HUBUNGAN ANTARA CARA MENGAJAR GURU DENGAN SELF-EFFICACY SISWA DALAM PEMEROLEHAN BAHASA INGGRIS Lisa Gustriyana Gea
[email protected] Dosen Pembimbing: Greta Vidya Paramita, M.Psi Binus University: Jl. Kebon Jeruk Raya No. 27, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11530. Telp. (62-21) 535 0660 Fax. (62-21) 535 0644
ABSTRAK Dalam era globalisasi ini penggunaan bahasa kedua (misal:bahasa Inggris) di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang asing lagi ditelinga kita. Disekolah juga sudah diterapkan untuk mempelajari bahasa Inggris ini. Namun dalam kenyataannya kemampuan guru dalam mengajarkan bahasa Inggris ini masih jauh dari yang diharapkan sehingga peneliti ingin melihat bagaimana persepsi siswa terhadap cara mengajar guru dan apakah berpengaruh terhadap self-efficacy siswa dalam pemerolehan bahasa Inggris disekolah. Peneliti menggunakan alat ukur untuk mengukur persepsi siswa terhadap cara mengajar guru yang peneliti buat validitas berdasarkan teori Krech dan Crutchfield, domain dari persepsi yang memiliki 20 item per-item >0,3 – 0,775 dan mengukur self-efficacy siswa dalam pemerolehan bahasa Inggris yang peneliti buat berdasarkan teori Bandura, domain dari self-efficacy yang memiliki 30 item dan validitas peritem >0,2 – 0,536. Pengambilan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner dalam bentuk skala likert. Teknik pengambilan sampel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling. Berdasarkan analisis korelasi sederhana (r) menunjukkan bahwa nilai korelasi antara persepsi siswa mengenai cara mengajar guru dengan self-efficacy siswa dalam pemerolehan bahasa Inggris sebesar 0,262 dengan sig (p)=0,019 (p<0,05). Jadi, terdapat hubungan positif dan signifikan antara persepsi siswa terhadap cara mengajar guru dengan self-efficacy siswa dalam pemerolehan bahasa Inggris. Kata Kunci : cara mengajar guru, self-efficacy, pemerolehan bahasa Inggris
ABSTRACT In this era of globalization, the use of a second language (eg: English) in Indonesia is not uncommonly spoken. At school, English is also included in the curriculum as well. However in its practice, the ability of teachers in English language teaching is still far from expectation, and the researchers wanted to see how the students' perception of the teaching style by their teachers affect student’s self-efficacy of English language acquisition in school. Researchers used a measurement tool to identify the student’s perception about their teacher, based on the theory of Krech and Crutchfield; the domain of perception that has 20 items (α = 0.872) the validity per-item > 0.3 to 0.775, and measure students' self-efficacy in English language acquisition researchers that based on Bandura's theory; the domain of self-efficacy that has 30 items (α = 0.869) and the validity per-item> 0.2 to 0.536. The data retrieval is done by distributing questionnaires in the form of Likert scale. The sampling technique used in this study was nonprobability sampling. Based on the analysis of simple correlation (r,) shows that the correlation between student’s perceptions about teaching style by the teachers with student’s self-efficacy in attainment of English language is 0.262 with the sig (p) = 0.019 (p <0.05). Thus, there is a positive and significant relationship between student’s perception of teaching style by the teachers with student’s self-efficacy in English language acquisition. Keywords: teacher’s teaching style, self-efficacy, English language acquisition
PENDAHULUAN Dewasa ini, penggunaan bahasa kedua (misal: bahasa Inggris) di Indonesia bukan merupakan sesuatu yang asing lagi ditelinga kita bahkan sudah merupakan hal yang perlu kita ketahui selain dari bahasa ibu yang telah biasa kita gunakan dan kenal sebelumnya. Bahasa kedua (bahasa Inggris) ini semakin penting untuk dapat kita kuasai apalagi diera globalisasi ini menuntut kita untuk dapat menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas guna bersaing di dunia perekonomian dan bisnis. Hal ini dapat tercipta mulai dari pendidikan yang kita terima pada saat duduk di bangku sekolah, pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) sudah pasti memerlukan dukungan dan tindakan proaktif, serta antisipasif dalam melakukan peningkatan di bidang pembangunan. Salah satunya melalui pendidikan bahasa Inggris. Keraf (1993) mengatakan bahwa bahasa itu memiliki fungsi tertentu, yaitu (1) alat untuk menyatakan ekspresi diri, menyatakan secara terbuka apa yang kita rasakan, (2) alat komunikasi, sehingga kita dapat menyalurkan apa yang ingin kita sampaikan, (3) alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, bahasa merupakan alat yang memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat berbaur dengan tempat dia bergaul. Dari penjelasan Keraf bahwa bahasa memiliki fungsi yang berguna untuk kita, sehingga diharapkan para pelajar memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang baik dan mampu bersaing, tidak hanya lokal tetapi juga di dunia internasional (Antaranews, 2012). Penggunaan bahasa Inggris di Indonesia semakin lama semakin umum. Di sekolah, anak-anak sudah mendapatkan pelajaran bahasa Inggris sejak tingkat Sekolah Dasar atau bahkan Taman Kanak-kanak. Pentingnya penggunaan bahasa kedua ( bahasa Inggris) ini oleh para siswa/i adalah ketika nanti mereka melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, pastilah bahasa Inggris ini diperlukan karena banyak ilmu pengetahuan yang didapatkan dari text book yang berbahasa Inggris, buku yang selevel belum ada dibuat oleh orang Indonesia atau yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya, banyak beasiswa post graduate yang disediakan negara maju kepada mahasiswa Indonesia. Salah satu syaratnya adalah kemampuan penguasaan bahasa Inggris yang diukur dengan nilai tes TOEFL atau IELTS-nya. Menurut hasil yang dilansir dari JobsDB.com (2012) bahwa requirements yang dibutuhkan untuk bekerja saat ini adalah memiliki kemampuan berkomunikasi bahasa Inggris dengan baik, mulai dari posisi yang tinggi misal: President Director sampai kepada posisi dibawahnya misalnya saja untuk menjadi Front Office, Reservation, Marketing, Housekeeping, Restaurant, Laundry & Security di sebuah hotel bintang empat yang berkawasan di Jakarta ini, membutuhkan orang-orang yang berkemampuan bahasa Inggris yang baik. Di Indonesia, peringkat kemampuan bahasa kedua ini khususnya bahasa Inggris dari hasil EF English Proficiency Index 2007-2009 menempatkan Indonesia di peringkat 34 dari 44 negara (ef.co.id, 2011). Hal ini menjadi acuan bagi Indonesia untuk semakin meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris khususnya di sekolah karena para siswa/i lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah untuk berinteraksi dengan gurunya dan teman-temannya untuk dapat secara langsung berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris. Di samping itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan pemerolehan bahasa kedua (bahasa Inggris) ini yaitu menyangkut faktor internal: usia, bakat, aspek kognisi, motivasi, kepribadian dan faktor eksternal, yaitu: situasi bahasa, strategi belajar dan sebagainya (Arifuddin, 2010. hal 115). Belajar di sekolah tidak akan lepas dari guru yang mengajarkan, sehingga sedikit banyaknya guru berperan bagaimana siswa/i tersebut mengerti apa yang telah diajarkan. Peneliti telah mewawancarai salah satu dosen Sastra Inggris yang mengajar di salahsatu Universitas swasta di Jakarta Barat, beliau mengatakan bahwa untuk menjadi pengajar memang memiliki standar tertentu yang telah ditentukan Universitas seperti tes awal sebelum bekerja, namun dari pihak internal Sastra Inggris tidaklah mengharuskan memiliki sertifikasi, yang memang dibutuhkan yaitu orang-orang yang telah S2, senang mengajar, dan yang telah memiliki pengalaman mengajar sebelumnya. Kenyataannya kemampuan guru bahasa Inggris saat ini masih jauh dari yang diharapkan, misalnya saja masih banyak yang bingung cara mengajar bahasa Inggris yang baik, belum memiliki pengalaman yang cukup banyak dalam mengajar dan tidak bisa dipaksakan dalam waktu singkat untuk bisa mengapplikasikannya di dalam kelas (Kabarinews, 2012). Pelatihan bahasa Inggris yang ditujukan untuk para guru yang difasilitasi oleh pemerintah juga sangat singkat, pelatihan singkat ini tentu tidak cukup untuk memadai kebutuhan yang ada dimana bahasa Inggris semakin dibutuhkan. Hal ini menjadi tugas buat pemerintah Indonesia agar dapat semakin meningkatkan kualitas guru bahasa Inggris di sekolah-sekolah (Kabarinews, 2012). Guru berperan penting didalam proses belajar mengajar, bagaimana cara dia mengajar di dalam kelas, jika guru mengajar dengan cara yang menyenangkan akan mudah diterima oleh siswa, semakin menambah
pengetahuan, dan sebaliknya jika guru mengajar dengan cara yang tidak menyenangkan akan membuat siswa malas, ingin cepat pulang, dan mata pelajaran yang diajarkan tidak akan cepat di terima oleh para siswa. Peneliti melakukan survei awal dengan mewawancarai beberapa siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), tentang bagaimana cara mengajar guru bahasa Inggris di sekolah mereka, diantaranya tujuh dari sepuluh siswa (70%) mengatakan guru yang mengajarnya sangat membosankan karena hanya menjelaskan di depan kelas kemudian memberikan tugas, tidak banyak praktek untuk conversation sehingga tidak dapat mengetahui mana kalimat yang salah dan perlu diperbaiki, dan sisanya (30%) memberikan jawaban beragam. Hal ini merupakan persepsi dari siswa mengenai bagaimana cara mengajar guru yang berada disekolahnya. Menurut Ashton dan Webb (dalam Santrock, 2007), siswa banyak belajar dari guru yang merasa yakin pada dirinya sendiri, dapat mengelola kelas dengan baik, dapat mengajar dan menyampaikan materi dengan baik. Sehingga bila siswa mendapatkan hal yang demikian maka sedikit banyaknya akan berpengaruh pada keyakinan dirinya sendiri. Ada banyak cara yang bisa kita dapatkan untuk pemerolehan bahasa kedua (bahasa Inggris), yang paling penting adalah pemerolehan yang didapat di sekolah, karena disamping siswa selalu bertemu dengan gurunya di sekolah setiap hari, sekolah juga lebih intensif untuk mempraktekkan pemerolehan bahasa kedua (bahasa Inggris) tersebut. Dengan berbagai fenomena yang telah peneliti tuturkan, dan ada perbedaan antara yang diinginkan bahwa para siswa bisa berbahasa Inggris namun tenaga pengajar di Indonesia masih belum dikatakan baik maka peneliti ingin melihat adakah hubungan antara cara mengajar guru dengan self-efficacy siswa dalam pemerolehan bahasa Inggris. Berdasarkan fenomena-fenomena yang peneliti tuturkan maka rumusan masalahnya yaitu “apakah ada hubungan antara cara mengajar guru dengan self-efficacy pada siswa dalam pemerolehan bahasa Inggris?”, kemudian tujuan penelitian ini adalah untuk mendapat kejelasan mengenai apakah ada hubungan antara cara mengajar guru dengan self-efficacy pada siswa dalam pemerolehan bahasa Inggris. Penelitian ini juga memiliki manfaat yang terdiri dari manfaat teoritis yaitu, memberikan kontribusi di dalam bidang Psikologi pendidikan dan memperluas wawasan dan menambah informasi mengenai cara mengajar guru disekolah. Sedangkan manfaat praktisnya yaitu, bagi sekolah diharapkan melalui penelitian ini sekolah dapat mengetahui bagaimana cara mengajar guru yang dilakukan sekolah swasta maupun negeri, setelah mengetahui hal tersebut, sekolah dapat memberikan pelatihan kepada guru-guru untuk dapat meningkatkan kualitas para pengajar. Bagi orangtua, orangtua menjadi tahu bagaimana self-efficacy anak-anaknya dalam proses pembelajaran bahasa Inggris disekolah, dan orangtua dapat membantu/mengawasi anak-anaknya belajar dirumah. Bagi guru, para guru menjadi tahu hal seperti apa yang dapat meningkatkan self-efficacy siswa, dan guru dapat membuat inovasi baru cara mengajar yang disukai siswa seperti apa. Bagi siswa, dapat memperbaiki cara belajar siswa untuk dapat meningkatkan self-efficacy didalam diri, dan dapat mengetahui apa saja kekurangan diri pada saat belajar.
METODE PENELITIAN Subjek Penelitian dan Teknik Sampling Karakteristik subjek yang akan menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 80 subjek siswa SMA yaitu dua sekolah swasta dan dua sekolah negeri yang terakreditasi A yang ada di Jakarta Barat, dan berstandar nasional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan teknik nonprobability sampling, karena tidak semua siswa di dalam sekolah tersebut akan dijadikan sampel. Teknik nonprobability sampling yang dipilih adalah accidental sampling, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, dengan karakteristik yang telah peneliti sebutkan sebelumnya.
Desain Penelitian Peneliti bermaksud untuk meneliti apakah ada hubungan antara persepsi siswa terhadap cara mengajar guru dengan self-efficacy siswa dalam pemerolehan bahasa Inggris. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kuantitatif dengan kategori penelitian korelasional. Menurut Sugiyono (2012) penelitian kuantitatif merupakan metode yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.
Alat Ukur Penelitian Peneliti menggunakan alat ukur berupa angket/kuesioner di dalam melakukan penelitian. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan/pernyataan secara tertulis kepada responden (Sugiyono,2012.hal 192). Menurut Sugiyono (2012) kuesioner ini juga dianggap sebagai teknik pengumpulan data yang efisien dan cocok digunakan dalam jumlah responden yang cukup besar. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua kuesioner yaitu kuesioner untuk melihat persepsi siswa mengenai cara mengajar guru dan kuesioner untuk mengukur self- efficacy siswa. Di dalam penelitian ini peneliti akan memberikan kuesioner dengan menggunakan skala likert dengan alternatif jawaban menjadi 4 respon yaitu: STS: Sangat Tidak Setuju, TS: Tidak Setuju, S: Setuju, dan SS: Sangat Setuju dan terdiri dari pernyataan yang favourable (mendukung) dan unfavourable (tidak mendukung).
Alat Ukur Cara Mengajar Guru Peneliti mengambil dari sumber Persepsi yang berasal dari teori Krech & Crutchfield dan menempatkannya sebagai domain. Domain dari persepsi adalah struktural dan fungsional. Dari kedua domain tersebut kemudian peneliti turunkan menjadi beberapa indikator dari masing-masing domain kemudian dari masing-masing indikator peneliti membuat beberapa item yang terdiri dari pernyataan yang favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak mendukung). Dimensi dan Indikator Cara Mengajar Guru Variabel
Cara Mengajar Guru
Dimensi
Indikator
Struktural
Penampilan guru saat mengajar di dalam kelas Jenis kelamin dan usia guru Ekspresi wajah, gerakan tubuh
Fungsional
Kualitas pengajaran guru Cara guru menyampaikan materi pelajaran Kebutuhan akan pengajaran yang baik
Sumber: Data Pengolahan Peneliti
Alat Ukur Self-Efficacy Peneliti mengambil dari dimensi self-efficacy yang berasal dari teori self-efficacy Bandura dan menempatkannya sebagai domain dari self-efficacy. Domain dari self-efficacy adalah Level, Strength, Generality. Dari ketiga domain tersebut kemudian peneliti turunkan menjadi beberapa indikator dari masingmasing domain kemudian dari masing-masing indikator peneliti membuat beberapa item yang terdiri dari pernyataan yang favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak mendukung).
Dimensi dan Indikator Self-Efficacy pemerolehan bahasa Inggris Variabel
Dimensi Level
SelfEfficacy
Indikator Memiliki pandangan yang positif terhadap tugas yang dikerjakan Merasa yakin dapat melakukan dan menyelesaikan tugas Membuat rencana dalam menyelesaikan tugas
Strength
Mampu menyelesaikan semua tugas yang diberikan Berusaha untuk mencari cara untuk menyelesaikan semua tugas yang diberikan Merasa yakin terhadap kemampuan yang dimiliki
Generality
Memiliki kemampuan untuk belajar dari pengalaman Mampu menyikapi situasi dan kondisi yang beragam dengan sikap positif
Sumber: Data Pengolahan Peneliti
Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Peneliti menggunakan teknik uji validitas dalam penelitian yaitu Validitas isi, ini menyangkut tingkatan dimana butir skala yang mencermin domain konsep yang sedang diteliti (Noor, 2011, p. 133). Dalam penelitian ini validitas ini dipertimbangkan melalui expert judgement yaitu selaku pembimbing dan melalui uji face validity, yaitu dengan uji keterbacaan pada 3 siswa sebagai responden pertama. Pengujian pada butir item menggunakan metode korelasi Pearson. Metode ini dilakukan dengan terlebih dahulu mencari korelasi antara bagian-bagian dari alat ukur dengan total skor yang merupakan jumlah skor tiap butir. Untuk alat ukur cara mengajar guru pada awalnya memiliki 26 item dan item ini digunakan untuk melakukan pilot study, namun hasil dari pilot pertama membuat banyak item terbuang sehingga hanya tersisa 15 item dan item tersebut hampir tidak mewakili setiap indikator yang telah peneliti buat. Kemudian peneliti melakukan pilot study untuk yang kedua kalinya dengan menambah jumlah item sehingga menjadi 32 item dan nilai validitas yang berkisar antara 0,2-0,3, peneliti merevisi kalimat pernyataannya. Setelah peneliti melakukan pilot study yang kedua dan peneliti menghapus item yang nilai validitas itemnya di bawah 0,2 dan menyisakan 20 item yang siap untuk dilakukan field. Untuk alat ukur self-efficacy siswa dalam pemerolehan bahasa Inggris pada awalnya memiliki 44 item dan peneliti melakukan pilot study, namun hasil dari pilot pertama membuat banyak item terbuang sehingga hanya tersisa 30 item. Kemudian peneliti melakukan pilot study untuk yang kedua kalinya dengan menambah jumlah item dan nilai validitas item yang berkisar antara 0,2-0,3, peneliti merevisi kalimat pernyataannya. Setelah peneliti melakukan pilot study yang kedua dan peneliti menghapus item yang nilai validitas itemnya di bawah 0,2 dan menyisakan 30 item yang siap untuk dilakukan field. Reliabilitas adalah konsistensi skor yang diperoleh seseorang apabila diadakan pengujian dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama selama aspek yang diukur dalam diri subjek belum berubah (Sugiyono,2012). Peneliti melakukan pengambilan data dengan melakukan dua kali pilot study dikarenakan pada saat pilot study yang pertama item yang tersisa tidak mewakili dimensi yang dimaksud peneliti sehingga atas masukan dari pembimbing, peneliti melakukan pilot study untuk kedua kalinya. Hasil dari uji reliabilitas alat ukur cara mengajar guru untuk pilot study pertama adalah 0,848 dan untuk pilot study kedua
adalah 0,872. Sedangkan hasil dari uji reliabilitas alat ukur self-efficacy untuk pilot study pertama adalah 0,825 dan untuk pilot study kedua adalah 0,869.
Prosedur Penelitian Pada tahap awal membuat penelitian, peneliti mengumpulkan berbagai fenomena kemudian menemukan hal yang menarik kemudian peneliti ingin melakukan penelitian tersebut. Setelah itu peneliti melakukan survei awal kepada 10 siswa SMA guna untuk menggali fakta-fakta yang mendukung didalam masalah dari penelitian. Kemudian peneliti mencari teori-teori yang mendukung sesuai dengan topik dan variabel yang akan diteliti melalui buku, jurnal, dan berbagai literatur dari internet. Selanjutnya, peneliti merancang metode penelitian, ini akan diuraikan mengenai identifikasi variable penelitian, definisi operasional variable penelitian, populasi dan sampel, metode pengambilan sampel, desain penelitian, teknik pengolahan data. Peneliti melakukan pilot study terlebih dahulu untuk melihat reliabilitas dan validitas dari alat ukur yang peneliti buat. Peneliti mendapat 50 siswa untuk peneliti jadikan sampel, namun hasil dari pilot study yang pertama banyak item yang terbuang sehingga atas masukan dari expert jugdement, peneliti melakukan pilot study yang kedua namun sebelumnya peneliti melakukan uji keterbacaan lagi kepada 3 siswa untuk melihat apakah item-item yang peneliti buat dapat dipahami dengan baik. Setelah melakukan uji keterbacaan peneliti melakukan pilot study untuk yang kedua kalinya dan mendapatkan sampel sebanyak 40 siswa. Hasil dari pilot study yang kedua ini menghasilkan reliabilitas dan validitas butir yang baik (lihat lampiran). Melihat reliabilitas dan validitas dari hasil pilot study kedua sudah baik, selanjutnya peneliti menggunakan alat ukur untuk melakukan field.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pada analisis hasil akan dipaparkan hasil uji hipotesis apakah hipotesis penelitian diterima atau ditolak. Namun sebelumnya peneliti melakukan uji normalitas data untuk mengetahui apakah data tersebut telah terdistribusi secara normal atau tidak (Nisfiannoor, 2009). Dalam penelitian ini, uji normalitas menggunakan teknik Kolmogrov Smirnov Goodness of Fit Test, dimana uji normalitas dengan teknik ini digunakan untuk membantu peneliti dalam menentukan apakah sampel yang dipilih berasal dari populasi yang terdistribusi secara normal dan sekaligus menentukan teknik korelasi apa yang peneliti gunakan dalam penelitian ini, Pearson Correlation Coeficient (Pearson Product Moment) atau Spearman Rank Correlation (Rho). Apabila data berdistribusi normal menggunakan Pearson Correlation Coeficient (Pearson Product Moment) dan hipotesis ini dinyatakan statistika parametrik, sedangkan data berdistribusi tidak normal menggunakan Spearman Rank Correlation (Rho) dan hipotesis ini dinyatakan statistika non-parametrik (Sugiyono, 2006). Berikut ini adalah hasil uji normalitas.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Cara Mengajar Self Efficacy Guru N 80 80 Mean 58.39 84.28 a,b Normal Parameters Std. Deviation 4.798 7.636 Absolute .093 .073 Most Extreme Differences Positive .082 .055 Negative -.093 -.073 Kolmogorov-Smirnov Z .830 .654 Asymp. Sig. (2-tailed) .496 .786 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data. Sumber: Pengolahan data SPSS 21.0 Berdasarkan dari hasil uji normalitas pada variabel cara mengajar guru nilai signifikan (p)>0,05 menunjukkan bahwa data terdistribusi secara normal, sedangkan nilai signifikan (p)<0,05 menunjukkan data tidak terdistribusi secara normal. Nilai yang dihasilkan adalah 0,496>0,05, maka dapat dikatakan bahwa data tersebut berdistribusi normal.
Berdasarkan dari hasil uji normalitas pada variabel self-efficacy siswa dalam pemerolehan bahasa Inggris nilai yang dihasilkan adalah 0,786>0,05, maka dapat dikatakan bahwa data tersebut berdistribusi normal. Setelah melakukan uji asumsi, dan ditemukan bahwa data dalam penelitian ini berdistribusi normal untuk kedua variabel. Maka akan dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan teknik Pearson Correlation Coeficient (Pearson Product Moment) dan hipotesis ini dinyatakan statistika parametrik. Untuk pengujian statistika maka dilakukan perumusan hipotesa, antara lain: 1. Hipotesis Alternatif (Ha) Terdapat hubungan antara cara mengajar guru dengan self-efficacy siswa dalam pemerolehan bahasa Inggris. 2. Hipotesis Nol (H0) Tidak terdapat hubungan antara cara mengajar guru dengan self- efficacy siswa dalam pemerolehan bahasa Inggris. Berikut adalah hasil perhitungan korelasi Pearson Product Moment. Tabel 4.11 Correlations Cara Mengajar Guru 1
Pearson Correlation Cara Mengajar Guru Sig. (2-tailed) N 80 Pearson Correlation .262* Self-Efficacy Sig. (2-tailed) .019 N 80 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Sumber: Pengolahan data SPSS 21.0
Self-Efficacy .262* .019 80 1 80
Dengan melihat hasil dari perhitungan statistik diatas, diketahui bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0,262 dan nilai probabilitas sebesar 0,019. Dengan merujuk pada ketentuan bahwa H0 ditolak apabila nilai probabilitas ≤0,05, dan H0 diterima apabila nilai probabilitas > 0,05, maka hasil pengujian hipotesis dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan hasil dari perhitungan statistik yang ada, berarti terdapat hubungan antara persepsi siswa terhadap cara mengajar guru dengan self-efficacy siswa dalam pemerolehan bahasa Inggris. r= 0,262, menunjukkan adanya hubungan namun rendah. Peneliti juga menambahkan analisis tambahan yaitu dapat dilihat hasil skor masing-masing responden pada variabel cara mengajar guru yang dinilai dari para siswa. Berikut adalah hasil diagram: Gambar 4.3 Diagram Hasil Skor Cara Mengajar Guru
Sumber : Diolah oleh Peneliti Dari hasil data diatas terlihat bahwa persepsi siswa dilihat dari fungsional lebih mendominasi dalam menilai cara guru mengajar, sehingga dapat di indikasikan bahwa siswa/i lebih besar menilai/ mempersepsikan apa yang dia lihat berdasarkan pengalaman yang telah dia alami sebelumnya di banding hanya meilhat secara fisik atau hal yang tampak dari luarnya saja. Berdasarkan hasil uji korelasi antara variabel persepsi siswa mengenai cara mengajar guru dengan selfefficacy siswa, terlihat adanya hubungan antara cara mengajar guru dengan self-efficacy siswa dalam pemerolehan bahasa Inggris.
Dari hasil data yang peneliti peroleh terdapat 63 siswa/i yang menganggap cara mengajar guru bahasa Inggris yang ada disekolahnya sudah efektif, hal ini ditandai dari hasil kuesioner yang telah dibagikan kepada siswa/i dan banyak yang memberikan jawaban yang baik dalam dimensi fungsional dimana fungsional ini adalah persepsi siswa yang berasal dari pengalaman yang telah dialami sebelumnya sehingga siswa/i dapat memberikan penilaian mengenai cara mengajar guru yang telah siswa/i rasakan selama bersekolah di sekolah tersebut. Hal ini juga berpengaruh terhadap self-efficacy mereka dimana siswa/i yang menilai bahwa cara guru mengajar disekolah mereka sudah efektif sehingga self-efficacy mereka diindikasikan cenderung berada pada kategori tinggi dan sedang. Hal ini juga didukung dengan adanya salah satu faktor yang mempengaruhi selfefficacy yaitu, Vicarious experience berkaitan dengan bagaimana para siswa belajar menerima pengalaman dari luar dirinya yang berkaitan erat dengan proses modeling. Dalam hal ini, siswa melihat guru di dalam kelas sebagai role model yang baik atau yang dapat meningkatkan self-efficacy dalam pemerolehan bahasa inggris maka siswa tersebut cenderung memiliki self-efficacy yang tinggi karena ia yakin bahwa dirinya juga dapat berhasil dalam bidang yang sama dengan role modelnya. Sebaliknya self-efficacy dapat turun ketika role model yang diamati tidak dapat memberikan contoh yang baik atau gagal dalam menyampaikan materi, sehingga semakin seseorang merasa dirinya mirip dengan role model maka kesuksesan dan kegagalan role model akan mempengaruhi self-efficacy siswa tersebut. Siswa/i yang menilai bahwa cara mengajar guru bahasa Inggris disekolahnya kurang efektif dari hasil data yang peneliti dapatkan yaitu 17 responden. Hal ini mengindikasikan bahwa siswa yang menilai cara mengajar guru bahasa Inggris disekolahnya cenderung memiliki self-efficacy yang rendah pula. Hal ini didukung dari hasil kuesioner yang didapatkan mereka menilai bahwa guru disekolah mereka biasa-biasa saja dan tidak memberikan hal yang signifikan terhadap perkembangan bahasa Inggris mereka. Jika dilihat menurut Olivia dan Peter (1992), bahwa guru yang efektif memiliki karakteristik mempunyai pendidikan yang baik, mementingkan keberhasilan siswa, bersikap adil pada siswa, memiliki pengetahuan dan minat dalam bidang yang diajar dan dapat menjaga jalannya proses pembelajaran dalam kelas. Hal ini berarti bertolak belakang dengan yang siswa/i lihat dan rasakan mengenai guru yang mengajar di sekolah mereka sehingga siswa/i yang memiliki penilaian seperti ini cenderung memiliki self-efficacy pada kategori rendah.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: Persepsi siswa mengenai cara mengajar guru berdasarkan hasil pengolahan data menunjukkan bahwa cara mengajar guru sudah efektif dalam mata pelajaran bahasa Inggris. Hal ini mengindikasikan bahwa penilaian para siswa/i lebih kepada apa yang telah mereka alami sebelumnya dan juga bukan hanya berasal dari cara mengajar guru saja self-efficacy siswa akan meningkat dalam pemerolehan bahasa Inggris, namun banyak faktor lain yang mendukung misalnya saja dari dalam diri sendiri dan untuk para siswa memerlukan seorang role model yang baik untuk dapat meningkatkan self-efficacy-nya. Self-efficacy yang dimiliki sebagian besar siswa baik dari sekolah swasta maupun negeri termasuk kedalam kategori sedang. Hal ini mengindikasikan bahwa para siswa memiliki standar keyakinan yang cukup untuk mengatur dan menguasai situasi dan menghasilkan hasil yang positif dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru di sekolah. Kesimpulan terakhir terdapat hubungan antara cara mengajar guru dengan self-efficacy siswa dalam pemerolehan bahasa Inggris. Hal ini mengindikasikan bahwa persepsi siswa terhadap cara mengajar guru berkaitan dengan self-efficacy-nya. Semakin tinggi persepsi siswa mengenai cara mengajar guru maka semakin tinggi self-efficacy siswa, begitu juga sebaliknya. Berdasarkan hasil pengolahan data besarnya korelasi antara persepsi siswa mengenai cara mengajar guru dengan self-efficacy siswa adalah 0,262.
Saran Saran Metodologis Untuk penelitian selanjutnya, dapat melakukan penelitian dengan variabel yang lebih spesifik, menggunakan teori yang lebih bervariasi, lebih banyak mengambil sampel dari yang peneliti lakukan, dan menambah jumlah item kuesioner pada setiap domain agar lebih bervariasi.
Saran Praktis Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dalam penelitian ini terdapat saran untuk siswa, orangtua, sekolah, guru dan peneliti selanjutnya. 1. Bagi siswa untuk tetap diharapkan melakukan pengembangan self-efficacy dari dalam diri, salah satu caranya adalah: a.Memperbaiki cara belajar anda sehingga dapat meningkatkan self-efficacy di dalam diri. b. Jadikan kegagalan di masa yang lalu sebagai guru yang terbaik sehingga dimasa yang akan datang akan mencapai hasil yang memuaskan. c.Fokus pada tujuan yang telah anda impikan. d. Bergaul dengan orang-orang yang menurut anda dapat meningkatkan kemampuan anda. 2. Bagi orang tua siswa, untuk tetap memberikan dukungan kepada anaknya dalam pelajaran apapun disekolah sehingga dapat meningkatkan self-efficacy-nya. 3. Bagi sekolah, meningkatkan cara mengajar guru dengan memberikan pelatihan kepada guru seperti: memberikan pelatihan mengenai cara mengajar yang baik, mendemonstrasikannya secara langsung agar guru mengetahui cara pengajaran yang tepat. 4. Bagi Guru, a.Struktural: lebih memperhatikan penampilan pada saat sedang mengajar, dapat lebih mempelajari situasi dan keadaan kelas agar bisa mengelolanya dengan baik. b.Fungsional: meningkatkan keefektifannya sebagai guru. Hal yang sebaiknya dilakukan adalah, guru lebih merefleksikan diri apa saja yang kurang pada dirinya, setelah mengetahui hal tersebut guru dapat meningkatkan mulai dari lebih menguasai materi apa yang akan disampaikan dengan lebih banyak belajar, mengikuti seminar, lebih berfikiran terbuka, berusaha menciptakan kedekatan dengan siswa/i sehingga siswa lebih percaya dan yakin akan kemampuan gurunya.
REFERENSI Anastasi, A. & Urbina, S. (2007). Psychological Testing (2nd impressions). Pearson, NJ: Prentice-Hall. Aritonang, M.(2012). Polemik RSBI dan Penggunaan Bahasa Inggris di Sekolah. Diambil pada tanggal 10 Oktober 2012, dari http://edukasi.kompasiana.com/2012/06/23/polemik-rsbi-dan-penggunaan bahasa-inggris-di-sekolah/ Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah, Provinsi DKI Jakarta (2012). Diambil pada tanggal 20 November 2012, dari http://www.ban sm.or.id/provinsi/dki-jakarta/akreditasi/index/page:1 Bandura, A. (1997). Self Efficacy: The Exercise of Control. New York: W.H. Freeman and Company. Brown, H.D. (2007). Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa (5th ed). Jakarta: Pearson Education, inc Darminah. (2004). Jurnal Pendidikan. First and Second Language Acquisition and its Implications for Foreign Language Learning. 5(2): 101-119. English Proficiency Index. (2011). Diambil pada tanggal 10 Oktober 2012, dari http://www.ef.co.id/epi/. Guilford, J. P. (1978). Fundamental Statistic in Psychology and Education (6th ed.). Singapore: McGraw-Hill Book Company. Gumilar, I. (2007). Metode riset untuk bisnis dan manajemen. Bandung: Utama Universitas Widyatama. Retrieved on November 11, 2012 from: http://books.google.co.id/books?id=KM5-oXuXCkC&pg=PA20&dq=pengertian+hipotesis&hl=en&sa=X&ei=bMejULXJJcrPrQe0rICQCQ&ved=0CC wQ6AEwAQ#v=onepage&q=pengertian%20hipotesis&f=false Harras, K.A., Bachari, A.D., (2010). Dasar-Dasar Psikolinguistik. Bandung: UPI Press. Hutagaol, F. (2012). Bahasa Inggris Sebagai Ukuran Gengsi. Diambil pada tanggal 10 Oktober 2012, dari http://bahasa.kompasiana.com/2012/08/30/bahasa-inggris-sebagai-ukuran gengsi-483043.html Irwanto. (1990). Psikologi Umum. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. JobsDB.com Indonesia .(2012). Diambil pada tanggal 10 Oktober 2012, dari http://id.jobsdb.com/ID/ID/Search/JobAdSingleDetail?jobsIdList=200003 00542733&sr=1&FromJobListingSummaryMode=1 JobsDB.com Indonesia .(2012). Diambil pada tanggal 10 Oktober 2012, dari http://id.jobsdb.com/ID/EN/Search/JobAdSingleDetail?jobsIdList=200003000537608 Kabari. (2012). Bahasa Inggris di Sekolah-sekolah Indonesia. Diambil pada tanggal 10 Oktober 2012, dari http://kabarinews.com/kabari-utama-3-bahasa-inggris-di-sekolah-sekolah-indonesia/47882
Mularsih, H. (2010). Makara, Sosial Humaniora. Strategi Pembelajaran, Tipe Kepribadian dan Hasil Belajar Bahasa pada Siswa Sekolah Menengah Pertama. 65-74. Nanang, M. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis isi dan Analisis data sekunder. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Nisfiannoor, M. (2009). Pendekatan statistika modern untuk ilmusosial. Jakarta: PT. Salemba Humanika. Olivia., Peter. (1992). Developing The Curriculum. New York: Hirper Collens Publishers. Pelenkahu, N.(2007). Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Pengajaran Bahasa Inggris Kontekstual. (64): 150169. Priyatno, D. (2011). Buku Saku SPSS Analisis Statistik Data. Yogyakarta: MediaKom. Ruch, F.L. (1967). Psychology and Life (7th ed). Atlanta: Forressman and Company. Santrock, J.W. (2007). Psikologi Pendidikan (2th ed). Jakarta: Kencana. Sarwono, S.W. (1998). Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: CV Rajawali. Solso, R.L., Maclin, O.H., and Maclin, M.K. (2008). Psikologi Kognitif (8th ed). Jakarta: Erlangga. Sugiyono (2006). Metode Penelitian Bisnis (9th edition). Bandung: Alfabeta. Sugiyono (2012). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Afabeta. Suroso, I. (2011). Jurnal Pengembangan Humaniora. Menumbuhkan Motivasi dalam Pembelajaran Bahasa Kedua. 11(3): 162-167. Syah, Muhibbin.(2003). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Cetakan Kedepalan (Edisi Revisi). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Tansil, S., Aditomo, A., Tjajjono, E.(2009). Anima, Indonesian Psychological Journal. Reflected Appraisals dan Mathematic Academic Self-Efficacy pada Siswa SMA. Teaching Style Categories. (2012). Diambil pada tanggal 10 Oktober 2012, dari http://members.shaw.ca/mdde615/index.htm. Walgito, B. (2002). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset. Winkel, W.S. (1995). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Gramedia. Winarti, I. (2010). Pengaruh Area Hot Spot (Wi-Fi) bagi Pemenuhan Kebutuhan Informasi Pemustaka di Kantor Perpustakaan di Daerah Kabupaten Jepara. Skripsi. Semarang: Program Pascasarajan Universitas Diponegoro
RIWAYAT PENULIS Full Name Place of Birth Date of Birth Mobile Number Phone Number Email Address
:Lisa Gustriyana Gea :Batam, Indonesia :Agustus 29th 1991 :+62-852 186 776 75 :083896062267 :
[email protected]
FORMAL EDUCATION Bina Nusantara University, Psychology SMA HARMONI, Batam SMPN 6, Batam SDK EPPATA, Batam
2009-2013 2006-2009 2003-2006 1997-2003
ORGANIZATION / WORKING EXPERIENCE Activities Control and Research (CR) at Himpunan Mahasiswa Psikologi Bina Nusantara University Jakarta Treasurer at Himpunan Mahasiswa Psikologi Bina Nusantara University Jakarta Human Resources Staff (Intern) PT. PLN (Persero) Jakarta
Year 2010-2011
2011-2012
2012
Melakukan skoring alat tes, membedah CV, melakukan perbaikan di dalam 14 aspek psikologis dalam psikotes yang digunakan PT.PLN (Persero)