HUBUNGAN INTERDEPENDENSI ANTARA VARIAT AKTIVA DAN VARIAT PASIVA Wulandari (
[email protected]) Alumni FE-UGM Muhammad Irfan Nursasmito Universitas Gadjah Mada Hendrian Universitas Terbuka ABSTRACT The independence of the asset and liability composition in Modigliani and Miller (1958) capital structure theory research is implied in much modern financial theory. While, the separation of financing and investing decisions in actual balance sheets of modern corporations do not exhibit independence between the two sides of the balance sheet. The research purposes are to identify relationship between the two sides of the balance sheet and to explain the nature of these relationships using canonical correlation analysis. Samples of the data are the wholesale and retail firms listed In Jakarta Stock Exchange (JSX) for 6 year (2001-2006). Canonical correlation analysis shows that firms match the maturity structure between left and right sides of their balance sheet, non-current assets tend to be financed with non-current liabilities, inventories are used as collateral for current liabilities, non-current assets are used as collateral for non-current liabilities. High risk businesses may try to manage risk by using less leverage on the right side of the balance sheet (high equity) that may enable management to reduce the probability of insolvency. Keywords:
asset composition, canonical correlation, canonical loading, collateral, financing, hedging, insolvency, liability composition, redundancy index.
Pada awal perkembangan teori keuangan, teori struktur modal Modigliani dan Miller (1958) menjadi fokus utama dalam teori keuangan. Proposisi yang ada dalam teori struktur modal Modigliani dan Miller menyatakan tentang independensi antara keputusan investasi dan pendanaan. Keputusan investasi perusahaan dibuat dan dilakukan tanpa memperhatikan keputusan tentang bagaimana investasi tersebut didanai. Apapun sumber dana yang digunakan untuk mendanai investasi yang dilakukan tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sehingga dari proposisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat independensi hubungan antara komponen aktiva terhadap komponen utang perusahaan. Stowe, Watson, dan Robertson (1980) menyatakan bahwa keputusan investasi dan keputusan pendanaan biasanya terjadi secara berkaitan. Dalam neraca, komponen aktiva tidak bisa terlepas dari komponen pasiva. Jenis investasi akan mempengaruhi pencarian jenis pendanaan yang dibutuhkan untuk mendanai investasi tersebut. Dalam kebijakan perusahaan modern saat ini, apa
Wulandari, Hubungan Interdependensi antara Variat Aktiva dan Variat Pasiva
yang dinyatakan oleh Stowe, Watson, dan Robertson (1980) memang realistis dan terjadi dalam keadaan yang sesungguhnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Babu dan Jain (1998) (dalam Siregar, 2006) membuktikan secara empiris bahwa struktur modal berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Manajer dapat mengubah nilai perusahaan melalui struktur modal, pendanaan utang atau ekuitas. Oleh karena itu, teori struktur modal Modigliani dan Miller (1958) menjadi kurang realistis dan kurang mencerminkan keputusan manajer dalam keadaan yang sebenarnya, walaupun masih terdapat kemungkinan teori Modigliani dan Miller tersebut terjadi. Studi interdependensi komponen aktiva dan pasiva membutuhkan analisis secara bersama berbagai rekening aktiva dan pasiva karena rekening-rekening tersebut saling terkait satu sama lain. Penelitian ini menggunakan analisis korelasi kanonikal karena analisis tersebut mampu untuk menguji berbagai variabel dalam dua set variabel. Berbeda dari analisis regresi berganda yang memprediksi suatu variabel dependen berdasarkan berbagai variabel independen, analisis korelasi kanonikal memprediksi satu set variabel berdasarkan satu set variabel lainnya. Korelasi kanonikal berusaha untuk mengidentifikasi struktur yang optimum setiap set variabel yang memaksimumkan korelasi antara suatu set variabel dengan set variabel yang lain. Penelitian ini merupakan bentuk replikasi yang mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini merupakan penelitian atas interdependensi hubungan komponen aktiva dan pasiva perusahaan perdagangan (wholesale and retail) selama enam tahun, yaitu tahun 2001 sampai dengan tahun 2006. Pentingnya interdependensi komponen aktiva dan pasiva untuk keputusan investasi dan pendanaan serta belum adanya penelitian serupa untuk perusahaan dalam industri menjadikan penelitian ini penting untuk dilakukan. Selain itu, penelitian ini juga membuktikan bahwa teori struktur modal Modigliani dan Miller (1958) tidak sesuai dengan keadaan saat ini. Berdasarkan uraian dari beberapa peneliti diatas, dapat dikatakan bahwa masih terdapat perbedaan pandangan antara satu peneliti dengan yang lain mengenai ada tidaknya interdependensi hubungan antara komponen aktiva dan pasiva. Modigliani dan Miller (1958) menyatakan bahwa keputusan investasi dan keputusan pendanaan independen. Sedangkan menurut Stowe, Watson, dan Robertson (1980), Simonson, Miller, dan Watson (1983), Stowe dan Watson (1985), Van Auken, Doran, dan Yoon (1993), dan Siregar (2006) menunjukkan bahwa terdapat interdependensi antarkomponen neraca. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian yang diajukan untuk dijawab dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat interdependensi hubungan antara komponen aktiva dan komponen pasiva dalam struktur modal perusahaan yang berlaku saat ini. Penelitian ini tidak menguji kembali teori independensi keputusan investasi dan keputusan pendanaan Modigliani dan Miller (1958) yang menyatakan bahwa struktur modal tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan ataupun teori yang menyatakan bahwa struktur modal berpengaruh terhadap nilai perusahaan dari penelitian Babu dan Jain tahun 1998 (Siregar, 2006). Penelitian ini dilakukan untuk menguji secara empiris dan menunjukkan adanya interdependensi hubungan komponen aktiva dan komponen pasiva serta menjelaskan hubungan yang terjadi diantara komponen dua sisi neraca tersebut dengan menggunakan analisis korelasi kanonikal. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris hubungan kanonikal antara komponen dua sisi neraca yaitu komponen aktiva dan komponen pasiva dan menjelaskan sifat hubungan kanonikal antara komponen dua sisi neraca tersebut.
21
Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 1, Maret 2008, 20-33
Teori struktur modal Modigliani dan Miller (1958) menyatakan bahwa manajer tidak dapat mengubah nilai perusahaan melalui struktur modal. Teori struktur modal tersebut memunculkan adanya suatu konsep independensi antara keputusan investasi dan pendanaan dengan adanya ketidakterkaitan antara komponen aktiva dengan utang perusahaan. Stowe et al. (1980) menyatakan bahwa jenis investasi akan mempengaruhi pencarian jenis pendanaan yang dibutuhkan untuk mendanai investasi tersebut. Oleh karena itu teori struktur modal Modigliani dan Miller (1958) tersebut kurang realistis karena sesungguhnya manajer dapat mengubah nilai perusahaan melalui struktur modal, melalui pendanaan utang atau ekuitas. Kieso, Weygandt, dan Warfield (2001) menyatakan bahwa analisis investasi dan pendanaan (struktur modal) perusahaan dapat dilakukan baik oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan yaitu dengan menggunakan informasi laporan keuangan. Informasi dalam laporan keuangan dapat dikumpulkan dengan menguji hubungan antara pos-pos laporan keuangan serta mengidentifikasi kecenderungan hubungan antar pos-pos tersebut. Laporan keuangan yang menyediakan informasi mengenai sifat dan jumlah investasi dalam sumber daya perusahaan, kewajiban kepada investor, dan ekuitas pemilik adalah neraca (balance sheet) yang disebut juga sebagai laporan posisi keuangan. Hanafi dan Halim (2005) menyatakan bahwa neraca merupakan potret (snapshot) keadaan keuangan suatu unit usaha pada tanggal tertentu yang menunjukkan jumlah harta yang dimiliki atau investasi (aktiva) dan jumlah kewajiban (pasiva) sebagai sumber pendanaan investasi. Suatu unit usaha biasanya memperoleh sumber pendanaan dari berbagai sumber, seperti: pemilik saham, kreditur (misal bank), supplier (dalam bentuk utang dagang), karyawan (dalam bentuk utang gaji), atau dari pemerintah (utang pajak). Unit usaha umumnya menggunakan pinjaman jangka panjang untuk mendanai investasi atau aset dengan jangka waktu panjang. Struktur aset biasanya akan menentukan struktur utang (baik jangka pendek maupun jangka panjang) perusahaan. Perusahaan yang mempunyai proporsi piutang dan sediaan yang besar akan cenderung menggunakan utang jangka pendek lebih besar dibanding perusahaan-perusahaan lain pada umumnya. Riyanto (2001) menyatakan bahwa pada dasarnya masalah pembelanjaan (financing) adalah menyangkut masalah keseimbangan finansiil di dalam perusahaan. Pembelanjaan berarti mengadakan keseimbangan antara aktiva dengan pasiva dan mencari susunan kualitatif aktiva dan pasiva dengan sebaik-baiknya. Pemilihan susunan kualitatif dari aktiva akan menentukan struktur kekayaan perusahaan yang mencerminkan perbandingan antara aktiva lancar dengan aktiva tetap. Sedangkan pemilihan struktur kualitatif pasiva akan menentukan struktur finansiil yang mencerminkan cara bagaimana aktiva-aktiva perusahaan dibelanjai, dan struktur modal perusahaan yang mencerminkan perimbangan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Perusahaan mendanai aktiva-nya menggunakan sumber dana yang disebut modal sendiri yang jangka waktunya tidak terbatas. Selain itu, perusahaan juga menggunakan dana yang berupa pembelanjaan dengan utang (modal asing) yang sifatnya bekerja sementara di dalam perusahaan yang pada akhirnya perusahaan harus membayar kembali. Modal asing, berupa utang jangka pendek yang jangka waktunya kurang dari satu tahun misalnya sumber dana yang diperoleh dari supplier berupa utang dagang atas pembelian sediaan, dan dapat juga berupa utang jangka panjang dengan jangka waktu lebih dari satu tahun seperti utang obligasi dan utang hipotik yang perolehannya dilakukan dengan menjaminkan aktiva tetap kepada pihak yang memberi utang. Husnan (1997) menyatakan bahwa pada umumnya perusahaan mendanai sediaannya dari utang dagang (kredit dari pemasok) yang merupakan bentuk dari pendanaan spontan. Pendanaan spontan berarti dengan adanya peningkatan atau penurunan kegiatan akan mempengaruhi
22
Wulandari, Hubungan Interdependensi antara Variat Aktiva dan Variat Pasiva
peningkatan atau penurunan sediaan secara langsung dan diikuti oleh perubahan sumber dana secara spontan. Dengan sumber dana ini perusahaan tidak harus membayar secara tunai sediaan yang dibelinya tetapi pembayaran dilakukan setelah jangka waktu tertentu. Husnan dan Pudjiastuti (2002) menyatakan bahwa analisis sumber dana dan penggunaan dana lebih mengarah pada penerapan matching principle dalam pendanaan. Pendekatan hedging yang mendasarkan pada matching principle menyatakan sumber dana hendaknya disesuaikan dengan berapa lama dana tersebut dibutuhkan. Prinsip ini menyatakan bahwa pendanaan jangka panjang (utang jangka panjang atau modal sendiri) seharusnya mendanai aktiva berjangka panjang, sedangkan pendanaan jangka pendek mendanai aktiva berusia pendek. Prinsip ini menekankan pada pertimbangan likuiditas. Pendanaan dengan memanfaatkan piutang dagang untuk memperoleh dana jangka pendek dapat dilakukan dengan menjaminkan piutang kepada kreditur (digunakan sebagai agunan) atau menjual piutang tersebut (factoring) kepada perusahaan anjak piutang atau bank yang akan mengambil alih resiko tagihan piutang seandainya piutang tidak tertagih. Berbagai penelitian terdahulu (yang pernah dilakukan) untuk menguji hubungan interdependensi antara komponen aktiva dan pasiva adalah penelitian Stowe et al. (1980), Simonson et al. (1983), Stowe dan Watson (1985), Van Auken et al. (1993), dan Siregar (2006). Pada dasarnya temuan dari berbagai penelitian tersebut menunjukkan adanya interdependensi hubungan antar komponen neraca (aktiva dan pasiva). Selain itu, sifat-sifat interdependensi hubungan tersebut meliputi: hedging dengan mencocokkan maturitas aktiva dan utang, pendanaan aktiva melalui utang, penggunaan aktiva sebagai kolateral utang, serta tidak menggunakan terlalu banyak leverage keuangan untuk menghindari kemungkinan terjadinya insolvensi. Penelitian Stowe et al. (1980) terhadap 510 perusahaan besar AS yang terdapat di Compustat untuk tahun 1977 dengan menggunakan canonical correlation analysis menunjukkan hubungan antara dua sisi neraca. Hubungan antara dua sisi neraca baik secara individu maupun secara bersama-sama menggambarkan korelasi yang signifikan. Penggunaan canonical correlation analysis untuk mengidentifikasi dan menguji sifat hubungan komponen aktiva dengan komponen pasiva telah menghasilkan proporsi varian sebesar 32% dalam variat aktiva yang dapat diprediksi dengan variat pasiva. Dan proporsi varian dalam variat pasiva yang dapat dijelaskan oleh variat aktiva sebesar 25%. Beberapa temuan empiris yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah: hedging, dilakukan dengan mencocokkan struktur maturitas aktiva dan utang perusahaan (aktiva jangka pendek didanai dari utang jangka pendek dan aktiva jangka panjang didanai dari utang jangka panjang); aktiva digunakan sebagai kolateral utang (piutang dagang digunakan untuk kolateral utang bank jangka pendek, tanah dan bangunan digunakan sebagai kolateral jangka panjang); sediaan didanai melalui kredit dari pemasok atau utang dagang; pengendalian risiko bisnis dengan menggunakan lebih sedikit utang dan lebih banyak ekuitas dan mempertahankan likuiditas dalam jumlah besar sehingga dapat mengurangi kemungkinan insolvensi. Simonson et al. (1983) meneliti perilaku hedging antara struktur aktiva dan pasiva terhadap 435 bank yang berukuran besar di AS untuk periode 1979. Ketidaksesuaian (mismatching) maturitas aktiva dan pasiva dapat menyebabkan risiko suku bunga. Misalnya, suku bunga jangka pendek yang lebih besar dari suku bunga jangka panjang menyebabkan perbankan meminjam dalam suku bunga jangka pendek karena nasabah lebih suka dengan suku bunga jangka pendek, tetapi dilain sisi perbankan meminjamkan dengan suku bunga jangka panjang. Oleh karena itu, untuk menghindari risiko tersebut bank melakukan manajemen aktiva dan utang dengan koordinasi investasi dan pendanaan. Bukti empiris yang ditemukan oleh Simonson et al. (1983) menunjukkan adanya interdependensi struktur aktiva dengan utang. Serta menghasilkan proporsi varian sebesar 32%
23
Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 1, Maret 2008, 20-33
dalam struktur aktiva dapat diprediksi oleh struktur pasiva. Proporsi varian dalam struktur pasiva yang dapat dijelaskan oleh struktur aktiva sebesar 37%. Ini merupakan bukti kuat bahwa perbankan AS melakukan hedging antara aktiva dan utang. Stowe dan Watson (1985) melakukan penelitian pada perusahaan asurani jiwa AS dan Kanada untuk periode 1979 dengan menggunakan canonical correlation analysis. Temuan empiris menunjukkan bahwa hubungan interdependensi komponen aktiva dan komponen pasiva dijelaskan dengan proporsi varian sebesar 40,28% dalam variat aktiva dapat diprediksi oleh variat pasiva. Proporsi varian dalam variat pasiva yang dapat dijelaskan oleh variat aktiva sebesar 39,96%. Carter dan Van Auken (1990) seperti dikutip oleh Siregar (2006) melakukan pengujian hubungan interdependensi antara komponen aktiva dan pasiva atas kebijakan investasi dan pendanaan 67 perusahaan kecil AS dengan menggunakan canonical correlation analysis. Menghasilkan temuan yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Stowe et al. (1980) kecuali untuk investasi pada aktiva tetap, perusahaan kecil lebih memilih untuk menggunakan utang yang lebih banyak sebagai sumber pendanaan aktiva tetapnya. Hal tersebut terjadi karena terbatasnya akses ke pasar modal sehingga perusahaan kecil cenderung menggunakan utang lebih banyak daripada ekuitas untuk pendanaannya. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Van Auken et al. (1993) pada 45 perusahaan kecil korea. Penelitian tersebut menguji hubungan antar komponen neraca dan strategi keuangan dengan menggunakan canonical correlation analysis. Hasil penelitiannya memperlihatkan interdependensi yang tinggi antara komponen aktiva dan utang. Temuan empirisnya menunjukkan bahwa proporsi varian dalam variat aktiva sebesar 60% dapat diprediksi dengan variat utang. Proporsi varian dalam variat utang yang dapat diprediksi dari variat aktiva sebesar 24%. Temuan empiris yang diperoleh dari penelitiannya adalah aktiva didanai dengan utang, baik utang jangka pendek maupun utang jangka panjang. Pendanaan sediaan dilakukan dengan menggunakan utang dari pemasok dan aktiva tetap didanai dari utang jangka panjang. Piutang digunakan sebagai kolateral utang jangka pendek. Serta likuiditas yang lebih tinggi untuk mencegah timbulnya insolvensi ditunjukkan dengan adanya hubungan yang kuat antara kas dan ekuitas. Siregar (2006) menguji secara empiris interdependensi hubungan antara komponen aktiva dan pasiva atas kebijakan investasi dan pendanaan terhadap 459 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Pengujian tersebut menggunakan analisis korelasi kanonikal untuk periode tiga tahun yaitu tahun 2000 sampai 2002. Temuan empiris menunjukkan hubungan interdependensi komponen aktiva dan komponen pasiva dijelaskan dengan proporsi varian sebesar 63,7% variat aktiva dapat diprediksi dengan variat pasiva. Sebanyak 62,1% proporsi varian dalam variat pasiva dapat dijelaskan oleh variat aktiva. Temuan empiris yang diperoleh dari penelitiannya adalah: pertama, aktiva lancar (kas, piutang dagang, dan sediaan) berkorelasi tinggi terhadap utang jangka pendek (utang dagang dan utang lancar lain). Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan berusaha melakukan hedging dengan mencocokkan struktur maturitas aktiva dengan utang. Kedua, perusahaan menggunakan aktiva tetapnya sebagai kolateral utang jangka panjang. Ketiga, perusahaan mendanai sediaan melalui utang dari pemasok dan piutang dagang digunakan untuk kolateral utang jangka pendek. Keempat, investasi perusahaan pada aktiva tetap didanai dengan menggunakan utang jangka panjang. Berdasarkan kajian literatur dan penelitian diatas dapat dinyatakan bahwa terdapat konsistensi teori penelitian diantara para peneliti. Pengujian atas berbagai jenis industri menghasilkan temuan empiris yang relatif sama. Pada dasarnya temuan dari berbagai penelitian tersebut menunjukkan adanya interdependensi hubungan antar komponen neraca (aktiva dan pasiva). Selain itu, sifat-sifat
24
Wulandari, Hubungan Interdependensi antara Variat Aktiva dan Variat Pasiva
interdependensi hubungan tersebut meliputi: hedging dengan mencocokkan maturitas aktiva dan utang, pendanaan aktiva melalui utang, penggunaan aktiva sebagai kolateral utang, serta tidak menggunakan terlalu banyak leverage keuangan untuk menghindari kemungkinan terjadinya insolvensi. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu dalam hal jenis industri dan rentang waktu yang secara sengaja dilakukan untuk menguji konsistensi teori yang dihasilkan oleh penelitian terdahulu. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan perdagangan (wholesale and retail) yang belum pernah dilakukan sebelumnya serta menggunakan rentang waktu yang lebih lama dengan tujuan temuan riset yang dihasilkan lebih baik. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti mengajukan hipotesis yang akan diuji sebagai berikut. HA: Terdapat interdependensi antara komponen aktiva (variat aktiva) dan komponen pasiva (variat pasiva). Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yaitu: laporan keuangan (neraca) tahunan perusahaan. Neraca digunakan sebagai sumber informasi komponen aktiva dan komponen pasiva. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan perdagangan (wholesale and retail) yang go-publik di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Sampel penelitian yang digunakan adalah perusahaan perdagangan (wholesale and retail) yang terdaftar di BEJ untuk periode enam tahun, yaitu dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2006. Sampel penelitian dipilih secara purposive sampling yaitu sampel diambil berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga dapat diperoleh sampel yang representatif. Beberapa kriteria yang ditetapkan untuk pemilihan sampel adalah: 1. Menseleksi perusahaan di sektor perdagangan (wholesale and retail), untuk menghindari bias karena perbedaan industri 2. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan go-public yang terdaftar di BEJ 3. Perusahaan menerbitkan laporan keuangan selama enam tahun berturut-turut yaitu dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2006. Metode pengumpulan data dilakukan melalui metoda dokumentasi. Metode ini dilakukan dengan menyalin informasi yang tersaji di neraca laporan keuangan yang berasal dari Pusat Pengembangan Akuntansi (PPA) Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Daftar nama perusahaan perdagangan diperoleh dari ICMD (Indonesian Capital Market Directory). Dalam penelitian ini, dilakukan pengelompokkan atas komponen aktiva dan pasiva perusahaan menjadi dua set variabel, yaitu satu set variabel aktiva yang terdiri atas tiga komponen dan satu set variabel pasiva yang terdiri atas tiga komponen. Pengelompokan ini dilakukan untuk alasan penyederhanaan karena kompleksnya komponen aktiva dan pasiva perusahaan, serta agar pengujian tidak menghasilkan bentuk korelasi yang terlalu kompleks. Berbagai variabel untuk kedua set variabel tersebut adalah: Pasiva Aktiva X1 : Utang lancar Y1 : Aktiva lancar non-sediaan Y2 : Sediaan X2 : Utang non-lancar Y3 : Aktiva non-lancar X3 : Modal Teknik pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi kanonikal. Analisis korelasi kanonikal dipilih karena mampu mengidentifikasi struktur yang optimum setiap set variabel yang memaksimumkan korelasi antara suatu set variabel dengan set variabel yang lain. Teknik ini sesuai dengan variabel penelitian yang diteliti, yaitu adanya berbagai variabel dalam dua
25
Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 1, Maret 2008, 20-33
set variabel. Pada dasarnya ada tiga tujuan analisis korelasi kanonikal, yaitu: menentukan hubungan antara set variabel, mengidentifikasi korelasi yang maksimum antar dua set variabel, dan menjelaskan sifat hubungan antara set variabel. Dalam analisis korelasi kanonikal tidak terlalu diperlukan klasifikasi variabel dependen maupun independen karena analisis ini digunakan untuk menguji korelasi antar variat dan tidak memberikan penekanan khusus kepada salah satu variat. Identifikasi variabel Y untuk komponen aktiva dan variabel X untuk komponen pasiva tidak sepenuhnya menggambarkan variabel dependen untuk Y dan variabel independen untuk X (Hair, Anderson, Tatham, & Black, 1998). Analisis korelasi kanonikal menghasilkan lebih dari satu fungsi kanonikal (pasangan variat). Setiap fungsi kanonikal menggambarkan pasangan variat, satu set variat untuk variabel independen dan satu set variat untuk variabel dependen. Jumlah maksimum fungsi kanonikal yang dihasilkan sama dengan jumlah terkecil variabel dalam set variabel independen atau dependen. Misalnya, jika terdapat tiga variable independen dan empat variabel dependen maka jumlah fungsi kanonikal maksimum yang dapat dihasilkan adalah tiga. Fungsi kanonikal pertama merupakan interkorelasi tertinggi yang dapat dihasilkan untuk dua set variabel. Fungsi kanonikal kedua menunjukkan hubungan maksimum antara dua set variabel yang tidak dipertimbangkan dalam fungsi kanonikal pertama. Demikian untuk seterusnya. Dengan kata lain, setiap fungsi kanonikal selanjutnya merupakan fungsi kanonikal yang didasarkan pada varians residual yang tidak dipertimbangkan dalam fungsi kanonikal sebelumnya. Korelasi kanonikal (canonical correlation) menunjukkan kekuatan hubungan dalam setiap fungsi variat (Siregar, 2006). Fungsi kanonikal dijelaskan berdasarkan tiga hal, yaitu: pertama, tingkat signifikansi, nilai F untuk setiap fungsi kanonikal menunjukkan signifikansi suatu fungsi kanonikal secara terpisah (signifikansi untuk setiap fungsi kanonikal). Sedangkan signifikansi untuk semua fungsi kanonikal yang dihasilkan dapat dilihat dari fungsi signifikansi seperti: Wilks’ lambda, Hotelling’s trace, Pillai’s trace, dan Roy’s grc (Siregar, 2006). Kedua, korelasi kanonikal merupakan ukuran yang menunjukkan seberapa besar korelasi antar variat untuk setiap fungsi kanonikal, misalnya korelasi antara variat dependen dengan variat independen. Ketiga, redundancy index menunjukkan varians dalam suatu variat kanonikal yang dapat dijelaskan oleh variat kanonikal lainnya dalam fungsi kanonikal (Hair, et al. (1998); Siregar, 2006). Menurut Siregar (2006), interpretasi variat kanonikal dilakukan setelah level signifikansi, korelasi kanonikal, dan redundancy index diketahui. Salah satu metode yang digunakan untuk menginterpretasikan variat kanonikal adalah canonical loading yang merupakan ukuran korelasi setiap variabel dengan variat kanonikal variabel itu sendiri. Semakin besar canonical loading berarti kontribusi suatu variabel terhadap variatnya semakin besar. Arti dari canonical loading positif adalah suatu variabel berhubungan searah dengan variat kanonikal variabel itu sendiri. Sedangkan canonial loading negatif menunjukkan suatu variabel berhubungan terbalik dengan variat variabel tersebut. Pengolahan data dalam penelitian dilakukan dengan program SPSS melalui prosedur analisis MANOVA (multivariate analysis of variance). Penggunaan prosedur MANOVA dilakukan karena dalam SPSS tidak memiliki prosedur tersendiri untuk analisis korelasi kanonikal, namun tidak berarti bahwa pengujian hipotesis dilakukan dengan MANOVA. Pengujian hipotesis tetap menggunakan analisis korelasi kanonikal hanya saja prosedurnya menggunakan MANOVA. Berikut ini adalah penulisan sintaks untuk analisis korelasi kanonikal yang digunakan oleh peneliti menurut Hair et al. (1998) yang telah disesuaikan dengan bentuk penelitian ini:
26
Wulandari, Hubungan Interdependensi antara Variat Aktiva dan Variat Pasiva
MANOVA Y1 Y2 Y3 WITH X1 X2 X3 /PRINT=ERROR (SSCP COV COR) SIGNIF (HYPOTH EIGEN DIMENR) /DISCRIM=RAW STAN ESTIM COR ALPHA (1.0) HASIL DAN PEMBAHASAN Pada Tabel 1 tampak bahwa jumlah tahun perusahaan yang diamati dalam penelitian ini adalah 78. Jumlah pengamatan tersebut berasal dari 13 perusahaan wholesale and retail yang masuk sebagai sampel selama jangka waktu enam tahun tersebut. Rata-rata aktiva perusahaan sampel adalah sekitar Rp 944.772.009.424. Dari jumlah tersebut, investasi perusahaan banyak tertanam di aktiva non-lancar yaitu sebesar 46,29% dari total aktiva. Sedangkan sisanya, sebesar 53,71% merupakan komponen aktiva lancar. Variansi ketiga komponen aktiva tersebut berkisar antara 12,65% sampai 21,60%. Variansi tertinggi ada pada aktiva non-lancar, yaitu sebesar 21,60%. Sedangkan pada sisi pasiva, komponen modal merupakan komponen terbesar dari ketiga komponen yang ada, yaitu sebesar 44,77% dari total pasiva. Sedangkan variasi tertinggi ada pada komponen utang lancar yang berarti tidak semua perusahaan wholesale and retail memiliki utang lancar yang cukup besar. Apabila semua utang dijumlahkan, maka dapat dikatakan bahwa sebanyak 65,23% operasi perusahaan didanai oleh utang dan hanya sebanyak 44,77% sumber pendanaan berasal dari dana sendiri. Namun demikian jika dibandingkan secara individual dengan masing-masing kelompok utang maka proporsi dana sendiri sangat besar dalam struktur modal perusahaan wholesale and retail. Tabel 1. Proporsi Neraca 13 Perusahaan Wholesale and Retail Variabel Y1 Aktiva Lancar Non-Sediaan Y2 Sediaan Y3 Aktiva Non-Lancar Total X1 Utang Lancar X2 Utang Non-Lancar X3 Modal Total
Mean (Rp) 299.061.777.027 208.390.206.305 437.320.026.092 944.772.009.424 389.675.931.059 132.090.338.732 423.005.739.632 944.772.009.424
Mean(%) 31,65% 22,06% 46,29% 100,00% 41,25% 13,98% 44,77% 100,00%
SD (%) 18,55% 12,65% 21,60%
N 78 78 78
34,41% 14,81% 33,85%
78 78 78
Pearson correlation antara komponen aktiva dan komponen pasiva tampak pada Tabel 2. Terdapat beberapa korelasi yang dapat dilihat dari Tabel 2 tersebut. Pertama, aktiva lancar nonsediaan berkorelasi baik terhadap utang lancar, utang non-lancar, dan modal. Temuan ini dapat diinterpretasikan bahwa aktiva lancar non-sediaan terkait dengan kegiatan sehari-hari perusahaan yang hasil akhirnya tergambar dalam modal melalui laba ditahan (Siregar, 2006). Kedua, sediaan berkorelasi dengan utang lancar dan utang non-lancar, tetapi tidak berkorelasi dengan modal, berarti perusahaan menggunakan utang lancar untuk mendanai sediaan dan menggunakan sediaan sebagai jaminan utang non-lancar. Ketiga, aktiva non-lancar berhubungan terhadap utang lancar dan utang non-lancar, berarti perusahaan menggunakan aktiva non-lancar sebagai jaminan utang lancar dan menggunakan utang non-lancar untuk mendanai aktiva non-lancar.
27
Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 1, Maret 2008, 20-33
Tabel 2. Pearson Correlation Variabel
X1 Utang Lancar 0,256 (0,028) 0,839 (0,000) -0,446 (0,000)
Y1 Aktiva Lancar Non-Sediaan Y2 Sediaan Y3 Aktiva Non-Lancar
X2 Utang Non-Lancar -0,294 (0,014) -0,327 (0,006) 0,428 (0,000)
X3 Modal 0,241 (0,046) -0,071 (0,563) 0,007 (0,956)
Catatan: angka dalam kurung menunjukkan signifikansi korelasi
Namun Tabel 2 di atas hanya menjelaskan gambaran yang terbatas tentang korelasi antara komponen aktiva dan pasiva. Korelasi yang dihasilkan hanya menunjukkan hubungan ketiga komponen aktiva dan pasiva secara individual. Pada kenyataannya, suatu rekening tidak hanya dipengaruhi oleh satu rekening lainnya, tetapi dapat dipengaruhi lebih dari satu rekening lainnya. Suatu rekening aktiva tidak hanya terkait dengan rekening pasiva saja melainkan juga terkait dengan rekening aktiva lainnya. Sebaliknya, rekening pasiva tidak hanya terkait dengan rekening aktiva saja, tetapi juga terkait dengan rekening pasiva lainnya. Oleh karena itu, dibutuhkan analisis korelasi kanonikal yang dapat menjelaskan mengenai keterkaitan antara satu kelompok komponen aktiva dan satu kelompok komponen pasiva. Tabel 3. Canonical Correlation Root No. 1 2 3
Canonical Corelation 0,909 0,419 0,257
F Statistic 21,88 4,47 4,61
DF 9 4 1
Probability 0,000 0,002 0,035
Tabel 3 di atas menunjukkan jumlah dan besarnya korelasi kanonikal yang dihasilkan. Jumlah maksimum fungsi kanonikal yang dihasilkan sebanyak jumlah variabel terkecil dalam kedua variat. Kedua variat masing-masing memiliki tiga variabel, maka estimasi menghasilkan tiga fungsi kanonikal. Ketiga fungsi kanonikal tersebut signifikan secara statistis pada alpha 1% sampai 5%. Karena ketiga fungsi kanonikal signifikan, maka interpretasi variat kanonikal dapat didasarkan pada ketiga fungsi kanonikal yang dihasilkan. Dari ketiga fungsi kanonikal tersebut, fungsi kanonikal pertama menghasilkan korelasi kanonikal yang paling tinggi, yaitu sebesar 0,909 (0,000). Ini menunjukkan bahwa fungsi kanonikal pertama merupakan pasangan variat paling optimum antara komponen aktiva dan pasiva. Selanjutnya fungsi kanonikal kedua menunjukkan korelasi sebesar 0,419 (0.002) dan fungsi kanonikal ketiga menunjukkan korelasi sebesar 0,257 (0,035). Walaupun fungsi kanonikal pertama yang lebih optimum menghasilkan pasangan variat antara komponen aktiva dan pasiva, kedua fungsi kanonikal lain tetap merupakan dasar interpretasi variat kanonikal karena ketiga fungsi kanonikal yang dihasilkan signifikan secara statistik. Tabel 4. Multivariate Test of Significance Test Name Pillais Hotellings Wilks Roys
Value 0,62505 1,66705 0,37495 0,62505
F Statistic 11,97050 34,42557 21,88050
28
Probability 0,000 0,000 0,000
Wulandari, Hubungan Interdependensi antara Variat Aktiva dan Variat Pasiva
Tabel 4 menyajikan signifikansi fungsi kanonikal secara bersama-sama. Empat prosedur yang lazim digunakan untuk mengetahui signifikansi fungsi kanonikal secara bersama-sama, adalah: Wilks’ lambda, Hotelling’s trace, Pillai’s trace, dan Roy’s grc (Siregar, 2006). Pada Tabel 4 tampak bahwa keempat prosedur menghasilkan nilai F yang tinggi dan signifikansi secara statistis pada alpha 1%. Nilai F yang dihasilkan untuk masing-masing prosedur adalah 21,88 untuk Wilks’ lambda, 34,43 untuk Hotelling’s trace, 11,97 untuk Pillai’s trace, dan untuk Roy’s grc hanya menghasilkan nilai pengujian tetapi tidak menghasilkan besaran F statistik dan probabilitasnya. Tabel 5 menghasilkan redundancy index, yaitu indeks yang menunjukkan jumlah variansi dalam suatu variat kanonikal yang dapat dijelaskan oleh variat kanonikal lainnya dalam setiap fungsi kanonikal (Hair et al., 1998). Tabel 5 menunjukkan bahwa variat aktiva dapat menjelaskan sebanyak 62,3% varian dalam variat pasiva. Variat pasiva dapat menjelaskan 51% varian dalam variat aktiva. Kemampuan suatu variat dalam menjelaskan variansi pada variat lain untuk setiap fungsi kanonikal berbeda-beda (Siregar, 2006). Dalam fungsi kanonikal pertama, variat aktiva dapat menjelaskan 53,4% varian dalam variat pasiva dan variat pasiva dapat menjelaskan 39,8% varian dalam variat aktiva. Dalam penelitian ini fungsi pertama lebih mampu menjelaskan varian baik dalam variat aktiva maupun variat pasiva. Tabel 5. Redundancy Index Root No. 1 2 3
CC 0,909 0,419 0,257
SCC
Aktiva ASL 0,647 0,276 0,600
0,826 0,176 0,066
Pasiva RI 0,534 0,049 0,040 0,623
ASL 0,482 0,411 0,598
RI 0,398 0,072 0,039 0,510
Catatan: CC (canonical correlation), SCC (squared canonical correlation), ASL (average squared loading), RI (redundancy index).
Setelah mengetahui tingkat signifikansi fungsi kanonikal, korelasi kanonikal, dan redundancy index, maka langkah interpretasi selanjutnya adalah mengidentifikasi sifat interdependensi yang ada antara komponen aktiva dan pasiva. Canonical loading dalam setiap fungsi kanonikal yang signifikan menjelaskan sifat interdependensi antara komponen aktiva dan pasiva (Hair, et al., 1998). Karena ketiga fungsi kanonikal tersebut signifikan, maka canonical loading ketiga fungsi tersebut dapat diinterpretasi untuk mengidentifikasi sifat interdependensi antara komponen aktiva dan pasiva. Tabel 6. Canonical Loading Variable Y1 Y2 Y3 X1 X2 X3
Function 2
1
Aktiva Lancar Non-Sediaan Sediaan Aktiva Non-Lancar Utang Lancar Utang Non-Lancar Modal
-0,417 -0,971 0,552 -0,941 0,439 0,066
3 -0,405 -0,084 -0,339 0,198 -0,295 -0,740
0,814 -0,225 -0,762 -0,274 -0,849 0,670
Tabel 6 menyajikan canonical loading untuk setiap fungsi kanonikal yang signifikan. Pada fungsi kanonikal pertama terlihat bahwa canonical loading yang lebih dari 50% untuk variat aktiva
29
Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 1, Maret 2008, 20-33
masing-masing adalah sediaan (97,1%), dan aktiva non-lancar (55,2%); sedangkan canonical loading untuk variat pasiva yang terbesar adalah utang lancar (94,1%) dan utang non-lancar (43,9%). Canonical loading untuk untuk aktiva lancar non-sediaan dan modal dalam fungsi kanonikal yang pertama relatif kecil dibandingkan dengan yang lain sehingga tidak menggambarkan hubungan optimum yang dapat dihasilkan. Canonical loading yang negatif untuk sediaan dan utang lancar menunjukkan hedging (lindung) dengan mencocokkan maturitas aktiva dan utang (Siregar, 2006). Perilaku hedging antara aktiva lancar non-sediaan dengan utang lancar ini merupakan pasangan korelasi komponen aktiva (variat aktiva) dan komponen pasiva (variat pasiva) yang paling optimum yang dihasilkan oleh korelasi kanonikal. Besarnya korelasi antara komponen aktiva dan pasiva dalam fungsi kanonikal pertama ini sebesar 0,909 dan signifikan secara statistis pada alpha 1%. Fungsi kanonikal kedua menunjukkan canonical loading terbesar untuk variat aktiva adalah 40,5% aktiva lancar non-sediaan dan untuk variat pasiva adalah 74% modal. Sedangkan untuk komponen aktiva dan pasiva yang lain mempunyai nilai canonical loading yang kecil dan bukan menggambarkan korelasi yang paling optimum yang ada pada fungsi tersebut. Tanda negatif untuk canonical loading aktiva lancar non-sediaan dan modal menunjukkan bahwa kedua canonical loading memiliki hubungan terbalik dengan variatnya masing-masing. Canonical loading yang besar dan negatif ini menunjukkan bahwa perusahaan sengaja menyisihkan aktiva lancar non-sediaannya untuk membayar kewajiban dalam bentuk modal. Hal ni menunjukkan adanya perilaku pengendalian perusahaan terhadap kemungkinan insolvensi dengan menggunakan leverage keuangan yang lebih rendah (Van Auken et al., 1993). Fungsi kanonikal kedua merupakan hubungan optimum kedua yang tidak dipertimbangkan dalam hubungan optimum yang dihasilkan oleh fungsi kanonikal pertama (Hair et al., 1998). Besarnya korelasi antara komponen aktiva dan pasiva dalam fungsi kanonikal kedua ini sebesar 41,9% yang signifikan secara statistis pada alpha 5%. Fungsi kanonikal ketiga menggambarkan canonical loading yang lebih dari 50% untuk variat aktiva masing-masing adalah 81,4% aktiva lancar non-sediaan dan 76,2% aktiva non-lancar; sedangkan canonical loading yang lebih dari 50% untuk variat pasiva masing-masing adalah 84,9% utang non-lancar dan 67% modal. Tanda negatif untuk canonical loading utang non-lancar dan aktiva non-lancar menunjukkan bahwa kedua canonical loading memiliki hubungan terbalik dengan variatnya masing-masing. Hal ini berarti perusahaan menggunakan aktiva non-lancar sebagai jaminan atau kolateral utang non-lancar yang mengisyaratkan adanya perilaku hedging (lindung) dengan mencocokkan maturitas aktiva dan pasiva (Van Auken et al., 1993). Tanda positif untuk canonical loading aktiva lancar non-sediaan dan modal menunjukkan bahwa perusahaan lebih memilih menggunakan modal dalam mendanai aktiva lancar nonsediaannya. Perusahaan sengaja menyisihkan aktiva lancar non-sediaannya untuk membayar kewajiban dalam bentuk modal. Hal ini memperjelas canonical loading pada fungsi kanonikal yang kedua yaitu adanya perilaku pengendalian perusahaan terhadap kemungkinan insolvensi dengan menggunakan leverage keuangan yang lebih rendah (Van Auken et al., 1993). Berdasarkan tingkat signifikansi yang dihasilkan (Tabel 3), signifikansi fungsi kanonikal secara keseluruhan (Tabel 4), dan besaran redundancy index (Tabel 5) dapat dinyatakan bahwa hipotesis didukung secara empiris. Bukti empiris yang dihasilkan menunjukkan bahwa terdapat interdependensi yang signifikan antara komponen aktiva (variat aktiva) dan komponen pasiva (variat pasiva). Interdependensi komponen aktiva dan pasiva tersebut dapat dijelaskan melalui tiga fungsi kanonikal yang masing-masing dan secara keseluruhan signifikan secara statistis pada alpha 1% sampai 5%. Variat aktiva dapat menjelaskan sebanyak 62,3% varian dalam variat pasiva. Variat pasiva dapat menjelaskan 51% varian dalam variat aktiva.
30
Wulandari, Hubungan Interdependensi antara Variat Aktiva dan Variat Pasiva
Temuan Penelitian Penelitian ini menghasilkan temuan yang relatif sama dan mendukung penelitian-penelitian sebelumnya. Temuan berbagai penelitian sebelumnya seperti Stowe et al. (1980), Simonson et al. (1983), Stowe dan Watson (1985), Van Auken et al. (1993) menunjukkan adanya interdependensi hubungan antar komponen neraca (aktiva dan pasiva). Selain itu, sifat-sifat interdependensi hubungan tersebut meliputi: hedging (lindung) dengan mencocokkan maturitas aktiva dan utang, pendanaan aktiva melalui utang, penggunaan aktiva sebagai kolateral utang, serta tidak menggunakan terlalu banyak leverage keuangan untuk menghindari kemungkinan terjadinya insolvensi. Berdasarkan analisis hasil dan pembahasan di atas menunjukkan bahwa sifat interdependensi ditemukan antara komponen aktiva dan pasiva. Sifat-sifat tersebut meliputi: hedging (lindung) struktur maturitas aktiva dan pasiva yaitu sediaan digunakan sebagai jaminan utang lancar, utang non-lancar digunakan untuk mendanai aktiva non-lancar, penggunaan aktiva non-lancar sebagai kolateral utang non-lancar, serta perilaku pengendalian terhadap kemungkinan insolvensi dengan penggunaan leverage keuangan yang lebih rendah. Hal ini didukung dengan proporsi modal yang sangat tinggi pada sisi pasiva yaitu sebesar 44,77% dari total pasiva. Konsekuensi tidak digunakannya temuan tersebut adalah mengakibatkan ketidaksesuian (mismatching) maturitas aktiva dan pasiva yang menciptakan risiko suku bunga (Simonson et al., 1983). Sebagai contoh, suku bunga jangka pendek yang lebih tinggi dari suku bunga jangka panjang mengakibatkan perbankan meminjam dalam jangka pendek karena nasabah lebih menyukai suku bunga jangka pendek, dan perbankan terpaksa untuk meminjamkan dalam jangka panjang. Perbankan menghindari diri dari keadaan tersebut dengan melakukan manajemen aktiva dan utang, yaitu dengan mengatur antara pengadaan dana dan pemerolehan aktiva (Siregar, 2006). Temuan ini sesuai dengan temuan Pyle (1971) dan temuan Ho dan Sounders (1980) yang menunjukkan hedging antara dua sisi neraca merupakan respon rasional terhadap ketidakpastian bunga yang disebabkan oleh volatilitas interdependensi aktiva dan utang. PENUTUP Bukti empiris penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat empat korelasi optimum yang dihasilkan oleh analisis korelasi kanonikal antara komponen aktiva dan pasiva. Keempat jenis hubungan tersebut adalah perilaku hedging (lindung), kolateral, pendanaan, perilaku pengendalian terhadap kemungkinan insolvensi. Perusahaan berusaha mencocokkan maturitas antara aktiva dan utang untuk tujuan hedging (lindung) yaitu menggunakan sediaan sebagai jaminan utang lancar, menggunakan aktiva non-lancar sebagai kolateral (jaminan) utang non-lancar, perusahaan juga menggunakan utang non-lancar untuk mendanai aktiva non-lancar. Selain itu terdapat perilaku pengendalian terhadap kemungkinan insolvensi dengan penggunaan leverage keuangan yang lebih rendah. Adanya interdependensi komponen aktiva dan pasiva berimplikasi pada interdependensi keputusan investasi dan pendanaan. Berbeda dari teori struktur modal Modigliani dan Miller (1958), bukti empiris penelitian ini menunjukkan bahwa argumen struktur modal Modigliani dan Miller tersebut tidak relevan dan kurang realistis. Keputusan pendanaan melalui utang atau melalui modal sendiri dapat berpengaruh terhadap investasi perusahaan. Dalam temuan empiris penelitian ini utang non-lancar lebih berkorelasi dengan aktiva non-lancar daripada modal. Hal ini berarti perusahaan lebih memilih utang non-lancar untuk mendanai investasi jangka panjangnya. Penelitian ini memiliki keterbatasan, terutama karena kemampuan alat statistik untuk interpretasi analisis korelasi kanonikal yang mengidentifikasi hubungan suatu variabel dalam suatu
31
Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 4, Nomor 1, Maret 2008, 20-33
variat dengan variabel tertentu dalam variat lain secara spesifik. Namun karena dalam penelitian ini terdapat tiga variabel aktiva dan tiga variabel pasiva yang saling dikorelasikan, maka pilihan metoda penelitian yang dianggap lebih sesuai adalah analisis korelasi kanonikal. Selain canonical loading, terdapat teknik lain yang bisa digunakan untuk menginterpretasi variat kanonikal. Teknik-teknik tersebut adalah canonical cross-loading dan rotasi terhadap canonical loading. canonical crossloading menunjukkan besarnya variansi yang dapat dijelaskan suatu variabel terhadap variat kanonikal lainnya. Rotasi terhadap canonical loading merupakan penajaman lebih lanjut untuk memperjelas hubungan kanonikal yang terjadi di setiap variat. Namun tidak semua teknik pengolahan data menghasilkan nilai canonical cross-loading dan rotasi terhadap canonical loading, termasuk dalam peneiltian ini nilai tersebut tidak dapat diperoleh. Oleh karena itu interpretasi tambahan dengan menggunakan kedua teknik tersebut tidak dapat dilakukan. Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan canonical cross-loading dan rotasi terhadap canonical loading untuk mempertajam interpretasi terhadap variat kanonikal. Hal lain yang dapat diperbaiki untuk penelitian selanjutnya adalah mengenai jumlah sampel dan lingkup industri. Generalisasi temuan penelitian lebih baik apabila perbedaan industri digabungkan dan jumlah sampel diperbanyak. REFERENSI Hair, J. F., Anderson, R.E., Tatham, R.L., & Black, W.C. (1998). Multivariate data analysis with readings. International Edition. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice-Hall International, Inc. Hanafi, M.M. & Halim, A. (2005). Analisis laporan keuangan. (Edisi kedua). Yogyakarta: UPP AMPYKPN. Husnan, S. (1997). Manajemen keuangan: Teori dan penerapan (Keputusan jangka pendek). Yogyakarta: BPFE. Husnan, S. & Pudjiastuti, E. (2002). Dasar-dasar manajemen keuangan. (Edisi ketiga). Yogyakarta: UPP AMP-YKPN. Ho, T.S.Y. & Sounders, A. (1980). The determinants of bank interest margins: Theory and empirical evidence. Journal of Financial and Quantitative Analysis, November, 581-600. Kieso, D.E., Weygandt, J.J., & Warfield, T.D. (2001). Intermediate accounting. (10th ed). New York: John Wiley & Sons, Inc. Modigliani, F. & Miller, M.H. (1958). The cost of capital, corporation finance, and the theory of investment. American Economic Review, June: 261-197. Pyle, D.H. (1971). On the theory of financial intermediation. Journal of Finance, 26, 737-748. Riyanto, B. (2001). Dasar-dasar pembelanjaan perusahaan. (Edisi keempat). Yogyakarta: BPFE. Simonson, D.G., Miller, J.D., & Watson, C.J. (1983). A canonical correlation analysis of commercial bank asset/liability structures. Journal of Financial and Quantitative Analysis, 18 (1), 125-138. Siregar, B. (2006). Analisis korelasi kanonikal komponen aktiva dan pasiva. Jurnal Ekonomi & Bisnis Indonesia, 21 (1), 83-95. Stowe, J.D. & Watson, C.J. (1985). A multivariate analysis of the composition of life insurer balance sheet. Journal of Risk and Insurance. June, 222-240. Stowe, J.D., Watson, C.J., & Robertson, T.D. (1980). Relationships between the two sides of the balance sheet: A canonical correlation analysis. Journal of Finance, 35 (4), 973-980.
32
Wulandari, Hubungan Interdependensi antara Variat Aktiva dan Variat Pasiva
Van Auken, H.E., Doran, B.M., & Yoon, K.J. (1993). A financial comparison between Korean and U.S. firms: A cross balance sheet canonical correlation analysis. Journal of Small Business Management, 31 (3), 73-83.
33