HUBUNGAN ANTARA NEGATIVE AFFECT DENGAN MOTIVASI KERJA PADA KARYAWAN
Afika Devi Mabruroh Universitas Ahmad Dahlan
[email protected]
Abstract This study aimed to determine the relationship between negative Affect the motivation to employees. The subjects were all employees of the opposite sex of men and women, at least one year working period, working in public hospitals. PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten. The data was collected using the Negative Affect Scale and Work Motivation Scale. Data obtained from this study were analyzed using the techniques of the Pearson Product Moment Correlation and aided by computational systems with Statistical Software Program for Service Solution 19.0 for Windows (SPSS 19.0 for Windows). Based on the analysis it is known that the correlation coefficient between the two variables is rxy = -0.485 with p = 0.000 (p <0.01). Negative Affect Variables contributing 19% effective in reducing the motivation to work. Hypothesis is accepted that there is a negative relationship between negative Affect the motivation to employees. The conclusion of this study is that there is a very significant negative relationship between negative Affect the motivation to employees. The higher level of negative Affect Hospital employee owned. RSU. PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten, the lower the motivation to work. Vice versa, the lower the negative Affect the higher levels of employee motivation RSU. PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten. The majority of employees (75%) had negative Affect categorized as moderate and the majority of employees (55%) had a low work motivation.
Keywords: Negative Affect, motivation, employee
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara negative affect dengan motivasi kerja pada karyawan. Subjek penelitian ini adalah semua karyawan yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, masa kerja minimal satu tahun, yang bekerja di RSU. PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Skala Negative Affect dan Skala Motivasi Kerja. Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson dan dibantu dengan sistem komputasi dengan program Statistical Program for Service Solution 19.0 for Windows (SPSS 19.0 for Windows). Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa besarnya koefisien korelasi antara kedua variabel adalah rxy = -0,485 dengan p = 0,000 (p<0,01). Variabel negative affect memberikan sumbangan efektif sebesar 19% dalam menurunkan motivasi kerja. Hipotesis diterima yaitu ada hubungan negatif antara negative affect dengan motivasi kerja pada karyawan. Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara negative affect dengan motivasi kerja pada karyawan. Semakin tinggi tingkat negatif affect yang dimiliki pegawai RSU. PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten, semakin rendah motivasi kerja. Begitu juga sebaliknya semakin rendah tingkat negatif affect maka akan semakin tinggi tingkat motivasi kerja pegawai RSU. PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten. Mayoritas karyawan (75%) memiliki negative affect yang dikategorikan sedang dan mayoritas karyawan (55%) memiliki motivasi kerja rendah. Kata kunci: negative affect, motivasi kerja, karyawan
Pendahuluan
Rumah sakit adalah satu bentuk organisasi pelayanan kesehatan khususnya terkait dengan upaya kesehatan. Tuntutan kualitas menjadi prioritas di Indonesia khususnya dalam pelayanan di rumah sakit terutama di kotabesar. Rumah sakit tidak hanya berfungsi untuk kegiatan mengobati, tetapi merupakan tempat untuk meningkatkan status kesehatan individu, sehingga kualitas kesehatan dan hidup manusia Indonesia meningkat pula (MacDougall dalam Hafizurrahman, 2009). Lebih jauh dikatakan bahwa rumah sakit merupakan salah satu tatanan pemberi jasa layanan kesehatan yang semakin berkembang dan jika dilihat jumlahnya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hasil Susenas tahun 2005 menunjukkan bahwa jumlah rumah sakit di Indonesia telah mencapai 1234 unit, dan lebih dari setengah jumlahnya adalah rumah sakit milik swasta (Depkes RI dalam Hafizzurrahman, 2009). Kenaikan jumlah rumah sakit yang terus bertambah tiap tahun mengindikasikan bahwa rumah sakit harus mampu bersaing dan memenangkan persaingan tersebut. Apalagi dengan terjadinya globalisasi ekonomi dan datangnya era perubahan menjadi tantangan yang serius bagi para pengelola dalam mengelola rumah sakit. Dalam menghadapi era perubahan tersebut, diperlukan sikap kehati-hatian para pengelola untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan sekaligus menjaga kelangsungan organisasinya agar mampu bertahan hidup (Sudarsono dalam Hafizzurrahman, 2009). Menghadapi persaingan ini rumah sakit harus memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia dalam organisasi merupakan aspek penting yang menentukan keefektifan suatu organisasi. Oleh karena itu organisasi senantiasa perlu melakukan investasi dengan melaksanakan fungsi manejemen SDM yaitu mulai perekrutan, penyeleksian sampai mempertahankan sumber daya manusia (Andini, 2006). Perusahaan membutuhkan tenaga-tenaga kerja yang mempunyai motivasi kerja yang tinggi, mau bekerja dan penuh tanggung jawab. Mereka memandang kerja bukan semata-mata sebagai sumber penghasilan akan tetapi merupakan kesempatan untuk mengembangkan diri dan berbakti, memberikan sesuatu yang berarti bagi perusahaan (Mc.Gregor & Maslow dkk dalam Samsudin, 2009)
McClelland (Robbins, 2008) menyatakan bahwa pencapaian, kekuatan dan hubungan adalah tiga kebutuhan penting yang membantu menjelaskan motivasi. Teori tersebut berfokus pada tiga kebutuhan: pencapaian, kekuatan dan hubungan. Robbins (2006) mengatakan bahwa motivasi adalah proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran. Intensitas terkait dengan seberapa keras usaha yang dilakukan individu. Akan tetapi, intensitas yang tinggi kemungkinan tidak akan menghasilkan kinerja yang diinginkan jika upaya itu tidak disalurkan ke arah yang menguntungkan organisasi.
Individu-individu
yang
termotivasi
tetap
bertahan
dengan
pekerjaannya dalam waktu cukup lama untuk mencapai sasaran mereka. Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah faktor yang mendorong orang untuk bertindak dengan cara tertentu, motivasi pada dasarnya adalah kondisi mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities) dan memberikan kekuatan energi yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi kepuasan ataupun mengurangi ketidakseimbangan. Herzberg (Robbins, 2006) meyakini bahwa hubungan individu dengan pekerjaannya merupakan hubugan dasar dan bahwa sikap seseorang terhadap kerja sangat menentukan kesuksesan atau kegagalan individu tersebut. Munandar (2001) menyebutkan bahwa bila motivasi kerja rendah, maka performance akan rendah pula meskipun memiliki kemampuan serta peluang yang baik. Munandar (2001) mengatakan bahwa motivasi kerja seseorang dapat lebih bercorak proaktif atau reaktif. Pada motivasi kerja yang proaktif orang akan berusaha untuk meningkatkan kemampuan-kemampuannya sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaannya atau akan berusaha untuk mencari, menemukan dan menciptakan peluang dimana seseorang menggunakan seluruh kemampuannya untuk dapat bekerja dengan baik. Sebaliknya motivasi kerja seseorang yang lebih reaktif, cenderung menunggu upaya atau tawaran dari lingkungannya. Seseorang baru mau bekerja jika mendapat dorongan, dipaksa untuk bekerja. Motivasi yang muncul didalam diri individu banyak dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal dari individu. Salah satu yang dapat mempengaruhi motivasi kerja individu adalah negative affect.
Fenomena yang sering terjadi adalah manakala kinerja perusahaan yang telah baik dapat rusak, baik secara langsung maupun tidak langsung oleh berbagai perilaku karyawan (Andini, 2006). Salah satu bentuk perilaku karyawan tersebut adalah negatif affect. Karyawan yang berada dalam negative affect, akan merasa tidak yakin dengan kemampuanya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan padanya. Pada saat seperti ini, akan muncul perasaan-perasaan takut gagal, karena karyawan merasa tidak memiliki kemampuan yang cukup dalam menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Kondisi tersebut membuat karyawan tidak memiliki motivasi dalam bekerja. Menurut Kartono (2002) seseorang yang berada dalam kondisi lelah atau lesu, pesimistis dan kurang senang terhadap sesuatu adalah indikasi bahwa seseorang tersebut sedang mengalami negative affect. Thayer (2001) menjelaskan bahwa negative affect muncul dan tenggelamnya adalah akibat dari perubahan dan tuntutan dari lingkungan. Perilaku agresif memperjelas kaitan erat antara motivasi dan emosi. Rasa marah sering kali merupakan pemicu timbulnya perilaku agresif, meskipun perilaku semacam itu juga dapat terjadi tanpa adanya rasa marah. Emosi dapat mengaktifkan dan mengarahkan perilaku dengan cara yang sama seperti yang dilakukan motif biologis atau motif psikologis. Emosi juga dapat menyertai perilaku yang termotivasi.
Emosi bisa menjadi tujuan individu melakukan
aktivitas tertentu karena individu tersebut tahu bahwa aktivitas tersebut menyenangkan (Atkinson dkk, 1999). Sifat hubungan antara motivasi dan emosi, serta definisi emosi itu sendiri, merupakan masalah yang belum terpecahkan dalam psikologi. Kebanyakan orang akan mengatakan bahwa rasa marah, rasa takut, rasa gembira dan rasa sedih adalah emosi tetapi akan mengklasifikasikan rasa lapar, rasa haus, dan rasa lelah sebagai keadaan organisme yang berfungsi sebagai motif (Atkinson dkk, 1999). Dasar yang paling umum untuk membedakan motivasi dan emosi berasumsi bahwa biasanya ditimbulkan oleh stimulus eksternal dan bahwa ekspresi. emosional diarahkan pada stimulus dalam lingkungan yang menimbulkan emosi
tersebut. Sebaliknya, motif lebih sering ditimbulkan oleh stimulus internal dan “biasanya” diarahkan pada objek tertentu dalam lingkungan (misalnya, makanan, air, atau teman kencan). Akan tetapi perbedaan ini kurang tepat bila di terapkan dalam sejumlah contoh, Misalnya insentif eksternal seperti rupa atau aroma makanan yang lezat dapat menimbulkan rasa lapar meskipun tidak ada isyarat rasa lapar internal, serta stimulus internal, seperti disebabkan oleh keadaan kurang makan yang parah dapat menimbulkan emosi (Atkinson dkk, 1999). Sebagian besar perilaku termotivasi mempunyai iringan efektif atau emosional, meskipun dalam usaha seseorangmencapai tujuan mungkin terlalu asyik memusatkan diri pada perasaan kita saat itu. Bila berbicara tentang motivasi, biasanya individu memusatkan diri pada aktivitas yang terarah ke tujuan; dalam membahas emosi, perhatian individu terpusat pada pengalaman efektif dan subjektif yang menyertai perilaku. individu cenderung lebih menyadari emosi tersebut bila upaya untuk mencapai suatu tujuan dihambat (rasa marah, putus asa) atau bila tujuan itu akhirnya tercapai (rasa senang, kegembiraan) (Atkinson dkk, 1999). Kesejahteraan psikologis dan kebahagiaan seseorang lebih ditentukan oleh perubahan atau pengalaman emosional yang sering dialaminya. Hal ini disebut sebagai afek. Jika individu lebih banyak merasakan dan mengalami afek negatif seperti marah, benci , dendam dan kecewa maka individu akan diliputi oleh suasana psikologis yang tidak nyaman dan tidak menyenangkan. Akibatnya, individu akan terasa sulit merasakan kepuasan hidup dan kebahagiaam (Gohm and Clore dalam Safaria, 2009 ) Hasil observasi peneliti pada tangal 26 maret 2012 di RS. PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten terlihat bahwa sebagian karyawan mengalami ketegangan ketika menghadapi pasien yang komplain terhadap fasilitas rumah sakit, terlihat karyawan mendapat teguran dari atasan sedang asik main handphone sehingga tampak raut wajah yang tertekan dan marah ketika di tegur atasan. Berdasarkan hasil wawancara dengan lima orang karyawan RS. PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten pada tanggal 26 Maret 2012 didapatkan
informasi bahwa tiga dari lima karyawan saat bekerja masih terbawa dalam suasana emosi yang kurang baik, misalnya ketika mereka tertekan dari tugas yang harus diselesaikan dengan waktu yang cukup singkat sering muncul rasa marah ketika ada yang mengganggu. Selain hal tersebut ketika sedang berhadapan dengan pasien yang terlalu banyak tuntutan sedangkan tenaga yang ada terbatas, karyawan sering memendam emosi. Muncul ketegangan yang dialami ketika menghadapi pasien. Indikasi- indikasi tersebut menunjukkan adanya negative affect yang tinggi dikalangan karyawan. Hal itu tentu merupakan hal yang kurang positif, karena sudah seharusnya karyawan mampu menunjukkan motivasi kerja yang tinggi. Berdasarkan fenomena tersebut penulis tertarik mengadakan penelitian tentang “Hubungan Antara Negative Affect Dengan Motivasi Kerja Karyawan”.
Tinjauan Pustaka 1. Motivasi kerja Konsep motivasi menurut Steiner (Kartono, 2002)
mengatakan bahwa
motif merupakan suatu dorongan batiniah yang memberikan energi kepada aktivitas- aktivitas. Winkel (Khodijah, 2006) meyatakan motif adalah daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan kegiatan tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu. Puline (Uno, 2007) menyatakan motivasi sebagai sebuah konsep yang sangat sulit diselidiki secara langsung, karena motivasi merupakan konstruksi hipotesis. Motivasi hanya dapat disimpulkan berdasarkan tingkah laku, tetapi motivasi dan pelaksanaan juga tidak sinonim. Menurut Siagian (1995), motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela untuk menyerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibanya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.
Robbins (2008) mendefinisikan motivasi kerja sebagai suatu proses yang menghasilkan intensitas, arah dan ketekunan individu dalam usaha untuk mencapai satu tujuan. Locke (1995), dengan teori penerapan tujuan, mengatakan bahwa motivasi kerja bertujuan pada keinginan yang dicapai individu. Adanya tujuan individu akan tahu bahwa apa yang seharusnya dilakukan untuk mencapai tujuan, terlebih jika tujuan yang akan dilakukan sangat spesifik, maka individu akan menghasilkan kinerja lebih keras sebagai bentuk rangsangan internal dalam individu. Safaria (2004) menyebutkan motivasi kerja tidak semata didasarkan pada nilai uang yang diperoleh (monetary value), ketika kebutuhan dasar (to live) terpenuhi, maka seseorang akan membutuhkan hal-hal yang memuaskan hasratnya untuk berkembang (to learn) yaitu kesempatan untuk belajar dan mengembangkan dirinya, dengan demikian seorang bekerja atau melakukan sesuatu karena nilai, ingin mempunyai hidup lebih bermakna dan dapat mewariskan sesuatu kepada yang dicintainya. McClelland (Robbins, 2008) menjelaskan bahwa terdapat tiga motivasi yang sangat mempengaruhi kemajuan, keberhasilan dan kinerja organisasi. Ketiga motif tersebut adalah motif berprestasi, motif kekuasaan dan motif affiliasi.
Aspek- aspek motivasi kerja Aspek motivasi kerja menurut McClelland (As’ad, 2002) yaitu : a. Need for achievement Merupakan kebutuhan untuk mencapai sukses, yang berdasarkan standar kesempurnaan dalam diri seseorang. Kebutuhan ini, berhubungan erat dengan pekerjaan, dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk mencapai prestasi. b. Need for affiliation Merupakan kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain. c. Need for power
Kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi terhadap orang lain. Kebutuhan ini, menyebabkan orang yang bersangkutan tidak atau kurang memperdulikan perasaan orang lain.
2. Negative affect Batson (Urbayatun, 2006) menyebutkan bahwa affect sebagai emosi dan perasaan yang dialami saat ini yang bersifat negatif akan disebut afek negatif. Negative affect didefinisikan sebagai perasaan-perasaan yang muncul sementara, yang kemunculannya tidak terkait dengan kejadian-kejadian atau obyek-obyek tertentu, negative affect seringkali muncul secara tiba-tiba dan tanpa disadari oleh individu yang mengalaminya (Neal dkk, 2001). Negative affect dapat berlangsung selama berjam-jam, berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan ketika pada kasus-kasus depresi berat bisa berbulanbulan (Thayer, 2001). Frijda (Hinn, 1996) menyatakan negative affects adalah kondisi afektif yang muncul tanpa adanya suatu obyek penyebab yang spesifik, negative affects tertentu muncul akibat dari hal-hal yang bersifat emosional. Keadaan emosi dapat berubah menjadi negative affects, apabila fokus kepada obyek dan kejadian yang menyebabkan emosi tersebut menjadi kabur, dan perasaan-perasaan yang terkait dengan kondisi emosi tersebut juga menjadi semakin tidak stabil atau tidak jelas dan akhirnya menghilang. Djamasbi dkk (2004) menyatakan bahwa negative affects states yaitu suatu kondisi yang mengacu pada perasaan-perasaan seperti distress, permusuhan, kecemasan, penolakan, kesedihan. Berkowitz (1993) menyatakan bahwa efek dari negative affects yaitu cenderung menimbulkan kemarahan, agresi, seperti keinginan untuk melepaskan diri dari situasi yang tidak menyenangkan. Individu yang sedang merasa tidak nyaman dengan kondisi negative affect yang dimiliki kemungkinan akan memandang dengan tidak senang terhadap permintaan tolong dari seseoorang sehingga lebih memilih aktivitas yang dirasa lebih menyenangkan baginya. Aspek – Aspek Negative Affect
McNair, Lorr, dan Droppleman (Sawyer, 2004) menyebutkan adanya lima komponen negative affects. Komponen-komponen tersebut merupakan gambaran dari berbagai bentuk kondisi afektif atau kondisi negative affects yang teridentifikasi.
Komponen-komponen
depression-dejection,
anger-hostility,
tersebut
adalah:
fatigue-inertia,
tension-anxiety, dan
confusion-
bewilderment. Komponen-komponen tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam subsub komponen yang berupa kata-kata sifat, yang dianggap mewakili masingmasing komponen utama tersebut. Berikut ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai komponen-komponen tersebut (Sawyer, 2004):
a. Tension-Anxiety. Dalam bahasa Indonesia, tension berarti ketegangan-ketegangan, sedangkan anxiety berarti kecemasan. Tension mengacu pada ketegangan-ketegangan yang bersifat fisik, seperti ketegangan-ketegangan otot, serta keluhan-keluhan yang bersifat somatis lainya. Anxiety berarti kecemasan secara psikis. Seseorang yang cemas karena tidak ingin atau merasa tidak sanggup untuk menghadapi berbagai permasalahan emosional, bisa jadi akan memproyeksikan kecemasanya tersebut dalam berbagai keluhan fisik. Kata-kata sifat yang mewakili komponen ini adalah: tegang, gemetar, gugup, seperti panik, cemas, tidak bisa tenang, dan gelisah.
b. Depression-Dejection McNair, Lorr, dan Droppleman (Sawyer, 2004) menyatakan bahwa depression dan dejection, atau dalam bahasa Indonesia berarti depresi dan kemurungan, mengacu pada berbagai bentuk kekurangan / ketidaksehatan pada kondisi suasana hati yang dialami seseorang. Pada komponen ini, terdapat kata-kata sifat seperti kehilangan semangat, kesepian, tidak berdaya, dan tidak bahagia. Kata-kata sifat tersebut menggambarkan keadaan mental individu-individu yang mengasingkan dirinya dari orang lain, dan juga individu-individu yang sedang kehilangan minat terhadap berbagai aktivitas-aktivitas pentingnya, seperti bekerja dan hobi. Katakata sifat lainnya seperti rasa bersalah dan sedih hati digunakan untuk menggambarkan individu-individu yang menyesali tindakan-tindakanya, atau
kurangnya pencapaian diri. Dari waktu ke waktu, individu mungkin semakin merasa sedih dan tidak bahagia. Meskipun demikian, kondisi semacam ini tidak dapat dikategorikan sebagai depresi klinis.
c. Anger-Hostility Hafen, Karren, Frandsen & Smith (Sawyer, 2004) menyatakan bahwa anger and hostility, atau dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai kemarahan dan permusuhan, dapat muncul dari sejumlah situasi, dan masing-masing orang akan bereaksi terhadap bentuk suasana hati ini secara berbeda-beda. Kemarahankemarahan yang tidak terarah secara jelas dapat menimbulkan konflik dengan orang lain, kesalahpahaman, menganut kebiasaan marah, hilangnya rasa harga diri, dan hilangnya rasa hormat pada orang lain. Ekspresi-ekspresi yang nampak dari kemarahan dan permusuhan ini secara khusus digambarkan dengan kata-kata sifat seperti siap bertarung, mudah marah, sukar diatur, dan suka memberontak. Dalam bentuk yang lebih ringan, kemarahan dan permusuhan digambarkan dengan kata sifat seperti suka mengomel dan mudah merasa jengkel.
d. Fatigue-Inertia Komponen ini merupakan kebalikan dari komponen vigor dan activity. Komponen ini digambarkan dengan kata-kata sifat seperti rendahnya tingkat energi, kelelahan, dan keletihan yang sangat akibat kurang istirahat. Untuk menggantikan kata kelelahan, dapat pula digunakan kata-kata seperti kehabisan tenaga dan malas.
e. Confussion-Bewilderment Confussion dan bewilderment, yang dalam bahasa Indonesia berarti kebingungan, digambarkan dalam kata-kata sifat seperti bingung, tidak mampu untuk berkonsentrasi, dan merasa tidak pasti mengenai berbagai hal. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara negative affect dengan motivasi kerja karyawan.
Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara negative affect dengan motivasi kerja pada karyawan. Semakin tinggi negative affect karyawan maka motivasi kerja karyawan rendah, semakin rendah negative affect karyawan maka motivasi kerja karyawan meningkat.
Metode penelitian 1. Subyek Penelitian Subyek penelitian ini adalah karyawan RSU. PKU. Muhammadiyah Delanggu Klaten dengan karakteristik sebagai berikut: a. Laki – laki b. Wanita c. Masa kerja minimal 1 tahun.
2. Metode Pengumpulan data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala negative affect dan skala motivasi kerja. Skala negative affect disusun oleh penulis menggunakan aspek- aspek negative affect dari McNair, Lorr, dan Droppleman yaitu tension-anxiety, depression-dejection, anger-hostility, fatigue-inertia, dan confusion-bewilderment. Skala motivasi kerja disusun berdasarkan aspek- aspek motivasi kerja dari McClelland yaitu need for achievement, need fot affiliation, need for power. Penilaian butir-butir favorable skor empat diberikan untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), Skor tiga untuk jawaban Sesuai (S), skor dua untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), skor satu untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Sedangkan penilaian untuk butir- butir unfavorable yaitu skor satu untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), skor dua untuk jawaban Sesuai (S), skor tiga untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), skor empat untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS).
3.
Metode Penelitian dan Analisis Data Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan untuk mengetahui
hubungan antara negative affect dengan motivasi kerja karyawan adalah dengan menggunakan
teknik
korelasi
product
moment
dari
Pearson.
Alasan
menggunakan teknik korelasi product moment karena teknik korelasi product moment digunakan untuk menganalisa hubungan antara dua variabel yaitu satu variabel bebas dan satu variabel tergantung. Analisis data menggunakan komputasi dengan program Statistical Product and Service Solution (SPSS 19.0 for Windows).
Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan diterimanya hipotesis yang diajukan oleh peneliti yaitu ada hubungan negatif antara negative affect dengan motivasi kerja pegawai RSU.PKU Muhammadiyah Klaten yang ditunjukkan dengan rxy = 0,485 dan p = 0,000 (p < 0,01). Sumbangan efektif negative affect terhadap motivasi kerja adalah sebesar 0,235 atau 23,5 %, hal ini berarti bahwa negative affect memberikan sumbangan sebesar 23,5 % terhadap motivasi kerja pegawai RSU.PKU Muhammadiyah Klaten. Sisanya 76,5 % merupakan faktor lain yang tidak diteliti oleh peneliti. Berdasarkan skor motivasi kerja mayoritas pegawai RSU.PKU Muhammadiyah Klaten cenderung sedang sebesar 75 % dan skor negative affect cenderung rendah sebesar 55 % dari 60 subjek. Diterimanya hipotesis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa negative affect mempunyai hubungan dengan motivasi kerja pegawai RSU. PKU Muhammadiyah. Hal ini dapat dimengerti karena menurut Robbins (2003) motivasi kerja sebagai suatu proses yang menghasilkan intensitas, arah dan ketekunan individu dalam usaha untuk mencapai satu tujuan. Locke (2003), dengan teori penerapan tujuan, mengatakan bahwa motivasi kerja bertujuan pada keinginan yang dicapai individu. Adanya tujuan individu akan tahu bahwa apa yang seharusnya dilakukan untuk mencapai tujuan. Terlebih jika tujuan yang akan dilakukan sangat spesifik, maka individu akan menghasilkan kinerja lebih keras sebagai bentuk rangsangan internal dalam
individu. Selain itu individu akan bekerja lebih baik jika mendapatkan umpan balik atas apa yang dilakukan. Safaria (2004), menyebutkan motivasi kerja tidak semata didasarkan pada nilai uang yang diperoleh (monetary value), ketika kebutuhan dasar (to live) terpenuhi, maka seseorang akan membutuhkan hal-hal yang memuaskan hasratnya untuk berkembang (to learn) yaitu kesempatan untuk belajar dan mengembangkan dirinya, dengan demikian seorang bekerja atau melakukan sesuatu karena nilai, ingin memilki hidup lebih bermakna dan dapat mewariskan sesuatu kepada yang dicintainya. Tetapi terkadang dalam bekerja juga dipengaruhi oleh sifat kepribadian dan emosi yang dimiliki, dimana terkadang emosi yang muncul adalah emosi negatif. Neal dkk (2001) & Djamasbi dkk (2004) menyatakan bahwa negative affects states yaitu suatu kondisi yang mengacu pada perasaan-perasaan seperti distress, permusuhan, kecemasan, penolakan, kesedihan. Kartono (2002), tidak menggunakan istilah negative affect secara umum namun menggunakan istilah stemming, sedangkan ketika seseorang berada dalam kondisi negative negative affects menggunakan istilah stemming negative. Ketika seseorang berada pada kondisi ini akan mengalami perasaan-perasaan yang kurang senang terhadap sesuatu, pesimistis, lesu dan bersifat negatif. Menurut Berkowitz, (1993) efek dari negative affects yaitu cenderung menimbulkan kemarahan, agresi, seperti keinginan untuk melepaskan diri dari situasi yang tidak menyenangkan. Individu yang sedang merasa tidak nyaman dengan kondisi negative affect yang dimiliki kemungkinan akan memandang dengan tidak senang terhadap permintaan tolong dari seseoorang sehingga lebih memilih aktivitas yang dirasa lebih menyenangkan baginya (Berkowitz, 1993). Thayer (2001) menjelaskan bahwa negative affects muncul dan tenggelamnya adalah akibat dari perubahan dan tuntutan dari lingkungan.
Kesimpulan Hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara negative affect dengan motivasi kerja pada pegawai RSU. PKU Muhammadiyah Klaten. Semakin tinggi tingkat negative affect
yang dimiliki pegawai RSU. PKU
Muhammadiyah Klaten, semakin rendah motivasi kerja. Begitu juga sebaliknya semakin rendah tingkat negative affect maka akan semakin tinggi tingkat motivasi kerja pegawai RSU. PKU Muhammadiyah Klaten. 2. Hasil penelitian menunjukkan diterimanya hipotesis yang diajukan oleh peneliti yaitu ada hubungan negatif antara negative affect dengan motivasi kerja pegawai RSU.PKU Muhammadiyah Klaten yang ditunjukkan dengan rxy = -0,485 dan p = 0,000 (p < 0,01). Sumbangan efektif negative affect terhadap motivasi kerja adalah sebesar 0,235 atau 23,5 %, hal ini berarti bahwa negative affect memberikan sumbangan sebesar 23,5 % terhadap motivasi kerja pegawai RSU.PKU Muhammadiyah Klaten. Sisanya 76,5 % merupakan faktor lain yang tidak diteliti oleh peneliti. 3. Berdasarkan
skor
motivasi
kerja
mayoritas
pegawai
RSU.PKU
Muhammadiyah Klaten cenderung sedang sebesar 75 % dan skor negative affect cenderung rendah sebesar 55 % dari 60 subjek.
Daftar Pustaka Andini, R. 2006 .Analisis Pengaruh Kepuasan Gaji,Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasional Terhadap Turnover Intention (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang). Semarang Universitas Diponegoro. Aprilianingsih. 2008. Hubungan Komunikasi Atasan Bawahan dengan Motivasi Kerja Karyawan Total Indonesia Balikpapan. Skripsi. (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan. As’ad, M. 2002. Psikologi Industri. (Edisi Ke-Empat). Yogyakarta. Penerbit Liberty.
Azwar, S. 2003. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, S. 2006. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Atkinson, L.R. 1999. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga. Djambsbi, S.; Remus, W.; O’Connor, M.. 2004. Does Mood Influence Judgement Accuracy? DSS2004 Conference Proceeding. Gibson, J. L., Ivancevich, J. M., & Donnelly, J. H. 1996. Organization: Behavior Structure Processes. McGraw-Hill. Boston. Hadi, S. 2004. Statistik Jilid 2. Yogyakarta : Penerbit Andi. Hafizurrachman. 2009. Sumber Daya Manusia Rumah Sakit di Q Hospital. Majalah Kedokteran Indonesia. Vol.59.No.8.Agustus.hal 45. Hasibuan, M. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. PT Bumi Aksara, Jakarta. Hendrawati, N. 2004. Hubungan Antara Kecerdasan Spiritual Dengan Motivasi Kerja Karyawan. Skripsi (tidak diterbitkan) Yogyakarta; Fakultas Psikologi UII. Hinn, M D. 1996. The Effect of Major and Minor in Music as a Mood Induction Procedure. Theses. Virginia Polytechnic Institute and State University. Scholar.lib.vt.edu. Kartono, K. 2002. Patologi Sosial 3. Jakarta : Rajawali Press. Khodijah, Nyayu. 2006. Psikologi Belajar. Palembang: IAIN Raden Fatah Press Suriasumantri (ed). Locke, Edwin. A. (1995), “Perceptual and Motor Skills” Interaction of Ability and Motivation in Performance, Volume 21. Mohyi, A. 1996. Teori dan Perilaku Organisasi, Malang : UMM Press Munandar, A. S. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI press Neal, C.; Quester, P; Hawkins D. 2001. Consumer Behaviour. Sydney: The McGraw-Hill Companies. Inc.
Putro, D. H. 2002. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Kepemimpinan Transformasional
Dengan
Motivasi
Kerja.
Skripsi
(tidak
diterbitkan)
Yogyakarta; Fakultas Psikologi UGM. Papu, J. 2004. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Motivasi. Jakarta : http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel_detail.asp?id=167 20 april 2012 Rianti, V., 2006. Pengaruh Tipe Kepemimpinan Demokratis Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan. Skripsi (tidak diterbitkan) Yogyakarta; Fakultas Psikologi UII. Robbins. S. P. 2006. Perilaku Organisasi. Klaten: PT. Intan Sejati. Robbins, S.P. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba empat. Samsudin, S. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Pustaka Setia. Safaria, T. & Saputra, N.E. 2004. Manajemen Emosi. Jakarta: Bumi Aksara. Sastrohadiwiryo, S. 2003. Manajemen Tenaga Kerja Indonesi Pendekatan Administratif dan Operasional. Jakarta: Bumi Aksara. Sawyer, Tiffany L. 2004. The Effects of Reversing Sleep-Wake Cycles on Mood States, Sleep, and Fatigue On The Crew of The USS John C. Stennis. Theses. Naval Postgraduate School. Theses.nps.navy.mil. Suryabrata, S. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta : CV. Rajawali. Siagian. S. (1995), Teori Motivasi dan Aplikasinya, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Thayer, R E. 2001. Mood. Encyclophedia of Psychology. Vol. 5. London. AmericanPsychiatricassociation.http://edocs.nps.edu/npspubs/scholarly/these s/2004/Jun/04Jun_Kenney.pdf. 31 maret 2012. Thoha, M. 2005. Perilaku Organisasi. Jakarta: Rajawali Pers. Uno, B. Hamzah. 2007. Teori Motivasi & Pengukurannya Analisis di bidang Pendidikan. Jakarta : PT. Bumi Aksara
Urbayatun, S. (2006). Hubungan Antara Pemenuhan Kebutuhan dengan Afek Positif dan Afek Negatif Pada Lansia. Humanitas. Vo.3, No.1, hal.63-74. Winanto, H.Aji. 2011. Hubungan Persepsi terhadap Kepemimpinan Perempuan dengan Motivasi Kerja Guru Sekolah Dasar di Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes. Skripsi. (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan. http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/196605162000122HERLINA/IP-TM2_MOTIVASI_DAN_EMOSI.pdf 3 januari 2013