perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN BODY MASS INDEX DENGAN RISIKO KEJADIAN INFERTILITAS PADA PEREMPUAN
SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
FEMI DWI ALDINI G0008096
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 to user commit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Femi Dwi Aldini, G0008096, 2012, The Correlation between Body Mass Index and The Incidence of Infertility among Women. Objective: The purpose of this research is to find out the correlation between Body Mass Index and the incidence of infertility among women. Methode: This research is an observational analytic using cross sectional approach and primary data. Subjects of this research are 57 married women, age from 23 until 36 years old. The subjects have marital period at least a year, have not been using any kind of contraception within a year, have body mass index value at least 18.5, and their husband have normozoospermia. The data was collected by measuring anthropometry to get body mass index value, and by doing structural interview. The data was then analyzed by using chi square test to see the different between fertil women group and the infertil one, and to compare between women have normal and overweight body mass index to effect infertility. Results: The results of chi square test shows an unsignificant correlation (p = 0.683) between age and BMI value. There are also not a significant correlation between age and menstrual cycle (p = 0.538), between BMI value and menstrual cycle (p = 0.873), between menstrual cycle and fertility (p= 0.182), and between BMI value and fertility (p= 0,160). But, age shows a significant correlation with fertility (p = 0,002). Conclusion: There is not correlation between BMI value and infertility. Key words : Body Mass Index, Menstrual Cycle, Infertility
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Femi Dwi Aldini, G0008096, 2012, Hubungan Body Mass Index dengan Risiko Kejadian Infertilitas pada Perempuan. Tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara Body Mass Index dengan risiko kejadian infertilitas pada perempuan. Metode penelitian. Desain penelitian menggunakan analitik observasional dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan data primer. Subjek penelitian ini adalah 57 orang perempuan menikah berusia 23-36 tahun, dengan usia pernikahan minimal satu tahun, tidak sedang menggunakan alat kontrasepsi dalam 1 tahun terakhir, memiliki nilai BMI minimal 18,5, serta memiliki pasangan (suami) dengan normozoospermia. Pengumpulan data melalui pengukuran antropometri untuk mendapatkan data nilai body mass index (BMI), dan wawancara terstruktur. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji chi square untuk melihat beda antara perempuan fertil dan infertil, dan membandingkannya antara BMI normal dan lebih/overweight. Hasil penelitian. Hasil uji chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p = 0.683) antara umur dan nilai BMI perempuan, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p = 0.538) antara umur dan keteraturan siklus haid pada perempuan, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p = 0.873) antara BMI dan keteraturan siklus haid pada perempuan, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p= 0.182) antara keteraturan siklus haid dan fertilitas pada perempuan, serta tidak ada hubungan yang signifikan antara nilai BMI dan fertilitas pada perempuan (p= 0,160). Akan tetapi, terdapat hubungan yang sangat signifikan (p = 0,002) antara umur dan fertilitas pada perempuan Simpulan penelitian. Tidak terdapat hubungan antara nilai BMI dan infertilitas. Kata kunci: Body Mass Index, Siklus Haid, Infertilitas
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, anugerah, dan karunia-Nya sehingga Skripsi dengan judul “Hubungan Body Mass Index dengan Risiko Kejadian Infertilitas pada Perempuan” ini dapat diselesaikan sesuai yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara Body Mass Index dengan risiko kejadian infertilitas pada perempuan, terutama pada BMI lebih (overweight). Hal ini penting diketahui sebab berhubungan dengan pencegahan kejadian infertilitas dengan menjaga status gizi yang dapat diukur melalui berat badan dan indikator keteraturan siklus haid. Skripsi ini memuat hasil penelitian, analisis data dan pembahasan tentang hubungan infertilitas dengan beberapa faktor yaitu umur, keteraturan siklus haid dan nilai Body Mass Index. Dalam proses penelitian ini penulis mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran dari pihak-pihak yang mendukung terselenggaranya penelitian dan pelaporan ini. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Allah SWT, kekasih yang Maha Agung dan Bijaksana. Sujud syukur hamba dalam sajadah hidupku atas skenario indah-Nya, atas pertolongan dan kemudahan yang Allah curahkan untukku, terutama ketika semangat ini melemah dan rapuh.
2.
Rosulullah dan tauladan perjuanganku, Muhammad SAW yang senantiasa menjadi motivator terbesar dalam setiap keindahan akhlakmu untuk mengajarkan kepadaku bahwa hidup ini begitu mempesona.
3.
Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR FINASIM selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4.
Ibu Muthmainah, dr., M.Kes, selaku ketua tim skripsi beserta tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5.
Ibu Eriana Melinawati, dr., Sp.OG (K), selaku pembimbing utama yang telah memberikan kontribusi yang sangat besar kepada penulis dalam penyelesaian setiap lembar skripsi ini. Terima kasih atas kesabaran dan banyak waktu yang telah diluangkan di tengah kesibukan Ibu untuk memberikan bimbingan, masukan, perbaikan dan motivasi kepada penulis.
6.
Bapak Widardo, Drs., M.Sc, selaku pembimbing pendamping yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, perbaikan dan motivasi bagi penulis.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
7.
digilib.uns.ac.id
Bapak Dr. Supriyadi Hari, dr., Sp.OG, selaku penguji utama yang telah memberikan nasehat, dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
8.
Bapak Hari Purnomo Sidik, dr., MMR, selaku anggota penguji yang telah memberikan bimbingan, nasehat dan saran demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
9.
Kepala SMF. OBSGIN RSUD Dr. Moewardi, beserta seluruh staff terkait yang telah membantu terlaksananya penelitian dan penyusunan skripsi ini.
10. Kepala Klinik Indriya Ratna RSUD Dr. Moewardi beserta seluruh paramedis dan staff yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan dalam pengambilan sampel penelitian. 11. Kedua Orang Tua penulis yang tercinta, Ibunda Sueryani dan Ayahanda KA. Cholil, serta Kakakku tersayang, Nina Fadilla. Terima kasih yang tiada terhingga atas segala kasih sayang, doa restu, dukungan baik material, moral, maupun spiritual, serta pengorbanan yang telah diberikan untuk penulis. 12. Semua sahabat terbaikku yang telah membantu dan menemani dalam berjuang, teman-teman mahasiswa Pendidikan Dokter Angkatan 2008 yang menemani serta selalu memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis dalam suka maupun duka. 13. Ibu Sunengsih, serta semua pihak lainnya yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun sangat berarti dalam terselesaikannya Skripsi ini. Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna disebabkan oleh keterbatasan yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menjadi perbaikan di masa yang akan datang. Demikian Skripsi ini penulis buat, semoga dapat memperkaya khasanah kajian ilmu kedokteran dan bermanfaat bagi kalangan civitas akademika.
Surakarta, 2 Januari 2012
Femi Dwi Aldini
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..........................................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................................
iii
ABSTRAK .......................................................................................................................... iv-v PRAKATA..........................................................................................................................
vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
viii
DAFTAR TABEL...............................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................................
xi
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................
1
B. Perumusan Masalah .........................................................................................
4
C. Tujuan Penelitian .............................................................................................
4
D. Manfaat Penelitian ...........................................................................................
4
BAB II. LANDASAN TEORI ...........................................................................................
5
A. Tinjauan Pustaka .............................................................................................
5
1. Status Gizi .....................................................................................................
5
2. Body Mass Index (BMI)....... .........................................................................
9
3. Siklus Haid dan Ovulasi.................................................................................
11
4. Infertilitas ......................................................................................................
15
5. Hubungan Status Gizi dan Infertilitas ...........................................................
26
B. Kerangka Berpikir ...........................................................................................
31
C. Hipotesis ..........................................................................................................
31
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III. METODE PENELITIAN ....................................................................................
32
A. Jenis Penelitian............................................................................... .............
32
B. Lokasi Penelitian............................................................................ .............
32
C. Subjek Penelitian ........................................................................................
32
D. Teknik Sampling ........................................................................................
33
E.
Rancangan Penelitian .................................................................................
33
F.
Identifikasi Variabel Penelitian ..................................................................
34
G. Definisi Operasional Variabel Penelitian ...................................................
34
H. Alat dan Bahan Penelitian...........................................................................
37
I.
Cara Kerja ..................................................................................................
37
J.
Teknik Analisis Data ..................................................................................
38
BAB IV. HASIL PENELITIAN .........................................................................................
39
A. Deskripsi Sampel ...........................................................................................
39
B. Hubungan Antar Variabel................................................................ ..... ........
40
BAB V. PEMBAHASAN ..................................................................................................
44
A. Karakteristik Sampel dan Variabel Luar Penelitian ......................................
44
B. Hubungan Body Mass Index dengan Infertilitas................................... ........
48
C. Keterbatasan Penelitian..................................................................................
50
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN ...............................................................................
52
A. Simpulan ........................................................................................................
52
B. Saran ..............................................................................................................
52
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................
53
LAMPIRAN
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Klasifikasi BMI Wilayah Asia Pasifik………………………………......
11
Tabel 2.2
Peluang Hamil setelah Tahun Pertama…………………………………..
18
Tabel 4.1
Karakteristik Sampel (data kategorikal)…………………………………
39
Tabel 4.2
Karakteristik Sampel (data numerik)…….………………………………
40
Tabel 4.3
Hubungan antara Umur dan BMI………………………………………..
40
Tabel 4.4
Hubungan antara Umur dan Keteraturan Siklus Haid …………………..
41
Tabel 4.5
Hubungan antara BMI dan Keteraturan Siklus Haid………………...…..
41
Tabel 4.6
Hubungan antara Umur dan Fertilitas…………………………….……..
42
Tabel 4.7
Hubungan antara Keteraturan Siklus Haid dan Fertilitas………………..
42
Tabel 4.8
Hubungan antara BMI dan Fertilitas.….….……………………………..
43
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
hal Gambar 2.1 Level Perubahan Hormon selama Siklus Menstruasi………………...
13
Gambar 2.2 Grafik Hubungan Faktor Umur dalam mempengaruhi Fertilitas……..
17
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Tujuan dilaksanakan pernikahan oleh pasangan suami istri adalah membentuk keluarga bahagia, yang erat kaitannya dengan pengembangan keturunan atau generasinya. Kehadiran anak sangat bernilai baik dari segi ekonomi, pendidikan, sosial, psikologis, dan agama. Pasangan yang infertil dipertimbangkan dalam kondisi krisis mayor karena terancam gagal dalam mencapai tujuan utama kehidupan pernikahan, serta menimbulkan reaksi stress yang disebut dengan stress infertilitas (Hidayah, 2007). Infertilitas bagi pasangan suami istri dapat berdampak positif maupun negatif. Positifnya, pasangan akan saling mendorong dan mengeratkan hubungan karena timbulnya rasa saling membutuhkan untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang dialami. Namun, sebagian besar pasangan akan berdampak negatif berupa pertengkaran, saling menyalahkan, menurunkan kualitas hubungan interpersonal, dan menimbulkan perceraian. Apabila harapan untuk memiliki anak tidak dapat terwujud secara terus menerus, dengan tidak adanya kehadiran anak, pasangan suami istri merasa cemas, gelisah, takut dan depresi (Prasetyono, 2007). Selain masalah psikologis, juga berdampak negatif pada finansial, fisik dan lainnya (Malpani, 2004). Infertilitas adalah suatu keadaan dimana pasangan suami istri belum mendapatkan keturunan dalam kurun waktu satu tahun atau lebih walaupun commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
pasangan tersebut telah melakukan hubungan seksual secara teratur dan tanpa menggunakan alat kontrasepsi (Aronson, 2001, dalam Nurfita, 2007). Kejadian perempuan infertil di Indonesia adalah 15% pada usia 30-34 tahun, 30% pada usia 35-39 tahun, dan 55% pada usia 40-44 tahun. Hasil survei gagalnya kehamilan pada pasangan yang sudah menikah selama 12 bulan, 40% disebabkan infertilitas pada pria, 40% karena infertilitas pada perempuan, dan 10% dari pria dan perempuan, 10% tidak diketahui penyebabnya. Pasangan usia subur (PUS) yang menderita infertilitas sebanyak 524 (5,1%) PUS dari 10205 PUS (Syamsiyah, 2009). Statistik mengatakan infertilitas diderita oleh 15% pasangan (terdapat 1 pasangan infertil setiap 7 pasangan). Berdasarkan data statistik BKKBN di Jawa Tengah terdapat masalah infertil sebesar 5,5%. Dalam penelitian lain, sekitar satu dari 10 pasangan suami istri usia subur tidak bisa memperoleh keturunan. Hingga akhir tahun 2009 tercatat sekitar 1,5 atau 2 juta pasangan mengalami masalah gangguan kesuburan atau infertilitas dari total pasangan usia subur di Indonesia yang mencapai 15 juta. Berdasarkan sensus penduduk di Indonesia, diperoleh angka ketidaksuburan suami istri yang berkisar 12-25 persen. Jadi, sekitar 1 dari 10 pasangan suami istri usia subur tidak bisa memperoleh keturunan (Wiweko, 2010). Fertilitas atau kesuburan seseorang selain dipengaruhi oleh genetik, keturunan, dan usia, juga dipengaruhi oleh status gizinya. Faktor gizi sangat penting dalam mendukung kesuburan. Kelebihan berat badan tidak hanya berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kronis (Must, 1999), tapi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
juga menunjukkan peningkatan risiko masalah reproduksi (Catalano, 2007). Beberapa studi menunjukkan bahwa perempuan dengan kelebihan berat badan lebih sering memiliki masalah fertilitas (Jensen, 1999; Bolumar, 2000; Rich-Edwards, 2002; Pasquali, 2006; Gesink, 2007). Perempuan infertil dengan gangguan siklus haid berupa amenorrhea atau oligomenorrhea, 58% mengalami gangguan pola makan. Penelitian menunjukkan bahwa gangguan pola makan dan nutrisi dapat mempengaruhi menstruasi, fertilitas, tambahan berat badan ibu hamil, dan kesehatan janin (Stewart, 1990). Penelitian yang menguji hubungan antara body mass index dan infertilitas menyimpulkan bahwa risiko infertil oleh karena faktor ovulasi terbesar adalah pada perempuan obes, dan juga sedikit meningkat pada perempuan moderat-overweight dan underweight (Grodstein, 1994). Overweight dan obesitas pada awal masa dewasa meningkatkan risiko gangguan menstruasi, hipertensi pada kehamilan dan subfertilitas. BMI pada masa anak memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam kesehatan reproduksi seorang perempuan di masa depannya (Lake, 1997). Berdasarkan hal tersebut, infertilitas merupakan masalah kependudukan yang juga harus menjadi perhatian. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara body mass index dengan faktor risiko kejadian infertilitas pada perempuan. Hal ini diharapkan dapat
mengurangi
prevalensi
perempuan
infertilitas,
terutama
yang
diakibatkan oleh faktor risiko status gizi yang tidak baik, terutama status gizi berlebih (overweight dan obesitas). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
B. Perumusan Masalah Adakah hubungan antara Body Mass Index dengan risiko kejadian infertilitas pada perempuan?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara Body Mass Index dengan risiko kejadian infertilitas pada perempuan.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat: a.
Memberikan informasi ilmiah dalam bidang obstetri ginekologi serta ilmu gizi mengenai hubungan antara status gizi yang dilihat dari Body Mass Index dengan faktor risiko kejadian infertilitas pada perempuan.
b.
Memberikan tambahan informasi ilmiah tentang salah satu faktor yang mempengaruhi fertilitas pada perempuan, yaitu status gizi yang dapat dilihat dari BMI, serta pengaruhnya pada siklus haid.
2. Manfaat praktis a.
Dapat diupayakan pencegahan kejadian infertilitas dengan menjaga berat badan normal.
b. Diharapkan penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1.
Status Gizi a.
Pengertian Status Gizi merupakan ekspresi satu aspek atau lebih dari nutrisi seorang individu dalam suatu variabel (Hadi, 2002). Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa, 2001). Sedangkan menurut Gibson (1990) menyatakan status gizi adalah keadaan tubuh yang merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara zat gizi yang masuk ke dalam tubuh dan utilisasinya.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi 1) Faktor Genetik Status gizi cenderung berlaku dalam keluarga. Ini disebabkan oleh faktor genetik, pola makan keluarga, dan kebiasaan gaya hidup. Walaupun begitu, mempunyai anggota keluarga yang obesitas tidak menjamin sesorang itu juga akan mengalami obesitas (Galletta, 2005).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
2) Faktor Emosional Sebagian masyarakat mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang banyak karena depresi, putus asa, marah, bosan, dan banyak alasan lain yang tidak ada hubungannya dengan rasa lapar. Perasaan seseorang mempengaruhi kebiasaan makan dan membuat seseorang makan terlalu banyak (Galletta, 2005). 3) Faktor Lingkungan Faktor lingkungan yang paling memainkan peranan adalah gaya hidup seseorang. Kebiasaan makan dan aktivitas seseorang dipengaruhi oleh masyarakat sekitarnya (Galletta, 2005). 4) Faktor Jenis Kelamin Secara rata-rata, lelaki mempunyai massa otot yang lebih banyak dari perempuan. Lelaki menggunakan kalori lebih banyak dari perempuan bahkan saat istirahat karena otot membakar kalori lebih banyak berbanding tipe-tipe jaringan yang lain. Dengan demikian, perempuan lebih mudah bertambah berat badan berbanding lelaki dengan asupan kalori yang sama (Galletta, 2005). 5) Faktor Usia Semakin bertambah usia seseorang, mereka cenderung kehilangan massa otot dan mudah terjadi akumulasi lemak tubuh. Kadar metabolisme juga akan menurun menyebabkan kebutuhan kalori yang diperlukan lebih rendah (Galletta, 2005). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
6) Kehamilan Pada perempuan, berat badannya cenderung bertambah 4 – 6 kilogram setelah kehamilan dibandingkan dengan berat sebelum kehamilan. Hal ini bisa terjadi setiap dari kehamilan dan kenaikan berat badan ini mungkin akan menyebabkan obesitas pada perempuan (Galletta, 2005). c.
Penilaian Status Gizi 1) Penilaian secara langsung Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Adapun penilaian dari masing-masing adalah sebagai berikut (Supariasa, 2001): a) Antropometri Secara umum bermakna ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Di
Indonesia,
jenis
antropometri
yang
banyak
digunakan adalah Berat Badan dan Tinggi Badan. Dalam peniliaian status gizi, antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variable lain, seperti berat badan menurut umur (BB/U), panjang badan atau tinggi badan menurut umur (PB/U atau TB/U), berat badan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
menurut tinggi badan (BB/TB) dan lain-lain. Masingmasing indeks antropometri tersebut memiliki baku rujukan atau nilai patokan untuk memperkirakan status gizi seseorang atau masyarakat (Poncorini, 2008) b) Klinis Metode ini, didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. c) Biokimia Pemeriksaan spesimen diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain: urine, tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan otot. d) Biofisik Suatu metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi, khususnya jaringan, dan melihat perubahan struktur jaringan. 2) Penilaian secara tidak langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 yaitu: survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
ekologi (Supariasa, 2001). Adapun uraian dari ketiga hal tersebut adalah: a) Survey konsumsi makanan Adalah suatu metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. b) Statistik vital Adalah dengan cara menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. c) Ekologi Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dll. 2. Body Mass Index (BMI) Body Mass Index atau Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur status gizi pada orang dewasa, menggunakan rumus berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m2) (Sugondo, 2007). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
a.
digilib.uns.ac.id 10
Berat Badan Berat badan merupakan hasil peningkatan / penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh antara tulang, otot, lemak, cairan tubuh. Parameter ini yang paling baik untuk melihat perubahan yang terjadi dalam waktu singkat karena konsumsi makanan dan kondisi kesehatan (Soetjiningsih, 1998). Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain, 2) Mudah diperoleh dan relatif murah harganya, 3) Ketelitian penimbangan maksimum 0,1 kg, 4) Skalanya mudah dibaca.
b. Tinggi Badan Tinggi badan merupakan ukuran antropometrik kedua yang cukup penting. Keistimewaannya bahwa ukuran tinggi badan akan meningkat terus pada waktu pertumbuhan sampai mencapai tinggi yang optimal. Di samping itu tinggi badan dapat dihitung dengan dibandingkan berat badan dan dapat mengesampingkan umur. Body Mass Index (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT), diukur 傘Ǵú̜ƅ 傘̜ ̜m㚸 ̜ ̜ 푈s
melalui rumus: ƅ:mss: 傘̜
̜m㚸 ̜ ̜
(BNF, 2000).
Bila melakukan penilaian BMI, perlu diperhatikan akan adanya
perbedaan individu dan etnik. Wilayah Asia Pasifik pada saat ini telah to user mengusulkan kriteria dancommit klasifikasi BMI sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
Tabel 2.1 Klasifikasi BMI Wilayah Asia Pasifik Klasifikasi Berat badan kurang (underweight) Kisaran Normal Berat badan lebih (overweight)
IMT (kg/m2) <18,5 18,5 – 22,9 > 23,0
·
Berisiko Obes
·
Obes I
25,0-29,9
·
Obes II
> 30,0
23,0 – 24,9
Sumber: WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia Pacific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment (2000)
3.
Siklus Haid dan Ovulasi a.
Siklus Haid Normal Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium. Panjang siklus haid ialah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Panjang siklus haid dipengaruhi usia seseorang, semakin tua usia seorang perempuan, siklus haidnya akan semakin panjang. Panjang siklus haid yang biasa pada manusia ialah 25-32 hari, dan kira-kira 97% perempuan yang berovulasi siklus haidnya berkisar antara 18-42 hari. Jika siklusnya kurang dari 18 hari atau lebih dari 42 hari dan tidak teratur, biasanya siklusnya tidak berovulasi (anovulatoar) (Hanafiah, 2007). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
Lama haid biasanya antara 3-5 hari, ada yang 1-2 hari diikuti darah sedikit-sedikit kemudian, dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada setiap perempuan biasanya lama haid itu tetap (Hanafiah, 2007). Jumlah darah yang keluar rata-rata 33,2 + 16 cc. Pada perempuan yang lebih tua biasanya darah yang keluar lebih banyak. Pada perempuan dengan anemia defisiensi besi jumlah darah haidnya juga lebih banyak. Jumlah darah haid lebih dari 80 cc dianggap patologik (Hanafiah, 2007). Siklus haid normal dapat dibagi menjadi 2 fase, yaitu fase folikuler (saat ovulasi) dan fase luteal. Siklus haid sangat tergantung dari perubahan-perubahan kadar estrogen. Pada permulaan siklus haid, meningkatnya FSH disebabkan oleh menurunnya estrogen pada fase luteal sebelumnya. Berhasilnya perkembangan folikel tanpa terjadinya atresia tergantung pada cukupnya produksi estrogen oleh folikel yang berkembang. Ovulasi terjadi oleh cepatnya estrogen meningkat pada pertengahan siklus yang menyebabkan lonjakan LH. Hidupnya korpus luteum juga tergantung pada kadar minimum LH yang terus menerus. Sehingga, hubungan antara folikel dan hipotalamus bergantung pada fungsi estrogen, yang menyampaikan pesan-pesan berupa umpan balik positif atau negatif. Segala keadaan yang menghambat produksi estrogen dengan sendirinya akan mempengaruhi siklus reproduksi normal (Hanafiah, 2007). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Gambar 2.1 Level Perubahan Hormon selama Siklus Menstruasi
b. Kelainan Siklus Haid Siklus haid seorang perempuan seringkali mencerminkan keadaan organ reproduksinya. Jika siklus tersebut tidak normal, maka kemungkinan ada gangguan di sistem reproduksi (Anonim, 2008). Berikut beberapa kelainan pada menstruasi. 1) Siklus Anovulatorik Siklus anovulatorik hampir selalu terjadi pada 1-2 tahun pertama setelah menarche dan juga sebelum menopause (Ganong, 2002). Kira-kira 97% perempuan yang berovulasi siklus haidnya berkisar antara 18-42 hari. Jika siklusnya kurang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
dari 18 hari atau lebih dari 42 hari dan tidak teratur, biasanya siklusnya tidak berovulasi (anovulatoar) (Hanafiah, 2007). 2) Amenorea Amenorea adalah tidak adanya periode menstruasi selama 3 bulan berturut-turut. Dibedakan menjadi amenorea primer dan sekunder (Anonim, 2010). Amenore primer bila perempuan tidak pernah mendapat haid sama sekali. Penyebabnya adalah kelainan genetik atau anatomi. Beberapa perempuan dengan amenorea primer memiliki payudara kecil dan tanda-tanda kegagalan pematangan seksual (Ganong, 2002). Amenorea sekunder bila perempuan pernah mendapat haid tapi kemudian berhenti. Penyebabnya adalah kurang gizi, metabolisme, tumor, infeksi (Anonim, 2010), penyakit hipotalamus, gangguan hipofisis, penyakit ovarium primer dan berbagai penyakit sistemik (Ganong, 2002). 3) Hipomenorea dan Menoragia Istilah ini masing-masing mengacu pada darah menstruasi yang sedikit (hipomenorea) atau berlebihan (menoragia), pada siklus haid yang teratur (Ganong, 2002). 4) Metroragia Metroragia adalah perdarahan dari uterus yang terjadi di antara periode menstruasi (Ganong, 2002). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
5) Polimenorea dan Oligomenorea Polimenorea adalah siklus haid lebih pendek dari biasanya (kurang dari 18-21 hari siklusnya atau masa bersih tanpa darah haid kurang dari 2 minggu). Secara awam terlihat sebagai haid yang terjadi dua kali atau lebih dalam satu bulan. Banyaknya perdarahan bisa sama atau lebih banyak dari haid normal. Penyebabnya yaitu gangguan hormonal (Anonim, 2010). Oligomenorea adalah siklus haid yang lebih panjang dari 35 hari (Anonim, 2010), 42 hari (Hanafiah, 2007), atau 45 hari (Anonim, 2008). Perdarahan pada oligomenorea biasanya lebih sedikit dari ukuran normal. Penyebabnya antara lain gangguan hormonal, psikologis dan efek penyakit tertentu seperti TBC. 6) Dismenorea Dismenorea
adalah
menstruasi
yang
nyeri.
Keram
menstruasi berat yang terjadi pada perempuan muda sering menghilang setelah kehamilan pertama. Sebagian besar gejala dismenorea disebakan oleh penimbunan prostaglandin dalam uterus (Ganong, 2002).
4.
Infertilitas a.
Pengertian Pengertian infertilitas sangat beragam, namun tetap dengan maksud yang sama. Menurut Sumapraja (2007), Pasangan infertil commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi, tetapi belum hamil. Infertilitas yaitu pasangan yang telah kawin dan hidup harmonis serta berusaha selama satu tahun tetapi belum hamil (Manuaba, 1998). Infertilitas atau ketidaksuburan juga didefinisikan sebagai suatu keadaan pasangan yang sudah menikah lebih dari satu setengah tahun tanpa kontrasepsi dan tidak mendapatkan anak/hamil padahal rutin melakukan hubungan seksual tiga kali seminggu (BKKBN, 2006). Infertilitas primer bila pasutri tidak pernah hamil. Infertilitas sekunder bila istri pernah hamil meskipun akhirnya terjadi keguguran (abortus) (Siswandi, 2006). b.
Faktor Penyebab 1) Pihak Suami, disebabkan oleh: a)
Gangguan spermatogenesis (kerusakan pada sel-sel testis), misal: aspermia, hypospermia, necrospermia.
b)
Kelainan mekanis, misal: impotensi, ejakulatio precox, penutupan
ductus
deferens,
hypospadia,
phymosis.
Infertilitas yang disebabkan oleh pria sekitar 35-40 %. 2) Pihak Istri, a) Usia perempuan Salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi fertilitas adalah usia si perempuan (Gambar 2). Fertilitas cukup stabilcommit hinggatoseorang user perempuan mencapai usia 35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
tahun. Sesudah itu, terjadi penurunan fertilitas secara bertahap. Saat menginjak usia 40 tahun, fertilitas menurun drastis.
Gambar 2.2 Grafik Hubungan antara Faktor Umur dalam Mempengaruhi Fertilitas Beberapa hal yang terjadi pada perempuan seiring bertambah usianya: ·
Semakin sedikit jumlah sel telur yang dihasilkan, hingga sama sekali nol produksi.
·
Kualitas sel telur dalam ovaruim menurun.
·
Kemampuan telur untuk dibuahi menurun, sehingga memperkecil peluang terjadinya pembuahan. Hal ini kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya infeksi panggul, rahim fibroid atau polip.
·
Perubahan hormon yang menyebabkan sulit terjadinya untuk ovulasi.
·
Meningkatnya
kemungkinan
commit to user
keguguran
pada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
kehamilan. ·
Kondisi kesehatan secara umum juga menurun. Tekanan darah tinggi dan diabetes mempengaruhi kemampuan berhasil hamil, selama masa kehamilan, atau untuk mendapatkan status kehamilan yang sehat.
b) Lama waktu mencoba mengandung Fakta menunjukkan, secara normal, perempuan sehat (di bawah 30 tahun) yang melakukan hubungan badan secara teratur, hanya memiliki peluang gagal 20 hingga 40 persen selama siklus tertentu. Kenyataannya, menurut data National Center for Health Statistics, AS (Tabel 2.2), peluang untuk hamil sebenarnya cukup besar jika melihat dalam rentang waktu satu tahun hubungan badan tanpa pelindung. Tabel 2.2 Peluang Hamil Setelah Tahun Pertama Umur
Peluang untuk hamil setelah tahun pertama
< 25 tahun
96%
25 – 34
86%
35 – 44
78%
c) Masalah Medis Penyebab infertilitas pada istri sebaiknya ditelusuri dari organ luar sampai dengan indung telur. Infertilitas yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
disebabkan oleh pihak istri sekitar 40-50 %, sedangkan penyebab yang tidak jelas kurang lebih 10-20 %. (1) Gangguan ovulasi, misal: gangguan ovarium dan hormonal. (2) Gangguan ovarium, dapat disebabkan oleh faktor usia, adanya tumor pada indung telur dan gangguan lain yang menyebabkan sel telur tidak dapat masak. Sedangkan gangguan hormonal disebabkan oleh bagian otak (hipotalamus dan hipofisis) tidak memproduksi hormon reproduksi seperti FSH dan LH. (3) Kelainan mekanis yang menghambat pembuahan, meliputi kelainan tuba, endometriosis, stenosis canalis cervicalis atau hymen, fluor albus, kelainan rahim. (4) Kelainan tuba, disebabkan adanya penyempitan, perlekatan maupun penyumbatan pada saluran tuba. (5) Kelainan rahim, diakibatkan kelainan bawaan rahim, bentuknya yang tidak normal maupun ada penyekat. Sekitar 30-40% pasien dengan endometriosis adalah infertil. Endometriosis yang berat dapat menyebabkan gangguan pada tuba, ovarium dan peritoneum.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
c.
digilib.uns.ac.id 20
Pemeriksaan Infertilitas 1) Syarat-Syarat Pemeriksaan Pasangan infertil merupakan satu kesatuan
biologis
sehingga keduanya sebaiknya dilakukan pemeriksaan. Adapun syarat-syarat
sebelum
dilakukan
pemeriksaan
adalah
(Sumapraja, 2007): a) Istri usia 20-30 tahun baru diperiksa setelah berusaha mendapatkan anak selama 12 bulan. b) Istri usia 31-35 tahun langsung diperiksa pertama kali datang. c) Istri pasangan infertil dengan usia 36-40 tahun dilakukan pemeriksaan bila belum mendapat anak dari perkawinan ini. d) Pemeriksaan tidak dilakukan pada pasangan mengidap penyakit. 2) Langkah Pemeriksaan Pertama kali yang dilakukan dalam pemeriksaan adalah dengan mencari penyebabnya. Adapun langkah pemeriksaan infertilitas adalah sebagai berikut : a) Pemeriksaan Umum (1) Anamnesis,
terdiri
dari
pengumpulan
data
pasangan suami istri secara umum dan khusus. Anamnesis umum commit to user
dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Lama menikah, umur suami istri, frekuensi hubungan seksual, tingkat kepuasan seks, penyakit yang pernah diderita, teknik hubungan seks, riwayat perkawinan yang dulu, apakah dari perkawinan dulu mempunyai anak, umur anak terkecil dari perkawinan tersebut. Anamnesis khusus Istri: usia saat menarche, keteraturan haid, lama terjadi
perdarahan/haid,
nyeri
haid,
keputihan
abnormal, riwayat contact bleeding, riwayat operasi organ
reproduksi,
kontrasepsi,
abortus,
infeksi
genitalia. Suami: gangguan fungsi ereksi, riwayat penyakit menular seksual, apakah pernah sakit mump (parotitis epidemika) sewaktu kecil. (2) Pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan fisik umum meliputi tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan). (3) Pemeriksaan
laboratorium
dasar,
pemeriksaan
laboratorium dasar secara rutin meliputi darah lengkap, urin lengkap, fungsi hepar dan ginjal serta gula darah. (4) Pemeriksaan penunjang, pemeriksaan penunjang disini bisa pemeriksaan rontgen ataupun USG. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
b)
Pemeriksaan Khusus (1) Faktor Perempuan (a) Pemeriksaan Ovulasi Pemeriksaan ovulasi dapat diketahui dengan berbagai pemeriksaan diantaranya : (i) Pemeriksaan suhu basal: Kenaikan suhu basal setelah
selesai
ovulasi
dipengaruhi
oleh
hormon progesteron. (ii) Pemeriksaan
vaginal
smear:
Pengaruh
progesteron terhadap sitologi pada sel-sel superfisial. (iii) Pemeriksaan
lendir
serviks:
hormon
progesteron menyebabkan perubahan lendir menjadi kental. (iv) Pemeriksaan endometrium. (v) Pemeriksaan endometrium: Hormon estrogen, ICSH dan pregnandiol. Gangguan ovulasi disebabkan: (i) Faktor susunan saraf pusat: misal tumor, disfungsi, hypothalamus, psikogen. (ii) Faktor intermediate: misal gizi, penyakit kronis, penyakit metabolis. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
(iii) Faktor ovarial: misal tumor, disfungsi, turner syndrome. Terapi: Sesuai dengan etiologi, bila terdapat disfungsi kelenjar hipofise ddengan memberikan pil
oral
yang
mengandung
estrogen
dan
progesteron, substitusi terapi (pemberian FSH dan LH) serta pemberian clomiphen untuk merangsang hipofise membuat FSH dan LH. Selain clomiphen dapat diberikan bromokriptin yang diberikan pada perempuan anovulatoir dengan hiperprolaktinemia. Pemberian Human Menopausal Gonadotropin/ Human Chorionic Gonadotropin untuk perempuan yang
tidak
mampu
menghasilkan
hormon
gonadotropin endogen yang adekuat. (b) Pemeriksaan Lendir Serviks Keadaan dan sifat lendir yang mempengaruhi keadaan spermatozoa adalah : (i) Kentalnya lendir serviks: Lendir serviks yang mudah dilalui spermatozoa adalah lendir yang cair. (ii) pH lendir serviks: pH lendir serviks ± 9 dan bersifat alkalis. (iii) Enzim proteolitik. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
(iv) Kuman-kuman dalam lendir serviks dapat membunuh spermatozoa. Baik tidaknya lendir serviks diperiksa dengan: (i) Sims Huhner Test (post coital tes), dilakukan sekitar ovulasi. Pemeriksaan ini menandakan bahwa: teknik coitus baik, lendir cerviks normal,
estrogen
ovarial
cukup
ataupun
sperma cukup baik. (ii) Kurzrork Miller Test, dilakukan bila hasil dari pemeriksaan Sims Huhner Test kurang baik dan dilakukan pada pertengahan siklus. Terapi yang diberikan adalah pemberian hormon estrogen ataupun antibiotika bila terdapat infeksi. (c) Pemeriksaan Tuba Untuk
mengetahui
potensi
tuba
dapat
dilakukan: (i) Pertubasi (insuflasi= rubin test): pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan CO2 ke dalam cavum uteri. (ii) Hysterosalpingografi: pemeriksaan ini dapat mengetahui bentuk cavum uteri, bentuk liang tuba bila terdapat sumbatan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
(iii) Koldoskopi: cara ini dapat digunakan untuk melihat keadaan tuba dan ovarium. (iv) Laparoskopi: cara ini dapat melihat keadaan genetalia interna dan sekitarnya. (d) Pemeriksaan Endometrium Pada saat haid hari pertama atau saat terjadi stadium sekresi dilakukan mikrokuretase. Jika pada stadium
sekresi
tidak
ditemukan,
maka:
endometrium tidak bereaksi terhadap progesteron, produksi
progesterone
kurang.
Terapi
yang
diberikan adalah pemberian hormon progesteron dan antibiotika bila terjadi infeksi. (2) Faktor Pria Pemeriksaan Sperma Pemeriksaan
sperma
dinilai
atas
jumlah
spermatozoa, bentuk dan pergerakannya. Sperma yang ditampung/ diperiksa adalah sperma yang keluar dari pasangan suami istri yang tidak melakukan coitus selama 3 hari. Pemeriksaan sperma dilakukan 1 jam setelah sperma keluar. (a) Ejakulat
normal:
volume
2-5
cc,
jumlah
spermatozoa 100-120 juta per cc, pergerakan 60% commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
masih bergerak selama 4 jam setelah dikeluarkan, bentuk abnormal 25%. (b) Spermatozoa pria fertil: > 60 juta per cc, subfertil: 20-60 juta per cc, steril: < 20 juta per cc. Sebab-sebab kemandulan pada pria adalah masalah gizi, kelainan metabolis, keracunan, disfungsi hipofise, kelainan traktus genetalis (vas deferens).
5.
Hubungan Status Gizi dan Infertilitas Fertilitas atau kesuburan seseorang selain dipengaruhi oleh genetik, keturunan, dan usia, juga dipengaruhi oleh status gizinya. Faktor gizi sangat penting dalam mendukung kesuburan. Kelebihan berat badan tidak hanya berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kronis (Must, 1999), tapi juga menunjukkan peningkatan risiko masalah reproduksi (Catalano, 2007). Beberapa studi menunjukkan bahwa perempuan dengan kelebihan berat badan sering memiliki masalah fertilitas (Jensen, 1999; Bolumar, 2000; Rich-Edwards, 2002; Pasquali, 2006; Gesink, 2007). Masalah
kesehatan
reproduksi
meningkat
seiring
dengan
kecenderungan belakangan ini yaitu meningkatnya kegemukan pada populasi secara umum. Risiko tinggi infertilitas sudah ditemukan baik pada perempuan overweight maupun underweight. Hal ini jelas tampak bahwa berat badan memiliki peranan dalam infertilitas (Grodstein, 1994). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
Obesitas mempunyai hubungan yang kuat dengan infertilitas dan menstruasi yang tidak teratur. Beberapa problem ovulasi dan perubahan menstruasi dapat ditemukan pada perempuan dengan Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS) yang juga obes, namun perempuan yang tidak memiliki PCOS namun overweight pun memiliki problem yang sama. Program Terapi Kelompok yang membantu perempuan obes dengan diet dan perencanaan olahraga telah membuktikan mengembalikan fertilitas banyak pasien. Kehilangan berat badan 6,5 kg telah dibuktikan dapat memulihkan siklus ovulasi (Reid, 1987). Lake (1997) meneliti hubungan antara BMI pada masa kanak-kanak dan remaja serta akibatnya pada masalah reproduksi. Obesitas pada usia 23 tahun dan 7 tahun, masing-masing dapat meningkatkan risiko masalah menstruasi pada usia 33 tahun. Overweight dan obesitas pada awal remaja tampaknya meningkatkan risiko permasalahan menstruasi dan subfertilitas. Selain permasalahan menstruasi, BMI pada masa kanakkanak juga memiliki pengaruh yang kuat pada kesehatan reproduksi seorang perempuan. Obesitas pada awal remaja akan meningkatkan risiko gangguan menstruasi dan subfertilitas. Obesitas pada masa kanak-kanak mungkin juga membawa konsekuensi yang merugikan pada permasalahan menstruasinya, akan tetapi munculnya kejadian ini jika obesitas terus berlangsung hingga sebagian masa dewasanya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Penelitian yang menguji hubungan antara body mass index dan infertilitas melihat perbandingan BMI antara 597 perempuan yang didiagnosis infertil karena gangguan ovulasi pada 7 klinik infertil di United States dan Canada dengan 1.695 kontrol primipara yang baru melahirkan. Perempuan Obes (BMI > 27) yang memiliki hubungan dengan risiko ovulasi infertil memiliki nilai 3.1 [95% confidence interval (CI) = 2.2-4.4], dibandingkan dengan perempuan dengan berat badan yang lebih rendah (BMI 20-24.9). Ditemukan efek yang kecil pada perempuan dengan BMI 25-26.9 atau di bawah 17 [relative risk (RR) = 1.2, 95% CI = 0.8-1.9; dan RR = 1.6, 95% CI = 0.7-3.9, berturut-turut). Disimpulkan bahwa risiko infertil akibat gangguan ovulasi terbesar adalah pada perempuan obes, dan sedikit meningkat pada perempuan overweight sedang dan underweight (Grodstein, 1994). Grodstein dalam sebuah penelitiannya Body Mass Index and Ovulatory Infertility (1993) yang membandingkan BMI perempuan yang didiagnosis
infertil
oleh
karena
faktor
ovulasi/ovarium
dengan
perempuan yang baru saja melahirkan sebagai kontrol. Grodstein menemukan bahwa meningkatnya risiko infertil oleh karena faktor ovulasi/ovarium primer pada perempuan dengan BMI > 27. Penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan antara berat badan dan ketidakteraturan menstruasi, serta usaha untuk menurunkan berat badan pada
perempuan
obes
yang
tidak
mengembalikan fertilitasnya. commit to user
mengalami
ovulasi
akan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
Salah satu penyebab terbanyak infertilitas adalah kista ovarium, yang sering terjadi pada perempuan di masa reproduksinya. Sebagian besar kista terbentuk karena perubahan kadar hormon yang terjadi selama siklus haid, produksi dan pelepasan sel telur dari ovarium. Selain itu, beberapa ahli mengatakan bahwa miom, yang dapat menyebabkan infertilitas, juga terkait faktor bakat, yang kemudian dipicu oleh rangsangan hormon, makanan kaya lemak, serta kelebihan berat badan. Gaya hidup disinyalir berperan pula dalam kasus hiperandrogen pada perempuan. Kurang gerak, banyak makan (gizi tidak seimbang), dan stres dapat menghasilkan timbunan lemak di tubuh, kemudian meningkatkan produksi
hormon
estrogen
yang
bisa
mengganggu
haid,
jadi
keseimbangan hormon ikut terusik. Pada sebuah studi di Amerika Serikat (AS), Leitzman (2007), mengaitkan kegemukkan dengan peningkatan risiko munculnya kanker ovarium. Hal ini didukung juga oleh beberapa penelitian lain yang di lakukan oleh para ilmuwan di AS. Perempuan yang memiliki berat badan berlebihan memiliki risiko terserang kanker indung telur (ovarium) ganas lebih tinggi dibanding dengan perempuan yang tidak mengalami obesitas (kegemukan). Dimana kanker ovarium merupakan salah satu penyebab kejadian infertilitas pada perempuan. Belum jelas mengapa obesitas memiliki kontribusi terhadap kanker ovarium, tetapi mungkin hal itu berkaitan dengan efek lemak tubuh yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
berlebihan terhadap kadar estrogen dalam tubuh seorang perempuan, jaringan lemak berpengaruh terhadap perkembangan tumor. Sel lemak yang menghasilkan hormon atau protein membuat kanker ovarium berkembang menjadi lebih pesat. Komplikasi internal yang terjadi dengan penimbunan lemak yaitu jaringan lemak akan menarik sistem sel yang menyebabkan peradangan (respon imunitas) pada tubuh. Ternyata, obesitas berpengaruh pada ketahanan tubuh. Mereka yang mengalami obesitas, sel kankernya bisa timbul lagi setelah melakukan pengobatan dan berisiko pada kematian (Li, 2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
B. Kerangka Pemikiran
STATUS GIZI Lemak berlebihan Estrogen meningkat
Feedback Negatif ke jalur hipotalamus hipofisis
Mekanis Organ Reproduksi, ex: anatomi organ, sekret vagina
Penurunan Pembentukan Hormon Gonadotropin
Ovulasi Jarang Neoplasma pd organ reproduksi, ex. Kista/Ca ovarium, Miom
Siklus Haid Tidak Teratur Hambatan pertemuan ovumsperma
Fisiologi/Fungsi Organ Reproduksi
- Meningkatnya produksi testosterone - Rx. inflamasi
INFERTILITAS 1. Gangguan Pelepasan FSH, LH 2. Gangguan Fungsi Seksual
Faktor Suami, Kontrasepsi, Penyakit Kronis
Tumor Hipofisis dan/atau Hipotalamus
C. Hipotesis Ada hubungan antara Body Mass Index dengan Risiko Kejadian Infertilitas pada Perempuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Desain penelitian menggunakan analitik observasional dengan pendekatan cross sectional dan menggunakan data primer. B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kota Surakarta (Klinik Infertil “Indriya Ratna” RSUD Moewardi), serta di beberapa tempat di masyarakat umum seperti posyandu, puskesmas dan tempat-tempat dimana terdapat ibu-ibu berusia subur. C. Subjek Penelitian 1.
Populasi : Perempuan Menikah (Usia Subur)
2.
Sampel : Penentuan besar sampel pada analisis bivariat yang melibatkan sebuah variabel dependen dan sebuah variabel independen, diambil berdasarkan teori “rule of thumb” menggunakan ukuran sampel sebesar minimal 30 subjek penelitian (Bhisma, 2010).
3.
Kriteria inklusi dan eksklusi Kriteria inklusi, yaitu: 1) perempuan menikah, 2) usia pernikahan > 1 tahun,
3) tidak menggunakan alat kontrasepsi dalam 1 tahun
terakhir, 4) Analisis sperma pasangan normal (normozoospermia) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
Kriteria eksklusi, yaitu: 1) Akseptor KB, 2) tidak bersedia menjadi sampel penelitian, 3) BMI Kurang (<18,5), 4) Penyakit Kronis yang berhubungan dengan infertilitas, seperti DM, Neoplasma/Kanker, Infeksi Genitalia, Keputihan Abnormal, Thyroid, TBC, dll. D. Teknik Sampling Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan menggunakan purposive sampling, yaitu peralihan subyek berdasarkan ciri-ciri atau sifat tertentu yang berkaitan dengan karakteristik populasi (Taufiqurrohman, 2003). Dan selanjutnya pemilihan besar sampel dari total populasi yang ada dilakukan dengan cara random sampling. E. Rancangan Penelitian Populasi Purposive sampling Sampel: Perempuan Menikah (Usia Subur) Pemeriksaan Antropometri
BMI 18,5-22,9 (Normal) Wawancara terstruktur
Siklus Haid
Teratur
Tidak Teratur
BMI > 23 (Lebih) Wawancara terstruktur
Teratur
Tidak Teratur
Fertil
Fertil
Infertil
Infertil
Fertilitas
commit to user Analisis Statistik Data
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
F. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas
: a. Body Mass Index (BMI) b. Keteraturan Siklus Haid
2. Variabel terikat
: Infertilitas
3. Variabel luar a. Dapat dikendalikan : umur, pasangan (suami), akseptor KB, riwayat operasi organ reproduksi. b. Tidak dapat dikendalikan : faktor genetik, kondisi stress psikososial, aktivitas sehari-hari, asupan nutrisi dan olahraga. G. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel bebas
:
a. Status Gizi yang diukur dengan Body Mass Index (BMI) atau indeks
massa
tubuh
傘Ǵú̜ƅ 傘̜ ̜m㚸 ̜ ̜ 푈s
rumus: ƅ:mss: 傘̜
̜m㚸 ̜ ̜
(IMT),
diukur
melalui
(BNF, 2000).
Skala
: Nominal
Kategori
: 1. BMI Normal (18,5-22,9) 2. BMI Lebih/Overweight (> 23)
Cara Pengukuran
: Pengukuran antropometri
b. Siklus Haid, dilihat dari panjang siklus haid yaitu jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya (Normal berovulasi= 18-42 hari), serta lama siklus haid lamanya masa haid dalam satu kali periode (3-8 hari/tetap). Skala
commit to user : Nominal
yaitu
perpustakaan.uns.ac.id
Kategori
digilib.uns.ac.id 35
: a. Tidak Teratur (p:<18 hari atau >42 hari, l: tidak tetap) b. Teratur (p: 18-42 hari, l: 3-8 hari tetap)
Cara Pengukuran: Wawancara terstruktur 2. Variabel terikat: Infertilitas, yaitu perempuan yang telah menikah selama satu tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi, tetapi belum pernah hamil. Skala
: Nominal
Kategori
: 1. Infertil 2. Fertil
Cara Pengukuran: Wawancara terstruktur 3. Definisi Operasional Pertanyaan Wawancara Terstruktur a. Usia Perempuan
: untuk mengukur sebaran data dan mengurangi bias infertil karena faktor usia.
b. Suami Normozoospermia
: untuk mengekslusi pasangan infertil oleh karena suami, dan memastikan bahwa infertilitas memang benarbenar berasal dari istri.
c. Usia Pernikahan
:Menurut
penelitian,
75-85%
pasangan secara normal bisa hamil dalam
jangka
waktu
(Kaannegiesser, 1988) commit to user
12
bulan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
d. Riwayat Menstruasi 1) Panjang Siklus : jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Normalnya 28 + 7 hari. Jika siklusnya <18 hari atau >42 hari dan
tidak
teratur,
biasanya
siklusnya
anovulatoar (Prawirohardjo, 2007). 2) Lama Haid
: lamanya menstruasi dalam satu periode. Pada setiap perempuan biasanya lama haid itu tetap (Prawirohardjo, 2007).
3) Volume Darah : Jumlah darah haid yang keluar, rata-rata 33,2 + 16 cc. Jumlah darah haid lebih dari 80 cc dianggap patologik (Prawirohardjo, 2007). Diukur dengan cara menanyakan jumlah pembalut yang dipakai dalam 1 hari, dan seberapa penuh darah mengisi ruang di pembalut. Normalnya maksimal 5 pembalut yang dipakai dalam 1 hari. e. Disfungsi Seksual
: untuk mengeksklusi pasangan infertil akibat faktor lain, diluar status gizi.
f. Riwayat Penyakit Berat Dan Menahun Diabetes Mellitus, Neoplasma/Kanker, Jantung, Ginjal, Asma, Infeksi Genitalia, Keputihan Abnormal, Adanya Kontak Bleeding, TBC, Thyroid
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
g. Riwayat Operasi Organ Reproduksi h. Jumlah kehamilan/Anak Hidup H. Alat dan bahan penelitian 1. Alat Alat yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Timbangan, untuk mengukur berat badan b. Meteran, untuk mengukur Tinggi Badan 2. Bahan Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut : a. Daftar pertanyaan wawancara b. Lembar persetujuan menjadi sampel c. Hasil rekam medis diagnosis klinik tentang infertilitas d. Alat tulis I. Cara kerja Pengumpulan data melalui pengukuran antropometri dan wawancara terstruktur. 1. Timbang Berat Badan dan Ukur Tinggi Badan untuk menentukan BMI. 2. Wawancara terstruktur (daftar pertanyaan lengkap terlampir): a. Identitas (Pasutri) b. Riwayat Menstruasi c. Riwayat Pernikahan d. Riwayat Partus e. Riwayat Penggunaan KB commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
f. Riwayat Penyakit Berat g. Riwayat Operasi Organ Reproduksi J. Teknik Analisis Data a. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui frekuensi, presentase dan rata-rata serta standar deviasi dari keseluruhan data yang diteliti meliputi nilai umur, nilai BMI, keteraturan siklus haid dan infertilitas. b. Analisis Statistik Untuk mengetahui hubungan BMI dengan siklus haid dan infertilitas, peneliti menggunakan analisa data dengan bantuan perangkat lunak Statistical Product dan Service Solution (SPSS) 16.0 for windows. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Uji chi square untuk melihat beda antara perempuan fertil dan infertil, serta membandingkan antara BMI normal dan lebih (overweight).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah perempuan menikah. Pada penelitian ini didapat total sampel 57 orang. Tabel 4.1 Karakteristik sampel (data kategorikal) Variabel
n
(%)
> 23 (Lebih)
20
35.1 %
18,5-22,9 (Normal)
37
64.9 %
Total
57
100.00 %
Fertil
30
52.6 %
Infertil
27
47.4 %
Total
57
100.00 %
Teratur
22
38.6%
Tidak Teratur
35
61.4%
Total
57
100.00%
< 30 tahun
39
68.4 %
>30 tahun
18
31.6 %
Total
57
100.00 %
BMI
Fertilitas
Keteraturan Siklus Haid
Umur
Sumber : Data primer, 2011 Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan perempuan dengan BMI tergolong lebih (>23) berjumlah 20 orang (35.1 %) dan BMI normal (18,5-22,9) berjumlah 37 orang (64.9 %).
commit to user 39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Perempuan fertil berjumlah 30 orang (52.6 %) dan perempuan infertil berjumlah 27 orang (47.4 %). Dari karakteristik keteraturan siklus haid, 22 orang (38.6 %) perempuan dengan siklus haid teratur, dan 39 orang (61.4 %) dengan siklus haid yang tidak teratur. Sedangkan dari penggolongan umur, perempuan yang berusia < 30 tahun berjumlah 39 orang (68.4 %) dan yang berusia lebih dari 30 tahun berjumlah 18 orang (31.6 %). Tabel 4.2 Karakteristik sampel (data Numerik) Variabel
n
Mean
SD
Min
Maks
Umur (th)
57
29.74
3.15
23
36
Data Pengukuran BMI
57
22.40
2.38
18.73
30.83
Sumber : Data primer, 2011 Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan umur perempuan mempunyai rata-rata (mean) 29.74 tahun, dengan umur perempuan yang paling muda 23 tahun dan paling tua berumur 36 tahun. Sedangkan nilai BMI perempuan mempunyai rata-rata 22.40 dengan nilai paling rendah 18.73 dan paling tinggi 30.83. B. Hubungan Antar Variabel Tabel 4.3 Hubungan antara Umur dan BMI Umur
BMI Normal
Lebih
Total
<30 tahun
26 (66.67 %)
13 (33.33 %)
39 (100.0 %)
> 30 tahun
11 (61.11 %)
7 (38.89 %)
18 (100.0 %)
Total
37 (64.91 %)
20 (35.09 %)
57 (100.0 %)
X2
p
0.167
0.683
Tabel 4.3 menyajikan perbandingan antara nilai BMI berdasarkan umur. Berdasarkan umur menunjukkan perempuan berumur di bawah 30 tahun yang memiliki nilai BMI normal (18-22.9) sebanyak 26 orang (66.67 %), lebih banyak daripada perempuan dengan BMI tinggi (> 23) sebanyak 13 orang (33.33 %). Begitu pula berdasarkan umur, perempuan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
dengan usia > 30 tahun memiliki nilai BMI normal (18-22.9) sebanyak 11 orang (61.11 %), lebih banyak daripada perempuan dengan BMI lebih (> 23) sebanyak 7 orang (38.89 %). Tabel 4.4 Hubungan antara Umur dan Keteraturan Siklus Haid Umur
Keteraturan Siklus Haid Tidak Teratur Teratur
Total
< 30 tahun
25 (64.10 %)
14 (35.90 %)
39 (100.0 %)
> 30 tahun
10 (55.56 %)
8 (44.44 %)
18 (100.0 %)
Total
35 (61.40%)
22 (38.60%)
57 (100.0 %)
X2
p
0.380
0.538
Tabel 4.4 menyajikan perbandingan keteraturan siklus haid berdasarkan umur. Perempuan yang berusia < 30 tahun memiliki siklus haid yang tidak teratur sebanyak 25 orang (64.10 %), lebih banyak daripada perempuan dengan siklus haid yang teratur yaitu sebanyak 14 orang (35.90 %). Demikian pula berdasarkan umur > 30 tahun, perempuan dengan siklus haid tidak teratur sebanyak 10 orang (55.56 %), lebih banyak daripada perempuan dengan siklus haid teratur yaitu sebanyak 8 orang (44.44 %). Tabel 4.5 Hubungan antara BMI dan Keteraturan Siklus Haid BMI
Keteraturan Siklus Haid Tidak Teratur
Teratur
Total
Normal
23 (62.16 %)
14 (37.84 %)
37 (100.0 %)
Lebih
12 (60.00 %)
8 (40.00 %)
20 (100.0 %)
Total
35 (61.40 %)
22 (38.60 %)
57 (100.0 %)
X2
p
0.026
0.873
Tabel 4.5 menyajikan perbandingan antara keteraturan siklus haid berdasarkan BMI. Berdasarkan BMI yang tergolong normal perempuan yang memiliki siklus haid tidak teratur sebanyak 23 orang (62.16 %), lebih banyak daripada perempuan dengan siklus haid teratur, yaitu 14 orang (37.84 %). Begitu pula dengan nilai BMI lebih dari 23, perempuan yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
memiliki siklus haid tidak teratur sebanyak 12 orang (60.00 %), lebih banyak daripada perempuan dengan siklus haid yang teratur, yaitu 8 orang (40.00 %). Tabel 4.6 Hubungan antara Umur dan Fertilitas Umur
Fertilitas Infertil
Fertil
Total
< 30 tahun
13 (33.33 %)
26 (66.67 %)
39 (100.0 %)
> 30 tahun
14 (77.78 %)
4 (22.22 %)
18 (100.0 %)
Total
27 (47.37%)
30 (52.63%)
57 (100.0 %)
X2
p
9.758
0.002
Tabel 4.6 menyajikan perbandingan antara fertilitas perempuan berdasarkan umur. Berdasarkan umur di bawah 30 tahun, ditunjukkan bahwa perempuan infertil sebanyak 13 orang (33.33 %), lebih sedikit daripada perempuan fertil yaitu sebanyak 26 orang (66.67 %). Sebaliknya dengan umur lebih dari 30 tahun, perempuan infertil sebanyak 14 orang (77.78 %), lebih banyak daripada perempuan fertil yaitu sebanyak 4 orang (22.22 %). Tabel 4.7 Hubungan antara Keteraturan Siklus Haid dan Fertilitas Fertilitas
Keteraturan Siklus Haid
Infertil
Fertil
Total
Tidak Teratur
19 (54.29 %)
16 (45.71 %)
35 (100.0 %)
Teratur
8 (36.36 %)
14 (63.64 %)
22 (100.0 %)
Total
27 (47.37 %)
30 (52.63 %)
57 (100.0 %)
X2
p
1.740
0.182
Tabel 4.7 menyajikan perbandingan antara fertilitas perempuan berdasarkan keteraturan siklus haid. Berdasarkan keteraturan siklus haid, perempuan dengan siklus haid tidak teratur menunjukkan perempuan infertil sebanyak 19 orang (54.29 %), lebih banyak daripada perempuan fertil yaitu sebanyak 16 orang (45.71 %). Sebaliknya perempuan dengan siklus haid yang teratur menunjukkan perempuan infertil sebanyak 8 orang (36.36 %), lebih sedikit daripada perempuan fertil yaitu sebanyak 14 orang (63.64 %).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Tabel 4.8 Hubungan antara BMI dan Fertilitas BMI
Fertilitas Infertil
Fertil
Total
Normal
15 (40.54 %)
22 (59.46 %)
37 (100.0 %)
Lebih
12 (60.00 %)
8 (40.00 %)
20 (100.0 %)
Total
27 (47.37%)
30 (53.63%)
57 (100.0 %)
X2
p
1.972
0.160
Tabel 4.8 menyajikan perbandingan antara fertilitas perempuan berdasarkan nilai BMI. Berdasarkan nilai BMI Normal, ditunjukkan bahwa perempuan infertil sebanyak 15 orang (40.54 %), lebih sedikit daripada perempuan fertil yaitu sebanyak 22 orang (59.46 %). Sebaliknya dengan nilai BMI lebih, perempuan infertil sebanyak 12 orang (60.00 %), lebih banyak daripada perempuan fertil yaitu sebanyak 8 orang (40.00 %).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PEMBAHASAN
A. Karakteristik Sampel dan Variabel Luar Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan September 2011 di Klinik Ingin Punya Anak Indriya Ratna RSUD Dr. Moewardi Surakarta serta di masyarakat umum, beberapa posyandu serta puskesmas di daerah Surakarta dan sekitarnya. Data yang didapatkan dianalisis dengan menggunakan metode analisis Chi Square untuk mengetahui adanya hubungan antar variabel. Subjek penelitian berjumlah 67 orang, dengan rincian 29 sampel infertil dan 38 sampel fertil. Namun karena sebaran data tidak normal akibat terdapat banyak data outlier (data ekstrem), maka beberapa data ekstrem tersebut dikeluarkan sehingga hanya 57 data sampel yang dianalisis, terdiri dari 27 sampel infertil dan 30 sampel fertil, sehingga mencapai distribusi normal, dengan uji normalitas data Saphiro-Wilk = 0.149 (p > 0.05). Subjek penelitian ini pada metode penelitian sebelumnya adalah perempuan dengan batasan umur 20-30 tahun. Namun karena kendala teknis dan waktu yang tidak memungkinkan, batasan kriteria umur tidak dapat terlaksana. Sehingga subjek penelitian menjadi semua perempuan usia subur, yaitu perempuan dengan keadaan dan fungsi organ reproduksinya masih dapat berfungsi, antara umur 20-45 tahun (Sarlina, dkk, 2009). Selanjutnya didapatkan subjek penelitian yang berusia 23-36 tahun. commit to user
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
Dari penelitian ini, didapatkan 39 orang subjek (68.4 %) berumur di bawah 30 tahun dan 18 orang (31.6 %) berumur di atas 30 tahun. Perlu penelitian dengan kriteria umur yang sepadan (matching) untuk dapat menganalisis hasil ini tanpa menimbulkan bias yang besar. Dari 57 subjek penelitian, terdapat 37 orang (64.9 %) memiliki BMI Normal (18,5-22,9) dan 20 orang (35.1 %) dengan BMI lebih/overweight (> 23). Berdasarkan uji Chi Square yang dilakukan, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p = 0.683) antara umur dan nilai BMI perempuan. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian dari Galletta (2005) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang, yang dapat diukur dengan BMI, yaitu faktor umur. Semakin bertambah usia seseorang, mereka cenderung kehilangan massa otot dan mudah terjadi akumulasi lemak tubuh. Kadar metabolisme juga akan menurun menyebabkan kebutuhan kalori yang diperlukan lebih rendah sehingga cenderung lebih mudah untuk mengalami kegemukan (Supeni, 2007). Selain faktor umur, banyak faktor lain yang mempengaruhi nilai BMI sebagai gambaran status gizi seseorang. Galletta (2005) membagi faktor risiko obesitas menjadi enam: faktor genetik, faktor emosional, faktor lingkungan, faktor jenis kelamin, faktor usia, kehamilan. Dari berbagai faktor tersebut, peneliti telah berusaha merestriksi subjek penelitian untuk memperkecil bias penelitian. Namun, ada beberapa faktor yang sulit dikendalikan seperti faktor genetik, faktor emosional, dan faktor lingkungan. Hasil penelitian tentang BMI yang tidak sesuai dengan teori ini kemungkinan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
disebabkan oleh faktor-faktor lain tersebut yang belum dikendalikan dengan baik. Akan tetapi, berdasarkan hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan umur sampel tidak berpengaruh pada hasil, karena umur tidak berpengaruh signifikan (p > 0,05) pada berat badan seseorang. Berikutnya, dari hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapat 27 orang (47.37 %) perempuan infertil dan 30 orang (52.63 %) perempuan fertil. Berdasarkan uji Chi Square yang dilakukan, terdapat hubungan yang sangat signifikan (p = 0,002) antara umur dan fertilitas perempuan. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi fertilitas adalah umur (Sastrawinata, 2007). Fertilitas cukup stabil hingga seorang perempuan mencapai usia 35 tahun. Sesudah itu, terjadi penurunan fertilitas secara bertahap. Saat menginjak usia 40 tahun, fertilitas menurun drastis. Sejalan dengan bertambahnya usia, derajat kesuburan seseorang justru sebaliknya cenderung turun disebabkan faktor-faktor fisiologis tubuh yang menurun secara keseluruhan, termasuk organ reproduksi. Ketika seorang wanita memasuki usia menopause, ovarium mulai berhenti memproduksi sel telur hingga kemudian berhenti sama sekali. Oleh karena faktor umur sangat berpengaruh pada fertilitas seseorang, maka sangatlah penting untuk membuat batasan kriteria umur yang sepadan (matching) untuk memperkecil atau bahkan menghilangkan bias penelitian. Hasil Penelitian pada tabel 4.4 menyajikan terdapat 35 orang (61.4 %) perempuan dengan siklus haid tidak teratur, lebih banyak daripada perempuan dengan siklus haid teratur yaitu sebanyak 22 orang (38.6 %). Berdasarkan uji commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Chi Square yang dilakukan, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p = 0.538) antara umur dan keteraturan siklus haid pada perempuan. Selanjutnya, hasil penelitian pada tabel 4.5 menunjukkan perbandingan antara keteraturan siklus haid berdasarkan BMI. Berdasarkan BMI yang tergolong normal perempuan yang memiliki siklus haid tidak teratur sebanyak 23 orang (62.16 %), lebih banyak daripada perempuan dengan siklus haid teratur, yaitu 14 orang (37.84 %). Begitu pula dengan nilai BMI lebih dari 23, perempuan yang memiliki siklus haid tidak teratur sebanyak 12 orang (60.00 %), lebih banyak daripada perempuan dengan siklus haid yang teratur, yaitu 8 orang (40.00 %). Berdasarkan uji Chi Square yang dilakukan, tidak terdapat hubungan yang signifikan (p = 0.873) antara BMI dan keteraturan siklus haid pada perempuan. Berdasarkan hasil studi pustaka yang dilakukan peneliti, ada hubungan antara BMI dan keteraturan siklus haid, diperkirakan karena nilai status gizi yang diukur dengan nilai BMI ini erat kaitannya dengan kadar lemak di dalam tubuh. Kadar lemak di dalam tubuh selanjutnya akan mempengaruhi keteraturan siklus haid. Lemak tubuh mengandung enzim aromatase, enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi hormon estrogen. Hormon estrogen, adalah hormon penyimpan lemak. Estrogen merupakan salah satu hormon yang dapat larut dalam lemak termasuk steroid, yaitu zat lemak yang merupakan derivat dari kolesterol, sehingga dapat menembus membran sel dengan bebas (Murray, et al, 2003).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Hormon dikatakan seimbang bila pengeluaran hormon dari otak sesuai dengan hormon dari indung telur yaitu estrogen dan progesteron. Bila hormon indung telur rendah, hormon otak akan merangsang, dan sebaliknya bila tinggi, maka hormon otak akan berhenti merangsang. Bila mekanisme ini terjadi terus menerus, datang bulan jadi teratur (Simanjuntak, 2007; Ganong, 2002). Melalui proses tersebut di atas, seseorang dengan kadar lemak berlebihan akan menyebabkan peningkatan hormon estrogen seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Peningkatan kadar estrogen dalam tubuh ini selanjutnya akan menyebabkan feedback negatif ke jalur hipotalamus hipofisis di otak sehingga berhenti atau menurunkan pembentukan hormon gonadotropin (Murray, et al, 2003; Ganong, 2002). Ketidakseimbangan hormon estrogen ini tentu sangat berpengaruh pada keteraturan siklus haid dan ovulasi seorang perempuan (Simanjuntak, 2007). Selain karena status gizi yang diukur melalui BMI, terdapat banyak faktor lain yang turut mempengaruhi keteraturan siklus haid, yaitu gangguan organik pusat akibat tumor, radang ataupun destruksi; gangguan kejiwaan; gangguan poros hipotalamus-hipofisis; gangguan gonad; gangguan glandula suprarenalis; gangguan glandula tiroidea; gangguan pankreas; dan sebagainya (Prawirohardjo, 2007). Hasil penelitian tentang keteraturan siklus haid yang tidak sesuai dengan teori ini kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor lain tersebut yang belum dikendalikan dengan baik. Akan tetapi, berdasarkan hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan BMI sampel tidak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
berpengaruh pada hasil, karena BMI tidak berpengaruh signifikan (p > 0,05) pada keteraturan siklus haid pada perempuan. Kemudian pada hasil penelitian ini, dari 57 subjek, terdapat 27 orang (47.37 %) perempuan infertil dan 30 orang (52.63 %) perempuan fertil. Pada hasil analisis uji chi square tidak terdapat hubungan yang signifikan (p= 0.182) antara keteraturan siklus haid dan fertilitas pada perempuan. Hasil analisis yang tidak signifikan mungkin disebabkan karena terdapat variabel luar lain yang tidak dikontrol dalam analisis data, seperti faktor stress psikososial, lingkungan, makanan, olahraga dan lain-lain. Sebagian besar sampel penelitian juga lupa tanggal hari pertama menstruasi terakhir mereka, sehingga dianggap peneliti sebagai golongan dengan haid tidak teratur. Hal ini tentunya akan sangat berpengaruh pada hasil penelitian. B. Hubungan nilai Body Mass Index dengan Infertilitas Hasil analisis chi square mengenai hubungan antara nilai Body Mass Index (BMI) dengan Fertilitas ditampilkan pada tabel 4.8. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai BMI tidak berpengaruh signifikan pada fertilitas (p= 0,160). Nilai p untuk hubungan antara nilai BMI dan infertilitas adalah p = 0.160. Artinya, probabilitas untuk membuat kesimpulan yang salah bahwa perempuan dengan nilai BMI Lebih berisiko lebih besar untuk mengalami infertil dibandingkan dengan perempuan dengan nilai BMI Normal adalah 16 dari 100 kali kesempatan. Jadi, probabilitas membuat kesimpulan salah tersebut cukup besar (maksimal lima kali), dengan kata lain hubungan antara BMI dan infertilitas ini secara statistik kurang bermakna. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Hasil ini tidak sesuai dengan teori yang menunjukkan bahwa wanita dengan kelebihan berat badan sering memiliki masalah fertilitas (Jensen, 1999; Bolumar, 2000; Rich-Edwards, 2002; Pasquali, 2006; Gesink, 2007). Grodstein (1993) menunjukkan bahwa adanya hubungan antara berat badan dan ketidakteraturan menstruasi, serta usaha untuk menurunkan berat badan pada wanita obes yang tidak mengalami ovulasi akan mengembalikan fertilitasnya. Dalam penelitiannya yang lain (1994), Grodstein menguji hubungan antara body mass index dan infertilitas dengan melihat perbandingan BMI antara 597 perempuan yang didiagnosis infertil karena gangguan ovulasi pada 7 klinik infertil di United States dan Canada dengan 1.695 kontrol primipara yang baru melahirkan. Perempuan Obes (BMI > 27) yang memiliki hubungan dengan risiko ovulasi infertil memiliki nilai 3.1 [95% confidence interval (CI) = 2.2-4.4], dibandingkan dengan perempuan dengan berat badan yang lebih rendah (BMI 20-24.9). Ditemukan efek yang kecil pada perempuan dengan BMI 25-26.9 atau di bawah 17 [relative risk (RR) = 1.2, 95% CI = 0.8-1.9; dan RR = 1.6, 95% CI = 0.7-3.9, berturut-turut). Sehingga disimpulkan bahwa risiko infertil akibat gangguan ovulasi terbesar adalah pada wanita obes, dan sedikit meningkat pada wanita overweight sedang dan underweight (Grodstein, 1994). Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan karena jumlah sampel yang sangat sedikit bila dibandingkan dengan penelitian di atas, terutama sampel infertil yang tidak memenuhi kriteria minimal sampel. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Sampai saat ini memang belum ada studi yang menjelaskan mekanisme hubungan antara status gizi dan infertilitas secara jelas. Namun, berdasarkan teori yang dikumpulkan melalui metode studi pustaka yang dilakukan peneliti, hubungan antara keduanya diperkirakan karena nilai status gizi yang diukur dengan nilai BMI ini erat kaitannya dengan kadar lemak di dalam tubuh. Kadar lemak di dalam tubuh selanjutnya akan menjelaskan mekanismenya dalam mempengaruhi keteraturan siklus haid. Lemak tubuh mengandung enzim aromatase, enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi hormon estrogen. Hormon estrogen, adalah hormon penyimpan lemak. Estrogen merupakan salah satu hormon yang dapat larut dalam lemak termasuk steroid, yaitu zat lemak yang merupakan derivat dari kolesterol, sehingga dapat menembus membran sel dengan bebas (Murray, et al, 2003) Hormon dikatakan seimbang bila pengeluaran hormon dari otak sesuai dengan hormon dari indung telur yaitu estrogen dan progesteron. Bila hormon indung telur rendah, hormon otak akan merangsang, dan sebaliknya bila tinggi, maka hormon otak akan berhenti merangsang. Bila mekanisme ini terjadi terus menerus, datang bulan jadi teratur (Simanjuntak, 2007; Ganong, 2002) Melalui proses tersebut di atas, seseorang dengan kadar lemak berlebihan akan menyebabkan peningkatan hormon estrogen seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Peningkatan kadar estrogen dalam tubuh ini selanjutnya akan menyebabkan feedback negatif ke jalur hipotalamus commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
hipofisis di otak sehingga berhenti atau menurunkan pembentukan hormon gonadotropin (Murray, et al, 2003; Ganong, 2002). Ketidakseimbangan hormon estrogen ini tentu sangat berpengaruh pada keteraturan siklus haid dan ovulasi seorang perempuan, sehingga sangat berpengaruh pula pada kesuburannya (Simanjuntak, 2007). Banyaknya lemak akan meningkatkan produksi hormon laki-laki (testosteron) yang menghambat pertumbuhan sel telur di indung telur sehingga hormon wanita yang diproduksi pun terganggu. Siklus datang bulan jadi tak teratur. Penurunan berat badan sebesar 5% disertai olah raga dapat membuat siklus datang bulan menjadi normal (Hestiantoro, 2009). C. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu pada desain penelitian yang bersifat cross sectional, jumlah sampel, metode penelitian dan adanya variabel luar lain yang tidak diteliti. Penggunaan desain cross sectional dipengaruhi oleh keterbatasan waktu dalam melakukan penelitian. Desain cross sectional kurang dapat menganalisis hubungan sebab akibat yang kuat antara paparan dengan penyakit/masalah kesehatan karena penilaian hubungan dilakukan satu waktu, sementara validitas penilaian hubungan kausal pada dasarnya memerlukan arah waktu yang jelas (paparan mendahului penyakit). Penilaian hubungan kausal ini paling baik dilakukan dengan desain kohort. Metode atau cara pengambilan sampel dapat menjadi kekurangan dalam penelitian ini. Pada sampel infertil, BMI didapatkan dengan cara mengukur langsung semua pasien infertil di klinik tanpa membatasi umur, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
dikarenakan kendala waktu dan jumlah sampel yang sangat terbatas. Sedangkan pada sampel fertil, didapatkan di beberapa tempat yang berbedabeda, seperti puskesmas, posyandu, dan lain-lain, serta dilakukan pembatasan kriteria umur pada awalnya sesuai metode penelitian sebelumnya. Selain itu, jumlah sampel yang sangat terbatas juga mempengaruhi hasil simpulan. Dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar diharapkan hasil penelitian lebih dapat digeneralisasikan. Sebagian besar sampel penelitian tidak mengingat tanggal hari pertama menstruasi terakhir mereka, sehingga peneliti menganggapnya sebagai golongan dengan haid tidak teratur. Hal ini tentunya akan sangat berpengaruh pada hasil penelitian (bias of recall). Pada penelitian juga terdapat variabel luar lain yang tidak dikontrol dalam analisis data, seperti faktor umur, genetik, lingkungan, stress psikososial, lifestyle dan lain-lain. Banyaknya faktor yang mempengaruhi infertilitas, siklus haid, dan status gizi yang digambarkan melalui nilai BMI menjadi kendala pada penelitian ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan disimpulkan bahwa uji chi square menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p= 0,160) antara nilai body mass index (BMI) dengan risiko kejadian infertilitas pada perempuan. B. Saran Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka saran penulis adalah sebagai berikut: 1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pembatasan kriteria (matching) faktor luar yang berpengaruh terhadap infertilitas seperti faktor umur, termasuk juga dilakukannya analisis terhadap variabel-variabel perancu lainnya selain yang disebutkan di atas, dengan harapan semakin memperkuat simpulan dan semakin memperkecil bias.
2.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar serta lokasi cakupan penelian yang lebih luas agar hasil penelitian lebih dapat digeneralisasikan.
3.
Pada perempuan dapat diupayakan pencegahan kejadian infertilitas dengan tetap menjaga berat badan normal.
commit to user
54