HUBUNGAN ANTARA PEMENUHAN KEBUTUHAN DENGAN AFEK POSITIF DAN AFEK NEGATIF PADA LANSIA Siti Urbayatun Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Abstrak Penelitian ini untuk menguji apakah ada hubungan antara pemenuhan kebutuhan dan afek lansia. Uji analisis kuantitatif dilakukan menggunakan perangkat lunak LISREL 8.03. Jumlah subyek dalam penelitian ini ada 40 orang lansia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Model tentang hubungan antara pemenuhan kebutuhan dan afek lansia merupakan model yang fit setelah 8 faktor dalam variabel pemenuhan kebutuhan direduksi menjadi 4 faktor. (2) Uji hubungan antar konstrak di dalam model menunjukkan adanya hubungan langsung antara konstrak-konstrak yang dihipotesiskan, misalnya terbuktinya peranan kebutuhan dalam mendukung munculnya afek positif ((=2.85; p<0.01) dan peranan kebutuhan dalam mengurangi munculnya afek negatif ((= -1.50; p<0.01). Key words: pemenuhan kebutuhan, afek positif, afek negatif
Abstract This research examined a model of affect for elderly, i.e. wether a need of selffulfilment effect the affectness of elderly. Quantitatif analytical test was done by application of LISREL 8.03. The Subject of this research were 40 elderies (20 male and 20 female). The result of this research indicates that: (1) The model about correlation among need of self-fulfilment and affect fits after eight factors in the need of self-fulfilment variables is reduced into four factors; (2) interrelation of constructs in the model showed the existence of direct relation between constructs hypothesized, such as the evidence of the role of neef of selffulfilment in supporting the positive-affect appearance (³=2.85; p<0.01) and the role of need of self-fulfilment in reducing the negative-affect appearance (³=-1.50; p<0.01). Keywords: need of self-fulfilment, positive-affect, negative-affect
Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan ......... (Siti Urbayatun)
\ 63[ [
Pendahuluan Menurut data WHO (Boedhi-Darmodjo, 1994) Indonesia akan beranjak dari urutan ke 10 pada tahun 1980 menjadi urutan ke 5 atau ke 6 pada tahun 2020 sebagai negara yang banyak jumlah populasi lansianya. Bahkan dengan terpecahnya USSR, Indonesia akan menduduki urutan ke 4 atau ke 5. Partodimulyo (2001) menyebutkan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah dengan penduduk lansia terbesar di Indonesia, sedangkan terendah berada di wilayah Irian Jaya. Berdasar data Biro Pusat Statistik (2002) komposisi penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta didominasi oleh kelompok usia dewasa yaitu umur 20- 24 tahun sebesar 10, 39 % dan kelompok umur lanjut usia yaitu umur 60 tahun ke atas sebesar 14, 52 %. Banyaknya jumlah lansia tadi ternyata diikuti masalah-masalah antara lain yang berkaitan dengan kondisi psikologisnya. Menurut Yacob (2001) banyak hal-hal yang bersifat medis dan psikososial yang harus dihadapi lansia pada beberapa dasa warsa yang akan datang. Selain itu juga ditemukan oleh Aryastami (1999) bahwa risiko kematian pada lansia (usia 55 tahun ke atas) hampir dua kali lipat dibanding usia produktif (15-54 tahun) dan 63,4 % dari mereka adalah dari masyarakat pedesaan. Menurut Prawitasari (1994) beberapa penelitian menunjukkan adanya keragaman kehidupan manusia lansia di Indonesia. Ada yang hidup bahagia di panti wreda. Ada yang lebih suka mandiri dan tinggal di rumah sendiri. Penelitian yang menyangkut afeksi lansia dilakukan oleh Darsonolo (Prawitasari, 1994) yang menyebutkan bahwa mereka yang masih bekerja dalam usia lanjut akan lebih bahagia dan harga dirinya tetap tinggi. Penelitian tentang beberapa hal yang dibutuhkan oleh lansia dilakukan oleh Martaniah (Prawitasari, 1994) yang menemukan bahwa para lansia masih menghendaki aktivitas, pergaulan dan \ 64[ [
kemandirian. Selanjutnya Prawitasari (1994) mengatakan bahwa lansia yang masih aktif di lingkungan sosial dan merasa dibutuhkan oleh keluarga maupun masyarakat sekitarnya akan menjadi lansia yang mempunyai kepuasan hidup dan kebahagiaan tersendiri, sedangkan bagi yang kurang seimbang mentalnya, kesendirian yang dialaminya mungkin akan menimbulkan rasa terisolasi dan depresi yang dimanifestasikan dalam bentuk kecemasan. Menarik untuk diteliti sejauh mana pengaruh terpenuhi-tidaknya kebutuhan-kebutuhan lansia terhadap afek lansia. Pada kenyatannya, banyak orang yang pada usia tua masih produktif, sehat dan berguna bagi banyak orang, namun tak jarang banyak pula yang lebih sering sakit-sakitan dan tidak dapat beraktivitas seperti lansia yang lain. Hal tadi memunculkan suatu pertanyaan pada penulis, apa yang menyebabkan perbedaan londisi psikologis di antara kedua lansia ini. Hal ini mendorong penulis untuk meneliti faktor- faktor yang berkaitan dengan afek lansia. Sejauh yang penulis ketahui belum ada model yang bisa menjelaskan tentang masalah afek pada lansia. Penulis berasumsi bahwa afek yang negatif pada lansia berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi serta afek yang positif pada lansia berhubungan dengan kebutuhankebutuhan yang terpenuhi. Telaah Teori Depkes (1991) memberi batasan lansia sebagai fase lanjut atau fase akhir dari perjalanan makhluk hidup. Beberapa istilah lain sering digunakan dan mempunyai pengertian yang sama: a. Usia Lanjut (dalam Undang- Undang Pokok Kesehatan No. 9 tahun 1960) b. Lanjut Usia / Lansia (dalam UndangUndang No 4 tahun 1965) c. MANULA (Manusia Usia Lanjut) d. Wredawan e. Adi Yuswo.
Humanitas : Indonesian Psychological Journal Vol. 3 No. 1 Januari 2006 : 63 - 72
Istilah lansia banyak dipakai oleh organisasi yang bergerak dalam pelayanan lanjut usia, misalnya adanya Yayasan Emong Lansia dan istilah lansia ini juga dipakai oleh PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia) untuk membuat salah satu program kerjanya yakni program inovasi pemberdayaan lansia (www.pkbi.or.id). Penelitian-penelitian tentang unsur afektif manusia sering menggunakan istilah emosi (Prawitasari, 1990, 1991, 1992, 1998; Prawitasari & Hasanat, 1990; Prawitasari & Martani ,1993; Prawitasari dkk., 1994 – 1997). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) perasaan adalah hasil atau perbuatan merasa dengan panca indera; atau rasa (keadaan batin) sewaktu menghadapi (merasai sesuatu); atau kesanggupan merasai; atau pertimbangan batin (hati) atas sesuatu. Emosi adalah luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat atau sebagai keadaan dan reaksi fisiologis maupun psikologis. Afek adalah perasaan dan emosi yang menekankan tingkat kesenangan atau kesedihan pada kualitas senang dan tidak senang, nyaman dan tidak nyaman yang mewarnai perasaan. Sarafino (1998) mengartikan emosi sebagai perasaan subyektif yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pikiran, perilaku dan fisiologis. Sebagian emosi bersifat positif (seperti senang, kasih sayang) dan sebagian yang lain adalah negatif (seperti marah, takut, sedih). Terlihat bahwa Sarafino tidak membedakan antara afek dan emosi. Batson dkk (1992) membedakan antara afek, mood dan emosi dan menyimpulkan bahwa dari ketiga istilah ini afek adalah yang paling umum. Afek adalah phylogenetic dan ontogenetic yang paling primitif. Afek ditandai sebagaimana lolongan anjing atau tangisan bayi. Afek memiliki nada (tone), valensi (positif atau negatif) dan intensitas dari lemah ke kuat.
Afek dalam penelitian ini mencakup macam- macam perasaan yang terjadi saat ini, dalam pengertian Batson dkk. (1992) disebut sebagai emosi, dan perasaan yang sering (biasanya) dialami baik yang bersifat positif maupun negatif, senang dan tidak senang, nyaman dan tidak nyaman. Perasaan saat ini dan biasanya yang bersifat positif akan disebut afek positif (AP) dan perasaan saat ini dan biasanya yang negatif akan disebut afek negatif (AN). Lansia telah mengalami berbagai pengalaman, baik yang mengenakkan maupun tidak mengenakkan dan akan mempengaruhi afeknya sehari- hari. Kehidupan lansia satu dengan lansia yang lain terdapat keragaman. Ada yang menikmati masa tua dengan bahagia dan tetap aktif. Infokes. Com (2000) mengambil contoh figur Titik Puspa sebagai lansia yang masih tetap aktif, cantik dan ceria di usia yang semakin tua. Lansia yang lain mungkin akan menghadapi masa tua dengan sakit-sakitan sehingga mengganggu aktivitasnya sehari- hari Menurut penelitian Charles dkk. (2001) afek negatif dan afek positif pada orang tua cenderung mengalami penurunan intensitasnya terutama jika dibandingkan dengan usia muda dan tengah baya. Hal ini dapat dipahami karena emosi orang tua lebih banyak dikontrol daripada sebelumnya, sehingga terkesan tidak meledakledak seperti ketika masih muda. Setiap manusia akan mempunyai kebutuhan- kebutuhan untuk memenuhi hajat hidupnya. Menurut Hershenson dkk. (1998) kebutuhan adalah perbedaan antara kenyataan dan pemuasan, atau suatu perbedaan dengan standar yang diakui, atau sebagai perbedaan antara situasi yang diinginkan individu dan situasi aktual. Murray (dalam Cloninger, 1996) meneliti mahasiswa di klinik psikologi Harvard dengan berbagai macam metode, ter masuk wawancara, tes psikologis dan tes behavioral akhirnya menyimpulkan ada dua puluh (20) kebutuhan atau motif pada individu dengan
Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan ......... (Siti Urbayatun)
\ 65[ [
tingkat yang berbeda-beda. Pemenuhan kebutuhan pada lansia sangat penting untuk dapat terwujudnya kehidupan lansia yang sehat dan bahagia. Landasan Teoritis Lansia mempunyai banyak kebutuhan; kebutuhan- kebutuhan ini dalam sebuah model persamaan struktural disebut sebagai faktor dan menurut Hoyle & Smith (1994) bersifat laten (latent variable) karena tidak dapat diketahui kecuali dari variabel- variabel yang dapat dilihat (manifest/ observed variable. Variabel yang diobservasi atau variabel amatan dari kebutuhan lansia adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan seksual, kebutuhan religius, kebutuhan akan kesehatan, kebutuhan aktivitas, kebutuhan sosial, kebutuhan mandiri ekonomi dan kebutuhan psikologis (Haditono, 1988; BoedhiDarmojo, 2001). Variabel amatan dari afek positif adalah afek positif kurun waktu saat ini dan biasanya dan variabel amatan dari afek negatif adalah afek negatif kurun waktu saat ini dan biasanya (Watson et al., 1988). Hasil dari pemaparan sebelumnya dapat diasumsikan bahwa tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan lansia akan menyebabkan afek negatif, sebaliknya jika dapat terpenuhi akan mendukung munculnya afek positif. Sebaliknya jika kebutuhankebutuhan lansia terpenuhi maka akan menimbulkan kepuasan hidup dan afek lansia lebih positif.
Yog yakarta. Karakteristik subyek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. berusia e•60 tahun; b. berjenis kelamin laki-laki dan perempuan; c. tingkat pendidikan minimal pernah mengenyam pendidikan di Sekolah Dasar; hal ini dimaksudkan agar subyek dapat lebih mudah memahami intruksi yang diberikan. Metode Pengumpulan Data 1. Metode penskalaan. Skala yang digunakan adalah Skala Pemenuhan Kebutuhan dan.Skala Afek Positif-Negatif. 2. Metode Wawancara. Metode wawancara dilakukan selama pemberian angket untuk mengantisipasi subyek yang buta huruf atau jika ada kalimat- kalimat yang tidak jelas bagi subyek dan kepada subyeksubyek yang dipilih sesuai kasusnya. Hasil Dan Pembahasan
Penelitian ini bersifat korelasional oleh karena itu dalam penelitian ini dianalisis hubungan dan pengaruh antara variabel bebas laten (eksogen) dan variabel terikat laten (endogen).
Berdasarkan uji validitas aitem pada ketiga alat ukur penelitian, maka diketahui sejumlah aitem yang valid dan aitem yang gugur. a. Pada Skala Pemenuhan Kebutuhan dari total 60 aitem, terdapat 22 aitem gugur, sehingga tersisa 38 aitem yang valid. b. Pada Skala Afek dari total 40 aitem, terdapat 1 aitem gugur, sehingga tersisa. 39 aitem yang valid. Model dalam penelitian ini diuji melalui uji persamaan model struktural dengan menggunakan perangkat lunak Lisrel 8. 30 (Joreskog dan Sorbom, 1989). Parameter yang digunakan untuk menguji ketepatan model adalah indeks kai kuadrat, significance probability, GFI, AGFI, CFI dan RMSEA.
Subyek Penelitian
Data Deskriptif Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah lansia yang menjadi pasien di klinik geriatri RS Sardjito
Subyek lebih banyak berpendidikan SMU sampai dengan S1 (70 %), masih
Metode Penelitian
\ 66[ [
Humanitas : Indonesian Psychological Journal Vol. 3 No. 1 Januari 2006 : 63 - 72
mempunyai pasangan hidup (60 %), lebih banyak yang beragama Islam (75 %) dan lebih banyak subyek berusia 70 – 79 tahun. Uji Normalitas Sebaran Uji sebaran normal dilakukan dengan menggunakan teknik kai-kuadrat (chi-square) yang dianalisis dengan menggunakan program lunak komputer LISREL 8.30. Jika p > 0.05 maka sebaran dikatakan normal. Tabel. 1.
Afek Negatif
Kebutuhan
Uji Linieritas Hubungan Untuk menguji linieritas hubungan dua variabel ini, peneliti menggunakan teknik
Hasil Uji Distribusi Sebaran Normal Faktor tiap-tiap Konstrak yang dilibatkan di dalam Model Kesehatan X2
p
Ket
Afek Positif Sekarang
0,004
0,998
Normal
Afek Positif Biasanya
0,111
0,946
Normal
Afek Negatif Sekarang
0,420
0,811
Normal
Afek Negatif Biasanya
0,121
0,941
Normal
Kebutuhan Kebermanfaatan
0,004
0,998
Normal
Kebutuhan Psikospiritual
0,006
0,997
Normal
Kebutuhan Fisiologis
0,025
0,987
Normal
Kebutuhan Seksual
0,515
0,773
Normal
Konstrak Afek Positif
perbedaan antara sebaran amatan dan sebaran harapan. Dengan kata lain, sebaran amatan berdistribusi normal. Melalui uji kai-kuadrat didapatkan bahwa kesebelas konstrak empirik yang dilibatkan dalam model memiliki sebaran normal karena memiliki nilai p di atas 0,05.
Faktor
Teknik kai-kuadrat (chi-square) termasuk uji ketepatan (goodness of fit test) yang menguji perbandingan antara data amatan dan data harapan, dalam hal ini yang dimaksud dengan data harapan adalah sebaran normal yang ideal. Oleh karena itu apabila nilai kai-kuadrat yang dihasilkan ditolak pada taraf 5 persen (p>0,05) maka didapatkan tidak ada
analisis regresi untuk mendapatkan nilai Flinierity. Teknik Regresi dianalisis dengan meng gunakan program lunak SPSS fo Windows 10.05. Probabilitas nilai F yang lebih rendah dari 0,05 menunjukkan bahwa hubungan dua variabel yang dihipotesiskan adalah linier.
Tabel 2. Hasil Uji Hubungan Linier Prediktor Kebutuhan
Kriterium
F
Sign.
Keterangan
Afek Positif
16.48
0.001
Linier
Afek Negatif
9.43
0.007
Linier
Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan ......... (Siti Urbayatun)
\ 67[ [
Analisis Faktor Konfirmatori Untuk melihat apakah konstrak empirik yang akan dilibatkan pada model merupakan bagian dari konstrak laten yang dikonsepkan, peneliti melakukan analisis faktor konfirmatori yaitu pada konstrak laten afek positif-negatif dan kebutuhan. Koefisien yang diperhatikan untuk melihat apakah sebuah konstrak empirik menjadi bagian dari konstrak laten adalah nilai lambda, yang merupakan indeks factor loading pada model persamaan struktural. Selain itu peneliti melihat nilai ketepatan model untuk mengidentifikasi validitas konstrak.
0.46
0.29
APSI
APBI
square=0,09 (p=0,77; p>0,05, fit/ baik), GFI=1.00 (fit/ baik), AGFI=0.99(fit/ baik), CFI=1.00 (fit/ baik), RMSEA=0.00 (fit/ baik). Hal ini berarti bahwa tidak ada perbedaan antara model empirik dan model teoritik pada variabel laten dependen afek positif dan afek negatif atau dapat dikatakan bahwa faktorfaktor yang dikonfirmasi terbukti sebagai konstrak bagian dari afek positif dan afek negatif individu. Analisis Faktor Konfirmatori Konstrak Laten Kebutuhan Model yang disusun untuk menjelaskan variabel kebutuhan yang terdiri
1.00** AFEK POSITIF
1.51**
0.32**
0.36
ANSI
1.00**
ANBI
0.91**
AFEK NEGATIF 0.48 Keterangan : Error Pengukuran *=p<0,05 **=p<0,01
Factor Loading
Residu Model
Gambar 5. Model Faktor Konfirmatori Konstrak Laten Afek Positif & Afek Negatif
Analisis Faktor Konfirmatori Konstrak Laten Afek Positif dan Negatif Model analisis faktor konfirmatori membuktikan bahwa ketiga faktor yang dikonfirmasi merupakan bagian dari konstrak afek. Model faktor konfirmatori konstrak afek positif dan afek negatif terbukti sebagai model yang fit, hal ini terlihat dari indeks ketepatan model yang berada pada rentang penerimaan sebagai model yang baik, misalnya Chi\ 68[ [
dari delapan faktor ternyata tidak menunjukkan adanya ketepatan model. Bermula dari hasil analisis ini kemudian peneliti melakukan analisis faktor eksploratori untuk mereduksi kedelapan faktor tersebut. Sebelum analisis faktor dilakukan, peneliti mengidentifikasi koefisien Kaiser-MeyerOlkin Measure of Adequacy dari faktor-faktor yang hendak direduksi dalam faktor. KMO Measure of Adequacy merupakan uji mengenai persamaan kawasan yang dijelaskan oleh faktor-faktor yang bersangkutan. Tingginya
Humanitas : Indonesian Psychological Journal Vol. 3 No. 1 Januari 2006 : 63 - 72
nilai koefisien ini menunjukkan bahwa butirbutir yang hendak direduksi memiliki persamaan kawasan dalam menjelaskan wilayah psikologis. Melalui analisis faktor didapatkan bahwa koefisien KMO Measure of Adequacy bernilai 0,504 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa kumpulan butir pasangan kata memenuhi kualifikasi untuk direduksi dalam faktor. Analisis faktor yang menggunakan principle component analysis yang dirotasi dengan metode varimax with Kaiser rotation, didapatkan keterangan bahwa kedelapan faktor yang dianalisis dapat direduksi menjadi empat faktor.
Faktor 3: dibentuk oleh kebutuhan fisiologis (factor loading 0.858) dan kebutuhan akan kesehatan (factor loading 0.717). Faktor 4: dibentuk oleh kebutuhan seksual (factor loading 0.949). Keempat faktor tersebut kemudian diwujudkan dalam sebuah nama konstrak yang baru. Berikut ini akan dipaparkan nama-nama faktor yang baru beserta faktor-faktor yang menjadi bagiannya : a. Faktor 1 disebut sebagai kebutuhan kebermanfaatan. Faktor ini merupakan penggabungan kebutuhan aktifitas, sosial dan mandiri. Individu yang melakukan berbagai aktifitas di rumah, aktifitas sosial
Tabel 3. Hasil Analisis Faktor Konfirmatori pada Konstrak Laten Kebutuhan Faktor
Faktor 1
Faktor 2
Faktor 3
Faktor 4
-0,108
0,285
0,858
50,001E-02
Seksual
20,182E-03
0,124
90,921E-02
0,949
Religius
40,804E-02
0,858
0,114
40,519E-02
Kesehatan
0,241
70,054E-02
0,717
40,271E-02
Aktifitas
0,740
0,312
-0,153
0,380
Sosial
0,745
0,455
0,144
-0,274
Mandiri
0,841
-0,147
0,187
-10,300E-02
Psikologis
0,157
0,685
0,352
0,239
Fisiologis
Keterangan : Angka yang dicetak tebal menunjukkan faktor dalam satu wilayah yang sama pada satu kolom
Pemenuhan kebutuhan yang semula mempunyai delapan (8) faktor ternyata tereduksi menjadi empat (4) faktor: Faktor 1: dibentuk oleh kebutuhan aktifitas (factor loading 0.740), kebutuhan sosial (faktor loading 0.745), kebutuhan mandiri. (faktor loading 0.841). Faktor 2: dibentuk oleh kebutuhan religius (factor loading 0.858) dan kebutuhan psikologis (faktor loading 0.685).
atau bekerja agar dapat mandiri merupakan representasi dari keinginan individu agar hidupnya ber manfaat sehingga dinamakan kebutuhan kebermanfaatan. b. Faktor 2 disebut sebagai kebutuhan psikospiritual yang merupakan penggabungan kebutuhan psikologis dan kebutuhan religius. Individu yang melakukan kegiatan keagamaan akan berdampak pula pada terpenuhinya kebutuhan psikologis,
Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan ......... (Siti Urbayatun)
\ 69[ [
seperti rasa tenang dan rileks sehingga kebutuhan ini disatukan sebagai kebutuhan psiko-spiritual. c. Faktor 3 disebut sebagai kebutuhan fisiologis yang merupakan penggabungan kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan kesehatan. Sebelumnya dua kebutuhan ini dibedakan; kebutuhan fisiologis mencakup antara lain kebutuhan makan, minum, sandang, papan dan kebutuhan akan kesehatan mencakup sejauh mana individu melakukan upaya- upaya untuk menjaga kesehatan seperti berolah-raga, menghindari makanan yang tidak menyehatkan. Kebutuhan ini akhirnya digabung dengan nama tetap, yakni kebutuhan fisiologis karena upaya menjaga kesehatan juga berdampak pada fisiknya. d. Faktor 4 disebut sebagai kebutuhan seksual. Faktor ini tidak mengalami perubahan, tetap menjadi faktor tersendiri, yang merupakan perwakilan dari kebutuhan seksual individu. Hasil uji model persamaan struktural menghasilkan keterangan bahwa Model yang disusun oleh peneliti adalah model yang fit/ baik. Semua indeks ketepatan model berada pada rentang yang memuaskan. Indeks ketepatan yang menunjukkan nilai yang memuaskan antara lain: chi-square=25.02 (p=0.84; p>0.05) menunjukkan bahwa model yang disusun sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan, GFI (goodness fit index) model adalah 0,91 yang merupakan indeks utama ketepatan dalam menjelaskan model yang disusun, memiliki nilai yang cukup memuaskan karena di atas 0,90. Nilai AGFI juga di atas rentang penerimaan >0.80 (AGFI=0,82). Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa model yang disusun cukup tepat apabila dikembalikan kepada populasi penelitian. Nilai RMSEA (root mean square error of aproximation) yang menjelaskan residu yang terdapat di dalam model cukup kecil karena \ 70[ [
di bawah nilai kritis yaitu di bawah 0,10 (RMSEA=0,00). Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data, pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian terdapat beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Model persamaan struktural menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian (fit) antara model teoritis dengan data empiris setelah dilakukan modifikasi. Modifikasi dilakukan pada konstrak laten pemenuhan kebutuhan, yakni variabel amatan direduksi dari 8 variabel menjadi 4 variabel. 2. Terdapat pengaruh langsung pemenuhan kebutuhan terhadap afek positif dan afek negatif. Pemenuhan kebutuhan terbukti mendukung munculnya afek positif dan mengurangi munculnya afek negatif. Hal ini berarti pemenuhan kebutuhan merupakan prediktor yang signifikan terhadap afek positif dan afek negatif. Kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah: kebutuhan kebermanfaatan, kebutuhan psiko-spiritual, kebutuhan fisiologis dan kebutuhan seksual. Saran-saran Berdasarkan pada hasil analisis data, pembahasan hasil penelitian dan kesimpulan, pada akhirnya dikemukakan beberapa saran sebagai langkah lanjutan penelitian ini: 1. Adanya pengaruh langsung pemenuhan kebutuhan terhadap afek lansia membuktikan bahwa peran faktor pemenuhan kebutuhan lansia adalah sangat penting, oleh karena itu kepada keluarga dan perawat lansia perlu memperhatikan kebutuhan-kebutuhan lansia agar dapat terpenuhi. 2. Bagi peneliti lanjutan perlu memperhatikan variasi subyek penelitian dan dengan teknik sampling yang lebih memadai.
Humanitas : Indonesian Psychological Journal Vol. 3 No. 1 Januari 2006 : 63 - 72
3. Alat ukur dalam penelitian ini perlu disempurnakan agar mendapat angka reliabilitas yang lebih tinggi. Daftar Pustaka Aryastami, N. K. 1999. Kematian Akibat Penyakit Sirkulasi: Analisis faktor Risiko Terhadap Kematian Manula dan Usia Produktif. Jurnal Epidemiologi Indonesia.Vol. 3, Edisi 1. Tanggal akses 13 September 2003 http:// www.jen.or.id/JEN/ a4v3e199.html. Batson, C. D., Shaw, L. L., dan Oleson, K. C. 1992. Differentiating Affect, Mood and emotion. Toward Functionally Based Conceptual Distinction. Dalam. Clark, M. S. (eds.). Emotion. Newburry Park: Sage Publications. Boedhi- Darmodjo, R. 1994. Sifat dan Pola Penyakit Pada Golongan Lanjut Usia. dalam Boedhi-Darmodjo, R., Martono, H. dan Pranarka, K. (eds.) Simposium Geriatri Untuk Mengantar Purna Bhakti Prof. Dr. R. Boedhi-Darmodjo. Semarang: Fakultas Kedokteran UNDIP. ______. 2001. Problema Kesehatan Para Lanjut Usia Di Indonesia. dalam Rochmah, W., Pramantara, I Putu D. dan Probosuseno (eds.) Makalah Seminar: Successful Aging. Jogja Aging Center (JAC). Jogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM. BPS. 1997. Estimasi Fertilitas, Mortalitas dan Migrasi: Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 1995. Jakarta: Biro Pusat Statistik. BPS. 2002. Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka. Yogyakarta: Biro Pusat Statistik. Cloninger, S. S. 1996. Personality: Description, Dynamics and Development. New York: Freeman and Company.
Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Dep Kes RI. 1991. Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa Usia Lanjut. Jakarta. Haditono, S. R. 1988. Kebutuhan dan Citra Diri Orang Lanjut Usia. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian UGM. ______. 1991. Preferensi Tempat Tinggal dan Perlakuan yang Diharapkan di Masa Usia Lanjut. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian UGM. ______. 1993. Psikogerontologi. Diktat Kuliah Pasca Sarjana. Yogyakarta. Hershenson. D.B., Power, P.P., Waldo, M. 1998. Community Counseling: Contemporary Theory and Practice. Boston: Allyn and Bacon. Hoyle, R.H. & Smith, G.T. 1994. Formulating Clinical Research Hypotheses as Structural Equation Model: A Conceptual Overwiew: Journal of Consulting and Clinical Psychology. Vol 62, No.3, 429-440. Infokes.com. 2003. Tetap Prima Di Usia Senja. Tanggal akses 13 September 2003.http://www.infokes.com/today/ artikelview.html?item_ID=187 & topic=usia lanjut Kamus Besar Bahasa Indonesia 1989. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta: Balai Pustaka. Partodimulyo, S. 2001. Prospek Rumah Sakit Lansia Di Indonesia. dalam Rochmah, W., Pramantara, I Putu D. dan Probosuseno (eds.) Makalah Seminar: Succesfull Aging. Jogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM. Prawitasari, J. E. 1990. Ekspresi Wajah Untuk Mengungkap Emosi Dasar Manusia. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan ......... (Siti Urbayatun)
\ 71[ [
______.1991. Reliabilitas alat Pengungkap Emosi Dasar Manusia. Laporan Penelitian. Yog yakarta: Fakultas Psikologi UGM. ______.1993. Keajegan Gerak dan Emosi. Laporan Penelitian. Yog yakarta: Fakultas Psikologi UGM. ______.1994. Aspek Sosio Psikologis Lansia di Indonesia. Buletin Psikologi. Fakultas Psikologi UGM, Tahun II , No 1, Juli, hal. 27- 34. ______. 1998. Kecerdasan Emosi. Buletin Psikologi. Fakultas Psikologi UGM, Tahun VI, No 1, Juni, hal. 21- 31. ______. 2003. Psikologi Klinis: Dari Terapan Mikro Ke Makro: Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Psikologi. Yog yakarta: Fakultas Psikologi UGM. Prawitasari, J.E. & Hasanat, NU. 1990. Kepekaan terhadap Komunikasi Nonverbal. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
Prawitasari, J.E., Martani, W.,& Adiyanti, M.G. 1995. Konsep Emosi Orang Indonesia: Pengungkapan dan pengartian Emosi Melalui Komunikasi Non-verbal di Masyarakat yang Berbeda Budaya. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Sarafino, E. P. 1998. Health PsychologyBiopsychosocial Interactions. third edition. John Wiley & Sons, Inc. Watson, D., Clark, L.A. & Tellegen, A. 1988. Development of Brief Measures of Positive and Negative Affect: The PANAS Scales. Journal of Personality and Social Psychology. Vol. 54, 1063- 1070. Yacob, T. 2001. Successful Aging (Tua Berguna). dalam Rochmah, W., Pramantara, I Putu D. dan Probosuseno (eds.) Makalah Seminar: Makalah Seminar: Successful Aging. Jogja Aging Center (JAC). Jogyakarta: MEDIKA Fakultas Kedokteran UGM.
Prawitasari, J.E. & Martani, W. 1993 Kepekaan terhadap Komunikasi Verbal di antara Masyarakat yang Berbeda Budaya. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.
\ 72[ [
Humanitas : Indonesian Psychological Journal Vol. 3 No. 1 Januari 2006 : 63 - 72