Hubungan antara Durasi Bermain Video Games yang Mengandung Kekerasan dan Tingkat Agresivitas pada Anak Usia Sekolah Tia Tiara Sakti dan Rini Hildayani Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia Email :
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memahami hubungan antara durasi bermain video games yang mengandung kekerasan dan tingkat agresivitas pada anak usia sekolah. Seratus enam belas anak berusia 9 hingga 11 tahun diminta untuk mengisi kuesioner guna memperoleh info tentang durasi bermain video games dan tingkat agresivitas nya dengan menggunakan alat ukur The Problem Behavior Frequency Scales (PBFS). Sesuai dengan hipotesis, hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara durasi bermain video games yang mengandung kekerasan dan tingkat agresivitas. Dengan kata lain, tingginya durasi bermain video games yang mengandung kekerasan berhubungan dengan tingginya agresivitas. Selain itu, durasi bermain video games yang mengandung kekerasan tidak hanya memiliki hubungan dengan agresi fisik, melainkan juga dengan agresi non-fisik dan agresi relasional. Kata kunci : tingkat agresivitas; anak usia sekolah; durasi; video games kekerasan
The Relationship between Duration of Playing Violent Video Games and Level of Aggression in Middle Childhood Abstract The purpose of the study was to examine the relationship between duration of playing violent video games and the level of aggression displayed by middle-school children. A total of 116 children aged 9 to 11 years old were asked to fill out a questionaire related to their duration playing violent video games and the The Problem Behavior Frequency Scales (PBFS) to measure their level of aggression. As hypothesized, this study found that there was a positive significant relationship between duration of playing violent video games and the level of aggression in middle-childhood. This study also found that duration of playing violent video games was not only related to physical aggression, but also to non-physical and relational aggression. Keywords: level of aggressive behavior; middle-school children; duration; violent video games
1
Hubungan Antara..., Tia Tiara Sakti, FPSI UI, 2014
2
Pendahuluan Video games merupakan salah satu permainan yang sangat digemari oleh kalangan anak-anak dan remaja (Prot, Mc Donald, Anderson, & Gentile, 2012). Awalnya, video games hanya dapat diakses melalui permainan elektronik yang menggunakan perangakat keras (konsol) bermerk ATARI pada tahun 1977. Seiring dengan berkembangnya sistem grafis, video games mulai dapat diakses di berbagai permainan elektronik, seperti nintendo, SEGA, gameboy, playstastion, XBOX hingga akhirnya saat ini video games dapat diakses melalui telepon genggam (handphone), laptop, dan tablet. Hal tersebut memungkinkan anak dapat bermain video games di mana pun dan kapan pun mereka mau. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Kaiser Family Foundation dari tahun 1999 hingga 2004 pada 2000 anak usia 8 hingga 18 tahun di Amerika Serikat ditemukan bahwa lebih dari 50% anak usia 8 hingga 10 tahun menggunakan waktu luangnya untuk bermain video game (Roberts, Foehr, & Rideout, 2005). Rata-rata waktu yang dihabiskan oleh anak usia 8 hingga 11 tahun untuk bermain video games adalah sekitar 1 jam per hari, akan tetapi, waktu yang dihabiskan oleh anak untuk bermain video games tersebut dapat meningkat mengingat akses untuk bermain video games yang semakin mudah. Meningkatnya jumlah waktu yang dihabiskan anak untuk bermain video game memunculkan beberapa dampak negatif terhadap perkembangan anak. Dampak negatif yang dapat muncul, seperti berkurangnya aktivitas fisik meningkatnya risiko obesitas, kejang, cidera tangan, memburuknya pola dan kebiasaan tidur, timbulnya kecenderungan ketergantungan, dan berkurangnya interaksi anak terhadap lingkungan. Timbulnya risiko obesitas pada anak dapat disebabkan oleh tergantikannya aktivitas fisik anak dengan duduk diam yang disertai dengan meningkatnya konsumsi makanan yang mengandung lemak yang tinggi. Sementara, kecenderungan ketergantungan timbul saat anak terus menerus bermain video games dan berdampak pada terganggunya fungsi adaptif. Salah satu contoh terganggunya fungsi adaptif, yaitu kurang berkembangnya kemampuan anak untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial yang disebabkan oleh saat bermain video games, anak lebih banyak berinteraksi dengan video
Universitas Indonesia
Hubungan Antara..., Tia Tiara Sakti, FPSI UI, 2014
3
games dibandingkan dengan teman sepermainannya (Subrahmanyam, Kraut, Greenfield, dan Gross, 2000; Plowman, McPake, & Stephen, 2010; Ray & Jat, 2010; Martin, 2011, Dworak, Schierl, Bruns, & Struder, 2007). Selain itu, video games yang mengandung kekerasan juga dapat berdampak pada perkembangan perilaku agresif pada anak (Subrahmanyam, Kraut, Greenfield & Gross, 2000; Martin, 2011). Saat ini sebagian besar video games yang lebih sering dimainkan oleh
anak
cenderung
mengandung
kekerasan
sehingga
memungkinkan
munculnya perilaku agresi (Anderson, et al, 2003). Perilaku agresi merupakan suatu tindakan yang bertujuan untuk melukai atau mengganggu orang lain. Menurut Farel, Kung, White, dan Valois (2000) terdapat tiga jenis perilaku agresi yang ditampilkan oleh seseorang, yaitu physical aggression (agresi fisik), seperti memukul, menendang, atau perbuatan menyakiti orang lain secara fisik; non-physical aggression (agresi non-fisik), seperti memberikan pandangan sinis kepada orang lain dan berkata-kata kasar; dan relational aggression (agresi hubungan), seperti meninggalkan teman saat bermain (Farel, Kung, White, & Valois, 2000; Cassidy, Werner, & Juliano, 2006). Berdasarkan teori belajar observasional yang dikemukakan oleh Bandura (1986 dalam Santrock, 2011) terlihat bahwa seseorang dapat mempelajari suatu perilaku dengan cara mengamati apa yang model atau orang lain lakukan. Hasil penelitian Bandura menunjukkan bahwa anak yang melihat adegan kekerasan (saat model sedang memukul bobo doll) akan menjadi lebih agresif dan menampilkan perilaku agresif saat berada di ruang bermain (Murray & Murray, 2008; Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Penelitian lain yang juga membahas mengenai paparan kekerasan dilakukan oleh Irwin dan Gross (1995). Akan tetapi, media yang digunakan dalam penelitian mereka adalah video games. Tujuan dari penelitian mereka adalah untuk menguji dampak video games yang mengandung kekerasan pada anak yang impulsif dan reflektif. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa, pada saat berada dalam situasi bermain bebas partisipan yang memainkan video games yang mengandung kekerasan (baik kelompok impulsif maupun kelompok reflektif) menampilkan agresi fisik dan verbal terhadap benda mati dan agresi verbal terhadap teman bermain. Sementara pada situasi frustrasi, partisipan
Hubungan Antara..., Tia Tiara Sakti, FPSI UI, 2014
4
menampilkan agresi fisik lebih banyak dibandingkan partisipan yang memainkan video games yang tidak mengandung kekerasan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut terlihat bahwa paparan kekerasan pada media, seperti televisi dan video games memiliki pengaruh pada timbulnya perilaku agresi pada anak. Pada tahun 2010, Hutapea melakukan penelitian korelasional yang bertujuan untuk menguji keterkaitan durasi menonton tayangan mengandung kekerasan di televisi dan perilaku agresi pada anak usia sekolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara durasi menonton tayangan yang mengandung kekerasan di televisi dan perilaku agresi pada anak usia sekolah. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa paparan kekerasan pada televisi dalam waktu yang lama tidak meningkatkan agresivitas. Berbeda dengan penelitian Hutapea (2010), berdasarkan penelitian Paik dan Comstock (dalam Huesmann & Taylor, 2006), anak yang terpapar tayangan kekerasan di televisi dalam jangka waktu yang lama menampilkan perilaku lebih agresif dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin lama waktu terpapar tayangan kekerasan pada televisi membuat perilaku agresi semakin meningkat. Dari kedua hasil penelitian tersebut ditemukan pertentangan hasil mengenai hubungan antara durasi paparan tayangan kekerasan dan perilaku agresi pada anak. Menurut Silvern, Williamson, dan Countermine (1987) televisi dan video games memiliki karakteristik yang sama, yaitu nilai hiburan, konten yang mengandung kekerasan, dan berbagai kesamaan fitur seperti perubahan visual, gerakan dan lain-lain. Persamaan karakteristik tersebut memungkinkan adanya pertentangan hasil yang serupa dalam hubungan antara durasi bermain video games yang mengandung kekerasan dan perilaku agresi pada anak usia sekolah. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk memahami lebih lanjut mengenai hubungan antara durasi bermain video games kekerasan dan tingkat agresi pada anak usia sekolah. Ketertarikan ini juga didasari oleh pernyataan dari Muray dan Murray (2008) bahwa durasi waktu yang dihabiskan untuk bermain video games memiliki hubungan dengan perilaku agresi. Hanya saja dalam penelitian mereka tidak disebutkan arah hubungannya. Pertanyaan dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan yang
Hubungan Antara..., Tia Tiara Sakti, FPSI UI, 2014
5
antara durasi bermain video games yang mengandung kekerasan dan tingkat agresivitas pada anak usia sekolah. Penelitian tentang hubungan durasi bermain video games yang mengandung kekerasan dan perilaku agresif penting dilakukan pada anak usia sekolah karena perkembangan perilaku agresif pada usia tersebut memerlukan perhatian khusus dan dapat dianggap sebagai prediktor yang kuat bagi perilaku agresivitas selanjutnya dan perilaku kekerasan yang lebih serius di usia dewasa muda (Cassidy, Werner, & Juliano, 2006; Donnell, Stueve, Duran, Agronick, & Simmons, 2006).
Tinjauan Teoritis Agresivitas Terdapat beberapa tokoh yang menjelaskan mengenai agresivitas. Menurut Coie dan Dodge (dalam Ostrov, Gentile, & Crick, 2006) agresivitas adalah suatu tindakan yang bertujuan untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Sementara itu, Renfrew (1997) berpendapat bahwa agresivitas tidak hanya bertujuan untuk menyakiti atau merugikan saja, namun juga dapat berakibat pada kerusakan atau dampak negatif pada orang lain. Selanjutnya Huesmann dan Taylor (2006) menambahkan bahwa tindakan tersebut juga dapat menganggu dan melukai orang lain, baik secara fisik maupun non-fisik. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa agresivitas adalah suatu tindakan atau perilaku terhadap orang lain yang bertujuan untuk menyakiti, melukai, mengganggu, atau merugikan, serta memberikan dampak negatif/kerusakan pada orang lain, baik secara fisik maupun non-fisik. Menurut Farel, Kung, White, dan Valois (2000) terdapat tiga jenis perilaku agresi. Pertama, physical aggression yaitu suatu tindakan, ancaman ataupun paksaan secara fisik yang dapat merugikan orang lain, seperti memukul, menendang atau perilaku yang dapat menyakiti fisik orang lain (Cassidy, Werner, & Juliano, 2006). Kedua, non-physical aggression yaitu suatu tindakan non-fisik termasuk mengeluarkan kata-kata dan menunjukkan sikap yang dapat menyakiti orang lain, seperti menghina atau membuat orang lain menjadi bahan tertawaan. Ketiga, relational aggression yaitu suatu tindakan yang mengancam dan merusak
Hubungan Antara..., Tia Tiara Sakti, FPSI UI, 2014
6
hubungan pertemanan orang lain, seperti menyebarkan rumor yang tidak benar mengenai orang lain dengan tujuan merusak hubungan orang lain (Farel, Kung, White, dan Valois, 2000). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku agresi pada anak, faktor yang pertama adalah usia. Sekalipun faktor usia dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku agresif namun faktor tersebut memiliki pengaruh yang rumit terhadap perilaku agresi. Hal itu disebabkan terdapat perbedaan hasil penelitian terkait dengan faktor usia. Pada penelitian pertama menunjukkan bahwa efek paparan kekerasan pada perilaku agresif akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia. Sementara itu, hasil penelitian lain menunjukkan bahwa efek paparan kekerasan pada perilaku agresif akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia (Paik & Comstock, 1994). Faktor kedua adalah perbedaan jenis kelamin anak. Berdasarkan jenis kelamin, terdapat pengaruh yang berbeda dari paparan kekerasan antara laki-laki dan perempuan. Berdasarkan penelitian sebelumnya ditemukan bahwa anak laki-laki menampilkan pengaruh lebih besar dari paparan kekerasan dibandingkan dengan perempuan (Paik & Comstock, 1994). Faktor ketiga adalah paparan kekerasan pada media. Paparan kekerasan pada media, seperti pada televisi dan video games memungkinkan anak untuk mendapatkan kesempatan untuk mempelajari dan dan mengembangkan kepercayaan mereka mengenai manfaat dan konsekuensi dari penyelesaian masalah dengan agresi (Bandura, 1973). Faktor keempat adalah kecenderungan perilaku agresif pada anak. Ditinjau berdasarkan kecenderungan perilaku agresif pada anak, anak yang memiliki kecenderungan perilaku agresif yang tinggi lebih mungkin tertarik untuk melihat tayangan kekerasan sehingga menyebabkan ia menampilkan perilaku lebih agresif. Faktor kelima adalah pendampingan orangtua saat anak terpapar media yang mengandung kekerasan. Berdasarkan pendampingan orangtua, anak yang didampingi
oleh
orangtuanya
saat
terpapar
tayangan
kekerasan
akan
menunjukkan perilaku agresi lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tidak didampingi oleh orangtuanya.
Hubungan Antara..., Tia Tiara Sakti, FPSI UI, 2014
7
Faktor keenam adalah durasi paparan media yang mengandung kekerasan terhadap anak. Menurut Murray dan Murray (2008) timbulnya perilaku agresif tidak hanya dapat dikaitkan dengan konten paparan saja melainkan juga memiliki hubungan dengan lama waktu anak terpapar oleh konten kekerasan tersebut. Terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan mengenai dampak video games yang mengandung kekerasan terhadap munculnya perilaku agresif, yaitu teori belajar observasi, the dual-process theory of habituation and sesnsitization, cultivation theory, dan teori cross-over effect. Teori belajar observasi yang dikemukakan oleh Bandura (dalam Santrock, 2011) merupakan suatu proses belajar dengan cara mengamati apa yang model atau orang lain lakukan. Berdasarkan the dual-process theory of habituation and sensitization yang dikemukakan oleh Groves dan Thompson (1970 dalam Domjan, 2010), terdapat perbedaan proses yang menyebabkan perubahan dalam munculnya suatu perilaku, yaitu proses habituasi dan proses sensitisasi. Proses habituasi adalah suatu proses yang menyebabkan penurunan respon dari suatu stimulus. Sementara itu, proses sesnsitisasi adalah suatu proses yang menyebabkan peningkatan respon dari suatu stimulus. Jika ditinjau berdasarkan cultivation theory yang dikemukakan oleh Gerbner (dalam Oketunmbi, 2014), terdapat hubungan antara lama paparan suatu perilaku dalam media dan persepsi mengenai dunia nyata. Dengan kata lain, saat seseorang terpapar perilaku kekerasan dari video games dalam waktu yang lama, ia akan menganggap bahwa perilaku yang ia lihat tersebut sebagai hal yang benar. Hal itu membuat ia menampilkan perilaku agresif serupa dengan yang ditampilkan pada video games di dunia nyata. Berdasarkan teori cross-over effect yang dikemukakan oleh Coney (dalam Coyne, Nelson, Lawton, et al., 2008) diduga bahwa perilaku agresif yang dipaparkan dalam media kekerasan seperti televisi dan video games tidak hanya sebatas pada agresi fisik saja melainkan terdapat jenis agresi lain yang juga dipaparkan dalam media tersebut. Video Games Menurut Wibowo (2009), video games adalah alat permainan yang terdiri dari perangkat atau program komputer yang dikontrol oleh perangkat lunak, dikendalikan menggunakan pedal, joystick, mouse, kunci kursor, dan dimainkan
Hubungan Antara..., Tia Tiara Sakti, FPSI UI, 2014
8
pada terminal video atau layar televisi guna menghibur penggunanya. Sementara itu, Prensky (2000 dalam Hawan, 2011) mendefinisikan video games sebagai bentuk virtual dari lingkungan yang menampilkan tantangan, aturan, serta tujuan yang hendak dicapai, yang disertai dengan adanya interaksi, umpan balik, serta alur cerita. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa video games adalah suatu program komputer yang menampilkan bentuk virtual dari lingkungan yang berisi tantangan, aturan, serta tujuan yang hendak dicapai, disertai dengan adanya interaksi, umpan balik, serta alur cerita dan dimainkan pada terminal video atau layar televisi yang bertujuan untuk menghibur penggunanya. Durasi Bermain Video Games Secara umum, durasi didefinisikan sebagai lama waktu seseorang dalam berespon atau mengerjakan sesuatu (Seniati, Yulianto, dan Setiadi, 2011). Sejalan dengan definisi tersebut, Ihori, Sakamoto, Shibuya, dan Yukawa (2007) mendefinisikan durasi bermain video games sebagai jumlah waktu yang dihabiskan untuk memainkan video games. Selanjutnya, dalam penelitiannya Gentile, Lynch, Linder, dan Walsh (2004) dijelaskan bahwa durasi tidak hanya digunakan untuk menjelaskan jumlah waktu yang dihabiskan untuk bermain video games secara umum, namun dapat terbagi menjadi durasi bermain video games, baik yang mengandung kekerasan maupun video games yang tidak mengandung kekerasan. Berdasarkan pengertian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa durasi bermain video games merupakan lama waktu yang digunakan atau dihabiskan seseorang untuk bermain video games yang mengandung kekerasan maupun yang tidak mengandung kekerasan. Dalam penelitian ini, durasi bermain video games didefinisikan sebagai lama waktu yang digunakan atau dihabiskan seseorang untuk bermain video games yang mengandung kekerasan.
Metode Penelitian Berdasarkan tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk melihat hubungan antara durasi bermain video games yang
Hubungan Antara..., Tia Tiara Sakti, FPSI UI, 2014
9
mengandung kekerasan dan tingkat agresivitas pada anak usia sekolah. Desain penelitian ini termasuk ke dalam penelitian non-eksperimental. Terdapat dua variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu durasi bermain video games yang mengandung kekerasan dan tingkat agresivitas anak. Secara operasional, durasi didefinisikan sebagai skor yang menunjukkan total jumlah waktu (dalam satuan menit) yang anak habiskan untuk bermain video games yang mengandung kekerasan dalam sehari. Jumlah waktu dihitung sejak anak memulai permainan (menekan ‘start’) sampai anak berhenti memainkan permainan yang mengandung kekerasan (menutup aplikasi permainan yang mengandung kekerasan). Sementara, tingkat agresivitas didefinisikan sebagai mean total yang diperoleh masing-masing partisipan dari penjumlahan mean subskala agresi fisik, agresi non-fisik, dan agresi hubungan pada alat ukur The Problem Behavior Frequency Scales yang telah diadaptasi oleh Rossallina (2013). Semakin tinggi mean agresi, semakin tinggi tingkat agresinya. Sebaliknya, jika mean agresi rendah, semakin rendah tingkat agresinya. Karakteristik partisipan dalam penelitian ini yaitu anak usia sekolah antara 9 hingga 11 tahun yang bermain video games dengan konten kekerasan. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah teknik non-probability sampling jenis accidental sampling karena dalam teknik ini, tidak semua individu mendapat kesempatan yang sama untuk menjadi partisipan penelitian. Selain itu, partisipan diambil dari kelompok-kelompok yang sudah memenuhi kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti (Kumar, 2005). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode kuesioner dalam bentuk self-report. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala agresivitas yang merupakan bagian dari alat ukur The Problem Behavior Frequency Scale (PBFS) yang disusun oleh Multisite Violence Prevention Program (MVPP) pada tahun 2004. Alat ukur tersebut terdiri dari tujuh skala yang mengukur frekuensi dari perilaku bermasalah seperti agresivitas (fisik, non-fisik, dan hubungan), victimization (terlihat/teramati dan hubungan), penggunaan narkoba, dan delinquency (pelanggaran atau kenakalan). Dalam penggunaanya, semua skala tersebut dapat digunakan secara terpisah karena terdiri dari dimensi yang berbeda (Rossallina, 2013). Pada penelitian ini, peneliti
Hubungan Antara..., Tia Tiara Sakti, FPSI UI, 2014
1 0 hanya akan menggunakan tiga dari tujuh skala perilaku, yaitu skala agresivitas yang terdiri dari agresi fisik, agresi non-fisik, dan agresi hubungan karena peneliti ingin melihat tingkat agresivitas partisipan yang terdiri dari tiga skala tersebut. Dalam pengolahan data, peneliti menggunakan dua jenis teknik statistik, yaitu deskripsi statistik dan spearman rho. Deskripsi statistik digunakan untuk mengetahui nilai rata-rata (mean), standard deviation (SD), dan nilai maksimum-minimum dari skor yang diperoleh partisipan dalam penelitian ini. Sementara, Spearman Rho guna mengetahui hubungan, kekuatan hubungan, dan arah hubungan antara dua variabel.
Hasil Penelitian Gambaran Umum Partisipan Berdasarkan hasil penelitian total partisipan yang diperoleh adalah sebanyak 116 orang (62 orang laki-laki dan 54 orang perempuan) dengan rata-rata usia partisipan 10 tahun. Gambaran umum partisipan dalam penelitian ini akan dipaparkan dalam tabel 1. Tabel 1 Gambaran Umum Partisipan Penelitian Karakteristik
Frekuensi (f)
Presentase
Media elektronik handphone iPad/tablet
73 78
32.3 % 34.5 %
Playstation PSP XBOX
38 18 11
16.8 % 8 % 4.9 %
Nintendo DS Video Games yang dimainkan Game of War Shadow Fight
8
3.5 %
09 + 12 +
14 19
4.3 % 5.8 %
Clash of CLans Dragon Bane Brave Frontier
09 + 09 + 12 +
43 12 10
13.2 % 3.7 % 3.1 %
Subway Surfers Boom Beach Injustice : Gods Among Us GTA Mortal Kombat Teman Bermain Video Games
09 + 09 + 09 + 12 + 12 +
104 18 18 51 37
31.9 % 5.5 % 5.5 % 15.6 % 11.3 %
Hubungan Antara..., Tia Tiara Sakti, FPSI UI, 2014
1 1 Sendirian Ayah/Ibu Teman sebaya Kakak/adik
62 17 37
53.4 % 14.7 % 31.9 %
Dari tabel 1 terlihat bahwa jenis media bermain yang paling sering digunakan adalah iPad/tablet yaitu sebanyak 78 orang (34,5%). Sementara itu, video game yang paling banyak dimainkan oleh anak adalah subway surfers (31,9%) dengan rating 9+. Data lain yang juga terlihat adalah lebih dari 50% dari jumlah partisipan mengaku lebih memilih untuk bermain sendiri dibandingkan bermain bersama orangtua, saudara, atau teman. Hasil Utama Penelitian Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara durasi bermain video games yang mengandung kekerasan dan tingkat agresivitas (rs = .317; p < .01; two tailed). Oleh karena itu, hipotesis null ditolak.. Tabel 4.5 Hubungan Durasi dan Agresivitas Durasi Agresivitas
N 116 116
Mean 188.66 21.95
Std. Deviation
Sig.
Keterangan
148.326
.317
Signifikan
7.585
Dari data yang telah diperoleh, peneliti juga mencoba melihat hubungan durasi bermain video games yang mengandung kekerasan dengan jenis-jenis agresi. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara durasi bermain video games yang mengandung kekerasan dan ketiga subskala agresivitas, yaitu agresi fisik (rs = .366; p < .01; two tailed), agresi non-fisik (rs = .284; p < .01; two tailed), dan agresi hubungan (rs = .233; p < .01; two tailed).
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara durasi bermain video games yang mengandung kekerasan dan tingkat agresivitas pada anak usia 9 hingga 11 tahun. Dengan kata lain, anak yang bermain video games yang mengandung kekerasan dengan durasi yang tinggi akan memiliki tingkat agresi yang tinggi pula.
Hubungan Antara..., Tia Tiara Sakti, FPSI UI, 2014
1 2
Diskusi Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Paik dan Comstock (dalam Huesmann & Taylor, 2006) yang menunjukkan bahwa semakin lama waktu terpapar tayangan kekerasan pada televisi membuat perilaku agresi semakin meningkat. Dengan kata lain, semakin banyak waktu yang dihabiskan anak untuk bermain video games yang mengandung kekerasan, anak akan menjadi semakin agresif. Hasil penelitian ini dapat dijelaskan dengan menggunakan beberapa teori, yaitu teori belajar observasi Bandura (1986 dalam Santrock, 2011), dan cultivation theory (Potter, 1994). Menurut teori belajar observasional terdapat empat proses yang terjadi saat seseorang mempelajari suatu perilaku. Pertama, seseorang akan mengamati perilaku yang akan ia pelajari. Selanjutnya, ia akan mempelajari langkah-langkah untuk menampilkan perilaku tersebut. Lalu, ia akan mencoba meniru perilaku tersebut dan keempat, ia akan mendapatkan reinforcement (penguat) dari lingkungan sekitarnya. Pada saat anak bermain video games yang mengandung kekerasan, anak akan mengamati perilaku kekerasan yang ditampilkan dalam video games. Selanjutnya, ia akan mempelajari langkah-langkah atau cara untuk menampilkan perilaku agresi tersebut. Setelah mengetahui langkah-langkah untuk menampilkan peilaku agresi, anak akan melakukan imitasi dengan cara mempraktekan gerakan memukul atau menendang sesuai dengan yang telah ia pelajari. Pada saat anak melihat karakter yang menampilkan perilaku agresif mendapatkan reward, ia menjadi semakin termotivasi untuk menampilkan perilaku tersebut. Berdasarkan cultivation theory, seseorang yang terpapar suatu perilaku dalam jangka waktu lama, akan memiliki persepsi dan keyakinan bahwa perilaku tersebut adalah sesuatu yang benar (Potter, 1994). Contohnya saat karakter yang anak mainkan saat bermain video games menampilkan perilaku kekerasan untuk menolong seseorang, ia akan menganggap bahwa perilaku kekerasan merupakan hal positif untuk menyelesaikan suatu masalah. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Hofferth (2010) bahwa seseorang akan memiliki keyakinan bahwa perilaku agresi yang ditampilkan dalam video games
Hubungan Antara..., Tia Tiara Sakti, FPSI UI, 2014
1 3 dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah tanpa memberikan dampak negatif atau merugikan. Hal lain yang mungkin dapat menjelaskan hubungan durasi bermain video games yang mengandung kekerasan dan peningkatan agresivitas pada anak adalah faktor pendampingan orangtua saat anak bermain video games yang mengandung kekerasan. Berdasarkan data demografis yang didapatkan oleh peneliti terlihat bahwa seluruh anak tidak didampingi oleh orangtua saat bermain video games yang mengandung kekerasan. Padahal orangtua memiliki peran yang penting saat anak bermain atau menonton tayangan yang mengandung kekerasan. Dengan adanya orangtua yang mendampingi, anak dapat mendiskusikan hal-hal yang tidak pantas dari media kekerasan sehingga dapat mengurangi dampak negatif dari kekerasan (Nathanson, dalam Anderson, et al., 2003; Huesmann & Taylor, 2006). Selain hasil utama penelitian, peneliti juga menemukan bahwa durasi bermain video games yang mengandung kekerasan tidak hanya memiliki hubungan dengan agresi fisik saja, melainkan juga dengan agresi non-fisik dan agresi hubungan. Hal tersebut sejalan dengan teori cross-over effect, yaitu paparan salah satu jenis agresi pada suatu media seperti video games dapat meningkatkan perilaku yang sama dalam kehidupan nyata atau memunculkan perilaku agresi dalam bentuk berbeda dari agresi yang ditampilkan sebelumnya (Coyne, Nelson, Lawton, Haslam, Rooney, & Ogunlaja, 2008). Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa durasi bermain video games yang mengandung kekerasan tidak hanya memiliki hubungan dengan agresi fisik saja namun juga memiliki hubungan yang signifikan dengan jenis agresi yang lain, seperti agresi non-fisik dan agresi hubungan.
Saran Dalam penelitian ini ditemukan bahwa durasi bermain video games yang mengandung kekerasan memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat agresivitas anak. Akan tetapi, penelitian ini tidak memberikan informasi mengenai cut-off point dari durasi bermain video games yang mengandung
Hubungan Antara..., Tia Tiara Sakti, FPSI UI, 2014
1 4 kekerasan yang dapat meningkat perilaku agresif pada anak. Oleh karena itu, diharapkan terdapat penelitian lanjutan yang bertujuan untuk mendapatkan batasan waktu untuk bermain video games terutama video games yang mengandung kekerasan guna meminimalisir dampak meningkatnya perilaku agresi pada anak. Selain itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan serta pertimbangan bagi orangtua untuk membatasi waktu bermain video games terutama yang mengandung kekerasan agar tidak berdampak pada perilaku agresi anak. Hasil tersebut juga dapat menjadi perhatian orangtua mengenai pentingnya pendampingan orangtua saat anak bermain video games terutama yang mengandung kekerasan.
Daftar Pustaka Anderson, C.A., Berkowitz, L., Donnerstein, E., Huesmann, L.R., Johnson, J.D., Linz, D., Malamuth, N.M., & Wartella, E. (2003). The influence of media violence on youth. Psychological Science in the Public Interest, 4(3), 81-110. Bandura (1973). Aggression: A Social Learning Analysis. Englewood Cliffs, NJ: PrenticeHall. Cassidy, K. W., Werner, R. S., dan Juliano, M. (2006). Early Correlate of Preschool Aggressive Behavior According to Type of Aggression and Measurement. Journal of Applied Developmental Psychology 27: 395410. Coyne, S. M., Nelson, D. A., Lawton, F., et al. (2008). The effects of viewing physical and relational aggression in the media: Evidence for a cross-over effect. Journal of Experimental Social Psychology, 44(6), 1551-1554 Kumar, R. (2005). Research methodology: a step by step guide for beginners. 2nd ed. California: SAGE Publications Ltd Dworak, M., Schierl, T., Bruns, T., & Struder, H. K. (2007). Impact of singular excessive computer game and television exposure on sleep pattern and memory performance of school-aged children. Pediatrics, 120 (5), 978-985. Farrell, A. D., Kung, E. M., White, K.S., dan Valois, R. F. (2000). The Structure of self-reported aggression, drug use, and delinquent behaviors during early adolescense. Journal of Clinical Child Psychology 29(2) pp.282292.
Hubungan Antara..., Tia Tiara Sakti, FPSI UI, 2014
1 5 Greitmeyer, T., & Osswald, S. (2010). Effect of prosocial video games on prosocial behavior. Journal of Personality and Social Psychology, 98(2), 211-221. Hawan, A. (2011). Gambaran Kreativitas Siswa yang Bermain Video Game di SMP Negeri 7 Medan. Skripsi. Medan : Fakultas Psikologi USU. Hutapea, B. (2010). Studi Korelasi Intensitas Menonton Tayangan yang Mengandung Kekerasan di Televisi dengan Perilaku Agresif pada Anak. Jurnal Ikon, 3 (2), 1-7. Huesmann, L.R., & Taylor, L.D. (2006). The Role of Media Violence in Violent Behavior. Annu. Rev. Public Health, 27, 393-415. Irwin, A. R., & Gross, A. M. (1995). Cognitive tempo, violent video games, and aggressive behavior in young boys. Journal of family violence, 10(3), 337-350. Johnson, J. G., Cohen, P., Smailes, E. M., Kasen, S., & Brook, J. S. (2002). Television viewing and aggressive behavior during adolescence and adulthood. Science, 295(5564), 2468-2471. Keating, S. (2011). A study on the impact of electronic media, particularly television and computer consoles, upon traditional childhood play and certain aspects of psychosocial development amongst children. International Journal for CrossDisciplinary Subjects in Education (IJCDSE), 2 (1), 294-295. Diunduh dari: http://infonomicssociety.org/IJCDSE/A%20Study%20on%20the%20Impact %20of%20Electronic%20Media,%20particularly%20Television%20and%20 Computer%20Consoles,%20upon%20Traditional%20Childhood%20Play%2 0and%20Certain%20Aspects%20of%20Psychosocial%20Development%20a mongst%20Children.pdf Martin. K. (2011). Electronic overload : the impact of excessive screen use on child and adolescent health and wellbeing. Departement of sport and recreation. Perth: Western Australia. Murray, J., & Murray, D. (2008). Television in infancy and early childhood-uses & effects. In : M. Haith & J. Benson (Eds.). Encyclopedia of Infant and Early Childhood. Oxford: Elsevier Publisher.
Hubungan Antara..., Tia Tiara Sakti, FPSI UI, 2014
1 6 Oketunmbi, E. O. (2014). Cultivation Theory and Mass Communication Research: A Critical Review. Intergrated Academic Journal of Arts, Social Science and Humanities (IAJASH). Vol. 1(1) 009-011 Ostrov, J. M., Gentile, D. A., & Crick, N. R. (2006). Media exposure, aggression and prosocial behavior during early childhood: a longitudinal study. Social Development. Paik, H., & Comstock, G. (1994). The effects of television violence on antisocial behavior: a meta-analysis1. Communication Research, 21(4), 516-546. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human development. 11th ed. New York: McGRAW-HILL Plowman, L., McPake, J., Stephen, C. (2010). The technologies of childhood? young children and technology in the home. Children and Society, 24 (1), 63-74. Prot, S., McDonald, K. A., Anderson, C. A., & Gentile, D. A. (2012). Video Games: Good, Bad, or Other?. Pediatric Clinics of North America, 59(3), 647-658. Ray, M., & Jat, K. R. (2010). Effect of electronic media on children. Indian Pediatrics, 47, 561-568. Renfrew, J. W. (1997). Aggression and its causes: A biopsychosocial approach. Oxford University Press. Roberts, D. F., Foehr, U. G., & Rideout, V. J. (2005). Generation M: Media in the lives of 8-18 year-olds. Henry J. Kaiser Family Foundation. Rossalina, L. (2013). Hubungan Agresivitas dan Parental Attachment pada Anak Usia Sekolah. Skripsi. Depok : Fakultas Psikologi UI Santrock, J. W. (2011). Life-Span Development. 13th ed. New York: McGraw-Hill Seniati, L., Yulianto, A., & Setiadi, B. N (2011). Psikologi Eksperimen, Jakarta, Indonesia: PT. Indeks. Silvern, S. B., & Williamson, P. A. (1987). The effects of video game play on young children's aggression, fantasy, and prosocial behavior. Journal of Applied Developmental Psychology, 8(4), 453-462. Subrahmanyam, K., Kraut ,R. E., Greenfield, P. M., et al (2000). The impact of
Hubungan Antara..., Tia Tiara Sakti, FPSI UI, 2014
1 7 home computer use on children’s activites and development. The Future of Children, 10 (2), 123-144. Tedjasaputra, M. S. (2005). Bermain, Mainan, dan Permainan. Jakarta : PT Grasindo. Wibowo, D. P (2009). Perbedaan agresi pada remaja pemain Video Games bertema kekerasan, bertema bukan kekerasan, dan remaja yang tidak bermain Video Game. Skripsi. Depok : Fakultas Psikologi UI.
Hubungan Antara..., Tia Tiara Sakti, FPSI UI, 2014