Hubungan Consumer Ethnocentrism dan Country of Origin Stereotype dengan Intensi Membeli Mobil Nasional Umar Perkasa Dra. Sri Fatmawati Mashoedi, M.Si
Abstrak Ide pengadaan mobil nasional telah banyak, sehingga masalah yang dipertimbangkan adalah mencari segmen konsumen yang memiliki potensi membeli mobil nasional. Mobil nasional adalah mobil produksi Indonesia yang paten dan mereknya dimiliki oleh orang Indonesia. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran kuantitatif dari consumer ethnocentrism dan country of origin stereotype pada konsumen Indonesia yang mapan secara ekonomi dan cukup umur untuk membuat keputusan membeli mobil pribadi, lalu dihitung nilai korelasinya dengan intensi membeli mobil nasional. Alat ukur yang dipakai untuk mengukur consumer ethnocentrism diadaptasi dari Consumer Ethnocentrism Tendency Scale (CETSCALE) yang disusun oleh Shimp dan Sharma (1987), alat ukur country of orgin stereotype diadaptasi dari alat ukur country of origin yang disusun oleh Häubl (1996), sementara alat ukur intensi membeli adalah adaptasi dari skala Purchase Intention yang disusun oleh Pavlou (2003). Data penelitian diolah menggunakan teknik korelasi Pearson Product Moment. Perhitungan dari hasil pengukuran 106 sampel menunjukkan nilai korelasi yang positif dan signifikan pada level of significance 0.01 di antara consumer ethnocentrism dan intensi membeli mobil nasional (r = 0.456), dan juga di antara country of origin stereotype dan intensi membeli mobil nasional (r = 0.440). Sehingga disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai kedua variabel, maka semakin tinggi pula intensi untuk membeli mobil nasional. Berdasarkan kesimpulan ini, peneliti menyarankan untuk mempertimbangkan kedua variabel ini dalam usaha pemasaran mobil nasional. Kata kunci: consumer ethnocentrism, country of origin stereotype, intensi membeli.
Pendahuluan Apa yang dimaksud dengan mobil nasional, dalam pengartian terluasnya, adalah mobil yang dirancang oleh insinyur Indonesia, dipasarkan oleh instansi atau perusahaan milik orang Indonesia, diproduksi oleh pekerja Indonesia, dan dipakai oleh konsumen Indonesia. Pengartian ini menekankan jati diri mobil nasional sebagai sebuah produk yang murni berasal dari negara Indonesia dan dapat dibanggakan oleh masyarakatnya. Sementara implikasi ekonomi dari pengertian ini adalah suksesnya
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
proyek mobil nasional akan memberikan tambahan nilai output dan kemandirian dari pengaruh asing pada sektor industri Indonesia. Jika menengok persaingan di pasar otomotif Indonesia saat ini, mau tidak mau kita akan merasa perlu mempertimbangkan kompetisi di pasar tersebut sebagai salah satu hambatan utama dalam kelancaran proyek MOBNAS. Sehingga berdasarkan permasalahan ini MOBNAS saat ini diperkirakan akan mengalami hambatan dalam penjualannya. Hambatan ini di antaranya dikarenakan oleh banyaknya kompetitor yang sudah ada di pasar otomotif saat ini dan kuatnya posisi beberapa pemain lama dalam market share otomotif Indonesia. Namun dalam menghadapi situasi ini, produsen MOBNAS sebenarnya tidak perlu bersaing secara langsung dengan kompetitorkompetitor lainnya untuk memperebutkan segmen-segmen pasar yang sudah mereka kuasai, tetapi Produsen MOBNAS dapat mengidentifikasi segmen pasar lainnya yang belum dapat diisi oleh para kompetitornya. Salah satu segmen yang belum dapat diisi oleh para competitor mobil nasional adalah segmen penggemar produk dalam negeri (domestik), yaitu segmen konsumen dengan preferensi yang tinggi terhadap produk buatan dalam negeri, jika dibandingkan dengan preferensi mereka terhadap produk buatan asing. Tidak terisinya segmen ini dikarenakan belum adanya mobil yang murni buatan dalam negeri. Berangkat dari ide ini, peneliti merasa perlunya usaha untuk mencari tahu dan membuktikan terlebih dahulu apakah segmen tersebut benar-benar dapat menjadi segmen pasar yang potensial bagi penjualan MOBNAS. Hal ini dapat dilakukan dengan meneliti sifat umum yang ada pada segmen konsumen ini dan melihat hubungannya dengan intensi membeli MOBNAS. Watson dan Wright (1999) melaporkan bahwa konsumen dengan tingkat consumer ethnocentrism yang tinggi cenderung memilih produk buatan dalam negeri ketimbang dengan produk buatan asing. Lebih lanjut, consumer ethnocentrism, menurut mereka dihasilkan oleh rasa cinta dan kepedulian seseorang terhadap Negaranya. Berdasarkan studi literatur terkait dengan consumer ethnocentrism, dapat disimpulkan bahwa consumer ethnocentrism terkait erat dengan intensi membeli produk dalam negeri, yang mana produk MOBNAS adalah salah satunya.
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
Selain itu perlu diteliti juga pengaruh dari Country of Origin Stereotype pada intensi membeli MOBNAS, dikarenakan faktor ini dilaporkan dapat mempengaruhi intensi membeli konsumen mendahului atribut-atribut lainnya dari sebuah produk (Kotabe & Helsen, 2008; Maheswaran, 1994). Sebuah penelitian pada konsumen Indonesia juga melaporkan bahwa negara asal (Country of Origin) sebuah produk lebih dipentingkan oleh konsumen dibandingkan dengan harga dari produk tersebut dan hal ini berlaku baik pada konsumen dengan etnosentrisme tinggi, maupun pada konsumen dengan etnosentrisme yang rendah (Hamin & Elliot, 2006). Atas dasar ini disimpulkan bahwa country of origin stereotype dapat mempengaruhi intensi membeli konsumen Indonesia, tak peduli tingkat consumer ethnocentrism mereka. Hal ini juga berarti country of origin stereotype dapat menjadi faktor yang menghalangi pemasaran MOBNAS pada segmen konsumen penggemar produk dalam negeri. Penelitian ini bermaksud untuk membuktikan adanya hubungan pada Consumer ethnocentrism dan Country of Origin Stereotype dengan intensi membeli (Purchase Intention) Mobil Nasional. Sehingga, Rumusan Masalah yang akan diajukan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Apakah ada hubungan yang signifikan antara consumer ethnocentrism dan intensi membeli Mobil Nasional? 2. Apakah ada hubungan yang signifikan antara country of origin stereotype dan intensi membeli Mobil Nasional
Landasan Teori Consumer Ethnocentrism Dalam tulisannya, Shimp dan Sharma (1987. Hal. 280) mendefinisikan Consumer Ethnocentrism sebagai: “The belief held by American consumers about appropriateness, indeed morality, of purchasing foreign-made products”. Sementara dalam konteks umum (diluar negara atau kelompok tertentu), maka consumer ethnocentrism diartikan sebagai kepercayaan yang dimiliki oleh konsumen mengenai kepantasan (appropriateness), yang mana dapat merefleksikan pandangan moralitas mereka, dari membeli produk buatan negara/kelompok lain, atau yang juga sering disebut produk asing.
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
Consumer ethnocentrism memiliki beberapa karakteristik, yaitu: 1) berasal dari cinta dan perhatian seseorang terhadap negaranya dan ketakutan akan kehilangan kendali dari keuntungan ekonomi dikarenakan efek berbahaya yang dapat disebabkan oleh barang-barang impor terhadap dirinya dan saudara senegaranya; 2) mengandung intensi atau kemauan untuk tidak membeli produk asing; 3) consumer ethnocentrism mengacu pada prasangka terhadap produk impor/asing dalam tingkat personal, walau dapat juga diasumsikan bahwa secara keseluruhan, tingkat consumer ethnocentrism pada sebuah sistem sosial adalah agregasi dari kecenderungan individual (Sharma dkk, 1995). Konsekuensi dari consumer ethnocentrism termasuk diantaranya adalah: penilaian positif yang berlebihan terhadap produk domestik atau penilaian negatif yang berlebihan dari produk impor, obligasi moral untuk membeli produk domestik, dan preferensi terhadap produk domestik (Sharma dkk, 1995). Consumer ethnocentrism juga dapat didefinisikan sebagai sebuah kognisi atau perspektif konsumen yang cenderung menilai terlalu tinggi produk lokal dan menilai terlalu rendah produk asing dikarenakan mereka menilai kelompoknya lebih baik dari pada yang lain. Dapat disimpulkan juga bahwa konsumen dengan ethnocentrism yang tinggi
akan
menunjukkan preferensi yang lebih besar terhadap produk-produk buatan lokal dalam keputusan pembelian dimana tersedia alternatif produk buatan dalam negeri (Watson & Wright, 2000). Sebuah jurnal oleh Liu, Murphy, Liu, dan Li (2007) mengatakan bahwa efek dari consumer ethnocentrisme lebih berpengaruh terhadap produk yang high involvement seperti mobil dibandingkan terhadap produk yang low involvement seperti pasta gigi. Selain itu, Han (1990) mencatat bahwa penghasilan tidak secara signifikan berpengaruh pada variasi tingkat ethnocentrism konsumen, sehingga pengaruh dari consumer ethnocentrism dapat dikatakan secara merata berlaku pada semua produk tanpa memperdulikan kelas ekonomi dari konsumennya.
Country of Origin Country of Origin (COO) telah didefinisikan secara berbeda-beda pada berbagai literatur dengan masing-masing sudut pandang yang berbeda. Johansson, Douglas, dan Nonaka (1985) mendefinisikan COO sebagai negara dimana kantor pusat dari
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
perusahaan yang melakukan marketing sebuah produk atau merek terletak. Sering kali, COO adalah Negara asal sebuah perusahaan dan hal ini melekat pada merek tertentu. Sejalan dengan hal ini, Saeed (1994) mengutarakan bahwa COO berarti Negara yang mana pabrik dari sebuah merek atau produk diasosiasikan. Lebih lanjut, COO sebuah produk dapat juga diartikan sebagai “negara dimana sebuah produk diproduksi atau dirakit” yang mana menunjukkan tahap akhir dari proses produksi (Han & Terpstra, 1988; Lee & Schaninger, 1996). Country-of-origin dalam banyak literatur telah dikenal sebagai salah satu faktor penting dalam pengambilan keputusan konsumen saat membeli suatu produk. Hal ini terlihat dari hasil temuan sejumlah penelitian empiris yang menemukan adanya pengaruh dari country of origin sebuah produk terhadap kualitas yang dipersepsikan oleh konsumen pada produk tersebut (Hong & Wyer, 1989, 1990; Johansson & Thorelli, 1985) dan adanya kecenderungan konsumen untuk menggunakan label “made in” pada produk sebagai pertimbangan di dalam evaluasi mereka (Tse & Gorn. 1993). Berdasarkan sumber ini disimpulkan bahwa Country-of-origin dalam kombinasinya dengan karakteristik pemasaran lain secara signifikan mempengaruhi persepsi yang dimiliki konsumen terhadap produk dari berbagai negara. Berbagai penelitian juga telah membuktikan luasnya pengaruh country of origin. Contohnya seperti pada produkproduk sebuah Negara secara umum (Darling & Wood, 1990; Howard, 1989), pada kategori produk tertentu (Cordell, 1992; Roth & Romeo, 1992), dan pada merek-merek tertentu (Chao, 1993; Han & Terpstra, 1988). Country of origin sebuah produk juga ditemukan memiliki pengaruh terhadap perilaku membeli pada konsumen individu (Lin & Sternquist, 1994) maupun organisasi (Chang & Kim, 1995). Pertimbangan terhadap COO sebuah produk lebih lanjut dilaporkan telah digunakan oleh konsumen sebagai acuan pertama dan utama dalam melakukan evaluasi terhadap produk baru, dengan pertimbangan minim diberikan kepada atribut lain yang terkait dengan produk yang dievaluasi (Maheswaran, 1994). Disamping COO Stereotype juga dikenal konsep Country Image, yaitu fenomena dimana konsumen mengeneralisasikan kepercayaan dan persepsi dari sebuah Negara terhadap produk-produk tertentu yang dihasilkan oleh Negara tersebut (Bilkey & Nes, 1982). Gambaran atau image suatu negara sebagai asal (origin) produk merupakan
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
salah satu isyarat ekstrinsik yang dapat menjadi bagian dari total image produk tersebut. Image ini dikenal secara beragam sebagai fenomena atau efek country-oforigin pada berbagai literatur. Karena itu efek COO juga sering kali dikaitkan dengan kasus di mana negara asal digunakan sebagai isyarat untuk kualitas, atau lebih tepatnya sebagai pengganti untuk atribut kualitas, terutama jika informasi lainnya pada sebuah produk tidak ditemukan (Bilkey & Nes, 1982, Hong & Wyer, 1989). Nagashima (1970) mengatakan bahwa Country image dapat terbentuk dari produk yang merepresentasikan sebuah Negara, latar belakang ekonomi dan politik, dan tradisi yang disimpulkan menjadi sebuah gambaran keseluruhan sebuah Negara di mata konsumen. Selain itu juga dari produk yang dibuat atau dipasarkan oleh sebuah Negara di masa lalu.
Intensi Membeli Fandos dan Flavian (2006) mengatakan bahwa intensi membeli (purchase intention) mampu menggambarkan perilaku konsumen pada jangka pendek terkait dengan keputusan di masa yang akan datang. Sehingga, disimpulkan bahwa intensi membeli dapat memperkirakan perilaku konsumen, yang mana juga secara signifikan mencerminkan sikap seseorang. contohnya dengan memperkirakan produk atau merek mana yang akan dibeli dalam kesempatan yang akan datang, kita dapat menarik kesimpulan mengenai preferensi atau penilaian konsumen. Dalam Wu, Yeh, dan Hsiao (2011) disebutkan bahwa intensi membeli mewakili kemungkinan konsumen dalam merencanakan atau bersedia membeli produk dan jasa tertentu dimasa depan. Hal ini juga sejalan dengan pendapat bahwa peningkatan intensi membeli juga berarti peningkatan dalam kemungkinan individu untuk melakukan pembelian (Schiffman & Kanuk, 2007). Pendapat ini didasari oleh asumsi bahwa faktor utama yang dapat memprediksi perilaku individu adalah intensi individu untuk melakukan perilaku tertentu. Dengan kata lain, intensi untuk melakukan sebuah perilaku dapat
dianggap
penyebab
langsung
dari
perilaku
yang
sebenarnya
dan
mengindikasikan seberapa keras kamauan seseorang untuk melakukan sesuatu dan juga seberapa besar upaya yang akan dikerahkan untuk dapat melakukan sesuatu tersebut. Sehingga, secara umum dapat disimpulkan bahwa semakin kuat intensi
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
seseorang untuk melakukan sesuatu, maka semakin besar pula kemungkinan seseorang tersebut untuk melakukannya di masa depan (Ajzen, 1991). Namun, sikap seseorang terhadap perilaku tersebut ditentukan oleh keyakinannya mengenai manfaat dan resikonya, yang mana keyakinan ini merupakan hasil dari nilai-nilai subyektif dan evaluasi terhadap hasil yang diharapkan dari perilaku tersebut (Fishbein & Ajzen, 1975).
Metode Penelitian Hipotesis Penelitian Hipotesis Nul Ho1: tidak ada hubungan yang signifikan antara consumer ethnocentrism dan intensi membeli mobil nasional Ho2: tidak ada hubungan yang signifikan antara country of origin stereotype dan intensi membeli mobil nasional
Hipotesis Alternatif Ha1: ada hubungan yang signifikan antara consumer ethnocentrism dan intensi membeli mobil nasional Ha2: ada hubungan yang signifikan antara country of origin stereotype dan intensi membeli mobil nacional
Variabel-Variabel Penelitian Consumer Ethnocentrism Definisi konseptual dari variabel ini adalah: Kecenderungan konsumen untuk lebih memilih mengkonsumsi produk yang dibuat oleh negaranya sendiri (domestik) ketimbang produk yang dibuat oleh negara lainnya (asing). Sementara definisi operasionalnya: Skor yang diperoleh dari skala consumer ethnocentrism yang diadaptasi dari Consumer Ethnocentrism Scale (CETSCALE) yang disusun oleh Shimp dan Sharma (1987).
Country of Origin (COO) Stereotype
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
Definisi konseptual dari variabel ini adalah: Stereotype konsumen terhadap sebuah negara, yang berdasarkan persepsi umum mereka terhadap negara tersebut dan evaluasi mereka secara umum tentang kualitas suatu kategori produk tertentu yang dibuat di negara tersebut. Sementara definisi operasionalnya: Skor yang diperoleh dari skala country of origin stereotype yang diadaptasi dari skala country of origin yang disusun oleh Häubl (1996).
Intensi Membeli Mobil Nasional (MOBNAS) Definisi konseptual dari variabel ini adalah: Keinginan untuk membeli produk MOBNAS yang telah ditawarkan dalam brosur. Sementara definisi operasionalnya: Skor yang diperoleh dari skala intensi membeli MOBNAS setelah diperlihatkan brosur yang menawarkan sebuah produk MOBNAS. Skala intensi membeli yang dipakai adalah yang telah diadaptasi dari skala purchase intention yang dipakai dalam penelitian Salehudin (2012).
Disain Penelitian Penelitian ini menggunakan disain korelasional dikarenakan tujuan utamanya yang adalah menemukan hubungan antara consumer ethnocentrism dan persepsi country of origin dengan intensi membeli, yang mana ketiga variabel ini tidak mengalami manipulasi dalam kemunculannya pada partisipan selama penelitian berlangsung (Graveter & Forzano, 2009). Populasi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah konsumen yang telah mapan secara ekonomi dan cukup umur untuk membuat keputusan membeli produk otomotif. Oleh karena itu penelitian ini mengambil sampel dari para pengunjung dua mall yang ada di kota Depok. karateristik partisipan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) cukup mapan secara ekonomi untuk membeli mobil, 2) cukup umur untuk membeli mobil, 3) Bependidikan minimal D3. penelitian ini berencana menghimpun 120 orang partisipan, yang mana diasumsikan cukup memadai untuk mendapatkan distribusi yang dapat mewakili populasi. Metode pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini disebut dengan non-probability sampling. Jenis non-probability sampling yang digunakan adalah
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
incidental sampling, sehingga dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti meminta kesediaan dari orang-orang yang mudah ditemui dan telah memenuhi kritereria sampel penelitian untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Seperti penelitian kuantitif pada umumnya, penelitian ini juga memakai kuesioner sebagai alat pengumpul data. Bentuk kuesioner yang dipakai adalah fixed alternatif questions, dimana pada bentuk ini partisipan hanya dapat menjawab dengan memilih dari beberapa pilihan respon yang telah tersedia. Skala yang dipakai pada ketiga skala dalam penelitian ini menggunakan skala respon dengan tipe Likert. Melalui tujuh pilihan jawaban yang diberikan, respon yang diberikan dapat bervariasi.
Alat Ukur Skala Consumer Ethnocentrism yang digunakan dalam penelitian ini adalah adaptasi dari Consumer Ethnocentrism Tendency Scale (CETSCALE) dari Shimp dan Sharma (1987) yang tersusun dalam 17 item yang diformulasi dan divalidasi di amerika. Alat ukur ini terdiri dari hanya terdiri dari item favorable, sehingga jawaban dari setiap item akan meningkatkan skor total. Skala Country of Origin (COO) stereotype yang dipakai dalam penelitian ini diadaptasi dari skala Country of Origin yang disusun oleh Gerald Häubl (1996) untuk digunakan dalam penelitiannya. Skala COO ini dipakai untuk mengukur persepsi secara umum dari responden terhadap sebuah Negara dan evaluasinya pada produk tertentu yang diproduksi pada negara tersebut, yang mana pada pada penelitian Häubl (1996) dan penelitian ini adalah produk otomotif. Dimensi-dimensi yang diukur oleh alat ukur ini adalah persepsi umum dari sebuah negara dan Evaluasi pada produk otomotif yang dibuat di sebuah negara. Persepsi umum dari sebuah negara diukur berdasarkan evaluasi pada sebuah negara secara afektif (emosi dan perasaan) dan kognitif (berbasis fakta). Sementara evaluasi pada produk otomotif yang dibuat di sebuah negara diukur berdasarkan evaluasi pada industri otomotif yang ada pada negara tersebut (Production Process dari produk otomotif) dan pada produk otomotif yang dibuat di negara tersebut (Production Output yang termasuk produk otomotif).
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
Pilihan jawaban pada skala COO menggambarkan pendapat terhadap kesesuaian sebuah sifat/pernyataan dalam menggambarkan objek yang dievaluasi (Negara, Industri, atau Produk). Semakin tinggi skor yang didapatkan maka semakin tinggi persepsi yang dimiliki responden terhadap produk dari sebuah negara. Skala intensi membeli yang dipakai dalam penelitian ini adalah adaptasi dari skala purchase intention yang dikembangkan oleh Pavlou (2003) dan telah dilokalisasi oleh Salehudin (2012). Dalam penelitian tersebut, intensi membeli didefinisikan sebagai kecondongan konsumen untuk membeli suatu produk. Alat ukur ini terdiri dari hanya terdiri dari item favorable, sehingga jawaban dari setiap item akan meningkatkan skor total.
Data Partisipan Manfaat data ini adalah agar peneliti mampu mendapatkan gambaran umum dari partisipan yang mengikuti penelitian. Item-item data partisipan yang dipakai pada penelitian ini ditetapkan berdasarkan pertimbangan kemampuan membeli responden dan kemampuan untuk memahami kuesioner, sehingga item-item tersebut menanyakan jenis kelamin, usia, belanja rumah tangga bulanan/House Hold Expenditure (HHE), pendidikan terakhir, dan pekerjaan.
Tahap Pengolahan Data Perhitungan statistik yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software Statitical Package for the Social Sciences (SPSS) 16. Sementara teknik-teknik yang digunakan diantaranya adalah sebagai berikut: a. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif pada penelitian ini dilakukan dengan menghitung mean, frekuensi, dan persentase data, sehingga diperoleh gambaran mengenai partisipan penelitian ini. b. Uji Reliabilitas dan Validitas Item Validitas dan reliabilitas item akan kembali diuji agar mengurangi keraguan peneliti terhadap alat ukur dan item-item yang dipakai pada penelitian ini. c. Korelasi Pearson
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
Perhitungan korelasi dalam penelitian ini dilakukan menggunakan Pearson Product Moment dengan perhitungan one tail dan level of significance (l.o.s.) 0.05.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Demografis Partisipan Penelitian Dari keseluruhan partisipan, persentase untuk jenis kelamin partisipan adalah 56.6% laki-laki dan 43.4% persen perempuan. Berdasarkan rentang usianya, partisipan ditemukan paling banyak berada pada rentang 21-30 tahun (45.3%) dan diikuti secara berurutan oleh rentang-rentang setelahnya. Pada data HHE ditemukan persebaran partisipan yang cukup merata di antara ketiga rentang HHE, yang mana dipimpin oleh rentang Rp 2.000.000 – Rp 3.000.000 dengan persentase 39.6%. sementara pada data pendidikan dialami ketimpangan dimana jumlah partisipan dengan pendidikan D3/S1 yang mencapai 73.6% sedangkan partisipan berpendidikan S2/S3 hanya mencapai 26.4%. Mayoritas partisipan bekerja sebagai pegawai swasta (41.5%), lalu disusul oleh partisipan yang bekerja sebagai pegawai negeri (23.6%). Sebesar 19.8% partisipan bekerja di bidang wirausaha. Terdapat juga sebesar 15.1% partisipan yang mengisi memiliki pekerjaan selain ketiga pekerjaan diatas, namun umumnya mereka adalah ibu rumah tangga.
Gambaran Variabel-variabel Penelitian Pada hasil pengukuran consumer ethnocentrism rata-rata skor yang diperoleh adalah 74.62 (SD = 18.596), dengan rentang skor yang didapat berkisar di antara 15105. Sementara rata-rata skor COO Stereotype yang diperoleh adalah 71.92 (SD = 17.559), dengan rentang skor yang didapat berkisar di antara 16-112. Selain itu, dari perhitungan mean kedua dimensi COO stereotype ditemukan bahwa dimensi persepsi umum terhadap sebuah negara memiliki mean yang lebih tinggi (37.44) dibandingkan dengan dimensi evaluasi pada produk yang diproduksi di sebuah negara. Terakhir, ratarata skor intensi membeli MOBNAS yang diperoleh adalah 23.44 (SD = 5.432) dengan rentang skor yang didapat berkisar di antara 5-35.
Pengujian Reliabilitas dan Validitas Alat Ukur
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
Alat ukur pada penelitian ini akan dinilai reliabel ketika memiliki koefisien reliabilitas minimal 0.7 berdasarkan pendapat Kaplan dan Sacuzzo (2005) dan ítemitemnya akan dinilai valid ketika pada penghitungan internal consistency memiliki nilai validitas diatas 0.2 (Anastasi & Urbina, 1997). Berdasarkan analisa, skala consumer ethnocentrism mendapatkan koefisien alpha sebesar 0.949. Validitas untuk item-item pada skala consumer ethnocentrism ditemukan berada pada kisaran 0.473 hingga 0.871. sementara pada analisa alat ukur country of origin stereotype, dimensi persepsi umum terhadap negara dan evaluasi pada produk otomotif yang dibuat di sebuah negara masing-masing memiliki koefisien alpha sebesar 0.921 dan 0.954. Validitas untuk kedua dimensi itu secara berturut-turut berkisar antara 0.653 hingga 0.809 dan 0.658 hingga 0.886. Terakhir, skala intensi membeli mendapatkan koefisien alpha sebesar 0.828. Validitas untuk item-item pada skala consumer ethnocentrism ditemukan berada pada kisaran 0.527 hingga 0.754. Berdasarkan uraian di atas maka dijelaskan bahwa ketiga alat ukur memiliki nilai validitas dan reliabilitas yang memuaskan.
Hasil Korelasi utama Untuk menguji hubungan antara consumer ethnocentrism dengan intensi membeli pada produk MOBNAS, peneliti melakukan pengolahan data melalui teknik korelasi pearson dengan
perhitungan two tailed. Tabel 1 menunjukkan hasil
perhitungan korelasi antara kedua variabel. Tabel 1 Korelasi Consumer Ethnocentrism dan Intensi Membeli Mobil Nasional (MOBNAS) Hubungan
antara
Ethnocentrism
&
Intensi
Consumer Membeli Mean
r
p
.456*
.000
Mobil Nasional (MOBNAS) Consumer Ethnocentrism
74.62
Intensi Membeli MOBNAS
23.44
* Correlation is significant at the 0.01 (2-tailed)
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
Data di atas menunjukkan bahwa korelasi di antara consumer ethnocentrism dan intensi membeli MOBNAS adalah sebesar 0.456, signifikan pada level of significance (l.o.s.) 0.01 (r = 0.456, p = 0.000 <0.01). ini berarti bahwa kedua variabel tersebut secara signifikan berhubungan positif. Dengan demikian Ha1 diterima dan Ho1 ditolak.
Perhitungan korelasi yang sama juga dilakukan antara COO Stereotype dan intensi membeli MOBNAS yang mana ditunjukkan pada tabel 2 berikut ini.
Tabel 2 Korelasi Country of Origin (COO) Stereotype dengan intensi membeli Mobil Nasional (MOBNAS) Hubungan antara Country of Origin (COO) Stereotype & Intensi Membeli
Mean
R
p
.440*
.000
Mobil Nasional (MOBNAS) COO Stereotype
71.92
Intensi Membeli MOBNAS
23.44
* Correlation is significant at the 0.01 (2-tailed)
Tabel diatas menunjukkan bahwa korelasi di antara country of origin dan intensi membeli adalah sebesar 0.440, signifikan pada level of significance (l.o.s.) 0.01 (r = .440, p = .000 <0.01). ini berarti bahwa kedua variabel tersebut secara signifikan berhubungan positif. Dengan demikian Ha2 diterima dan Ho2 ditolak.
Hasil Korelasi Tambahan Untuk lebih mengenali mengenai stereotype COO, peneliti melakukan analisa korelasi melalui teknik korelasi Pearson dengan perhitungan two tailed pada satu dimensi COO Stereotype dengan dimensi yang lainnya.
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
Tabel 3 Korelasi antardimensi Country of Origin Stereotype Hubungan
antaradimensi
Country
of
Origin (COO) Stereotype Dimensi
persepsi
umum
Mean
R
p
.809*
.000
terhadap 37.44
sebuah negara Dimensi evaluasi umum pada produk 34.47 otomotif yang dibuat di sebuah negara * Correlation is significant at the 0.01 (2-tailed)
Dari tabel 4.8 dapat kita lihat bahwa kedua dimensi, yaitu dimensi persepsi umum terhadap sebuah negara dan dimensi evaluasi secara umum pada produk otomotif yang dibuat di negara tersebut, memiliki nilai korelasi sebesar 0.809, signifikan pada level of significance (l.o.s.) 0.01. sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua dimensi berkorelasi positif dan signifikan dengan satu sama lain. Peneliti juga melakukan analisa melalui teknik korelasi Pearson dengan perhitungan two tailed pada kedua dimensi COO dan skor intensi membeli MOBNAS. Analisis ini dilakukan untuk menjelaskan lebih dalam mengenai hubungan antara masing-masing dimensi COO Stereotype dan intensi membeli MOBNAS. Hasil perhitungan ini dapat dijabarkan pada tabel 4.
Tabel 4 Korelasi Kedua Dimensi Country of Origin Stereotype dan Intensi Membeli Mobil Nasional (MOBNAS) Intensi Membeli MOBNAS
Dimensi
persepsi
umum
terhadap
sebuah negara Dimensi evaluasi umum pada produk otomotif yang dibuat di sebuah negara
r
p
0.412*
.000
0.426*
.000
* Correlation is significant at the 0.01 (2-tailed)
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa kedua dimensi, yaitu dimensi persepsi umum terhadap sebuah negara dan dimensi evaluasi secara umum pada produk otomotif yang dibuat di negara tersebut, berturut-turut memiliki nilai korelasi sebesar 0.412 dan 0.426, signifikan pada level of significance (l.o.s.) 0.01. sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua dimensi berkorelasi positif dan signifikan dengan intensi membeli MOBNAS. Selain itu diantara keduanya, dimensi evaluasi secara umum pada produk otomotif yang dibuat di Indonesia adalah yang memiliki korelasi yang paling besar walaupun perbedaannya tidak jauh.
KESIMPULAN Hasil pengolahan data yang telah dijelaskan menunjukkan bahwa consumer ethnocentrism dan intensi membeli mobil nasional secara signifikan berhubungan positif. Sehingga, hasil pada penelitian ini adalah Ha1 diterima dan Ho1 ditolak. Hal ini berarti, terdapat hubungan yang signifikan antara Consumer ethnocentrism dan Purchase Intention Mobil Nasional. Oleh karena itu disimpulkan bahwa tingkat consumer ethnocentrism pada responden dapat berbanding lurus atau berbanding terbalik dengan intensi mereka untuk membeli produk Mobil Nasional. Sementara hubungan positif yang ditemukan diantara kedua variabel mengindikasikan adanya nilai yang berbanding lurus pada keduanya. Sementara pada analisa data country of origin stereotype juga menemukan hasil yang serupa, dimana ditemukan country of origin stereotype dan purchase intention secara signifikan berhubungan positif. Sehingga, hasil pada penelitian ini adalah Ha2 diterima dan Ho2 ditolak. Hal ini berarti, terdapat hubungan yang signifikan antara country of origin stereotype dan intensi membeli mobil nasional. Oleh karena itu disimpulkan bahwa tingkat country of origin stereotype pada responden dapat berbanding lurus atau berbanding terbalik dengan intensi mereka untuk membeli produk Mobil Nasional. Sementara hubungan positif yang ditemukan diantara kedua variabel mengindikasikan adanya nilai yang berbanding lurus pada keduanya. Analisa korelasi antar dimensi country of origin stereotype menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan di antara keduanya. Hasil ini menunjukkan bahwa
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
persepsi umum partisipan terhadap negara Republik Indonesia berhubungan positif dengan evaluasi mereka terhadap produk otomotif yang diproduksi di negara tersebut. Sementara dari perhitungan mean kedua dimensi ditemukan bahwa secara rata-rata, persepsi umum partisipan terhadap negara republik indonesia lebih baik jika dibandingkan dengan evaluasi mereka terhadap produk otomotif yang diproduksi di negara tersebut. Selanjutnya, dari hasil analisa korelasi pada kedua dimensi country of origin stereotype dengan intensi membeli mobil nasional ditemukan bahwa kedua dimensi tersebut secara signifikan berkorelasi positif dengan intensi membeli mobil nasional. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa kedua dimensi memiliki hubungan yang positif dengan intensi membeli mobil nasional. Sementara berdasarkan hasil perbandingan besarnya nilai korelasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi partisipan terhadap produk otomotif yang diproduksi di negara Republik Indonesia memiliki hubungan positif yang lebih besar dengan intensi membeli mobil nasional jika dibandingkan pada hubungan variabel tersebut dengan persepsi umum partisipan terhadap negeri tersebut. Namun perbedaan nilai korelasi ini dapat dikatakan tidak besar.
Diskusi Diskusi Hasil Utama Penelitian Analisa dari data 106 sampel yang terkumpul pada penelitian ini menunjukkan bahwa consumer ethnocentrism dan country of origin stereotype secara signifikan berhubungan positif dengan intensi membeli mobil nasional, sehingga penelitian ini mendukung asumsi peneliti dan berbagai sumber literatur terkait yang mendasari penelitian ini. Menurut Sharma dan Shimp (1995), konsekuensi dari consumer ethnocentrism termasuk diantaranya adalah penilaian positif yang berlebihan terhadap produk, obligasi moral untuk membeli produk domestik, dan preferensi terhadap produk domestik. Hal ini senada dengan kesimpulan dari Watson dan Wright, (2000) terkait consumer ethnocentrism yang mengatakan bahwa konsumen dengan ethnocentrisme yang tinggi akan menunjukkan preferensi yang lebih besar terhadap produk-produk buatan lokal dalam keputusan pembelian dimana tersedia alternatif dalam negeri. Selain itu, Liu dkk
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
(2007) mengatakan bahwa efek dari consumer ethnocentrism lebih berpengaruh terhadap produk yang high involvement seperti mobil dibandingkan terhadap produk yang low involvement seperti pasta gigi. Pengaruh country of origin (COO) dijelaskan oleh Cateora dan Graham (2007) dalam konsep Country of Origin Effect (COE) yang didefinisikan sebagai pengaruh apapun dari informasi COO (yaitu informasi dari Negara mana sebuah produk berasal, contohnya dalam label “made in”) terhadap persepsi positif atau negatif pada konsumen terhadap produk. COE juga dinyatakan sebagai sebuah penghalang yang tak berwujud bagi sebuah produk dalam memasuki pasar baru, yang mana penghalang ini berupa stereotype negatif calon konsumen terhadap produk impor (Wang & Lamb, 1983). Johansson dan Thoreli (1985), mendefinisikan stereotip berdasarkan negara asal sebuah produk (country of origin stereotype) sebagai stereotype dan preferensi yang dimiliki orang-orang dalam sebuah Negara (atau kelompok spesifik) terhadap produk dari negara yang lain. COO lebih lanjut dilaporkan telah digunakan oleh konsumen sebagai acuan pertama dan utama dalam melakukan evaluasi terhadap produk baru, dengan pertimbangan minim diberikan kepada atribut lain yang terkait dengan produk yang dievaluasi (Maheswaran, 1994). Selain itu temuan dalam berbagai literatur juga mengusulkan bahwa country of origin secara umum memiliki pengaruh yang signifikan terhadap evaluasi dari produk mobil (Han, 1989; Han & Terpstra, 1988; Johansson & Nebenzahl, 1987). Dari diskusi diatas dapat disimpulkan bahwa consumer ethnocentrism adalah variabel yang sesuai untuk mengidentifikasi segmen konsumen dengan preferensi terhadap produk buatan dalam negeri ketimbang produk impor/asing dan consumer ethnocentrism juga ditemukan berhubungan positif dengan intensi membeli mobil nasional. Selain itu juga disimpulkan bahwa country of origin stereotype memang memiliki hubungan positif dengan intensi membeli produk yang berasal dari negara Republik Indonesia, yang mana dalam penelitian ini adalah produk mobil nasional.
Diskusi Tambahan Ditemukannya hubungan yang positif antara kedua dimensi country of origin stereotype sejalan dengan hasil penelitian Häubl (1996) yang menemukan adanya
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
pengaruh yang signifikan dari persepsi umum konsumen pada sebuah negara terhadap evaluasi mereka pada produk otomotif yang diproduksi di negara tersebut. Sementara perbandingan antara mean dari kedua dimensi menunjukkan bahwa secara rata-rata, persepsi partisipan terhadap negara republik Indonesia lebih baik ketimbang evaluasi mereka terhadap produk otomotif yang diproduksi di negara tersebut. Kedua temuan diatas menjadi penting jika digabungkan dengan hasil temuan pada analisa hubungan kedua dimensi tersebut dengan intensi membeli mobil nasional yang mengatakan bahwa evaluasi partisipan terhadap produk otomotif yang diproduksi di negara Republik Indonesia memiliki hubungan positif yang lebih besar dengan intensi membeli mobil nasional jika dibandingkan oleh hubungan variabel tersebut dengan persepsi umum partisipan terhadap negeri tersebut. Sehingga secara keseluruhan dapat disimpulkan oleh peneliti bahwa walau partisipan memiliki pandangan yang lebih baik terhadap negara republik indonesia dibandingkan dengan pandangan mereka yang ditujukan kepada produk otomotif yang diproduksi di negara tersebut. Namun evaluasi mereka terhadap produk otomotif yang diproduksi di negara tersebut memiliki hubungan positif yang lebih besar dengan intensi membeli mobil nasional. Sementara ditemukannya hubungan positif antar kedua dimensi dan juga penemuan Häubl (1996), mendorong peneliti untuk menyimpulkan bahwa pandangan yang lebih baik terhadap negara Republik Indonesia dapat mengakibatkan bertambah baiknya pandagan terhadap produk otomotif yang diproduksi di negara tersebut.
SARAN Saran Teoritis dan Metodologis Berdasarkan diskusi penelitian dapat disimpulkan diperlukannya penelitianpenelitian lanjutan terkait dengan hasil penelitian ini. Dua tema yang dapat diusulkan oleh peneliti adalah mengenai interaksi untuk country of origin stereotype dengan berbagai kategori produk dan mengenai hubungan atau pengaruh dari brand image terkait dengan intensi membeli mobil nasional. Terkait secara khusus dengan consumer ethnocentrism, peneliti mengusulkan tema penelitian dinamika hubungan konstruk-konstruk lainnya yang berkorelasi dengan
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
consumer ethnocentrism terkait dengan pembelian produk dalam negeri. Terkait secara khusus dengan country of origin stereotype, peneliti mengusulkan memperluas lingkup penelitian terkait dengan country of origin stereotype melalui penggunaan metodemetode pengukuran lainnya dalam penelitian selanjutnya. Peneliti juga mensarankan adalah mengkaji lebih mendalam mengenai interaksi country of origin stereotype dengan
masing-masing
kategori
produk
di
negara
indonesia.
Selain
itu,
mempertimbangkan tingginya nilai korelasi antara kedua dimensi country of origin pada data pengukuran dalam penelitian ini, peneliti memiliki asumsi bahwa penggunaan salah satu dimensi dapat dinilai sudah cukup mewakili kedua dimensi dalam pengukuran country of origin stereotype. Terkait dengan mobil nasional, pada penelitian selanjutnya mengenai tema ini peneliti menyarankan untuk memberikan definisi yang jelas dari mobil nasional. Hal ini agar para responden memiliki gambaran yang relatif sama mengenai apa itu mobil nasional dan memberikan respon yang sesuai berdasarkan gambaran tersebut. Peneliti juga mengusulkan pengumpulan sampel yang lebih besar pada penelitian consumer ethnocentrism dan country of origin selanjutnya sehingga didapat hasil penelitian dapat digeneralisasikan dengan lebih baik, yang mana mampu mendukung hasil dari penelitian ini.
Saran Praktis Dari diskusi diatas dapat disimpulkan bahwa consumer ethnocentrism adalah konstruk yang sesuai untuk mengidentifikasi segmen konsumen dengan preferensi terhadap produk buatan dalam negeri ketimbang produk impor/asing dan consumer ethnocentrism ditemukan memang berhubungan positif dengan intensi membeli mobil nasional. Selain itu juga disimpulkan bahwa country of origin stereotype memang memiliki hubungan positif dengan intensi membeli produk yang berasal dari negara Republik Indonesia, yang mana dalam penelitian ini adalah produk mobil nasional. Berangkat dari kesimpulan diskusi tersebut, peneliti menyarankan penggunaan pendekatan pemasaran yang menarik bagi konsumen yang etnosentris dalam pemasaran mobil nasional pada konsumen indonesia. Peneliti juga menyarankan pemerintah dan para produsen mobil nasional untuk memberikan pertimbangan pada pengaruh country of origin pada penjualan mobil nasional dan terutama pada usaha
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
peningkatan penilaian konsumen indonesia terhadap negaranya dan produk-produk yang dihasilkan di negara tersebut.
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
DAFTAR REFERENSI
Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human Decision Process, 50, 179-211. Anastasi, A., Urbina, S. (1997). Psychological testing (7th ed.). New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Bilkey, W. J., & Nes, E. (1982). Country-of-origin effects on product evaluations. Journal of International Business Studies, Vol. 8, hal. 89-99. Cateora, P.R., & Graham, J. L. (2007). International Marketing, 13th edition. New York: McGraw-Hill. Chang, D.R., & Kim, I-T. (1995). A study on the rating of import sources for industrial products in a newly industrializing country: the case of South Korea. Journal of Business Research, Vol.32, hal. 31-39. Chao, P. (1993). Partitioning country of origin effects: consumer evaluations of a hybrid product. Journal of International Business Studies, Vol. 24 No. 2, hal. 291-306. Cordell, V.V. (1992). Effects of consumer preferences for foreign sourced products. Journal of International Business Studies, Vol. 23 No. 2, hal. 251-69. Darling, J.R., & Wood, V.R. (1990). A longitudinal study comparing perceptions of US and Japanese consumer products in a third neutral country: Finland 1975 to 1985. Journal of International Business Studies, Vol. 3, hal. 427-450. Fandos., & Flavian (2006). Intrinsic and extrinsic quality attributes, loyalty and buying intention: an analysis for a PDO product. British food journal, 108(8). Fishbein, M., & Ajzen, I. (1975). Belief, Attitude, Intention and Behavior: An Introduction to Theory and Research. Addison-Wesley Publishing Company, MA. Gravetter, F., & Forzano, L. (2009). Research methods of the behavioral sciences (3rd ed.). California: Wadsworth Cengage Learning. Hamin., & Elliott, G. (2006). A less-developed country perspective of consumer ethnocentrism and “country of origin” effects: Indonesian evidence. Asia Pacific Journal of Marketing and Logistics; 2006; 18, 2. Han, C.M., & Terpstra, V. (1988). Country-of-Origin Effects for Uni-National and Bi-National Products. Journal of International Business Studies, Vol.16 , hal. 235-256.
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
Han, C. M. (1990). Testing the Role of Country Image in Consumer Choice Behavior. European Journal of Marketing, Vol. 24, hal. 24-40. Häubl, G. (1996). A cross-national investigation of the effects of country of origin and brand name on the evaluation of a new car. International Marketing Review, Vol. 3, No. 5, hal. 76-97. Hong, S.T., & Wyer, R.S. Jr. (1989). Effects of country-of-origin and product-attribute information on product evaluation: an information processing perspective. Journal of Consumer Research, Vol. 16, hal. 175-87. Hong, S.T., & Wyer, R.S. Jr. (1990). Determinants of product evaluation: effects of the timeinterval between knowledge of a product’s country of origin and information about its specific attributes. Journal of Consumer Research, Vol. 17, hal. 277-288. Howard, D.G. (1989). Understanding how American consumers formulate their attitudes about foreign products. Journal of International Consumer Marketing, Vol. 2 No. 2, hal. 7-24. Johansson, J.K., & Thorelli, H.B. (1985). International product positioning. Journal of International Business Studies, Fall 1985, hal. 57-75. Johansson, J.K., Douglas, S.P., & Nonaka, I. (1985). Assessing the impact of country of origin on product evaluations: a new methodological perspective. Journal of Marketing Research, Vol. 22, November, hal. 388-396. Johansson, J.K., & Nebenzahl, I.D. (1987). Country-of-origin, social norms and behavioral intentions. Advances in International Marketing, Vol. 2, hal. 65-79. Kaplan, R., & Sacuzzo, D. (2005). Psychological testing: principles, applications, and issues (6th ed.). California: Thomsom Wadsworth. Kotabe, M., & Helsen, K. (2007). Global Marketing Management, 4th edition. USA: John Wiley and sons, Inc. Lee, D., & Schaninger, C. 1996. Country of production/assembly as a new country image construct: a conceptual application to global transplant decision. Advances in International M a r k e t i n g, Vol. 7 , hal. 2 3 3 - 2 5 4 Lin, L., & Sternquist, B. (1994). Taiwanese consumers perception of product information cues. European journal of marketing, Vol. 28, hal. 5-18. Liu, F., Murphy, J., Liu. J., & Li, X. (2007). English and Chinese? The role of consumer ethnocentrism and country of origin in Chinese attitudes towards store signs. Australasian Marketing Journal, Vol. 14 No. 2, hal. 5- 10.
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013
Maheswaran, D. (1994). Country of origin as a stereotype: Effects of con-sumer expertise and attribute strength on product evaluations. Journal of Consumer Research, Vol. 21, hal. 354-365. Nagashima, A. (1970). A comparison of Japanese and American attitudes toward foreign products. Journal of marketing, vol. 34, January, hal. 68-74. Pavlou, P. A. (2003). Consumer Acceptance of Electronic Commerce—Integrating Trust and Risk with the Technology Acceptance Model. International Journal of Electronic Commerce, 73, 69–103. Roth, M.S., & Romeo, J.B. (1992). Matching product category and country image perceptions: a framework for managing country-of-origin effects. Journal of International Business Studies, Vol. 23, Fall, hal. 477-497. Salehudin, I. (2012). Perceived purchase risk in the technological goods purchase context: an instrument development and validation. International journal of research in commerce, IT, & Management, Vol. 2. Schaefer, A. (1997). Consumer knowledge and country of origin effects. European Journal of Marketing, Vol. 31, January, hal. 56-72. Schiffman, L. G., & Kanuk, L. L. (2009). Consumer Behaviour, 9th Edition. Prentice Hall, London. Shimp, T. A., & Sharma, S. (1987) Consumer Ethnocentrism: construction and validation of the CETSCALE. Journal of Marketing Research 24(August), hal. 280-289. Sharma, S., Shimp, Terence A., & Shin J. (1995). Consumer ethnocentrism: A test of antecedents and moderators. Journal of the Academy of Marketing Science, 23 (1), 26-37. Tse, D.K., & Gorn, G.J. (1993). An experiment on the salience of country-of-origin in the era of global brands. Journal of International Marketing, Vol. 1 No. 1, pp. 57-76. Wang, C-K., & Lamb, C.W. (1983). The Impact of Selected Environmental Forces Upon Consumers' Willingness to Buy Foreign Products. Journal of the Academy of Marketing Science, (Winter), hal. 71-83. Watson, J.J., & Wright, K. (1999) Consumer ethnocentrism and attitudes toward domestic and foreign products. European Journal of Marketing, Vol. 34 No. 9/19, pp. 1149-1166. Wu, Paul. C. S., Yeh, Gary Yeong-Yuh., & Hsiao, Chieh-Ru. (2011). The effect of store images and service quality on bran image and purchase intention for private label brand. Australian Marketing Journal 19: 30-39.
Hubungan consumer...Umar Perkasa, FPsi-UI, 2013