Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 3(1),dengan April 2011:1 −16 mutu rajangan kering tembakau temanggung Djumali: Hubungan antara fenologi tanaman hasil dan ISSN: 2085-6717
Hubungan Antara Fenologi Tanaman dengan Hasil dan Mutu Rajangan Kering Tembakau Temanggung Djumali Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat Jln. Raya Karangploso, Kotak Pos 199, Malang E-mail:
[email protected] Diterima: 24 Maret 2011
disetujui: 28 April 2011
ABSTRAK Hasil dan mutu tembakau temanggung merupakan hasil interaksi antara pengaruh genetik tanaman dan kondisi lingkungan tumbuh. Pada tembakau virginia, fenologi tanaman merupakan salah satu karakter genetik tanaman yang mempengaruhi hasil dan mutu, sedangkan pada tembakau temanggung belum banyak diketahui. Penelitian yang bertujuan untuk memperoleh informasi fenologi tanaman yang menjadi karakter genetik tanaman dan kaitannya dengan hasil dan mutu rajangan kering dilakukan di rumah kaca Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Balittas), Malang sejak Maret–Agustus 2008. Sembilan kultivar tembakau temanggung disusun dalam rancangan acak kelompok yang diulang tiga kali. Pengamatan dilakukan pada peubah saat muncul daun, daun berhenti meluas, daun dipanen, muncul bunga, pemangkasan, panen awal, dan panen akhir. Analisis stepwise digunakan untuk mengidentifikasi fenologi tanaman yang mempengaruhi hasil dan mutu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenologi tanaman yang mencakup lama waktu dari muncul daun sampai daun berhenti meluas, muncul daun sampai panen, daun berhenti meluas sampai panen, tanam sampai muncul bunga, tanam sampai pemangkasan, tanam sampai panen akhir, muncul bunga sampai panen akhir, pemangkasan sampai panen akhir, dan panen awal sampai panen akhir merupakan karakter genetik tanaman tembakau temanggung. Karakter fenologi utama yang mempengaruhi hasil rajangan kering berurutan dari yang terbesar adalah lama waktu dari tanam sampai pemangkasan, muncul daun sampai daun berhenti meluas, tanam sampai panen akhir, panen awal sampai panen akhir, dan muncul bunga sampai panen akhir dengan total pengaruh sebesar 90,3%. Adapun karakter fenologi utama yang mempengaruhi mutu rajangan kering berurutan dari yang terbesar adalah lama waktu dari tanam sampai pemangkasan, daun berhenti meluas sampai panen, muncul daun sampai daun berhenti meluas, tanam sampai panen akhir, dan panen awal sampai panen akhir dengan total pengaruh sebesar 84,7%. Kata kunci: Tembakau, Nicotiana tabacum, fenologi, Temanggung, hasil, mutu
Plant Phenology Relate to Temanggung Tobacco Dry Sliced Yield and Quality ABSTRACT Yield and quality of temanggung tobacco are influenced by plant genetic and growth environmental factors. Plant phenology is one of genetic characters which affects on yield and quality of virginia tobacco. Plant phenology of temanggung tobacco is not yet well defined. The research, aimed to find plant phenology as genetic characters related to dry sliced yield and quality of temanggung tobacco, was conducted in glass house of Indonesian Tobacco Research and Fibre Crops Institute (IToFCRI) from March to August 2008. Nine cultivars of temanggung tobacco were arranged in randomized block design with three replications. Variables observed were leaf initiation, terminal leaf expansion, harvesting period, flowers initiation, and final harvesting. Stepwise analysis used to identify plant phenology which affect on yield and quality. The results showed that the phenology of plants that includes the length of time from leaf initiation to terminal leaf expansion, leaf initiation to harvesting period, terminal leaf expansion to harvesting period, planting to flowers initiation, planting to pruning, planting to final harvesting, flowers initiation to final harvesting, pruning to final harvesting, and first harvesting to final harvesting were genetic characters of temanggung tobacco. The main phenological characters that affect on dry sliced yield sorted from the largest is the length of time from
1
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 3(1), April 2011:1−16
planting to pruning, leaf initiation to terminal leaf expansion, planting to final harvesting, first harvesting to final harvesting, and flowers initiation to final harvesting with total effect of them was 90.3%. The main phenological characters that affect on quality of dry slice sorted from the largest is the length of time from planting to pruning, terminal leaf expansion to harvesting period, leaf initiation to terminal leaf expansion, planting to final harvesting, and first harvesting to final harvesting with total effect of them was 84.7%. Keywords: Tobacco, Nicotiana tabacum, phenology, Temanggung, yield, quality
PENDAHULUAN
T
EMBAKAU temanggung merupakan tembakau lokal dengan kandungan nikotin yang paling tinggi yakni sampai 8%. Kandungan nikotin yang tinggi tersebut menyebabkan tembakau temanggung dikenal sebagai tembakau lauk dalam peracikan rokok keretek (Djajadi dan Murdiyati, 2000), karena itu kebutuhan pabrik rokok akan tembakau temanggung sekitar 31 ribu ton rajangan kering per tahun (Harno, 2006). Kadar nikotin dalam rajangan kering sangat menentukan mutu tembakau temanggung. Peningkatan kadar nikotin dalam rajangan kering diikuti oleh peningkatan mutu yang dihasilkan. Namun demikian, peningkatan mutu yang dihasilkan tidak diimbangi dengan peningkatan hasil rajangan kering. Dalam kondisi lingkungan tumbuh yang sama, terjadi korelasi negatif antara hasil rajangan kering tembakau temanggung dengan mutu yang dihasilkan (Djumali, 2008). Keseimbangan hasil dengan mutu rajangan kering merupakan kunci untuk memperoleh pendapatan yang tinggi dalam usaha tani tembakau temanggung. Hasil dan mutu rajangan kering tembakau temanggung merupakan hasil interaksi antara pengaruh genetik tanaman dengan lingkungan tumbuhnya. Pemilihan kultivar tanaman yang sesuai dengan lingkungan tumbuhnya akan memperoleh hasil dan mutu rajangan kering yang tinggi. Kesalahan dalam pemilihan kultivar tanaman berakibat pada perolehan hasil dan mutu rajangan kering yang rendah. Fenologi tanaman merupakan salah satu karakter genetik pada tembakau virginia (Djumali, 2001) dan merupakan salah satu karakter tanaman yang mempengaruhi hasil dan 2
mutu tembakau yang diperoleh. Pada tembakau temanggung belum diketahui apakah fenologi tanaman termasuk salah satu karakter genetik tanaman dan seberapa besar karakter tersebut mempengaruhi hasil dan mutu rajangan kering yang diperoleh. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mengetahui fenologi tanaman sebagai karakter genetik tanaman dan pengaruhnya terhadap hasil dan mutu rajangan kering yang diperoleh.
BAHAN DAN METODE Percobaan dilakukan di rumah kaca Balittas, Malang selama Maret–Agustus 2008 dengan menggunakan rancangan acak kelompok dan diulang 3 kali. Perlakuan yang dicoba sebanyak 9 kultivar tembakau yang berkembang di wilayah Kabupaten Temanggung (Gober genjah, Gober kemloko, Gober paijo, Genjah ulir, Ngablak, Kemloko-2, Gober pelus, Mantili, dan Dorowati). Tanah yang digunakan adalah seri tanah Glapansari dengan setiap perlakuan dalam satu ulangan terdiri atas 3 pot dengan ukuran pot bervolume 20 liter. Dosis pupuk dasar 50 kg P2O5 + 25 ton pupuk kandang per ha atau setara dengan 2,70 g P2O5 + 1,35 kg pupuk kandang per pot. Pupuk kandang dan pupuk P diberikan sehari sebelum tanam dengan jalan mengaduk rata dalam tanah, dengan sumber pupuk P berasal dari pupuk SP-36. Sebelum tanam, tanah dalam pot terlebih dahulu diaplikasi Furadan 3G untuk mengantisipasi serangan ulat tanah. Selanjutnya pot ditata dengan jarak antarpot 90 cm x 60 cm. Setelah aplikasi pupuk kandang dan pupuk P, pot dipasangi gypsum block untuk mengamati kelembapan tanah agar diperoleh keseragaman kelembapan tanah. Bibit yang te-
Djumali: Hubungan antara fenologi tanaman dengan hasil dan mutu rajangan kering tembakau temanggung
lah berumur 40 hari dipindah ke dalam pot, setiap pot ditanami satu tanaman. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan melakukan penyulaman pada bibit yang mati, melakukan pendangiran bila tanah terlihat padat, pemupukan N, penyiraman, pemangkasan, dan pengendalian hama penyakit. Pemupukan N diberikan dengan dosis 120 kg N/ha atau setara dengan 6,48 g N/pohon. Aplikasi pupuk N diberikan dua kali yaitu lima hari dan 25 hari setelah tanam (hst) dengan masingmasing sebesar 1/3 dan 2/3 dosis pupuk N, dimana sumber pupuk N berasal dari pupuk ZA. Pengairan dilakukan dengan menambah sejumlah air sesuai dengan kelembapan tanah masing-masing pot untuk menjaga agar tanah dalam kondisi kapasitas lapangan. Pemangkasan dilakukan pada awal pembungaan pada setiap kultivar yang digunakan. Pengendalian penyakit dilakukan dengan cara mencabut tanaman yang sakit dan memusnahkannya. Sedangkan pengendalian ulat Helicoverpa sp. dan Spodophtera litura dilakukan dengan tiodikarb berkonsentrasi 2 ml per liter air. Pengendalian Aphis sp. dilakukan dengan imidakloprit berkonsentrasi 0,4 ml per liter air.
Pengamatan Fenologi Tanaman Pengamatan fenologi tanaman meliputi waktu muncul daun, waktu daun berhenti meluas, waktu daun dipanen, waktu muncul bunga, dan waktu pemangkasan dilakukan dengan mencatat tanggalnya. Daun-daun yang diamati meliputi daun ke 4, 7, 10, 13, 16, 19, 22, 25, 28, dan 31. Daun atau bunga dianggap sudah muncul bila primordia daun atau bunga telah terlihat dengan mata telanjang. Adapun pemangkasan dilakukan apabila terdapat satu bunga telah mekar sempurna. Pengamatan daun berhenti meluas dilakukan dengan mengukur panjang dan lebar daun setiap 3 hari. Daun dikatakan berhenti meluas bila sudah tidak ada pertambahan panjang dan lebar daun selama pengamatan. Mengingat tanaman tembakau merupakan jenis tanaman hari netral, maka waktu muncul daun dan bunga, waktu daun berhenti meluas, waktu pemangkasan, dan waktu panen
dihitung berdasarkan satuan panas (head unit = HU) setiap harinya. Rumus yang digunakan untuk menghitung satuan panas diambil dari hasil penelitian Ntzanis et al. (1996), yakni HU = Th – T0, dimana Th adalah temperatur harian dan T0 adalah temperatur dasar. Untuk tanaman tembakau, nilai T0 = nol. Dengan demikian jumlah satuan panas sampai hari ke n (JHU) dihitung dengan rumus: JHU = HU1 + HU2 + .... + HUn derajat hari (degree day) dimana 1, 2, .... , n adalah hari ke-1 sampai hari ke n. Oleh karena itu, pengamatan temperatur udara dilakukan setiap hari.
Pengamatan Hasil dan Mutu Rajangan Kering Panen dilakukan secara bertahap yaitu setiap daun produksi (daun ke 4−6, 7−9, 10− 12, 13−15, 16−18, 19−21, 22−24, 25−27, 28−30, dan di atas 30) dipanen bila telah menunjukkan kemasakan. Kemasakan daun produksi ditandai dengan memudarnya warna hijau menjadi kuning sebanyak 50%. Daun yang telah menunjukkan kemasakan dipetik dan diperam hingga warnanya berubah menjadi kuning. Selanjutnya dilakukan perajangan dan penjemuran. Hasil rajangan kering selanjutnya dipisah-pisahkan berdasarkan urutan posisi daun dan ditimbang untuk mengetahui hasil rajangan kering setiap posisi daun. Hasil rajangan kering setiap posisi daun dikeringkan menggunakan oven pada temperatur 80oC selama 72 jam untuk diukur kadar airnya dan selanjutnya dilakukan analisis kadar nikotin menggunakan metode Ether-Petroleumether untuk mengetahui mutu rajangan kering. Hasil rajangan kering diperoleh dengan menjumlah setiap hasil panenan selama masa panen tembakau. Adapun rata-rata kadar nikotin diperoleh dengan rumus: Rata-rata kadar nikotin = {(nik4 x raj4) + (nik7 x raj7) + ..... + (nik31 x raj31)}/rajtot dimana nik4 = kadar nikotin daun ke 4-6; raj4 = hasil rajangan daun ke 4-6; rajtot = total hasil rajangan.
3
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 3(1), April 2011:1−16
Analisis Data Untuk mengetahui apakah peubah fenologis, hasil rajangan kering, dan kadar nikotin setiap daun merupakan karakter genetik tembakau temanggung, maka data dianalisis sidik ragam sesuai dengan rancangan yang digunakan. Bila terdapat perbedaan antarkultivar, maka analisis data dilanjutkan dengan uji jarak Duncan taraf 5%. Karena kondisi lingkungan tumbuh dibuat homogen, maka peubah pengamatan yang menunjukkan adanya perbedaan antarkultivar ditetapkan sebagai karakter genetik tembakau temanggung. Untuk mengetahui peubah fenologis yang mempengaruhi hasil rajangan kering dan kadar nikotin, data fenologis dihubungkan dengan hasil rajangan kering dan kadar nikotin dengan menggunakan metode analisa regresi linier berganda (Stepwise Analysis) langkah mundur. Persamaan yang menghasilkan koefisien determinasi (R2) sekitar 0,95 ditetapkan sebagai persamaan di mana karakter-karakter penyusunnya merupakan karakter fenologis yang menentukan produksi dan mutu tembakau temanggung.
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Fenologi Tanaman a. Waktu daun muncul Daun tembakau temanggung muncul silih berganti sesuai dengan urutan posisinya. Daun ke-4 muncul setelah tanaman menerima jumlah satuan panas sebesar 338 derajat hari. Selanjutnya daun ke-7, 10, 13, 16, 19, 22, 25,
28, dan 31 menyusul bila tanaman telah menerima jumlah satuan panas masing-masing seperti tertera pada Tabel 1. Pemunculan daun tembakau temanggung pada berbagai posisi daun dipengaruhi oleh kultivar yang digunakan. Pada pemunculan daun ke-4 hingga daun ke-22, secara umum kultivar Dorowati memerlukan waktu yang paling panjang sedangkan kultivar Mantili yang paling pendek. Pemunculan daun tembakau dikendalikan oleh gen-gen tertentu, karena gen-gen tersebut memacu terbentuknya senyawa sitokinin dan asam giberelin (GA3). Pembentukan senyawa sitokinin dalam tanaman menyebabkan adanya interaksi antara auksin dengan sitokinin dalam mengontrol pertumbuhan tunas pucuk dan pembentukan daun (Shimizu-Sato et al., 2009), dimana semakin tinggi kandungan sitokinin semakin cepat daun terbentuk dan semakin lambat pertumbuhan tunas pucuk. Demikian pula pembentukan GA3 dalam tanaman menyebabkan pemanjangan batang semakin cepat sehingga daun lebih cepat terbentuk (Khan et al., 2006). Hasil penelitian Kusumawati et al. (2009) menunjukkan bahwa peningkatan dosis sitokinin yang diaplikasikan dapat meningkatkan jumlah daun yang terbentuk. Dalam kondisi lingkungan yang sama, laju pembentukan auksin, sitokinin, dan GA3 dipengaruhi oleh genetik tanaman. Hal inilah yang menyebabkan waktu daun muncul merupakan salah satu karakter genetik tanaman tembakau temanggung. Hasil penelitian Djumali (2001) juga menunjukkan bahwa waktu daun muncul pada setiap posisi daun tembakau virginia fc merupakan karakter genetik tanaman.
Tabel 1. Waktu muncul daun pada berbagai kultivar tembakau temanggung Kultivar G. genjah G. kemloko G. paijo Genjah ulir Ngablak Kemloko-2 G. pelus Mantili Dorowati Rata-rata KK (%)
4 333 b 354 ab 333 b 306 c 346 ab 364 a 335 b 308 c 366 a 338 3,42
7 490 c 575 ab 524 c 508 c 538 bc 597 a 524 c 508 c 603 a 541 4,83
10 706 de 749 bc 728 cd 683 de 746 bc 783 cb 671 e 661 e 818 a 727 3,85
Waktu muncul (derajat hari) daun ke 13 16 19 22 882 cd 1 101 c 1 267 bc 1 391 de 928 bc 1 143 bc 1 313 b 1 455 bc 898 cd 1 080 cd 1 221 cd 1 345 ef 848 de 1 022 de 1 197 de 1 323 ef 928 bc 1 147 bc 1 293 b 1 423 cd 993 ab 1 202 b 1 287 bc 1 477 ab 834 de 1 021 de 1 174 de 1 316 ef 819 e 987 e 1 148 e 1 295 f 1 060 a 1 275 a 1 411 a 1 524 a 910 1 109 1 257 1 394 4,38 3,81 2,89 3,21
25 485 bc 564 a 437 cd 422 cd 528 ab 1 427 cd 1 397 d 1 466 2,35 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1
28 651 a 553 b 516 c 624 a 544 bc 484 d 550 1,06
31 1 664 a 1 574 b 1 619 1,37
Keterangan: Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan taraf 5%.
4
Djumali: Hubungan antara fenologi tanaman dengan hasil dan mutu rajangan kering tembakau temanggung
b. Waktu daun berhenti meluas Daun yang baru muncul segera melakukan pertumbuhan memanjang dan melebar, kemudian pertumbuhan memanjang dan melebar disebut pertumbuhan meluas. Waktu daun menghentikan pertumbuhan meluas (waktu daun berhenti meluas) pada setiap posisi daun berbeda-beda. Daun ke-4 menghentikan pertumbuhan meluas setelah jumlah satuan panas yang diterima mencapai 1.128 derajat hari. Adapun daun ke-7, 10, 13, 16, 19, 22, 25, 28, dan 31 berhenti meluas setelah tanaman menerima jumlah satuan panas masing-masing seperti tertera pada Tabel 2. Jumlah satuan panas yang dibutuhkan daun untuk berhenti meluas pada posisi daun yang sama ternyata bervariasi sesuai dengan kultivar yang digunakan. Pada daun ke-4 hingga daun ke22, secara umum kultivar Kemloko-2 memerlukan waktu yang terpanjang untuk mencapai daun berhenti meluas, sedangkan kultivar Gober Genjah memerlukan waktu yang paling pendek. Laju perluasan daun terjadi sebagai akibat adanya aktivitas pembelahan dan pemanjangan sel dalam daun. Laju aktivitas pembelahan sel dipengaruhi oleh keberadaan senyawa auksin dalam jaringan daun, sedangkan aktivitas pemanjangan sel dipengaruhi oleh senyawa GA3. Keberadaan senyawa auksin dan GA3 dalam daun ditentukan oleh gen-gen yang mengendalikan pembentukan senyawa-senyawa tersebut. Jika gen-gen tersebut dalam kondisi tidak aktif, maka senyawa auksin dan GA3 tidak akan terbentuk sehingga daun menghen-
tikan pertumbuhannya. Dalam kondisi lingkungan yang sama, aktivitas gen-gen tersebut ditentukan oleh kultivar tanaman yang digunakan. Kultivar Kemloko-2 diduga mengandung gen-gen pengendali auksin dan GA3 yang berumur aktif paling panjang sedangkan kultivar Gober genjah berumur aktif paling pendek. Hal inilah yang menyebabkan waktu daun berhenti meluas merupakan salah satu karakter genetik tanaman tembakau temanggung. Hasil yang sama diperoleh Djumali (2001) bahwa waktu daun berhenti meluas merupakan karakter genetik tanaman tembakau virginia fc. c. Lama waktu daun muncul sampai berhenti meluas Lama waktu yang diperlukan dari muncul sampai berhenti meluas daun pada setiap posisi bervariasi antarkultivar tanaman yang digunakan. Secara keseluruhan, daun ke-4 memerlukan waktu 790 derajat hari, sedangkan daun ke-7, 13, 16, 19, 22, 25, 28, dan 31 seperti tertera pada Tabel 3. Semakin ke atas posisi daun tembakau temanggung semakin lama waktu yang diperlukan dari muncul sampai berhenti meluas. Ditinjau dari rata-rata lama waktu yang diperlukan dari muncul sampai berhenti meluas, terlihat bahwa lama waktu yang diperlukan oleh masing-masing kultivar tanaman bervariasi 1.218−1.393 derajat hari, dimana kultivar Gober genjah memerlukan lama waktu yang paling pendek sedangkan Genjah ulir dan Kemloko-2 yang paling panjang.
Tabel 2. Waktu daun berhenti meluas pada berbagai kultivar tembakau temanggung Waktu berhenti meluas (derajat hari) daun ke
Kultivar G. genjah G. kemloko G. paijo Genjah ulir Ngablak Kemloko-2 G. pelus Mantili Dorowati Rata-rata KK (%)
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
4 093 b 131 b 120 b 117 b 121 b 213 a 105 b 115 b 139 b 128 2,55
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
7 431 d 597 c 551 cd 680 bc 618 bc 776 a 625 bc 666 bc 763 ab 634 4,80
1 2 2 2 2 2 1 1 2 2
10 879 e 073 bc 007 de 139 ab 017 cd 220 a 974 de 988 de 192 ab 054 3,45
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
13 155 d 337 bc 295 bc 340 bc 273 c 480 a 237 cd 253 cd 402 ab 308 2,98
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
16 480 d 618 bc 578 cd 654 bc 572 cd 763 a 574 cd 593 cd 725 ab 617 2,35
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
19 658 e 768 bc 736 cd 767 bc 716 cd 884 a 695 de 677 de 812 b 746 1,47
2 2 2 2 2 3 2 2 2 2
22 804 c 887 bc 850 bc 886 bc 827 c 085 a 809 c 797 c 928 b 875 1,77
25 899 bc 944 a 901 bc 937 a 927 ab 2 898 bc 2 890 c 2 914 0,59 2 2 2 2 2
3 2 3 3 2 2 2
28 029 a 989 bc 012 ab 015 ab 980 c 963 c 995 0,50
31 3 486 a 3 460 a 2 473 1,21
Keterangan: Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan taraf 5%.
5
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 3(1), April 2011:1−16
Tabel 3. Lama waktu muncul sampai berhenti meluas daun pada berbagai kultivar tembakau temanggung Kultivar
Lama waktu muncul–berhenti meluas (derajat hari) daun ke 4
G. genjah G. kemloko G. paijo Genjah ulir Ngablak Kemloko-2 G. pelus Mantili Dorowati
760 777 787 812 775 849 771 808 774
Rata-rata
790
KK (%)
7 d cd c b cd a cd b cd
1,15
1 1 1 1 1 1 1 1
941 022 027 172 080 179 101 158 161
10 d cd cd ab bc a bc ab ab
1 093 4,53
1 1 1 1 1 1 1 1 1
173 323 279 456 272 437 313 317 373
13 e cd d a d ab cd cd bc
1 327 3,34
1 1 1 1 1 1 1 1 1
273 409 398 492 345 487 402 435 342
d bc bc a c a bc ab c
1 398 2,61
16 1 1 1 1 1 1 1 1 1
379 476 498 632 426 561 552 606 500
d bc bc a cd ab ab a bc
1 514 3,55
19 1 1 1 1 1 1 1 1 1
391 455 515 570 423 597 521 528 401
d cd bc ab d a bc ab d
1 489 2,58
22 1 1 1 1 1 1 1 1 1
414 431 505 563 404 643 493 503 404
d cd bc b d a bc bc d
1 484 2,87
25 1 1 1 1 1
414 380 465 516 400 1 471 1 493 -
bc d ab a cd ab a
1 448 2,53
28 378 436 496 391 1 436 1 479 1 1 1 1
31 b ab a b ab a
1 445 1,96
Rata-rata
822 b 886 a -
1 1 1 1 1 1 1 1 1
854
1 312
2,02
218 295 323 412 280 393 288 321 279
c b b a b a b b b
1,94
Keterangan: Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan taraf 5%.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa perluasan daun sangat terkait dengan senyawa auksin dan GA3, karena pembentukan kedua senyawa tersebut dikendalikan oleh gen-gen yang berada pada masing-masing kultivar yang digunakan. Apabila gen-gen tersebut tidak aktif, maka kedua senyawa tersebut tidak terbentuk lagi sehingga perluasan daun terhenti. Dalam kondisi lingkungan yang homogen, lama waktu gen-gen tersebut dalam kondisi aktif sangat ditentukan oleh kultivar tanaman yang digunakan. Mengingat kondisi lingkungan tumbuh dalam penelitian ini dibuat sehomogen mungkin, maka dapat disimpulkan bahwa lama waktu yang diperlukan daun dari muncul sampai berhenti meluas merupakan karakter genetik tanaman tembakau temanggung. Hasil yang sama diperoleh Djumali (2001) bahwa lama waktu yang diperlukan dari muncul sampai berhenti meluas merupakan karakter genetik tanaman tembakau virginia fc. Diduga kultivar Gober genjah memiliki gen-gen pengendali auksin dan GA3 yang berumur aktif lebih pendek dan kultivar Genjah ulir serta Kemloko-2 memiliki gen-gen yang berumur aktif lebih panjang sehingga Gober genjah menghasilkan lama waktu daun muncul sampai berhenti meluas yang paling pendek dan Genjah ulir serta Kemloko-2 yang paling panjang. d. Waktu daun dipanen Tembakau temanggung dipanen secara periodik sesuai dengan tingkat kemasakan daun. Waktu yang diperlukan untuk sampai pada
6
tahap panen daun pada setiap posisi daun sangat bervariasi tergantung dari kultivar tanaman yang digunakan. Untuk mencapai tahap panen daun ke-4, tanaman tembakau temanggung memerlukan waktu 1.989 derajat hari, sedangkan daun ke-7, 10, 13, 16, 19, 22, 25, 28, dan 31 seperti tertera pada Tabel 4. Daun tembakau temanggung dipanen bila warna daun mulai menguning. Perubahan warna dari hijau menjadi kuning disebabkan oleh adanya proses degradasi klorofil yang berwarna hijau menjadi santofil yang berwarna kuning. Proses tersebut terjadi sebagai akibat terbentuknya senyawa etilen dalam daun, sedangkan pembentukan senyawa etilen dalam tanaman dipicu oleh keberadaan enzim ACCoksidase yang dalam kondisi aktif (Efendi, 2005). Aktivitas enzim ACC-oksidase dalam tanaman dikendalikan oleh gen-gen tertentu. Semakin cepat gen tersebut mengaktifkan enzim ACC-oksidase semakin cepat senyawa etilen yang terbentuk sehingga semakin cepat daun memasuki fase panen. Dalam kondisi lingkungan tumbuh yang sama, perbedaan kecepatan mengaktifkan enzim ACC-oksidase dipengaruhi oleh aktivitas gen pengendali enzim tersebut yang terkandung dalam masing-masing kultivar tanaman. Mengingat kondisi lingkungan tumbuh yang digunakan dalam penelitian ini dibuat sehomogen mungkin, maka dapat disimpulkan bahwa waktu daun dipanen merupakan karakter genetik tanaman tembakau temanggung. Hasil yang sama diperoleh Djumali (2001) bahwa waktu daun dipanen merupakan karakter genetik tanaman tembakau virginia fc.
Djumali: Hubungan antara fenologi tanaman dengan hasil dan mutu rajangan kering tembakau temanggung
Tabel 3. Lama waktu muncul sampai berhenti meluas daun pada berbagai kultivar tembakau temanggung Kultivar
Lama waktu muncul–berhenti meluas (derajat hari) daun ke 4
G. genjah G. kemloko G. paijo Genjah ulir Ngablak Kemloko-2 G. pelus Mantili Dorowati
760 777 787 812 775 849 771 808 774
Rata-rata
790
KK (%)
7 d cd c b cd a cd b cd
1 1 1 1 1 1 1 1
941 022 027 172 080 179 101 158 161
10 d cd cd ab bc a bc ab ab
1 093
1,15
1 1 1 1 1 1 1 1 1
173 323 279 456 272 437 313 317 373
13 e cd d a d ab cd cd bc
1 327
4,53
1 1 1 1 1 1 1 1 1
273 409 398 492 345 487 402 435 342
16
d bc bc a c a bc ab c
1 398
3,34
1 1 1 1 1 1 1 1 1
379 476 498 632 426 561 552 606 500
19
d bc bc a cd ab ab a bc
1 514
2,61
1 1 1 1 1 1 1 1 1
391 455 515 570 423 597 521 528 401
22
d cd bc ab d a bc ab d
1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 489
3,55
414 431 505 563 404 643 493 503 404
25
d cd bc b d a bc bc d
1 1 1 1 1
414 380 465 516 400 1 471 1 493 -
1 484
2,58
bc d ab a cd
378 436 496 391 1 436 1 479 1 1 1 1
ab a
1 448
2,87
28
31 b ab a b ab a
1 445
2,53
1,96
Rata-rata
822 b 886 a -
1 1 1 1 1 1 1 1 1
854
1 312
2,02
218 295 323 412 280 393 288 321 279
c b b a b a b b b
1,94
Keterangan: Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan taraf 5%.
Tabel 4. Waktu panen daun pada berbagai kultivar tembakau temanggung Kultivar
Waktu panen (derajat hari) daun ke 4
7
G. genjah G. kemloko G. paijo Genjah ulir Ngablak Kemloko-2 G. pelus Mantili Dorowati
1 929 d 1 970 bc 1 972 bc 2 001 b 1 957 cd 2 165 a 1 939 cd 1994 b 1 972 bc
2 2 2 2 2 2 2 2 2
023 153 117 336 215 383 103 181 268
Rata-rata
1 989
2 198
10 d cd cd ab bc a cd bc bc
2 2 2 2 2 2 2 2 2
226 402 324 518 331 593 311 325 529
2 395
13 d bc cd ab cd a cd cd ab
2 2 2 2 2 2 2 2 2
501 662 587 700 578 820 571 599 691
16 c b bc ab bc a bc bc ab
2 634
2 2 2 2 2 3 2 2 2
690 782 754 863 725 020 767 754 887
2 805
19 d cd d bc d a d d b
2 2 2 2 2 3 2 2 2
846 929 888 967 873 208 887 873 977
2 939
22 d bc cd b cd a cd cd b
2 3 3 3 2 3 2 2 3
971 031 004 075 970 307 984 977 072
3 044
25 d bc bc b d a cd cd bc
3 3 3 3 3
059 099 092 129 078 3 079 3 079 3 088
28 c ab bc a bc
3 3 3 3
bc bc
3 3
171 893 219 158 139 139 -
3 312
31 b a b b b b
3 218 a 3 177 b 3 197
KK (%) 1,13 4,28 3,39 2,84 1,84 1,13 1,96 1,58 2,94 1,98 Keterangan: Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan taraf 5%.
e. Lama waktu dari daun muncul sampai dipanen Waktu yang diperlukan oleh daun tembakau temanggung dari mulai muncul sampai dipanen pada setiap posisi daun berbeda-beda tergantung kultivar tanaman yang digunakan (Tabel 5). Kemloko-2 merupakan kultivar tanaman yang memerlukan waktu yang paling panjang yakni rata-rata sebesar 1.871 derajat hari, sedangkan Gober genjah merupakan kultivar yang memerlukan waktu paling pendek yakni rata-rata sebesar 1.574 derajat hari. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa kecepatan daun dipanen ditentukan oleh kecepatan tanaman mengaktifkan enzim ACC-oksidase, karena aktivasi enzim tersebut dikendalikan oleh gen-gen tertentu. Di sisi lain, aktivasi enzim ACC-oksidase memicu gen-gen tertentu untuk menonaktifkan enzim yang menga-
talisator pembentukan sitokinin. Sitokinin merupakan regulator positif dalam pembentukan kloroplas (Nakano et al., 2001). Dalam kondisi keberadaan sitokinin yang cukup, daun tembakau belum menunjukkan tanda-tanda kemasakan (Jordi et al., 2000). Diduga gen pengendali enzim ACC-oksidase dan gen pengendali enzim pengatalisator sitokinin yang terkandung pada masing-masing kultivar tembakau yang diuji dalam penelitian ini berbedabeda sehingga menghasilkan lama waktu yang diperlukan daun dari mulai muncul sampai dipanen berbeda-beda. Diduga kultivar Gober genjah mengandung gen pengendali enzim ACC-oksidase yang paling aktif dan gen pengendali enzim pengatalisator sitokinin yang paling lemah sehingga menghasilkan lama waktu yang diperlukan daun dari mulai muncul sampai dipanen yang paling pendek. Seba7
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 3(1), April 2011:1−16
Tabel 5. Lama waktu muncul sampai panen daun pada berbagai kultivar tembakau temanggung Lama waktu muncul–panen (derajat hari) daun ke
Kultivar
4
G. genjah G. kemloko G. paijo Genjah ulir Ngablak Kemloko-2 G. pelus Mantili Dorowati
1 1 1 1 1 1 1 1 1
Rata-rata
1 651
KK (%)
596 616 640 695 612 802 605 686 607
d cd c b cd a cd b cd
7
10
1 532 c 1 578 c 1 593 c 1 828 ab 1 677 bc 1 886 a 1 712 bc 1 806 ab 1 799 ab
1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 712
1 676
1,27
520 653 596 835 586 877 649 654 710
5,51
d bc cd a cd a bc bc b
13 1 619 1 735 1 689 1 852 1 650 1 927 1 736 1 781 1 630
e cd de ab e a cd bc e
1 736
3,27
16 1 1 1 1 1 1 1 1 1
589 639 674 841 579 852 746 815 653
c bc bc a c a ab a bc
1 710
2,60
19 1 1 1 1 1 1 1 1 1
579 616 666 770 580 921 714 725 539
d cd cd b d a bc bc d
1 679
4,47
Rata-rata
22 1 1 1 1 1 1 1 1 1
580 576 660 753 547 831 667 682 535
cd cd bc ab d a bc bc d
1 648
4,02
25 1 1 1 1 1
574 534 655 707 550 1 652 1 682 -
28 c c b a c b a
1 622
3,57
520 339 703 101 1 594 1 654 1 2 1 2
31 c a c b c c
1 762
1,48
1 554 b 1 603 a 1 578
6,77
1 1 1 1 1 1 1 1 1
574 608 724 776 654 871 663 709 639
f ef bc b cd a cd bc de
1 691
3,21
4,95
Keterangan: Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan taraf 5%.
liknya, untuk kultivar Kemloko-2 memerlukan lama waktu yang paling panjang. Mengingat kondisi lingkungan tumbuh yang digunakan dalam penelitian ini dibuat seragam, maka dapat disimpulkan bahwa lama waktu yang diperlukan oleh daun dari mulai muncul sampai dipanen merupakan karakter genetik tembakau temanggung. f. Lama waktu dari daun berhenti meluas sampai dipanen Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa pada saat daun mulai berhenti meluas, gen pengendali enzim pengatalisator GA3 dan auksin dalam kondisi tidak aktif. Dengan demikian gen pengendali enzim pengatalisator sitokinin yang aktif dalam mendukung pembentukan klorofil dalam jaringan daun. Pada saat daun mendekati fase pemasakan, enzim pengatalisator sitokinin tidak aktif sebagai akibat gen pengendali enzim ACC-oksidase. Hasil
penelitian Smets et al. (2005) menunjukkan bahwa sitokinin mampu bekerja dengan baik dalam memacu pembentukan klorofil jika tidak ada pengaruh etilen. Oleh karena itu, lama waktu daun dari mulai berhenti meluas sampai dipanen sangat ditentukan kecepatan gen dalam memicu pembentukan enzim ACCoksidase. Semakin cepat gen dalam memicu pembentukan enzim ACC-oksidase semakin pendek waktu yang diperlukan daun dari mulai berhenti meluas sampai dipanen. Dengan demikian lama waktu daun mulai dari berhenti meluas sampai dipanen merupakan karakter genetik tanaman. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa lama waktu daun berhenti meluas sampai pada saat dipanen pada setiap posisi daun berbeda-beda tergantung kultivar yang digunakan (Tabel 6).
Tabel 6. Lama waktu berhenti meluas sampai panen daun pada berbagai kultivar tembakau temanggung Kultivar
Lama waktu berhenti meluas–panen (derajat hari) daun ke 4
G. genjah G. kemloko G. paijo Genjah ulir Ngablak Kemloko-2 G. pelus Mantili Dorowati
836 839 852 884 837 952 834 879 833
Rata-rata
861
KK (%)
7 c c c b c a c b c
1,49
592 556 566 656 597 707 611 648 638
10 cd e de b cd a bc b bc
619 4,19
347 329 318 379 314 440 336 337 337
c cd d b d a cd cd cd
348 4,25
13 346 325 292 360 305 440 334 346 289
bc d e b e a cd bc e
337 3,00
16 210 164 176 209 153 290 194 208 153
b e d b e a c b e
195 3,13
19 188 161 152 200 157 324 192 197 138
d e f b ef a cd bc g
190 1,81
22 166 145 154 190 143 189 175 180 131
c e d a e a b b f
163 2,61
Rata-rata
25
28
160 c 154 d 191 a 191 a 151 d 180 b 189 a -
142 f 904 a 207 c 710 b 158 e 175 d -
731 a 717 a -
356 313 400 364 374 477 375 388 360
174
317
724
378
1,49
2,72
31
2,36
4,95
Keterangan: Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan taraf 5%.
8
e f b de d a d c e
Djumali: Hubungan antara fenologi tanaman dengan hasil dan mutu rajangan kering tembakau temanggung
Kultivar Gober kemloko menghasilkan rata-rata lama waktu daun mulai berhenti meluas sampai dipanen yang paling pendek yakni sebesar 313 derajat hari sedangkan Kemloko-2 menghasilkan yang paling panjang yakni sebesar 477 derajat hari (Tabel 6). Diduga hal tersebut terjadi sebagai akibat kultivar Gober kemloko mengandung gen pengendali enzim ACC-oksidase yang paling aktif sehingga kultivar tersebut lebih cepat membentuk etilen dalam jaringan daun. Sebaliknya terjadi pada kultivar Kemloko-2 yang mengandung gen pengendali enzim ACC-oksidase yang paling kurang aktif. g. Lama waktu dari tanam sampai muncul bunga, pemangkasan, dan panen akhir Tembakau merupakan salah satu tanaman indeterminet, yaitu pada pertumbuhan tunas pucuk diakhiri dengan pemunculan bunga. Oleh karena itu, kecepatan muncul bunga ditentukan oleh aktivitas auksin sebagai zat dominasi pucuk. Semakin melemah aktivitas auksin semakin cepat kemunculan bunga. Aktivitas auksin yang melemah tersebut terjadi sebagai akibat peningkatan aktivitas sitokinin dan GA3 dalam jaringan tanaman. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kandungan sitokinin dapat memicu pemunculan bunga (Eshghi dan Tafazoli, 2007; Attibayeka et al., 2010; Virupakshi et al., 2002). Demikian pula beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi GA3 dapat mempercepat pemunculan bunga (Sutisna, 2010; Cardoso et al., 2010). Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa pembentukan sitokinin dan GA3 serta penonaktifan auksin dikendalikan oleh gen-gen dalam tanaman. Perbedaan aktivitas gen-gen tersebut dalam suatu jenis tanaman akan menghasilkan kecepatan waktu muncul bunga yang berbeda-beda pula seperti yang tertera pada Tabel 7. Kultivar Gober pelus menghasilkan waktu muncul bunga yang paling panjang sedangkan kultivar Gober genjah, Gober paijo, Genjah ulir, dan Kemloko-2 menghasilkan waktu muncul bunga yang paling pen-
dek. Hal ini diduga sebagai akibat kultivar Gober pelus mengandung gen pengendali sitokinin dan GA3 yang lambat aktif sedangkan Gober genjah, Gober paijo, Genjah ulir, dan Kemloko-2 mengandung gen pengendali yang cepat aktif. Pemangkasan tembakau temanggung dilakukan bila terdapat satu bunga telah membuka sempurna. Lama waktu dari muncul bunga sampai satu bunga membuka sempurna antarkultivar yang digunakan tidak berbeda. Dengan demikian lama waktu dari tanam sampai pemangkasan ditentukan oleh lama waktu muncul bunga. Mengingat lama waktu muncul bunga merupakan karakter genetik tanaman, maka lama waktu dari tanam sampai pemangkasan juga merupakan karakter genetik tanaman. Hal inilah yang menyebabkan pengaruh kultivar yang digunakan terhadap lama waktu muncul bunga sama dengan terhadap lama waktu dari tanam sampai pemangkasan (Tabel 7). Tabel 7. Lama waktu dari tanam sampai muncul bunga, pemangkasan, dan panen akhir beberapa kultivar tembakau temanggung Kultivar
Lama waktu (derajat hari) dari tanam sampai Muncul bunga
G. genjah G. kemloko G. paijo Genjah ulir Ngablak Kemloko-2 G. pelus Mantili Dorowati
1 1 1 1 1 1 1 1 1
Rata-rata
1 648
KK (%)
542 737 528 522 747 578 828 703 650
d b d d b d a bc c
2,43
Pemangkasan 1 1 1 1 1 1 2 1 1
751 972 741 723 979 806 057 932 885
de b de e b d a bc c
1 872 2,31
Panen akhir 3 3 3 3 3 3 3 3 3
059 171 893 198 138 307 218 177 072
c bc a bc bc b bc bc c
3 248 2,88
Keterangan: Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan taraf 5%.
Tembakau temanggung dipanen secara berkala sesuai dengan tingkat kemasakan daun. Oleh karena itu, waktu panen akhir ditentukan oleh waktu panen daun yang paling atas. Waktu panen daun atas ditentukan oleh waktu muncul daun dan lama waktu dari muncul sampai panen daun atas. Kultivar Gober paijo menghasilkan waktu muncul daun atas 9
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 3(1), April 2011:1−16
yang tergolong sedang (Tabel 1) tetapi menghasilkan lama waktu dari muncul sampai panen akhir yang paling lama (Tabel 5) sehingga lama waktu dari tanam sampai panen akhir yang paling panjang (Tabel 7). Demikian pula kultivar Gober genjah dan Dorowati yang menghasilkan waktu muncul daun atas (Tabel 1) dan lama waktu dari muncul sampai panen daun atas yang paling cepat (Tabel 5) sehingga menghasilkan lama waktu dari tanam sampai panen akhir yang paling cepat pula (Tabel 7). Mengingat waktu muncul daun dan lama waktu dari muncul sampai panen daun atas merupakan karakter genetik tanaman, maka lama waktu dari tanam sampai panen akhir juga merupakan karakter genetik tanaman. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan kultivar yang digunakan menghasilkan perbedaan lama waktu dari tanam sampai panen akhir yang berbeda-beda (Tabel 7). h. Lama waktu dari muncul bunga sampai panen akhir, pemangkasan sampai panen akhir, dan panen awal sampai panen akhir Lama waktu dari muncul bunga sampai panen akhir dipengaruhi oleh waktu muncul bunga dan waktu panen akhir, dimana semakin lambat muncul bunga dan semakin cepat waktu panen akhir maka semakin pendek waktu dari muncul bunga sampai panen akhir. Mengingat waktu muncul bunga dan waktu panen akhir merupakan karakter genetik tanaman, maka lama waktu dari muncul bunga sampai panen akhir juga termasuk karakter genetik tanaman. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan kultivar tembakau temanggung yang berbeda-beda menghasilkan lama waktu dari muncul bunga sampai panen akhir yang berbeda-beda pula (Tabel 8). Kultivar Gober paijo menghasilkan waktu muncul bunga yang tercepat dan waktu panen akhir yang paling lambat menyebabkan lama waktu dari muncul bunga sampai panen akhir yang dihasilkan yang paling panjang. Demikian pula sebaliknya kultivar Ngablak dan Gober pelus. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa lama waktu dari muncul bunga sampai pe10
mangkasan bukan merupakan karakter genetik sehingga pengaruh kultivar yang digunakan terhadap waktu pemangkasan hampir sama dengan terhadap waktu muncul bunga. Hal inilah yang menyebabkan pengaruh kultivar tanaman terhadap lama waktu dari pemangkasan sampai dengan panen akhir sama dengan terhadap lama waktu muncul bunga sampai panen akhir (Tabel 8). Mengingat lama waktu dari muncul bunga sampai panen akhir merupakan karakter genetik tanaman, maka lama waktu dari pemangkasan sampai panen akhir juga termasuk karakter genetik tanaman. Tabel 8. Lama waktu dari muncul bunga−panen akhir, pemangkasan–panen akhir, dan panen awal–panen akhir beberapa kultivar tembakau temanggung Lama waktu (derajat hari) dari Kultivar
Bunga–panen akhir
G. genjah G. kemloko G. paijo Genjah ulir Ngablak Kemloko-2 G. pelus Mantili Dorowati
1 1 2 1 1 1 1 1 1
Rata-rata
1 600
KK (%)
518 434 365 677 391 729 390 474 422
c cd a b d b d cd cd
4,05
Pangkas– panen akhir 1 1 2 1 1 1 1 1 1
308 198 152 475 159 501 160 245 187
c cd a b d b d cd cd
1 376 5,00
Panen awal– panen akhir 1 1 1 1 1 1 1 1 1
131 200 921 197 180 142 278 183 100
c bc a bc bc c b bc c
1 259 5,56
Keterangan: Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan taraf 5%.
Lama waktu dari panen awal sampai dengan panen akhir ditentukan oleh waktu panen awal dan panen akhir, dimana semakin lambat panen awal dan semakin cepat panen akhir dilakukan semakin pendek waktu dari panen awal sampai panen akhir. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa panen awal merupakan karakter genetik tanaman, demikian pula panen akhir. Kultivar Gober paijo menghasilkan waktu panen awal yang paling cepat (Tabel 4) dan panen akhir yang paling lambat (Tabel 7) sehingga lama waktu dari panen awal sampai panen akhir yang diperoleh menjadi paling panjang. Demikian pula sebaliknya untuk kultivar Gober genjah yang panen awal dan panen akhirnya paling cepat
Djumali: Hubungan antara fenologi tanaman dengan hasil dan mutu rajangan kering tembakau temanggung
atau kultivar Kemloko-2 yang panen awal dan panen akhirnya agak panjang atau Dorowati yang panen awalnya tergolong sedang dan panen akhirnya paling cepat sehingga lama waktu dari panen awal sampai panen akhir menjadi paling pendek. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan kultivar tanaman yang berbeda-beda menghasilkan lama waktu dari panen awal sampai panen akhir yang berbeda-beda pula (Tabel 8).
Kultivar Dorowati menghasilkan rajangan kering per posisi daun yang paling tinggi, sedangkan kultivar Mantili menghasilkan yang paling rendah. Hal ini disebabkan kultivar Dorowati mempunyai proporsi partisi karbohidrat untuk pertumbuhan daun (43,7%) dan laju fotosíntesis (0,787 mg CO2/cm2/det) yang tinggi, sedangkan kultivar Mantili mempunyai laju fotosíntesis (0,696 mg CO2/cm2/det) yang rendah (Djumali, 2010). Hasil rajangan kering total merupakan penjumlahan hasil dari masing-masing posisi daun sehingga nilainya tidak saja ditentukan oleh hasil rajangan kering setiap posisi daun melainkan juga oleh jumlah daun produksinya. Sebagaimana telah diketahui bahwa jumlah daun tembakau merupakan karakter genetik tanaman, demikian pula bobot rajangan kering setiap posisi daun juga merupakan karakter genetik tanaman. Hal inilah yang menyebabkan hasil rajangan kering total per tanaman yang diperoleh berbeda-beda antarkultivar tembakau temanggung yang digunakan (Tabel 9). Kultivar Gober pelus menghasilkan rajangan kering per posisi daun yang tergolong sedang namun jumlah daun yang dihasilkan sangat banyak sehingga memperoleh hasil rajangan kering per tanaman yang paling tinggi. Hal sebaliknya terjadi pada kultivar Kemloko2, Gober paijo, dan Gober genjah yang mempunyai jumlah daun paling sedikit sehingga memperoleh hasil rajangan total per tanaman yang paling rendah.
2. Hasil dan Mutu Rajangan Kering a. Hasil rajangan kering Rajangan kering tembakau merupakan hasil akumulasi bahan kering setiap posisi daun dari mulai muncul sampai dipanen. Kuantitas bahan kering yang terakumulasi tersebut tergantung dari proporsi partisi karbohidrat untuk pertumbuhan daun dan laju fotosíntesis selama pertumbuhan daun tersebut. Hasil penelitian Djumali (2001) memperlihatkan bahwa proporsi partisi karbohidrat untuk pertumbuhan daun pada setiap posisi dan laju fotosíntesis merupakan karakter genetik tanaman sehingga menghasilkan proporsi partisi dan laju fotosíntesis antarvarietas tembakau virginia berbeda-beda. Perbedaan proporsi partisi karbohidrat dan laju fotosíntesis tersebut menyebabkan perbedaan hasil rajangan kering antarvarietas tanaman. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan kultivar tembakau temanggung yang digunakan menghasilkan rajangan kering pada setiap posisi daun yang berbedabeda antarkultivar yang digunakan (Tabel 9).
Tabel 9. Hasil rajangan kering daun pada berbagai kultivar tembakau temanggung Kultivar
Hasil rajangan kering (g/tanaman) daun ke 4
7 bc bc bc bc bc b bc c a
4,33 5,32 4,70 5,51 5,59 5,34 5,50 4,96 8,13
10 d bc cd b b bc b bc a
4,88 5,69 5,19 6,03 5,89 5,58 5,35 4,73 7,29
ef bc de b b bc cd f a
13 5,75 6,30 5,06 6,27 5,51 6,22 5,15 4,94 8,81
cd b ef b de bc ef f a
16 6,45 6,59 5,12 6,45 6,66 7,26 6,19 4,84 8,76
bc bc d bc bc b c d a
19 6,98 7,18 5,40 7,01 7,65 8,27 8,09 5,18 9,95
bc bc cd bc b ab b d a
22
G. genjah G. kemloko G. paijo Genjah ulir Ngablak Kemloko-2 G. pelus Mantili Dorowati
3,72 3,81 3,75 3,42 3,41 3,95 3,76 3,14 6,13
7,63 b 7,43 b 5,47 cd 7,59 b 8,35 b 10,08 a 6,78 bc 4,77 d 10,75 a
Rata-rata
3,90
5,49
5,62
6,00
6,48
7,30
7,65
KK (%)
7,20
6,52
3,97
4,24
6,71
10,18
10,43
25 8,17 7,76 6,78 8,69 9,29 7,62 5,54 -
bc c d ab a
28
31
Jumlah
6,93 c 8,36 ab 7,95 b 9,13 a 7,48 bc 6,89 c -
10,84 b 14,89 a -
47,92 57,01 49,83 58,93 61,47 46,70 66,79 59,87 59,82
7,69
7,52
12,88
56,48
5,82
6,38
6,76
4,95
c e
c b c b ab c a b b
Keterangan: Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan taraf 5%.
11
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 3(1), April 2011:1−16
Tabel 10. Kadar nikotin rajangan kering daun pada berbagai kultivar tembakau temanggung Kultivar
Kadar nikotin (%) rajangan kering daun ke 4
G. genjah G. kemloko G. paijo Genjah ulir Ngablak Kemloko-2 G. pelus Mantili Dorowati
6,13 6,67 6,13 5,27 5,38 5,63 5,63 5,83 4,75
Rata-rata
5,71
7 ab a ab cd cd bc bc bc d
6,39 6,32 7,50 6,95 5,80 5,25 5,11 4,73 5,67 5,97
bc bc a ab cd ef fg g de
10 7,26 5,94 7,19 6,88 5,87 6,14 5,59 4,88 6,79 6,28
a bc a a bc b c d a
13 7,66 7,11 7,24 7,64 6,77 7,25 4,67 5,31 7,38 6,78
a ab ab a b ab d c ab
16 8,44 8,62 8,29 8,32 6,88 7,13 5,50 6,05 7,83 7,45
ab a ab ab cd bc e de bc
19
22
8,85 b 8,28 b 10,57 a 8,83 b 7,65 b 7,90 b 6,35 c 7,82 b 8,69 b
9,78 6,47 7,53 8,83 7,62 7,89 6,06 7,61 8,73
8,31
7,84
a d c ab c bc d c b
25 10,60 7,94 8,55 8,14 7,67 6,60 7,81 8,19
a b b b bc c bc
28 7,88 cd 11,45 a 10,01ab 9,21 bc 6,26 d 8,18 bc 8,76
31
Ratarata
7,51 b 8,98 a -
8,47 7,35 8,56 8,12 7,24 6,98 6,11 7,18 7,31
8,25
7,48
a b a a b b c b b
KK (%) 6,12 5,45 4,13 4,67 8,55 7,06 6,39 8,14 10,40 6,48 4,20 Keterangan: Angka yang didampingi huruf sama dalam satu kolom berarti tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan taraf 5%.
b. Kadar nikotin rajangan kering Nikotin disintesis dalam jaringan akar dan sebagian besar ditranslokasikan ke jaringan daun. Proporsi partisi karbohidrat untuk sintesis nikotin pada tembakau temanggung merupakan karakter genetik tanaman (Djumali) 2010). Demikian pula hasil rajangan kering per posisi daun merupakan karakter genetik tanaman tembakau temanggung (Tabel 9). Mengingat kadar nikotin merupakan pembagian kuantitas nikotin dalam jaringan daun dengan bobot kering daun, maka kadar nikotin per posisi daun juga merupakan karakter genetik tanaman. Hal inilah yang menyebabkan penggunaan kultivar tembakau temanggung yang berbeda-beda menghasilkan kadar nikotin per posisi daun yang berbeda-beda pula (Tabel 10). Sebagaimana dijelaskan oleh Djumali (2008) bahwa pada tanaman tembakau temanggung terdapat kontradiksi antara hasil rajangan kering dengan kadar nikotin. Semakin tinggi hasil rajangan kering yang diperoleh semakin rendah kadar nikotin yang dihasilkan. Dalam penelitian ini juga menunjukkan hal yang sama, karena kultivar Gober genjah dan Gober paijo memperoleh hasil rajangan kering yang paling rendah (Tabel 9) dan kadar nikotin yang paling tinggi (Tabel 10). Demikian pula sebaliknya yang dihasilkan kultivar Gober pelus.
12
3. Keterkaitan Fenologi Tanaman dengan Hasil dan Mutu Rajangan Kering Fenologi tanaman yang meliputi waktu muncul bunga (Bunga), waktu pemangkasan (Pangkas), waktu panen akhir (PA), lama waktu dari berbunga sampai panen akhir (BungaPA), lama waktu dari pemangkasan sampai panen akhir (Pangkas-PA), lama waktu dari panen awal sampai panen akhir (P1-PA), lama waktu dari daun muncul sampai daun dipanen (MD-P), lama waktu dari daun muncul sampai daun berhenti meluas (MD-DBM), lama waktu dari daun berhenti meluas sampai daun dipanen (DBM-P) merupakan karakter genetik tembakau temanggung dan mempengaruhi hasil rajangan kering dengan total pengaruh sebesar 91,6% (Tabel 11) serta mutu (kadar nikotin) dengan total pengaruh sebesar 84,9% (Tabel 12). Dari kesembilan karakter fenologi tanaman tersebut, diperoleh 5 karakter yang dominan mempengaruhi produksi, yakni Pangkas, MD-DBM, PA, P1-PA, dan Bunga-PA dengan total pengaruh sebesar 90,3%. Adapun 5 karakter yang dominan mempengaruhi mutu adalah Pangkas, DBM-P, MD-DBM, PA, dan P1-PA dengan total pengaruh sebesar 84,7%. Karakter genetik yang dominan mempengaruhi hasil rajangan kering bila diperbandingkan dengan yang mempengaruhi mutu maka diperoleh 4 karakter yang mempenga-
Djumali: Hubungan antara fenologi tanaman dengan hasil dan mutu rajangan kering tembakau temanggung
Tabel 11. Hubungan antara total produksi rajangan kering dengan karakter fenologi tanaman tembakau temanggung Nilai T-student pada persamaan ke 1 Bunga Pangkas PA Bunga−PA Pangkas−PA P1−PA MD−P MD−DBM DBM−P R2
1,900 2,560 -6,214 -2,366 -2,095 -6,661 0,878 1,965 -0,097 0,916**
2 1,927 2,589 -6,289 -2,514 -2,183 -7,198 1,660 4,221 0,916**
3 1,354 2,093 -6,450 -2,205 -1,936 -8,147 10,940 0,911**
4 4,894 -6,318 -1,725 -1,401 -8,493 11,319 0,907**
5 4,643 -7,127 -1,752 -9,240 11,846 0,903**
6 12,230 -9,099 -8,951 12,063 0,897**
7 9,328 -1,051 5,220 0,728**
8
9
9,823 5,232 -
8,357 -
0,722**
0,573**
Keterangan: **) persamaan pada setiap kolom berpengaruh nyata pada uji F taraf 1%. PA = panen akhir; P1 = panen awal; P = panen; MD = muncul daun; DBM = daun berhenti meluas; R2 = koefisien determinasi; Bunga, Pangkas, dan PA = jumlah satuan panas yang diperlukan untuk muncul bunga, pemangkasan, dan panen akhir; Bunga−PA = jumlah satuan panas yang diperlukan dari muncul bunga sampai panen akhir
ruhi keduanya, yakni Pangkas, PA, P1-PA, dan MD-DBM. Hasil rajangan kering dalam menanggapi pengaruh keempat karakter tersebut bertolak belakang dengan mutu. Hasil ini sesuai dengan yang diperoleh Djumali (2008) Sebagaimana yang telah dijelaskan Bush (1999) bahwa pelukaan atau pemangkasan tanaman tembakau akan mempercepat sintesis nikotin dalam akar. Oleh karena itu, semakin lama tanaman tembakau tidak dipangkas semakin lambat sintesis nikotin dalam akar sehingga karbohidrat yang tersedia untuk pertumbuhan daun semakin tinggi. Kondisi yang demikian menyebabkan kadar nikotin dalam daun menjadi rendah dan hasil rajangan kering semakin tinggi. Hal inilah yang menyebabkan lama waktu dari tanam sampai pemangkasan berpengaruh positif terhadap hasil rajangan kering (Tabel 11) dan berpengaruh negatif terhadap kadar nikotin (Tabel 12). Pada saat tanaman tembakau berbunga sampai panen akhir, sebagian besar karbohidrat hasil fotosintesis dipergunakan untuk sintesis nikotin. Lama waktu tembakau temanggung dari tanam sampai berbunga (Tabel 7) hampir sama dengan lama waktu dari berbunga sampai panen akhir (Tabel 8). Di sisi lain, laju fotosintesis tembakau temanggung sebelum berbunga lebih rendah dibanding setelah berbunga. Kondisi yang demikian menyebabkan lama waktu dari tanam sampai panen akhir
(PA) dan lama waktu dari muncul bunga sampai panen akhir (Bunga−PA) berpengaruh negatif terhadap hasil rajangan kering (Tabel 11) dan berpengaruh positif terhadap kadar nikotin (Tabel 12). Tembakau temanggung dipanen secara berkala dan panen pertama dilakukan setelah muncul bunga. Setelah muncul bunga, laju sintesis nikotin lebih besar dibanding laju pembentukan daun. Kondisi yang demikian menyebabkan semakin lama waktu dari panen pertama sampai panen akhir semakin besar kadar nikotin yang dihasilkan. Hal inilah yang menyebabkan lama waktu dari panen pertama sampai panen akhir (P1−PA) berpengaruh negatif terhadap hasil rajangan kering (Tabel 11) dan berpengaruh positif terhadap kadar nikotin (Tabel 12). Fenologi pertumbuhan daun tembakau dimulai dari pemunculan, perluasan, penghentian perluasan, dan panen. Selama muncul sampai perluasan (MD−DBM), daun mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Selama fase tersebut sebagian besar karbohidrat hasil fotosintesis dipergunakan untuk pembentukan jaringan baru. Semakin lama waktu MD−DBM semakin besar jaringan yang terbentuk sehingga hasil rajangan kering semakin tinggi. Adapun selama daun berhenti meluas sampai panen (DBM−P), daun menerima nikotin dari jaringan akar dan karbohidrat simpanan hasil
13
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 3(1), April 2011:1−16
Tabel 12. Hubungan antara rata-rata kadar nikotin dengan karakter fenologi tanaman tembakau temanggung Nilai T-student pada persamaan ke 1 Bunga Pangkas PA Bunga−PA Pangkas-PA P1−PA MD−P MD−DBM DBM-P R2
-0,159 -4,639 1,088 0,562 0,571 0,504 -0,316 -0,603 0,948 0,849**
2 -5,291 1,196 0,597 0,593 0,736 -0,349 -0,604 0,966 0,849**
3 -5,339 1,157 0,517 0,527 0,781 -4,206 2,880 0,848**
4 -5,430 1,053 0,104 0,725 -4,208 2,942 0,847**
5 -12,356 1,093 0,777 -4,712 3,127 0,847**
6 -12,950 1,851 -4,777 3,430 0,845**
7 -13,262 -4,373 3,026 0,834**
8 -12,013 7,115 0,804**
9 -9,016 0,610**
Keterangan: **) persamaan pada setiap kolom berpengaruh nyata pada uji F taraf 1%. PA = panen akhir; P1 = panen awal; P = panen; MD = muncul daun; DBM = daun berhenti meluas; R2 = koefisien determinasi; Bunga, Pangkas, dan PA = jumlah satuan panas yang diperlukan untuk muncul bunga, pemangkasan, dan panen akhir; Bunga−PA = jumlah satuan panas yang diperlukan dari muncul bunga sampai panen akhir.
fotosintesis. Semakin lama waktu DBM−P semakin banyak nikotin yang diterima daun sehingga kadar nikotin semakin tinggi. Hal inilah yang menyebabkan MD−DBM berpengaruh positif terhadap hasil rajangan kering (Tabel 11) dan DBM−P berpengaruh positif terhadap kadar nikotin (Tabel 12).
4. Implikasi Hasil Penelitian Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa terdapat 4 fenologi tanaman yang mempengaruhi hasil dan mutu rajangan kering yakni lama waktu dari tanam sampai pemangkasan, muncul daun sampai daun berhenti meluas, tanam sampai panen akhir, dan panen awal sampai panen akhir. Pengaruh keempat fenologi tersebut terhadap hasil rajangan kering bertolak belakang dengan pengaruhnya terhadap mutu rajangan kering. Oleh karena itu rekayasa terhadap keempat fenologi tersebut dalam rangka meningkatkan hasil dan mutu tembakau temanggung harus dilakukan secara hati-hati. Fenologi tanaman yang mempengaruhi hasil dan tidak mempengaruhi mutu rajangan kering adalah lama waktu dari muncul bunga sampai panen akhir dengan bentuk pengaruh yang negatif. Dengan mempertimbangkan pengaruh negatif lama waktu dari tanam sampai panen akhir terhadap hasil rajangan kering, maka untuk memperpendek lama waktu dari 14
muncul bunga sampai panen akhir dapat dilakukan dengan memperpanjang lama waktu dari tanam sampai muncul bunga. Rekayasa memperpanjang waktu muncul bunga diharapkan dapat meningkatkan hasil rajangan kering tanpa diikuti oleh penurunan mutu yang dihasilkan. Fenologi tanaman yang mempengaruhi mutu dan tidak mempengaruhi hasil rajangan kering adalah lama waktu dari daun berhenti meluas sampai daun dipanen dengan bentuk pengaruh yang positif. Dengan mempertimbangkan lama waktu dari muncul daun sampai daun berhenti meluas berpengaruh terhadap hasil dan mutu rajangan kering, maka untuk memperpanjang lama waktu dari daun berhenti meluas sampai daun dipanen dapat dilakukan dengan memperpanjang waktu daun dipanen terutama daun-daun tengah dan daundaun bawah. Upaya memperpanjang waktu panen daun atas dapat mempengaruhi lama waktu dari tanam sampai panen akhir dan panen awal sampai panen akhir, sehingga mempengaruhi hasil dan mutu rajangan kering. Dengan demikian rekayasa untuk memperpanjang waktu daun dipanen terutama daun-daun tengah dan daun-daun bawah diharapkan dapat meningkatkan mutu rajangan kering yang dihasilkan tanpa diikuti oleh penurunan hasil rajangan kering.
Djumali: Hubungan antara fenologi tanaman dengan hasil dan mutu rajangan kering tembakau temanggung
KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa: 1. Fenologi tanaman yang mencakup lama waktu dari muncul daun sampai daun berhenti meluas, muncul daun sampai panen, daun berhenti meluas sampai panen, tanam sampai muncul bunga, tanam sampai pemangkasan, tanam sampai panen akhir, muncul bunga sampai panen akhir, pemangkasan sampai panen akhir, dan panen awal sampai panen akhir merupakan karakter genetik tanaman tembakau temanggung. 2. Karakter fenologi utama yang mempengaruhi hasil rajangan kering mulai dari yang terbesar adalah lama waktu dari tanam sampai pemangkasan, muncul daun sampai daun berhenti meluas, tanam sampai panen akhir, panen awal sampai panen akhir, dan muncul bunga sampai panen akhir dengan total pengaruh sebesar 90,3%. 3. Karakter fenologi utama yang mempengaruhi mutu rajangan kering mulai dari yang terbesar adalah lama waktu dari tanam sampai pemangkasan, daun berhenti meluas sampai panen, muncul daun sampai daun berhenti meluas, tanam sampai panen akhir, dan panen awal sampai panen akhir dengan total pengaruh sebesar 84,7%. 4. Lama waktu dari tanam sampai pemangkasan dan dari muncul daun sampai daun berhenti meluas berpengaruh positif terhadap hasil rajangan kering, namun berpengaruh negatif terhadap mutu rajangan kering. 5. Lama waktu dari tanam sampai panen akhir dan dari muncul bunga sampai panen akhir berpengaruh negatif terhadap hasil rajangan kering, namun berpengaruh positif terhadap mutu rajangan kering. 6. Lama waktu dari tanam sampai pemangkasan antarkultivar bervariasi 1.723−2.057 derajat hari, tanam sampai panen akhir bervariasi 3.059−3.893 derajat hari, panen
awal sampai panen akhir bervariasi 1.100− 1.921 derajat hari, muncul bunga sampai panen akhir bervariasi 1.390−2.365 derajat hari, muncul daun sampai daun berhenti meluas bervariasi 1.574−1.871 derajat hari, dan daun berhenti meluas sampai panen bervariasi 313−477 derajat hari.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penelitian ini, terutama Kepala Kebun Percobaan Karangploso dan Saudara Mochamad. Sohri, SP.
DAFTAR PUSTAKA Attibayeka, J-L. Badila, and O-A.M. Genevieve. 2010. Changes in endogenous cytokinins and in vitro photoperiodic flowering induction in Cichorium intybus L. Pakistan Journal of Nutrition 9(3):230−234. Bush, L.P. 1999. Alcaloid biosynthesis. In Tobacco: Production, chemistry, and technology. p. 285− 291. Eds. D.L. Davis and M.T. Nielsen. Blacwell Science, Oxford. Cardoso, J.C., E.O. Ono, and J.D. Rodrigues. 2010. Gibberellic acid and wáter regime in the flowering induction of Brassocattleya and Cattleya hybrid orchids. Hortic. Bras. 28(4):1−6. Djajadi dan A.S. Murdiyati. 2000. Hara dan pemupukan tembakau temanggung. Hal. 32−39. Dalam Monograf Tembakau Temanggung. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat, Malang. Djumali. 2001. Model simulasi potensi pertumbuhan dan produksi tembakau virginia. Tesis. Program Pascasarjana, Universitas Brawijaya, Malang. Djumali. 2008. Produksi dan mutu tembakau temanggung (Nicotiana tabacum L.) di daerah tradisional serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Disertasi. Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang. Djumali. 2010. Tembakau temanggung: fotosintesis, respirasi, partisi karbohidrat, serta keterkaitannya dengan hasil dan mutu rajangan kering. Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 2(2):60−74.
15
Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 3(1), April 2011:1−16
Efendi, D. 2005. Rekayasa genetika untuk mengatasi masalah-masalah pascapanen. Bul. Agron. 33(2):49−56. Eshghi, S. and E. Tafazoli. 2007. Possible role of cytokinins in flower induction in strawberry. American Journal of Plant Physiology 2(2): 167−174. Harno, R. 2006. Tembakau dipandang dari sudut pandang pabrik rokok keretek. Hal. 9−12. Dalam Suwarso et al. (ed.) Prosiding Diskusi Panel Revitalisasi Sistem Agribisnis Tembakau Bahan Baku Rokok. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor. Jordi, W., A. Schapendonk, E. Davelaar, G.M. Stoopen, C.S. Pot, R. de Visser, J.A. van Rhijn, S. Gan, and R.M. Amasino. 2000. Increased cytokinin levels in transgenic PSAG12-IPT tobacco plants have large direct and indirects effects on leaf senescence, photosynthesis, and N partitioning. Plant, Cell, and Environment 23: 279−289. Kusumawati, A., E.D. Hastuti, dan N. Setiari. 2009. Pertumbuhan dan pembungaan tanaman jarak pagar setelah penyemprotan GA3 dengan konsentrasi dan frekuensi berbeda. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi 10(1):18–29. Khan, M.M.A., C. Gautam, F. Mohammad, M.H. Siddiqui, M. Naeem, and M.N. Khan. 2006. Effect of gibberellic acid spray on perfor-
16
mance of tomato. Plant Physiology 30(6):11– 16. Nakano, T., T. Kimura, I. Kaneko, N. Nagata, T. Matsuyama, T. Asami, and S. Yoshida. 2001. Molecular mechanism of chloroplast development regulated by plant hormones. Riken Review 41:86–87. Ntzanis, E., N.G. Danalotos, and S. Ntzani. 1996. Accumulated heat units as a method for predicting tobacco maturity. Tob. Sci. 40:37–43. Shimizu-Sato, S., M. Tanaka, and H. Mori. 2009. Auxin-cytokinin interactions in the control of shoot branching. Plant Mol. Biol. 69(4):429– 435. Smets, R., J. Le, E. Prinsen, J-P. Verbelen, and H.A. van Onckelen. 2005. Cytokinin induced hypocotyl elongation in light-grown Arabidopsis plants with inhibited ethylene action or indole-3-acetic acid transport. Planta 221:39– 47. Sutisna, A. 2010. Teknik mempercepat pembungaan lili (Lilium spp.) dengan pemberian GA3 dan aplikasi hari panjang. Buletin Teknik Pertanian 15(1):19–23. Virupakshi, S., B.R. Manjunatha, and G.R. Naik. 2002. In vitro flower induction in callus from a juvebile explants of sugarcane, Saccharum officinarum L. var. CoC 671. Current Science 83(10):1195–1197.