HUBUNGAN ANTARA OPINI AUDIT PADA LAPORAN KEUANGAN DAERAH, PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN DANA ALOKASI UMUM (DAU) TERHADAP KINERJA KEUANGAN DAERAH Nuansa Mega Okky Indrarti Universitas Riau E-mail :
[email protected] ABSTRACT This study aims to find out the correlation between audit judgments in regional financial report, Local Government Revenue (PAD) and General Allocation Fund (DAU) to a regional government performance based on the published data, audit judgment reports and Consolidated Budget Revenue and Expenditure (APBD) in year 2010. This study use Pearson correlation coefficient, determination coefficient, hypothesis test is also supported by the data processing program SPSS 16.0 for Windows. The result of this study show; (1st)a exceedingly weak negative correlation between audit judgment in regional financial report and regional government performance; (2nd) a strongly positive correlation between PAD and regional government performance; and (3rd) a negative correlation between DAU and regional government performance. The result of determination coefficient showed that the X variable gave a big contribution (51,9%) to the Y variable. Kata Kunci : Opini Audit pada Laporan Keuangan Daerah, Pendapatan Asli Daerah(PAD), Dana Alokasi Umum(DAU), Kinerja Keuangan Daerah Latar Belakang Pengukuran kinerja sangatlah diperlukan guna mengetahui sejauhmana suatu organ menjalankan fungsinya ataupun untuk mengetahui bagaimana sebuah program/pelayanan dijalankan. Pengukuran kinerja juga berguna untuk menilai prestasi pelaksana program/pelayanan. Dewasa ini, publik semakin kritis untuk mengetahui kinerja sektor publik tidak hanya dari sisi finansial saja. Publik juga ingin mengetahui apakah dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan, sektor publik tersebut tidak hanya memenuhi peraturan hukum yang berlaku (sektor publik biasanya sangat erat hubungannya dengan regulasi pemerintah) melainkan juga apakah dalam proses pencapaian tujuan tersebut telah dilakukan secara ekonomis dan efisien serta telah mencapai hasil yang diharapkan secara efektif. Publik jelas tidak ingin pengelolaan keuangan Negara disalahgunakan. Untuk menjamin agar laporan kinerja sektor publik tersebut memiliki kredibilitas yang tinggi, khususnya oleh pihak di luar pemerintahan (seperti anggota parlemen, masyarakat dan lembaga-lembaga donor) selaku pelaksana sektor publik tersebut, maka perlu dilakukan audit sebagai proses penilaian yang sistematik dan obyektif. Audit sendiri pada dasarnya adalah sebuah pemeriksaan dan pengujian atas kelengkapan dan keakuratan sebuah laporan, dokumen dan data pendukung guna menilai kesesuaiannya dengan standar yang telah ditetapkan
1
sebelumnya. Sementara, dalam audit sektor publik yang lebih diperhatikan adalah audit kinerjanya, yakni apakah penggunaan sumber daya dalam program kerja pemerintah telah dilakukan secara ekonomis, efisien, dan telah mencapai hasil yang efektif. Penyelenggaraan auditing sektor publik atau pemerintahan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang merupakan suatu badan yang dibentuk oleh lembaga eksekutif Negara (presiden), yang bertugas untuk memeriksa dan menilai kewajaran laporan keuangan yang diterbitkan pemerintah sebagai wujud akuntabilitas dan pertanggungjawaban terhadap publik. Selain audit keuangan, BPK juga menyelenggarakan audit kinerja berbasis prinsip ekonomis, efisien dan efektif. Dengan adanya otonomi daerah, pemerintah daerah diberikan keleluasaan dalam menghimpun dan mengelola sumber-sumber penerimaan berupa: 1) Pendapatan Asli daerah; 2) Dana Perimbangan; 3) Pinjaman Daerah; 4) Lain-lain penerimaan yang sah. Dengan dilaksanakannya otonomi daerah, setiap daerah otonom harus memiliki kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri tanpa campur tangan dari daerah lain. Daerah otonom juga harus memperhatikan tingkat efektifitas dan efisiensi dari penggunaan dana, baik yang berasal dari PAD maupun yang diterima dari pemerintah pusat (Dana Perimbangan) untuk meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat serta pengelolaannya juga harus dilakukan secara transparan dan akuntabel. PAD merupakan salah satu indikator penting dalam menilai sukses atau tidaknya pemerintah daerah. Besarnya PAD yang diterima daerah dapat menjadi ukuran dalam menilai kinerja pemerintah daerah, karena semakin besar angka PAD juga menunjukkan bahwa pemerintah daerah mampu mendayagunakan sumber daya dan potensi yang ada pada kewenangannya. Dalam UU No. 33 Tahun 2004 dinyatakan bahwa untuk pelaksanaan kewenangan daerah (Pemda), pemerintah akan mentransfer Dana Perimbangan (bagian dari bagi hasil pajak dan non pajak, DAU, dan DAK). Dijelaskan kemudian dalam Pasal 10 UU No.33 Tahun 2004 bahwa transfer Dana Perimbangan tersebut terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. Meskipun DAU merupakan dana transfer dari pemerintah pusat, banyak dari penelitian sebelumnya menyatakan bahwa pemerintah daerah memiliki kecenderungan untuk menggunakan dana transfer untuk merealisasikan anggaran belanja. Hal ini menunjukkan pentingnya DAU dalam keuangan pemerintah daerah. Permasalahan Penelitian Berdasarkan penjelasan diatas maka peneliti merumuskan masalah penelitian dalam sebuah pertanyaan sebagai berikut: 1. Apakah ada hubungan (korelasi) antara Opini Audit pada Laporan Keuangan Daerah dengan Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep Value for Money?
2
2. Apakah ada hubungan (korelasi) antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep Value for Money? 3. Apakah ada hubungan (korelasi) antara Dana Alokasi Umum (DAU) dengan Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep Value for Money? Tujuan Penelitian Berkaitan dengan perumusan masalah diatas, tujuan dari penulisan ini adalah : 1. Untuk mengetahui hubungan (korelasi) antara Opini Audit pada Laporan Keuangan Daerah dengan Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep Value for Money 2. Untuk mengetahui hubungan (korelasi) antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep Value for Money 3. Untuk mengetahui hubungan (korelasi) antara Dana Alokasi Umum (DAU) dengan Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep Value for Money Kinerja Keuangan Daerah Kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. (Bastian, 2003:53). Keuangan daerah menggambarkan cerminan kemampuan daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadikan kewenangan daerah didanai dari dan atas beban anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Berdasarkan penjelasan UU. No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, definisi Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, dalam kerangka APBD. Sehingga, kinerja keuangan daerah dapat dijelaskan sebagai prestasi /hasil kerja yang dicapai pemerintah daerah dalam melayani masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan daerahnya yang dilihat dari sisi finansial (keuangan). Value For Money Menurut Mardiasmo dalam Virgasari (2009), Value for Money merupakan inti pengukuran kinerja pada organisasi pemerintah. Kinerja pemerintah tidak dapat diukur dari sisi output yang dihasilkan saja, akan tetapi harus mempertimbangkan input (sumberdaya yang digunakan untuk pelaksanaan suatu kebijakan, program, dan aktivitas), output (hasil yang dicapai dari suatu program, aktivitas, dan kebijakan), dan outcome(dampak yang ditimbulkan dari suatu aktivitas tertentu) secara bersama-sama. Konsep Value for Money ini biasa dikenal dengan 3 E, yaitu:
3
1. Ekonomi (economy) merupakan perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dengan satuan moneter. Ukuran Ekonomi mengindikasikan alokasi biaya, yaitu mengukur biaya input (cost of input). Ukuran ekonomi berupa berapa anggaran yang dialokasikan. Pemanfaatan sumber daya di bawah anggaran menunjukkan adanya penghematan, sedangkan melebihi anggaran menunjukkan adanya pemborosan. 2. Efisiensi (efficiency), berarti bahwa dengan biaya yang sedikit tersebut dapat menghasilkan output yang maksimal (berdaya guna). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan dana serendah-rendahnya. Ukuran efisiensi identik dengan ukuran produktivitas. Namun demikian, ukuran produktivitas atau efisiensi belum mengindikasikan efektivitas. Ukuran efisiensi lebih bersifat relative bukan absolute. Biasanya ukuran efisiensi dinyatakan dalam bentuk persentase. 3. Efektivitas (effectvities), berarti bahwa penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target-target atau tujuan kepentingan publik. Efektivitas ini merupakan perbandingan antara output dengan outcome. Dalam arti, efektivitas merupakan ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari organisasi mencapai tujuan yang ditetapkan. Efektivitas diukur untuk melihat apakah tujuan organisasi telah dapat dicapai atau tidak. Apabila suatu organisasi telah berhasil mencapai tujuan maka organisasi tersebut dapat berjalan dengan efektif. Opini Audit Dalam praktiknya, setelah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tersebut selesai dan siap untuk diterbitkan, maka untuk menunjang kredibilitas publik terhadap LKPD tersebut dilaksanakan sebuah audit untuk menilai kewajaran LKPD tersebut oleh sebuah badan yang ditunjuk langsung oleh Presiden, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurut Bastian (2003:43), audit sektor publik berbeda dengan audit pada sektor bisnis atau swasta. Audit sektor publik dilakukan pada organisasi pemerintahan yang bersifat nirlaba, seperti sektor pemerintahan daerah (pemda), BUMN, BUMD, dan instansi lain yang berkaitan dengan pengelolaan aktiva/kekayaan negara. Menurut Bastian (2003:43), audit sektor publik yang dilaksanakan oleh BPK terdiri atas tiga bentuk, yaitu : 1. Audit Keuangan (Financial Audit) Audit atas laporan keuangan ini bertujuan memberikan keyakinan apakah laporan keuangan dari entitas yang diaudit telah menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil operasi atau usaha, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. 2. Audit Kinerja (Performance Audit) Audit Kinerja adalah pemeriksaan secara obyektif dan sistematik terhadap berbagai macam bukti untuk dapat melakukan penilaian secara independent atas kinerja entitas atau program /kegiatan yang diaudit. Dengan audit kinerja, tingkat akuntabilitas pemerintah dalam proses pengambilan keputusan oleh pihak yang bertanggung jawab akan meningkat, sehingga mendorong pengawasan dan kemudian tindakan koreksi. Audit kinerja mencakup audit tentang ekonomi,
4
efisiensi, dan efektivitas. Audit kinerja tidak memberikan opini, tetapi memberikan rekomendasi perbaikan terhadap kinerja manajemen. Rekomendasi tersebut ditindaklanjuti pihak manajemen dengan melaksanakan rekomendasirekomendasi perbaikan yang diberikan auditor. 3. Audit Investigatif (Special Audit) Audit investigatif adalah kegiatan pemeriksaan dengan lingkup tertentu, yang tidak dibatasi periodenya, dan lebih spesifik pada area-area pertanggungjawaban yang diduga mengandung inefisiensi atau indikasi penyalahgunaan wewenang, dengan hasil audit berupa rekomendasi untuk ditindaklanjuti bergantung pada derajat peyimpangan wewenang yang ditemukan. Tujuan dari audit investigasi adalah mencari temuan lebih lanjut atas temuan sebelumnya, serta melaksanakan audit untuk membuktikan kebenaran berdasarkan pengaduan atau informasi dari masyarakat. Dalam Laporan audit, auditor harus memberikan opini terhadap mutu atau kualitas laporan keuangan. Ada empat tipe pokok laporan audit yang diterbitkan oleh auditor (Mulyadi, 2002:20), yaitu : a. Pendapat Wajar tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion). Pendapat ini diberikan oleh auditor jika tidak terjadi pembatasan dalam lingkup audit dan tidak terdapat pengecualian yang signifikan mengenai kewajaran dan prinsip akuntansi berterima umum dalam penyusunan laporan keuangan, kosistensi penerapan prinsip akuntansi berterimaumum tersebut, serta pengungkapan memadai dalam laporan keuangan. b. Laporan Pendapat Wajar tanpa Pengecualian dengan bahasa Penjelasan (Unqulified Opinion Report with Explanatory Language). Jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan, namun laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan klien. c. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion). Dalam pendapat ini auditor menyatakan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh klien adalah wajar tetapi ada beberapa unsur yang dikecualikan, yang pengecualiannya tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. d. Pendapat tidak Wajar (Adverse Opinion) Pendapat tidak wajar ini diberikan dalam keadaan auditor mengetahui adanya ketidakwajaran laporan keuangan klien. e. Pernyataan tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion) Auditor menyatakan tidak memberikan pendapat karena ia tidak cukup memperoleh bukti mengenai kewajaran laporan keuangan auditan atau karena ia tidak independen dalam hubungannya dengan klien. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dengan dilaksanakannya otonomi daerah, setiap daerah otonom harus memiliki kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri tanpa campur tangan dari daerah lain. Pendapatan Daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, Lain-lain Penerimaan yang sah. Komponen terbesar dari pendapatan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum yang termasuk bagian dari dana perimbangan.
5
Berdasarkan pasal 1 UU No. 33 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004 bahwa PAD bersumber dari: 1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan 4. Lain-lain PAD yang sah, meliputi: i. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak terpisahkan ii. Jasa giro iii. Pendapatan bunga iv. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing v. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan/ atau jasa oleh daerah. PAD merupakan salah satu indikator penting dalam menilai sukses atau tidaknya pemerintah daerah. Besarnya PAD yang diterima daerah dapat menjadi ukuran dalam menilai kinerja pemerintah daerah, karena semakin besar angka PAD juga menunjukkan bahwa pemerintah daerah mampu mendayagunakan sumber daya dan potensi yang ada pada kewenangannya. Peningkatan PAD hendaknya tidak hanya diukur dari jumlah yang diterima, tetapi juga diukur dengan perannya untuk mengatur perekonomian masyarakat agar dapat lebih berkembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah. Pengukuran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dilihat dari total PAD yang diterima oleh pemerintah daerah pada tahun yang bersangkutan. Rumus perhitungan PAD adalah sebagai berikut: PAD = Pajak daerah + Retribusi daerah + Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan + Lain-lain PAD yang sah. Dana Alokasi Umum Dana Alokasi umum merupakan salah satu dari dana perimbangan. Menurut pasal 1 UU No.33 Tahun 2004, Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berdasarkan Pasal 27 UU No. 33 Tahun 2004: 1. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. 2. DAU untuk daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. 3. Celah fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah kebutuhan fiscal dikurangi dengan kapasitas fiskal daerah. 4. Alokasi dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah. Pasal 28 UU No. 33 Tahun 2004: 1. Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum.
6
2. Setiap kebutuhan pendanaan sebagimana dimaksud pada ayat (1) diukur secara berturut-turut dengan jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Kontruksi, Produksi Domestik Regional Bruto per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia. 3. Kapasitas fiskal daerah merupakan sumber pendanaan Daerah yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil. Pasal 29 UU No.33 Tahun 2004: Propinsi DAU antara daerah propinsi dan kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan imbangan kewenangan antara propinsi dan kabupaten/kota. Pasal 30 UU No.33 Tahun 2004: 1. DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah propinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah propinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah propinsi. 2. Bobot daerah propinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah propinsi yang bersangkutan dan total celah fiskal selurh daerah propinsi. Pasal 31 UU No.33 Tahun 2004: 1. DAU atas dasar celah fiskal untuk suatu daerah propinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) dihitung berdasarkan perkalian bobot daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dengan jumlah DAU seluruh daerah kabupaten/kota. 2. Bobot daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perbandingan antara celah fiskal daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan total celah fiskal selurh daerah kabupaten/kota. Pasal 32 UU No.33 tahun 2004: 1. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal sama dengan nol menerima DAU sebesar alokasi dasar. 2. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut lebih kecil dari alokasi dasar menerima DAU sebesar dasar setelah dikurangi nilai celah fiskal. 3. Daerah yang memiliki nilai celah fiskal negatif dan nilai negatif tersebut sama atau lebih besar dari alokasi dasar tidak menerima DAU. Pasal 33 UU No. 33 Tahun 2004: Data untuk menghitung fiskal dan kapasitas fiskal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 diperoleh dari lembaga ststistik pemerintah dan/atau lembaga pemerintah yang berwenang menerbitkan data yang dapat dipertanggungjawabkan. Pasal 34 UU No. 33 Tahun 2004: Pemerintah merumuskan formula dan perhitugan DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 dengan memperhatikan pertimbangan dewan yang bertugas memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan otonomi daerah. Pasal 35 UU No. 33 Tahun 2004: Hasil penghitungan DAU per propinsi, kabupaten, dan kota ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Pasal 36 UU No. 33 Tahun 2004:
7
1. Penyaluran DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu per dua belas) dari DAU daerah yang bersangkutan. 2. Penyaluran DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakasanakan sebelum bulan bersangkutan. Transfer dari pemerintah pusat mempunyai peran yang sangat penting terhadap pemerintah daerah (Pemda) dalam menjaga atau menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh negeri (Simanjuntak dalam Sidik et. al., 2002:45). Transfer merupakan konsekuensi dari tidak meratanya kemampuan keuangan dan ekonomi daerah. Selain itu, tujuan dari transfer adalah mengurangi kesenjangan keuangan horizontal antar daerah, mengurangi kesenjangan vertical pusat daerah, mengatasi persoalan efek pelayanan publik antar daerah, dan untuk menciptakan stabilitasi aktifitas perekonomian di daerah. Fenomena flypaper effects menyiratkan bahwa daerah yang lebih bergantung pada Dana Alokasi Umum (DAU) daripada Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan daerah yang mampu mengelola kekayaan sumber dayanya secara lebih efisien dan ekonomis, namun juga memiliki tingkat kemandirian yang lebih rendah karena ketergantungannya pada dana transfer dari pusat. Seharusnya, pengelolaan dana transfer pusat hanya terbatas pada usaha untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi sumber daya daerah, sehingga tujuan kemandirian daerah otonom dapat tercapai di kemudian hari. Penelitian Terdahulu Penelitian Virgasari (2009) menyatakan bahwa terdapat korelasi positif yang cukup kuat antara Opini Audit pada Laporan Keuangan Daerah, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum dengan Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep Value for Money. Hal ini disebabkan karena konsep value for money sangat penting bagi pemerintah sebagai pemberi pelayanan kepada masyarakat karena dengan menggunakan konsep tersebut akan memberi manfaat dalam mengelola dana masyarakat dan meningkatkan public cost awareness sebagai akar dari akuntabilitas publik. Metode Penelitian Penelitian ini dapat dikategorikan sebagai explanatory research (penelitian penjelasan). Menurut Singarimbun dan Effendi (2002:5) explanatory research adalah suatu penelitian dimana peneliti menjelaskan hubungan kausal sebab akibat antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa. Data yang diperlukan untuk penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh dari buku-buku literatur, peraturan perundangan yang berlaku, publikasi seperti data Opini Audit pada Laporan Keuangan Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2010. Data bersumber dari situs Departemen Keuangan (www.bpk.go.id/doc), situs Depdagri (www.djkd.depdagri.go.id) serta beberapa sumber lain yang mendukung data penelitian. Populasi penelitian ini adalah Pemerintah kota atau kabupaten yang ada di area Sumatera Bagian Tengah (Sumbateng). Pertimbangan pemilihan sampel
8
adalah karena area Sumbateng merupakan area yang memiliki kapasitas fiskal menengah ke atas, dengan kata lain kemampuan pengelolaan sumber daya yang ada untuk daerah tersebut cukup optimal. Selain itu, letak geografis dari keempat pemerintahan daerah tersebut berdekatan. Sampel dalam penelitian ini adalah Pemerintah daerah dalam wilayah Provinsi Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat dan Jambi yang berjumlah 49 (38 kabupaten, 11 kota). Penentuan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling supaya diperoleh sampel yang representatif, sesuai dengan tujuan penelitian. Kriteria yang digunakan untuk pengambilan sampel penelitian adalah: 1. Pemerintah daerah dalam wilayah Provinsi Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat dan Jambi. 2. Pemerintah daerah Sumbateng yang telah mempublikasikan laporan keuangan daerah pada tahun anggaran 2010. 3. Pemerintah daerah Sumbateng yang telah mencantumkan opini audit terhadap laporan keuangan daerah pada tahun anggaran 2010. 4. Pemerintah daerah Sumbagteng yang memiliki kelengkapan data keuangan (Target dan Realiasi masing-masing PAD dan DAU) Tidak semua pemerintah daerah Sumbateng telah memenuhi kriteria pengambilan sampel, sehingga dalam penelitian ini jumlah sampel yang diambil, yakni sebanyak 44 kabupaten/kota. Metode Analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisis Pearson Corelation. Interpretasi nilai koefisien korelasi Pearson adalah sebagai berikut: - Jika nilai koefisien korelasi positif, maka hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat adalah hubungan yang searah, dengan kata lain meningkatnya variabel bebas maka meningkat pula variabel terikat. - Jika nilai koefisien korelasi negatif, maka ada hubungan berlawanan antara variabel bebas dengan variabel terikat, dengan kata lain meningkatnya variabel bebas maka diikuti dengan menurunnya variabel terikat. Hipotesis pada analisis korelasi sederhana ini dijabarkan sebagai berikut: Opini Audit pada Laporan Keuangan (X1) terhadap Kinerja Keuangan Daerah (Y) Ho : Tidak terdapat korelasi antara Opini Audit pada laporan keuangan daerah dengan Kinerja Keuangan Daerah. H1 : Terdapat korelasi antara Opini Audit pada laporan keuangan daerah dengan Kinerja Keuangan Daerah. Pendapatan Asli Daerah (X2) terhadap Kinerja Keuangan Daerah (Y) Ho : Tidak terdapat korelasi antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Kinerja Keuangan Daerah. H1 : Terdapat korelasi antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Kinerja Keuangan Daerah. Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Kinerja Keuangan Daerah (Y) Ho : Tidak terdapat korelasi antara Dana Alokasi Umum (DAU) dengan Kinerja Keuangan Daerah. H1 : Terdapat korelasi antara Dana Alokasi Umum (DAU) dengan Kinerja Keuangan Daerah.
9
Koefisien Determinasi digunakan untuk mengetahui berapa % pengaruh variable bebas (X) yang dimasukkan dalam model mempengaruhi variabel terikat (Y), sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel bebas (X) yang tidak dimasukkan kedalam model dianggap baik bila koefisien determinasi sama dengan atau mendekati satu (Ghozali, 2006 : 83). Nilai koefisien ini terletak antara 0 dan 1. Hasil Uji Korelasi & Pengujian Hipotesis Pengujian terhadap hipotesis penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan (korelasi) dari Opini Audit pada Laporan Keuangan Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) dengan Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep Value For Money. Pengujian dilakukan menggunakan uji korelasi Pearson dengan α = 5%. Hasil pengujian disajikan pada tabel berikut ini.
Variabel X Opini PAD DAU
Tabel 4.2 Hasil Uji Korelasi Pearson Correlation -0.068 0.700 -0.351 Sumber : Data Sekunder yang diolah
Sign.(p) 0.660 0.000 0.019
Pengujian Hipotesis 1 & Pembahasan Opini Audit pada Laporan Keuangan (X1) terhadap Kinerja Keuangan Daerah (Y) Ho : Tidak terdapat korelasi antara Opini Audit pada laporan keuangan daerah dengan Kinerja Keuangan Daerah H1 : Terdapat korelasi antara Opini Audit pada laporan keuangan daerah dengan Kinerja Keuangan Daerah Hasil pengujian secara korelasi, menghasilkan antara Opini audit pada Laporan Keuangan Daerah dengan Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep Value For Money mempunyai hasil korelasi sebesar -0,068 (-6,8%) yang menunjukkan bahwa korelasi antara opini audit pada Laporan Keuangan Daerah memiliki hubungan negatif dengan Kinerja Keuangan Daerah, dengan kata lain meningkatnya variabel bebas diikuti menurunnya variabel terikat. Sedangkan untuk tingkat signifikansinya menunjukkan nilai Sig (0,660) > α (0,05) maka hipotesis nol diterima, yang artinya tidak terdapat hubungan signifikan antara Opini Audit pada Laporan Keuangan Daerah dengan Kinerja Keuangan Daerah. Berbeda dari penelitian sebelumnya (Virgasari,2009), korelasi antara opini audit pada Laporan Keuangan Daerah dengan Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep value for money mendekati angka 0, sehingga hubungan antara kedua variabel ini sangat lemah dan dapat dikatakan bahwa diantara kedua variabel ini tidak terdapat korelasi yang signifikan. Hal ini disebabkan karena dalam pemberian opini audit, BPK sebagai auditor pemerintah
10
lebih menekankan pemeriksaan pada kewajaran laporan keuangan pemerintah berdasarkan sistem pengendalian internal, dan juga pemeriksaan akun-akun dan catatan akuntansi. Tujuan pemeriksaan akun-akun dan catatan akuntansi tersebut untuk mendeteksi kecurangan dan apakah pencatatan dilakukan secara akurat dan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan, dan bukan berdasarkan jumlah atau nominal dari data keuangan daerah tersebut. Selain itu, pengukuran kinerja yang dilakukan oleh BPK sebagai auditor pemerintah merupakan pengukuran yang lebih kompleks dibandingkan pengukuran kinerja entitas swasta. Hal ini disebabkan karena jenis entitas pemerintahan bertujuan bukan untuk mencari keuntungan dan tidak memiliki saingan, melainkan memiliki tujuan untuk mensejahterakan dan mengayomi masyarakat. Pengujian Hipotesis 2 & Pembahasan Pendapatan Asli Daerah (X2) terhadap Kinerja Keuangan Daerah (Y) Ho : Tidak terdapat korelasi antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Kinerja Keuangan Daerah. H1 : Terdapat korelasi antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan Kinerja Keuangan Daerah. Pengujian secara korelasi antara PAD dengan Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep Value For Money mempunyai tingkat korelasi sebesar 0,700 (70%) yang menunjukkan korelasi antara PAD dengan Kinerja Keuangan Daerah memiliki hubungan positif yang cukup kuat. Sedangkan untuk tingkat signifikansinya sebesar 0,000 (nilai Sig < 0,05), sehingga ada hubungan signifikan variabel bebas dengan variabel terikat, maka pengujian menunjukkan H0 ditolak atau H1 diterima. Terdapatnya korelasi antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan kinerja keuangan daerah yang pengukurannya menggunakan konsep value for money menunjukkan bahwa dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat diketahui bagaimana kinerja keuangan daerah tersebut dalam kurun waktu satu tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian Aviva Virgasari (2009) yang mengungkapkan bahwa adanya pemberian otonomi kepada daerah dan desentralisasi memberi dampak terhadap pengelolaan keuangan daerah adalah semakin luasnya kewenangan pemda mengelola dana masyarakat (public money). Dengan meningkatnya PAD, maka kinerja keuangan pemerintah daerah baik karena pemerintah telah berhasil dalam penggalian PAD yang menggunakan dana dari masyarakat. Agar pengelolaan dana masyarakat tersebut dapat dilakukan secara lebih transparan, ekonomis, efisien, efektif, dan akuntabel, maka pemda harus menggunakan konsep value for money, hingga akhirnya terwujud akuntabilitas publik. Konsep value for money sangat penting bagi pemerintah sebagai pemberi pelayanan kepada masyarakat karena dengan menggunakan konsep tersebut akan memberi manfaat dalam meningkatkan public cost awareness sebagai akar dari akuntabilitas publik. Pengujian Hipotesis 3 & Pembahasan Dana Alokasi Umum (X3) terhadap Kinerja Keuangan Daerah (Y)
11
Ho : Tidak terdapat korelasi antara Dana Alokasi Umum (DAU) dengan Kinerja Keuangan Daerah. H1 : Terdapat korelasi antara Dana Alokasi Umum (DAU) dengan Kinerja Keuangan Daerah. Pengujian secara korelasi, menghasilkan antara DAU dengan Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep Value For Money mempunyai tingkat korelasi sebesar -0,351 (-35,1%) yang menunjukkan korelasi antara DAU dengan Kinerja Keuangan Daerah memiliki hubungan negatif, dengan kata lain meningkatnya variabel bebas diikuti menurunnya variabel terikat. Sedangkan untuk tingkat signifikansinya sebesar 0,019 ( Nilai Sig < 0,05), sehingga ada hubungan signifikan variabel bebas dengan variabel terikat, maka pengujian menunjukkan H0 ditolak atau H1 diterima. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep Value For Money memiliki korelasi yang cukup kuat. Artinya, dengan Dana Alokasi Umum (DAU) dapat diketahui bagaimana kinerja keuangan daerah tersebut dalam kurun waktu satu tahun. Hal ini dapat ditunjukkan dengan bagaimana pemerintah dalam mengelola dana masyarakat dan meningkatkan sumber-sumber daya yang ada didaerahnya, apakah sudah efektif dan efisien dalam mencapai target. Semakin efisien pemerintah daerah dalam mengelola dan menggunakan DAU, maka kinerja keuangan pemerintah daerah tersebut barulah akan dikatakan baik. Hal ini sejalan dengan penelitian Haryo dalam Virgasari (2009) mengungkapkan bahwa peningkatan alokasi transfer seharusnya diikuti dengan penggalian PAD yang lebih tinggi. Simpulan ini mengindikasikan sikap overaktif pemerintah daerah terhadap arti pentingnya transfer. Bagi pemerintah pusat, transfer memang diharapkan menjadi pendorong agar pemerintah daerah secara intensif menggali sumber-sumber penerimaan sesuai kewenangannya. Namun, penggalian PAD yang hanya didasarkan pada faktor inkremental akan berakibat negatif pada perekonomian daerah. Peningkatan alokasi transfer juga cenderung diikuti oleh pertumbuhan belanja yang lebih tinggi. Yang ditakuti dari hal ini adalah Pemerintah Daerah kemungkinan melakukan inefisiensi atau pemborosan terhadap penggunaan DAU yang tidak diikuti terealisasinya target PAD. Kinerja pemerintah daerah yang baik adalah bagaimana menggunakan DAU secara efisien untuk dapat menggali PAD yang lebih besar. Dalam hubungan ini, kebijakan transfer perlu dikaji kembali untuk mencari format pendistribusian transfer yang lebih baik. Hasil Uji Koefisien Determinasi & Pembahasan Koefisien Determinasi ini untuk mengetahui berapa % pengaruh variable bebas (X) yang dimasukkan dalam model mempengaruhi variabel terikat (Y). Tabel 4.3 Model 1
Hasil Uji Koefisien Determinasi R
R Square
0.721 0.519 Sumber: Data Sekunder yang diolah(Lampiran 5)
12
Adjusted R Square 0.483
Berdasarkan hasil pengujian korelasi antara opini audit pada Laporan Keuangan Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep Value For Money diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara opini audit pada Laporan Keuangan Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep Value For Money hal tersebut dapat dilihat dari hasil pengujian yang menunjukan bahwa kontribusi opini audit pada Laporan Keuangan Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep Value For Money sebesar 0,519 atau 51,9%. Artinya bahwa variabel opini audit pada Laporan Keuangan Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep Value For Money memliki kontribusi sebesar 51,9% terhadap Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep Value For Money . Hasil pengujian korelasi menunjukkan bahwa opini audit, Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap kinerja keuangan daerah dengan menggunakan konsep Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep Value For Money memiliki tingkat korelasi yang baik atau tinggi hal tersebut dapat dilihat dari nilai korelasi sebesar 0,519 atau 51,9% Artinya bahwa variabel opini audit pada Laporan Keuangan Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) memliki kontribusi sebesar 51,9% terhadap Kinerja Keuangan Daerah. Kesimpulan dan Saran Dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya mengenai “Korelasi antara Opini Audit pada Laporan Keuangan Daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) dengan Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep value for money”,dapat diambil suatu kesimpulan hasil pengujian korelasi, bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) dengan Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep value for money. Hal ini disebabkan karena konsep value for money yang terdiri dari ekonomis, efisiensi dan efektivitas ini merupakan ukuran yang menunjukkan baik buruknya kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan keuangan daerahnya. Dengan konsep value for money pemerintah diharapkan dapat mewujudkan pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel, transparan dan bertanggungjawab dengan tetap menitikberatkan kepada tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. Sementara korelasi yang sangat lemah antara opini audit dengan Kinerja Keuangan Daerah yang diukur menggunakan konsep value for money disebabkan karena audit BPK terhadap laporan keuangan daerah lebih ditekankan pada kewajaran dan ketaatan pada Sistem Pengendalian Internal, dan bukan pada nilai nominal laporan keuangannya.
13
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikemukakan beberapa saran bagi para peneliti lain yang ingin mengembangkan studi di bidang ini yaitu sebagai berikut: 1. Harus diupayakan peningkatan kualitas SDM baik dari segi kompetensi maupun dari segi moralitas oleh Pemerintah daerah untuk menyesuaikan dengan tuntutan publik dalam memberikan pertanggungjawaban yang transparan dan lebih akurat untuk mewujudkan good governance. 2. Sebaiknya Pemerintah Daerah memberikan pendidikan non formal, pelatihan intensif, serta meminta bantuan konsultasi pada para pakar untuk membantu SDM yang telah ada dalam membuat Laporan Keuangan Daerah sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), karena masih didapati laporan keuangan yang tidak sesuai dengan SAP. Ini dibuktikan dengan masih terdapatnya laporan keuangan daerah yang memiliki ketidaksempurnaan dan berdampak pada pemberian opini tidak wajar oleh auditor. 3. Untuk penelitian-penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan data primer agar diperoleh suatu hasil yang lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA Badan Pemeriksa Keuangan. 2011. Daftar Opini Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun anggaran 2010 semester II Tahun 2011. http:// bpk.go.id/web/ Badan Pusat Statistik. 2010. Pendapatan Regional Riau Tahun 2010. Pekanbaru: BPS dan BAPPEDA Provinsi Riau. Bastian, Indra, Akt., MBA, Ph.D. 2003. Audit Sektor Publik. Visi Global Media, Jakarta. Departemen Dalam Negeri. 2011. APBD. Realisasi Pendapatan dan Pengeluaran Tahun Anggaran 2010 per daerah kota/kabupaten se Indonesia. http://djkd.depdagri.go.id/ Departemen Keuangan. 2011. Data Fiskal Daerah Kota/ Kabupaten se Indonesia Tahun 2010. http://www.djpk.depkeu.go.id/ Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta:Salemba Empat. Mahsun, Mohamad. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. BPFE. Yogyakarta. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Edisi Pertama Penerbit Andi : Yogyakarta Mardiasmo. 2004. Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Mulyadi. 2002. Auditing jilid 1 & 2.Salemba Empat. Jakarta Presiden Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana diubah dengan Perpu No 3 Tahun 2005. Jakarta. ______, Undang-Undang Republik Indonesia No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Jakarta. _______, Peraturan Pemerintah No 24 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
14
_______, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan. _______, Undang-Undang Republik Indonesia No.15 tentang Pemeriksan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta. Bandung Suparmoko 2002. Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah. Edisi Pertama. Andi, Yogyakarta. Virgasari, Aviva. 2009. Hubungan Antara Opini Auditor pada Laporan Keuangan Daerah, Pendapatan Asli Daerah(PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU) dengan Kinerja Keuangan Daerah. Malang:Universitas Brawijaya. Skripsi.
15