HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN TINGKAT STRESS KERJA PADA PEKERJA SOSIAL SEBAGAI CAREGIVER DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA DKI JAKARTA 2013
Skripsi diajukan sebagai tugas akhir strata -1 (S-1) pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk memenuhi persyaratan gelar Sarjana Keperawatan
OLEH : ENDAH SARWENDAH 108104000048
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H / 2013 M
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN TINGKAT STRESS KERJA PADA PEKERJA SOSIAL SEBAGAI CAREGIVER DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA DKI JAKARTA 2013 Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun oleh : ENDAH SARWENDAH 108104000048
Jakarta, 22 Januari 2014
Pembimbing I
Pembimbing II
Ns. Uswatun Khasanah, S. Kep. MNS
Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep. MKM
NIP: 19770401 200912 2 003
NIP: 19790520 200901 1012
i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI DENGAN JUDUL HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN TINGKAT STRESS KERJA PADA PEKERJA SOSIAL SEBAGAI CAREGIVER DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA DKI JAKARTA 2013 Telah disusun dan dipertahankan dihadapan penguji oleh Nama: Endah Sarwendah NIM: 108104000048
Pembimbing I
Pembimbing II
Ns. Uswatun Khasanah, S. Kep. MNS NIP: 19770401 200912 2 003
Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep. MKM NIP: 19790520 200901 1012
Penguji I
Penguji II
Jamaludin, S.Kep., M.Kep. NIP: 196805222008011007
Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep. MKM NIP: 19790520 200901 1012
Penguji III
Ns. Uswatun Khasanah, S. Kep. MNS NIP: 19770401 200912 2 003
ii
LEMBAR PENGESAHAN SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Jakarta, Mei 2014
Mengetahui, Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM NIP: 197905202009011012
Dekan Fakultas Ilmu Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Prof. Dr. (hc). dr. MK. Tadjudin, Sp.And
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya : Nama
: Endah Sarwendah
NIM
: 108104000048
Mahasiswa Program : Ilmu Keperawatan Tahun akademik
: 2008
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi saya yang berjudul: HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN TINGKAT STRESS KERJA PADA PEKERJA SOSIAL SEBAGAI CAREGIVER DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA DKI JAKARTA 2013 Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya akan menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Jakarta,
Februari 2014
Endah Sarwendah
iv
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Endah Sarwendah
Tempat, Tanggal Lahir
: Cianjur, 13 Februari 1991
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Alamat
: Jl. Raya Bandung Kp. Cicantu Girang RT/RW 002/003 Desa Hegarmanah Kec. Sukaluyu Kab. Cianjur 43284
Anak ke
: 6 dari 7 bersaudara
Telepon
: 085781161510
E-mail
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan
:
1. RA Yayasan Nurul Islam Ciranjang
tahun 1995-1996
2. SD Negeri Ciranjang 2
tahun 1996-2002
3. Mts Nurul Islam Ciodeng
tahun 2002-2005
4. MA Nurul Islam Ciodeng
tahun 2005-2008
5. S1 Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2008-2014
Pengalaman Organisasi
:
1. OSIS MA At- Taqwa Rajapolah 2005 – 2007 2. Dewan Kerja Cabang Kabupaten Tasikmalaya 2006 -2007 3. Anggota Divisi SOSMAS BEMJ Ilmu Keperawatan 2008-2009 4. Sekretaris divisi SOSMAS BEMJ Ilmu Keperawatan 2009 - 2010 5. Sie. Kaderisasi PMII Komisariat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 2009 – 2010 6. Menteri Pengembangan dan Pemberdayaan Pesantren dan Masyarakat Community of Santri Scholar of Ministry of Religion Affair of UIN Jakarta 2010 – 2011
v
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Januari 2014 Endah Sarwendah, NIM: 108104000048 Hubungan Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja pada Pekerja Sosial sebagai Caregiver Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta 2013 xviii, 56 hal, 2 tabel, 2 gambar, 8 lamp ABSTRAK Beban kerja yang berlebihan atau rendah dapat menimbulkan stress kerja. Stress kerja merupakan respon psikologis individu terhadap tuntutan di tempat kerja yang menuntut seseorang untuk beradaptasi dalam mengatasinya. Stress kerja merupakan respon seseorang terhadap tuntutan dari pekerjaanya. PSTW Budi Mulia adalah suatu lembaga pelayanan sosial yang berada di bawah naungan Dinas Sosial provinsi DKI Jakarta. Terdiri dari PSTW Budi Mulia 01 yang terletak di Cipayung Jakarta Timur, PSTW Budi Mulia 02 terletak di Cengkareng Jakarta Barat, PSTW Budi Mulia 03 di Ciracas Jakarta Timur dan PSTW Budi Mulia 04 di Margaguna Jakarta Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara beban kerja dengan tingkat stress kerja pada pekerja sosial di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta. Jenis penelitian adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada 30 orang caregiver di empat PSTW Budi Mulia di Wilayah DKI Jakarta pada bulan Agustus sampai dengan September 2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 23 caregiver atau 63,3 % merasakan beban kerja ringan sampai sedang dengan tingkat stress kerja pada rentang rendah sebanyak 30 responden (100 %).. Hasil uji statistik menggunakan uji Spearman dengan α=0,05 diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan tingkat stress kerja pada pekerja sosial sebagai caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta (p value=0,001). Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk pengembangan keperawatan serta menjadi bahan pertimbangan bagi penentuan kebijakan ketenagakerjaan di Dinas Sosial Kata kunci: beban kerja, tingkat stress kerja, caregiver Daftar Bacaan: 54 (2000 – 2012)
vi
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Undergraduate Thesis, Januari 2014 Endah Sarwendah, NIM: 108104000048 The Relationship Workload with Level of Work Stress at Social Worker as a Caregiver in Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta 2013 xviii + 56 page + 8 table + 2 picture + 8 attachment
ABSTRAK Excessive workload or low can cause job stress. Job stress is a psychological response to the demands of individuals in the workplace that requires a person to adapt to overcome. Job stress is a person's response to the demands of the job. PSTW Budi Mulia is a social service agency that is under the auspices of the Department of Social Jakarta province. Consisting of 01 PSTW Budi Mulia located in East Jakarta Cipayung, PSTW Budi Mulia 02 located in Cengkareng West Jakarta, PSTW Budi Mulia Ciracas 03 in East Jakarta and Budi Mulia PSTW Margaguna 04 in South Jakarta. This study aims to determine the relationship between the level of stress workload on social workers work as caregiver in PSTW Budi Mulia Jakarta. The study was cross-sectional quantitative approach conducted on 30 people in four PSTW caregiver Budi Mulia in Jakarta area in August to September 2013. The results showed that 23 caregiver or 63.3% felt mild to moderate workload with levels of job stress on the low range of 30 caregivers (100%). The results of the statistical test using the Spearman test with α=0.05 obtained the result that there is a significant relationship between the level of stress workload on social workers work as caregiver in PSTW Budi Mulia Jakarta (pvalue = 0.001). The result is expected to be a reference for the development of nursing as well as taken into consideration for the determination of employment policy at the Department of Social of DKI Jakarta.
Keyword Referece
: woarkload, level work stress, caregiver : 54 (2000 – 2012)
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb Alhamdulillahi rabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja pada Pekerja Sosial di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta 2013”. Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan sehingga penulis tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Dalam penyelesaian skipsi, penulis sadar bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibunda tercinta Ibu Neni Rohaeni, yang tak henti – hentinya memberikan motivasi dan inspirasi luar biasa kepada penulis untuk tidak menyerah dalam segala hal termasuk menyelesaikan tugas akhir penulis sebagai mahasiswa. Ayahanda tercinta Bapak Muhammad Oce Darmawan, yang senantiasa berdoa di tempat terindah disisi-Nya untuk segala kebaikan penulis. 2. Prof. DR (hc). Dr. Muhammad Kamil Tadjuddin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Tien Gartinah, MN, selaku dosen yang senantiasa memotivasi dan membimbing penulis. 4. Bapak Waras Budi Utomo, S. Kep., MKM, Selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku dosen
viii
pembimbing II yang telah banyak membantu dan mencurahkan fikirannya untuk memberikan masukan kepada penulis serta tak henti – hentinya memberikan masukan yang berarti dan motivasi kepada penulis. 5. Ibu Uswatun Khasanah S. Kep. MNS selaku dosen pembimbing I yang telah sabar membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini juga bersedia meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan masukan, nasihat, petunjuk dan arahan serta motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi ini. 6. Ibu Irma Nurbaeti, S.Kp, M.Kep, Sp. Mat Selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis. 7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan dan membimbing penulis, serta staff akademik (Bapak Azib Rosyidi S. Psi, Bapak Syafi’i dan Ibu Syamsiah) atas bantuannya yang telah memudahkan penulis dalam proses belajar di PSIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Kementrian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa penuh selama masa studi kepada penulis. 9. Kakak – kakak penulis ( Teh Sumi, Teh Eli, Teh Ai, Teh Imas, dan Teh Enung) yang senantiasa memberikan dukungan moral maupun materil kepada penulis dan tak henti – hentinya memotivasi penulis. Tidak lupa kepada 17 (tujuh belas) keponakan penulis, yang selalu memberikan warna baru dalam kehidupan penulis. 10. Adik tercinta Muhammad Oni Sultoni, yang menjadi motivasi penulis untuk segera menyelesaikan masa kuliah.
ix
11. Sahabat tercinta penulis (Aam Amelia (Suri), Da’watul Himmah (Himbobop), Anisah Khoirul Umami (Toeki), Wardatul Washilah (Nyunyu), Umi Hanan (Sinpe)) yang selalu membantu dan menasehati penulis saat masa kuliah ataupun penyusunan tugas akhir ini. I Love You all. 12. Bapak Dede Hermawan, yang telah tulus ikhlas banyak membantu penulis. 13. Kakak – Kakak senior (Kak Hara, Kak Agista, dan Kak Tiwi) yang banyak membantu penulis selama masa perkuliahan ataupun masa – masa penyusunan Skripsi. Terima Kasih, karena selalu sabar dan mendukung penulis untuk “grow up”. 14. Segenap Ketua Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian. 15. Segenap responden yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengisi kuisioner. 16. Teman-teman angkatan 2008 yang telah bersama-sama dengan penulis melewati hari-hari baik suka maupun duka dalam menyelesaikan kuliah di PSIK UIN Jakarta. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang. Wassalamu’alaikum wr.wb
Jakarta, Januari 2014
ENDAH SARWENDAH
x
DAFTAR ISI
halaman JUDUL LEMBAR PERSETUJUAN ...........................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................
v
ABSTRAK .......................................................................................................
vi
ABSTRACT .....................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii DAFTAR ISI .................................................................................................... DAFTAR SINGKATAN................................................................................
xi xv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv DAFTAR TABEL ........................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xviii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ............................................................................
1
A. Latar Belakang .............................................................................
1
B. Rumusan Masalah ........................................................................
6
C. Tujuan Penelitian ..........................................................................
7
1. Tujuan Umum ...........................................................................
7
2. Tujuan Khusus ..........................................................................
7
D. Manfaat Penelitian........................................................................
7
1. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan ....................................
7
2. Bagi Lembaga PSTW Budi Mulia DKI Jakarta .......................
8
3. Bagi Perkembangan Ilmu Kepetawatan ....................................
8
4. Bagi Mahasiswa ........................................................................
8
E. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................
8
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
9
xi
BAB
A. Definisi Caregiver ........................................................................
9
1. Tipe – tipe Tugas Caregiver.....................................................
9
2. Karakteristik Caregiver ............................................................
10
3. Jenis Caregiver .........................................................................
11
4. Pekerja Sosial sebagai Caregiver .............................................
11
B. Definisi Stress Kerja ....................................................................
13
1. Definisi Stress ...........................................................................
13
2. Definisi Stress Kerja .................................................................
13
3. Tahapan Stress ..........................................................................
14
4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Stress ..............................
17
5. Sumber Stress ............................................................................
22
6. Tingkatan Stress ........................................................................
24
C. Definisi Beban Kerja ....................................................................
24
1. Definisi Beban Kerja ...............................................................
24
2. Beban Kerja pada Caregiver ....................................................
25
3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja ..................
26
D. Penelitian Terkait .........................................................................
27
E. Kerangka Teori .............................................................................
28
III
KERANGKA
KONSEP,
HIPOTESIS
DAN
DEFINISI
OPERASIONAL .............................................................................................
29
A. Kerangka Konsep .........................................................................
29
B. Hipotesis Penelitian ......................................................................
20
C. Definisi Operasional .....................................................................
30
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ....................................................
33
A. Desain Penelitian ..........................................................................
33
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................
33
1. Lokasi Penelitian ..........................................................................
33
2. Waktu Penelitian ...........................................................................
33
C. Populasi dan Sampel ....................................................................
33
1. Populasi .....................................................................................
33
xii
2. Sampel .......................................................................................
34
D. Instrumen Penelitian .....................................................................
35
E. Uji Validitas dan Reabilitas Penelitian .........................................
36
1. Uji Validitas ..............................................................................
36
2. Uji Reliabilitas ..........................................................................
36
3. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas .............................................
37
F. Tekhnik Pengumpulan Data .........................................................
38
G. Pengolahan Data...........................................................................
38
H. Analisa Data .................................................................................
39
1. Analisa Univariat ......................................................................
39
2. Analisa Bivariat .........................................................................
40
I. Etika Penelitian ..............................................................................
40
BAB V HASIL PENELITIAN ......................................................................
42
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...........................................
42
1. Gambaran Umum Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta ...................................................................................
42
2. Gambaran Umum Karakteristik Responden ........................
43
a) Usia Caregiver.....................................................................
43
b) Status Pernikahan Caregiver ...............................................
45
c) Jenis Kelamin Caregiver ....................................................
45
d) Masa Kerja Caregiver ........................................................
45
B. Analisa Univariat ..........................................................................
46
1. Gamabaran Beban kerja pada Caregiver ..................................
46
2. Gambaran Tingkat Stress Kerja pada CAregiver .....................
46
C. Analisa Bivariat ...........................................................................
47
1. Hubungan Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja pada Caregiver ................................................................................
47
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................
49
A. Karakteristik Responden .................................................................
49
1. Usia Caregiver ..........................................................................
49
xiii
2. Status Pernikahan Caregiver ....................................................
50
3. Jenis Kelamin Caregiver ..........................................................
50
4. Masa Kerja Caregiver ..............................................................
51
B. Hasil Analisis Univariat ..................................................................
51
1. Gambaran Beban Kerja pada Pekerja Sosial sebagai Caregiver ...................................................................................................
51
2. Gambaran Tingkat Stress Kerja pada Pekerja Sosial sebagai Caregiver ...................................................................................
52
C. Analisis Bivariat ..............................................................................
53
1. Hubungan Beban Kerj dengan Tingkat Stress Kerja pada Pekerja Sosial sebagai Caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta ....................................................................
53
D. Keterbatasan Penelitian ...................................................................
54
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................
55
A. Kesimpulan .....................................................................................
55
B. Saran ................................................................................................
55
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiv
xv
DAFTAR SINGKATAN
DKI
= Daerah Khusus Ibu Kota
OSI-R
= Occupatio all Stress Inentory – Revised Edition
PSTW
= Panti Sosial Tresna Werdha
SPSS
= Statistical Package for Social Science
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian ………………………………………. 28 Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ……………………………………. 29
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Definisi Operasional …………………………………………….. 30
Tabel 5.1
Distribusi frekuensi usia Pekerja Sosial sebaga Caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013……………….................................43
Tabel 5.2
Distribusi frekuensi Status Pernikahan Pekerja Sosial sebaga Caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013.........................44
Tabel 5.3
Distribusi frekuensi Jenis Kelamin Pekerja Sosial sebaga Caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013.........................................45
Tabel 5.4
Distribusi frekuensi Masa Kerja Pekerja Sosial sebaga Caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013..............................................45
Tabel 5.5
Distribusi frekuensi Beban Kerja pada Pekerja Sosial sebaga Caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013.........................46
Tabel 5.6
Distribusi frekuensi Tingkat Stress pada Pekerja Sosial sebaga Caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013........................47
Tabel 5.7
Hubungan antara Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja pada Pekerja Sosial sebagai Caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013..................................................................................................47
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Studi Pendahuluan dari Dinas Sosial Provindi DKI Jakarta Lampiran 2 Surat Permohonan Izin Uji Validitas dan Reabilitas Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Pengambilan Data Lampiran 4 Surat Rekomendasi dari Badan kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi DKI Jakarta Lampiran 5 Surat Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta tentang Pemberian Izin Penelitian dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Lampiran 6 Lembar persetujuan menjadi responden penelitian (Informed consent) Lampiran 7 Kuesioner penelitian Lampiran 8 Hasil uji statistik penelitian
xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Lanjut Usia adalah seseorang baik wanita maupun laki-laki yang telah berusia 60 tahun ke atas (UU No. 13 Tahun 1998 pasal 1 ayat 2). Pada tahun 2000 jumlah lansia baru mencapai 14,4 juta atau 7,18% total populasi penduduk Indonesia, dan
pada tahun 2004 jumlah lansia
meningkat hingga mencapai 16,5 juta. Pada tahun 2005 jumlah lansia mencapai angka 17,6 juta jiwa dan data pada tahun 2012 diketahui bahwa jumlah lansia meningkat menjadi 8% dari jumlah penduduk Indonesia yakni mencapai 28 juta jiwa (Kemensos, 2012). Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perbaikan sosioekonomi, perbaikan perawatan dan penyediaan fasilitas kesehatan serta semakin baiknya gizi masyarakat selama tiga dekade terakhir berdampak pada meningkatnya usia harapan hidup penduduk Indonesia menjadi 72 tahun. Hal ini membawa konsekuensi meningkatnya jumlah lanjut usia dari tahun ke tahun. Dengan semakin panjangnya usia harapan hidup, akan berimplikasi pada permasalahan sosial yang berkaitan dengan kondisi fisik, psikologis, sosial dan ekonomi dimana jumlah lanjut usia terlantar semakin meningkat. Diprediksi pada 2025, jumlah lansia membengkak menjadi 40 jutaan. Bahkan pada 2050 jumlah lansia diperkirakan mencapai 71,6 juta jiwa di Indonesia (Kemensos, 2012). Dari populasi lansia yang tercatat sebanyak 16.522.311 jiwa, sekitar 3.092.910 (20 persen) diantaranya adalah lansia terlantar (Depsos, 2006). Jumlah lansia terlantar yang mendapat pelayanan kesejahteraan sosial pada tahun 2005 adalah sebanyak 15.920 orang, sedangkan pada tahun 2006 bantuan kesejahteraan sosial kepada lansia meningkat menjadi 15.930 orang. Dalam Symposium on ageing, Lanjut Usia Kementerian Sosial RI, Yulia Suhartini mengatakan tahun 2012 jumlah lansia sudah
1
2
mencapai 28 juta jiwa atau sekitar delapan persen dari jumlah penduduk Indonesia dan 1,8 juta di antaranya terlantar. Tantangan yang dihadapi akibat meningkatnya jumlah lanjut usia, terutama mereka yang tidak potensial dan terlantar, adalah penyediaan jaminan sosial baik formal maupun informal. Diperkirakan sekitar 3,3 juta lansia memerlukan pelayanan sosial, sebagian besar terlantar dan memerlukan upaya perlindungan khusus (Komnas Lanjut Usia, 2000). Dinyatakan oleh Hawari (2007), di negara maju lanjut usia memiliki permasalahan seperti depresi hingga bunuh diri disebabkan keterasingan, isolasi sosial dan kesepian. Demikian juga dengan panti-panti werdha di negara maju yang menjadi semakin dibutuhkan. Disinilah timbul arti penting bagi Negara Indonesia untuk mempersiapkan panti-panti werdha yang tetap memberikan peluang bagi lanjut usia untuk tetap sejahtera tinggal di dalamnya. Panti adalah rumah atau tempat kediaman (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007). Sementara Tresna werdha berasal dari bahasa Jawa yang berarti mencintai lansia. Panti werdha ( rumah perawatan orang – orang lanjut usia ) ini biasanya diperuntukkan bagi lansia yang tidak mempunyai sanak keluarga atau teman yang mau menerima, sehingga pemeritah wajib melindungi lansia dengan menyelenggarakan panti werdha ( Darmojo, 2009 dalam Oktariyani 2012). Panti sosial yang dikelola oleh pemerintah dinamakan panti sosial tresna werdha. Panti Sosial Tresna Werdha ( PSTW ) adalah suatu lembaga pelayanan sosial yang menempatkan lansia sebagai penerima layanan. Panti Sosial Tresna Werdha berada dibawah bimbingan kementrian sosial republik indonesia. Jumlah Panti Sosial Tresna Werdha yang dikelola oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah dan Masyarakat (2010) berjumlah 235 unit dengan jumlah lanjut usia yang mampu ditangani sebanyak 11.397 orang (Kemensos, 2010). Sedangkan di wilayah DKI Jakarta sendiri terdapat 12 panti werdha yang dikelola oleh dinas sosial maupun oleh swasta. PSTW Budi Mulia adalah suatu lembaga pelayanan sosial yang berada di bawah naungan Dinas Sosial provinsi DKI Jakarta. Terdiri dari
3
PSTW Budi Mulia 01 yang terletak di Cipayung Jakarta Timur, PSTW Budi Mulia 02 terletak di Cengkareng Jakarta Barat, PSTW Budi Mulia 03 di Ciracas Jakarta Timur dan PSTW Budi Mulia 04 di Margaguna Jakarta Selatan. Masing masing memiliki warga binaan sendiri yang ditampung di panti – pati tersebut. PSTW Budi Mulia 01 warga binaan yang tinggal sebanyak 200 jiwa, PSTW Budi Mulia 02 warga binaan yang tinggal sebanyak 166 jiwa, PSTW Budi Mulia 03 warga binaan yang tinggal 130 jiwa dan PSTW Budi Mulia 04 warga binaan yang tinggal sebanyak 200 jiwa. Dinas sosial menyebutkan bahwa untuk menjadi anggota atau penghuni PSTW adalah lansia terlantar laki – laki atau perempuan yang berusia minimal 60 tahun dan sehat jasmani dan rohani (layananpanti, n.d). Berdasarkan hasil obeservasi yang telah dilakukan karakteristik lansia yang ada di panti ini biasanya lansia yang tergolong kurang mampu, memiliki taraf ekonomi yang rendah dan pendidikan yang rendah serta memiliki gaya hidup yang kurang karena sebelumnya lansia tersebut biasa hidup di jalanan. Seperti Panti Sosial pada umumnya PSTW Budi Mulia memiliki tujuan dalam meningkatkan kualitas pelayanan sosial lanjut usia secara fisik, mental, sosial yang diliputi rasa keselamatan dan kenyamanan. Pelayanan tersebut dilaksanakan dalam berbagai kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya dan menjadi kegiatan rutinitas bagi lansia. Dalam kegiatan rutinitasnya, para lansia membutuhkan dukungan sosial dimana orang lain dapat membantunya memenuhi kebutuhannya. Sumber dukungan sosial bagi para lansia adalah orang lain yang akan berinteraksi dengan para lansia tersebut sehingga para lansia dapat merasakan kenyamanan secara fisik maupun psikologis, yang disebut sebagai caregiver. Caregiver terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu caregiver yang berasal dari keluarga dan caregiver yang berada dalam suatu institusi formal ( Astuti, 2002). Caregiver yang bertugas di PSTW Budi Mulia terdiri dari Pekerja Sosial dan Pramu Sosial. Fungsi pelayanan dan pertolongan yang diberikan keduanya tidak jauh berbeda, keduanya
4
memberikan pelayanan sosial pada para lansia yang menjadi warga binaan sosial ( WBS) di PSTW Budi Mulia. Yang membedakan mereka adalah status kepegawaian yang berpengaruh pada fungsi administratif pelayanan ( Lubis, 2004). Caregiver formal yang bertugas di PSTW Budi Mulia untuk selanjutnya akan disebut dengan Pekerja Sosial atau Pramu Sosial. Di indonesia Idealnya seorang pekerja sosial dalam pelayanannya terhadap klien menangani 5 klien ( Depsos RI, 1995: 5 dalam Marsaoly, 2001). Namun pada kenyataan di lapangan ada ketidakseimbangan jumlah caregiver dengan warga binaan sosial. Di PSTW Budi Mulia 01 ratio antara jumlah caregiver dan warga binaan sosial adalah 1:11, di PSTW Budi Mulia 02 ratio perbandingannya 1 :11, di PSTW Budi Mulia 03 ratio perbandingannya
1:11,
dan
di
PSTW
Budi
Mulia
04
ratio
perbandingannya 1:13. Dari perbandingan ratio tersebut bisa terlihat adanya beban berlebih yang dialami oleh para caregiver. Oyebode 2003 dalam Juairiani 2004 dikatakan bahwa mereka yang menerima pertolongan caregiver biasanya bergantung pada caregivernya. Bagi caregiver tuntutan dari kliennya dapat mengakibatkan strees, baik secara langsung maupun tidak langsung. Caregiver memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan noncaregivers (Pinquart & Sorensen 2003). Memberikan perawatan pada klien dengan kondisi penurunan fungsional dirasakan begitu berat dan menyebabkan depresi bagi para caregiver (Grunfeld 2004). Menurut Okoye dan Asa (2011), sebagai seorang caregiver, memberikan perawatan terutama untuk orang tua, menuntut
pengorbanan yang besar, baik secara fisik dan emosional.
Sehingga peningkatan stress yang signifikan pada caregiver yag merawat lansia dengan demensia banyak sekali ditemukan. Studi penelitian menunjukkan bahwa 30 sampai 40 % dari caregiver lansia dementia mengalami deprsei dan stress ( Alzheimer’s Association & National Alliance for Caregiving 2004 ). Caregiver berada pada risiko kesehatan yang lebih besar daripada penerima perawatan, karena ketika caregiver mengabdikan diri dengan kebutuhan orang lain, mereka cenderung mengabaikan kebutuhan mereka
5
sendiri. Mereka mungkin tidak mengenali atau mungkin mengabaikan tanda-tanda penyakit, kelelahan atau depresi yang mereka alami. Stres negatif dapat berdampak pada kesehatan fisik caregiver atau menyebabkan caregiver secara fisik atau verbal agresif terhadap klien atau lansia. Studi juga menunjukkan bahwa salah satu alasan untuk penelantaran dan kekerasan pada lansia adalah stress pada caregiver (Gupta R, Chaudhuri A, 2008 dalam Okoye 2011). Studi menunjukkan bahwa 30% sampai 40% dari caregiver lansia dengan demensia menderita depresi dan stress (Covinsky et all, 2003). Zarit (2006), mengemukakan antara 40% sampai 70% dari caregiver memiliki gejala klinis yang signifikan dari depresi, dengan sekitar seperempat hingga setengah dari caregiver ditemukan kriteria diagnostik utama untuk depresi. Caregiver yang mengalami depresi sangat mungkin untuk
mendapatkan
gangguan
kecemasan,
penyalahgunaan
atau
ketergantungan zat psikotropika, dan penyakit kronis. (Spector dan Tampi, 2005). Hurrel mengemukakan
(dalam
Munandar
2001)
dan
Manuaba
(2000)
salah satu faktor penyebab stress kerja adalah beban
kerja, faktor – faktor pekerjaan yang dapat menimbulkan stress adalah kategori faktor – faktor intrinsik dalam pekerjaan adalah fisik dan tugas. Beban kerja termasuk kedalam cakupan tugas. Data dan fakta menunjukan lebih dari seperlima (22%) dari caregiver merasa kelelahan ketika mereka pergi tidur dimalam hari, dan mereka banyak yang merasa tidak dapat menangani semua tanggung jawab perawatan bagi para lansia akibat beban kerja yang dirasa begitu berat. (Center on Aging Society, 2005). Studi pendahuluan dilakukan terhadap 22 responden dari PSTW Budi Mulia 04 dan PSTW
Budi Mulia 01. Hasil studi pendahuluan
diketahui bahwa dari 22 responden 81,8 % mengalami stress sedang dan 18,2 % mengalami stress ringan. beban kerja yang di alami responden, merasa beban kerja ringan sampai sedang 72,7 %. Dari data dan fakta yang ditemukan peneliti dan mengacu pada teori Hurrel (dalam Munandar, 2001) bahwa beban kerja merupakan salah
6
satu faktor yang menyebabkan stress kerja. Maka peneliti akan mengkaji hubungan antara beban kerja dengan tingkat stress kerja pada caregiver. Peneliti akan melakukan penelitian di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta. Penelitian ini belum pernah diteliti di empat lokasi PSTW Budi Mulia di wilyah DKI Jakarta,sehingga sangat relevan jika permasalahan ini diangkat sebagai judul skripsi “ Hubungan antara Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja pada Pekerja Sosial sebagai Caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha DKI Jakarta 2013”.
B. Rumusan Masalah Stress merupakan reaksi internal individu untuk menyesuaikan diri terhadap stressor yang dihadapinya. Reaksi ini akan mempengaruhi individu berespon terhadap lingkungannya. Stress yang dialami oleh para Pekerja sosial sebagai caregiver formal di Panti Sosial bisa berdampak negatif baik untuk dirinya ataupun penerima perawatan. Banyaknya penelitian yang memperlihatkan kondisi stress yang terjadi pada para caregiver dan adanya perhitungan perbandingan jumlah caregiver dengan warga binaan sosial yang cukup signifikan yakni di PSTW Budi Mulia 01 ratio antara jumlah caregiver dan warga binaan sosial adalah 1 : 11, di PSTW Budi Mulia 02 ratio perbandingannya 1 : 11, di PSTW Budi Mulia 03 ratio perbandingannya 1 : 11, dan di PSTW Budi Mulia 04 ratio perbandingannya 1 : 13, membuat peneliti ingin melihat seberapa jauh hubungan beban kerja terhadap tingkat stress kerja yang dialami oleh para caregiver.
C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran tingkat stress kerja pada pekerja sosial sebagai caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta? 2. Bagaimana gambaran beban kerja pada pekerja sosial sebagai caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta? 3. Apakah ada hubungan antara beban kerja dengan stress kerja pada pekerja sosial sebagai caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta ?
7
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk melihat Hubungan beban kerja dengan tingkat stress kerja pada pekerja sosial sebagai caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta.
2. Tujuan khusus a. Mengetahui gambaran karakteristik demografi pada pekerja sosial sebagai caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta. b. Mengetahui gambaran tingkat stress kerja pada pekerja sosial sebagai caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta. c. Mengetahui gambaran beban kerja pada pekerja sosial sebagai caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta. d. Mengetahui ada atau tidak hubungan antara beban kerja dengan tingkat stress kerja pada pekerja sosial sebagai caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta.
E. Manfaat Penelitian 1. Institusi Pendidikan Keperawatan Gambaran tingkat stress kerja dan beban kerja yang didapat dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan konseling Institusi Pendidikan Keperawatan kepada para pekerja sosial sebagai caregiver di PSTW dalam meningkatkan kualitas pelayanan sosial yang diberikan. Secara tidak langsung, berguna untuk meningkatkan kesejahteraan sosial orang, kelompok maupun masyarakat yang dibantu oleh Pekerja Sosial sebagai seorang caregiver.
8
2. Bagi Lembaga PSTW Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan yang bermanfaat serta membantu pimpinan lembaga atau instansi dalam memberikan task schedule pada caregiver di PSTW.
3. Perkembangan Ilmu Keperawatan Manfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan adalah sebagai salah satu dasar untuk melakukan penelitian lebih mendalam tentang tingka stres kerja yang dialami para caregiver di panti sosial.
4. Mahasiswa a. Dapat memberikan masukan dan alternatif dalam mencegah dan mengatasi masalah stres yang dialami mahasiswa dalam memberikan pelayanan. b. Dapat menambah pengetahuan tentang hal-hal yang dapat menyebabkan stres saat memberikan pelayanan.
F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mengetahui hubungan beban kerja dengan tingkat stress kerja pada pekerja sosial sebagai caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia Jakarta. Subjek yang diteliti adalah para pemberi pelayanan atau caregiver di PSTW Budi Mulia 01, PSTW Budi Mulia 02, PSTW Budi Mulia 03, dan PSTW Budi Mulia 04. Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif analitik dan menggunakan desain penelitian cross sectional.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Caregiver Oyeboed mendefinisikan caregiver adalah “The person who provides care to another one who is defendent on him or her for help” (Oyebode
2003).
Juairiani
(2004)
dalam
tugas
kesarjanaannya
menyimpulkan bahwa caregiver adalah individu (baik keluarga, teman, tenaga sukarela ataupun tenaga profesional yang dibayar) yang memberi perhatian,
menyediakan
kebutuhan
fisik,
memberi
bantuan
atau
kenyamanan, serta perlindungan dan pengawasan kepada individu lain yang membutuhkan pertolongan karena sedang dalam keadaan sakit atau tidak mampu. Caregiver adalah seseorang yang memberikan bantuan kepada orang yang mengalami ketidakmampuan dan memerlukan bantuan karena penyakit dan keterbatasannya (Sukmarini, 2009). Seorang caregiver bisa berasal dari anggota keluarga, teman, ataupun tenaga profesional yang mendapatkan bayaran (Nadya, 2009). Caregiver lansia adalah seseorang baik itu berasal dari keluarga, teman, tetangga, ataupun tenaga profesional yang memberikan perawatan, memberikan perhatian, menyediakan kebutuhan fisik, memberi bantuan atau kenyamanan, serta perlindungan dan pengawasan kepada lansia karena ketidakmampuan, keterbatasan atau dalam keadaan sakit.
1. Tipe Tipe Tugas Caregiver Birren dan Schale dalam Juairiani (2004) menjelaskan mengenai tipe – tipe dan tugas caregiver yang digolongkan kedalam dua kelompok yaitu :
a. Berdasarkan bentuk gangguan yang dialami klien Bentuk
gangguan
mempengaruhi
jenis
yang bantuan
dialami yang
klien
dapat
diberikan
oleh
caregiver. Sebagai contoh, klien yang mengalami gangguan
9
10
pada fungsi fisik mengetahui apa yang hendak ia lakukan namun tidak mampu mengerjakannya tanpa bantuan caregiver. b. Berdasarkan tindakan yang dilakukan oleh caregiver Ada beberapa bentuk tindakan yang dapat diberikan oleh caregiver antara lain menyediakan materi yang dapat memeberikan pertolongan langsung, memberikan informasi atau saran tentang situasi dan kondisi klien, memberikan rasa nyaman dan dihargai serta diberikan kepada klien, menghargai positif individu dan memberi semangat serta persetujuan positif kepada klien. Serta membuat individu merasa menjadi anggota dari suatu kelompok yang saling membutuhkan. Dalam melaksanakan tugasnya, para caregiver di PSTW tergolong kedalam dua tipe diatas, memberikan pelayanan, perawatan, advokasi, sekaligus edukator bagi para lansia. Tidak hanya itu saja, para caregiver juga berperan dalam kenyamanan dan ketenangan para lansia di panti.
2. Karakteristik Caregiver Seorang
caregiver
percaya
bahwa
dirinya
memiliki
kemampuan, bersahabat, berharga, termotivasi secara internal, dapat menjadi tempat bergantug dan suka menolong orang lain. Compton dan galaway menambahakan kematangan yang terdiri dari kapasitas untuk kreatif, mampu mengobservasi diri sendiri ketika berinteraksi dengan orang lain, memiliki keinginan untuk menolong, sert memiliki keberanian serta kepekaan untuk menilai dan memutuskan sesuatu atas dasar kepentingan klien (Combs, et al dalam Juairiani 2004).
11
3. Jenis Caregiver Caregiver dibagi menjadi caregiver informal dan caregiver formal. Caregiver informal adalah salah seorang individu (anggota keluarga, teman atau tetangga) yang memberikan perawatan tanpa dibayar, paruh waktu atau sepanjang waktu, tinggal bersama maupun terpisah dengan orang yang dirawat, sedangkan caregiver formal adalah caregiver yang merupakan bagian dari sistem pelayanan baik dibayar maupun sukarelawan (Sukmarini, 2009). Dalam konteks ini para caregiver di PSTW tergolong kedalam jenis caregiver formal. Karena para caregiver di PSTW merupakan bagian dari sistem pelayanan.
4. Pekerja Sosial Sebagai Caregiver di Panti Sosial Dalam bidang pelayanan kesejahteraan sosial (termasuk pelayanan lansia), banyak lembaga kesejahteraan sosial yang memperkerjakan tenaga – tenaga profesional dan fungsional, yang salah satunya adalah pekerja sosial ( social worker) ( Marsaoly, 2001). Pekerja sosial adalah menurut keputusan menteri sosial RI No. 25/HUK/1996, “seseorang yang mempunyai kompetensi profesional yang diperolehnya melalui pendidikan formal atau pengalaman praktek di bidang pekerjaan sosial atau kesejahteraan sosial yang diakui secara resmi oleh pemerintah, dan melaksanakan tugas fungsional. Menurut Berry dalam Handayani (2004) istilah pekerja sosial diartikan sebagai : “the term ‘social worker’ to prefer to people who are paid in a profesional capacity to undertake the tasks of konselling and or social care palnning.” Istilah pekerja sosial menunjuk kepada orang yang
dibayar
dalam
suatu
kemampuan
profesional
untuk
mengadakan tugas tugas konseling dan atau perencanaan perawatan perlindungan social.
12
Pekerja sosial selaku ujung tombak daripada pelaksanaan pelayanan sosial oleh suatu lembaga ( termasuk panti) keberadaanya mempunyai peranan yang sangat penting dalam melayani klien karena itulah merekalah yang lebih mengetahui dan mengenali langsung masalah dan kebutuhan yang dirasakan oleh klien. Disamping itu juga pengetahuan dan keterampilan pekerjaan sosial yang mereka miliki, baik diperoleh lewat pendidikan maupun pelatihan – pelathan yang dilaksanakan, baik oleh kementrian sosial maupun institusi – intstitusi lain sangat diperlukan dalam rangka melaksanakan pelayanan sosial. Pekerja sosial di panti sosial adalah caregiver formal yang bertugas meningkatkan kualitas hidup penghuni panti sosial sehingga mereka dapat hidup lebih baik di masyarakat. Caregiver yang bertugas di panti sosial yang ada di indonesia terdiri dari pekerja sosial dan pramu sosial. Fungsi pelayanan dan pertolongan yang diberikan keduanya tidak jauh berbeda dimana keduanya memberikan pelayanan sosial pada klien yang ada di panti tempat mereka bekerja. Yang membedakan adalah status kepegawaian yang berpengaruh pada fungsi adminitrasi. Para caregiver melakukan tugasnya dituntun
oleh sejumlah kepercayaan
yang terpendam
yang
memotivasinya untuk melakukan perilaku menolong. Dalam menjalankan tugas, fungsi dan perannya sebagai tenaga fungsional, para caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia Jakarta terikat pada ketentuan – ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini adalah buku panduan pekerja sosial yang diterbitkan oleh Sekjen Depsos RI tahun 1998 dan merupakan pedoman bagi para pekerja sosial
dalam
rangka
menjalankan
tugas
pelayanan
bidang
kesejahteraan sosial . Dalam htttp://www.kemensos.go.id/peksos.htm disebutkan bahwa fungsi pekerja sosial adalah sebagai berikut : a. Melaksanakan
pencegahan
terhadap
berkembangnya masalah masalah sosial
timbul
dan
13
b. Melaksanakan
rehabilitasi
antara
lain
memperbaiki
,
memulihkan peran peran sosial yang terganggu c. Melaksanakan pengembangan kemampuan individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya dan mendayagunkaan potensi dan sumber sumber d. Memberikan dukungan terhadap profesi dan sektor - sektor lain guna peningkatan kualitas pelayanan sosial. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pekerja sosal adalah merupakan caregiver yang menolong orang atau kelompok lain dengan berdasarkan pegetahuan, nilai – nilai dan keahlian profesional yang diberikan secara sadar dan dan satu arah.
B. Definisi Stress Kerja 1. Definisi Stress Stress merupakan istilah dari bahasa latin “stingere” yang berarti “keras” (stricus). Istilah ini mengalami perubahan seiring dengan perkembangan penelaahan yang berkelanjutan dari waktu ke waktu dari straise, strest, stresce, dan stres (Yosep, 2007). Stress adalah suatu keadaaan ketika seseorang berespon terhadap perubahan yang terjadi dari situasi yang normal dan stabil dalam hidupnya. Stress bukanlah penyakit, namun kondisi stress dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan baik secara fisik, emosional intelektual, sosial dan spiritual (Kozier, 2004). Stres adalah respon manusia yang bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntunan kebutuhan yang ada dalam dirinya (Pusdikakes Depkes. RI dalam Sunaryo 2004). Bapak dari konsep stress modern, Selye (1976 dalam Potter & Perry, 2005), menyatakan bahwa stres adalah segala situasi dimana tuntutan nonspesifik mengharuskan seorang individu untuk merespon atau melakukan tindakan.
14
2. Definisi Stress Kerja Stress kerja merupakan respon psikologis individu terhadap tuntutan di tempat kerja yang menuntut seseorang untuk beradaptasi dalam mengatasinya. Stress kerja merupakan respon seseorag terhadap tuntutan
dari
pekerjaanya
(Martina,
2012).
Spears
(2008)
mendefinisikan stress kerja sebagai reaksi seseorang terhadap tekanan yang berlebihan atau tuntutan di tempat kerja yang bersifat merugikan.
3. Tahapan Stress Menurut Amberg (1979) seperti yang dikemukakan Hawari (2008) bahwa tahapan stres sebagai berikut : a. Stres tahap I Tahapan ini merupakan tahapan stress yang paling ringan, dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan berikut : 1) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting). 2) Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasannya. 3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya ; namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan (all out) disertai rasa gugup yang berlebihan pula. 4) Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin bertambah semangat, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.
b. Stres tahap II Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut : 1) Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar 2) Merasa mudah lelah sesudah makan siang 3) Lekas merasa capek menjelang sore hari
15
4) Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort). 5) Detakan
jantung
lebih
keras
dari
biasanya
(berdebar-debar) 6) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang 7) Tidak bisa santai.
c. Stres tahap III Pada
tahap
III
keluhan
semakin
meningkat
dan
mengganggu yaitu : 1) Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan maag (gastritis), buang air besar tidak teratur (diare). 2) Ketegangan otot-otot semakin terasa. 3) Perasaan
ketidaktenangan
dan
ketegangan
emosional semakin meningkat. 4) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early imsomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle imsomnia), atau bangun terlau pagi atau dini hari dan tidak dapat kembali tidur (late imsomnia). 5) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa mau pingsan). Kesempatan untuk beristrirahat guna menambah suplai energi yang mengalami defisit.
d. Stres tahapan IV 1) Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit. 2) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit.
16
3) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate). 4) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari. 5) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan 6) Seringkali menolak ajakan (negativesm) kerena tidak semangat dan kegairahan. 7) Daya konsentrasi dan daya ingat menurun. 8) Timbul perasaan ketakuatan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.
e. Stres tahap V Bila keadaan berlanjut maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V yang ditandai dengan hal-hal berikut : 1) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical
and psychological ex-
haution). 2) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sahari-hari yang ringan dan sederhana. 3) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-intestinal disorder) 4) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik.
f. Stres tahap VI 1) Debaran jantung teramat keras 2) Susah bernafas (sesak dan megap-megap) 3) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran 4) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan
17
5) Pingsan dan kolaps (collapse)
Bila dikaji maka keluhan atau gejala-gejala sebagaimana digambarkan di atas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh sebagai akibat stresor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya. 4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Stress Stressor diperkenalkan oleh Selye. Stressor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya respon stres. Stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja, dirumah, dalam kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya. Tekanan stress atau stressor akan membebani individu dan mengakibatkan gangguan keseimbangan
fisik
maupun
psikis.
Usaha
seseorang
dalam
menanggulangi stressor dikatakan stress (Maramis, 2009). Stres merupakan reaksi non-spesifik manusia terhadap rangsangan atau tekanan (stimulus stressor) (Hartono, 2007). Potter & perry (2005) mengklasifikasikan faktor penyebab stres menjadi 2 yaitu: a. Faktor internal yaitu
faktor yang berasal dari dalam diri
seseorang seperti: kondisi fisik, atau suatu keadaan emosi, dan motivasi/harapan. b. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari diri seseorang seperti: perubahan ,lingkungan sekitar, keluarga,hubungan interpersonal dan sosial budaya. Adapun menurut Grand (2000) dalam Sunaryo (2004), stres ditinjau dari penyebabnya hanya dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : a. Penyebab kehidupan
makro seperti
kebangkrutan.
menyangkut
peristiwa
besar
dalam
kematian,
perceraian,
luka
bathin,
18
b. Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil seharihari, seperti pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaaan, masalah apa yang akan dimakan, dan antri. Menurut Munandar dalam Psikologi Kesehatan, faktor – faktor yang berhubungan dengan stress kerja adalah : a. Tuntutan Tugas 1) Shift kerja Penelitian kepada para pekerja shift menunjukkan bahwa kerja shift merupakan sumber utama dari stress bagi para pekerja. (Monk & Tepas 1985 dalam Komara 2012).
2) Beban Kerja Beban kerja adalah kombinasi dari beban kerja kuantitatif
dan
kualitatif.
Beban
kerja
secara
kuantitatif yaitu timbul karena tugas – tugas terlalu banyak atau sedikit, sedangkan beban kerja kualitatif jika pekerja merasa tidak mampu melakukan tugas atau tidak menggunakan keterampilan atau potensi dari pekerja (Munandar, 2001).
c. Peran individu dalam Organisasi Setiap pekerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organsasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus ia lakukan sesuai dengan aturan – aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan atasannya. Namun demikian, pekerja tidak selalu berhasil memainkan perannya tanpa menimbulkan masalah sehingga hal ini merupakan pembangkit stress yang meliputi konflik peran dan ketidak jelasan kerja. Konflik peran akan timbul jika seorang tenaga kerja mengalami adanya pertentangan antara tugas – tugas yang
19
harus ia lakukan dan antara tanggung jawab yang ia miliki atau tugas – tugas yang harus ia lakukan yang menurut pandangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaan. Konflik peran juga dapat terjadi akibat adanya tuntutan – tuntutan yang bertentangan dari atasa, rekan, bawahannya, atau
orang lain
yang dinilai
penting bagi
dirinya.
Pertentangan dengan nilai – nilai pribadi pun sewaktu-waktu dapat menyebabkan terjadinya konflik peran saat pekerja melakukan tugasnya.
d. Pengembangan Karir Pengembangan karir merupakan pembangkit stress yang potensial
yang
mencangkup
ketidakpastian
pekerjaan,
promosi yang berlebih atau promosi yang kurang.
e. Hubungan dalam pekerjaan Hubungan yang buruk dengan atasan, rekan kerja dan bawahan dalam bekerja dapat memicu timbulnya stress dan absenteisme dalam bekerja.
f. Struktur dan Iklim Organisasi Faktor stress yang dikemukakan dalam kategori ini berpusat pada sehjauh mana tenaga kerja dapat terlibat atau berperan serta dan pada support sosial. Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negatif. Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan produktivitas, dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik. (Komara,2012).
20
g. Tuntutan dari luar organisasi Kategori pembangkit stress potensial ini mencangkup segala unsur kehidupan seseorang yang dapat berinteraksi dengan peristiwa – peristiwa kehidupan dan kerja didalam satu organisasi, dengan demikian memberi tekanan pada individu. Namun perlu diketahui bahwa peristiwa pribadi dapat meringankan akibat dari pembangkit stress organisasi. Jadi support sosial berfungsi sebagai bantal penahan stress. Sebaliknya, kepuasan kerja dapat membantu individu untuk menghadapi kehidupan pribadi yang penuh stress dengan berfungsi sebagai bantal penahan. h. Ciri – ciri individu Stress ditentukan pula oleh individunya sendiri, sejauh mana
ia
melihat
situasinya
sebagai
penuh
stress
(Komara,2012). Reaksi – reaksi psikologis, fisiologis dalam bentuk perilaku terhadap stress adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya sendiri, mencakup ciri – ciri kepribadian yang khusus dan pola – pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai- nilai, pengalaman masa lalu, keadaan kehidupan dan kecakapan.
1) Kepribadian Faktor – faktor dalam diri individu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsangan dari lingkungan
yang
merupakan
pembangkit
stress
potensial dengan individu.
2) Kecakapan Merupakan variable yang ikut menentukan stress tidaknya suatu situasi yang sedang dihadapi, jika seorang pekerja menghadapi masalah yang ia rasakan
21
tidak mampu ia pecahkan, sedangkan situasi tersebut penting bagi dirinya sehingga ia mengalami stress. Ketidakmampuan menghaddapi situasi menimbulkan rasa tidak berdaya. Sebaliknya jika merasa mampu mengahadapi situasi orang justru akan merasa di tantang dan motivasinya akan meningkat.
3) Nilai dan Kebutuhan Setiap organisasi mempunyai kebudayaan masing – masing, kebudayaan yang terdiri dari keyakinan – keyakinan, nilai – nilai, dan norma – norma perilaku yang menunjang organisasi dalam usahanya mengatasi masalah – masalah adaptasi eksternal dan internal.
4) Masa Kerja Masa kerja mempunyai potensial untuk terjadinya stress. hal ini sesuai dengan pendapat Robbin berdasarkan teori pola hubungan U terbalik yang memeberikan reaksi terhadap stress sepanjang waktu dan terhadap perubahan intensitas stress, baik masa kerja yang sebentar ataupun lama dapat menjadi pemicu terjadinya stress kerja serta diperberat dengana danya beban kerja yang besar. Pekerja yang telah bekerja di atas 5 (lima) tahun biasanya memiliki tingkat kejenuhan yang lebih tinggi dari pada pekerja yang baru bekerja. Sehingga adanya tingkat kejenuhan tersebut dapat menyebabkan stress dalam bekerja (Munandar,2004).
5) Umur Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh UO Okoye dan SS Asa (2011) pada 330 care giver di Panti sosial di Negara bagian Nigeria tenggara menyebutkan,
22
tingkat stress pada caregiver yang masih remaja lebih tinggi dibanding caregiver dewasa hal ini dikarenakan para remaja tersebut memiliki lebih banyak kegiatan dan tidak tersedianya waktu yang cukup untuk mengurus hal lain yang menarik perhatian mereka. Selain itu caregiver yang telah dewasa memiliki pengalaman yang lebih dalam memberikan pelayanan sehingga dengan pengalaman tersebut para caregiver dewasa mampu mengatasi permasalahan lebih baik daripada para caregiver remaja.
6) Pendidikan Penelitian yang dilakukan oleh UO Okuye dan SS Asa 2011 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan caregiver berpengaruh pada tingkat pengalaman stress. Cregiver dengan tingkat pendidkan yang rendah mengalami tingkat stress yang tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang tinggi.
7) Status pernikahan Menurut Handy (dalam Komara 2012) menyatakan bila seorang pekerja mendapatkan dukungan dalam karir dari isteri atau suami maka ia akan mendapatkan kepuasan kerja. Oleh karena itu hubungan pernikahan yang baik membantu pekerja untuk mencegah atau mengurangi stress kerja.
5. Sumber Stress Menurut Cooper (1983) dalam Prihatini (2008) sumber stress kerja terdiri dari faktor – faktor :
23
a. Lingkungan kerja ; Kondisi kerja yang buruk berpotensi menyebabkan pekerja mudah sakit, mengalami stress dan menurunkan produktivitas kerja. b. Overload (beban kerja berlebih) ; beban kerja kuantitatif bila target kerja melebihi kerja yang bersangkutan akibatnya mudah lelah dan berada dalam ketegangan. Beban kerja berlebihan secara kualitatif, bila pekerjaan memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. c. Deprivational stress ; yaitu pekerjaan yang tidak menantang atau tidak menarik lagi bagi pekerja, akibatnya timbul berbagai keluhan seperti kebosanan, ketidakpuasan dan lain sebagainya. d. Pekerjaan berisiko tinggi, peerjaan yang berbahaya bagi keselamatan. Menurut Rice (1999) dalam (Marita, 2012) beberapa sumber stress yang dapat mengakibatkan stress kerja antara lain : a.
Physichal danger, yaitu sumber potensial yang dapat mengakibatkan stress kerja terutama saat pekerja menghadapi kemungkinan terluka. Pekerjaan yang berada pada pekerjaan yang darurat misalnya polisi, pemadam kebakaran, dan tentara memiliki kemungkinan stress kerja.
b.
Shift Work adalah salah satu sumber stress kerja. Shift work dapat
mengakibatkan
terganggunya
pola
tidur,
ritme
neurophysiological, metabolisme tubuh dan efisien mental. Reaksi tersebut terjadi karena terganggunya cicardian ryhtem, yaitu tipe jam biologis tubuh. c.
Role ambiguity (ambiguitas peran ) adalah sumber stress kerja yang banyak terjadi terutama dalam struktur organisasi yang besar. Ini terjadi karena peran menunjukkan ekspektasi sosial yang akan ditunjukkan individu pada perilakunya saat individu tersebut menduduki posisi yang jelas.
24
d.
Interpersonal Stress. rendahnya hubungan interpersonal individu dapat mengakibatkan stress kerja. Hubungan interpersonal dibutuhkan oleh pekerja.
e.
Career development. Stress kerja dapat diakibatkan oleh ketidaktersediaanya kebutuhan karir oleh pekerja, dimana penelitian
mengenai
stress
kerja
mengatakan
bahwa
seseorang membawa harapan spesifik terhadap pekerjaanya, harapan mengenai hal – hal yang berlalu begitu cepat, atau terus menerus dan berharap akan adanya kemajuan. f.
Organiational
structure.
Stuktur
organisasi
dapat
mengakibatkan stress kerja, pekerja biasanya mengalami permasalahan
dengan
struktur
yang
tidak
jelas,
ketidakstabilan politik dalam organisasi dan ketidakmampuan supervisi dalam manajemen. g.
Hubungan antara rumah dan pekerjaan, masalah pribadi, pekerjaan dirumah dapat mengakibatkan stress kerja di lingkungan tempat dia bekerja.
h.
Kebosanan dan situasi monoton, situasi yang membosankan dan monoton dapat mengakibatkan stress kerja. Pekerja menerima
pekerjaan
mereka
sebagai
sesutu
yang
membosankan, monoton dan dilakukan berulang – ulang i.
Technostress, tekhnologi dapat menjadi sumber stress bagi pekerja saat pekerja merasakan kondisi dari ketidakmampuan mereka atau organisasinya untuk
beradaptasi
dengan
tekhnologi yang baru.
6. Tingkatan Stress Leidy et al (1990) dalam Potter & Perry (2005) mengemukakan bahwa situasi stress ringan biasanya tidak mengakibatkan kerusakan fisiologis kronis, tetapi stress sedang dan berat dapat menimbulkan resiko penyakit medis atau memburuknya penyakit kronis. Seperti
25
yang dikategorikan Leidy et al, Rasmun (2004) juga mengkategorikan stress menjadi tiga kategori : a.
Ringan (stres yang tidak merusak aspek fisiologis dari seseorang, terjadi hanya beberapa menit atau beberapa jam)
b.
Sedang (stress yang dapat memicu terjadinya penyakit, terjadi lebih lama dari stress ringan beberapa jam hingga beberapa hari)
c.
Berat (stress yang dapat memicu terjadinya penyakit, stress kronis yang terjadi beberapa minggu hingga beberapa tahun)
C. Definisi Beban kerja 1. Definisi beban kerja Beban kerja adalah kombinasi dari beban kerja kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja secara kuantitatif yaitu timbul karena tugas – tugas terlalu banyak atau sedikit, sedangkan beban kerja kualitatif jika pekerja merasa tidak mampu melakukan tugas atau tidak menggunakan keterampilan atau potensi dari pekerja. (Munandar,2001). Akibat beban kerja yang terlalu berat atau yang terlalu sedikit dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Tidak hanya itu saja, beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan fisik atau mental dan reaksi – reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan beban kerja yang terlalu sedikit dimana terjadi pengulangan gerak akan mengakibatkan kebosanan, rasa monoton. Beban kerja yang berlebihan atau rendah dapat menimbulkan stress kerja (Manuaba, 2000).
2. Beban kerja pada caregiver Beban tanggung jawab caregiving mempengaruhi kualitas hubungan antara pengasuh dan penerima perawatan, kesehatan caregiver dan keputusan untuk melembagakan penerima perawatan
26
(Pinquart & Sorensen, (2007); Schulz & Martire, (2004) dalam Savundranayagam et all (2010)) . Beban pada caregiver mempengaruhi kesehatan caregiver ataupun penerima perawatan (Kim et all, 2012). Beban caregiver dibagi atas dua yaitu beban subyektif dan beban obyektif. Beban subyektif caregiver adalah respon psikologis yang dialami caregiver sebagai akibat perannya dalam merawat pasien. Sedangkan beban obyektif caregiver yaitu masalah praktis yang dialami oelh caregiver, seperti masalah keuangan, gangguan pada kesehatan fisik, masalah dalam pekerjaan, dan aktifitas sosial (Sukmarini 2009). Ada 3 faktor beban caregiver yaitu efek dalam kehidupan pribadi dan sosial caregiver. Beban psikologis dan perasaan bersalah. Caregiver harus memberikan sejumlah waktu energi dan uang. Tugas ini acap kali dirasakan tidak menyenangkan menyebabkan stress psikologis dan melelahkan secara fisik. Faktor terakhir berhubungan dengan perasaan bersalah seperti seharusnya dapat melakukan lebih banyak, tidak dapat merawat dengan baik, dan lain sebagainya (Rahmat, 2009). Beban kerja caregiver telah didefinisikan sebagai respon multidimensi akibat penilaian negatif dan stress yang dirasakan akibat mengurus individu yang sakit atau memiliki keterbatasan (Kim et all, 2012). 3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja Manuaba (2000) menyatakan bahwa beban kerja dipengaruhi oleh faktor – faktor berikut : a. Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja. Fakor eksternal mencakup tiga aspek yang sering kali disebut stressor. Pertama, tugas – tugas yang bersifat fisik seperti stasiun kerj, tata ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, sedangkan tugas – tugas yang bersikap mental seperti kompleksitas pekerjaan,
27
tingkat kesulitan pekerjaan dan tanggung jawab pekerjaan. Kedua, organisasi kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu istiraha, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang. Dan yang ketiga, lingkungan kerja baik lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja psikologis. b. Faktor internal, adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut strain, berat ringannya strain dapat dinilai baik secara obyektif maupun subyektif. Faktor internal meliputi faktor somatis ( jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, dan kondisi kesehatan) dan faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, dan kepuasan).
D. Penelitian Terkait Lebih dari seperlima (22%) dari caregiver merasa kelelahan ketika mereka pergi tidur dimalam hari, dan mereka banyak yang merasa tidak dapat menangani semua tanggung jawab perawatan bagi para lansia akibat beban kerja yang dirasa begitu berat. (Center on Aging Society, 2005). Berdasarkan penelitian Prihatini (2008), Terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan stress kerja pada perawat perawatan ruang penyakit dalam RSUD Sidikalang. Menurut Campbell et al. (2008), faktor lain yang terkait dengan beban caregiver yang dapat menyebabkan stres bagi caregiver salah satunya adalah kualitas hubungan antara caregiver dan klien, kemampuan kognitif klien, perilaku dan gejala psikologis yang ditampilkan oleh klien, jenis kelamin caregiver, dan peristiwa tidak baik dalam kehidupan. Hasil penelitian Fitrikasari et all (2012), pada caregiver penderita skizofrenia didapatkan bahwa nilai skor BAS (Burden Assessment Schedule) antara 18 sampai dengan 40, dengan rata – rata 26,41. Sebanyak 89 responden (89%) merasa terbebani dengan kondisi penderita. Beban cregiver mengancam kondisi fisik, psikologis,
28
emosional dan kesehatan fungsional caregiver (Zarit et al. 1980, Parks & Novielli 2000, Etters et al. 2008, Carretero et al. 2009 dalam Savundranayagam 2010).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Caregiver Oyeboed mendefinisikan caregiver adalah “The person who provides care to another one who is defendent on him or her for help” (Oyebode
2003).
Juairiani
(2004)
dalam
tugas
kesarjanaannya
menyimpulkan bahwa caregiver adalah individu (baik keluarga, teman, tenaga sukarela ataupun tenaga profesional yang dibayar) yang memberi perhatian,
menyediakan
kebutuhan
fisik,
memberi
bantuan
atau
kenyamanan, serta perlindungan dan pengawasan kepada individu lain yang membutuhkan pertolongan karena sedang dalam keadaan sakit atau tidak mampu. Caregiver adalah seseorang yang memberikan bantuan kepada orang yang mengalami ketidakmampuan dan memerlukan bantuan karena penyakit dan keterbatasannya (Sukmarini, 2009). Seorang caregiver bisa berasal dari anggota keluarga, teman, ataupun tenaga profesional yang mendapatkan bayaran (Nadya, 2009). Caregiver lansia adalah seseorang baik itu berasal dari keluarga, teman, tetangga, ataupun tenaga profesional yang memberikan perawatan, memberikan perhatian, menyediakan kebutuhan fisik, memberi bantuan atau kenyamanan, serta perlindungan dan pengawasan kepada lansia karena ketidakmampuan, keterbatasan atau dalam keadaan sakit.
1. Tipe Tipe Tugas Caregiver Birren dan Schale dalam Juairiani (2004) menjelaskan mengenai tipe – tipe dan tugas caregiver yang digolongkan kedalam dua kelompok yaitu :
a. Berdasarkan bentuk gangguan yang dialami klien Bentuk
gangguan
mempengaruhi
jenis
yang bantuan
dialami yang
klien
dapat
diberikan
oleh
caregiver. Sebagai contoh, klien yang mengalami gangguan
9
10
pada fungsi fisik mengetahui apa yang hendak ia lakukan namun tidak mampu mengerjakannya tanpa bantuan caregiver. b. Berdasarkan tindakan yang dilakukan oleh caregiver Ada beberapa bentuk tindakan yang dapat diberikan oleh caregiver antara lain menyediakan materi yang dapat memeberikan pertolongan langsung, memberikan informasi atau saran tentang situasi dan kondisi klien, memberikan rasa nyaman dan dihargai serta diberikan kepada klien, menghargai positif individu dan memberi semangat serta persetujuan positif kepada klien. Serta membuat individu merasa menjadi anggota dari suatu kelompok yang saling membutuhkan. Dalam melaksanakan tugasnya, para caregiver di PSTW tergolong kedalam dua tipe diatas, memberikan pelayanan, perawatan, advokasi, sekaligus edukator bagi para lansia. Tidak hanya itu saja, para caregiver juga berperan dalam kenyamanan dan ketenangan para lansia di panti.
2. Karakteristik Caregiver Seorang
caregiver
percaya
bahwa
dirinya
memiliki
kemampuan, bersahabat, berharga, termotivasi secara internal, dapat menjadi tempat bergantug dan suka menolong orang lain. Compton dan galaway menambahakan kematangan yang terdiri dari kapasitas untuk kreatif, mampu mengobservasi diri sendiri ketika berinteraksi dengan orang lain, memiliki keinginan untuk menolong, sert memiliki keberanian serta kepekaan untuk menilai dan memutuskan sesuatu atas dasar kepentingan klien (Combs, et al dalam Juairiani 2004).
11
3. Jenis Caregiver Caregiver dibagi menjadi caregiver informal dan caregiver formal. Caregiver informal adalah salah seorang individu (anggota keluarga, teman atau tetangga) yang memberikan perawatan tanpa dibayar, paruh waktu atau sepanjang waktu, tinggal bersama maupun terpisah dengan orang yang dirawat, sedangkan caregiver formal adalah caregiver yang merupakan bagian dari sistem pelayanan baik dibayar maupun sukarelawan (Sukmarini, 2009). Dalam konteks ini para caregiver di PSTW tergolong kedalam jenis caregiver formal. Karena para caregiver di PSTW merupakan bagian dari sistem pelayanan.
4. Pekerja Sosial Sebagai Caregiver di Panti Sosial Dalam bidang pelayanan kesejahteraan sosial (termasuk pelayanan lansia), banyak lembaga kesejahteraan sosial yang memperkerjakan tenaga – tenaga profesional dan fungsional, yang salah satunya adalah pekerja sosial ( social worker) ( Marsaoly, 2001). Pekerja sosial adalah menurut keputusan menteri sosial RI No. 25/HUK/1996, “seseorang yang mempunyai kompetensi profesional yang diperolehnya melalui pendidikan formal atau pengalaman praktek di bidang pekerjaan sosial atau kesejahteraan sosial yang diakui secara resmi oleh pemerintah, dan melaksanakan tugas fungsional. Menurut Berry dalam Handayani (2004) istilah pekerja sosial diartikan sebagai : “the term ‘social worker’ to prefer to people who are paid in a profesional capacity to undertake the tasks of konselling and or social care palnning.” Istilah pekerja sosial menunjuk kepada orang yang
dibayar
dalam
suatu
kemampuan
profesional
untuk
mengadakan tugas tugas konseling dan atau perencanaan perawatan perlindungan social.
12
Pekerja sosial selaku ujung tombak daripada pelaksanaan pelayanan sosial oleh suatu lembaga ( termasuk panti) keberadaanya mempunyai peranan yang sangat penting dalam melayani klien karena itulah merekalah yang lebih mengetahui dan mengenali langsung masalah dan kebutuhan yang dirasakan oleh klien. Disamping itu juga pengetahuan dan keterampilan pekerjaan sosial yang mereka miliki, baik diperoleh lewat pendidikan maupun pelatihan – pelathan yang dilaksanakan, baik oleh kementrian sosial maupun institusi – intstitusi lain sangat diperlukan dalam rangka melaksanakan pelayanan sosial. Pekerja sosial di panti sosial adalah caregiver formal yang bertugas meningkatkan kualitas hidup penghuni panti sosial sehingga mereka dapat hidup lebih baik di masyarakat. Caregiver yang bertugas di panti sosial yang ada di indonesia terdiri dari pekerja sosial dan pramu sosial. Fungsi pelayanan dan pertolongan yang diberikan keduanya tidak jauh berbeda dimana keduanya memberikan pelayanan sosial pada klien yang ada di panti tempat mereka bekerja. Yang membedakan adalah status kepegawaian yang berpengaruh pada fungsi adminitrasi. Para caregiver melakukan tugasnya dituntun
oleh sejumlah kepercayaan
yang terpendam
yang
memotivasinya untuk melakukan perilaku menolong. Dalam menjalankan tugas, fungsi dan perannya sebagai tenaga fungsional, para caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia Jakarta terikat pada ketentuan – ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini adalah buku panduan pekerja sosial yang diterbitkan oleh Sekjen Depsos RI tahun 1998 dan merupakan pedoman bagi para pekerja sosial
dalam
rangka
menjalankan
tugas
pelayanan
bidang
kesejahteraan sosial . Dalam htttp://www.kemensos.go.id/peksos.htm disebutkan bahwa fungsi pekerja sosial adalah sebagai berikut : a. Melaksanakan
pencegahan
terhadap
berkembangnya masalah masalah sosial
timbul
dan
13
b. Melaksanakan
rehabilitasi
antara
lain
memperbaiki
,
memulihkan peran peran sosial yang terganggu c. Melaksanakan pengembangan kemampuan individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya dan mendayagunkaan potensi dan sumber sumber d. Memberikan dukungan terhadap profesi dan sektor - sektor lain guna peningkatan kualitas pelayanan sosial. Secara umum dapat disimpulkan bahwa pekerja sosal adalah merupakan caregiver yang menolong orang atau kelompok lain dengan berdasarkan pegetahuan, nilai – nilai dan keahlian profesional yang diberikan secara sadar dan dan satu arah.
B. Definisi Stress Kerja 1. Definisi Stress Stress merupakan istilah dari bahasa latin “stingere” yang berarti “keras” (stricus). Istilah ini mengalami perubahan seiring dengan perkembangan penelaahan yang berkelanjutan dari waktu ke waktu dari straise, strest, stresce, dan stres (Yosep, 2007). Stress adalah suatu keadaaan ketika seseorang berespon terhadap perubahan yang terjadi dari situasi yang normal dan stabil dalam hidupnya. Stress bukanlah penyakit, namun kondisi stress dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan baik secara fisik, emosional intelektual, sosial dan spiritual (Kozier, 2004). Stres adalah respon manusia yang bersifat nonspesifik terhadap setiap tuntunan kebutuhan yang ada dalam dirinya (Pusdikakes Depkes. RI dalam Sunaryo 2004). Bapak dari konsep stress modern, Selye (1976 dalam Potter & Perry, 2005), menyatakan bahwa stres adalah segala situasi dimana tuntutan nonspesifik mengharuskan seorang individu untuk merespon atau melakukan tindakan.
14
2. Definisi Stress Kerja Stress kerja merupakan respon psikologis individu terhadap tuntutan di tempat kerja yang menuntut seseorang untuk beradaptasi dalam mengatasinya. Stress kerja merupakan respon seseorag terhadap tuntutan
dari
pekerjaanya
(Martina,
2012).
Spears
(2008)
mendefinisikan stress kerja sebagai reaksi seseorang terhadap tekanan yang berlebihan atau tuntutan di tempat kerja yang bersifat merugikan.
3. Tahapan Stress Menurut Amberg (1979) seperti yang dikemukakan Hawari (2008) bahwa tahapan stres sebagai berikut : a. Stres tahap I Tahapan ini merupakan tahapan stress yang paling ringan, dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan berikut : 1) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting). 2) Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasannya. 3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya ; namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan (all out) disertai rasa gugup yang berlebihan pula. 4) Merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin bertambah semangat, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.
b. Stres tahap II Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut : 1) Merasa letih sewaktu bangun pagi, yang seharusnya merasa segar 2) Merasa mudah lelah sesudah makan siang 3) Lekas merasa capek menjelang sore hari
15
4) Sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort). 5) Detakan
jantung
lebih
keras
dari
biasanya
(berdebar-debar) 6) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang 7) Tidak bisa santai.
c. Stres tahap III Pada
tahap
III
keluhan
semakin
meningkat
dan
mengganggu yaitu : 1) Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan maag (gastritis), buang air besar tidak teratur (diare). 2) Ketegangan otot-otot semakin terasa. 3) Perasaan
ketidaktenangan
dan
ketegangan
emosional semakin meningkat. 4) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early imsomnia), atau terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle imsomnia), atau bangun terlau pagi atau dini hari dan tidak dapat kembali tidur (late imsomnia). 5) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa mau pingsan). Kesempatan untuk beristrirahat guna menambah suplai energi yang mengalami defisit.
d. Stres tahapan IV 1) Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit. 2) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit.
16
3) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate). 4) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari. 5) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan 6) Seringkali menolak ajakan (negativesm) kerena tidak semangat dan kegairahan. 7) Daya konsentrasi dan daya ingat menurun. 8) Timbul perasaan ketakuatan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.
e. Stres tahap V Bila keadaan berlanjut maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V yang ditandai dengan hal-hal berikut : 1) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical
and psychological ex-
haution). 2) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sahari-hari yang ringan dan sederhana. 3) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastro-intestinal disorder) 4) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik.
f. Stres tahap VI 1) Debaran jantung teramat keras 2) Susah bernafas (sesak dan megap-megap) 3) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran 4) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan
17
5) Pingsan dan kolaps (collapse)
Bila dikaji maka keluhan atau gejala-gejala sebagaimana digambarkan di atas lebih didominasi oleh keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh sebagai akibat stresor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya. 4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Stress Stressor diperkenalkan oleh Selye. Stressor adalah faktor-faktor dalam kehidupan manusia yang mengakibatkan terjadinya respon stres. Stressor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis, maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja, dirumah, dalam kehidupan sosial, dan lingkungan luar lainnya. Tekanan stress atau stressor akan membebani individu dan mengakibatkan gangguan keseimbangan
fisik
maupun
psikis.
Usaha
seseorang
dalam
menanggulangi stressor dikatakan stress (Maramis, 2009). Stres merupakan reaksi non-spesifik manusia terhadap rangsangan atau tekanan (stimulus stressor) (Hartono, 2007). Potter & perry (2005) mengklasifikasikan faktor penyebab stres menjadi 2 yaitu: a. Faktor internal yaitu
faktor yang berasal dari dalam diri
seseorang seperti: kondisi fisik, atau suatu keadaan emosi, dan motivasi/harapan. b. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari diri seseorang seperti: perubahan ,lingkungan sekitar, keluarga,hubungan interpersonal dan sosial budaya. Adapun menurut Grand (2000) dalam Sunaryo (2004), stres ditinjau dari penyebabnya hanya dibedakan menjadi 2 macam, yaitu : a. Penyebab kehidupan
makro seperti
kebangkrutan.
menyangkut
peristiwa
besar
dalam
kematian,
perceraian,
luka
bathin,
18
b. Penyebab mikro, yaitu menyangkut peristiwa kecil seharihari, seperti pertengkaran rumah tangga, beban pekerjaaan, masalah apa yang akan dimakan, dan antri. Menurut Munandar dalam Psikologi Kesehatan, faktor – faktor yang berhubungan dengan stress kerja adalah : a. Tuntutan Tugas 1) Shift kerja Penelitian kepada para pekerja shift menunjukkan bahwa kerja shift merupakan sumber utama dari stress bagi para pekerja. (Monk & Tepas 1985 dalam Komara 2012).
2) Beban Kerja Beban kerja adalah kombinasi dari beban kerja kuantitatif
dan
kualitatif.
Beban
kerja
secara
kuantitatif yaitu timbul karena tugas – tugas terlalu banyak atau sedikit, sedangkan beban kerja kualitatif jika pekerja merasa tidak mampu melakukan tugas atau tidak menggunakan keterampilan atau potensi dari pekerja (Munandar, 2001).
c. Peran individu dalam Organisasi Setiap pekerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organsasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus ia lakukan sesuai dengan aturan – aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan atasannya. Namun demikian, pekerja tidak selalu berhasil memainkan perannya tanpa menimbulkan masalah sehingga hal ini merupakan pembangkit stress yang meliputi konflik peran dan ketidak jelasan kerja. Konflik peran akan timbul jika seorang tenaga kerja mengalami adanya pertentangan antara tugas – tugas yang
19
harus ia lakukan dan antara tanggung jawab yang ia miliki atau tugas – tugas yang harus ia lakukan yang menurut pandangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaan. Konflik peran juga dapat terjadi akibat adanya tuntutan – tuntutan yang bertentangan dari atasa, rekan, bawahannya, atau
orang lain
yang dinilai
penting bagi
dirinya.
Pertentangan dengan nilai – nilai pribadi pun sewaktu-waktu dapat menyebabkan terjadinya konflik peran saat pekerja melakukan tugasnya.
d. Pengembangan Karir Pengembangan karir merupakan pembangkit stress yang potensial
yang
mencangkup
ketidakpastian
pekerjaan,
promosi yang berlebih atau promosi yang kurang.
e. Hubungan dalam pekerjaan Hubungan yang buruk dengan atasan, rekan kerja dan bawahan dalam bekerja dapat memicu timbulnya stress dan absenteisme dalam bekerja.
f. Struktur dan Iklim Organisasi Faktor stress yang dikemukakan dalam kategori ini berpusat pada sehjauh mana tenaga kerja dapat terlibat atau berperan serta dan pada support sosial. Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negatif. Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan produktivitas, dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik. (Komara,2012).
20
g. Tuntutan dari luar organisasi Kategori pembangkit stress potensial ini mencangkup segala unsur kehidupan seseorang yang dapat berinteraksi dengan peristiwa – peristiwa kehidupan dan kerja didalam satu organisasi, dengan demikian memberi tekanan pada individu. Namun perlu diketahui bahwa peristiwa pribadi dapat meringankan akibat dari pembangkit stress organisasi. Jadi support sosial berfungsi sebagai bantal penahan stress. Sebaliknya, kepuasan kerja dapat membantu individu untuk menghadapi kehidupan pribadi yang penuh stress dengan berfungsi sebagai bantal penahan. h. Ciri – ciri individu Stress ditentukan pula oleh individunya sendiri, sejauh mana
ia
melihat
situasinya
sebagai
penuh
stress
(Komara,2012). Reaksi – reaksi psikologis, fisiologis dalam bentuk perilaku terhadap stress adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya sendiri, mencakup ciri – ciri kepribadian yang khusus dan pola – pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai- nilai, pengalaman masa lalu, keadaan kehidupan dan kecakapan.
1) Kepribadian Faktor – faktor dalam diri individu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsangan dari lingkungan
yang
merupakan
pembangkit
stress
potensial dengan individu.
2) Kecakapan Merupakan variable yang ikut menentukan stress tidaknya suatu situasi yang sedang dihadapi, jika seorang pekerja menghadapi masalah yang ia rasakan
21
tidak mampu ia pecahkan, sedangkan situasi tersebut penting bagi dirinya sehingga ia mengalami stress. Ketidakmampuan menghaddapi situasi menimbulkan rasa tidak berdaya. Sebaliknya jika merasa mampu mengahadapi situasi orang justru akan merasa di tantang dan motivasinya akan meningkat.
3) Nilai dan Kebutuhan Setiap organisasi mempunyai kebudayaan masing – masing, kebudayaan yang terdiri dari keyakinan – keyakinan, nilai – nilai, dan norma – norma perilaku yang menunjang organisasi dalam usahanya mengatasi masalah – masalah adaptasi eksternal dan internal.
4) Masa Kerja Masa kerja mempunyai potensial untuk terjadinya stress. hal ini sesuai dengan pendapat Robbin berdasarkan teori pola hubungan U terbalik yang memeberikan reaksi terhadap stress sepanjang waktu dan terhadap perubahan intensitas stress, baik masa kerja yang sebentar ataupun lama dapat menjadi pemicu terjadinya stress kerja serta diperberat dengana danya beban kerja yang besar. Pekerja yang telah bekerja di atas 5 (lima) tahun biasanya memiliki tingkat kejenuhan yang lebih tinggi dari pada pekerja yang baru bekerja. Sehingga adanya tingkat kejenuhan tersebut dapat menyebabkan stress dalam bekerja (Munandar,2004).
5) Umur Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh UO Okoye dan SS Asa (2011) pada 330 care giver di Panti sosial di Negara bagian Nigeria tenggara menyebutkan,
22
tingkat stress pada caregiver yang masih remaja lebih tinggi dibanding caregiver dewasa hal ini dikarenakan para remaja tersebut memiliki lebih banyak kegiatan dan tidak tersedianya waktu yang cukup untuk mengurus hal lain yang menarik perhatian mereka. Selain itu caregiver yang telah dewasa memiliki pengalaman yang lebih dalam memberikan pelayanan sehingga dengan pengalaman tersebut para caregiver dewasa mampu mengatasi permasalahan lebih baik daripada para caregiver remaja.
6) Pendidikan Penelitian yang dilakukan oleh UO Okuye dan SS Asa 2011 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan caregiver berpengaruh pada tingkat pengalaman stress. Cregiver dengan tingkat pendidkan yang rendah mengalami tingkat stress yang tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang tinggi.
7) Status pernikahan Menurut Handy (dalam Komara 2012) menyatakan bila seorang pekerja mendapatkan dukungan dalam karir dari isteri atau suami maka ia akan mendapatkan kepuasan kerja. Oleh karena itu hubungan pernikahan yang baik membantu pekerja untuk mencegah atau mengurangi stress kerja.
5. Sumber Stress Menurut Cooper (1983) dalam Prihatini (2008) sumber stress kerja terdiri dari faktor – faktor :
23
a. Lingkungan kerja ; Kondisi kerja yang buruk berpotensi menyebabkan pekerja mudah sakit, mengalami stress dan menurunkan produktivitas kerja. b. Overload (beban kerja berlebih) ; beban kerja kuantitatif bila target kerja melebihi kerja yang bersangkutan akibatnya mudah lelah dan berada dalam ketegangan. Beban kerja berlebihan secara kualitatif, bila pekerjaan memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. c. Deprivational stress ; yaitu pekerjaan yang tidak menantang atau tidak menarik lagi bagi pekerja, akibatnya timbul berbagai keluhan seperti kebosanan, ketidakpuasan dan lain sebagainya. d. Pekerjaan berisiko tinggi, peerjaan yang berbahaya bagi keselamatan. Menurut Rice (1999) dalam (Marita, 2012) beberapa sumber stress yang dapat mengakibatkan stress kerja antara lain : a.
Physichal danger, yaitu sumber potensial yang dapat mengakibatkan stress kerja terutama saat pekerja menghadapi kemungkinan terluka. Pekerjaan yang berada pada pekerjaan yang darurat misalnya polisi, pemadam kebakaran, dan tentara memiliki kemungkinan stress kerja.
b.
Shift Work adalah salah satu sumber stress kerja. Shift work dapat
mengakibatkan
terganggunya
pola
tidur,
ritme
neurophysiological, metabolisme tubuh dan efisien mental. Reaksi tersebut terjadi karena terganggunya cicardian ryhtem, yaitu tipe jam biologis tubuh. c.
Role ambiguity (ambiguitas peran ) adalah sumber stress kerja yang banyak terjadi terutama dalam struktur organisasi yang besar. Ini terjadi karena peran menunjukkan ekspektasi sosial yang akan ditunjukkan individu pada perilakunya saat individu tersebut menduduki posisi yang jelas.
24
d.
Interpersonal Stress. rendahnya hubungan interpersonal individu dapat mengakibatkan stress kerja. Hubungan interpersonal dibutuhkan oleh pekerja.
e.
Career development. Stress kerja dapat diakibatkan oleh ketidaktersediaanya kebutuhan karir oleh pekerja, dimana penelitian
mengenai
stress
kerja
mengatakan
bahwa
seseorang membawa harapan spesifik terhadap pekerjaanya, harapan mengenai hal – hal yang berlalu begitu cepat, atau terus menerus dan berharap akan adanya kemajuan. f.
Organiational
structure.
Stuktur
organisasi
dapat
mengakibatkan stress kerja, pekerja biasanya mengalami permasalahan
dengan
struktur
yang
tidak
jelas,
ketidakstabilan politik dalam organisasi dan ketidakmampuan supervisi dalam manajemen. g.
Hubungan antara rumah dan pekerjaan, masalah pribadi, pekerjaan dirumah dapat mengakibatkan stress kerja di lingkungan tempat dia bekerja.
h.
Kebosanan dan situasi monoton, situasi yang membosankan dan monoton dapat mengakibatkan stress kerja. Pekerja menerima
pekerjaan
mereka
sebagai
sesutu
yang
membosankan, monoton dan dilakukan berulang – ulang i.
Technostress, tekhnologi dapat menjadi sumber stress bagi pekerja saat pekerja merasakan kondisi dari ketidakmampuan mereka atau organisasinya untuk
beradaptasi
dengan
tekhnologi yang baru.
6. Tingkatan Stress Leidy et al (1990) dalam Potter & Perry (2005) mengemukakan bahwa situasi stress ringan biasanya tidak mengakibatkan kerusakan fisiologis kronis, tetapi stress sedang dan berat dapat menimbulkan resiko penyakit medis atau memburuknya penyakit kronis. Seperti
25
yang dikategorikan Leidy et al, Rasmun (2004) juga mengkategorikan stress menjadi tiga kategori : a.
Ringan (stres yang tidak merusak aspek fisiologis dari seseorang, terjadi hanya beberapa menit atau beberapa jam)
b.
Sedang (stress yang dapat memicu terjadinya penyakit, terjadi lebih lama dari stress ringan beberapa jam hingga beberapa hari)
c.
Berat (stress yang dapat memicu terjadinya penyakit, stress kronis yang terjadi beberapa minggu hingga beberapa tahun)
C. Definisi Beban kerja 1. Definisi beban kerja Beban kerja adalah kombinasi dari beban kerja kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja secara kuantitatif yaitu timbul karena tugas – tugas terlalu banyak atau sedikit, sedangkan beban kerja kualitatif jika pekerja merasa tidak mampu melakukan tugas atau tidak menggunakan keterampilan atau potensi dari pekerja. (Munandar,2001). Akibat beban kerja yang terlalu berat atau yang terlalu sedikit dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Tidak hanya itu saja, beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan fisik atau mental dan reaksi – reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan beban kerja yang terlalu sedikit dimana terjadi pengulangan gerak akan mengakibatkan kebosanan, rasa monoton. Beban kerja yang berlebihan atau rendah dapat menimbulkan stress kerja (Manuaba, 2000).
2. Beban kerja pada caregiver Beban tanggung jawab caregiving mempengaruhi kualitas hubungan antara pengasuh dan penerima perawatan, kesehatan caregiver dan keputusan untuk melembagakan penerima perawatan
26
(Pinquart & Sorensen, (2007); Schulz & Martire, (2004) dalam Savundranayagam et all (2010)) . Beban pada caregiver mempengaruhi kesehatan caregiver ataupun penerima perawatan (Kim et all, 2012). Beban caregiver dibagi atas dua yaitu beban subyektif dan beban obyektif. Beban subyektif caregiver adalah respon psikologis yang dialami caregiver sebagai akibat perannya dalam merawat pasien. Sedangkan beban obyektif caregiver yaitu masalah praktis yang dialami oelh caregiver, seperti masalah keuangan, gangguan pada kesehatan fisik, masalah dalam pekerjaan, dan aktifitas sosial (Sukmarini 2009). Ada 3 faktor beban caregiver yaitu efek dalam kehidupan pribadi dan sosial caregiver. Beban psikologis dan perasaan bersalah. Caregiver harus memberikan sejumlah waktu energi dan uang. Tugas ini acap kali dirasakan tidak menyenangkan menyebabkan stress psikologis dan melelahkan secara fisik. Faktor terakhir berhubungan dengan perasaan bersalah seperti seharusnya dapat melakukan lebih banyak, tidak dapat merawat dengan baik, dan lain sebagainya (Rahmat, 2009). Beban kerja caregiver telah didefinisikan sebagai respon multidimensi akibat penilaian negatif dan stress yang dirasakan akibat mengurus individu yang sakit atau memiliki keterbatasan (Kim et all, 2012). 3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja Manuaba (2000) menyatakan bahwa beban kerja dipengaruhi oleh faktor – faktor berikut : a. Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja. Fakor eksternal mencakup tiga aspek yang sering kali disebut stressor. Pertama, tugas – tugas yang bersifat fisik seperti stasiun kerj, tata ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja, sedangkan tugas – tugas yang bersikap mental seperti kompleksitas pekerjaan,
27
tingkat kesulitan pekerjaan dan tanggung jawab pekerjaan. Kedua, organisasi kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu istiraha, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan wewenang. Dan yang ketiga, lingkungan kerja baik lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan kerja biologis dan lingkungan kerja psikologis. b. Faktor internal, adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri akibat dari reaksi beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut strain, berat ringannya strain dapat dinilai baik secara obyektif maupun subyektif. Faktor internal meliputi faktor somatis ( jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, dan kondisi kesehatan) dan faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, dan kepuasan).
D. Penelitian Terkait Lebih dari seperlima (22%) dari caregiver merasa kelelahan ketika mereka pergi tidur dimalam hari, dan mereka banyak yang merasa tidak dapat menangani semua tanggung jawab perawatan bagi para lansia akibat beban kerja yang dirasa begitu berat. (Center on Aging Society, 2005). Berdasarkan penelitian Prihatini (2008), Terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan stress kerja pada perawat perawatan ruang penyakit dalam RSUD Sidikalang. Menurut Campbell et al. (2008), faktor lain yang terkait dengan beban caregiver yang dapat menyebabkan stres bagi caregiver salah satunya adalah kualitas hubungan antara caregiver dan klien, kemampuan kognitif klien, perilaku dan gejala psikologis yang ditampilkan oleh klien, jenis kelamin caregiver, dan peristiwa tidak baik dalam kehidupan. Hasil penelitian Fitrikasari et all (2012), pada caregiver penderita skizofrenia didapatkan bahwa nilai skor BAS (Burden Assessment Schedule) antara 18 sampai dengan 40, dengan rata – rata 26,41. Sebanyak 89 responden (89%) merasa terbebani dengan kondisi penderita. Beban cregiver mengancam kondisi fisik, psikologis,
28
emosional dan kesehatan fungsional caregiver (Zarit et al. 1980, Parks & Novielli 2000, Etters et al. 2008, Carretero et al. 2009 dalam Savundranayagam 2010).
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Kerangka konsep adalah kerangka hubungan antara variable satu dengan variable yang lain (Notoatmodjo, 2005). Kerangka konsep ini mengacu pada modifikasi dari kerangka teori yang disebutkan oleh Munandar (2001). Beban Kerja menjadi acuan utama yang diambil dari teori yang dikemukakan oleh Munandar. Tingkat Stress Kerja Pada
Beban kerja
Caregiver
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
B. Hipotesa penelitian Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan kerangka penelitian, maka dapat dirumuskan hipotesa Penelitian sebagai berikut: “ Ada hubungan antara beban kerja caregiver dengan stres kerja pada caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta”.
29
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan peneliti (Setiadi, 2007). Jenis penelitian ini adalah kuantitatif analitik dengan desain Cross-sectional (potong lintang). Penelitian ini menggunakan studi cross sectional, dimana variabel sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur dan dikumpulkan secara simultan, sesaat atau satu kali saja dalam satu kali waktu (dalam waktu yang bersamaan) serta pada studi ini tidak ada follow up (Setiadi, 2007). Cross Sectionals merupakan
rancangan
penelitian
yang melakukan
pengukuran
atau
pengamatan variabel dependen dan variabel independen pada saat bersamaan (sekali waktu) (Chandra, 2009).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1.
Lokasi Penelitian Tempat yang menjadi lokasi penelitian ini adalah di Panti Sosial Tresna Werdha 01 Cipayung Jakarta Timur, Panti Sosial Tresna Werdha 02 Cengkareng Jakarta Barat, Panti Sosial Tresna Werdha 03 Ciracas Jakarta Timur, dan Panti Sosial Tresna Werdha 04 Margaguna Jakarta Selatan.
2.
Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama bulan Agustus – September 2013
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 1.
Populasi Populasi dalam penelitian adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristinya akan diduga (Hastono & Sabri, 2007). Populasi dapat berupa orang, benda, gejala, atau wilayah yang ingin diketahui oleh peneliti (Setiadi, 2007). Dalam penelitian ini adalah semua caregiver
33
34
yang bekerja di Panti Sosial Tresna Werdha 01 Cipayung Jakarta Timur, Panti Sosial Tresna Werdha 02 Cengkareng Jakarta Barat, Panti Sosial Tresna Werdha 03 Ciracas Jakarta Timur, dan Panti Sosial Tresna Werdha 04 Margaguna Jakarta Selatan. 2. Sampel Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo, 2005). Sampel pada penelitian ini adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut : a. Caregiver dengan masa kerja 3 tahun atau lebih b. Caregiver dengan tingkat pendidikan SMA Saat menentukan besar sampel, peneliti melakukan proses skrining terhadap 59
orang caregiver yang tersebar di 4 PSTW Budi Mulia
Jakarta. , dengan perincian sebagai berikut :18 caregiver dari PSTW Budi Mulia 01, 15 caregiver dari Budi Mulia 02, 11 caregiver dari budi mulia 03, dan 15 caregiver dari Budi Mulia 04. Skrining dilakukan berdasarkan kriteria inklusi sampel penelitian, instrumen yang digunakan dalam proses skrining adalah kuesioner. Kuesioner digunakan karena sifatnya yang mudah diaplikasikan. Setelah dilakukan proses skrining diperoleh hasil sebagai berikut, dari 59 caregiver di 4 PSTW Budi Mulia Jakarta, hanya 30 orang diantaranya yang memenuhi kriteria untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Dengan perincian setiap PSTW adalah sebagai berikut, 8 caregiver dari PSTW Budi Mulia 01, 9 caregiver dari PSTW Budi Mulia 02, 7 caregiver dari PSTW Budi Mulia 03, dan 5 caregiver dari PSTW Budi Mulia 04. Metode pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik sampling jenuh (total sampling). Sampling jenuh (total sampling) adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel dikarenakan jumlah populasi relatif kecil dan penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil (Sugiyono, 2009). Total sampling digunakan pada penelitian ini karena penyebaran jumlah responden di populasi yang tidak merata dan
35
cakupan wilayah yang tidak terlalu luas sehingga tidak menyulitkan peneliti untuk mengambil data dari semua sampel. Teknik ini juga digunakan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bias, karena dengan teknik ini data diambil dari semua sampel yang memenuhi kriteria. D.
Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat – alat yang digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmodjo, 2005). Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan berupa kuisioner atau angket. Kuesioner diberikan langsung kepada responden untuk diisi. Kuesioner dibagi menjadi tiga bagian yakni kuesioner (A) mengenai data demografi caregiver, Kuesioner (B) mengenai pengukuran tingkat stress. Kuesioner yang digunakan adalah OSI-R ™ (Occupational Stress Inentory – Revised Edition) oleh (Osipow & Spokane, 1998) yang telah dimodifikasi penggunaannya dan telah di uji validas dan reabilitas dengan skor total item minimum r = 0,2 oleh Novianita (2008). Pertanyaan yang diajukan untuk mengukur tingkat stress sebanyak 25 pertanyaan dengan pilihan skor 1- 5. Berdasarkan hal tersebut kemungkinan nilai terendah adalah 25 dan tertinggi 125. Selanjutnya oleh peneliti ditetapkan pengukuran tingkat stress rendah (25 – 58), sedang (59 – 92), dan tinggi (93 – 125). Dan Kuesioner (C) mengenai pengukuran Beban kerja dengan menggunakan Care Burden Scale (CBD) American Family Physician 2002 yang diadaptasi dengan izin dari Zarit SH, Reever KE, Bach-Peterson. Berisi 22 pertanyaan, namun kuesioner ini dimodifikasi oleh peneliti sehingga menjadi 21 pertanyaan dengan nilai hasil menjadi 0 sampai 20 sama dengan sedikit atau tidak ada beban, 21 sampai 40 sama dengan ringan sampai beban sedang, 41 sampai 60 sama dengan sedang sampai beban berat, 61 sampai 88 sama dengan beban berat.
E.
Uji Validitas dan Reliabilitas Alat ukur atau instrumen penelitian yang dapat diterima sesuai standar dalah
alat ukur yang telah melalui uji validitas dan uji reliabilitas data (Hidayat, 2008).
36
1.
Uji Validitas Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benarbenar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Arikunto (2010) mengatakan bahwa sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat, Uji validitas yang digunakan pada penelitian ini menggunakan rumus
“Pearson Product Moment”yakni : ∑ √[ ∑
∑ ∑ ][ ∑
∑
∑
]
Keterangan : = Koefisien korelasi ∑
= Jumlah skor item
∑
= Jumlah skor total (item)
n
= Jumlah responden
Kemudian hasil
diuji menggunakan uji t dan dilihat penafsiran
dari indeks korelasinya (Hidayat, 2008). Rumus uji t sebagai berikut :
√ √
Keterangan : t = Nilai thitung r = Koefisien korelasi hasil rhitung n = Jumlah responden
2. Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan sehingga bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan alat ukur yang sama maka hasil pengukuran itu tetap konsisten
(Notoatmodjo,
2010).
Teknik
uji
reliabilitas
ini
menggunakan rumus Alpha Cronbach ( ), dimana r hasil adalah
37
alpha. Apabila r alpha > r tabel maka dikatakan reliabel, sebaliknya bila r alpha < r tabel maka dikatakan tidak reliabel (Hidayat, 2008). Uji Validitas dan Reliabilitas ini akan dilakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 dan Panti Sosial Tresa Werdha 04 dengan jumlah responden 20 orang caregiver. Uji validitas dan realiabilitas ini dilakuakan dengan instument berupa kuesioner yang akan diisi oleh responden.
3. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Uji validitas dan reliabilitas kuesioner penelitian ini dilakukan pada tanggal 26 Agustus di PSTW Budi Mulia 04 dan tanggal 03 September di PSTW Budi Mulia 01 dengan melibatkan 20 responden. Uji validitas ini digunakan untuk menguji kuesioner tingkat stress kerja dan kuesioner beban kerja terhadap pekerja sosial sebagai caregiver. Pada kuesioner tingkat stress kerja dari 21 pertanyaan terdapat 4 pertanyaan yang tidak valid dikarenakan nilai rhitung < rtabel. Nilai rtabel adalah 0,444 ( N= 20). Nilai rhitung < rtabel yakni pertanyaan nomor B4 (rhitung = 0,056 < 0,444 ), nomor B6 (rhitung= 0,376 < 0,444 ), nomor B12 (rhitung = 0,056 < 0,444) dan nomor B14 (rhitung = 0,186 < 0,444). Pada kuesioner pengukuran beban kerja dari 21 pertanyaan terdapat 4 pertanyaan yang tidak valid, yakni pertanyaan nomor C17 (rhitung = 0,017 < 0,444), nomor C18 (rhitung = 0,161< 0,444), nomor C19 (rhitung = 0,365 < 0,444) dan nomor C21 (rhitung = -0,061 < 0,444). Beberapa pertanyaan yang tidak valid tersebut akan didrop atau dihapuskan dikarenakan tidak mengurangi indikator yang akan diukur dan telah terwakilkan oleh beberapa pertanyaan yang valid dan pertanyaan yang valid akan ditetapkan untuk dipakai (Djaali dan Muljono, 2007) sehingga kuesioner yang disebarkan kepada 30 responden berjumlah 17 pertanyaan untuk kuesioner pengukuran tingkat stress kerja dan 17 pertanyaan untuk kuesioner pengukuran beban kerja.
38
Hasil uji reliabilitas kuesioner penelitian ini dilihat dari nilai Alpha Cronbach ( ), nilai ( ) adalah 0,971 . Nilai tersebut menunjukkan ralpha > rtabel ( 0,971 > 0,444 ) berarti pertanyaan yang berada dalam kuesioner pada masing-masing variabel ini dapat dikatakan reliabel.
F.
Tekhnik Pengumpulan Data 1.
Jenis data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer. Data diperoleh dengan cara mengajukan pertanyaan tertutup melalui kuesioner yang akan dijawab oleh caregiver.
2. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti sendiri. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer. Data primer dikumpulkan dengan wawancara dan observasi langsung kepada caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta dengan instrument kuesioner yang meliputi pengukuran tingkat stress kerja dan pengukuran beban kerja.
G. Pengolahan Data Adapun untuk tahapan – tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data primer dari variael dependen dan variabel independen adalah sebagai berikut:
1. Editing / memeriksa Memeriksa daftar pertanyaan yang meliputi kelengkapan jawaban, keterbacaan tulisan, relevansi jawaban.
2. Memberi tanda kode / koding Mengklasifikasikan jawaban- jawaban dari para responden dalam kategori. Biasanya klasifikasi dilakukan dengan cara memberi tanda / kode berbentuk angka pada masing – masing jawaban.
39
3.
Sorting Mensortir dengan memilih kelompok data menurut jenis yang dikehendaki (klasifikasi data).
4. Entry Data Jawaban – jawaban yang sudah diberi kode kategri kemudian dimasukkan dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data. Memasukkan data boleh dengan cara manual atau melalui pengolahan komputer. 5.
Cleaning Pembersihan data, melihat variable apakah data suda benar atau belum.
6. Mengeluarkan informasi Disesuaikan dengan tujuan penelitian yang dilakukan.
H.
Analisis Data Setelah semua data dikumpul, kemudian peneliti memastikan bahwa semua jawaban telah diisi. Dilanjutkan dengan pengolahan data melalui beberapa tahap yang dimulai dengan editing untuk memeriksa data, kemudian data yang sesuai diberi kode untuk memudahkan peneliti dalam melakukan
analisa
data.
Analisa
data
dilakukan
dengan
teknik
komputerisasi yaitu program statistik.
1. Analisa univariat Analisa univariat dilakukan secara deskriptif yang berfungsi untuk meringkas, mengklasifikasikan, dan menyajikan data. Pengolahan data hubungan beban kerja dengan tingkt stress kerja disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.
2. Analisa bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh antaravariabel independen dengan variable dependen. Perhitungan
40
analisis bivariat pada kedua variable menggunakan uji korelasi Spearman Rank dengan menggunakan software SPSS 16.0. Kesimpulan yang diambil adalah, apabila t hitung ≥ t tabel, maka Ho ditolak artinya ada perbedaan yang signifikan. Apabila, apabila t hitung ≤ t tabel maka Ho diterima artinya tidak ada perbedaan yang signifikan. Nilai t tabel dapat ditentukan dengan dk: n- 1, dengan α : 0,05 ( Hidayat , 2008).
I.
Etika Penelitian Secara umum prinsip etika dalam penelitian dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu prinsip manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek, dan prinsip keadilan. Prinsip etika ini sangat penting diperhatikan dan dilaksanakan karena subjek penelitian yang akan digunakan adalah manusia, maka apabila tidak dilaksanakan, peneliti akan melanggar hak-hak (otonomi) manusia yang kebetulan sebagai klien (Nursalam, 2008). Berikut prinsip - prinsip etika penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1. Prinsip Manfaat a. Bebas dari penderitaan Penelitian ini dilaksanakan tanpa mengakibatkan penderitaan kepada responden. b. Bebas dari eksploitasi. Partisipasi responden dalam penelitian harus dihindarkan dari keadaan yang tidak menguntungkan. Peneliti memberikan penjelasan bahwa partisipasi responden dalam penelitian atau informasi yang telah diberikan tidak akan dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan responden.
2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity) a. Hak untuk ikut/tidak menjadi responden (right to self determination)
41
Responden mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia menjadi responden ataupun tidak, tanpa adanya sangsi apa pun. b. Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang diberikan (right to full disclosure) Peneliti memberikan penjelasan secara rinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada responden. c. Informed consent Peneliti memberikan lembar persetujuan kepada calon responden setelah calon responden mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan untuk ditandatangani apabila bersedia menjadi responden. Responden mempunyai hak pula untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden.
3. Prinsip keadilan (right to justice) a. Hak untuk mendapatkan pengobatan yang adil (right in fair treatment) Responden harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama dan sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya diskriminasi apabila ternyata mereka tidak bersedia atau dikeluarkan dari penelitian. b. Hak dijaga kerahasiaannya (right to privacy) Responden mempunyai hak untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan sehingga kuesioner yang diberikan tidak perlu mencantumkan nama atau tanpa nama (anonymity) dan bersifat rahasia (confidentiality).
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Gambaran Umum Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia merupakan unit pelaksana teknis bidang kesejahteraan sosial lanjut usia Dinas Bintal dan Kesos Provinsi DKI Jakarta. Sebagai lembaga pelayanan masyarakat Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia adalah lembaga pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, khususnya lanjut usia yang tidak mampu/kurang beruntung dengan sumber dana APBD Provinsi DKI Jakarta. Adapun yang menjadi landasan hukum dari Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia adalah sebagai berikut : a. Undang-undang No. 1 Tahun 1998 Tentang Lanjut Usia. b. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 41 tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial Provinsi DKI Jakarta. c. Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 163 tahun 2002 tentang Pembentukkan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial Provinsi DKI Jakarta. Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia terletak di berbagai kawasan di wilayah DKI Jakarta yakni, PSTW Budi Mulia 01 terletak di Cipayung Jakarta Timur dengan warga binaan yang tinggal sebanyak 200 jiwa, PSTW Budi Mulia 02 terletak di Cengkareng Jakarta Barat dengan warga binaan yang tinggal sebanyak 166 jiwa, PSTW Budi Mulia 03 terletak di Ciracas Jakarta Timur dengan warga binaan yang tinggal 130 jiwa dan PSTW Budi Mulia 04 terletak di Margaguna Jakarta Selatan dengan warga binaan yang tinggal sebanyak 200 jiwa.
42
43
Adapun jumlah Pekerja Sosial sebagai caregiver di setiap panti adalah sebagai berikut : PSTW Budi Mulia 01 sebanyak 18 orang caregiver. Hal ini diatur dalam Surat Tugas Nomor : 1414/-082.87 Tentang Pengangkatan dan Penugasan Tenaga Pelayanan Sosial ( Pramusosial ) Pada Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 01 Tahun 2013. Sementara caregiver di PSTW Budi Mulia 02 sebanyak 15 orang caregiver. Hal ini diatur dalam Surat Tugas Nomor : 251/082.74 Tentang Penugasan Tenaga Pelayanan Sosial (Pramusosial) Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 02 Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta Periode 2013. Caregiver Di PSTW Budi Mulia 03 berjumlah 11 orang, hal ini diatur dalam Surat Tugas Nomor : 3798/ 082.74 Tentang Perpanjangan Masa
Kerja Tenaga Pelayanan Sosial
(Pramusosial) Pada Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 03 Dinas Sosial DKI Jakarta Periode 2013. Caregiver di PSTW Budi Mulia 04 berjumlah 15 orang caregiver. Hal ini diatur dalam Surat Tugas Nomor : 549 / -082.74 tentang Perpanjangan Tenaga Pelayanan Sosial ( Pramusosial) pada Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 04 Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta Periode 2013.
2. Gambaran Umum Karakteristik Responden Responden pada penelitian ini adalah para pekerja sosial yang bertugas sebagai caregiver yang membantu para warga binaan sosial. Dengan kategori tingkat pendidikan adalah lulusan SMA/ SMK sederajat dan dengan pengalaman masa kerja tiga tahun atau lebih.
a. Usia Caregiver Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Usia Pekerja Sosial sebagai caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013
Variabel
Mean
SD
Min-Maks
Usia Caregiver
32,43
7,97
21- 46
44
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa rata-rata usia caregiver adalah 32,4333 atau 32 tahun dengan standar deviasi sebesar 7,97705. Usia Minimal Caregiver yang bekerja di PSTW Budi Mulia Provinsi DKI Jakarta dengan masa kerja 3 tahun atau lebih dan tingkat pendidikan SMA Sederajat adalah minimal 21 tahun dan usia maksimal yaitu 46 tahun.
b. Status Pernikahan Caregiver
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Status Pernikahan Pekerja Sosial sebagai caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013
Variabel Frequency T a Menikah b Belum e menikah l Total m
Percent
Valid
Cumulative
Percent
Percent
11
36,7
36,7
19
63,3
63,5
30
100,0
100,0
35,7
100,0
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa presentase pekerja sosial sebagai caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta dengan masa kerja 3 tahun atau lebih dan tingkat pendidikan SMA Sederajat dengan status belum menikah adalah 63,3 % lebih tinggi dari pada yang sudah menikah yakni 36,7 %.
45
c. Jenis Kelamin Caregiver Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Pekerja Sosial sebagai caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013 Valid
Cumulative
Percent
Percent
Variabel
Frequency
Percent
Perempuan
10
33,3
33,3
33,3
Laki – laki
20
66,7
66,7
100,0
30
100,0
100,0
Total
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa presentase pekerja sosial sebagai caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta dengan masa kerja 3 tahun atau lebih dan tingkat pendidikan SMA Sederajat berjenis kelamin laki –laki adalah 63,7 % lebih tinggi dari pada caregiver perempuan 33,3%. Jumlah frekuensi untuk caregiver laki – laki adalah 20 orang dan perempuan 10 orang.
d. Masa Kerja Caregiver Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Usia Pekerja Sosial sebagai caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013
Variabel Masa Kerja Caregiver
Mean
SD
Min-Maks
7,03
4,31
3 - 17
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa masa kerja rata-rata caregiver adalah 7,0333 atau 7 tahun dengan standar deviasi sebesar 4,319. Masa kerja minimal Caregiver yang bekerja di
46
PSTW Budi Mulia Provinsi DKI Jakarta 3 tahun dan maksimal 17 tahun.
B. Analisis Univariat 1. Gambaran Beban Kerja Pada Caregiver
Tabel 5.5 Distribusi Beban Kerja pada Pekerja Sosial sebagai Caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013
Variabel Frequency
Percent
Valid
Cumulative
Percent
Percent
Ringan sampai
23
76,7
76,7
76,7
7
23,3
23,3
100,0
30
100,0
100,0
Sedang Sedang sampai Berat Total
Tabel 5.5 menunjukkan gambaran beban kerja yang dialami oleh caregiver, dari hasil analisis univariat didapat bahwa caregiver yang merasakan beban ringan sampai sedang berjumlah 23 caregiver atau 76,7 % dan caregiver yang merasakan beban kerja sedang sampai berat berjumlah 7 caregiver atau 23,3 %.
47
2. Gambaran Tingkat Stress Kerja Pada Caregiver Tabel 5.6 Distribusi Tingkat Stress Kerja pada Pekerja Sosial sebagai Caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013
Variabel Frequency
Percent
Valid
Cumulative
Percent
Percent
Rendah
30
100,0
100,0
Total
30
100,0
100,0
100,0
Tabel 5.6 menunjukkan gambaran tingkat stress kerja yang dialami oleh caregiver, dari hasil analisis univariat terhadap 30 responden didapat bahwa caregiver yang merasakan tingkat stress ringan berjumlah 30 caregiver atau 100%.
C. Analisis Bivariat 1. Hubungan Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja Pada Caregiver Berdasarkan kerangkan konsep, analisis bivariat akan menguji hubungan antara variabel independen dengan dependen. Variabel independen adalah beban kerja pada caregiver, sedangkan variabel dependen adalah tingkat stress kerja pada caregiver. Uji bivariat ini menggunakan uji korelasi Pearson dengan tingkat kemaknaan 0.05 (α = 5%). Analisis bivariat hubungan beban kerja dengan tingkat stress kerja pada pekerja sosial sebagai caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta disajikan pada tabel 5.7 berikut ini.
48
Tabel 5.7 Hubungan antara Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja pada Pekerja Sosial sebagai caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta 2013
N
Spearman Correlation
Signifikansi
30
0,573
0,001
Tabel 5.7
Menunjukkan hasil uji korelasi Spearman terhadap
Hubungan Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja pada Pekerja Sosial Sebagai Caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta didapatkan hasil bahwa nilai p=0,001 lebih kecil dari nilai alpha 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak dan Ha diterima yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan tingkat stress kerja pada pekerja sosial di Panti Sosial Tresna werdha Budi Mulia DKI Jakarta pada tahun 2013.
BAB VI PEMBAHASAN
Bab VI ini akan membahas atau menjelaskan hasil penelitian tentang Hubungan Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja Pada Pekerja Sosial sebagai Caregiver Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta Tahun 2013. Pembahasan yang akan dijelaskan meliputi keterbatasan penelitian, hasil analisis univariat dan hasil analisis bivariat dari variabel independen terhadap variabel dependen penelitian. A. Karakterisik Responden 1.
Usia Caregiver Usia adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun (Harlock, 2004). Analisis univariat dari hasil penelitian didapatkan data bahwa usia terendah caregiver yang bekerja di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta adalah 21 tahun dan usia tertinggi adalah 46 tahun dengan rata – rata usia caregiver adalah 32 tahun. Dari hasil tersebut, dapat dilihat bahwa caregiver di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta berada pada rentang usia produktif. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian UO Okuye dan SS Asa yang meneliti Faktor – faktor yang memepengaruhi tingkat stress pada caregiver di Nigeria dengan usia rata – rata 27 tahun dengan lebih dari setengah caregiver 51,8 % berada pada grup 20 -29 tahun. Menurut Levison (1978 dalam Potter & Perry, 2005) bahwa usia 32 tahun termasuk ke dalam masa dewasa awal, yakni masa tenang. Masa tenang merupakan masa ketika seseorang mengalami stabilitas yang lebih besar. Pada usia ini pula, tingkat berpikir caregiver sudah cukup matang sesuai dengan pendapat Nursalam dan Pariani (2001) yang menyatakan bahwa semakin cukup usia seseorang maka tingkat kematangan dalam berpikir lebih matang. Hal ini erat kaitannya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh UO Okuye dan SS Asa (2011) yang menyebutkan bahwa
49
50
pada 330 caregiver di Panti sosial di Negara bagian Nigeria tenggara, tingkat stress pada caregiver yang masih remaja lebih tinggi dibanding caregiver dewasa hal ini dikarenakan para remaja tersebut memiliki lebih banyak kegiatan dan tidak tersedianya waktu yang cukup untuk mengurus hal lain yang menarik perhatian mereka. Selain itu caregiver yang telah dewasa memiliki pengalaman yang lebih dalam memberikan pelayanan sehingga dengan pengalaman tersebut para caregiver dewasa mampu mengatasi permasalahan lebih baik daripada para caregiver remaja. Namun tidak sejalan dengan teori yag dikemukakan oleh Schultz dan Schultz dalam penelitian yang berjudul The Effect of Age on Stress Levels and Affect on Overall Performance mengemukakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara usia individu dengan stress.
2.
Status Pernikahan Caregiver Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa mayoritas caregiver yang bekerja di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta berstatus belum menikah yaitu sebanyak 19 orang (63,3 %) dan yang sudah menikah sebanyak 11 orang (36,7 %). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh UO Okuye dan SS Asa (2011) yang menyebutkan 2/3 dari responden yang berjumlah 330 responden belum menikah kemudian 23, 6 % responden sudah menikah dan responden yang single parent 4,5 %. Bekerja adalah salah satu konsekuensi dari mempunyai pasangan.
3.
Jenis Kelamin Caregiver Pekerja sosial sebagai caregiver yang bekerja di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 10 orang (33,3 %) dan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 20 orang (66,7 %). Penelitian di Amerika Serikat dalam Martina 2012 menyatakan bahwa wanita cenderung memiliki tingkat stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Secara umum wanita mengalami stress 30 % lebih tinggi
51
daripada pria ( Gunawati et al, 2006). Pada wanita stress dapat muncul akibat kewanitaannya, secara umum sebagai akibat sampingan dari keadaan dan perubahan biologis, psikologis dan sosialnya ( Darmono, 1985, dalam Sarwono dan Purwono, 2006 ). Sementara tanggung jawab bagi para laki – laki lebih besar dari pada perempuan.
4.
Masa Kerja Caregiver Pekerja yang telah bekerja di atas 5 (lima) tahun biasanya memiliki tingkat kejenuhan yang lebih tinggi dari pada pekerja yang baru bekerja. Sehingga adanya tingkat kejenuhan tersebut dapat menyebabkan stress dalam bekerja (Munandar, 2004). Penelitian ini mendapatkan bahwa caregiver yang bekerja di Panti Sosial Tresna Werda Budi Mulia DKI Jakarta rata - rata berada pada masa kerja 7 tahun.
B. Hasil Analisis Univariat 1.
Gambaran Beban Kerja pada Pekerja Sosial sebagai Caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta Berdasarkan penelitian yang dilakukan di empat lokasi PSTW Budi Mulia DKI Jakarta, yakni PSTW Budi Mulia 01, PSTW Budi Mulia 02, PSTW Budi Mulia 03 dan PSTW Budi Mulia 04 diperoleh hasil distribusi pengukuran beban kerja sebagai berikut : Pekerja Sosial sebagai caregiver yang merasakan beban kerja ringan sampai sedang sebanyak 23 caregiver atau 76,7 %. Pekerja Sosial yang merasakan beban kerja sedang sampai berat sebanyak 7 caregiver dengan presentase 23,3 %. Data diatas bisa dilihat dari asumsi rasio caregiver dengan warga binaan sosial di PSTW Budi Mulia 01 yaitu 1 : 11, di PSTW Budi Mulia 02 ratio perbandingannya 1 : 11, di PSTW Budi Mulia 03 ratio perbandingannya 1 : 11, dan di PSTW Budi Mulia 04 ratio perbandingannya 1 : 13. Di indonesia Idealnya seorang pekerja sosial dalam pelayanannya terhadap klien menangani 5 klien ( Depsos RI, 1995: 5 dalam Marsaoly, 2001). Namun
pada kenyataan di lapangan ada ketidakseimbangan
52
jumlah caregiver dengan warga binaan sosial. Menurut Cooper (1983) dalam Prihatini (2008) Overload (beban kerja berlebih) adalah beban kerja kuantitatif bila target kerja melebihi kerja yang bersangkutan akibatnya mudah lelah dan berada dalam ketegangan. Beban kerja berlebihan secara kualitatif, bila pekerjaan memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dan Deprivational stress ; yaitu pekerjaan yang tidak menantang atau tidak menarik lagi bagi pekerja, akibatnya timbul berbagai keluhan seperti kebosanan, ketidakpuasan dan lain sebagainya. Kedua hal tersebut masuk ke dalam faktor – faktor yang memeperngaruhi tingkat stress menurut Cooper. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau yang terlalu sedikit dapat mengakibatkan seorang pekerja menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Tidak hanya itu saja, beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan fisik atau mental dan reaksi – reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan pencernaan dan mudah marah. Sedangkan beban kerja yang terlalu sedikit dimana terjadi pengulangan gerak akan mengakibatkan kebosanan, rasa monoton. Beban kerja yang berlebihan atau rendah dapat menimbulkan stress kerja (Manuaba, 2000).
2.
Gambaran Tingkat Stress Kerja pada Pekerja Sosial sebagai Caregiver di Panti Sosial Budi Mulia DKI jakarta Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Panti Sosial Trensa Werdha Budi Mulia DKI Jakarta menunjukan gambaran tingkat stress kerja yang dialami oleh caregiver dengan analisis univariat terhadap 30 responden dan didapatkan bahwa caregiver yang merasakan tingkat stress ringan berjumlah 30 caregiver atau 100%. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh UO Ukuye dan SS Asa (2011) yang mengatakan bahwa 50 % caregiver berada pada rentang tingkat stress yang tinggi, perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan pada jumlah responden, sosiodemografi, dan faktor lain yang mempengaruhi yaitu umur caregiver, jenis kelamin caregiver, tingkat pendidikan caregiver, status pernikahan caregiver,
53
pendapatan caregiver, umur care recevier, jenis kelamin recevier, tingkat pendidikan recevier.
C.
Hasil Analisis Bivariat 1. Hubungan Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja pada Pekerja Sosial sebagai Caregiver di Panti Sosial Budi Mulia DKI Jakarta Hasil penelitian pada tabel 5.7 menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0,001 berarti ada hubungan yang bermakna antara beban kerja dengan tingkat stress kerja pada pekerja sosial sebagai caregiver di panti sosial tresna werdha budi Mulia DKI Jakarta. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Prihatini (2008) yang menyebutkan adanya hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan tingkat stress kerja pada perawat di setiap ruang rawat inap RSUD Sidangkalang dengan koefisien korelasi pada ruang prawatan bedah adalah r= 0,885 dan p=0,019. Kemudian pada ruang perawatan anak didapatkan hasil koefisien korelasi sebesar r=0,705 dan p=0,034. Pada ruang perawatan kebidanan didapatkan hasil koefisien korelasi sebesar r=0,756 dan p=0,049. Dan pada ruang perawatan penyakit dalam didapatkan hasil koefisisen korelasi sebesar r= 0,797 dan p= 0,018. Rata – rata tingkat stress yang dialami para perawat adalah berada pada rentang ringan, dan beban kerja yang dirasakan oleh perawat rata – rata berada pada rentang sedang. Sama Halnya dengan kondisi yang terjadi di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta, para caregiver merasakan beban kerja yang dirasakan berada pada rentang ringan sampai dengan sedang dan tingkat stress kerja yang dirasakan berada pada rentang rendah. Hal ini harus dipertahankan untuk menunjang kinerja yang baik pada caregiver dalam memberikan pelayanan terhadap warga binaan sosial di panti. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Iswanto (2001) tentang hubungan stress kerja, kepribadian dan kinerja yang menyimpulkan bahwa adanya hubngan yang kuat antara stress kerja dengan kinerja. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa tingkat stress
54
paling tinggi akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis seseorang dan pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja yang semakin menurun. Pada penelitian ini didapatkan hasil korelasi Spearman 0,573 (r=0,573) yang menggambarkan ada hubungan yang kuat antara beban kerja dengan tingkat stress kerja pada pekerja sosial sebagai caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta.
D.
Keterbatasan penelitian 1. Desain penelitian yang digunakan adalah desain cross sectional yang hanya mengukur satu kali dalam satu kali waktu. 2. Penelitian ini hanya melihat hubungan beban kerja dengan tingkat stress kerja pada pekerja sosial sebagai caregiver tanpa melihat sarana dan prasarana yang ada dalam mendukung caregiver untuk melakukan tugasnya sehingga hal ini dapat mempengaruhi jawaban caregiver dalam mengisi kuesioner 3. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Keuntungan menggunakan kuesioner adalah dapat memperoleh data yang banyak dalam waktu yang singkat, namun penggunaan kuesioner ini memiliki kelemahan yakni tidak dapat mengukur secara pasti tentang beban kerja ataupun tingkat stress kerja yang dirasakan caregiver dikarenakan jawaban pada kuesioner merupakan pendapat caregiver.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan menyimpulkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan di bab sebelumnya, serta saran yang dapat digunakan oleh pemerintah wilayah setempat dan peneliti selanjutnya.
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan analisis hasil penelitian, secara umum dapat disimpulkan bahwa: 1. Pada penelitian ini didapatkan hasil pengukuran beban kerja sebagai berikut : caregiver yang merasakan beban kerja pada rentang ringan sampai sedang sebanyak 23 orang (76,7%) dan caregiver yang merasakan sedang sampai berat sebanyak 7 orang ( 23,3 %). 2. Hasil penelitian yang didapatkan pada pengkuran tingkat stress kerja adalah 30 orang caregiver ( 100%) merasakan tingkat stress kerja yang dialami berada pada rentang rendah. 3.
Pada penelitian ini ada hubungan yang bermakna antara Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja pada Pekerja Sosial sebagai Caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta (p=0,001) dengan nilai r = 0,573.
B. Saran 1. Profesi Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk pengembangan
keperawatan,
khususnya
manajemen.
55
di
bidang
keperawatan
56
2. Dinas Sosial DKI Jakarta Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk memberikan masukan dalam penentuan kebijakan pembagian tugas pada para Pekerja Sosial sebagai Caregiver di setiap Panti.
3. Peneliti selanjutnya a) Diharapkan peneliti selanjutnya meneliti variabel lain yang dapat mempengaruhi tingkat stress kerja pada pekerja sosial sebagai caregiver.
DAFTAR PUSTAKA
Alzheimer’s Association & National Alliance for Caregiving. Families Care: Alzheimer’s Caregiving in the United States. Chicago, IL: Alzheimer’s Association and Bethesda, MD: National Alliance for Caregiving. 2004.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik, ed.rev., cet.14. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Campbell, et al. Determinants of burden in those who care for someone with dementia. International Journal of Geriatric Psychiatry, 23, 1078-1085. 2008
Center on Aging Society. How Do Family Caregivers Fare? A Closer Look at Their Experiences. Washington, DC: Georgetown University. 2005
Chandra, Budiman. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta : EGC. 2009
Covinsky, K.E., Newcomer, R., Dane, C.K., Sands, L.P., Yaffe, K. (2003). Patient and caregiver characteristics associated with depression in caregivers of patients with dementia. Journal of General Internal Medicine
Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. 2008
Dewi, Ikhsani Utami. Hubungan Karakteristik Caregiver Terhadap Beban Kerja Caregiver Pasien Skizophrenia di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto Jakarta Periode Desember 2010 – Februari 2011. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta. 2011
Djaali dan Muljono, Pudji. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta : Grasindo. 2007
Dwiyanti. Stress Kerja di Lingkungan DPRD : Studi Tentang Anggota DPRD di Kota Surabaya, Malang dan Kabupaten Jember, Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. 2001
Eliopoulous, Charlotte. Gerontological Nursing. Philadelphia. Lippicott. 2005
FCA. Family Caregiver Alliance. Caregiver Health. 2012
Grunfeld, E. Family caregiver burden: Results from a longitudinal study of breast cancer patients and their principal caregivers. Canadian Medical Association Journa. 2004
Gunawati R, Hartati S, Listiara A. Hubungan Evektifitas Komunikasi Mahasiswa Dosen Pembimbing Utama Skripsi dengan Stress dalam Menyusun Skripsi pada Mahasiswa Program Studi Peikologi Fakultas Kedokteran. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro Vol :3 No. 2. 2006
Hastono SP dan Sabri L. Statistik Kesehatan. Jakarta : Rajawali Pers. 2010
Hawari, Dadang. Manajemen stress, cemas dan depresi. Jakarta: EGC. 2007
Hidayat, A. Aziz Alimul.Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisa Data, cetakanketiga. Jakarta: Salemba Medika, 2008.
Kemensos. Symposium on Ageing: “Ageing in The 21st Century : A Celebration and Challenge. 2012.
Kim H. , Chang M. , Rose K. & Kim S. Predictors of caregiver burdenin caregivers of individuals with dementia. Journal of Advanced Nursing.2012.
Komara, Eka. Gambaran Stress Kerja pada perawat di RSUD 45 Kuningan Jawa Barat. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.2012
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., Synders, J. Fundamental of Nursing : Consepts, Process, Practice. 7th ed. New Jersey : Pearson Education, Inc. 2004
Lubis, Juariani Arliza. Gambaran Kebutuhan Pekerja Sosial Sebagai Caregiver Di Panti Sosial Berdasarkan Tes EPPS. Thesis. Universitas indonesia. 2004.
Manuaba. Ergonomi, Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Surabaya : Guna Widya. 2000
Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press. 2009
Mariany, Finna. Pelayanan Sosial Bagi Usia Lanjut di Panti Sosial Tresna Werdha Nazareth Santo Yusuf Bandung. Skripsi. Universitas Padjajaran. 2011
Martina, Anggra. Gambaran tingkat stress kerja perawat di ruang rawat inap rumah sakit paru Dr. Moehammad Goenawan Partowidigyo Cisarua Bogor (RSPG). Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia. Depok. 2012
Maryam, R. Siti. Ekasari, Mia Fatma. Rosidawati. Jubaedi, Ahmad dan Batubara, Irwan. Mengenal Usia lanjut dan perawatannya. Jakarta : Salemba Medika, 2008.
Munandar, Ashar Sunyoto. Psikologi Industry dan Organisasi, Jakarta, UI Press. 2001
Nadya, Rima. Gambaran Kebahagiaan dan karakteristik positif wanita dewasa madya yang menjadi caregiver informal penderita skizofrenia. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Depok. 2009 Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan, ed. Rev. Jakarta : Rineka Cipta. 2003
Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 2010
Notoatmodjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2005
Novianita. Gambaran Tingkat Stress Kerja di PT (X). Jurnal Fakultas Psikologi. Universitas Indonesia : Depok. 2008
Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 2008
Oktariyani. Gambaran status gizi pada lanjut usia di panti sosial tresna werdha (PSTW) Budi Mulia 01 dan 03 Jakarta Timur. Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia. Depok. 2012
Okuye, UO dan Asa, SS. Caregiving and Stress : Experience of People Taking care of Elderly relations in South – Eastern Nigeria.2011
Paulina, Decy. Hubungan Tingkat pendidikan dan Lama Waktu Merawat dalam Sehari terhadap Beban Caregiver Pasca Stroke di RSU Bhakti Yudha Depok. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jakarta. 2011
Pinquart, M. & Sorensen, S. Differences between caregivers and noncaregivers in psychological health and physical health: A meta-analysis. Psychology and Aging. American Psycology Association. 2003
Rahmat, Louw Anneke Endawati. Penentuan Validitas dan Reabilitas the Zarit Burden Interview untuk menilai beban caregiver dalam merawat usia lanjut dengan disabilitas. Thesis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2009
Rasmun. Stress, koping dan adaptasi teori dan pohon masalah keperawatan. Jakarta: CV Sagung Seto. 2004
Sarwono dan Purwono. Hubungan Masa Kerja dengan Stress Kerja pada Pustakawan Perpustakaan Universitas Gajah Mada. Universitas Gajah Mada. 2006
Savundranayagam et all. A Dimensional Analysis of Caregiver Burden Among Spouses and Adult Children. Journal The Gerontologist Advance Access.2010 Schneider, M., Steel, R., Cadell, S., & Hemsworth, D. Difference on psychosocial Outcomes Between Male and Female Caregivers of Children with Lifelimiting Illness. Journal of Pediatric Nursing. 2010
Schultz CM, Schultz TJ. The Effects of Age on Stress Level and Its Affect on Overall Performance. Journal Psiciatry. 2003
Setiadi. Konsep dan Penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha ilmu. 2007
Spears, A. Work Related Stress. Victoria : Health and Safety. Executif Inc. 2008
Spector, J. & Tampi, R. Caregiver depression. Annals of Long-Term Care: Clinical Care and Aging.2005
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta. 2009
Sukmarini, Natalingrum. Optimalisasi Peran caregiver dalam penatalaksanaan Skizofrenia. Bandung. Majalah Pskiatri XLII. 2009
Sunaryo. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC. 2004
Tantono H, Siregar IMP, Hasan Z. Beban caregiver lanjut usia suatu survey terhadap caregiver lanjut usia dibeberapa tempat sekitar kota Bandung. Bandung. majalah psikiatri XL. 2006
Wikaningtyas, Theresia Sila. Hubungan antara Perilaku Tipe A dengan Stress Kerja Pada Karyawan Non – Manajerial . Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Depok. 2007
Yosep, I. Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama. 2007
Zarit, S. Assessment of Family Caregivers: A Research Perspective. In Family Caregiver Alliance (Eds.), Caregiver Assessment: Voices and Views from the Field. Report from a National Consensus Development Conference (Vol. II) (pp. 12 – 37). San Francisco: Family Caregiver Alliance. 2006
Lembar Persetujuan Menjadi Responden Hubungan Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja pada Pekerja Sosial sebagai Caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta 2013 Kepada Yth, Bapak / Ibu / Saudara / i responden di PSTW Budi Mulia DKI Jakarta
Assalamu’alaikum Wr. Wb., Saya Endah Sarwendah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, akan melakukan penelitian tentang Hubungan Beban Kerja dengan Tingkat Stress Kerja pada Caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia DKI Jakarta 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan beban kerja dengan tingkat stress kerja pada caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia yang berada di bawah naungan Dinas Sosial DKI Jakarta. Serta sebagai data untuk penyusunan skripsi dan persyaratan tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (S.Kep). Untuk keperluan tersebut saya harap dengan segala kerendahan hati agar kiranya bapak /ibu /saudara/i bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan, dan diharapkan semua pernyataan dan pertanyaan dijawab semua. Kerahasiaan jawaban ibu akan dijaga dan hanya diketahui oleh peneliti. Atas perhatian dan bantuan ibu sebagai responden saya ucapakan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Apakah ibu bersedia menjadi responden? Kuesioner Penelitian
YA / TIDAK Tertanda
(Responden)
HUBUNGAN BEBAN KERJA DENGAN TINGKAT STRESS KERJA PADA PEKERJA SOSIAL SEBAGAI CAREGIVER DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULIA DKI JAKARTA 2013
Tujuan :Untuk mengetahui hubungan beban kerja dengan tingkat stress kerja pada pekerja sosial sebagai caregiver di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia yang berada di bawah naungan Dinas Sosial DKI Jakarta.
Petunjuk Pengisian : Berilah tanda checklist ( √ ) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan jawaban Anda.
A. Identitas/Data Demografi 1. Identitas Responden No. Responden
:
Usia
: …… tahun
Pendidikan
:
Status Pernikahan :
(dikosongkan)
Perguruan Tinggi
SMP
SMA
SD
Menikah
Belum Menikah
Masa Kerja
:......... tahun
Jenis kelamin
:
Agama
:
Alamat
:
Laki - Laki
Tidak Sekolah
Perempuan
( sesuai dengan KTP)
B. Pengukuran Stress Kerja Petunjuk Pengisian : Berilah tanda checklist ( √ ) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan jawaban Anda.
No.
B.1
Pernyataan
Dalam
Selalu
pekerjaan,
saya
dituntut untuk mengerjakan banyak tugas yang berbeda dengan waktu yang sangat sedikit B.2
Saya merasa beban pekerjaan saya bertambah
B.3
Saya
dituntut
untuk
mengerjakan tugas, dimana saya
belum
mendapatkan
pernah pelatihan
tentang tugas tersebut B.4
Saya memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan
pekerjaan saya B.5
Saya mampu menyelesaikan pekerjaan saya dengan baik
B.6
Saya bekerja dengan batasan
Sering
Kadang -kadang
Jarang
Tidak Pernah
Diisi oleh peneliti
waktu yang ketat B.7
Saya berharap memperoleh bantuan
lebih
menghadapi diberikan
untuk
tuntutan
dalam
yang
pekerjaan
saya B.8
Pekerjaan
menuntut
saya
untuk bekerja di beberapa area yang sama pentingnya dalam waktu yang bersamaan B.9
Saya
diharapkan
mengerjakan
dapat
tugas
lebih
banyak dari yang seharusnya B.10 . B.11 . B.12 .
Pekerjaan saya sesuai dengan keahlian dan ketertarikan saya Saya merasa bosan dengan pekerjaan saya Saya
merasa
memiliki
tanggung jawab yang cukup dalam pekerjaan saya
B.13
Ketika
berhadapan
dengan
beberapa tugas, saya tahu mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu
B.14
Saya
tidak
selera
makan
ketika banyak pekerjaan yang harus saya kerjakan B.15
Saya akan tersinggung ketika mendapat
teguran
atau
kritikan terhadap pekerjaan yang telah saya lakukan di ruangan B.16
Setelah
selesai
bekerja,
misalnya merapikan tempat tidur warga binaan sosial, leher atau otot punggung saya tidak kaku B.17
Meskipun banyak pekerjaan saya di panti werdha saya makan seperti biasa
C. Pengukuran Beban kerja Petunjuk Pengisian : Berilah tanda checklist ( √ ) pada kotak yang telah disediakan sesuai dengan jawaban Anda.
No.
C.1
Pernyataan
Selalu
Klien meminta bantuan yang lebih dari pada yang dia butuhkan.
C.2
Karena waktu yang anda habiskan dengan klien anda, anda tidak punya cukup waktu untuk diri sendiri?
C.3
Apakah
anda
merasa
strees,
memberikan perawatan pada klien dengan penurunan fungsional C.4
Apakah anda merasa mengabaikan kebutuhan
anda
ketika
mengabdikan diri untuk membantu memenuhi kebutuhan klien. C.5
Apakah anda merasa klien anda bergantung kepada anda?
C.6
Apakah anda merasa kelelahan ketika anda pergi tidur di malam hari ?
Sering
Kadang -kadang
Jarang
Tidak Pernah
Diisi oleh peneliti
C.7
Apakah anda merasa khawatir tentang bagaimana masa depan klien anda?
C.8
Apakah anda merasa tidak dapat menangani semua tanggung jawab perawatan bagi para lansia akibat beban kerja yang dirasa begitu berat?
C.9
Apakah anda merasa tegang saat berada disekitar klien anda?
C.10
Apakah
anda
merasa
adanya
penurunan tingkat kesehatan pada diri
anda
akibat
memberikan
perawatan pada lansia? C.11
Apakah anda merasa bahwa anda tidak memiliki kebebasan pribadi seperti yang anda inginkan karena klien anda?
C.12
Apakah anda merasa tidak nyaman bersama teman anda karena klien anda?
C.13
Apakah anda merasa bahwa klien anda
mengharapkan
anda
mengurus dia, seolah olah hanya
anda tempat dia bergantung? C.14
Apakah anda merasa tidak dapat mengurus klien anda lagi untuk waktu yang lama?
C.15
Apakah anda merasa, anda harus melakukan sesuatu yang lebih untuk klien anda?
C.16
Apakah anda merasa tidak yakin mengenai apa yang dilakukan terkait klien anda?
C.17
Apakah anda merasa bosan karena melakukan hal yang sama setiap hari?
Lampiran OUTPUT DATA SPSS 1. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas
Case Processing Summary N Cases
Valid a
Excluded Total
% 20
76.9
6
23.1
26
100.0
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
N of Items .971
42
Item Statistics Mean
Std. Deviation
N
STRESS
2.25
1.293
20
STRESS
2.15
1.182
20
STRESS
2.00
1.338
20
STRESS
2.45
1.395
20
STRESS
2.25
1.293
20
STRESS
2.95
.999
20
STRESS
2.15
1.182
20
STRESS
2.30
1.261
20
STRESS
2.15
1.226
20
STRESS
2.25
1.293
20
STRESS
2.25
1.293
20
STRESS
2.45
1.395
20
STRESS
2.20
1.240
20
STRESS
3.20
1.056
20
STRESS
2.20
1.196
20
STRESS
2.05
1.356
20
STRESS
2.15
1.226
20
STRESS
2.25
1.293
20
STRESS
2.00
1.487
20
STRESS
2.25
1.293
20
STRESS
2.15
1.226
20
BEBAN
2.00
1.487
20
BEBAN
2.15
1.226
20
BEBAN
2.10
1.294
20
BEBAN
2.00
1.487
20
BEBAN
1.85
.875
20
BEBAN
1.90
.788
20
BEBAN
1.90
.788
20
BEBAN
2.25
1.293
20
BEBAN
2.15
1.226
20
BEBAN
1.90
.788
20
BEBAN
1.90
.788
20
BEBAN
2.15
1.226
20
BEBAN
2.15
1.226
20
BEBAN
1.90
.788
20
BEBAN
2.15
1.226
20
BEBAN
2.15
1.226
20
BEBAN
1.20
1.005
20
BEBAN
2.35
1.531
20
BEBAN
3.25
.851
20
BEBAN
1.90
.788
20
BEBAN
2.35
1.531
20
Scale Statistics Mean 91.70
Variance 1.177E3
Std. Deviation 34.314
N of Items 42
2. Hasil Analisis Univariat dan Bivariat sex Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
perempuan
10
33.3
33.3
33.3
laki - laki
20
66.7
66.7
100.0
Total
30
100.0
100.0
statuspernikahan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
belum menikah
11
36.7
36.7
36.7
menikah
19
63.3
63.3
100.0
Total
30
100.0
100.0
Descriptives Statistic masakerja
Mean
7.0333
95% Confidence Interval for Lower Bound
5.4206
Mean
Upper Bound
6.7222
Median
6.0000
Variance
18.654
3.00
Maximum
17.00
Range
14.00
Skewness
6.00 1.098
.427
.282
.833
Mean
32.4333
1.45640
95% Confidence Interval for Lower Bound
29.4547
Kurtosis umur
4.31903
Minimum
Interquartile Range
.78854
8.6461
5% Trimmed Mean
Std. Deviation
Std. Error
Mean
Upper Bound
35.4120
5% Trimmed Mean
32.3148
Median
31.0000
Variance
63.633
Std. Deviation
7.97705
Minimum
21.00
Maximum
46.00
Range
25.00
Interquartile Range
15.00
Skewness Kurtosis
.273
.427
-1.362
.833
Statistics bebankategori N
Valid
stresskategori
30
30
0
0
Mean
2.2333
1.0000
Median
2.0000
1.0000
2.00
1.00
.43018
.00000
Minimum
2.00
1.00
Maximum
3.00
1.00
Missing
Mode Std. Deviation
bebankategori Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
ringan sampai sedang
23
76.7
76.7
76.7
sedang sampai berat
7
23.3
23.3
100.0
30
100.0
100.0
Total
stresskategori Cumulative Frequency Valid
rendah
30
Percent
Valid Percent
100.0
Percent
100.0
100.0
Correlations stres kategori Spearman's rho
stres kategori
Correlation Coefficient
1.000
Sig. (2-tailed) N bebankategori
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
bebankategori .573
**
.
.001
30
30
**
1.000
.001
.
30
30
.573