Anak Usia Dini: Antara Ekspektasi, Kurikulum, Praktik Pendidikan, dan Bermain Nadia Permatasari 125120301111015 Pendidikan Anak Usia Dini yang Selaras dengan Tumbuh Kembang Sebagai bahan Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Pendidikan Anak Usia Dini Dosen Pengampu : Unita Werdi Rahajeng, S.Psi.,M.Psi
PENDAHULUAN Pendidikan Bagi Anak Usia Dini Orang tua harus mempersiapkan pendidikan bagi anaknya sedini mungkin, terutama jika dikaitkan dengan kesuksesan anak ke depannya, apalagi jika melihat perkembangan otak anak yang sedang tumbuh dengan pesatnya yang seringkali disebut dengan masa golden age. Pendidikan Anak Usia Dini memang bukanlah satu-satunya yang paling penting bagi kesuksesan seorang anak di masa depan. Namun, hal tersebut merupakan satu hal yang juga harus diperhatikan karena kematangan pendidikan sejak usia dini dapat berpengaruh bagi perkembangan anak di masa depan. Selain itu dengan Pendidikan Anak Usia Dini, anak akan menjadi lebih matang dan siap dalam menghadapi dunia sekolah, masa yang paling dekat bagi anak-anak di usia tersebut, sebagai salah satu langkah awal menuju masa depan. Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang fisik, mental, dan psikososial, serta berjalan dengan sangat cepat. Banyak ahli yang mengatakan bahwa keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan anak karena hal tersebut adalah saat dimana membentuk pondasi dari seorang anak. Selain itu, usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak. Berdasarkan hasil penelitian tentang otak, bayi baru lahir memiliki ukuran kira-kira 25 persen dari otak dewasanya, berukuran 75 persen pada ulang tahun ketiganya, dan mencapai 90 persen pada tahun kelimanya. Pada saat bayi dilahirkan ia sudah dibekali dengan struktur otak yang lengkap, namun baru mencapai kematangannya setelah di luar kandungan. Ia sudah memiliki lebih dari seratus milyar neuron. Akan tetapi, keterkaitan antara sel saraf ini masih lemah. Ketika bayi betumbuh, keterkaitan sel syaraf ini akan meningkat secara dramatis.
Banyaknya jumlah sambungan tersebut dapat mempengaruhi pembentukan kemampuan otak sepanjang hidupnya. Pertumbuhan jumlah jaringan otak dipengaruhi oleh pengalaman yang didapat anak pada awal-awal tahun kehidupannya. Periode ini adalah adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di lingkungannya sebagai stimuli terhadap perkembangan kepribadian, psikomotorik, kognitif maupun sosialnya. Pada fase perkembangan ini akan memiliki potensi yang luar biasa dalam mengembangkan kemampuan berbahasa, matematika, keterampilan berpikir, dan pembentukan stabilitas emosional. Namun hal ini seringkali disalahartikan orang tua untuk “mencuri start” pendidikan anak. Mereka menginginkan anak-anaknya bersekolah lebih awal untuk memperoleh prestasi awal yang lebih baik dan mencari pendidikan dengan orientasi akademik tinggi. Di sisi yang sama, Sekolah Dasar saat ini meminta persyaratan yang cukup tinggi dari kualitas seorang siswa, terutama dalam aspek kognitif. Kondisi seperti itulah yang menempatkan Pendidikan Anak Usia Dini berada dalam praktik yang tidak cocok dalam pendidikan masa awal anak-anak. Hal ini juga mendorong orang tua untuk mencari sekolah yang sudah mengajarkan kemampuan baca, tulis, dan hitung pada anak sejak dini. Pada dasarnya, pendidikan anak usia dini tidak sekedar berfungsi untuk memberikan pengalaman belajar kepada anak dalam bidang kognitif, tetapi yang lebih penting berfungsi untuk mengoptimalkan perkembangan dalam semua bidang perkembangan yaitu fisik, kognitif, sosial dan emosional secara terintegrasi. Program pendidikan bagi anak-anak yang masih berusia dini (PAUD) merupakan upaya untuk melakukan pembinaan yang ditunjukkan terhadap anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Program pendidikan anak pada usia dini biasanya dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan fisik, motorik, afektif (moral, dan spiritual), kognitif (daya pikir, kreativitas, bahasa) , emosional, dan sosial agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut serta membantu anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya yang seharusnya disusun sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
KAJIAN TEORI 1.
Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Undang-Undang no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
2.
Tugas Perkembangan Anak Tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang muncul dalam suatu periode tertentu
dalam kehidupan individu. Tugas-tugas ini pasti akan dilalui dan harus diselesaikan setiap individu dalam masa hidupnya. Tugas tersebut harus dikuasai dan diselesaikan oleh individu, sebab tugas perkembangan ini akan sangat mempengaruhi pencapaian perkembangan pada masa perkembangan berikutnya. (Havighurst, 1961) Menurut Havighurst, jika seorang individu gagal menyelesaikan tugas perkembangan pada satu fase tertentu, maka ia akan mengalami kegagalan dalam pencapaian tugas perkembangan pada masa berikutnya. Pada usia 0 sampai 6 tahun anak-anak sebenarnya menghadapi sejumlah proses perkembangan dan tahapan aktivitas yang meliputi: (a). aktivitas belajar berjalan; (b). belajar memakan makanan padat; (c). belajar berbicara (d). belajar buang air kecil dan air besar; (e) belajar mengenal perbedaan jenis kelamin; (f). mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis dan (g). belajar untuk membentuk konsep-konsep (pengertian) sederhana kenyataan sosial dan alam serta (h). belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang tua, saudara serta orang lain. 3.
Zone of Proximital Development (ZPD) Vygotsky menyatakan sebuah teori sosiokultural tentang Zone of Proximital
Development (ZPD). ZPD adalah tugas yang sulit untuk dilakukan anak sendirian, namun bisa dikuasai dengan bantuan orang yang lebih terampil, melalui kerjasama dengan instrukturnya. Ada dua batas dalam ZPD, yaitu batas bawah dan batas atas. Batas ZPD yang lebih rendah adalah kemampuan anak untuk memecahkan masalah secara mandiri. Sedangkan batas yang lebih tinggi adalah tugas yang dapat diterima anak dengan bantuan guru/instruktur.
Penekanan Vygotsky pada ZPD menegaskan keyakinannya tentang pentingnya pengaruh sosial terhadap perkembangan kognitif dan peran pengajaran dalam perkembangan anak. Penguasaan keterampilan akan “ditransfer” dari guru kepada anak, dan lambat laun guru akan mengurangi penjelasan, petunjuk, dan bantuan sampai anak dapat menguasainya sendirian. Konsep pembelajaran tersebut dinamakan Scaffolding. Ketika tujuan ini telah tercapai, maka hal ini dapat menjadi dasar perkembangan ZPD yang baru. 4.
Developmentally Appropriate Practice/DAP (Praktik yang cocok menurut teori
perkembangan) DAP adalah praktik yang didasarkan atas pengetahuan tentang perkembangan umum anak dalam suatu rentang usia dan juga keunikan anak, berdasarkan kecocokan usia dan kecocokan individu. Prinsip-prinsip DAP: 1.
Masa-masa perkembangan anak usia dini yang khas dan memiliki kebutuhan yang khas
2.
Setiap anak memiliki kebutuhan yang unik dan memiliki kebutuhan yang khas
3.
Setiap anak memiliki latar belakan sosial dan budaya yang khas
National Association for the Education of Young Children mengeluarkan 12 Prinsip Perkembangan Anak dan Pembelajaran: 1.
Seluruh area pengembangan dan pembelajaran adalah penting.
2.
Belajar dan pengembangan mengikuti urutan tertentu.
3.
Perkembangan dan pembelajaran terjadi pada tingkat yang berbeda-beda.
4.
Perkembangan dan hasil belajar adalah hasil dari interaksi pendewasaan dan pengalaman.
5.
Pengalaman awal memiliki efek mendalam pada pengembangan dan pembelajaran.
6.
Perkembangan bergerak menuju kompleksitas yang lebih besar, pengaturan diri, dan kapasitas yang berbentuk simbolik.
7.
Anak-anak berkembang dengan baik ketika mereka memiliki hubungan yang aman.
8.
Pengembangan dan pembelajaran terjadi dan dipengaruhi oleh konteks sosial dan budaya.
9.
Anak-anak belajar dalam berbagai cara.
10.
Bermain merupakan sebuah instrumen penting untuk mengembangkan self-regulation dan mempromosikan bahasa, kognisi, dan kompetensi sosial.
11.
Perkembangan dan belajar semakin cepat ketika anak-anak ditantang.
12.
Pengalaman anak-anak membentuk motivasi dan pendekatan mereka dalam belajar.
5.
Tahap Perkembangan Kognitif: Pra-Operasional
Terdapat empat tahap perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget. Tahaptahap tersebut adalah: sensorimotor (0-2 tahun), pra-operasional (2-7 tahun), operasional konkrit (2-11 tahun), dan operasional formal (diatas 11 tahun). Anak pada usia dini berada pada tahap pra-operasional. Pada tahap ini anak mulai menjelaskan dunia dengan kata-kata, gambar, dan lukisan. Selain itu mereka mulai membentuk konsep yang stabil, adanya egosentrisme yang menguat dan melemah, serta pembentukan terhadap hal yang magis (animisme). Tahap pra-operasional adalah tahap dimana anak akan melakukan masa untuk bisa menuju pemikiran operasi.
Operasi
nialah perangkat
tindakan terinternalisasi
yang
memungkinkan anak melakukan secara mental apa yang telah dia lakukan secara fisik sebelumnya. Menurut Piaget, anak prasekolah masih kurang mampu melakukan tindakan mental yang diinternalisasikan. Pada tahap ini, anak mulai belajar untuk membayangkan secara mental subjek yang tidak ada, yang seringkali disebut dengan berpikir simbolis/fungsi simbolis. Selanjutnya, anak mulai menggunaka penalaran prinmitif dan ingin tahu terhadap semua bentuk jawaban atas semua pertanyaan. Seringkali anak-anak pra-operasional menanyakan sereentetan pertanyaan “mengapa”. Pertanyaan ini menandai munculnya minat anak terhadap penalaran dan penggambaran sebab. Selain itu, anak-anak pada tahap ini mulai memunculkan egosentrisme dalam kehidupannya. Egosentrisme adalah ketidakmampuan membedakan perspektif diri sendiri dan perspektif diri orang lain, karena ia hanya dapat melihat dari sudut pandangnya sendiri. 6.
Bermain Pada Anak Bagi Freud dan Erikson, bermain adalah bentuk penyesuaian diri yang dapat menolong
anak untuk menguasai kecemasan, konflik, dan masalah kehidupan. Permainan dapat membebaskan energi fisik berlebih dan perasaan yang terpendam. Piaget (1962) menyatakan bahwa struktur kognitif perlu dilatih dan permainan memberi setting yang sempurna untuk latihan ini. Anak-anak dapat mempraktekkan keterampilan dan kompetensi mereka dengan cara yang santai dan menyenangkan. Vygotsky (1962) tampaknya juga memiliki pendapat yang sama dengan Piaget. Ia tertarik pada aspek simbolis dan khayalan dalam suatu permainan. Bagi anak, situasi imajiner tersebut dianggap nyata dan dapat mendorong pemikiran kreatif anak. Permainan adalah suatu alat untuk menjelajahi dan mencari informasi baru, yang dapat menawarkan
kemungkinan baru, kompleksitas, ketidakpastian, kejutan dan keanehan bagi si anak (Berlyne, 1960). PEMBAHASAN Tugas Perkembangan Anak dan Kurikulum PAUD Sebelum berangkat lebih lanjut, terdapat pula konsep penting yang berkaitan dengan perkembangan anak, yaitu tentang tugas perkembangan. Tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang muncul dalam suatu periode tertentu dalam kehidupan individu. Selain itu, terdapat asumsi bahwa perkembangan anak berlangsung secara unik dan berkesinambungan. Walaupun setiap anak adalah unik karena perbedaan perkembangan anak satu sama lain yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, namun perkembangan anak tetap mengikuti pola yang umum. PAUD diharapkan dapat merespon tugas perkembangan anak, dan dapat memfasilitasi dan mendukung oleh karenanya perkembangan anak-anak baik secara fisik, psikis maupun perkembangan sosial secara optimal. Pada masa PAUD maupun masa TK, anak akan cenderung melakukan pembelajaran sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya. Untuk itulah sebagai pendidik harus bisa menyesuaikan tugas-tugas dalam periode perkembangan anak ini, hal itu dimaksudkan agar proses pembelajaran anak bisa berjalan efektif dan efisien. Elkind (1988) menyatakan bahwa pendidikan usia dini harus memiliki kurikulum, metode evaluasi, dan menejemen kelas serta program pelatihan gurunya sendiri. Sehingga, penyusunan kurikulum memerlukan fleksibilitas, kreativitas, dan sensitivitas. Vygotsky juga menyatakan sebuah teori, tentang Zone of Proximital Development (ZPD), yaitu tugas yang sulit untuk dilakukan anak sendirian, namun bisa dikuasai dengan bantuan orang yang lebih terampil, melalui kerjasama dengan instrukturnya. Stimulasi pada ZPD yang tepat akan nmembantu anak mengembangkan diri, dan orang dewasa harus peka terhadap ZPD anak, walaupun ZPD setiap anak bisa muncul dalam waktu dan keadaan yang berbeda. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pendidikan anak usia dini, pemerintah juga sudah mengembangkan
Kurikulum
PAUD
dan
perangkatnya
yang
dijadikan
acuan
bagi
penyelenggaraan PAUD. Pada dasarnya, tidak ada satu cara yang paling benar dalam penyusunan kurikulum, terutama yang dapat digunakan oleh setiap siswa, hal ini karena setiap anak yang berbeda bisa membutuhkan teknik pembelajaran yang berbeda pula, namun pemahaman mengenai tahap-tahap dan elemen-elemen penting dalam perkembangan akan
menjadi modal bagi guru dalam melakukan proses pembelajaran (Eisenberg, Murkoff, dan Hathaway, 1998). Praktik yang Sesuai dengan Tumbuh Kembang Anak Friedrich Froebel adalah pendiri taman kanak-kanak, yang memang secara harfiah berarti taman bagi kanak-kanak. Sang pendiri menganggap bahwa seperti tanaman yang sedang tumbuh, anak-anak butuh pengasuhan yang baik. Sayangnya, cukup banyak taman kanak-kanak yang melupakan pentingnya pengasuhan yang baik bagi biji-biji tersebut. Kurikulum dan program prasekolah tidak seharusnya menekankan pada kognitif, prestasi dan keberhasilan. Memberi penekanan pada hal tersebut tidak sesuai dengan tujuan dasar berdirinya sebuah taman kanak-kanak. Hal tersebut dapat memberi tekanan yang terlalu dini pada perkembangan anak (Bredekamp & Shepard, 1989). Taman kanak-kanak harusnya berpusat pada anak. Maksudnya, pendidikan melibatkan seluruh aspek perkembangan yaitu fisik, kognitif, dan sosial tanpa memusatkan pada satu hal saja, karena seluruh bidang ini saling berkaitan. Selain itu menurut Garder kecerdasan bukan hanya menyangkut satu aspek, yang seringkali disebut sebagai Multiple Intelligence. Semua anak memiliki kecerdasan yang unik. Ada sembilan macam tipe kecerdasan yaitu numerik/matematis, bahasa, visual-spatial, musikal, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, naturalis, dan eksistensial. Menurut NAEYC, pembelajaran harusnya disesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan gaya belajar anak.
Perbedaan individual harus diterima, dan digunakan untuk meracang
kegiatan yang cocok, dimana dapat mengembangkan harga diri dan sikap positif anak. Evaluasi tidak bisa hanya dilakukan berdasarkan norma kelompok dimana semua harus melakukan tugas yang sama, mencapai keterampilan yang sama, harapan kaku terhadap seberapa baik penyesuaian diri anak, serta prestasi menurut tes standar. Perlu dingat bahwa setiap anak itu unik dan memiliki perkembangan yang berbeda satu sama lain. Seperti yang dikatakan penulis sebelumnya, kemunculan ZPD anak dalam satu aspek dapat berbeda dengan anak yang lain dalam hal keadaan atau waktunya. Tingkat kesulitan yang dialami masing-masing anak berbeda. Misalnya dalam kelas origami, satu anak mungkin sudah mampu melipat kertas dengan baik, dan dia butuh pendampingan guru di bidang yang lebih rumit. Namun ada anak lain yang masih bingung bagaimana harus melipat kertas karena, karena itu guru perlu mendampingi anak tersebut. Penekanan pembelajaran juga bukan pada apa yang dipelajari, tapi pada proses belajar langsung terutama dengan bermain. Menurut Ballenger (1983) program pendidikan yang baik
didasarkan atas keadaan yang sedang berlangsung bukan berdasar suatu keadaan yang akan terjadi. Dalam praktik pendidikan yang baik, anak diharapkan dapat aktif baik secara fisik maupun mental. Guru yang baik dapat menyiapkan lingkungan eksploratif dan interaktif dengan benda, anak lain, dan orang dewasa lainnya. Anak juga dapat memilih kegiatan mereka sendiri diantara kegiiatan yang udah disiapkan. Anak memiliki peluang untuk menggunakan otot besarnya untuk melatih motorik kasar, seperti berlari dan melompat, dan ia bisa dengan bebas mengekspresikan dirinya setiap hari dengan kegiatan di luar ruangan, serta mengembangkan kemampuan motorik halus melalui hal-hal yang menyenangkan. Guru prasekolah tidak seharusnya menerapkan pelajaran dan kegiatan yang secara eksklusif diarahkan guru, memutuskan semua hal sendirian, dan mengharapkan anak untuk pasif, duduk diam, menonton, dan mendengar, serta bekerja individual di kursi masing-masing hanya berkutat dengan kertas dan pensil. Jika dikaitkan dengan perkembangan bahasa, sebenarnya kemampuan untuk bisa membaca di usia dini bukanlah segalanya. Ada hal yang lebih penting dari kemampuan membaca, yang justru sering terlewatkan, yaitu bagaimana membuat anak-anak senang dengan buku dan kegiatan membaca. Seharusnya anak terlebih dahulu diberi peluang untuk mengerti pentingnya baca tulis sebelum disuruh membaca. Jika pembentukan kebiasaan membaca kurang dibangun, tak jarang ada anak yang sudah bisa membaca tetapi tidak tertarik dengan buku. Bahkan, pemaksaan terhadap pembelajaran keterampilan membaca dapat mebuat anak menjadi terbebani sehingga mereka membenci kata ‘membaca’ dan ‘belajar’. Akan tetapi, bukan berarti sekolah ataupun orang tua tidak boleh mulai menyediakan media belajar membaca pada saat anak-anak terlihat begitu antusias dengan buku dan kegiatan membaca, meskipun mereka masih berusia dini. Pengenalan terhadap baca dan tulis dapat dilakukan dengan permainan sederhana. Dalam bidang kognitif, anak dapat mengembangkan pemahaman tentang diri, orang lain dan dunia melalui observasi, interaksi dan pemecahan pada masalah yang konkret. Pembelajaran bukan hanya melalui ingatan. Selain itu, keingintahuan anak dapat digunakan sebagai motivasi untuk lebih terlibat dalam belajar, bukan penuntutan terhadap partisipasi anak dalam kegiatan untuk sekedar memperoleh reward, hak istimewa dan menghindari hukuman. Bukan berarti
motivasi eksternal itu buruk, hanya saja meningkatkan motivasi intrinsik akan membuat proses belajar menjadi lebih bermakna. Banyak penelitian yang telah mendukung pendapat-pendapat diatas. Anak yang mengikuti TK yang sesuai dengan teori perkembangan memperlihatkan perilaku kelas yang lebih cocok, catatan perilaku lebih baik, dan dan kebiasaan bekerja-belajar lebih baik dibanding dengan anak yangmengikuti TK yangtidak cocok sesuai teori perkembangan (Hart, & dkk, 1993) Peneliti juga telah menemukan tentang
stres yang dapat menyebabkan peningkatan
tekanan akademik pada anak. Anak yang berada di ruang kelas yang tidak cocok di menurut pperkembangan memperlihatkan lebih banyak perilaku yang berkaitan dengan stres. (Burts, Charlesworth, & Fleege, 1911). Ditambah lagi, jika membandingkan anak-anak yang mengikuti program PAUD berorientasi akademik tinggi dan anak yang mengikuti program berorientasi akademik rendah menurut Hirsch-Pasek & dkk (1989) tidak ditemukan kelebihan atau manfaat yang signifikan antara kedua kelompok tersebut. Sebaliknya, kreatifitas dan sikap positif anak lebih rendah, dan kecemasan anak akan lebih tinggi ketika menghadapi ujian pada anak-anak yang mengikuti program PAUD berorientasi akademik tinggi. Mengenal, mengetahui, memahami dunia anak memang bukan sesuatu yang mudah. Dunia yang penuh warna-warni, indah, ceria, juga penuh kejutan. Dunia yang seharusnya dimiliki oleh setiap anak anak namun dalam kepemilikanya banyak bergantung pada peranan orang tua dan pilihannya terhadap pendidikan usia dini. Orangtua seharusnya juga menyadari bahwa kewajiban untuk mendidik anak tidaklah hilang dengan menyekolahkan mereka. Maka dari itu, orang tua juga masih harus tetap menyadari perannya dalam pendidikan anak, terutama pada hal-hal yang seharusnya tidak diajarkan di lembaga pra-sekolah. Anak dan Bermain Di lembaga pendidikan anak usia dini, anak-anak sudah diajarkan dasar-dasar cara belajar. Tentunya di usia dini, mereka akan belajar pondasi yang penting untuk hal tersebut. Anak-anak usia dini belum bisa berpikir dengan sempurna seperti orang dewasa, seperti yang diungkapkan oleh Piaget. Anak-anak pada masa ini masih berada pada tahap pra-operasional. Anak-anak tersebut harus dipandu cara berpikir secara benar, cara mencerna, dan berdaya nalar. Karena itu, mereka diajarkan dengan cara yang sangat khas dengan dunia anak, yakni lewat bermain.
Permainan adalah hal yang esensial bagi anak-anak dan sebagian besar interaksi anakanak melibatkan aktivitas bermain. Lewat bermain yang diarahkan, anak bisa belajar banyak. Bermain dapat mengembangkan individu agar memiliki kebiasaan-kebiasaan baik, dan mempelajari kewajiban sosial seperti tolong-menolong, berbagi, disiplin, berani mengambil keputusan dan bertanggung jawab. Bermain juga dapat mengembangkan kemampuan dalam berimajinasi dan bereksplorasi, cara bersosialisasi, problemsolving (memecahkan masalah), negosiasi, manajemen waktu, resolusi konflik, berada dalam grup besar/kecil, serta belajar bahasa. Pembelajaran pada anak usia dini adalah proses pembelajaran yang dilakukan melalui bermain. Bermain merupakan wahana belajar untuk mengeksplorasi lingkungan yang dapat mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, dan sosial-emosional anak. Cara ini adalah cara yang paling efektif untuk anak belajar sesuatu. Sebab, bermain merupakan aktivitas yang menyenangkan bagi anak. Lewat bermain, anak akan mengalami rasa bahagia. Dengan perasaan senang itulah neuron di otak anak saling berkoneksi dengan cepat untuk membentuk satu memori baru. Lewat bermain, anak tidak merasa dipaksa untuk belajar. Saat bermain, otak anak berada dalam keadaan yang tenang sehingga materi yang diajarkan dapat masuk dan tertanam lebih baik. Itulah sebabnya mengapa anak-anak dengan mudah belajar sesuatu melalui permainan. Oleh karena itu, pendidik PAUD perlu memahami makna bermain agar mampu mengembangkan permainan dan menciptakan suasana yang mengundang dan keasyikan bermain yang mendorong anak belajar. Tentunya cara bermain pun tidak bisa asal, harus yang diarahkan dan ini butuh tenaga yang memiliki kemampuan dan cara mengajarkan yang tepat. Kelas harusnya berisi kesenangan, antusiasme, dan rasa penasaran. Bukan menjadi ajang tarik-ulur kekuatan antara murid-guru. Seharusnya terbangun sikap anak yang semangat untuk belajar. Guru juga perlu menyiapkan lingkungan kegiatan bermain yang bermakna, aman, nyaman dan dapat menarik minat anak untuk belajar secara alami. Pada saat anak melaksanakan beragam permainan dan bermain dengan berbagai media, guru berpartisipasi dan berinteraksi untuk meningkatkan kemampuan berpikir anak, dan meningkatkan motivasi anak. Oleh karena itu, alat permainan edukatif merupakan salah satu komponen pokok dalam program pendidikan anak usia dini. Bila salah satu kriteria bermain tidak terpenuhi, misalnya guru mendominasi kelas secara kaku dengan membuatkan contoh dan diberikan kepada anak maka proses belajar mengajar bukan lagi melalui bermain. Proses belajar mengajar seperti itu membuat guru tidak sensitif
terhadap tingkat kesulitan yang dialami masing-masing anak, padahal sistem seperti itu pun masih bisa dibuat menjadi lebih menyenangkan. KESIMPULAN 1.
Pada masa PAUD maupun masa TK, anak akan cenderung melakukan pembelajaran sesuai dengan tugas-tugas perkembangannya. Untuk itulah sebagai pendidik harus bisa menyesuaikan tugas-tugas dalam periode perkembangan anak ini, hal itu dimaksudkan agar proses pembelajaran anak bisa berjalan efektif dan efisien. Selain itu, pendidik juga harus menyesuaikan dengan keunikan anak. Pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan gaya belajar anak sehingga penyusunan kurikulum memerlukan fleksibilitas, kreativitas, dan sensitivitas.
2.
Taman kanak-kanak harusnya berpusat pada anak. Pendidikan prasekolah juga melibatkan seluruh aspek perkembangan yaitu fisik, kognitif, dan sosial tanpa memusatkan pada satu hal saja, karena seluruh bidang ini saling berkaitan. Kurikulum dan program prasekolah tidak seharusnya menekankan pada kognitif, prestasi dan keberhasilan.
3.
Bermain adalah metode pembelajaran utama bagi anak. REFERENSI
Depdiknas. (2003). UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional National Association for the Education of Young Children. (2014). “NAEYC 12 Principles of Child Development” . http://www.naeyc.org diakses 18 April 2014 Ormrod, Jeanne Ellis. (2009). Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang. Jakarta: Erlangga Santrock, J.W. (2002). Life-Span Development. Jakarta: Erlangga Setyawan, Davit. (2014). “KPAI: Pemenuhan Hak Pendidikan Anak Sejak Usia Dini”. http://www.kpai.go.id/artikel/pemenuhan-hak-pendidikan-anak-sejak-usia-dini/ diakses 18 April 2014
Siti.( 2012). “Anak Usia Dini: Problematika dan Kendala Pengembangannya.” http://siti-m-sfisip.web.unair.ac.id/artikel_detail-67723-Artikel%20IlmiahPendidikan%20Anak%20Usia%20Dini%20(PAUD):%20Problematika%20dan%20Kendala%20 Pengembangannya.html diakses 18 April 2014