HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI SERTA AKTIVITAS FISIK DENGAN KOMPONEN SINDROMA METABOLIK PADA ORANG DEWASA GEMUK
GREVI WIZIANI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi serta Aktivitas Fisik dengan Komponen Sindroma Metabolik pada Orang Dewasa Gemuk adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014 Grevi Wiziani NIM I14090108
ABSTRAK GREVI WIZIANI. Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi serta Aktivitas Fisik dengan Komponen Sindroma Metabolik pada Orang Dewasa Gemuk. Dibimbing oleh EVY DAMAYANTHI. Penelitian bertujuan menganalisis hubungan asupan energi dan zat gizi serta aktivitas fisik dengan komponen sindroma metabolik (MetS). Tujuan khusus penelitian ini untuk mempelajari: 1) karakteristik subyek, 2) asupan energi dan zat gizi serta tingkat kecukupannya, 3) aktivitas fisik, 4) komponen-komponen MetS, meliputi lingkar perut (LP), tekanan darah (sistol dan diastol), kadar glukosa darah puasa (GDP), kolesterol HDL (k-HDL) dan trigliserida serta penetapan kejadian MetS menggunakan kriteria Alberti et al. (2009) dan 5) hubungan karakteristik, asupan energi dan zat gizi, serta aktivitas fisik dengan komponen-komponen MetS. Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang. Subyek adalah laki-laki dan perempuan dengan IMT≥25 kg/m2 berusia 25-60 tahun sebanyak 26 orang. Hasil menunjukkan tidak terdapat hubungan antara asupan energi dan zat gizi dengan LP, tekanan darah, k-HDL, GDP dan trigliserida (p>0.05). Aktivitas fisik berhubungan signifikan dengan LP, GDP dan k-HDL (p<0.05), tetapi tidak terdapat hubungan dengan tekanan darah dan trigliserida (p>0.05). Kata kunci: asupan energi, asupan zat gizi, aktivitas fisik, obesitas, sindroma metabolik
ABSTRACT GREVI WIZIANI. Correlation of Energy, Nutrients Intake and Physical Activity to the Components of Metabolic Syndrome in Obese Adults. Supervised by EVY DAMAYANTHI The study was conducted to analyze the correlation of energy, nutrients intake and physical activity to the metabolic syndrome’s components. The specific aims were to study: 1) the characteristics of socio demographic and anthropometric of subjects 2) energy and nutrients intake, 3) physical activity, 4) the components of metabolic syndrome (MetS): waist circumference (WC), blood pressure (SBP and DBP), fasting blood glucose (FBG), HDL cholesterol (HDL-c), triglyceride and prevalence of MetS using Alberti et al. (2009) criteria, and 5) correlation of characteristic, energy, nutrients intake, physical activity to components of MetS. This study was conducted using cross sectional design. There were 26 subjects who have BMI≥25 kg/m2. Result showed that energy and nutrients intake did not associate significantly with all components of MetS (p>0.05). Physical activity correlated significantly to WC, FBG and HDL-c (p<0.05), but it did not associate with blood pressure and triglyceride (p>0.05). Key words: energy intake, nutrients intake, metabolic syndrome, obesity, physical activity
HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI SERTA AKTIVITAS FISIK DENGAN KOMPONEN SINDROMA METABOLIK PADA ORANG DEWASA GEMUK
GREVI WIZIANI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi serta Aktivitas Fisik dengan Komponen Sindroma Metabolik pada Orang Dewasa Gemuk Nama : Grevi Wiziani NIM : I4090108
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Evy Damayanthi, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Hubungan Asupan Energi dan Zat Gizi serta Aktivitas Fisik dengan Komponen Sindroma Metabolik pada Orang Dewasa Gemuk” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan pada kedua orang tua dan adik-adik yang telah banyak memberi kasih sayang, dukungan dan doa. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Evy Damayanthi, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi ilmu, arahan, bimbingan dan motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Kemudian, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada dr. Naufal Muharam Nurdin, S.Ked, MSi selaku dosen pemandu seminar dan penguji skripsi yang telah banyak memberi masukan dan saran. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh Bapak dan Ibu Dosen atas ilmu dan nasehat yang telah diberikan selama penulis menempuh masa studi di Departemen Gizi Masyarakat IPB. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan tim penelitian, Kak Ika, Mas Deni, Mas Maulana atas kerja samanya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada para sahabat Rieska Indah S.Gz, Ilyatun Niswah S.Gz, Inti Makaryani S.Gz, Masruroh Mastin S.Gz, Agustino S.Gz, Aisyah S.Gz dan Bob Edwin Normande S.Si atas bantuan, saran, dukungan dan semangat yang diberikan. Terima kasih juga kepada seluruh teman-teman seperjuangan Gizi Masyarakat IPB angkatan 46, seluruh kakak dan adik tingkat, FORCES, HIMAGIZI, CLC, Edukasi Gizi, Sinabung Girls, Aremaru, serta seluruh temanteman yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu atas kebersamaan dan semangat yang diberikan. Semoga hasil karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, September 2014 Grevi Wiziani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Hipotesis
2
Manfaat
3
KERANGKA PEMIKIRAN
3
METODE
3
Desain, Waktu dan Tempat
3
Jumlah dan Cara Penarikan Subyek
4
Jenis dan Cara Pengumpula Data
5
Pengolahan dan Analisis Data
5
Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN
10 12
Karakteristik Sosiodemografi dan Antropometri Subyek
12
Asupan Energi dan Zat Gizi Subyek serta Tingkat Kecukupannya
16
Gambaran Aktivitas Fisik Subyek
18
Komponen Sindroma Metabolik (MetS) Subyek
20
Kejadian Sindroma Metabolik
23
Hubungan antara Karakteristik Sosiodemografi dan Komponen MetS
25
Hubungan antara Karakteristik Antropometri dan Komponen MetS
30
Hubungan antara Asupan Energi, Zat Gizi dan Komponen MetS
35
Hubungan antara Aktivitas Fisik dan Komponen MetS
37
Keterbatasan Penelitian
40
SIMPULAN DAN SARAN
40
Simpulan
40
Saran
41
DAFTAR PUSTAKA
41
LAMPIRAN
48
RIWAYAT HIDUP
49
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Jenis dan cara pengumpulan data Karakteristik sosio demografi subyek Kategori batasan IMT Physical Activity Ratio berbagai aktivitas fisik Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL Klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan darah sistol dan diastol Klasifikasi kolesterol HDL dan trigliserida Kriteria klinis sindroma metabolik Sebaran subyek berdasarkan karakteristik sosio demografi Sebaran karakteristik antropometri obesitas subyek Asupan energi dan zat gizi berdasarkan IMT Sebaran subyek berdasarkan jenis aktivitas fisik Sebaran subyek berdasarkan tingkat aktivitas fisik Distribusi frekuensi kejadian sindroma metabolik Distribusi frekuensi komponen sindroma metabolik Hubungan antara jenis kelamin dan komponen sindroma metabolik Hubungan antara usia dan komponen sindroma metabolik Hubungan antara status gizi dan komponen sindroma metabolik Hubungan antara lingkar perut dan komponen sindroma metabolik Hubungan antara RLPP dan komponen sindroma metabolik Hubungan antara asupan energi, zat gizi dan komponen sindroma metabolik 22 Hubungan antara aktivtas fisik dan komponen sindroma metabolik
5 6 6 6 9 9 10 10 10 14 18 19 19 23 24 26 28 31 33 34 36 39
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kerangka pemikiran Sebaran subyek menurut tingkat kecukupan energi Sebaran subyek menurut tingkat kecukupan protein Sebaran subyek menurut tingkat kecukupan lemak Sebaran subyek menurut tingkat kecukupan karbohidrat Sebaran subyek menurut tekanan darah Sebaran subyek menurut kadar glukosa darah puasa Sebaran subyek menurut kadar kolesterol HDL sebaran subyek menurut kadar trigliserida
4 16 16 17 17 20 21 21 22
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Hasil uji korelasi Chi-square Hasil uji korelasi Pearson Hasil uji korelasi Rank Spearman Hasil uji beda (independent t-test)
48 48 48 48
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyebab kematian utama di seluruh dunia. WHO mencatat, pada tahun 2008 sebanyak lebih dari 36 juta orang meninggal akibat penyakit ini (WHO 2013). Driskell (2009) menyatakan kondisi ini diestimasikan akan tetap terjadi hingga tahun 2020. Jenis PTM yang banyak menyebabkan kematian diantaranya adalah penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus yang masing-masing menyumbang angka mortalitas sebesar 48% dan 3.5%. Faktor risiko yang menjadi pencetus PTM antara lain merokok, diet yang tidak sehat, kurang aktivitas fisik dan konsumsi alkohol. Usia dewasa pada umumnya rentan menjadi subyek, walaupun tidak menutup kemungkinan PTM menyerang individu yang lebih muda (WHO 2013). Obesitas merupakan suatu kondisi tubuh yang merujuk pada status gizi lebih menurut indeks massa tubuh (IMT) yaitu berat badan (dalam kg) dibagi tinggi badan kuadrat (dalam m2) (Gibson 2005). Mahan & Escott-Stump (2008) mendefinisikan obesitas sebagai kondisi lemak tubuh berlebih, baik itu menyebar di seluruh tubuh maupun terlokalisasi pada bagian tubuh tertentu. Prevalensi obesitas global tahun 2008 meningkat dua kali lipat dari tahun 1980 yang berkisar 5% pada laki-laki dan 8% pada perempuan. Saat ini diperkirakan lebih dari setengah miliar penduduk dewasa di seluruh dunia mengalami obesitas. Prevalensi penduduk dewasa obesitas (IMT≥25.0 kg/m2) di Indonesia meningkat dari 23.3% pada tahun 2010 menjadi 28.9% pada tahun 2013 (Kemenkes RI 2014). Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi obesitas lebih besar terjadi pada perempuan dibanding laki-laki (32.9% dan 19.7%). Indikator antropometri yang mudah diaplikasikan sebagai penanda obesitas selain IMT adalah lingkar perut (LP) dan rasio lingkar perut pinggul (RLPP). LP dan RLPP merupakan indikator untuk distribusi lemak sentral. Ukuran LP termasuk kategori berisiko bagi penduduk Asia Pasifik bila ≥ 90 cm pada laki-laki dan ≥ 80 cm pada perempuan (Kemenkes RI 2014). Adapun RLPP dianggap berisiko jika nilainya ≥ 0.90 pada laki-laki dan ≥ 0.85 pada perempuan (WHO 2008). Prevalensi obesitas sentral di Indonesia meningkat dari 18.8% pada tahun 2007 menjadi 26.6% pada tahun 2013 (Kemenkes RI 2014). Sindroma metabolik (MetS) adalah kombinasi dari gangguan medis yang meningkatkan risiko terkena penyakit kardiovaskular dan diabetes (Effendi 2013). MetS telah diidentifikasi sebagai faktor risiko yang bersifat multipleks dan tiap komponen faktor risiko tersebut berpotensi menimbulkan kejadian patologik (Grundy et al. 2004). Seseorang teridentifikasi mengalami MetS jika ditemukan setidaknya 3 dari 5 kriteria berikut: obesitas sentral, hipertrigliseridemia, kadar kolesterol HDL rendah, hipertensi dan peningkatan kadar glukosa darah puasa (Alberti et al. 2009). Obesitas sentral ditandai dengan adanya penimbunan lemak pada bagian perut. Prevalensi kejadian obesitas, terutama obesitas sentral perlu diturunkan karena berhubungan dengan peningkatan stress oksidatif yang berujung pada timbulnya penyakit kardiovaskular dan diabetes (Effendi 2013; Savini et al. 2013; Matsuda 2013).
2 Berbagai studi telah dilakukan untuk melihat hubungan konsumsi pangan dan aktivitas fisik terhadap MetS. Penelitian pada subyek remaja di Australia menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pola konsumsi pangan dan komponen-komponen MetS (Ambrosini et al. 2009) Aktivitas fisik tingkat sedang menuju berat (moderate to vigorous) juga berhubungan signifikan dengan sindroma metabolik pada populasi dewasa di Canada (Clarke & Janssen 2013). Individu pada usia dewasa (20-64 tahun) termasuk usia produktif. Diet dan aktivitas fisik sangat berpengaruh terhadap status kesehatan dan kesejahteraan pada masa selanjutnya (Brown 2011). Namun, golongan usia ini sangat rentan menjadi sasaran penyakit kardiovaskular sebagaimana yang telah disebutkan di atas. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik meneliti kembali hubungan konsumsi pangan dan aktivitas fisik terhadap komponen-komponen MetS pada orang dewasa gemuk dengan menggunakan metode yang berbeda. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan asupan energi dan zat gizi serta aktivitas fisik dengan komponen sindroma metabolik pada orang dewasa gemuk. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi karakteristik a) sosiodemografi subyek, meliputi usia, jenis kelamin, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, status pernikahan, besar keluarga dan b) antropometri, meliputi indeks massa tubuh (IMT), lingkar perut (LP) dan rasio lingkar perut pinggul (RLPP). 2. Mengidentifikasi asupan energi dan zat gizi (protein, lemak dan karbohidrat) serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi subyek. 3. Mengidentifikasi aktivitas fisik subyek. 4. Mengidentifikasi komponen-komponen sindroma metabolik (MetS) subyek, meliputi obesitas sentral (LP dan RLPP), tekanan darah (sistol dan diastol), kadar glukosa darah puasa, kolesterol HDL dan trigliserida serta penetapan kejadian MetS. 5. Menganalisis hubungan antara karakteristik (sosiodemografi dan antropometri), asupan energi dan zat gizi, serta aktivitas fisik subyek dan komponen-komponen sindroma metabolik Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan antara asupan energi serta zat gizi dan komponen sindroma metabolik pada subyek dewasa gemuk. 2. Terdapat hubungan antara aktivitas fisik dan komponen sindroma metabolik pada subyek dewasa gemuk.
3 Manfaat Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memfasilitasi dan sarana pendalaman serta aplikasi ilmu terkait gizi dan kaitannya dengan penyakit. Bagi subyek, penelitian diharapkan menambah wawasan mengenai pengendalian PTM sejak dini melalui pengendalian komponen sindroma metabolik. Dalam lingkup yang lebih luas, hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memotivasi masyarakat untuk selalu menjaga berat badan ideal dan menerapkan gaya hidup berbasis gizi seimbang. Dengan demikian, angka prevalensi PTM dapat diturunkan. KERANGKA PEMIKIRAN Salah satu penyakit tidak menular yang menjadi penyebab kematian nomor 1 di dunia adalah penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus. Risiko seseorang mengalami penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus dapat diidentifikasi dengan sekumpulan gangguan yang disebut sindroma metabolik (MetS). Menurut Alberti et al. (2009), MetS ditandai jika ditemukan 3 dari kriteria berikut: hipertrigliserida, kolesterol HDL rendah, hiperglikemia, hipertensi dan obesitas sentral. Indikator antropometri yang dapat digunakan untuk mengetahui seseorang mengalami obesitas adalah indeks massa tubuh (IMT), lingkar perut (LP) dan rasio lingkar perut dan pinggul (RLPP). Overweight/berat badan lebih (BBL) dan obesitas merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan status gizi lebih atau kegemukan. Kegemukan terjadi akibat ketidakseimbangan antara kalori yang diasup dan aktivitas fisik. Berbagai studi telah menemukan adanya hubungan antara konsumsi pangan, aktivitas fisik dan komponen-komponen MetS. Namun, terdapat pula faktor-faktor lain yang mempengaruhi seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat pendapatan, status pernikahan dan besar keluarga sebagaimana yang tercantum dalam kerangka penelitian pada Gambar 1.
METODE Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan studi dengan desain potong lintang, yaitu pengambilan data dilakukan pada satu saat atau pada waktu yang bersamaan, baik untuk variabel dependen maupun variabel independen. Penelitian dilakukan di lingkungan kampus IPB Dramaga. Lokasi penelitian ditentukan dan dipilih dengan pertimbangan: (1) keberadaan subyek yang akan mewakili populasi sasaran, dan (2) kemudahan akses. Penelitian ini menggunakan sebagian data dari baseline penelitian hibah Dikti (Penelitian Strategis Nasional) Tahun 2012-2013 dengan ketua peneliti Prof. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS yang berjudul “Pengkajian Minuman Bekatul, Minyak Bekatul dan Tomat untuk Kesehatan Lipid dan Kadar Gula Darah serta Status Imun Orang Dewasa Gemuk”. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Oktober 2013.
4 Jumlah dan Cara Penarikan Subyek Penarikan subyek dilakukan dengan kriteria: laki-laki atau perempuan dewasa berusia>18 tahun, berstatus gizi lebih ditandai dengan IMT≥25 kg/m2 (Kemenkes RI 2014), tidak menderita diabetes melitus, perempuan tidak hamil atau menyusui dan bersedia menjadi subyek dalam penelitian ini. Berdasarkan kriteria tersebut, jumlah subyek dalam penelitian ini adalah sebanyak 26 orang. Karakteristik subyek - Jenis kelamin - Usia - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan - Status pernikahan - Besar keluarga - Status gizi - Lingkar perut - Rasio lingkar perut pinggul
Asupan energi dan zat gizi serta tingkat kecukupan energi dan zat gizi
Komponen Sindroma Metabolik -Lingkar perut (laki-laki ≥90cm, perempuan ≥80 cm) - Tekanan darah ≥130/85mmHg - Glukosa darah puasa ≥ 100 mg/dL - Kolesterol HDL (laki-laki < 40 mg/dL, perempuan < 50 mg/dL) -Trigliserida ≥ 150 mg/dL
Aktivitas fisik
Keterangan Hubungan yang diteliti Hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Skema kerangka pemikiran
5 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan mencakup data primer dan sekunder. Data primer meliputi konsumsi pangan dan aktivitas fisik. Data sekunder meliputi karakteristik sosiodemografi (usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, status pernikahan dan besar keluarga) dan antropometri (indeks massa tubuh, lingkar perut dan rasio lingkar perut pinggul). Indeks massa tubuh (IMT) diperoleh melalui berat badan dan tinggi badan. Berat badan diukur menggunakan timbangan injak (nilai ketelitian 0.1 kg) dan tinggi badan menggunakan microtoise (nilai ketelitian 0.1 cm). Lingkar perut (LP) dan lingkar pinggul diukur menggunakan pita ukur (nilai ketelitian 0.1 cm). Data tekanan darah sistol dan diastol subyek diperoleh dengan menggunakan alat sphygnomanometer air raksa. Darah diambil melalui pembuluh darah vena pada lipatan siku sebanyak 3 mL. Pengambilan darah dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 08.00 sampai dengan 09.00 WIB pada subyek yang telah puasa minimal selama 8 jam sebelumnya. Data darah meliputi glukosa darah puasa dan profil lipid darah, meliputi kadar trigliserida dan kolesterol HDL. Data darah dianalisis menggunakan metode spektrofotometri dengan Reagen-Kit. Analisis darah dilakukan oleh laboran kesehatan Kimia Farma® Kota Bogor. Secara keseluruhan jenis dan cara pengambilan data dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian Jenis data Karakteristik sosiodemografi Antropometri obesitas
Variabel Usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, status perkawinan dan besar keluarga IMT, LP dan RLPP
Konsumsi pangan
Asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat
Aktivitas Fisik
Nilai PAL (Physical Activity Level)
Tekanan darah
Tekanan sistol dan diastol
Biokimia darah
Glukosa darah puasa, trigliserida dan kolesterol HDL
Cara pengambilan data Wawancara menggunakan kuesioner Menggunakan timbangan injak, microtoise dan pita centimeter Metode food recall 2 x 24 jam Wawancara pencatatan kegiatan pada hari kerja dan hari libur (2 x 24 jam) Menggunakan alat sphygmomanometer air raksa. Melalui venipuncture dan dianalisis dengan metode Reagen-Kit
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan dalam beberapa tahap, yakni entry, coding dan editing menggunakan program Microsoft Excel 2013. Kemudian data dianalisis secara statistik dengan analisis univariat untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari berbagai variabel yang diteliti. Di samping itu, dilakukan juga analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat yakni dengan menggunakan korelasi Pearson untuk data yang
6 terdistribusi normal dan korelasi Rank Spearman untuk data yang tidak terdistribusi normal. Selain itu, digunakan pula uji hubungan Chi-square untuk variabel-variabel kategorikal. Jenis kelamin subyek dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan. Usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan status pernikahan dikelompokkan menurut sebaran subyek. Besar keluarga dikelompokkan menurut BKKBN (1997). Secara keseluruhan karakteristik sosiodemografi subyek dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Karakteristik sosiodemogafi subyek Variabel
Kelompok
Jenis kelamin
1. 2. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2.
Usia
Pendidikan
Pekerjaan
3. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
Pendapatan
Status pernikahan
Besar keluarga
Laki-laki Perempuan 20-29 tahun 30-39 tahun 40-49 tahun 50-59 tahun Tidak sekolah SD SMP SMA DIPLOMA SI/S2/S3 Pramukantor/pramucaraka Staf kependidikan/administrasi Dosen 0 - 1 juta ≥ 1 jt – 2 jt ≥ 2 jt – 3 jt ≥ 3 jt – 4 jt ≥ 4 jt – 5 jt ≥ 5 jt Belum menikah Menikah Cerai hidup/mati Kecil (<4 orang) Sedang (4-6 orang) Besar (>6 orang)
Sumber acuan/keterangan Sebaran subyek Sebaran subyek
Sebaran subyek
Sebaran subyek
Sebaran subyek
Sebaran subyek
BKKBN (1997)
Status Gizi. Status gizi ditentukan dengan menentukan IMT yang dihitung berdasarkan rumus : berat badan (kg) / tinggi badan (m2). Menurut Kemenkes RI (2014), IMT penduduk Indonesia dapat dikategorikan sebagai berikut: Tabel 3 Kategori batasan IMT Kategori Underweight Normal Overweight Obesitas Sumber : Kemenkes RI (2014)
IMT (kg/m2) <18.5 ≥18.5 - <24.9 ≥25.0 - < 27.0 ≥27.0
7 Konsumsi Pangan. Data konsumsi pangan yang meliputi jenis dan jumlah pangan, kemudian dikonversikan ke dalam kandungan gizi yaitu energi, protein lemak dan karbohidrat. Rumus yang digunakan untuk mengetahui kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi berdasarkan Hardinsyah dan Briawan (1994) yaitu: KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
Keterangan: KGij = Penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan/pangan yang dikonsumsi Bj = Berat bahan makanan j (gram) Gij = Kandungan zat gizi i dari bahan makanan j BDDj = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan Tahap yang dilakukan selanjutnya adalah menghitung tingkat kecukupan energi dan zat gizi (protein, lemak dan karbohidrat). Tingkat kecukupan energi dan zat gizi pada subyek berstatus gizi normal menggunakan perhitungan yang dikoreksi dengan berat badan aktual sehat (dari setiap kelompok usia) dengan rumus sebagai berikut:
AKGi= (BB aktual/BB standar AKG) x AKG
Keterangan: AKGi
= angka kecukupan gizi untuk i = energi, protein, lemak dan karbohidrat BB aktual = berat badan aktual (kg) BB standar AKG = berat badan standar atau acuan (kg) AKG = angka kecukupan gizi yang dianjurkan WNPG (2013) Pada kasus dengan subyek underweight dan khususnya pada penelitian ini yang meneliti subyek berstatus gizi overweight dan obes, faktor koreksi berat badan aktual sehat tidak digunakan lagi dalam perhitungan, melainkan menggunakan berat badan acuan, sehingga tingkat kecukupan energi dan zat gizi diperoleh dengan membandingkan asupan subyek dengan AKG. Hal ini bertujuan agar subyek dapat mencapai berat badan ideal. Perhitungan tingkat kecukupan energi dan zat gizi menggunakan rumus sebagai berikut. TKGi= (Ai/AKGi) x 100%
8 Keterangan: TKGi = tingkat kecukupan zat gizi i (energi, protein, lemak dan karbohidrat) Ai = asupan zat gizi i AKGi = angka kecukupan zat gizi i yang dianjurkan Angka Kecukupan Energi (AKE) untuk laki-laki adalah 2725 kkal (19-29 tahun), 2625 kkal (30-49 tahun), dan 2325 kkal (50-64 tahun) sedangkan untuk perempuan 2250 kkal (19-29 tahun), 2150 kkal (30-49 tahun), dan 1900 kkal (5064 tahun). Angka Kecukupan Protein (AKP) yang dianjurkan untuk laki-laki adalah 62 g untuk kelompok umur 19-29 tahun, 65 g untuk usia 20-49 tahun, dan 65 g untuk usia 50-64 tahun, sedangkan AKP pada perempuan adalah 50 g untuk kelompok umur 19-29 tahun, 57 g untuk usia 30-49 dan 50-64 tahun (WNPG 2013). Menurut Depkes (1996), tingkat kecukupan energi (TKE) dikategorikan menjadi (1). Defisit tingkat berat bila asupan <70% AKE (angka kecukupan energi), (2). Defisit tingkat sedang bila asupan memenuhi 70-79% AKE, (3). Kurang, bila asupan memenuhi 80-89% AKE, (4). Cukup, bila asupan memenuhi 90-119% AKE, dan (5). Lebih, bila asupan memenuhi ≥120% AKE. Tingkat kecukupan protein (TKP) dikategorikan defisit tingkat berat bila asupan memenuhi <70% AKP (angka kecukupan protein), defisit tingkat sedang bila asupan memenuhi 70-79% AKP, kurang bila asupan memenuhi 80-89 % AKP, cukup bila asupan memenuhi 90119% AKP), dan lebih bila asupan ≥120% AKP. Institute of Medicine (IOM) (2005) menetapkan kategori tingkat kecukupan lemak: <20% AKE sebagai kategori kurang, 20-35% AKE sebagai kategori cukup dan >35% AKE sebagai kategori lebih. Tingkat kecukupan karbohidrat defisit apabila <45% AKE, cukup apabila 45-65% AKE dan lebih jika >65% AKE. Aktivitas Fisik. Pengukuran aktivitas fisik dilakukan terhadap jenis aktivitas yang dilakukan subyek dan lama waktu melakukan aktivitas dalam sehari. Data aktivitas fisik diambil sebanyak dua kali: (1). Aktivitas fisik pada hari kerja dan (2). Aktivitas fisik pada hari libur. FAO/WHO (2001) menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel utama setelah angka metabolisme basal dalam penghitungan pengeluaran energi. Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. Nilai PAL tiap individu ditentukan menggunakan rumus berikut:
𝑃𝐴𝐿 =
𝑃𝐴𝑅 𝑥 𝑎𝑙𝑜𝑘𝑎𝑠𝑖 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 24 𝑗𝑎𝑚
Keterangan: PAL : Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik) PAR : Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan jenis aktivitas fisik tertentu per satuan waktu tertentu)
untuk
9 Untuk menghitung nilai PAL, perlu diketahui nilai Physical Activity Ratio (PAR). Nilai PAR berbeda untuk setiap aktivitas fisik yang dilakukan. Menurut FAO/WHO/UNU (2001), nilai PAR diklasifikasikan berdasarkan jenis aktivitas fisik yang dilakukan oleh seseorang seperti yang tercantum pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4 Physical Activity Ratio (PAR) berbagai aktivitas fisik Aktivitas Tidur Berkendaraan dalam bus/mobil Aktivitas santai (nonton TV dan mengobrol) Makan Duduk Mengendarai mobil/berjalan Memasak Berdiri, membawa barang yang ringan Mandi dan berpakaian Menyapu, mencuci baju dan piring tanpa mesin Mengerjakan pekerjaan rumah tangga Berjalan Berkebun Olahraga ringan (jalan kaki) Kegiatan yang dilakukan dengan duduk Transportasi dengan bus Kegiatan ringan
Physical Activity Ratio 1.0 1.2 1.4 1.5 1.5 2.0 2.1 2.2 2.3 2.3 2.8 3.2 4.1 4.2 1.5 1.2 1.4
Sumber: FAO/WHO/UNU. Human Energy Requirements. WHO Technical Report Series, no. 724. Geneva: World Health Organization; 2001.3
Nilai PAR kemudian dikalikan dengan alokasi waktu yang digunakan untuk melakukan aktivitas fisik tersebut sehingga seluruh waktu yang dihitung berjumlah 24 jam. Kemudian dengan perhitungan rumus, nilai PAL dapat diketahui. Nilai PAL dikategorikan untuk mendeskripsikan tingkat aktivitas fisik yang dilakukan tiap individu, sebagaimana tercantum dalam Tabel 5 berikut ini. Tabel 5 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL Kategori Ringan (sedentary lifestyle) Sedang (active or moderately active lifestyle) Berat (vigorous or vigorously active lifestyle)
Nilai PAL 1.40-1.69 1.70-1.99 2.00-2.40
Sumber: FAO/WHO/UNU. Human Energy Requirements. WHO Technical Report Series, no. 724. Geneva: World Health Organization; 2001.3
Komponen Sindroma Metabolik. Beberapa komponen sindroma metabolik terlebih dahulu diidentifikasi sebelum menentukan kejadian sindroma metabolik pada subyek. Komponen-komponen tersebut meliputi lingkar perut, tekanan darah (sistol dan diastol), kadar glukosa darah puasa, kolesterol HDL dan trigliserida. The Joint National Committee VII (JNC VII) (2004) mengklasifikasikan hipertensi berdasarkan tekanan darah sistol dan diastol, sebagaimana tercantum dalam Tabel 6 berikut ini.
10 Tabel 6 Klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan darah sistol dan diastol Kategori
Tekanan darah sistol (mmHg) < 120 120-139 140-159 ≥ 160
Normal Pre-hipertensi Hipertensi Stadium 1 Hipertensi Stadium 2
Tekanan darah diastol (mmHg) <80 80-89 90-99 ≥100
Dan Atau Atau Atau
Sumber: JNC VII (2004)
Pemeriksaan yang dilakukan selanjutnya adalah mengukur kadar glukosa darah. Perkumpulan Endokrinolog Indonesia (PERKENI) (2011) menyatakan seseorang mengalami diabetes melitus jika memiliki kadar glukosa darah puasa (GDP) ≥126 mg/dL. Kadar glukosa darah normal berada pada kisaran 80-100 mg/dL, sedangkan bila GDP <80 mg/dL dikategorikan rendah. Kemudian diidentifikasi pula profil lipid subyek, meliputi kadar kolesterol HDL dan trigliserida. Menurut Mahan & Escott-Stump (2008), komponen lipid diklasifikasikan sebagaimana tercantum dalam Tabel 7 berikut ini. Tabel 7 Klasifikasi kolesterol HDL dan trigliserida Komponen Lipid Kolesterol HDL
Batasan (mg/dL) < 40 ≥ 60 < 150 150-199 200-499 ≥ 500
Trigliserida
Klasifikasi Rendah Tinggi Normal Batas Tinggi Tinggi Sangat Tinggi
Sumber: Mahan & Escott-Stump (2008)
Alberti et al. (2009) menentukan MetS pada seorang individu ditandai setidaknya 3 dari 5 kriteria berikut: obesitas sentral, hipertrigliseridemia, kadar kolesterol HDL rendah, tekanan darah tinggi dan kadar glukosa darah puasa tinggi sebagaimana tersedia pada Tabel 8 berikut ini. Tabel 8 Kriteria klinis sindroma metabolik Kriteria klinis sindrom metabolik Obesitas sentral: lingkar perut (cm) Trigliserida (mg/dL) Kolesterol HDL (mg/dL) Tekanan darah (mmHg) Glukosa darah puasa (mg/dL)
Nilai Laki-laki ≥ 90
Perempuan ≥ 80 ≥ 150
< 40
< 50 ≥ 130/85 ≥ 100
Sumber: Alberti et al. (2009)
Definisi Operasional Populasi adalah seluruh pegawai. Subyek adalah laki-laki dan perempuan dewasa berusia 23 sampai 60 tahun dengan IMT ≥ 25 kg/m2 dan memenuhi kriteria inklusi. Usia adalah jumlah tahun yang dilalui subyek dalam menjalani pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya. Jenis kelamin terdiri dari laki-laki dan perempuan. Besar keluarga adalah keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak dan anggota keluarga lain yang tinggal bersama.
11 Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang telah ditamatkan dan memperoleh ijazah atau sertifikat. Pramukantor/pramucaraka adalah pegawai kebersihan/office boy. Pendapatan keluarga adalah jumlah uang yang diperoleh seluruh anggota keluarga per bulan dari hasil kerja subyek, baik dari pekerjaan yang utama maupun pekerjaan sampingan. Kegemukan adalah keadaan status gizi, baik overweight/berat badan lebih (IMT ≥25 - > 27.0 kg/m2), maupun obesitas (IMT ≥ 27 kg/m2). Sindroma metabolik adalah himpunan faktor risiko penyakit kardiovaskular yang berada bersama-sama sehingga meningkatkan risiko kejadian maupun kematian oleh penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular adalah penyebab mortalitas tertinggi di dunia yang menyerang jantung dan pembuluh darah, subyeknya adalah penyakit jantung koroner (PJK). IMT adalah perbandingan berat badan (kg) dengan tinggi badan kuadrat (m2). Lingkar perut adalah pengukuran titik tengah garis yang menghubungkan iga paling bawah dengan bagian lateral sebelah atas dari tulang pinggul). RLPP adalah hasil bagi ukuran lingkar perut dengan lingkar pinggul sebagai indikator obesitas sentral. Tekanan darah sistol adalah tekanan puncak yang terjadi ketika ventrikel jantung berkontraksi. Tekanan darah diastol adalah tekanan darah terendah yang terjadi ketika jantung berada dalam kondisi istirahat. Kolesterol HDL adalah senyawa gabungan lipid dan protein yang membawa kolesterol menuju jaringan dan mengembalikkannya ke hati untuk diekskresikan. Trigliserida adalah senyawa lemak pada tubuh manusia. Glukosa darah puasa adalah glukosa darah yang diukur setelah kondisi berpuasa (tidak makan) selama minimal 8 jam. Aktivitas fisik adalah banyaknya waktu (jam) yang digunakan untuk melakukan kegiatan sehari-hari yang menuntut pergerakan fisik tubuh seseorang. Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi oleh subyek, frekuensi konsumsi bahan pangan, kelengkapan bahan pangan dan ukuran rumah tangga. Asupan energi dan zat gizi adalah jumlah energi dan zat gizi yang diasup subyek. Zat gizi meliputi protein, lemak dan karbohidrat.
12
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sosiodemografi dan Antropometri Subyek Sosiodemografi Sebaran subyek berdasarkan karakteristik sosiodemografi meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, pendapatan, status pernikahan dan besar keluarga dapat dilihat pada Tabel 9. Sebagian besar proporsi subyek adalah perempuan (53.8%), sedangkan laki-laki sebanyak 46.2%. Secara umum, perempuan memiliki kebutuhan energi yang lebih rendah dibanding laki-laki karena massa tubuh perempuan lebih rendah. Perempuan lebih banyak mempunyai pengetahuan tentang makanan dan gizi serta menunjukkan perhatian yang lebih besar terhadap keamanan makanan, kesehatan dan penurunan berat badan. Pada sisi yang lain, laki-laki memiliki nilai-nilai dan kepercayaan yang lebih kuat ketika mengaitkan produk pangan tertentu dengan kualitas seperti kekuatan dan tenaga (Gibney et al. 2005). Rata-rata usia subyek adalah 44±9.8 tahun. Sebagian besar subyek berusia pada rentang 50 sampai dengan 59 tahun (38.5%). Subyek yang berusia pada kisaran 20-29 tahun sebesar 11.5%. Sebanyak 19.2% subyek berusia dalam rentang 30-39 tahun dan subyek yang tergolong kisaran usia 40-49 tahun adalah sebesar 30.8%. Usia seseorang memengaruhi kebutuhan pangan melalui sejumlah proses biologis, misalnya pertumbuhan, faktor sosial dan faktor psikologis. Sebagian besar subyek menempuh pendidikan sekolah menengah atas yakni sebesar 46.2%. Subyek yang menempuh pendidikan tinggi adalah sebesar 26.9%, sedangkan subyek yang menempuh pendidikan sekolah menengah pertama dan diploma berturut-turut adalah 11.5% dan 7.7%. Individu dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki pola makan yang lebih sehat. Selain itu, tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga dapat membantu pembentukan konsep hubungan antara pola makan dan kesehatan (Gibney et al. 2005). Sebanyak 61.5% subyek bekerja sebagai staf kependidikan/administrasi. Selanjutnya, sebanyak 26.9% dan 11.5% bekerja sebagai pramukantor/pramucaraka dan dosen. Sebagian besar subyek memiliki pendapatan pada kategori
13 Tabel 9 Sebaran subyek berdasarkan karakteristik sosiodemografi Variabel 1.
Jenis kelamin
Jumlah (n)
Persentase (%)
Laki-laki
12
46.2
Perempuan
14
53.8
26
100
20-29 tahun
3
11.5
30-39 tahun
5
19.2
40-49 tahun
8
30.8
50-59 tahun
10
38.5
26
100
Total 2.
Usia
Total Min-Maks (tahun)
23-55 44 ± 9.798
Rata-rata ± SD 3.
Pendidikan
Tidak sekolah
0
0
SD
7.7
SMP
2 3
11.5
SMA
12
46.2
DIPLOMA
2
7.7
S1/S2/S3
7
26.9
26
100
Pramukantor/pramucaraka
7
26.9
Staf kependidikan/administrasi
16
61.5
Dosen
3
11.5
Total 4.
Pekerjaan
Total 5.
Pendapatan
26
100
< Rp1 000 000
6
23.1
≥ Rp1 000 000 - < Rp2 000 000
4
15.4
≥ Rp2 000 000 - < Rp3 000 000
6
23.1
≥ Rp3 000 000 - < Rp4 000 000
4
15.4
≥ Rp4 000 000 - < Rp5 000 000
2
7.7
≥ Rp5 000 000
4
15.4
26
100
Belum menikah
3
11.5
Menikah
23
88.5
Cerai hidup/mati
0
0.0
26
100
Kecil (≤4 orang)
17
65.4
Sedang (5-7 orang)
9
34.6
Besar (≥8 orang)
0
0.0
Total 6.
Status pernikahan
Total 7.
Besar keluarga
Total Min-Maks (orang) Rata-rata ± SD (orang)
26
100 1-6 4±1
14 Antropometri Sebaran karakteristik antropometri obesitas subyek meliputi indeks massa tubuh (IMT), lingkar perut (LP) dan rasio lingkar perut pinggul (RLPP) tersedia pada Tabel 10. IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan (Supariasa et al. 2011). Metode pengukuran IMT telah banyak digunakan dalam pengukuran lemak tubuh yang terlokalisasi di seluruh tubuh. Kategori dari hasil perhitungan dapat mendefinisikan berat badan lebih dan obesitas dalam suatu populasi. Namun, cara ini bukan merupakan pengukuran lemak tubuh yang akurat karena tidak membedakan komponen massa otot dengan lean body mass (Hu 2008). Tabel 10 Sebaran karakteristik antropometri obesitas subyek Variabel
Laki-Laki n
1.
n
%
n
%
Overweight
3
25
3
21.4
6
23.1
Obes
9
75
11
78.6
20
76.9
12
100
14
100.0
26
100.0
Min-Maks Rata-rata
3.
%
Total
IMT
Total
2.
Perempuan
(kg/m2)
(kg/m2)
25.6-32.1
25.1-36.1
25.1-36.1
28.3±2.2
30.5±3.5
29.5±3.2
LP Normal
0
0
2
21.4
2
7.7
Berisiko
12
100
12
78.6
24
92.3
Total
12
100
14
100.0
26
100.0
Min-Maks (cm)
90.5-104
76-110
76-110
Rata-rata (cm)
96.7±4.5
90±9.1
93.1±7.9
RLPP Normal
1
8
2
14.3
3
11.5
Berisiko
11
92
12
85.7
23
88.5
Total
12
100
14
100.0
26
100.0
Min-Maks
0.84-1.09
0.75-0.95
0.75-1.09
Rata-rata
1.01±0.07
0.9±0.1
0.94±0.08
Rata-rata IMT subyek secara total adalah 29.5±3.2 kg/m2, sehingga dikategorikan obes dengan nilai terbesar adalah 36.1 kg/m2 dan terkecil 25.1 kg/m2. Sebagian besar subyek berstatus gizi obes yakni sebesar 76.9% dan subyek yang mengalami berat badan lebih (BBL)/overweight adalah 23.1%. Berdasarkan jenis kelamin, jumlah laki-laki dan perempuan obes tiga kali lebih besar dibanding jumlah laki-laki dan perempuan yang mengalami BBL. Persentase laki-laki yang mengalami BBL lebih besar dibanding perempuan. Namun, untuk kategori obesitas, prevalensi pada perempuan lebih besar dibanding laki-laki. Hasil penelitian ini sejalan dengan data Riskesdas 2013 yang menunjukkan prevalensi obesitas pada perempuan (32.9%) lebih besar dibanding laki-laki (19.7%) (Kemenkes RI 2014).
15 Hajian & Heidari (2007) yang meneliti 3600 subyek juga menemukan prevalensi obesitas pada perempuan lebih besar dibanding laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan tingkat aktivitas fisik perempuan lebih rendah dibanding laki-laki (Mirzazadeh et al. 2013). Perempuan cenderung mengalami peningkatan berat badan drastis pada rentang usia 25 sampai dengan 44 tahun. Pada usia ini wanita menjalani fase kehamilan dan melahirkan yang merupakan salah satu faktor pendorong munculnya obesitas (Sidik & Rampal 2009). Rata-rata IMT pada subyek perempuan lebih besar dibanding subyek laki-laki (30.5±3.5 kg/m2 dan 28.3±2.2 kg/m2). Obesitas ditandai dengan kelebihan lemak dalam tubuh, baik itu berupa obesitas sentral maupun obesitas general. Penelitian Louise et al. (2013) menunjukkan obesitas sentral yang ditandai dengan adanya penimbunan lemak di perut lebih berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular dibanding obesitas general. Pengukuran obesitas sentral yang mudah dan murah dilakukan adalah melalui metode pengukuran lingkar perut. Studi menunjukkan LP lebih baik dalam memprediksi total lemak abdominal dibanding RLPP dan juga merupakan prediktor penyakit yang lebih baik (Lee & Nieman 2010). Rata-rata ukuran LP subyek adalah 93.1±7.9 cm dengan nilai terbesar 110 cm dan terkecil adalah 76 cm. Sebagian besar subyek mengalami obesitas sentral karena LP yang didentifikasi termasuk dalam kategori berisiko (92.3%). Angka ini lebih tinggi dibandingkan prevalensi obesitas sentral nasional menurut data Riskesdas pada tahun 2013 yakni sebesar 26.6 % (Kemenkes RI 2014). Menurut jenis kelamin, semua subyek laki-laki mengalami obesitas sentral. Rata-rata ukuran LP subyek laki-laki adalah 96.7 cm±4.5 dengan ukuran terbesar 104 cm dan terkecil 90.5 cm. Lebih dari 70% perempuan memiliki LP berisiko. Nilai terbesar ukuran LP pada subyek perempuan adalah 110 cm dan terkecil adalah 76 cm. Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi obesitas sentral pada laki-laki lebih besar dibanding perempuan. Penelitian lain oleh Wittchen et al. (2006) menemukan prevalensi obesitas sentral pada wanita lebih tinggi dibanding pria, misalnya pada populasi di Amerika Serikat (52% dan 36%), Spanyol (65% dan 23%) dan Belgia (24% dan 21%). Bersama dengan lingkar perut, rasio lingkar perut dan pinggul (RLPP) merupakan pengukuran obesitas sentral atau abdominal secara tidak langsung. Bila dibandingkan dengan LP, interpretasi RLPP lebih kompleks, serta makna biologis dari pengukuran ini kurang jelas (Hu 2008). Menurut Gibney et al. (2005), RLPP lebih merupakan indikator distribusi lemak dibanding jumlah total lemak tubuh. Perbedaan distribusi lemak tubuh dapat terjadi karena ada beberapa perubahan metabolisme. Rata-rata RLPP yang ditemukan adalah 0.94±0.08 dengan rasio terbesar adalah 1.09 dan terkecil adalah 0.75. Sebagian besar subyek memiliki RLPP kategori berisiko (88.5%). Lebih dari 90% subyek laki-laki memiliki RLPP berisiko. Pada subyek perempuan, jumlah yang berisiko hampir 6 kali lipat dibanding jumlah subyek yang memiliki RLPP normal. Persentase laki-laki yang memiliki RLPP berisiko lebih besar dibanding perempuan (92% dan 85.7%).
16 Asupan Energi dan Zat Gizi serta Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Subyek
TKE (%)
Penghitungan asupan zat gizi subyek ditentukan berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) yang dirumuskan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) pada tahun 2013. Rata-rata asupan energi subyek adalah 1894 kkal dengan asupan tertinggi 3370 kkal dan asupan terendah 601 kkal. Persentase tingkat kecukupan energi (TKE) dapat diamati pada Gambar 2 berikut ini. 30.8
35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0
23.1
26.9
11.5
Defisit tingkat berat
Defisit tingkat sedang
7.7
Kurang
Cukup
Lebih
Kategori
Gambar 2 Sebaran subyek menurut tingkat kecukupan energi Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase subyek yang memiliki TKE kurang menyumbang angka tertinggi (30.8%). Proporsi subyek yang memiliki tingkat kecukupan energi kategori cukup, defisit tingkat berat, defisiensi tingkat sedang dan lebih berturut-turut adalah 26.9%, 23.1%, 11.5% dan 7.7%. Gambar 3 menunjukkan sebaran subyek berdasarkan tingkat kecukupan protein (TKP).
TKP (%)
35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0
30.8
30.8 19.2 11.5
Defisit tingkat Defisit tingkat berat sedang
7.7
Kurang
Cukup
Lebih
Kategori
Gambar 3 Sebaran subyek menurut tingkat kecukupan protein Berdasarkan gambar di atas, proporsi subyek yang memiliki TKP defisiensi tingkat berat sama dengan subyek yang memiliki TKP lebih (30.8%). Sebanyak 19.2%, 11.5% dan 7.7% subyek memiliki TKP berturut-turut cukup, defisiensi tingkat sedang dan kurang. Rata-rata asupan protein adalah 60.6 g dengan asupan tertinggi 121.8 g dan asupan terendah 12.4 g. Adapun sebaran kontribusi asupan lemak terdapat angka kecukupan energi (AKE) dapat diamati pada Gambar 4 berikut ini.
17
Kontribusi (%)
50.0
46.2
42.3
40.0 30.0 20.0
11.5
10.0 0.0 Kurang
Cukup
Lebih
Kategori
Gambar 4 Sebaran subyek menurut tingkat kecukupan lemak
Kontribusi (%)
Rata-rata asupan lemak adalah 55.0 g dengan asupan tertinggi 105 g dan terendah 7.3 g. Sebagian besar subyek memiliki tingkat kecukupan lemak kurang (46.2%). Sebanyak 42.3% subyek memiliki tingkat kecukupan lemak (TKL) cukup dan 11.5% tergolong TKL kategori lebih. Gambaran kontribusi asupan karbohidrat subyek dapat disajikan pada Gambar 5 berikut ini. 60.0
40.0
34.6
38.5 26.9
20.0 0.0 Kurang
Normal
Lebih
Kategori
Gambar 5 Sebaran subyek menurut tingkat kecukupan karbohidrat Rata-rata asupan karbohidrat subyek adalah 377.5 g dengan asupan tertinggi 1292.2 g dan terendah 120.8 g. Persentase subyek yang memiliki tingkat kecukupan karbohidrat (TKK) normal adalah sebesar 38.5%. Sebanyak 34.6% dan 26.9% subyek memiliki TKK tergolong kurang dan lebih. Berdasarkan Gambar 1 dan 2, dapat diamati bahwa ternyata sebagian besar subyek masih memiliki tingkat kecukupan energi dan protein yang berkategori kurang dan defisit tingkat berat (30.8%), walaupun persentase subyek dengan TKP lebih menunjukkan angka yang sama. Hal ini tidak sejalan dengan kondisi status gizi subyek yang BBL dan obes. Kondisi ini diduga disebabkan oleh adanya bias dalam mengidentifikasi asupan zat gizi subyek ketika dilakukan wawancara mengenai konsumsi pangan dengan metode recall 24 jam. Sebagai subyek, bias dalam hal ini terjadi bila orang dengan konsumsi pangan sehat yang rendah cenderung melaporkan asupan mereka melebihi asupan yang sebenarnya (overreport). Sebaliknya, orang dengan konsumsi pangan tidak sehat yang tinggi cenderung melaporkan lebih rendah/sedikit dibanding asupan yang sebenarnya (underreport). Subyek penelitian orang obes juga cenderung melakukan underreport dan undereating sebagai akibat kesadaran mereka untuk mengurangi berat badan dalam masa penelitian (Gibson 2005). Tabel 11 menggambarkan asupan energi dan zat gizi subyek berdasarkan status gizi. Secara keseluruhan, rata-rata asupan energi subyek adalah 1894±615 Kal dengan tingkat kecukupan sebesar 83%, sehingga dikategorikan kurang. Ratarata asupan protein adalah 60.7±30.1 g dengan tingkat kecukupan yang dikategorikan cukup karena hanya memenuhi 100% dari angka kecukupan. Untuk
18 lemak, asupan rata-rata subyek adalah sebesar 55.0±23.5 g dengan kontribusi 22%, sehingga dikategorikan cukup atau normal. Rata-rata karbohidrat yang diasup adalah 377.5±256.4 g dengan tingkat kecukupan sebesar 65%. Data mengenai asupan energi dan zat gizi subyek secara lengkap tercantum dalam tabel berikut ini. Tabel 11 Asupan energi dan zat gizi berdasarkan status gizi
IMT
Energi Rata-rata asupan TKE (Kal) (%)
Protein Rata-rata asupan (gram)
TKP (%)
Lemak Rata-rata asupan TKL (gram) (%)
Karbohidrat Rata-rata asupan TKK (gram) (%)
BBL
1974±596
85
64.2±30.5
105
56.8±22.4
22
396.9±270.3
68
Obes
1894±615
83
60.7±30.1
100
55.0±23.5
22
377.5±256.4
66
Total
1894±615
83
60.7±30.1
100
55.0±23.5
22
377.5±256.4
65
Berdasarkan tabel di atas, terlihat perbedaan bahwa jumlah asupan energi dan zat gizi pada subyek berstatus gizi obesitas lebih rendah dibanding subyek BBL. Rata-rata asupan energi pada subyek obes 80 Kal lebih rendah dibanding asupan pada subyek BBL. Baik pada subyek BBL dan obes, TKE tergolong kurang karena memenuhi kecukupan hanya sebesar 85% dan 83%. Rata-rata protein yang di asup subyek obes dan BBL tergolong kateori lebih karena TKP nya mencapai 100% dan 105%. Asupan lemak subyek obes dan BBL sama-sama memenuhi kecukupan sebesar 22%, sehingga tergolong normal. Rata-rata asupan karbohidrat subyek BBL 19.4 g lebih tinggi dibanding asupan lemak pada subyek berstatus gizi obes. Baik subyek BBL maupun obes memiliki TKK tergolong lebih (68% dan 66%). Secara keseluruhan, TKE, TKL, TKL dan TKK subyek berturut-turut tergolong kurang, lebih, cukup dan cukup karena memenuhi 83%, 100%, 22% dan 65% dari angka kecukupan energi dan zat gizi. Gambaran Aktivitas Fisik Subyek Tabel 12 menyajikan sebaran subyek berdasarkan jenis aktivitas fisik. Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh untuk meningkatkan kesehatan dan pengeluran energi diatas level basal, sedangkan aktivitas fisik yang dilakukan secara terencana, terstruktur dan ditujukan untuk kebugaran tubuh disebut exercise atau olahraga, misalnya jogging, berenang, senam dan lain-lain (Anne et al. 2014). Sebagian besar waktu subyek digunakan untuk melakukan aktivitas santai, baik pada hari kerja maupun hari libur. Selain bekerja, waktu yang diperlukan untuk melakukan berbagai jenis aktivitas pada hari libur lebih banyak dibanding waktu pada hari kerja. Aktivitas fisik subyek ditunjukkan oleh nilai physical activity ratio (PAR) berkisar 1.0 hingga 7.1. Kemudian nilai PAR tersebut dikali dengan waktu yang dialokasikan untuk kegiatan dan dibagi dengan 24 jam, sehingga diketahui jenis aktivitas fisik yang dilakukan subyek melalui nilai physical activity level (PAL). Sebaran subyek berdasarkan jenis aktivitas fisik tertera pada tabel berikut.
19 Tabel 12 Sebaran subyek berdasarkan jenis aktivitas fisik Jenis aktivitas fisik
Rata-rata±SD (jam)
PAR*
Hari kerja 1.0
Tidur
1.3-7.1
Bekerja (campuran)
2.8
Pekerjaan rumah tangga
1.4
Aktivitas santai
2.1
Memasak
2.3
Mandi/berpakaian/dandan
4.2
Olahraga
Hari libur
6.0±1.3
8.2±2.1
6.8±1.3
0.0±0.0
0.8±1.0
1.8±1.6
9.3±2.5
12.0±3.2
0.4±0.6
1.0±2.3
0.7±0.2
0.8±0.2
0.0±0.0
0.2±0.6
*Sumber: FAO/WHO/UNU. Human Energy Requirements. WHO Technical Report Series, no. 724. Geneva: World Health Organization; 2001.3
Tabel 13 menyajikan sebaran subyek berdasarkan tingkat aktivitas fisik. Berdasarkan hasil pengukuran PAL, tingkat aktivitas fisik subyek pada hari kerja dan libur dapat diketahui. Sebagian besar subyek memiliki tingkat aktivitas fisik ringan pada hari kerja (61.54%). Persentase ini mengalami peningkatan pada hari libur menjadi 69.23%. Persentase subyek dengan tingkat aktivitas sedang pada hari kerja sama dengan persentase pada hari libur, yakni sebesar 26.92%. Tingkat aktivitas fisik subyek terangkum dalam tabel berikut ini. Tabel 13 Sebaran subyek berdasarkan tingkat aktivitas fisik Tingkat Aktivitas Fisik
PAL*
Hari Kerja
%
n
%
61.54
18
69.23
16
61.54
7
26.92
7
26.92
9
34.62
3
11.54
1
3.85
1
3.85
Total
26
100.0
26
100.0
26
100.0
Rata-rata ± SD
1.72±0.21
Ringan
1.70-1.99
Sedang
2.00-2.39
Berat
%
16
Rata-Rata
n
1.40-1.69
n
Hari Libur
1.62±0.19
1.67±0.16
*Sumber: FAO/WHO/UNU. Human Energy Requirements. WHO Technical Report Series, no. 724. Geneva: World Health Organization; 2001.3
Aktivitas pada hari kerja subyek tergolong dalam kategori aktivitas fisik ringan (sedentary lifestyle) karena didominasi aktivitas oleh staf kependidikan /administrasi antara lain mengetik, menggunakan kendaraan untuk transportasi dan pada hari libur cenderung menghabiskan waktu dengan kegiatan yang dilakukan dengan duduk dan berdiri, seperti menonton televisi. Aktivitas fisik sedang (active or moderately active) secara keseluruhan dilakukan oleh pramukantor dan pramucaraka, dengan jenis aktivitas meliputi menyapu, mengepel dan kegiatan yang pergerakannya cukup banyak, seperti naik turun tangga. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat subyek yang melakukan aktivitas berat (vigorous or vigorously active lifestyle) yang membutuhkan pergerakan yang banyak, seperti jalan kaki dan pekerjaan rumah tangga dalam durasi yang cukup lama serta olahraga pada hari libur (jogging dan renang).
20 Salah satu penyebab obesitas adalah kurangnya melakukan aktivitas fisik, sehingga pembakaran lemak ikut berkurang dan hanya sedikit energi yang digunakan (Mustofa 2010). Aktivitas fisik yang kurang dan waktu sedenter yang lama berhubungan dengan peningkatan sel lemak. Aktivitas fisik cenderung menurun seiring meningkatnya usia. Tingkat aktivitas fisik pada populasi kota lebih rendah dibanding populasi di desa. Hal ini diduga dipengaruhi oleh pembangunan ekonomi dan gaya hidup tradisional (Du et al. 2013). Komponen Sindroma Metabolik Subyek Tekanan Darah
Tekanan darah (mmHg)
Gambar 5 menyajikan sebaran subyek menurut tekanan darah. Rata-rata tekanan darah subyek adalah 118.92±13.24 mmHg (sistol) dan 82.92±8.19 mmHg (diastol), sehingga tergolong pre hipertensi menurut kriteria yang ditetapkan oleh JNC VII (2004). Berdasarkan tekanan darah sistol, prevalensi pre hipertensi 2.5 kali lebih tinggi dibandingkan hipertensi derajat 1. Pemeriksaan tekanan darah diastol menunjukkan sebanyak 3.85% subyek mengalami hipertensi derajat 1 dan 7.69% mengalami hipertensi derajat 2. Lebih dari 50% subyek memiliki tekanan sistol dan diastol normal. Hampir seperempat total subyek mengalami prehipertensi menurut tekanan diastol. Prevalensi ini lebih besar bila dibanding prehipertensi yang diukur berdasarkan tekanan sistol. Namun, persentase subyek yang mengalami hipertensi derajat 1 ditunjukkan lebih besar oleh tekanan sistol. Kejadian hipertensi derajat 1 lebih banyak terjadi menurut tekanan darah sistol. Namun, dengan kriteria ini tidak terdapat subyek yang mengalami hipertensi derajat 2, sedangkan pada tekanan diastol terdapat prevalensi sebesar 7.69%. Rata-rata tekanan darah sistol subyek tergolong normal, tetapi tekanan diastol tergolong pre hipertensi. 80
73.08 65.38
60 40
19.23 23.08
20
7.69
3.85
0
7.69
0 normal
prehipertensi hipertensi derajathipertensi derajat 1 2 Derajat hipertensi sistole
diastole
Gambar 6 Sebaran subyek menurut tekanan darah Tekanan darah sistol adalah tekanan darah selama fase sirkulasi jantung berkontraksi, sedangkan tekanan selama fase sirkulasi jantung dalam keadaan relaks disebut tekanan darah diastol (Mahan & Escott-Stump 2008). Secara umum, hipertensi didefinisikan tingginya tekanan darah secara persisten di dalam pembuluh darah arteri.
21 Glukosa Darah Puasa Gambar 7 menyajikan sebaran subyek menurut kadar glukosa darah puasa (GDP). Hasil pengukuran kadar glukosa darah menunjukkan rata-rata kadar GDP subyek masih berada dalam kisaran normal, yakni 74.3 mg/dL±8.8. Nilai terbesar kadar glukosa darah puasa subyek adalah 89 mg/dL dan terkecil adalah 60 mg/dL. Hampir 70% subyek memiliki kadar GDP rendah, sebagaimana tertera pada gambar berikut ini. Normal 31%
Rendah 69%
Gambar 7 Sebaran subyek menurut kadar glukosa darah puasa Perkumpulan Endokrinolog Indonesia (2011) menentukan kategori kadar GDP rendah bila <80 mg/dL, normal bila 80-100 mg/dL dimana dalam kisaran ini resistensi insulin belum terjadi dan kadar GDP tinggi bila ≥126 mg/dL. Berdasarkan gambar diatas, jumlah subyek yang memiliki memiliki kadar GDP rendah lebih besar dibanding subyek dengan GDP normal. Dengan demikian semua subyek tidak dalam kondisi mengalami intoleransi glukosa yang berisiko kearah sindroma metabolik. Kolesterol HDL Gambar 8 menyajikan sebaran subyek menurut kadar kolesterol HDL. Hasil pengukuran kadar kolesterol HDL menunjukkan sebagian besar subyek memiliki kadar k-HDL normal. Terdapat 23% subyek memiliki kadar k-HDL tinggi, 15% memiliki kadar rendah dan 62% normal. Rata-rata kadar kolesterol HDL subyek adalah 50.1 mg/dL±12.1 dengan nilai terbesar 75 dan terkecil 31. Tinggi 23%
Rendah 15%
Normal 62%
Gambar 8 Sebaran subyek menurut kadar kolesterol HDL Lipid yang beredar dalam darah meliputi kolesterol bebas, kolesterol yang teresterifikasi dengan asam lemak rantai panjang, triasilgliserol atau trigliserida,
22 fosfolipid, dan asam lemak bebas. Lipoprotein merupakan bentuk lipid yang ditransportasikan dalam darah plasma, meliputi kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL). Kolesterol HDL merupakan lipoprotein terkecil dan paling besar kerapatannya (Berdanier et al. 2008). Partikel HDL terbentuk dari lapisan lipid yang ditransfer dari trigliserida kaya lipoprotein selama lipolisis. HDL berfungsi melawan aterosklerosis, melalui peningkatan mekanisme penggantian dengan cara mengganti transport kolesterol (Berdanier et al. 2008). HDL merupakan lipid plasma yang lain yang berhubungan dengan risiko penyakit kardiovaskular yang dipengaruhi oleh diet dan berat badan. Faktor non genetik yang berkontribusi terhadap rendahnya kadar HDL adalah hiperglikemia, diabetes, hipertrigliseridemia, diet lemak sangat rendah (<15% energi dari lemak), dan berat badan berlebih. Kolesterol HDL merupakan prediktor penting penyakit kardiovaskular yang lebih signifikan pada perempuan dibanding laki-laki. The Lipid Research Clinics Prevalence Mortality Follow Up Study menyatakan bahwa ada hubungan peningkatan HDL sebesar 0.025 mmol/L dengan pengurangan kematian akibat penyakit kardiovaskular sebesar 4.7% pada perempuan dan 3.7% pada laki-laki. Sama halnya yang dinyatakan oleh the Framingham Heart Study, peningkatan HDL sebanyak 0.025 mmol/L berhubungan dengan penurunan insiden penyakit jantung koroner pada perempuan sebanyak 3% dan 2% pada laki-laki (Driskell 2009). Trigliserida Sebaran subyek menurut kadar trigliserida tercantum pada Gambar 9. Trigliserida merupakan penyusun sebagian besar lemak dan minyak yang terdiri dari satu ester gliserol dan tiga asam lemak (Almatsier 2009). Sebagian besar subyek memiliki kadar trigliserida normal (62%). Lebih dari 1/6 jumlah subyek memiliki kadar trigliserida tinggi. Rata-rata kadar trigliserida subyek adalah 158.3 mg/dL±98.4 dengan nilai terbesar 525 mg/dL dan terkecil 55 mg/dL. Tinggi 19%
Batas tinggi 15%
Sangat tinggi 4%
Normal 62%
Gambar 9 Sebaran subyek menurut kadar trigliserida Trigliserida beredar pada kisaran 1.13 mmol/L pada dewasa muda hingga waktu tidur (overnight fasting). Kadar trigliserida meningkat 50 hingga 75% seiring
23 bertambahnya usia. Perempuan memiliki kadar trigliserida yang lebih rendah dibanding laki-laki (Berdanier et al. 2008). Diet dan berat badan juga memengaruhi kadar trigliserida, yang berhubungan dengan risiko penyakit kardiovaskular. Sama halnya dengan HDL, tidak ada kadar spesifik trigliserida. Faktor non genetik yang berpengaruh pada HDL juga berpengaruh pada kadar trigliserida. Penelitian menyatakan bahwa kadar trigiliserida yang tinggi merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular yang signifikan. Kadar trigliserida yang meningkat berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular sebesar 37% pada perempuan dan 14% pada lakilaki. Namun, peningkatan kadar trigliserida biasanya diikuti dengan gangguan metabolik lain yang kemungkinan memicu penyakit kardiovaskular, sehingga sulit untuk mengakses faktor risiko independen yang berhubungan dengan trigiliserida sendiri (Driskell 2009). Kejadian Sindroma Metabolik Distribusi frekuensi kejadian sindroma metabolik disajikan pada Tabel 14. Setelah dilakukan analisis berbagai komponen sindroma metabolik, diperoleh gambaran terjadinya sindroma metabolik pada subyek. Sindroma metabolik (MetS) merupakan sekumpulan gangguan kondisi metabolik yang terjadi bersamaan pada seorang individu. MetS berhubungan dengan tingginya kadar insulin (hiperinsulinemia) dan mengindikasikan seseorang pada risiko tinggi terkena penyakit jantung koroner, stroke dan diabetes melitus tipe 2 (Brown 2011). Menurut Alberti et al. (2009), MetS ditegakkan jika seseorang mengalami setidaknya 3 diantara kriteria berikut: obesitas sentral yang ditandai dengan ukuran lingkar perut di atas normal, hipertensi, glukosa darah puasa tinggi, k-HDL rendah dan hipertrigliseridemia. Dalam penelitian ini kejadian MetS diperoleh sebagaimana tercantum dalam tabel berikut. Tabel 14 Distribusi frekuensi kejadian MetS Sindroma metabolik
n
%
Tidak
20
76.9
Ya
6
23.1
Total
26
100
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 6 orang subyek termasuk dalam kondisi sindroma metabolik (23.1%). Prevalensi tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah lain, misalnya populasi etnis Minang di Padang Pariaman, Sumatera Barat sebesar 22.8% (Jalal et al. 2008), kelompok eksekutif di Jakarta sebesar 21.68% (Kamso et al. 2011) dan populasi penduduk di Bali sebesar 18.2% (Dwipayana 2011). Sebaran MetS lebih banyak terjadi pada subyek laki-laki dibanding perempuan, yakni ditunjukkan dengan persentase 41.7% dan 7.1%. Namun, Kamso (2007) dalam penelitiannya menemukan prevalensi kejadian MetS pada populasi dewasa usia lanjut perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki (18.2% dan 6.6%). Hasil penelitian menunjukkan prevalensi MetS meningkat seiring bertambahnya usia. Tidak ada subyek yang tergolong kelompok usia 20-29 mengalami MetS. Kejadian MetS sebesar 20% terdapat pada kelompok usia 30-39
24 tahun. Kemudian terus meningkat pada kelompok 40-49 tahun menjadi 25% dan prevalensi tertinggi terdapat pada kelompok usia 50-59 tahun (30%). Hasil ini sejalan dengan penelitian di Bali oleh Dwipayana (2011) yang menemukan prevalensi kejadian MetS meningkat seiring bertambahnya usia, yakni presentase tertinggi sebesar 29.6% pada subyek berusia 50-59 tahun. Namun, Kamso (2007) menemukan prevalensi kejadian MetS cenderung menurun seiring bertambahnya usia, yakni berturut-turut untuk usia 55-59 tahun, 60-64 tahun, 65-69 tahun dan 7080 tahun dengan jumlah sampel 73 orang adalah 46.6%, 19.2%, 23.3% dan 11.1%. Presentase tertinggi kejadian MetS pada penelitian tersebut juga sama dengan hasil penelitian ini yakni terjadi pada subyek berusia 55-59 tahun. Obesitas sentral yang ditandai dengan ukuran lingkar perut di atas normal menunjukkan kontribusi penentu MetS terbesar yakni sebesar 92% (100% pada laki-laki dan 78.6% pada perempuan, sebagaimana tercantum dalam tabel 15. Tabel 15
1.
Distribusi frekuensi komponen MetS pada subyek dewasa gemuk (IMT>25 kg/m2) Variabel
n
< 90 cm laki-laki
0
0
LP Normal
< 80 cm perempuan Berisiko
2
21.4
≥ 90 cm laki-laki
12
100
≥ 80 cm perempuan
12
78.6
26
100.0
Total 2.
Trigliserida Normal
< 150 mg/dL
16
61.5
Tinggi
≥ 150 mg/dL
10
38.5
26
100.0
10
71.4
≥ 50 mg/dL laki-laki
8
66.7
< 40 mg/dL perempuan
4
28.6
< 50 mg/dL laki-laki
4
33.3
26
100.0
Total 3.
k-HDL Normal Rendah
≥ 40 mg/dL perempuan
Total 4.
Glukosa Darah Puasa Normal
< 100 mg/dL
26
100
Tinggi
≥ 100 mg/dL
0
0
26
100.0
Total 5.
Sistol Normal
< 130 mg/dL
19
73.1
Tinggi
≥ 130 mg/dL
7
26.9
26
100.0
Total 6.
%
Diastol Normal
< 85 mg/dL
17
65.4
Tinggi
≥ 85 mg/dL
9
34.6
26
100.0
Total
25 Proporsi selanjutnya berturut-turut ditunjukkan oleh prevalensi hipertrigliserida (38.5%), tekanan darah tinggi menurut diastol (34.6%), kolesterol HDL rendah (33.3% pada laki dan 28.6% pada perempuan) dan tekanan darah tinggi menurut sistol (26.9%). Hasil analisis komponen MetS menunjukkan semua subyek laki-laki memiliki lingkar perut berisiko, sedangkan untuk perempuan persentasenya adalah 78.6%. Hampir 40% subyek memiliki kadar trigiliserida tinggi. Penentuan kategori kadar HDL dibedakan menurut jenis kelamin. Persentase subyek laki-laki yang memiliki kadar k-HDL rendah lebih besar dibanding subyek perempuan. Lebih dari 25% subyek mengalami hipertensi berdasarkan tekanan darah sistol. Berdasarkan tekanan darah diastol, prevalensi subyek yang mengalami hipertensi adalah sebesar 34.6%. Hubungan antara Karakteristik Sosiodemografi, Status Gizi dan Komponen Sindroma Metabolik a. Jenis kelamin Tabel 16 menyajikan hubungan antara jenis kelamin dan komponen sindroma metabolik (MetS). Pada penelitian ini, semua subyek laki-laki memiliki lingkar perut (LP) berisiko dan perempuan yang mengalami obesitas sentral adalah sebanyak 78.6%. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara ukuran lingkar perut laki-laki dan perempuan (p>0.05). Prevalensi tekanan darah sistol berisiko pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan (41.67% dan 14.29%). Namun, rata-rata tekanan darah sistol pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Berdasarkan kriteria JNC VII, rata-rata tekanan darah sistol pada perempuan digolongkan prehipertensi. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara tekanan darah sistol laki-laki dan perempuan (p>0.05). Kondisi yang sama ditunjukkan oleh tekanan darah diastol. Prevalensi hipertensi pada laki-laki adalah 2 kali lebih tinggi dibanding perempuan. Rata-rata tekanan darah diastol pada laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan. Baik lakilaki maupun perempuan memiliki rata-rata tekanan darah diastol yang tergolong prehipertensi. Namun, Secara umum, tekanan darah sistol dan diastol subyek berada dalam kategori normal. Secara statistik, kadar diastol laki-laki dan perempuan tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian oleh Syofiarti (2013) di Sumatera Barat yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tekanan darah sistolik dan diastolik antara contoh laki-laki dan perempuan (p<0.05) pada subyek dewasa berstatus gizi kurus, normal, BBL dan obes. Sebagian besar subyek memiliki kadar GDP rendah (69.23%). Prevalensi GDP rendah pada wanita lebih tinggi dibanding pria. Berdasarkan uji beda, terdapat perbedaan yang bermakna antara GDP laki-laki dan perempuan (p<0.05). Semua subyek dalam penelitian ini tidak memiliki kadar GDP yang tergolong tinggi, baik itu hiperglikemi maupun diabetes. Menurut Ekpeyong et al. (2012) dalam Ardiningsih (2013), perempuan lebih berisiko terkena hiperglikemi dibandingkan laki-laki karena memiliki distribusi lemak tubuh lebih luas, lebih mudah mengalami obesitas terutama setelah hamil dan cenderung jarang berolahraga atau aktivitas fisiknya lebih rendah. Hasil penelitian menunjukkan persentase subyek yang
26 mengalami hipoglikemi atau GDP rendah lebih tinggi dibanding presentase subyek dengan GDP normal. Tabel 16 Hubungan antara jenis kelamin dan komponen MetS Variabel
Laki-Laki n
Perempuan
%
n
r (p value)
Total
%
n
%
1. Lingkar perut Normal
0
0
2
21.4
2
7.7
Berisiko
12
100
12
78.6
24
92.3
Total Rata-rata ± SD (cm)
12
100
14
100
26
100
96.7±4.5
90±9.1
0.072 (p> 0.05)
93.1±7.9
2. Sistol Normal
7
58.33
2
7.7
19
73.08
Tinggi
5
41.67
24
92.3
7
26.92
12
100.00
26
100
26
100.00
Total Rata-rata ± SD (mmHg)
115.21±11.53
123.25±14.25
0.130 (p> 0.05)
93.1±7.9
3. Diastol Normal
6
50.00
11
78.57
17
65.38
Tinggi
6
50.00
3
21.43
9
34.62
12
100.00
14
100.00
26
100.00
Total Rata-rata ± SD (mmHg)
85.08±8.33
81.07±7.89
0.166 (p> 0.05)
82.92±8.19
4. GDP Rendah Normal Total Rata-rata ± SD (mg/dL)
5
41.67
13
92.86
18
69.23
7
58.33
1
7.14
8
30.77
12
100.00
14
100.00
26
100.00
78.33±8.90
70.86±7.37
0.009* (p< 0.05)
74.31±8.80
5. k-HDL Normal
8
66.67
10
71.43
18
69.23
Rendah
4
33.33
4
28.57
8
30.77
12
100.00
14
100.00
26
100.00
Total Rata-rata ± SD (mg/dL)
43.5±9.91
55.71±11.21
0.002* (p<0.05)
50.0 ± 12.13
6. Trigliserida Normal
4
33.33
12
85.71
16
61.54
Berisiko
8
66.67
2
14.29
10
38.46
12
100.00
14
100.00
26
100.00
Total Rata-rata ± SD (mg/dL)
212.08±122.18
112.14±32.22
0.002* (p< 0.05)
158.27±98.44
Sebagian besar subyek memiliki kadar kolesterol HDL normal yakni dengan prevalensi 69.23% sedangkan prevalensi berisiko adalah sebanyak 30.77%. Ratarata kolesterol HDL pada pria adalah 43.5±9.91 mg/dL dan wanita 55.71±11.21 mg/dL. Dengan demikian, baik pria maupun wanita memiliki kadar kolesterol HDL
27 rata-rata normal. Secara statistik, ada perbedaan yang bermakna antara kadar kHDL pada laki-laki dan perempuan (p<0.05). Trigliserida merupakan komponen yang tersusun atas 3 asam lemak teresterifikasi pada sebuah molekul gliserol, yang biasanya disimpan dalam bentuk lipid pada manusia dan hewan (Lee & Nieman 2010). Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kadar trigliserida pria lebih tinggi dibanding wanita (212.08±122.18 mg/dL dan 112.14±32.22 mg/dL). Baik pria maupun wanita memiliki rata-rata kadar trigliserida berisiko (>150 mg/dL). Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan kadar trigliserida antara laki-laki dan perempuan (p<0.05). Dengan demikian, jenis kelamin berpengaruh terhadap kadar trigliserida. Profil lipid seseorang dapat diketahui melalui kondisi kolesterol dan trigliserida. Sebagian besar kolesterol (93%) terdapat pada membran sel dan 7% beredar dalam darah. Kolesterol merupakan komponen larut lemak, sehingga membutuhkan lipoprotein sebagai pembawanya. Lipoprotein yang berperan mentranspor kolesterol diantaranya adalah kolesterol LDL dan HDL. Kolesterol LDL paling bertanggung jawab terjadinya penyakit kardiovaskular, seperti penyakit jantung koroner. Kolesterol HDL merupakan lipid plasma yang lain yang berhubungan dengn risiko penyakit kardiovaskular yang dipengaruhi oleh diet dan berat badan. Kolesterol HDL secara langsung melawan perkembangan aterosklerosis dengan membawa kolesterol dari jaringan peripheral ke hati untuk selanjutnya di metabolisme atau dibuang (Driskell 2009). Dislipidemia merupakan salah satu komponen sindroma metabolik yang berhubungan dengan obesitas. Kolesterol HDL rendah, tinggi trigliserida dan LDL merupakan komponen umum dislipidemia yang berhubungan dengan sindroma metabolik (Hu 2008). b. Usia Tabel 17 menyajikan hubungan antara usia dan komponen sindroma metabolik (MetS). Ukuran lingkar perut meningkat seiring bertambahnya usia. Rata-rata lingkar perut subyek usia 20-29 tahun adalah 90.8±9.4 cm. Kemudian meningkat menjadi 92.3±8.9, 92.5 ± 8.2 dan 93.1 ± 7.9 pada subyek usia 30-39, 4049 tahun dan 50-59 tahun berturut-turut. Rata-rata tekanan darah sistolik pada kategori usia 20-29 tahun adalah 118±11.36 mmHg. Subyek dengan kategori usia 30-39 tahun memiliki rata-rata tekanan darah sistolik lebih rendah dibanding subyek dalam kelompok usia 20-29 tahun. Secara umum, rata-rata tekanan darah sistolik subyek berada pada kategori normal. Persentase hipertensi tertinggi berdasarkan tekanan darah sistolik terdapat pada subyek dengan rentang usia 40-49 tahun (37.5%). Berdasarkan tekanan darah diastolik, rata-rata tekanan darah subyek adalah 82.92±8.19 mmHg, sehingga diklasifikasikan ke dalam pre hipertensi. Prevalensi hipertensi tertinggi menurut tekanan darah diastol ditunjukkan oleh kelompok usia 20-29 tahun (66.7%). Prevalensi terendah ditunjukkan oleh kelompok usia 30-39 tahun (20%). Sebagian besar subyek memiliki tekanan darah diastol normal (65.38 %). Rata-rata kadar glukosa darah puasa subyek tergolong rendah karena berada di bawah 80 mg/dL (74.31±8.80 mg/dL). Prevalensi terbesar subyek yang memiliki tekanan darah puasa normal ditunjukkan oleh kelompok usia 40-49 tahun (62.5%).
28 Namun, tidak satupun subyek dengan kategori usia 20-29 tahun memiliki kadar GDP normal. Semua subyek dalam kelompok umur ini memiliki kadar GDP rendah. Tabel 17 Hubungan antara usia dan komponen MetS 20-29 tahun
Variabel
30-39 tahun
40-49 tahun
50-59 tahun
r (p value)
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
Normal
2
66.7
0
0
0
0
0
0
2
7.7
Berisiko
1
33.3
5
100
8
100
10
100
24
92.3
Total Rata-rata ± SD (mmHg)
3
100
5
100
8
100
10
100
26
100
1. Lingkar perut
90.8±9.4
92.3±8.9
92.5±8.2
93.1±7.9
0.528 (p> 0.05)
93.1±7.9
2. Sistol Normal
2
66.7
4
80.0
5
62.5
8
80.0
19
73.1
Tinggi
1
33.3
1
20.0
3
37.5
2
20.0
7
26.9
Total Rata-rata ± SD (mmHg)
3
100.0
5
100.0
8
100.0
10
100.0
26
100.0
118±11.36
114±15.17
120.75±17.69
120.2±9.68
Normal
1
33.3
4
80.0
5
62.5
7
70.0
17
65.4
Tinggi
2
66.7
1
20.0
3
37.5
3
30.0
9
34.6
Total Rata-rata ± SD (mmHg)
3
100.0
5
100.0
8
100.0
10
100.0
26
100.0
0.468 (p> 0.05)
118.92±13.24
3. Diastol
85±8.66
82±10.95
81.63±8.85
83.8 ±7.15
0.813 (p> 0.05)
82.92±8.19
4. GDP Rendah
3
100
4
80
3
37.5
8
80
18
69.2
Normal
0
0
1
20
5
62.5
2
20
8
30.8
Total Rata-rata ± SD (mg/dL)
3
100
5
100
8
100
10
100
26
100.0
73.33±2.52
73±9.25
79.63±9.26
71±8.41
0.986 (p> 0.05)
74.31±8.80
5. k- HDL Normal
2
66.7
2
40.0
5
62.5
9
90.0
18
69.2
Berisiko
1
33.3
3
60.0
3
37.5
1
10.0
8
30.8
Total Rata-rata ± SD (mg/dL)
3
100.0
5
100.0
8
100.0
10
100.0
26
100.0
44.33±5.86
45±9.62
47.13±14.31
56.7±10.91
0.052 (p> 0.05)
50.08±12.13
6. TGA Normal
3
100.0
4
80.0
3
37.5
6
60.0
16
61.5
Berisiko
0
0.0
1
20.0
5
62.5
4
40.0
10
38.5
Total Rata-rata ± SD (mg/dL)
3
100.0
5
100.0
8
100.0
10
100.0
26
100.0
112 ±32.05
134.6±99.70
174.25±60.86
171.2±133.98
158.27±98.44
Sebanyak 69.23% subyek memiliki kadar kolesterol HDL normal dan sebanyak 30.77% subyek memiliki kadar k-HDL berisiko. Prevalensi kadar
0.326 (p> 0.05)
29 kolesterol HDL berisiko terbesar ditunjukkan oleh subyek dengan kategori usia 3039 tahun, yakni sebanyak 60%. Rata-rata kadar trigiliserida subyek adalah 158.27±98.44 mg/dL, sehingga dikategorikan berisiko. Rata-rata kadar trigiliserida tertinggi terdapat pada kelompok usia 40-49 tahun. Kemudian diikuti oleh persentase subyek dengan usia 50-59 tahun dan 30-39 tahun (171.2±133.98 mg/dL dan 134.6±99.70 mg/dL). Persentase subyek dengan kadar trigiliserida tertinggi adalah dalam usia 40-49 tahun, yakni sebanyak 62.5 %. Namun, persentase tertinggi ditunjukkan oleh subyek yang memiliki kadar trigliserida normal (61.54%). Hasil uji korelasi Pearson dan Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia dan semua komponen MetS. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Syofiarti (2013) yang menunjukkan tidak terdapat korelasi signifikan antara usia dan tekanan darah (p>0.05). Namun, penelitian lain oleh Zakiyah (2008) menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara usia dan tekanan darah, baik sistol maupun diastol (p=0.000) dengan arah korelasi positif. Semakin bertambah usia, semakin meningkat pula tekanan darah. Penelitian di Cina oleh Weng et al. (2012) menunjukkan prevalensi hipertensi dan kadar GDP tinggi meningkat seiring bertambahnya usia, baik pada laki-laki maupun perempuan (p<0.001). Obesitas sentral, hipertrigliseridemia dan kejadian MetS meningkat menurut usia pada wanita (p<0.001), tetapi hal ini tidak terjadi pada pria. Prevalensi k-HDL rendah tidak berkorelasi dengan usia (p>0.001). Menurut Ardiningsih (2013), persentase subyek yang mengalami hiperglikemi terjadi lebih banyak pada kelompok usia 49 tahun ke atas dibandingkan dengan kelompok di bawah usia 49 tahun. Semakin lanjut usia seseorang, maka semakin tinggi risiko resistensi insulin sehingga mengakibatkan hiperglikemia. Risiko berkembangnya penyakit kardiovaskular meningkat seiring usia, dengan perkembangan permulaan aterosklerosis saat remaja. Saat usia bertambah, glukosa, trigliserida dan tekanan darah sistolik juga meningkat dari waktu ke waktu. Karena banyaknya kejadian penyakit kardiovaskular pada usia dewasa menengah, bahkan perbaikan yang kecil dalam faktor risiko (seperti sedikit pengurangan kadar tekanan darah, kolesterol LDL) akan begitu menguntungkan (Driskell 2009). c. Tingkat Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan, Status Pernikahan dan Besar Keluarga Hasil penelitian menunjukkan bahwat tingkat pendidikan, pendapatan, status pernikahan dan besar keluarga tidak berhubungan secara signifikan dengan semua komponen sindroma metabolik (p>0.05). Namun, hasil korelasi Rank Spearman menunjukkan ada hubungan signifikan antara pekerjaan dan lingkar perut. Hubungan ini mungkin berkaitan dengan aktivitas fisik. Studi Du et al. (2013) menunjukkan buruh pabrik diidentifikasi memiliki tingkat aktivitas fisik tertinggi dan selanjutnya diikuti berturut-turut oleh sales, petani, professional dan administrator, pensiunan, ibu rumah tangga dan tunakarya. Hal ini diduga pekerjaan yang pada umumnya duduk/aktivitas fisik ringan berkaitan dengan obesitas.
30 Hubungan antara Karakteristik Antropometri dan Komponen Sindroma Metabolik a. Indeks Massa Tubuh Tabel 18 menunjukkan hubungan antara status gizi dan komponen MetS. Hasil penelitian menunjukkan semua subyek dengan status gizi berat badan lebih (BBL) mengalami obesitas sentral. Prevalensi ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan subyek dengan status gizi obes (85%). Rata-rata lingkar perut pada subyek BBL lebih tinggi dibanding subyek obes. Secara keseluruhan, subyek mengalami obesitas sentral. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dan lingkar perut. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian terhadap subyek dewasa sehat di Nigeria yakni terdapat korelasi yang signifikan antara IMT dan LP (Chinedu et al. 2013). Hasil analisis terhadap tekanan darah menunjukkan semua subyek BBL memiliki tekanan sistolik normal. Rata-rata tekanan darah sistol subyek adalah 116.67±5.16 mmHg. Rata-rata tekanan darah diastolik sebesar 76.67±5.16 mmHg. Sama halnya dengan tekanan darah sistol, seluruh subyek tidak memiliki kadar diastol yang tinggi. Rata-rata tekanan darah sistol subyek obes adalah 119.6±14.88 mmHg dan tekanan darah diastol sebesar 84.8± 8.07 mmHg. Sebanyak 50% subyek obes memiliki kadar sistol tinggi dan sebanyak 45% memiliki kadar diastol tinggi. Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara IMT dan tekanan darah sistol serta diastol. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian pada populasi di Ethiopia, Vietnam dan Indonesia yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi signifikan dan positif antara IMT dan tekanan darah, baik sistol maupun diastol (Tesfaye et al. 2007). Menurut Hu (2008), obesitas berhubungan dengan hipertensi. Individu dengan massa tubuh yang lebih besar memiliki banyak peningkatan tekanan darah dan tingkat hipertensi yang tinggi. Berat badan lebih (BBL) dan obes adalah faktor risiko termodifikasi paling penting untuk hipertensi. Berbagai mekanisme telah diajukan untuk menjelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi. BBL dan obesitas diketahui menyebabkan perubahan struktur ginjal yang memicu reabsorpsi tubular dan retensi natrium. Tekanan arterial yang meningkat selanjutnya merusak fungsi nefron, memperburuk keadaan obesitas, hipertensi dan ginjal. Untuk alasan inilah, obesitas dan sindroma metabolik berhubungan dengan mikroalbuminuria dan gagal ginjal kronis. Sebanyak 66.67% subyek BBL memiliki status glukosa darah rendah, sedangkan pada subyek obes terdapat 70%. Baik subyek BBL maupun obes tidak ada yang memiliki kadar glukosa darah dengan kategori intoleran atau tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara IMT dan kadar glukosa darah puasa (p>0.05). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Lipoeto et al. (2007) mengenai hubungan nilai antropometri dengan kadar GDP. Uji korelasi memperlihatkan hubungan IMT dengan kadar glukosa darah sangat rendah (p>0.05). Studi kohort pada subyek yang berasal dari Cina, Jepang dan Korea menunjukkan bahwa risiko kematian terendah terdapat pada subyek dengan IMT 22.6 – 27.5 kg/m2. Risiko semakin meningkat bila IMT subyek lebih atau kurang dari kisaran IMT tersebut (Zheng 2011). Hubungan antara asupan energi serta zat gizi dan komponen MetS terangkum dalam Tabel 18 berikut ini.
31 Tabel 18 Hubungan antara status gizi dan komponen MetS Indeks Massa Tubuh BBL Variabel
Obes
n
%
n
Total
%
n
%
r (p value)
1. Lingkar perut Normal
0
0
3
15
3
11.5
Berisiko
6
100
17
85
23
88.5
Total
6
100
20
100
26
100
Rata-rata ± SD (cm)
94.1±7
93.1±7.9
0.033* (p<0.05)
93.1±7.9
2. Sistol Normal
6
100
13
50
19
73.1
Tinggi
0
0
7
50
7
26.9
Total Rata-rata ± SD (mmHg)
6
100
20
100
26
100.0 0.119 (p> 0.05)
118.9±13.2
119.6±14.88
118.92±13.24
Normal
6
100
11
55
17
65.4
Tinggi
0
0
9
45
9
34.6
Total Rata-rata ± SD (mmHg)
6
100
20
100
26
100.00
3. Diastol
76.67±5.16
84..8±8.07
0.241 (p> 0.05)
82.92±8.19
4. Glukosa darah puasa Rendah
4
66.7
14
80
18
69.23
Normal
2
33.3
6
20
8
30.77
Total Rata-rata ± SD (mg/dL)
6
100
20
100
26
100.00
74.67±11.27
74.2±8.28
0.069 (p> 0.05)
74.31±8.80
5. k-HDL Normal
4
66.67
14
70
18
69.23
Berisiko
2
33.33
6
30
8
30.77
Total
6
100
10
100
26
100.00
Rata-rata ± SD (mg/dL)
48.7±11.9
50.1±12.1
50.08±12.13
0.749 (p> 0.05)
6. Trigliserida Normal
4
66.67
12
70
16
61.54
Berisiko
2
33.33
8
30
10
38.46
Total
16
100.00
20
100
26
100.00
Rata-rata ± SD (mg/dL)
139.83± 3.20
163.8±108.93
158.27±98.44
0.556 (p> 0.05)
Pada penelitian ini, rata-rata kadar kolesterol HDL pada subyek obes lebih tinggi dibanding subyek BBL. Sebanyak 30.77% subyek memiliki kadar kolesterol HDL rendah. Persentase subyek BBL dengan kolesterol HDL rendah lebih tinggi dibanding subyek obes. Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa IMT tidak berhubungan dengan kadar kolesterol HDL. Hal ini sejalan dengan hasil studi pada Pejabat Eselon III Pemerintah Kabupaten Sangihe, Provinsi Sulawesi Utara bahwa
32 tidak ditemukan hubungan antara status gizi dengan kadar kolesterol HDL darah (Balansa 2012). Berdasarkan uji korelasi Pearson, tidak terdapat hubungan yang nyata antara IMT dan kadar trigliserida (p>0.05). Hubungan antara BBL dan dislipidemia begitu kompleks dan belum diketahui jelas. Namun, studi memperkirakan resistensi insulin mungkin merupakan faktor penting dalam mekanisme ini. Pada kondisi fisiologis tubuh yang tidak normal, insulin mencegah pelepasan asam lemak dari jaringan adiposa dan produksi very low density lipoprotein (VLDL). Sebaliknya, resistensi insulin melemahkan efek inhibitor ini. Dalam hal ini, subjek obes, peningkatan aliran asam lemak bebas dari darah menuju hati merangsang sintesis trigliserida hepatik dan berlebihan memproduksi trigliserida yang mengandung VLDL serta meningkatkan produksi ApoB oleh hati. Akibatnya, hipertrigliseridemia dalam sindroma metabolik terjadi karena meningkatnya produksi dan gangguan pembuangan. Pada individu BBL salah satu dari biomarker resistensi insulin adalah hipertrigliseridemia atau rasio TG dengan HDL. Pada sindroma metabolik, kolesterol HDL rendah diduga sebagai konsekuensi trigliserida yang meningkat (Hu 2008). b. Lingkar perut Hubungan antara lingkar perut dan komponen MetS lain tercantum dalam Tabel 19. Rata-rata tekanan darah sistol pada subyek yang memiliki LP berisiko lebih tinggi dibandingkan subyek dengan LP normal. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan tidak terdapat korelasi antara lingkar perut dan tekanan darah sistol. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian oleh Louise et al. (2013) yang menunjukkan bahwa indikator antropometri LP berkorelasi positif dengan tekanan darah sistol. Berdasarkan tekanan darah diastol, terdapat 8 subyek dengan LP berisiko mengalami hipertensi. Uji Rank Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan antara LP dan tekanan darah diastol. Hasil penelitian oleh Jalal et al. (2008) menemukan adanya korelasi positif antara LP dan tekanan darah sistol (p<0.05) dan diastol (p=0.007; r=0.282). Kadar glukosa darah puasa (GDP) meningkat seiring dengan pertambahan lingkar perut. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat subyek yang memiliki kadar GDP tinggi (≥100 mg/dL). Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara LP dan kadar glukosa darah puasa. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian oleh Jalal et al. (2008) yang menemukan adanya korelasi antara LP dan kadar glukosa plasma (p<0.000; r=0.064) dan berpola positif, artinya semakin besar LP, semakin tinggi pula kadar glukosa plasma. Jumlah subyek yang memiliki kadar kolesterol HDL rendah meningkat seiring meningkatnya LP. Namun, persentase kolesterol HDL rendah pada subyek dengan LP normal lebih besar dibandingkan dengan subyek yang memiliki LP berisiko. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara LP dan kadar kolesterol HDL. Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian oleh Louise et al. (2013) yang menemukan LP berkorelasi negatif dengan HDL. Semakin besar LP seseorang, semakin rendah kadar kolesterol HDL nya (p<0.001). Namun, penelitian oleh Jalal et al. (2008) di Pariaman memnunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara LP dan kadar kolesterol HDL.
33 Tabel 19 Hubungan antara lingkar perut dan komponen MetS lainnya Lingkar perut Normal Variabel
Berisiko
Total
n
%
n
%
n
%
Normal
3
100
16
69.6
19
73.1
Tinggi
0
0
7
30.4
7
26.9
Total
3
100
23
100.00
26
100.00
Rata-rata ± SD (mmHg)
114.33±5.13
r (p value)
1. Sistol
119.52±13.91
0.196 (p> 0.05)
118.92±13.24
2. Diastol Normal
2
66.67
15
65.2
17
65.4
Tinggi
1
33.33
8
34.8
9
34.6
Total
3
100.00
23
100.00
26
Rata-rata ± SD (mmHg)
81.67±7.64
83.09±8.40
0.490 (p> 0.05)
100.00 82.92±8.19
3. Glukosa Darah Puasa Rendah
3
100.00
15
65.2
18
69.2
Normal
0
0.00
8
34.8
8
30.8
Total
3
100.00
23
100.00
26
100.00
Rata-Rata ± SD (mg/dL)
71.33±1.53
74.7±9.30
0.141 (p> 0.05)
74.31±8.80
4. k- HDL Normal
2
66.67
16
69.57
18
69.23
Berisiko
1
33.33
7
30.43
8
30.77
Total
3
100.00
23
100.00
26
100.00
Rata-rata ± SD (mg/dL)
51.33±9.50
49.91±12.60
0.101 (p> 0.05)
50.08±12.13
5. Trigliserida Normal
3
100.00
13
56.52
16
61.54
Berisiko
0
0.00
10
43.48
10
38.46
Total
3
100.00
23
100.00
26
100.00
Rata-rata ± SD (mg/dL)
98.67±28.99
166.04±101.92
0.080 (p> 0.05)
158.27±98.44
Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat subyek dengan LP normal yang memiliki kadar trigliserida tinggi. Prevalensi kadar trigliserida tinggi meningkat seiring bertambahnya LP subyek. Rata-rata kadar trigliserida subyek tergolong tinggi (>150 mg/dL). Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara LP dan kadar trigliserida (p>0.05). Hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian oleh Dewi (2005) yang menemukan adanya hubungan bermakna antara LP dan kadar trigliserida (p=0.006; r=0.435). Penelitian lain oleh Jalal et al. (2008) juga menemukan adanya korelasi positif antara LP dan kadar trigliserida (p=0.005; r=0.292). Kondisi abnormal lipid di dalam plasma lazim ditemukan pada individu yang mengalami obesitas, ditandai dengan meningkatnya ukuran lingkar perut atau rasio lingkar perut dan pinggul yang tinggi (Omari & Caterson 2007). Obesitas sentral atau abdominal disebabkan adanya penumpukan lemak visceral yang
34 mencetus proses oksidasi dan inflamasi serta mengganggu metabolisme lipid dan glukosa (Fernandez-Sanchez et al. 2011). Dengan demikian, obesitas sentral lebih berisiko meningkatkan penyakit kardiovaskular. c. RLPP Tabel 20 memperlihatkan hubungan antara RLPP dan komponen sindroma metabolik. Subyek dengan RLPP berisiko mempunyai rata-rata tekanan darah sistol, glukosa darah puasa dan trigliserida lebih tinggi dibanding subyek yang memiliki RLPP normal. Namun, subyek dengan RLPP normal memiliki tekanan darah diastol lebih tinggi dan kolesterol HDL lebih rendah dibanding subyek dengan RLPP berisiko. Tabel 20 Hubungan antara RLPP dan komponen sindroma metabolik RLPP Normal Variabel
n
Berisiko
%
n
%
Total n
%
r (p value)
1. Sistol Normal
3
100
16
69.6
19
73.1
Tinggi
0
0
7
30.4
7
26.9
Total
3
100
23
100.00
26
100.00
Rata-rata ± SD (mmHg)
113.33±5.77
119.65±13.83
118.92±13.24
0.349 (p> 0.05)
2. Diastol Normal
2
66.67
15
65.2
17
65.4
Tinggi
1
33.33
8
34.8
9
34.6
Total
3
100.00
23
100.00
26
100.00
Rata-rata ± SD (mmHg)
83.33±5.77
82.87±8.55
82.92±8.19
0.512 (p> 0.05)
3. Glukosa Darah Puasa Rendah
3
100.00
15
65.22
18
69.23
Normal
0
0.00
8
34.78
8
30.77
Total
3
100.00
23
100.00
26
100.00
Rata-rata ± SD (mg/dL)
67.67±3.06
75.17±8.97
74.31±8.80
0.003* (p< 0.05)
4. k-HDL Normal
3
100.00
15
65.22
18
69.23
Berisiko
0
0.00
8
34.78
8
30.77
Total
3
100.00
23
100.00
26
100.00
Rata-rata ± SD (mg/dL)
62±12.12
48.52±11.49
50.08±12.13
0.014* (p< 0.05)
5. Trigliserida Normal
3
100.00
13
56.52
16
61.54
Berisiko
0
0.00
10
43.48
10
38.46
Total
3
100.00
23
100.00
26
100.00
Rata-rata ± SD (mg/dL)
105.33±25.50
165.17±102.57
158.27±98.44
0.011* (p< 0.05)
35 Berdasarkan uji korelasi Pearson, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara RLPP dan tekanan darah sistol. Hal yang sama juga ditunjukkan melalui uji Rank Spearman untuk melihat hubungan RLPP dengan tekanan darah diastol (p>0.005). Chuluq et al. (2013) menemukan bahwa terdapat hubungan bermakna antara RLPP dan tekanan darah (p=0.047). Penelitian di Depok oleh Zakiyah (2008) menemukan terdapat korelasi signifikan antara RLPP dan tekanan darah sistol dan diastol. Hubungan ini terdapat pada subyek laki-laki dan perempuan serta berpola positif, artinya semakin besar RLPP seseorang, semakin tinggi pula tekanan darah sistol dan diastolnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara RLPP dan kadar glukosa darah puasa, kolesterol HDL serta trigliserida. Lipoeto (2007) menemukan korelasi rasio lingkar perut pinggul dengan kadar glukosa sangat rendah (p>0.05). Hasil penelitian oleh Dewi (2005) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara RLPP dan kadar trigliserida (p=0.01; r=0.532). Selain itu, terdapat korelasi negatif antara RLPP dan kolesterol HDL. Semakin besar RLPP, kadar kolesterol HDL menurun. LP dan RLPP memiliki hubungan yang lebih besar/signifikan terhadap peningkatan risiko kardiovaskular dibandingkan IMT atau dengan kata lain obesitas sentral lebih sensitif dibanding obesitas general (Louise et al. 2013). Hubungan antara Asupan Energi serta Zat Gizi dan Komponen Sindroma Metabolik Hubungan antara asupan energi, zat gizi dan komponen MetS disajikan pada Tabel 21. Rata-rata asupan energi pada subyek yang mengalami obesitas sentral lebih tinggi dibanding subyek yang memiliki lingkar perut normal. Namun, tingkat kecukupan energi keduanya sama (67%). Subyek yang mengalami obesitas sentral memiliki tingkat kecukupan protein lebih besar (80%) dibandingkan subyek yang memiliki LP normal (78%). Namun, asupan lemak pada subyek yang mengalami obesitas sentral lebih kecil dibanding subyek dengan LP normal. Hal yang sama juga ditunjukkan pada rata-rata asupan karbohidrat. Tingkat kecukupan lemak pada subyek yang mengalami obesitas sentral lebih rendah dibandingkan subyek dengan LP normal. Uji korelasi Pearson menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara LP dan asupan energi serta zat gizi (p>0.005). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Elliott et al. (2011) di Australia bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara lingkar perut dan persentase asupan energi dari protein, karbohidrat dan lemak. Rata-rata asupan energi, protein dan karbohidrat pada subyek yang memiliki tekanan darah sistol dan diastol berisiko lebih tinggi dibandingkan dengan subyek yang memiliki tekanan darah sistol dan diastol normal. Namun, untuk asupan lemak, kedua kategori subyek memiliki rata-rata yang hampir sama. Persentase kecukupan lemak pada subyek yang mengalami hipertensi lebih kecil dibandingkan subyek yang memiliki tekanan darah normal. Hasil uji statistik tidak menemukan adanya hubungan antara asupan energi serta zat gizi dan tekanan darah (sistol dan diastol) (p>0.05). Apriany (2012) menemukan adanya keterkaitan antara asupan protein dan tekanan darah sistol (p=0.048), tetapi tidak terdapat hubungan pada tekanan darah diastol (p=0.892).
36 Dalam penelitiannya asupan lemak yang lebih spesifik merupakan asam lemak jenuh secara statistik tidak menunjukkan keterkaitan dengan tekanan darah sistol dan diastol. Pada penelitian lain, asupan karbohidrat berhubungan secara statistik dengan tekanan darah sistol (p=0.039; r=0.288) dan diastol (p =0.008; r =0.363). Namun, tidak ada hubungan antara asupan protein dan tekanan darah, baik sistol maupun diastol (Sugianty 2008). Sebaran komponen sindroma metabolik menurut asupan zat gizi tercantum dalam tabel berikut ini. Tabel 21 Hubungan antara asupan energi, zat gizi dan komponen MetS Variabel
Energi Rata-rata Asupan (Kal)
TKE (%)
Protein Rata-rata Asupan TKP (Gram) (%)
Lemak Rata-rata Asupan TKL (Gram) (%)
Karbohidrat Rata-rata Asupan TKKH (Gram) (%)
1.LP Normal
1868±454
84
57.8±27
98
59.4±25
24
401.4±312
71
Berisiko
1889±627
83
60.5±31
99
54.1±23
22
382.1±261
66
1894±614.8
83
60.7±30.1
100
55±23.5
22
377.5±256.4
65
Normal
1894±615
83
60.7±30
100
55±24
22
377.5±256
65
Tinggi
2043±636
87
69.3±31
113
54.9±22
21
432.7±287
74
1894±614.8
83
60.7±30.1
100
55±23.5
22
377.5±256.4
65
Normal
1894±615
83
60.7±30
100
55±24
22
377.5±256
65
Tinggi
2043±636
87
69.3±31
113
54.9±22
21
432.7±287
74
1894±614.8
83
60.7±30.1
100
55±23.5
22
377.5±256.4
65
1894±615
83
60.7±30
100
55±24
22
377.5±256
65
Total 2.Sistol
Total 3Diastol
Total 4.GDP Rendah Normal
1987±645
85
68.2±32
111
53.1±23
21
400.1±271
69
1894±614.8
83
60.7±30.1
100
55±23.5
22
377.5±256.4
65
Normal
1889±627
83
60.5±31
99
54.1±23
22
382.1±261
66
Berisiko
1976±582
86
64.2±30
106
57.8±22
23
391.1±266
67
1894±614.8
83
60.7±30.1
100
55±23.5
22
377.5±256.4
65
Normal
1894±615
83
60.7±30
100
55±24
22
377.5±256
65
Berisiko
2021±648
87
70.2±32
114
54.3±23
21
409.1±277
71
1894±614.8
83
60.7±30.1
100
55±23.5
68
377.5±256.4
65
Total 5k-HDL
Total 6.TGA
Total
Rata-rata asupan zat gizi makro pada subyek yang memiliki glukosa darah puasa (GDP) normal lebih tinggi dibandingkan subyek dengan kadar glukosa darah rendah. Namun, hasil sebaliknya ditunjukkan pada asupan lemak, persentase TKL pada subyek dengan kadar glukosa darah normal lebih rendah (68%) dibandingkan dengan subyek yang memiliki kadar glukosa darah rendah (65%). Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa asupan energi dan zat gizi tidak berkorelasi secara signifikan dengan kadar glukosa darah puasa. Hal ini tidak sejalan dengan hasil
37 penelitian lain yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara kadar gula darah puasa dan asupan energi (p=0.000; r=0.539) serta GDP dan karbohidrat (p=0.000; r=0.638) (Fitri & Wirawanni 2012). Subyek yang memiliki kadar kolesterol rendah memiliki asupan energi ratarata lebih tinggi dibandingkan subyek dengan k-HDL normal. Tingkat kecukupan protein juga meningkat seiring menurunnya kadar k-HDL. Rata-rata asupan lemak dan karbohidrat juga menunjukkan kondisi yang sama. Hasil uji statistik menemukan asupan energi, protein, lemak dan karbohidrat tidak berhubungan dengan kadar kolesterol HDL. Namun, hasil sebaliknya diperoleh dari penelitian lain bahwa terdapat korelasi positif antara asupan lemak dan kadar kolesterol HDL (p =0.006; r=0.280) (Sulastri et al. 2005). Rata-rata asupan energi, protein dan karbohidrat meningkat seiring meningkatnya kadar trigliserida dalam darah. Namun, subyek yang memiliki kadar trigliserida tinggi memiliki tingkat kecukupan lemak lebih rendah dibandingkan subyek dengan kadar trigliserida normal. Uji korelasi Pearson menunjukkan asupan energi dan zat gizi tidak berhubungan signifikan dengan kadar trigliserida. Hasil ini tidak sejalan dengan hasil penelitian lain bahwa asupan tinggi karbohidrat berhubungan dengan konsentrasi trigliserida yang tinggi dalam plasma, terutama karbohidrat yang bersumber dari permen, minuman bersoda dan produk olahan susu (Sharma et al. 2010). Penelitian lain oleh Hidayati (2006) menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara asupan karbohidrat dan lemak dan kadar trigliserida darah (p=0.01 dan p<0.001). Hubungan yang tidak signifikan antara konsumsi pangan dan komponen MetS pada penelitian ini diduga disebabkan oleh perbedaan metode yang digunakan. Lutsey et al. (2008) meneliti konsumsi pangan dan hubungannya dengan MetS menggunakan metode food frequency questionnaire (FFQ) yang terdiri dari 66 item pangan. Melalui metode ini diperoleh hasil bahwa daging, pangan yang digoreng, soda dan produk olahan susu berkorelasi signifikan dengan kejadian MetS. Kejadian MetS tidak berhubungan dengan konsumsi gandum utuh, gula refinasi, buah dan sayur, kacang-kacangan, kopi dan minuman berperisa.
Hubungan antara Aktivitas Fisik dan Komponen Sindroma Metabolik Tabel 22 menyajikan hubungan antara aktivitas fisik dan komponen MetS. Uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dan ukuran lingkar perut (p<0.05) dengan arah korelasi negatif, artinya semakin tinggi tingkat aktivitas fisik, ukuran lingkar perut (LP) semakin kecil. Hasil yang sama juga ditemukan oleh Kim et al. (2013) bahwa LP, k-HDL dan kejadian sindroma metabolik berhubungan signifikan dengan aktivitas fisik. Gennuso (2013) menemukan bahwa aktivitas fisik tingkat sedang dan berat berkorelasi dengan IMT, LP dan tekanan darah diastol dengan arah negatif. Setiap peningkatan aktivitas fisik ringan/sedenter selama 15 menit meningkatkan ukuran LP sebesar 0.13, walaupun tidak ditemukan hubungannya dengan komponen sindroma metabolik lainnya (Saunders 2013). Rata-rata lingkar perut subyek yang memiliki tingkat aktivitas ringan lebih besar dibandingkan subyek yang memiliki tingkat aktivitas fisik sedang dan berat. Prevalensi obesitas sentral terbesar terdapat pada subyek dengan tingkat aktivitas
38 fisik ringan dan berat (100%), sedangkan pada subyek yang memiliki tingkat aktivitas fisik sedang mengalami obesitas sebesar 77.8%. Adanya persentase obesitas sentral sebesar 100% pada subyek dengan aktivitas fisik berat disebabkan oleh subyek yang termasuk kategori ini hanya berjumlah satu orang dan ukuran LP nya termasuk kategori berisiko. Hasil ini sejalan dengan penelitian pada subyek dewasa di Australia yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara lingkar perut dan seluruh variabel tingkat aktivitas fisik (ringan, sedang dan berat) (Healy et al. 2008). Peningkatan aktivitas fisik cenderung berkaitan dengan penurunan tekanan darah sistol dan diastol. Prevalensi hipertensi menurut tekanan darah sistol dan diastol tertinggi ditunjukkan oleh subyek dengan tingkat aktivitas fisik berat (100%). Hal ini disebabkan terdapat satu subyek yang memiliki tingkat aktivitas fisik berat dan juga memiliki tekanan darah sistol dan diastol tinggi. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tekanan darah sistol dan aktivitas fisik (p>0.05). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian oleh Healy et al. (2008) yang menemukan bahwa tingkat aktivitas fisik berhubungan signifikan dengan tekanan darah sistol dan diastol. Uji korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara glukosa darah puasa dan aktivitas fisik. Rata-rata kadar glukosa darah puasa menurun seiring meningkatnya aktivitas fisik (77.56±7.85, 70±7.91 dan 61±0.00). Hal ini sejalan dengan hasil studi oleh Qin et al. (2012) yang menemukan bahwa aktivitas fisik serta olahraga berhubungan secara signifikan dengan kadar glukosa darah puasa. Penemuan lain oleh Henson (2013) menunjukkan bahwa aktivitas fisik ringan atau sedentary telah diteliti berhubungan dengan glukosa plasma post prandial, triasilgliserol dan k-HDL (p<0.05). Total aktivitas fisik dan aktivitas fisik tingkat sedang dan berat berkorelasi signifikan dengan arah korelasi negatif terhadap jumlah sel adiposa, walaupun tidak berhubungan dengan komponen MetS. Rata-rata kadar kolesterol HDL pada subyek yang memiliki aktivitas fisik tingkat ringan lebih rendah dibandingkan subyek yang memiliki aktivitas fisik tingkat sedang. Namun, subyek dengan aktivitas fisik tingkat berat memiliki kadar kolesterol HDL lebih rendah dibanding subyek yang memiliki aktivitas fisik tingkat ringan. Uji korelasi Pearson menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara kadar kolesterol HDL dan aktivitas fisik (p<0.05). Hasil yang sama juga diperoleh pada penelitian Rahmawati (2009) bahwa aktivitas fisik berhubungan dengan rasio total kolesterol/HDL. Dengan demikian, aktivitas fisik yang tinggi dapat meningkatkan kadar k-HDL dalam darah. Hasil penelitian belum menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dan kadar trigliserida (p>0.05). Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian oleh Anne et al. (2014) yang menunjukkan bahwa aktivitas fisik berkorelasi signifikan dengan hipertrigliseridemia (p<0.001) yang ditandai dengan kadar trigliserida ≥150 mg/dL. Peningkatan tingkat aktivitas fisik cenderung berkaitan dengan penurunan kadar trigliserida. Hal ini dapat dilihat bahwa subyek dengan aktivitas fisik tingkat ringan memiliki rata-rata kadar trigliserida lebih tinggi dibanding subyek dengan tingkat aktivitas fisik sedang dan berat. Prevalensi kadar trigliserida berisiko pada subyek yang memiliki tingkat aktivitas ringan lebih tinggi dibanding persentase pada subyek yang memiliki aktivitas fisik tingkat sedang, walaupun persentasenya meningkat menjadi 100% pada subyek dengan
39 tingkat aktivitas berat. Hal ini disebabkan adanya satu orang subyek yang teridentifikasi memiliki aktivitas fisik tingkat berat dan kadar trigliseridanya tergolong tinggi. Hubungan antara aktivitas fisik dan komponen MetS terangkum dalam Tabel 22 berikut. Tabel 22 Hubungan antara aktivitas fisik dan komponen MetS Aktivitas fisik Ringan Variabel 1. Lingkar perut
n
Sedang
%
n
Berat
%
n
Total %
n
%
Normal
0
0
2
22.2
0
0
2
7.7
Berisiko
16
100
7
77.8
1
100
24
92.3
Total Rata-rata ± SD (cm)
16
100
9
100
1
100
26
100
93.8±7.3
92.8±8
89.5±0
r (p value)
0.014* (p< 0.05)
93.1±7.9
2. Sistol Normal
11
68.75
8
88.89
0
0
19
73.1
Tinggi
5
31.25
1
11.11
1
100
7
26.9
16
100
9
100.00
1
100
26
100.0
Total Rata-rata ± SD (mmHg)
120.56±13.31
113.67±11.11
140±0.00
0.826 (p> 0.05)
118.92±13.24
3. Diastol Normal
11
68.75
6
66.67
0
0
17
65.4
Tinggi
5
31.25
3
33.33
1
100
9
34.6
16
100
9
100.00
1
100
26
100.0
Total Rata-rata ± SD (mmHg) 4. Glukosa Darah Puasa
82.56±8.03
81.67±7.07
100±0.00
82.92±8.19
Rendah
9
56.25
8
88.89
1
100
18
69.23
Normal
7
43.75
1
11.11
0
0
8
30.77
16
100
9
100.00
1
100
26
100.0
Total Rata-rata ± SD (mg/dL)
77.56±7.85
70±7.91
0.961 (p> 0.05)
61±0.00
74.31±8.80
0.010* (p< 0.05)
5. k-HDL Normal
10
62.5
8
88.89
0
0
18
69.23
Berisiko
6
37.5
1
11.11
1
100
8
30.77
16
100
9
100.00
1
100
26
100.0
Total Rata-rata ± SD (mg/dL)
46.38±11.34
57.22±11.44
45±0.00
0.004* (p< 0.05)
50.08±12.13
6. Trigliserida Normal
8
50
8
88.89
0
0
16
61.54
Berisiko
8
50
1
11.11
1
100
10
38.46
16
100
9
100.00
1
100
26
100.0
Total Rata-rata ± SD (mg/dL)
162.13±73.37
151.44±141.79
158±0.00
158.27±98.44
0.578 (p> 0.05)
40
Berbagai penelitian telah menunjukkan manfaat aktivitas fisik bagi orang dewasa. Individu yang terbiasa melakukan aktivitas fisik lebih meningkat kebugaran tubuhnya dan terhindar dari risiko penyakit kronis bila dibandingkan dengan individu yang kurang melakukan aktivitas fisik. Orang dewasa dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik rutin tingkat sedang selama 150 menit per minggu atau aktivitas fisik tingkat berat selama 75 menit per minggu untuk mencapai tujuan ini (Anne et al. 2014). Glazer et al. (2013) menemukan bahwa individu yang menjalankan anjuran cenderung memiliki LP dan kadar trigliserida yang rendah serta kadar k-HDL yang lebih tinggi. Kejadian aktivitas fisik rendah berhubungan signifikan dengan kejadian resistensi insulin dengan arah korelasi linier (Esteghamati et al. 2009). Aktivitas fisik rutin/olahraga yang ditandai dengan adanya pergerakan otot rangka telah diteliti mampu merangsang peningkatan reseptor insulin dan transporter glukosa (GLUT4 protein), sehingga meningkatkan sensitivitas insulin (O’ Gorman 2006; Balkau et al. 2008). Sebaliknya, obesitas yang terjadi akibat kurang melakukan aktivitas fisik menimbulkan peradangan sitokin yang berujung pada resistensi insulin (Bradley et al. 2008). Keterbatasan Penelitian Penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan yaitu penelitian ini merupakan studi potong lintang yang menggambarkan keadaan pada satu waktu sehingga tidak dapat melihat penyebab utama dan pengaruh jangka panjang dari kejadian obesitas terhadap berbagai komponen-komponen sindroma metabolik subyek. Selain itu, jumlah sampel pada penelitian ini juga diduga mempengaruhi banyaknya variabel-variabel yang tidak berhubungan signifikan dengan komponen MetS. Menurut rumus Lemeshow, minimal jumlah sampel yang diperlukan adalah 79 orang.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Tingkat kecukupan energi yang menggambarkan asupan energi pada orang dewasa gemuk dan obes ternyata masih tergolong kurang karena hanya memenuhi 83% angka kecukupan, tetapi tingkat kecukupan protein, lemak dan karbohidrat tergolong cukup atau normal karena telah memenuhi kecukupan zat gizi sebesar 100%, 22% dan 65%. Aktivitas fisik tingkat ringan atau sedentary lifestyle mendominasi kegiatan harian yang dilakukan oleh orang yang berstatus gizi lebih (61.54%). Orang dewasa yang mengalami kegemukan mengalami hipertrigliseridemia dan pre hipertensi, walaupun ternyata memungkinkan memiliki kadar glukosa darah puasa dan kolesterol HDL normal. Orang yang mengalami obesitas sentral yang ditandai dengan ukuran lingkar perut melebihi standar memiliki tekanan darah, glukosa darah puasa dan trigliserida lebih tinggi serta kadar k-HDL lebih rendah dibanding orang yang memiliki ukuran lingkar perut normal. Kondisi komponen-komponen tersebut menyumbang risiko individu
41 dewasa BBL dan obes mengalami sindroma metabolik. Dalam penelitian ini tidak ditemukan hubungan antara asupan energi dan zat gizi dengan seluruh komponen MetS (p>0.05). Namun, hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik, kadar GDP, k-HDL dan LP (p<0.05), sementara pada tekanan darah dan trigliserida tidak ditemukan hubungan yang signifikan (p>0.05). Aktivitas fisik lebih berpengaruh terhadap komponen-komponen MetS dibandingkan dengan asupan energi dan zat gizi. Saran Masyarakat dianjurkan untuk meninggalkan gaya hidup sedentary dan melakukan aktivitas fisik rutin/olahraga sesuai anjuran (150 menit per pekan) untuk menghindari dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular. Untuk penelitian lanjutan, jumlah subyek dapat diperbesar dan status gizi yang digambarkan tidak hanya status gizi lebih saja, melainkan dapat dibedakan dengan status gizi normal. Selain itu, penting juga dilakukan analisis zat gizi lain, meliputi serat dan asam lemak. Frekuensi konsumsi pangan dan gaya hidup dapat menjadi variabel tambahan, seperti kebiasaan mengonsumsi buah dan sayur, fastfood, merokok, frekuensi makan, sehingga lingkup penelitian lebih komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA Adityawarman. 2007. Hubungan aktivitas fisik dengan komposisi tubuh pada remaja [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Alberti KGMM, Robert HE, Scott MG, Paul ZZ, James IC, Kareen AD, JeanCharles F, W. Philip TJ, Catherine ML and Sidney C, et al.. 2009. Harmonizing the Metabolic Syndrome: A Joint Interim Statement of the International Diabetes Federation Task Force on Epidemiology and Prevention; National Heart, Lung and Blood Institute; American Heart Association; World Heart Federation; International Atherosclerosis Society; and International Association for the Study of Obesity. Circulation [Internet]. [diunduh 2014 Jul 19]. Tersedia pada http://circ.ahajournals.org/content/120/16/164. Almatsier Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. ______________. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Ambrosini GL, Huang R, Mori TA, Hands BP, O'Sullivan T, de Klerk NH, Beilin LJ, Oddy WH. 2010. Dietary patterns and markers for the metabolic syndrome in Australian adolescents. NMCD [internet]. [diunduh 2014 Aug 20]. Tersedia pada http://doi.org/10.1016/j.numecd.2009.03.024. Anne R, Nobuko H, Kren S, Rafida I, Anthony D, Melinda M. 2014. Field assessments for obesity prevention in children and adults: physical activity, fitness and body composition. JNEB [internet]. [diunduh 2014 Aug 21]. Tersedia pada http://sciencedirect.com/science/article/pii/s1499404613001.
42
Apriany RE. 2012. Asupan protein, lemak jenuh, natrium, serat dan IMT terkait dengan tekanan darah pasien hipertensi di RSUD Tugurejo Semarang [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Ardiningsih ES. 2013. Faktor-faktor berhubungan dengan hiperglikemia pada orang dewasa di kota depok dan kabupaten lampung tengah tahun 2010 [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Balansa EG, 2012. Hubungan status gizi dan aktivitas fisik dengan kadar kolesterol high density lipoprotein pada pejabat eselon III pemerintah Kabupaten Sangihe Provinsi Sulawesi Utara [thesis]. Manado (ID): Universitas Sam Ratulangi. Balkau B, Leila M, Jean-Michel O, John N, Alain G, Francesca P, Markku L, Ele F. 2008. Phisical activity and insulin sensitivity. NCBI [internet]. [diunduh 2014 Aug 21]. Tersedia pada ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2551669/. Berdanier CD, Johanna D, Elaine BF (editor). 2008. Handbook of Nurition and Food Second Edition. USA : CRC Press. Bradley R, Justin Y, Fen-Fen L, Eleftheria. 2008. Voluntary exercise improves insulin sensitivity and adipose tissue inflammation in diet-induced obese mice. Am J Physical Endocrinal Metab [internet]. [diunduh 2014 Aug 23]. Tersedia pada http://www.ajpendo.org. [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1997. Kamus Istilah Kependudukan Keluarga Berencana Keluarga Sejahtera. Jakarta: BKKBN. Brown Judith E. 2011. Nutrition through the Life Cycle. Amerika Serikat (USA): PrePressPMG. Chinedu SN, Olubanke O, Dominic EA, Emeka EJ, Iweala, Israel SA, Chidi CU, Mercy EI, Victor CO. 2013. Correlation between body mass index and waist circumference in Nigerian adults: implication as indicators of health status. JPHR [Internet]. [diunduh 2013 Jul 3]; Tersedia pada: www.jphres.org. Chuluq C, Catur S, Wulan R. 2013. Hubungan rasio lingkar pinggang pinggul dengan tekanan darah pada perempuan (19-29) tahun overweight dan obesitas. Malang (ID): Universitas Brawijaya Clarke J, Janssen I. 2013. Is the frequency of weekly moderate-to-vigorous physical activity associated with the metabolic syndrome in Canadian adluts? APNM [internet]. [diunduh 2014 Aug 20]. Tersedia pada www. nrcresearchpress.com. [Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta. Dewi M. 2005. Hubungan beberapa indikator antropometri dengan profil lipid pasien dyslipidemia. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Driskell JA. 2009. Nutrition and Exercise Concerns of Middle Age. Boca Raton (US): CRC Press. Du H Derrick, Liming L, Gary W, Yu G, Rory C, Junshi C, Zheng B, Lai-San H, Shixian et al. 2013. Physical activity and sedentary leisure time and their associations with BMI, waist circumference, and percentage body fat in 0.5 million adults. AJCN [internet]. [diunduh 2014 Aug 21]. Tersedia pada http://ajcn.nutrition.org/content/97/3/487.long. Dwipayana MP, Suastika K, Saraswati IMR, Gotera W, Budhiarta AAG, Sutanegara, Gunadi IGN, Nadha KB, Wita W, Rina K et al. 2011.
43 Prevalensi sindroma metabolik pada populasi penduduk Bali Indonesia JPD [Internet]. [diunduh 2014 Jul 2]; Tersedia pada: ojs.unud.ac.id/index.php/ji. Effendi AT. 2013. Nutrigenomik Resistensi Insulin Sindrom Metabolik Prediabetes. Bogor (ID): IPB Press. Elliott SA, Helen T, Amanda L, Catherine H, Rebecca A, Peter S. 2011. Associations of body mass index and waist circumference with: energy intake and percentage energy from macronutrients, in a cohort of australian children. NJ [Internet]. [diunduh pada 2014 Jul 3]. Tersedia pada http://www.nutritionj.com/content/10/1/5. Esteghamati A, Omid K, Armin R, Alipasha M, Mehrdad H, Faresteh A, Mehrshad A, Shadab R, Mohammad M. 2009. Association between physical activity and insulin resistance in Iranian Adults. Elsevier [internet]. [diunduh pada 2014 Aug 23]. Tersedia pada http://ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19744508. [FAO/WHO/UNU] World Health Organization. 2001. Human energy requirements. WHO Technical Report Series no. 724. Geneva: Switzerland. Ferawati TF. 2008. Hubungan antara indeks massa tubuh (IMT), aktivitas fisik dan kebiasaan mengkonsumsi makanan siap saji ala barat dengan tekanan darah pada pensiunan pegawai PT. Pertamina Semarang [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Fernandez-Sanchez A, Eduardo MS, Mirandeli B, Jaime ES, Angel MG, Cesar EC, Irene DM, Graciela SR, Carmen VV, JoseA MG. 2011. Inflammation, oxidative stress, and obesity. IJMS [internet]. [diunduh pada 2014 Aug 24]. Tersedia pada http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3116179/. Fitri RI, Wirawanni Y. 2012. Asupan energi, karbohidrat, serat, beban glikemik, latihan jasmani dankadar gula darahpada pasien diabetes melitus tipe 2. MMI [Internet]. [diunduh 2014 Jul 3]. Tersedia pada ejournal.undip.ac.id. Freitag H. 2010. Bebas Obesitas Tanpa Diet Menyiksa. Yogyakarta. Media Pressindo. Gennuso K, Ronald E, Charles E, Keith M, Lisa H. 2013. Sedentary behavior, physical activity and markers of health in older adults. ACSM [internet]. [diunduh 2014 Aug 21]. Tersedia pada ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23475142. Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment 2nd Edition. New York (USA): Oxford University Press. Gibney MJ, Barrie MM, John MK, Lenore A ed. 2005. Gizi Kesehatan Masyarakat. Penerjemah: Andry Hartono. Public Health Nutrition. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Glazer NL, Lyass, A, Esliger DW, Blease SJ, Freedson PS, Massaro JM, et al.. 2013. Sustained and shorter bouts of physical activity are related to cardiovascular health. Med. Sci. Sport Exer. 45(1): 109–115. doi:10.1249/MSS. 0b013e31826beae5. Grundy SM, Brewer HB, Cleeman JI, Smith SC, Lenfant C. 2004. Definition of metabolic syndrome: Report of the National Heart, Lung, and Blood Institute/American Heart Association conference on scientific issues related to definition. Circulation [Internet]. [diunduh 2014 Jul 9]; 109: 433-438. Tersedia pada : http://circ. ahajournals.or/content/109/3/433. Hajian T, Heidari B. 2007. Prevalence of obesity, central obesity and the associated factors in urban population aged 20-70 in The North of Iran : a population-
44 based study and regression approach. NCBI [Internet]. [diunduh 2014 Jun 17]. Tersedia pada: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17212790. Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Kosumsi Pangan. Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Insitut Pertanian Bogor. Healy G, Katrien W, David W, Jonathan E, Jo S, Paul Z, Neville O. 2008. Objectively measured sedentary time, physical activity, and metabolic risk. Diabetes Care [Internet]. [diunduh pada 2014 Aug 21].Tersedia pada http://care.diabetesjournals.org/content/31/2/369.long. Henson J, Yates T, Biddle S, Edwarson L, Khunti K, Wilmot E, Gorely T, Nimmo M, Davies. 2013. Association of objectively measured sedentary behavior and physical activity with markers of cardiometabolic health. Springer [internet]. [diunduh 2014 Aug 21]. Tersedia pada http://link.springer.com/article/10.1007%2Fs00125-013-2845-9. Hidayati SN, Hamam H, Lestariana W. 2006. Hubungan asupan zat gizi dan Indeks Massa Tubuh dengan Hiperlipidemia pada murid SLTP yang obesitas di Yogyakarta. SP [Internet]. [diunduh 2014 Jul 16]. Tersedia pada saripediatri.idai.or.id/pdfile/8-1-4.pdf. Hu FB. 2008. Obesity Epidemiology.UK: Oxford University Press. Hurlock EB. 1993. Perkembangan Anak Jilid Dua. M Tjandrasa, M Zarkasih, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga. [IDF] International Diabetes Federation. 2006. The consensus worldwide defenition of the metabolic syndrome. Belgia: International Diabetes Federation. [IOM] Institute of Medicine. 2005. Dietary Reference Intake for Energy, Carbohydrate, Fiber, Fat, Fatty Acids, Cholesterol, Protein, and Amino Acids. A Report of the Panel on Micronutrients, Subcommittees on Upper Reverence Levels of Nutrients and Interpretation and Uses of Dietary Reference Intakes, and the Standing Committee on the Scientific Evaluation of Dietary Reference Intakes. Washington DC (US): National Academies Press. Jalal F, Nur IL, Novia S, Fadil O.2008. Hubungan Lingkar perut dengan Kadar Gula Darah, Trigliserida dan Tekanan Darah pada Etnis Minang di Kabupaten Padang Pariaman, Sumater Barat [internet]. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Sumatera Barat (ID): Universitas Andalas. Hlm 1 – 23; [diunduh 2014 May 6]. Tersedia pada :http google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ua ct=8&ved=0CCgQFjAA&url=http%3A%2F%2Frepositoryunand.ac.id%2 F43%2F1%2FHubungan_Lingkar_Pinggang_dengan_Kadar_Gula_Darah. pdf. [JNC VII] Joint National Committee VII. 2004. Prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. Rockville (US): National Institute of Health. Kamso S. 2007. Body mass index, total cholesterol, and ratio total to HDL cholesterol were determinants of metabolic syndrome in the Indonesian elderly [Internet]. [diunduh 2014 Jul 6]. Tersedia pada: mji.ui.ac.id/journal/index.php/mji/article
45 ________, Purwantyastuti, Dharmayati UL. 2011. Prevalensi dan Determinan Sindrom Metabolik pada Kelompok Eksekutif di Jakarta dan Sekitarnya. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 2011;6(2):85-90. [Kemenkes RI]. 2014. Pokok-pokok hasil Riskesdas Indonesia 2013 [internet]. [Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan]. Jakarta (ID). hlm 1-149; [diunduh 2014 May 6]. Tersedia pada www.litbang.depkes.go.id. Kim J, Kai T, Noriko Y, Hirofumi Z, Shinya K. 2013. Objectively measured lightintensity lifestyle activity and sedentary time are independently associated with metabolic syndrome: a cross sectional study of Japanese Adultas. IJBNPA [Internet]. [diunduh 2014 Agustus 21]. Tersedia pada http://www.ijbnpa.org/content/10/1/30. Lee RD, David CN. 2010. Nutritional Assessment Fifth Edition. New York (US): Mc Graw Hill Companies. Lipoeto NI, Eti Y, Zulkarnain E, Intan W. 2007. Hubungan nilai antropometri dengan kadar glukosa darah. Medika [Internet] [diunduh 2014 Mar 27]. repository.unand.ac.id/49/1/gula_darah_dan_antro.pdf. Low S, Mien CC, Stefan M, Derrick H, Mabel DY. 2009. Rationale for redefining obesity in Asians. Ann Acad Med Singapore [Internet] [diunduh 2014 Aug 18]. Tersedia pada http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19221673. Louise GH, Satvinder SD, Timothy AW, Andy HL, Phillip RD. 2013. Anthropometric measurements of general and central obesity and the prediction of cardiovascular disease risk in women: a cross-sectional study. BMJ [Internet] [diunduh 2014 Mar 29]. Tersedia pada bmjopen.bmj.com. Lutsey PL, Lyn MS, June S. 2008. Dietary intake and development of the metabolic syndrome. The atherosclerosis risk in communities study. Circulation [internet]. [diunduh 2014 Aug 27]. Tersedia pada http://circ.ahajournals.org. Mahan L, Escott-Stump S. 2008. Krause’s Food and Nutrition Therapy. Missouri (USA): Saunders. Matsuda M, Shimomura I. 2013. Increased oxidative stress in obesity: impilications for metabolic syndrome, diabetes, hypertension, dyslipidemia, atherosclerosis and cancer. ORCP [internet]. [diunduh 2014 Aug 24]. Tersediapadahttp://www.obesityresearchclinicalpractice.com/article/S1871 -403X%2813%2900043-4/abstract. Mirzazadeh A, Salimzadeh H, Arabi M, Navadeh S, Hajarizadeh B, Haghdoost AA. 2013. Trends of obesity in Iranian adults from 1990s to late 2000s; a Systematic Review and Meta-analysis. Middle East J Dig Dis 2013;5:1517. Muherdiyantiningsih. 2008. Sindrom metabolic pada orang dewasa gemuk di wilayah Bogor. PGM [Internet]. [diunduh 2014 Juli 2]. Tersedia pada: perpustakaan.litbang.depkes.go.id Mutiarawati R. 2009. Hubungan antara riwayat aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi pada usia 45-54 tahun [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Negeri Semarang. Nurmawati L. 2008. Hubungan asupan lemak dan aktivitas fisik dengan profil lipid pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD dr.M.Ashari Pemalang [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. O’Gorman DJ, Karisson HK, Mc. Quaid S, Yousif O, Rahman Y, Gasparro D, Glund S, Chibalin AV, Zierath JR, Nolan JJ. 2006. Exercise training
46 increases insulin-stimulated glucose disposal and GLUT4 (SLC2A4) protein content in patients with type 2 diabetes. Springer [internet]. [diunduh pada 2014 Aug 27]. Tersedia pada http://scholar.google.co.id/scholar_url?hl=en&q=http://www.researchgate. net/publication/6774661_Exercise_training_increases_insulin. Omari A, Caterson ID. 2007. Essential of Human Nutrition Third Edition. Editor Jim Mann & Stewart Truswell. Oxford University Press. New York. [PERKENI]. 2011. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia. Jakarta (ID): PB. PERKENI. Qin X, Jianping L, Yan Z, HUWei M, Fangfang F, Binyan W, Houxun X, Genfu T, Xiaobin W, Xin X et al.. 2012. Prevalence and associated factors of Diabetes and impaired fasting glucose in Chinese hypertensive adults aged 45 to 75 years. Plose one [Internet]. [diunduh pada 2014 Aug 21]. Tersedia padawww.plosone.org/article/info%3Adoi%2F10.1371%2Fjournal.pone.0 042538. Rahmawati AC, Siti Z, Setyaningrum R. 2009. Aktivitas fisik dan rasio kolesterol (HDL) pada penderita penyakit jantung koroner di poliklinik jantung RSUD dr Moewardi Surakarta. JK [Internet]. [diunduh pada 2014 Jul 6]. Tersedia pada publikasiilmiah. ums. ac. Id/bitstream/handle/123456789. Sargowo D, Andarini S. 2012. The difference of food compositions in adolescent metabolic syndrome in Malang. AHJ [Internet]. [diunduh 2014 Juli 10]. Tersedia pada: E-Journal : http://www.aseanheartjournal.org. Saunders T, Mark S, Jean-Pierre D, Claude B, Angelo T, Jean-Phillippe C. 2013. Sedentary behavior, visceral fat accumulation and cardiometabolic risk in adults: a 6 year. PLOS ONE [internet]. [diunduh 2014 Aug 23]. Tersedia pada.www.plosone.org/.../info%3Adoi%2F10.1371%2Fjournal.pone.0054 225. Savini I, Catani MV, Evangelista D, Gasperi V, Avigliano L. 2013. Obesityassociated oxidative stress: strategies finalized to improve redox state. IJMS [internet]. [diunduh pada 2014 Aug 24]. Tersedia pada http://www.mdpi.com/1422-0067/14/5/10497/html. Sharma S, Lindsay SR, Robert HL, Sharon EF. 2010. Carbohydrate intake and cardiometabolic risk factors in high BMI African American children. NM [Internet]. [diunduh 2014 Jul 2]. Tersedia pada http://nutrititionandmetabolism. com. Sidik SM, Rampal L. 2009. The prevalence and factors associated with obesity among adult women in Selangor, Malaysia. NCBI [Internet]. [diunduh 2014 Jun17].Tersedia pada: http://ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2674032/. Soediatama AD. 2008. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat. Sugianty D. 2008. Hubungan asupan karbohidrat, protein, lemak, natrium dan serat dengan tekanan darah pada lansia [Skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Suharjo. 2013. Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Sulastri D, Sri R, Purwantyastuti. 2005. Pola asupan lemak, serat dan antioksidan serta hubungannya dengan profil lipid pada laki-laki etnik Minangkabau. Maj Kedokt Indon [internet]. [diunduh 2014 Maret 7]. Tersedia pada http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=.
47 Supariasa ID, Bachyar B, Ibnu F. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Syofiarti. 2013. Hubungan indikator antropometri obesitas dengan tekanan darah pada pegawai Dinas Kesehatan Kota Pariaman Sumatera Barat [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Tesfaye F, Nawi NG, Van H, Byass P, BerhaneY, Bonita R, Wall S. 2007. Association between body mass index and blood pressure across three populations in Africa and Asia. JHH [Internet]. [diunduh pada 2014 Jul 3]. Tersedia http://www.nature.com/jhh/journal/v21/n1/full/1002104a.html. Weng C, Yuan H, Tang X, Huang Z, Yang K, Chen W, Yang P, Zhiheng C, Fangping C. 2012. Age and gender dependent association between components of metabolic syndrome and subclinical arterial stiffness in a Chinese population. IJMS [Internet]. [diunduh pada 2014 Jul 8]. Tersedia pada http://www.medsci.org. Wittchen HU, Balkau B, Massien C, Richard A, Hafner S, Despres JP. 2006. International day for the evaluation of abdominal obesity: rationale and design of a primary care study on the prevalence of abdominal obesity and associated factors in 63 countries. EHJ. [Internet]. [diunduh pada 2014 Aug 26]. Tersedia pada http://eurheartjsupp.oxfordjournals.org/. [WHO] World Health Organization. 2008. Waist circumference and waist-hip ratio. Geneva(CH): Switzerland. ______________. Noncommunicable Diseases Country Profiles 2011. Geneva(CH): Switzerland. ______________. 2013. Global Action Plan for the Prevention and Control of Noncommunicable Disease 2013-2020. Geneva (CH): Switzerland. Zakiyah D. 2008. Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan hipertensi dan hyperlipidemia sebagai faktor risiko PJK diantara pekerja di kawasan industri Pulo Gadung tahun 2006 [skripsi]. Depok (ID) : Universitas Indonesia. Zulaika. 2011. Konsumsi Serat dan Fast Food serta Aktivitas Fisik Orang Dewasa yang Berstatus Gizi Obes dan Normal (Skripsi) IPB. Zheng W, Dale F, Betsy R, Xianglan Z, Manami I, Matsuo K, Jiang H, Prakash C, Kunnambath R, Shoichiro T et al. 2011. Association between body mass index and risk of death in more than 1 million Assians. NEJM [internet]. [diunduh pada 2014 Maret 29]. Tersedia pada http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMoa1010679.
48
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil uji korelasi Chi-square (nilai p-value) Korelasi Pendidikan Pendapatan Status pernikahan Besar keluarga
LP 0.907 0.205 0.076
HDL 0.752 0.883 0.919
GDP 0.543 0.234 0.220
Sistol 0.146 0.809 0.790
Diastol 0.172 0.371 0.960
TGA 0.826 0.222 0.145
0.372
0.418
0.883
0.378
0.186
0.529
Lampiran 2 Hasil uji korelasi Pearson (nilai p-value) Korelasi Usia IMT LP RLPP Energi Protein Lemak Karbohidrat PAL
LP 0.528 0.033 0.024 0.743 0.740 0.330 0.691 0.014*
HDL 0.052 0.749 0.101 0.014* 0.777 0.990 0.966 0.886 0.004*
GDP 0.986 0.069 0.141 0.003* 0.767 0.987 0.748 0.335 0.010*
Sistol 0.468 0.119 0.196 0.349 0.411 0.597 0.348 0.502 0.826
TGA 0.326 0.556 0.080 0.011* 0.107 0.095 0.904 0.394 0.578
Lampiran 3 Hasil uji korelasi Rank Spearman (nilai p-value) Korelasi Usia IMT LP RLPP E P L KH PAL Diastol 0.813 0.241 0.490 0.512 0.113 0.058 0.753 0.598 0.961 Korelasi LP HDL GDP Sistol Diastol TGA Pekerjaan 0.009* 0.213 0.235 0.845 0.774 0.655 Lampiran 4 Hasil uji beda (independent t-test) Variabel LP Jenis kelamin 0.072
Sistol 0.130
Asymp.sig.(2-tailed) Diastol GDP k-HDL 0.166 0.009* 0.002*
TGA 0.002*
49
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, pada tanggal 18 Februari 1991 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Zupriatman dan Ibu Wahni Lovid. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas (SMA) di SMA Negeri 1 Tanjungpinang pada tahun 2009 dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur tes tertulis seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN). Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi dan kegiatan kemahasiswaan guna meningkatkan kapasitas diri. Penulis menjabat sebagai Badan Pengurus Harian unit kegiatan mahasiswa forum for scientific studies (FORCES) pada tahun 2011 dan Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi pada tahun 2010 dan 2011, serta terpilih sebagai Duta Fakultas Ekologi Manusia pada tahun 2011. Saat ini, penulis merupakan bagian dari komunitas Edukasi Gizi. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu selama 2 bulan terhitung dari Juni-Agustus 2012. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Gizi Dasar dan Evaluasi Nilai Gizi pada tahun 2012. Penulis melaksanakan Internship Dietetics di Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi pada tanggal 4-23 Maret 2013.