HUBUNGAN GANGGUAN MAKAN, TINGKAT KECUKUPAN GIZI, DAN TINGKAT STRES DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PENARI HIP-HOP REMAJA
DWI AYU OKTAFIANDINI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Gangguan Makan, Tingkat Kecukupan Gizi, dan Tingkat Stres dengan Siklus Menstruasi Penari Hip-Hop Remaja adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016
Dwi Ayu Oktafiandini NIM I14120093
ABSTRAK DWI AYU OKTAFIANDINI. Hubungan Gangguan Makan, Tingkat Kecukupan Gizi, dan Tingkat Stres dengan Siklus Menstruasi Penari Hip-Hop Remaja. Dibimbing oleh DODIK BRIAWAN. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan gangguan makan, tingkat kecukupan gizi, dan tingkat stres dengan siklus menstruasi penari hip-hop remaja. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2016 yang berlokasi di sekolah tari “Gigi Art of Dance”. Total subjek yang digunakan yaitu 43 penari dan dipilih secara purposive. Hasil penelitian menunjukan sebanyak 37.21% subjek mengalami polimenore, 32.56% oligomenore, dan 30.12% normal. Sebagian besar penari (79.07%) tidak berisiko mengalami gangguan makan. Berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi, sebagian besar subjek tergolong defisit pada tingkat kecukupan energi, protein, dan kalsium. Sementara itu pada tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat tergolong cukup. Sebagian besar subjek (44.19) memiliki tingkat stres pada kategori normal. Terdapat hubungan yang signifikan antara gangguan makan dengan tingkat kecukupan gizi (energi dan kabohidrat) dan antara tingkat stres dengan siklus menstruasi (p<0.05). Sementara itu tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan zat gizi dengan siklus menstruasi (p>0.05). Kata kunci: gangguan makan, penari, siklus menstruasi, stres, zat gizi
ABSTRACT DWI AYU OKTAFIANDINI. Correlation Between Disordered Eating, Nutritional Adequacy, Stress Level and Menstrual Cycle on Adolescent Hip-Hop Dancer. Supervised by DODIK BRIAWAN. The aim of this study was to analyze the correlation between disordered eating, nutritional adequacy, stress levels and menstrual cycle on adolescent hip-hop dancers. This research was conducted on April until Meil 2016 which was located at “Gigi Art of Dance” dance school. Total of subject who participated in this study were 43 dancers and selected purposively. The results showed that 37.21% subjects experienced polymenorrhea, 32.56% oligomenorrhea, and 30.12% experienced normal menstrual cycle. Most of the dancers (79.07%) were not at risk of eating disorder. Based on nutritional adequacy, most subjects classified as deficit in energy, protein, and calcium, while fats and carbohydrate classified as adequate. Most subjects (44.19%) had normal levels of stress. There were significant correlation between disordered eating and nutritional adequacy (energy and carbohydrat) and between stress levels and the menstrual cycle (p <0.05). However there was no significant correlation between nutritional adequacy and the menstrual cycle (p> 0.05). Keywords: dancer, disordered eating, menstrual cycle, nutrition, stress
HUBUNGAN GANGGUAN MAKAN, TINGKAT KECUKUPAN GIZI, DAN TINGKAT STRES DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PENARI HIP-HOP REMAJA
DWI AYU OKTAFIANDINI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Judul Skripsi :Hubungan Gangguan Makan, Tingkat Kecukupan Gizi, dan Tingkat Stres dengan Siklus Menstruasi Penari Hip-Hop Remaja Nama : Dwi Ayu Oktafiandini NIM : I14120093
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Penelitian ini berjudul Hubungan Gangguan Makan, Tingkat Kecukupan Gizi, dan Tingkat Stres dengan Siklus Menstruasi Penari Hip-Hop Remaja. Penulisan tugas akhir ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi. 2. Mba Anna Vipta Resti, SP, M.Gizi selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji yang telah memberikan arahan, koreksi, dan saran demi perbaikan skripsi. 3. Sekolah tari Gigi Art of Dance yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan penelitian 4. Keluarga yang telah banyak memberikan doa, dukungan, dan motivasi agar terselesaikannya skripsi. 5. Teman satu payung saat pengambilan data (Rily dan Tika) dan Memes yang telah banyak membantu saat pengambilan data dan memberikan masukan serta semangat kepada penulis. 6. Tim hore (Aco, Ica, Dinda, Anin, Tika, Melda, Widya, Meisya) who always support and help me in every situation. 7. Echi dan Afif yang selalu mendukung penulis untuk segera menyelesaikan skripsi serta teman asrama (Ara, Muti, Ulil, Eti, Lilis) yang mendukung dan menyemangati penulis dalam pengerjaan tugas akhir. 8. Teman-teman Departemen Gizi Masyarakat 49 yang telah banyak membantu dan memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi. Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk yang membaca dan bagi penelitian selanjutnya.
Bogor, Agustus 2016
Dwi Ayu Oktafiandini
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Manfaat KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain, tempat, dan waktu penelitian Jumlah dan cara pemilihan subjek Jenis dan cara pengumpulan data Pengolahan dan analisis data Definisi Opersional HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik subjek penelitian Menstruasi Siklus menstruasi Menstruasi pertama (menarche) Gangguan makan Tingkat kecukupan gizi Tingkat kecukupan energi Tingkat kecukupan protein Tingkat kecukupan lemak Tingkat kecukupan karbohidrat Tingkat kecukupan kalsium Tingkat stres Hubungan gangguan makan dengan tingkat kecukupan zat gizi Hubungan tingkat kecukupan zat gizi dengan gangguan siklus menstruasi Hubungan tingkat stres dengan kejadian gangguan siklus menstruasi SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii viii viii 1 1 2 2 3 3 4 6 6 6 6 7 12 13 13 14 14 16 16 18 18 19 20 20 21 23 24 26 28 30 30 30 31 35 41
viii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Jenis dan cara pengukuran data Sistem scoring instrumen EAT-26 Interpretasi hasil skor instrumen DASS-21 Kategori variabel penelitian Sebaran subjek berdasarkan usia, uang saku, lama menjadi penari, dan status gizi Sebaran subjek berdasarkan gangguan siklus menstruasi Sebaran subjek berdasarkan usia menarche Sebaran subjek berdasarkan risiko gangguan makan Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan energi Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan protein Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan lemak Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan kalsium Sebaran subjek berdasarkan tingkat stres, depresi, dan kecemasan Sebaran subjek berdasarkan risiko gangguan makan dan tingkat kecukupan zat gizi Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi dan gangguan siklus menstruasi. Sebaran subjek berdasarkan tingkat stres, depresi, kecemasan dan gangguan siklus menstruasi
7 8 9 11 13 15 16 17 18 19 20 21 22 23 25 27 29
DAFTAR GAMBAR 1
Kerangka pemikiran hubungan gangguan makan, tingkat kecukupan gizi, dan tingkat stres dengan siklus menstruasi penari hip-hop remaja
5
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Instrumen EAT-26 Instrumen DASS-21 Total skor instrumen EAT-26 per butir pertanyaan pada subjek yang berisiko gangguan makan Hubungan gangguan makan dengan tingkat kecukupan zat gizi Hubungan tingkat kecukupan zat gizi dengan gangguan siklus menstruasi Hubungan tingkat stres, depresi, dan kecemasan dengan gangguan siklus menstruasi
35 37 38 38 38 39
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Menari berasal dari kata tari dan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tari yaitu gerakan badan meliputi gerakan tangan dan sebagainya yang memiliki irama serta diiringi oleh bunyi-bunyian. Tari merupakan aktivitas yang kompleks yang membutuhkan keindahan estetika dan berbagai teknik menari. Tari modern adalah salah satu jenis tarian yang membutuhkan penghayatan bentuk, komposisi, dan improvisasi. Salah satu jenis tari modern yaitu tari hip-hop (Koutedakis Y dan Jamurtas A 2004). Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Masa remaja terjadi saat usia 11–21 tahun (Brown 2011). Remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis dalam kehidupan seorang individu. Masa remaja dapat dikatakan sebagai masa yang paling kritis bagi perkembangan manusia menuju tahapan kehidupan selanjutnya. Pada periode ini terjadi berbagai perubahan, terutama perubahan fisik dan psikologis yang membawa manusia menuju kedewasaan. Pada wanita, salah satu perubahan penting yang terjadi yaitu dimulainya menstruasi dan terjadnya perubahan seksual sekunder (Proverawati dan Asfuah 2009) Menstruasi adalah pelepasan dinding endometrium yang disertai dengan pendarahan yang terjadi secara berulang setiap bulannya kecuali pada saat kehamilan. Rata-rata menstruasi terjadi selama 2–7 hari. Menstruasi yang terjadi setiap bulan dan akan membentuk suatu siklus. Jarak antara hari pertama menstruasi dan hari pertama menstruasi bulan berikutnya disebut dengan siklus menstruasi. Pada umumnya siklus menstruasi yang normal terjadi setiap 21–35 hari sekali dengan rata-rata 28 hari (Greydanus et al 2012) Pada beberapa kasus, siklus menstruasi seringkali terganggu. Gangguan siklus menstruasi terdiri atas amenore, polimenore, dan oligomenore. Terjadinya gangguan siklus menstruasi pada penari dan atlet sering terjadi. Penelitian Stokic et al (2005) menyebutkan dari 30 penari, sebanyak 20% diantaranya mengalami amenore. Penelitian Friesen (2008) pada penari modern menyebutkan sebanyak 16.1% penari mengalami oligomenore dan 41.9% mengalami amenore. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Castelo-Branco (2006) menunjukan sebanyak 34% penari mengalami oligomenore dan 8% amenore. Faktor yang dapat mempengaruhi siklus menstruasi antara lain karena fungsi hormon terganggu, status gizi, penyakit tertentu, stres, dan hormon prolaktin berlebih (Greydanus 2012). Penari memiliki kecenderungan untuk memperhatikan bentuk dan berat badan. Hal ini disebabkan oleh bentuk tubuh yang kurus dianggap lebih menarik dan memudahkan untuk bergerak sehingga banyak penari yang membatasi asupan makan agar dapat mencapai bentuk tubuh yang diinginkan. Kondisi ini memicu berkembangnya perilaku menyimpang terkait pola makan. Penelitian yang dilakukan oleh Schluger (2009) menunjukan sebanyak 12.2% penari modern mengalami gangguan makan. Penelitian yang dilakaukan oleh Beals dan Manore (2002) menunjukan subjek yang berisiko mengalami gangguan makan pada kelompok aesthetic sports yaitu 27.7%. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok endurance sports dan anaerobic sports. Pembatasan konsumsi
2
pangan menyebabkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi cenderung rendah. Apabila hal ini terjadi dalam waktu lama dapat memicu terjadinya perubahan kondisi fisiologis tubuh seperti siklus menstruasi. Stres adalah respon tubuh yang tidak spesifik dan terjadi apabila terganggunya kebutuhan tubuh. Terjadinya stres dapat berdampak pada kondisi fisik, sosial, psikologis, intelektual, dan spiritual. Stres yang terjadi dalam waktu lama dapat menggangu kondisi fisiologis tubuh (Rasmun 2004). Hal ini disebabkan oleh tubuh akan mensekresikan hormon yang bersifat antagonis dengan beberapa hormon tubuh saat terjadinya stres, salah satunya adalah hormon yang berperan dalam siklus menstruasi atau GnRH (Gonadotropin Releasing Hormon). Menurut Jappe et al (2014) individu dengan amenore dan oligomenore memiliki tingkat stres yang lebih tinggi. Tari hip-hop merupakan jenis tarian yang membutuhkan energi 0.120 kkal/kg/min. Jumlah ini lebih besar apabila dibandingan dengan tari balet (Koutedakis Y dan Jamurtas A 2004). Penari hip-hop, khususnya remaja harus memperhatikan asupan energi dan zat gizi untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangannya. Defisiensi energi zat gizi dapat mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh salah satunya siklus menstruasi. Penelitian mengenai penari, khususnya penari balet dan siklus menstruasi banyak dikembangkan di beberapa negara. Sedangkan di Indonesia penelitian mengenai penari dan siklus menstruasi belum banyak ditemukan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengembangkan penelitian mengenai penari dan siklus menstruasi serta kaitannya dengan gizi. Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang, penulis tertarik untuk menganalisis hubungan gangguan makan, tingkat kecukupan gizi, dan tingkat stres dengan siklus menstruasi penari hip-hop. Rumusan masalah dari penelitian ini antara lain: 1. Bagaimana karakteristik subjek? 2. Bagaimana riwayat siklus menstruasi subjek? 3. Bagaimana gangguan makan yang terjadi pada subjek? 4. Bagaimana tingkat kecukupan zat gizi subjek? 5. Bagaimana tingkat stres subjek? 6. Apakah terdapat hubungan antara gangguan makan dan tingkat kecukupan zat gizi subjek? 7. Apakah terdapat hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi dan siklus menstruasi subjek? 8. Apakah terdapat hubungan antara tingkat stres dan siklus menstruasi subjek? Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian adalah untuk menganalisis hubungan gangguan makan, tingkat kecukupan gizi, dan tingkat stres dengan siklus menstruasi penari hip-hop remaja.
3
Tujuan khusus 1. Menganalisis karakteristik subjek meliputi usia, berat badan, tinggi badan, uang saku per bulan, lama menjadi penari, dan status gizi. 2. Menganalisis riwayat siklus menstruasi. 3. Menganalisis gangguan makan. 4. Menganalisis tingkat kecukupan gizi. 5. Menganalisis tingkat stres. 6. Menganalisis hubungan antara gangguan makan dan tingkat kecukupan zat gizi. 7. Menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi dan siklus menstruasi. 8. Menganalisis hubungan antara tingkat stres dan siklus menstruasi.
Hipotesis 1. Terdapat hubungan antara gangguan makan dengan tingkat kecukupan zat gizi. 2. Terdapat hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi dengan sikus menstruasi. 3. Terdapat hubungan antara tingkat stres dengan siklus menstruasi 4. Terdapat hubungan antara gangguan makan, tingkat kecukupan zat gizi, dan tingkat stres dengan siklus menstruasi.
Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai gangguan makan, tingkat kecukupan gizi, dan tingkat stres dengan siklus menstruasi pada penari. Bagi pemerintah, sekolah tari, serta institusi terkait penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memberikan pendidikan mengenai pentingnya pemenuhan zat gizi dan kesehatan reproduksi, khususnya kepada penari. Selain itu bagi akademisi penelitian ini sebagai bahan referensi dalam perkembangan ilmu pengetahuan mengenai gangguan siklus menstruasi dan beberapa faktor yang mempengaruhinya pada penari.
4
KERANGKA PEMIKIRAN Menari adalah sebuah ungkapan gerak emosional dengan pola gerak tubuh yang ekspresif dan komunikatif. Menari merupakan salah satu jenis aesthetic sports yaitu olahraga yang membutuhakan keindahan. Aktivitas fisik yang cenderung berat menyebabkan terjadinya perubahan pada kondisi fisiologis tubuh, salah satunya siklus menstruasi. Terjadinya gangguan siklus menstruasi pada penari sering terjadi. Selain disebabkan oleh aktivitas fisik yang berat, terjadinya gangguan siklus menstruasi disebabkan oleh defisiensi zat gizi, stres, pengaruh genetik, persen lemak tubuh, penyakit kronis, dan penggunaan obat-obatan (Greydanus et al 2012). Salah satu kecenderungan yang biasa ditemui pada penari adalah menjaga bentuk tubuh untuk menunjang penampilan. Di kalangan penari, bentuk tubuh yang lebih ramping dianggap lebih menarik dan mempermudah dalam bergerak. Hal ini membuat banyak penari yang sangat menjaga pola makannya. Pengaturan pola makan yang ketat dan tuntutan untuk menjaga bentuk tubuh, membuat penari berisiko mengalami gangguan makan. Berdasarkan DSM-IV (APA 2000) gangguan makan dicirikan dengan adanya perilaku menyimpang dalam kebiasaan makan dan berhubungan dengan emosi dan pikiran. Individu dengan gangguan makan tersebut terobsesi dengan makanan dan berat badan mereka. Gangguan makan yang terjadi dapat mempengaruhi tingkat kecukupan energi dan zat gizi individu tersebut. Tingkat kecukupan energi dan dan gizi yang rendah dapat mempengaruhi beberapa proses fisiologis tubuh. Salah satunya adalah siklus menstruasi. Keteraturan siklus menstruasi dipengaruhi oleh hormon yang dihasilkan oleh hypotalamic pituitary gonadal (HPG). Penurunan frekuensi pelepasan luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH) dari kelenjar pituitari menyebabkan penekanan pada ovarium, salah satu akibatnya yaitu terjadi gangguan pada siklus menstruasi (Hollins Martin et al 2014). Menurut Noviana dan Wilujeng (2014) kurangnya asupan energi menyebabkan penurunan kadar hormon estrogen, akibatnya terjadi penurunan fungsi reproduksi dan ketidakteraturan siklus menstruasi. Selain itu asupan lemak yang rendah dapat menyebabkan siklus menstruasi memanjang sekitar 1.3 hari, durasi menstruasi tiap siklusnya meningkat rata-rata 0.5 hari, dan fase folikuler meningkat menjadi 0.9 hari. Kurangnya asupan karbohidrat dapat menyebabkan pemendekan pada fase luteal. Hal ini disebabkan oleh karbohidrat merupakan sumber peningkatan asupan kalori selama fase luteal (Noviana dan Wilujeng 2014). Faktor lain yang dapat mempengaruhi siklus menstruasi yaitu tingkat stres. Kondisi stres memicu teraktifasinya hypotalamic pituitary axis (HPA) yang akan merangsang hipotalamus untuk mensekresikan hormon corticotropic releasing hormone (CRH). Hormon CRH memiliki sifat antagonis dengan GnRH (gonadotropin releasing hormon). Sehingga disekresikannya hormon CRH akan menyebabkan terhambatnya sekresi GnRH. Kondisi ini juga membuat terjadinya penurunan sekresi LH, FSH, estrogen dan progesteron. Akibatnya terjadi gangguan pada keteraturan siklus menstruasi (Palm-Fischbacher dan Ehlert 2014). Faktorfaktor yang mempengaruhi siklus menstruasi dapat dilihat pada Gambar 1.
5
Karakteristik subjek 1. Usia subjek 2. Uang saku per bulan 3. Lama menjadi penari
Kebiasaan makan
Gangguan makan
Tingkat kecukupan zat gizi
Tingkat stres
Siklus menstruasi
Status gizi
Gambar 1 Kerangka pemikiran Hubungan Gangguan Makan, Tingkat Kecukupan Gizi, dan Tingkat Stres dengan Siklus Menstruasi pada Penari Keterangan
= Variabel yang diteliti = Variabel yang tidak diteliti = Hubungan yang diteliti = Hubungan yang tidak diteliti
6
METODE PENELITIAN Desain, tempat, dan waktu penelitian Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antar variabel yang akan diteliti dengan menggunakan desain penelitian cross sectional study. Tempat yang dipilih pada penelitian ini adalah sekolah tari Gigi Art Of Dance yang terletak di wilayah Jakarta Selatan. Lokasi penelitian ini dipilih karena sekolah tari tersebut merupakan salah satu sekolah tari yang menghasilkan penari profesional. Waktu penelitian dimulai pada bulan April–Mei 2016.
Jumlah dan cara pemilihan subjek Populasi dalam penelitian ini adalah penari hip-hop yang berusia 18–21 tahun. Subjek dipilih secara purposive sampling. Kriteria inklusi yaitu (1) penari hip-hop wanita berusia 18–21 tahun, (2) tidak mengonsumsi pil kontrasepsi, (3) sehat, (4) tidak merokok, (5) bersedia menjadi subjek penelitian. Pengambilan subjek dilakukan berdasarkan rumus slovin dengan persaamaan sebagai berikut:
n= n= n=
N
1+N(d)2 67 1+67(0.1)2 67 1.67
n = 40.11 ≈ 40 penari ±10%(n) = 44 penari Keterangan: n : Ukuran contoh N : Ukuran populasi d : Presisi 0.1 (penyimpangan sampel terhadap populasi 10%) Jenis dan cara pengumpulan data Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer. Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari subjek melalui pengukuran langsung, wawancara, atau pengisian kuesioner. Data primer meliputi: 1) karakteristik subjek (usia, uang saku, lama menjadi penari, status gizi), 2) riwayat siklus menstruasi, 3) tingkat stres, 4) gangguan makan, dan 5) tingkat kecukupan zat gizi. Data karakteristik subjek meliputi usia, uang saku, dan lama menjadi penari didapat dengan menggunakan kuesioner sedangkan data antropometri meliputi berat badan dan tinggi badan didapat dengan pengukuran langsung. Pengukuran berat badan dilakukan menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 0.1 kg dan pengukuran tinggi badan dilakukan menggunakan alat microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Data riwayat siklus menstruasi subjek didapat dengan menggunakan kuesioner. Data mengenai gangguan makan didapat dengan menggunakan
7
instrumen Eating Attitude Test-26 (EAT-26). Data mengenai tingkat stres diperoleh dengan menggunakan instrumen Depression Anxiety Stress Scale-21 (DASS-21). Pengumpulan data tingkat kecukupan zat gizi diperoleh melalui wawancara dengan alat bantu kuesioner food recall 2x24 jam. Secara lebih rinci, jenis dan cara pengukuran data yang digunakan ditampilkan dalam Tabel 1. Tabel 1 Jenis dan cara pengukuran data No 1
Variabel
Jenis data
Cara pengumpulan data Kuesioner Penimbangan dan pengukuran
3
Karakteristik subjek : Primer - Usia - Berat badan - Tinggi badan - Uang saku per bulan - Lama menjadi penari - Status gizi Menstruasi : Primer - Usia menarche - Siklus menstruasi Tingkat stres Primer
4
Gangguan makan
Primer
Kuesioner
5
Tingkat kecukupan
Primer
Wawancara
2
Alat ukur Timbangan injak dan microtoise Kuesioner IMT dihitung (Asia Pasifik 2006)
Kuesioner
Kuesioner
Kuesioner
Depression Anxiety Stress Scale 21 (DASS-21) Eating Atittude Test26 (EAT-26) Food Recall 2x24 jam
Pengolahan dan analisis data Data yang telah didapat kemudian diolah. Pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (data entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2013 dan Statistical Program for Social Science (SPSS for Windows versi 16). Data karakteristik subjek meliputi usia, uang saku per bulan, dan lama menjadi penari diolah secara deskriptif. Sedangkan data antropometri yang berupa tiggi badan (cm) dan berat badan (kg) diolah untuk mengukur status gizi dengan menggunakan perhitungan indeks massa tubuh (IMT). Perhitungan tersebut dilakukan degan rumus: 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑘𝑔) 𝐼𝑀𝑇 = 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛2 (𝑚)2 Setelah itu hasil IMT diklasifikasikan berdasarkan kategori Asia Pasifik (2006) yaitu kurus (<18.5 kg/m2), normal (18.5–22.9 kg/m2), berisiko obesitas (23– 24.9 kg/m2), Obese I (25–29.9 kg/m2), Obese II (>30 kg/m2). Data riwayat siklus menstruasi diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner ini dikembangkan berdasarkan definisi dari Hendrik (2006), selanjutnya
8
bentuk pertanyaan dan cara pengolahan diadaptasi berdasarkan Ouyang et al (2007). Data riwayat siklus menstruasi selanjutnya dikategorikan menjadi memiliki gangguan siklus menstruasi dan tidak memiliki gangguan. Gangguan siklus menstruasi terdiri atas polimenore, oligomenore, dan amenore. Subjek dikategorikan mengalami oligomenore apabila subjek pernah atau rata-rata mengalami siklus menstruasi >35 hari, polimenore apabila subjek pernah atau ratarata mengalami siklus menstruasi <21 hari, dan amenore apabila tidak mengalami menstruasi selama 3 bulan atau lebih secara berturut-turut. Siklus menstruasi subjek dikatakan normal apabila berada pada rentang 21–35 hari. Eating Attitude Test-26 (EAT-26) Data gangguan makan diukur dengan menggunakan Eating Atittude Test-26 (EAT-26) yang dikembangkan oleh Garner et al (1982). Instrumen EAT-26 merupakan instrumen yang sudah terstandar dan digunakan sebagai screening tool untuk mengidentifikasi individu yang mengalami gangguan makan secara subklinis. Instrumen ini tidak mengukur secara rinci jenis gangguan makan, tetapi mengukur risiko gangguan makan yang dialami oleh individu. Instrumen ini merupakan jenis instrumen yang diisi sendiri oleh subjek dengan waktu untuk pengerjaan sekitar 10 menit. Instrumen EAT-26 terdiri atas 26 pertanyaan dengan 3 subskala, yaitu dieting, bulimia and food preoccupation, serta oral control. Subskala dieting menggambarkan kecenderungan untuk menghindari makanan yang berlemak dan memiliki keinginan untuk menjadi lebih kurus, subskala bulimia and food preoccupation menggambarkan kecenderungan untuk memikirkan makanan secara berulang seperti pada individu dengan bulimia, sedangkan subskala oral control menggambarkan kendali diri saat makan dan adanya tekanan dari orang lain untuk menambah berat badan (Garner et al 1982). Instrumen EAT-26 dapat dilihat pada Lampiran 1. Jenis pertanyaan pada instrumen ini merupakan pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban selalu, biasanya, sering, kadang-kadang, jarang, dan tidak pernah. Masing-masing pilihan jawaban tersebut memiliki skor tersendiri. Hasil skor pada tiap pertanyaan tersebut selanjutnya dijumlahkan. Total skor ≥20 mengindikasikan subjek berisiko mengalami gangguan makan sedangkan apabila total skor <20 mengindikasikan bahwa subjek tidak berisiko mengalami gangguan makan. Rentang skor keseluruhan pada instrumen ini yaitu 0–78. Skor pada tiap pilihan pertanyaan tersebut ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2 Sistem scoring instrumen EAT-26 Pertanyaan Pertanyaan 1 – 25 Pertanyaan ke 26
Selalu 3 0
Skor pilihan jawaban KadangBiasanya Sering kadang 2 1 0 0 0 1
Jarang 0 2
Tidak pernah 0 3
Depression Anxiety Stress Scale-21 (DASS-21) Data tingkat stres diukur dengan menggunakan Depression Anxiety Stress Scale-21 (DASS-21) yang dikembangkan oleh Lovibond dan Lovibond (1995).
9
Instrumen DASS-21 merupakan versi pendek dari versi sebelumnya yaitu DASS42. Instrumen ini digunakan untuk mengukur general psychological distress yang meliputi stres, depresi, dan kecemasan. Instrumen ini merupakan jenis instrumen yang diisi sendiri oleh subjek dengan waktu pengerjaan sekitar 5–10 menit. Instrumen ini dipilih karena mudah dalam pengisian serta sudah dilakukan validasi di Indonesia oleh Damanik (2006). Instrumen DASS-21 dapat dilihat pada Lampiran 2. Alat ukur ini terdiri atas tiga skala (depresi, kecemasan, stres) dengan masing-masing skala terdiri atas 7 butir pertanyaan. Instrumen tersebut berbentuk pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban tidak pernah, jarang, kadang-kadang, dan sering. Masing-masing pilihan jawaban tersebut memiliki skor, yaitu tidak pernah (0), jarang (1), kadang-kadang (2), dan sering (3). Skor dari tiap pertanyaan selanjutnya digolongkan tiap skala dan diinterpretasikan sesuai dengan hasil skor tersebut. Rentang total skor pada instrumen ini yaitu 0–21 untuk tiap skala. Kategori hasil interpretasi berdasarkan total skor ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Interpretasi hasil skor instrumen DASS-21 Kategori Depresi Kecemasan Stres Normal 0–4 0–3 0–7 Ringan 5–6 4–5 8–9 Sedang 7–10 6–7 10–12 Berat 11–13 8–9 13–16 Sangat berat >14 >10 >17 Data konsumsi pangan didapat melalui wawancara dengan bantuan kuesioner food recall 2x24 jam. Hasil data tersebut kemudian dikonversi untuk menentukan total asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, dan kalsium. Kandungan energi dan zat gizi dihitung berdasarkan daftar komposisi bahan makanan (DKBM) dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah dan Briawan 1994). Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan : Kgij = kandungan zat gizi–i dalam bahan makanan–j Bj = berat makanan–i yang dikonsumsi Gij = kandungan zat gizi–i dalam 100 gram BDD bahan makanan–j BDDj = bagian yang dapat dimakan dalam bahan makanan–j Setelah itu total asupan zat gizi subjek yang didapat dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG 2013). Sebelumnya, dilakukan koreksi dengan berat badan subjek untuk mendapatkan angka kecukupan zat gizi aktual. Hasil dari perhitungan ini selanjutnya didapat tingkat kecukupan zat gizi subjek. Secara lebih rinci perhitungan angka kecukupan gizi aktual didapat dengan rumus sebagai berikut: AKGI = (Ba/Bs) x AKG Keterangan : AKGI = angka kecukupan zat gizi subjek
10
Ba = berat badan aktual (kg) Bs = berat badan patokan (kg) AKG = angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan WNPG (2013) Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mengetahui tingkat kecukupan energi dan zat gizi subjek dengan menggunakan rumus: TKG = (K/AKGI) x 100% Keterangan : TKG = tingkat kecukupan zat gizi K = Asupan zat gizi AKGI = angka kecukupan zat gizi subjek Tingkat kecukupan kalsium dihitung dengan menjumlahkan total asupan kalsium dalam satu hari dan langsung dibandingkan dengan angka kecukupan kalsium (AKG 2013). Angka kecukupan kalsium yang dianjurkan yaitu 1200 mg untuk wanita usia 16–18 tahun dan 1100 mg untuk usia 19–29 tahun. Data tingkat kecukupan energi dan zat gizi selanjutkan dikelompokan berdasarkan Depkes (1996). Tingkat kecukupan energi dan protein dikelompokan menjadi lima kategori, yaitu defisit tingkat berat (<70% AKG), defisit tingkat sedang (70–79% AKG), defisit ringan (80–89% AKG), normal (90–119% AKG), dan lebih (≥120% AKG). Tingkat kecukupan lemak dikelompokan menjadi kurang (<20% AKE), normal (20–30% AKE), dan lebih (>30% AKE), serta tingkat kecukupan karbohidrat dikelompokan menjadi defisit (<45% AKE), normal (45– 65% AKE), dan lebih (>65% AKE) (Kermenkes 2013). Tingkat kecukupan kalsium dikelompokan menjadi kurang (<77% AKG) dan cukup (≥77% AKG) (Gibson 2005). Setelah pengolahan seluruh data dilakukan, selanjutnya dilakukan analisis data. Analisis data yang dilakukan meliputi uji deskriptif dan uji statistik. Analisis deskriptif dilakukan pada karakteristik subjek, (meliputi usia, uang saku per bulan, status gizi, dan lama menjadi penari), gangguan makan, tingkat kecukupan zat gizi, tingkat stres, dan siklus menstruasi subjek. Sedangkan uji statistik yang dilakukan adalah dengan uji korelasi Spearman. Uji korelasi Spearman dilakukan untuk menganalisis hubungan antara skor gangguan makan dan tingkat kecukupan zat gizi (energi, protein, lemak, karbohidrat, dan kalsium), serta tingkat kecukupan zat gizi dengan siklus menstruasi, dan skor tingkat stres, depresi, dan kecemasan dengan siklus menstruasi. Kategori variabel penelitian disajikan dalam Tabel 4.
11
Variabel Karakteristik subjek Usia Uang saku per bulan
Tabel 4 Kategori variabel penelitian Kategori pengukuran
18–21 tahun a. < Rp500 000 b. Rp500 000–Rp750 000 c. Rp750 000–Rp1 000 000 d. Rp1 000 000–Rp1 500 000 e. Rp1 500 000–Rp2 000 000 f. >Rp2 000 000 Status gizi Asia Pasifik (2006) Kurus (IMT <18.5 kg/m2) Normal (IMT 18.5–22.9 kg/m2) Berisiko obesitas (IMT 23–24.9 kg/m2) Obese I (IMT 25–29.9 kg/m2) Obese II (IMT >30 kg/m2) Siklus menstruasi Hendrik (2006) Tidak ada gangguan (siklus menstruasi 21–35 hari) Gangguan, terdiri atas 1. Polimenore (pernah atau rata-rata siklus menstruasi <21 hari) 2. Oligomenore (pernah atau rata-rata siklus menstruasi >35 hari) 3. Amenore sekunder (pernah tidak terjadi menstruasi selama 3 bulan berturut-turut) Gangguan makan EAT-26 (Garner et al 1982) Skor <20 (Tidak berisiko) Skor ≥20 (Berisiko) Tingkat kecukupan zat Tingkat kecukupan energi dan protein (Depkes gizi 1996) 1. Defisit tingkat berat (<70%) 2. Defisit tingkat sedang (70–79%) 3. Defisit tingkat ringan (80–89%) 4. Normal (90–119%) 5. Lebih (≥120%) Asupan energi dari lemak (Kemenkes 2013) Kurang (<20% energi dari lemak) Cukup (20–30% energi dari lemak) Lebih (>30% energi dari lemak) Asupan energi dari karbohidrat (Kemenkes 2013) Kurang (<45% energi dari KH) Cukup (45–65% energi dari KH) Lebih (>65% energi dari KH) Tingkat kecukupan kalsium (Gibson 2005) Kurang (<77% AKG) Cukup (≥77% AKG)
12
Definisi Opersional
Populasi adalah seluruh penari hip-hop yang terdaftar sebagai peserta sekolah tari Gigi Art of Dance. Sampel adalah bagian dari populasi yang bersedia mengikuti penelitian dan sesuai dengan kriteria inklusi. Remaja adalah fase dalam kehidupan seseorang sebelum memasuki masa dewasa dan setelah masa anak-anak. Penari adalah pekerjaan seseorang dengan gerak tubuh dengan musik dan emosi. Sekolah tari adalah tempat atau sarana bagi seseorang untuk menjadi penari profesional. Karakteristik subjek adalah ciri-ciri yang dimiliki oleh subjek meliputi usia, berat badan, tinggi badan, uang saku, lama menjadi penari, dan status gizi. Usia adalah lamanya waktu hidup subjek dalam satuan tahun yang dihitung dari pengurangan tahun penelitian dengan tahun kelahiran. Uang saku adalah pendapatan sementara yang diperoleh subjek setiap bulan. Lama menjadi penari adalah durasi sejak subjek memulai sekolah tari sampai dilakukannya penelitian. Status gizi adalah keadaan yang mencerminkan kondisi tubuh terkait gizi yang didapat dari perhitungan berat badan dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan. Menstruasi adalah proses keluarnya darah dari vagina yang merupakan tanda seorang remaja wanita mengalami pubertas. Siklus menstruasi adalah total hari yang dihitung sejak hari pertama menstruasi pada satu bulan sampai hari pertama menstruasi bulan berikutnya. Gangguan siklus menstruasi adalah panjang siklus menstruasi yang tidak sesuai dengan normal. Menarche adalah usia subjek ketika pertama kali mengalami menstruasi Gangguan makan adalah adanya sikap menyimpang terhadap makan yang berhubungan dengan usaha untuk menjaga bentuk dan berat badan. Asupan zat gizi adalah total asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, dan kalsium yang didapat dari wawancara food recall 2x24 jam. Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan total asupan gizi subjek dengan kecukupan gizi subjek. Stres adalah respon tubuh dalam menghadapi tekanan yang berasal dari dalam dan luar tubuh. Depresi adalah perasaan sedih yang berkepanjangan, perasaan tidak berharga, hilangnya minat pada aktivitas sehari-hari yang dialami seseorang. Kecemasan adalah sikap waspada atau hati-hati yang berlebihan dalam menghadapi sesuatu.
13
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik subjek penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah penari hip-hop wanita yang terdaftar dalam sekolah tari Gigi Art of Dance. Berdasarkan perhitungan, total subjek dalam penelitian berjumalah 44, tetapi saat pengambilan data terdapat 1 orang subjek yang tidak melengkapi kuesioner mengenai riwayat siklus menstruasi sehingga total subjek yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 43 orang. Rentang usia subjek dalam penelitian ini 18–21 tahun. Sebaran subjek berdasarkan karakteristik yang meliputi usia, status gizi, uang saku, dan lama menjadi penari ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5 Sebaran subjek berdasarkan usia, uang saku, lama menjadi penari, dan status gizi Variabel n Persentase (%) Usia (tahun) 18 12 27.91 19 9 20.93 20 11 25.58 21 11 25.58 Total 43 100 Uang saku (Rp) <500 000 5 11.63 500 000–750 000 7 16.28 750 000–1 000 000 9 20.93 1 000 000–1 50 0000 13 30.23 1 500 000–2 000 000 5 11.63 >2 000 000 4 9.30 Total 43 100 Lama menjadi penari <1 tahun 2 4.65 1–5 tahun 29 67.44 >5 tahun 12 27.90 Total 43 100 Status gizi Kurus 7 16.28 Normal 26 60.47 Berisiko obesitas 4 9.30 Obese 1 5 11.63 Obese II 1 2.33 Total 43 100 Berdasarkan Tabel 5 diketahu bahwa rata-rata usia subjek yaitu 19.48 ± 1.16 dengan sebagian besar subjek berusia 18 tahun (27.91%). Usia remaja merupakan tahapan kehidupan manusia yang terjadi saat usia 11–21 tahun (Brown 2011).
14
Berdasarkan perkembangan psikososial, masa remaja dapat digolongkan menjadi tiga tahapan, yaitu remaja awal (usia 11–14 tahun), menengah (usia 15–17 tahun), dan remaja akhir (usia 18–21 tahun). Berdasarkan data uang saku, sebagian besar (30.23%) uang saku subjek berada pada rentang Rp1 000 000 sampai Rp1 500 000 per bulan. Sebanyak 11.63% subjek memiliki uang saku kurang dari Rp500 000 per bulan dan 9.30% subjek memiliki uang saku lebih dari Rp2 000 000 per bulan. Perbedaan uang saku ini selain disebabkan oleh keadaan ekonomi keluarga, juga disebabkan oleh adanya subjek yang mempunyai pekerjaan lain selain menjadi penari dan pelajar sehingga memiliki tambahan uang saku. Lama menjadi penari adalah durasi sejak subjek mulai mengikuti sekolah tari sampai pada waktu dilakukannya wawancara. Sebanyak 4.65% subjek menjadi penari selama kurang dari 1 tahun, sebanyak 67.44% selama 1–5 tahun, dan sebanyak 27.90% sudah menjadi penari selama lebih dari 5 tahun. Rata-rata subjek sudah menjadi penari selama 5.11 ± 4.01 tahun. Status gizi adalah kondisi tubuh sebagai akibat dari pola konsumsi pangan serta metabolisme zat gizi. Status gizi merupakan indikator keberhasilan dalam pemenuhan zat gizi yang dihitung melalui berat badan dan tinggi badan. Sebagian besar subjek memiliki status gizi normal (60.47%). Sedangkan sebanyak 16.28% memiliki status gizi kurus, 9.30% berisiko obesitas, 11.63% obesitas tingkat I, dan 2.33% obesitas tingkat II. Rata-rata indeks massa tubuh (IMT) subjek yaitu 21.23 ± 3.49 kg/m2 dengan IMT tertinggi yaitu 33.75 kg/m2 dan terendah 15.86 kg/m2. Menstruasi Menstruasi berasal mens yang dalam Bahasa Latin berarti “bulan” (Waluyo dan Putra 2010). Menstruasi adalah proses pelepasan dinding rahim yang disertai dengan perdarahan dan terjadi secara berulang setiap bulan kecuali pada saat kehamilan. Menstruasi terjadi selama 2–7 hari dengan rata-rata durasi selama 7 hari. Banyaknya darah yang keluar dalam satu siklus menstruasi normal yaitu sekitar 60–80 ml per bulan (Greydanus et al 2012). Jumlah darah yang paling banyak keluar terjadi pada tiga hari pertama menstruasi di tiap siklusnya. Siklus menstruasi Menstruasi yang terjadi setiap bulannya pada akhirnya akan membentuk suatu siklus atau biasa disebut siklus menstruasi. Panjang siklus menstruasi berkisar 21–35 hari yang dihitung sejak terjadinya pendarahan pada hari pertama dan berakhir tepat sebelum hari pertama menstruasi berikutnya (Ress et al 2005). Siklus menstruasi dikatakan terganggu apabila panjang siklus lebih pendek dari 21 hari atau lebih panjang dari 35 hari. Gangguan siklus menstruasi dapat dikelompokan menjadi polimenore, oligomenore, dan amenore. Polimenore yaitu memendeknya siklus menstruasi dengan panjang siklus kurang dari 21 hari, oligomenore yaitu memanjangnya siklus menstruasi dengan panjang siklus lebih dari 35 hari, sedangkan amenore yaitu keadaan tidak terjadinya menstruasi pada tiga atau lebih siklus menstruasi berturut-turut (Hendrik 2006). Sebaran subjek berdasarkan gangguan siklus menstruasi yang dialami dapat dilihat pada Tabel 6.
15
Tabel 6 Sebaran subjek berdasarkan gangguan siklus menstruasi Jenis gangguan n Persentase (%) Polimenorea 16 37.21 Oligomenorea 14 32.56 Normal 13 30.23 Total 43 100 Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa 37.21% subjek mengalami polimenore, 32.56% oligomenore, dan 30.23% subjek memiliki siklus menstruasi normal. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Castelo-branco et al (2006) yang menyatakan terdapat 34% penari yang mengalami gangguan oligomenore. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Friesen (2008) menyebutkan sebanyak 58% subjek mengalami gangguan siklus menstruasi. Kejadian gangguan siklus menstruasi banyak terjadi pada atlet dan penari. Penelitian yang dilakukan oleh Thein-Nissembaum et al (2012) menunjukan bahwa pada kelompok aesthetic sports yang terdiri atas penyelam, pesenam, penari, cheerleading, dan pom-pom squad di kalangan remaja menyebutkan bahwa sebanyak 9.50% mengalami amenore dan sebanyak 19% mengalami oligomenore. Penelitian yang dilakukan oleh William et al (2000) pada 50 orang peserta sekolah tari menunjukan bahwa sebelum terdaftar sebagai peserta sekolah tari, seluruh subjek memiliki siklus menstruasi normal dan setelah satu tahun mengikuti sekolah tari sebanyak 32% subjek mengalami gangguan siklus menstruasi. Siklus menstruasi dipengaruhi oleh usia, status gizi, tingkat stres, defisiensi zat gizi, pengaruh genetik, persen lemak tubuh, aktivitas fisik, penyakit kronis, dan penggunaan obat-obatan (Greydanus et al 2012). Sedangkan menurut American Academy of Pediatrics dalam Hollins-martin et al (2014) faktor yang mempengaruhi ketidakteraturan siklus menstruasi dibagi menjadi tiga yaitu penyebab hormonal, kondisi lain, dan tumor. Penyebab hormonal meliputi diabetes melitus, polycistic ovary syndrome, cushing’s disease, kelainan tiroid, premature ovarian failure, dan late onset kongenital adrenal hyperplasia. Kondisi lain meliputi stres, obat-obatan, aktivitas fisik berlebih, dan gangguan makan. Sedangkan tumor meliputi tumor ovarium, adrenal, dan prolactinomas. Terjadinya gangguan siklus menstruasi pada subjek penelitian diduga disebabkan oleh tingkat stres, pengaruh genetik, atau kondisi hormonal. Terjadinya gangguan siklus menstruasi dalam jangka panjang akan menyebabkan beberapa pengaruh negatif pada tubuh. Penelitian yang dilakukan oleh Solomon et al (2002) yang dilakukan selama 14 tahun menunjukan bahwa subjek yang memiliki riwayat siklus menstruasi yang tidak teratur memiliki risiko mengalami CHD (Coronary heart disease) yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan subjek yang memiliki riwayat siklus menstruasi yang teratur. Selain itu penelitian lain yang dilakukan oleh Salomon et al (2001) menunjukan bahwa wanita yang yang mengalami oligomenore secara signifikan memiliki risiko mengalami diabetes tipe 2. Hal ini disebabkan oleh wanita yang memiliki siklus menstruasi tidak teratur dalam jangka waktu lama cenderung mengalmai PCOS (polycistic ovary syndrome), yang berhubungan dengan adanya kelainan metabolik sehingga memiliki kecenderungan terjadinya CVD (cardiovascular disease) dan diabetes tipe 2.
16
Menstruasi pertama (menarche) Salah satu tanda terjadinya pubertas pada wanita adalah terjadinya menstruasi. Menstruasi pertama atau menarche pada wanita biasanya terjadi pada usia 10–16 tahun dengan rata-rata terjadi pada usia 12 tahun 4 bulan. Terjadinya menstruasi menandakan bahwa dimulainya masa reproduktif pada wanita dan akan berakhir sampai terjadinya menopause (Ress et al 2005). Sebaran subjek berdasarkan usia menarche ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran subjek berdasarkan usia menarche Usia menarche (tahun) n Persentase (%) 10 3 6.98 11 8 18.60 12 16 37.21 13 13 30.32 14 3 6.98 Total 43 100 Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa secara keseluruhan rata-rata usia menstruasi pertama subjek yaitu 12.11 ± 1.02 tahun dengan sebagian besar subjek mulai mengalami menstruasi pada usia 12 tahun (37.21%). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Allen (2006) pada atlet remaja berusia 18–23 tahun yang menunjukan bahwa rata-rata usia menarche subjek yaitu 12 tahun. Terjadinya menarche dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri atas genetik dan hormonal sedangkan faktor eksternal terdiri atas zat gizi, tingkat infeksi, persen lemak tubuh, dan aktivitas fisik berlebih. Menarche yang terjadi saat usia 16 tahun atau lebih mengindikasikan terjadinya amenore primer. Berdasarkan hasil sebaran usia menarche subjek, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat subjek yang mangalami amenore primer. Gangguan makan Gangguan makan (disordered eating) adalah gangguan makan secara subklinis yang meliputi pembatasan asupan energi (Hollins-Martin 2012). Gangguan ini terjadi saat individu melakukan usaha untuk menjaga ataupun menurunkan berat badan dengan cara yang tidak sehat. Individu termasuk dalam kategori disordered eating apabila individu tersebut tidak memenuhi kriteria pada anoreksia nervosa, bulimia nervosa, atau eating disorders not otherwise spcified (EDNOS) yang terdapat dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder-IV (DSM-IV) tetapi termasuk dalam salah satu kriteria tersebut (Southwick 2008). Gangguan makan berhubungan dengan kondisi psikis individu mengenai perasaan dan ekspresi diri. Penderita gangguan makan biasanya adalah individu yang memiliki kepercayaan diri rendah, perasaan tidak berdaya, dan tidak sebanding dengan orang lain (Hollins-martin et al 2014). Penari merupakan kelompok yang rentan mengalami gangguan makan. Hal ini disebabkan oleh penari mengaggap tubuh yang kurus akan memberikan penampilan yang lebih baik, selain itu adanya tekanan dari lingkungan untuk menjadi kurus, dan ketidakpuasan tubuh mendorong penari untuk melakukan beberapa tindakan yang tidak sehat untuk
17
menurunkan berat badan ataupun menjaga bentuk badan. Sebaran subjek berdasarkan risiko gangguan makan ditampilkan dalam Tabel 8. Tabel 8 Sebaran subjek berdasarkan risiko gangguan makan Risiko gangguan makan n Persentase (%) Berisiko 9 20.93 Tidak berisiko 34 79.07 Total 43 100 Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa secara keseluruhan sebagian besar subjek (79.07%) tidak memiliki risiko gangguan makan dan sebanyak 20.93% subjek berisiko mengalami gangguan makan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Dewyer et al (2012) pada skaters wanita yang menyebutkan terdapat 24% subjek yang berisiko mengalami gangguan makan. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Beals dan Manore (2002) menunjukan bahwa pada kelompok aesthetic sports terdapat 27.70% subjek yang berisiko mengalami gangguan makan. Secara keseluruhan rata-rata skor EAT-26 pada subjek yaitu 14.07 ± 9.74 dengan skor tertinggi berjumlah 48 dan skor terendah berjumlah 2. Terjadinya gangguan makan pada individu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Francisco et al (2012) terdapat 5 faktor yang mempengaruhi individu dalam terjadinya gangguan makan pada siswa sekolah tari yaitu pelatih (31%), teman sebaya (13%), budaya dan peraturan sekolah tari (19%), latihan (15%), dan jadwal (4%). Pelatih di sekolah tari pada lokasi penelitian tidak menekankan untuk memiliki tubuh yang kurus ataupun membatasi asupan makan. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan sebagian besar subjek tidak berisiko mengalami gangguan makan. Instrumen EAT-26 terdiri atas tiga subskala dengan skor maksimal pada tiap pertanyaan yaitu 3. Ketiga subskala pada instrumen EAT-26 yaitu dieting, bulimia and food preoccupation, serta oral control. Rata-rata skor pada subjek yang berisiko mengalami gangguan makan yaitu 1.38 pada subskala dieting, 0.87 pada subskala bulimia and food preoccupation, dan 0.84 pada subskala oral control. Sedangkan pada subjek yang tidak berisiko mengalami gangguan makan yaitu 0.35 pada subskala dieting, 0.36 pada subskala bulimia and food preoccupation, dan 0.47 pada subskala oral control. Hal ini menunjukan bahwa pada subjek yang berisiko gangguan makan memiliki kecenderungan untuk menghindari makanan berlemak atau memiliki keingan untuk menjadi lebih kurus. Total skor instrumen EAT-26 per butir pertanyaan pada subjek yang berisiko mengalami gangguan makan dapat dilihat pada Lampiran 3. Gangguan makan yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi yang rendah. Apabila tidak diperbaiki, gangguan makan dapat menyebabkan gangguan pada sikus menstruasi. Adanya gangguan siklus menstruasi yang diikuti dengan gangguan makan dan aktifitas fisik yang berat dapat memicu terjadinya cidera pada tulang. Kondisi ini disebut dengan female athlete triad. Penelitian Beals dan Manore (2002) menyebutkan ketidakteraturan menstruasi dan cidera pada tulang lebih sering terjadi pada atlet yang berisiko mengalami gangguan makan.
18
Tingkat kecukupan gizi Asupan energi dan zat gizi yang cukup diperlukan untuk menjaga kesehatan tubuh. Pencegahan penyakit kronis dapat dilakukan salah satunya dengan menjaga keseimbangan asupan zat gizi. Secara umum perbandingan kontribusi asupan energi yaitu 50–65% dari kabohidrat, 10–20% dari protein, dan 20–30% dari lemak (Kemenkes 2014). Kurangnya asupan energi dan zat gizi akan mempengaruhi kondisi kesehatan, aktivitas sehari-hari, dan produktivitas kerja (Ariningsih 2012). Tingkat kecukupan energi dan zat gizi dihitung dengan membandingkan asupan energi dan zat gizi dalam satu hari dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang sebelumnya dilakukan koreksi menurut berat badan subjek. Tingkat kecukupan energi Energi adalah kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan. Tubuh memperoleh energi yang berasal dari makanan. Jumlah energi dari makanan tersebut bergantung pada kandungan karbohidrat, protein, dan lemak. Di dalam tubuh, karbohidrat, protein, dan lemak dapat digunakan untuk menghasilkan energi. Energi yang dihasilkan tersebut dihitung dengan satuan kalori. Sebanyak 1 gram karbohidrat dan protein dapat menyumbang masing-masing 4 kkal energi dan 1 gram lemak dapat menyumbang 9 kkal energi (Rolfes et al 2009). Energi yang cukup diperlukan untuk terjadinya proses mendasar tubuh, seperti pernapasan, denyut jantung, dan sirkulasi darah, serta untuk melakukan aktivitas fisik seharihari. Berdasarkan hasil wawancara food recall 2x24 jam rata-rata asupan energi subjek yaitu 1424.62 ± 374.36 kkal dengan total asupan tertinggi yaitu 2169.97 kkal dan terendah 481.92 kkal. Total asupan energi yang didapat selanjutnya dihitung tingkat kecukupannya berdasarkan angka kecukupan energi. Anjuran angka kecukupan energi (AKE) berdasarkan Kemenkes (2014) untuk wanita usia 18 tahun yaitu 2125 kkal sedangkan untuk wanita usia 19–21 tahun yaitu 2250 kkal. Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan energi ditampilkan pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan energi Tingkat kecukupan energi n Persentase (%) Defisit berat 22 51.16 Defisit sedang 10 25.26 Defisit ringan 4 9.30 Normal 7 16.28 Total 43 100 Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa sebanyak 51.16% subjek mengalami defisit energi tingkat berat, 25.26% defisit energi tingkat sedang, 9.30% defisit tingkat ringan, dan terdapat 16.28% subjek yang memiliki tingkat kecukupan energi normal. Rata-rata tingkat kecukupan energi subjek yaitu 67.55% ± 21.81. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyawati (2013) pada penari balet remaja yang menunjukan rata-rata tingkat kecukupan energi subjek yaitu 70.80%. Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek, tingkat kecukupan energi yang rendah terjadi karena banyaknya subjek yang melewatkan waktu makan karena kesibukan dan terdapat beberapa subjek yang sedang melakukan diet
19
penurunan berat badan. Selain itu kurangnya asupan energi diduga disebabkan oleh kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengukuran konsumsi pangan. Kesalahan yang dapat terjadi yaitu kecenderungan subjek untuk melaporkan jumlah konsumsi yang lebih sedikit, lebih banyak, ataupun kesalahan saat subjek mengingat makanan yang dikonsumsinya. Tingkat kecukupan protein Protein merupakan komponen dasar pembentuk struktur sel tubuh. Di dalam tubuh protein merupakan bahan penyusun terbesar kedua setelah air. Protein terdapat dalam otot, organ tubuh, otak, saraf, kulit, rambut, dan kuku. Selain itu protein merupakan komponen penting dari zat pengatur tubuh, seperti enzim, hormon, dan plasma darah. Secara umum fungsi protein adalah memperbaiki jaringan yang rusak dan membentuk jaringan baru sehingga protein sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Protein merupakan salah satu zat gizi yang sangat penting pada penari. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan terjadi cidera otot pada penari lebih tinggi dibandingkan dengan bukan penari (Rolfes et al 2009). Berdasarkan hasil wawancara food recall 2x24 jam rata-rata asupan protein yaitu 40.43 ± 12.24 gram dengan total asupan tertinggi yaitu 67.31 gram dan terendah 8.44 gram. Total asupan protein yang didapat selanjutnya dihitung tingkat kecukupannya berdasarkan angka kecukupan protein. Anjuran angka kecukupan protein (AKP) berdasarkan Kemenkes (2014) yaitu 59 gram untuk wanita usia 18 tahun dan 56 gram untuk wanita usia 19–21 tahun. Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan protein ditampilkan dalam Tabel 10. Tabel 10 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan protein Tingkat kecukupan protein n Persentase (%) Defisit berat 20 46.51 Defisit sedang 5 11.62 Defisit ringan 7 16.27 Normal 8 18.60 Lebih 3 6.98 Total 43 100 Berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa sebanyak 46.51% subjek tergolong defisit protein tingkat berat, 11.62% defisit sedang, 16.27% defisit ringan, 18.60% normal, dan 6.98% berlebih. Rata-rata tingkat kecukupan protein subjek yaitu 75.24% ± 29.39. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyawati (2013) pada penari balet remaja yang menunjukan rata-rata tingkat kecukupan protein subjek yaitu 67.80%. Tingkat kecukupan yang rendah disebabkan oleh kurangnya konsumsi pangan sumber protein serta adanya subjek yang melakukan diet penurunan berat badan atau melewatkan waktu makan. Kurangnya asupan protein dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya gizi kurang. Selain itu asupan protein yang kurang ataupun berlebih kemungkinan disebabkan oleh kesalahan yang mungkin terjadi saat pengukuran konsumsi pangan. Kesalahan tersebut seperti kecenderungan subjek untuk melaporkan jumlah konsumsi yang lebih sedikit, lebih banyak, ataupun kesalahan saat subjek mengingat makanan yang dikonsumsinya.
20
Tingkat kecukupan lemak Lemak menyumbang sekitar 34% energi dari makanan. Di dalam tubuh lemak disimpan di dalam sel adiposit. Kemampuan untuk menyimpan dan menggunakan lemak dalam jumlah besar membuat manusia dapat hidup walaupun tanpa makanan dalam jangka waktu yang panjang. Selain sebagai sumber energi, lemak di dalam tubuh berfungsi untuk metabolisme vitamin larut lemak, pembentuk struktur tubuh, serta penghasil asam lemak esensial. Selain itu asupan lemak dalam jumlah yang cukup diperlukan untuk mencegah terjadinya penyakit kardiovaskuler (Rolfes et al 2009). Berdasarkan hasil wawancara food recall 2x24 jam, rata-rata asupan lemak subjek yaitu 42.53 ± 13.50 gram dengan total asupan tertinggi yaitu 70.60 gram dan terendah 15.11 gram. Total asupan lemak yang didapat selanjutnya dihitung tingkat kecukupannya berdasarkan angka kecukupan lemak. Angka kecukupan lemak yang dianjurkan untuk wanita usia 18 tahun yaitu 71 gram sedangkan untuk wanita usia 19–21 tahun yaitu 75 gram. Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan lemak ditampilkan pada Tabel 11. Tabel 11 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan lemak Tingkat kecukupan lemak n Persentase (%) Kurang 2 4.65 Cukup 34 79.07 Lebih 7 16.28 Total 43 100 Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa sebanyak 79.07% subjek termasuk dalam kategori kecukupan lemak yang cukup, 4.65% kurang, dan 16.28% lebih. Rata-rata tingkat kecukupan lemak subjek yaitu 26.94% ± 4.62. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Friesen (2008) dan Hinton et al (2004) yang menyatakan bahwa rata-rata tingkat kecukupan lemak yaitu 27.50% ± 6.8 dan 28.20% ± 5.0. Kecukupan lemak yang berlebih dapat disebabkan oleh konsumsi pangan tinggi lemak, seperti kue manis dan gorengan. Asupan lemak yang berlebih dapat menyebabkan berbagai efek negatif pada tubuh, seperti obesitas, meningkatnya risiko kanker, dan penyakit kardiovaskuler. Sementara itu kurangnya lemak tubuh dalam waktu yang lama dapat menyebabkan terganggunya metabolisme vitamin larut lemak, kurangnya ketersediaan energi, dan terjadi penurunan berat badan. Selain disebabkan oleh asupan lemak yang rendah ataupun berlebih, kurang dan lebihnya asupan lemak diduga disebabkan oleh kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengukuran konsumsi pangan. Kesalahan yang dapat terjadi yaitu kecenderungan subjek untuk melaporkan jumlah konsumsi yang lebih sedikit, lebih banyak, ataupun kesalahan saat subjek mengingat makanan yang dikonsumsinya. Tingkat kecukupan karbohidrat Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi utama. Setiap 1 gram karbohidrat dapat menyumbang energi sebesar 4 kkal. Karbohidrat terdiri atas karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Karbohidrat sederhana meliputi monosakarida dan disakarida sedangkan karbohidrat kompleks yaitu polisakarida. Monosakarida terdiri atas glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Glukosa merupakan
21
sumber energi esensial pada seluruh aktivitas tubuh. Disakarida merupakan gabungan dari dua monosakarida, disakarida terdiri atas maltosa (glukosa-glukosa), sukrosa (glukosa–fruktosa), dan laktosa (glukosa–galaktosa). Sedangkan polisakarida adalah karbohidrat kompleks yang merupakan gabungan dari glukosa dan beberapa monosakarida. Beberapa jenis polisakarida antara lain glikogen, pati, dan serat (Rolfes et al 2009). Berdasarkan hasil wawancara food recall 2x24 jam, rata-rata asupan karbohidrat subjek yaitu 211.77 ± 58.28 gram dengan total asupan tertinggi yaitu 319.73 gram dan terendah 86.96 gram. Total asupan karbohidrat yang didapat selanjutnya dihitung tingkat kecukupannya berdasarkan angka kecukupan karbohidrat. Angka kecukupan karbohidrat yang dianjurkan untuk wanita usia 18 tahun yaitu 292 gram sedangkan untuk wanita usia 19–21 tahun yaitu 309 gram. Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat ditampilkan pada Tabel 12. Tabel 12 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat Tingkat kecukupan karbohidrat n Persentase (%) Cukup 34 79.07 Lebih 9 20.93 Total 43 100 Berdasarkan Tabel 12 diketahui bahwa sebanyak 79.07% subjek memiliki tingkat kecukupan karbohidrat yang tergolong cukup dan 20.93% tergolong lebih. Rata-rata tingkat kecukupan karbohidrat subjek yaitu 59.74% ± 7.06. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Friesen (2008) dan Hinton et al (2004) yang menunjukan bahwa rata-rata tingkat kecukupan karbohidrat yaitu 54.70% ± 7.5 dan 55.70% ± 5.4. Kecukupan karbohidrat yang berlebih disebabkan oleh konsumsi pangan tinggi karbohidrat, seperti makanan manis atau minuman kemasan. Asupan karbohidrat berlebih, khusunya gula sederhana dapat menyebabkan masalah pada tubuh seperti obesitas dan karies gigi. Konsumsi gula berlebih dapat menimbulkan rasa kenyang yang lebih cepat sehingga dapat menurunkan konsumsi pangan lain yang mengandung gizi relatif lengkap. Asupan karbohidrat yang berlebih dapat disebabkan oleh tingginya konsumsi pangan sumber karbohidrat. Selain itu dapat pula disebabkan oleh kesalahan yang mungkin terjadi saat pengukuran konsumsi pangan, seperti kecenderungan subjek untuk melaporkan lebih sedikit, lebih banyak, ataupun terjadi kesalahan saat subjek mengingat makanan yang dikonsumsinya. Tingkat kecukupan kalsium Kalsium merupakan salah satu mineral makro yang sangat diperlukan tubuh khususnya pada saat pertumbuhan. Kalsium merupakan mineral terbanyak yang terdapat dalam tubuh. Sekitar 2% berat badan orang dewasa atau sekiar 1.0–1.4 kg terdiri atas kalsium. Sebagian besar kalsium berada di tulang rawan dan gigi sedangkan sisanya terdapat dalam jaringan lunak dan cairan tubuh. Peran kalsium dalam tubuh dibagi menjadi dua, yaitu untuk membentuk tulang dan gigi serta untuk mengatur proses biologis. Kalsium yang berada dalam jaringan tubuh berperan dalam berbagai proses, seperti transmisi impuls syaraf, kontraksi otot,
22
penggumpalan darah, pengaturan permeabilitas membran sel, serta keaktifan enzim (Winarno 1984). Berdasarkan hasil wawancara food recall 2x24 jam, rata-rata asupan kalsium subjek yaitu 279.73 ± 211.86 mg dengan total asupan tertinggi yaitu 1063.83 mg dan terendah 26.63 mg. Total asupan kalsium yang didapat selanjutnya dihitung tingkat kecukupannya berdasarkan angka kecukupan kalsium. Angka kecukupan kalsium untuk wanita usia 18 tahun yaitu 1200 mg dan untuk wanita usia 19–21 tahun yaitu 1100 mg. Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan kalsium ditampilkan dalam Tabel 13. Tabel 13 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan kalsium Tingkat kecukupan kalsium n Persentase (%) Kurang 42 97.67 Lebih 1 2.32 Total 43 100 Berdasarkan Tabel 13 sebagian besar subjek (97.67%) tergolong dalam kategori kurang dan hanya 2.32% subjek yang tergolong cukup. Rata-rata tingkat kecukupan kalsium subjek yaitu 24.83% ± 19.27. Manore (2002) menyebutkan bahwa rata-rata asupan kalsium pada atlet mahasiswa adalah 500–1623 mg per hari. Hal ini mengindikasikan bahwa asupan kalsium pada subjek penelitian sangat rendah. Penelitian yang dirangkum oleh Sousa et al (2013) mengenai zat gizi pada penari menyebutkan salah satu zat gizi mikro yang harus diperhatikan lebih pada penari yaitu kalsium. Asupan kalsium yang cukup diperlukan untuk pembentukan tulang yang kuat dan mengurangi risiko terjadinya osteoporosis yang sering terjadi pada penari. Kurangnya asupan kalsium khususnya pada penari dapat menyebabkan rendahnya massa tulang dan meningkatnya risiko cidera tulang. Selain berfungsi untuk pertumbuhan tulang, kalisum merupakan kation esensial yang mempunyai peran penting dalam pengaturan intraseluler dan ekstraseluler. Kalsium intraseluler mempengauhi sintesis neurotransmitters yang berperan saat PMS (Premenstruation syndrome) seperti seretonin. Selain itu perubahan pada kalsium ekstraseluler dapat mempengaruhi regulasi emosi saat PMS (Hollins-Martin et al 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Ghanbari et al (2009) menunjukan bahwa suplementasi kalsium sebanyak 500 mg dengan pemberian dua kali sehari pada wanita dengan PMS mampu menurunkan gejala PMS, seperti kelelahan, perubahan nafsu makan, dan depresi. Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Reza (2008) menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan kalsium dan PMS (p>0.05). Tingkat kecukupan kalsium yang rendah dapat disebabkan oleh kurangnya konsumsi pangan sumber kalsium seperti susu dan pangan hewani. Selain itu dapat disebabkan oleh kesalahan yang mungkin terjadi saat pengukuran konsumsi pangan, seperti kecenderungan subjek untuk melaporkan lebih sedikit, lebih banyak, ataupun terjadi kesalahan saat subjek mengingat makanan yang dikonsumsinya.
23
Tingkat stres Stres merupakan respon tubuh yang tidak spesifik terhadap tuntutan beban atau respon fisiologis, psikologis, dan perilaku manusia dalam menghadapi perubahan dan mengatur tekanan yang bersumber dari internal ataupun eksternal (stresor) (Rasmun 2004). Sedangkan menurut Vincent Cornelli dalam Sunaryo (2004) stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan yang dipengaruhi oleh lingkungan maupun penampilan individu dalam lingkungan tersebut. Berdasarkan tingkatannya, stres digolongkan menjadi tiga, yaitu stres ringan, stres sedang, dan stres berat. Stres ringan terjadi pada waktu singkat dan biasanya tidak merusak fisiologis tubuh, seperti saat kondisi kemacetan. Stres sedang terjadi dalam waktu yang lebih lama serta dapat mempengaruhi kesehatan individu dan adanya kemungkinan untuk berkembang menjadi penyakit. Stres berat adalah stres kronis terjadi dalam beberapa minggu atau bulan. Kondisi stres dalam waktu lama ini dapat mempengaruhi sistem imunitas tubuh sehingga akan mempengaruhi kesehatan individu (Rasmun 2004). Kecemasan merupakan respon terhadap situasi tertentu yang mengancam dan merupakan hal yang normal terjadi khususnya pada pengalaman baru yang belum pernah dilakukan. Karakteristik kecemasan yaitu munculnya perasaan takut dan kehati-hatian yang berlebihan. Sedangkan depresi merupakan suatu keadaan yang dipicu oleh banyak faktor, seperti faktor genetik, peristiwa hidup, dan faktor psikologis. Depresi dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan biokimia, polusi lingkungan dan alergi, dan adanya penyakit (Damanik 2006). Sebaran subjek berdasarkan tingkat stres, depresi, dan kecemasan ditampilkan pada Tabel 14. Tabel 14 Sebaran subjek berdasarkan tingkat stres, depresi, dan kecemasan Variabel n Persentase (%) Tingkat stres Normal 19 44.19 Ringan 14 32.56 Sedang 7 16.28 Berat 3 6.98 Total 43 100 Tingkat depresi Normal 21 48.84 Ringan 13 30.23 Sedang 7 16.28 Sangat Berat 2 4.65 Total 43 100 Tingkat kecemasan Normal 8 18.60 Ringan 5 11.63 Sedang 11 25.58 Berat 7 16.28 Sangat Berat 12 27.91 Total 43 100
24
Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa pada tingkat stres, secara keseluruhan sebanyak 44.19% subjek termasuk dalam kategori normal, sedangkan 32.56% mengalami stres ringan, 16.28% stres sedang, dan 6.98% stres berat. Pada kategori depresi, secara keseluruhan sebanyak 48.84% subjek tergolong pada tingkat normal. Pada kategori kecemasan sebanyak 27.91% subjek tergolong sangat berat dan 18.60% normal. Rata-rata skor untuk skala stres yaitu 7.33 ± 3.43 dengan skor tertinggi berjumlah 15 dan skor terendah berjumlah 1. Rata-rata skor pada skala depresi yaitu 4.69 ± 3.29 dengan skor tertinggi berjumlah 15 dan skor terendah 0. Sedangkan rata-rata skor pada skala kecemasan yaitu 7.42 ± 3.53 dengan skor tertinggi berjumlah 17 dan skor terendah 1. Stres yang dialami oleh penari dapat dipicu oleh beberapa faktor seperti persaingan antar penari, hubungan dengan instruktur tari, kebutuhan untuk menjaga bentuk dan berat badan, aktivitas sehari-hari, serta saat membagi waktu antara sekolah dan menari. Persaingan antar penari cenderung tinggi hal ini membuat penari melakukan latihan yang berulang untuk memaksimalkan penampilannya (Hernandez 2013). Sementara itu seluruh subjek pada penelitian merupakan pelajar, hal ini menyebabkan kegiatan penari yang juga sebagai pelajar cenderung padat. Kondisi inilah yang diduga menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya stres pada subjek penelitian. Penelitian Dennill (2000) menyebutkan bahwa sebanyak 46% penari mengalami general anxiety, 51% mengalami performance anxiety, 41% mengalami depresi, dan 49% mengalami stres karna faktor eksternal. Faktor lain yang dapat mempengaruhi kondisi stres dan kecemasan pada penari bersumber dari diri seorang penari tersebut, seperti ekspektasi pada penampilan sehingga adanya ketakutan akan kegagalan, sifat perfeksionis, kepercayaan diri yang rendah, dan kepribadian penari. Seluruh fakor tersebut merupakan faktor yang berhubungan dengan kompetisi dan penampilan tari. Penari merupakan salah satu pekerjaan yang menuntut kesempurnaan pada penampilannya sehingga adanya rasa cemas akan kegagalan atau penampilan yang tidak sesuai dengan harapan cenderung mudah dialami oleh penari. Selain itu Adanya pengalaman yang buruk pada penampilan tari dapat meningkatkan stres dan kecemasan pada penari. Hubungan gangguan makan dengan tingkat kecukupan zat gizi Hasil analisis uji korelasi Spearman menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi (r=-0.313, p=0.041) dan karbohidrat (r=-0.305, p=0.047) dengan risiko gangguan makan. Hasil ini menunjukan semakin tinggi risiko individu mengalami gangguan makan, semakin rendah tingkat kecukupan energi dan karbohidrat pada individu tersebut. Sementara itu tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan protein (p=0.178), lemak (p=0.056), dan kalsium (p=0.361). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewyer et al (2012) yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara risiko gangguan makan dan energi. Sebaran subjek berdasarkan risiko gangguan makan dengan tingkat kecukupan zat gizi ditampilkan pada Tabel 15.
25
Tabel 15 Sebaran subjek berdasarkan risiko gangguan makan dan tingkat kecukupan zat gizi Gangguan makan Berisiko Tidak berisiko Total Gangguan makan Berisiko Tidak berisiko Total Gangguan makan Berisiko Tidak berisiko Total Gangguan makan Berisiko Tidak berisiko Total Gangguan makan
Tingkat kecukupan energi Kurang Cukup n % n % 9 28.13 0 0 23 71.87 11 100 32 100 11 100 Tingkat kecukupan protein Kurang Cukup n % n % 7 28 2 11.11 18 72 16 88.89 25 100 18 100 Tingkat kecukupan lemak Kurang Cukup n % n % 0 0 9 21.95 2 100 32 78.05 2 100 41 100 Tingkat kecukupan karbohidrat Kurang Cukup n % n % 0 0 9 20.93 0 0 34 79.07 0 0 43 100 Tingkat kecukupan kalsium Kurang Cukup n % n % 9 21.43 0 0 33 78.57 1 100 42 100 1 100
Berisiko Tidak berisiko Total *Uji korelasi Spearman a) Signifikan pada p <0.05
Total
%
p*
9 34 43
20.93 79.07 100
0.041a)
9 34 43
20.93 79.07 100
0.178
9 34 43
20.93 79.07 100
0.056
9 34 43
20.93 79.07 100
0.047 a)
9 34 43
20.93 79.07 100
0.361
Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa pada tingkat kecukupan energi dengan kategori kurang dialami oleh seluruh subjek yang berisiko mengalami gangguan makan dan sebanyak 71.87% dialami oleh subjek yang tidak berisiko mengalami gangguan makan. Sementara itu pada tingkat kecukupan energi dengan kategori cukup hanya dialami oleh subjek yang tidak berisiko mengalami gangguan makan. Hal ini menunjukan bahwa subjek yang berisiko mengalami gangguan makan cenderung membatasi asupan energi. Berdasarkan tingkat kecukupan protein pada kategori kurang, sebanyak 28% dialami oleh subjek yang berisiko gangguan makan dan sebanyak 72% dialami oleh subjek yang tidak berisiko gangguan makan. Sementara itu pada tingkat kecukupan protein dengan kategori cukup, sebanyak 11.11% dialami oleh subjek yang berisiko gangguan makan dan 88.89% dialami oleh subjek yang tidak berisiko gangguan makan. Berdasarkan tingkat kecukupan lemak pada kategori kurang hanya dialami oleh subjek yang tidak berisiko mengalami gangguan makan. Sementara itu subjek yang berisiko mengalami gangguan makan seluruhnya memiliki kategori tingkat kecukupan yang cukup dan sebanyak 78.05% subjek yang tidak berisiko mengalami gangguan makan berada pada kategori cukup. Hal ini disebabkan oleh pada subjek
26
yang berisiko mengalami gangguan makan, konsumsi makanan camilan yang tinggi lemak seperti kue manis, donat, dan gorengan cenderung lebih banyak dibandingkan dengan konsumsi makanan pokok. Hal ini menyebabkan kontribusi energi pada subjek yang berisiko mengalami gangguan makan sebagian besar berasal dari lemak. Berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat pada kategori kurang tidak dialami oleh subjek, baik yang berisiko mengalami gangguan makan ataupun yang tidak mengalami gangguan makan. Seluruh subjek memiliki tingkat kecukupan karbohidrat pada kategori cukup. Hal ini dapat disebabkan oleh konsumsi makanan camilan manis, seperti cokelat, teh manis, dan minuman kemasan. Berdasarkan kategori tingkat kecukupan kalsium pada kategori kurang, sebanyak 21.43% dialami oleh subjek yang berisiko mengalami gangguan makan dan 78.57% yang tidak berisiko. Sedangkan pada kategori tingkat kecukupan kalsium yang cukup, seluruhnya dialami oleh subjek yang tidak berisiko mengalami gangguan makan. Rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada kelompok yang berisiko mengalami gangguan makan yaitu; energi 47.99% ± 19.39, protein 57.33% ± 27.85, lemak 27.82% ± 3.62, karbohidrat 59.71% ± 8.95, dan kalsium 23.28% ± 14.43. Sementara itu rata-rata tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada subjek yang tidak berisiko mengalami gangguan makan yaitu energi 72.72% ± 19.56, protein 79.97% ± 28.29, lemak 26.70% ± 4.86, karbohidrat 59.74% ± 6.63, dan kalsium 25.48% ± 20.58. Rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein pada subjek yang berisiko mengalami gangguan makan lebih rendah dibandingkan dengan subjek yang tidak berisiko mengalami gangguan makan. Hasil ini sejalan dengan peneltiain Cheng et al (2013) dan Phillipi & Dunker (2005) yang menyebutkan kecukupan energi dan protein lebih rendah pada subjek yang berisiko mengalami gangguan makan. Hubungan tingkat kecukupan zat gizi dengan gangguan siklus menstruasi Hasil uji korelasi Spearman menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi (p=0.447), tingkat kecukupan protein (p=0.423), tingkat kecukupan lemak (p=0.267), tingkat kecukupan karbohidrat (p=0.842), dan tingkat kecukupan kalsium (p=0.126) dengan gangguan siklus menstruasi. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Miller et al (2013) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kecukupan energi dan siklus menstruasi. Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Rachmawati dan Murbawani (2015) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi (p<0.001), lemak (p<0.001), dan karbohidrat (p<0.001), dengan kejadian gangguan siklus menstruasi. Hasil yang tidak signifikan tersebut dapat dipengaruhi oleh durasi dan ketersediaan energi di dalam tubuh. Hal ini sangat menentukan gangguan siklus menstruasi yang dialami. Individu yang mengalami defisiensi zat gizi dalam waktu yang lama serta mengalami penurunan berat badan yang berlebihan seperti pada penderita anoreksia nervosa, rentan mengalami gangguan siklus menstruasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Vale et al (2014) yang menyatakan bahwa rata-rata subjek yang mengalami anoreksia nervosa mulai mengalami gangguan siklus menstruasi setelah satu bulan didiagnosis mengalami anoreksia dan terjadi penurunan berat badan sebanyak 22% dari berat badan semula.
27
Aktivitas fisik yang diikuti dengan rendahnya asupan energi menyebabkan ketersediaan energi di dalam tubuh menjadi rendah. Ketersediaan energi yang kurang dari 20–25 kkal/kg LBM (lean body mass) dan berlangsung dalam waktu yang lama dapat mempengaruhi metabolisme dan hormon reproduksi pada wanita (Eliakim dan Beyth 2003). Ketersediaan energi yang rendah dapat menurunkan sekresi hormon gonadotropin. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penekanan pada hipotalamus pituitari ovarium atau biasa disebut dengan functional hypotalamic amenorea. Penekanan pada hipotalamus pituitari ovarium tersebut ditandai dengan adanya penekanan pada GnRH (gonadotropin releasing hormon) sehingga menyebabkan produksi FSH (follicle-stimulating hormone), LH (luteinizing hormone), estrogen, progesteron menurun. Penurunan jumlah hormon yang berperan pada terjadinya ovulasi tersebut menyebabkan terjadiya gangguan salah satunya pada siklus menstruasi (Hollins-Martin et al 2014). Defisiensi zat gizi yang dialami subjek penelitian salah satunya disebabkan oleh adanya subjek yang melewatkan waktu makan karena kesibukan, sehingga terdapat kemungkinan bahwa defisiensi tersebut tidak berlangsung secara konstan dan dalam waktu yang lama. Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi dan gangguan siklus menstruasi ditampilkan pada Tabel 16. Tabel 16 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan zat gizi dan gangguan siklus menstruasi Kategori tingkat kecukupan zat gizi Tingkat kecukupan energi Defisit berat Defisit sedang Defisit ringan Normal Total Tingkat kecukupan protein Defisit berat Defisit sedang Defisit ringan Normal Lebih Total Tingkat kecukupan lemak Kurang Cukup Lebih Total Tingkat kecukupan karbohidrat Cukup Lebih Total Tingkat kecukupan kalsium Kurang Cukup Total *Uji korelasi Spearman
Gangguan siklus menstruasi Gangguan Normal n % n %
Total
%
p*
15 6 3 6 30
50 20 10 20 100
7 4 1 1 13
53.85 30.77 7.69 7.69 100
22 10 4 7 43
51.16 25.26 9.30 16.28 100
0.447
13 3 5 6 3 30
43.33 10 16.67 20 10 100
7 2 2 2 0 13
53.85 15.38 15.38 15.38 0.00 100
20 5 7 8 3 43
46.51 11.62 16.27 18.60 6.98 100
0.432
1 25 4 30
3.33 83.33 13.33 100
1 9 3 13
7.69 69.23 23.08 100
2 34 7 43
4.65 79.07 16.28 100
0.267
25 5 30
83.33 16.67 100
9 4 13
69.23 30.77 100
34 9 43
79.07 20.93 100
0.842
30 0 30
100 0.00 100
12 1 13
92.31 7.69 100
42 1 43
97.67 2.32 100
0.126
28
Berdasarkan Tabel 16 diketahui bahwa pada subjek yang mengalami gangguan siklus menstruasi, sebanyak 50% tergolong defisit energi tingkat berat dan sebanyak 20% subjek tergolong normal. Sedangkan pada subjek dengan siklus menstruasi normal, sebanyak 53.85% tergolong defisit energi tingkat berat dan 7.69% subjek tergolong normal. Berdasarkan tingkat kecukupan protein, subjek yang mengalami gangguan siklus menstruasi, sebanyak 43.33% subjek memiliki tingkat kecukupan defisit berat, 20% subjek tergolong normal, dan 10% berlebih. Sedangkan pada subjek dengan siklus menstruasi normal, sebanyak 53.85% subjek tergolong defisit protein tingkat berat, 15.38% normal, serta tidak ada subjek dengan tingkat kecukupan berlebih. Berdasarkan tingkat kecukupan lemak, subjek yang mengalami gangguan siklus menstruasi, sebanyak 83.33% memiliki tingkat kecukupan lemak yang cukup. Sedangkan pada subjek dengan siklus menstruasi normal, sebanyak 69.23% subjek memiliki tingkat kecukupan yang cukup. Berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat, subjek yang memiliki gangguan siklus menstruasi, sebanyak 83.33% tergolong cukup dan 16.67% tergolong lebih. Sedangkan pada subjek dengan siklus menstruasi normal, sebanyak 69.23% tergolong cukup dan 30.77% lebih. Berdasarkan tingkat kecukupan kalsium, seluruh subjek (100%) dengan gangguan siklus menstruasi memiliki tingkat kecukupan kalsium yang kurang. Sedangkan subjek dengan siklus menstruasi nomal, sebanyak 92.31% subjek tergolong kurang dan 7.69% subjek tergolong cukup. Hubungan tingkat stres dengan kejadian gangguan siklus menstruasi Hasil uji korelasi Spearman antara tingkat stres, depresi, kecemasan dan kejadian gangguan siklus menstruasi menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stres (r=0.308, p=0.044) dan kejadian gangguan siklus menstruasi. Hasil ini menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat stres individu, semakin sering terjadi gangguan siklus menstruasi. Sementara itu tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat depresi (p=0.990) dan tingkat kecemasan (p=0.777) dengan gangguan siklus menstruasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Palm-Fischbacher (2014) dan Kollipaka et al (2013) yang menyebutkan bahwa kondisi stres merupakan salah satu faktor yang secara signifikan mempengaruhi siklus menstruasi. Kondisi stres akan mempengaruhi kondisi metabolisme dan fisiologis tubuh, salah satunya siklus menstruasi. Hal ini disebabkan oleh saat terjadi stres, hipotalamus akan mensekresikan hormon corticotropic releasing hormon (CRH). Hormon ini akan mempengaruhi beberapa kerja hormon lain, salah satunya adalah gonadotropic releasing hormon (GnRH). GnRH adalah hormon reproduksi yang mempengaruhi pelepasan FSH, LH, estrogen dan progesteron. Peningkatan kadar hormon CRH dalam tubuh akan menekan hormon GnRH sehingga akan mempengaruhi pelepasan hormon FSH, LH, estrogen,dan progesteron. Akibatnya, terjadi penekanan pada ovarium sehingga menyebabkan terjadinya gangguan pada siklus menstruasi (Hollins-Martin et al 2014). Hasil penelitian ini menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara gangguan siklus menstruasi dan kecemasan (p=0.777) dan depresi (p=0.998). Hasil ini disebabkan oleh kecemasan dan depresi salah satunya dipengaruhi oleh hormon progesteron dan estrogen. Progesteron dan estrogen dapat mempengaruhi
29
neurotransmiter yang mengatur kecemasan dan depresi seperti dopamin, serotonin, dan sistem GABAergic (Frederieke et al 2009). Oleh karena itu siklus hormonal pada wanita dapat mempengaruhi tingkat kecemasan dan depresi yang dialami. Penelitian yang dilakukan oleh Gonda et al (2008) menyebutkan bahwa skor kecemasan dan depresi pada wanita lebih tinggi pada fase luteal dari siklus menstruasi. Fase luteal merupakan salah satu fase dari siklus menstruasi yang terjadi sebelum fase menstruasi atau dimulai setelah terjadinya ovulasi. Pada fase luteal terjadi penurunan jumlah hormon estrogen dan progesteron. Penurunan jumlah hormon ini dapat mempengaruhi tingkat kecemasan dan depresi yang dialami oleh wanita. Pada wanita, kondisi kecemasan dan depresi ataupun gangguan mood lainnya akan berfluktuasi dan berhubungan dengan siklus hormonal. Pengumpulan data kecemasan dan depresi yang dilakukan pada satu waktu tanpa mempertimbangkan fase siklus menstruasi yang dialami subjek dapat mempengaruhi hasil yang didapat. Hal ini diduga menjadi penyebab tidak terjadi hubungan yang signifikan antara tingkat kecemasan dan depresi dengan ganggun siklus menstruasi. Sebaran subjek berdasarkan tingkat stres, depresi, dan kecemasan dengan gangguan siklus menstruasi ditampilkan pada Tabel 17. Tabel 17 Sebaran subjek berdasarkan tingkat stres, depresi, kecemasan dan gangguan siklus menstruasi Kategori tingkat stres, depresi, dan kecemasan Tingkat stres Normal Ringan Sedang Berat Total Tingkat depresi Normal Ringan Sedang Sangat berat Total Tingkat kecemasan Normal Ringan Sedang Berat Sangat berat Total *Uji korelasi Spearman a) Signifikan pada p <0.05
Gangguan siklus menstruasi Gangguan Normal n % n %
Total
%
p*
13 11 4 2 30
43.33 36.67 13.33 6.67 100
6 3 3 1 13
46.15 23.08 23.08 7.69 100
19 14 7 3 43
44.19 32.56 16.28 6.98 100
0.044a)
15 9 5 1 30
50 30 16.67 3.33 100
6 4 2 1 13
46.15 30.77 15.38 7.69 100
21 13 7 2 43
48.84 30.23 16.28 4.65 100
0.990
6 3 7 6 8 30
20 10 23.33 20 26.67 100
2 2 4 1 4 13
15.38 15.38 30.77 7.69 30.77 100
8 5 11 7 12 43
18.60 11.63 25.58 16.28 27.91 100
0.777
Berdasarkan Tabel 17 diketahui pada tingkat stres, subjek yang mengalami gangguan siklus menstruasi (43.33%) ataupun tidak mengalami gangguan siklus menstruasi (46.15%), sebagian besar tergolong pada tingkat stres normal. Berdasarkan kategori depresi, subjek yang mengalami gangguan siklus menstruasi (50%) ataupun yang tidak mengalami gangguan siklus menstruasi (46.15) sebagian besar tergolong tingkat depresi normal. Berdasarkan kategori kecemasan, subjek yang memiliki gangguan siklus menstruasi sebagian besar (26.67%) tergolong
30
dalam tingkat kecemasan sangat berat, sedangkan pada subjek yang tidak mengalami gangguan siklus menstruasi, persentase pada kecemasan tingkat sedang dan sangat berat memiliki jumlah yang sama, yaitu 30.77%.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Total subjek pada penelitian ini adalah 43 penari dengan sebagian besar subjek berusia 18 tahun. Sebagian besar subjek memiliki uang saku antara Rp1 000 000 sampai Rp1 500 000 per bulan. Rata-rata subjek sudah menjadi penari selama 5 tahun dan sebagian besar subjek memiliki status gizi normal. Berdasarkan riwayat siklus menstruasi, sebanyak 37.21% subjek mengalami polimenore, 32.56% oligomenore, dan 30.23% tidak mengalami gangguan siklus menstruasi. Sebagian besar subjek mengalami menstruasi pertama pada usia 12 tahun. Berdasarkan risiko gangguan makan, sebagian besar subjek tidak memiliki risiko mengalami gangguan makan. Secara umum tingkat kecukupan energi dan zat gizi subjek cenderung kurang. Pada tingkat kecukupan energi dan protein, sebagian besar subjek mengalami defisit tingkat berat. Sedangkan pada tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat sebagian besar subjek tergolong cukup. Sementara itu pada tingkat kecukupan kalsium sebagian besar subjek tergolong kurang. Kurangnya asupan sebagian besar disebabkan oleh adanya subjek yang sedang melakukan diet penurunan berat badan serta adanya subjek yang melewatkan waktu makan. Data tingkat stres dan depresi menunjukan sebagian besar subjek tergolong pada tingkat normal, sedangkan pada tingkat kecemasan sebagian besar subjek tergolong sangat berat. Terdapat hubungan yang signifikan antara risiko gangguan makan dengan tingkat kecukupan energi dan karbohidrat, serta antara tingkat stres dan gangguan siklus menstruasi (p <0.05). Sementara itu tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan zat gizi dan gangguan siklus menstruasi (p > 0.05). Saran Penari harus lebih memperhatikan asupan energi dan zat gizinya sehari-hari. Diet penurunan berat badan harus dilakukan dengan cara yang sehat, seperti perbanyak konsumsi sayur dan buah serta mengurangi konsumsi makanan camilan. Aktivitas yang cenderung padat, seperti sekolah dan latihan tari harus diikuti dengan konsumsi pangan yang cukup untuk mencapai kesehatan yang optimal. Selain itu konsumsi pangan sumber kalsium seperti susu harus ditingkatkan untuk mencegah terjadinya peningkatan risiko cidera pada tulang. Selain itu faktor lain yang dapat mempengaruhi siklus mentruasi penari sebaiknya dipertimbangkan pada penelitian selanjutnya, seperti aktivitas fisik yang berlebih.
31
DAFTAR PUSTAKA [Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2013. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Jakarta (ID): Direktorat Bina Gizi, Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Allen LS. 2006 The Prevalence of Disordered Eating and Menstrual Dysfunction in Female Collegiate Athletes [Tesis]. California (US): University of Pennsylvania. Almatsier S. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID): Gramedia. American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fourth Edition (DSM-IV). Washington DC (US): American Psychiatric Press. Ariningsih E. 2012. Konsumsi dan Kecukupan Energi dan Protein Rumah Tangga Perdesaan di Indonesia: Analisis Data Susenas 1999, 2002, dan 2005. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Beals KA, Manore MM. 2002. Disorder of the Female Athlete Triad Among Collegiate Athletes. Int J Sport Nutr Exerc Metab. 12:281-293. Brown JE. 2011. Nutrition Through the Life Cycle Fourth Edition. USA (US): Thompson Wadsworth. Castelo-Branco C, Reina F, Montivero AD, Colodron M, Vanrell JA. 2006. Influence of High-Intensity Training and of Dietetic and Antropometric Factors on Menstrual Cycle Disorders in Ballet Dancer. Gynecological Endocrinology. 22(1):31-35. Chang YJ, Lin W, Wong Y. 2013. Survey on Eating Disorder-Related Thoughts, Behaviors, and Their Relationship with Food Intake and Nutritional Status in Female High School Students in Taiwan. Journal of the American College of Nutrition. 30(1):39-40. Damanik EB. 2006. Pengujian Reliabilitas, Validitas, Analisis item dan Pembuatan Norma Depression Anxiety Stress Scale (DASS) [Tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Dennill I. 2000. Stress as a Source of Injury Among a Group of Professional Ballet Dancer [Tesis]. Pretoria (tZA): University of South Africa. Dewyer J, Eisenberg A, Prelack K, Song WO, Sonneville K, Ziegler P. 2012. Eating Attitudes and Food Intakes of Elite Adolescent Female Figure Skaters: A Cross Sectional Study. Sports Nutr Rev J. 9:53. Eliakim A, Beyth Y. 2003. Exercise Training, Menstrual Irregularities and Bone Developement in Children and Adolescents. J Pediatr Adolesc Gynecol. 16:201-206. Firman NT. 2015. Manfaat Kesehatan dari Menari. Pesona.co.id. Diakses tanggal 26 Maret 2015 jam 19.00 WIB. Francisco R, Alarcao M, Narciso I. 2012. Aesthetic Sports as High-Risk Context for Eating Disorders – Young Elite Dancers and Gymnasts Perspectives. The Spanish Journal of Psychology. 15(1):265-274. Frederieke VV, Jonker BW, Irene MV, Zitman FG. 2009. The Effects of Female Reproductive Hormones in Generalized Social Anxiety Disorder. Int’l J Psychiatry Medicine. 39(3):283-295.
32
Friesen KJ. 2008. Bone Mineral Density and Body Composition of Collegiate Modern Dancers [Tesis]. Corvallis (US): Oregon State University. Garner DM, Olmsted MP, Bohr Y, dan Garfinkel PE. 1982. Eating Attitude Test26. http://www.eat-26.com/Docs/EAT-26Test-3-20-10.pdf. Diakses tanggal 25 Maret 2016. jam 17.00 WIB. Ghanbari Z, Haghollahi F, dan Shariat M, Foroshani AR, Ashrafi M. 2009. Effects of Calcium Supplement Theraphy in Women with Pramenstrual Syndrome. Taiwan J Obstet Gynecol. 48(2):124-129. Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assesment. New York (US): Oxford University Press. Gonda X, Telek T, Juhasz G, Lazary J, Vargha A, dan Bagdy G. 2008. Patterns of Mood Changes Throughout the Reproductive Cycle in Healthy Women Without Premenstrual Dysphoric Disorders. Progress in Neuro Psychopharmacology & Biological Psychiatry. 32:1782-1788. Greydanus DE, Sorrel S, Omar HA, Dodich CB. 2012. Adolescent Female Menstrual Disorders. Int J Child Adolesc Health. 5(4):357-478. Hardinsyah dan Briawan. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hendrik 2006. Problema Haid: Tinjauan Syariat Islam dan Medis. Solo (ID): Tiga serangkai Hernandez BM. 2013. Addressing Occupational Stress in Dancer. Journal of physical Education, Recreation and Dance. 83(6):3-50. Hinton PS, Sanford TC, Davidson MM, Yakusho OF, Beck NC. 2004. Nutrient Intakes and Dietary Behaviors of Male and Female Collegiate Athletes. Int J Sport Nutr Exerc Metab. 14:389-388. Hollins-martin CJ, Van den Akker OBA, Martin CR, Preedy VR. 2014. Hanbook of Diet and Nutrition in the Menstrual Cycle, Periconception and Fertility. Belanda (NL): Wageningen Academic Publishers. Jappe LM, Cao L, Crosby RD, Crow SJ, Peterson CB, Grange DL, Engel SG, Wonderlicch SA. 2014. Stress and Eating Disorder Behaviour in Anoreksia Nervosa as a Function of Menstrual Cycle Status. Int J Eat Disord. 47(2):181-188. Kollipaka R, Arounassalame B, Lakshminarayanan S. 2014. Does Psychosocial Stress Influence Menstrual Abnormalities in Medical Students?. Journal of Obsterics and Gynaecology. 33:489-493. Koutedakis Y, Jamurtas A. 2004. The Dancer as a Performing Athlete. Sports Med. 34(10):651-661. Lovibond SH dan Lovibond PF. 1995. Depression Anxiety Stress Scale. http://www2.psy.unsw.edu.au/dass/. 25 Maret 2016. jam 17.00 WIB. Manore MM. 2002. Dietary Recommendations and Athletic Menstrual Dysfunction. Sports Med. 32(14):887-901. Miller EL. 2013. Energy Balance and its Relationship to Disordered Eating, Injury, and Menstrual Dysfunction in Soccer Athlets [Tesis]. Huntington (US): Marshal University. Noviana N dan Wilujeng RD. 2014. Kesehatan Reproduksi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta (ID): CV. Trans Info Media.
33
Ouyang F, Wang X, Arguelles L, Rosul LL, Venners SA, Chen C, Hsu YH, Terwedow H, Wu D, Tang G, et al. 2007. Menstrual Cycle Lengths and Bone Mineral Density: a Cross-Sectional, Population-Based Study in Rural Chinese Women Ages 30–49 Years. Osteoporos Int. 18:221-233. Palm-Fischbacher S, Ehlert U. 2014. Dispositional Resilience as a Moderator of the Relationship Between Chronic Stress and Irregular Menstrual Cycle. J Psychosom Obstet Gynaecol. 35(2):42-50. Philippi ST, Dunker K. 2005. Differences in Diet Composition of Brazilian Adolescent Girls with Positive or Negative Score in The Eating Attitudes Test. Eating Weight Disord. 10:e70-e75. Proverawati A dan Asfuah S (2009). Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta (ID): Nuha Medika. Rachmawati PA, Murbawani EA. 2015. Hubungan Asupan Zat Gizi, Aktivitas Fisik, dan Persentase Lemak Tubuh dengan Gangguan Siklus Menstruasi pada Penari. Journal of Nutrition College. 4(1):39-49. Rasmun. 2004. Stres, Koping, dan Adaptasi: Teori dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta (ID): CV. Sagung Seto. Ress M, Hope S, Ravnikar V. 2005. The Abnormal of Menstrual Cycle. New York (US): Oxford University Press. Reza S. 2008. Hubungan Asupan Kalsium dengan Sindrom Pramenstruasi (PMS) pada Siswi Remaja di Jakarta. Gizi Indon. 31(2):115-122. Rolfes SR, Pinna K, Ellie W. 2009. Understanding Normal and Clinical Nutrition. USA (US): Thompson Wadsworth. Setyawati GN. 2013. Hubungan Citra Tubuh, Pengaruh Orangtua, dan Faktor Lain dengan Status Gizi Penari Ballet di Sekolah Namarina Ballet-Jazz-Fitness Daerah Jakarta Selatan Tahun 2013 [Skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Schluger AE. 2009. Disordered Eating Attitudes and Behaviors in Undergraduate Dance Majors: a Study of Female Modern Dance and Ballet Students [Disertasi]. Minneapolis (US): Capella University. Solomon CG, Hu FB, Dunaif A, Rich-Edwards JE, Willet WC, Speizer FE, Manson JE, Stampfer MJ. 2002. Menstrual Cycle Irregularity and Risk for Future Cardiovascular Disease. J Clin Endocrinol Metab. 87(5):2013-2017. __________________________________________________________________ _, Hunter DJ, Colditz GA. 2001. Long or Highly Irregular Menstrual Cycles as a Marker for Risk of Type 2 Diabetes Mellitus. JAMA. 286(19):24212426. Sousa M, Carvalho P, Moreira P, Teixeira VH. 2013. Nutrition and Nutritional Issues for Dancers [ulasan]. Article in Medical Problems of Performing Artists. Southwick CJ. 2008. The Risk of The Female Athlete Triad in Collegiate Athletes and Non-Athletes [Tesis]. Logan (US): Utah State University. Stokic E, Srdic B, Barak O. 2005. Body Mass Index, Body Fat Mass, and the Occurance of Amenorrhea in Ballet Dancer. Gynecological Endocrinology. 20(4):195-199. Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta (ID): Buku Kedokteran EGC.
34
Thein-Nissenbaum JM, Rauh MJ, Carr KE, Loud KJ, McGuine TA. 2012. Menstrual Irregularity and Musculoskeletal Injury in Female High School Athletes. Journal of Athletic Training. 47(1):74-82 . Vale B, Brito S, Paulos L, Moleiro P. 2014. Menstruation Disorders in Adolescents with Eating Disorders – Target Body Mass Index Percentiles for Their Resolution. Einstein. 12(2):175-80. Waluyo S dan Putra BM. 2010. Questions & Answers Menopause atau Mati Haid. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo. William WK, Wong MWN, Lam IY. 2000. Hormonal Predisposition to Menstrual Dysfunction in Collegiate Dance Students. Acta Obstet Gynecol Scand. 79:1117-1123. Winarno FG. 1986. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Grameida.
35
LAMPIRAN Lampiran 1 Instrumen EAT-26 Bagian I Anda diminta untuk menyatakan perasaan dan pandangan mengenai makanan dan perilaku makan. harap membaca dengan teliti pada setiap pertanyaan dan berilah tanda (X) pada kolom yang telah disediakan. Keterangan: (1) selalu, (2) biasanya, (3) sering, (4) kadang-kadang, (5) jarang, (6) tidak pernah No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Pernyataan Saya merasa takut mengalami kelebihan berat badan Saya menghindari makan ketika lapar Saya merasa diri saya asyik oleh makanan Saya pernah mengalami masalah dengan makan, dimana saya merasa tidak dapat berhenti makan Saya suka memotong makanan menjadi bagian kecil ketika makan Saya selalu memperhatikan zat gizi dan kalori yang terkandung dari tiap makanan yang saya makan Saya menghindari makanan yang mengandung karbohidrat tinggi seperti roti, nasi, kentang, dll Saya merasa orang lain menginginkan saya untuk makan lebih banyak Saya memuntahkan makanan setelah makan Saya merasa sangat bersalah setelah makan Memiliki keingingan untuk lebih kurus Saya fokus memikirkan kalori yang terbakar ketika berolahraga Banyak orang berpendapat bahwa saya terlalu kurus Saya terbayangi oleh pikiran memiliki banyak lemak pada tubuh saya Saya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghabiskan makanan dibandingkan dengan orang lain Saya menghindari makanan yang mengandung banyak gula Saya makan makanan khusus untuk menurunkan berat badan Saya merasa makanan mengatur hidup saya Saya berusaha mengendalikan diri ketika banyak makan Saya merasa orang lain menuntut saya untuk makan lebih banyak Mempertimbangkan banyak hal dalam memilih makanan Saya merasa tidak nyaman setelah makan makanan manis Saya melakukan diet penurunan berat badan Saya menyukai keadaan ketika perut saya kosong Saya terdorong untuk memuntahkan makanan setelah makan Saya menikmati mencoba makanan baru yang tinggi lemak
1
2
3
4
*Subskala dieting: butir ke 1, 6, 7, 10, 11, 12, 14, 16, 17, 22, 23, 24, dan 26. Subskala bulimia and food preoccupation: butir ke 3, 4, 9, 18, 21, 25. Subskala oral control: butir ke 2, 5, 8, 13, 15, 19, 20
5
6
36
Bagian 2 Pada 6 bulan terakhir pernahkan anda Saya mengalami Binge-eating, yaitu makan dalam jumlah banyak dan tidak dapat berhenti. (lebih banyak dari kebanyakan orang makan dalam situasi yang sama) Saya membuat diri saya muntah dengan sengaja untuk menjaga bentuk dan berat badan saya Saya menggunakan obat pencahar dan obat diet untuk menjaga berat ataupun bentuk badan Saya melakukan olahraga lebih dari 60 menit per hari untuk menjaga berat dan bentuk badan Saya mengalami penurunan berat badan sebanyak 9kg dalam waktu 6 bulan terakhir
Tidak pernah
≤1x/ bulan
Ya
2-3x/ bulan
1x/ minggu
2-6x/ minggu
Tidak
≥1x/ hari
37
Lampiran 2 Instrumen DASS-21 Kuesioner ini terdiri atas berbagai pernyataan yang mungkin sesuai dengan pengalaman Anda dalam menghadapi situasi hidup sehari-hari. Selanjutnya anda diminta untuk menjawab dengan cara memberikan tanda silang (X) pada salah satu kolom yang paling sesuai dengan pengalaman anda. Tidak ada jawaban yang benar atau salah, karena itu isilah sesuai dengan pengalaman yang Anda alami. Keterangan: (0) tidak pernah, (1) jarang, (2) sering, (3) selalu No 1 2 3 4
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19
20 21
Pernyataan Saya merasa sulit untuk beristirahat Saya merasa bibir saya kering Saya tidak dapat merasakan perasaan positif Saya mengalami kesulitan bernafas (misalnya seringkali terengah-engah atau tidak dapat bernafas padahal tidak melakukan aktivitas fisik sebelumnya Saya merasa sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam melakukan sesuatu Saya cenderung bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi Saya merasa gemetar (misalnya pada tangan) Saya merasa telah menghabiskan banyak energi untuk merasa cemas Saya merasa khawatir dengan situasi dimana saya mungkin merasa menjadi panik dan mempermalukan diri sendiri Saya merasa tidak ada hal yang dapat diharapkan di masa depan Saya merasa saya mudah gelisah Saya merasa sulit untuk bersantai Saya merasa putus asa dan sedih Saya tidak dapat memaklumi hal apapun yang dapat menghalangi saya untuk menyelesaikan hal yang sedang saya lakukan Saya merasa saya mudah panik Saya merasa tidak antusias dalam hal apapun Saya merasa bahwa saya tidak berharga sebagai seorang manusia Saya merasa saya mudah tersinggung Saya menyadari kegiatan jantung, walaupun saya tidak sehabis melakukan aktifitas fisik (misalnya merasa detak jantung meningkat atau melemah) Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas Saya merasa bahwa hidup tidak berarti
0
*Pertanyaan mengenai depresi: butir ke 3,5,10,13,16,17, dan 21. Pertanyaan mengenai kecemasan: butir ke 2,4,7,9,15,19, dan 20. Pertanyaan mengenai stres: butir ke 1,6,8,11,12,14, dan 18.
1
2
3
38
Lampiran 3 Total skor instrumen EAT-26 per butir pertanyaan pada subjek yang berisiko gangguan makan No Rank Skor Pernyataan 1 2 19 Saya merasa takut mengalami kelebihan berat badan 2 21 5 Saya menghindari makan ketika lapar 3 5 14 Saya merasa diri saya asyik oleh makanan 4 13 9 Saya pernah mengalami masalah dengan makan, dimana saya merasa tidak dapat berhenti makan 5 11 10 Saya suka memotong makanan menjadi bagian kecil ketika makan 6 8 11 Saya selalu memperhatikan zat gizi dan kalori yang terkandung dari tiap makanan yang saya makan 7 9 11 Saya menghindari makanan yang mengandung karbohidrat tinggi seperti roti, nasi, kentang, dll 8 20 6 Saya merasa orang lain menginginkan saya untuk makan lebih banyak 9 24 4 Saya memuntahkan makanan setelah makan 10 14 9 Saya merasa sangat bersalah setelah makan 11 1 23 Saya memiliki keingingan untuk lebih kurus 12 16 8 Saya fokus memikirkan kalori yang terbakar ketika berolahraga 13 22 5 Banyak orang berpendapat bahwa saya terlalu kurus 14 17 8 Saya terbayangi oleh pikiran memiliki banyak lemak pada tubuh saya 15 12 10 Saya membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghabiskan makanan dibandingkan dengan orang lain 16 3 19 Saya menghindari makanan yang mengandung banyak gula 17 10 11 Saya makan makanan khusus untuk menurunkan berat badan 18 15 9 Saya merasa makanan mengatur hidup saya 19 6 14 Saya berusaha mengendalikan diri ketika banyak makan 20 25 3 Saya merasa orang lain menuntut saya untuk makan lebih banyak 21 18 8 Mempertimbangkan banyak hal dalam memilih makanan 22 7 14 Saya merasa tidak nyaman setelah makan makanan manis 23 19 8 Saya melakukan diet penurunan berat badan 24 23 5 Saya menyukai keadaan ketika perut saya kosong 25 26 3 Saya terdorong untuk memuntahkan makanan setelah makan 26 4 16 Saya menikmati mencoba makanan baru yang tinggi lemak
Lampiran 4 Hubungan gangguan makan dengan tingkat kecukupan gizi Spearman’s rho
Skor gangguan makan
Correlation Coefficient Sig (2-tailed) N
TKE
TKP
TKL
TKKh
TKCa
-0.313’
-0.209
-0.293
-0.305’
0.143
0.041 43
0.178 43
0.056 43
0.047 43
0.361 43
Lampiran 5 Hubungan tingkat kecukupan zat gizi dengan gangguan siklus menstruasi TKE Spearman’s rho
Gangguan siklus menstruasi
Correlation Coefficient Sig (2-tailed) N
TKP
TKL
TKKh
TKCa
-0.119
-0.125
-0.173
-0.031
-0.237
0.447 43
0.423 43
0.267 43
0.842 43
0.126 43
39
Lampiran 6 Hubungan tingkat stres, depresi, dan kecemasan dengan gangguan siklus menstruasi Stres Spearman’s rho
Gangguan siklus menstruasi
Correlation Coefficient Sig (2-tailed) N
Depresi
Kecemasan
0.308’
0.002
-0.044
0.044 43
0.990 43
0.777 43
40
41
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Oktober 1994. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar pada tahun 2000–2006 di SDN Cipinang Melayu 09 Pagi Jakarta Timur. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 109 Jakarta pada tahun 2006–2009, dan menempuh sekolah menengah atas pada tahun 2009–2012 di SMA Negeri 71 Jakarta. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Gizi Masyarakat melalui jalur SNMPTN Tulis pada tahun 2012. Selama menjadi mahasiswa, penulis berpartisipasi dalam organisasi dan kepanitiaan yang ada. Penulis merupakan peserta dalam program Gizi Bakti Masyarakat dan Edukasi Gizi 2013, Divisi Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM) HIMAGIZI periode 2013/2014. Penulis juga mengikuti kepanitiaan lainnya seperti panitia Nutrition Fair 2014, panitia dalam acara Welcome Party 50, panitia dalam masa perkenalan Fakultas Ekologi Manusia (MPF) angkatan 50, dan dalam acara Anniversary of HIMAGIZI (ANIMAZI) 2014. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata berbasis Profesi (KKN-P) di Desa Kiara Pandak, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor. Penulis mengikuti Praktik Kerja Lapang (PKL) di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat. Selain itu penulis tercatat sebagai penerima beasiswa BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa) pada tahun 2013 – 2016.