HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN HARGA DIRI PADA KLIEN SKIZOFRENIA RAWAT JALAN DI RSJ AMINOGHONDO HUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH
ARTIKEL SKRIPSI
Oleh DWIANI NUR PRATIWI NIM : 010214A021
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN AGUSTUS, 2016
LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL
Artikel dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri Pada Klien Skizofrenia Rawat Jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Provinsi Jawa Tengah” yang disusun oleh : Nama
: Dwiani Nur Pratiwi
NIM
: 010214A021
Program Studi
: Keperawatan
Telah disetujui dan disahkan oleh pembimbing utama skripsi Program Studi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo.
Ungaran,
September 2016
Pembimbing Utama
Puji Lestari, S.Kep., Ns., M.Kes (Epid) NIDN. 0022038101
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran Program Studi Ilmu Keperawatan Skripsi, Agustus 2016 Dwiani Nur Pratiwi 010214A021 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri pada Pasien Skizofrenia Rawat Jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang
ABSTRAK Keluarga mempunyai peran penting dalam perawatan klien skizofrenia. Dukungan keluarga berperan dalam pembentukan harga diri klien serta kemampuan klien untuk dapat mencapai tingkat kesembuhan serta menghindari terjadinya kekambuhan pada diri klien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada klien skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Provinsi Jawa Tengah. Rancangan penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan crosssectional. Populasi penelitian ini klien penderita skizofrenia yang melakukan pemeriksaan di poli rawat Jalan RSJ Aminogondho Hutomo Provinsi Jawa Tengah sebanyak 550 orang dengan sampel 85 orang menggunakan teknik purposive sampling. Alat pengambilan data menggunakan kuesioner dan analisis bivariat yang digunakan chi square. Berdasarkan analisa data diketahui distribusi frekuensi dukungan keluarga pada klien skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang sebagian besar kategori kurang yaitu sebanyak 48 orang (56,5%). Distribusi frekuensi harga diri pada klien skizofrenia Rawat Jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang sebagian besar kategori negatif yaitu sebanyak 49 orang (57,6%). Diketahui ada hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada klien skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang dengan p value sebesar 0,0001 < α (0,05). Keluarga klien sebaiknya mengoptimalkan kemampuan yang masih bisa dilakukan klien skizofrenia dan terus memberikan dukungan serta memberikan pujian atas keberhasilan yang dicapai sehingga kepercayaan dirinya meningkat. Bagi klien harus terus berupaya untuk meningkatkan harga dirinya dengan cara mencoba hal-hal yang mampu dilakukan atau prestasi yang pernah diraih sehingga kepercayaan dirinya akan meningkat. Kata Kunci : dukungan keluarga, harga diri, klien skizofrenia rawat jalan Kepustakaan : 42 (2006 - 2015)
School of Health Science Ngudi Waluyo Ungaran Nursing Science Program Final Assignment, Agustus 2016 Dwiani Nur Pratiwi 010214A021 The Correlation Between Family Support And Self-Esteem On Outpatients With Schizophrenia at Aminogondho Hutomo Mental Hospital Semarang
ABSTRACT Family has an important role in the treatment of schizoprenhia clients. Family support is very important in the formation of client’s self-esteem and the client’s ability to achieve healing level and prevent the recurrence on the client. The purpose of this research is to determine the correlation between family support and self-esteem on outpatients with schizophrenia at Aminogondho Hutomo Mental Hospital Semarang. The research design was descriptive correlation with cross sectional approach. The population were schizophrenic client who had examination on the clinic at Aminogondho Hutomo Mental Hospital Semarang as many as 550 people with sample of 85 people by using purposive sampling techniques. Data retrieval tool used questionnaires and data analysis used chi square. Based on data analysis, information on the distribution frequency of family support on the client schizophrenia outpatients in RSJ Aminogondho Hutomo Semarang mostly less category as many as 48 people (56.5%). The frequency distribution of selfesteem in schizophrenia clients in Mental Hospital Outpatient Aminogondho Hutomo Semarang mostly negative categories as many as 49 people (57.6%).The results show there is correlation between family support and self-esteem on outpatients with schizophrenia at Aminogondho Hutomo Mental Hospital Semarang with p value of 0,045 <α (0,05). Client’s family should optimize the ability of schizophrenia clients and continue to provide support also give credit for the successes achieved so the confidence increases. For clients must continually strive to improve his self-esteem by trying things that are able to do or achievements that have been achieved so his confidence will increase. Keywords : family support, self-esteem, outpatients with schizophrenia Bibliographies : 42 (2006-2015)
Pendahuluan Salah satu bentuk gangguan jiwa yang terdapat di seluruh dunia adalah gangguan jiwa skizofrenia. Skizofrenia biasanya terdiganosis pada masa remaja akhir dan dewasa awal, keadaan ini jarang terjadi pada masa kanak-kanak. Insiden puncak awalnya ialah 15-25 tahun untuk pria dan 25-35 tahun untuk wanita. Gejala positif atau gejala nyata yang mencakup waham, halusinasi dan disorganisasi pikiran, bicara dan perilaku yang tidak teratur, serta gejala negatif atau gejala samar, seperti afek datar, tidak memiliki kemauan dan menarik diri dari masyarakat (Buchanan & Carpenter 2000 dalam Videbeck 2008). Studi epidemiologi menyebutkan bahwa perkiraan angka prevalensi skizofrenia di Indonesia adalah 0,3-1% dan biasanya timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11-12 tahun sudah menderita skizofrenia. Apabila jumlah penduduk Indonesia sekitar 300 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 3 juta jiwa menderita skizofrenia (Sosrosumiharjo, 2000, dalam Arif, 2006). Harga diri (self esteem) adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Stuart dan Sundeen, 2008). Salah satu hal yang biasanya terjadi pada seseorang adalah gangguan harga diri rendah. Rumah Sakit Jiwa berusaha untuk menurunkan LOS (Length of Stage) lama rawat di Rumah Sakit. Dengan demikian peran dan dukungan keluarga sangat diperlukan untuk klien agar klien bisa hidup berkualitas
ditengah-tengah masyarakat. Sehingga klien bisa merasakan bahwa dirinya berdaya guna dan berhasil guna. Disamping itu peran dan dukungan yang diberikan keluarga dapat membantu klien dalam pembentukan harga diri. Karena pada kenyataanya pada klien post gangguan jiwa yang sering terjadi adalah rasa putus asa dan stigma masyarakat tentang dirinya, sehingga klien akan merasa tidak berguna dan hanya melihat keadaan dirinya dari sisi negatifnya saja. Banyak orang yang menderita gangguan jiwa namun tidak mendapatkan dukungan dari keluarga. Menurut Syamsulhadi (2006), sebagian besar masyarakat di Indonesia dengan salah satu anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa biasanya akan merasa malu dan memilih untuk menyembunyikan, mengucilkan klien, bahkan tidak jarang mereka memperlakukannya dengan tidak manusiawi. Hal seperti ini masih erat kaitannya dengan stigma dari masyarakat luas bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang memalukan dan merupakan aib bagi keluarga. Sehingga pihak keluarga lebih memilih untuk membiarkan gangguan jiwa itu dan tidak memberikan perawatan kepada klien. Hal seperti ini tentunya akan mempersulit tingkat kesembuhan klien. Dukungan keluarga yang baik dapat memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan jiwa anggota keluarganya. Bentuk dukungan ini dapat diberikan melalui dua cara yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung dukungan ini akan
memberikan dorongan kepada anggotanya untuk berperilaku sehat, sedangkan secure tidak langsung dukungan yang diterima dari orang lain akan mengurangi ketegangan atau depresi sehingga tidak menimbulkan gangguan (Kaplan, 2005). Hasil penelitian Maria Novita, dkk yaitu tentang hubungan dukungan keluarga dengan konsep diri remaja di RSUPH. Adam Malik Medan menyatakan bahwa semakin tinggi dukungan keluarga maka semakin tinggi harga diri pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi diRSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian ini juga diperkuat oleh Sarigah (2011) tentang hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pasien TB paru yang dirawat dirumah sakit umum daerah Sidikalang bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pasien TB Paru. Dukungan yang diberikan dapat berupa dukungan emosional, informasi/ bimbingan, instrumental, merasa dihargai dan motivasi kepada pasien selama perawatan dan pengobatan sehingga pasien akan perhatian demean penyakitnya Dan menerima kondisinya serta peningkatan harga diri pasien (Friedman, 2010). Apabila dukungan tersebut tidak ada maka keberhasilan penyembuhan atau pemulihan sangat berkurang. Dalam hal ini keluarga berpengaruh dalam menyelesaikan masalah kehidupan, nilai kesehatan individu dan menentukan program pengobatan yang mereka terima. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di RSJ Aminogondho Hutomo pada tanggal 30 November 2015, penderita gangguan
jiwa skizofrenia semakin meningkat setiap tahunnya, hal ini terlihat dari total jumlah kunjungan pasien rawat jalan pada tahun 2014 berjumlah 19.655 orang dan bertambah pada tahun 2015 menjadi 21.134 orang. Skizofrenia menempati urutan tertinggi dalam sembilan besar diagnosa RSJ Aminogondho Hutomo (Rekam Medik RSJ Aminogondho Hutomo Semarang, 2015). Dari beberapa uraian diatas, bisa peneliti katakan bahwa meskipun dukungan sosial keluarga baik namun masih ada klien dengan harga diri rendah, demikian juga meskipun dukungan sosial keluarga kurang ada juga klien dengan harga diri baik. Berdasarkan fenomena diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Harga Diri Pada Pasien Skizofrenia Rawat Jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Provinsi Jawa Tengah”. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada pasien skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Provinsi Jawa Tengah. Mengetahui gambaran dukungan keluarga pada pasien skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Provinsi Jawa Tengah. Mengetahui gambaran harga diri pada pasien skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Provinsi Jawa Tengah. Menganalisa hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada pasien
skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Provinsi Jawa Tengah. Metode Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan desain penelitian non-eksperimental bersifat deskriptif korelasi dengan pendekatan studi cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah klien menderita skizofrenia yang melakukan pemeriksaan di poli rawat jalan RSJ Aminogondho Hutomo Provinsi Jawa Tengah, baik untuk kontrol obat atau menjalani pengobatan rawat jalan sebanyak 550 responden dalam 1 bulan (Data Pasien Poli Rawat Jalan Bulan Desember 2015). Dari hasil perhitungan menggunakan rumus slovin didapatkan jumlah sampel yang diteliti adalah 84,61 dan peneliti membulatkan menjadi 85 responden. Teknik pengambilan sampel yang dipakai dalam penelitian ini yaitu teknik sampling non probability sampling dengan teknik purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Arikunto, 2010). Dalam pengambilan responden ada kriteria yang harus dipenuhi yaitu kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target dan terjangkau yang diteliti (Uhar, 2012). Pada penelitian ini kriteria inklusi meliputi : klien penderita skizofrenia yang datang melakukan pemeriksaan/ kontrol ke poli rawat jalan dengan didampingi keluarga yang tinggal dengan klien selama ± 6 bulan, klien penderita skizofrenia pernah dirawat maksimal 3 kali di RSJ
Aminogondho Hutomo Provinsi Jawa Tengah, klien penderita skizofrenia mampu membaca dan menulis, klien penderita skizofrenia berjenis kelamin laki-laki dan perempuan berusia minimal 15 tahun dan maksimal 40 tahun, memiliki orientasi terhadap orang lain, waktu, tempat dan diri sendiri dengan baik. Adapaun kriteria eksklusi meliputi : klien penderita skizofrenia tidak didampingi orang tua yang melakukan pemeriksaan ke Poli Rawat Jalan RSJ Aminogondho Hutomo Provinsi Jawa Tengah, klien penderita skizofrenia datang ke Poli Rawat Jalan RSJ Aminogondho Hutomo Provinsi Jawa Tengah dengan perilaku kekerasan dan sangat membahayakan/ beresiko, Pasien dengan riwayat harga diri rendah. Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Analisa Univariat Gambaran Dukungan Keluarga pada Pasien Skizofrenia Rawat Jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga pada Pasien Skizofrenia Rawat Jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang Dukungan Frekuensi Persentase keluarga (f) (%) Kurang 48 56,5 Baik 37 43,5 Jumlah 85 100,0 Berdasarkan hasil analisis di atas, menunjukkan bahwa dukungan keluarga pada pasien skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang
sebagian besar dengan kategori kurang yaitu sebanyak 48 orang (56,5%). Gambaran Harga Diri pada Pasien Skizofrenia Rawat Jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang. Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Harga Diri Pasien Skizofrenia Rawat Jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang Harga Frekuensi Persentase Diri (f) (%) Negatif 49 57,6 Positif 36 42,4 Jumlah 85 100,0 Berdasarkan hasil analisis di atas menunjukkan bahwa harga diri pasien skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang sebagian besar dengan kategori negatif yaitu sebanyak 49 orang (57,6%). B. Analisis Bivariat Tabel 4.5 Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri pada Pasien Skizofrenia Rawat Jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang
48 orang dimana yang mempunyai harga diri dengan kategori negatif yaitu sebanyak 37 orang (77,1%) lebih banyak dari pada yang mempunyai harga diri dengan kategori positif yaitu sebanyak 11 orang (22,9%). Responden yang mendapat dukungan keluarga dengan kategori baik sebanyak 37 orang dimana yang mempunyai harga diri dengan kategori positif sebanyak 25 orang (67,6%) lebih banyak dari pada yang mempunyai harga diri dengan kategori negative yaitu sebanyak 12 orang (32,4%). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan p value sebesar 0,0001 (α = 0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada pasien skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang. Kemudian dari hasil analisis menggunakan uji chi square diperoleh OR sebesar 7,008 artinya responden yang mempunyai dukungan keluarga baik cenderung 7,008 kali lebih beresiko memiliki harga diri yang positif dibandingkan dukungan keluarga yang kurang. Pembahasan A. Gambaran Dukungan Keluarga pada Pasien Skizofrenia Rawat Jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang
Berdasarkan hasil analisis hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada pasien skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang, responden yang kurang mendapat dukungan keluarga sebanyak
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga pada pasien skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang sebagian besar kategori kurang yaitu sebanyak 48 orang (56,5%). Dukungan
keluarga responden yang kurang pada dukungan instrumental dimana mereka menyatakan keluarga tidak memenuhi kebutuhan pokok setiap hari (64,0%). Dukungan yang kurang dari keluarga juga terdapat pada indikator dukungan penghargaan dimana responden menyatakan keluarga tidak membantu memperbaiki keadaan menjadi lebih baik (66,6%) dan keluarga tidak mengantar untuk kontrol berobat ke rumah sakit (48,0%). Responden menyatakan keluarga tidak memenuhi kebutuhan pokok setiap hari misalnya makan dan pakaian. Keluarga pasien pada dasarnya telah memenuhi kebutuhan semua anggota keluarganya, termasuk yang mengalami gangguan jiwa yaitu responden. Keluarga juga mempunyai harapan bahwa setelah pulang dari perawatan responden dapat hidup kembali secara normal karena telah mengeluarkan sejumlah biaya. Keluarga juga harus melakukan aktivitas sehari-hari seperti bekerja atau sekolah sehingga tidak dapat memperhatikan responden secara optimal. Disisi lain pasien masih berada dalam bayang-bayang kehidupan di rumah sakit dimana diantaranya mereka masih mendapatkan pelayanan termasuk makan dan pakaian. Kesenjangan ini terkadang disikapi negatif oleh pasien dimana mereka menilai keluarga tidak mencukupi kebutuhan pokok mereka. Beberapa responden juga menyatakan keluarga tidak membantu memperbaiki keadaan menjadi lebih baik. Keluarga seolah-olah keberatan dengan keberadaannya dimana mereka seperti kurang diperhatikan seperti anggota keluarga yang lain. Keluarga
terlihat sibuk melakukan aktivitas mereka sehari-hari seperti bekerja atau sekolah, sehingga terkadang jadwal kontrol yang seharusnya dilakukan terkadang tidak bisa tepat waktu karena tidak ada yang mengantar. Dukungan keluarga pada pasien skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang kategori kurang tersebut diantaranya disebabkan oleh faktor sosio ekonomi (pendapatan) yang rendah dari keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mendapat dukungan keluarga kategori kurang sebanyak 48 orang dimana sebagian besar mempunyai pendapatan kurang dari UMR (upah minimum regional) yaitu sebanyak 46 orang (95,8%) lebih banyak daripada yang mempunyai pendapatan lebih dari UMR yaitu sebanyak 2 orang (4,2%). Upah Minimum Regional merupakan suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri untuk memberikan upah kepada pegawai, karyawan atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Pemerintah mengatur pengupahan melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja. UMR untuk Kota Semarang sebagai ibu kota Provinsi Jawa Tengah di tahun 2016 sebesar Rp 1.909.000,dimana dengan besaran tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang tinggal di Kota Semarang. Besaran UMR tersebut ternyata tidak sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan hidup, dimana kebutuhan yang harus dipenuhi tidak hanya makan, minum dan tempat tinggal, akan tetapi
biaya untuk kesehatan juga perlu mendapat perhatian. Keluarga dengan pendapatan sebesar UMR dan mempunyai anggota keluarga yang mengalami skizofrenia, tentu saja harus menyiapkan anggaran untuk biaya pengobatanya. Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya. Variabel psikososial mencakup stabilitas perkawinan, gaya hidup dan lingkungan kerja. Seseorang biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang dirasakan. Sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya (Purnawan, 2008). Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu keluarga dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang tua dengan kelas sosial bawah. Mereka mempunyai kemampuan finansial dalam menjaga dan mengatasi masalah kesehatan yang dialami oleh anggota keluarganya sehingga ketika ada anggota keluarga yang sakit mereka akan memberikan dukungan keuangan untuk mengatasi masalah tersebut (Friedman, 2008).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan keluarga pada pasien skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang sebagian besar kategori baik yaitu sebanyak 37 orang (43,5%). Dukungan keluarga responden yang baik pada dukungan emosional dimana mereka menyatakan mereka mendapatkan perhatian dari keluarga (60,0%), keluarga berkata bahwa mereka sayang dan peduli (61,0%) dan mengingatkan tentang prestasi yang pernah diraih sebelumnya dan memberi semangat (69,0%). Sampai saat ini penanganan skizofrenia baik di rumah maupun di rumah sakit mulai membaik termasuk yang terjadi di negara-negara sedang berkembang. Beberapa hal yang ditengarai yang mendukung adalah peningkatan pengetahuan keluarga dan masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa ini, meskipun masih ada beberapa stigma mengenai skizofrenia ini (Hawari, 2011). Hal tersebut menunjukkan pengetahuan keluarga dan masyarakat tentang gangguan jiwa mulai meningkat, sehingga keluarga yang mempunyai tugas untuk membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat bagi anggota keluarga yang sakit akan lebih bijaksana dalam mengambil keputusan (Friedman, 2008). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Fahanani (2010) tentang hubungan pengetahuan tentang gangguan jiwa dengan dukungan keluarga yang mempunyai anggota keluarga skizofrenia di RSJD Surakarta. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan pengetahuan tentang
gangguan jiwa dengan dukungan keluarga yang mempunyai anggota keluarga skizofrenia di RSJD Surakarta, dengan p value sebesar 0,000 (α = 0,05). B. Gambaran Harga Diri pada Pasien Skizofrenia Rawat Jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga diri pasien skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang sebagian besar kategori negatif yaitu sebanyak 49 orang (57,6%). Pasien skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang mempunyai harga diri kategori negatif pada indikator perasaan pada diri sendiri dimana mereka menyatakan tidak dapat mengontrol emosi (marah, bahagia) dan berlebihan (56,0%). Pasien skizofrenia rawat jalan di kategori negatif juga pada indikator perasaan pada orang lain dimana mereka memilih dalam berteman dari segi agama (58,0%) dan memperlakukan orang lain berbeda karena alasan warna kulit (66,0%). Responden dalam penelitian ini terkadang tidak dapat mengendalikan perasaan pada dirinya sendiri dimana mereka tidak dapat mengontrol emosi yaitu sering marah-marah karena hal yang sepele yang sebenarnya tidak penting. Bahkan marah yang mereka tunjukkan terkadang berlebihan dimana mereka akan merusak benda-benda yang ada disekitar rumah terutama peralatan untuk makan dan minum di rumah seperti gelas ataupun piring. Mereka terkadang juga menangis hebat tanpa alasan yang jelas dan sangat mudah
tersinggung apabila ada perkataan atau sikap yang menurut mereka merendahkan. Pasien skizofrenia rawat jalan terkadang mempunyai perasaan negatif pada orang lain sehingga sangat selektif dalam memilih teman. Mereka akan berinteraksi dengan orang-orang yang sesuai dengan keinginannya meskipun terkadang tidak dapat diterima mereka yang sehat seperti hanya berteman dengan orang yang sama keyakinannya terkait dengan agama yang dianut. Mereka juga sangat selektif dalam memilih teman berinteraksi berdasarkan warna kulit hingga bentuk tubuh ataupun rambut. Harga diri pasien skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang sebagian besar kategori negatif disebabkan oleh faktor cara individu berespon devaluasi terhadap dirinya. Individu dapat mengurangi, mengubah atau menekan dengan kuat perlakuan yang merendahkan diri dari orang lain atau lingkungan, salah satunya adalah ketika individu mengalami kegagalan. Pemaknaan individu terhadap kegagalan tergantung pada caranya mengatasi situasi tersebut, tujuan, dan aspirasinya. Cara individu mengatasi kegagalan akan mencerminkan bagaimana ia mempertahankan harga dirinya dari perasaan tidak mampu, tidak berkuasa, tidak berarti, dan tidak bermoral. Individu yang dapat mengatasi kegagalan dan kekurangannya adalah dapat mempertahankan self esteemnya (Coopersmith, 2007). Hasil penelitian menunjukkan bahwa harga diri pasien skizofrenia
rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang sebagian besar kategori positif yaitu sebanyak 36 orang (42,4%). Pasien skizofrenia rawat jalan di kategori positif pada indikator perasaan pada diri sendiri dimana mereka menyatakan memiliki prinsip hidup yang dipegang teguh (62,0%) dan tidak mudah terpengaruh omongan orang lain (60,0%). Pasien skizofrenia rawat jalan di kategori positif pada indikator perasaan pada hidup dimana mereka menyatakan bersikap sabar (72,0%). Harga diri merupakan penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri (Muhith, 2015). Harga diri pasien skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang sebagian besar kategori positif didukung oleh faktor respectful, penerimaan, dan perlakukan yang diterima individu dari significant others. Keluarga responden dalam penelitian ini sangat peduli dengan kondisi yang mereka alami. Keluarga bisa menerima responden yang mengalami skizofrenia dimana hal tersebut memang bisa terjadi kepada siapa saja termasuk salah satu anggota keluarganya. Mereka menyadari penyakit tersebut tidak pernah diminta oleh responden akan tetapi ketika harus mengalami, keluarga tetap bisa menerimanya. Penerimaan tersebut ditunjukkan dengan keluarga yang tetap menghormati responden dan diperlakukan dengan baik sama seperti anggota keluarga lain yang sehat. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan
kepercayaan diri dari responden yang pada akhirnya mempercepat proses penyembuhan dari sakit yang dialami. Significant others merupakan orang yang penting dan berarti bagi individu, dimana ia menyadari peran mereka dalam memberi dan menghilangkan ketidaknyamanan, meningkatkan dan mengurangi ketidakberdayaan serta meningkatkan dan mengurangi keberhargaan diri. Self Esteem bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, tetapi merupakan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu ketika berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Budianti (2015) tentang hubungan antara keharmonisan keluarga dengan harga diri pada remaja SMA Muhammadiyah 1 Surakarta. Hasil analisis data menunjukkan bahwa ada hubungan antara keharmonisan keluarga dengan harga diri pada remaja SMA Muhammadiyah 1 Surakarta, dengan p value sebesar 0,000 (α = 0,05). C. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Harga Diri pada Pasien Skizofrenia Rawat Jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada pasien skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang, dengan p value sebesar 0,000 (α = 0,05). Menurut Chandra (2005), keluarga sebagai jembatan bagi klien untuk sembuh harus dapat memberikan terapi secara holistik seperti kebutuhan
fisiknya (makanan, istirahat, medikasi, latihan fisik), mental-emosionalnya (psikoterapi, konseling psikologis), dan bimbingan sosial (cara bergaul, latihan ketrampilan sosial), serta lingkungan keluarga dan sosial yang mendukung. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya dukungan keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa akan segera tercapai kesembuhannya serta terbentuk konsep diri yang positif bagi klien. Pentingnya peran serta keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa dapat dipandang dari berbagai segi yaitu keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungannya. Keluarga merupakan institusi pendidikan utama bagi individu untuk belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap dan perilaku. Jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem maka gangguan yang terjadi pada salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi seluruh sistem. Sebaliknya disfungsi keluarga dapat pula merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan pada anggota (Kelliat, 2006). Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab kekambuhan gangguan jiwa adalah keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku klien di rumah dan keluarga mengembangkan kemampuan dalam mencegah terjadi masalah dan mempertahankan keadaan adaptif. Dari keempat uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga mempunyai peran penting dalam perawatan klien gangguan jiwa.
Dukungan yang diberikan keluarga juga mempunyai peran yang sangat penting dalam pembentukan harga diri klien serta kemampuan klien untuk dapat mencapai tingkat kesembuhan serta menghindari terjadinya kekambuhan kembali pada diri klien (Kelliat, 2006). Keluarga memiliki beberapa fungsi, salah satu dari fungsi keluarga tersebut adalah fungsi efektif yaitu dimana keluarga memberikan kasih sayang atau dukungan emosional kepada anggota keluarganya. Komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang akan membentuk bagaimana penerimaan terhadap diri dan harga diri individu. Dukungan keluarga sangat berpengaruh untuk meningkatkan harga diri individu dan dukungan yang diterima oleh individu sangat tergantung dari atau oleh siapa yang memberikan dukungan tersebut (Weiss dalam Nurmalasari, 2012). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitan Sartika (2013) tentang hubungan dukungan keluarga dengan harga diri penderita kusta rawat jalan di Rumah Sakit Rehatta Donorojo Jepara. Hasil analisis data menunjukkan ada hubungan dukungan keluarga dengan harga diri penderita kusta rawat jalan di Rumah Sakit Rehatta Donorojo Jepara, dengan p value sebesar 0,000 (α = 0,05). Berdasarkan hasil analisis hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada pasien skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang, responden yang kurang mendapat dukungan keluarga dan mempunyai harga diri kategori negatif yaitu sebanyak 37 orang (77,1%). Responden menyatakan bahwa keluarga
tidak membantu memperbaiki keadaan menjadi lebih baik sehingga mereka tidak dapat mengontrol emosi (marah, bahagia) dan tidak berlebihan. Penderita skizofrenia akan menimbulkan beban dan penderitaan bagi keluarga. Keluarga sering kali mengalami tekanan mental karena gejala yang ditampilkan oleh penderita dan juga ketidaktahuan keluarga menghadapi gejala tersebut. Kondisi inilah yang akan melahirkan sikap dan emosi yang keliru dan berdampak negatif pada penderita. Biasanya keluarga menjadi emosional, kritis dan bahkan bermusuhan yang jauh dari sikap hangat yang dibutuhkan oleh responden. Responden mengalami gangguan pada kemampuan berfikir yang rasional, dimana mereka selalu berhalusinasi membayangkan hal yang tidak dapat dipercaya kebenarannya. Hal ini yang menyebabkan mereka mengalami kesulitan dalam menerima hal yang sebenarnya. Tidak sedikit dari mereka yang mencoba untuk bunuh diri, atau melakukan hal yang tidak sewajarnya untuk dikerjakan oleh orang yang berakal sehat. Gejala yang biasa terlihat dari responden yang mengalami skizofrenia diantaranya emosi meningkat. Hal ini terjadi karena kondisi pikiran yang terganggu dan tidak terkontrol. Banyak beredar di masyarakat kepercayaan atau mitos yang salah mengenai gangguan jiwa, ada yang percaya bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa itu akibat gunaguna, karena kutukan atau hukuman atas
dosanya. Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan keluarganya karena pengidap gangguan jiwa tidak mendapat pengobatan secara cepat dan tepat (Notosoedirjo, 2005). Hasil penelitian menunjukkan responden yang kurang mendapat dukungan keluarga dimana yang mempunyai harga diri kategori positif yaitu sebanyak 11 orang (22,9%). Responden menyatakan bahwa meskipun responden tidak mendapatkan perhatian dari keluarga namun mereka dapat menghargai pendapat orang lain. Apabila keluarga memahami kebutuhan anggotanya, maka keluarga akan memberikan dukungan untuk keberhasilan dalam pengobatan. Responden yang kurang mendapat dukungan keluarga dimana yang mempunyai harga diri kategori positif didukung oleh kepercayaan diri (self confidence). Berdasarkan hasil analisis hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada pasien skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang, responden yang mendapat dukungan keluarga kategori baik sehingga mempunyai harga diri kategori positif sebanyak 25 orang (67,6%). Responden menyatakan bahwa keluarga memenuhi kebutuhan pokok setiap hari sehingga mereka dapat memberikan sedekah kepada pengemis atau orang lain. Terpenuhinya kebutuhan pasien akan mendorong pasien untuk mengembangkan sifat sosialnya diantaranya melakukan sedekah kepada orang yang membutuhkan sesuai dengan ajaran dari keyakinan yang mereka anut.
Responden yang dapat memberikan sedekah kepada orang lain umumnya akan merasa percaya diri dan harga dirinya meningkat. Responden yang mendapat dukungan keluarga kategori baik dimana yang mempunyai harga diri kategori positif didukung oleh fungsi afektif keluarga. Fungsi afektif yang dimiliki keluarga sebagai sumber kasih sayang dan reinforcement sehingga keluarga membentuk suatu iklim yang positif bagi anggota keluarga di dalamnya. Keberhasilan dari pelaksanaan fungsi afektif keluarga akan membentuk konsep diri yang positif dari keluarga tersebut (Effendi, 2009). Pelaksanaan fungsi afektif keluarga berhubungan dengan pencapaian tujuan psikososial keluarga yang termasuk didalamnya adalah harga diri. Hasil penelitian menunjukkan responden yang mendapat dukungan keluarga kategori baik dimana yang mempunyai harga diri kategori negatif yaitu sebanyak 12 orang (32,4%). Responden menyatakan bahwa keluarga cukup dalam memberikan perhatian namun mereka tidak dapat menerima masukan dan kritik dari orang lain. Upaya keluarga dalam pencegahan kekambuhan penderita skizofrenia sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan yaitu mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga, memberikan keperawatan anggotanya yang sakit, mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga,
mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada). SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN 1. Dukungan Keluarga pada Pasien Skizofrenia Rawat Jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang sebagian besar kategori kurang yaitu sebanyak 48 orang (56,5%). 2. Harga Diri pada Pasien Skizofrenia Rawat Jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang sebagian besar kategori negatif yaitu sebanyak 49 orang (57,6%). 3. Ada hubungan dukungan keluarga dengan harga diri pada pasien skizofrenia rawat jalan di RSJ Aminogondho Hutomo Semarang, dengan p value sebesar 0,0001 (α = 0,05). SARAN 1. Bagi Responden Sebaiknya responden terus berupaya untuk meningkatkan harga dirinya dengan cara mencoba hal-hal yang mampu dilakukan atau prestasi yang pernah diraih sehingga kepercayaan dirinya akan meningkat. 2. Bagi Keluarga Pasien Sebaiknya keluarga pasien mengoptimalkan kemampuan yang masih bisa dilakukan pasien skizofrenia dan terus memberikan dukungan serta memberikan pujian atas keberhasilan
yang dicapai sehingga kepercayaan dirinya akan meningkat. 3. Bagi Instansi Pelayanan atau Rumah Sakit Sebaiknya pihak RSJ Aminogondho Hutomo Semarang meningkatkan pelayanan kepada pasien skizofrenia khususnya peningkatan harga diri pasien. Upaya yang dapat dilakukan dengan memberikan latihan yang dapat membangkitkan kemampuan pasien sehingga kepercayaan dirinya meningkat. 4. Bagi Peneliti selanjutnya Peneliti selanjutnya sebaiknya meningkatkan hasil penelitian ini dengan mengendalikan faktor lain yang mempengaruhi dengan menambahkan variabel independen misalnya stigma masyarakat sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih lengkap. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Arif,
Setiadi. (2006). Skizofrenia Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Bandung: PT.Refika Aditama
Coopersmith.S. (2007). The Antecendents of Self Esteem. San Fransisco: W.H.Freeman and Company Copel, Linda Carman. (2007). Kesehatan Jiwa dan Psikiatri Pedoman Klinis Perawat. Jakarta: EGC
Friedman, Marylin. dkk. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset Teori dan Praktik Ed.5. Jakarta: EGC Hawari, D. (2011). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Kaplan, H.I., & Sadock, B.J. (2005). Comprehensive Textbook of Psychiatry. Philadelpia: Lipincot Wilkins Keliat, Budi Anna., dkk. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC Purnawan. (2008). Dukungan Suami dan Keluarga. Jakarta : Salemba Medika Soetjiningsih. (2010). Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya. Jakarta: CV Sagung Seto Stuart, Gail. W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Ed. 5. Jakarta : EGC Suharsaputra, Uhar. (2012). Metode Penelitian: Kuantitatif Kualitatif dan Tindakan. Bandung: PT.Refika Aditama Videbeck, Sheila. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC