awas Mencari informasi via telpon Berbicara langsung
+
Kesulitan: erirnaan dari keluarg; anagan awas
l .Pendengaran 2.Penciuman 3.Perabaan
1
/ Motivasi ; . Dapat bibantu dalan ,__ banyak ha! (ganjaran) f--2. Kesamaan 3. Suara 4. Sentuhan 5. Kedekatan
Hubungan Interpersonal
I
t Hambatannya I. Tidak dapat mengenal secar a utuh pasangannya 2. Kesulitan untuk menebak ekspresi emosional secara 1epat 3. Adanya hambatan dalam penerimaan sosial ~
·-
69
4.2.2. Kasus Rama Data Pribadi Rama merupakan anak ke 5 dari 6 bersaudara. Rama mengalami tunanetra saat ia duduk dikelas satu SD dan hanya dia yang mengalami tunanetra dalam keluarganya. Saat usia ia sekitar I 0 tahun ia baru mcnyadari bahwa ia mengalami kecacatan dimatanya. Kini ia berusia 18 tahun.
Rama mengawali pendidikannya di sekolah dasar umum namun karena penyakit yang menyerangnya ia berhenti dan tidak melanjutkan sekolah baik di SD umum maupun di sekolah luar biasa. Ia tidak melanjutkan sekolah cukup lama yaitu dalam kurun waktu kurang lebih dua setengah tahun. Rama pun mengisi hari-harinya dengan mengaji di Musholla yang dekat dengan rumahnya di daerah Sukabumi dan saat itu ia masih mampu melihat walaupun kurangjelas. Kemudian Rama pindah ke Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya di SDLB di daerah cawang Jakarta, setelah ia lulus ia melanjutkan ke SLTP di SLB di daerah Lebak Bulus jakarta Selatan, setelah itu ia melanjutkan ke sekolah um um yaitu di SMUN yang terletak di Jakarta Selatan.
Ketunanetraan yang disandang Rama didiagnosa oleh dokter adalah cacat yang disebabkan oleh suhu panas badan yang sangat tinggi sehingga mengakibatkan pemecahan pada bola mata. Saal kejadian itu sampai usia 15 tahun, Rama masih mampu melihat benda-benda yang besar dan yang dekat dengannya namun ketika
70
usianya 16 sampai sekarang ia dikategorikan dalam kategori buta total karena ketidakmampuannya lagi untuk menangkap cahaya dan benda-henda sekalipun berada didekatnya dan sckalipun benda itu besar sekali.
Rama mengetahui dan menyadari bahwa salah satu dari panca inderanya mengalami kecacatan ketika itu saat usianya I 0 tahun. Ia belum merasakan bahwa ia akan mengalami kesulitan dihari-hari nanti, ia terns bermain dengan teman-temannya yang awas, ia tidak merasa berbeda dengan yang lain, teman-temannya dan diapun saling mengerti tetapi setelah ia menyadari benar bahwa ketunanetraannya ada perasaan yang dipenuhi oleh banyak pertanyaan "kenapa aku ga bisa sekolah, kenapa aku tidak sekolah dengan teman-temanku yang lain, kenapa aku harus pindah ke Jakarta untuk melanjutkan sekolah" tetapi ia selalu mendapatkan motivasi dari keluarga, gurugurunya, iapun mulai belajar untuk menerima keadaannya.
Sekarang, Rama tclah rnclanjutkan ke sckolah Umurn Negeri di jakarta Selatan. Ia duduk di kelas 1-4, ia rnampu untuk melanjutkan ke sekolah umum ini karena ia dinilai telah marnpu untuk menyesuaikan diri dan mampu untuk mengikuti mata pelajaran dan kurikulum yang ada walaupun saat ini prestasi akademiknya belum sampai pada peringkat 10 besar.
71
Hubungan Rama dengan keluarga Rama berasal dari keluarga yang cukup harmonis. Seluruh ke!uarganya cukup menerima dengan keadaannya yang cacat. Bahkan ia mempunyai hubungan yang cukup baik dengan ibunya, ayahnya, kakak-kakaknya, dan adiknya. Walaupu Rama merasa dekat dengan seluruh keluarganya tetap saja Rama mempunyai hubungan yang lebih dekat dan akrab dengan salah satu anggota keluarganya itu yaitu dengan kakak yang ketiga, dan ia berusia 25 tahun. Walaupun Rama dekat dengan seluruh keluarganya tetapi tempat ia mencurahkan segala masalah terutama masalah yang dianggap pribadi yaitu dengan kakaknya yang dianggap sangat akrab itu. Bagi Rama, kakaknya adalah seorang kakak yang baik, yang mau mendengarkan segala keluh kesahnya, selalu memberikan motivasinya untuk terus maju, tidak seperti kakaknya yang lain yang hanya memberikan perhatian hanya dalam bentuk materi saja dan kurang menanggapi hal-hal yang diceritakan oleh Rama.
Hubungan Sosial Hubungan Sosial dirumah Rama tinggal dirumah semenjak ia lahir sampai usia I 0 tahun. Saat itu hubungannya dengan lingkungan sosialnya cukup baik. Semua menerima Rama dengan apa adanya, teman-temannya tidak membedakannya dan tidak menganggapnya lain. lapun mengikuti pengajian dengan anak-anak awas. Guru-guru dan orang dewasa lainnyapun menghargainya selayaknya Rama sama dengan anak yang lainnya. Saal liburan tiba, iapun pulang kerumah, ia sering membantu masyarakat sekitar dengan
72
teman-teman awas Jainnya, seperti mengantarkan barang-barang dari warung ke rumah pembelinya. Ia yang membawa barangnya dan temannya yang menuntunnya sebagai petunjukjalan walaupunjika ia sendiripun mampu karena ia telah hafal wilayahnya sendiri.
Hubungan Sosial diasrama Di Jakarta, Rama tinggal bcrsama teman-temannya disalah satu asrama tunanetra. Disana, ia cukup baik dalam bergaul walaupun ia tidak memiliki teman dekat. Baginya, kesendirian itu sangat menyenangkan walaupun terkadang ia suka berkumpul dengan teman-temannya. Dikesendiriannya bukan berarti ia berada dalam suasana yang penuh dengan problema telapi disaat ia sendiri bisa saja ia sedang dalam keadaan bahagia karena disaat ia merasakan kebahagiaan ia lebih mampu untuk meluapkan kebahagiaannya itu dengan cara mengarang lagu sesuai dengan suasana hatinya atau sesuai dengan apa yang membuatnya bahagia tetapi disaat ia merasakan ketidak bahagiaan ia Jebih memilih untuk mendengarkan musik, mencurahkan seluruhnya dalam bentuk tulisan yang ditulis di buku diary yang dimilikinya.
Hubungan Sosial di Sekolah Rama merasa cukup diterima disekolah yang ia tempati sckarang. Pada awal ia memasuki sekolah umum ini, ada perasaan yang bermacam-macam ada perasaan senang, ada pula perasaan khawatir, bingung, takut. Ia takut tidak memiliki teman, ia
73
takut tidak dihargai tetapi dengan keberanian dan ada salah satu teman awasnya memulai maka iapun dapat beradaptasi cukup baik. Selain teman awas guru-guru dan pegawai-pegawai sekolahpun menerimanya, menghargainya. la merasakan itu karena semua orang disekelilingnya selalu membantunya disaat ia membutuhkannya seperti menaiki tangga kelantai II, ke kamar mandi, ke kantin, dan segala kebutuhan yang ia belum mampu untuk melakukannya sendiri. Saat itu ia mimilih teman wanitakah atau priakah yang terpenting baginya saat itu ia mempunyai teman yang dapat membantunya.
Lingkungan sekolah adalah lngkungan awas bagi Rama. Saat ia senang iapun bercanda, ngobrol dengan teman-teman awasnya, tetapi disaat ia tidak senang ia lebih memilihnya diam dan menyendiri walaupun terkadang dalam kesendiriannya iapun ingin diperhatikan oleh teman-temannya tapi menurut teman-teman awasnya agak segan untuk menegurnya disaat ia berada dalam suasana hati yang tidak menyenangkan. Disekolahnya Rama terbilang pendiam tetapi ia cukup banyak mempunyai teman walaupun ia tidak memiliki teman akrab baik laki-laki maupun perempuan.
Perkembangan Seksual Saat usia Rama beranjak kc 14 tahun ia mengalami mimpi yang disebut dengan mimpi basah. Dalam mimpinya ia melihat wanita yang menurutnya sangat cantik dan ia benar-benar melihat, saat itulah ia mengetahui bahwa seorang wanita cantik adalah
74
wanita yang dcngan postur tubuh yang tinggi, dengan kulit yang putih, dan dengan suara yang lembut.
Setelah ia mengalami mimpi itu banyak perubahan yang dialaminya baik itu perubahan fisik maupun psikis. Rama merasa kebingungan, ada banyak pertanyaan tapi Rama merasakannya sendiri ia tidak cukup berusaha untuk bertanya atau mencari jawaban dari segala pertanyaan-pertanyaan yang ada. Ia hanya berdiam diri dan ia yakin ia akan mengetahuinya dengan sendirinya walaupun memakan waktu yang lama.
Perubahan fisik yang pertama dialaminya adalah perubahan suara. Ia merasa suaranya semakin besar, struktur tubuh semakin tinggi dan ia merasa bahwa ada yang tumbuh disekitar bawah hidung, didagu, dan dialat kelamin. Tetapi ia cukup bingung dalam menghadapi hal-hal yang berubah ditempat sekitar alat kelamin. Maksud hati Rama ingin bertanya tetapi selalu ada perasaan malu dan ia yakin bahwa lama kelamaan ia akan mengetahuinyajuga dan keyakinannya itu terjawab disaat ia belajar mata pelajaran Biologi.
Hubungan Interpersonal Selain perubahan fisik yang dialami Rama, iapun mengalami perubahan psikologis. Ia mengalami perubahan dalam pola pikir, kalau ia hendak bertindak maka ia akan
75
berpikir terlebih dahulu baik atau buruk tindakan itu, tidak seperti anak kecil yang selalu ingin mencoba. Dalam berbicarapun ia harus lebih hati-hati.
Perubahan psikologis yang lainnya adalah ketertarikannya dengan lawan jenis, keinginan untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis yang mana ia merasakan itu saat ia berusia 14 tahun. Saat usianya itu karena ia masih dalam kategori low vision sehingga ia masih mampu melihat wanita yang ia katakan cantik dan ia pernah merasa tertarik dengan lawan jenisnya yang awas yang saat itu ketertarikannya itu atas motivasi kecantikan si wanita itu.
Rama mengakui bahwa ia sering tertarik dengan lawan jenisnya. Ia pernah tertarik dengan sesama tunanetra dan dengan lawan jenis yang awas sekarangpun ia sedang tertarik dengan la wan jenisnya yang awas.
Motivasi Rama saat ia tertarik dengan lawan jenisnya dan ingin menjalin hubungan yang lebih dari sekedar teman karena pada awalnya perasaan itu datang tiba-tiba, tetapi iapun butuh teman cerita. Ramapun merasakan ketertartikannya itu lebih sering pada lawan jenis yang awas karena menurutnya ia dapat menutupi kekurangan yang Rama miliki, memiliki sifat, hobi yang sama, bisa dijadikan tongkat petunjuk bagi segala hal, terutama suara wanita yang lembut yang dapat mernbuat Rama merasakan hal yang lain didalam hatinya. Hal yang lainnya adalah keinginan untuk memeluknya, menciumnya karena dari tingkah laku itulah ia dapat mengenal lawan jenisnya secara
76
fisik apakah ia gemuk, berambut panjang, mempunyai kulit yang halus. Selain itu ada hal-hal yang ia takuti dalam mcnjalin hubungan dengan wanita awas karena wanita awas memiliki gengsi yang tinggi, Rama takut dibohongi, dan takut salah panggil walaupun ia telah mengenalnya orangnya.
Walaupun perasaan takut Rama selalu ada tetapi iapun selalu mencari cara untuk dapat menjalin hubungan dengan orang yang ia cintai. Caranya ia berusaha mendekatinya dengan cara mencari alamat rumahnya, nomor teleponnya, mencoba untuk berbicara via telepon terlebih dahulu untuk mengetahui respon dari wanitanya yang dapat dinilainya dari suara dan intonasinya. Setelah ia rnendapatkan respon yang baik maka ia melanjutkannya dengan cara berbicara/ace to face dengan begitu ia dapat mencirikan wanita itu dengan wangi farfum yang digunakannya serta langkah jalannya. Bagi Rama usaha itu sudah cukup karena indera yang dapat digunakannya hanya sebatas tiga indera saja j ika ia tidak diterima maka itu adalah suatu kewajaran karena hanya sebatas itu ia dapat memahami wanita yang ia cintai.
Bagi Raina, usaha atau cara yang digunakan untuk dapat menjalin hubungan dengan lawan jenis yang awas dan yang tunanetra adalah berbeda. Baginya cara untuk mendapatkan wanita yang sesama tunanetra lebih mudah dibanding cara untuk mendapatkan wanita yang awas. Bila sesama tunantera tidak lagi memandang fisik yang penting baik, tidak ada perasaan takut untuk mengungkapkannya, sehingga Rama pun lebih percaya diri.
77
Dalam menjalani hubungan dengan lawan jenis awas Rama memiliki kesulitan karena keterbatasannya dalam me! ihat sehingga ia tidak dapat melihat ekspresi sebenarnya ia hanya mampu mendengar dan menilai dari suara dan intonasi suara itu berbeda jika Rama menjalin hubungan dengan tunanetra baginya, kalau sesama tunanetra samasama mampu menilai karena Rama memahami watak tunanetra secara umum tetapi jika dengan orang awas ia memiliki kekhawatiran yang tinggi, adanya perasaan takut akan diterimanya penolakan social terhadap hubungan yang ia jalani.
Hasil Observasi Berdasarkan informasi ayng didapatkan dari apsangan Rama (A) bahwa mereka telah menjalin hubungan kurang Jebih tiga bulan namun akhirnya tidak dilanjutkan.
Awai ia berpacaran A sama-sama menyenangi cerpen dan keduanya sering meuat cerpen di mading sekolah. Keduanya sering bertukar pikiran tentang cerpen, A pu tidak mengetahui bahwa Rama menyukainya. Ia tidak pernah menanyakan hal-hal pribadi dengan A namun A sangat terkejut ketika Rama menelponnya dan menanyakan hal-hal ayng jarang ia tanyakan seperti "sudah makan belum?" atau halhal yang sepertinya lebih memperhatikan A. A pun terkejut ketika Rama mengetahui tentangnya lebih jauh yang dia kira.
Pada akhirnya, suatu waktu Rama memberikan cerpen yang berupa perasaan Rama terhadap A, saat itu A bingung, ia tidak merasakan ha! yang sama seperti yang
78
dirasakan oleh Rama sehingga dengan keterpaksaan A menerima Rama, ia menerimanya berdasarkan iba karena menurutnya A sering dibantunya dalam memberikan ide-ide dalam pembuatan cerpen hingga apa salahnyajika A mencoba untuk menerimanya.
Selama A menjalani hubungan itu memang menyenangkan namun satu ha! yang ia tidak sukai yaitu blindism Rama yang membuat A tidak nyaman jika A bersamanya. Kurang dari tiga bu Ian A menjalani hubunga itu akhirnya ia memutuskan untuk tidak menjalani hubungan itu karena ketika itu A selalu mendapatkan kritikan dari temantemannya, selain itu A tidak mencintai Rama dan ha! itupun disampaikan kepada Rama sehingga ramapun tidak menjadi percaya diri dan tidak menjadi berarti lagi untuk A. scjak itu tidak ada lagi kontak dari keduanya dan sekarangpun A tidak sekelas dengan Ramadan itu sangat menguntungkan baginya.
._,,,..._
...........................................
. rlHub.Dengan Keluargal Cukuo Baik
J
I
Pubertas :
I
Rama :
I I
I
I
I
Perkemb. sek Sekunder l.Suara 2. Strukiur tubuh 3 .Kumis 4.Jenggot 5. Bulu ketiak Usaha I cara 1. Mencari infor1uasi dari
te1nan a\ras 2. berke!1alan 3. bersentuhan ~. Mencari
I Perkembangan I
Perkembangan seksual
Psikologis
i L tal.·ut - Dibohongi - Salah Panggil 2. tidak mampu meliliat
ekspresi pasangan 3. sulit untuk menebak
ke1na.uannra
Hub.Dengan Sekolah Baik
I
l.Perobahan pola pikir ,2.Berfikir sebelum Bertindak 3 .Berbicara hati-hati
14 Tahun Indera yang digunakan MotiYasi L ganjaran 2. inenutupi keh.-urangan pada diri J. memilili sifat dan
-1.
Kesulitan:
Baik
I
Perkemb.sek Primer Mimpi basah
infor1nasi ,-ia
telpon
I
I Hub .Dengan Sosial
I
hoby yang sa1na suara
~
Hubungan Interpersonal
!. Pendengaran 2. Peradaban ' Penciuman J.
i
i Hambatannya !. Tidak dapat mengen secara utuh pasangannya 2. Kesulitan untuk mer ak ekspresi emosional s ara tepat J. ' Adanya hambatan d< l1l penerimaan sosial
__, 'D
80
4.2.3. kasus Luki Data Pribadi Luki merupakan anak terakhir dari lima bersaudara dengan dua orang tua yang utuh. Luki mengalami tunanetra sejak lahir tidak hanya ia tetapi ada salah satu dari keluarganya yang mengalami hal yang sama dengannya yaitu kakak ke 3 tetapi Luki menyadari bahwa dirinya itu tidak dapat melihat ketika ia berusia 4 tahun dan kini Luki berusia 14 tahun.
Pendidikan yang dirasakan Luki sejak Taman kanak-kanak sampai sekolah dasar yaitu di sekolah luar biasa di daerah Lebak Bui us. Pada awal pendidikannya, ia sering protes dengan ibunya, ia selalu bertanya "kenapa aku sekolabnyajauh", kenapa aku sekolahnya tidak dengan teman-temanku" tetapi ia menyesali jawaban ibunya karena ia tidak mendapatkan jawaban yang dapat dipahami dan masuk akal. Tetapi pada akhirnya Luki merasakan sekolah yang sejak dulu ia inginkan. Setelah lulus sekolah dasar di SLB ia diperbolehkan masuk kesekolah umum tepatnya disalah satu sekolah negeri di Jakarta Selatan.
Luki kurang begitu rnengetahui penyebab ketunanetraannya, namun ia merasakan cacat itu saat ia usia 4 tahun, tapi ketika ia bertanya dengan ibunya, iapun mengetahuinya bahwa cacat yang disandangnya karena ada faktor genetik.
81
Kini Luki duduk di kelas 2-6 disalah satu sekolah negeri di Jakarta Selatan. Luki sangat senang dapat memasuki sekolah umum ini karena bahwa dirinya tidak lagi berbeda dengan teman-temannya walaupun perasaan rendah masih melekat dalam diri Luki.
Hubungan Dengan Keluarga Hubungan Luki dengan keluarga cukup baik. Ia tinggal bersama kedua orangtuanya dan satu kakaknya. Luki diterima dengan apa adanya oleh keluarganya walaupun pada tahun-tahun pertama setelah Luki dinyatakan tunanetra ibunya kurang menerima itu. Luki sering ditakut-takuti apabila banyak pertanyaan yang diajukannya, ia tidak mengetahui bahwa dirinya tunanetra tapi bagi Luki itu semua sudah berlalu dan kini seluruh keluarganya dapat memahaminya. Waiau begitu hubungan Luki dengan ibunya sangat dekat, Luki selalu diantar dan dijemput pada waktu sekolah, selalu ditemani ibunyajika ia hendak pergi kesatu tujuan. Selain dengan ibu Luki pun punya hubungan dekat dengan kakaknya yang keempat Luki selalu diberi saran, motivasi, menjadikan Luki lebih percaya diri untuk maju, selalu memberi keyakinan kepada Luki. Beda halnya dengan kakak-kakaknya yang lain Luki kurang percaya diri untuk menceritakan segala permasalahannya karena jarak rumah yang cukup jauh dan kurang ada komunikasi yang intens sehingga masih ada perasaan malu.
82
Hubungan Sosial Hubungan Sosial Luki diLingkungan rumah Luki adalah anak yang terbilang manja karena segala sesuatunya selalu dipenuhi oleh ibunya namun walau begitu iapun sering bermain dengan teman-temannya disekitar lingkungan rumah. la cukup banyak memiliki teman baik laki-laki mapun perempuan dan semuanya adalah awas namun banyaknya teman yang dimiliki Luki bukan berarti Luki memiliki teman dekat. Dalam pertemanannya itu tidak seorangpun yang punya hubungan sebagai sahabat dengan Luki mereka hanya teman biasa.
Sering bermainnya Luki dengan teman-temannya membuat ia sering mendapatkan perlakuan kurang baik atau nakal dari teman-temannya itu karena sifat manja yang dimilikinya, selalu tergantung dengan ibunya dan kepercayaan diri yang rendah Luki tidak mengambil sikap yang positif ia selalu pulang dengan perasaan kesal, mersa direndahkan, merasa berbeda dengan yang lain dan tidak dihargai oleh temantemannya.
Hubungan Sosial disckolah Bagi Luki disekolahpun ia kurang diterima baik, padahal ia tidak pernah mendapatkan perlakuan yang tidak baik baik dari gurunya maupun dari temantemannya. Pada awal ia memasuki sekolah ini perasaan rendah, kepercayaan diri yang kurang,merasa berbeda dengan yang lain membuat Luki memilih diam dan menunggu teman awasnya mengajaknya berkenalan. Saat itu ia bingung, khawatir, was-was,
83
dan takut tidak akan dapat memiliki teman, takut diperlakukan tidak baik, namun ia berusaha untuk mengawali perkenalannya itu terutama dengan teman laki-laki awas yang ia rasakan dekat jaraknya dengan ia. Selama setahun kepercayaan Luki merasa diterima disekolah ini masih diragukan karena menurutnya teman-temannya bersikap baik hanya kasihan padanya, atau karena perintah dari guru untuk mau berteman dengan Luki.
Namun sctclah sctahun Luki mcnjalani pendidikan disekolah itu ia cukup berani, kekhawatiran dan kewas-wasannya berkurang, semakin banyak teman yang ia miliki walaupun ia tidak memiliki teman dekat yang awas kalau sesama tunanetra ada karena mereka sekelas dan berasal dari sekolah yang sama.
Bagi Luki, perasaan takut clan perasaan negatif lainnya yang selalu menyertainya semakin lama semakin berkurang karena keterbatasan penglihatan ia takut menghaclapi orang-orang awas yang baru ia kenal, ia takut tidak memahami orangorang awas sekitarnya clan iapun takut ticlak dipahami oleh teman-teman awasnya karena menurut Luki watak yang dimiliki orang awas dengan orang tunanetra adalah berbeda sehingga ia takut orang awas disekolahnya belum tahu bagaimana menghadapi seorang yang tunanetra dan seorang tunanetra seperti Luki belum mengetahui banyak cara menghadapi orang awas yang baru dikenalnya.
84
Perkembangan Seksnal Saat usia Luki beranjak ke 13 tahun, ia mcngalami mimpi basah. Saat itu ia bingung kenapa sampai ia bisa mengalami mimpi yang seperti itu namun setelah itu ia banyak mengalami perubahan baik pada perubahan fisik maupun perubahan psikis. Awalnya suara, ia bingung ia mengira suaranya itu sedikit terganggu karena suaranya terdengar tidak seperti biasanya namun akhirnya ia mengetahui itu. la hanya merasakan perubahan suara saja, dari perubahan fisik lainnya Luki belum rnerasakannya sedangkan perubahan sccara psikologis Luki belum merasakannya menurutnya ia biasa-biasa saja.
Hubungan Interpersonal Luki merasakan ada yang lain dengan dirinya dan dari yang lain itu ia baru memahami arti dari mimpi basah itu. Saat usia ia 12 tahun ia merasa tertarik dengan lawan jenisnya padahal saat itu ia belum mengalami mimpi basah. Setelah ia mengalami mirnpi itu perasaan itu datang lagi ia mulai tertarik dcngan lawan jenisnya yang pada waktu itu ia tertarik dengan sesama tunanetra waktu ia duduk dikelas enam. la termotivasi untuk menjalin hubungan dengan wanita itu karena pertama yang ia dengar adalah suara yang lembut yang membuat Luki nyaman dan ingin selalu mendengarnya, keharuman yang dimiliki wanita itu dan menurut Luki saat itu ketertarikannya hanya sebatas fisik yaitu kerinduan yang bersifat romantik, keinginan untuk menciumnya, ia tidak merasakan adanya hubungan emosional yang lebih dekat disaat iajauh dari lawan jcnisnya itu
85
Namun pada saat itu ia tidak memiliki usaha atau cara untuk dapat memilikinya · karena ia belum mengetahui cara agar dapat menjalin hubungan. Luki lebih membiarkan dirinya bertepuk sebelah tangan dibandingkan ia harus bertanya dengan teman-temannya yang lain. Kesulitan yang dihadapinya adalah pcrasaan malu untuk bertanya cara-cara agar dapat menjalin hubungan dengan orang yang ia sukai.
Namun ketika Luki lebih sering berada dalam lingkungan awas seperti yang dialaminya sekarang ia cendcrung sering tertarik dengan lawan jenisnya yang awas. Bagi Lukijika menjalin hubungan dengan lawanjenis yang awas banyak keuntungan yang Luki dapatkan daripada menjalin hubungan dengan sesama tunanetra. Baginya, menyenangkan jika rnenjalin hubungan dengan yang awas karena merupakan kebanggaan baginya karena ia seorang tunanetra marnpu menjalani hubungan dengan wanita awas selain itu wanita awas lebih banyak rnernbantu bisa rnernbacakan hal-hal yang tidak ada tulisan braiellenya, dapat melakukan kegiatan yang tidak memerlukan orang ketiga seperti jalan-jalan tetapi jika Luki menjalani hubungan dengan wanita awas harus banyak mempunyai uang, merasa tidak bebas dalam bergaul karena selalu diawasi sedangkan Luki tidak mampu melihat hal-hal yang dilakukannya sehingga ia tidak dapat mengawasinya dan wanita awas itu lebih banyak memiliki teman sehingga terkadang lebih rnementingkan teman daripada pasangannya.
Motivasi Luki adalah wanita yang ia sukai adalah cantik memiliki suara yang lembut sehingga ia dapat rnengatakan bahwa wanita itu cantik, dapat membantu segala hal,
86
membangkitkan kepercayaan diri Luki dan mudah untuk mengajaknyajalan-jalan sehingga usaha atau cara yang dilakukan Luki saat ia tertarik dengan lawan jenisnya yang awas harus lebih hati-hati. Ia lebih sering mengajaknya ketempat yang disukai wanita itu setelah ia berkenalan dan mencoba berkomunikasi via telpon, ia mencari perhatian dengan bertanya hal-hal yang bukan hanya penting tetapi hal yang tidak pcntingpun ditanyakannya, mcmbcrikan perhatian dengan membclikan scsuatu yang disukainya. Walaupun dengan usaha atau cara yang sudah cukup maksimal terkadang Luki lebih memilih untuk menghindar terlebih lagi ketika tidak ada respon yang didapatkannya.
Bagi Luki, usaha atau earn untuk dapat menjalin hubungan dengan wanita awas lebih sulit karena butuh modal yang besar. Modal kepercayaan diri, materi yang banyak, bcgitu juga dengan prestasi karcna selain itu tidak adalagi yang dimiliki oleh Luki berbeda dengan ketika menjalin dengan sesama tunanetra tidak begitu membutuhkan kepercayaan diri yang tinggi, matcri yang banyak, cukup mengajaknya berbicara, bercanda, bettemu setiap hari disekolah sehingga kesulitan yang dihadapi Luki jika ia tertarik dengan wanita awas adalah ia belum memiliki kepercayaan yang tinggi sehingga sulit sekali untuk mendekatinya, perasaan takut ditolak, dibohongi karena bagi Luki lebih sakit dibohongi oleh wanita awas daripada sesama tunanetra. Selain itu ia takut adanya penolakan dari pihak social karena ia telah mempersepsikan bahwa ia akan mendapatkan cercaan jika ia menjalin hubungan tersebut.
87
Hasil Observasi Hasil ini didapatkan dari ternan-ternan kelas Luki dan ternan kelas ini adalah ternan dekat wanita yang Luki cintai.
Hubungan ini belurn sernpat terjalin larna.B rnernutuskan Luki karena Luki anak yang rnanja, selalu ingin diternani dalarn segala ha! dan selalu ingin dibantu, selain itu Luki sering rnengatakan kepada B bahwa ia sering rnendapatkan teguran jika ia rnenelpon rumah B sehingga keduanya sepakat untuk tidak melanjutkan hubungan itu.
Awalnya 13 hanya sering rnernbantu Luki di kelas, dan 13 adalah ternan wanita yang pertama ia kenal. 13 sering rnernbacakan pelajaran, rnenemani ke perpustakaan walaupun 13 tidak sendiri, ia bersama-sarna dengan teman-ternannya. Saat itu Luki sering rnenelpon, rnengajak 13 clan teman-teman lainnya keternpat yang disukai B, meskipun harus diternani oleh ibunya, luki sering membelikan sesuatu yang B sukai.
Namun karena masalah yang diatas mereka tidak melanjutkan hubungan rnereka dan keduanyapun seperti orang yang tidak sating kenal, B tidak lagi membantunya begitupun Luki.
Penyebab Ketunanetraan F aktor Genetik
I
I rlHub.Dengan Keluarga Cukuo Baik
I Pube1ias :
Luki
I Hub.Dengan Sosial Kurang Baik
I I
I
I I
I Perkembangan I
seksual
J. Kesulitan :
.+. tak·ut
I
Cukun Baik
- Perbahan dalam beruaul 0 ~ Lebih senang dengan kegiatan dengan keluarga 2 jenis kelamin Indera yang digunakan
I
Motivasi l.ganjaran
~.kesamaan 3.suara 4.menutupi kek.-urangan
1--
Hubungan Interpersonal
!. Pendengaran Peradaban Penciuman
--~~
i Hambatannya tidak dapat rn engenal secara utuh pasangannya, Kt sulitan ~ntuk menebak ekspresi emc sional secara tepa, Adanya hambati n dalam oenerimaan sosial -
- Dibohongi 5.
- Salah Panggil tidak mmnpu melihat
ekspresi pasangan 6. sulit tmtuk menebak
I
I
Perkemb.sek Primer Mimpi basah 13 Tahun
Usaha I cara !. berkenalan 2.mencari informasi dari teman awas 3. bersentuhan t berbicara langsung
I Hub.Dengan Sekolah
Psikolozis
I
I
I
I
I Perkembangan Perkemb.sek Sekunder - Suara
I
00 00
89
4.3.4. Kasus Seth> Data Pribadi
Setio adalah seorang anak yang mengalami tunanetra yang disebabkan oleh sakit panas yang suhunya tidak menurun sehingga syarafmatanya terganggu dan mengakibatkan bola mata pecah sehingga ia tidak mampu lagi untuk melihat dunia. Setio adalah anak kesatu dari dua bersaudara. Keduanya mengalami tunanetra. Ia mengetahui akan hal ini saat ia berusia 6 tahun dan kini usia Setio telah sampai pada usia 16 tahun.
Pendidikan Setio diawali disekolah SLB di daerah lebak bulus dari kelas satu sampai kelas lima, ia masuk sekolah ini saat usianya sekitar 9 tahun dikarenakan orangtuanya tidak mengetahui bahwa ada sekolah untuk penyandang cacat, setelah Setio clikelas lima ia dipindahkan kesekolah umum di Jakarta barat sampai dengan kelas satu SLTP karenajarak yang terlalu jauh dari asrama yang Setio tempati akhirnya Setio dipindahkan ke sekolah negeri di daerah Jakarta Selatan.
Saat Setio menyadari akan ketuanetraannya iapun biasa saja karcna saat itu ia masih kecil namun setelah ia menyadari benar bahwa kecacatannya akan menyulitkannya clan ia belum masuk sekolah padahal teman-teman yang lainnya telah masuk sekolah yang akhirnya iapun mengikuti pelajaran walaupun ia tidak sekolah sampai akhirnya ibunya mendapatkan sekolah untuk anak-anak cacat.
90
Setelah kepindahannya dari sekolah di Jakarta Barat ia melanjutkan di sekolah SLTPN di daerah Jakarta Selatan. Kini ia duduk dikelas 2-6.
Hubungan dengan Keluarga Keluarga yang Setio miliki adalah keluarga kecil. Dengan kedua orang tua yang lengkap dan satu adik dan mereka semua tinggal di daerah Jakarta Baral. Namun Setio tidak lagi tinggal bersama keluarganya semenjak ia sekolah SDLB sampai sekarang. la menetap diasrama tunanetra didaerah Jakarta Sclatan. Walaupun Setio hanya liburan saja dan itupun sangat jarang sekali namun hubungan Setio dengan keluarga cukup baik, ia diterima oleh keluarganya apa adanya, selalu senangjika ia berkumpul dengan keluarganya, dan ibu adalah orang yang terdekat dengannya. Banyak ha! yang diceritakan Setio dengan ibunya. Ia sering menceritakan hal-hal yang menyangkut masalah sekolah, masalah asrama, dan rnasalah !es sedangkan untuk masalah yang bersifat privasi Setio tidak cukup terbuka dengan ibunya ia lebih memilih untuk menyimpannya sendiri daripada ia harus ceritakan semuanya dengan ibunya. Saal ini kedua orangtua Setio sedang mencari donor mata dan mengoperasi Setio agar ia mampu melihat kembali.
Lingkungan Rumah Dilingkungan sekitar rumah, bagi Setio itu semua adalah masa lalu. Ia sangatjarang pulang kerumah walaupun liburan sekolah. Saat ia masih kecil atau saat ia masih
91
tinggal dirumah ia tidak pernah merasa berbeda dengan tcman-teman awasnya, ia merasa diterima dengan apa adanya, ia diperbolehkan ikut dengan teman-temannya bersekolah walaupun tidak mengikutinya didalam kelas walaupun demikian Setio sering mendapatkan perlakuan nakal dari teman-teman awasnya saat itu ia kurang menerima itu semua namun untuk saat ini semua itu sebagai kenangan yang indah buat Setio.
Hubungan Diasrama
Setio adalah remaja yang cukup mandiri karena semenjak ia SD sampai sekarang ia besar diasrama sehingga segala keperluannya mampu ia hadapi sendiri. Namun dilingkungan asrama itu sendiri Setio pun jarang bermain dengan teman-temannya disana bukan karena Setio punya masalah dengan teman-temannya tapi karena kesibukan Setio yang tidak rnungkin ditinggalkannya.
Pagi hari Setio berangkat kcsckolah sampai pukul 13.00 sctclah itu ia langsung ke yayasan yang terletak didaerah Jakarta Selatan untuk Jes Matematika dan Bahasa lnggris. Kegiatan itulah yang membuat Setio jarang bermain atau berkumpul dengan teman asramanya walau begitu ia mempunyai banyak teman untuk bercerita dan bercanda meskipun Setio tidak memiliki ternan akrab yang dijadikannya ternpat rnencurahkan segala problemanya. Karena kemandiriannya ia rnerasa cukup mampu untuk menghadapi segala permasalahannya.
92
Hubungan dengan Lingkungan Sckolah
Setio adalah salah satu murid kelas 2-6 disalah satu sekolah menengah negeri di Jakarta Selatan. Pengala111annya pada awal ia 111e111asuki sekolah u111um adalah aneh '
dan bingung. Kelas yang biasanya ia temui dengan keadaan yang sepi yang hanya terdiri dari 6-7 murid kini ia merasakan ha! yang berbeda. Saat ia memasuki kelas bukan kesepian yang ia dapatkan namun ia menemukan keramaian dan sepertinya banyak sekali orang-orang disekelilingnya.
Pada awal memasuki kelas baru yang terdiri dari anak-anak awas Setio terbilang anak yang kurang mcmiliki kepercayaan diri sehingga ia tidak berani untuk memulai persahabatan ia menunggu ada orang yang menegurnya, bila ia yang memulai ia bingung harus 111e111ulai dari mana namun perhatian yang diberikan oleh temantemannya membuat Setio bangkit dari kesendiriannya dan ia mulai mencoba untuk menyesuaikan diri dilingkungan barunya.
Disekolah ini Setio merasa diterima baik oleh guru-gurunya maupun oleh temantemannya. Ia tidak merasa bahwa dirinya dibedakan oleh yang Iain karena disaat Setio merasa risih dengan lingkungan atau disaat merasa senang semuanya mau diajak untuk berbagi. Salah satu teman dekat yang ia miliki disekolah ini adalah IakiIaki dan ia adalah teman sebangkunya ia yang selalu memberikan bantuan kepada Setio dalam segala ha! baik itu ha! yang menyangkut sekolah maupun Iainnya namun untuk masalah pribadi Setio tetap 111emilih untuk dapat menyimpannya sendiri.
93
Hubungan dilingkungan Les Selain sekolah Setio mengikuti !es dalam bidang matematika dan bahasa lnggris, ia telah cukup lama mengikuti kegiatan itu dan waktunya adalah setelah ia mengikuti pelajaran disekolah.
Ditempat !es ini Setio mempunyai teman akrab ia adalah wanita sesama tunanetra. Dengan wanita inilah Setio meneeritakan hal-hal yang bersifat pribadi seperti masalah asmaranya. la yang selalu memberikan saran-saran, petunjuk untuk selalu mampu rnenempatkan rnasalah pribadi dan rnasalah lainnya.
Hubungannya dengan guru dan teman yang lainnyapun cukup baik dan ia mampu untuk beradaptasi dengan yang lainnya.
Perkembangan Seksnal Mimpi basah yang dialami Setio ketika ia berusia 12 talrnn saat itu ia masih duduk disekolah dasar luar biasa sekitar kelas 4 atau kelas 5 SD. Saat itu ia banyak mengalami perubahan baik itu perubahan fisik dan perubahan psikologis.
Awai ia mengetahuinya bahwa ia bukan anak-anak lagi ketika ia mendengar suaranya sendiri yang berubah menjadi lebih besar dan struktur tubuh serta nafsu makan bertambah selain itu ia merasakan tumbuhnya kumis,jenggot, bulu ketiak, dan bulu
94
pada alat kelaminnya. Namun bagi Setio itu adalah hal biasa karena ia telah mengetahuinyasebelum ia 111engala111inya.
Dalam perubahan psikologis Setio merasakan perubahan dal'i anak-anak menjadi remaja berarti harus mempunyai tanggungjawab yang besar, ia bukan lagi anak-anak maka itu ia harus menyesuaikan dirinya dengan lingkungan bukan lingkungan yang harus selalu menyesuaikan dengannya.
Hubungan Interpersonal
Perubahan psikologis lainnya adalah ketertarikan Setio dengan lawan jenisnya dan ingin menjalin hubungan dengan lawan jenisnya itu. la merasakan itu saat ia berusia 14 atau 15 tahun dan ketika itu ketertarikannya dengan sesama tunanetra. Berawal dari ia mendengar tutur kata yang lembut, wanita yang tidak banyak bicara sehingga Setio merasa tenang dan tidak pernah merasa risih jika ia berada didekatnya. Namun saat itu Setio tidak berusaha untuk mendapatkannya karena ia tidak mempunyai cara untuk mengungkapkannya. Saal itu Setio berpendapat bahwa lebih baik ia menyimpannya sendiri daripada ia harus menerima resiko ditolak namun lama kelamaan perasaan itu hilang.
Setio pernah menjalin hubungan dengan sesama tunanetra sarnpai beberapa bulan namun hubungan itu bukan Setio yang rnengawali. la hanya rnengikuti arus yang mengalir dalam kehidupan asmaranya saja. Saat itu wanita itulah yang mengawali
95
hubungan itu sehingga Setio berusaha untuk menjalaninya dan akhirnya iapun bisa. Ia bisa karena ia sering merasakan sentuhan lembut yang diberikan oleh wanita itu selain itu Setio merasa cocok dan selalu searah dalam pembicaraan.
Kini Setio sedang berusaha untuk dapat menjalin hubungan dengan wanita awas disekolahnya itu. Awai Setio tertarik dengannya adalah saat ia bersentuhan tanpa disengaja, ia merasakan kelembutan kulit wanita itu, ia membayangkan kalau ia selalu mendapatkan sentuhan itu setiap saat, dan tutur kata maafyang diulang-ulang oleh wanita itu sehingga Setio menyimpulkan bahwa wanita itu adalah wanita yang cantik tidak hanya rupa tapi hatinya juga cantik. Kecantilrnn yang dinilai Setio adalah ia merasakan lembutnya kul it saat ia bersentuhan yang membuat ia ingin rnenyentuh kembali. Semenjak kejadian ilu Setio sering sekali memimpikannya, ingin selalu bertemu dengannya, namun ketika ia berusaha untuk mendekatinya hilang semua pembicaraan yang ada, bingung padahal sebelum kejadian itu ia mampu berkomunikasi dengan wanita awas itu.
Cara yang dilakukan Setio untuk menclapatkannya clengan mencari infonnasi dari teman-teman wanita itu, sifat yang dimilikinya, hobi yang disukainya, kegiatan apa saja yang biasa dilakukannya sehari-hari. Setelah ia mendapatkan informasi itu ia berusaha untuk mendekatinya walaupun saat ini sulit baginya untuk berbicara sampai saat ini usaha Setio belum tercapai. la mencoba berkenalan, mcnelponnya, danjika ia
96
telah menerima banyak informasi dan mendapatkan respon yang baik maka ia mencoba untuk pergi, berbicara langsung di sekolah saja.
Dalam mencari pasangan Setio lebih memilih dengan yang seusia dengannya daripada usia dibawahnya karena menurut Setio jika seusia banyak hal yang samasama kita ketahui dan lebih asyik diajak berbicara dan lebih pengertian karena keadaan yang dirasakannya adalah hampir sama dibanding dengan yang usianya dibawah kita.
Bagi Setio sangat menguntungkan j ika ia dapat menjalin hubungan dengan lawan jenisnya yang awas karcna dapat membantu dari membacakan pelajaran, mengajak jalan-jalan tanpa orang ketiga, lebih percaya diri karena merupakan kebanggaan seorang tunanetra mampu berpacaran dengan wanita awas, Setio pun lebih percaya dengan wanita awas sebagai pasangannya dibanding dengan sesama tunanetra.
Karena banyaknya keuntungan yang didapatkan jika seorang tunanetra menjalin hubungan dengan wanita awas maka banyak kesulitan yang dihadapinya. Diantara kesulitan yang dihadapai Setio seperti Setio belum mampu membuat keyakinan dan kepercayaan diri pada pasangannya agar pasangannya tidak malu mempunyai hubungan dengannya, penerimaannya dari keluarga wanita awas j ika hubungan itu sampai diketahui oleh keluarga wanita itu, tidak dapat membantunya bahkan Setio yang sering meminta bantuan dengannya sehingga Setio dibawah kendali wanita
97
awas tersebut, tidak lagi menjadi Hero bagi pasangannya, lebih sulit dalam memahami wanita awas daripada tunanctra karenajika dengan scsama tunanetrajauh !ebih mudah mcmahaminya karena biasanya sesama tunanetra telah mengenal sifat dan watak sesama tunanetra serta kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan remaja tunanetra kalau dengan wanita awas Setio belum mengenal sepenuhnya dunia wanira awas sehingga membutuhkan waktu yang sangat lama untuk lebih mengenalnya.
Hasil Obscrvasi Berdasarkan informasi dari teman dekat wanitanya (F) yang disukai oleh Setio adalah berawal dari bersentuhan tanpa disengaja, saat itu didepan sekolah setelah upacara usai. Saat itu F berlari kekelas dan tanpa sengaja menabrak Setio, ketika itu Setio menyentuh bagian dari tubuh F dan Setio selalu mengingat kejadian itu setiap bertemu, Setio selalu menanyakan F namun ketika Setio dipertemukan oleh F ia lebih memlilih diam, gugup, mungkin karena faktor dari respon ynag kurang baik dari F.
Setio selalu menanyakan alamat rumah F, nomor telpon, dan hal-hal aygn disukai oleh F, menanyakan tipe laki-laki yang F sukai. Akhirnya F rnencoba untuk menerima Setio, alasannya karena Setio selalu memberikan apa yang F butuhkan padahal F jarang sekali membantunya, terkadang F membiarkan Setio membelai rambutnya, memegang tangannya karena kalau tidak diizinkan blindismnyajustru tidak terkontrol.
98
Namun akhirnya Setio memutuskan hubungan ini karena ia merasa tidak mampu menjadi hero bagi F, justru ia dibawah kendali F dan ketika mereka bersama F lebih banyak menghindar karena ia sering ditanya" Koq mau pacaran sama orang buta?".
I
Penyebab Ketunanetraan Suhu Panas Badan vang tinggi
I rlHub.Dengan Keluarga Cukuo Baik
I Pubertas :
I I
s(!tlQ.
. I Hub.Dengan Susial
I I
I
I
I Perkembangan I Psiko[ogis
j Perkembangau seksual
-
v Perkemb.sek Sekunder Suara Struk1ur badan Kum is jenggot
+
Kurang Baik
I
I
,.
v Perkemb.sek Primer Mimpi basah
Hub.Dengan Seko[ah Culom Baik
•
- Tanggungjawab - Mampu
12 Tahun
menyesuaikan diri yang tinggi dengan lingkungan
I
IUsaha I cara I I. mencari informasi
Motivasi I. Sentuhan dari te1nan2. suara temannya 3. kesamaan 2. mengenal kebiasaan !+---.. 4. ganjaran yang dilakukan ' . menyatukan tujuan .)
l Kesulitan : I. ketidakmampuan meyakinkan .
I
~
Hu bu ngan Interpersonal
Indera yang digunakan
lj
I. Pendengaran 2. Peradaban .) ' . Penciuman
+
Hambatannya tidak dapat mengena[ secara utuh pasangannya, Kesulitan untuk menebak ekspresi emosional secara tepa, Adanya hambatan dalam penerimaan sosial
pasangam1ya untuk percaya diri 2. tidak mampu meqjadi hero bagi pasangaru1ya 3. 1nerasa diba\vah kendali
'°
100
4.3. Pcrbandingan Lintas Kasus Setelah dilakukan analisis terhadap tiap kasus, yang akan dilakukan selanjutnya adalah adalah anal is.is banding lintas kasus yang digambarkan dalam alur tabel yang berfungsi untuk membandingkan kasus satu dengan yang lainnya guna mengetahui sejauhmana kesamaan, perbedaan, saling melengkapi, dan kontradiksi diantara kasus tersebut.
Tabcl 4.3 Pcrbandingan lintas kasus lndikator
No
I.
Riki
Luki
Setio
Penyebab Ketunanetraan - Intern ( faktor sejak lahir)
./
./ ./
- Ekstern
2.
Rama
./
Hubungan dengan keluarga - Baik
./
./
./
·./
./
./
- Kurang Baik
3.
Hubungan dengan lingkungan social - Baik
./
- Kurang Baik
4.
./
1-Iubungan dengan sekolah -Baik
./
./
./ ./
- Kurang Baik
5.
--
Faktor-faktor terciptanya hubungan interpersonal - Gaitjaran
./
./
./
./
- Kesamaan
./
./
./
./
- Suara
./
./
./
./
./
./
- Menutupi kekurangan
101
- Sentuhan
7.
---
./
./ ./
./
./
./
- Berkenalan
./
./
./
./
- Mencari informasi dari teman awas
./
./
./
./
- Bersentuhan
./
./
./
./
- Mencari informasi via telepon
./
./
./
./
- Berbicara langsung
./
./
./
- Penolakan orang tua awas
./
./
- Penolakan lingkungan social
./
./
./
./
- Penerimaan lingkungan sekolah
./
./
./
./
;
./
- Kedekatan - Perkembangan scksual
6.
.,,----
Cara atau usaha
Kesu Iitan-kesu Iitan
- Takut dibohongi
v
./
- Tidak memiliki kepercayaan diri yang tinggi - Tidak mampu menjadi hero bagi pasangannya - Merasa di bawah kendali pasangannya
./
./
- Takut salah panggil
./
- Kctidakmampuan dalam menebak ekspresi emosional pasangan - Sulit untuk didekati
./ ./
Dari tabel ini dapat disimpulkan bahwa dua subjek mengalami tunanetra sejak lahir atau faktor intern dan dua subjek lainnya mengalami tunanctra diakibatkan faktor ekstern. Keempat subjek mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga mereka namun untuk dua subjek mempunyai hubungan dengan lingkungan social yang kurang baik walaupun itu adalah masa lalu mereka. Untuk hubungan mereka dengan sekolah tiga subjek memiliki hubungan yang baik dan sehat baik dengan teman-
102
temannya, guru-gurunya, sedangkan satu subjek masih merasa belum diterima oleh lingkungan sekolah walaupun sepertinya lingkungan sekolah telah menerimanya.
Dalam hubungan interpersonal, mereka mempunyai ciri masing-masing untuk menjalani hubungan itu. Faktor ganjaran adalah faktor utama mereka untuk dapat menjalin hubungan interpersonal dengan lawan jenis yang awas, kesamaan baik dalam sifat, hobi itupun rncnjadi faktor utama. Faktor suarapun rnenjadi factor terbinanya hubungan interpersonal narnun disetiap subjek intensitas suara itu berbeda-beda. Untuk subjek pe1tama, baginya suara rnernang rnenjadi factor namun itu tidak menjadi tuntutan untuk menjalin hubungan sedangkan ketiga subjek lainnya rnenyatakan bahwa suara adalah bagian penting untuk rnenjalin hubungan karena dari suara itu rnereka dapal rnenilai lawan jenisnya secara fisik. Disaat rnereka rnendengar suara yang lernbut rnenurut rnereka rnaka rnereka rnernbayangkan bahwa secara fisik wanita itu berbadan tinggi, bcrarnbut panjang, berkulit putih, selain dari suara merekapun rnempunyai cara untuk rnengetahui fisik lawan jenisnya itu dengan bertanya dengan teman awasnya dan mencoba mencari jalan dengan berpura-pura menabrak, bersalaman, dan rnencoba untuk menyentuh tangan rnereka dengan waktu yang cukup lama. Yang rnenarik lainnya adalah dari suara itu mereka merasakan gairah seksual yang rneningkat sehingga tirnbul keinginan untuk dapat selalu bersama lawan jenisnya itu seperti menciumnya, memeluknya, memegang erat tangannya sehingga remaja tunanetra ini merasakan kehangatan.
103
Dalarn usaha atau cara rnereka untuk rnenjalin hubungan de.ngan lawanjenis yang awas, rnereka rnencoba untuk berkenalan, dalarn proses ini rernaja tunanetra tidaklah sendiri untuk rnelakukannya, ia rnasih mernbutuhkan ternan awasnya untuk dapat rnernbantunya dalarn perkenalan itu, tahap selanjutnya adalah rnereka rnencari inforrnasi dari teman awasnya untuk rnenanyakan bagairnana wajah, postur tubuh, sikap, sifat.
Untuk rnengenal sernua itu rnereka rnempunyai cara dengan bertanya pada temanternan awasnya, berpura-pura menabrak lawan jenisnya sehungga ia dapat menyentuhnya dan mengetahui lawan jenisnya secara fisik, selain cara itu mereka mencoba bersalaman dan memegang tangan lawan jenisnya dalarn waktu yang lama. Keernpat subjek ini melakukan pendekatan via telpon terlebih dahulu, ketika ia rnendapatkan respon yang baik mereka rnencoba untuk bertatap rnuka dengan intensitas yang cukup sering sehingga terjadi keakraban.
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi mereka pada awal akan rnenjalani hubungan interpersonal itu adalah rnereka rnasih rnembutuhkan orang lain untuk mengawalinya, kurang adanya kemandirian dalam diri mereka, selain itu penolakan dari pihak awas terutama pihak keluarga awas. Meskipun dalam penelitian ini rnereka mengatakan bahwa mereka merasa diterima bahkan didukung untuk rnampu menjalin hubungan dengan lawan jenis yang awas namun pada kenyataannya mereka rnerasa ditolak setelah mereka menjalani hubungan itu. Sernua itu karena telah terbentuknya persepsi
104
dalarn diri mereka bahwa mereka akan mendapatkan penolakanjika mereka menjalin hubungan dengan orang awas. Satu dari subjek dalam penelitian ini mengalami penolakan dari orang tua awas dimana penolakan yang ia dapatkan sangat menyakitkan sehingga hubungan itu tidak mampu untuk dilanjutkan. Secara keseluruhan keempat subjek merasakan kekhawatiran dan ketakutan untuk dibohongi, adanya ketakutan dalam memanggil pasangannya, ketidakmampuan menjadi hero bagi pasangannya dan ketidakmampuan untuk menebak kemauan dan ekspresi dari pasangannya.
Kempat subjek tersebut mengalami kesulitan yang sama. Pada satu subjek yaitu pada kasus luki, ia mempersepsikan bahwa lingkungan social awas belum dapat menerima keadaannya sehingga dalam menjalin hubungan ia lebih memilih sembunyi-sembunyi danjika hubungan itu diketahui maka ia lebih memilih untuk berpisah daripada ia mendapatkan cercaan dari pihak sosial awas.
Nanrnn untuk kasus rama dan Setio, mereka melihat terlebih dahulu dirnana mereka menjalin hubungan tersebut. Jika mereka rnenjalaninya di sekolah mereka akan merasa aman namun mereka tetap menyembunyikan hubungan itu dari lingkungan luar sekolah yang mereka kenal.
105
Untuk kasus Riki, pada awalnya ia tidak menyembunyikan hubungan tersebut namun ketika hubungan itu diketahui oleh orang tua pasangannya Riki lebih memilih untuk memutuskan hubungan tersebut walau begitu Riki mencoba berkomunikasi dengan cara sembunyi-sembunyi.
Dari keempat subjek tersebut, dalam mengatasi kesulitan mereka cenderung sama. Mereka masih membutuhkan teman awas untuk berkenalan dengan lawan jenis yang mereka sukai, mencari informasi dari teman-temannya. Untuk menghadapi kesulitan scpcrti pcnolakan sosial terhadap hubungan an tar pribadi yang mereka jalin adalah keempat subjek ini memilih untuk menghindar, melarikan diri dari hubungan itu. Walaupun sejak awal mereka menjalin hubungan itu secara sembunyi-sembunyi karena mereka telah mempersepsikan bahwajika mereka menjalin hubungan yang lebih intim dengan lawan jenisnya maka mereka akan mendapatkan penolakan dari social mereka namun mereka telah mempersiapkan diri jika hubungan itu diketahui oleh masyarakat social umumnya dan selain melarikan diri merekapun berusaha untuk mencari jalan dengan cara tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan bersama atau mereka lebih memilih untuk benar-benar memutuskan hubungan itu.
Dari hasil yang didapatkan dapat dianalisis bahwa ada scdikit pcrbcdaan antara rcmaja awal dan rcmaja akhir yang mengalami tunanetra cir.lam menjalin hubungan interpersonal dengan lawan jenis yang awas. Perbedaannya adalah bagi remaja
106
tunanetra yang berada pada fase remaja awal, tujuan mereka menjalin hubungan interpersonal dengan lawan jenis yang awas adalah dapat tersalurkannya hasrat seksual mereka karena adanya perkembangan fisik teutama perkembangan seksual, menilai hubungan itu sebagai sesuatu yang menyenangkan, sdangkan untuk remaja tunanetra yang berada pada fase remaja kahir mereka menilai hubungan interpersonal dengan lawan jenis a was adalah selain karena adanya perkembangan seksual tetapi adanya kebutuhan psikologis untuk sating berbagi, bercerita, bertukar pikiran dan adanya orientasi masa depan.
BABS I<:ESIMPULAN DISKUSI DAN SARAN Bagian ini merupakan bagian akhir dari sistematika penelitian. Pada bagian bab ini selain memuat kesimpulan dan saran juga membahas mengenai diskusi antara hasil analisis data yang ditulis dalam bab 4 serta teori-teori yang dijelaskan dalam bab 2. dalam kesimpulan dimuat uraian tentang pernyataan singkat, padat tentang hasil penelitian sebagai jawaban atas tujuan dan masalah penelitian yang dirumuskan sebelumnya. Sedangkan dalam saran memuat tentang pandangan dan pernyataan objektif untuk pihak-pihak terkait atau untuk kepentingan penelitian lebih Ianjut.
5.1. KESIMPULAN 5.1.1. Dari has ii yang didapatkan bahwa hubungan interpersonal lawan jenis remaja tunanetra dengan la wan jenis awas cukup baik walaupun dalam kehidupan remaja tunanetra bayak mengalami hambatan dalam perkembangan sosial dan emosi. Dari hasil wawancara mereka mampu menjalin hubungan tersebut walaupun dalam waktu yang relatif singkat. Waiau begitu mereka mempunyai kebanggaan terhadap diri mereka sendiri bahwa mereka sama dengan orang lain, dan kepercayaan mereka lebih tinggi dan berkurangnya rasa rendah diri mereka. Namun hal tersebutpun akan berubahjika mereka mendapatkan penolakan dari pihak sosial mereka lebih memilih melarikan diri dari
108
hubungan tersebut daripada mereka harus menerima cemoohan dari sosial walaupun begitu mereka tetap menyikapi itu semua dengan cukup baik.
5.1.2. Faktor yang mempengaruhi ketertarikan remaja tunanetra dan keinginan untuk menjalin hubungan. Dal am wawancara yang dilakukan beberapa kali pertemuan didapatkan informasi bahwa ketertarikan remaja tunanetra pada lawan jenisnya yang awas dipengaruhi atau dimotivasi oleh daya tarik fisik yang dinilai berbeda dengan rem~ja
awas. Mereka menilai segi fisik dari suara lawan jenis mereka, dari
suara mereka dapat membayangkan postur tubuh yang dimiliki oleh lawan jenisnya itu, selain suara mereka menilai fisik dengan bertanya dengan teman awas dan mencoba cari jalan lain seperti berpura-pura menabrak pasangannya itu, bersalaman, bersentuhan dan itu semua dapat membangkitkan gairah seksual mereka sehingga ada keinginan untuk memeluk dan dari memeluk itu ia mampu mengetahui kurus atau gemukkah lawanjenisnya itu, dengan menggandengnya ia mampu mengetahui seberapa tinggi atau seberapa pendek la wan jenisnya itu dan dengan membelai rambutnya maka ia mengetahui panjang atau pendekkah ram but la wan jenisnya itu. Kompetensi juga cukup berperan dalam menjalin hubungan interpersonal antara remaja tunanetra dengan remaja awas, selain itu kesamaan dan kedekatanpun sangan mempengaruhi terciptanya hubungan interpersonal tersebut.
' 109
5, 1.3. Usaha atau cara yang dilakukan remaja tunanetra saat ia tertarik dengan lawan jcnisnya yang awas dan kcinginan untuk menjalin hubungan dengan awas.
Dari hasil wawancara yang dilaksanakan, penulis mengungkap tentang cara atau usaha remaja tunanetra untuk mampu melakukan hubungan interpersonal dengan lawan jenisnya yang awas.
Didapatkan kesimpulan dari wawancara itu adalah Dalam usaha atau cara mereka untuk menjalin hubungan dengan lawanjenis yang awas, mereka mencoba untuk berkenalan, dalam proses ini remaja tunanetra tidaklah sendiri untuk melakukannya, ia masih membutuhkan teman awasnya untuk dapat membantunya dalam perkenalan itu, tahap selanjutnya adalah mereka mencari informasi dari teman awasnya untuk menanyakan bagaimana wajah, postur tubuh, sikap, sifat. Untuk mengenal semua itu mereka mempunyai cara yaitu dengan cara bertanya dengan teman awasnya, berpura-pura menabrak Jawan jenisnya sehingga ia dapat menyentuhnya dan mengetahui lawanjenisnya secara fisik, cara lainnya adalah bersalaman bahkan mereka mencoba untuk menyentuh tangan Jawan jenisnya dalam waktu yang Jama. Keempat subjek ini melakukan pendekatan via telpon terlebih dahulu, ketika ia mendapatkan respon yang baik merekapun mencoba untuk bertatap muka dengan intensitas yang Jebih sering sehingga te1jadi keakraban.
110
5.1.4. kesulitan-kesulitan yang dihadapi remaja tunanaetra saat ia menjalani hubungan clengan lawan jenisnya yang awas.
Basil wawancara mendapatkan informasi tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapi remaja tunanetra saat menjalin hubungan dengan lawan jenisnya yang awas adalah kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lawan jenisnya, ketidakmampuan untuk menerka ekspresi baik dari stimulus atau respon yang bersifat emosional, banyaknya hambatan dalam lingkungan social seperti penolakan clalam masyarakat tentang hubungan mereka terutama dari pihak keluarga yang awas. Masih adanya karakteristik tunanetra seperti perasaan rendah diri, dan perasaan takut ditolak yang berlebihan.
Dalam mengatasi kesulitan tersebut keempat subjek cenderung melakukan hal yang sama. Mereka masih mencari teman untuk dapat membantunya berkenalan. Begitupun dalam menghadapi kesulitan seperti penolakan sosial terhadap hubungan tersebut. Keempat subjek tersebut memilih untuk menghindar, me mil ih untuk melarikan diri dari hubungan terse but.
Mereka mengambil tindakan tersebut karena sejak awal mereka menjalin hubungan sudah dengan cara sembunyi-sembunyi. Ketika mereka mendapatkan pcnolakan secara langsung mereka telah mempersiapkan diri untuk memutuskan hubungan tersebut dan mencari jalan untuk menjalin
111
hubungan itu secara sembunyi-sembunyi dengan memberikan pengertian kepada sosial bahwa rnereka tidak lagi menjalin hubungan dengan rnenunjukan tidak lagi jalan bersama atau tidak lagi rnelakukan kegiatankegiatan yang bersifat bersarna-sama atau mereka sarna sekali tidak rnenjalani hubungan itu.
5.2. DISKUSI Dari penelitian telah dipcrolch basil bahwa remaja tunanetrapun bisa mcnjalani hubungan dengan lawan jenis yang awas meskipun faktor-faktornya sedikit berbeda dengan rernaja awas lainnya. Sepcrti dalam teori bahwa awal dari ketertarikan seseorang untuk menjalin hubungan secara interpersonal adalah adanya daya tarik fisik yang biasa disebut "cantik/tampan dan tidak cantik/tidak tampan yaitu mereka melihat dari wajah sesorang yang mana rnereka mampu menilai sikap seseorang tersebut. Sedangkan dalam proses hubungan interpersonal pada remaja tunanetra mereka rnenilai daya tarik fisik dengan suara dan wewangian yang digunakan dan lain sebagainya karena keterbatasan mereka dalam menggunakan indera selain itu remaja tunanetrapun mcni lai seseorang atau lawan jenisnya yang awas adalah dari seringnya la wan jenisnya itu menolongnya, sering memberikan bantuan sama halnya dengan teori yang dikemukakan bahwa seseorang yang sering memberikan bantuan atau ganjaran rnaka ia dinilai baik dan mudah disukai oleh yang lainnya selain itu remaja tunanetrapun merasa tertarik dengan lawan jenisnya karena mereka memiliki
112
kesamaan sifat, hobi dan lain sebagainya namun bagaimanapun ketertarikkan mereka dengan lawan jenis yang awas lebih pada bantuan dari lawan jenis awas dan ketertarikkan fisik. Seperti dalam teori Coleman & Hammen (1974) hubungan interpersonal sebagai suatu interaksi dagang yaitu kecenderungan untuk memilih teman yang dapat memberikan ganjaran yang sebanyak-banyaknya.
Usaha merekapun dalam menjalin hubungan dengan lawan jenis awas hanya menggunakan tiga indera untuk dapat menjalani hubungan itu meskipun cara yang digunakannya adalah sama dengan remaja awas lainnya melalui tahap-tahap dari perkenalan sampai pada keterbukaan antara keduanya. Dalam menjalin hubungan, mereka atau remaja tunanetrapun melihat kecocokan antara keduanya. Namun kelemahan mereka pada ketidakmampuan menerka respon dan stimulus emosional dari lawan jenis yang awas sehingga ketika mereka mendapatkan sehingga terkadang hubungan itu tidak terjalin dengan baik karena sering terjadinya kesalahpahaman antara keduanya. Sama halnya dengan teori diatas bahwa jika seseorang melihat ketidak harmonisan antara keduanya dan tidak memiliki kesamaan maka meerka lebih memiliih mundur.
Kesulitan yang dialami remaja tunanetra sedikit lebih sulit karena mereka mengalami hambatan social dan emosi dalam perkembangannya. Sehingga banyak hal-hal yang mereka harus pelajari teutama bagi remaja yang masa kecilnya mengalami deprivasi emosi yang mendalam sehingga mereka kehilangan masa remaja karena kurang
113
percaya dirinya mereka dan perasaan takut yang berlebihan. Namun bagi remaja tunanetra yang sudah menerima dirinya apa adanya mereka lebih mampu untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis yang awas waiaupun masih ada kesulitan yang masih belum mereka mampu untuk hadapi yaitu kesulitan dalam penerimaan lingkungan tentang hubungan yang dijalin dengan lawanjenis awas. Selain itu mereka masih membutuhkan orang lain untuk melakukan interaksi awal dengan la wan jenis yang ia sukai terutama yang awas, scperti dalam teori katakan bahwa salah satu karakteristik remaja tunanetra adalah bergantung kepada orang lain (W.D. Wall, 1993) begitu juga dalam penelitian Indah Intantila (2002) bahwa remaja tunanetra amsih membutuhkan teman untuk menjalin hubungan denagn teman awas dilingkungan baru walaupun telah diberikan informasi atau cam berinteraksi.
5.3. SARAN Dal am penelitian ini ada beberapa ha! yang bermanfaat untuk peneliti dan juga bermanfaat bagi yang ingin melakukan penelitian yang serupa, selain itupun rnasih banyak kekurangan clan kelemahan dalam penelitian ini maka dari itu peneliti menyarankan kepada orang tua, pendidik dan lembaga-lembaga yang berada dalam bidang ketunanetraan untuk tetap menjaga, membentuk dan membina serta mengarahkan pada hal-hal positifpada saat mereka mengalami perubahan pada masa remaja terutam pada perkembangan seksual, sosial dan emosi. Selain itu kepada
114
siapapun yang berrninat untuk rneneliti hal yang sarna atau hal yang berkaitan dengan judul penelitian ini rnaka disarankan: 5.3.1) Diharapkan bagi peneliti untuk mengambil responden dengan duajenis kelarnin. 5.3.2) Diharapkan peneliti mencoba menggali lebih mendalam dengan melihat perbedaan baik faktor, usaha dan serupa malrn peneliti menyarankan untuk meneliti lebih 111endala111 clengan melihat perbedaan faktor, cara, clan kesulitan yang clialami oleh remaja normal clan dengan remaja yang tunanetra serta cara mengatasinya.
DAFTAR PUSTAKA Anastasia, W. Widjajantin, Imanuel Hitipeuw. Ortopedagogik Tunanetra I, Depciikbud: Jakarta
Atkinson, Atkinson. (1996). Introduction To Psychology. Pengantar Psikologi, Agus Darma, 1996.Jakarta. Erlangga
Cliffort, T Morgan. (1986). lntroduclion To Psychology, Mc Graw Hill: Singapore
-----~-------,
(1995). Buku Pulih Rehabililasi Cacal Neira. Depsos: Jakarta
David, 0. Sears. Freedman, dan L. Jonanthan, dan anne, I. (1985). Psikologi Sosial, Edisi kelima, jilid 2, Alih Bahasa Michael Adriyanto, Jakaiia: Erlangga
E. Kristi, Peorwandari. (1998). Pendekatan Kualitatif Dalam penelitian Psikologis. Jaka1ia: LPSP3
Elizabeth, Hurlock. B. (2000). Psikologi Perkembangan: Suatu pendekatan Sejarah Rentang kehidupan. Jakaiia: Erlangga
Jalaluddin, Rakhmat. (2000). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
-----------------------. (2000). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
J.P Chaplin, (1999), kamus Lengkap Psikologi, Penterjemah Ka!iini kaiiono, Raja Grafindo Persada: J akaiia
Moeloeng, Lexy. (1997). Pendekatan Kualitatif Dalam penelitian Psikologis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
/(6
Pradopo, Ts. Soekini. (1977). Pendidikan Anak Tunanetra. Jakarta: Depdikbud
Robert,K Yin, (2000), Studi Kasus: Desain dan metode, Jakarta, Grafindo Persada.
Ronald, B. Adler, George, Rodman. (1990). Understanding Human Communication. Canada: New York
Reardon, K. K, (1987). Interpersonal Communication: Where Minds Meet, California: Wadsworth, Inc
Roni Harre, Roger Lamb. (1996). Ensiklopedi Psikologi, Danuyasa Asihwadji, Jakarta. Arcan
Soemantri, H.T, Sutjihati. (1995). Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta: Depdikbud
Sarlito, W. Smwono. (1990). Psikologi Sosial: Jndividu dan Sosia/. Jakarta: Balai Pustaka. Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, (1995), KBBI: kamus besar bahasa Indonesia, Depdikbud
W.D. Wall. (1993). Pendidikan Konstruktif Bagi kelompok Khusus: Anak-anak Cacal dan yang menyimpang. Jakarta: Balai Pustaka.
SKRIPSI Enita, R. (1991), Hubungan Antara Peran Lawan Jenis Kelamin Dengan Kemampuan Interpersonal pada para Siswi lulusan Co-Edukasi dan SMA non Co- Edukasi di Jakarta. Skripsi, Fakultas Psikologi UI Depok.
Rena Latifa, (2004). Hubungan Antara "Kecanduan" Berkomunikasi Melalui Internet Dengan Hubungan Interpersonal. Skripsi Fakultas Psikologi U IN Jakarta.
lndah lntantila, (2002). Pengaruh Pemberian layanan informasi Terhadap Keadaan Emosi Remaja Tunanetra Ketika Menjalin hubungan Dengan Teman Awas Dilingkungan baru. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan, UNJ.
Muhammad Aveccina, (2000). Peranan Mimpi Dalam Pengambilan Keputusan, Skripsi, fakultas Psikologi, UIN Jakarta
FAKULTAS PSIKOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Assalamualaikum. Wr.Wb.
Salam sejahtera kami bagi kita semua semoga kita berada dalam lindungan Allah SWf. teriring pula salam dan shalawat kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Dalam rangka menyelesaikan pendidikan di fakoltas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saya sebagai peneliti bermaksud mengadakan penelitian mengenai hubungan interpersonal pada remaja tunanetra.
Oleh karena itu saya mengharapkan kesediaan anda untuk dimintai keterangan dan kesediaannya untuk diwawancarai serta sebagai responden penelitian ini.
Atas kesediaannya dan bantuannya saya mengucapkan banyak terimakasih.
' Semoga Allah SWf selalu melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua. Amien
Wassalam
Jakarta,
2004
Peneliti
Eri Murniasih 0071020103
PEDOMAN WAWANCARA Data pribadi
1. Siapa nama anda? 2. Berapakah usia anda? 3. Anak keberapakah anda? 4. Berapakah saudara yang anda miliki da\am keluarga? 5. Dike\uarga anda, selain anda adakah yang mengalami tunanetra? 6. Sejak kapan anda mengetahui ketunanetraan anda? 7. Apa yang anda rasakan setelah anda mengetahui keadaan anda itu? 8. Bagaimana sikap anda setelah anda mengetahui kebutaan anda?
Hubungan dengan keluarga
9. Bagaimana hubungan anda dengan keluarga anda? 10. Dari beberapa saudara anda, adakah sa\ah satu darinya yang dekat dehgan anda? 11. Jika ada, siapa? Dan usianya berapa? 12. Bagaimana anda bisa mengatakan kalau anda dekat dengan ia? 13. Hal apa saja yang se\alu anda ceritakan dengannya? 14.Apakah keluarga anda menerima anda apa adanya?
Hubungan dengan lingkungan sosial
15. Apakah and a mengetahui seberapa banyak orang lain atau tetangga disekitar kamu? 16.Apakah anda sering bergaul dengan mereka? 17.Apakah anda memiliki teman akrab dari lingkungan anda tersebut? 18. Jika ya, berapa orang? Bera pa usianya? Jika tidak, kenapa? 19.Apakah teman anda itu mengalami tunanetra juga? 20.Apakah anda mempunyai teman dekat yang awas?
21.Jika ya, berapa orang? Berapa usianya? Laki-laki atau perempuan? Jika tidak, kenapa? 22. Hal apa saja yang membuat anda mersa dekat dengannya? 23.Apakah anda merasa diterima oleh lingkungan anda? 24.Apakah anda pernah mendapatkan perilaku yang tidak baik ari mereka? 25.Atau mereka lebih sering membantu anda? 26.Jika anda berada dalam lingkungan awas apa yang anda rasakan?
Hubungan dengan sekolah 27. Dimanakah anda sekolah? Kelas berapa? 28. Sebelum anda sekolah disini, dimana saja anda bersekolah? 29. Sejak kapan anda mulai memasuki sekolah umum ini? 30.Apa yang anda rasakan saat awal anda masuk sekolah umum ini? 31. Apakah and a merasa diterima disekolah ini? 32. Bagaimana sikap teman-teman disekolah kepada anda? 33.Apakah anda memiliki banyak teman disekolah ini? 34.Apakah anda mempunyai teman dekat disekolah ini? 35. Jika ya, berapa orang? Berapa usianya? Laki-laki atau perempuan? Sekelas atau lain kelas? 36. Seringnya and a berada dilingkungan awas, adakah perbedaan saat anda berteman dengan teman awas dan dengan teman tunanetra?
Hubungan interpersonal 37. Sudahkah and a mengalami mimpi basah/menstruasi? 38. Saat usia berapa? 39.Apa yang anda rasakan setelah anda mengalami mimpi basah? 40.Adakah perubahan-perubahan dalam diri anda setelah anda mengalami mimpi basah?
41. Jika ya, perubahan-perubahan apa yang anda rasakan? 42. Dalam perubahan fisik, apa saja yang anda ketahui? 43. Dalam perubahan psikologis, apa saja yang anda ketahui? 44.Apakah dalam bergaul, anda merasakan perubahan? 45.Jika ya, perubahan apa yang anda rasakan? 46.Adakah perubahan dalam bergaul dengan lawan jenis anda? 47. Jika ya, perubahan yang bagaimana yang anda rasakan? 48. Setelah anda merasakan perubahan-perubahan itu, hal apa yang and a Jakukan? 49. Pernahkah anda tertarik dengan orang iain atau dengan lawan jenis and a? 50.Apa yang anda rasakan saat anda tertarik dengannya? 51.Apakah ketertarikan anda dengan sesama tunanetra atau dengan lawan jenis yang awas? 52. Faktor apa saja yang membuat anda tertarik dengan lawan jenis yang awas? 53. Bagaimana anda mengetahui bahwa orang itu adalah seseorang yang anda sukai? 54. Cara apa yang anda gunakan untuk mencirikannya? 55. Cara atau usaha apa yang anda Jakukan untuk dapat mengungkapkannya dan dapat menjalin hubungan dengannya? 56.Apakah anda pernah menghindar? 57. Saat and a menjalani hubungan dengannya adakah kesulitan yang anda rasakan? 58. Biasanya, kesulitan apa saja yang anda alami? 59. Bagaimana anda menyikapi kesulitan itu? 60. Kesulitan-kesulitan apa saja yang mudah anda atasi? 61. Kesulitan-kesulitan apa saja yang menurut anda masih sulit untuk diatasi?
62. Menu rut anda, adakah perbedaan antara anda menjalin hubungan dengan sesama tunanetra dan dengan lawan jenis awas? 63. Dalam usaha atau cara untuk mampu menjalin hubungan, adakah perbedaan usaha antara usaha dengan sesama tunanetra dan dengan yang awas? 64. Menurut anda, manakah yang anda lebih senangi antara menjalin hubungan dengan lawan jenis sesama tunanetra dan dengan yang awas? 65. Dengan modal tiga indera yang anda miliki, bagaimana proses anda mengetahui dan mengenal lawan jenis anda yang awas? 66. Dengan tiga indera yang anda gunakan, bagaiman anda mampu menjaga hubungan tersebut?
PERNYA T AAN KESEDIAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa saya: Nam a TTL Alam at Tip Status
Bersedia untuk diwawancarai dan memberikan keterangan sebenar-benarnya untuk keperluan pembuatan skripsi dengan judul "hubungan interpersonal pada remaja tunanetra" yang disusun oleh Eri Murniasih (mahasiswa fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta).
Adapun data pribadi saya dan hasil wawancara merupakan rahasia dan semata-mata untuk keperluan skripsi. Apabila ditemukan data yang masih kurang lengkap saya bersedia untuk diwawancarai kembali.
Wassalam
Jakarta,Juni2004
Interviewee
Interviewer
Nama Lengkap
Eri Murniasih
LEMBAR OBSERVASI Nama subjek
Jam
Wawancara ke
Tempat
Tanggal
Cacatan lapangan 1) Keadaan tempat wawancara, cuaca dan kehadiran pihak lain disekitar tempat wawancara:
2) Gambaran fisik dan penampilan subjek:
'''3) 'Ringkasan awal dan akhir wawancara (yang tidak terekam):
4) Ringkasan sikap subjek selama jalannya wawancara:
5) Gangguan dan hambatan dalam wawancara:
"
· · El) Catatan khusus selama wawancara:
DEPARTEMEN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS PSIKOLOGI JI, l
0 i-.1'.,_)JJ\Cir·
: F.PotiOT.OJ.7,:Z't'(V 20Cll
Li1u 1p
i I.ii
J.:..l~F1,1(lrl Ylh. K0p1tl.1 SA''-'h1ll Sl\JA(,,:, l.ik.irl <1
f"·.),1111,1
·rc1.r1r'<1t 'Tn 1l[~gill l.nl li r
: .11. H. tvhd1t,ff Nc1..ciiJ f'(t. 001/0J Nn. ,10
. \l.1111.JI
~;;f'".'JHl(',,ltl l:\~1)ok
Ad,dah bcn;1r11uh.mswd f·,1k11ll.1' T'oiknk•t',i U!N SyariJ H1dayalullnh l.1karia ;:-x~·1t1t··~i er
f"-in111l-:ir Pt)kcik
: VJll ( Dc:J
T,1J 11rn i\J;,1
: 2003/2001
I)rotv·1n.1
:
.~;11-.Ji i.l
l
(~)- J)
:;.:11uln.111g1n1 dc•.llf!,;U1 tugt1s pcnyel(·snl;_lll sl.~ri1.is1 yang bt'J.iu_(lttl: '' [--i(-'\t>l·ci;,cxu.11 1 1Hl 1 l
1r1i.·1r1('J'lttki1J·1 .iz.in J)l::ru::·lilii11t cli .lE..1rtl1agu :v,1r1F, l.·~df)dlz/lbu/S;iUdiU'•l pi.tnr1b1 .. <~Hel1 ·kare1111 itu k.. 1irti t11ohoit J.:1.:~)1.'cli,·1.111 B.11)ak/lbtt_/&nt1c.i11ra u1 t( tlk u J(~J"'l('JiI ri,l J n;ll trl::ii:~·.v, 1 ! (.:.•.t-:,t•l,ut- tl.111 t:r tC:l.l tbc•J ik(Ul ban{ U<"HlI l)"il. [\•.111iJ,jdll dl'rl!:>
kd111.i. tk::n11k.1u1 ·tori.rrlil
l)(.1
tJ1,11.i,·U"l
(J,1r1
b
i)ap.tk./Jliu/~i...ltH:fi.1I'tl
k.a:..il1~
\·V11M.,d.l1u11ut.J!aik11111 VVr. \.\11;. :\.r1. [)eJ:;::,111 P>..?11~b11t1l11
Tc111ln1~i"u1:
[>ck. Ht
DEPARTEMEN AGAJ\tIA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULT .AH JAKARTA FAKULTAS PSIKOLOGI ~
JI. l
Jaknrtn Sclntan 15419 Tclp. 7433060 Fax. 7433060
: l:.r's1 \iT.iJJ.': ;;lye\· _'.\;,; 1
Lnn. q) f-[,1 I _1,;,,,?p.id
: J·:i·i h!11rni,1:.,ii1
f'l.Jll\11
r1:·i.1·11·,,11 ·r.111g:. ~,1J
Ldl 1i 1·
,\J,nr,,11
:\dril. 1h bl!J),j !'
!Y~ 1J·1d'.·i :.\\' d
27 J\!.J!'l·'J l_i.),l~"-j 1 : ii. !I. l\hd1L11·!,J1·•- jr.t]-.'!.if\Jj:()!
: ril:>~J ("IJ",
r.-. !LI tl 1rlS
rr~.i k.(1! (li.•,i
f'-)e,-., .. jl,)
I. !j j\.} ~-~\'. H'i f· I I idnv.: I ll u.1l1
f .Jk,\rl •I :::~,:·1 n1..~·s l L' 1 ·
: \-j r1
0Io1.11l:1· Pokx_,Jz
: 007\02.P.J d.::,
·r11J1u11
/V<...it(k:111lk
F'1·c•f,f"ilJ.l)
( l)v1.tlf ldl ti
: ~'.00:'.;:~0()-1 : '.:_;!TaL~ I{~·;_ l)
~:~.~1-Tubu11g.:i11 dc·11g,ul ti.1;-~,·-'s l)•.~·ll_\.F:les.iL111 skrir1sl ~rdlli._1, 1.ie1:it1d.ttl: F\~c!,1 F:_(-·n·i,-ijd ·1 u.n.:irk,\ftl •·. 1·n11h11~is>V;l l-i:~L-Sebut rrlE.•11·;c~r1t1k,u1 i2.i1·1 pl~ni;:.. Ut.if1n d.i lc1nl)i1g;1 y.1n0 D111).ik/ll1t1/:~1u(lru·t1 i-1.i.lr1piJ1. ()lel1 k.-11·i::;1,t it·u l::..1n1i 111ol1i_•_n \·:.ct•C·(l1.1,'u1 B11}1,1k.,/lbt1/5at1tinr,1
''I-leh;•1\1t.;1..:•_·,:111iJ
LU ll"t1h.
111r.::n:.~.ii11·u1
11·1,1! 1,t•_,i:~"v d I 1_•_1;.(•1.itt I tld11 111c11
[\:~.r11iJ<Jdn ~ll'
1~(-7.111b\ !.&< tl 1;
LX:+~n11 r:,1kl1!L1~.1·~·.1kc·.lc";i;.i
dd.il
il.•(~J ik., 111 b,111!-L1.1; u1y11.
b,rr!l·ti..111 r~,\T),1k/Jl:1 u,/~~ltH:ldl'<-l