HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR PAPARAN PESTISIDA TERHADAP KADAR CHOLINESTERASE PADA PETANI PENYEMPROT TEMBAKAU DI DESA KARANGJATI, KABUPATEN NGAWI RELATIONSHIP FACTORS OF PESTICIDE EXPOSURE ON CHOLINESTERASE LEVEL AT SPRAYING TOBACCO FARMERS IN KARANGJATI VILLAGE, NGAWI DISTRICT Edy Prasetya1), Andang Arif Wibawa2), Enggarwati3) Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Setia Budi
1), 2), 3)
ABSTRAK Penggunaan pestisida yang tidak sesuai dengan standar keamanan dapat menimbulkan keracunan pada petani.Prosedur penggunaan pestisida yang aman akan mengurangi terjadinya keracunan akibat pestisida. Pestisida dapat masuk kedalam tubuh lewat inhalasi sehingga untuk mengetahui tingkat keracunan pestisida dalam tubuh diperlukan pemeriksaan kadar cholinesterase pada darah petani penyemprot tembakau. Faktor-faktor paparan pestisida meliputi masa kerja, penggunaan APD ( Alat Pelindung Diri),status gizi, pengelolaan pestisida, lama waktu menyemprot,suhu dan arah angin saat penyemprot. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor-faktor paparan pestisida terhadap kadar cholinesterase pada darah petani penyemprot tembakau di Desa Karangjati Kabupaten Ngawi tahun 2010. Penelitian ini menggunakan studi observasional dengan pendekatan cross-sectional. Sampel pada penelitiaan ini sebanyak 51 responden. Pengukuran data dilakukan dengan menggunakan kuisioner pada responden dan pemeriksaan kadar cholinesterase pada darah petani penyemprot tembakau. Analisis data pada penelitiaan ini menggunakan distribusi frekuensi dan uji Regresi Linier Sederhana. Dari hasil uji korelasi terhadap variabel faktor paparan pestisida terhadap kadar cholinesterase menunjukkan ada hubungan yang kuat antara faktor-faktor paparan pestisida terhadap kadar cholinesterase. Nilai R negatif kuat berbanding terbalik menunjukkan bahwa semakin tinggi paparan semakin rendah kadar cholinesterase dan sebaliknya. Kata kunci : paparan pestisida, cholinesterase, petani ABSTRACT The using of Pesticide is not in accordance with safety standards can cause poisoning in farmers Procedure using the safe of pesticides will reduce the occurrence of poisoning due to pesticides. Pesticides can enter the body through inhalation so as to determine the level of pesticide poisoning in the body examination required levels of cholinesterase in the blood of spraying tobacco farmers. These factors include exposure to pesticides time work, the use of PPE (Personal Protective Equipment), nutritional status, pesticide management, duration of spraying, temperature and wind direction during spraying. This research aims to determine the relationship between these factors on levels of pesticide exposure cholinesterase in of tobacco spray farmers blood in Karangjati Village Ngawi District in 2010. This research used an observational
study with cross-sectional approach. Samples in this research by 51 respondents. Measurement data is done by using a questionnaire on the respondent and the examination of blood levels of cholinesterase in the spray of tobacco farmers. Analysis of data on this research using frequency distribution and Simple Linear Regression test. The results of correlation test of variable factors of pesticide exposure on cholinesterase levels showed a strong relationship exists between the factors exposure to pesticides on cholinesterase levels. Strong negative R value is inversely proportional to show that the higher the exposure to lower levels of cholinesterase and otherwise Key words: pesticide exposure, cholinesterase, farmer PENDAHULUAN Kabupaten Ngawi didukung oleh keadaan geografisnya merupakan area potensial untuk pengembangan komoditas tanaman tembakau. Dalam usaha meningkatkan kualitas tembakau, tidak bisa dihindari penggunaan pestisida. Karena tanaman tembakau rentan terhadap gangguan hama atau organisme pengganggu, tetapi disisi lain diketahui penggunaan pestisida juga berdampak negatif untuk manusia, hewan, mikroba maupun lingkungan. Karena alasan tersebut, maka harus dicari solusi penggunaan pestisida yang tepat sehingga menguntungkan dari segi peningkatan produksi pertanian, perkebunan dan aman bagi kesehatan. Pada tahun 2008 di Kabupaten Ngawi telah dilaksanakan pemeriksaan cholinesterase darah pada 320 petani penyemprot dengan hasil 40% (129) terpapar berat, 52% (165) terpapar sedang, 7% (23) terpapar ringan dan 1% (3) normal ( Dinkes Kab. Ngawi). Deteksi dini mengenai keracunan pestisida dengan pemeriksaan cholinesterase perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya gangguan kesehatan yang kronis dan mematikan. Berdasarkan hal tersebut maka penulis ingin meneliti tentang ‘Hubungan Faktor-Faktor Paparan Pestisida Terhadap Kadar Cholinesterase Pada Petani Penyemprot Tembakau di Desa Karangjati Kabupaten Ngawi’. Penggunaan pestisida yang tidak sesuai dengan standar keamanan dapat menimbulkan keracunan pada petani. Prosedur penggunaan pestisida yang aman akan dapat mengurangi terjadinya keracunan akibat pestisida, misalnya masa kerja,penggunaan APD (Alat Pelindung Diri),status gizit, pengelolaan pestisida, lama waktu penyemprotan, suhu, serta arah angin saat menyemprot. Faktor-faktor paparan pestisida tersebut akan diteliti adakah hubungannya dengan kadar cholinesterase darah pada petani penyemprot tembakau di desa Karangjati KabupatenNgawi. The United States Environmental Control Act mendefinisikan pestisida sebagai berikut : 1. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan, mencegah atau mungkin gangguan serangga, binatang pengerat, nematode, gulma, virus, bakteri serta jasad renik yang dianggap hama kecuali virus, bakteri atau jasad renik lain yang terdapat pada hewan dan manusia. 2. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan atau mengeringkan tanaman. Senyawa organofosfat mengeluarkan racun yang dapat mengikat atau menghambat aktifitas enzim cholinesterase. Pada semua sistem saraf hewan
vertebrata dan serangga terdapat pusat-pusat penghubung elektrik dimana sinyal-sinyal akan dialirkan ke otot atau serabut saraf (neuron) oleh senyawa kimia yang disebut Asetilkolin (Ach). Asetilkolin adalah suatu neurotransmitter pada sistem saraf otonon (parasimpatik) dan somatik (otot rangka) dan reseptornya adalah nikotinik dan muskarinik. Kelebihan Asetilkolin akan terjadi perangsangan parasimpatik (perangsangan reseptor nikotinik dan muskarinik),sedang jika kekurangan akan menyebabkan depresi parasimpatik atau perangsangan simpatik. Jika kelebihan atau kekurangan Asetilkolin akan berbahaya. Asetilkolin bertindak sebagai pembawa sinyal dan jika tidak ada lagi sinyal yang akan dibawa maka enzim cholinesterase akan memberikan pengaruh kepada Asetilkolin. (Priyanto ,2009) Cholinesterase adalah suatu enzim,suatu bentuk dari katalis biologik, yang didalam jaringan tubuh berperan untuk menjaga agar otot-otot, kelenjarkelenjar dan sel-sel saraf bekerja secara terorganisir dan harmonis. Jika aktifitas cholinesterase turun secara drastis sampai pada tingkat rendah, dampaknya adalah bergeraknya serat-serat otot secara sadar dengan gerakan halus maupun kasar, dan mengeluarkan air mata serta lebih lambat dan lemah.(Dir.Jen PPM&PLP Dep.Kes RI 1997). Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui hubungan faktor - faktor paparan pestisida terhadap kadar cholinesterase dalam darah petani penyemprot tembakau di Desa Karangjati Kabupaten Ngawi tahun 2010.Khususnya petani penyemprot dapat menambah pengetahuan tentang bahaya pestisida terhadap kesehatan, pencemaran lingkungan dan bahaya-bahaya lain yang di timbulkan jika tidak di kelola dengan baik. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan studi potong lintang ( cross sectional ) yaitu rancangan studi epidemologi yang mempelajari hubungan faktor paparan pestisida dengan kadar cholinesterase pada petani penyemprot tembakau dengan cara mengamati status paparan dan penyakit serentak pada individu-individu dari populasi tunggal,pada suatu saat atau periode ( Murti,2007 ). Populasi dan sampel: 1. Populasi dalam penelitian ini adalah petani penyemprot tembakau di desa Karangjati Kecamatan Karangjati Kabupaten Ngawi dengan kriteria : Bersedia ikut dalam penelitian (a. jenis kelamin laki-laki, usia 18 – 65 tahun, c. masih aktif menyemprot). 2. Sampel Populasi petani penyemprot tembakau di desa Karangjati adalah sebanyak 60 orang. Berdasarkan rumus, jumlah sampel yang didapatkan adalah sebagai berikut : pengambilan sampel sebanyak 51 responden.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Analisa univariat ini menghasilkan distribusi data dari tiap variabel yang meliputi : masa kerja, status gizi, kelengkapan APD, lama tiap kali penyemprotan,pengelolaan pestisida,pemilihan suhu dan pemilihan arah angin saat menyemprot,sesuai jawaban responden.
Hasil observasi paparan pestisida pada petani penyemprot tembakau di Desa Karangjati Kabupaten Ngawi Kriteria Paparan Frequenc y Percent Valid Terpapar Ringan
14
Terpapar Sedang
8
27,5
Valid Percent
Cumulative Percent
27,5
27,5
15,7
43,1
56,9
56,9
100,0
Total 51 100.0 Data sekunder yang sudah diolah SPSS
100.0
15,7 Terpapar Berat
29
Berdasarkan hasil observasi paparan pestisida pada subyek penelitian didapatkan 14 responden (27,5%) terpapar ringan, 8 responden (15,7%) terpapar sedang, 29 rersponden (56,9%) terpapar berat. Distribusi frekuensi menurut tingkat keracunan Kriteria Keracunan Frequenc y Percent Valid Tidak ada Keracunan
Valid Percent
Cumulative Percent
16
31.4
31.4
31.4
25
49.0
49.0
80.4
Keracunan Sedang
5
9.8
9.8
90.2
Keracunan Berat
5
9.8
9.8
100.0
Total 51 100.0 Data sekunder yang sudah diolah SPSS
100.0
Keracunan Ringan
Berdasarkan hasil pemeriksaan cholinesterase pada responden ditemukan tidak ada keracunan 16 responden ( 31,4 % ) keracunan ringan 25 responden ( 49,0 % ) keracunan sedang 5 responden ( 9,8 % ) dan keracunan berat 5 responden ( 9,8%).
2. Analisa bivariat untuk mengetahui hubungan pada masing-masing variabel bebas dan variabel terikat menggunakan uji Spearmen’s Rho. a. Masa kerja Dari hasil analisis statistik didapatkan Nilai Pearson corelation sebesar negatif 0,590** dengan sig (2-tailed) sebesar 0,000 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan pada derajat kepercayaan 99% antara masa kerja terhadap kadar cholinesterase.
Hubungan negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi masa kerja maka semakin rendah kadar cholinesterase. b. Status Gizi Dari hasil analisis statistik didapatkan Nilai Pearson corelation sebesar positif 0,562** dengan sig (2-tailed) sebesar 0,000 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan pada derajat kepercayaan 99% antara masa kerja terhadap kadar cholinesterase. Hubungan positif menunjukkan bahwa semakin tinggi status gizi maka semakin tinggi pula kadar cholinesterase. c. Penggunaan Alat Pelindung Diri Dari hasil analisis statistik didapatkan Nilai Pearson corelation sebesar positif 0,538** dengan sig (2-tailed) sebesar 0,004 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan pada derajat kepercayaan 99% antara penggunaan APD terhadap kadar cholinesterase. Hubungan positif menunjukkan bahwa semakin baik pengunaan APD maka semakin tinggi pula kadar cholinesterase. d. Lama Tiap Kali Penyemprotan Dari hasil analisis statistik didapatkan Nilai Pearson corelation sebesar negatif 0,590** dengan sig (2-tailed) sebesar 0,000 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan pada derajat kepercayaan 99% antara lama tiap kali penyemprotan terhadap kadar cholinesterase. Hubungan negatif menunjukkan bahwa semakin lama setiap sekali penyemprotan maka semakin rendah kadar cholinesterase. e. Pengelolaan Pestisida Dari hasil analisis statistik didapatkan Nilai Pearson corelation sebesar positif 0,569** dengan sig (2-tailed) sebesar 0,000 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan pada derajat kepercayaan 99% antara lama tiap kali penyemprotan terhadap kadar cholinesterase. Hubungan positif dan sedang menunjukkan bahwa semakin baik pengelolaan pestisida maka semakin tinggi pula kadar cholinesterase. f. Pemilihan Suhu Saat Penyemprotan. Dari hasil analisis statistik didapatkan Nilai Pearson corelation sebesar positif 0,562** dengan sig (2-tailed) sebesar 0,000< 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan pada derajat kepercayaan 99% antara pemilihan suhu penyemprotan terhadap kadar cholinesterase. Hubungan positif dan sedang menunjukkan bahwa semakin baik pemilihan suhu maka semakin tinggi pula kadar cholinesterase. g. Pemilihan Arah Angin Saat Penyemprotan Dari hasil analisis statistik didapatkan Nilai Pearson corelation sebesar positif 0,499** dengan sig (2-tailed) sebesar 0,000 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan pada derajat kepercayaan 99% antara pemilihan arah angin terhadap kadar cholinesterase. Hubungan positif dan sedang menunjukkan bahwa semakin baik pemilihan arah angin maka semakin tinggi pula kadar cholinesterase.
h. Hasil Uji Normalitas Distribusi Data Dari uji normalitas distribusi data terhadap variabel faktor paparan pestisida didapatkan nilai Asymp. Sig sebesar 0,073 > 0,05 maka data variabel faktor paparan pestisida berdistribusi normal. Sedang variabel cholinesterase sebesar 0,051 > 0,05 maka data variabel kadar cholinesterase berdistribusi normal. 3. Analisa Multivariat Untuk mengetahui hubungan variabel bebas ( masa kerja, status gizi, penggunaan alat pelindung diri / APD, lama tiap kali penyemprotan, pengelolaan pestisida, pemilihan suhu saat penyemprotan dan pemilihan arah angin ) dengan kadar cholinesterase secara bersamaan. Hasil Uji Korelasi Cholinesterase terhadap faktor Paparan Pestisida Correlations Faktor Paparan Faktor Paparan
Pearson Correlation
Colinesterase 1
Sig. (2-tailed)
.000
N Colinesterase
-.774**
Pearson Correlation
51
51
**
1
-.774
Sig. (2-tailed)
.000
N 51 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
51
Dari hasil uji korelasi terhadap variabel faktor paparan pestisida terhadap kadar cholinesterase didapatkan signifikansi sebesar 0.000 < 0,05 pada derajat kepercayaan 99 % maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara faktor paparan pestisida terhadap kadar cholinesterase. Nilai R sebesar negatif 0,774 menunjukkan ada hubungan yang kuat antara variabel faktor paparan pestisida terhadap kadar cholinesterase. Nilai R negatif menunjukkan berbanding terbalik semakin tinggi paparan pestisida maka semakin rendah kadar cholinesterase. 1. Masa Kerja Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak menimbulkan gejala serta tanda yang spesifik. Namun, keracunan kronis dalam jangka waktu lama bisa menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan penggunaan pestisida diantaranya iritasi mata dan kulit, kanker, cacat pada bayi, serta gangguan saraf, hati, ginjal, dan pernafasan. Pestisida yang masuk ke dalam tubuh dapat menumpuk dalam jaringan tubuh organism (bioakumulasi).
2. Status Gizi Seseorang yang sedang menderita sakit akan mudah terpengaruh oleh efek racun dibandingkan dengan orang yang sehat. Buruknya keadan gizi seseorang juga akan berakibat akan menurunnya daya tahan tubuh dan meningkatnya kepekaan terhadap infeksi. Kondisi gizi yang buruk menyebabkan protein yang ada dalam tubuh sangat terbatas sehingga mengganggu pembentukan enzim cholinesterase. Orang yang memiliki status gizi yang baik cenderung memiliki kadar rata-rata cholinesterase lebih besar. Sehingga petani yang memiliki status gizi buruk akan mempunyai resiko yang lebih besar terhadap kejadian keracunan. 3. Penggunaan Alat Pelindung Diri Penggunaan APD secara lengkap mempunyai pengaruh secara bermakna terhadap kadar cholinesterase darah responden. Salah satu faktor yang sering dilupakan petani adalah.contac poison ,apalagi bila ada kelainan pada kulit dan atau bersama keringat, penyerapan pestisida melalui kulit akan lebih efektif. Keracunan karena partikel pestisida atau butiran semprot terhisap melalui hidung merupakan kasus terbanyak nomor dua setelah kontaminasi kulit, tangan, pernafasan dan mata 4. Lama Tiap Kali Penyemprotan Lama penyemprotan adalah lama waktu yang digunakan untuk menyemprot tanaman menggunakan pestisida organofospat dan karbamat dalam satuan jam setiap harinya.Jika lama penyemprotan petani masih dalam batas aman 1-3 jam maka keracunan akibat pestisida bisa diminimalisir. Gejala keracunan pestisida biasa timbul setelah 4 jam kontak, tetapi bisa timbul setelah 12 jam. Lama petani kontak dengan pestisida maka akan semakin besar kemungkinan petani mengalami keracunan apalagi jika diiringi dengan waktu penyemprotan. 5.Pengelolaan Pestisida Pengelolaan pestisida adalah tindakan yang dilakukan responden sebelum, selama dan sesudah penyemprotan yang meliputi, percikan, penyemprotan pestisida, perlakuan terhadap sisa pestisida, kelengkapan APD dan pembuangan kemasan pestisida. Biasanya petani cenderung menganggap ringan bahaya pestisida sehingga tidak mematuhi syarat-syarat keselamatan dalam menggunakan pestisida. Keracunan pestisida, terutama keracunan kronis ,sering tidak terasa dan akibatnya sulit diperkirakan. Oleh karena itu kebanyakan petani yang sudah belasan tahun mengaplikasikan pestisida dengan cara mereka dan tidak merasa terganggu. Padahal justru anggapan praktek pengelolaan pestisida yang dilakukan petani di Indonesia saat ini sangat berbahaya bagi diri mereka sendiri maupun lingkungan hidup disekitarnya. 6. Suhu Saat Penyemprotan Penyemprotan pada siang hari dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan metabolisme di dalam tubuh meningkat dan penyerapan pestisida kedalam tubuh menjadi lebih besar. Suhu lingkungan yang buruk bagi petani penyemprot pestisida adalah jika lebih tinggi dari tubuh manusia yaitu 37 0C. Jika suhu lingkungan tinggi maka suhu tubuh juga akan
meningkat juga menyebabkan vosodilasi yaitu pembuluh darah mengembang untuk berdekatan dengan kulit ( lingkungan luar ) yang memungkinkan panas di bebaskan keluar, lebih banyak darah pada kulit untuk memudahkan panas darah terbebas keluar melalui proses penyinaran dan berpeluh, air keringat yang dirembes oleh kelenjar keringat mempunyai panas tertentu sehingga dapat menyerap panas yang tinggi dan terbebas ke lingkungan sekitar bila air keringat menguap. 7. Pemilihan Arah Angin Pemilihan arah angin yang salah dapat mempengaruhi kadar cholenestrase karena ketika menyemprot pestisida dengan melawan arah angin atau sembarang arah maka pestisida akan terbawa angin dan terhirup oleh responden terutama jika APD tidak lengkap. Sehingga dengan melakukan penyemprotan dengan searah arah angin akan mengurangi resiko keracunan akibat pestisida terhirup, mengenai mata atau kulit kita. KESIMPULAN 1. Ada hubungan yang signifikan antara faktor paparan pestisida terhadap kadar cholinesterase. Nilai R sebesar negatif 0,774 menunjukkan ada hubungan yang kuat antara variabel faktor paparan pestisida terhadap kadar cholinesterase. Nilai R negatif menunjukkan ada hubungan yang kuat dan berbanding terbalik semakin tinggi paparan pestisida maka semakin rendah kadar cholinesterase. 2 Ada hubungan dalam tingkatan sedang antara masing – masing faktor paparan pestisida dengan kadar cholinesterase pada darah petani penyemprot tembakau di Desa Karangjati Kabupaten Ngawi tahun 2010.
DAFTAR PUSTAKA Direktorat Jendral PPM & PLP 1992. Dep. Kes. RI Pemeriksaan Cholenesterase Darah dengan Tintometer Kit. Jakarta Djoyosumarto P. 2008. Pestisida & Aplikasinya.Jakarta PT. Agromedia Pustaka Departemen Pertanian. 1986. Budidaya Tembakau Virginia & Tembakau. Madura. Malang. Balai Informasi Pertanian Jawa Timur Dwi Priyatno. 2002. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta. Mediakom Fatmawati. 2006. “Pengaruh pengguanaan 2,4 – D (2,4ichlorophenoxyaceticacid) terhadap Status Kesehatan Petani Penyemprot di Kabupaten Sidrap Provinsi Sulawesi Selatan” Makasar J.Med. Nus. Vol.27 No. 1. Frank C. Lu. Penerjemah Edi Nugroho. 1995. Toksikologi Dasar. Jakarta. Universitas Indonesia Juli Soemirat. 2003. Toksikologi Lingkungan. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Kusnoputranto, H. 1985. Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.Jakarta Modul I. 2000 Pengendalian Pestisida. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Penyakit Menular dan Kesehatan Lingkungan. Jakarta. M. Sopiyudin Dahlan. 2005. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Rawasari Selatan Garut.
Priyanto, Apt. M. 2009. Biomed Toksikologi. Depok Jabar. Leskonfi Rini Wudianto. 1989. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Jakarta Pusat. Penebar Swadaya. Sartono. 2001. Racun & Keracunan. Jakarta. Widya Medika Sudarmo. S. 1991. Pestisida Yogyakarta. Penerbit Kanisius Subiyakto Sudarmo. Pestisida Tanaman Yogyakarta. Penerbit Kanisius Yodenca Assti Runia. 2008. “Faktor-faktor yang berhubungan dengan keracunan pestisida organofosfat, karbamat dan kejadian anemia pada petani horticultural di desa Tejosari Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang”. Skripsi. Semarang : Fakultas Kesehatan Lingkungan Universitas Diponegoro.