HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN ORANGTUA DAN KONSEP DIRI DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Oleh: RIZKI FAUZIAH 106070002300
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M
BAB 1 PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu periode penting dalam seluruh rentang kehidupan manusia. Sebagaimana masa yang lain dalam kehidupan, masa remaja memiliki sesuatu yang unik, yang berperan penting bagi individu dalam menghadapi masa-masa mendatang. Segala sesuatu yang terjadi pada masa ini akan berdampak pula pada kehidupannya di masa itu dan juga terhadap kehidupan selanjutnya. Para ahli menggambarkan masa remaja sebagai suatu masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Masa ini ditandai dengan adanya perubahan-perubahan dalam aspek fisik, psikis, tingkah laku, dan interaksi sosial (Hurlock, 1980: h. 206). Sebagai masa transisi menuju masa dewasa, banyak hal yang harus dipersiapkan oleh remaja. Perubahan yang terjadi pada masa ini pun sebenarnya merupakan suatu persiapan untuk memasuki masa dewasa. Remaja dituntut untuk mempersiapkan kemandirian – belajar bertanggung jawab, yang tidak terbatas pada tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, tetapi juga tanggung jawab yang lebih luas, yaitu tanggung jawab kepada keluarga dan tanggung jawab sosial sebagai anggota masyarakat. Di Indonesia, remaja baik laki-laki maupun perempuan adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, dan sumber daya insani potensial yang tak ternilai harganya bagi pembangunan bangsa. Sehingga bangsa Indonesia menaruh
1
harapan besar pada remajanya untuk memiliki rasa tanggung jawab dan mengusahakan agar bangsa dan negara ini mencapai kondisi yang lebih baik dari yang sudah dimiliki saat ini. Oleh karena itu, dalam pembinaan dan pengembangan generasi muda termasuk pemupukan rasa tanggung jawab, merupakan tugas semua pihak (orangtua, keluarga, masyarakat, para pendidik, pemerintah). Namun sebenarnya bagaimanapun juga sumber rasa tanggung jawab adalah dari individu itu sendiri. Upaya pembinaan dari berbagai pihak tidak akan membawa hasil bila tidak ada kesadaran atau keinginan dari remaja itu sendiri. Dengan demikian, sangat diharapkan munculnya rasa tanggung jawab dari diri sendiri untuk terus berusaha mencapai hasil yang lebih baik dari saat ini. Kalau kita bicara tentang dorongan atau keinginan untuk mencapai suatu hasil yang lebih baik, maka kita akan bicara tentang motivasi untuk berprestasi. Pengertian motivasi berprestasi adalah suatu keinginan atau kecenderungan untuk mengatasi rintangan, melatih kekuatan, berusaha mengerjakan sesuatu yang sulit sebaik dan secepat mungkin (Murray seperti dikutip Franken, 2002 dalam Muhtar, 2005). Dalam rangka adanya motivasi berprestasi, tingkah laku individu akan dibandingkan dengan suatu standar keunggulan, baik yang menyangkut prestasi diri maupun orang lain. Tinggi rendahnya motivasi berprestasi menunjukkan perbedaan kecenderungan individu dalam berupaya untuk meraih suatu hal yang lebih baik dari yang sudah pernah dicapai oleh diri sendiri atau orang lain.
2
Mungkin hal tersebut akan lebih mudah jika dilakukan oleh kebanyakan remaja pada umumnya, akan tetapi bagaimana dengan para remaja yang berkebutuhan khusus seperti penyandang tunadaksa? Remaja dengan gangguan fisik atau tunadaksa ini adalah remaja yang memiliki salah satu kelainan yang sifatnya gangguan dari fungsi otot dan urat syaraf yang disebabkan adanya kerusakan otak atau bagian tubuh lainnya. Tunadaksa ditujukan kepada mereka yang memiliki anggota tubuh yang tidak sempurna, seperti adanya gangguan koordinasi motorik, tangan satu, kaki satu, tanpa mempunyai kaki atau tangan, dan lainnya (Sujarwanto, 2004). Ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal, akibat luka (kecelakaan), penyakit, atau pertumbuhan yang tidak sempurna. Karakteristik fisik inilah yang membedakan remaja penyandang tunadaksa dengan remaja lainnya. Kondisi fisik yang seperti ini menyebabkan remaja penyandang tunadaksa dapat langsung dikenali oleh masyarakat awam, sehingga ketidaksempurnaan fisik ini dapat mempengaruhi seorang remaja penyandang tunadaksa dalam
pembentukan
konsep dirinya. Menurut Sunaryo dikutip oleh Noviantari (2008) pada umumnya bagi penyandang tunadaksa sulit untuk mencapai prestasi, baik dalam bidang pendidikan maupun bidang lainnya. Hal ini sering menimbulkan masalah psikologis, karena dengan kekurangan fisiknya itu remaja penyandang tunadaksa akan merasa dirinya tidak berdaya dan tidak berguna sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan minat pada prestasi dibutuhkan adanya
3
motivasi berprestasi yang tinggi untuk mencapai suatu keberhasilan. Dengan adanya motivasi berprestasi yang tinggi, remaja mempunyai keinginan untuk meraih sukses, memiliki tanggung jawab, berani mengambil keputusan dan menanggung segala resikonya, memiliki tujuan yang realistik, dan selalu mencari kesempatan untuk mewujudkan cita-cita. Berdasarkan hasil penelitian kualitatif (studi kasus) tentang “Motivasi Berprestasi Remaja Penyandang Tunadaksa” oleh Noviantari (2008), diketahui bahwa subjek (remaja penyandang tunadaksa) yang diteliti memiliki motivasi berprestasi tinggi. Hal ini didukung oleh karakteristik orang yang mempunyai motivai berprestasi tinggi ada pada diri subjek serta faktor-faktor lain yang mempengaruhinya. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, dalam motivasi berprestasi tingkah laku individu dibandingkan dengan suatu standar keunggulan tertentu. Penetapan standar ini bersifat subjektif, tergantung pemahaman individu yang bersangkutan tentang sampai dimana individu tersebut sadar akan kemampuan atau potensi yang dimilikinya. Jika kita bicara tentang kemampuan yang dimiliki individu, ada suatu konsep yang dapat menjelaskan hal tersebut, yaitu ‘konsep diri’. “Siapakah saya?”
merupakan pertanyaan yang sangat mendasar dalam
kehidupan seseorang. Siapa saya bagi diri saya sendiri? Siapa saya bagi orang lain? Apa dan bagaimana lingkungan memandang saya? Jawaban atas pertanyaanpertanyaan itulah yang kemudian dikenal dengan istilah konsep diri. Sehingga dapat dikatakan bahwa konsep diri merupakan penilaian mengenai diri sendiri oleh individu yang bersangkutan.
4
Setiap manusia dilahirkan unik dan
istimewa. Salah satu keunikan
manusia adalah adanya kebutuhan pengakuan akan keberadaan dirinya dan pemahaman individu tersebut tentang segala kelebihan serta kekurangannya. Penilaian dan pemahaman yang tepat akan menghasilkan rasa mampu yang tepat pula. Selanjutnya ketepatan ini akan sangat bermanfaat bagi penetapan standar yang realistis dalam motivasi berprestasi. Oleh karena itulah bagaimana cara seseorang memandang dirinya sendiri inilah yang akan mempengaruhi orang tersebut dalam berinteraksi dengan orang lain dan juga mempengaruhi tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari (Harter dalam Papalia, 2001; Dusek, 1996 seperti dikutip Moniaga, 2003, h: 2). Seseorang akan mendeskripsikan dirinya dengan cara tertentu, bisa berdasarkan fisik, kepribadian, maupun dengan cara berhubungan dengan orang lain. Beberapa penelitian
juga menunjukkan bahwa komponen yang paling
penting pada remaja dalam mendeskripsikan dan mengevaluasi dirinya adalah penampilan fisik (Simmons dan Blyth; Zumpf dalam Dusek seperti dikutip Moniaga, 2003). Ketika remaja menaruh perhatian yang besar pada penampilan fisik, maka remaja yang memiliki gambaran fisik yang tidak memuaskan akan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dan merasa tidak bahagia. Jadi, penampilan fisik merupakan salah satu faktor penting pada remaja dalam pembentukan konsep dirinya. Karakteristik fisik dan keterbatasan dalam melakukan berbagai aktivitas motorik pada remaja penyandang tunadaksa menyebabkan orang lain, termasuk orangtua, guru, teman, dan lingkungan sekitar cenderung mempunyai persepsi
5
negatif tentang remaja penyandang tunadaksa karena keterbatasannya tersebut. Mereka menganggap bahwa segala keterbatasannya dapat menyulitkan orangorang di sekelilingnya. Sebaliknya jika mereka menerima keberadaan remaja penyandang tunadaksa dengan apa adanya, maka persepsi-persepsi negatif pun dapat diminimalisir. Oleh karena itu, persepsi seseorang tentang remaja penyandang tunadaksa akan mempengaruhi sikap dan tindakannya terhadap remaja tersebut. Cooley dan Mead (dalam Pope, McHale, dan Craighead, 1988) seperti dikutip Moniaga (2003), menyatakan bahwa seseorang memandang dirinya berdasarkan bagaimana mereka diperlakukan dan dipandang oleh orang lain. Hal-hal tersebutlah yang membebani mereka karena kondisi yang tidak sempurna seperti remaja-remaja yang lain. Jadi persepsi dan tindakan orang lain juga akan mempengaruhi remaja penyandang tunadaksa dalam membentuk konsep dirinya. Hal tersebut memang nyata, wawancara pada studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tiga remaja penyandang tunadaksa di Yayasan Anak Cacat Nusantara, Kecamatan Beji, Kota Depok,
menghasilkan gambaran
bahwa
mereka akan tumbuh dan berkembang dengan baik sejalan dengan sikap dan pandangan orang-orang di sekelilingnya. Memang pada awalnya mereka merasa rendah diri karena kecacatan yang dimiliki akan menjadi sebuah penghambat bagi dirinya untuk melakukan banyak hal, terutama hal-hal yang membutuhkan interaksi dengan orang lain. Namun, jika orang-orang tersebut mampu melihat bahwa mereka memiliki suatu kemampuan
yang lebih, maka mereka akan
semakin tegar dan semakin bersemangat untuk menunjukkan bahwa mereka
6
memiliki sesuatu yang bisa dibanggakan dan patut diakui keberadaannya dan janganlah
melihat mereka dari segi kekurangannya saja. Oleh karena itu,
pengertian dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk dapat mengerti keadaan mereka agar segala konsep buruk tentang diri mereka tadi bisa dirubah sehingga tidak menambah beban psikis mereka maupun keluarga, terutama orangtua. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, salah satu yang berpengaruh pada remaja dalam mempersepsikan dirinya adalah orangtua. Michaelis (1980), menyatakan bahwa ada sesuatu yang sangat indah dan menyenangkan ketika mempunyai seorang anak, tapi ini akan berbeda jika anak yang lahir tersebut adalah anak cacat. Orangtua dari anak cacat menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan. Menjadi orangtua bagi seorang anak yang cacat adalah menyulitkan,
dan
sering
membingungkan
dan
merupakan
tugas
yang
membingungkan (Wentworth dalam Gargiulo, 1985, h: 13). Pada studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada Desember 2009, kepada lima orangtua yang memiliki anak penyandang tunadaksa, tiga dari lima orangtua dengan anak penyandang tunadaksa atau cacat fisik mengalami reaksi dalam menghadapi keadaan anaknya saat pertama kali adalah perasaan shock, mengalami goncangan batin, terkejut, dan tidak mempercayai kenyataan kecacatan yang diderita anaknya. Selain itu, orangtua akan merasa kecewa, sedih, dan mungkin merasa marah ketika mengetahui realita yang dihadapinya tersebut. Serta dua orangtua lainnya dari awal kelahiran hingga kini, sudah menerima dengan ikhlas kondisi sang anak karena mereka yakin anak adalah titipan Tuhan, apapun yang Tuhan berikan itulah yang terbaik untuk mereka. Namun tidak dapat
7
dipungkiri mereka yang memiliki anak tunadaksa atau kecacatan lainnya akan merasa bahwa dirinya berbeda dengan orangtua lainnya yang tidak memiliki anak dengan hambatan fisik. Hal ini dipengaruhi oleh keterbatasan yang dimiliki si anak, seperti tidak dapat mengikuti rutinitas dan aturan yang ada dalam kehidupannya sehari-hari. Penelitian yang dilakukan Hermiati seperti dikutip Ismartini (2001) terhadap sejumlah orangtua menyatakan bahwa sebagian besar orangtua telah dapat menerima keadaan anaknya yang cacat, terbukti dalam caranya bersikap wajar pada anaknya, akan tetapi masih ada pula sikap orangtua yang ragu-ragu atau bahkan menolak anaknya. Hal ini bertentangan dengan fakta yang diberitakan Kompas (Wajib, 1999 dan Mashuri, 2000 dalam Ismartini, 2001), yaitu masih banyak orangtua dan masyarakat yang sulit menerima kondisi anak dengan kecacatan yang bentuknya terlihat jelas seperti tunadaksa ini. Menurut Jourard dan Remy (1955); Helper (1955) dalam Burns (1993), orangtua sangat berpengaruh dalam pembentukan konsep diri anak. Konsep diri anak-anak tampaknya serupa dengan pandangan dari orangtua mereka kepadanya seperti yang mereka yakini. Pola orangtua membesarkan anak yang akan membentuk konsep diri yang positif pertama kali diteliti oleh Stott dalam Burns (1993), yang melakukan penelitian pada 1800 anak remaja. Dia menemukan bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga yang memiliki penerimaan, rasa saling percaya dan kecocokan di antara orangtua dan anak, lebih baik penyesuaian dirinya, lebih mandiri dan berpandangan lebih positif tentang diri mereka sendiri. Jadi, dapat disimpulkan bahwa konsep diri bertumbuh dari kehangatan dan
8
penerimaan orangtua, dan kesuksesan untuk memenuhi tuntutan-tuntutan yang berada di dalam batas-batas kemampuan anak tersebut. Untuk meningkatkan konsep diri remaja, orientasi kita harus pada proses terbentuknya konsep diri itu sendiri. Sikap orangtua terhadap remaja merupakan salah satu faktor yang mempunyai peranan penting terhadap pembentukan dan perkembangan konsep diri. Sikap orangtua yang mempunyai anak yang cacat seperti telah diungkapkan di atas adalah kecewa dan sedih. Sikap dan perasaan ini akan mempengaruhi penilaiannya terhadap anak itu. Sikap orangtua di sini dapat berupa penolakan, tidak memperhatikan, dan lain-lain yang akan sangat berpengaruh pada proses pembentukan konsep diri anak tunadaksa tersebut. Jika sikap penolakan dari orangtua terus terjadi, maka konsep diri yang terbentuk pada anak tunadaksa itu adalah konsep diri yang negatif. Sebaliknya, dengan adanya penerimaan terhadap kenyataan ini akan mengubah penilaiannya terhadap sang anak, sehingga dengan adanya penilaian yang positif terhadap anak tunadaksa tersebut maka akan mempengaruhi pembentukan konsep diri yang positif pula pada anak itu. Tentunya setiap orangtua menginginkan yang terbaik bagi anaknya walaupun si anak menyandang tunadaksa. Namun dalam proses ke arah sana orangtua mempunyai tanggung jawab untuk dapat menerima keadaan anaknya dengan apa adanya secara keseluruhan, tanpa disertai persyaratan atau penilaian, selain itu juga tetap menghargai dan memahaminya sebagai individu yang berbeda dan mendukung perkembangannya karena penerimaan orangtua ini akan sangat berpengaruh terhadap keadaan psikologis mereka. Menerima anak berarti
9
menyadari anak sebagai seorang individu yang memiliki perasaan, keinginan (cita-cita), dan kebutuhan yang sama dengan anak-anak normal lainnya. Melihat kenyataan di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai keterkaitan penerimaan orangtua dengan konsep diri pada anak penyandang tunadaksa atau cacat fisik khususnya pada remaja dan pembentukan konsep diri yang seperti apa juga berpengaruh pada pembentukan motivasi berprestasi pada remaja tersebut. Berdasarkan asumsi tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana penerimaan diri orangtua dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri pada remaja penyandang tunadaksa dan bagaimana motivasi berprestasi mereka bisa terbentuk, serta bagaimana pengaruh keluarga, khususnya orangtua pada terbentuknya atau berkembangnya motivasi berprestasi yang dimiliki oleh para remaja penyandang tunadaksa melalui penelitian dengan judul “Hubungan antara Penerimaan Orangtua dan Konsep Diri dengan Motivasi Berprestasi Remaja Penyandang Tunadaksa”.
1. 2. Perumusan dan Pembatasan Masalah 1. 2. 1 Perumusan Masalah Permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah ada hubungan yang signifikan antara penerimaan orangtua dengan motivasi berprestasi remaja penyandang tundaksa?
10
2. Apakah ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi remaja penyandang tundaksa? 3. Apakah ada hubungan yang signifikan antara penerimaan orangtua dan konsep diri dengan motivasi berprestasi remaja penyandang tundaksa?
1. 2. 2 Pembatasan Masalah Berdasakan latar belakang, identifikasi, dan perumusan masalah maka batasan masalahnya adalah sebagai berikut: •
Motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang akan mengarahkan individu untuk bertingkah laku tertentu dengan tujuan untuk mencapai tingkat prestasi tertentu pula. Pencapaian prestasi ini didasarkan pada suatu standar dan tingkah laku berprestasi ini akan muncul jika individu merasa bahwa dirinya akan dinilai.
•
Konsep diri adalah gambaran unik yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan persepsi terhadap diri dalam hubungannya dengan orang lain.
•
Penerimaan orangtua merupakan merupakan suatu proses aktif dimana orangtua secara sadar berusaha untuk memahami dan menghargai anaknya yang berkebutuhan khusus, disertai adanya perasaan hangat, kasih sayang, perhatian, mengasuh, mendukung yang diekspresikan secara fisik maupun verbal tanpa melihat kondisi anak tersebut.
•
Tunadaksa adalah suatu keadaan
rusak atau terganggu sebagai akibat
gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, dan sendi dalam fungsinya yang normal. Pada penelitian ini, tunadaksa yang dimaksud adalah remaja
11
penyandang tunadaksa rentang usia 13-20 tahun rentang usia remaja awal sampai remaja akhir. Dalam penelitian ini dipilih pada masa remaja karena pada usia tersebut terjadi perubahan-perubahan yang besar dan cepat pada fisik mereka dan pada masa ini mereka mulai memperhatikan penampilan fisiknya.
1. 3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. 3. 1 Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan, maka tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara penerimaan orangtua dan konsep diri dengan motivasi berprestasi pada remaja penyandang tunadaksa.
1. 3. 2. Manfaat Penelitian •
Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap dunia
Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, Psikologi Perkembangan, dan/atau Psikologi Anak dan Remaja dan juga hasil penelitian ini dapat menjadi sumber referensi bagi penelitian selanjutnya dengan tema yang tidak jauh berbeda sehingga penelitian selanjutnya dapat lebih berkesinambungan.
12
•
Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat dapat menjadi bahan masukan bagi
masyarakat umum, terutama yang berkaitan dengan anak penyandang tunadaksa, baik para professional agar dapat meningkatkan program-program untuk para remaja dengan keterbatasan fisik, misalnya program-program keterampilan, program pendidikan formal dan informal, maupun program-program lain yang mempersiapkan mereka untuk hidup mandiri, serta dapat menjadi bahan acuan bagi para orangtua sebagai penanggung jawab utama dalam proses pengasuhan dan pendidikan anak. Diharapkan pula dengan penerimaan orangtua terhadap kondisi anak dapat membantu agar program penanganan para remaja penyandang tunadaksa dapat dilakukan secara komperhensif sehingga dapat meningkatkan motivasi mereka untuk terus berprestasi.
1. 4. Sistematika Penelitian Untuk mempermudah dalam membahas tema yang diteliti, peneliti membagi ke dalam lima bab, dengan sistematika sebagai berikut: Bab 1 : Pendahuluan Merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
Bab 2 : Landasan Teori Merupakan kajian yang mengemukakan deskripsi teoritik yang mencakup pengertian dan definisi motivasi berprestasi, faktor-faktor yang mempengaruhi
13
motivasi berprestasi, dan karakteristik individu dengan motivasi berprestasi tinggi, dan pengukuran motivasi berprestasi. Definisi konsep diri, elemen konsep diri, faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri, konsep diri pada remaja penyandang tunadaksa, dan pengukuran konsep diri. Definisi penerimaan orangtua dan proses penerimaan orangtua., serta kerangka berpikir dan hipotesis.
Bab 3 : Metode Penelitian Terdiri dari jenis penelitian, yaitu (pendekatan penelitian, metode penelitian, variabel penelitian, serta definisi konseptual dan operasional variabel). Pengambilan sampel, yang terdiri dari (populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, dan karakteristik subjek). Teknik pengumpulan data (alat ukur penelitian, uji validitas dan reliabilitas alat ukur), teknik analisis data, dan prosedur penelitian.
Bab 4 : Hasil Penelitian Merupakan hasil penelitian yang terdiri dari gambaran umum subjek penelitian dan hasil uji hipotesis.
Bab 5 : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran Berisi uraian tentang kesimpulan, diskusi, dan saran peneliti.
14
BAB 2 LANDASAN TEORI
Dalam landasan teori ini akan dibahas teori-teori mengenai motivasi berprestasi, konsep diri, dan penerimaan orangtua, serta kerangka berpikir berdasarkan asumsi peneliti dan hipotesis-hipotesis yang akan diujikan.
2. 1. Motivasi Berprestasi 2. 1. 1 Definisi motivasi berprestasi Konsep motivasi berprestasi diawali dari konsep Henry Murray (1938) tentang psychogenic need/motive. Konsep awal ini menjelaskan adanya perbedaan kecenderungan untuk berusaha mencapai tujuan tertentu antara satu orang dengan orang yang lain (Atkinson dan Raynor, 1974 dalam Santrock, 2003). Menurut McClelland dan Atkinson (1948) dalam Slavin (1994) salah satu jenis motivasi \yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi adalah keinginan untuk mencapai kesuksesan dan untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan dan kesuksesan tersebut tergantung pada usaha dan kemampuan orang yang bersangkutan (Slavin, 1994). Sedangkan menurut Santrock (2003) motivasi berprestasi adalah keinginan untuk menyelesaikan sesuatu, untuk mencapai suatu standar kesuksesan, dan untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan untuk mencapai kesuksesan.
15
Morgan-King (1987) motivasi berprestasi merupakan salah satu motif sosial yang menunjuk pada suatu dorongan yang merupakan hasil dari aktivitas manusia. Motif ini disebut motif sosial karena dipelajari dalam suatu kelompok sosial, dan biasanya melibatkan orang lain. Individu dengan motif (kebutuhan) untuk
berprestasi
memiliki
kekuatan
untuk
mencari
penyelesaian
dan
meningkatkan kinerja (performance) pada tugas yang sedang dihadapinya. Individu seperti ini berorientasi pada tugas dan lebih menyukai pekerjaan menantang kemampuannya, dimana kinerjanya akan dievaluasi menurut suatu aturan tertentu (Morgan-King, 1987, h: 283-284). Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang akan mengarahkan individu untuk bertingkah laku tertentu dengan tujuan untuk mencapai tingkat prestasi tertentu pula. Pencapaian prestasi ini didasarkan pada suatu standar dan tingkah laku berprestasi ini akan muncul jika individu merasa bahwa dirinya akan dinilai.
2. 1. 2 Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi Semua motivasi sosial (termasuk motivasi berprestasi) merupakan hasil dari proses belajar. Individu tertentu memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dikarenakan adanya perbedaan pengalaman yang diterima pada awal kehidupan individu yang menghasilkan variasi dalam derajat motivasi untuk berprestasi. Secara lebih spesifik dapat dikatakan bahwa anak-anak meniru tingkah laku orangtuanya atau orang dewasa lain yang dianggap ”penting” bagi anak, sebagai model. Melalui proses belajar observasi (Bandura dan Walters, 1963) anak
16
mengadopsi sejumlah karakteristik model, termasuk dorongan untuk berprestasi bila model tersebut memiliki motif untuk berprestasi dalam derajat tertentu (Parsons, 1983 dalam Morgan-King, 1987, h: 284). Harapan orangtua terhadap anak menurut para ahli juga merupakan suatu hal yang penting untuk meningkatkan motivasi berprestasi anak. Orangtua yang berharap agar anaknya bekerja keras dan berusaha meraih kesuksesan merupakan suatu dukungan bagi anak untuk mengarahkan tingkah lakunya pada usaha mencapai hasil yang lebih baik. Suatu bentuk harapan orangtua yang berkaitan dengan motivasi berprestasi misalnya, membiarkan anak untuk melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri, dan lain-lain (Morgan-King, 1987, h: 284). Selain itu, penerimaan orangtua terhadap anak yang ditunjukkan dengan sikap hangat dan penuh kasih sayang juga berpengaruh pada motivasi anak. Efek penerimaan orangtua tersebut diperkenalkan oleh Radin (1971) melalui observasinya untuk melihat interaksi antara orangtua (khususnya) ibu kepada si anak (Jersild, et.al., 1975, h: 209). Prestasi menjadi hal yang sangat penting bagi remaja, dan remaja mulai menyadari bahwa pada saat inilah mereka dituntut untuk menghadapi kehidupan yang sebenarnya. Mereka mulai melihat kesuksesan atau kegagalan masa kini untuk meramalkan keberhasilan di kehidupan mereka nanti sebagai orang dewasa (Ishiyama dan Chasbassol, 1985; Sue dan Okazaki, 1990 dalam Santrock, 2003, h: 473).
17
Prestasi remaja tidak hanya ditentukan oleh kemampuan intelektual tetapi juga banyak ditentukan oleh faktor motivasi dan psikologis, termasuk konsep remaja mengenai dirinya. Walberg (1984) menyatakan bahwa adanya hubungan antara konsep diri secara umum dengan motivasi berprestasi walaupun tidak signifikan. Ia akan berkorelasi kuat jika konsep diri yang ingin diukur merupakan konsep diri yang lebih spesifik, seperti konsep diri matematika, konsep diri Bahasa Inggris, dan konsep diri tentang mata pelajaran yang lainnya (Marsh, 1992 dalam Eggen dan Kauchak, 2004). Selain itu, untuk melihat hubungan antara konsep diri dan motivasi berprestasi juga bisa merujuk pada teori konsep diri karir (career self-concept theory) dari Donald Super (1967, 1976), yang menyatakan bahwa konsep diri individu memainkan peranan utama dalam pemilihan karir seseorang. Super percaya bahwa masa remaja merupakan saat seseorang membangun konsep diri tentang karir (dalam Santrock, 2003, h: 484). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peran keluarga sebagai lingkungan terdekat anak, khususnya orangtua yang memberikan pengalaman pertama pada anak untuk bersosialisasi, memiliki andil yang besar dalam menumbuhkan dan meningkatkan motivasi berprestasi anak termasuk konsep dirinya sendiri. Diharapkan dengan sudah dimilikinya ”modal” motivasi berprestasi dan konsep diri yang ditumbuhkan orangtua sewaktu anak-anak melalui perilaku yang hangat, dalam kehidupan selanjutnya motivasi berprestasi para remaja dapat dikembangkan dalam area yang lebih luas dan lebih bervariasi sehingga mampu meraih apa yang diharapkan oleh remaja itu sendiri.
18
2. 1. 3 Karakteristik individu dengan motivasi berprestasi tinggi Menurut McClelland (1987), beberapa ciri yang membedakan individu dengan motivasi berprestasi tinggi, yaitu dalam hal: 1. Resiko pemilihan tugas Individu dengan motivasi berprestasi tinggi cenderung memilih tugas dengan derajat kesulitan yang sedang, yang memungkinkan berhasil. Mereka menghindari tugas yang terlalu mudah karena sedikitnya tantangan atau kepuasan yang didapat. Mereka juga menghindari tugas yang sangat sulit karena kemungkinan untuk berhasil sangat kecil. Mereka menyesuaikan apa yang diharapkan dengan kemampuan yang dimilikinya (Morgan-King, 1987; McClelland, 1987).
2. Membutuhkan umpan-balik (feedback) Individu dengan motivasi berprestasi tinggi lebih menyukai tugas atau bekerja pada situasi dimana mereka dapat memperoleh umpan-balik tentang apa yang sudah mereka lakukan. Karena jika tidak, mereka tidak dapat mengetahui apakah mereka sudah melakukan sesuatu dengan baik atau belum dibandingkan dengan yang lain (Morgan-King, 1987; McClelland, 1987).
3. Tanggung jawab Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan lebih bertanggung jawab secara pribadi pada hasil kinerjanya, karena hanya dengan begitu mereka
19
dapat merasa puas saat dapat menyelesaikan suatu tugas dengan baik (McClelland, 1987).
4. Kesempatan untuk unggul Individu dengan orientasi berprestasi yang tinggi lebih tertarik pada karir dan tugas-tugas yang melibatkan kompetisi dan kesempatan untuk unggul. Mereka juga lebih berorientasi pada tugas dan mencoba untuk mengerjakan dan menyelesaikan lebih banyak tugas daripada individu dengan motivasi berprestasi yang rendah (McClelland, 1987).
5. Inovatif Melakukan sesuatu dengan lebih baik sering secara tidak langsung berarti melakukan sesuatu yang berbeda atau dengan cara yang berbeda dengan sebelumnya. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan lebih sering mencari informasi untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melakukan suatu hal, dan mereka seharusnya lebih inovatif (McClelland, 1987).
2. 1. 4 Pengukuran motivasi berprestasi Dari literatur yang ada, motivasi berprestasi dapat diukur melalui tiga cara, yaitu: 1. Tes Proyeksi Tes ini didasarkan pada ide bahwa orang akan memproyeksikan perasaan dan kebutuhannya dalam materi yang ambigu atau tidak terstruktur (Morgan-King,
20
1987).
Memakai teori dan pengukuran kepribadian dari Henry Murray,
McClelland (dalam Santrock, 2003) menguji motivasi berprestasi dengan memperlihatkan kepada subjek gambar yang ambigu yang akan menstimulasi respon yang berhubungan dengan pencapaian prestasi.
2. Kuesioner Inventori ini terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang perilaku dan pilihan tertentu untuk dijawab yang berhubungan dengan apa yang akan atau dipilih untuk dilakukan dalam situasi tertentu (Morgan-King, 1987, h: 283).
3. Tes Situasional Dalam tes ini dibuat suatu situasi dimana tindakan seseorang akan menampakkan motifnya yang dominan (Morgan-King, 1987, h: 283).
Dalam penelitian ini, cara yang digunakan untuk mengukur tingkat motivasi berprestasi subjek adalah dengan kuesioner. Hal ini disebabkan karena kuesioner dianggap lebih objektif dibanding cara pengukuran yang lain. Subjek memilih satu dari keempat pilihan jawaban yang dianggap paling tepat mengenai dirinya, sehingga tidak ada campur tangan peneliti atau orang lain.
21
2. 2. Konsep Diri 2. 2. 1 Definisi konsep diri Menurut Atwater dan Duffy (2002) konsep diri adalah keseluruhan gambaran atau kesadaran yang dimiliki dari diri kita sendiri. Menyangkut tentang persepsi dari ”I” dan ”me”, bersama perasaan-perasaan, keyakinan-keyakinan, dan nilai-nilai yang ditanamkan olehnya. Konsep diri ini berpengaruh secara kuat pada cara seseorang mempersepsi, menilai, dan bertingkah laku. Selain itu definisi dari konsep diri telah dikemukakan oleh beberapa tokoh, antara lain Hurlock (1978) yang menyatakan bahwa konsep diri adalah gambaran seseorang mengenai dirinya, gambaran ini merupakan gabungan kepercayaan orang tersebut mengenai diri sendiri yang meliputi karakteristik fisik, psikologik, sosial, emosi, aspirasi, dan prestasi-prestasinya. Konsep diri ini terdiri dari aspek fisik dan psikologik. Aspek fisik terbentuk lebih dahulu daripada aspek psikologik dan merupakan penilaian seseorang tentang penampilan fisiknya, seperti daya tariknya, kesesuaian jenis kelamin, pentingnya bagian-bagian tubuh terhadap tingkah lakunya dan prestise yang diakibatkan oleh penampilan fisiknya di mata orang lain. Sedangkan aspek psikologik merupakan konsep mengenai karakteristik-karakteristik tertentu, kemampuan dan ketidakmampuannya, latar belakang, serta dalam berhubungan dengan orang lain (Hurlock, 1978: 372). Fitts (1971) mengatakan bahwa konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya yang dibentuk melalui pengalamanpengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan
22
merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terusmenerus dan terdiferensiasi. Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya di kemudian hari. Jadi, dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah gambaran unik yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan persepsi terhadap diri dalam hubungannya dengan orang lain.
2. 2. 2 Elemen konsep diri Setiap
individu
memiliki
konsep
yang
berbeda-beda
dalam
menggambarkan dirinya. Pada umumnya konsep yang digunakan individu untuk menggambarkan dirinya adalah citra diri (Self-image), diri ideal (Ideal-self), dan diri sosial (Social selves) (Atwater dan Duffy, 2002). Berikut ini uraian dari ketiga konsep tersebut: A. Citra diri (Self-image) Citra diri (Self-image) yaitu cara seseorang melihat dirinya sendiri. Hal ini dibentuk oleh persepsi tentang diri seseorang yang diperoleh selama hidupnya, khususnya pada masa pertumbuhan (formative years). Persepsi tentang diri ini sangat dipengaruhi oleh bagaimana seseorang dipandang dan diperlakukan oleh orang-orang terdekat (significant others), terutama orangtua. Pikiran, penilaian, penerimaan, dan harapan orangtua pada anak akan segera diinternalisasikan oleh anak dan mudah dipengaruhi. Citra diri ini dapat
23
berubah melalui pengalaman-pengalaman hidup selanjutnya bersama dengan teman, guru, dan pasangan hidup (Atwater dan Duffy, 2002, h: 140).
B. Diri ideal (Ideal-self) Diri ideal (Ideal-self) yaitu diri yang diharapkan oleh seseorang, meliputi aspirasi, idealisme moral, dan nilai-nilai. Menurut pandangan psikoanalisa, individu tidak benar-benar menyadari ideal-self-nya karena sebagian besar dari diri ideal tersebut diperoleh melalui identifikasi dengan keinginan dan larangan orangtua.
Diri ideal (Ideal-self) dapat menjadi suatu hal yang realistik ataupun tidak realistik, tergantung dari konsep diri real yang ada pada individu. Saat idealself memungkinkan untuk dicapai, hal ini dapat menjadi pendorong bagi dirinya untuk melakukan yang terbaik. Tetapi jika individu gagal memenuhi standar ideal-self maka sebaiknya ia menambah usaha untuk mencapai standar tersebut atau memodifikasi standar ideal-self-nya ke arah
yang lebih
memungkinkan. Biasanya seseorang akan mengubah citra diri dan tingkah lakunya agar sesuai dengan ideal-self. Tetapi bila aspirasinya terbukti terlalu berlebihan atau tidak realistis, maka sebaiknya individu tersebut memodifikasi ideal-self (Atwater dan Duffy, 2002, h: 141).
24
C. Diri Sosial (Social Selves) Social selves yaitu perasaan seseorang tentang bagaimana orang lain melihat dirinya. Hal ini dapat merupakan representasi yang akurat atau tidak tentang pandangan orang lain. Bagaimana pun juga persepsi seseorang tentang bagaimana orang lain memandang dirinya akan sangat mempengaruhinya dalam memandang dirinya sendiri. James dalam Atwater dan Duffy (2002), menyatakan bahwa seseorang memiliki social selves yang berbeda-beda sebanyak sejumlah kelompok orang yang memiliki pendapat yang berarti baginya.
Cara seseorang memandang dirinya juga dipengaruhi oleh tingkah lakunya dalam berbagai peran dan situasi. Cara seseorang memandang dirinya akan mengarahkannya untuk bertindak dengan pola tertentu. Tetapi Tarvis dalam Atwater dan Duffy (2002) menyatakan bahwa tindakan seseorang dapat mengubah pandangannya terhadap diri sendiri dan juga pandangan orang lain terhadapnya. Hal ini menyebabkan kualitas-kualitas dalam diri seseorang dapat berubah dengan adanya perubahan di sekelilingnya. Peran dan hubungan sosial merupakan suatu hal yang penting karena sense of self dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya ketika seseorang sudah memutuskan untuk berhubungan dengan teman tertentu, memilih pasangan hidup, atau memasuki sebuah sekolah atau pekerjaan, maka orang-orang yang terlibat akan turut membentuk cara pandangnya terhadap diri sendiri.
25
2. 2. 3 Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri Burns (1993) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri pada seseorang, yaitu: 1. Diri fisik dan citra tubuh Istilah-istilah ’citra tubuh’ dan ’skema tubuh’ dipergunakan untuk menyampaikan konsep tentang tubuh fisik yang dimiliki oleh masing-masing orang. Karenanya skema tubuh merupakan hal yang fundamental terhadap perkembangan citra diri yang merupakan citra yang dimiliki seseorang mengenai
dirinya
sendiri
sebagai
seorang
makhluk
yang
berfisik.
Sebagaimana yang akan dilihat, konsep remaja tentang dirinya sebagai sebuah pribadi menekankan pada kualitas-kualitas fisik, baik dari sifat maupun kekurangan-kekurangan dirinya. Hal ini dapat mempengaruhi perkembangan konsep dirinya secara keseluruhan (Burns, 1993, h. 189-190).
Richardson, Hastorf, dan Dornbusch dalam Burns (1993) memperoleh gambaran diri dari anak-anak yang mempunyai hambatan fisik dan yang tidak mempunyai hambatan fisik untuk melihat efek kecacatan tersebut pada konsepsi mereka tentang dirinya. Gambaran yang dihasilkan dari gambaran diri mereka yang mempunyai hambatan fisik dibandingkan dengan gambaran diri anak-anak yang tidak mempunyai hambatan menekankan pada terbatasnya fungsi fisik, pengaruh psikologis, kurangnya pengalaman sosial karena memiliki keterbatasan untuk terlibat di dunia sosial tersebut.
26
Kesimpulannya, penampilan fisik adalah agen yang sangat potensial untuk menarik perhatian respon sosial secara khusus. Umpan balik ini menciptakan sampai kepada tingkat yang cukup tinggi dari cara seseorang merasakan mengenai dirinya sendiri. Oleh karena itu, jangan menilai orang lain dengan dasar penampilan fisiknya saja agar dapat mengurangi pengaruh dalam mempelajari citra diri yang mereka anggap buruk.
2. Bahasa dan perkembangan konsep diri Jelaslah perkembangan bahasa membantu perkembangan dari konsep diri, karena penggunaan ’me’, ’he’, atau ’them’ berguna untuk membedakan diri (self) dengan orang lain. Umpan balik dari orang-orang lain seringkali dalam bentuk verbal. Dengan kata lain konsep diri dipahami di dalam hubungannya dengan bahasa dan perkembangannya dibuat mudah oleh bahasa. Selain itu, bahasa tubuh atau komunikasi non-verbal juga dapat menyampaikan informasi kepada orang-orang lain tentang diri dan mencerminkan apa-apa yang dipikirkan oleh orang-orang lain tersebut tentang seseorang (Burns, 1993). Dengan kata lain, ’julukan’ yang diterima seseorang dari orang lain yang menggambarkan dirinya dan apa yang kita ketahui tentang diri kita itulah yang menjadi salah satu pembentuk konsep diri (Calhoun dan Acocella, 1990, h: 67).
27
3. Umpan balik dari orang-orang lain yang dihormati Sumber utama lainnya dari konsepsi diri, selain citra tubuh dan keterampilan berbahasa, adalah umpan balik dari orang-orang lain yang dihormati. Orangorang yang dihormati memainkan sebuah peranan menguatkan di dalam definisi diri. Orangtua dianggap menjadi orang-orang yang dihormati di dalam lingkungan si anak (Burns, 1993).
Semua manusia membutuhkan kasih sayang, perasaan diterima dan rasa aman. Penerimaan kasih sayang dan perasaan diterima adalah sangat memuaskan, tetapi untuk mengetahui apakah dia sedang menerima kasih sayang dan perasaan diterima tersebut seseorang tadi harus mengamati muka, isyaratisyarat, verbalisasi-verbalisasi dan tanda-tanda lainnya dari orang-orang yang dihormatinya,
biasanya
adalah
orangtua.
Masing-masing
pengalaman
mengenai kasih sayang ataupun penolakan, mengenai persetujuan atau tidaknya dari orang lain menyebabkannya untuk memandang dirinya dan tingkah lakunya di dalam cara yang sama. Peranan dari orang-orang lain yang dihormati, khususnya orangtua, sebagai sumber informasi yang sangat berpengaruh pada diri seseorang dalam pengembangan konsepsi diri (Burns, 1993, h. 204).
28
2. 2. 4 Konsep diri remaja penyandang tunadaksa Dalam uraian sebelumnya telah dikemukakan bahwa pada masa remaja, penampilan tubuh mendapat perhatian yang besar. Menurut Hurlock (1974), ’kekurangan’ fisik yang dimiliki remaja dapat menjadi sumber kesulitan dan rasa rendah diri padanya. Adler, seorang tokoh psikologi, berpuluh tahun yang lalu telah mengemukakan teorinya mengenai perasaan rendah diri pada manusia. Menurut Adler, manusia cenderung untuk mengimbangi kekurangan yang dimilikinya dengan sesuatu yang lebih. Dorongan ini merupakan sesuatu yang bersifat alamiah pada manusia. Dalam hubungannya dengan rasa rendah diri ia menyatakan bahwa perasaan rendah diri ini timbul dari rasa ketidaksempurnaan seseorang dalam suatu segi kehidupan. Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa perasaan tersebut bukan suatu tanda ketidaknormalan. Tetapi diakuinya bahwa perasaan itu mungkin saja berlebihan disebabkan keadaan-keadaan tertentu, umpamanya anak yang ditolak. Bila perasaan tersebut timbul secara berlebihan maka akan berubah menjadi sesuatu yang tidak normal (Hall dan Lindzey, 1993). Karena keadaan fisiknya yang tidak normal, maka mereka sering merasa takut untuk berhubungan dengan kelompok teman sebaya karena adanya perasaan takut diejek atau tidak diterima bila berhubungan dengan mereka. Akan tetapi menurut Powell (1963) teman-teman sebaya tersebut jarang mempersoalkan kekurangan-kekurangan yang ada pada temannya yang cacat dan mereka pun bersedia menerima teman tersebut dalam kelompoknya secara apa adanya.
29
Meskipun dari berbagai penelitian di atas cacat fisik seseorang tampaknya tidak terlalu mempengaruhi apakah ia diterima atau tidak oleh teman-teman sebayanya, tetapi kondisi tersebut mempunyai dampak pada si remaja sendiri, begitu pun reaksi yang ditunjukkan oleh orang-orang di sekitarnya. Reaksi-reaksi tersebut biasanya berupa perhatian yang berlebihan dari orangtua dan saudarasaudaranya atau dapat pula sebaliknya, terlalu ’dijaga’ oleh orangtuanya, mengalami penolakan, dan lain-lain sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi pembentukan konsep dirinya. Dari uraian di atas terlihat bahwa perasaan-perasaan ’negatif’ yang diialami oleh remaja cacat lebih banyak disebabkan oleh perasaan-perasaan dari dalam diri si remaja cacat itu sendiri, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa situasi ini juga dapat disebabkan oleh reaksi-reaksi orang lain terutama orangtua terhadap kecacatannya.
2. 2. 5 Pengukuran konsep diri Ada dua buah metode umum yang dapat dipakai untuk mengukur konsep diri individu, yaitu: 1. Metode kertas dan pensil (Paper and pencil method) 2. Dengan mengobservasi tingkah laku individu yang dilakukan oleh satu atau sejumlah pengamat untuk menduga konsep diri dari orang yang diamati tersebut. Pendekatan ini biasanya terbatas pada penilaian individual (Burns, 1993, h: 109).
30
Di bawah ini akan dijelaskan tentang metode-metode kertas dan pensil yang berkaitan dengan pelaporan diri yang dapat digunakan untuk mendapatkan suatu deskripsi diri individu, yaitu: 1. Skala penilaian Skala-skala penilaian ini dapat berbentuk kuesioner, inventori, dan sikap terhadap skala-skala diri. Pada umumnya metode ini terdiri atas pemberian sekumpulan pernyataan dan untuk meresponnya subjek diminta untuk memilih derajat aitem yang paling sesuai dengan dirinya, misalnya Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju atau Tidak Pernah, Jarang, Kadang-kadang, Seringkali, dan Selalu. Nilai-nilai dari penilaian ini kemudian dipakai sebagai bobot berupa angka-angka untuk mendapatkan skor total bagi semua aitem. Pendekatan yang paling sering digunakan di dalam pengukuran konsep diri adalah teknik skala penilaian ini yang biasanya memakai skala model Likert, lebih disukai karena memberikan lebih banyak data tentang subjek/responden (Burns, 1993, h: 109-110).
2. Daftar pengecekan Dengan metode ini individu semata-mata mengecek kata-kata sifat ataupun pernyataan-pernyataan yang sesuai untuk menggambarkan dirinya sendiri yang berbentuk pemberian respon ’ya/tidak’. Hanya aitem-aitem yang dicek yang berlaku pada subjek tersebut (Burns, 1993, h: 110).
31
3. Teknik penyortiran-Q (Q-Sort Technique) Penyortiran pernyataan-pernyataan perihal konsep diri pada kartu-kartu yang sangat digemari, karena merupakan suatu tugas yang mudah, menarik, dan memberi motivasi yang telah digunakan oleh anak-anak (Staines, 1954) dan kasus-kasus klinis (Butler dan Haigh, 1954). Teknik penyortiran ini dikembangkan oleh Stevenson (1953) disebut dengan teknik penyortiran-Q (Q-Sort Technique). Aitem-aitem yang menjelaskan kepribadian ini cenderung menjadi pernyataan-pernyataan tegas yang umum dan tidak spesifik menurut keadaannya (misalnya, ’Saya malu’). Masing-masing aitem di dalam penyortiran ini dapat ditetapkan pada sebuah nilai dari satu sampai sembilan tergantung pada tumpukan yang ditempatkan oleh subjek tersebut. Sebagai sebuah teknik yang bersifat individual, teknik penyortiran-Q ini merupakan teknik yang tidak efektif dan efisien (Burns, 1993, h: 110-112).
4. Metode-metode respons yang bebas dan tidak berstruktur Dalam metode ini subjek diminta untuk menyediakan bahan-bahan mengenai dirinya sendiri, biasanya dengan melengkapi kalimat atau membuat sebuah essai dengan tema ’Diri saya’. Namun kedua pendekatan ini juga terdapat masalah dalam penganalisaan dan mengkuantifikasikan data-datanya. Selain itu, subjek dapat memberikan respon yang tidak akurat dalam merefleksikan perasaan-perasaannya karena subjek diminta untuk memilih di antara alternatif-alternatif yang terbatas pada pernyataan-pernyataan yang diajukan dan juga bersifat subjektif (Burns, 1993, h: 112).
32
5. Teknik proyektif Beberapa peneliti telah berusaha untuk menggunakan teknik-teknik proyektif untuk mengukur konsep diri yang tidak sadar (unconscious selfconcept), misalnya Friedman, 1955; Mussen dan Jones, 1957; Linton dan Graham, 1959. Mereka menggunakan pendekatan ini karena mereka yakin aspek-aspek tidak sadar berkaitan dengan teori ini. Akan tetapi, dalam segala hal teknikteknik proyektif berada dalam keadaan yang jauh lebih tidak pasti daripada penilaian-penilaian dan skala-skala sikap yang lebih umum digunakan untuk memberikan indeks sikap-sikap diri dalam hal reliabilitas, validitas, dan interpretasi (Burns, 1993, h: 112-113).
6. Wawancara Metode ini sangat jelas di dalam konseling dan di dalam studi-studi psikoterapi tentang konsep diri dan perubahan konsep diri. Pendekatan yang berpusat pada klien (client-centered) yang dilakukan oleh Carl Rogers dengan encounter open-ended-nya merupakan sebuah contoh yang khas dalam metode wawancara untuk pengungkapan aspek penilaian konsep diri individu (Burns, 1993, h: 113). Dalam penelitian ini, cara yang digunakan untuk mengukur konsep diri subjek adalah dengan skala penilaian model Likert. Hal ini disebabkan karena skala penilaian sering digunakan untuk pengukuran konsep diri dan dianggap lebih objektif dibanding cara pengukuran yang lainnya.
33
2. 3. Penerimaan Orangtua 2. 3. 1 Definisi penerimaan orangtua Penerimaan orangtua adalah suatu kondisi dimana seseorang dapat menerima keadaan diri atau orang terdekatnya yang tidak sesuai dengan harapannya. Penerimaan merupakan tujuan akhir dari orangtua saat mengetahui anaknya mengalami kecacatan (Kϋbler-Ross dalam Gargiulo, 1985). Menurut Rogers, penerimaan juga merupakan dasar bagi setiap orang untuk dapat menerima kenyataan hidupnya, semua pengalaman-pengalamannya, baik maupun buruk dan seseorang membutuhkan situasi yang menghormati dan menghargai tanpa adanya persyaratan. Situasi ini bisa tercapai jika seseorang merasa diterima apa adanya tanpa ada penilaian atau persyaratan tertentu. Oleh karena itu, penerimaan orangtua merupakan aspek yang penting dalam kehidupan anak berkebutuhan khusus. Penerimaan akan tercapai jika orangtua mampu membiasakan diri dan ia memulai untuk menyesuaikan diri dengan kondisi yang dialaminya tersebut (Wenworth dalam Gargiulo, 1985, h: 30). Selain itu, penerimaan orangtua biasanya digambarkan sebagai orangtua penyayang dan penuh kehangatan. Tapi rasa sayang akan lebih efektif ketika orangtua tidak hanya menerima anaknya, tetapi juga menerima keadaan dirinya sendiri. Orangtua bisa menjadi lebih bijak dalam melakukan penerimaan, jika orang tua bisa menjalankan hidup lebih realistik (sesuai kenyataan yang ada) (Jersild, et.al., 1975, h: 207).
34
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerimaan orangtua merupakan merupakan suatu proses aktif dimana orangtua secara sadar berusaha untuk memahami dan menghargai anaknya yang berkebutuhan khusus, disertai adanya perasaan hangat, kasih sayang, perhatian, mengasuh, mendukung yang diekspresikan secara fisik maupun verbal tanpa melihat kondisi anak tersebut.
2. 3. 2 Proses penerimaan orangtua Banyak sekali bentuk reaksi dari orangtua yang muncul ketika mengetahui anaknya mengalami kecacatan, sangat sulit memperkirakan tipe-tipe reaksi yang akan muncul. Pada kebanyakan keluarga, memiliki anak berkebutuhan khusus merupakan suatu tragedi yang serius. Pada keluarga yang lain, hal ini merupakan sebuah krisis namun dapat diselesaikan (Begab, 1966 dalam Gargiulo, 1985). Namun tetap saja, pada umumnya orangtua tidak mempunyai pengalaman dengan anak berkebutuhan khusus dan seringnya tidak mempersiapkan hal tersebut. Gargiulo dengan mengadaptasi teori yang dikemukakan oleh Kϋbler-Ross (1969 dalam Gargiulo, 1985) mengemukakan tahapan dari proses penyesuaian orangtua terhadap anaknya yang mempunyai keterbatasan tertentu, yaitu: 1. Fase pertama (Primary Phase) a. Merasa terguncang (Shock) Merupakan reaksi awal terhadap gangguan yang terjadi pada anaknya dimana orangtua merasa terguncang, tidak mempercayai apa yang terjadi. Setelah itu muncul tingkah laku yang tidak rasional ditandai dengan
35
menangis terus-menerus dan perasaan tidak berdaya. Orangtua sama sekali tidak siap untuk menghadapi kelainan anak (Gargiulo, 1985, h: 22).
b. Penolakan (Denial) Orangtua menolak untuk mengenali gangguan pada anak dengan merasionalisasikan kekurangan yang ada, atau dengan mencari penegasan dari ahli bahwa anak tidak mengalami gangguan (Gargiulo, 1985, h: 22).
c. Duka cita dan depresi (Grief and depression) Merupakan reaksi yang alami dan tidak perlu dihindari karena dengan perasaan ini orangtua mengalami masa transisi dimana harapan masa lalu mengenai “anak yang sempurna” disesuaikan dengan kenyataan yang terjadi saat ini. Dalam fase ini rasa duka disebabkan oleh perasaan kecewa karena memiliki anak penyandang tunadaksa, sedangkan depresi merupakan perasaan marah pada diri sendiri karena telah gagal melahirkan anak yang normal. Salah satu perilaku paling mungkin muncul pada fase ini adalah penarikan diri dari lingkungan (Gargiulo, 1985, h: 23).
2. Fase kedua (Secondary Phase) a. Pertentangan perasaan (Ambivalence) Gangguan pada anak dapat meningkatkan intensitas perasaan kasih sayang sekaligus benci pada orangtua. Perasaan negatif umumnya diiringi dengan perasaan bersalah sehingga beberapa orangtua mendedikasikan sebagian
36
besar waktunya untuk anak, sedangkan sebagian lagi menolak untuk memberikan kasih sayang pada anak, dan menganggap anak tidak berguna. Bagi orangtua yang mendedikasikan sebagian besar waktunya untuk anak dapat menjauhkan orangtua dengan anggota keluarga lainnya, bahkan dapat berakibat perceraian. Sementara itu penolakan orangtua dapat terlihat melalui sikap orangtua yang menolak untuk mengakui kelainan pada diri anak (Gargiulo, 1985, h: 24).
b. Rasa bersalah (Guilt) Orangtua mungkin saja merasa bersalah dengan gangguan yang ada pada anak karena menganggap dialah yang menyebabkan gangguan tersebut atau dihukum karena dosanya di masa lalu. Sehingga wajar saja jika mencoba untuk “membayar” kesalahan tersebut pada anak agar perasaan bersalah orangtua berkurang. Saat berada pada tahap ini, orangtua biasanya memiliki pemikiran “kalau saja” (Gargiulo, 1985, h: 26).
c. Rasa marah (Anger) Perasaan ini dapat ditunjukkan dengan dua cara, pertama dengan timbulnya pertanyaan “Mengapa saya?” dan kedua melalui displacement, dimana rasa marah ditunjukkan kepada orang lain seperti dokter, suami atau istri atau anak kandung yang lain (Gargiulo, 1985, h: 27).
37
d. Keadaan yang memalukan (Shame and embarrasment) Perasaan ini timbul saat orangtua menghadapi lingkungan sosial yang menolak, mengasihani, atau mengejek gangguan yang dimiliki oleh si anak. Sikap lingkungan yang seperti ini dapat menurunkan harga diri orangtua, karena beberapa orangtua menganggap anak merupakan penerus dirinya. Kehadiran anak yang cacat dapat mengancam harga dirinya (Gargiulo, 1985, h: 28).
3. Fase ketiga (Tertiary Phase) a. Melakukan penawaran (Bargaining) Merupakan salah satu tahapan akhir proses penyesuaian yang bersifat individual dan jarang terlihat oleh orang lain. Tahapan ini merupakan strategi dimana orangtua berharap membuat “perjanjian” dengan Tuhan, ilmu pengetahuan atau pihak manapun yang dapat membuat anaknya kembali normal. Misalnya, orangtua membuat pernyataan, “Jika Engkau dapat menyembuhkan anakku, aku akan mengabdikan diriku pada-Mu” (Gargiulo, 1985, h: 29).
b. Pembiasaan diri dan penataan kembali (Adaptation and reorganization) Dimana adaptasi merupakan proses bertahap yang membutuhkan waktu dalam mengurangi kecemasan dan reaksi emosional lainnya yang berbedabeda pada masing-masing orang (Drotar et.al., 1975). Orangtua mulai merasa nyaman dengan situasi yang dihadapi dan mulai menata kembali
38
perasaannya, dimana orangtua semakin percaya sendiri dalam berinteraksi dengan anaknya (Gargiulo, 1985, h: 29).
c. Penerimaan dan penyesuaian diri (Acceptance and adjustment) Proses penerimaan merupakan tujuan akhir, merupakan proses aktif dimana orangtua secara sadar berusaha mengenali, memahami, dan memecahkan masalah. Tetapi perasaan negatif sebelumnya tidak akan pernah hilang sama sekali. Pada tahap ini, orangtua menyadari bahwa proses penerimaan tidak hanya menerima kondisi anaknya tetapi juga menerima dirinya sendiri. Selanjutnya orangtua akan melakukan penyesuaian terhadap perubahan yang dialaminya (Gargiulo, 1985, h: 30).
Menurut Gargiulo (1985) ada beberapa perilaku yang ditunjukkan berkaitan dengan ketiga tahap penerimaan orangtua, diantaranya sebagai berikut: 1. Kepedihan yang mendalam (Chronic sorrow) Olhansky (1962, 1966 dalam Gargiulo, 1985) menjelaskan bahwa kepedihan yang mendalam merupakan reaksi yang alami dan reaksi yang dapat dimengerti ketika mengetahui bahwa anaknya mengalami kecacatan. Reaksi ini merupakan reaksi yang umum terjadi pada setiap orangtua.
39
Olhansky juga menyarankan penerimaan orangtua khususnya ibu akan terjadi ketika dapat mengatasi rasa sedihnya tersebut dan jika ada pelayanan yang konkrit untuk ibu mengatur dan hidup dengan anaknya yang menyandang tunadaksa.
2. Perilaku mencoba-coba (Shopping behavior) Anderson (1971 dalam Gargiulo, 1985) menyatakan bahwa perilaku mencobacoba ini merupakan sebagai respon yang dipelajari. Perilaku mencoba-coba ini didefinisikan sikap orangtua yang mengunjungi terapis yang sama atau beberapa terapis yang berbeda karena merasa masalah sang anak tidak dapat diselesaikan oleh terapis yang terdahulu. Respon ini akan bersifat maladaptif karena menghabiskan banyak waktu, energi, dan uang. Perilaku mencobacoba ini biasanya dipandang sebagai reaksi dari perasaan bersalah dari orangtua.
3. Penolakan (Rejecting parents) Orangtua terkadang memiliki penilaian negatif dengan melakukan penolakan terhadap anak yang berkekurangan secara terus-menerus (Gallagher, 1956 dalam Gargiulo, 1985) yang ditandai dengan: •
Memiliki harapan yang rendah terhadap prestasi anak, dimana orangtua memiliki pandangan yang kurang tepat mengenai anak, misalnya anak tidak berguna dan tidak akan dapat menguasai apapun. Mereka juga
40
kurang mampu menghargai kemampuan anak, serta membuat tujuan yang tidak realistis bagi anak dan karenanya tidak memiliki masa depan. •
Membuat tujuan yang tidak realistis dalam hal kematangan sosial dan emosional. Jika anak tidak mampu mencapai suatu tujuan, orangtua yang mengetahui ini perasaan negatifnya terhadap anak dapat meningkat lalu menghukum anak tersebut atas ketidakmampuannya itu.
•
Escape,
ditandai
dengan
mengabaikan
anak
dan
orangtua
merasionalisasikan perilakunya berdasar pada ketidakmampuan mereka untuk merawat anak secara tepat, misalnya menyekolahkan anak di sekolah khusus (SLB) dan ditempatkan di dalam asrama. •
Reaction formation, orangtua mengingkari adanya perasaan negatif pada anak, dan mengatakan pada orang lain bahwa mereka mencintai dan menerima kondisi anaknya. Reaksi ini menunjukkan adanya mekanisme pertahanan yang kompleks. Yaitu jika orangtua jujur dan mengakui perasaan negatif mereka akan menjadi orangtua yang menolak. Di sisi lain, jika ibu menutupi perasaannya dan menunjukkan rasa cinta pada anak, maka ini merupakan reaksi formasi.
4. Kompensasi (Compensating parents) Menurut Bryant (dalam Gargiulo, 1985) ada tiga tipe hubungan antara orangtua dan anak, yaitu penerimaan, penolakan, dan kompensasi. Biasanya reaksi orangtua terhadap anak berkebutuhan khusus adalah menerima atau menolak, tetapi Bryant mempertimbangkan adanya hubungan orangtua dengan
41
anak yang ketiga, yaitu kompensasi, dimana hal tersebut dibangun berdasarkan kombinasi antara penerimaan dan penolakan terhadap kecacatan anak dan lebih menekankan perilaku dibandingkan dengan perasaan. Orangtua yang kompensasi akan berusaha mengganti sikap penolakan dengan penerimaan. Tetapi hasil yang ditampilkan akan menyebabkan perilaku yang berbahaya untuk anaknya.
Selain itu, Porter (dalam Jersild, et.al., 1975) menyatakan bahwa terdapat empat bentuk penerimaan orangtua, yaitu: 1. Menunjukkan perasaannya dan respek kepada anak, mengakui bahwa anak memang berhak untuk mendapatkan perasaan tersebut 2. Menilai bahwa setiap anak itu unik walaupun dalam keterbatasannya 3. Mengakui bahwa seorang anak butuh untuk mandiri dan bisa menjadi “sesuatu” nantinya 4. Cintai dan sayangi anak tanpa pamrih
2. 4. Kerangka Berpikir Masa remaja adalah masa persiapan individu untuk memasuki masa dewasa, yang digambarkan sebagai masa dimana individu sudah harus mencapai kemandirian dan memikul tanggung jawab sendiri terhadap kehidupan selanjutnya. Tanggung jawab yang diembannya tidak terbatas hanya terhadap dirinya sendiri, namun juga terhadap lingkungan sosialnya. Sebagai individu, tentu memiliki keinginan untuk tidak sekedar mempertahankan hidup, tetapi juga
42
meningkatkannya – mencapai suatu kondisi yang lebih baik dari yang sudah dimilikinya saat ini. Keinginan untuk mencapai suatu kondisi/keadaan yang lebih baik ini merupakan suatu motif untuk berprestasi. Motivasi berprestasi sebagai suatu dorongan atau keinginan untuk mencapai suatu hasil yang lebih baik, memerlukan standar atau patokan sebagai ukuran keberhasilan. Standar ini sifatnya sangat subjektif, karena ukuran berprestasi bagi individu tertentu belum tentu sama dengan individu lain. Bagaimana individu mampu mengetahui dan memahami segala kelebihan dan kekurangan diri merupakan salah satu cara untuk dijadikan sebuah patokan untuk pencapaian prestasi. Oleh karena itu, setiap individu seharusnya memiliki gambaran atau konsep mengenai dirinya. Konsep ini dapat diperoleh dari perumusan individu tentang konsep dirinya. Akan tetapi, konsep diri yang baik/positif yang mampu memunculkan tingkah laku untuk mencapai suatu prestasi tidak akan tumbuh dan berkembang jika tidak didukung oleh lingkungan yang baik pula. Lingkungan remaja yang terdekat selain teman sebaya adalah keluarga, terutama orangtua. Bagaimana sikap orangtua terhadap sang anak sejak kecil mempengaruhi pembentukan konsep diri dan motivasinya hingga ia tumbuh menjadi remaja dan akan berpengaruh sepanjang hidupnya kelak. Pada dasarnya tidak ada satu pun orangtua yang meninginkan anaknya mengalami hambatan dalam perkembangannya, baik secara fisik maupun mental apalagi sampai si anak mengalami kelainan dalam pertumbuhan fisiknya seperti anak penyandang tunadaksa. Walaupun begitu tentunya setiap orangtua
43
menginginkan yang terbaik bagi anaknya walaupun anak tersebut berkebutuhan khusus. Dan setiap orangtua dalam menerima keadaan ini berbeda-beda, bisa jadi reaksi pertama kali ketika tahu bahwa anaknya tidak normal, yaitu ada yang terkejut dan malu, bahkan ada yang menolak dan ada pula yang menerima keadaan anaknya dengan ikhlas dan berlapang dada. Secara umum dalam menerima anaknya yang mengalami hambatan ini para peneliti mengasumsikan bahwa mereka akan melewati beberapa tahap dalam penerimaan dan penyesuaian terhadap anak tersebut (Gargiulo, 1985). Dengan menerima anak berarti menyadari anak sebagai seorang individu yang memiliki perasaan, keinginan, dan kebutuhan yang sama dengan anak-anak lainnya dan dalam proses ke arah sana orangtua mempunyai tanggung jawab untuk dapat menerima keadaan anaknya dengan apa adanya secara keseluruhan, karena penerimaan orangtua ini akan sangat berpengaruh terhadap keadaan psikologis mereka, diantaranya adalah dalam pembentukan konsep diri dan motivasi. Dimana segala sikap yang diterima oleh anak tersebut bisa membentuk pola pikir mereka tentang dirinya. Jika yang diterimanya adalah penerimaan ataupun penolakan dari orangtuanya, maka apakah konsep diri yang dibentuk oleh si anak mengarah pada konsep diri yang baik atau tidak. Begitu pula dengan motivasi, motivasinya akan berkembang dengan baik jika orangtua mampu memperlakukan anak penuh kehangatan dan cinta kasih. Dengan begitu anak mampu melihat dirinya dengan segala potensi yang dimiliki tanpa harus melihat segala kekurangannya. Karena semakin ia merasa mendapat penolakan dari orang terdekatnya yaitu orangtua bisa jadi pandangan si anak tentang dirinya akan
44
semakin buruk atau ia bisa merasa rendah diri sehingga membuat kehidupannya semakin terpuruk dan semakin tidak menumbuhkan rasa/keinginan untuk terus berprestasi sepanjang hidupnya.
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir
Remaja Penyandang Tunadaksa
-
Penerimaan Orangtua Shock Denial Grief and depression Ambivalence Guilt Anger Shame and embarrassment Bargaining Adaptation and reorganization Acceptance and adjustment
-
Konsep Diri Self-image Ideal-self Social selves
-
45
-
-
-
Motivasi Berprestasi Berani mengambil resiko dalam pemilihan tugas Membutuhkan umpan-balik dari orang lain Bertanggung jawab Memiliki kesempatan untuk unggul inovatif
2. 5. Hipotesis H1
: Ada hubungan yang signifikan antara penerimaan orangtua dengan motivasi berprestasi remaja penyandang tunadaksa (rx1 > ry)
H2
: Ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi remaja penyandang tunadaksa (rx2 > ry)
H3
: Ada hubungan yang signifikan antara penerimaan orangtua dan konsep diri dengan motivasi berprestasi remaja penyandang tunadaksa (rx1x2 > ry)
H0
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara penerimaan orangtua dengan motivasi berprestasi remaja penyandang tunadaksa.
H0
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi remaja penyandang tunadaksa.
H0
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara penerimaan orangtua dan konsep diri dengan motivasi berprestasi remaja penyandang tunadaksa.
46
BAB 3 METODE PENELITIAN
Dalam metode penelitian ini diuraikan mengenai pendekatan dan jenis penelitian yang digunakan, jenis variabel dan definisi operasional dari variabel yang diteliti, populasi dan sampel, alat ukur pengumpulan data, uji validitas dan reliabilitas alat ukur penelitian, teknik analisa data, dan prosedur penelitian.
3. 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, dimana data yang dihasilkan dari hasil penelitian ini adalah berupa data kuantitatif yakni data yang berbentuk bilangan. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional. Jenis penelitian korelasional digunakan karena penelitian ini dirancang untuk menentukan hubungan antara penerimaan orangtua dan konsep diri dengan motivasi berprestasi remaja penyandang tunadaksa.
3. 2. Jenis Variabel dan Definisi Operasional Variabel 3. 2. 1 Variabel Dependen (Motivasi Berprestasi) •
Definisi konseptual: Motivasi berprestasi adalah keinginan untuk mencapai kesuksesan dan untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan dan kesuksesan tersebut tergantung pada usaha dan kemampuan orang yang bersangkutan (Slavin, 1994, h: 359).
47
•
Definisi operasional: Motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang akan mengarahkan individu untuk bertingkah laku tertentu (mengambil resiko dalam pemilihan tugas, membutuhkan umpan-balik, bertanggung jawab, memiliki kesempatan untuk unggul, dan inovatif) dengan tujuan agar dapat mencapai tingkat prestasi tertentu. Dan tingkah laku berprestasi ini akan muncul jika individu merasa bahwa dirinya akan dinilai.
3. 2. 2 Variabel Independen A. Variabel Independen Pertama (Konsep Diri) •
Definisi konseptual: Konsep diri adalah keseluruhan gambaran atau kesadaran yang dimiliki dari diri kita sendiri. Menyangkut tentang persepsi dari ”I” dan ”me”, bersama perasaan-perasaan, keyakinan-keyakinan, dan nilai-nilai yang ditanamkan olehnya (Atwater dan Duffy, 2002, h: 139).
•
Definisi operasional: Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri ini berpengaruh secara kuat pada cara seseorang mempersepsi, menilai, dan bertingkah laku, yang terdiri dari tiga elemen yaitu citra diri (self-image), diri ideal (ideal-self), dan diri sosial (social selves).
48
B. Variabel Independen (Penerimaan Orangtua) •
Definisi konseptual: Penerimaan orangtua adalah suatu kondisi dimana seseorang dapat menerima keadaan diri atau orang terdekatnya yang tidak sesuai dengan harapannya. Penerimaan merupakan tujuan akhir dari orangtua saat mengetahui anaknya mengalami kecacatan (Gargiulo, 1985).
•
Definisi operasional: Penerimaan yaitu ditandai dengan sikap menerima atau
menolak, yaitu sikap orangtua yang menerima anaknya dengan
proses-proses tertentu yang menyandang tunadaksa dengan apa adanya secara menyeluruh, tanpa adanya persyaratan dan tetap menghargai serta memahaminya
sebagai
individu
yang
berbeda
dan
mendukung
perkembangannya.
3. 3. Populasi dan Sampel 3. 3. 1 Populasi Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian yang setidaknya memiliki sifat atau jenis yang sama. Populasi pada penelitian ini adalah 35 orang siswa, yaitu 15 orang siswa binaan Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) Budi Bhakti, Cengkareng, Jakarta Barat. Populasi yang kedua para siswa SLB-D Yayasan Pengembangan Anak Cacat (YPAC), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang berjumlah 20 orang.
49
Karena keterbatasan sampel, maka sampel dalam penelitian ini merupakan bagian dari keseluruhan populasi yang ada, yaitu para siswa binaan Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) Budi Bhakti sebanyak 15 orang dan para siswa SLB-D Yayasan Pengembangan Anak Cacat (YPAC) sebanyak 20 orang.
3. 3. 2 Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik sensus, dimana keseluruhan populasi dijadikan sebagai responden penelitian.
3. 4. Alat Ukur Pengumpulan Data Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan menggunakan skala, yaitu suatu metode pengambilan data yang di dalamnya berisi daftar pernyataan-pernyataan tertulis yang diajukan kepada subjek (responden). Selain menggunakan skala, dipergunakan juga kuesioner untuk mendapatkan data pribadi setiap subjek (responden), seperti jenis kelamin, usia, latar belakang keluarga,
jenis kecacatan, penyebab kecacatan, serta
awal
kecacatan guna melihat gambaran umum sampel. Alat ukur pengumpulan data yang digunakan adalah skala motivasi berprestasi, skala konsep diri, dan skala penerimaan orangtua yang dipersepsikan oleh remaja penyandang tunadaksa yang secara keseluruhan dibuat oleh peneliti merujuk pada landasan teoritik dan untuk skala konsep diri diadaptasi dari TSCS (Fitts, 1971).
50
Ketiga skala ini menggunakan skala model Likert yang terdiri dari empat pilihan jawaban, yaitu: 1. Sangat Setuju (SS), jika pernyataan sangat sesuai dengan keadaan diri saya 2. Setuju (S), jika pernyataan sesuai dengan keadaan diri saya 3. Tidak Setuju (TS), jika pernyataan tidak sesuai dengan keadaan diri saya 4. Sangat Tidak Setuju (STS), jika pernyataan sangat tidak sesuai dengan keadaan diri saya
3. 5. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian 3. 5. 1 Uji Validitas Uji
validitas
digunakan
untuk
mengetahui
kelayakan
butir-butir
pernyataan dari setiap variabel. Validitas setiap item dalam alat ukur ini diuji dengan menggunakan formula Pearson’s Product Moment;
ri (x −i) =
rx s x − si s x + s i − 2r i x s i s x 2
2
dimana; ri (x-I)
= Koefisien korelasi
rix
= Koefisien korelasi sebelum dikorelasi
Si
= Deviasi standar butir ke-i
Sx
= Deviasi standar skor skala
51
3. 5. 2 Uji Reliabilitas Uji reliabilitas ini digunakan untuk melihat konsistensi subjek (responden) dalam menjawab setiap butir-butir pernyataan dari setiap variabel. Uji reliabilitas ini
perhitungannya
menggunakan
koefisien
Alpha
Cronbach,
dengan
menggunakan formula sebagai berikut: 2 2 ⎡ si + s2 α = 2 ⎢1 − sx ⎢⎣
⎤ ⎥ ⎥⎦
dimana : si2 dan s22
= Varian skor belahan 1 dan varian skor belahan 2
sx 2
= Varian skor skala
Untuk penghitungannya digunakan perangkat lunak SPSS 17.0 for Windows.
3. 5. 3 Hasil Uji Coba Alat Ukur Penelitian 3. 5. 3. 1 Alat Ukur Motivasi Berprestasi Alat ukur motivasi berprestasi yang dikembangkan dalam penelitian ini mengukur lima indikator motivasi berprestasi, yaitu: 1. Berani mengambil resiko dalam pemilihan tugas 2. Membutuhkan umpan-balik dari orang lain 3. Bertanggung jawab 4. Memiliki kesempatan untuk unggul 5. Inovatif
52
Dari kelima indikator tersebut dibuat enam puluh pernyataan, dengan dua belas pernyataan pada setiap indikatornya. Tabel 3.1. menyajikan sebaran butir pernyataan tiap indikator motivasi berprestasi yang diukur ketika diujicobakan. Total pernyataan yang dipergunakan dalam uji coba adalah 60 butir pernyataan. Dari uji coba tersebut didapat butir-butir pernyataan yang memiliki daya beda (validitas) tinggi, yang dapat dipergunakan dalam penelitian. Butir-butir tersebut adalah butir-butir yang memiliki skor lebih dari batas nilai r tabel (α=0,05, n=35) = 0,334 (Lihat lampiran). Reliabilitas pada skala ini didapat koefisien Alpha sebesar 0,8110. Tabel 3.1. Kisi-kisi Alat Ukur Motivasi Berprestasi No
Aspek
Indikator Inovatif
1
Kognisi Memiliki kesempatan untuk unggul
2
Afeksi
Membutuhkan umpanbalik dari orang lain Berani mengambil resiko dalam pemilihan tugas
3
Psikomotor
Bertanggung jawab
Jumlah
53
Nomor Butir F UF 25, 12, 10, 19, 23, 38, 21, 34, 56, 60 48, 58 28, 4, 20, 27, 22, 33, 49, 11, 37, 47 46, 57 2, 4, 15, 5, 18, 29, 31, 42, 39, 51, 43 54 1, 17, 30, 9, 3, 14, 35, 41, 40, 53, 44 52 28, 13, 6, 7, 26, 16, 36, 45, 32, 55, 50 59 60 60
Jumlah 12 12 12 12 12 60
Setelah dipilah butir yang memiliki validitas tinggi dan rendah, diperoleh 20 butir pernyataan valid yang dapat dipergunakan dalam penelitian (Lihat lampiran). Empat puluh butir pernyataan tidak memenuhi syarat (tidak valid) untuk dipergunakan dalam penelitian, karena skor yang dihasilkan pada ke-40 pernyataan tersebut kurang dari batas nilai r tabel (α=0,05, n=35) = 0,334. Kisikisi alat ukur motivasi berprestasi yang bisa dipergunakan dalam penelitian diperlihatkan pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Butir-butir Pernyataan Alat Ukur Motivasi Berprestasi No
Aspek
Indikator Inovatif
1
Kognisi Memiliki kesempatan untuk unggul
2
3
Afeksi
Membutuhkan umpanbalik dari orang lain
Berani mengambil resiko dalam pemilihan tugas Psikomotor Bertanggung jawab
Jumlah
54
Nomor Butir F UF 10, 19, 25, 12, 23*, 38*, 21*, 34*, 56, 60 48, 58 8*, 24*, 27*, 22*, 20*, 33*, 11*, 37*, 49*, 47 46*, 57 2*, 4*, 5*, 18*, 15*, 31, 29*, 39, 42, 54* 51, 43* 1*, 17*, 9*, 3*, 30*, 35*, 14*, 40*, 41, 52* 53, 44* 28*, 13*, 7*, 26*, 6*, 36, 16*, 32, 45*, 59 55*, 50 20 20
Jumlah 8 2 4 2 4 20
3. 5. 3. 2 Alat Ukur Konsep Diri Alat ukur konsep diri yang dikembangkan dalam penelitian ini mengukur tiga dimensi konsep diri, yaitu: 1. Citra diri (Self-image) 2. Diri ideal (Ideal-self) 3. Diri sosial (Social selves) Dari ketiga dimensi tersebut dibuat enam puluh pernyataan, dengan dua puluh pernyataan pada setiap indikatornya. Tabel 3.3. menyajikan sebaran butir pernyataan tiap dimensi dari konsep diri yang diukur ketika diujicobakan. Total pernyataan yang dipergunakan dalam uji coba adalah 60 butir pernyataan. Dari uji coba tersebut didapat butir-butir pernyataan yang memiliki daya beda (validitas) tinggi, yang dapat dipergunakan dalam penelitian. Butir-butir tersebut adalah butir-butir yang memiliki skor lebih dari batas nilai r tabel (α=0,05, n=35) = 0,334 (Lihat lampiran). Reliabilitas pada skala ini didapat koefisien Alpha sebesar 0,7293.
55
Tabel 3.3. Kisi-kisi Alat Ukur Konsep Diri No
1
2
3
Dimensi
Nomor Butir F UF
Indikator
• Persepsi diri • Pengaruh significant Citra diri other (Self-image) • Perlakuan dan pandangan orangtua • Melakukan sesuatu sesuai dengan harapan orang Diri ideal lain (Ideal-self) • Nilai-nilai yang ditanamkan orang lain • Aspirasi diri • Perasaan seseorang tentang bagaimana orang lain melihat dirinya Diri sosial (Social selves) • Pengaruh cara pandang orang lain • Kualitas diri yang terbentuk dari lingkungan Jumlah
Jumlah
1, 2, 4, 16, 17, 19, 31, 44, 48, 56
3, 5, 18, 20, 32, 33, 38, 51, 53, 59
20
6, 7, 9, 21, 22, 24, 34, 42, 50, 52
8, 10, 23, 25, 35, 36, 40, 47, 55, 58
20
11, 12, 26, 27, 28, 37, 39, 46, 54, 60
13, 14, 15, 29, 30, 41, 43, 45, 49, 57
20
60
60
60
Setelah dipilah butir yang memiliki validitas tinggi dan rendah, diperoleh 20 butir pernyataan valid yang dapat dipergunakan dalam penelitian (Lihat lampiran). Empat puluh butir pernyataan tidak memenuhi syarat (tidak valid) untuk dipergunakan dalam penelitian, karena skor yang dihasilkan pada ke-40
56
pernyataan tersebut kurang dari batas nilai r tabel (α=0,05, n=35) = 0,334. Kisikisi alat ukur konsep diri yang bisa dipergunakan dalam penelitian diperlihatkan pada Tabel 3.4. Tabel 3.4. Butir-butir Pernyataan Alat Ukur Konsep Diri No
1
2
3
Dimensi
Nomor Butir F UF
Indikator
• Persepsi diri • Pengaruh significant Citra diri other (Self-image) • Perlakuan dan pandangan orangtua • Melakukan sesuatu sesuai dengan harapan Diri ideal orang ain (Ideal-self) • Nilai-nilai yang ditanamkan orang lain • Aspirasi diri • Perasaan seseorang tentang bagaimana orang lain melihat dirinya Diri sosial (Social selves) • Pengaruh cara pandang orang lain • Kualitas diri yang terbentuk karena lingkungan Jumlah
57
1*, 2, 4*, 16, 17*, 19, 31, 44, 48*, 56
Jumlah
3*, 5, 18*, 20, 32*, 33, 38, 51, 53*, 59
12
6*, 7*, 9, 8*, 10*, 23, 21*, 22*, 25*, 35*, 24*, 34*, 36*, 40*, 42*, 50*, 52 47*, 55*, 58
4
11*, 12*, 26*, 27*, 28*, 37*, 39, 46*, 54*, 60
13*, 14*, 15*, 29*, 30*, 41*, 43, 45*, 49*, 57
4
20
20
20
3. 5. 3. 3 Alat Ukur Penerimaan Orangtua Alat ukur penerimaan orangtua yang dikembangkan dalam penelitian ini mengukur sepuluh dimensi penerimaan orangtua, yaitu: 1. Merasa terguncang (Shock) 2. Penolakan (Denial) 3. Duka cita dan depresi (Grief and depression) 4. Pertentangan perasaan (Ambivalence) 5. Rasa bersalah (Guilt) 6. Rasa marah (Anger) 7. Keadaan yang memalukan (Shame and embarrasment) 8. Melakukan penawaran (Bargaining) 9. Pembiasaan diri dan penataan kembali (Adaptation and reorganization) 10. Penerimaan dan penyesuaian diri (Acceptance and adjustment) Dari kesepuluh dimensi tersebut dibuat tujuh puluh pernyataan, dengan empat, enam, delapan, dan empat belas pernyataan pada setiap indikatornya. Tabel 3.5. menyajikan sebaran butir pernyataan tiap indikator penerimaan orangtua yang diukur ketika diujicobakan. Total pernyataan yang dipergunakan dalam uji coba adalah 70 butir pernyataan. Dari uji coba tersebut didapat butir-butir pernyataan yang memiliki daya beda (validitas) tinggi, yang dapat dipergunakan dalam penelitian. Butir-butir tersebut adalah butir-butir yang memiliki skor lebih dari batas nilai r tabel (α=0,05, n=35) = 0,334 (Lihat lampiran). Reliabilitas pada skala ini didapat koefisien Alpha sebesar 0,8193. 58
Tabel 3.5. Kisi-kisi Skala Penerimaan Orangtua No 1
Dimensi Merasa terguncang (Shock)
2
Penolakan (Denial)
3
Duka cita dan depresi (Grief and depression)
4
Pertentangan perasaan (Ambivalence)
5
Rasa bersalah (Guilt)
6
Rasa marah (Anger)
7
Keadaan yang memalukan (Shame and embarrasment)
Indikator • Tidak percaya • Ketidakberdayaan Rasionalisasi dengan mengkonfirmasi kepada pihak profesional • Kecewa • Sedih • Ketidakmampuan mengelak kenyataan • Penarikan diri dari anak • Perasaan saling bertentangan • Berharap anak tiada • Karma • Obsesif • Membayar kesalahan masa lalu • Mempertanyakan kehadiran anak • Merasa anak seorang pengganggu • Tidak membawa anak keluar rumah • Penarikan sosial dari temantemannya • Harga diri ibu rendah • Menyadari adanya perubahan dalam hidup
59
Nomor Butir F UF 1, 5
Jumlah
7, 19
4
3, 65, 70
6
2, 6, 42, 49
4, 37, 38, 47
8
8, 39, 62, 69
12, 43, 61, 68
8
10, 13, 20
9, 40, 60
6
14, 44
17, 48
4
16, 46, 53, 58
15, 18, 45, 51
41, 63, 67
8
8
Melakukan penawaran (Bargaining)
9
Pembiasaan diri dan penataan kembali (Adaptation and reorganization)
10
Penerimaan dan penyesuaian diri (Acceptance and adjustment)
Mengadakan perjanjian dengan Tuhan/pihak lain • Merasa nyaman • Percaya diri dalam merawat anak • Bertanggung jawab • Mengenali kecacatan anak • Memahami masalah yang dihadapi • Mencari solusi • Menghargai anak • Menunjukkan rasa sayang secara fisik dan verbal • Menurunkan idealism tentang anak • Mengikutsertakan dalam acara keluarga
Jumlah
21, 22, 66
11, 25, 64
6
28, 57, 59
26, 30, 36
6
24, 29, 32, 35, 50, 55, 56
23, 27, 31, 33, 34,52, 54
14
70
70
70
Setelah dipilah butir yang memiliki validitas tinggi dan rendah, diperoleh 28 butir pernyataan valid yang dapat dipergunakan dalam penelitian (Lihat lampiran). Empat puluh dua butir pernyataan tidak memenuhi syarat (tidak valid) untuk dipergunakan dalam penelitian, karena skor yang dihasilkan pada ke-42 pernyataan tersebut kurang dari batas nilai r tabel (α=0,05, n=35) = 0,334. Kisikisi alat ukur penerimaan orangtua yang dipergunakan dalam penelitian diperlihatkan pada Tabel 3.6.
60
Tabel 3.6. Butir-butir Pernyataan Alat Ukur Penerimaan Orangtua No 1
2
3
4
Dimensi Merasa terguncang (Shock)
Indikator • Tidak percaya • Ketidakberdayaan
Penolakan (Denial)
Duka cita dan depresi (Grief and depression) Pertentangan perasaan (Ambivalence)
5
Rasa bersalah (Guilt)
6
Rasa marah (Anger)
• • • • • • • • • • • • •
7
8
Keadaan yang memalukan (Shame and embarrasment)
Melakukan penawaran (Bargaining)
• •
Rasionalisasi dengan mengkonfirmasi kepada pihak profesional Kecewa Sedih Ketidakmampuan mengelak kenyataan Penarikan diri dari anak Perasaan saling bertentangan Berharap anak tiada Karma Obsesif Membayar kesalahan masa lalu Mempertanyakan kehadiran anak Merasa anak seorang pengganggu Tidak membawa anak keluar rumah Penarikan sosial dari teman-temannya Harga diri ibu rendah Menyadari adanya perubahan dalam hidup
Mengadakan perjanjian dengan Tuhan/pihak lain
61
Nomor Butir F UF
Jumlah
1*, 5*
7*, 19*
0
41, 63, 67
3, 65, 70
6
2*, 6*, 42, 49*
4, 37*, 38*, 47*
2
8, 39*, 62, 69*
12, 43*, 61*, 68
4
10*, 13, 20*
9*, 40*, 60
2
14,* 44
17, 48*
2
16*, 46*, 53*, 58*
15*, 18*, 45*, 51*
0
21*, 22, 66*
11, 25*, 64*
2
9
10
Pembiasaan diri dan penataan kembali (Adaptation and reorganization)
• Merasa nyaman • Percaya diri dalam merawat anak • Bertanggung jawab
• Mengenali kecacatan anak • Memahami masalah yang dihadapi • Mencari solusi • Menghargai anak Penerimaan dan • Menunjukkan rasa penyesuaian diri sayang secara fisik (Acceptance and dan verbal adjustment) • Menurunkan idealism tentang anak • Mengikutsertakan dalam acara keluarga Jumlah
28, 57*, 59
26*, 30, 36
4
24*, 29, 32, 35*, 50*, 55*, 56
23*, 27, 31*, 33, 34*,52*, 54
6
28
28
28
3. 6. Teknik Analisa Data Teknik analisa data pada penilitian ini menggunakan Analisis Regresi dan perhitungannya menggunakan perangkat lunak SPSS 17.0 for Windows.
3. 7. Prosedur Penelitian 3. 7. 1 Tahap Persiapan Pada tahap persiapan ini peneliti melakukan penelusuran kepustakaan untuk menemukan berbagai konsep dan teori ilmiah yang berkenaan dengan masalah yang diteliti untuk membuat alat ukur penelitian. Penelusuran ini dilakukan melalui buku-buku yang menyajikan pembahasan mengenai motivasi berprestasi, konsep diri, dan penerimaan orangtua. Selain buku-buku, juga dilakukan penelaahan artikel-artikel ilmiah yang terdapat di situs-situs internet 62
yang menyajikan bahasan-bahasan yang sesuai masalah yang diangkat oleh peneliti. Hal ini dilakukan untuk menemukan teori dan kelengkapan aspek yang akan diukur dalam penelitian ini. Selanjutnya peneliti membuat alat ukur penelitian berdasarkan teori-teori yang terkumpul. Setelah alat ukur penelitian ini selesai, dilakukan observasi lapangan guna mengumpulkan data responden penelitian, serta meminta izin untuk melaksanakan penelitian kepada instansi yang terkait.
3. 7. 2 Pelaksanaan Penelitian Skala ini telah diujicobakan pada tanggal 21 Juli 2010 kemudian pelaksanaan penelitian menggunakan skala yang sama kepada 35 orang siswa pada tanggal 18 dan 19 Agustus 2010 di SLB-D Yayasan Pengembangan Anak Cacat (YPAC), Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dan pada tanggal 19 dan 20 Agustus 2010 di Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) Budi Bhakti, Cengkareng, Jakarta Barat.
63
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Dalam hasil penelitian ini diuraikan mengenai gambaran umum responden berdasarkan jenis kelamin dan,usia, dan hasil uji hipotesis.
4. 1. Gambaran Umum Responden 4. 1. 1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) Budi Bhakti dan SLB-D Yayasan Pengembangan Anak Cacat (YPAC), Jakarta dengan melibatkan 35 responden yang seluruhnya adalah siswa binaan panti dan siswa SMPLB-D serta SMALB-D, yang terdiri dari 17 orang siswa laki-laki (48,6%) dan 18 orang siswa perempuan (51,4%). Dijelaskan pada Tabel 4.1. Selanjutnya sebanyak 28,57% responden adalah siswa yang telah berusia 14 tahun. Berikutnya adalah responden yang termasuk dalam kelompok usia 13 tahun sebesar 22,85%, dan responden yang berusia 15 tahun sebesar 14,28%. Siswa yang berusia 17 dan 20 tahun sebesar 8,57% dan siswa yang berusia 16, 18, dan 19 tahun menjadi responden yang paling sedikit dalam penelitian ini yaitu 5,71% dari 35 orang responden. Dijelaskan pada Tabel 4.1.
64
Tabel 4.1. Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Latar Belakang Jenis Kelamin
ƒ
%
Laki-laki
17
48.6
Perempuan
18
51.4
35
100
13 – 15 Tahun
23
65.7
16 – 20 Tahun
12
34.3
35
100
Jumlah Usia
Jumlah
4. 2. Hasil Uji Hipotesis 4. 2. 1 Korelasi antara Penerimaan Orangtua dan Konsep Diri dengan Motivasi Berprestasi (Analisis Regresi) Hasil penghitungan uji korelasi dengan menggunakan teknik Pearson’s Product Moment dihasilkan nilai r hitung sebesar: a. 0.239 antara Penerimaan Orang Tua dan Motivasi Berprestasi b. 0.302 antara Konsep Diri dan Motivasi Berprestasi Sementara nilai r tabel pada taraf signifikansi 5% dengan N 35 adalah sebesar 0.334. Karena nilai r hitung yang didapat < r tabel (p value > 0.05), maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penerimaan orang tua dan konsep diri dengan motivasi berprestasi diterima. Dijelaskan pada Tabel 4.2.
65
Tabel 4.2. Hasil Penghitungan Regresi Motivasi Berprestasi Pearson Correlation
Motivasi Berprestasi
.239
.302
.239
1.000
.369
.302 .
.369 .083
1.000 .039
.083
.
.015
.039 35
.015 35
. 35
35
35
35
35
35
35
Konsep Diri Motivasi Berprestasi Penerimaan Orangtua Konsep Diri Motivasi Berprestasi Penerimaan Orangtua Konsep Diri
N
Konsep Diri
1.000
Penerimaan Orangtua
Sig. (1-tailed)
Penerimaan Orangtua
Setelah diketahui hasil korelasi ketiga variabel, kemudian dilakukan penghitungan nilai R Square untuk melihat besaran sumbangsih kedua variabel independen terhadap perubahan variabel dependen. Dijelaskan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Model Summaryb
Model
R
R Square
Adjusted R Square
a
1 .332 .055 .110 a. Predictors: (Constant), Konsep Diri, Penerimaan Orangtua b. Dependent Variable: Motivasi Berprestasi
66
Std. Error of the Estimate 12.13443
Berdasarkan hasil penghitungan seperti ditampilkan pada tabel di atas, didapat R Square sebesar 0.110. Hal ini bermakna bahwa variabel penerimaan orang tua dan konsep diri memberikan sumbangan sebesar 11% terhadap perubahan variabel motivasi berprestasi. Artinya masih terdapat 89% variabel lain yang tidak terukur dalam penelitian ini yang dapat memberikan pengaruh perubahan variabel motivasi berprestasi. Setelah
dilakukan
penghitungan
r
square,
kemudian
dilakukan
penghitungan anova untuk menguji persamaan garis regresi. Dijelaskan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. ANOVAb Sum of Squares
Model 1
Regression Residual
Df
Mean Square
583.725
2
291.862
4711.818
32
147.244
F 1.982
Sig. .154a
Total 5295.543 34 a. Predictors: (Constant), Konsep Diri, Penerimaan Orangtua b. Dependent Variable: Motivasi Berprestasi
Hasil penghitungan uji anova(b) didapat nilai f hitung sebesar 1.982 dengan p value sebesar 0.154. Karena nilai p value yang didapat > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa persamaan garis regresi yang dipergunakan dalam penelitian ini tidak dapat diterapkan untuk analisis lebih lanjut. Setelah dilakukan penghitungan uji persamaan garis regresi, kemudian dilakukan penghitungan koefisien konstanta kedua variabel independen. Dijelaskan pada Tabel 4.5.
67
Tabel 4.5. Coefficientsa Unstandarized Coefficients Model 1
B (Constant)
Standarized Coefficients
Std. Error
130.410
28.774
Penerimaan Orangtua
.123
.150
Konsep Diri
.180
.131
Beta
t
Sig.
4.532
.000
.148
.823
.416
.248
1.381
.177
a. Dependent Variable: Motivasi Berprestasi Hasil penghitungan nilai koefisien konstanta didapat nilai t hitung sebesar o.823 pada variabel penerimaan orang tua dengan p value sebesar 0.416 dan nilai t hitung sebesar 1.381 pada variabel konsep diri dengan p value sebesar 0.177. Karena nilai p value yang didapat kedua variabel > 0.05, dapat disimpulkan bahwa kedua variabel tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap motivasi berprestasi.
68
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
Dalam bab lima ini akan diuraikan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan, diskusi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian yang didapat, dan saran yang peneliti secara teoritis maupun metodologis.
5. 1. Kesimpulan Analisis terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan pada bab sebelumnya menghasilkan kesimpulan bahwa: •
Tidak ada hubungan yang signifikan antara penerimaan orangtua dengan motivasi berprestasi.
•
Ada hubungan yang signifikan antara konsep diri
dengan motivasi
berprestasi. •
Ada hubungan yang signifikan antara penerimaan orangtua dengan konsep diri.
•
Selain itu, peneliti telah manyajikan pula hasil analisis regresi yang menghasilkan kesimpulan bahwa kedua variabel, yaitu penerimaan orangtua dan konsep diri tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap motivasi berprestasi (hanya memberikan sumbangan sebesar 11%, sehingga masih ada 89% variabel lain yang tidak terukur dalam penelitian ini).
69
5. 2 Diskusi Berdasarkan hasil korelasi dari salah satu hipotesis alternatif pada penelitian ini ternyata tidak sejalan dengan apa yang dijabarkan secara teoritis. Seperti tidak ada hubungan yang signifikan antara penerimaan orangtua dengan motivasi berprestasi. Walaupun tidak dijelaskan secara rinci bahwa penerimaan orangtua terhadap anak yang ditunjukkan dengan sikap hangat dan penuh kasih sayang juga berpengaruh pada motivasi anak. Efek penerimaan orangtua tersebut diperkenalkan oleh Radin (1971) melalui observasinya untuk melihat interaksi antara orangtua (khususnya) ibu kepada si anak, yang menghasilkan bahwa motivasi anak meningkat jika perlakuan ibu terhadap anak ditampilkan penuh dengan kasih sayang (Jersild, et.al., 1975, h: 209). Selain itu, ada salah satu penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Purwanti, dkk. (1995) mengenai hubungan antara pengaruh keluarga, khususnya orangtua pada terbentuknya atau berkembangnya motivasi berprestasi yang dimiliki oleh remaja menghasilkan bahwa ketiadaan orangtua (ayah, ibu, atau yatim piatu) tidak memadamkan motivasi mereka. Namun menurut peneliti, hasil penelitian yang mereka dapat tersebut kurang meyakinkan, karena pada dasarnya motivasi berprestasi secara teoritis juga dibentuk melalui lingkungan keluarga, khususnya pengalaman (baik maupun buruk) yang diberikan orangtua (MorganKing, 1987). Hasil penelitian dari uji hipotesis alternatif kedua yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi, berbanding lurus dengan teori yang menyatakan bahwa prestasi remaja tidak
70
hanya ditentukan oleh kemampuan intelektualnya saja, tetapi juga banyak ditentukan oleh faktor motivasi dan psikologis, termasuk konsep remaja mengenai dirinya. Walberg (1984) menyatakan bahwa adanya hubungan antara konsep diri secara umum dengan motivasi berprestasi walaupun tidak signifikan. Ia akan berkorelasi kuat jika konsep diri yang ingin diukur merupakan konsep diri yang lebih spesifik, seperti konsep diri matematika, konsep diri Bahasa Inggris, dan konsep diri tentang mata pelajaran yang lainnya (Marsh, 1992 dalam Eggen dan Kauchak, 2004). Penelitian terdahulu mengenai hubungan antara konsep diri dengan motivasi berprestasi menghasilkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kedua variabel tersebut namun dengan sampel remaja yang tidak menyandang ketunaan (Purwanti, dkk., 1995). Selain itu, hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara penerimaan orangtua dengan konsep diri sejalan dengan teorit yang ada, terlihat dari salah satu faktor yang mempengaruhi konsep diri yaitu sumber utama lainnya dari konsepsi diri selain citra tubuh dan keterampilan berbahasa adalah umpan balik dari orang-orang lain yang dihormati. Orang-orang yang dihormati memainkan sebuah peranan menguatkan di dalam definisi diri. Orangtua dianggap menjadi orang-orang yang dihormati di dalam lingkungan anak karena pada dasarnya setiap manusia membutuhkan kasih sayang, perasaan diterima dan rasa aman. Masing-masing pengalaman mengenai kasih sayang ataupun penolakan, mengenai persetujuan atau tidaknya dari orang lain menyebabkannya untuk memandang dirinya dan tingkah lakunya di dalam cara
71
yang sama dengan perlakuan dari orangtuanya tersebut. Peranan dari orang-orang lain yang dihormati, khususnya orangtua, sebagai sumber informasi yang sangat berpengaruh pada diri seseorang dalam pengembangan konsep dirinya (Burns, 1993, h. 204). Untuk melihat hasil korelasi dari ketiganya, peneliti menggunakan analisis regresi berganda. Namun dari kedua variabel independen hanya memberikan pengaruh sebesar 11% kepada dependen variabel. Oleh karena itu, diperlukan analisis lebih lanjut mengenai variabel-variabel tersebut untuk melihat variabel lain yang tidak terukur, sehingga dapat memberikan pengaruh lebih besar terhadap perubahan variabel motivasi berprestasi.
5. 3 Saran Sebagai penutup bab ini peneliti mengajukan beberapa saran yang bersifat praktis dan metodologis. Saran praktis terutama ditujukan kepada kepala panti dan kepala sekolah yang bersangkutan. Sedangkan saran metodologis ditujukan kepada pihak-pihak yang tertarik untuk menelaah lebih lanjut mengenai persepsi anak tentang penerimaan orangtua, konsep diri, dan motivasi berprestasi remaja penyandang tunadaksa. Dukungan dari berbagai pihak (terutama para guru, orangtua siswa SLB-D dan para pengurus panti) tentunya dapat mempengaruhi pembentukan dan pemupukan motivasi para remaja penyandang tunadaksa agar dapat mendorong mereka untuk selalu berusaha meraih prestasi, tidak hanya dibidang akademik tetapi juga di bidang olahraga, seni musik, maupun berbagai keterampilan hidup
72
agar bisa mandiri dan bersaing dengan yang lain. Selain itu, sarana dan prasarana penunjang perlu ditingkatkan terutama di lingkungan panti agar para siswa binaan panti bisa lebih kerasan berada di sana dan kiranya perlu dilakukan pembenahan lingkungan, seperti pengaturan sistem belajar mengajar, pengaturan ruang kegiatan keterampilan, serta peningkatan kebersihan dan kedisiplinan agar para siswa binaan bisa lebih kerasan menetap di sana dan bias belajar bertanggung jawab pada dirinya sendiri serta bagi lingkungannya tersebut. Jika dibandingkan dengan panti, SLB-D YPAC bisa dikatakan lebih baik, baik dari segi pola pengajaran dan kedisiplinan tetapi juga terlihat dari sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan belajar dan mengajar, sehingga mereka bisa mengikuti pembelajaran dengan fokus serta lebih tercipta lingkungan yang sehat untuk berkompetisi antarsiswanya, seperti yang selalu ditanamkan oleh pihak sekolah. Selain itu, ketiadaan figur orangtua sehari-hari pun lebih berpengaruh pada siswa binaan panti dibandingkan dengan para siswa SLB-D, kehangatan yang mereka rasakan didapat dari para pengasuh panti selaku wali dari orangtua mereka atau dari para pramu dan teman sesama penghuni panti sehingga sedikit banyak bisa membentuk konsep para siswa binaan mengenai dirinya. Tidak dipungkiri, walaupun para siswa SLB-D tidak menetap di asrama tetapi lingkungan di sekolah pun dapat mempengaruhi pembentukan konsep diri para siswanya. Oleh karena itu, peran lingkungan saat mereka di luar rumah seperti panti dan sekolah diharapkan dapat memberikan masukan nilai-nilai positif agar mereka dapat menanamkan konsep yang positif pula dalam diri mereka.
73
Saran metodologis pertama yang dapat peneliti ajukan adalah agar pada setiap penelitian mengenai penerimaan orangtua untuk mempertimbangkan latar belakang ekonomi sebagai bagian dari variabel yang hendak diukur, karena setiap jenjang atau strata ekonomi bisa berbeda dalam memberikan perlakuan atau dalam hal mengasuh anak, termasuk dalam pengasuhan anak berkebutuhan khusus. Kedua, hasil yang didapat dalam penelitian ini belum mengungkap hubungan antarvariabel secara signifikan. Menarik kiranya jika peneliti lain untuk meneliti tema yang sama dengan alat ukur yang lebih dikembangkan agar hasil yang didapat nantinya bisa lebih mendalam dan maksimal. Saran terakhir adalah penelitian terkait dengan ketiga variabel ini akan menjadi menarik dan lebih mendalam jika dikelompokkan menjadi lebih spesifik, dari segi usia,jenis kecacatan, penyebab kecacatan, lamanya menyandang kecacatan, atau sesuai dengan cita-cita si anak.
74
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsismi. (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi Ke-6. Jakarta: PT Rineka Cipta. Atwater dan Duffy. (2002). Psychology for Living: Adjustment, Growth, and Behavior Today. New Jersey: Prentice Hall. Bromley, Jo. (1999). Working with Families dalam Clinical Psychology and People with Intellectual Disabilities. London: John Wiley & Sons Ltd. Burns, R. B. (1993). Konsep Diri: Teori, Pengukuran, Perkembangan, dan Perilaku. Alih Bahasa: Eddy. Jakarta: Penerbit Arcan. Calhoun dan Acocella. (1990). Psychology of Adjusment and Human Relationships 3rd Ed. Alih Bahasa: R. Satmoko. New York: McGraw-Hill Inc. Eggen dan Kauchak. (2004). Educational Psychology: Windows on Classrooms 6th Ed. New Jersey: Pearson Education, Inc. Fitts, William H. (1971). The Self-Concept and Self-Actualization. Gargiulo, Richard M. (1985). Working with Parents of Exceptional Children: A Guide for Professional. Boston: Houghton Mifflin Company. Hall dan Lindzey. (1993). Teori-teori Psikodinamik (Klinis). Alih Bahasa: Supratiknya, A. Yogyakarta: Kanisius. Hurlock, Elizabeth B. (1974). Adolescent Development 4th Ed. Tokyo: International Student Edition, McGraw-Hill Kogakusha, Ltd. th
________________. (1978). Child Development 6 Ed. Tokyo: International Student Edition, McGraw-Hill Kogakusha, Ltd. ________________. (1980). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Ke-5. Alih Bahasa: Istiwidayati dan Soedjarwo. Jakarta: Penerbit Erlangga.
75
Ismartini, Uji Arum. (2001). Proses Penerimaan Ibu Anak Down Syndrome yang Berusia Kurang dari Lima Tahun. Tidak Diterbitkan. Depok: Fakultas Psikologi UI. Jersild, et.al. (1975). Child Psychology. New Jersey: Prentice-Hall Inc. McClelland, David C. (1987). Human Motivation. USA: Cambridge Press University. Moniaga, Grace T. (2003). Gambaran Konsep Diri pada Remaja Penyandang Sindroma Down. Tidak Diterbitkan. Depok: Fakultas Psikologi UI. Morgan dan King. (1987). Introduction to Psychology 7th Ed. Singapore: McGraw-Hill Book Co. Muhtar, Muhamad. (2005). Kontribusi Kebervariasian Pola Asuh, Konsep Diri, dan Motivasi Berprestasi terhadap Kebervariasian Prestasi Belajar Santri Mukim dan Santri Non-mukim. Tidak Diterbitkan. Depok: Pascasarjana Fakultas Psikologi UI. Nisfiannoor, Muhammad. (2009). Pendekatan Statistika Modern untuk Ilmu Sosial. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika. Noviantari, Sri. (2008). Motivasi Berprestasi Remaja Penyandang Tunadaksa (Studi Kasus). Tidak Diterbitkan. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Powell, Marvin. (1963). The Psychology of Adolescence. New York, USA: The Bobbs-Merril Company, Inc. Purwanti, dkk. (1995). Laporan Penelitian: Hubungan antara Konsep Diri dengan Motif Prestasi pada Remaja Akhir di Jakarta. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Katholik Atma Jaya. Santrock, John W. (2003). Adolescence: Perkembangan Remaja. Alih Bahasa: Shinto B. Adelar dan Sherly Saragih. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sevilla, et.al,. (2006). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press.
76
Slavin, Robert E. (1994). Educational Psychology Theory and Practice 4th Ed. Massachusetts: Paramount Publishing. Sujarwanto. (2004). Terapi Okupasi untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional (Dit. P2TK dan KPT). http://www.iicg.org/asset/doc/CG&Kinerja-DDA,KSY,RGR.pdf Selasa, 31 Agustus 2010.
diakses
pada
http://adia08.files.wordpress.com/2008/07/jurnal_haris.pdf diakses pada Selasa, 31 Agustus 2010. (http://www.google.co.id/search?q=analisis+multikolinier+adalah&hl=id&clientfi refox-a&rls=org.mozilla:en-US:official&channel=s&ei=8h9TKGPJougvQPa7oGuCQ&start=10&sa=N
77
Lampiran 1
78
Lampiran 2
79
Lampiran 3
80
Lampiran 4 Pengantar dan Petunjuk Pengisian Saya adalah mahasiswi semester IX Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Penerimaan Orangtua dan Konsep Diri dengan Motivasi Berprestasi Remaja Penyandang Tunadaksa”. Dengan ini saya meminta partisipasi dari Anda untuk mengisi form angket yang terlampir berikut ini. Atas perhatian dan kesediaan Anda untuk berpartisipasi, saya ucapkan terima kasih.
IDENTITAS RESPONDEN Nama (Inisial)
:
Jenis Kelamin
:
Usia
:
Alamat
:
No. Telp/Hp
:
Nama Orangtua
:
Pekerjaan Orangtua
:
Jenis Kecacatan
:
Dialami sejak
:
Penyebab Kecacatan : Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
_________________________ (Tanda tangan dan inisial nama) Menyatakan bersedia untuk berpartisipasi.
81
PETUNJUK PENGISIAN Berikut ini terdapat butir-butir pernyataan, baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan yang ada. Untuk setiap pernyataan terdapat 4 (empat) pilihan jawaban (SS, S, TS, dan STS). Tugas Anda adalah memilih salah satu pilihan jawaban dari masing-masing pernyataan yang paling sesuai dengan keadaan diri Anda sendiri, dengan cara memberi tanda silang ( X ) di setiap kolom yang tersedia. Pilihan jawaban tersebut adalah sebagai berikut: SS
: jika pernyataan tersebut Sangat Sesuai dengan keadaan diri saya
S
: jika pernyataan tersebut Sesuai dengan keadaan diri saya
TS
: jika pernyataan tersebut Tidak Sesuai dengan keadaan diri saya
STS
: jika pernyataan tersebut Sangat Tidak Sesuai dengan keadaan diri saya
Perhatikan contoh di bawah ini: No. 1.
Pernyataan
SS
Saya selalu riang gembira
S
TS STS
x
Berarti, pernyataan tersebut sesuai dengan keadaan diri Anda, Anda memang orang yang selalu riang gembira.
82
Lampiran 5 Contoh Pernyataan Alat Ukur Motivasi Berprestasi No. 1
Pernyataan
SS
Saya lebih suka mengerjakan tugas-tugas yang menantang Setelah menyelesaikan tugas, saya ingin teman
2
menilai dan memberi tahu kesalahan yang saya lakukan pada tugas tersebut
3 4 5
Saya lebih suka mengerjakan tugas yang mudah Apabila tugas dinilai buruk oleh guru, saya akan berusaha memperbaikinya Saya tidak suka jika ada teman yang mengkritik hasil tugas saya
83
S
TS
STS
Lampiran 6 Contoh Pernyataan Alat Ukur Penerimaan Orangtua No. 1 2 3 4 5
Pernyataan
SS
Orangtua saya sangat tidak percaya atas kecacatan yang saya derita sejak lahir Ibu kecewa setiap kali saya tidak bisa mengikuti pelajaran di sekolah Ayah saya langsung percaya pada dokter bahwa saya tidak akan pernah sehat Ibu selalu tegar dan ikhlas mendampingi saya dalam keadaan apapun Ibu saya merasa tidak ada tempat bersandar untuk mengatasi masalah yang dihadapinya
84
S
TS
STS
Lampiran 7 Contoh Pernyataan Alat Ukur Konsep Diri No.
Pernyataan
1
Saya memiliki tubuh yang sehat
2
Saya seorang yang menarik
3
Saya sering sakit-sakitan
4
Saya seorang yang periang
5
Saya tidak enak dipandang mata
SS
85
S
TS
STS
Lampiran 8
86
Lampiran 9
87
Lampiran 10
88
Lampiran 11 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Motivasi Berprestasi ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Statistics for SCALE
N of Mean Variance Std Dev Variables 185.8857 155.7513 12.4800 60
Item-total Statistics Scale Mean if Item Deleted VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011 VAR00012 VAR00013 VAR00014 VAR00015 VAR00016 VAR00017 VAR00018 VAR00019 VAR00020 VAR00021 VAR00022 VAR00023
182.9143 182.8571 182.3143 182.2857 182.8571 182.4857 182.4571 182.3429 182.9143 182.7714 183.6286 182.6286 183.4286 183.4857 182.4857 182.4857 182.3143 182.2857 182.6286 183.6286 183.4571 182.3429 183.4571
Scale Corrected Variance Itemif Item Total Deleted Correlation 149.9042 152.1261 153.3395 152.9748 152.1261 150.6101 152.9025 154.4672 149.9042 148.8874 153.8874 149.3580 157.7227 151.3748 153.5513 150.6101 153.3395 152.9748 149.3580 153.8874 148.6672 154.4672 148.6672
.2720 .1367 .1521 .1806 .1367 .2733 .1840 .0456 .2720 .3399 .0491 .3447 -.1239 .2119 .0998 .2733 .1521 .1806 .3447 .0491 .3231 .0456 .3231
89
Alpha if Item Deleted .8073 .8112 .8100 .8095 .8112 .8074 .8094 .8127 .8073 .8056 .8139 .8057 .8188 .8089 .8114 .8074 .8100 .8095 .8057 .8139 .8059 .8127 .8059
VAR00024 VAR00025 VAR00026 VAR00027 VAR00028 VAR00029 VAR00030 VAR00031 VAR00032 VAR00033 VAR00034 VAR00035 VAR00036 VAR00037 VAR00038 VAR00039 VAR00040 VAR00041 VAR00042 VAR00043 VAR00044 VAR00045 VAR00046 VAR00047 VAR00048 VAR00049 VAR00050 VAR00051 VAR00052 VAR00053 VAR00054 VAR00055 VAR00056 VAR00057 VAR00058 VAR00059 VAR00060
182.6000 182.7714 183.4286 182.6000 182.4571 182.4857 183.4857 182.3429 182.5714 183.1429 182.3143 183.6000 182.5714 183.1429 182.3143 182.3429 183.6000 182.8571 183.2571 182.6857 182.4857 182.6571 183.2571 182.2000 183.0286 183.2571 182.5714 183.2571 182.4857 182.8571 182.6857 182.6571 183.0286 182.2000 182.5143 182.5714 182.5143
Reliability Coefficients N of Cases = 35.0 Alpha = .8110
148.8941 148.8874 157.7227 148.8941 152.9025 153.5513 151.3748 149.1143 149.1933 151.1849 150.0454 159.9529 149.1933 151.1849 150.0454 149.1143 159.9529 147.9496 146.3731 148.9277 153.9630 151.1143 150.9025 149.4588 147.2050 150.9025 150.0168 146.3731 153.9630 147.9496 148.9277 151.1143 147.2050 149.4588 148.4924 150.0168 148.4924
.3240 .3399 -.1239 .3240 .1840 .0998 .2119 .4618 .4369 .1736 .3290 -.2272 .4369 .1736 .3290 .4618 -.2272 .3986 .4055 .3181 .0845 .2454 .2249 .5271 .3819 .2249 .3780 .4055 .0845 .3986 .3181 .2454 .3819 .5271 .5874 .3780 .5874
N of Items = 60
90
.8059 .8056 .8188 .8059 .8094 .8114 .8089 .8042 .8044 .8102 .8063 .8213 .8044 .8102 .8063 .8042 .8213 .8042 .8033 .8061 .8116 .8081 .8086 .8040 .8042 .8086 .8056 .8033 .8116 .8042 .8061 .8081 .8042 .8040 .8028 .8056 .8028
Lampiran 12 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penerimaan Orangtua ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Statistics for SCALE
N of Mean Variance Std Dev Variables 178.6857 223.9866 14.9662 70
Item-total Statistics Scale Mean if Item Deleted VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011 VAR00012 VAR00013 VAR00014 VAR00015 VAR00016 VAR00017 VAR00018 VAR00019 VAR00020 VAR00021 VAR00022 VAR00023
176.7429 176.3429 175.6857 176.0857 176.8000 176.3429 176.7429 176.6857 176.6571 176.6571 175.6000 176.6857 176.5429 176.9714 176.8857 176.6857 176.6571 176.8857 176.8000 175.8000 175.2857 175.6000 175.5429
Scale Corrected Variance Itemif Item Total Deleted Correlation 216.0202 220.5261 205.9277 213.5513 224.5176 235.1731 216.0202 213.2807 214.9378 214.9378 213.9529 213.2807 209.2555 217.9697 218.0454 221.6336 213.4084 220.8689 224.5176 215.4588 226.6807 213.9529 222.7849
.2469 .1362 .6891 .3594 -.0488 -.3721 .2469 .4075 .2697 .2697 .4366 .4075 .5733 .2317 .2393 .0658 .4591 .0861 -.0488 .3207 -.1412 .4366 .0468
91
Alpha if Item Deleted .8167 .8188 .8061 .8139 .8220 .8338 .8167 .8130 .8161 .8161 .8129 .8130 .8092 .8170 .8169 .8206 .8125 .8205 .8220 .8150 .8245 .8129 .8201
VAR00024 VAR00025 VAR00026 VAR00027 VAR00028 VAR00029 VAR00030 VAR00031 VAR00032 VAR00033 VAR00034 VAR00035 VAR00036 VAR00037 VAR00038 VAR00039 VAR00040 VAR00041 VAR00042 VAR00043 VAR00044 VAR00045 VAR00046 VAR00047 VAR00048 VAR00049 VAR00050 VAR00051 VAR00052 VAR00053 VAR00054 VAR00055 VAR00056 VAR00057 VAR00058 VAR00059 VAR00060 VAR00061 VAR00062 VAR00063
175.5429 175.2857 175.4000 175.7429 176.0857 175.7429 175.5429 175.3429 175.4857 175.4857 175.7429 175.3429 176.0857 176.3429 177.0286 177.2286 175.8000 175.6857 176.0857 177.2286 176.6571 176.1429 176.8857 176.3429 176.9714 177.0286 175.5429 176.6857 175.5429 176.1429 175.4857 175.7429 175.4857 175.4000 176.8857 175.5429 176.5429 176.4571 176.5429 175.9143
222.7849 226.6807 227.6588 214.3143 208.7866 214.3143 218.4319 223.7025 216.0218 219.4924 214.6084 223.7025 208.7866 220.5261 218.4403 224.4756 215.4588 205.9277 213.5513 224.4756 213.4084 219.5966 218.0454 235.1731 217.9697 218.4403 216.1378 221.6336 216.1378 219.5966 216.0218 214.6084 219.4924 227.6588 220.8689 218.4319 209.2555 222.3143 214.5496 213.0218
.0468 -.1412 -.1870 .4951 .5664 .4951 .3640 -.0065 .3770 .3600 .3225 -.0065 .5664 .1362 .2195 -.0478 .3207 .6891 .3594 -.0478 .4591 .1451 .2393 -.3721 .2317 .2195 .3022 .0658 .3022 .1451 .3770 .3225 .3600 -.1870 .0861 .3640 .5733 .0470 .3907 .3665
92
.8201 .8245 .8251 .8126 .8090 .8126 .8157 .8211 .8144 .8163 .8148 .8211 .8090 .8188 .8172 .8213 .8150 .8061 .8139 .8213 .8125 .8189 .8169 .8338 .8170 .8172 .8155 .8206 .8155 .8189 .8144 .8148 .8163 .8251 .8205 .8157 .8092 .8207 .8137 .8137
VAR00064 VAR00065 VAR00066 VAR00067 VAR00068 VAR00069 VAR00070
175.1429 175.9143 175.1429 175.6286 176.5429 176.4571 175.6286
Reliability Coefficients N of Cases = 35.0 Alpha = .8193
225.9496 213.0218 225.9496 215.5933 214.5496 222.3143 215.5933
-.1460 .3665 -.1460 .3949 .3907 .0470 .3949
N of Items = 70
93
.8223 .8137 .8223 .8141 .8137 .8207 .8141
Lampiran 13 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Konsep Diri ****** Method 1 (space saver) will be used for this analysis ****** R E L I A B I L I T Y A N A L Y S I S - S C A L E (A L P H A) Statistics for SCALE
N of Mean Variance Std Dev Variables 185.4286 293.5462 17.1332 60
Item-total Statistics Scale Mean if Item Deleted VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAR00011 VAR00012 VAR00013 VAR00014 VAR00015 VAR00016 VAR00017 VAR00018 VAR00019 VAR00020 VAR00021 VAR00022 VAR00023 VAR00024 VAR00025 VAR00026
182.2000 182.4286 182.2000 182.3143 182.4286 182.3714 182.3429 182.3714 182.1143 182.3429 181.8857 182.4000 181.8857 182.5714 182.4000 182.1714 182.5143 182.3143 183.1143 182.1714 182.3143 182.4000 182.1143 182.5714 182.3143 183.0286
Scale Corrected Variance Itemif Item Total Deleted Correlation 291.4588 282.8992 291.4588 284.5748 282.8992 286.1227 291.5261 286.1227 284.1630 291.5261 286.9866 295.3059 286.9866 294.2521 295.3059 282.2639 289.9042 284.5748 283.5748 282.2639 289.8101 287.9529 284.1630 290.7227 289.8101 287.4992
.0521 .5675 .0521 .3283 .5675 .3245 .0706 .3245 .4223 .0706 .3288 -.1009 .3288 -.0498 -.1009 .4913 .1318 .3283 .3483 .4913 .1916 .1986 .4223 .0785 .1916 .1607
94
Alpha if Item Deleted .7297 .7197 .7297 .7224 .7197 .7234 .7290 .7234 .7214 .7290 .7240 .7325 .7240 .7336 .7325 .7195 .7276 .7224 .7216 .7195 .7267 .7258 .7214 .7290 .7267 .7266
VAR00027 VAR00028 VAR00029 VAR00030 VAR00031 VAR00032 VAR00033 VAR00034 VAR00035 VAR00036 VAR00037 VAR00038 VAR00039 VAR00040 VAR00041 VAR00042 VAR00043 VAR00044 VAR00045 VAR00046 VAR00047 VAR00048 VAR00049 VAR00050 VAR00051 VAR00052 VAR00053 VAR00054 VAR00055 VAR00056 VAR00057 VAR00058 VAR00059 VAR00060
182.5714 182.2857 183.0286 182.2857 182.3143 182.5143 183.1143 182.4571 182.4000 182.5714 182.2571 182.3143 182.1714 182.4571 182.2571 183.2571 182.1714 182.1429 182.0857 182.0857 183.2571 182.1429 181.8571 181.8571 182.1429 182.3143 182.1429 181.8571 181.8571 182.3429 181.9143 182.3143 182.3429 181.9143
Reliability Coefficients N of Cases = 35.0 Alpha = .7293
294.2521 292.3866 287.4992 292.3866 277.1630 289.9042 283.5748 285.8437 287.9529 290.7227 290.8437 277.1630 284.9109 285.8437 290.8437 294.6672 284.9109 278.4790 294.4336 294.4336 294.6672 292.0084 214.8908 291.9496 278.4790 280.2218 292.0084 214.8908 291.9496 283.4084 284.1395 280.2218 283.4084 284.1395
-.0498 .0182 .1607 .0182 .5663 .1318 .3483 .3015 .1986 .0785 .0842 .5663 .4911 .3015 .0842 -.0645 .4911 .6565 -.0577 -.0577 -.0645 .0618 .3366 .0784 .6565 .5684 .0618 .3366 .0784 .5190 .4376 .5684 .5190 .4376
N of Items = 60
95
.7336 .7306 .7266 .7306 .7150 .7276 .7216 .7235 .7258 .7290 .7287 .7150 .7216 .7235 .7287 .7327 .7216 .7155 .7319 .7319 .7327 .7291 .7529 .7288 .7155 .7174 .7291 .7529 .7288 .7203 .7213 .7174 .7203 .7213
Lampiran 14 Nilai-nilai Kritis Koefisiensi Korelasi (r) Product Moment N
Taraf Signifikansi 5% 1%
N
Taraf Signifikansi 5% 1%
N
Taraf Signifikansi 5% 1%
3 4 5
0,997 0,950 0,878
0,999 0,990 0,959
26 27 28 29 30
0,388 0,381 0,374 0,367 0,361
0,496 0,487 0,478 0,470 0,463
55 60 65 70 75
0,266 0,254 0,244 0,235 0,227
0,345 0,330 0,317 0,306 0,296
6 7 8 9 10
0,811 0,754 0,707 0,666 0,632
0,917 0,874 0,834 0,798 0,765
31 32 33 34 35
0,355 0,349 0,344 0,339 0,334
0,456 0,449 0,442 0,436 0,430
80 85 90 95 100
0,220 0,213 0,207 0,202 0,195
0,286 0,278 0,270 0,263 0,256
11 12 13 14 15
0,602 0,576 0,553 0,532 0,514
0,735 0,708 0,684 0,661 0,641
36 37 38 39 40
0,329 0,325 0,320 0,316 0,312
0,424 0,418 0,413 0,408 0,403
125 150 175 200 300
0,176 0,159 0,148 0,138 0,113
0,230 0,210 0,194 0,181 0,148
16 17 18 19 20
0,497 0,482 0,468 0,456 0,444
0,623 0,606 0,590 0,575 0,561
41 42 43 44 45
0,308 0,304 0,301 0,297 0,294
0,398 0,393 0,389 0,384 0,380
400 500
0,098 0,088
0,128 0,115
600 700
0,080 0,074
0,105 0,097
21 22 23 24 25
0,433 0,423 0,413 0,404 0,396
0,549 0,537 0,526 0,515 0,505
46 47 48 49 50
0,291 0,288 0,284 0,281 0,279
0,376 0,372 0,368 0,364 0,361
800 900
0,070 0,065
0,091 0,086
1000
0,062
0,081
96
Lampiran 15 Daftar Pertanyaan Wawancara Orangtua Remaja Penyandang Tunadaksa
Prolog: Assalamualaikum. Wr. Wb Saya Rizki mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya sedang menyelesaikan proposal skripsi mengenai remaja penyandang tunadaksa. Oleh karena itu, saya ingin meminta partisipasi bapak/ibu untuk menjawab setiap pertanyaan yang akan saya ajukan nanti. Tolong dijawab sejujurnya dan sesuai dengan yang telah bapak/ibu alami selama ini. Daftar pertanyaan: 1. Sebutkan identitas bapak/ibu! Nama
:
Usia
:
Pekerjaan : Pendidikan terakhir : 2. Sebutkan identitas anak bapak/ibu yang menyandang tunadaksa! Nama
:
Usia
:
Anak ke-…………dari………..bersaudara Jenis ketunaan
:
Dialami sejak
:
Penyebab ketunaan
:
Hobi
:
Cita-cita
:
97
3. Bagaimana perasaan bapak/ibu saat pertama kali mengetahui keadaan anak saat lahir? (jika sejak lahir) 4. Bagaimana perasaan bapak/ibu saat pertama kali melihat kondisi anak yang akhirnya mengalami kecacatan fisik? (jika dialami sejak pascalahir karena sakit atau kecelakaan) 5. Apakah kesedihan bapak/ibu berpengaruh pada sikap yang ditunjukkan kepada si anak? 6. Apakah dengan berlapang dada bapak/ibu bisa mengatasi kesedihan dan kekecewaan karena memiliki anak penyandang tunadaksa? 7. Bagaimana tanggapan keluarga terdekat tentang anak yang ibu lahirkan? (seperti: nenek, kakek, kakak, paman, bibi) 8. Bagaimana perasaan keluarga terdekat saat tahu diantara mereka ada yang menyandang ketunaan? 9. Bagaimana bapak/ibu menyikapi orang-orang terdekat (significant other) yang tidak menerima kehadiran anak penyandang tunadaksa di tengah-tengah mereka? 10. Apakah bapak/ibu mendukung setiap kegiatan yang anak ingin lakukan? 11. Apakah bapak/ibu membatasi ruang gerak mereka, baik di rumah maupun di sekolah? (untuk bermain dengan teman-teman) 12. Apakah si anak memiliki banyak teman? 13. Bagaimana bapak/ibu menyikapi jika ada teman-teman yang menghinanya?
98
HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN ORANGTUA DAN KONSEP DIRI DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Oleh: RIZKI FAUZIAH 106070002300
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M
i
HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN ORANGTUA DAN KONSEP DIRI DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana psikologi (S.Psi)
Oleh: Rizki Fauziah 106070002300
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Dra. Agustyawati, M.Phil, SNE
Solicha, M.Si
NIP. 19670819 199412 2 001
NIP. 197204151999032001
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN ORANGTUA DAN KONSEP DIRI DENGAN MOTIVASI BERPRESTASI REMAJA PENYANDANG TUNADAKSA” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 06 September 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi. Jakarta, 06 September 2010 Sidang Munaqasyah Ketua,
Sekretaris,
Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522
Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 19561 223 198303 2 001 Anggota:
Bambang Suryadi, Ph.D NIP. 19700 529 200312 1 002
Dra. Agustyawati, M.Phil, SNE NIP. 19670 819 199412 2 001
Solicha, M.Si NIP. 19720 415 199903 2 001
iii
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Rizki Fauziah NIM : 106070002300
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan antara Penerimaan Orangtua dan Konsep Diri dengan Motivasi Berprestasi Remaja Penyandang Tunadaksa” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipankutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.
Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan UndangUndang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 7 September 2010
Rizki Fauziah 106070002300
iv
MOTTO
“Menyerahlah jika peluang benar-benar sudah habis. Tapi selagi masih ada satu harapan, raihlah dengan kerja keras dan anda pasti sukses”. (Anonimous)
v
ABSTRAK
(A) (B) (C) (D)
Fakultas Psikologi Sepetember 2010 Rizki Fauziah Hubungan antara penerimaan orangtua dan konsep diri dengan motivasi berprestasi remaja penyandang tunadaksa (E) xv + 98 halaman (F) Masa remaja merupakan masa transisi menuju dewasa dimana cukup banyak tuntutan yang membuat remaja harus mencapai keberhasilan. Pada masa ini remaja dituntut untuk mandiri dan mampu bertanggung jawab bukan hanya pada diri sendiri tetapi juga tanggung jawab mereka secara sosial. Hal ini tentu dapat mendorong remaja untuk mencapai keberhasilan dan untuk selalu melakukan yang terbaik, dibandingkan dengan yang sudah dicapai sebelumnya. Dorongan inilah yang disebut dengan motivasi berprestasi. Berbagai faktor dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. Penelitian ini mengangkat faktor penerimaan orangtua dan konsep diri yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi. Penelitian sebelumnya juga menjadi alasan penulis untuk melakukan penelitian ini, namun pada sampel yang berbeda yaitu para remaja penyandang tunadaksa. Penulis ingin melihat apakah dengan keterbatasan yang mereka miliki dapat diterima oleh orangtua mereka, sejak kecil hingga mereka beranjak remaja. Sehingga dengan penerimaan ataupun dengan penolakan yang mereka terima mampu membentuk gambaran mengenai diri mereka sendiri, yang disebut konsep diri. Dari konsep diri itulah akan menumbuhkan pula motivasi mereka untuk terus berprestasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menelaah dan menganalisis bagaimana penerimaan orangtua yang dipersepsikan oleh anak bisa membentuk konsep diri dan mampu memotivasinya untuk berprestasi. Selain itu, ingin menelaah pula bagaimana konsep diri mereka bisa membentuk motivasi berprestasinya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasional. Populasi penelitian ini berjumlah 35 orang. Sampel penelitian ini juga berjumlah 35 orang yaitu 15 orang siswa binaan Panti Sosial Bina Daksa (PSBD) dan 20 orang siswa SLB-D Yayasan Pengembangan Anak Cacat (YPAC), dimana 18 orang adalah responden perempuan dan 17 orang responden laki-laki. Pengambilan sampel menggunakan teknik pengambilan sensus. Alat ukur pengumpulan data yang digunakan adalah skala motivasi berprestasi yang terdiri dari 60 butir pernyataan. Alat ukur kedua adalah skala penerimaan orangtua yang terdiri dari 70 butir vi
pernyataan. Dan alat ukur yang terakhir adalah skala konsep diri yang terdiri dari 60 butir pernyataan. Ketiga alat ukur tersebut menggunakan skala model Likert. Untuk menganalisis dan menelaah korelasi antara penerimaan orangtua dan konsep diri dengan motivasi berprestasi digunakan analisis regresi.
Dari hasil pengolahan data disimpulkan bahwa variabel penerimaan orangtua dan konsep diri memberikan sumbangan sebesar 11% yang berarti masih ada 89% variabel lain yang tidak terukur pada penelitian ini. Oleh karena itu, penulis ingin memberikan beberapa saran penelitian. Pertama, dukungan dari berbagai pihak (terutama orangtua dan pendidik) agar dapat menerima keberadaan remaja penyandang tunadaksa sesuai kekurangan dan kelebihan yang mereka miliki, agar mereka dapat terus menumbuhkan konsep diri yang baik dan dapat terus meraih prestasinya, baik prestasi di bidang akademik maupun di bidang olahraga, seni, dan keterampilan. Kedua, menyediakan sarana dan prasarana yang memadai sesuai kebutuhan mereka agar dapat mendukung setiap kegiatan yang dapat meningkatkan kemandirian dan terciptanya lingkungan yang baik untuk menumbuhkan konsep diri yang baik pula. Ketiga, secara metodologis saran penulis adalah penelitian masih bisa dikembangkan secara berkesinambungan agar hasil yang didapat nantinya lebih mendalam dan maksimal, terutama dalam pengambilan sampel dari para siswa yang mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah inklusi. (G) 21 buku + 4 skripsi + 1 laporan penelitian + 4 internet (1963 - 2009)
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb Alhamdulillah wasyukrulillah, hanya berkat rahmat Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim sehingga skripsi yang berjudul “Hubungan Penerimaan Orangtua dan Konsep Diri dengan Motivasi Berprestasi Remaja Penyandang Tunadaksa”, telah diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, semoga selalu dialirkan kepada nabi dan rasul akhir zaman, Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, segenap sahabat dan bahkan umat-Nya. InsyaAllah dan mudah-mudahan kita berada di dalamnya. Amiin. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi). Skripsi ini diharapkan dapat dijadikan masukan dalam pembinaan, pedampingan, dan pengembangan anak didik, khususnya para remaja penyandang tunadaksa. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung tersusunnya skripsi ini. Terima kasih ini penulis haturkan kepada: 1. Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dra. Agustyawati, M.Phil.SNE. dan Ibu Solicha, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktunya untuk membimbing saya dari awal penyerahan proposal hingga skripsi ini selesai. Terima kasih atas dukungan, nasihat, dan kebaikan ibu.
viii
3. Orangtuaku, H. Achmad Fauzi, S.Pd. dan Hj. Sobrina Mochtar Nasution, dan kakak, abang, serta adikku tersayang, terima kasih atas kasih sayang, doa, dan dukungannya. Senyuman yang kalian tebarkan dan doa tulus yang kalian selipkan dalam setiap sembah sujud kehadirat Illahi Rabbi memberiku semangat dan tak pernah gentar untuk selalu berjuang. Semoga Anggie bisa menjadi anak dan adik yang bermanfaat, tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain. Amiin. 4. Terima kasih untuk Bu Yunita, di tahun terakhir perkuliahan Kiki diberikan kesempatan untuk menjadi salah seorang Mentor Akademis, yang secara tidak langsung “membuka peluang” yang lebih besar lagi untuk Kiki lebih mengenal alat-alat tes psikologi dan melakukan asesmen. Terima kasih pula untuk Bu Desi, Bu Eva, Bu Mulia, Bu Yufi, Bu Neneng, Bu Zulfa, Bu Rena, dan Bu Yanthi atas kerjasamanya selama ini di PLP. Pengalaman memang guru yang terbaik. Kiki rasakan itu. Terima kasih. 5. Terima kasih untuk Agus Salim yang bersedia membantu dan tiada henti untuk menyelipkan namaku ditiap doa yang kau panjatkan. Dan teruntuk sahabat-sahabatku, B-6, kalian perlu tahu, walaupun kalian jauh di mata tetapi selalu dekat di hati. Pasti ada satu hari indah yang akan membawaku berkumpul kembali bersama kalian. 6. Terima kasih juga untuk Mbak Rini, yang selalu bersedia direpotkan. Ka Agus yang menyediakan waktunya untuk mengajari SPSS. Serta Bu Nia yang bersedia untuk berdiskusi tentang statistika. Alhamdulillah bermanfaat.
ix
7. Untuk teman-teman angkatan 2006 kelas IV-D, khusunya Pi Pinasti, Santo, Ami, Arumi, dan Samsul. Semoga kita selalu semangat dalam menjalani hidup ini, demi menggapai cita dan cinta. Jangan pernah berhenti bermimpi.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih kurang dari sempurna, sehingga sangat diharapkan saran dan kritiknya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, 07 Sepetember 2010
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... iv MOTTO ........................................................................................................... v ABSTRAK ....................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii DAFTAR ISI.................................................................................................... xi DAFTAR TABEL............................................................................................ xiv DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1 1. 1. Latar Belakang ................................................................................... 1 1. 2. Perumusan dan Pembatasan Masalah................................................. 10 1. 2. 1 Perumusan Masalah ............................................................... 10 1. 2. 2 Pembatasan Masalah .............................................................. 11 1. 3. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 12 1. 3.1 Tujuan Penelitian..................................................................... 12 1. 3. 2 Manfaat Penelitian.................................................................. 12 1. 4. Sistematika Penelitian ........................................................................ 13
BAB 2 LANDASAN TEORI ......................................................................... 15 2. 1. Motivasi Berprestasi .......................................................................... 15 2. 1. 1 Definisi................................................................................... 15 2. 1. 2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi .............................................................. 16
xi
2. 1. 3 Karakteristik Individu dengan Motivasi Berprestasi Tinggi ................................................................................... 19 2. 1. 4 Pengukuran Motivasi Berprestasi .......................................... 20 2. 2. Konsep Diri ....................................................................................... 22 2. 2. 1 Definisi................................................................................... 22 2. 2. 2 Elemen Konsep Diri............................................................... 23 2. 2. 3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ................... 26 2. 2. 4 Konsep Diri Remaja Penyandang Tunadaksa ....................... 29 2. 2. 5 Pengukuran Konsep Diri ....................................................... 30 2. 3. Penerimaan Orangtua ......................................................................... 34 2. 3. 1 Definisi .................................................................................. 34 2. 3. 2 Proses Penerimaan Orangtua.................................................. 35 2. 4. Kerangka Berpikir ............................................................................. 42 2. 5. Hipotesis ............................................................................................ 46
BAB 3 METODE PENELITIAN.................................................................. 47 3. 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ....................................................... 47 3. 2. Jenis Variabel dan Definisi Operasional .......................................... 47 3. 2. 1 Variabel Dependen................................................................ 47 3. 2. 2 Variabel Independen .............................................................. 48 3. 3. Populasi dan Sampel......................................................................... 49 3. 3. 1 Populasi ................................................................................. 49 3. 3. 2 Teknik Pengambilan Sampel ................................................. 50 3. 4. Alat Ukur Pengumpulan Data .......................................................... 50 3. 5. Uji Validitas dan Reliabiltas Alat Ukur Penelitian........................... 50 3. 5. 1 Uji Validitas ......................................................................... 51 3. 5. 2. Uji Reliabilitas .................................................................... 52 3. 5. 3. Hasil Uji Coba Alat Ukur Penulisan ................................... 52 3. 5. 3. 1 Alat Ukur Motivasi Berprestasi .......................... 52 3. 5. 3. 2 Alat Ukur Konsep Diri ........................................ 55
xii
3. 5. 3. 3 Alat Ukur Penerimaan Orangtua.......................... 58 3. 6. Teknik Analisa Data ......................................................................... 62 3. 7. Prosedur Penelitian .......................................................................... 63 3. 7. 1 Tahap Persiapan .................................................................... 63 3. 7. 2 Pelaksanaan Penelitian .......................................................... 63
BAB 4 HASIL PENULISAN ......................................................................... 64 4. 1. Gambaran Umum Responden .......................................................... 64 4. 1. 1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia. 64 4. 2. Hasil Uji Hipotesis ........................................................................... 64 4. 2. 1 Korelasi Antara Penerimaan Orangtua dan Konsep Diri dengan Motivasi Berprestasi ................................................... 65
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ...................................... 69 5. 1 Kesimpulan ........................................................................................ 69 5. 2 Diskusi ............................................................................................... 70 5. 3 Saran .................................................................................................. 72
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 75 Lampiran-lampiran........................................................................................... 78
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1. Kisi-kisi Alat Ukur Motivasi Berprestasi ...................................... 53 Tabel 3. 2. Butir-butir Pernyataan Alat Ukur Motivasi Berprestasi ............... 54 Tabel 3. 3. Kisi-kisi Alat Ukur Konsep Diri .................................................... 56 Tabel 3. 4. Butir-butir Pernyataan Alat Ukur Konsep Diri ............................. 57 Tabel 3. 5. Kisi-kisi Alat Ukur Penerimaan Orangtua ..................................... 59 Tabel 3. 6. Buti-butir Pernyataan Alat Ukur Penerimaan Orang Tua.............. 61 Tabel 4. 1. Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ....... 60 Tabel 4. 2. Hasil Penghitungan Analisis Regresi............................................. 66 Tabel 4. 3. Model Summary............................................................................. 66 Tabel 4. 4. Anova ............................................................................................ 67 Tabel 4. 5. Koefisien ....................................................................................... 68
DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1. Bagan Kerangka Berfikir ........................................................... 45
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian di SLB-D YPAC Lampiran 2 Surat Keterangan Penelitian di SLB-D YPAC Lampiran 3 Surat Izin Penelitian di PSBD Budi Bhakti Lampiran 4 Pengantar dan Petunjuk Pengisian Skala Lampiran 5 Alat Ukur Motivasi Berprestasi Lampiran 6 Alat Ukur Penerimaan Orangtua Lampiran 7 Alat Ukur Konsep Diri Lampiran 8 Data Mentah Motivasi Berprestasi Lampiran 9 Data Mentah Penerimaan Orangtua Lampiran 10 Data Mentah Konsep Diri Lampiran 11 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Motivasi Berprestasi Lampiran 12 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penerimaan Orangtua Lampiran 13 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Konsep Diri Lampiran 14 Nilai-nilai Kritis Koefisiensi Korelasi (r) Product Moment Lampiran 15 Daftar Pertanyaan Wawancara (Studi Pendahuluan)
xv