Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 130-136 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766
HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BELAJAR DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA SMA KARTIKA 1-5 PADANG Krisnova Nastasia, Novi Susilowati Universitas Putra Indonesia YPTK Padang E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara motivasi belajar dengan penyesuaian diri pada siswa SMA 1-5 Kartika Padang. Populasi pada penelitian ini adalah siswa SMA 15 Kartika Padang yang berjumlah 324 orang. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah stratisfied random sampling yaitu pemilihan subjek berdasarkan pada strata. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 175 orang. Hasil uji coba menunjukkan koefisien validitas pada skala motivasi belajar bergerak dari 0,302 sampai 0,801. Sedangkan koefisien validitas pada skala penyesuaian diri bergerak dari 0,335 sampai 0,631. Koefisien reliabilitas untuk skala motivasi belajar sebesar 0,739, sedangkan penyesuaian diri sebesar 0,668. Hasil uji hipotesis menunjukkan besarnya koefisien korelasi antara variabel motivasi belajar dengan penyesuaian diri yaitu sebesar 0,771 dengan taraf signifikansi 0,000. Hal ini menunjukkan adanya korelasi yang kearah positif atau searah antara kedua variabel tersebut, yang artinya jika motivasi belajar siswa baik maka penyesuaian diri siswa juga baik, dan sebaliknya jika motivasi belajar siswa kurang maka penyesuaian diri siswa juga kurang. Kata Kunci: Motivasi Belajar, Penyesuaian Diri, Siswa.
1.
PENDAHULUAN
Setiap individu akan mengalami tahap perkembangan, salah satunya adalah masa remaja, masa remaja merupakan masa periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa. Individu yang memasuki masa remaja akan mengalami perubahan–perubahan, baik dari sisi biologis, kognitif, maupun emosional. Saat memasuki masa remaja, individu mengalami proses pencarian identitas. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa pubertas. Menurut Feldman (2009) remaja adalah periode peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang meliputi perubahan besar pada aspek fisik, kognitif dan psikososial . Remaja sebagai makhluk sosial selalu berinteraksi dengan orang lain dan sepanjang hidupnya diharuskan untuk dapat menyesuaikan diri karena situasi kehidupan selalu mengalami perubahan. Menurut Satmoko (dalam Ghufron & Risnawita, 2012)penyesuaian diri sebagai interaksi seseorang yang secara kontinyu dengan dirinya sendiri, orang lain, dan dunianya. Menurut Desmita (2016) Penyesuaian diri terjadi pada kondisi-kondisi lingkungan baru yang membutuhkan suatu respon. Penyesuaian diri juga sangat penting bagi remaja, banyak remaja yang tidak dapat mencapai kebahagiaan dalam hidupnya karena ketidak mampuannya dalam menyesuaikan diri, baik dengan lingkungan keluarga, masayarakat dan lingkungan sekolah. siswa yang berada di lingkungan sekolah menengah atas adalah siswa berusia 15- 18 tahun adalah usia remaja. Perubahan lingkungan terkadang membuat beberapa remaja mengalami masalah dengan penyesuaian diri. Begitu pula dengan siswa berada pada lingkungan sekolah yang memiliki karakteristik berbeda dengan lingkungan yang ditemui sebelumnya. Ketika berada di sekolah, siswa harus memahami dan mematuhi segala peraturan yang berlaku di sekolah. Ia akan
130
Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 130-136 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766
bertemu dengan teman, guru, dan lingkungan yang membuat bebrapa siswa sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan tersebut, dalam hal ini,siswa harus mampu menyesuaikan diri agar dapat menyelesaikan pendidikan hal ini sesuai dengan pendapat Sunarto& Agung (dalam Nurfuad, 2013). Menurut Schneiders (dalam Ridha, 2014) Penyesuaian diri adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seorang individu untuk berbaur dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Penyesuaian diri merupakan suatu hal yang cakupannya sangat luas dan komplek, dan juga melibatkan semua reaksi individu terhadap tuntutan baik dari lingkungan luar maupun dari dalam diri individu itu sendiri. Penyesuaian diri ditentukan oleh bagaimana seseorang dapat bergaul dengan diri dan orang lain secara baik, tanggapan- tanggapan terhadap orang lain atau dilingkungan sekitar pada umumnya dapat dipandang sebagai cerminan apakah seseorang dapat melakukan penyesuaian diri dengan baik atau tidak. Menurut Desmita (2016) masalah penyesuaian diri menyangkut aspek kepribadian individu dalam interaksinya dengan lingkungan dalam dan luar dirinya. Lingkungan dari dalam yaitu lingkungan keluarga, keluarga merupakan lingkungan utama yang sangat penting kaitannya dengan penyesuaian diri individu. Unsur- unsur di dalam keluarga, seperti keadaan keluarga, interaksi orang tua dengan anak, interaksi antaranggota keluarga, peran sosial dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap penyesuaian diri individu dengan lingkungan keluargany. Selain penyesuaian diri yang ada di lingkungan keluarga, remaja juga melakukan penyesuaian diri di luar lingkungan keluarga seperti lingkungan sekolah, lingkungan sekolah sangat berperan dalam mencapai tujuan pembelajaran misalnya penyesuaian diri terhadap teman, guru, dan sebagainya, penyesuaian diri di lingkungan sekolah sangat penting untuk meningkatkan proses belajar dengan baik. Menurut Schneiders (dalam Desmita, 2016) Seseorang dikatakan mempunyai kemampuan penyesuaian diri yang baik meliputi mereka yang dengan keterbatasan, kemampuan yang dimilikinya dengan corak kepribadiannya, telah belajar untuk berinteraksi terhadap dirinya sendiri dan lingkungan dengan cara yang dewasa, bermanfaat, efisien. Menurut Schneider (dalam Ali & Asrori, 2015) Setidaknya melibatkan sikap terhadap realitas, pola dasar penyesuaian diri dan motivasi. Motivasi merupakan dorongan yang dilakukan individu untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan, Pada dasarnya motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan, mengarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu, sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Motivasi belajar juga merupakan kebutuhan untuk mengembangkan kemampuan diri secara optimal, sehingga mampu berbuat yang lebih baik, berprestasi dan kreatif. Motivasi dipengaruhi oleh faktor didalam diri individu yang merupakan seseorang termotivasi atau tidaknya itu tergantung pada persepsi. Persepsi seseorang tentang dirinya sendiri akan mendorong dan mengarahkan perilaku seseorang untuk bertindak misalnya, siswa yang dapat menyesuaikan diri yang baik dengan guru mereka akan paham materi yang diajarkan gurunya tersebut sehingga siswa akan termotivasi untuk belajar dengan rajin, begitu juga sebaliknya siswa yang tidak dapat menyesuaiakan diri dengan baik terhadap gurunya mereka tidak paham materi yang diajarkan sehingga siswa tidak termotivasi untuk belajar, selain itu seseorang yang melihat temannya berprestasi tentunya siswa harus mampu menyesuaiakan diri dengan temannya untuk belajar sehingga dengan adanya dorongan tersebut siswa termotivasi untuk belajar. Menurut Sadirman (dalam Atfillah, 2015) Motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong siswa untuk belajar dengan senang dan belajar secara sungguhsungguh. Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil dari praktik atau yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Iskandar (dalam Suardana & Simarmata, 2013) motivasi belajar adalah daya penggerak dari dalam diri individu untuk melakukan kegiatan belajar untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta pengalaman. Motivasi ini tumbuh karena ada keinginan untuk mengetahui dan memahami
131
Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 130-136 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766
sesuatu dan mendorong serta mengarahkan minat belajar siswa sehingga sungguh-sungguh untuk belajar dan termotivasi untuk mencapai prestasi.
2. TINJAUAN LITERATUR 2.1 Penyesuaian Diri Penyesuaian diri dikenal dengan istilah Adjustment atau personal adjustment. Menurut Sunarto & Agung (dalam Nurfuad, 2013) penyesuaian diri merupakan usaha bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Menurut Schneider (dalam Ali & Asrori, 2015)Penyesuaian diri sebagai suatu proses yang melibatkan respon- respon mental dan perbuatan individu dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustasi dan konflik secara sukses serta menghasikan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan. Seseorang dapat dikatakan memiliki penyesuaian diri yang baik, apabila dia mampu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalahnya secara wajar, tidak merugikan diri sendiri dan lingkungannya, serta sesuai dengan norma agama Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah upaya yang dilakukan individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang ditempatinya serta mampu menjalin hubungan yang baik dengan lingkungannya tersebut
Aspek – Aspek Penyesuaian Diri Menurut Schneider (dalam Ali & Asrori, 2015) penyesuaian diri mempunyai tiga aspek, yaitu: a. Penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation). penyesuaian diri dipandang sebagai kemampuan beradaptasi, padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis atau biologis. b. Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), penyesuaian diri juga diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup konformitas terhadap suatu norma. Pemaknaan penyesuaian diri sebagai suatu usaha konformitas, menyiratkan bahwa disana individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk harus selalu mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial, maupun emosional. c. Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery), orang yang mempunyai penyesuaian diri yang baik mempunyai kemampuan membuat rencana dan mengorganisasikan suatu respons diri sehingga dapat menyusun dan menggapai segala masalah dengan efisien.
2.2 Motivasi Belajar Menurut Djamarah (2011) Motivasi adalah dorongan yang dilakukan individu untuk mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan. Perubahan energi dalam diri seseorang itu berbentuk suatu aktivitas nyata berupa fisik. Karena seseorang mempunyai tujuan tertentu dari aktifitasnya, maka seseorang mempunyai motivasi yang kuat untuk mencapai dengan segala upaya yang dapat dia lakukan untuk mencapainya. Menurut Santrock (dalam Sanguni & Amin, 2014) Motivasi adalah proses memberi semangat, arah dan kegigihan perilaku. Perilaku dalam motivasi adalah memiliki penuh energi, terarah dan bertahan lama, dalam kegiatan belajar, maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan beajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberi arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki subjek belajar itu dapat tercapai. Berdasarkan pendapat para ahli di atas mengenai motivasi belajar dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah dorongan yang terjadi di dalam diri individu untuk melakukan suatu kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki dalam belajar dapat tercapai.
132
Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 130-136 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766
Ciri – Ciri Motivasi Belajar Menurut Sadirman (2014) Ciri-ciri motivasi belajar yaitu: a. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus- menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai). b. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya) c. Menunjukan minat terhadap bermacam-macam masalah “ untuk orang dewasa (misalnya masalah pembangunan agam, politik, ekonomi, keadilan, pemberantasan korupsi, penentangan terhadap setiap tindak kriminal, amoral, dan sebagainya) d. Lebih senang bekerja mandiri. e. Cepat bosan pada tugas-tugas rutin (hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif). f. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu) g. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal
3. METODOLOGI Metode pada penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Variabel Dependent : Penyesuaian diri 2) Variabel Independent : Motivasi belajar
Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan metode skala, baik itu skala motivasi belajar maupun skala penyesuaian diri. Alasan menggunakan metode skala yaitu karena metode ini lebih efisien dari segi waktu, biaya dan tenaga. Selain itu, skala merupakan alat yang paling tepat untuk mengungkapkan aspek psikologis. Penggunaan skala digunakan untuk alat ukur pada aspek afektif Azwar (dalam Putra, 2016) sehingga diharapkan dapat menggali informasi yang diharapkan. Sampel adalah sebagian dari populasi. Sampel harus memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh populasinya. Teknik pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik stratisfied random sampling, dimana pemilihan subjek berdasarkan pada strata yaitu siswa kelas X di SMA kartika 1-5 Padang dengan sampel 175 siswa. Skala dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson, yang merupakan salah satu teknik untuk mencari derajat keeratan atau keterkaitan pengaruh antara variabel independent dengan variabel dependen Priyatno (dalam Putra, 2016). 4. HASIL DAN DISKUSI Berdasarkan hasil uji korelasi Product Moment (Pearson) yang dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 21.0 for windows, dimana level of significant (α) 0,01 dan diperoleh nilai koefisien korelasi (r) = 0,771 dengan nilai (p) sig = 0,000, karena nilai (p) sig 0,000 < 0,01 maka hipotesis diterima. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara motivasi belajar dengan penyesuaian diri pada siswa SMA Kartika 1-5 Padang dengan arah positif. Artinya siswa yang memiliki motivasi yang baik akan memiliki penyesuaian diri yang baik
133
Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 130-136 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766
begitu juga sebaliknya siswa yang memiliki motivasi belajar yang kurang maka penyesuaian diri siswa juga kurang. Adapun sumbangan efektif dari variabel motivasi belajar dengan penyesuaian diri sebesar 59%. Hal ini dapat diartikan bahwa motivasi belajar mampu memberikan kontribusi positif terhadap penyesuaian diri sebesar 59% sedangkan 41% sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti kondisi fisik dan kondisi psikologis, diantara kondisi fisik seperti pengaruh pembawaan dan keadaan jasmani, kesehatan dan penyakit jasmani. Sedangkan kondisi psikologis seperti pengalaman, belajar dan kemandirian.
4.1 Uji Normalitas Tabel 1 :Uji Normalitas Sebaran Skala Motivasi Belajar dan Penyesuaian Diri Variabel Motivasi Belajar Penyesuaian Diri
N 175
KSZ 0,928
p 0,355
Sebaran Normal
175
1,330
0,058
Normal
Berdasarkan tabel di atas, maka diperoleh nilai signifikansi pada skala motivasi belajar diperoleh nilai signifikansi sebesar p=0,355 dengan KSZ = 0,928 Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai p>0,05, artinya sebaran terdistribusi secara normal. Sedangkan penyesuaian diri sebesar p=0,058 dengan KSZ = 1,330 Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai p>0,05, artinya sebaran terdistribusi secara normal.
4.2 Uji Linieritas Tabel 2 : Uji Linieritas Skala Motivasi Belajar dan Penyesuaian Diri N
Df
Mean square
F
Sig
175
1
5405,255
253,438
0,000
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh nilai F sebesar 253,438 dengan signifikansi sebesar p=0,000 (p<0,05) artinya varians pada skala motivasi belajar dan penyesuaian diri tergolong linier. 4.3 Uji Hipotesis Tabel 3 :Uji Korelasi Pearson Antara motivasi belajar dengan penyesuaian diri P (α) Nilai Korelasi (r) R square Kesimpulan 0,000 0,01 0,771 0,594 Sig (2-tailed) 0,000 < 0,01 level of significant berarti hipotesis diterima. Berdasarkan tabel di atas, maka diperoleh koefisien korelasi antara variabel motivasi belajar dengan penyesuaian diri yaitu sebesar r = 0,771 dengan taraf signifikansi p = 0,000. Hal ini menunjukkan adanya korelasi yang kearah positif atau searah antara kedua variabel tersebut, yang artinya jika motivasi belajar siswa baik maka penyesuaian diri siswa juga baik, dan sebaliknya jika motivasi belajar siswa kurang maka penyesuaian diri siswa juga kurang . Hal ini diperkuat dengan hasil uji signifikansi dengan bantuan SPSS versi 21.0 for windows, didapatkan p = 0,000 < 0,01 level of significant (α), sesuai dengan pernyataan Nugroho (dalam Putra,
134
Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 130-136 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766
2016) hipotesis diterima, yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi belajar dengan penyesuaian diri. Untuk mengetahui gambaran motivasi belajar dengan penyesuaian diri pada Azwar (2014) mengklasifikasi skor jawaban penelitian mengunakan 3 kategori yaitu : tinggi, sedang dan rendah. Berdasarkan penghitungan dengan rumus klasifikasi Azwar tersebut dapat digambarkan bahwa bahwa 14,2% siswa yang memiliki motivasi belajar yang baik, 69%, siswa yang memiliki motivasi belajar yang cukup dan 14,2% siswa yang memiliki motivasi belajar yang kurang, sedangkan untuk variabel penyesuaian diri terdapat siswa 12,5% yang memiliki penyesuaian diri yang baik, 75,4%, siswa yang memiliki penyesuaian diri yang cukup dan 12%, siswa yang memiliki penyesuaian diri yang kurang. Besar sumbangan variabel motivasi belajar dan penyesuaian diri dapat ditentukan dengan menggunakan rumus koefisien determinan. Koefisien determinan adalah kuadrat dari koefisien korelasi yang dikali dengan 100% (Nugroho dalam Putra, 2016). Berdasarkan rumus tersebut maka dapat ditentukan bahwa besarnya sumbangan motivasi belajar dengan penyesuaian diri adalah sebesar 59% dan 41% lagi dipengaruhi oleh faktor lain.
5. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang diuraikan sebelumnya, maka ditarik kesimpulan yang sekaligus merupakan jawaban dari tujuan penelitian ini yaitu : 1. Terdapat hubungan positif antara motivasi belajar dengan penyesuaian diri pada siswa SMA Karika 1-5 Padang. Hasil yang diperoleh dari pengolahan data bahwa penyesuaian diri dengan motivasi belajar memiliki nilai koefisien korelasi sebesar R= 0,771, p=0,000 (p>0,05). Hal ini dapat diartikan artinya jika motivasi belajar siswa baik maka penyesuaian diri siswa juga baik, dan sebaliknya jika motivasi belajar siswa kurang maka penyesuaian diri siswa juga kurang . 2. Sumbangan efektif (KP) dari motivasi belajar dengan penyesuaian diri sebesar 59 % dan 41 % lagi dipengaruhi oleh faktor lain seperti kondisi fisik dan kondisi psikologis, diantara kondisi fisik seperti pengaruh pembawaan dan keadaan jasmani, kesehatan dan penyakit jasmani. Sedangkan kondisi psikologis seperti pengalaman, belajar dan kemandirian.
Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka peneliti memberikan beberapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan yang diharapkan dapat bermanfaat, diantaranya: 1. Bagi Subjek Penelitian Diharapkan kepada siswa untuk lebih meningkatkan dorongan untuk lebih mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. 2. Bagi Pihak sekolah Diharapkan dapat membantu siswa untuk memanfaatkan sarana dan fasilitas sekolah agar siswa lebih mudah menyesuaiakan diri. 3. Bagi peneliti lain Bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tema motivasi belajar dengan penyesuaian diri agar dapat meperhatikan faktor lain seperti kondisi fisik dan kondisi psikologis, diantara kondisi fisik seperti pengaruh pembawaan dan keadaan jasmani, kesehatan dan penyakit jasmani. Sedangkan kondisi psikologis seperti pengalaman, belajar dan kemandirian. untuk mempermudah dalam penelitian selanjutnya dapat menggunakan kuesioner link untuk cakupan penyebaran kuesioner lebih luas seperti google form, dengan harapan hasil penelitian lebih luas dan akurat.
135
Jurnal PSYCHE 165 Fakultas Psikologi, Vol. 10, No. 2, Juli 2017, Hal. 130-136 Copyright©2017 by LPPM UPI YPTK Padang
ISSN: 2088-5326 e-ISSN : 2502-8766
DAFTAR PUSTAKA Atfillah, Dela. 2016. Hubungan antara Iklim Sekolah dengan motivasi belajar siswa SMK Perbankan Padang”. Skripsi: Fakultas Psikologi Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang”. Ali Muhammad dan Muhammad Asrori. 2015. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Bumi Aksara Azwar, Saifudin. 2014. Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: pustaka pelajar Desmita. 2016. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta Fatimah Saguni & Sagir M. Amin. 2014. Hubungan Penyesuaian Diri , Dukungan Sosial Teman Sebaya Dan Self Regulation Terhadap Motivasi Belajar Siswa Kelas Akselerasi SMP Negeri 1 Palu. Journal Vol 2, No 1. IAIN Palu. Feldman, Papalia Olds. 2009. Human Development perkembangan manusia. Jakarta: Salemba Humanika Ghufron, M. Nur & Riri Risnawita S. 2012. Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Nurfuad, Achlis. 2013. Meningkatkan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekolah melalui layanan bimbingan kelompok pada siswa kelas Vlll B SMP N 2 Juwana Tahun 2012/2013. Skripsi Fakultas ilmu pendidikan. Universitas negeri semarang. Putra, Aidil. 2016. Hubungan antara kecerdasan emosi dengan problem solving dalam penyesuaian skripsi pada maha siswa fakultas psikologi UPI “ YPTK” Padang. Skripsi. Padang : Universitas Putra Indonesia YPTK Ridha, A. Ahmad. 2014. Peran status sosioekonomi orang tua dan penyesuaian diri terhadap motivasi intrinsik dalam Belajar. Jurnal Vol 2 No 01. Makasar. Universitas Negeri Makassar. Sardiman. 2014. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Suardana putri & Simarmata Nicholas (2013).” Hubungan anatara motivasi belajar dan kecemasan pada siswa kelas Vi sekolah Dasar di Denpasar Menjelang Ujian”. Jurnal Vol 1 No1. Universitas Udayana.
136