MENARA Ilmu
Vol. IX Jilid 2 No.57 Maret 2015
HUBUNGAN ANTARA LATAR BBELAKANG NELAYAN DENGAN TINGKAT PENDAPATANNYA DIKELURAHAN PASIE NAN TIGO KECAMATAN KOTO TANGAH PADANG Henny Gusril Program Studi Pendidikan Geografi Stkip Ahlussunnah Bukittinggi E-mail:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara alat tangkap, status nelayan, dan tingkat pendidikan nelayan dengan tingkat pendapatannya di Kelurahan Pasie Nan Tigo Kecamatan Koto Tangah Padang. Jenis penelitian ini tergolong penelitian Deskriptif Korelational (Corelational Studies) yang bertujuan mencari korelasi variabel bebas dengan variabel terikat. Populasi penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga nelayan yang berada di kelurahan pasie nan tigo. Sampel penelitian diambil secara Proposional Sampling, sedangkan sampel responden ditarik melalui teknik Random Sampling (35%), sehingga diperoleh 73 responden. Data diambil dengan menggunakan angket. Data dianalisis dengan analisis regresi dan korelasi yang didahului dengan deskripsi data dan uji persyaratan analisis. Hasil penelitian ini menemukan: (1) terdapatnya hubungan yang signifikan dan positif anatara alat tangkap dengan tingkat pendapatan nelayan sebesar 18,8%. (2) terdapat hubungan yang signifikan dan positif anatara status nelayan dengan tingkat pendapatan nelayan sebesar 9,2%. (3) terdapat hubungan yang signifikan dan positif anatara tingkat pendidikan nelayan dengan tingkat pendapatan nelayan sebesar 15,2%. (4) terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara alat tangkap, status nelayan dan tingkat pendidikan nelayan secara bersama-sama dan tingkat pendapatan nelayan berkontribusi sebesar 32,2%.
Pendahuluan Ikan memiliki peranan yang penting dalam penyediaan sumber protein perikanan, sehingga dapat membuat lapangan kerja., peningkatan pendapatan petani ikan, peningkatan produk perikanan, peningkatan produk non migas dan penunjang pelestarian sumberdaya hayati. Wiranto (1980) mengatakan bahwa pertanian di Indonesia baik laut maupun darat mempunyai potensi yang tinggi. Dan menurut Chatim dalam National Geographic (April 2007:2) “masyarakat menyadari bahwa laut beserta segala sumberdaya alam didalamnya memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Kekayaan alam yang ada di laut dapat dimanfaatkan untuk dijadikan sumber penghasilan masyarakat:. Menyadari semakin banyaknya daerah dengan sumber daya perikanan yang semakin berkurang, dan di dukung oleh penggunaan peralatan yang sederhana oleh nelayan tradisional yaitu berkurangnya perahu jaring, menyebabkan penurunan hasil tangkap nelayan. Mulyadi (2005:29) mengatakan, kinerja pembangunan perikanan masih jauh dari harapan. Dikatakan demikian karena nelayan dan petani ikan sebagian masih merupakan penduduk miskin, perolehan devisa relatif masih kecil, sumbangan terhadap PDB nasional yang masih relatif kecil, sementara beberapa stok ikan di beberapa kawasan perairan sudah mengalami kondisi tangkap lebih (overfishing). Menurut Mulyadi (2005:43) nelayan merupakan kelompok sosial yang selama ini terpinggirkan, baik secara sosial, ekkonomi maupun politik. Nelayan kecil dengan bermodalkan tenaga dan peralatan tangkap ikan yang sederhana, berpendidikan rendah, minim pengetahuan informasi pasar dan terjebak dalam lingkaran kemiskinan. Menurut Mulyadi (2005:51)masalah kemiskinan struktural yang terjadi pada masyarakat pantai, di mana faktor-faktor yang menjadi penyebab pada dasarnya dikelompokkan atas: (1) masalah yang berkaitan dengan kepemilikan alat tangkap atau lebih tegasnya perahu motor, (2) askes terhadap modal khususnya menyangkut persyaratan kerdit, (3) persyaratan pertukaran hasil tangkap yang tidak berpihak pada buruh nelayan, (4) sarana penyimpanan ikan, (5) hak penguasaan kawasan tangkap, dan (6) perusak sistem organisasi masyarakat pesisir.
ISSN 1693-2617
LPPM UMSB
MENARA Ilmu
Vol. IX Jilid 2 No.57 Maret 2015
Pembangunan perikanan dalam hal ini, didefenisikan sebagai perbedaan (kesenjangan) anatara kkondisi yang diinginkan dengan kenyataan yang terjadi. Kondisi (sosok dan profil) pembangunan perikanan yang dapat dimanfaatkan sumberdaya perikanan beserta ekosistem perairannya uantuk kesejahteraan umat manusia, terutama nelayan dan petani ikan secra berkelanjutan (onsustainable basis). Dari observasi yang peneliti lakukan, terlihat rendahnya tingkat pendapatan nelayan di Kelurahan Pasie Nan Tigo. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya alat ikan yang sederhana, bermodalkan tenaga, minimnya informasi pasar yang menjebak nelayan dalam lingkaran kemiskinan. Dengan adanya bentuk pemberian bantuan (yang sebenarnya adalah pinjaman yang harus dibayarkan oleh nelayan) alat tangkap yang tidak mengacu pada kebutuhan nelayan, melainkan paket yang sudah ditentukan dari atas (pemerintah), dan cenderung seragam antar daerah. Sistem bantuan yang sifatnya top down ini, mengakibatkan alat bantu menjadi tidak efektif. Seharusnya jenis bantuan ini tidak semat-mata ditentukan dari atas (pemerintah), melainkan berdasarkan dialog dengan masyarakat setempat. Dengan cara ini nelayan diposisikan sebagai objek dalam pembangunan perikanan, sehingga jenis bantuan yang diberikan akan betu-betul sesuai dengan yang dibutuhkan oleh nelayan untuk meningkatkan pendapatannya. Usaha dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga kiranya perlu dikaji, sehingga upaya peningkatan pendapatan keluarga tersebut dapat terwuhud dengan baik, melihat besarnya korelasi sektor perikanan laut dalam meningkatkan pendapatan keluarga dari latar belakang nelayan, maka masalah ini perlu diungkapkan melalui penelitian untuk melihat dan mengetahui bagaimana hubungan antara latar belakang nelayan dengan tingkat pendapatannya. Berdasarkan hal diatas, maka pembahasan dalam artikel ini akan berfokus kepada besarnya hubungan antara latar belakang nelayan dengan tingkat pendapatannya di kelurahan Pasie Nan Tigo Kecamatan Koto Tangah Padang.
Kajian Teori Tingkat Pendapatan Keluarga Untuk negara-negara Asia Tenggara ukuran yang lebih tepat adalah pendapatan keluarga, sebab keluarga atau rumah tangga lebih banyak menentukan putusan dalam hal kesempatan kerja dan pendapatan (Oshima dalam Afdal:1989). Tinggi rendahnya tingkat kesejahteraan seseorang atau sekelompok orang di perhitungkan dari komponen-komponen kesehatan, pakaian, pendidikan, perumahan dan pendapatan juga mencerminkan tingkat kesejahteraan (Kartaharja dalam Afdal:1989). Menurut Anthony Charles (Satrio,2004) keberlanjutan sistem ditopang oleh bebrapa dimensi. 1) dimensi ekologi, yang mencakup kelestarian hasil tangkap/panen, kelestarian spesies, serta kelestarian ekosistem. 2) dimensi sosial ekonomi, yang berarti kelestarian kesejahteraan sosial ekonomi para pelaku, yang basisnya adalah keberlangsungan keuntungan dan distribusinya kepada seluruh pelaku, serta keberlanjutan sistem perikanan, baik tingkat ekonomi lokal maupun global. 3) dimensi masyarakat yang berorientasi pada keberlanjutan masyarakat sebagai sebuah sistem, yang di dalamnya mencakup nilai budaya, aturan lokal, pengetahuan, dan kohesivitas. 4) dimensi kelembagaan, yakni kesinambungan kapasitas finansial, administrasi dan organisasi yang menjaga keberlanjutan tiga dimensi sebelumnya. Kebijakan dan kewenangan pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelutan yang ada mserupakan suatu permasalahan baru, maka pemerintah menetapkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, dimana pemerintah daerah, Kabupaten / Kota memiliki kewenangan penuh atas pengelolaan sumberdaya yang ada di dlam wilayah laut hingga 4 mil, sedangkan pemerintah daerah propinsi mempunyai kewenangan untuk pengelolaan wilayah laut dan sumberdaya di dalamnya dari 12 mil menjadi hanya 8 mil dari garis batas 4 mil ke arah laut lepas (Direktorat kelautan dan Perikanan RI, 2001). Latar Belakang Nelayan Latar Charles (Hanafiah,1983) berpendapat bahwa, terdapat beberapa karakteristik umum dari nelayan (fisher) yaitu, pertama nelayan berbeda menurut latar belakang sosial seperti tingkat umur, pendidikan, status sosial dan tingkat kohensitas dalam komunitas mikro (antar nelayan dalam satu group) atau dalam komunitas makro (nelayan dengan anggota masyarakat pesisir lainnya) kedua, dalam komunitas nelayan komersial, nelayan dapat bervariasi menurut occupational commitment (pekerjaannya) seperti nelayan penuh, nelayan sambilan utama dan nelayan sambilan, atau menurut occupational pluralism-nya seperti nelayan dengan spesialisasi tertentu, nelayan dengan sumber pendataan beragam, dan lain sebagainya. Ketiga, nelayan dapat bervariasi menurut motivasi dan perilaku, dalam hal ini terdiri dari dua kelompok yaitu nelayan dengan ISSN 1693-2617 LPPM UMSB
MENARA Ilmu
Vol. IX Jilid 2 No.57 Maret 2015
karakteristik profit-maximizer yaitu nelayan yang aktif menangkap ikan untuk mendapatakan keuntungan yang sebesar-besarnya dan cenderung berperilaku seperti layaknya “perusahaan”, dan kelompok nelayan satisficers atau nelayan yang aktif menangkap ikan untuk mendapatkan penghasilan yang cukup. Menurut Mulyadi(2005:7) dilihat dari segi kepemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan juragan, dan nelayan perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain. Sebaliknya, nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain. Adapun nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain. Menurut Mulyadi (2005:86) dengan adanya macam-macam alat tangkap dan tingkatan-tingkatan kemajuan nelayan, banyaknya alat-alat tersebut pada tiap-tiap unit penangkap tidak sama. Unit penangkap modern seperti pukat trawl umumnya selalu dilengkapi dengan alat pengawet seperti peti es, sedangkan alat-alat penangkap sederhana hanya mempunyai satu sampan kecil dengan satu pukat atau jaring. Menurut Mulyadi (2005:173) mengatakan bahwa nelayan tradisional diartikan sebagai orang yang bergerak di sektor kelautan dengan menggunakan perahu layar tanpa mottor, sedangkan mereka yang menggunakan mesin atau perahu motor merupakan nelayan modern. Mulyadi (2005:79) menyatakan bahwa kelompok produsen dapat dibedakan menjadi nelayan pemilik perahu dan peralatan perikanan (juragan) serta nelayan yang bekerja sebagai buruh nelayan. Diantara para pedagang ada seseorang yang ditunjuk oleh juragan untuk memimpin penangkapan di laut, yang disebut dengan juragan laut. Sumayku dalam National Geographic (April 2007:48) berpendapat bahwa, masyarakat didorong dan difasilitasi pula untuk meningkatkan pendapatan melalui kerajinan tangan, dan pekerjaan tukang. Tetapi, jika budidaya lobster, rumput laut, atau mutiara lebih bergantung kepada keterampilan dan pengetahuan, mungkin juga sedikit modal, tetapi yang pasti sudah jelas pasarnya, soal kerajinan ini yang sulit. Pada akhirnya yang utama tetaplah dari laut. Ramadian dalam National Geographic (April 2007:16) mengatakan faktor pendidikan bukanlah satusatunya kambing hitam dalam kegiatan perusakan. Pendidikan berwawasan lingkungan yang akan memunculkan kecintaan para nelayan terhadap ekosistem yang indah itu. Dalam Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia (2008), pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar pesertadidik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki ketentuan spriritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Kesimpulan yang dapat ditarik bahwa jenis alat tangkap yang digunakan berpengaruh terhadap wilayah alat tangkap, sedangkan kelompok nelayan dapat dibedakan menjadi; juragan, anak buah kapal (ABK), dan buruh nelayan (pekerja). Pendidikan nelayan adalah usaha meningkatkan pengetahuan nelayan berdasarkan sistem pendidikan formal yang ditempuhnya. Kerangka konseptual Baik alat tangkap, status nelayan dan pendidikan nelayan merupakan latar belakang nelayan, merupakan variabel yang dicurigai menentukan tingkat pendapatan nelayan. Hipotesis 1. Terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara alat tangkap yang digunakan nelayan dengan tingkat pendapatannya. 2. Terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara status nelayan dengan tingkat pendapatannya. 3. Terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara pendidikan nelayan dengan tingkat pendapatannya. 4. Terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara alat tangkap, status nelayan, dan tingkat pendidikan secara berasa dengan tingkat pendapatannya.
Metodologi Penelitian Penelitian ini tergolong penelitian Deskriptif Korelational atau studi korelasional. Unit analisisnya adalah seluruh kepala keluarga nelayan berdasarkan kepemilikan alat tangkap adalah berjumlah 209 orang. Pengambilan sampel penelitian dengan teknik Proposional Sampling, sedangkan sampel responden ditarik melalui teknik Random Sampling (35%) sehingga diperoleh 73 responden. Data diambil dengan menggunakan angket. Data dianalisis dengan analisis Regresi dan Korelasi yang didahului dengan deskripsi data dan uji persyaratan analisis.
Hasil penelitian dan pembahasan. ISSN 1693-2617
LPPM UMSB
MENARA Ilmu
Vol. IX Jilid 2 No.57 Maret 2015
Hasil analisis Regresi memperlihatkan bahwa ketiga variabel predictor (alat tangkap,status nelayan dan pendidikan nelayan) memiliki korelasi yang signifikan dan positif terhadap tingkat pendapatan nelayan dengan koefisien determinan (adjusted r2) sebesar 0,322. Dengan demikian variabel predictor dapat menjelaskan varians variabel tingkat pendapatan nelayan sebesar 32,2% secara bersama, hasil 1 dirangkum dalam tabel 1; Tabel 1: Hasil analisis Regresi Linier Ganda untuk mengestimsi pengaruh variabel bebas X1, X2, dan X3 dengan variabel Y dependent variabel: tingkat pendapatan nelayan. No.
Variabel bebas
Koef a
Koef b1
Koef b2
Koef b3
R det
Alat tangkap yang digunakan Status nelayan Pendidikan nelayan
0,177
0,079
0,140
0,292
0,322
Tabel 2: Koefisien korelasi, koefisien determinasi dan besar sumbangan variabel bebas No
Koefisien korelasi
Koefisien determinan
% sumbangan (persentase sumbangan)
1.
Y atas X1 (r Y1) sebesar 0,434
Koef det Y atas X1 sebesar 0,188
18,8 %
2.
Y atas X2 (r Y2) sebesar 0,303
Koef det Y atas X2 sebesar 0,92
9,20 %
3.
Y atas X3 (r Y3) sebesar 0,390
Koef det Y atas X1 sebesar 0,152
15,20 %
4.
Y atas X1,X2 dan X3 (r Y1,2,3) sebesar 0,567
Koef det Y atas X1 sebesar 0,322
32,20 %
Tabel diatas memperlihatkan persamaan regresi linier ganda adlah Y = -56,671 + 129,87 X1 + 119,26 X2 + 67,44 X3. Uji keberartian koefisien regresi ternyata signifikan karena F hitung sebesar 10, 902 > F tabel 0,01 sebesar 4,08. Sumbangan variabel predictor terhadap varians variabel kriterium adalah sebesar 32,2 % karena koefisien determinasinya sebesar 0,322. Untuk mengetahui hubungan dan sumbangan antara masing-masing variabel predictor dengan variabel kriterium. Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa kontribusi bersama antara variabel preditor (variabel bebas) terhadap varians variabel kriterium atau variabel terikat adalah sebesar 32,2 %. Sedangkan kontribusi variabel bebas jika dideteksi menurut alat tangkap adalah 18,8 %, untuk variabel status nelayan adalah 9,2%, dan untuk pendidikan nelayan sebesar 15,2 %. Hal yang menarik sumbangan bersama antara variabel bebas X1,X2, dan X3 secara murni (dilakukan pengontrolan) sebesar 18,8%+9,2%+15,2% sebesar 43,2%. Sedangkan sumbangan bersama variabel bebas tanpa pengontrol hanya sebesar 32,2%.
Simpulan dan saran Simpulan Pertama, terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara alat tangkap, dengan tingkat pendapatan nelayan sebesar 18,8%. Kedua, terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara status nelayan dengan tingkat pendapatannya sebesar 9,2%. Ketiga, terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara tingkat pendidikan nelayan dengan tingkat pendapatannya sebesar 15,2%. Keempat, terdapat hubungan yang signifikan ISSN 1693-2617
LPPM UMSB
MENARA Ilmu
Vol. IX Jilid 2 No.57 Maret 2015
dan positif antara alat tangkap, status nelayan, dan tingkat pendidikan nelayan secara bersama-sama dangan tingkat pendapatan nelayan berkontribusi sebesar 32,2%. Saran Berdasarkan temuan, pembahasan serta kesimpulan yang ada, maka peranan alat tangkap sangat besar dalam menentukan tingkat pendapatan nelayan, sehingga disarankan kepada masyarakat untuk dapat meningkatkan jumlah dan jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan di laut. Meningkatnya penyuluhan-penyuluhan kepada masyarakat nelayan tentang cara-cara yang baik untuk pergi melaut, sehingga meningkatkan status kehidupan bagi nelayan. Pentingnya kesadaran masyarakat nelayan akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya sehingga program untuk mensejahterakan rakyat dapat tercapai. Keberadaan pangkalan BBM sangat membantu nelayan dalam memudahkan nelayan untuk pergi melaut.
Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi.2003. Manajemen Penelitian.Jakarta:Rineka Cipta Afdhal.1989.”Pengaruh Luas Lahan dan Kualifikasi Petani terhadap Kesejahteraan di Daerah Aliran Batang Anai Kecamatan Batang Anai.IKIP Padang. Dep. Pertanian.1997. Perikanan Indonesia Dewasa ini. Jakarta: Direktorat Jendral Perikanan. Direktorat kelautan dan Perikanan RI,2001.”Potensi dan Pengelolaan Sumberdaya Kawasan Pesisir dan Lautan”. Direktorat Jendral Perikanan. Herunaidi.2004. IPTEK Kelautan dan Perikanan Masa Kini. Jakarta: Depertmen Kelautan dan Perikanan. Kamal, Eni.2007. Membangun Kelautan Dan Perikanan Berbasis Kerakyatan. Padang: Bung Hatta University Press. Mulyadi. 2005. Ekonomi Kelautan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada National Geographic Indonesia. September 2007.”Kelautan untuk Masa depan dalam Sisipan di tengah Retaknya islam Pakistan”. Jakarta Pusat: PT Gramedia Percetakan. National Geographic Indonesia.April 2007.”Krisis Kelutan Indonesia dalam Sisipan Krisis Perikanan Dunia”. Jakarta Pusat: PT Gramedia Percetakan. National Geographic Indonesia. April 2007.”Krisis Perikanan DuniK”. Jakarta Pusat: PT Gramedia Percetakan.
ISSN 1693-2617
LPPM UMSB