HUBUNGAN ANTARA SELF-REGULATED LEARNING DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP BINA AMAL BEKASI
(Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat meraih gelar Sarjana Psikologi)
Oleh:
Ahmad Makki NIM: 101070023004
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010
HUBUNGAN ANTARA SELF-REGULATED LEARNING DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP BINA AMAL BEKASI
(Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat meraih gelar Sarjana Psikologi)
Oleh:
Ahmad Makki NIM: 101070023004
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010
padamu negeri kami berbakti, bagimu negeri jiwa raga kami (Koesbini)
ii
HUBUNGAN ANTARA SELF-REGULATED LEARNING DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP BINA AMAL BEKASI Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Syarat-syarat Memeroleh Gelar Sarjana Psikologi
Disusun oleh: Ahmad Makki 101070023004
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si NIP. 196207241989032001
Solicha, M. Si NIP. 197204151999032001
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2010
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul Hubungan antara Self-Regulated Learning dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Bina Amal Bekasi ini telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada: Selasa 28 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi. Jakarta, 28 September 2010
Sidang Munaqasyah
Dekan/
Pembantu Dekan/
Ketua merangkap Anggota
Sekretaris merangkap Anggota
Jahja Umar, Ph.D
Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si
NIP. 130 885 522
NIP. 195661223 198303 2001
Anggota
Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si
Solicha, M. Si
NIP. 196207241989032001
NIP. 197204151999032001
iv
ABSTRAK (A) Fakultas Psikologi (B) Agustus 2010 (C) Ahmad Makki (D) Hubungan antara Self-Regulated Learning dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Bina Amal (E) xi + 72 halaman (F) SRL merupakan strategi belajar yang melibatkan berbagai aspek intrinsik dalam diri siswa untuk menunjukkan determinasi terhadap proses belajar yang ia alami. Melalui cara ini siswa dipicu untuk menentukan pilihan sendiri berbagai segi dari kegiatan belajar, mulai dari klasifikasi materi, regulasi motivasi, waktu, lingkungan dan metakognitif, sampai tujuan belajar yang hendak dicapainya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adakah hubungan antara SRL dengan prestasi belajar siswa. Selain itu, melalui penelitian ini dapat diketahui apakah kelompok jenis kelamin memengaruhi perbedaan SRL, serta apakah tingkatan kelas memberikan pengaruh bagi SRL. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional. Populasi penelitian ini berjumlah 125 orang. Sampel penelitian ini berjumlah 100 siswa Sekolah Menengah Pertama Bina Amal Bekasi kelas 7, 8, dan 9, tahun ajaran 2010/ 2011, di mana 57 orang adalah responden pria dan 43 orang responden wanita. Pengambilan sampel menggunakan teknik accidental sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah skala Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ) oleh Pintrich et, al., dengan model Likert dan terdiri dari 81 butir pernyataan. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara SRL dan prestasi belajar. Pada pengelompokan responden berdasarkan jenis kelamin didapat kesimpulan terdapat perbedaan SRL antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan. Sedangkan pada pengelompokan responden berdasarkan tingkatan kelas dihasilkan kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan signifikan SRL antara tiap tingkatan kelas. Saran yang diberikan bagi penelitian selanjutnya, adalah pengondisian waktu kegiatan penelitian yang lebih panjang, serta pelibatan jumlah responden yang lebih banyak dengan latar belakang sekolah yang berbeda. Agar validitas dan reliabilitas hasil penelitian lebih bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. (G) Daftar Pustaka (1990 – 2010)
v
KATA PENGANTAR
Bismilahirrahmanirrahim Atas selesainya karya kecil ini saya mengucap terima kasih buat pelbagai pihak yang terlibat, langsung atau tidak. Pertama untuk Bapak Jahja Umar Ph.D., selaku dekan Fakultas Psikologi, serta para pembimbing skripsi; Ibu Dra. Zahrotun Nihayah M.Si. yang kerap menahan geram karena kelalaian saya; Ibu Solicha M.Si yang diam-diam menjadi ibu buat saya. Ucapan sama untuk Ibu Dra. Fadhilah Suralaga M.Si., serta jajaran dosen dan staf fakultas ini. Terima kasih juga saya sampaikan pada keluarga yang, meski lelah, tak berhenti mendorong penyelesaian karya ini. Buat Baba dan Enya, semoga ini menambah kenyamanan istirahat kalian di rumah. Bagi semua abang dan empo yang bergilir menjaga saya, tanpa kepedulian kalian saya akan terus berkubang kelalaian. Barangkali pengalaman saya menghabiskan hampir sepuluh tahun menyusuri Ciputat hingga mengenalnya seperti menghafal garis tangan sendiri, buat mendapat sebaris gelar, bukan hal paling berguna untuk dilakukan dan bukan gambaran ideal siapapun. Tapi sungguh saya tak pernah menyesali setiap fragmen yang terjadi di tanah ini. Seperti ucapan Kant di atas, manusia pada dasarnya memang kayu yang bengkok, karenanya ide tentang kesempurnaan di bumi ini seperti mimpi kesiangan. Mungkin itu yang membikin belajar hidup tak pernah membahagiakan tapi selalu menyenangkan. Karenanya saya ingin mengabadikan nama-nama yang menjadikan Ciputat begitu mesra buat saya. Sahabat-sahabat tak ternilai: Cahaya mataku, Nur Alfi Inayah; dari celah jendela yang termangu, bersama bersin namamu tercetak pelan dan menggigil, dan detik pun tak lagi kedengaran. Agus Noorbani, saya memiliki ruang yang terlampau luas untuk sekadar mengingat jasanya bagi saya dan karya ini. Baydowi, kepada siapa kali pertama saya berguru di Ciputat. Nama-nama lain seperti Luthfi, Dana, Iman, serta Sahirin, juga Zaid dan Iqbal, teman-teman kos, Asep, dan Hanafi. Buat Eddi “Kleng” Samjaya (alm), sahabatku. Kali akhir kau bercerita arti kehilangan
vi
yang telah lepas dari persepsimu soal kematian, kini aku tak pernah benar-benar bisa menanggung perihnya kau tinggalkan. Saya juga ingin mengingat adik-adik yang dipertemukan nasib: Wahyu, Budi, Juju, Adi, Agung, Idham, Rohiyat, Rozak, Ahfadh, serta lainnya, tak semua harus dicontoh dari kakak-kakakmu. Hal baik yang pendahulu wariskan, biakkan. Hal baik yang yang pendahulu capai, lampaui. Hasta la victoria siempre. Yang tak dicatat di sini, biar saya sebut dalam hati. Wallahulmuwafiq, ila aqwamithariq Wassalamualaikum, wr, wb.
Ciputat, 02 September 2010
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ………………………………………………….. Persembahan ............................................................................................ Lembar Persetujuan …………………………….................................. Lembar Pengesahan ………………………………………………….. Abstrak ………………………………………………………….. Kata Pengantar ………………………………………………….. Daftar Isi ………………………………………………………….. Daftar Tabel dan Gambar …………………………………………....… Daftar Lampiran ………………………………………..………… Bab 1
Bab 2
Bab 3
Halaman i ii iii iv v vi viii x xi
Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah ……………………………….. 1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………………...... 1.2.1. Pembatasan Masalah ..……….………………….. 1.2.2. Perumusan Masalah .……………………………. 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan penelitian …………………………..…... 1.3.2. Manfaat penelitian ……………………………… 1.4. Sistematika Penulisan …………………………………..
1 7 7 8 8 8 8 9
Landasan Teori 2.1. Prestasi Belajar ……………..………………………….. 2.1.1. Definisi prestasi belajar …...…………………….. 2.1.2. Tujuan dan fungsi prestasi belajar ...…………….. 2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar 2.1.4. Penilaian prestasi belajar …………….………….. 2.1.5. Pengukuran prestasi belajar …………………….. 2.2. Self-Regulated Learning ...…………………………….. 2.2.1. Definisi self-regulated learning ..……………….. 2.2.2. Karakteristik self-regulated learner ...................... 2.2.3. Aspek-aspek self-regulated learning ......……….. 2.2.4. Pengukuran self-regulated learning ...................... 2.3. Kerangka Berpikir ….………………………………….. 2.4. Hipotesis ………………………………………………..
11 12 12 14 16 17 20 20 22 23 28 28 30
Metode Penelitian 3.1. Pendekatan Penelitian ………………………………….. 3.2. Variabel Penelitian …………………………….......... 3.2.1. Identifikasi variabel ….………………………...... 3.2.2. Definisi konseptual variabel ……………………..
31 31 31 32
viii
3.2.3. Definisi operasional variabel ………………….. 3.3. Populasi dan Sampel ………………………………….. 3.3.1. Populasi ……………………………...………….. 3.3.2. Sampel dan teknik pengambilan sampel ….…….. 3.4. Pengumpulan Data …………………………………….. 3.5. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Penelitian …..…….. 3.5.1. Uji validitas skala ……………………………….. 3.5.2. Reliabilitas ………………..…………………….. 3.5.3. Hasil uji validitas dan reliabilitas alat ukur penelitian …………………………………………………… 3.6. Teknik Analisis Data ………..………………………….. 3.7. Prosedur Penelitian …………………………………….. Bab 4
Bab 5
Hasil Penelitian 4.1. Gambaran Umum Responden ………………………….. 4.2. Deskripsi Data …………………………………………. 4.3. Uji Hipotesis Penelitian .……………………………...... 4.3.1. Hubungan self-regulated learning dengan prestasi belajar …………………………………………… 4.4. Analisis Tambahan ………….…..…………………...... 4.4.1. Perbedaan self-regulated learning berdasarkan jenis kelamin ………………...………………...... 4.4.2. Perbedaan prestasi belajar berdasarkan jenis kelamin ………………………………………….. 4.4.3. Perbedaan self-regulated learning berdasarkan tingkat kelas …………………………………….. 4.4.4. Perbedaan prestasi berdasarkan tingkat kelas …...
32 32 32 33 34 36 37 38 38 39 40
42 43 48 48 49 49 50 52 54
Kesimpulan, Diskusi dan Saran 5.1. Kesimpulan ………………………………………...... 5.2. Diskusi ...........………………………………………….. 5.3. Saran ………………………………………………….. 5.3.1. Saran Teoretis ………………………………...... 5.3.2. Saran Praktis …………………………………..
56 56 58 59 59
Daftar Pustaka ………………………………………………………….. Lampiran …………………………………………………………..
61 63
ix
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Halaman Gambar 2.1
Skema proses dalam kegiatan belajar ................................
15
Gambar 2.3
Skema hubungan SRL dengan prestasi belajar .................
30
Tabel 3.1
Bobot nilai tiap item ..........................................................
35
Tabel 3.2
Blue print Self-Regulated Learning ...................................
35
Tabel 4.1
Karakteristik responden .....................................................
42
Tabel 4.2
Kategori Self-Regulated Learning .....................................
43
Tabel 4.3
Jenis Kelamin Kategori Self-Regulated Learning Crosstabulation .................................................................
Tabel 4.4
44
Kelas Kategori Self-Regulated Learning Crosstabulation..................................................................
45
Tabel 4.5
Kategori Self-Regulated Learning .....................................
46
Tabel 4.6
Jenis Kelamin Kategori Prestasi Crosstabulation ..........
47
Tabel 4.7
Kelas Kategori Prestasi Crosstabulation ........................
47
Tabel 4.8
Hasil penghitungan uji korelasi ........................................
48
Tabel 4.9
Skor rerata self-regulated learning berdasarkan jenis kelamin responden ............................................................
49
Tabel 4.10
Hasil penghitungan uji beda bedasarkan jenis kelamin ....
50
Tabel 4.11
Skor rerata prestasi berdasarkan jenis kelamin responden.
51
Tabel 4.12
Hasil penghitungan uji beda bedasarkan jenis kelamin ....
51
Tabel 4.13
Skor rerata self regulated learning berdasarkan jenis kelamin responden.............................................................
53
Tabel 4.14
Hasil penghitungan uji beda bedasarkan jenis kelamin ....
53
Tabel 4.15
Skor rerata prestasi berdasarkan jenis kelamin responden.
54
Tabel 4.16
Hasil penghitungan uji beda berdasarkan tingkat kelas ...
55
x
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1
Skala Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ) .........................................................................
63
Lampiran 2
Uji hipotesis ..................................................................
68
Lampiran 3
Data Prestasi Belajar Siswa SMP Bina Amal ...............
72
xi
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Dalam kajian dunia pendidikan, persoalan prestasi dapat dikatakan sebagai
salah satu ranah bahasan yang paling banyak menyedot perhatian para ahli. Berbagai penelitian dan diskusi, baik mengenai filosofi pendidikan, metode pengajaran, klasifikasi materi dan berbagai hal lainnya, langsung atau tidak langsung bertujuan untuk mendorong siswa mencapai prestasi belajar yang baik. Prestasi belajar dapat dikatakan sebagai indikator paling verbal yang dapat dilihat dari pencapaian seorang siswa. Hal ini biasanya ditandai dengan nilai, baik angka maupun abjad, yang menandai kualitas seorang siswa selama ia mengikuti proses belajar-mengajar. Dari sini kemudian ditetapkan rangking tiap siswa.
Secara filosofis, dalam bahasan mengenai pendidikan, hal pertama yang harus ditentukan adalah tujuan dari proses pendidikan itu sendiri. Tujuan pendidikan memang bukan satu-satunya hal penting dalam kajian kependidikan, namun begitu hal ini memegang peranan sentral bagi ranah-ranah kependidikan lainnya. Hanya dengan menentukan tujuan pendidikanlah kita baru bisa mengetahui hal-hal lain yang berkaitan, semisal, klasifikasi materi yang dibutuhkan, metode penyampaian, sampai metode penilaian. Dari penentuan tujuan pendidikan pula kita mengenal konsep mengenai prestasi atau hasil belajar dalam proses pendidikan.
1
2
Menurut Sukmadinata (2003), hasil belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik.
Menurut Tardif dan kawan-kawan (dalam Muhibin Syah, 2004), hasil prestasi belajar merupakan suatu penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Sementara Nasution dan kawan-kawan (dalam Djamarah, 2008) menerangkan bahwa belajar bukanlah aktivitas yang berdiri sendiri, namun melibatkan unsur lain, seperti raw input, learning teaching process, output invironmental dan instrumental input.
Hal ini ditegaskan oleh Purwanto (2006) yang mengatakan, bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar pada setiap orang, di antaranya faktor dari luar diri individu (eksternal) dan faktor dari dalam diri (internal). Adapun faktor dari luar diri individu (eksternal) antara lain lingkungan (alam dan sosial), instrumental (kurikulum/bahan pelajaran, guru, sarana dan prasarana, administrasi/manajemen). Sedangkan faktor dari dalam diri (internal) antara lain fisiologis (kondisi fisik dan panca indera) dan psikologis (bakat, minat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognitif).
3
Berbicara mengenai faktor internal, salah satu hal yang banyak mengundang perhatian para ahli adalah persoalan metode belajar. Jika diilustrasikan, perkembangan metode belajar bisa dikatakan berkembang dari bersifat satu arah menjadi lebih terdistribusi, terutama dalam hal peran dan tanggung jawab.
Di masa lalu, kegiatan belajar-mengajar adalah situasi monologis, di mana pendidik menjadi pusat kosmos pengetahuan. Dalam suasana seperti ini pendidik bertugas untuk mengemban segala tanggung jawab segala persoalan di dalam kelas, serta menentukan kemana kelas mesti diarahkan. Persoalan-persoalan seperti penentuan tujuan belajar, strategi belajar, metode penilaian, dan lain sebaganya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan otoritas pendidik.
Bagi siswa, kualitas pengetahuan yang akan mereka serap di dalam kelas pun sepenuhnya menjadi wewenang pendidik. Apa yang bernilai bagi mereka, materi apa saja yang bisa mereka dapatkan, pendapat mana yang lebih patut dipercaya, semuanya mereka dapatkan dari pendidik.
Saat ini kondisi tentu telah berubah. Melihat dari kehidupan yang dijalani masyarakat sehari-hari, dapat dikatakan kita telah mencapai titik perkembangan masyarakat yang belum pernah terbayangkan sebelumnya. Internet sebagai teknologi pamungkas yang dipunya manusia akhir-akhir ini betul-betul
4
menghadirkan perubahan yang signifikan, bahkan cukup penting untuk membuat kita memikirkan kembali fondasi sosial tiap-tiap kelompok masyarakat.
Perubahan ini tentu juga terjadi dalam dunia kependidikan. Saat ini kita sulit untuk membayangkan situasi belajar-mengajar monologis sebagaimana digambarkan sebelumnya. Internet dengan database informasi yang begitu besar memungkinkan terjadinya demokratisasi pengetahuan, yang membuat setiap orang dapat mengakses seluruh pengetahuan yang terhampar di jagat maya.
Kondisi ini ditambah lagi dengan kemunculan tren Web 2.0, di mana para pengguna internet bukan lagi sekadar pihak pasif yang mengonsumsi informasi yang dijajakan pemilik situs-situs populer, tapi mereka juga bisa berkontribusi terhadap pengayaan pengetahuan dengan mengunggah berbagai materi yang beguna, dan membaginya kepada orang-orang lain di seluruh dunia. Filosofi seperti inilah, yang terwakili dalam slogan sharing and connectivity, yang mengilhami lahir dan besarnya situs-situs social bookmarking seperti Digg dan StumbeUpon, atau situs-situs social networking seperti Twitter dan Facebook.
Dengan fasilitas seperti ini seorang siswa dapat mengakses berbagai macam pengetahuan dengan kemungkinan tanpa batas. Sumber materi yang mereka butuhkan kini bersifat majemuk, tidak hanya berasal dari pendidik belaka. Selain itu, pengetahuan yang didapat siswa melalui wahana internet bukan hanya bersifat akumulatif terhadap pengetahuan yang didistribusikan dalam kelas,
5
namun bisa jadi merupakan kritik terhadap apa yang selama ini mereka pelajari dari pendidik.
Kondisi ini sebetulnya kongruen dengan wacana self-regulated learning yang menjadi bahasan populer diskusi soal-soal kependidikan dalam 30 tahun terakhir. Tren ini dimulai sejak Zimmerman dan Schunk mempublikasikan SelfRegulated Learning and Academic Achievement: Theory, Research and Practice pada 1989 (Montalvo & Torres, 2004).
Shu-shen Shih (2002), mengutip Schunk, mendefinisikan self-regulated learning sebagai proses di mana siswa secara individual mengaktivasi dan mempertahankan orientasi sistemik kognisi dan perilaku demi pencapaian prestasi belajar akademik. Sementara Pei-Di Shen et, al., (2007) seraya mengutip Zimmerman dan Schunk, menjelaskan self-regulated learning sebagai memicu diri melalui orientasi pikiran, perasaan dan aksi yang secara sistemik diorientasikan untuk membantu setiap siswa mencapai tujuannya.
Hal yang sama-sama ditekankan dalam kedua definisi di atas adalah referensi keberhasilan mencapai tujuan dalam belajar utamanya ditentukan dari diri siswa sendiri, dan bukan oleh pendidik. Dengan ini diindikasikan bahwa strategi yang diterapkan oleh para siswa dalam mencapai prestasi belajar yang baik bisa saja berbeda-beda, namun siswa yang dalam upaya belajarnya
6
memenuhi karakteristik tertentu dapat dikatakan mempraktikkan self-regulated learning.
Zimmerman (dalam Montalvo & Torres, 2009) mengatakan bahwa karakteristik seorang siswa yang memraktikkan self-regulated learning adalah ia yang aktif dalam belajar, baik dalam hal metakognitif, motivasi maupun tingkah lakunya. Karakteristik ini sebangun dengan atribut bagi pelajar yang memiliki performa dan kapasitas yang tinggi.
Ada tiga aspek dalam self-regulated learning yang disebut para ahli mampu meningkatkan performa siswa di dalam kelas (Pintrich & De Groot, 1990); pertama, kemampuan siswa menerapkan strategi metakognitif untuk merencanakan, memonitor dan memodifikasi kognisinya; kedua, kemampuan siswa mengontrol upayanya untuk menyelesaikan berbagai tugas di dalam kelas, dalam hal ini termasuk menangkal hambatan seperti kebisingan, dan mempertahankan kognisinya agar tetap fokus pada tugas; ketiga, strategi kognitif yang diterapkan siswa untuk belajar, mengingat dan memahami materi pelajaran.
Dari uraian tersebut, secara teoritis kita bisa melihat bahwa tujuan utama dari penerapan strategi self-regulated learning dalam proses belajar adalah agar siswa mampu mencapai prestasi maksimal dengan memanfaatkan potensinya sendiri secara utuh. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk
7
meneliti mengenai “Hubungan antara Self-Regulated Learning dengan Prestasi Belajar Siswa SMP Bina Amal Bekasi”.
1.2.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1. Pembatasan masalah Agar pembahasan penelitian ini lebih terarah, maka penelitian ini dibatasi untuk meneliti hubungan self-regulated learning dengan prestasi belajar siswa SMP Bina Amal Bekasi. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Self-Regulated Learning adalah kondisi di mana siswa secara individual mengaktivasi dan mempertahankan sistematisasi kognisi dan perilaku yang diorientasikan kepada pencapaian tujuan belajar yang telah ditetapkan. Dua aspek peting dari self-regulated learning adalah (Pintrich et al, 1991), motivational strategies dan learning strategies. 2. Prestasi belajar adalah hasil penilaian untuk menggambarkan prestasi murid dalam mencapai tujuan pembelajaran dengan kriteria yang telah ditetapkan. Ukuran yang dipakai dalam penelitian ini adalah nilai rapor seluruh mata pelajaran semester sebelumnya. 3. Siswa SMP Bina Amal Bekasi yang diteliti adalah mereka yang terdaftar dan aktif mengikuti proses belajar di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Bina Amal Bekasi, pada tahun ajaran 2010/2011.
8
1.2.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka perlu dibuatkan rumusan masalah yang dikemukakan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Apakah ada hubungan yang signifikan antara self-regulated learning dengan prestasi belajar siswa SMP Bina Amal Bekasi?“
1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk “mengetahui hubungan selfregulated learning dengan prestasi belajar siswa SMP Bina Amal Bekasi”.
1.3.2. Manfaat penelitian Terdapat dua manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini, yakni manfaat teoretis dan manfaat praktis, di antaranya:
Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
bidang
psikologi
pendidikan,
terutama
sebagai
bahan
untuk
mengembangkan teori tentang self-regulated learning dan prestasi belajar.
Sementara manfaat praktis dari penelitian ini, adalah masukan bagi pihakpihak penyelenggara kegiatan pendidikan untuk memberikan fasilitas-fasilitas
9
yang mendukung bagi usaha siswa untuk mencapai prestasi belajar yang tinggi dengan segenap keutuhan potensinya.
Demi peningkatan kualitas pendidikan, para pendidik mesti mengantisipasi diri terhadap setiap perubahan dalam wacana kependidikan terutama yang terkait dengan persoalan relasi antara pendidik dengan siswa. Dalam kepentingan itu penelitian ini juga dapat memberi metode alternatif bagi pendidik dalam menjalankan tugasnya di dalam kelas, di mana pendidik saat ini lebih dibutuhkan fungsinya sebagai fasilitator ketimbang selaku pemegang otoritas di dalam kelas. Sementara bagi siswa, penelitian ini berguna sebagai acuan yang bersifat garis besar dalam usahanya mencapai prestasi yang baik, sambil menemukan potensinya secara utuh, dengan metodenya masing-masing yang khas. Dengan begitu diharapkan diskriminasi terhadap kompetensi di antara berbagai disiplin ilmu tidak lagi terjadi
1.4.
Sistematika Penulisan Peneliti
menggunakan
teknik
penulisan
American
Psychological
Association (APA) Style. Dan secara garis besar sistematika penulisan ini adalah:
BAB I
PENDAHULUAN, meliputi latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penelitian.
10
BAB II LANDASAN TEORI, meliputi uraian-uraian mengenai definisi selfregulated learning, faktor-faktor yang mempengaruhi self-regulated learning, sumber-sumber self-regulated learning; definisi prestasi belajar, tujuan dan fungsi hasil prestasi belajar, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil prestasi belajar, indikator hasil prestasi belajar, implikasi self-regulated learning terhadap prestasi belajar; kerangka berpikir, dan hipotesis.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN, yang meliputi jenis penelitian (pendekatan penelitian dan metode penelitian) dan variabel penelitian (definisi variabel, definisi operasional variabel), populasi dan sampel, pengambilan sampel, teknik dan instrumen pengumpulan data (kuesioner dan analisa data), teknik penyusunan angket, uji instrumen penelitian, teknik analisa data, serta prosedur penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN, meliputi gambaran umum responden, uji instrumen penelitian, uji indikator yang berpengaruh, uji persyaratan dan hasil hipotesa.
BAB V
PENUTUP, meliputi kesimpulan, diskusi dan saran.
BAB 2 LANDASAN TEORI
Dalam Bab 2 ini akan dipaparkan beberapa landasan teori, di antaranya mengenai teori self-regulated learning, prestasi belajar, serta kerangka berpikir dan hipotesa yang akan dijadikan sebagai acuan dalam penelitian ini.
2.1.
Prestasi Belajar Kegiatan belajar yang berlangsung di sekolah bersifat formal, disengaja,
direncanakan, dengan bimbingan guru serta pendidikan lainnya. Hasil belajar sering dipergunakan dalam arti yang sangat luas yakni untuk bermacam-macam ukuran terhadap apa yang telah dicapai oleh siswa, misalnya ulangan harian, tugas-tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan selama pelajaran berlangsung, ulangan harian, Ujian Akhir Semester (UAS), Ujian Akhir Sekolah dan Ujian Nasional (UN) .
Evaluasi
dilaksanakan
berkenaan
dengan
situasi
sesuatu
aspek
dibandingkan dengan aspek lain akhirnya terjadilah suatu gambaran yang menyeluruh yang dapat dipandang dari berbagai segi. Evaluasi juga dilakukan dengan cara membandingkan-bandingkan situasi sekarang dengan situasi yang lampau atau situasi yang sudah lewat (Ahmadi dan Supriyono, 2004).
11
12
2.1.1. Definisi prestasi belajar Menurut Tardif dan kawan-kawan (dalam Syah, 2004) prestasi belajar merupakan suatu penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Ditambahkan, menurut Syah (2004) prestasi belajar dimaksud sebagai proses penilaian untuk menggambarkan prestasi yang dicapai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Sukmadinata (2003) mendefinisikan hasil belajar atau achievement sebagai realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik.
Dengan demikian, prestasi belajar adalah proses penilaian dalam menggambarkan prestasi siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan kriteria yang telah ditentukan sebagai perubahan kemampuan yang merupakan indikator untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa.
2.1.2. Tujuan dan fungsi prestasi belajar Prestasi belajar sebagai upaya pengungkapan dan pengukuran hasil dari proses pembelajaran untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar siswa di mana merupakan proses penyusunan secara deskriptif siswa baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
13
Menurut Syah (2004), ada beberapa tujuan dari hasil prestasi belajar, sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu. Dengan evaluasi hasil belajar, guru dapat mengetahui kemajuan perubahan tingkah laku siswa sebagai hasil proses belajar dan mengajar selaku pembimbing dan pembantu kegiatan belajar siswa di sekolah.
2. Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa dalam kelompok siswanya. Hasil evaluasi tersebut dapat dijadikan guru sebagai alat penetap, apakah siswa tersebut termasuk kategori cepat, sedang, atau lambat dalam memahami kemampuan prestasi belajarnya.
3. Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar. Hal ini dapat mempermudah guru dan siswa mengetahui gambaran tingkat usaha siswa, ketika melihat hasil prestasi belajarnya.
4. Untuk mengetahui hingga sejauh mana siswa telah mendayagunakan kapasitas kognitif (kemampuan dan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar. Hasil prestasi belajar tersebut dapat dijadikan guru sebagai gambaran realisasi dari pemanfaatan kecerdasan siswa.
14
5. Untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah digunakan guru dalam proses belajar dan mengajar.
Adapun fungsi hasil prestasi belajar (Syah, 2004; 198), sebagai berikut: 1. Fungsi Administratif, untuk penyusunan daftar nilai dan pengisian buku raport. 2. Fungsi Promosi, untuk menetapkan kenaikan kelas atau kelulusan. 3. Fungsi Diagnostik, untuk mengidentifikasi kesulitan belajar siswa dan merencanakan program remidial teaching (pengajaran perbaikan). 4. Sebagai sumber data bimbingan dan penyuluhan yang dapat memasok data siswa tertentu yang memerlukan bimbingan dan penyuluhan (BP). 5. Sebagai bahan pertimbangan pengembangan pada masa yang akan datang yang meliputi pengembangan kurikulum, metode dan alat-alat untuk proses belajar mengajar.
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar Menurut Purwanto (2004), untuk dapat memahami hasil prestasi belajar, maka perlu dilakukan analisis untuk menemukan apa yang terlibat di dalam kegiatan pembelajaran tersebut.
15
Instrumental Input
Raw Input
Teaching Learning Proces
Output
Environmental Input Gambar 2.1. Skema proses dalam kegiatan belajar
Gambar II.1 (dalam Purwanto, 2004) di atas menunjukkan, bahwa masukan mental (raw Input) menempatkan bahan baku yang perlu diolah, dalam hal ini diberi pengalaman belajar tertentu dalam proses belajar-mengajar (teaching learning proces). Di dalam proses belajar-mengajar itu turut berpengaruh sejumlah faktor yakni faktor lingkungan (environment) dan faktor yang disengaja atau dirancang dan dimanipulasikan (instrumental input) guna tercapainya keluaran (output) yang dikehendaki.
Self-regulated learning berperan pada raw input sebagai sebuah pengodisian mental untuk memicu efektivitas dalam menghadapi proses belajarmengajar. Kedua aspek dari self-regulated learning, yakni motivational strategies dan learning strategies berperan untuk memanipulasi berbagai input serta motivasi diri yang tercakup dalam proses belajar-mengajar, mengolahnya menjadi faktor-faktor yang mendukung tercapainya output yang baik.
16
2.1.4. Penilaian prestasi belajar Menurut Tardif dkk dalam Syah (2004), ada dua macam pendekatan hasil prestasi belajar, di antaranya;
1.
Penilaian acuan norma (norm-referenced assesment) Penilaian yang menggunakan pendekatan prestasi belajar siswa yang
diukur dengan cara membandingkannya dengan prestasi yang dicapai temanteman kelas atau kelompok. Jadi, pemberian skor atau nilai peserta didik tersebut merujuk pada hasil perbandingan antara skor-skor yang diperoleh teman-teman sekelompoknya dengan skornya sendiri. Selain itu, pendekatan Penilaian Acuan Norma juga dapat diimplementasi dengan cara menghitung dan membandingkan presentasi jawaban benar yang dihasilkan seorang siswa dengan persentase jawaban benar yang dihasilkan oleh teman-teman sekelompoknya. kemudian persentase jawaban benar dari masing-masing siswa tersebut dikonversikan ke dalam nilai 1-10 atau 10-100.
2.
Penilaian acuan kriteria (criterion-referenced assesment) Merupakan
proses
pengukuran
prestasi
belajar
dengan
cara
membandingkan pencapaian seorang siswa dengan berbagai perilaku ranah yang telah ditetapkan secara baik sebagai patokan absolut. Oleh karena itu, dalam mengimplementasi pendekatan Penilaian Acuan Kriteria diperlukan kriteria mutlak yang merujuk pada tujuan pembelajaran umum dan khusus (TPU dan TPK).
17
Artinya, nilai atau kelulusan siswa bukan berdasarkan perbandingan dengan nilai yang dicapai oleh siswa lainnya melainkan ditentukan oleh penguaasaan atas materi pelajaran hingga batas yang sesuai dengan tujuan instruksional.
2.1.5. Pengukuran prestasi belajar Pada prinsipnya, evaluasi belajar merupakan kegiatan berencana dan berkesinambungan. oleh karena itu, ragamnya pun banyak, mulai yang paling sederhana sampai yang paling kompleks. Menurut Syah (2009) ada beberapa macam pengukuran prestasi belajar, di antaranya; a. Pre-test dan post-test Kegiatan Pre-Test dilakukan guru secara rutin pada setiap akan memulai penyajian materi baru. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasikan taraf pengetahuan siswa mengenai bahan yang akan disajikan. Evaluasi seperti ini berlangsung singkat dan sering tidak memerlukan instrumen tertulis.
Sedangkan Post-Test sebaliknya, yakni kegiatan evaluasi yang dilakukan guru pada setiap akhir penyajian materi. tujuannya adalah untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi yang diajarkan. Evaluasi ini juga berlangsung singkat dan cukup dengan menggunakan instrumen sederhana yang berisi itemitem yang jumlahnya sangat terbatas.
18
b. Evaluasi Prasyarat Evaluasi ini sangat mirip dengan Pre-Test. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi penguasaan siswa atas materi lama yang mendasari materi baru yang akan diajarkan. Misalnya, evaluasi penguasaan penjumlahan bilangan sebelum memulai pelajaran perkalian bilangan, karena penjumlahan merupakan prasyarat atau dasar perkalian. c. Evaluasi Diagnostik Evaluasi ini dilakukan setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran tertentu dengan tujuan mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa. Instrumen evaluasi jenis ini dititikberatkan pada bahasan tertentu yang dipandang telah membuat siswa mendapatkan kesulitan. d. Evaluasi Formatif Evaluasi jenis ini dapat dipandang sebagai "ulangan" yang dilakukan pada setiap akhir penyajian satuan pelajaran atau modul. Tujuannya adalah untuk memperoleh umpan balik yang mirip dengan evaluasi diagnostik, yakni untuk mendiagnosis (mengetahui penyakit atau kesulitan) kesulitan belajar siswa. hasil diagnosis kesulitan belajar tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan rekayasa pengajaran remedial (perbaikan). e. Evaluasi Sumatif Evaluasi penialaian ini dapat dianggap sebagai "ulangan umum" yang dilakukan untuk mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir periode pelaksanaan program pengajaran. Evaluasi ini lazim dilakukan pada setiap akhir semester atau akhir tahun ajaran. Hasilnya dijadikan bahan laporan resmi
19
mengenai kinerja akademik siswa dan bahan penentu naik atau tidaknya siswa ke kelas yang lebih tinggi. f. Ujian Akhir Nasional Ujian Akhir Nasional (sekarang Ujian Nasional) pada prinsipnya sama dengan evaluasi sumatif dalam arti sebagai alat penentu kenaikan status siswa. Namun Ujian Nasional yang diberlakukan mulai tahun 2002 itu dirancang untuk siswa yang telah menduduki kelas tertinggi pada suatu jenjang pendidikan tertentu seperti SD/MI, SLTP/MTs dan sekolah-sekolah menengah yakni SMA/MA dan sebagainya.
Maksud penilaian hasil-hasil pendidikan itu adalah untuk mengetahui, (dengan alasan yang bermacam-macam) pada waktu dilakukan penilaian itu, sudah sejauh manakah kemajuan anak didik. Hasil dari tindakan mengadakan penilaian itu kemudian dinyatakan dalam suatu pendapat yang perumusannya bermacam-macam. Ada yang menggolongkan dengan menggunakan lambanglambang A-E, dan ada yang menggunakan skala sampai 11 tingkat yaitu mulai dari 0-10, dan ada yang memakai penialaian dari 0-100. Pada umumnya, mempergunakan angka dati 0-10, tapi ada juga yang mempergunakan lambang AE.
Selanjutnya, pada tiap akhir masa tertentu, seperti misalnya Ujian Akhir Semester (UAS), sekolah mengeluarkan rapor tentang kelakuan, kerajinan dan kepandaian murid-murid yang menjadi tanggungjawab guru. rapor itu merupakan
20
perumusan terakhir yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar murid-muridnya selama masa tertentu itu.
Berdasar diskusi di atas, maka prestasi belajar, sebagaimana yang dimaksud dalam penelitian ini, adalah keseluruhan nilai yang didapat seorang siswa selama kegiatan belajar berlangsung. Untuk kepentingan pengukuran penelitian, aspek ini diwakili oleh rapor masing-masing responden yang mendata nilai tiap siswa untuk seluruh mata pelajaran yang diikutinya. Jumlah nilai ini kemudian dibagi dengan jumlah mata pelajaran.
2.2.
Self-Regulated Learning
2.2.1. Definisi self-regulated learning Barry J. Zimmerman selaku salah satu tokoh yang dianggap paling otoritatif dalam membahas self-regulated learning mengatakan (1990), bahwa istilah tersebut bisa didefinisikan sebagai proses spesifik tertentu di mana siswa mengonseptualisasikan metakognisi, motivasi dan perilaku partisipatifnya dalam proses belajar.
Dalam hal ini Zimmerman (1990) menjelaskan, bahwa: When defining self-regulated learning, it is important to distinguish between self-regulation processes, such as perceptions of self-efficacy, and strategies designed to optimize these processes, such as intermediate goalsetting. Self-regulated learning strategies refer to actions and processes directed at acquisition of information or skills that involve agency, purpose, and instrumentality perceptions by learners. Undoubtedly, all
21
learners use regulatory processes to some degree, but self-regulated learners are distinguished by (a) their awareness of strategic relations between regulatory processes or responses and learning outcomes and (b) their use of these strategies to achieve their academic goals.
Penekanan yang ditunjukkan Zimmerman dalam uraian tersebut adalah pelaku self-regulated learning selalu menyadari relasi strategis antara proses meregulasi diri atau respon dalam belajar dengan hasil belajar, serta penggunaan strategi regulasi diri untuk mencapai tujuan belajar.
Schunk (dalam Shu-shen Shih, 2002) mendefinisikan self-regulated learning
sebagai
di
mana
siswa
secara
individual
mengaktivasi
dan
mempertahankan orientasi sistemik kognisi dan perilaku demi pencapaian prestasi belajar akademik. Sementara Zimmerman dan Schunk (dalam Pei-Di Shen, et. al, 2007), menjelaskan self-regulated learning sebagai memicu diri melalui orientasi pikiran, perasaan dan aksi yang secara sistemik diorientasikan untuk membantu setiap siswa mencapai tujuannya.
Berdasar paparan tersebut, istilah self-regulated learning bisa kita definisikan sebagai kondisi di mana siswa secara individual mengaktivasi dan mempertahankan sistematisasi kognisi dan perilaku yang diorientasikan kepada pencapaian tujuan belajar yang telah ditetapkan
22
2.2.2. Karakteristik Self-Regulated Learner Berdasar penjelasan Zimmerman (dalam Montalvo & Torres, 2004), secara umum siswa yang menerapkan strategi self-regulated learning memiliki perbedaan dengan mereka yang tidak menerapkannya. Karakteristik-karakteristik yang membedakan mereka antara lain adalah: 1. Mengenali dan tahu bagaimana cara menggunakan aspek-aspek dari strategi kognitif (pengulangan, elaborasi, organisasi), yang mampu membantu bertansformasi, mengorganisasi, mengelaborasi dan merecover informasi. 2. Mengetahui cara merencanakan, mengontrol dan mengorientasi proses mentalnya untuk mencapai prestasi dalam tujuan belajarnya. 3. Memiliki perangkat motivasi dan emosi yang adaptif, seperti selfefficacy, adopsi terhadap tujuan belajar, mengembangkan emosi positif dalam
mengerjakan
tugas,
serta
memiliki
kapasitas
untuk
mengontrolnya. 4. Mampu merencanakan upaya dan waktu dalam melaksanakan tugas, serta mampu menciptakan dan menstrukturisasi lingkungan belajar yang menyenangkan, seperti menemukan tempat yang nyaman untuk belajar, serta mau meminta bantuan guru dan teman kelasnya ketika mengalami kesulitan. 5. Menunjukkan upaya untuk berpartisipasi dalam kontrol dan pengaturan tugas akademik, iklim dan struktur kelas.
23
6. Mampu mengatur kemauannya untuk menghindari gangguan internal demi memertahankan konsentrasi, upaya dan motivasi dalam menyelesaikan tugas akademik.
Intinya, karakteristik dari siswa yang menerapkan self-regulated learning, dapat dikatakan, bahwa mereka adalah agen dari perilakunya sendiri, percaya bahwa belajar adalah proses yang proaktif, mampu memotivasi diri dan menjalankan strategi untuk mencapai hasil belajar yang diinginkannya.
2.2.3. Aspek-aspek Self Regulated Learning Pintrich, et. al (1991) menyebutkan bahwa ada dua aspek penting dalam self-regulated learning ini, yaitu:
1. Motivational strategies, adalah strategi-strategi yang digunakan siswa untuk mengatasi stres dan emosi-emosi yang kadang kala menguasai saat mereka
lelah
mengatasi
kegagalan-kegagalan
dan
lelah
menjadi
pembelajar yang baik
Komponen-komponen yang masuk ke dalam aspek ini adalah: a. Value component -
Intrinsic goal orientation: Goal orientation adalah persepsi siswa terhadap alasan-alasan yang membuatnya melibatkan diri dalam tugas
belajar.
Dalam
Motivated
Strategies
for
Learning
24
Questionnaire (MSLQ), goal orientation dimaksudkan sebagai tujuan umum atau orientasi siswa terhadap detil-detil sebagai bagian dari keseluruhan. Intrinsic goal orientation adalah tingkat di mana siswa merasa berpartisipasi dalam demi alasan-alasan semacam tantangan, rasa ingin tahu dan penguasaan. -
Extrinsic
goal
orientation:
pelengkap
bagi
intrinsic
goal
orientation, dan merupakan kondisi di mana alasan siswa untuk terlibat dalam tugas adalah hal-hal seperti nilai, ganjaran, unjuk diri, nilai baik dari orang lain, dan atau kompetisi. -
Task value: harus dibedakan dari goal orientation. Perbedaannya terletak pada evaluasi siswa tentang seberapa menarik, seberapa penting dan seberapa bergunanya tugas yang hendak ia kerjakan.
b. Expectancy component -
Control of learning beliefs: Control of learning: keyakinan siswa bahwa upayanya dalam belajar akan berbuah positif. Dengan ini ia percaya bahwa hasil yang ia dapat merupakan bagian dari usahanya, dibandingkan akibat faktor-faktor eksternal seperti pendidik.
-
Self-Efficacy for learning and performance: Item-item yang dicakup oleh skala ini mengukur dua aspek dari ekspektasi: Harapan kesuksesan dan self-efficacy. Harapan kesuksesan mengacu pada harapan akan prestasi, dan secara spesifik
25
berhubungan dengan prestasi tugas. Self-efficacy adalah sebuah penghargaan terhadap kemampuannya menguasai sebuah tugas. c. Affective component -
Test anxiety: merupakan sisi negatif yang berhubungan dengan ekspektasi terhadap prestasi belajar. Test anxiety memiliki dua komponen; komponen kekhawatiran yang dimaksudkan pikiran negatif siswa yang mengganggu prestasinya, dan komponen emosi yang dimaksudkan sebagai sisi afektif dan fisiologis yang merupakan manifestasi dari kecemasan (anxiety).
2. Learning strategies, adalah metode-metode yang digunakan oleh siswa untuk mengembangkan pemahaman, integrasi dan retensi terhadap informasi-informasi baru yang mereka terima dalam proses belajar.
Komponen-komponen yang masuk dalam strategi ini: a. Cognitive and metacognitive strategies -
Rehearsal:
Strategi
dasar
rehearsal
(latihan)
mencakup
menerangkan kembali atau menamai item-item dari daftar hal-hal yang dipelajari. Strategi ini merupakan cara terbaik dan lebih sederhana untuk mengaktivasi informasi dalam kerja memori, ketimbang menambah hal baru dalam long-term memory. -
Elaboration: Strategi elaboration membantu siswa menempatkan informasi dalam long-term memory-nya dengan cara membangun
26
hubungan internal di antara hal-hal yang dipelajari. Elaboration mencakup menginterpretasi, meringkas, membuat analogi dan membuat catatan umum -
Organization: Strategi organization membantu siswa memilih informasi yang tepat sambil membangun koneksi di antara wawasan yang dipelajarinya. Contoh dari teknik ini adalah mengelompokkan, outlining dan memilih gagasan utama dari bacaan.
-
Critical thinking: dimaksudkan sebagai tingkat di mana siswa mengaplikasi pengetahuan yang dipelajari sebelumnya untuk pemecahan masalah pada situasi yang lain, membuat keputusan, atau membuat evaluasi penting yang berdasar standards of excellence.
-
Metacognitive self-regulation: Metakognisi dimaksudkan sebagai kesadaran, pengetahuan dan kontrol kognisi. MSLQ memfokuskan diri pada aspek kontrol dan self-regulation dari metakognisi, bukan pada aspek pengetahuan. Ada tiga proses general pembangkit aktivitas self-regulatory metakognisi: perencanaan, monitoring, dan regulating. Aktivitas perencanaan seperti menentukan tujuan belajar dan analisis tugas membantu mengaktivasi aspek relevan dari pengetahuan utama yang mengorganisasi dan menginterpretasi materi jadi lebih mudah. Aktivitas monitoring mencakup menelusuri perhatian siswa layaknya ketika ia membaca, menguji
27
diri dan bertanya. Regulating berarti menyetel dan menyesuaikan aktivitas kognisi secara kontinyu. b. Resource management strategies -
Time and study environtment: di samping meregulasi sendiri kondisi, siswa harus mampu me-manage serta meregulasi waktu dan
lingkungan
belajarnya.
Manajemen
waktu
mencakup
penjadwalan, perencanaan dan memanaj waktu belajarnya. -
Effort regulation: Self-regulation mencakup kemampuan siswa untuk mengontrol usaha dan perhatiannya dalam menghadapi gangguan dan tugas yang tidak menarik. Upaya manajemen adalah self-management, dan punya komitmen untuk menyelesaikan tujuan belajarnya, meski menghadapi kesulitan atau gangguan.
-
Peer learning: bekerjasama dengan teman seangkatan terbukti memberi efek positif bagi prestasi. Dialog dengan teman seangkatan membantu menjelaskan materi dan mendalamkan pengertian yang mungkin tidak bisa didapat ketika belajar sendirian.
-
Help seeking: aspek lain dari lingkungan yang mesti dipelajari untuk di-manage oleh siswa adalah dukungan orang lain, termasuk teman dan guru. Siswa yang baik tahu ketika ia tidak memahami sesuatu, lalu mampu mengidentifikasi seseorang yang mampu memberi bantuan kepadanya. Banyak penelitian yang mengindikasi
28
2.2.4. Pengukuran Self-Regulated Learning Untuk mengukur self-regulated learning peneliti menggunakan instrumen MSLQ (Motivated Strategies for Learning Questionnaire) yang dibuat oleh Paul R. Pintrich dan kawan-kawan (1991). MSLQ adalah pengukuran yang diisi sendiri oleh responden untuk mengetahui tiga aspek dalam motivational strategies dan dua aspek dalam learning strategies (Pintrich dalam Kosnin, 2007).
2.3.
Kerangka Berpikir Zimmerman (1990) menjelaskan bahwa self-regulated learning, bisa
didefinisikan
sebagai
proses
spesifik
tertentu
di
mana
siswa
mengonseptualisasikan metakognitif, motivasi dan perilaku partisipatifnya dalam preses belajar. Secara teoretis penerapan strategi self-regulated learning oleh siswa dalam proses belajarnya dapat memicu peningkatan prestasi belajar yang akan didapatkannya, karena melalui strategi ini siswa dipacu untuk mengerahkan segala potensi dan usahanya, sehingga ia mampu menemukan sendiri makna dalam setiap detil dari kegiatan belajarnya
Self-regulated learning tentu bisa dikatakan sebagai strategi belajar yang sangat sesuai dengan kondisi masyarakat terkini, di mana teknologi internet menjadi sumber informasi dan pengetahuan yang begitu berlimpah dengan akses
29
yang nyaris tanpa batas. Dengan fakta seperti ini, motivasi siswa untuk menambah pengetahuan dari sumber-sumber di luar kelas dapat menjadi instrumen yang membuatnya terdorong untuk mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi ketimbang teman-teman kelasnya yang tidak menerapkan strategi self-regulated learning.
Lebih lanjut Zimmerman (dalam Montalvo & Torres, 2004) mengatakan bahwa salah satu dari karakteristik siswa yang menerapakan strategi self-regulated learning adalah, mengetahui cara merencanakan, mengontrol dan mengorientasi proses mentalnya untuk mencapai prestasi dalam tujuan belajarnya. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa siswa yang termasuk dalam kategori selfregulated learning lebih mengerti sistematisasi proses belajar, mulai dari regulasi kelas hingga tujuan dari proses belajar, ketimbang siswa yang tidak menerapkannya. Karenanya secara logis dapat dikatakan mereka memiliki kesempatan dan persiapan yang lebih baik untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi ketimbang teman-temannya.
30
Sementara kerangka berpikir yang dipaparkan di atas dapat digambarkan sebagai berikut: Motivational strategies a. value component b. expectancy component c. affective component
Self-Regulated Learning
Prestasi Belajar
Learning strategies a. cognitive and metacognitive strategies b. resource management strategies
Gambar 2.2. Skema hubungan SRL dengan prestasi belajar
2.4.
Hipotesis Berdasarkan tema penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:
H1
: Ada hubungan yang signifikan antara self-regulated learning dengan prestasi belajar siswa SMP Bina Amal Bekasi.
H0
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara self-regulated learning dengan prestasi belajar siswa SMP Bina Amal Bekasi.
BAB 3 METODE PENELITIAN
Bab 3 ini berisi persoalan metode penelitian, bahasan tentang variabelvariabel yang akan diteliti, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, hingga blue print dari skala yang digunakan, serta hipotesis yang diajukan.
3.1.
Pendekatan Penelitian Metode yang dipakai pada penelitian ini adalah metode korelasi. Fox,
dalam Sevilla et.al (1993), mengartikan metode korelasi sebagai “penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi”. Alasan peneliti menggunakan penelitian korelasi, adalah karena penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel, yaitu antara self-regulated learning dengan prestasi belajar siswa SMP Bina Amal Bekasi.
3.2.
Variabel Penelitian
3.2.1. Identifikasi variabel Menurut Kerlinger (2006), variabel merupakan simbol/lambang yang padanya kita lekatkan bilangan atau nilai. Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini, di antaranya: Variabel Bebas
: self-regulated learning
Variabel Terikat
: prestasi belajar
31
32
3.2.2. Definisi konseptual variabel Adapun definisi konseptual dalam penelitian ini, di antaranya: 1. Self-Regulated Learning adalah kondisi di mana siswa secara individual mengaktivasi dan memertahankan sistematisasi kognisi dan perilaku yang diorientasikan kepada pencapaian tujuan belajar yang telah ditetapkan 2. Prestasi belajar adalah hasil belajar yang dicapai murid berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
3.2.3. Definisi operasional variabel 1. Self-Regulated Learning adalah skor yang diperoleh dari hasil pengukuran skala self-regulated learning, yang meliputi aspek motivation strategies, dan aspek learning strategies. 2. Prestasi belajar adalah nilai rerata yang didapat dari hasil akumulasi semua nilai mata pelajaran yang diperoleh siswa, dibagi jumlah mata pelajarannya.
3.3.
Populasi dan sampel
3.3.1
Populasi Vanderstoep dan Johnston (2009) mendefinisikan populasi sebagai
keseluruhan subjek yang statusnya disamaratakan dalam penelitian. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi SMP Bina Amal Bekasi yang berjumlah 125 orang.
33
3.3.2
Sampel dan teknik pengambilan sampel Sampel adalah mengambil sesuatu bagian populasi atau semesta sebagai
wakil (representasi) populasi atau semesta itu (Kerlinger, 2006). Untuk jumlah sampel, peneliti menggunakan ukuran minimum yang ditawarkan oleh Gay (dalam Sevilla et, al., 1993), bahwa untuk penelitian korelasi diambil 30 subjek atau lebih. Pada penelitian ini, peneliti mengambil sampel para siswa-siswi SMP Bina Amal Bekasi. Sampel penelitian ini berjumlah 100 orang.
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik nonprobability sampling dengan cara incidental sampling. Menurut Nasution (2003), non-probability
sampling
adalah
bila
pemilihan
sampel
dengan
tidak
menghiraukan prinsip-prinsip probability. Teknik sampling ini memberi peluang atau kesempatan tidak sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Sedangkan accidental sampling ialah sampel diambil atas dasar seandainya saja, tanpa direncanakan lebih dahulu. Pengambilan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.
Cara ini dilakukan karena keterbatasan sisa waktu penelitian, sehingga peneliti memilih responden dengan menawarkan siapa saja anggota populasi yang ditemui lebih dulu.
34
3.4.
Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan pertanyaan tertutup (Close Question), yakni
menggunakan skala Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ) yang dikembangkan oleh Pintrich et, al., (1991). Ke-81 item pernyataan skala MSLQ ini memiliki rentang 7 pilihan jawaban seperti terlihat di sini;
Sangat tidak sesuai 1 __ __
__
__
__
Sangat sesuai 7 __ __
Skala MSLQ ini terdiri dari 2 aspek, yaitu aspek motivasi dan aspek strategi belajar. Aspek motivasi terdiri dari 31 item dan aspek strategi berlajar terdiri dari 50 pernyataan. Bahasa yang dipakai dalam kuesioner ini diusahakan untuk sedekat mungkin dengan bahasa sehari-hari yang digunakan oleh responden, dengan tetap menimbang standar baku Bahasa Indonesia, demi menghindari ambiguitas pernyataan. Cara ini dipakai demi pertimbangan pemahaman para responden terhadap setiap instruksi dan pernyataan dalam kuesioner. Berikut adalah tabulasi skor masing-masing skor berdasarkan jenis pernyataannya (favourable atau unfavourable).
35
Tabel 3.1 Bobot nilai tiap item Pernyataan
SBSS
SSS
Favourable
1
2
3
4
5
6
7
Unfavourable
7
6
5
4
3
2
1
Tabel 3.2
Blue Print Self-Regulated Learning ASPEK
INDIKATOR
Motivation 1. Value component (Komponen nilai) Strategies - Intrinsic goal orientation (Strategi(orientasi tujuan intrinsik) strategi - Extrinsic goal orientation motivasi) (orientasi tujuan ekstrinsik) - Task value 2. Expectancy component (Komponen ekspektasi) - Control of learning belief (keyakinan belajar) - Self-efficacy for learning and performance (Selfefficacy dalam belajar)
Learning Strategies (Strategistrategi belajar)
3. Affective component (Komponen aktif) - Test anxiey (Kecemasan menghadapi tes) 1. Cognitive & metacognitive strategies (Strategi-strategi kognitif dan metakognitif) - Rehearsal (Latihan) - Elaboration (Pengembangan) - Organization (Organisasi) - Critical thingking (Berpikir kritis)
∑
NOMOR ITEM F
UF
1, 16, 22, 24
4
7, 11, 13, 30
4
4, 10, 17, 23, 26, 27
6
2, 9, 18, 25
4
5, 6, 12, 15, 20, 21, 29, 31
8
3, 8, 14, 19, 28
5
39, 46, 59, 72 53, 62, 64, 67, 69, 81
4 6
32, 42, 49, 63 38, 47, 51, 66, 71
4 5
36
- Metacognitive self regulation (Regulasi metakognitif) 2. Resource management strategies (Strategi-strategi me-manage sumber pengetahuan) - Time & study environtment (Waktu & lingkungan belajar) - Effort regulation (Regulasi usaha) - Peer learning (Kerjasama) - Help seeking (Mencari dukungan)
36, 41, 44, 54, 55, 56, 61, 76, 78, 79
33, 57
12
35, 43, 65, 70, 73
52, 77, 80
8
48, 74
37, 60
4
34, 45, 50 58, 68, 75
40
3 4
Sedangkan ukuran prestasi belajar yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan nilai rapor yang didapatkan oleh masing-masing siswa yang menjadi responden. Data mengenai perolehan nilai rapor masing-masing siswa diakses langsung dari leger (bank data) SMP Bina Amal Bekasi.
Penetapan nilai masing-masing siswa SMP Bina Amal menggunakan metode penjumlahan nilai yang biasa dipakai di setiap sekolah, yakni dengan menjumlahkan perolehan nilai seorang siswa untuk semua mata pelajaran.
3.5.
Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Penelitian Di dalam penelitian harus digunakan alat ukur yang valid dan reliable,
agar kesimpulan dalam penelitian yang diperoleh tidak memberikan gambaran yang jauh berbeda dengan keadaan yang sebenarnya. Pengujian tingkat validitas dan reliabilitas dari kedua alat ukur dalam penelitian ini dilakukan sebelum
37
diadakan pengambilan data. Pengujian alat ukur ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana dapat mengungkapkan hal-hal yang semestinya diukur dari suatu variabel.
3.5.1. Uji validitas skala Uji validitas digunakan untuk mengukur derajat ketepatan dan ketelitian atau akurasi yang ditunjukkan oleh instrumen pengukuran (Sevilla et, al., 1993). Suatu alat ukur yang valid tidak sekadar mampu mengungkapkan data-data dengan tepat, akan tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Suatu tes atau instrumen pengukuran dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya.
Untuk memperoleh pengukuran yang valid dilakukan pengorelasian skor item dengan skor total. Formula yang digunakan adalah rumus Correlation Product Moment yang dikemukakan oleh Pearson berikut;
rxy =
N ∑ XY − (∑ X )(∑Y )
(N ∑ X
2
− (∑ X ) N ∑Y 2 − (∑Y ) 2
Keterangan: rxy
= Angka indeks korelasi product moment
N
= Jumlah sampel
∑ ∑ ∑
XY
= Jumlah asli perkalian antara X dan Y
X
= Jumlah seluruh skor X
Y
= Jumlah seluruh skor Y
2
)
38
3.5.2. Reliabilitas Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur derajat ketepatan suatu alat ukur tentang pokok isi atau arti sebenarnya yang diukur (Sevilla et, al., 1993). Reliabilitas adalah ketepatan yang dicapai pada pengukuran dengan menggunakan instrumen sehingga hasil yang diperoleh bersifat konsisten. Tes dikatakan sebagai reliabilitas tinggi apabila skor tampak tes itu berkorelasi tinggi dengan skor murninya sendiri.
Adapun uji reliabilitas alat tes atau skala dengan rumus Alpha Cronbach berikut:
⎛ s12 + s 22 ⎜ α = 2⎜1 − s x2 ⎝
⎞ ⎟⎟ ⎠
Keterangan: s12 dan s 22
= Varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2
s x2
= Varians skor skala
3.5.3. Hasil uji validitas dan reliabilitas alat ukur penelitian Instrumen ini telah diuji reliabilitasnya dalam berbagai penelitian. Pada saat pertama kali dikembangkan oleh Pintrich et al., (1991) reliabilitas instrumen ini sangat kuat, memiliki nilai alpha Cronbach pada masing-masing sub-skala berkisar antara 0.52 hingga 0.93 (N = 380) dan memiliki korelasi antar sub skala yang moderat hingga signifikan (Pintrich et al., 1991). Pengujian dilakukan pada mahasiswa.
39
Instrumen ini juga pernah dipergunakan oleh Arend (2006) pada 411 pelajar usia 18 – 19 tahun. Reliabilitas instrumen masing-masing sub-skala terentang antara 0.745 hingga 0.788. Selain itu, instrumen ini juga pernah diadaptasi oleh Karadeniz et al., (2008) untuk digunakan pada pelajar Turki berusia 12 – 18 tahun. Instrumen diujicobakan pada 1114 orang responden. Nilai korelasi antara skor item dan skor total yang telah terkoreksi terentang antara 0.58 hingga 0.15 (p value < 0.01) pada aspek-aspek sub-skala motivasi dan 0.68 hingga 0.19 (p value < 0.01) pada aspek-aspek sub-skala strategi belajar. Artinya, instrumen ini memiliki tingkat keandalan (reliability) yang sangat tinggi untuk dipergunakan dalam kondisi apa pun dan di mana pun.
3.6.
Teknik Analisis Data Dalam penelitian deskriptif korelasional, hal yang diukur adalah seberapa
besar hubungan antara satu variabel dengan variasi yang disebabkan oleh variabel lain (Sevilla et, al., 1993). Untuk menganalisis data yang diperoleh dan mengetahui ada tidaknya korelasi antara dua variabel, digunakanlah teknik statistik korelasi Spearman dengan rumus:
Keterangan: rs
= Angka indeks korelasi spearman rho
n
= Jumlah sampel
d
= Selisih ranking antara variabel X dan Y untuk tiap subyek
1&6
= Angka konstan
40
Penghitungan
statistik
dilakukan
dengan
menggunakan
sistem
komputerisasi program SPSS yang diinterpretasikan dengan mengacu pada tabel koefisien Korelasi Spearman. Jika hasil perhitungannya lebih besar dari r tabel, maka korelasi dianggap signifikan dengan kata lain Ha diterima dan H0 ditolak. Tetapi jika hasil perhitungannya lebih kecil dari r tabel maka korelasi tidak signifikan atau H1 ditolak dan H0 diterima.
3.7.
Prosedur Penelitian Penelitian ini berjalan dengan melalui tiga tahap prosedur penelitian, yaitu
persiapan, uji coba, pengambilan data, serta pengolahan data. Persiapan
Dimulai dengan perumusan masalah, menentukan variabel yang akan diteliti, melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran, dan landasan teoritis yang tepat mengenai variabel penelitian. Kemudian menentukan, menyusun, dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan, yaitu
MSLQ
(Motivated
Strategies
for
Learning
Questionnaire) dan data prestasi siswa. Pengambilan data
Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah siswa-siswi SMP Bina Amal Bekasi yang berjumlah 100 orang. Penelitian dilakukan pada tanggal 28 Agustus 2010. Sebelum penelitian, sampel diberi penjelasan mengenai tujuan penelitian dan meminta kesediaan subjek untuk mengisi kuesioner penelitian, serta melakukan
41
pengambilan data dengan memberikan alat ukur yang telah disiapkan. Pengolahan data
Setelah data terkumpul, peneliti melakukan pengolahan data hasil instrumen penelitian yang telah diisi oleh responden yang menjadi sampel penelitian ini. Kemudian membuat
tabulasi
dari
data
yang
telah
diperoleh.
Melakukan penilaian hasil jawaban responden pada skala MSLQ, melakukan analisa data dengan program SPSS untuk menguji hipotesa dan korelasi antar variabel penelitian.
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Dalam Bab 4 ini akan dibahas hasil dari penelitian yang telah dilakukan di SMP Bina Amal Bekasi. Hasil penelitian ini mencakup pengujian hipotesis serta hasil uji hipotesis tambahan.
4.1.
Gambaran Umum Responden Penelitian ini dilakukan di SMP Bina Amal Bekasi, dan melibatkan 100
responden yang terdiri dari (57%) siswa laki-laki dan (43%) siswa perempuan. Tingkatan kelas responden terdiri dari kelas 7 (31%), kelas 8 (38%) dan kelas 9 (31%). Pada Tabel 4.1. disajikan karakteristik responden yang terdiri dari jenis kelamin, kelas, dan lamanya mereka belajar di rumah. Tabel 4.1. Karakteristik responden Karakteristik Kelas
Lama Belajar di Rumah
Total
7 8 9 1 jam 2 jam > 2 jam Tidak pernah
Frekuensi Pria Wanita 19 12 18 20 20 11 16 16 24 17 15 10 2 0 57
43
Jumlah
Persentase
31 38 31 32 41 25 2
31% 38% 31% 32% 41% 25% 2%
100
100,00%
Dilihat dari lama waktu yang dibutuhkan responden untuk belajar di rumah, sebagian besar responden (41%) membutuhkan waktu 2 jam untuk
42
43
memahami pelajaran yang telah mereka terima di sekolah. Sebanyak 32% responden mempelajari materi sekolah selama 1 jam, 25% yang membutuhkan lebih dari 2 jam untuk belajar di rumah, dan hanya 2% yang tidak pernah belajar di rumah.
4.2.
Deskripsi Data Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan
penghitungan statistik deskriptif untuk melihat gambaran umum data penelitian yang didapat. Selain itu, dilakukan pula penghitungan kategori skor responden. Hasil penghitungannya disajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2. Kategori Self Regulated Learning Kategori Tinggi Sedang Rendah Jumlah
Mean 72.9486
St Deviasi 8.59176
Rentang Skor X > M + 1SD M - 1SD < X < M + 1SD X < M - 1SD
> 82 65 - 81 < 64
Frekuensi
%
16 68 16
16% 68% 16%
100
100%
Berdasarkan hasil penghitungan statistik deskriptif diketahui nilai rerata (mean) skor self-regulated learning sebesar 72.95 dengan standar deviasi sebesar 8.52. Nilai rerata dan standar deviasi kemudian dimasukkan ke dalam formula kategorisasi skor, seperti ditampilkan pada tabel di atas. Berdasarkan formula tersebut, diketahui bahwa jika skor responden > 82 responden berada pada kategori tinggi, responden yang memiliki skor < 64 berada pada kategori rendah, dan responden yang memiliki skor di antara 65 – 81 berada pada kategori sedang. Hasil kategorisasi didapat sebagian besar (68%) responden berada pada kategori
44
self-regulated learning sedang, masing-masing (16%) kelompok responden berada pada kategori tinggi dan rendah.
Hasil kategorisasi skor self-regulated learning kemudian ditabulasi silang berdasarkan kategori jenis kelamin dan kelas responden. Hasil penghitungannya ditampilkan pada Tabel 4.3. dan 4.4. Tabel 4.3. Jenis Kelamin * Kategori Self-Regulated Learning Crosstabulation Kategori Self Regulated Learning Tinggi Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
Total
Total
11
Sedang 36
Rendah 10
57
11.0%
36.0%
10.0%
57.0%
5
32
6
43
5.0%
32.0%
6.0%
43.0%
16
68
16
100
16.0%
68.0%
16.0%
100.0%
Dari tabel di atas terlihat bahwa pada kelompok responden laki-laki, yang berada pada kategori self-regulated learner tinggi (11%) lebih banyak dari mereka yang tergolong pada self regulated learner rendah (10%). Berbeda pada kelompok responden perempuan yang lebih banyak berada pada kategori self-regulated learner rendah (6%) dibandingkan yang berada pada kategori tinggi (5%). Kategori terbanyak pada kedua kelompok responden adalah self-regulated learner sedang; (36%) pada kelompok sampel laki-laki dan (32%) pada kelompok sampel perempuan.
45
Tabel 4.4. Kelas * Kategori Self Regulated Learning Crosstabulation Kategori Self Regulated Learning Tinggi Kelas
Kelas 7 Kelas 8 Kelas 9
Total
Total
8
Sedang 19
Rendah 4
31
8.0%
19.0%
4.0%
31.0%
4
26
8
38
4.0%
26.0%
8.0%
38.0%
4
23
4
31
4.0%
23.0%
4.0%
31.0%
16
68
16
100
16.0%
68.0%
16.0%
100.0%
Berdasarkan Tabel 4.4. di atas diketahui bahwa responden pada kelas 7 lebih banyak yang berada pada kategori self-regulated learner tinggi (8%) dibandingkan mereka yang berada pada kategori rendah (4%). Sementara pada responden kelas 8 lebih banyak yang berada pada kategori rendah (8%) dibandingkan mereka yang berada pada kategori tinggi (4%). Pada responden kelas 9, frekuensi mereka yang berada pada kategori tinggi dan rendah berimbang, masing-masing (4%). Mayoritas responden berada pada kategori self regulated learner sedang; (19%) pada kelas 7, (26%) pada kelas 8, dan (23%) pada kelas 9.
Selain menghitung statistik deskriptif skor self-regulated learning, dilakukan pula penghitungan statistik deskriptif variabel prestasi belajar. Hasil penghitungannya disajikan pada Tabel 4.5.
46
Tabel 4.5. Kategori Self-Regulated Learning Kategori
Mean
St Deviasi
Tinggi
67.98
1.57
Rentang Skor
Frekuensi
%
X > M + 1SD
70
18
18%
Sedang
M - 1SD < X < M + 1SD
67 - 69
72
72%
Rendah
X < M - 1SD
66
10
10%
100
100%
Jumlah
Berdasarkan hasil penghitungan statistik deskriptif variabel prestasi diketahui nilai rerata (mean) skor prestasi belajar sebesar 67.98 dengan standar deviasi sebesar 1.57. Nilai rerata dan standar deviasi tersebut kemudian dimasukkan ke dalam formula kategorisasi skor, seperti ditampilkan pada tabel di atas. Berdasarkan formula tersebut, diketahui bahwa skor responden > 70 berada pada kategori tinggi, responden yang memiliki skor < 66 berada pada kategori rendah, dan responden yang memiliki skor di antara 67 – 69 berada pada kategori sedang. Hasil kategorisasi didapat sebagian besar (72%) responden memiliki prestasi belajar sedang, (18%) responden memiliki prestasi belajar tinggi, dan (10%) responden memiliki prestasi belajar yang rendah.
Hasil kategorisasi skor prestasi belajar kemudian ditabulasi silang berdasarkan kategori jenis kelamin dan kelas responden. Hasil penghitungannya ditampilkan pada Tabel 4.6. dan 4.7.
47
Tabel 4.6. Jenis Kelamin * Kategori Prestasi Crosstabulation Total
Kategori Prestasi Tinggi Jenis Kelamin
Laki-laki
Sedang
Rendah
12
39
6
57
12.0%
39.0%
6.0%
57.0%
Perempuan
6
33
4
43
6.0%
33.0%
4.0%
43.0%
Total
18
72
10
100
18.0%
72.0%
10.0%
100.0%
Dari tabel di atas terlihat bahwa pada kelompok responden laki-laki dan perempuan sama lebih banyak memiliki prestasi belajar tinggi; (12%) pada lakilaki dan (6%) pada responden perempuan, dibandingkan mereka yang memiliki prestasi rendah; (6%) pada responden laki-laki dan (4%) pada responden perempuan. Kategori terbanyak pada kedua kelompok responden adalah pada kategori sedang; (39%) pada kelompok sampel laki-laki dan (33%) pada kelompok sampel perempuan. Tabel 4.7. Kelas * Kategori Prestasi Crosstabulation Kategori Prestasi Tinggi Kelas
Kelas 7 Kelas 8 Kelas 9
Total
Total
8
Sedang 20
Rendah 3
31
8.0%
20.0%
3.0%
31.0%
7
26
5
38
7.0%
26.0%
5.0%
38.0%
3
26
2
31
3.0%
26.0%
2.0%
31.0%
18
72
10
100
18.0%
72.0%
10.0%
100.0%
Berdasarkan Tabel 4.7. di atas diketahui bahwa responden pada ketiga kelompok kelas lebih banyak yang berada pada kategori tinggi; (8%) pada kelas 7, (7%) pada kelas 8, dan (3%) pada kelas 9. Sementara mereka yang berada pada kategori rendah lebih sesedikit; (3%) pada kelas 7, (5%) pada kelas 8, dan (2%)
48
pada kelas 9. Mayoritas responden memiliki prestasi belajar yang sedang; (20%) pada kelas 7, (26%) pada kelas 8 dan kelas 9.
4.3.
Uji Hipotesis Penelitian
4.3.1. Hubungan self-regulated learning dan prestasi belajar Pertanyaan utama penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara self-regulated learning dan prestasi belajar. Untuk menjawab pertanyaan ini dilakukan penghitungan uji korelasi dengan menggunakan teknik Spearman’s rho. Pada Tabel 4.8. diperlihatkan ringkasan hasil penghitungan uji korelasi. Tabel 4.8. Hasil penghitungan uji korelasi rhi
rtabel (N = 100 ; α = 5% & 1 %)
Keputusan
0.472
0.197 & 0.257
Tolak H0
p value < 0.01
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa nilai r hitung sebesar 0.472. Sementara r tabel pada taraf signifikansi 5% dan 1% adalah sebesar 0.197 dan 0.257. Karena nilai r hitung yang didapat > nilai r tabel, maka hipotesis nihil (H0) yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara selfregulated learning dan prestasi belajar ditolak.
Karena hipotesis nihil ditolak, dengan demikian hipotesis alternatif (H1) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara self-regulated learning dan prestasi belajar diterima. Arah hubungan yang dihasilkan
49
menunjukkan arah positif, yang bermakna bahwa semakin baik penerapan strategi self-regulated learning yang dilakukan responden, semakin tinggi prestasi belajar yang diraih.
4.3.2. Analisis tambahan 4.3.2.1.
Perbedaan self regulated learning berdasarkan jenis kelamin Hal selanjutnya yang dapat dilihat dari penelitian ini adalah perbedaan
self-regulated learning antara responden laki-laki dengan perempuan. Untuk menguji perbedaan self-regulated learning berdasarkan jenis kelamin ini peneliti mengajukan hipotesis bahwa tidak terdapat perbedaan self-regulated learning yang signifikan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan. Dengan hipotesis alternatif terdapat perbedaan self-regulated learning yang signifikan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan.
Pada Tabel 4.9. diperlihatkan skor rerata self-regulated learning berdasarkan jenis kelamin. Dari tabel tersebut terungkap bahwa pada siswa lakilaki memiliki skor rerata tertinggi (73.28) dibandingkan dengan skor rerata responden perempuan (72.52). Tabel 4. 9. Skor rerata self-regulated learning berdasarkan jenis kelamin responden
Self Regulated Learning
Jenis Kelamin
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Laki-laki
57
Perempuan
73.2753
9.16139
1.21346
43
72.5156
7.85848
1.19841
50
Berdasarkan perbedaan rerata tersebut kemudian hendak diketahui apakah terdapat perbedaan self-regulated learning yang signifikan di antara kedua kelompok responden. Untuk menguji signifikansi perbedaan self-regulated learning antara siswa laki-laki dan siswa perempuan, data diuji menggunakan teknik independent sample t test. Hasil penghitungannya diperlihatkan pada Tabel 4.10. di bawah; Tabel 4. 10. Hasil penghitungan uji beda bedasarkan jenis kelamin thi
ttabel (df = 98 ; α = 5%)
Keputusan
0.436
2.000
Terima H0
p value > 0.05
Pada tabel tersebut tampak bahwa nilai t hitung sebesar 0.436. Sedang nilai t tabel pada taraf kepercayaan 95% dengan derajat kebebasan (df; degree of freedom) 98 sebesar 2.000. Hipotesis uji dapat diterima jika; nilai t hitung < t tabel. Dengan demikian hipotesis nihil (H0) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan self-regulated learning yang signifikan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan diterima.
4.3.2.2. Perbedaan prestasi belajar berdasarkan jenis kelamin Analisis tambahan kedua menelaah perbedaan prestasi belajar antara siswa laki-laki siswa perempuan. Peneliti mengajukan hipotesis uji bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi belajar yang signifikan antara siswa laki-laki dan siswa
51
perempuan. Dengan hipotesis alternatif menyatakan tidak terdapat perbedaan prestasi belajar yang signifikan siswa laki-laki dan siswa perempuan.
Tabel 4.11. menyajikan deskripsi skor rerata prestasi belajar yang dominan jenis kelamin responden. Pada tabel tersebut terlihat bahwa responden laki-laki memiliki skor prestasi belajar lebih tinggi (68.06) dari perempuan (67.87). Tabel 4.11. Skor rerata prestasi berdasarkan jenis kelamin responden Jenis Kelamin Prestasi Belajar
N
Laki-laki Perempuan
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
57
68.0616
1.61993
.21456
43
67.8660
1.52056
.23188
Berdasarkan perbedaan rerata tersebut kemudian hendak diketahui apakah terdapat perbedaan prestasi belajar yang signifikan di antara kedua kelompok responden. Untuk menguji signifikansi perbedaan prestasi belajar antara siswa laki-laki dan siswa perempuan, data diuji menggunakan teknik independent sample t test. Hasil penghitungannya diperlihatkan pada Tabel 4.12. Tabel 4.12. Hasil penghitungan uji beda bedasarkan jenis kelamin thi
ttabel (df = 98 ; α = 5%)
Keputusan
0.613
2.000
Terima H0
p value > 0.05
52
Pada tabel tersebut tampak bahwa nilai t hitung sebesar 0.613. Sedang nilai t tabel pada taraf kepercayaan 95% dengan derajat kebebasan (df; degree of freedom) 98 sebesar 2.000. Hipotesis uji dapat diterima jika; nilai t hitung < t tabel. Dengan demikian hipotesis nihil (H0) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi belajar yang signifikan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan diterima.
4.3.2.3. Perbedaan self-regulated learning berdasarkan tingkat kelas Selanjutnya ingin dilihat perbedaan self-regulated learning berdasarkan tingkat kelas responden. Untuk menguji perbedaan self-regulated learning berdasarkan kelas ini peneliti mengajukan hipotesis bahwa tidak terdapat perbedaan self-regulated learning yang signifikan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan. Dengan hipotesis alternatif terdapat perbedaan self-regulated learning yang signifikan antara siswa laki-laki dan siswa perempuan.
Pada Tabel 4.13. diperlihatkan skor rerata Self Regulated Learning berdasarkan kelas responden. Dari tabel tersebut terungkap bahwa pada siswa kelas 7 memiliki skor rerata tertinggi (74.65), kelas 9 (73.01), dan skor rerata terrendah kelas (71.51).
53
Tabel 4.13. Skor rerata self-regulated learning berdasarkan jenis kelamin responden N Kelas 7 Kelas 8 Kelas 9 Total
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound
Minimum
Maximum
31
74.6535
8.83276
1.58641
71.4137
77.8934
57.25
89.61
38
71.5068
9.05444
1.46882
68.5307
74.4830
52.71
92.37
31
73.0110
7.67007
1.37759
70.1976
75.8244
55.26
88.25
100
72.9486
8.59176
.85918
71.2438
74.6534
52.71
92.37
Berdasarkan perbedaan rerata tersebut kemudian hendak diketahui apakah terdapat perbedaan self-regulated learning yang signifikan di antara ketiga kelompok responden. Untuk menguji signifikansi perbedaan self-regulated learning di antara ketiga kelompok sampel, data diuji menggunakan teknik independent oneway anova. Hasil penghitungannya diperlihatkan pada Tabel 4.14. Tabel 4.14. Hasil penghitungan uji beda bedasarkan jenis kelamin
fhi
ftabel (df = 2 & 97 ; α = 5%)
Keputusan
1.150
4.84
Terima H0
p value > 0.05
Pada tabel tersebut tampak bahwa nilai f hitung sebesar 1.150. Sedang nilai f tabel pada taraf kepercayaan 95% dengan derajat kebebasan (df; degree of freedom) 2 & 97 sebesar 4.84. Hipotesis uji dapat diterima jika; nilai f hitung < f tabel. Dengan demikian hipotesis nihil (H0) yang menyatakan bahwa tidak
54
terdapat perbedaan self-regulated learning yang signifikan di antara ketiga kelompok responden diterima.
4.3.2.4. Perbedaan prestasi belajar berdasarkan tingkat kelas Selanjutnya ingin diketahui perbedaan prestasi belajar berdasarkan tingkatan kelas resopnden. Dari pertanyaan ini peneliti mengajukan hipotesis uji yang berbunyi bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi belajar yang signifikan berasarkan kelas responden. Dengan hipotesis alternatif menyatakan terdapat perbedaan prestasi belajar yang signifikan berdasarkan kelas responden.
Tabel 4.15. menyajikan deskripsi skor rerata prestasi belajar yang dominan berdasarkan tingkat kelas responden. Pada tabel tersebut terlihat bahwa responden kelas 7 memiliki skor prestasi belajar tertinggi (68.64), sementara kelas 8 sebesar (67.82), dan terendah adalah kelas 9 (67.82). Tabel 4.15. Skor rerata prestasi berdasarkan jenis kelamin responden
N Kelas 7 Kelas 8 Kelas 9 Total
Mean
Std. Deviation
Std. Error
95% Confidence Interval for Mean Lower Upper Bound Bound
Minimum
Maximum
31
68.3277
1.63592
.29382
67.7277
68.9278
65.31
72.19
38
67.8234
1.72284
.27948
67.2571
68.3897
64.38
72.81
31
67.8161
1.28293
.23042
67.3455
68.2867
64.38
70.44
100
67.9775
1.57313
.15731
67.6654
68.2896
64.38
72.81
Berdasarkan perbedaan rerata tersebut kemudian hendak diketahui apakah terdapat perbedaan prestasi belajar yang signifikan di antara ketiga kelompok responden. Untuk menguji signifikansi perbedaan prestasi belajar tersebut, data
55
diuji menggunakan teknik oneway anova. Hasil penghitungannya diperlihatkan pada Tabel 4.16. Tabel 4.16. Hasil penghitungan uji beda berdasarkan tingkat kelas fhi
ftabel (df = 2 & 97 ; α = 5%)
Keputusan
1.116
4.84
Terima H0
p value > 0.05
Pada tabel tersebut tampak bahwa nilai f hitung sebesar 1.116. Sedang nilai f tabel pada taraf kepercayaan 95% dengan derajat kebebasan (df ; degree of freedom) 2 & 97 sebesar 4.84. Hipotesis uji dapat diterima jika; nilai t hitung < t tabel. Dengan demikian hipotesis nihil (H0) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan prestasi belajar yang signifikan berdasarkan kelas responden diterima.
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini peneliti akan menguraikan simpulan dari hasil penelitian mengenai hubungan antara self-regulatied learning dengan prestasi belajar, yang dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Bina Amal Bekasi. Bahasan akan disambung dengan diskusi tentang hasil penelitian, dan ditutup dengan saran-saran yang berkaitan dengan penelitian ini.
5.1.
Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dibahas pada Bab IV diketahui bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara self-regulated learning dan prestasi belajar. Arah hubungan yang dihasilkan dari kedua variabel tersebut menunjukkan arah positif, yang bermakna semakin baik penerapan strategi self-regulated learning yang dilakukan responden, maka semakin tinggi pula prestasi belajar yang akan mereka dapatkan.
5.2.
Diskusi Self-regulated learning secara teoretis mencakup beberapa fungsi yang kerap
disebut sebagai faktor pemicu prestasi belajar seperti fungsi-fungsi kognitif, motivasi
56
57
dan lainnya. Hal ini ditambah dengan kemampuan kontrol fungsi metakognisinya demi mengondisikan diri dalam proses belajar. Di luar itu, segala proses aplikasi strategi ini direferensikan kepada individu seorang siswa sendiri, dan bukan mengandalkan faktor-faktor eksternal seperti guru, lingkungan, dan lain sebagainya.
Hipotesis penelitian ini, sebagaimana disebut pada Bab II sebelumnya, adalah strategi belajar yang baik seorang siswa (dalam hal ini self-regulation learning) mampu memberi pengaruh yang positif dan signifikan bagi prestasi belajarnya. Hasil penelitian ini menguatkan penelitian-penelitian sebelumnya, sebagaimana dilakukan oleh Pintrich (1991) dan Zimmerman (dalam Montalvo dan Torres, 2004).
Hasil penelitian yang dilakukan ternyata kembali membuktikan hipotesis di atas. Secara teoretis kita sudah melihat bahwa penerapan strategi self-regulated learning pada kegiatan belajar seorang siswa sama dengan mengaktifkan seluruh potensi dari seorang siswa untuk mendukung proses belajar.
Aspek lain dari self-regulated learning adalah abilitasnya untuk diterapkan pada berbagai kelompok usia pelajar. Hal ini ditunjukkan dengan hasil analisis tambahan yang menyebutkan tidak ada perbedaan self-regulated learning jika dilihat berdasar tingkatan kelas. Hasil ini menguatkan penelitian Kosnin (2007), yang mengambil responden mahasiswa di Malaysia, yang menunjukkan bahwa self-
58
regulated learning dapat diterapkan pada pelajar yang berada dalam kisaran usia dewasa awal. Sementara penelitian Karadeniz, et. al (2008) menunjukkan bahwa strategi ini juga berdampak positif sebagai pemicu prestasi bagi pelajar usia yang lebih dini, yakni 12-18 tahun.
Beberapa hal yang menjadi catatan dalam pelaksanaan penelitian ini di antaranya, faktor keterbatasan waktu yang membuat proses penelitian dilakukan dengan tergesa-gesa. Hal ini mengakibatkan peneliti tidak dapat menimbang penggunaan pendekatan lain yang mungkin akan menunjukkan kesimpulan yang lebih baik.
Hal lain yang menjadi catatan adalah minimnya jumlah murid yang menjadi populasi penelitian ini, yakni 125 orang. Sebagaimana diketahui, dalam penelitian diyakini bahwa semakin besar responden yang dilibatkan, semakin representatif pula hasil penelitian yang didapatkan. Dengan keterbatasan ini peneliti memiliki opsi yang sangat terbatas untuk memilih sampel.
5.3.
Saran Berdasar proses dan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya, ada beberapa saran, baik yang bersifat teoretis maupun praktis yang dapat diajukan di sini:
59
5. 3. 1. Saran teoretis 1. Dari penelitian yang dilakukan oleh Pintrich et al. (1991) di Amerika, yang mengelompokkan respondennya berdasar keturunan ras, yakni afro-amerika anglo-saxon, kaukasia, hispanik dan lainnya; penelitian serupa dapat dilakukan di Indonesia dengan melibatkan responden yang berlatar belakang majemuk, teknik cuplik (sampling) serupa bisa menjadi bahan penelitian yang menarik, dengan melibatkan lebih banyak latar belakang suku bangsa. Salah satu manfaat yang didapat adalah menjadikannya sebagai bahan indikator untuk mengevaluasi distribusi kualitas pendidikan di negeri ini. 2. Saran lainnya adalah pengayaan variabel yang diteliti dalam kaitannya dengan self-regulated learning, atau melakuan penelitian yang memerlakukan selfregulated learning sebagai variabel terikat (dependent variable) yang dipengaruhi oleh aspek-aspek lain.
5. 3. 2. Saran praktis Sebagaimana disebut di atas, penelitian ini dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Karena hal inilah metode cuplik accidental sampling akhirnya dilakukan. Suasana seperti ini tentu saja berisiko mengurangi kredibilitas hasil penelitian. Oleh karenanya peneliti menyarankan penelitian selanjutnya mesti dilakukan dalam rentang waktu yang relatif wajar, sehingga setiap keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
60
Melihat populasi dan sampel yang dilibatkan dalam penelitian ini, peneliti juga menyarankan agar penelitian selanjutnya dengan tema yang sejenis, melibatkan lebih banyak responden, jika perlu dengan latar belakang sekolah yang beragam. Barangkali dengan begitu perbedaan strategi antara murid dengan latar belakang sekolah yang berbeda, dan kaitannya dengan hasil belajar, akan semakin terlihat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu., Supriyono, Widodo. (2004). Psikologi belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Arend, Bridget D. (2006). Course assessment practices and student learning strategies in online courses. Paper adapted from a dissertation study completed by Bridget Arend (2006) and were presented at the 2006 Sloan-C International Conference on Asynchronous Learning Networks and the 2006 Professional and Organizational Development Network in Higher Education Conference. Djamarah, Syaiful Bahri, Drs. (2008). Psikologi belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Duckworth, Kathryn., Akerman, Rodie., MacGregor, Alice., Salter, Emma., Vorhaus, John. (2009). Self-regulated learning: a literature review. London: Center for Research on the Wider Benefits of Learning Institute of Education. Karadeniz, Sirin., Buyukozturk, Sener., Akgun, Ozkan Erkan., Cakmak, Ebru Kilic., Demirel, Funda. (2008). The Turkish adaptation study of motivated strategies for learning questionnaire (MSLQ) for 12–18 year old children: results of confirmatory factor analysis. The Turkish online journal of educational technology – TOJET. October 2008, Volume 7 Issue 4 Article 12. Kerlinger, F., N. (2004). Asas-asas penelitian behavioral. Gadjah Mada University Press (terj). Jakarta: Gadjah Mada University Press. Kosnin, Mohd Azlina. (2007). Self-regulated learning and academic achievement in malaysian undergraduated. International Education Journal. Vol. 8 (1). 221-228. Montalvo, Fermin Torrano. Torres, Maria Carmen Gonzales. (2004). Selfregulated learning: current and future directions. Electronic Journal of Research in Educational Psychology, 2 (1), 1-34. http://www.stanford.edu/dept/SUSE/projects/ireport/articles/selfregulation/self-regulated%20learning-motivation.pdf, diakses pada tanggal 20 Agustus 2010, pukul 21.14 WIB. Nasution, Rozaini. Prof., SKM (2003). Teknik http://www.library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rozaini.pdf. pada 29 Agustus 2010, pukul 17.46 WIB.
61
sampling. diakses
62
Pintrich, Paul R., De Groot, E. (1990). Motivational and self-regulated learning component of classroom academic performance. Journal of Educational Psychology, 82, 33-40. Pintrich, Paul R., Smith, David A. F., Garcia, Teresa., McKheacie, Wilbert J (1991). A manual for the motivated strategies for learning questionnaire (MSLQ). Michigan: The Regent of The University of Michigan Purwanto, Ngalim. (1996). Psikologi pendidikan. Jakarta: Rosda Karya. Sevilla, C. G., Ochave, Jesus A., Punsalan Twila G. Regala, Bella P., Uriarte, Gabriel G. (1993). Pengantar metode penelitian. Alimuddin Tuwu (terj). Jakarta: UI Press. Shen, Pei-Di., Lee T H., & Tsai, C W. (2007). Applying web-enabled problembased learning and self-regulated learning to enhance computing skills of taiwan’s vocational students: a quasi-experimental study of a short-term module. The Electronic Journal of e-Learning. Vol 5 Issue 2 147 – 156. http://www.ejel.org/, diakses pada tanggal 20 Agustus 2010, pukul 21.26 WIB. Shih, Shu-shen (2002). Children’s self-efficacy beliefs, goal-setting behaviors, and self-regulated learning. Journal of National Taipei Teachers College, Vo1. XV (Sep. 2002) 263-282. Sukmadinata, Nana Syaodih, Prof., Dr. (2003). Landasan psikologi proses pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya. Syah, Muhibin, M. Td. (2004). Psikologi belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Vanderstoep, Scott W., Johnston, Deirdre D. (2009). Research method for everyday life; blending qualitative and quantitative approaches. San Fransisco: Jossey-Bass Zimmerman, Barry J. (1990). Self-regulated learning and academic achievement: an overview. Journal Educational Psychologist . Vol. 25 (1), 3-17
DAFTAR REFERENSI No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
15. 16. 17. 18. 19.
Rujukan/Sumber Ahmadi, Abu., Supriyono, Widodo, Psikologi belajar Arend, Bridget D. Course assessment practices and student learning strategies in online courses Djamarah, Syaiful Bahri, Drs. Psikologi belajar Duckworth, Kathryn, et, al., Self-regulated learning: a literature review Karadeniz, Sirin, et, al., The Turkish adaptation study of motivated strategies for learning questionnaire (MSLQ) for 12– 18 year old children: results of confirmatory factor analysis Kerlinger, F. N. (2004). Asas-asas penelitian behavioral Kosnin, Mohd Azlina. Self-regulated learning and academic achievement in malaysian undergraduated Montalvo, Fermin Torrano. Torres, Maria Carmen Gonzales. Self-regulated learning: current and future directions. Nasution, Rozaini Prof., SKM. Teknik sampling Pintrich, Paul R., De Groot, E. Motivational and self-regulated learning component of classroom academic performance Pintrich, Paul R., et, al., A manual for the motivated strategies for learning questionnaire Purwanto, Ngalim. Psikologi pendidikan Sevilla, C. G., et, al., Pengantar metode penelitian
Halaman Skripsi Referensi 11
199
39
6
2
175
59, 61
39
39, 58
108, 110
32, 33
49, 188
27, 57
221, 222
5, 6, 21, 22, 28, 57
2, 3, 4
33
5
6
33
23, 27, 28, 34, 38, 57
3
2, 14, 15 31, 33, 37, 38
Shen, Pei-Di., Lee T H., & Tsai, C W. Applying web-enabled problem-based learning and self-regulated learning to enhance 5, 21 computing skills of taiwan’s vocational students: a quasiexperimental study of a short-term module Shih, Shu-shen. Children’s self-efficacy beliefs, goal-setting 5, 21 behaviors, and self-regulated learning Sukmadinata, Nana Syaodih, Prof., Dr. Landasan psikologi 2, 12 proses pendidikan Syah, Muhibin, M. Td. Psikologi belajar 2, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19
Vanderstoep, Scott W., Johnston, Deirdre D. Research method for everyday life; blending qualitative and quantitative approaches Zimmerman, Barry J. Self-regulated learning and academic achievement: an overview
102, 106 87, 163, 175, 176 148
265 102, 103 195, 196, 197, 198, 199, 200, 201
31, 33
7, 26
20, 29
3, 4, 5
Jakarta, 30 Agustus 2010
Ahmad Makki 101070023004
Paraf Pembimbing