Hubungan antara Konflik Peran Ganda dengan Kepuasan Kerja pada Karyawan Produksi PT. BINTANG ASAHI TEXTIL INDUSTRI Oleh Danita Yolanda 802009142
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi Unversitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2015
Hubungan antara Konflik Peran Ganda dengan Kepuasan Kerja pada Karyawan bagian produksi PT. BINTANG ASAHI TEXTIL INDUSTRI
Danita Yolanda Sutarto Wijono Jusuf Tjahjo Purnomo
Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi Unversitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2015
ABSTRACT
This study aimed to determine the relationship between dual role conflict and job satisfaction of the production employees of PT. BATI Sragen. The sampling technique used in this research is purposive sampling with the characteristics already married and had children, amounting to 300 employees. Measuring instruments used in the study to measure the dual role conflict refers to Greenhaus and Beutell (1985) in Carlson, Kacmar, & Williams (2000) by combining the direction and shape of the dual role conflict that resulted in six dimensions, namely: time-based WIF, time-based FIW, strain-based WIF, strain-based FIW behaviorbased WIF, and behavior-based FIW. Furthermore, measuring instruments used for job satisfaction refers to Deshpande (1985), 20 items to measure the five aspects of job satisfaction are satisfaction with salary, promotion, co-workers, supervisors, and satisfaction with the work itself. The correlation between the dual role conflict and job satisfaction using Pearson's product moment calculation. The results showed that there was no significant correlation between the dual role conflict and job satisfaction of the production employees with a correlation coefficient of -0.018 and significance of 0754 (p <0.05). Keywords: Dual Role Conflict, Job Satisfaction, Employee
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konflik peran ganda dengan kepuasan kerja pada karyawan bagian produksi PT. BATI Sragen. Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling dengan karakteristik sudah menikah dan memiliki anak yang berjumlah 300 karyawan. Alat ukur yang digunakan pada penelitian untuk mengukur konflik peran ganda mengacu pada Greenhaus dan Beutell (1985) dalam Carlson, Kacmar, & Williams (2000) dengan mengkombinasikan arah dan bentuk dari konflik peran ganda yang menghasilkan 6 dimensi, yaitu : time-based WIF, time-based FIW, strain-based WIF, strain-based FIW behavior-based WIF, dan behavior-based FIW. Selanjutnya alat ukur yang digunakan untuk kepuasan kerja mengacu pada Deshpande (1985), 20 item untuk mengukur lima aspek kepuasan kerja yaitu kepuasan terhadap gaji, promosi, rekan kerja, supervisor, dan kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri. Korelasi antara konflik peran ganda dan kepuasan kerja menggunakan penghitungan Pearson’s Product moment. Dari hasil penelitian diketahui bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara konflik peran ganda dengan kepuasan kerja pada karyawan bagian produksi dengan koefisien korelasi sebesar -0,018 dan signifikansi sebesar 0.754 (p<0,05). Kata kunci: Konflik Peran Ganda, Kepuasan Kerja, Karyawan
1
PENGANTAR Persaingan global dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari semakin beragamnya produk-produk yang bersaing di bidang industri. Persaingan ini menuntut pemberdayaan yang optimal terhadap sumber daya manusia (SDM) dalam sebuah perusahaan (Schwab, 2011), situasi tersebut tidak terlepas dari kinerja karyawan atau SDM itu sendiri. Kinerja yang tinggi dapat tercipta apabila karyawan merasa senang dan nyaman dalam bekerja. Persaingan ini juga dirasakan oleh PT. BATI sebagai perusahaan yang bergerak pada bidang Textile. Perusahaan Textile tersebut merupakan perusahaan padat karya yang membutuhkan SDM, khususnya karyawan bagian produksi dengan jumlah besar untuk dapat memenuhi target pesanan barang sesuai dengan jumlah dan waktu yang ditentukan. Jadi mengingat pentingnya peran karyawan bagian produksi sebagai ujung tombak perusahaan dalam menghadapi persaingan bisnis, maka manajemen harus lebih meningkatkan kinerja agar karyawan lebih produktif. Karyawan yang produktif adalah karyawan yang memiliki kepuasan kerja (Gibson, 2000). Penulis memperoleh informasi dari hasil observasi dan wawancara dengan 5 orang karyawan pada tanggal 8 agustus 2014, menunjukkan bahwa ada beberapa fenomena yang terkait dengan kepuasan kerja karyawan seperti berikut, ada karyawan bagian produksi mengeluh dengan gaji yang mereka dapatkan, lebih lanjut karyawan merasa bahwa gaji yang diterima kurang dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dari hasil observasi selama 7 hari mulai tanggal 11 sampai dengan tanggal 16 agustus 2014 didapatkan bahwa ada sebagian karyawan terlihat datang terlambat dan kurang bersemangat dalam melaksanakan tugas mereka. Selain itu masih ada karyawan bagian produksi menunjukkan turnover yang cukup tinggi, mangkir, dan meningkatnya absensi. Sebaliknya juga ada beberapa karyawan yang merasa puas karena pekerjaan dianggap sebagai tugas yang menyenangkan dan ada beberapa supervisor merasa memperoleh kewajiban untuk mengkordinasi karyawan atau melaksanakan tugas sesuai dengan otonomi mereka. Fenomena ini sessuai dengan teori Herzberg (Wijono, 2012) dalam teorinya tentang dua faktor, Herzberg mengatakan bahwa faktor kesehatan atau ekstrinsik merupakan kebutuhan-kebutuhan dasar individu. Jika kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut tidak terpenuhi dapat menyebabkan ketidakpuasan, tetapi jika dipenuhi tidak berarti akan mengalami kepuasan. Faktor kesehatan terdiri atas gaji, keamanan, kesehatan fisik, hubungan pribadi, supervisi dan kebijakan perusahaan. Teori ini menjelaskan bahwa faktorfaktor tersebut tidak dapat meningkatkan atau menyebabkan kepuasan bagi individu, tetapi hanya dapat mempengaruhi ketidakpuasannya.
2
Faktor yang berusaha memberi kepuasan kerja adalah faktor motivasi atau intrinsik dan merupakan kebutuhan pada tingkat yang tertinggi. Faktor-faktor ini jika terdapat dalam situasi pekerjaan membawa pada kepuasan tetapi bila gagal mendapatkannya tidak seharusnya menyebabkan ketidakpuasan kerja. faktor-faktor ini meliputi keberhasilan, penghargaan, tanggung jawab, karier serta nilai intrinsik pekerjaan itu sendiri. Dengan fenomena tersebut dapat disimpulkan bahwa karyawan bagian produksi mengalami masalah kepuasan kerja Oleh sebab itu penelitian tentang kepuasan kerja adalah penting dilakukan di PT.BATI. Pernyataan tersebut didukung oleh Ranz, Stueve & McQuistion (2001) apabila kepuasan kerja diabaikan oleh pihak manajemen, maka akan dapat mengganggu performa kerja, seperti kebosanan, malas, gangguan fisik, kecemasan, depresi, dan perilaku kontraproduktif. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Strauss & Sayles (1980) mengungkapkan bahwa kepuasan kerja sangat penting untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kematangan psikologis dan pada akhirnya dapat menyebabkan frustasi. Karyawan seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungan dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Sementara itu, Saba (2011) menemukan bahwa kepuasan kerja dapat terjadi dalam sebuah iklim yang sehat dan positif. Iklim yang positif tidak hanya meningkatkan kepuasan kerja tetapi juga produktifitas kerja. Perlu digaris bawahi bahwa manajer, HRD, supervisor dan pekerja harus mampu mengeksplorasi bagaimana kepuasan kerja dapat ditingkatkan. Salah satu aspek meningkatkan kepuasan kerja bukan hanya soal uang, namun kondisi tempat karyawan bekerja juga menentukan kepuasan mereka. Lebih lanjut Spector (dalam Russel, 2008) memberikan pernyataan sebagai berikut, pekerja yang mengaku lebih puas dengan hidup dan pekerjaannya, biasanya lebih kooperatif dan suka membantu teman sekerjanya, datang tepat waktu dan efisien, jarang membolos, dan menetap pada perusahaan lebih lama dibanding dengan pekerja yang tidak puas. Kepuasan kerja akan berdampak positif bagi perusahaan maupun karyawan itu sendiri yaitu seperti, prestasi kerja yang baik (Judge, Thoresen, Bono, & Patton, 2001), dan komitmen terhadap organisasi (Suma & Lesha, 2013). Selanjutnya ketidakpuasan kerja akan berdampak negatif bagi perusahaan, meningkatnya absensi dan menghasilkan kinerja yang buruk (Ivancevich, 2003), serta dampak yang lebih buruk adalah perpindahan karyawan (Lambert, Hogan & Barton, 2001).
3
Beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah komunikasi yang baik (Goris, 2007), penghargaan (Westover & Taylor, 2010), dan konflik peran ganda (Nawab & Iqbal, 2013). Hasil penelitian terdahulu menemukan bahwa konflik peran ganda terjadi pada karyawan yang melakukan shift kerja. Kerja shift merupakan sumber terjadinya konflik peran ganda, terutama untuk konflik pekerjaan keluarga karena dapat menghasilkan konflik peran ganda berbasis waktu dan tegangan. Dengan bekerja shift malam, pekerja shift bekerja atau tidur pada waktu yang bertentangan dengan rutinitas keluarga normal (Haines et all, 2008). Jadwal shift dapat menyebabkan karyawan kelelahan dan kekurangan energi, sehingga sulit untuk berpatisipasi penuh dalam kehidupan keluarga (Jamal, 2004), oleh sebab itu pada penelitian ini penulis mengambil karyawan bagian produksi sebagai subjek. Seperti yang telah disebutkan, konflik peran ganda menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja. Beberapa penelitian mengungkapkan hubungan konflik peran ganda dengan kepuasan kerja. Nawab & Iqbal (2013) menemukan bahwa konflik pekerjaankeluarga berhubungan negatif dengan kepuasan kerja dan kepuasan hidup. Ketika seorang individu tidak mampu melaksanakan tugas tepat waktu atau tidak dapat membuktikan potensi terbaik pada dirinya, ketidakseimbangan antara pekerjaan dan keluarga menimbulkan stres dan ketidakpuasan pada diri seseoirang. Ketidakpuasan dapat didefinisikan disini dalam hal sederhana seperti ketika seorang individu tidak mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan, ketidakmampuan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan tepat waktu, ambiguitas dan ketidakpastian dalam hal karir dan masa depan, kehidupan keluarga memburuk, dan tingkat kepuasan kerja serta kepuasan hidup yang rendah. Bhowon (2013) menemukan bahwa konflik peran ganda berkorelasi negatif dengan kepuasan kerja, salah satu alasannya mungkin karena pengaruh budaya dengan model kerja dan keluarga menjadi dimensi budaya yang penting. Selain itu Grandey et all (2005), mendapatkan hasil penelitian bahwa konflik peran ganda berhubungan negatif dengan kepuasan kerja, menurunnya konflik peran ganda akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Hasil ini mendukung gagasan bahwa ketika pekerjaan dipandang mengganggu waktu dan energi yang diperlukan di rumah, orang tua yang bekerja menjadi tidak puas dengan pekerjaan mereka. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Boles (2001) menemukan bahwa peningkatan tingkat konflik kerja-keluarga berhubungan negatif dengan beberapa aspek yang berbeda dari kepuasan karyawan yang berhubungan dengan pekerjaan. Hasil penelitian ini
4
menunjukkan bahwa tanggung jawab di tempat kerja dan tanggung jawab di rumah tidak dapat dianggap sebagai sesuatu yang saling terpisah dalam kehidupan karyawan. Dari semua penelitian diatas dapat dilihat bahwa ada korelasi antara konflik peran ganda dengan kepuasan kerja, namun terdapat hasil yang berlawanan dari penelitian Juariyah (2006) menyatakan bahwa konflik kerja-keluarga tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja dan kepuasan keluarga, baik secara individual maupun saling-silang, akan tetapi penelitian tersebut menemukan pengaruh konflik kerja-keluarga terhadap perilaku withdrawal (meliputi keterlambatan, absensi, dan turnover) yang signifikan. Hasil temuan lain (Namasivayam & Mount, 2009) menunjukkan bahwa ketika peran dalam keluarga mengganggu peran dalam pekerjaan, individu memandang kepuasan kerja menjadi lebih tinggi. Fenomena ini menimbulkan asumsi bahwa individu memandang bekerja sebagai sarana atau sumber daya untuk menyelesaikan konflik keluarga dan dengan demikian pekerjaan mungkin merupakan sumber kepuasan. Pada kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah, bekerja dapat dilihat sebagai pembebasan dari konflik keluarga. Hal yang sama juga ditemukan dalam penelitian Sinacore (2000), hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik pekerjaan-keluarga tidak mempengaruhi kepuasan kerja. Hasil penelitian diatas masih menunjukkan hasil yang bertentangan, disatu sisi konflik peran ganda berpengaruh terhadap kepuasan kerja, sedangkan disisi lain konflik peran ganda tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Oleh karena itu, kiranya penelitian ini perlu dilakukan untuk membuktikan hubungan konflik peran ganda dengan kepuasan kerja karyawan bagian produksi. Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu: “Apakah terdapat hubungan yang negatif antara Konflik peran ganda dan Kepuasan kerja?”. Kepuasan Kerja Menurut Handoko (2000), kepuasan kerja adalah keadaan emosional karyawan dalam memandang pekerjaan mereka baik itu menyenangkan atau tidak menyenangkan. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Sementara itu Robbins (2003) menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima. Dalam penelitian ini penulis beracu pada kepuasan kerja menurut Robbins (2003).
5
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja telah dijelaskan melalui penelitian-penelitian sebelumnya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja adalah budaya organisasi (Lund, 2003), komunikasi (Goris,2007), penghargaan (Westover & Taylor , 2010), dan konflik peran ganda (Nawab & Iqbal, 2013; Bhowon, 2013; Grandey et all, 2005; Boles, 2001). Aspek kepuasan kerja Aspek-aspek kepuasan kerja yang dipaparkan dalam penelitian ini adalah aspek-aspek kepuasan kerja yang dikemukakan oleh Deshpande (1985), diantaranya adalah : pekerjaan itu sendiri (work it self), hubungan dengan atasan (supervision), teman sekerja (workers), promosi (promotion), dan gaji atau upah (pay).
Konflik Peran Ganda (Work-Family Conflict) Greenhaus dan Beutell (dalam Lilly dkk. 2006) mendefinisikan konflik peran ganda (work-family conflict) sebagai suatu bentuk konflik peran dalam diri seseorang yang muncul karena adanya tekanan peran dari pekerjaan yang bertentangan dengan tekanan peran dari keluarga. Netemeyer (1996) menggambarkan konflik kerja-keluarga sebagai bentuk konflik antar peran di mana tuntutan pekerjaan, waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan, dan ketegangan yang diciptakan oleh pekerjaan mengganggu pelaksanaan tanggung jawab dalam keluarga. Sebaliknya konflik keluarga-kerja sebagai bentuk konflik antar peran dimana tuntutan keluarga, waktu yang dihabiskan dalam keluarga, dan ketegangan yang diciptakan oleh keluarga menganggu pelaksanaan tanggung jawab dalam pekerjaan. Carlson, Kacmar & William (2000) mendefinisikan konflik peran ganda sebagai terjadinya suatu konflik antar peran ketika pemenuhan salah satu peran mengganggu peran yang lain, baik itu peran dalam kehidupan keluarga ataupun pekerjaan. Dalam penelitian ini penulis mengacu pada definisi yang dikemukakan oleh Carlson, Kacmar, & Williams (2000).
Aspek Konflik peran ganda (Work-Family Conflict) Greenhaus dan Beutell (1985) konflik peran ganda memiliki sifat dua arah dan multidimensi. Adapun dua arah yang dimaksud adalah : a) Konflik pekerjaan-keluarga (WIF) yaitu konflik yang muncul karena tanggung jawab terhadap pekerjaan mengganggu tanggung jawab terhadap keluarga.
6
b) Konflik keluarga-pekerjaan (FIW) yaitu konflik yang muncul karena tanggung jawab terhadap keluarga mengganggu tanggung jawab terhadap pekerjaan. Menurut Greenhaus dan Beutell (1985) multidimensi dari konflik peran ganda dapat muncul dari masing-masing arah dimana keduanya antara konflik pekerjaan-keluarga dan konflik keluarga-pekerjaan memiliki masing-masing 3 dimensi, yaitu: a. Time-based conflict yaitu konflik yang terjadi karena waktu yang dihabiskan untuk satu peran membuat sulit untuk berpartisipasi dalam peran lain. b. Strain-based conflict yaitu konflik yang terjadi karena ketegangan dalam satu peran mempengaruhi dan mengganggu partisipasi dalam peran lain. c. Behavior-based conflict yaitu konflik yang terjadi ketika perilaku tertentu yang diperlukan dalam satu peran tidak sesuai dengan harapan perilaku dalam peran lain. Pada penelitian ini penulis menggunakan aspek dari Carlson, Kacmar, & Williams (2000) yang mengkombinasikan dua arah dan bentuk dari konflik peran ganda sehingga menghasilkan enam dimensi, yaitu : time-based WIF, time-based FIW, strain-based WIF, strain-based FIW, behavior-based WIF, dan behavior-based FIW.
METODE PENELITIAN Partisipan Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah karyawan bagian produksi PT. BATI yang berjumlah 3.000 orang, yang memiliki tingkat pendidikan rata-rata Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA), dengan karakteristik sebagai berikut : sudah menikah dan memiliki anak Prosedur Sampling Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu adalah pengambilan sampling dengan karakteristik yang sudah ditentukan dengan tujuan tertentu. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini 300 orang karyawan bagian produksi.
Instrumen Alat Ukur Kepuasan kerja Untuk mengukur kepuasan kerja digunakan skala kepuasan kerja yang mengacu pada Deshpande (1985) yang mengukur lima aspek kepuasan kerja yaitu aspek kepuasan terhadap gaji, seperti : “perusahaan saya memberi gaji lebih tinggi dari perusahaan lain”, kepuasan
7
terhadap promosi,“jika saya bekerja dengan baik maka saya akan dipromosikan”, kepuasan terhadap rekan kerja, “disaat saya meminta bantuan dengan rekan kerja maka pekerjaan dapat terselesaikan”, kepuasan terhadap supervisor “supervisor saya memberi dukungan”, kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri “pekerjaan saya sangat menarik.”
Konflik peran ganda Untuk mengukur konflik peran ganda digunakan skala konflik peran ganda yang mengacu pada Greenhaus dan Beutell (1985) dalam Carlson, Kacmar, & Williams (2000) dengan mengkombinasikan arah dan bentuk dari konflik peran ganda yang menghasilkan 6 dimensi, yaitu : time-based WIF “pekerjaan saya mengganggu aktivitas yang saya lakukan bersama keluarga” , time-based FIW “waktu yang saya habiskan untuk tanggung jawab keluarga sering mengganggu tanggung jawab dalam pekerjaan” , strain-based WIF “saat pulang kerja saya sering merasa letih untuk melakukan tanggung jawab keluarga”, strainbased FIW “stres dirumah membuat saya sering disibukkan dengan urusan keluarga saat ditempat kerja”, behavior-based WIF “cara yang saya gunakan untuk menyelesaikan masalah dipekerjaan tidak tepat untuk menyelesaikan masalah dirumah”, dan behaviorbased FIW, “perilaku yang saya lakukan dirumah tidak dapat digunakan dipekerjaan” Uji coba skala psikologis pada penelitian ini menggunakan try out terpakai. Melalui penghitungan-penghitungan yang dilakukan, maka muncul item-item yang gugur atau tidak layak untuk digunakan karena korelasi item total dari item-item yang ada tidak mencapai 0,30. Terdapat 4 item yang tidak memenuhi syarat minimal setelah dilakukan dua kali pengujian pada skala 1, sehingga total item yang dapat digunakan berjumlah 16 item. Sedangkan pada skala 2 terdapat 2 item yang tidak memenuhi syarat minimal, maka jumlah item yang baik digunakan pada penelitian ini adalah 16 item. Setelah menyeleksi item-item yang gugur, kemudian dilakukan penghitungan dengan bantuan Alfa Cornbach untuk mendapatkan reliabilitas skala yang digunakan sebagai alat ukur. Dari hasil penghitungan tersebut, didapat hasil reliabilitas skala 1 yaitu kepuasan kerja 0,825 dan skala 2 yaitu konflik peran ganda sebesar 0,818.
Prosedur pengumpulan data Penelitian ini dimulai dengan pembuatan skala psikologis. Pembuatan skala psikologis ini mengalami proses bimbingan yang kemudian menghasilkan dua skala pengukuran. Skala 1 untuk mengukur variabel Kepuasan Kerja dengan jumlah 20 item.
8
Skala 2 untuk mengukur variabel Konflik Peran Ganda dengan jumlah 18 item. Setelah proses bimbingan menemui kesepakatan, maka penulis mendapat ijin melakukan penelitian pada tanggal 21 November 2014. Jumlah skala psikologis yang dibagikan sesuai dengan populasi penelitian, dikarenakan penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yaitu berjumlah 300 skala psikologis. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 23 November – 3 Desember 2014. Dari 300 skala psikologis yang dibagikan, hanya 291 skala yang diterima oleh penulis. Hal ini disebabkan enam orang karyawan mangkir dari pekerjaan dan tiga orang sedang absen. Maka dari itu, jumlah partisipan pada penelitian ini berjumlah 291 orang karyawan PT. BATI bagian produksi. Setelah dilakukan pengambilan data, maka dilakukan penghitungan reliabilitas dan korelasi antar item, uji asumsi, dan uji hipotesis menggunakan bantuan program SPSS ver. 17.00.
Analisis Data 1.
Uji Normalitas Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan Kolmogorov-Smirnov yang terdapat pada program SPSS 17.00. Data yang ada dapat dikatakan normal, apabila data tersebut memiliki nilai signifikasi lebih besar dari 0,05 atau 5% (p>0,05). Berdasarkan uji normalitas dengan bantuan program SPSS, maka didapatkan nilai signifikasi konflik peran ganda sebesar p = 0,100 (p>0,05). Hal tersebut menunjukan bahwa sebaran data untuk konflik peran memiliki sebaran data yang berdistribusi normal. Sedangkan untuk nilai signifikasi kepuasan kerja, setelah dilakukan uji normalitas dengan bantuan SPSS, maka didapatkan hasil sebesar p = 0,077 (p>0,05). Karena nilai signifikasi yang didapat baik konflik peran ganda dan kepuasan kerja lebih besar dari 0,05 (p>0,05), maka dapat disimpulkan data yang ada baik konflik peran ganda dan kepuasan kerja memiliki sebaran data yang berdistribusi normal.
2.
Uji Linearitas Uji linearitas merupakan salah satu prasyarat dalam analisis korelasi, atau regresi linear. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah dua variabel yang sudah ditetapkan, dalam hal ini satu variabel independen, dan satu variabel dependen memiliki hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Data yang didapat baru dapat dikatakan linear apabila memiliki taraf signifikasi untuk linearitas lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan menunjukan bahwa
9
hubungan konflik peran ganda dan kepuasan kerja adalah linear, di peroleh nilai F beda sebesar 1,468 dengan signifikansi P = 0,054 (p > 0,05) yang menunjukkan hubungan antara variabel konflik peran ganda dan kepuasan kerja adalah linear.
3.
Hasil Analisis Deskriptif a) Konflik Peran Ganda Variabel konflik peran ganda mempunyai item valid berjumlah 16 item, dengan skor berjenjang antara skor 1 hingga skor 4 menurut jenis item, yakni favorabel dan unfavorabel. Norma kategoriasasi hasil pengukuran skala konflik peran ganda nampak pada table berikut: Tabel 3.1 Kriteria Skor Konflik Peran Ganda No
Interval
Kategori
1 2 3 4 5
54,4 ≤ x ≤ 64 44,8 ≤ x < 54,4 35,2 ≤ x < 44,8 25,6 ≤ x < 35,2 16 ≤ x < 25,6
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Frekuen si 2 29 101 132 27
% 0,69% 9,97% 34,70% 45,36% 9,28%
Berdasarkan data di atas, dapat dilihat data dengan kategori sangat rendah (9,28%), rendah (45,36%), sedang (34,70%), tinggi (9,97%), dan sangat tinggi sebesar (0,69%). Hal ini berarti konflik peran yang terdapat pada karyawan sangat beragam, dan bisa dikategorikan secara umum para karyawan memiliki konflik peran dalam kategori rendah dan sedang. b) Kepuasan Kerja Untuk mengukur tinggi rendahnya variabel kepuasan kerja pada karyawan, akan digunakan 5 buah kategori pengelompokan, yakni sangat baik, baik, sedang, rendah, dan sangat rendah. Variabel kepuasan kerja memiliki item valid sebanyak 16 item, dengan skor berjenjang antara skor 1 hingga skor 4 berdasarkan jenis item favorabel dan unfavorabel. Norma kategoriasasi hasil pengukuran skala kepuasan kerja nampak pada tabel berikut:
10
Tabel 3.2 Kriteria Skor Kepuasan Kerja No
Interval
Kategori
1 2 3 4 5
54,4 ≤ x ≤ 64 44,8 ≤ x < 54,4 35,2 ≤ x < 44,8 25,6 ≤ x < 35,2 16 ≤ x < 25,6
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Frekuen si 1 23 85 148 34
% 0,34% 7,91% 29,21% 50,85% 11,68%
Bila meninjau data tersebut didapatkan data dengan sangat rendah (11,68%), rendah (50,85%), sedang (29,21%), tinggi (7,91%), dan sangat tinggi sebesar (0,34%). Data tersebut juga menunjukan bahwa rata-rata karyawan memiliki kepuasan kerja dengan kategori rendah. 4.
Hasil Uji Korelasi Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi product momment-Pearson dengan bantuan SPSS 17.0 didapatkan bahwa korelasi antara kepuasan kerja dengan konflik peran ganda memiliki nilai koefisien korelasi sebesar -0,018 dan signifikansi sebesar 0.754 (p>0,05). Hasil tersebut menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konflik peran ganda dengan kepuasan kerja pada karyawan PT. BATI. Hasil analisis data dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 4.1 Hasil Uji Korelasi antara Konflik Peran Ganda dengan Kepuasan Kerja Correlations Konflik Kepuas Peran an Ganda Kerja Konflik Pearson Peran Correlation Ganda Sig. (2tailed) N Kepuasa Pearson n Kerja Correlation Sig. (2tailed) N
1
-.018 .754
291
291
-.018
1
.754 291
291
11
PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konflik peran ganda dengan kepuasan kerja. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi sebesar (r) -0,018 dengan signifikansi 0,754 (p>0,05), maka dapat disimpulkan bahwa konflik peran ganda tidak berkorelasi dengan kepuasan kerja karyawan bagian produksi PT. BATI. Dengan kata lain konflik peran ganda bukan merupakan penentu yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Ada beberapa kemungkinan penyebab tidak terdapat korelasi antara konflik peran ganda dengan kepuasan kerja, terdapat faktor lain yang lebih mempengaruhi kepuasan kerja selain konflik peran ganda seperti penghargaan (Westover & Taylor, 2010), karyawan yang mendapat penghargaan dari hasil kinerja yang mereka lakukan akan merasa puas dengan pekerjaannya dan akan berkomitmen terhadap perusahaan. Kedua, budaya kolektivistik yang terdapat pada negara Indonesia. Masyarakat kolektif cenderung memiliki hubungan yang lebih dekat dengan anggota keluarga besar dan teman-teman yang memberikan materi dan dukungan sosial untuk tanggung jawab keluarga (Ishii-Kuntz, 1994), sehingga masyarakat kolektif yang bekerja mungkin mengalami konflik peran ganda yang rendah karena menikmati dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga besar. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Juariyah (2009), serta Sinacore (2000), dimana hasil penelitiannya juga menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara konflik peran ganda dengan kepuasan kerja. Penelitian ini mengungkapkan bahwa konflik peran ganda tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Hasil pengkategorisasian menunjukkan bahwa kepuasan kerja karyawan berada pada kategorisasi rendah. Melalui pengamatan penulis selama proses pengambilan data, hal ini disebabkan oleh kurangnya penghargaan yang diberikan perusahaan untuk karyawan, sehingga kepuasan karyawan terhadap pekerjaan menjadi rendah. Sedangkan hasil pengkategorisasian konflik peran ganda rendah dan sedang kemungkinan disebabkan oleh pengaturan jadwal shift bekerja pada PT.BATI memiliki tiga pembagian shift dan diatur agar karyawan tidak selalu mendapatkan shift malam sehingga karyawan dapat menjalankan peran mereka dalam keluarga.
12
KESIMPULAN & SARAN Dengan demikian, perusahaan disarankan dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan dengan memperhatikan kesejahteraan hidup karyawan dan membuka peluang kenaikan jabatan, pemberian pengahargaan yang lebih besar kepada karyawan yang memiliki prestasi kerja baik. Bagi karyawan disarankan untuk lebih berkomitmen terhadap pekerjaan yang dilakukan dan meningkatkan kompetensi diri sehingga prestasi kerja dapat lebih ditingkatkan. Bagi penelitian selanjutnya, melanjutkan penelitian mengenai kepuasan kerja dengan mengembangkan variabel lain sehingga terungkap faktor – faktor lain yang mempengaruhi kepuasan kerja, dapat juga dilakukan penelitian yang sama tetapi subyek yang berbeda dengan memperhatikan faktor demografi seperti jenis kelamin dan usia anak.
13
Daftar Pustaka Allen, T. D., Herst, D. E. L., Bruck, C. S., & Sutton, M. (2000). Consequences associated with work-to-family conflict: A review and agenda for future research. Journal of Occupational Health Psychology, 5, 278-308. Bellavia, G.M. & Frone, M.R. (2005). Work Family Conflict. In Barling, J., Kelloway, F. Kelvin, & Frone, Michael. R (Eds). Handbook of Work Stress, 113-147. California: Sage Publication. Boles, J. S., Howard, W. G., & Donofrio, H. H. (2001), “An investigation into the interrelationships of work–family conflict, family–work conflict and work satisfaction”, Journal of Managerial Issues, 13, 376–390. Calvo-Salguero, A., Carrasco-Gonzalez, A.M., & Salinas Martinez, L.J.M. (2010). Relationship between work-family conflict and job satisfaction: The moderating effect of gender and the salience of family and work roles. African Journal of Business Management, 4(7), 1247-1259. Carlson, D.S., Kacmar, K.M. & William, L.J. (2000). Construction and Initial Validation of Multidimensional Measure of Work Family Conflict. Journal of Vocational Behaviour, 56(2), 249-276. Choi, H. & Kim, Y. (2012). Work family conflict, work family facilitiation, and job outcomes in the korean hotel industry. International Journal of Contemporary Hospitality Management, 24(7), 1011-1028. Desphande, S.P. (1996). Journal of Bussines Ethics, 15, 655-660. Duxburry, L.E. & C.A. Higgins, (1991). Gender Differences in WFC. Journal of Applied Psychology, 76(1),60-74. Fraser, Mira,S. & Kumar, E.S. (1985). Entrepreneurial Recourcefulnes: A Proximal Conceptualization of Entrepreneurial Behavior. The Journal of Entrepreneurship, 9(2), 135154. Frone, M.R.. Yardley, J.K., & Markel, K.S. (1997). Developing and Testing an Integrative Model of Work-Family Interface. Journal of Applied Psychology, 77(1), 65-78.
14
Goris, J.R., (2007). effects of satisfaction with communication on the relationship between individual-jobcongruence and job performance/satisfaction. Journal of Management Development. 26(8), 737-752. Grandey, A.A., Bryanne, L.C., & Ann, C.C. (2005). A longitudinal and multi-source test of the work-family conf lict and job satisfaction relationship. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 78, 305-323. Greenhaus, J.H. & Beutell, N.J. (1985). Sources of Conflict Between Work and Familly Roles. Academy of Management Review, 10, 76-88. Gregory, M., James, A., & Neville, K. (2002). Job satisfaction and organizational citizenship behaviour. Journal of Managerial Psychology, 17(4), 287-297. Gutek, B.A., Searle, S., & Klepa, L. (1991). Rational versus gender role explanation for work family conflict. Journal of Applied Psychology, 10(1), 76-88. Haines, V.Y., Marchand, A., Rousseau, V., & Demers, A. (2008). The mediating role of work-to-family conflict in the relationship between shiftwork and depression. Journal Work and Stress. 22(4), 341-356. Handoko, H. (2001). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE Jogja. Jamal, M. (2004). Burnout, stress and health of employees on non-standard work schedules: A study of Canadian Workers. Stress and Health, 20, 113-119. Juariyah. (2006). Analisis Pengaruh Work-Family Balance dan Program Family Friendly terhadap Kepuasan Kerja. Jurnal BENEFIT, 10(1), 1-10. Karimi, Leila. (2009). Do female and male employees in Iran Experience Similar WorkFamily Interference, job and Life satisfaction?. Lambert, E. G., Hogan, N. L., & Barton, S.M., The impact of job satisfaction on turnover intent: a test of a structural measurement model using a national sample of workers. Social Science Journal, 38 (2), 233-250. Lee, J,. S,. K,. and Choo, S,. L,. (2001). Rational versus gender role explanation for work family conflict. Journal of Applied Psychology, 10(1), 76-88
15
Lilly, J.D., & Duffy, J.A. (2006). A gender-sensitive study of McClelland's needs, stress,and turnover intent with work-family conflict. Women in Management Review, 21(8), 662-680 Lund, D. (2003). Organizational culture and job satisfaction. Journal of Business & Industrial Marketing, 18, 219-236 Namasivayam, K. & Mount, D. (2004). The Relationship of Work Family Conflict and Family Work Conflict to Job Satisfaction. Journal Of Hospitality and Tourism, 28(2), 242250. Nieva, M., & Gutek, J. (2004). Work role expectations and work family conflict: gender differences in emotional exhaustion. Women in Management Review, 19 (7), 373-378 Rathi, N. & Barath, M. (2013). Work-family conflict and job and family satisfaction: Moderating effect of social support among police personnel. Equality, Diversity and Inclusion: An International Journal, 32(4), 438 – 454 Robins, S.P. & Judge, T.A. 2008. Perilaku Organisasi. Jakarta:Salemba Empat. Schwab, K. (2011). The global competitiveness report. Gnewa: World Economic Forum Sinacore, A. & Akcali, O. (2000). Men in families : Job satisfaction and self esteem. Journal of Career Development, 27 (1), 1-13. Spector, P.E. (1996). Industrial and organizational psychology, Research and practice. USA: John Wiley & Sons,Inc. Suma, S & Leisha, J (2013), Job Satisfaction and Organizational Commitment : The Case of Shkodra Municipality. European Scientific Journal, 9 (17), 41-51. Voydanoff, P. (1998). Work Role Characteristic, Family Structure Demands, and Work/Family Conflict. Journal Of Marriadge and the Family, 50, 749-761. Wang, P., Lawler, J.J., & Shi, K. (2010). Work-Family Conflict, Self Efficacy, Job Satisfaction, and Gender : Evidences From Asia. Journal of Leadership & Organizational Studies, 17 ( 3), 298-308.
16
Westover, J.H & Taylor, J, 2010.International differences in job satisfaction : the effect of public service motivation,reward and work relations. International Journal of Productivty and Perfomance Management, 59 (8), 811-828 Wijono, S. (2012). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Yousef, D.A. (2002). Job Satisfaction as a mediator of the relationship between role stressors and organizational commitment. Journal of Managerial Psychology, 17(4), 250-266. Judge, T. A., Thoresen, C. J., Bono, J. E., & Patton, G. K. (2001). The job satisfaction-job performance relationship: A qualitative and quantitative review. Psychological Bulletin, 127(3), 376-407. Ivancevich. (2003). Dealing with employee absenteeism. Management Services, 47(12).