HUBUNGAN DURASI MENDENGARKAN MUSIK METAL DENGAN TINGKAT KEPARAHAN TINITUS PADA ANGGOTA KOMUNITAS LOSS STROM YANG AKTIF BERMAIN BAND DI SURABAYA Roby Nurdianto., Merina Widyastuti, M.Kep., Ns. ABSTRACT Tinnitus ia a voice perception without voice source from the outside. This condition maybe consist by member of band with metal genre unawarable. The aim of research to analyze the correlation between duration of listening music of metal genre and the severity of tinnitus. Correlative observation study design with cross sectional approach. The independent variable is duration of listening music of metal genre and the dependent variable is the severity of tinnitus. Population of Loss Strom community is a member of the community who actively playing band numbered 57 people, with a sampling technique of non-probability sampling with purposive sampling assign samples by selecting samples among populations in accordance with the desired researchers. The research instrument used questionnaire and observation sheet. The research were analyzed with Spearment rho correlation test. The result showed that the severity of tinnitus most were mild (76%), then a slight (14%) and moderate (10%). The result also found that the duration of the dominant influence on the severity of tinnitus is 120 minutes and 240 minutes duration, then duration of 180 minutes that most affect the severity of tinnitus. Spearman’s rho test result indicates that there is a relationship between the duration of listening to metal music with the severity of tinnitus ρ = 0,005 (ρ<α = 0,05). Implication of research result show the duration has an important role to the severity of tinnitus. The research is useful for manage duration during training process to minimize the increase in the severity of tinnitus. Key words : Tinnitus, metal music, duration PENDAHULUAN Telinga berbunyi mendengung atau tinitus merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam dunia musik. Tinitus adalah persepsi suara tanpa adanya suatu sumber suara eksternal. Lucente dan Har-el (2011) mengatakan tinitus dapat berupa nada tunggal atau multiple dan dapat dideskripsikan sebagai suatu nada tinggi, nada rendah, berdengung, bergemuruh, berbunyi “klik” ,
berdesis, berdenyut, atau berbunyi terus-menerus. Tinitus dapat memberikan masalah yang serius bagi penderita karena dapat memberikan pengaruh dalam berkonsentrasi, memberikan perasaan cemas dan depresi, sehingga mengganggu kualitas hidup penderita. Sunarko (1985) dalam Widhyatama (2012) menyebutkan pengertian musik adalah 1
band dengan genre metal, ditemukan sekitar 30% anggota menderita tinitus akibat paparan suara keras yang lama, ruangan yang kedap suara dan tidak menggunakan alat penutup telinga saat proses latihan berlangsung. Data tersebut dapat disimpulkan bahwa tinitus merupakan kejadian dengan skala mayor terutama pada pemusik yang hidupnya erat dengan ruangan kedap suara serta dengan genre lagu metal yang dibawakan dimana genre tersebut lebih keras dibandingkan dengan pop dan rock. Penyebab fisiologis tepat atau penyebab tinitus tidak diketahui. Paparan kebisingan adalah yang terbesar faktor etiologi dikaitkan dalam tinitus (Amerika Tinnitus Asosiasi, 2011) dalam (Adoga & Obindo, 2013). Grup band dengan genre musik metal yang sedang latihan di studio dengan keadaan ruangan yang kedap suara selalu terpapar suara keras dari sound system, snare drum dan cymbal yang langsung terkena pada telinga mereka. Hal ini terjadi setiap kali mereka melakukan proses latihan. Jika kejadian ini dibiarkan dan tidak ada tindakan penanganan ataupun pencegahan dikhawatirkan akan menyebabkan terjadinya tinitus berat atau bahkan ketulian apabila telinga yang terpapar tersebut tidak mampu lagi mentoleransi suara keras yang diterima. Lebih buruk lagi anggota lain yang belum menderita tinitus mendapati pengalaman serupa. Faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan tinitus perlu dikaji, berapa desibel maksimum suara yang bisa ditoleransi oleh telinga dalam waktu tertentu, juga tindakan apa saja yang bisa digunakan untuk mencegah tinitus terjadi. Menggunakan ear plug
penghayatan isi hati manusia yang diungkapkan dalam bentuk bunyi yang teratur dalam melodi atau ritme serta mempunyai unsur atau yang indah. Band adalah gabungan dari dua atau lebih musisi yang memainkan alat musik ataupun bernyanyi. Setiap anggota memiliki peran yang berbeda dalam memainkan alat musik. Setiap satu grup band yang terlepas dari berapa jumlah personilnya rata-rata memiliki 1 sampai 2 anggotanya yang menderita gejala telinga mendengung atau tinitus, sebagian besar diantara mereka adalah pemain drumnya. Sampai sekarang belum ada penelitian yang menjelaskan hubungan durasi mendengarkan musik metal dengan tingkat keparahan tinitus pada personel band yang bergenre metal. WHO mengklasifikasikan suatu penyakit atau keluhan secara umum menjadi kelompokan penyakit atau keluhan yang mengakibatkan kondisi impairment (gangguan). Impairment atau gangguan adalah suatu gangguan fisiologi atau psikofisikal yang dapat diukur atau diketahui baik dari hasil pemeriksaan laboratorium atau klinis. Contoh dari kondisi impairment adalah kekerasan atau intensitas tinitus, frekuensi tinitus dan sensitivitas pendengaran. Ludman dan Bradley (2007) mengatakan semua orang normal pasti pernah mengalami tinitus dan kebanyakan mengalaminya ketika berada di ruangan kedap suara. Lucente dan Har-el (2011) mengatakan di Amerika Serikat sendiri lebih dari 36 juta orang melaporkan tinitus dan sekitar 8 juta diantaranya menderita tinitus berat. Hasil survey acak awal yang dilakukan pada anggota komunitas Loss Storm yang masih aktif bermain 2
ketika latihan atau semacamnya guna meminimalisir dampak yang diakibatkan pada telinga akibat paparan suara yang keras untuk waktu yang cukup lama selama proses latihan adalah contoh yang bisa dilakukan. Bisa juga dengan mengurangi jadwal latihan ataupun mengurangi waktu dalam sekali latihannya. Solusi yang lain seperti mengecilkan volume sound system dan memelankan ketukan drum ketika latihan. Hal ini masih tergantung selera dari masing-masing grup band itu sendiri. Berkaitan
dengan hal di atas peneliti tertarik untuk menganalisa hubungan mendengarkan musik metal dengan kejadian tinitus pada anggota komunitas yang aktif bermain band di komunitas Loss Strom Surabaya. Berdasar dari gambaran tersebut diatas, maka perlu adanya pembuktian tentang hubungan durasi mendengarkan musik metal dengan tingkat keparahan tinitus pada anggota komunitas yang aktif bermain band di komunitas Loss Strom Surabaya.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasi korelatif dengan pendekatan cross sectional, dimana akan diteliti tentang hubungan durasi mendengarkan musik metal dengan tingkat keparahan tinitus pada anggota komunitas Loss Strom yang aktif bermain band di Surabaya. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2015. Penelitian ini dilaksanakan pada anggota komunitas yang aktif bermain band di komunitas Loss Strom Surabaya. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota komunitas Loss Strom yang aktif bermain band dengan jumlah 57 orang dengan menggunakan nonprobability sampling dengan purposive sampling, maka dalam hal ini peneliti memasukkan sampel anggota band dengan aliran musik metal yang sudah timbul gejala tinitus pada telinganya di komunitas Loss Strom yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi berjumlah 50 orang.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti yaitu dimulai dengan meminta persetujuan tentang populasi kepada pembimbing. Populasi yang digunakan adalah 57 anggota aktif yang bermain band di komunitas Loss Strom Surabaya. Setelah populasi disetujui peneliti melakukan studi pendahuluan di komunitas Loss Strom Surabaya. Selanjutnya, peneliti mengajukan surat permohonan pengambilan data pada bagian akademik Stikes Hang Tuah Surabaya. Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti mulai membagikan kuesioner dengan terlebih dahulu meminta persetujuan responden dengan menunjukkan lembar informed concent yang telah disediakan, kemudian peneliti menjelaskan prosedur pengisian kuesioner setelah mendapatkan persetujuan dari responden. Peneliti meminta responden untuk mengisi lembar demografi, informed concent, lembar observasi dan kuesioner. Waktu yang disediakan untuk pengsian lembar kuesioner adalah 15 menit. Peneliti mengumpulkan kuesioner untuk selanjutnya diolah
3
data setelah responden mengisi lembar kuesioner.
selesai
HASIL PENELITIAN 1. Data Umum Demografi Responden 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Usia
6 27 13 2 2
12 54 26 4 4
Total
50
100
Presentase (%)
Laki-laki Perempuan Total
49 1 50
98 2 100
Frekuensi (f)
Presentase (%)
Tidak tamat SD SD SMP
0 0 23
0 0 46
100
Frekuensi Presentase (f) (%)
PNS Swasta Wiraswasta Pelajar/Mahasiswa Lain-lain
0 16 15 10 9
0 32 30 20 18
Total
50
100
5. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Di Dunia Musik Metal
Responden Pendidikan
Pendidikan terakhir
50
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa pekerjaan responden pada Komunitas Loss Strom adalah 16 orang (32%) pegawai swasta, 15 orang (30%) wiraswasta, 10 orang (20%) pelajar/mahasiswa dan 9 orang (18%) mempunyai pekerjaan lain yang tidak tercantum dalam kriteria.
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa jenis kelamin responden pada Komunitas Loss Storm adalah 49 orang laki-laki (98%) dan 1 orang perempuan (2%). 3. Karakteristik Berdasarkan Terakhir
Total
Pekerjaan
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Frekuensi (f)
54 0
4. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa usia responden pada Komunitas Loss Strom mayoritas berusia 21 – 25 tahun dengan jumlah 27 orang (54%), usia 26 – 30 tahun 13 orang (26%), usia 16 – 20 tahun berjumlah 6 orang (12%), usia 31 – 35 tahun berjumlah 2 orang (4%), usia diatas 35 tahun 2 orang (4%).
Jenis Kelamin
27 0
Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir responden pada Komunitas Loss Strom adalah 27 orang (54%) lulusan SMA dan 23 orang (46%) lulusan SMP.
Frekuensi Presentase (f) (%)
16th-20th 21th-25th 26th-30th 31th-35th >35th
SMA Perguruan Tinggi
Lama di dunia musik metal
Frekuensi (f)
Presentase (%)
<1th 1th-3th
4 14
8 28
3th-5th
16
32
5th-10th
12
24
>10th
4
8
Total
50
100
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa lama waktu bermain di dunia musik metal responden pada 4
Komunitas Loss Strom mayoritas 3-5 tahun dengan jumlah 16 orang (32%), 14 orang (28%) 1-3 tahun bermain di dunia musik metal, 12 orang (24%) 5-10 tahun bermain di dunia musik metal, 4 orang (8%) lebih dari 10 tahun bermain di dunia musik metal dan 4 orang (8%) kurang dari 1 tahun bermain di dunia musik metal.
tinitus menurut Tinnitus Handicap Inventory severity Scale mayoritas dengan tingkat keparahan ringan (mild) berjumlah 38 orang (76%), kemudian tingkat keparahan sedikit (slight) berjumlah 7 orang (14%) dan tingkat keparahan sedang (moderate) berjumlah 5 orang (10%). 3. Hubungan durasi mendengarkan musik metal dengan tingkat keparahan tinitus pada anggota komunitas Loss Strom Surabaya
6. Data Khusus Responden 1. Karakteristik responden berdasarkan Durasi Mendengarkan Musik Metal Durasi (menit)
Tingkat kepara han tinnitus Sangat Ringan Ringan
Frekuensi Presentase (f) (%)
120 180 240 300 360
25 9 13 1 2
50 18 26 2 4
Total
50
100
Sedang Total
2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Keparahan Tinitus Persentase (%)
Sedikit Ringan
7 38
14 76
Sedang
5
10
Total
50
100
Total 120 ∑ % 5 2 0 2 8 0 0 0 0
180 ∑ % 1 11 ,1 8 88 ,9 0 0
240 ∑ % 1 7.7
2 5
9
1 3
1 0 0
10 0
9 3
69. 2 23. 1 10 0
300 ∑ % 0 0
360 ∑ % 0 0
% 1 4 0 0 1 5 3 7 0 8 6 1 10 1 5 5 1 0 0 0 1 10 2 1 5 1 0 0 0 0 0 0 Spearman’s Rho Correlation ρ = 0,005
Dari tabel 5.8 dijelaskan bahwa sebanyak 20 orang (80%) dari 25 orang menderita tinitus ringan pada durasi 120 menit sebagai mayoritas, 9 orang (69,2%) dari 13 orang menderita tinitus ringan pada durasi 240 menit, 8 orang (88,9%) dari 9 orang menderita tinitus ringan pada durasi 180 menit, 5 orang (20%) dari 25 orang menderita tinitus sangat ringan pada durasi 120 menit, 3 orang (23,1%) dari 13 orang menderita tinitus sedang pada durasi 240 menit, 1 orang (11,1%) dari 9 orang menderita tinitus sangat ringan pada durasi 180 menit, 1 orang (7,7%) dari 13 orang menderita tinitus sangat ringan pada durasi 240 menit, 1 orang (50%) dari 2 orang menderita tinitus ringan pada durasi 360 menit, 1 orang (100%) dari 1 orang menderita tinitus sedang pada durasi 300 menit dan 1 orang
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa anggota yang bermain band selama 120 menit dalam seminggu berjumlah 25 orang (50%), selama 180 menit dalam seminggu berjumlah 9 orang (18%), selama 240 menit dalam seminggu berjumlah 13 orang (26%), selama 300 menit dalam seminggu berjumlah 1 orang (2%) dan selama 360 menit dalam seminggu berjumlah 2 orang (4%).
Tingkat Keparahan Frekuensi Tinitus (f)
Durasi
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui anggota yang menderita 5
∑ 7
(50%) menderita tinitus sedang pada durasi 360 menit. Berdasarkan hasil uji Spearman’s Rho hubungan durasi mendengarkan musik metal dengan tingkat keparahan tinitus pada anggota komunitas Loss Strom Surabaya didapatkan hasil sebesar 0,005 dengan nilai signifikansi ρ = 0,05 sebagai pembanding. Secara
statistik ρ 0,005 < α =0,05 terdapat hubungan durasi mendengarkan musik metal dengan tingkat keparahan tinitus pada anggota komunitas Loss Strom Surabaya. Semakin lama durasi mendengarkan musik metal semakin memperparah tinitus yang diderita.
PEMBAHASAN 1. Durasi Mendengarkan Musik Metal di Komunitas Loss Strom Surabaya Data durasi menunjukkan bahwa mayoritas responden mendengarkan musik metal selama 120 menit dalam satu minggu, yakni 25 orang dengan persentase 50%. Sebanyak 13 responden (26%) mendengarkan musik metal selama 240 menit dalam satu minggu, sebanyak 9 orang (18%) mendengarkan musik metal selama 180 menit dalam satu minggu. Sebanyak 1 orang mendengarkan musik metal selama 300 menit dalam satu minggu dan 2 orang selama 360 menit. Masalah pada penelitian ini adalah tidak diketahui berapa durasi mendengarkan musik metal yang dilakukan oleh anggota komunitas Loss Strom di Surabaya. Namun, dengan berjalannya penelitian yang dilakukan maka didapatkan hasil bahwa mayoritas anggota komunitas Loss Strom di Surabaya mendengarkan musik metal dengan durasi selama 120 menit. Peneliti berpendapat bahwa keadaan seperti ini bisa terjadi karena mayoritas anggota komunitas Loss Strom melakukan proses latihan band di persewaan studio dengan waktu per satu shift selama 120 menit. Rata-rata persewaan studio band di Surabaya menyewakan tempatnya
dengan waktu per shift selama 120 menit. Anggota komunitas memiliki pekerjaan yang berbeda di luar bermusik. Bermusik bisa dikatakan dengan pekerjaan sampingan. Dari alasan ini lah penyebab kenapa mayoritas anggota komunitas hanya melakukan proses latihan selama satu minggu sekali, karena cukup sulit untuk menyesuaikan jadwal masingmasing anggota. Peneliti tidak menemukan teori yang mengatakan hal yang sama dengan pendapat peneliti, namun peneliti berfokus pada keadaan yang terjadi di lapangan. Bila dilihat dari data tentang lamanya bermain musik di dunia musik metal didapatkan hasil responden yang bermain musik kurang dari satu tahun sebanyak 4 orang (8%), antara 1 – 3 tahun sebanyak 14 orang (28%), antara 3 – 5 tahun sebanyak 16 orang (32%), antara 5 – 10 tahun sebanyak 12 orang (24%) dan yang lebih dari 10 tahun sebanyak 4 orang (8%). Hal ini menjelaskan bahwa durasi mendengarkan musik metal menunjukkan hubungan yang signifikan dengan karakteristik anggota komunitas pada penelitian Data crosstabs antara usia dengan durasi mendengarkan musik metal menunjukkan hasil terbanyak yang terdapat pada usia 21 – 25 tahun dengan durasi 120 menit dalam satu 6
minggu dengan jumlah 15 orang. Data crosstabs antara pekerjaan dengan durasi mendengarkan musik metal menunjukkan dominasi pekerja swasta sebagai pekerjaan yang paling banyak kaitannya dengan durasi selama 120 menit, yakni dengan jumlah 9 orang. Sementara pekerjaan lain penyebarannya cukup merata. Dari crosstabs yang dilakukan antara usia dan jenis kelamin dengan durasi tidak memberikan gambaran yang signifikan. Hasil crosstabs yang menunjukkan hasil yang cukup signifikan adalah lamanya waktu bermain di duna musik metal dengan durasi 120 menit dan lamanya waktu berkisar antara 3 sampai 5 tahun. Hasil ini didukung dengan teori Lauw Riscky B., Marunduh S. R. dan Wungouw H. I. S. (2013) yang mengatakan suara ribut tergantung berapa lama suara didengar, dapat merusak pendengaran. Teori tersebut memperkuat bahwa durasi mendengarkan musik metal dapat menyebabkan gangguan pendengaran, dalam hal ini adalah tinitus. Hal ini bisa terjadi karena telinga mempunyai batas kompensasi terhadap suara yang diterimanya. Terlebih suara keras yang diterima secara terus-menerus. Bashiruddin (2009) menyebutkan beberapa faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan per hari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain. Hasil crosstabs antara umur dan durasi tidak menunjukkan hasil yang sesuai dengan teori diatas, dimana usia 21 sampai 25 tahun menjadi usia terbanyak dalam mengalami tinitus, tetapi faktor lama pajanan perhari berbanding lurus dengan hasil penelitian di lapangan. Hal ini
mungkin disebabkan karena di usia tersebut anggota masih memiliki semangat dan harapan yang sangat tinggi kepada musik mereka, maka frekuensi mendengarkan musik mereka adalah sering meskipun dengan durasi hanya 120 menit. 2. Tingkat Keparahan Tinitus di Komunitas Loss Strom Surabaya Dari hasil penelitian didapatkan data anggota yang menderita tinitus sangat ringan (slight) sebanyak 15 orang (30%), tinitus ringan (mild) sebanyak 28 orang (56%), tinitus sedang (moderate) sebanyak 7 orang (14%). Dari semua responden tidak ada yang menderita tinitus yang parah (severe) ataupun tinitus sangat parah (catastrophic). Pada fenomena yang disebutkan pada bab sebelumnya, peneliti menemukan masalah yaitu setiap grup band memiliki setidaknya 1 sampai 2 anggota yang menderita tinitus. Pada hasil yang ditemukan peneliti setelah melakukan proses penelitian adalah mayoritas anggota komunitas Loss Strom menderita tinitus ringan (mild). Peneliti berasumsi bahwa peningkatan keparahan yang terjadi akibat terpaparnya telinga mereka secara langsung dan terus-menerus oleh hentakan musik metal yang keras. Pada tabel 5.7 didapatkan data tingkat keparahan tinitus ringan (mild) sebagai data mayoritas dengan frekuensi 76%. Tingkat keparahan tinitus ringan (mild) tersebut sesuai dengan klasifikasi tinitus derajat II yang telah dijelaskan pada bab Menurut Klockhoff dan Lindblom (1967) tinitus dapat diukur secara subjektif menggunakan skala Klockhoff dan Lindblom (KL). Klasifikasi KL pada derajat II menyebutkan, apabila tinitus 7
terdengar dalam kondisi lingkungan sehari-hari, namun bunyi tersebut dapat hilang atau dapat diabaikan dengan bunyi lingkungan yang ramai dan tidak mengganggu proses tidur. Hal ini membuktikan bahwa anggota mayoritas komunitas Loss Strom sebenarnya menderita tinitus ringan namun tidak dirasakan atau bahkan tidak menyadarinya karena gejala yang timbul tidak secara langsung dirasakan dan aktivitas meraka menyamarkannya. Data crosstabs antara usia dan tingkat keparahan tinitus menunjukkan hasil terbesar berada pada usia 21 -25 tahun dimana terdapat 21 orang di usia tersebut yang menderita tinitus ringan. Sejumlah faktor risiko telah dikaitkan dengan tinnitus dan mereka termasuk bertambahnya usia, gangguan pendengaran dan paparan suara keras (Axelsson & Ringdahl, 1989;. Nondahl et al, 2002) dalam (Adoga & Obindo, 2013). Dalam teori tersebut usia merupakan faktor resiko terjadinya tinitus, tetapi hasil dilapangan menunjukkan bahwa usia 21 – 25 tahun adalah usia terbanyak yang menderita tinitus, dalam hal ini adalah tinitus ringan. Hal tersebut mungkin saja disebabkan karena frekuensi mendengarkan musik mereka di usia tersebut cukup sering, serta minimnya kesadaran tentang gejala tinitus. Data crosstabs antara lama di dunia musik metal dengan tingkat keparahan tinitus menunjukkan hasil yang sama besar antara waktu 3 – 5 tahun dengan 5 – 10 tahun dimana keduanya masing-masing terdapat 11 orang yang menderita tinitus ringan. Lauw Riscky B., Marunduh S. R. dan Wungouw H. I. S. (2013) mengatakan suara ribut tergantung berapa lama suara didengar, dapat
merusak pendengaran. Data tersebut menampilkan hasil yang signifikan tentang lama bermain di dunia musik metal dapat mempengaruhi tingkat keparahan tinitus. Putra dan Herwanto (2014) mengatakan pajanan bising merupakan penyebab paling sering kejadian tinitus dengan angka kejadian sebesar 37%. Tabel 5.7 menjelaskan mayoritas anggota komunitas Loss Strom menderita tinitus ringan (76%). Jumlah yang cukup besar bila dihubungkan dengan teori di atas. Dalam penelitian ini tinitus yang dialami oleh responden disebabkan oleh paparan bising yang diterima ketika sedang bermain musik metal. Apabila kejadian terjadi secara berkala dikhawatirkan akan memperparah tinitusnya. Komunitas Loss Strom adalah komunitas musik metal dengan umur yang cukup tua mengingat komunitas ini adalah komunitas musik metal ke dua yang didirikan di Surabaya. Dengan umur yang mencapai lebih dari 10 tahun ini anggota komunitas Loss Strom hanya menderita tinitus dengan tingkat keparahan sedang (moderate) sebagai tingkat tinitus yang paling parah. 3. Hubungan Durasi Mendengarkan Musik Metal Dengan Tingkat Keparahan Tinitus di Komunitas Loss Strom Surabaya Aliran musik metal atau yang sering disebut heavy metal adalah sub genre dari musik rock yang muncul di era 1960-an di Amerika (Putra, 2007:6-7). Abdillah (2014:403-404) menyebutkan metal merupakan sebuah aliran dari sub genre heavy metal musik yang berkembang pada tahun 1968 dan 8
1974 di Inggris dan Amerika Serikat, dengan dengan akar dari blues rock dan psychedhelic rock yang ditandai dengan distorsi gitar yang sangat kuat, ketukan cepat di semua instrumentasi alat musiknya. Tinitus adalah persepsi suara tanpa adanya suatu sumber suara eksternal. Tinitus dapat berupa nada tunggal atau multiple dan dapat dideskripsikan sebagai suatu nada tinggi, nada rendah, berdengung, bergemuruh, berbunyi ‘klik’, berdesis, berdenyut, atau berbunyi terus-menerus (Lucente & Har-el, 2011). Hasil penelitian hubungan durasi mendengarkan musik metal dengan tingkat keparahan tinitus di komunitas Loss Strom Surabaya menunjukkan bahwa mayoritas responden mendengarkan musik metal dengan durasi 120 menit dalam satu minggu dan mayoritas terbanyak responden menderita tinitus ringan (mild) dengan jumlah 28 orang (56%). Bashiruddin (2009) menyebutkan beberapa faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan per hari, lama masa kerja, kepekaan individu, umur dan faktor lain. Hasil penelitian dan teori yang disebutkan diatas menunjukkan hubungan yang berbanding lurus yang berarti durasi mendengarkan musik metal berkaitan dengan tingkat keparahan tinitus anggota komunitas Loss Strom yang mayoritas menderita tingkat keparahan tinitus ringan (mild). Keterkaitan hubungan durasi mendengarkan musik metal dengan tingkat keparahan tinitus pada responden, seperti yang tampak pada tabel 5.8 sesuai hasil uji statistik Spearman’s Rho didapatkan hasil ρ = 0,005 < α = 0,05 sebagai pembanding, dimana Hı diterima,
sehingga secara statistik terdapat hubungan antara durasi mendengarkan musik metal dengan tingkat keparahan tinitus di komunitas Loss Strom Surabaya. Hasil crosstabs antara durasi mendengarkan musik metal dengan tingkat keparahan tinitus menunjukkan mayoritas durasi 120 menit dengan mayoritas tingkat keparahan tinitus ringan (mild). Menurut Ludman dan Bradley (2007) menyebutkan bahwa semua orang yang normal pasti pernah mengalami tinitus dan kebanyakan mengalaminya ketika berada di ruangan kedap suara. Teori ini sangat jelas menggambarkan bahwa pemain band yang latihan band di dalam studio dengan durasi yang lama sangat beresiko mengalami tinitus karena mendengarkan musik metal dengan waktu yang lama di ruangan kedap suara. Sejumlah faktor risiko telah dikaitkan dengan tinnitus dan mereka termasuk bertambahnya usia, gangguan pendengaran dan paparan suara keras (Axelsson & Ringdahl, 1989;. Nondahl et al, 2002) dalam (Adoga & Obindo, 2013). Aliran musik metal termasuk aliran musik dengan tempo cepat dan keras, sehingga aliran musik jenis ini bisa dikaitkan dengan faktor risiko terjadinya tinitus. Paparan kebisingan adalah yang terbesar faktor etiologi dikaitkan dalam tinnitus (Amerika Tinnitus Asosiasi, 2011) dalam (Adoga & Obindo, 2013). Dalam hal ini aliran musik metal bisa dikatakan aliran musik yang bising. Hasil dari uji yang dilakukan, peneliti menarik pendapat bahwa durasi mendengarkan musik metal oleh anggota komunitas Loss Strom menunjukkan hubungan yang signifikan dengan tingkat keparahan 9
lama mendengarkan musik metal. Menyediakan alat penutup telinga (ear plug) untuk para anggota sebagai sarana pencegahan. 3. Bagi profesi keperawatan Memberikan konstribusi dalam pengembangan ilmu keperawatan terutama keperawatan THT (telinga, hidung dan tenggorokan). 4. Bagi penelitian selanjutnya Disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk menggunakan alat pengukur seperti desibel meter untuk mengetahui berapa desibel suara yang didengarkan oleh para responden saat mendengarkan musik metal. Bisa juga dengan menambahkan frekuensi mendengarkan musik metal sebagai bahan pendukung untuk melakukan penelitian.
tinitus. Semakin lama durasi mendengarkan musik metal dapat memperparah tinitus yang diderita. Hal ini bisa disertai juga dengan frekuensi mendengarkan musik metal yang sering, serta tidak lepas dari faktor resiko yang berbeda-beda dari masing-masing responden. SIMPULAN Berdasarkan hasil temuan penelitian dan hasil pengujian pada pembahasan yang dilaksanakan, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Durasi mendengarkan musik metal anggota komunitas Loss Strom dalam satu minggu mayoritas cukup selama 120 menit. 2. Mayoritas anggota komunitas Loss Strom mengalami tingkat keparahan tinitus ringan (mild). 3. Ada hubungan antara durasi mendengarkan musik metal dengan tingkat keparahan tinitus pada anggota yang aktif bermain band di komunitas Loss Strom Surabaya.
DAFTAR PUSTAKA Abdilah, Bayu Bramanti. (2014). ‘Pengaruh lagu metal terhadap perilaku agresif remaja di komunitas metal Pos Merah Samarinda’. eJournal Ilmu Komunikasi. vol.2, no.6, hal.403-404.
SARAN Berdasarkan temuan hasil penelitian, beberapa saran yang disampaikan pada pihak terkait adalah sebagai berikut: 1. Bagi anggota komunitas Disarankan agar anggota mengurangi durasi saat latihan secara berkala sehingga tinitus yang dialami tidak bertambah parah. Penggunaan penutup telinga (ear plug) saat proses latihan bisa menurunkan dampak tekanan suara yang diterima oleh telinga secara langsung. 2. Bagi komunitas Pengetahuan tentang dampak yang ditimbulkan akibat terlalu
Adoga, Adeyi A. & Taiwo J. Obindo. (2013). The Association Between Tinnitus and Mental Illnesses. Diunduh pada tanggal 16 Maret 2015 pukul 04.24 WIB. http://www.intechopen.com/bo oks/mental-disorderstheoretical-and-empiricalperspectives/the-associationbetween-tinnitus-and-mentalillnesses Aulia Hamzah. (2010). Hubungan antara preferensi musik dengan risk taking behaviour pada remaja. Fakultas 10
Psikologi Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta : Skripsi tidak dipublikasikan.
Ludman, Harold & Patrick J. (2007). ABC Telinga, Hidung, dan Tenggorok, edisi 5. Jakarta : EGC
A. Aziz Alimul Hidayat. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika.
Nagel, P. & Robert Gürkov. (2009). Dasar-dasar ilmu THT, edisi 2. Jakarta : EGC.
Eka, Dian Safitri, et al. (n.d.). Korelasi Antara Pengukuran Tinitus Secara Subjektif dan Objektif pada Pasien Tinitus Subjektif. Departemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Nugroho, Adi. (2009). Belajar otodidak menjadi gitaris andal. Yogyakarta : ANDI.
Gendown. (2013). Sejarah metal & jenis-jenis musik metal. 6 Januari. Diakses pada 26 Februari 2015 pukul 15.32 WIB. https://gendown666.wordpress. com/2013/01/06/sejarah-metaljenis-jenis-musik-metal/
Pedemonte, M. et al (2010). ‘Tinnitus treatmentwith sound stimulation during sleep’. International tinnitus journal. vol.16, no.1, hal.39.
Nursalam. (2013). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.
Henry, J.A., Kyle C. Dennis, Martin A. Schechter. (2005). ‘General Review of Tinnitus: Prevalence, Mechanisms, Effects, and Management’. Journal of Speech, Language, and Hearing Research. vol.48, hal. 1204.
Purba, Mauly. & Ben M. Pasaribu. (2006). Musik populer. Lembaga pendidikan seni nusantara. Jakarta Putra, Valencia & Yusa Herwanto. (2014) ‘kualitas hidup penderita tinitus pada pekerja pandai besi terpajan bising di kota medan’.Jurnal mahasiswa kedokteran Indonesia. vol.1, edisi 2 hal 11.
Lauw B. Riscky, S.R. Marunduh & H.I.S Wingouw. (2013). Profil gangguan pendengaran pada pemusik di kota Manado.Journal e-Biomedik (EBM), vol.1, no 2, hal 855
Soleh, Ady Mat.(2014). Metalhead (study deskriptif gaya hidup pendukung subkultur metalhead di kota surabaya). Antropologi FISIP Universitas Airlangga, Surabaya.
Lucente, Frank E. & Gady Har-el. (2011). Ilmu THT esensial, edisi 5. Jakarta : EGC
Viirre, Erick. (2007). ‘Cognitive Neuroscience in Tinnitus Research : A Current Review’. 11
International tinnitus journal. vol.13, no.2, hal.111.
kelompok musik perkusi Cooperland di kota Semarang’. Jurnal seni musik. vol.1, no.1, hal.60-61.
Widyathama, Sila. (2012). ‘Pola imbal gamelan bali dalam
12