HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS DENGAN TOLERANSI AGAMA DI SALATIGA
OLEH ARDI UTAMA 802012064
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai citivas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Ardi Utama Nim : 802012064 Program Studi : Psikologi Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana Jenis Karya : Tugas Akhir Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya ilmiah saya berjudul: HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS TERHADAP TOLERANSI AGAMA DI SALATIGA Dengan hak bebas royalty non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalih media atau mengalih formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasikan tugas akhir, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis atau pencipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di
: Salatiga
Pada Tanggal : 24 November 2015 Yang menyatakan,
Ardi Utama
Mengetahui, Pembimbing
Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi.
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Ardi Utama
Nim
: 802012064
Program Studi
: Psikologi
Fakultas
: Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul: HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS TERHADAP TOLERANSI AGAMA DI SALATIGA Yang dibimbing oleh: Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi. Adalah benar-benar hasil karya saya. Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya saya sendiri tanpa memberikan pengakuan pada penulis atau sumber aslinya.
Salatiga, 24 November 2015 Yang memberi peryataan,
Ardi Utama
LEMBAR PENGESAHAN HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS TERHADAP TOLERANSI AGAMA DI SALATIGA
Oleh Ardi Utama 802012064
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Disetujui pada tanggal 24 November 2015eptemb2015 Oleh: Pembimbing,
Ratriana Y.E. Kusumiati, M.Si., Psi.
Diketahui Oleh,
Disahkan Oleh,
Kaprogdi
Dekan
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.
Prof. Dr. SutartoWijono, MA.
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT RELIGIUSITAS TERHADAP TOLERANSI AGAMA DI SALATIGA
Ardi Utama Ratriana Y.E. Kusumiati
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji secara empirik hubungan positif dan signifikan antara tingkat religusitas dengan toleransi agama. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan teknik pengambilan data random sampling. Penelitian ini melibatkan 100 parisipan yang berusia 21 - 40 tahun. Hasil penelitian ini menghasilkan jika tidak ada hubungan antara tingkat religiusitas dan toleransi agama di Salatiga. Terlihat pula tingkat religiusitas masyarakat Salatiga, pada kategori sedang dengan mean 57,93 dan tingkat toleransi agama pada ketegori tinggi dengan mean 132,79. Kata kunci : religiusitas, toleransi agama
i
Abstract
The purpose of this study is was to determine and assess empirically the positive relation and significant between the level of religiosity and religious tolerance. This study uses quantitative method with random sampling techniques to collect data. The participants were 100 people aged 21 – 40 years. The result of these study indicate that there is no relationship between the level of religiosity and religious tolerance in. It determined level of religiosity salatiga people at medium level with mean 57,93 and religious tolereance at high level with 132,79 Keyword : religiosity, religious tolerance
ii
1
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki ideologi atau konstitusi dengan nilai-nilai toleransi yang cukup tinggi salah satunya pada aspek agama. Hal ini tercermin dalam Undang-Undang 1945 yang menyatakan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”. Atas dasar undang-undang ini, semua warga negara, dengan beragam identitas agama, kultural, suku, jenis kelamin, dan sebagainya, wajib dilindungi oleh negara. Ini juga berarti negara tidak boleh mendiskriminasi warganya dengan alasan apapun. Pemerintah dan semua warga negara berkewajiban menegakkan konstitusi tersebut (Muhammad, 2009). Selain itu, nilai-nilai pancasila yang menjadi dasar negara pada sila pertama “Ke-Tuhanan Yang Maha Esa” dan sila ke dua “Kemanusiaan yang adil dan beradab” mendorong masyarakat Indonesia untuk memiliki nilai religiusitas dan toleransi yang tinggi. Berdasarkan itu pula masyarakat dituntut untuk dapat memiliki sikap toleransi yang tinggi. Toleransi sendiri merupakan kesediaan mengenali dan menghargai keyakinan, praktik-praktik, perilaku, dan sebagainya dari orang lain, tanpa harus setuju dengan pendapat mereka (Obinyan, 2004). Osborn (1993) menyatakan bahwa kunci dari toleransi adalah menerima orang apa adanya. Senada dengan pendapat tersebut, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata toleran berarti bersifat menenggang (menghargai, membiarkan,
membolehkan)
pendirian
(pendapat,
pandangan,
kepercayaan,
kebiasaan,kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri (Pusat Bahasa Departemen PendidikanNasional, 2005). Dalam Cambridge international dictionary of English, kata toleransi diartikan sebagai kemauan seseorang
2
untuk menerima tingkah laku dan kepercayaan yang berbeda dari yang dimiliki, meskipun ia mungkin tidak menyetujui atau mengizinkannya (Procter, 2001). Toleransi beragama pun tidak akan lepas dari sikap sikap religiusitas, dimana religiusitas merupakan aspek yang telah dihayati oleh individu di dalam hati, getaran hati nurani pribadi dan sikap personal (Mangunwija, 1986). Dister (dalam Ghufron, & Risnawati, 2010) mendefinisikan religiusitas sebagai keberagamaan karena adanya internalisasi agama ke dalam diri seseorang. Glock dan Stark (dalam Ghufron, & Risnawati, 2010) merumuskan religiusitas
sebagai
komitmen religius
(yang
berhubungan dengan agama atau keyakinan iman), yang dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu yang bersangkutan dengan agama atau keyakinan iman yang dianut. Dengan kata lain, religiusitas bukan hanya berkaitan dengan agama yang di yakini, melainkan berkaitan pula dengan keyakinan iman yang dapat mempengaruhi sikap seseorang. Sikap toleransi agama sendiri diartikan
berdasar
Ensiklopedi nasional
Indonesia, toleransi beragama adalah sikap bersedia menerima keanekaragaman dan kebebasan beragama yang dianut dan kepercayaan yang diyakini oleh pihak atau golongan lain. Hal ini dapat terjadi karena keberadaan dan eksistensi suatu golongan, agama atau kepercayaan, diakui atau dihormati oleh pihak lain. Pengakuan tersebut tidak terbatas pada persamaan derajat, baik dalam sistem kenegaraan, tatanan kemasyarakatan maupun di hadapan Tuhan Yang Maha Esa, tetapi juga perbedaanperbedaan dalam cara penghayatan dan peribadatannya yang sesuai dengan alasan kemanusiaan yang adil dan beradab (Tim Penyusun Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1996). Reese (1999) menyatakan bahwa praktek toleransi agama tumbuh setelah melalui fase-fase penyesuaian dan pertemuan antar agama.
3
Disisi lain, sikap-sikap yang menjadi dasar Indonesia tentang nilai-nilai religiusitas dan toleransi belumlah terlihat, hal ini dapat di lihat dari masih banyaknya laporan kepada Komnasham, dalam catatan Jimly Asshiddiqie pada “Toleransi Terhadap Umat Kristiani Ditinjau Dari Fundamentalisme Agama dan Kontrol Diri” selama tahun 2011-2013, pengaduan tentang peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan begitu tinggi. Pada 2010 Komnas HAM menerima 84 buah pengaduan, pada 2011 pengaduan yang masuk sebanyak 83 kasus, Pada tahun 2012 tercatat 68 pengaduan dan Pada tahun 2013 Komnas menerima 39 berkas pengaduan. Selain itu, Asshiddiqie mengatakan dalam hubungan antar agama, juga banyak muncul kasus-kasus yang terjadi di masa reformasi 15 tahun ini, seperti pelanggaran terhadap para penganut Ahmadiyah, penganut Syi’ah, pelarangan terhadap pembangunan gereja, dan lain-lain. Hal itu sangat bertolak belakang dengan nilai-nilai religiusitas dan toleransi beragama. Fenomena tersebut juga diperkuat dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fatiah (2012), yang berpendapat bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat religiusitas terhadap toleransi beragama, hal ini terbalik dengan penelitian Russell Powell dan Steve Clarke yang berpendapat faktor religiusitas berpengaruh terhadap sikap toleransansi. Dari perbedaan hasil penelitiaian dan masih sedikitnya penelitian hubungan antara religiusitas dengan toleransi beragama mendorong penulis untuk meneliti hubungan antara kedua variabel ini. Penulis melakukan penelitian ini di Salatiga berdasarkan kesimpulan dari hasil dari wawancara dengan dengan 5 masyarakat Salatiga yang terdiri dari tokoh agama, tokoh masyarakat dan mahasiswa berkaitan dengan toleransi beragama. Sikap-sikap toleransi masyarakat Salatiga cukup terlihat, hal ini terlihat pula dengan adanya tempat-
4
tempat ibadah seperti greja dan masjid yang saling berhadap-hadapan dan masyarakat yang beribadah tidak pernah mengalami konfik. Tetapi masih ada pula permasalahan seperti sulitnya mendapat ijin untuk membangun tempat ibadah dan isu-isu penolakan kepada instasi-instasi berdasar agama juga terjadi di Salatiga. Hal-hal itu pula mendorong penulis untuk meneliti pada masyarakat Salatiga. Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang penelitian, maka perumusan masalah adalah apakah ada hubungan antara tingkat religiusitas dengan toleransi agama ? Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji secara empirik hubungan positif dan signifikan antara tingkat religiusitas dengan toleransi agama. Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan akan manfaat reigiusitas terhadap toleransi dan diharapkan dapat meningkatkan sikap religiusitas dan toleransi di masyarakat. TINJAUAN PUSTAKA TOLERANSI AGAMA Kata toleransi diambil dari bahasa Latin tolerare yang berarti menahan atau memikul. Toleran di sini diartikan dengan saling memikul walaupun pekerjaan itu tidak disukai; atau memberi tempat kepada orang lain, walaupun kedua belah pihak tidak sependapat (Siagian, 1993). Menurut Bukhori(2012) berpendapat toleransi agama dapat diartikan sebagai kesediaan seseorang untuk menghormati dan membolehkan pemeluk agama untuk
5
melaksanakan ibadah menurut ajaran dan ketentuan agama masing-masing yang diyakini. Aspek-aspek Toleransi Agama Hasyim mengemukakan beberapa aspek-aspek toleransi (Hasyim, 1979) yaitu: a. Mengakui hak setiap orang, yakni mengakui hak asasi manusia pada umumnya yang telah disepakati bersama b. Menghormati
keyakinan
orang
lain,
yakni
memberikan
penghargaan dan kesantunan dalam memahami keyakinan yang berbeda c. Setuju dalam perbedaan, yakni menerima perbedaan baik dalam keyakinan maupun pendapat dalamkemasyarakatan d. Saling pengertian, yakni saling menerima dan memahami apa yang ada pada masing – masing keyakinan e. Kesadaran dan Kejujuran yakni upaya diri dalam melihat realitas sosial yang ada bahwa mengakui dengan jujur bahwa ada perbedaan yang nyata pada keyakinan dan kemasyarakatan.
6
Faktor-faktor yang mempengaruhi toleransi beragama Allport (1954) banyak menjelaskan faktor yang mempengaruhi toleransi pada diri seseorang merupakan hasil dari interaksi faktor yang mempunyai arah yang sama,yang secara garis besar dapat digolongkan ke dalam tiga faktor utama yaitu: 1. Awal kehidupan Orang-orang toleran yang dilahirkan dan dibesarkan dengan atmosfir yang positif. Mereka merasa diterima, dicintai oleh keluarganya terlepas apa pun yang mereka lakukan. Mereka dibesarkan dalam suasana yang penuh dengan perlindungan bukan dengan suasana yang penuh ancaman. Mereka mempunyai sikap yang lugas dalam beragama terhadap orang tuanya. Mereka mampu menanganinya secara memuaskan tanpa harus tertekan atau pun mereka menjadi pencari kesalahan orang lain. Keluwesan mental terbaik pada orang toleran adalah tampil pada penolakkannya terhadap logika dua sisi (abu-abu). Di sekolah, orangorang toleran tidaklah terpaku harus membuat sesuatu secara persis, sesuai urutan, interaksi atau penjelasan sebelum mereka melakukan tugas atau pekerjaan tertentu. Mereka mampu toleran terhadap hal-hal yang kabur, mereka tidak menuntut kejelasan dan kestrukturan sesuatu. Mereka mempunyai toleransi yang cukup tinggi terhadap frustasi. Mereka tidak mudah panik dalam keadaan terancam, dan tidak menampakkan konflik. Bila ada kekeliruan, mereka tidak secara langsung menyalahkan orang lain, sebaliknya dirinya sendiri meski pun ia tidak akan terjatuh.
7
2. Pendidikan Toleransi adalah tanda intelegen, sementara over kategorisasi proyeksi, salah penempatan adalah tanda kebodohan. Meskipun demikian masih dipertanyakan apakah pendidikan tinggi secara otomatis membuat orang menjadi toleran. Pendidikan yang tinggi mengurangi perasaan tidak aman (insecurity) dan kecemasan pada seseorang. Pendidikan membuat seseorang melihat keadaanya masyarakatnya sebagai suatu keseluruhan dan memandang bahwa kemakmuran suatu kelompok berkaitan dengan seluruh kelompok yang ada. Allport menjelaskan, berdasarkan penelitian bahwa pengetahuan tidaklah membuahkan toleransi. Demikian pula pendidikan tidak mempunyai hubungan erat dengan sikap
seseorang.
mengingkatkan
Pendapat
rasa
aman
yang
menyatakan
lebih
mempertinggi
bahwa
pendidikan
kebiasaan
orang
akan untuk
bersikapkritis. Akan tetapi ini pun lebih berupa hasil dari latihan khusus dalam masalah antar budaya yang diperoleh pada tahun-tahun sebelum sekolah, kecil sekali yang disebabkan oleh latihan-latihan di kampus. Meskipun pendidikan, khususnya pendidikanan berbudaya, menghasilkan toleransi. Hal ini tidak berlangsung begitu saja. Korelasi keduanya memang cukup menarik, meski pun tidak bermakna. Allport sendiri mempunyai sikap yang tidak setuju terhadap pernyataan,“The whole problema prejudice is a matter of education” (Allport,1954).
8
3. Kemampuan empati Kemampuan empati atau the ability to size up people atau disebut sebagai intelegensi sosial atau kepekaan sosial. Orang yang toleran lebih akurat dalam menentukan
kepribadian
orang
lain,
mereka
mempunyai
kemampuan
menempatkan diri pada keadaan orang lain. Mereka peka terhadap prasangka pemikiran orang lain.
Religiusitas Glock dan Stark (1968) merumuskan religiusitas sebagai komitmen religius (yang berhubungan dengan agama atau keyakinan iman), yang dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu yang bersangkutan dengan agama atau keyakinan iman yang dianut. Dimensi religiusitas Dimensi religiusitas menurut Glock dan Stark (1968) terdiri dari: a. TheBelief Dimension atau Ideologi Dimensi ini berisi pengharapan – pengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin tersebut. Misalnya keyakinan akan adanya malaikat, surga, dan neraka. b. Religious Practice atau Praktik Agama Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, pelaksanaan ritus formal keagamaan, ketaatan, dan hal–hal yang dilakukan orang untuk menunjukan komitmen terhadap agama yang dianutnya.
9
Praktik–praktik keagamaan ini terdiri atas dua kelas penting, yaitu: 1. Ritual, mengacu kepada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal dan praktik-praktuk
suci
yang
semua
mengharapkan
para
pemeluk
melaksanakannya. 2. Ketaatan, apabila aspek ritual dari komitmen sangat formal dan khas, publik, semua agama yang dikenal juga mempunyai seperangkat tindakan persembahan dan kontemplasi yang relatif spontan, informal dan khas pribadi. c. The Experience Dimension atau Dimensi Pengalaman Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan, persepsi, dan sensasi yang dialami seseorang atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan (masyarakat) yang melihat komunikasi, walaupun kecil, dalam suatu esensi ketuhanan yaitu dengan Tuhan, kenyataan terakhir, dengan otoritas transendental. d. Religious Knowledge atau Dimensi Pengetahuan Dimensi ini mengacu pada harapan bagi orang–orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar–dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi. e. Religious Consequences Dimension atau Dimensi Konsekuensi Dimensi
ini
mengacu
pada
identifikasi
akibat-akibat
keyakinan
keagamaan, praktik, pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Dengan kata lain, sejauh mana implikasi ajaran agama memengaruhi perilakunya.
10
Fungsi religiusitas Menurut Allport dan Ross, (dalam Tongeren, Raad, McIntosh, & Pae, 2013) fungsi religiusitas yaitu: a. Salah satu sebagai penata dunia dengan ilmu epistimologis dan ontological yang di dalamnya mengandung banyak makna. b. Menawarkan keabadian simbolis atau literal bagi para pengikutnya, untuk mengurangi ancaman kematian. c. Membatasi batas – batas moral sehingga individu memiliki hidup yang benar oleh karena itu individu dapat dikatakan memenuhi standar dalam pandangan dunia dan budaya.
HUBUNGAN RELIGIUSITAS DENGAN TOLERANSI Religiusitas merupakan aspek yang telah dihayati oleh individu di dalam hati, getaran hati nurani pribadi dan sikap personal (Mangunwija, 1986). Hal serupa juga diungkapkan oleh Glock & Stark (Dister, 1988), mengenai religiusitas yaitu sikap keberagamaan yang berarti adanya unsur internalisasi agama ke dalam diri seseorang. Glock dan Stark (dalam Ghufron, & Risnawati, 2010), merumuskan religiusitas sebagai komitmen religius (yang berhubungan dengan agama atau keyakinan iman), yang dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu yang bersangkutan dengan agama atau keyakinan iman yang dianut. Jika dilihat berdasarkan pengertian tersebut sikap religiusitas dapat mempengaruhi sikap seseorang, dapat di lihat pula Allport (dalam
11
Bakhori 2012) mengungkapkan bahwa religiusitas agama merupakan salah satu dasar yang bisa menimbulkan toleransi, namun agama juga bisa menyebabkan intoleransi. Toleransi sendiri merupakan kesediaan mengenali dan menghargai keyakinan, praktik-praktik, perilaku, dan sebagainya dari orang lain, tanpa harus setuju dengan pendapat mereka (Obinyan, 2004). Osborn (1993), menyatakan bahwa kunci dari toleransi adalah menerima orang apa adanya. Menurut Ensiklopedi nasional Indonesia, toleransi beragama adalah sikap bersedia menerima keanekaragaman dan kebebasan beragama yang dianut dan kepercayaan yang diyakini oleh pihak atau golongan lain. Dapat dilihat pula sikap toleransi seseorang akan di penagruhi oleh sikap atau pandangan tentang suatu agama atau sikap religiusitas seseorang
Hipotesis Ada hubungan positif signifikan antara religiusitas terhadap tolerasi agama. Artinya semakin tinggi tingkat religiusitas seseorang maka semakin baik toleransi agama yang dimiliki.
Metodologi penelitian Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif.Menurut Azwar (2008), pada pendekatan penelitian kuantitatif, data penelitian hanya akan dapat diinterpretasikan dengan lebih objektif apabila diperoleh lewat suatu proses pengukuran di samping valid dan reliabel, juga objektif. Variabel-variabel yang akan dilibatkan dalam penelitiani adalah:
12
a. Variabel terikat (Y) : toleransi agama b. Variabel bebas (X) : religiusitas
Subjek Penelitian Partisipan penelitian ini berjumlah 100 orang .partisipan yang diambil berdasarkan karakteristik - karateristik yang telah ditentukan. Azwar (2012) menyatakan bahwa sampel yang diambil dalam sebuah penelitian minimal berjumlah 60 orang. Oleh karena itu sampel sejumlah 100 orang untuk mengantisipasi apa bila ada sampel yang gugur Karakteristik sampel dalam
penelitian ini adalah masyarakat Salatiga yang
berusia 21 - 40 tahun . Penelitian mengambil sempel berusia 21 - 40 tahun di karenakan pada usia tersebut seseorang sudah diaharapkan mampu untuk mengambil keputusan. Prosedur Sampling Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik Sampling Insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok dengan sumber data (Sugiyono, 2012:96). Instrumen Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan instrumen berbentuk skala, yaitu skala toleransi agama dan skala religiusitas. Skala yang digunakan untuk mengukur toleransi agama ini menggunakan skala yang disusun oleh penulis sendiri perdasarkan Hasyim (1979) dan penilaian skala ini makin tinggi skor total yang diperoleh individu
13
menunjukan toleransi agama makin tinggi, sedangkan makin rendah skor total yang diperoleh menunjukan toleransi lemah atau rendah. Skala toleransi agama berjumlah 40 aitem yang terdiri dari 23 item favorabel dan 17 item unfavorable. Pada skala ini tersebut dikatakan valid apabila koefisien korelasinya
0,25. Hasil uji seleksi item dan
reliabilitas pada putaran pertama didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,927 yang berarti alat ukur tersebut tergolong reliabel. Item yang gugur berjumlah 2 item, yaitu nomor 9 dan 18 . Skala yang digunakan untuk mengukur religiusitas menggunakan skala yang disusun oleh Wulandari (2015) dan telah dimodifikasi serta diadaptasikan sendiri oleh penulis berdasarkan teori Glock dan Stark (1968). Penilaian skala ini makin tinggi skor total yang diperoleh individu menunjukan religiusitasnya makin tinggi, sedangkan makin rendah skor total yang diperoleh individu menunjukan religiusitasnya lemah atau rendah. Skala religiusitas berjumlah 22 aitem yang terdiri dari 14 item favorable dan 8 item unfavorabel. Pada skala ini tersebut dikatakan valid apabila koefisien korelasinya 0,25. Skala ini memiliki hasil uji seleksi item dan reliabilitas pada putaran pertama didapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0,822 yang berarti alat ukur tersebut tergolong reliabel. Item yang gugur berjumlah 5 item, yaitu nomor 5, 7, 10, 16 dan 18. Penentuanpenentuan item valid menggunakan ketentuan dari Azwar (2012) yang menyatakan bahwa item pada skala pengukuran dapat dikatakan valid apabila ≥ 0,25. Selanjutnya pada tahap pembuatan skala toleransi agama dan religiusitas pada penulisan. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert yang berjenjang satu sampai lima. Pada masing-masing aitem terdapat empat alternatif jawaban, yang sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai
14
(STS). Item favorable, jawaban SS mendapatkan nilai 4 S nilainya 3, TS nilainya 2, STS nilainya 1 dan item unfavorable , jawaban SS mendapatkan nilai 1 S nilainya 2, TS nilainya 3, STS nilainya 4.
Teknik Analisis Data Metode analisis menggunakan uji korelasi untuk melihat hubungan positif yang signifikan antara tingkat religiusitas dengan toleransi agama yang perhitungan analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan SPSS (Statistical Product & Service Solution) seri 16.0 for windows.
HASIL PENELITIAN
Deskripsi Data Penelitian Religiusitas dan Toleransi Agama Variabel
N
Religiusitas Toleransi Agama
Data Hipotetik Mean Skor SD Min Max
Data Empirik Mean Skor Min Max
SD
100
55
22
88
11
74
62
86
4
100
100
40
160
20
131
102
160
9,67
Kategorisasi Skor Religiusitas
No. 1. 2. 3.
Skor 88 > X ≥ 66 44 ≤ X < 66 22 ≤ X < 44
Kategori Tinggi Sedang Rendah Total
Mean 57,93
Frekuensi Persentase 90 90 % 10 10 % 0 0% 100 100,0%
15
Berdasarkan tabel kategorisasi skor religiusitas dapat di lihat jika tingkat religiusitas masyarakat Salatiga pada kategori sedang dengan mean 57,93. Dengan 90 % pada kategori tinggi dan 10 % pada kategori sedang. Kategorisasi Skor Toleransi Agama No. 1. 2. 3.
Skor 160 > X ≥ 120 80 ≤ X < 120 40 ≤ X < 80
Kategori Tinggi Sedang Rendah Total
Mean 132,79
Frekuensi Persentase 91 91 % 9 9% 0 0% 100 100,0%
Berdasarkan tabel kategorisasi skor toleransi agama dapat di lihat jika tingkat toleransi agama masyarakat Salatiga pada kategori tinggi dengan mean 132,79. Dengan 91 % pada kategori tinggi dan 9 % pada kategori sedang. Uji Normalitas Hasil Uji Normalitas Religiusitas dengan Toleransi Agama
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Religusitas Toleransi N Normal Parameters
a
Most Extreme Differences
100
100
Mean
57.93
132.79
Std. Deviation
5.211
13.521
Absolute
.121
.093
Positive
.082
.079
Negative
-.121
-.093
1.213
.931
.105
.352
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal.
16
Berdasarkan uji hasil pengujian normalitas, kedua variabel memiliki signifikansi p>0,05. Variabel religiusitas memiliki nilai K-S-Z sebesar 1,213 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,105 (p > 0.05). Oleh karena nilai signifikansi p>0,05, maka distribusi data religiusitas berdistribusi normal. Hal ini juga terjadi pada variabel toleransi yang memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,931 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,352, maka data toleransi agama juga berdistribusi normal.
Uji Linearitas Uji linearitas dilakukan untuk menguji integritas hubungan data yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Dengan kata lain, pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas berhubungan dengan variabel terikat atau tidak. Untuk perhitungannya, uji linieritas dilakukan dengan menggunakan SPSS seri 16.0 for windows yang dapat dilihat pada Tabel berikut: Hasil Uji Linearitas Religiusitas dengan Toleransi Agama
ANOVA Table Sum of Squares tolera Between nsi * Groups religu sitas
(Combined)
Mean Square
Df
F
Sig.
5449.173
21
259.484
1.600
.071
Linearity
249.205
1
249.205
1.537
.219
Deviation from Linearity
5199.968
20
259.998
1.603
.073
Within Groups
12649.417
78
162.172
Total
18098.590
99
17
Dari hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 1,600 dengan sig.= 0,071 (p>0,05) yang menunjukkan hubungan antara tingkat religiusitas dengan toleransi agama adalah liner. Analisis Korelasi Perhitungan analisis data dilakukan setelah uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan SPSS seri 16.0 for windows. Hasil korelasi antara tingkat religiusitas dengan toleransi agama sebagai berikut Hasil Uji Korelasi antara Religiusitas dengan Toleransi Agama
Correlations Religusitas Religusitas
Pearson Correlation
1
Sig. (1-tailed)
Toleransi
Toleransi .117 .122
N
100
100
Pearson Correlation
.117
1
Sig. (1-tailed)
.122
N
100
100
Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien kolerasi tingkat religiusitas dengan tolerasnsi agama sebesar 0,117 dengan sig. = 0,122 (p > 0.05) yang berarti tidak ada hubungan antara tingkat religiusitas dengan toleransi agama di Salatiga.
18
Pembahasan Berdasarkan hasil uji perhitungan korelasi, keduanya memiliki r sebesar 0,117 dengan signifikansi sebesar 0,112 (p > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan antara tingkat religiusitas dan toleransi agama. Selaras dengan hal itu dalam penelitian Fatiah (2013), juga berpedapat bahwa tidak ada korelasi antara tingkat religiusitas dengan toleransi. Dapat dilihat pula jika tingkat religiusitas masyarakat kota Salatiga pada katergori sedang. Menurut Flowler (1995), religiusitas merupakan sarana perwujutan kepercayaan yang terkait erat faktor historis, sosial, ekonomi dan budaya yang saling mempengaruhi. Flowler juga berpendapat bahawa religiusitas merupakan sarana untuk menyalurkan dan mengarahkan seluruh cinta dan keinginan kita untuk berpartisipasi terhadap Yang Ilahi, melalui hal ini dapat diartikan jika religiusitas memiliki fokus dan tujun kepada Yang Ilahi atau Tuhan.
Pada tingakat toleransi agama di Salatiga, termasuk pada kategori tinggi. Toleransi agama sendiri dapat di pengaruhi oleh faktor lain Reese (1999) menyatakan bahwa praktek toleransi agama tumbuh setelah melalui fase-fase penyesuaian dan pertemuan antar agama pada sutu pemerintahan. yakni territorialism , latitudinarianism, dan pax dissidentium. Territorialism
padat diartikan dimana setiap daerah hanya
mengakui dan memaksakan satu agama yang sah dan meminta penganut agama lain untuk berpindah ke tempat lain. Latitudinarianism, masa di mana satu agama diakui sebagai agama yang berkuasa walaupun jumlah pengikutnya sedikit dan
pax
dissidentium masa di mana kebebasan semua agama telah dijamin sepenuhnya. Indonesia pun dapat di katakan mencapai tahapan pax dissidentium yang tercermin
19
dalam Pancasila dan dasar negara yang menjamin dan memberikan kebebasan dalam beragama.
Selain itu sikap toleransi juga dapat dikarenakan oleh tahapan-tahapan iman Flowler (1995), di mana tahap pertama ialah kepercayaan dan elementer, yang ditandai dengan cinta rasa yang bersifat praverbal terhadap kondisi-kondisi eksitesnsi, yaitu rasa percaya dan setia yang elementer pada semua orang dan lingkungan yang mengasuh bayi. Tahap ke-2 kepercayaan Intuitif-proyektif yang didorong oleh rasa diri yang terbagi antara keinginan untuk mengespresikan dorongan hatinya dan ketekutannya akan ancaman hukuman karena kebebasan yang tanpa batas dan tanpa kekang. Tahap ke-3 kepercayaan mistis-harafiah, tahap ini terjadi ketika seorang anak mulai berpikir secara logis, dan mengatur dunia dengan kategori-kategori baru seperti kategori rungan dan waktu. Tahap ke-4 kepercayaan sintetis-konvensional, tahapan ini muncul dikarenakan oleh orang lain yang berarti bagi diri diri seseorang sehingga dapat merubah pandangan hidupnya. Tahap ke-5 kepercayaan individu-reflektif pada tahap ini seseorang mengalami perubahan yang mendalam dan menyeluruh dalam hidupnya. Pada tahap ini individu memiliki identitas diri yang khas dan otonomi tersendiri. Tahap ke-6 kepercayaan konjungtif pada tahap ini individu menyadari bahwa ia bukanlah semata-mata egorasional yang memiliki sifat sewenang-wenang dan satu dimensional, tetapi berakar dalam suatu lapisan psikis yang mendalam, yaitu ketaksadaran. Tahap ke7 ialah tahap kepercayaan universal, pada tahap ini individu dapat mengerti dan menerima perbedaan-perbedaan yang ada. Pada tahap inilah individu dapan memiliki sifat toleran kepada setiap agama dan perbedaan yang ada.
20
Ada pula Penelitian Denney (2008) dan Bizumic & Duckitt (2007) (dalam Bukhori 2012)
juga menunjukkan bahwa fundamentalisme agama berkaitan pula
dengan intoleransi dan tolerasi terhadap pemeluk agama lain, Seseorang yang memiliki fundamentalisme tinggi cenderung untuk melakukan truth claim, menganggap diri atau kelompoknya sendiri yang paling benar dan menyalahkan hasil interpretasi orang lain. Sebagai akibat dari pandangan dan keyakinan yang demikian itu, mereka cenderung tertutup, dan tidak mau menerima pandangan dan sikap yang berbeda. Selin itu Allport (1954) banyak menjelaskan faktor yang mempengaruhi toleransi pada diri seseorang merupakan hasil dari interaksi faktor yang mempunyai arah yang sama salah satu faktornya adalah pendidikan. Allprot juga mengatakan toleransi adalah tanda intelegen, sementara over kategorisasi proyeksi, salah penempatan adalah tanda kebodohan. Meskipun demikian masih dipertanyakan apakah pendidikan tinggi secara otomatis membuat orang menjadi toleran. Pendidikan yang tinggi mengurangi perasaan tidak aman (insecurity) dan kecemasan pada seseorang. Pendidikan membuat
seseorang
melihat keadaanya masyarakatnya sebagai suatu keseluruhan dan memandang bahwa kemakmuran suatu kelompok berkaitan dengan seluruh kelompok yang ada. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi sikap tolerasi agama.
21
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara tingkat religiusitas dengan tolerasi agama di Salatiga, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Koefisien korelasi antara religiusitas dengan tolerasnsi agama di Salatiga adalah sebesar 0,117 dengan signifikansi 0,112 (p > 0,05), artinya tidak ada hubungan antara tingkat religiusitas dan toleransi agama di Salatiga. 2. Tingkat religiusitas masyarakat Salatiga, pada kategori sedang dengan mean 57,93. 3. Tingkat toleransi agama masyarakat Salatiga pada ketegori tinggi dengan mean 132,79. 4. Ada kemungkinan jika toleransi agama di pengaruhi oleh faktor - faktor lain seperti, fase-fase penyesuaian dan pertemuan antar agama, perkembangan iman, fundamental agama, dan pendidikan. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1.
Bagi masyarakat Masyarakat meningkatkan
diharapkan
tingkat
mampu
religiusitas
dan
untuk toleransi
mempertahankan agama,
menghormati dan tidak mengalangi orang lain beribadah.
seperti
dan saling
Walau pun dalam
penelitian ini mendapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara tinggat religiusitas
dan
toleransi
agama,
sehingga
masyarakat
harus
dapat
menyeimbangkan tingkat religiusitas dan sikap toleransi antar umat beragama.
22
2. Bagi pemerintah dan tokoh agama Diharapakan pemerintah dan tokoh-tokoh agama yang dapat berpengaruh besar dalam
sikap masyarakat yang berbudaya dan beragama, untuk bisa
mengarahkan masyarakt menyeimbangkan sikap religiusitas dan sikap toleransi antar agama.bukan hanya mengutamakan sikap religiusitasnya saja, hal ini juga dikarenakan tidak adanya hubungan antara tinggakat religiusitas dengan toleransi agama. Sehingga tidak ada lagi konfik-konfik yang muncul di karenakan perbedaan agama. 3. Bagi peneliti selanjutnya. Apabila ada peneliti lain yang ingin meneliti mengenai tingkat religiusitas dan toleransi agama, dapat meneliti dengan metode kualitatif untuk meneliti terlebih lajut tentang aspek-aspek yang tidak dapat diteliti dengan metode kuantitatif. Selain itu peneliti juga dapat mempertimbangkan faktor lain seperti iman, fundamental agama atau faktor pendidikan dalam hubungan dengan toleransi agama. Untuk pemilihan sampel pun peneliti selanjutnya dapat membah jumlah sampel dan jumlah kriteria sampel seperti latar belakan pendidikan dan pekerjaan.
23
Daftar pustaka Allport, G. W. (1954) The nature of prejudice. Boston : The Beacon Press. Asshiddiqie, J. (t.t). Toleransi Dan Intoler Ansi Beragama Di Indonesia Pasca Reformasi. http ://www.jimly.com/makalah/namafile/156/INTOLERANSI BERAGAMA.pdf. Azwar, S. (2008).Penyusunan skala psikologi. Yogayakarta: Pustaka Pelajar. Azwar,S.(2012).Penyususnan skala psikologi. (Edisi ke-2). Yogyakarta: PustakaPelajar. Bukhori. (2012). Toleransi Terhadap Umat Kristiani Ditinjau Dari Fundamentalisme Agama dan Kontrol Diri (Studi pada Jamaah Majelis Taklim di Kota Semarang). Skripsi. Semarang: IAIN Wali Songo. Departemen Pendidikan Nasional.Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996). Edisi Ketiga Jakarta : Balai Pustaka Dister, N.S. (1988).Psikologi Agama. Yogyakarta :Kanisius Flowler, J. W. (1995). Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan. Yogjakarta;Kanisius Yogjakarta. Hasyim, U. (1979). Toleransi dan Kemerdekaan beragama dalam islam sebagai dasar menuju dialog dan kerukunan antar agama. Surabaya: Bina Ilmu Huber, S., & Huber, O. W. (2012). The Centrality of Religiosity Scale (CRS).Religions, 3(3), 710-724. Mangunwijaya, Y. B. (1986). Menumbuhkan Sikap Religiusitas Anak. Jakarta :Gramedia Muhammad, H. (2009). Plu ralisme sebagai keniscayaan teologis. Dalam A. M. Ghazali. Argumen pluralisme agama; Membangun toleransi berbasis Al Qur'an (h. xiiixiv). Jakarta: KataKita. Obinyan, E. (2004). Differential adolescent delinquency tolerance and the effect of race and gender. Dissertation. Florida: University of South Florida. Osborn, K. (1993). Tolerance. New York: The Rosen Publishing Group, Inc. Procter, P. (Ed). 2001. Cambridge international dictionary of English. Cambridge: Cambridge University. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
24
Reese, W. L. 1999. Dictionary of philosophy an religion, Eastern & Western tought. New York: Humanity Books. Powell, R., Clarke, S. (n.a). Religion, Tolerance and Intolerance. Jurnal University of Oxford. 1-36 Siagian, S. H. (1993). Agama-agama di Indonesia. Salatiga: Satya Wacana. Stark, R. dan Glock, C. Y. (1968). American piety: the nature religious comitment. University of California perss: London. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Administrasi. Cetakan Ke-20. Penerbit Alfabeta. Bandung. Subandi,. (2013). Psikologi agama dan kesehatan mental. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sugiyono, (2012). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan r & d. Bandung: Alvabeta. Tafiah. 2012 . Hubungan Tingkat Religiusitas dengan Toleransi Siswa Musilim SMK N 2 Salatiga. Tahun 2011/2012. Skripsi. Salatiga; IAIN Salatiga. Tim Penyusun Ensiklopedia. (1996). Ensiklopedia nasional Indonesia. Jakarta: PT. Cipta Abdi. Tongeren, D. R., Raad, J. M., McIntosh, D. N., & Pae, J. (2013). The Existential Function of Intrinsic Religiousness: Moderation of Effects of Priming Religion on Intercultural Tolerance and Afterlife Anxiety. Journal for the Scientific Study of Religion, 52(3), 508-523. Purwanto.(2008). Metodologi peneltian kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Wulandari, 0. K. (2015). Hubungan Antara Religiusitas Dengan Kecemasan Istri Anggota TNI AD di Asrama Batalyon yang Suaminya Bertugas di Daerah Konfik. (Skipsi). Salatiga. Universitas Kristen Satya Wacana.