Hubungan antara Self-regulated Learning dengan Selfefficacy pada Siswa Akselerasi Sekolah Menengah Pertama di Jawa Timur Nono Hery Yoenanto Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya
Abstract. The purpose of this study was to know the correlation between self-regulated learning and selfefficacy among accelerated student in East Java. Respondents in this research are four schools: SMPN 1 in Bondowoso, SMPN 1 Tuban, SMPN 2 Jember and SMPN 1 Surabaya. Self-regulated learning was measured with questionairre originally constructed by Vallerand, and self-efficacy was measured by questionnaire made by Matthias Jerusalem and Ralf Schawarzer. This study used Spearman's product moment. The result showed that there is a significant correlation between self-regulated learning and self-efficacy among accelerated student in state junior high school in East Java with r = 0.412.
Keywords: self-regulated learning, self-efficacy, accelerated students Abstrak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara self-regulated learning dengan selfefficacy pada siswa akselerasi di SMP di Jawa Timur. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa SMP yang ada di wilayah Jawa Timur. Sampel dalam penelitian ini ada 4 sekolah, yaitu: SMPN 1 di Bondowoso, SMPN 1 Tuban, SMPN 2 Jember dan SMPN 1 Surabaya. Untuk mengukur self-regulated learning menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh Vallerand dan kuesioner self-efficacy menggunakan kuesioner yang diciptakan oleh Matthias Jerusalem dan Ralf Schawarzer. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu korelasi product moment dari Spearman. Dari hasil penelitian, maka disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara selfregulated learning dengan self-efficacy pada siswa-siswa akselerasi di SMP Negeri di Jawa Timur dengan r = 0,412.
Kata kunci: self-regulated learning, self-efficacy, siswa akselerasi
Di era globalisasi diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas dan siap bersaing dengan negara lain. Namun untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kompetensi yang tinggi tidaklah semudah membalik telapak tangan. Menurut
Munandar (1999) Pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas pada hakikatnya menuntut adanya komitmen 1) identifikasi bakatbakat unggul dalam berbagai bidang dan 2) pemupukan dan pengembangan kreativitas yang dimiliki setiap orang yang pada dasarnya perlu
Korespondensi: Nono Hery Yoenanto, Departemen Psikologi Pendidikan dan Perkembangan. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Jalan Dharmawangsa Dalam Selatan 4-6 Surabaya, 60286, Telp. (031) 5032770, 5014460, Faks (031) 5025910. Email:
[email protected]
88
INSAN Vol. 12 No. 02, Agustus 2010
Nono Hery Yoenanto
untuk dikenali dan dirangsang semenjak usia dini. Anak berbakat atau juga diberi istilah anak cerdas istimewa adalah a gift from God and nature yang merupakan sumber daya manusia berkualitas dan bermakna yang tidak boleh disiasiakan. Dalam belajar, anak-anak cerdas istimewa memiliki self-regulated learning yang kuat dan positif untuk menunjang keberhasilannya. Mereka mampu menentukan sendiri tujuan belajarnya, mampu menumbuhkan rasa mampu diri (self-efficacy) untuk meraih target yang hendak dicapai, penataan lingkungan untuk menopang pencapaian target, menentukan sendiri bagaimana mendapatkan social support agar dapat sukses, melakukan evaluasi diri dan memonitor kegiatan belajarnya. Hal inilah yang membedakan anak cerdas istimewa dengan anakanak biasa. Apakah kenyataannya seperti ini terjadi pada anak cerdas istimewa di Indonesia khususnya di Jawa Timur. Dengan pertimbangan tersebut, apakah ada hubungan antara Self Regulated Learning dengan Self Efficacy pada siswa akselerasi di SMP di Jawa Timur.
Anak Cerdas Istimewa (gifted) Istilah gifted (anak cerdas istimewa) yang sering digunakan saat ini, pertama kalinya diperkenalkan oleh Guy Whipple dalam Monroe's Encyclopedia of Education untuk menunjukkan keadaan anak-anak yang memiliki kemampuan supernormal (Hawadi, 2002). Istilah yang menunjuk keadaan gifted sebelumnya ada bermacam-macam dan tidak satu pun definisi yang sama, meski demikian secara umum pengertian anak cerdas istimewa merujuk pada individu yang memiliki kemampuan memproses potensi yang luar biasa untuk pencapaian keberhasilan akademik atau pengejaran produksi intelektual. Renzulli (1978, dalam Munandar 1999) seorang pakar keberbakatan mengajukan evaluasi kelemahan beberapa konsepsi keberbakatan yang telah berkembang sekitar abad 18 sebagai konsepsi keberbakatan yang didominasi determinan tunggal (unifaktor) mengacu pada batasan IQ semata sedangkan konsepsi pada periode setelahnya telah menambahkan determinan lain s e p e r t i k re a t iv i t a s. Re n z u l l i ke m u d i a n mengajukan faktor komitmen terhadap tugas (motivasi) sebagai karakteristik keberbakatan INSAN Vol. 12 No. 02, Agustus 2010
terpenting yang masih kurang diperhatikan dari semua karakteristik keberbakatan. Konsepsi keberbakatan Renzulli ini kemudian lebih populer dikenal sebagai The Three Ring Conceptions dan keberbakatan merupakan interaksi (irisan) tiga kluster yang melibatkan kemampuan intelektual yang berada di atas rata-rata, kreativitas dan komitmen terhadap tugas yang tinggi. Tidak ada satu kluster pun yang dapat berdiri sendiri dalam mewujudkan keberbakatan sehingga interaksi antara 3 kluster merupakan syarat utama keberbakatan yang keberadaan dimunculkan secara nyata melalui tercapainya prestasi kreatifproduktif (Renzulli, 1978, dalam Hawadi, 2001:7). Interaksi dari ketiga kluster adalah resep penting untuk mencapai produktivitas sehingga dapat dikatakan sebagai pengikatan kreativitas dan bukan pelengkap ekstra dalam membentuk keberbakatan. Setiap kluster keberbakatan satu sama lain berperan sejajar dan penting dalam mewujudkan keberbakatan seseorang (Renzulli, Reis dan Smith, 1981, dalam Hawadi, 2001:7).
Tujuan Program percepatan belajar (akselerasi) Program percepatan belajar (akselerasi) sekarang istilahnya diganti dengan Program pendidikan cerdas istimewa adalah program layanan pendidikan khusus bagi peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dengan penyelesaian waktu belajar lebih cepat/lebih awal dari waktu yang telah ditentukan pada setiap jenjang pendidikan. Tujuan dari program akselerasi antara lain: 1. Memberikan kesempatan kepada peserta didik cerdas dan/ atau istimewa untuk mengikuti program pendidikan sesuai dengan potensi kecerdasan yang dimilikinya. 2. Memenuhi hak asasi peserta didik cerdas istimewa sesuai kebutuhan pendidikan bagi dirinya. 3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pembelajaran bagi peserta didik cerdas istimewa 4. Membentuk manusia berkualitas yang memiliki kecerdasan spiritual, emosional, sosial, dan intelektual serta memiliki ketahanan dan kebugaran fisik. 5. Membentuk manusia berkualitas yang
89
Hubungan antara Self-regulated Learning dengan Self-efficacy pada Siswa Akselerasi Sekolah Menengah Pertama di Jawa Timur
kompeten dalam pengetahuan dan seni, berkeahlian dan berketerampilan, menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab, serta mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan lebih lanjut dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. (Diknas, 2007).
dapat ditarik kesimpulan bahwa self-regulated learning adalah mengacu pada kemampuan dari siswa untuk memahami dan mengontrol belajarnya, dimana siswa memerlukan untuk mengontrol belajarnya melalui keyakinan akan motivasi yang produktif dan menggunakan strategi belajar kognitif.
Self-regulated Learning
Komponen dari self regulated learning
Self regulated learning adalah suatu usaha yang mendalam dan memanfaatkan sumber daya dan jaringan yang ada, memonitor dan meningkatkan proses yang mendalam Dengan kata lain, self regulated learning mengacu pada perencanaan dan memonitor proses kognitif dan a f e k t i f y a n g m e l i b a t k a n ke b e r h a s i l a n menyelesaikan tugas-tugas akademik (Kerlin, B.A. 1992). Menurut Schunk yang dikutip oleh Kerlin, B.A.(1992) self regulated learning adalah proses kognitif mulai dari menghadirkan informasi atau instruksi, memproses dan mengintegrasikan pengetahuan dan mengulang informasi. Sementara Menurut Eggen, P & Kauchak (2004: 389) self regulated learning adalah proses untuk menerima tanggung jawab dan mengontrol belajarnya sendiri. Self regulated didef inisikan cara bagaimana seseorang memonitor, mengontrol dan mengarahkan aspekaspek proses kognitif dan perilakunya. Self regulated learning mencakup beberapa aspek kognitif antara lain: 1. perencanaan: mengorganisir langkahlangkah meliputi menetapkan tujuan dengan cara harus mengidentikasi tujuantujuan, mengembangkan strategi dengan cara menganalisis tugas dan mendiskripsikan hasil yang diharapkan dengan mempertimbangkan kendala yang muncul. 2. monitoring: melibatkan kemampuan mengobservasi, melaporkan dan mengukur kemajuan terhadap tujuan; 3. mengevaluasi: meliputi mengevaluasi tujuan dan kemajuan dari evaluasi 4. memperkuat(reinforcing): ref leksi dan pemberian penghargaan termasuk pemberian reward.
Self-regulated learning memiliki tiga komponen yaitu: 1. mengamati diri sendiri (self-observation), yaitu dengan sengaja memberikan perhatian yang spesifik dari aspek perilaku dirinya sendiri, 2. penilaian dirinya sendiri (self-judgement), yaitu dengan membandingkan kemajuan sekarang dengan suatu tujuan secara standar, dan 3. reaksi dari dirinya sendiri (self-reaction), yaitu dengan membuat respon yang evaluatif terhadap penilaian kinerja dirinya sendiri. Menurut Schunk & Zimmerman (1994) Ketrampilan self regulated learning meliputi: 1) m e n e t a p k a n t u j u a n p e r fo m a n s i nya , 2 ) merencanakan dan mengelola waktu, 3) memiliki keyakinan yang positif tentang kemampuannya, 4) memperhatikan dan konsentrasi pada instruksi, 5) mengorganisir secara efektif, mengulang dan mengkode informasi, 6) menetapkan lingkungan kerja yang kondusif, 7) memanfaatkan sumber daya sosial secara efektif, 8) memfokuskan pada pengaruh positif, 9)membuat atribusi kegagalan dan keberhasilan.
Self-efficacy Istilah self-efficacy pertama kali diciptakan oleh Albert Bandura pada tahun 1977. Menurut Betz, N.E & Hackett, G (1988) Self efficacy mengacu pada keyakinan akan kemampuan dari individu untuk berhasil melaksanakan tugastugas atau perilaku yang diharapkan. Teori selfefficacy dianggap salah satu pendekatan dari penerapan teori belajar sosial atau teori kognitif sosial. Senada Dengan Betsz, menurut Elliot, N.S, Kratochwill, T.R,& Travers, J.F (2000) self-efficacy adalah keyakinan dari diri individu pada kemampuannya untuk mengontrol kehidupannya atau perasaan untuk merasa mampu. Menurut
Dari beberapa pengertian para ahli maka
90
INSAN Vol. 12 No. 02, Agustus 2010
Nono Hery Yoenanto
teori dan penelitian dari Bandura (Schawarzer, R.1998) self efficacy membuat suatu perbedaan bagaimana individu: 1) merasa (feel), 2) berfikir (think) dan 3) bertindak (act). Self efficacy juga membuat seseorang memilih situasi yang menantang, mengeksplorasi lingkungannya atau menciptakan lingkungan yang baru. Menurut Bandura dalam (Eggen, P & Kauchak, 2004: 361) Self-efficacy adalah suatu keyakinan tentang kemampuan diri sendiri dalam mengorganisir dan melengkapi suatu tugas yang dipersyaratkan untuk memenuhi suatu tugas yang spesifik. Self efficacy fokus pada mengorganisir dan melengkapi tugas lebih spesifik dan dalam situasi yang termotivasi (Bong & Clark, 1999). Misalnya siswa yang memiliki self-efficacy yang tinggi pada pelajaran matematika, ketika ia menjumpai soal-soal yang pelik ia yakin dapat memecahkannya. Pengertian merasa, orang yang memiliki self-efficacy yang rendah berkaitan dengan depresi, kecemasan, ketidakberdayaan, harga diri yang rendah dan pesimis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi selfefficacy Bandura yang dikutip oleh Betz, N.E & Hackett, G (1988) mengemukakan ada empat sumber informasi yang spesifik untuk dipelajari dan dimodifikasi, yaitu: 1. perfomansi sebelummnya (past performance), yaitu pengalaman keberhasilan sebelummnya adalah paling pe n t i n g, k a re n a a k a n m e m b e r i k a n keyakinan pada orang lain, 2. pemodelan (modeling), dengan mengobservasi model dari seseorang orang yang dianggap tepat, misalnya seperti orang bisa menyampaikan laporan secara akurat, akan meningkatkan harapan tentang perfomansi orang tersebut. 3. persuasi verbal, misalnya komentar dari yang membesarkan hati siswanya akan meningkatkan self-efficacy-nya dan 4. kondisi fisik misalnya, kelelahan atau lapar dapat mengurangi self-efficacy, walaupun tidak terkait dengan tugas.
INSAN Vol. 12 No. 02, Agustus 2010
METODE PENELITIAN Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan dengan metode survei. Penelitian ini disebut jenis penelitian korelatif, karena akan memperoleh informasi sejauhmana korelasi antara self-regulated learning dan self-efficacy siswa akselerasi. Variabel Penelitian Variabel X (bebas) dalam penelitian ini adalah self-regulated learning sedangkanVariabel Y (terikat) dalam penelitian ini adalah selfefficacy. Untuk mengukur self-regulated learning menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh Vallerand (2000) dan untuk kuesioner Self Efficacy menggunakan kuesioner yang diciptakan oleh Matthias Jerusalem dan Ralf Schawarzer (1979). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu korelasi product moment dari Spearman. Subyek penelitian Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa SMP yang ada di wilayah Jawa Timur yaitu ada10 sekolah. Sampel dalam penelitian ini SMP N 1 Bondowoso, SMP N 1 Tuban, SMP N 2 Jember dan SMP N 1 Surabaya. Metode Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu menggunakan statistik deskriptif untuk melihat tingkat self-regulated learning dan self-efficacy siswa akselerasi dari masing-masing sekolah. Kemudian diperbandingkan untuk masing-masing sekolah. Selain itu, teknik analisis data yang digunakan adalah uji korelasi product moment dari Spearman untuk melihat korelasi antara selfregulated learning dan self-efficacy baik untuk masing-masing sekolah yang jadi subyek penelitian maupun total seluruh sekolah. Analisis datanya menggunakan bantuan SPSS versi 13.
91
Hubungan antara Self-regulated Learning dengan Self-efficacy pada Siswa Akselerasi Sekolah Menengah Pertama di Jawa Timur
HASIL DAN BAHASAN Tabel 1 hasil statistik Deskriptif Sekolah
Rerata SE
SMP 1 Sby SMP 1 Tuban SMP 1 Bdws SMP 2 Jbr SMP Total
32 26,82 30,22 28,33 29,25
Rank SE 1 4 2 3
Rerata SRL 50,85 48,36 51,56 51,66 50,13
Dari hasil statistik deskriptif jenjang tiap sekolah, tampak bahwa untuk tingkat self-efficacy masing-2 sekolah menunjukkan rerata yang bervariasi dengan rentang terendah rerata=26,82 hingga yang tertinggi rerata=32 . Siswa akselerasi di SMP Negeri 1 Surabaya memiliki self-efficacy (rerata= 32) yang paling tinggi diantara siswa akselerasi sekolah yang lainnya. Kemudian diikuti oleh siswa akselerasi SMP Negeri 1 Bondowoso (rerata= 30,22) dan SMP Negeri 2 Jember dengan rerata = 28,33 dan yang paling rendah tingkat selfefficacy-nya adalah siswa akselerasi SMP Negeri 1 Tuban. Jika dibandingkan dengan rerata selfefficacy SMP total (rerata= 29,35) tampak bahwa yang ada diatas rerata adalah siswa akselerasi SMP Negeri 1 Surabaya dan SMP Negeri 1 Bondowoso. Sedangkan yang dibawah rerata self-efficacy-nya adalah siswa akselerasi SMP Negeri 2 Jember dan SMP Negeri 1 Tuban. Untuk tingkat self-regulated learning masing-masing sekolah juga menunjukkan rerata yang bervariasi. Siswa akselerasi di SMP Negeri 2
Rank SRL 3 4 2 1
SD SE
SD SRL
N
3,69 4,63 4,89 3,71 4,8
5,49 4,26 4,01 7,28 5,09
26 33 18 9 86
Jember memiliki skor self-regulated learning (rerata= 51,66) yang paling tinggi diantara siswa akselerasi sekolah yang lainnya. Kemudian diikuti oleh siswa akselerasi SMP Negeri 1 Bondowoso (rerata= 51,56) dan SMP Negeri 1 Surabaya dengan rerata = 50,85 dan yang paling rendah tingkat SRLnya adalah siswa akselerasi SMP Negeri 1 Tuban dengan rerata sebesar 48,36. Jika dibandingkan dengan rerata SRL SMP total (rerata= 50,13) tampak bahwa yang ada diatas rerata adalah siswa akselerasi SMP Negeri Jember, SMP Negeri 1 Surabaya dan SMP Negeri 1 Bondowoso. Sementara yang dibawah rerata selfregulated learning-nya adalah siswa akselerasi SMP Negeri 1 Tuban. Dari hasil statistik deskriptif, tingkat selfefficacy dan self-regulated learning tampak bahwa siswa akselerasi SMP Negeri 1 Tuban memiliki skor yang rendah diantara siswa akselerasi SMP yang lainnya. SMP Negeri 1 Bondowoso yang paling konsisten menempati rangking 2 baik untuk selfefficacy maupun self-regulated learning.
Tabel 2. hasil uji korelasi product moment self-efficacy Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
92
1 86 .412(**) .000 86
self-regulated learning .412(**) .000 86 1 86
INSAN Vol. 12 No. 02, Agustus 2010
Nono Hery Yoenanto
Dari tabel 2. hasil uji korelasi product moment dengan level taraf signifikansi 0.05 (5%), maka dapat disimpulkan bahwa ada korelasi signifikan antara self-regulated learning dengan self-efficacy pada siswa-siswa akselerasi di SMP Negeri di Jawa Timur dengan r sebesar 0, 412.
Bahasan Berdasarkan hasil uji korelasi dengan sampel 4 SMP Negeri penyelenggara sekolah akselerasi di Jawa Timur ternyata terbukti ada korelasi antara self-regulated learning pada siswa akselerasi dengan tingkat korelasi (r = 0,412) dengan signifikansi รก = 0.00 (p < 0,05). Artinya ada korelasi yang signifikan antara self-regulated learning dengan self-efficacy pada siswa akselerasi di SMP di Jawa Rimur baik pada taraf signifikansi 1% maupun 5%. Dari hasil penelitian ini ternyata sejalan dengan yang dikemukakan oleh Schunk dalam Kerlin (1992) yang mengatakan bahwa selfefficacy merupakan prediktor dari motivasi dan ketrampilan pemerolehan, sehingga dapat menjelaskan self-regulated learning dari usaha siswa. Merujuk kepada hasil statistik deskriptif, baik untuk self-regulated learning dan self-efficacy pada siswa akselerasi di SMPN 1 Tuban adalah paling rendah dibandingkan dengan siswa akselerasi di sekolah yang lainnya. Hal ini menunjukkan hasil self-regulated learning dan self-efficacy yang konsisten. Sayangnya penulis tidak bisa membandingkan prestasi akademiknya sebelumnya dengan siswa di sekolah akselerasi yang lainnya.
Demikian juga untuk self-efficacy yaitu suatu keyakinan tentang kemampuan diri sendiri dalam mengorganisir dan melengkapi suatu tugas yang dipersyaratkan untuk memenuhi suatu tugas yang spesifik menunjukkan bahwa siswa akselerasi di SMP Negeri 1 Tuban memiliki skor yang paling rendah dibandingkan dengan siswa akselerasi SMP yang lainnya. Dari hasil penelitian terbukti ada korelasi antara self-regulated learning dengan self-efficacy maka dapat disarankan sebagai berikut: 1) Bagi siswa, setelah tahu tingkat self-regulated learning dan self-efficacy-nya disarankan untuk lebih meningkatkan kemampuan self-regulated learning dan self efficacy-nya agar bisa dijadikan bekal untuk mengikuti kelas akselerasi secara efektif. 2) Bagi guru, dengan mengetahui tingkat self-regulated learning dan self-efficacy dari masing-masing siswa diharapkan guru bisa memotivasi siswanya untuk lebih meningkatkan self-regulated learning dan self-efficacy-nya, 3) Sekolah; dengan mengetahui tingkat selfregulated learning dan self-efficacy dari masing masing siswa diharapkan dapat menjadikan dasar rujukan sekolah untuk menjaring siswa akselerasi yang lebih berkualitas.
SIMPULAN DAN SARAN Jika mengacu definisi operasional selfregulated learning yang mengacu pada cara bagaimana seseorang memonitor, mengontrol dan mengarahkan aspek-aspek proses kognitif dan perilakunya. Dari pengertian ini mengandung pengertian bahwa kemampuan siswa dalam mengelola dirinya yang melibatkan keberhasilan menyelesaikan tugas-tugas akademik. Tampak bahwa self-regulated learning siswa SMP Negeri 1 Tuban memiliki skor yang lebih rendah jika dibandingkan dengan siswa akselerasi pada SMP yang lain.
INSAN Vol. 12 No. 02, Agustus 2010
93
Hubungan antara Self-regulated Learning dengan Self-efficacy pada Siswa Akselerasi Sekolah Menengah Pertama di Jawa Timur
PUSTAKA ACUAN Betz, N.E & Hackett, G (1988). Manual for the occupational self efficacy scale, (online), http://seamonkey.ed.asu.edu/~gail/occse1.htm, diakses tanggal 28 Maret 2006. Diknas (2007). Pedoman penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik berkecerdasan istimewa (Program Akselerasi). Jakarta: Hawadi, R. A., (2002), Identifikasi keberbakatan intelektual melalui metode non tes dengan pendekatan konsep keberbakatan renzulli. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo). Hawadi, R. A.; Wihardjo, D., & Wiyono, M., (2001). Keberbakatan intektual: Panduan bagi penyelenggaraan program percepatan belajar. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo). Jerusalem, M & Schawarzer , R (1993). The general self-efficacy scale, (online) http://userpage.fuberlin.de/~health/engscal.htm, diakses tanggal 28 maret 2006 Kerlin, B.A. (1992). Cognitive engagement style, self regulated learning and cooperative learning, (On line) http://kerlins.net/bobbi/research/myresearch/srl.html, diakses tanggal 29 Maret 2006 Munandar, U., (1999). Pengembangan kreativitas anak berbakat. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan PT Rineka Cipta. Vallerand, R. J (2000) Learning self regulation questionnaire (online), http://psych.rochester.edu/SDT/measures/selfreg_lrn.html, diakses tanggal 28 Maret 2006
94
INSAN Vol. 12 No. 02, Agustus 2010