1 HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI REMAJA DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA SISWA SMK YOSONEGORO MAGETAN Edy Subowo, Nuke Martiarini Universitas Setia Budi Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri dengan motivasi berprestasi pada remaja siswa SMK Yosonegoro Magetan. Harga diri sebagai variabel bebas, dan motivasi berprestasi sebagai variabel tergantung. Hipotesis yang diajukan adalah hubungan positif antara harga diri dengan motivasi berprestasi pada remaja siswa SMK Yosonegoro Magetan. Subjek penelitian yang diambil sejumlah 110 siswa kelas II yang berusia 15-17 tahun. Alat ukur yang digunakan adalah skala harga diri dan skala motivasi berprestasi. Sedangkan pengolahan data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson. Hasil penelitian menunjukkan korelasi sebesar 0,653 dengan p < 0,01, hal ini berarti ada korelasi positif yang signifikan antara harga diri dengan motivasi berprestasi pada remaja siswa SMK Yosonegoro Magetan. Hal ini berarti semakin tinggi harga diri semakin tinggi pula motivasi berprestasinya. Adapun koefisien determinasi dari korelasi tersebut adalah sebesar R2 = 0,427 artinya harga diri memberikan sumbangan efektif terhadap sumbangan efektif terhadap motivasi berprestasi sebesar 42,7% sedangkan sisanya (57,3%) ditentukan oleh variabel lain. Kata kunci : harga diri, motivasi berprestasi
PENDAHULUAN Tantangan kedepan dalam suasana kompetisi yang lebih ketat dan kompleks menuntut remaja supaya menjadi individu yang tangguh. Dalam kehidupan yang penuh persaingan, individu harus mempunyai tekad yang kuat untuk dapat beradaptasi dengan situasi yang ada. Untuk meraih keberhasilan, individu memerlukan motivasi yang tinggi, sehingga dapat mendorong individu berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai prestasi tertentu. Terkait dengan kegiatan belajar di sekolah, motivasi merupakan hal yang sangat penting. Motivasi akan mengarahkan tingkah laku dan menentukan kekuatan dari perilaku yang ditampilkan. Motivasi cukup berperan untuk mendapatkan nilai terbaik, disertai dengan penguasaan materi kegiatan belajar di sekolah. Yunita, dkk (2002), dalam penelitiannya yang menggunakan sampel sebanyak 56 siswa SLTP yang menderita asma dan 56 siswa SLTP yang tidak menderita asma yang berasal dari tujuh SLTP di Yogyakarta diperoleh hasil bahwa
ada hubungan yang positif dan sangat signifikan antara kemandirian dan motivasi berprestasi, baik pada individu yang menderita asma maupun pada individu yang tidak menderita asma, sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan besarnya korelasi antara kemandirian dan motivasi berprestasi pada penderita asma sebesar 0,615, sedangkan untuk anak yang tidak menderita asma besarnya korelasi antara kemandirian dengan motivasi berprestasi sebesar 0,642. Semakin tinggi tingkat kemandirian individu akan semakin tinggi pula motivasi berprestasinya, ini berarti tinggi rendahnya kemandirian ikut mempengaruhi tinggi rendahnya motivasi berprestasi. Selain kemandirian, harga diri yang ada pada diri individu juga dapat mempengaruhi motivasi berprestasi individu. Individu yang mempunyai harga diri rendah sering menunjukkan perilaku yang kurang aktif, tidak percaya diri dan tidak mampu mengekspresikan diri. Sebaliknya individu yang mempunyai harga diri yang tinggi cenderung dengan penuh keyakinan,
2 mempunyai kompetensi dan sanggup mengatasi masalah-masalah kehidupan. Semakin tinggi harga diri seseorang, maka semakin hormat dan bijak dalam memperlakukan orang lain (Branden, 2001). Menurut Branden (2001), harga diri merupakan perpaduan antara kepercayaan diri (self-confidence) dengan penghormatan diri (self-respect). Harga diri memungkinkan individu mampu menikmati dan menghayati kehidupannya. Harga diri bukanlah sesuatu yang muncul secara tiba-tiba dibawa sejak lahir, tetapi melalui suatu proses perkembangan yang terjadi sepanjang hidup manusia. Peran harga diri sangat besar dalam dunia pendidikan. Remaja yang memiliki harga diri tinggi akan lebih termotivasi untuk meraih kesuksesan dalam kehidupannya. Pengalaman sukses yang diperoleh remaja dapat memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap peningkatan harga dirinya (Coopersmith, 1967). Coopersmith (1967) menjelaskan bahwa harga diri merupakan hasil penilaian atau penghargaan pribadi seorang individu yang diekspresikan dalam sikap-sikap terhadap dirinya sendiri. Berdasarkan masalah-masalah tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi berprestasi yang muncul terkait dengan harga diri yang dimiliki seorang remaja.
TINJAUAN PUSTAKA Motivasi Berprestasi Motivasi dalam pengertian umum diartikan sebagai kebutuhan yang mendorong perbuatan ke arah suatu tujuan tertentu karena pada hakekatnya manusia mempunyai sejumlah kebutuhan yang pada saat-saat tertentu membutuhkan pemuasan, dimana hal-hal yang memberikan pemuasan pada suatu kebutuhan adalah menjadi tujuan dari kebutuhan (Anoraga, 1992). Chaplin (1995) memberikan pengertian motivasi adalah sebagai satu variabel penyelang (yang ikut campur tangan) yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu didalam organisme, yang membangkitkan,
mengelola, mempertahankan dan menyalurkan tingkah laku menuju satu sasaran. David Mc. Clelland (1986) menguraikan bahwa manusia mempunyai bermacam-macam motivasi, baik sebagai makhluk biologis maupun makhluk sosial. Manusia dipengaruhi oleh tiga macam motivasi, yaitu motivasi untuk berkuasa (need of power), motivasi bersahabat (need of affiliation), dan motivasi untuk berprestasi (need of achievement). Mengenai pengertian motivasi berprestasi, Mc. Clelland mengemukakan bahwa motivasi berprestasi (N-ach) adalah kebutuhan untuk mengungguli, berprestasi dan sukses. Individu dengan N-ach tinggi suka mencari tantangan dengan resiko sedang, menerima umpan balik untuk perbaikan, memiliki tanggung jawab pribadi dan tidak menyukai spekulasi. Menurut Atkinson (1992), motivasi berprestasi merupakan dorongan untuk menguasai, memanipulasi, mengatur lingkungan sosial atau fisik, mengatasi rintangan dan memelihara kualitas kerja yang tinggi, bersaing untuk melebihi perbuatannya yang lampau dan mengungguli orang lain. Salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi adalah kebutuhan, semua kebutuhan yang ada dalam diri individu tersebut saling bersaing, artinya satu kebutuhan telah terpuaskan akan dilanjutkan dengan kebutuhan lainnya (Thoha 1994). Faktor lain yang mempengaruhi motivasi berprestasi adalah sikap, menurut Gerungan (Atmowidjoyo, 2004) sikap diartikan sebagai kesediaan individu bereaksi terhadap suatu hal, suatu objek. Selain sikap faktor lain yang mempengaruhi motivasi berprestasi adalah minat. Minat diartikan sebagai suatu kondisi yang terjadi apabila seseorang melihat ciriciri yang dihubungkan dengan keinginankeinginan, minat biasanya disertai dengan rasa senang karena merasa ada kepentingan dengan sesuatu yang dituju (Sardiman, 1996). Menurut Suryabrata (2002) faktorfaktor yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi adalah sebagai berikut: a. Faktor-faktor yang berasal dari luar individu (eksternal) 1) Faktor-faktor non sosial
3 Faktor-faktor non sosial adalah faktor yang berada diluar lingkungan sosial yaitu suhu, udara, cuaca, waktu (pagi, sore ataupun malam), tempat dan sebagainya. 2) Faktor-faktor sosial Faktor-faktor sosial yang dimaksud adalah faktor manusia (sesama manusia), baik ketika manusia itu hadir secara langsung maupun tidak langsung. b. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu (internal) 1) Faktor fisiologis Faktor-faktor fisiologis yang dimaksud adalah keadaan jasmani fisik individu apakah dalam keadaan sehat atau sakit (keadaan jasmani). 2) Faktor psikologis Faktor psikologis yang dimaksud disini adalah cita-cita, motivasi, keinginan, ingatan, perhatian, pengalaman dan motifmotif yang mendorong belajar siswa. Kebutuhan psikologis ini pada umumnya bersifat individual. Alasan dibangkitkannya motivasi berprestasi pada individu adalah karena banyak segi positif pada individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi. Beberapa segi positif dari individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menurut Mc. Clelland (1986) adalah : memiliki rasa percaya diri, bertanggung jawab dalam situasi yang dapat dikontrolnya, memilih sasaran pencapaian tujuan yang menantang usaha maksimal, adanya perasaan cemas karena didesak waktu, perencanaan jangka panjang akan lebih cepat dibandingkan individu yang memiliki motivasi berprestasi rendah, berusaha mendapatkan umpan balik dari hasil kerjanya sehingga perencanaan kerja dapat disesuaikan menurut kebutuhan, dan pantang menyerah. Mc. Clelland (1986) menjelaskan bahwa peraih prestasi tinggi dapat membedakan diri mereka dengan orang lain dilihat dari kemampuan mereka untuk menyelesaikan hal-hal dengan lebih baik. Peraih prestasi tinggi bukanlah penjudi; mereka tidak menyukai suatu
keberhasilan dikatakan kebetulan. Mereka lebih menyukai tantangan untuk menyelesaikan suatu problem. Harga Diri Chaplin (1995) memberikan pengertian tentang harga diri adalah penilaian diri yang dipengaruhi oleh sikap interaksi, penghargaan dan penerimaan orang lain terhadap individu. Harga diri merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang dapat memberi perasaan bahwa dirinya berhasil, mampu dan berguna sekalipun dia memiliki kelemahan dan pernah mengalami kegagalan. Kebutuhan akan harga diri ini tidak akan pernah berhenti sehingga mendominasi perilaku individu (Daradjat, 1976). Noesjirwan (dalam Achir, 1979) menyatakan bahwa konsep diri sangat penting dan memiliki hubungan yang erat sekali dengan harga diri. Menurut Byrne, dkk (1988) rasa harga diri bukanlah rasa percaya diri yang berlebihan. Bila individu memiliki rasa harga diri yang sehat, maka individu dapat mengenal dan menerima dirinya sendiri dengan segala keterbatasannya. Individu tidak merasa malu atas keterbatasannya, tetapi dengan mudah individu dapat memandangnya sebagai realita. Berdasarkan beberapa teori tersebut dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah penilaian diri yang dipengaruhi oleh sikap interaksi, penghargaan dan penerimaan orang lain terhadap individu, dimana hal tersebut mempengaruhi proses berpikir, tingkat emosi, keputusan yang diambil, nilai maupun tujuan hidup, sehingga didalam diri individu tersebut terdapat perasaan mampu, penting, sukses dan layak diterima dan diakui keberadaannya dalam lingkungannya. Aspek-aspek harga diri menurut Coopersmith (1967) antara lain: a. Proses belajar. Proses belajar merupakan istilah yang digunakan oleh Coopersmith untuk menggambarkan bagaimana individu menilai keadaan dirinya berdasarkan nilai-nilai pribadi yang diamatinya. b. Penghargaan. Harga diri mempunyai hubungan dengan bagaimana corak dasar remaja dalam menghadapi lingkungan.
4 c. Penerimaan. Keluarga merupakan tempat sosialisasi pertama bagi anak. Penerimaan keluarga yang positif akan sangat berpengaruh pada perkembangan harga diri anak pada masa dewasa kelak dan cara orang tua memperlakukan anak sangat mempengaruhi pembentukan harga diri. d. Interaksi dengan lingkungan. Remaja dengan harga diri yang tinggi memiliki sejumlah karakteristik kepribadian yang dapat mengarah pada kemandirian sosial dan kreativitas yang tinggi.
METODE PENELITIAN
Variabel tergantung yang digunakan dalam penelitian ini adalah motivasi berprestasi, sedangkan variabel bebasnya adalah harga diri, dan variabel kontrolnya adalah usia (remaja SMK usia 15-17 tahun). Subjek dalam penelitian ini adalah remaja siswa SMK Yosonegoro Magetan yang berusia 15 - 17 tahun. Skala yang digunakan untuk mengambil data dalam penelitian ini adalah skala harga diri yang disusun berdasarkan aspek proses belajar, penghargaan, penerimaan dan interaksi Remaja Masa remaja merupakan masa dengan lingkungan yang dikemukakan oleh peralihan dari masa kanak-kanak ke masa Coopersmith (1967) dan skala motivasi dewasa. Secara global masa remaja berprestasi yang disusun berdasarkan aspek berlangsung antara umur 12 hingga 21 tahun rasa percaya diri, bertanggung jawab dalam (Monks, dkk., 1982). Dalam perkembangan situasi yang dapat dikontrolnya, menyenangi manusia, masa remaja merupakan masa tugas yang menantang, adanya perasaan yang penuh badai dan tekanan, yang dimulai cemas, memiliki perencanaan jangka dengan adanya perubahan biologis, psikis panjang, menyenangi umpan balik atas dan emosi (Stone dan Curch, 1979). perbuatan yang dilakukan dan pantang Beberapa macam ciri perkembangan yang menyerah yang dikemukakan oleh Mc. dialami seseorang pada masa remajanya, Clelland (1986). Pernyataan dalam skala antara lain perkembangan fisik dan seksual, disusun dengan menggunakan lima pilihan perkembangan psikis, dan perkembangan jawaban yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai sosial. (S), Entah (E), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai, yang dimodifikasi dengan menghilangkan jawaban entah (E). Tabel 1. Blue print Skala Harga Diri No Aspek Nomor Aitem Jumlah Favorable Unfavorable 1 Proses Belajar 1, 9, 17, 25, 33 6, 14, 22, 30, 38 10 2 Penghargaan 5, 13, 21, 29, 37 2, 10, 18, 26, 34 10 3 Penerimaan 3, 11, 19, 27, 35 8, 16, 24, 32, 40 10 4 Interaksi dengan lingkungan 7, 15, 23, 31, 39 4, 12, 20, 28, 36 10 20 20 Jumlah 40 Tabel 2. Blue print Skala Motivasi Berprestasi No Aspek Nomor Aitem Jumlah Favorable Unfavorable 1 Memiliki rasa percaya diri 1, 15, 29 8, 22, 36 6 2 Bertanggung jawab 9, 23, 37 2, 16, 30 6 3 Menyenangi tugas yang menantang 3, 17, 31 10, 24, 38 6 4 Ada perasaan cemas 11, 25, 39 4, 18, 32 6 5 Memiliki perencanaan jangka panjang 5, 19, 33 12, 26, 40 6 6 Menyenangi umpan balik 13, 27, 41 6, 20, 34 6 7 Pantang menyerah 7, 21, 35 14, 28, 42 6 21 21 Jumlah 42
5 Tabel 3. Skala Harga Diri untuk Penelitian No Aspek Nomor Aitem Favorable Unfavorable 1 Proses Belajar 1, 9, 17, 25 6, 14, 22, 30 2 Penghargaan 5, 13, 21, 29, 33 2, 10, 18, 26 3 Penerimaan 3, 11, 19, 27, 34 8, 16, 24, 32 4 Interaksi dengan lingkungan 7, 15, 23, 31 4, 12, 20, 28 18 16 Jumlah
No 1 2 3 4 5 6 7
Tabel 4. Skala Motivasi Berprestasi untuk Penelitian Aspek Nomor Aitem Favorable Unfavorable Memiliki rasa percaya diri 1 8, 20 Bertanggung jawab 9, 15, 21 2, 26, 32 Menyenangi tugas yang menantang 3, 25, 33 10, 16, 22 Ada perasaan cemas 11 4, 28, 34 Memiliki perencanaan jangka panjang 5, 17, 23 12, 35, 30 Menyenangi umpan balik 13, 29, 27 6, 18 Pantang menyerah 7, 19, 31 14, 24 17 18 Jumlah
HASIL DAN PEMBAHASAN Uji normalitas dilakukan pada masing-masing variabel harga diri dan variabel motivasi berprestasi yang menggunakan program SPSS 12.00 for Windows Release. Data penelitian dikatakan terdistribusi secara normal apabila probabilitas diatas 0,05 (p > 0,05). Berdasarkan hasil pengujian, maka diperoleh kesimpulan bahwa sebaran data variabel harga diri menunjukkan sebaran normal, dengan nilai Z = 0,565 dan p = 0,907 (p > 0,05). Hasil pengujian terhadap motivasi berprestasi juga menunjukkan bahwa sebaran datanya memenuhi kurva normal, dengan nilai Z = 0,555 dan p = 0,917 (p > 0,05). Hasil uji coba linearitas menunjukkan harga diri dengan motivasi berprestasi F beda sebesar 80,358 dan p (0,000) < 0,05 yang berarti korelasinya linear. Berdasarkan uji hipotesis, diperoleh nilai koefisien korelasi (rxy) sebesar 0,653 dengan p = 0,000 (p < 0,01) serta kefisien determinasi (R2) sebesar 0, 427. Hipotesis yang diajukan diterima dengan taraf
Jumlah 8 9 9 8 34
Jumlah 3 6 6 4 6 5 5 35
signifikansi berada pada level signifikan. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,427 menunjukkan bahwa sumbangan efektif harga diri pada munculnya motivasi berprestasi adalah sebesar 42,7 %. Hasil analisis data dengan subjek penelitian siswa SMK Yosonegoro Magetan menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara harga diri dengan motivasi berprestasi. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya koefisien korelasi rxy = 0,653 dengan p = 0,000 (p < 0,01). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima, yaitu ada hubungan yang positif antara harga diri dengan motivasi berprestasi. Semakin tinggi harga diri maka semakin tinggi pula motivasi berprestasinya dan sebaliknya semakin rendah harga diri maka semakin rendah pula motivasi berprestasinya. Tinggi rendahnya harga diri dan motivasi berprestasi yang dimiliki subjek penelitian ini dapat diketahui dengan cara membandingkan mean empirik subjek penelitian dan mean hipotetiknya. Berdasarkan perbandingan antara mean empirik dengan mean hipotetiknya, tampak bahwa mean empirik harga diri subjek (me =
6 99,73) berada di atas mean hipotetiknya (mh = 85) sehingga dapat disimpulkan bahwa berdasarkan mean empirik kelompok subjek penelitian ini mempunyai harga diri yang sedang. Selanjutnya, kategorisasi untuk nilai skala motivasi berprestasi pada siswa diperoleh dengan cara yang sama, yaitu dengan menentukan batasan masing-masing kategori. Berdasarkan perbandingan antara mean empirik dengan mean hipotetiknya menunjukkan bahwa mean empirik (me = 103,5) lebih tinggi dibandingkan dengan mean hipotetiknya (mh = 87,5), sehingga dapat disimpulkan bahwa berdasarkan mean empirik kelompok subjek penelitian ini memiliki motivasi berprestasi yang sedang. Sebaliknya, siswa SMK dengan harga diri yang rendah cenderung menilai dirinya tidak mampu, sehingga kurang memiliki keyakinan terhadap keadaan dan kemampuannya. Hal ini membuat siswa merasa tidak mampu untuk memadukan antara kerja keras, ketekunan, keuletan dalam meraih keberhasilan, karena kurang yakin bahwa dirinya mampu mengatasi setiap kendala dengan dorongan meraih kesuksesan berdasarkan kerja keras dan berpikir rasional bahwa keberhasilan itu tergantung pada usaha dirinya sendiri dan bukan berdasarkan kebetulan. Akibatnya siswa yang harga dirinya rendah punya kecenderungan menganggap lebih banyak memikirkan kegagalan yang akan diperoleh daripada usaha yang perlu dilakukan. Berdasarkan data yang ditunjukkan dalam deskripsi data penelitian dan hipotetik dapat diketahui gambaran tentang harga diri dan motivasi berprestasi yang dimiliki subjek penelitian ini. Tinggi rendahnya harga diri dan motivasi berprestasi yang dimiliki subjek penelitian ini, dapat diketahui dengan cara menetapkan suatu kategorisasi. Pada kategori harga diri rendah persentasenya 0%, kategori harga diri sedang persentasenya 36,36% dan kategori harga diri tinggi persentasenya 63,64%. Sedangkan pada kategori motivasi berprestasi rendah persentasenya 0%, kategori motivasi berprestasi sedang persentasenya 42,73% dan kategori motivasi berprestasi persentasenya 57,27%.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Bachman & O’Malley (1977) membuktikan bahwa selama masa remaja kemampuan dan kinerja akademi yang tinggi merupakan prediktor dari harga diri yang tinggi (Adam & Gullota, 1983). Hal ini menunjukkan bahwa murid yang pandai di sekolah memiliki harga diri yang tinggi. Melihat keadaan ini dapat diprediksi, apabila remaja mendapatkan tekanan dari sekolah dalam hal pencapaian prestasi maka dapat jadi itu akan berpengaruh terhadap harga dirinya. Seperti yang dikemukakan oleh Ekilson (dalam Carolina, 2000), remaja yang merasa tertekan untuk mencapai prestasi dan sukses di sekolah kemungkinan besar memiliki harga diri yang rendah. Coopersmith (1967) menegaskan bahwa faktor internal atau psikologis individu juga mempengaruhi perkembangan harga diri. Suatu analisis tentang harga diri yang berorientasi pada diri individu menunjukkan terdapat beberapa hal yang ada pada harga diri yang dapat dijelaskan melalui konsep-konsep kesuksesan. Kesuksesan tersebut dapat timbul melalui kesuksesan pengalaman dalam lingkungan, dalam bidang kekuatan (power), dalam kompetensi dan dalam nilai kebaikan. Tentu saja semua ini tidak dapat diperoleh kalau tidak didukung oleh lingkungan disekitarnya seperti orang tua, guru atau teman sebaya. Coopersmith juga menambahkan bahwa perlakuan adil, pemberian kesempatan untuk aktif dan pendidikan yang demokratis terbukti didapati pada anak-anak yang memiliki harga diri yang tinggi. Klass & Hadge (dalam Carolina, 2000) mengatakan bahwa lingkungan sosial sangat mempengaruhi perubahan harga diri. Artinya faktor eksternal yaitu sekolah mempengaruhi harga diri siswa. Individu yang memiliki harga diri yang tinggi adalah orang yang mandiri, aktif, ekspresif, dapat menerima kritik, efektif, cenderung sukses dalam bidang akademik dan sosialnya mempunyai perhatian yang cukup terhadap lingkungan (Coopersmith, 1967). Individu yang harga dirinya tinggi akan menyukai dirinya sendiri dan akan melihat bahwa dirinya cukup mampu menghadapi dunianya, sebaliknya
7 orang yang memilki harga diri rendah cenderung kurang percaya diri, takut menghadapi pendapat yang bertentangan dengan dirinya, kurang aktif dan ekspresif, bahkan cenderung depresif, kurang dapat menerima kritik, sering melamun, mudah tersinggung dan mudah dipengaruhi oleh lingkungan (Cohen, dalam Carolina 2000). Sebaliknya individu yang memiliki harga diri rendah cenderung kurang percaya diri, takut menghadapi pendapat yang bertentangan dengan dirinya, kurang aktif dan ekspresif, bahkan cenderung depresif, kurang dapat menerima kritik, sering melamun, mudah tersinggung dan mudah dipengaruhi oleh lingkungan.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara harga diri dengan motivasi berprestasi pada siswa SMK Yosonegoro Magetan. Semakin tinggi harga diri remaja maka, semakin tinggi pula motivasi berprestasi remaja, sebaliknya semakin rendah harga diri semakin rendah pula motivasi berprestasi remaja. Sumbangan efektif variabel harga diri terhadap motivasi berprestasi sebesar 42,7% (R2 = 0,427). Hal ini menunjukkan bahwa sumbangan variabel lain diluar motivasi berprestasi masih cukup besar yaitu 57,3 persen. Berdasarkan hasil kesimpulan di atas dapat diberikan beberapa saran terhadap berbagai pihak yang berkepentingan dalam penelitian ini yaitu : 1. Saran bagi subjek penelitian Berdasarkan kesimpulan di atas walaupun menunjukkan adanya motivasi tinggi, tetapi diharapkan kepada siswa SMK untuk dapat terus meningkatkan motivasi berprestasinya dengan cara memaksimalkan kegiatan-kegiatan akademik dan non akademik yang diikutinya. 2. Saran bagi guru Seyogyanya guru dapat lebih mengarahkan dan memperhatikan siswanya supaya dapat
mengaktualisasikan dirinya dalam tindakan nyata berupa kerja keras, ketekunan dan ulet untuk meraih prestasi di sekolah. 4. Saran bagi sekolah Diharapkan pihak sekolah lebih memperhatikan sarana dan prasarana yang menunjang kualitas proses pembelajaran dan dapat memberi bekal keterampilan, mengembangkan bakat dan minat siswa melalui wadah kegiatan ekstrakurikuler. 5. Saran bagi peneliti selanjutnya Berdasarkan keterbatasan-keterbatasan dari penelitian ini, maka penulis dapat memberikan saran kepada peneliti selanjutnya yang ingin menggali lebih dalam mengenai harga diri dan motivasi berprestasi, yaitu lebih memperhitungkan variabel-variabel lain yang mempengaruhi motivasi berprestasi seperti faktor keluarga, ekonomi, interaksi remaja dengan teman sebaya. Disamping itu alat ukur skala harga diri dan skala motivasi berprestasi juga perlu dikembangkan lagi agar dapat diperoleh hasil penelitian yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Achir, A. 1979. Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Anoraga, P. 1992. Psikologi Kerja. Jakarta. Rieneka Cipta. Atkinson, R. L. Atkinson, R. C. & Hilgard, E. R. 1992. Pengantar Psikologi. Jilid II (terjemahan Nurdjanah Taufik). Jakarta: Erlangga. Atmowidjoyo, Sutardjo. 2004. Korelasi Motivasi Berprestasi dan Sikap Terhadap Profesi dengan Kinerja Guru (survey di SLTPN Kodia Bekasi Jawa Barat). Jakarta: Jurnal Psikologi Islam Vol VII. Byrne, P. H & Savary, L. M. 1988. Membangun Harga Diri Anak. Ygyakarta: Kanisus.
8 Branden, N. 2001. Kiat Jitu Meningkatkan Harga Diri. Jakarta: Delaprasata. Carolina, H. 2002. Hubungan Harga Diri dengan Motivasi Berprestasi pada Siswa SLTP. Skripsi. Fakultas Psikologi. Yogyakarta. UGM. Chaplin, J. P.1995. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Coopersmith, S. 1967. The Antecedentes of Self-esteem. San Fransisco: W. H. Freeman and Company. Daradjat, Z. 1976. Kesehatan Mental. Jakarta: PT. Gunung Agung. Goebel, B.L. and Brown, O. R. 1981. Age Differences in Motivation Related to Maslow’s Need Hierarchy. Journal of Development Psychology. 117, hal 809-815. Mc.
Clelland, D. C. 1986. Human Motivation. Cambridge University Press. New York.
Monks. F. J., Kners, A. M. O., & Haditono, Siti Rahayu. 1982. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sardiman, A. M. 1996. Interaksi dan Mtivasi Belajar Mengajar Pedoman bagi Guru dan Calon Guru. Jakarta: PT. Grafindo Perkasa. Stone, R. J. and Curch, J. B. 1979. Childhood and Adelescence. New York: London House. Suryabrata, S. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rajawali. Thoha, M. 1994. Perilaku Organisasi dan Pola Organisasi. Jakarta: CV. Rajawali. Yunita, D. R., Wimbrarti, S., & Mustagfirin. 2002. Kemandirian dan Motivasi
Berprestasi pada Anak Penderita Asma. Jurnal Ilmiah INDIGENOUS Vol. 6. No. 1. Fak Psikologi. Surakarta: UMS.
9