SKRIPSI
HUBUNGAN ALJABAR TRILINIER UMUM OPERATOR KREASI DAN ANIHILASI DENGAN TIPE SIMETRI KEADAAN KUANTUM MULTIPARTIKEL IDENTIK TAK TERBEDAKAN
Didik Pramono 01/147265/PA/08580
Departemen Pendidikan Nasional Universitas Gadjah Mada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Yogyakarta 2006
SKRIPSI
HUBUNGAN ALJABAR TRILINIER UMUM OPERATOR KREASI DAN ANIHILASI DENGAN TIPE SIMETRI KEADAAN KUANTUM MULTIPARTIKEL IDENTIK TAK TERBEDAKAN
Didik Pramono 01/147265/PA/08580
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajat Sarjana S1 Program Studi Fisika pada Jurusan Fisika
Departemen Pendidikan Nasional Universitas Gadjah Mada
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Yogyakarta 2006
SKRIPSI
HUBUNGAN ALJABAR TRILINIER UMUM OPERATOR KREASI DAN ANIHILASI DENGAN TIPE SIMETRI KEADAAN KUANTUM MULTIPARTIKEL IDENTIK TAK TERBEDAKAN Didik Pramono 01/147265/PA/08580
Dinyatakan lulus ujian skripsi oleh tim penguji pada tanggal 12 Januari 2006
Tim Penguji
Dr.Mirza Satriawan Pembimbing I
Dr. Kuwat Triyana Penguji I
Pembimbing II
Juliasih M.Si Penguji II
Penguji III
Karya sederhana ini kupersembahkan untuk seseorang yang memiliki senyum manis di wajahnya
iii
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Q.S. Ali Imran : 190 - 191) Jika jiwa-jiwa itu besar maka tubuh kan lelah memenuhi keinginannya. Ada saat-saat dimana hati itu menari-nari riang gembira dan jika para Raja mengetahui perasaan ini maka niscaya mereka akan merebutnya dengan pedang-pedangnya. Orang yang sedang belajar seperti seorang yang sedang mendaki sebuah gunung yang tinggi. Semakin keatas semakin luas pandangannya dan semakin indah pemandangannya, semakin jelas hubungan antara titik awal pendakian dengan hal-hal yang ada di sekelilingnya. Jika wanita yang kita cintai tidak membalas perasaan kita, tak usah khawatir. Karena masih ada bidadari-bidadari surga yang siap melayani kita dengan penuh rasa cintanya, dan hal ini tentu jauh lebih baik daripada sekedar menangisi sesuatu yang tlah pergi. Bersabar dalam penantian demi mendapat sesuatu yang tepat lebih ringan dibandingkan bersabar dari akibat buruk karena tergesa-gesa.
iv
PRAKATA Puji syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya dan limpahan rahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Satu tahapan kehidupan telah terlewati, menyusul tahapan berikutnya yang tentunya akan lebih berat dan lebih menantang dan kuliah di Fisika telah banyak memberikan bekal untuk terus melaju di tahapan itu. Tidak ada kata mundur, itulah yang seharusnya dilakukan agar menuai sebuah keberhasilan. Sungguh, inilah suatu hal yang sangat menggembirakan. Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu kami dalam penulisan tugas akhir ini. Kami sengaja tidak menyebutkan nama mereka satu persatu, karena yang demikian itu tidaklah dapat membalas jasa atas kebaikan yang telah mereka lakukan untuk kami. Dan kami juga khawatir bila nanti ada pihak yang tidak turut tercantumkan. Namun khusus kepada dosen kami Bapak Dr. Mirza Satriawan yang telah membimbing kami dengan kebaikan hati dan kesabarannya, kami mengucapkan Jazakumullahu Katsiran dan terimakasih yang sebesar-besarnya. Dan juga khusus kepada teman kami Mas Pribadi dan Lalu Adi Sopian yang telah banyak membantu kami. Demikian yang dapat kami sampaikan dalam kata pengantar ini, kami berharap semoga apa yang telah kami lakukan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu Fisika dan bagi siapa saja yang membaca tulisan ini. Tak lupa penulis minta maaf yang sebesar-besarnya kepada teman-teman di prodi Fisika jika kami memilki kesalahan dalam tingkah laku selama bergaul dengan temanteman. Yogyakarta, 4 Januari 2006 Didik Pramono
v
DAFTAR ISI
Halaman Judul
i
Halaman Pengesahan
ii
Halaman Persembahan
iii
Halaman Motto
iv
PRAKATA
v
INTISARI
viii
I
PENDAHULUAN
1
1.
Latar Belakang Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
2.
Tinjauan Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2
3.
Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4
4.
Ruang lingkup Kajian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
4
5.
Sistematika Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5
6.
Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5
II TEORI KUANTISASI MEDAN
6
1.
Kuantisasi Medan Boson . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2.
Kuantisasi Medan Fermion . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
III SIFAT SIMETRI KEADAAN
6
13
1.
Permutasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
2.
Tabel Young . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
3.
Sifat Simetri Keadaan Kuantum Multipartikel . . . . . . . . . . . . . 18
vi
vii
IV ALJABAR TRILINEAR UMUM (ATU)
31
1.
Persyaratan Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31
2.
Analisa Aljabar Trilinear Umum ( ATU ) . . . . . . . . . . . . . . . . 31 a.
Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Tipe Simetrik Total . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33
b.
Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Tipe Anti Simetrik Total . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 35
c.
Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Tipe Paraboson Orde Dua . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36
d.
Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Simetri Parafermion Orde Dua . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 38
3.
Pembahasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40
V KESIMPULAN dan SARAN
41
1.
Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41
2.
Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42
A Program Maple Untuk Mencari Nilai Norm dari Suatu Vektor Keadaan 44
INTISARI
HUBUNGAN ALJABAR TRILINIER UMUM OPERATOR KREASI DAN ANIHILASI DENGAN TIPE SIMETRI KEADAAN KUANTUM MULTIPARTIKEL IDENTIK TAK TERBEDAKAN Oleh : Didik Pramono 01/147265/PA/08580
Telah dilakukan penyelidikan untuk mencari hubungan antara Aljabar Trilinier Umum (ATU) operator kreasi dan anihilasi dan tipe-tipe simetri keadaan kuantum sistem n partikel identik tak terbedakan. Tipe-tipe simetri keadaan kuantum terkait dengan wakilan uniter tak tereduksi (WUTT) dari grup permutasi Sn . Nilai norma dari seluruh vektor keadaan yang terkait dengan tipe simetri tertentu dicari dengan ATU. Nilai norma untuk vektor keadaan yang tidak termasuk dalam tipe simetri yang dicari hubungannya dengan ATU dibuat lenyap. Dari persyaratan untuk membuat nilai norma lenyap diperoleh persamaan atau nilai koefisien ATU yang mendeskripsikan hubungan tersebut dengan tipe simetri yang dicari. Analisa pada keadaan tipe simetrik total dan anti simetrik total dicari dengan membuang keadaankeadaan tipe simetri selain tipe-tipe tersebut dan hanya diperoleh persamaan. Untuk tipe simetri paraboson dan parafermion orde 2 (dua) diperoleh aljabar Govorkov.
viii
BAB I PENDAHULUAN 1.
Latar Belakang Masalah
Partikel-partikel yang telah terdeteksi kehadirannya di alam diketahui mematuhi dua jenis statistika kuantum, yaitu statistika Bose-Einstein (BE) dan statistika Fermi-Dirac (FD). Partikel yang mematuhi statistika BE disebut partikel boson dan partikel yang mematuhi statistika FD disebut partikel fermion. Selain dari statistika BE dan FD masih ada teori-teori statistika kuantum lain sebagai usaha untuk membuat generalisasi dari keduanya. Asas-asas yang ada dalam fisika kuantum tidak mensyaratkan hanya ada dua jenis statistika kuantum saja. Diperoleh fakta dalam eksperimen bahwa ada kondisi-kondisi tertentu dimana dapat muncul statistika kuantum bentuk lain, seperti fenomena elektron pada sistem 2 dimensi yang ternyata dapat dianalisa dengan statistika anyon. Statistika kuantum berhubungan dengan tipe simetri keadaan kuantum partikel-partikelnya. Tipe simetri keadaan kuantum partikel-partikel boson bersifat simetrik total, sedang tipe simetri partikel-partikel fermion bersifat anti simetrik total. Selain dari tipe simetrik total dan anti simetrik total masih banyak kemungkinan tipe-tipe simetri lain yang terkait dengan sebuah wakilan uniter tak tereduksi grup permutasi Sn . Pembahasan sistem multipartikel secara efektif dikaji dalam teori medan kuantum. Dalam rumusan teori medan kuantum, statistika kuantum BE dan FD terkait dengan bentuk aljabar operator kreasi a† dan anihilasi a yang berbentuk : [ai , a†j ]− ≡ ai a†j − a†j ai = δij
(I.1)
[ai , a†j ]+ ≡ ai a†j + a†j ai = δij
(I.2)
1
2
dimana relasi komutasi (−) untuk statistika BE dan relasi anti komutasi (+) untuk statistika FD. Bentuk relasi komutasi tidak lain adalah generalisasi metode kuantisasi Heisenberg pada sistem klasik osilator harmonik yang diperluas untuk teori medan kuantum. Sedang relasi anti komutasi tidak memiliki padanan pada sistem klasik. Bentuk relasi anti komutasi dipostulatkan oleh Jordan dan Wigner untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang muncul ketika mengkuantisasi medan Dirac seperti munculnya energi negatif dan probabilitas negatif (Ryder, 1996). Untuk membangun statistika kuantum selain BE dan FD dapat dilakukan dengan merumuskan kembali bentuk aljabar operator kreasi dan anihilasi (OKA). Usaha tersebut telah dilakukan misalnya oleh Green (1953), Govorkov (1990), dan Greenberg (1990). Green dan Govorkov mempostulatkan bentuk aljabar trilinier OKA (terdiri dari 3 operator : 2 operator kreasi dan 1 operator anihilasi), sedangkan Greenberg mempostulatkan bentuk aljabar bilinier (terdiri dari 2 operator : 1 operator kreasi dan 1 operator anihilasi) yang disebut aljabar Quon. Aljabar Quon adalah bentuk generalisasi dari aljabar bilinier boson dan fermion dengan memberikan parameter q. Mengikuti ide dari Greenberg, bentuk aljabar trilinier Green dan Govorkov juga dapat diperluas seperti yang dilakukan oleh Satriawan (2005). Dalam skripsi ini akan diteliti bentuk aljabar trilinier OKA yang dikembangkan oleh Satriawan yang disebut Aljabar Trilinier Umum dan menghubungkannya dengan tipe-tipe simetri keadaan kuantum yang terkait dengan wakilan uniter tak tereduksi grup permutasi Sn .
2.
Tinjauan Pustaka
Statistika kuantum BE yang dipatuhi oleh partikel-partikel boson menggunakan aljabar OKA berbentuk relasi komutasi pada persamaan (I.1). Statistika kuantum FD yang dipatuhi oleh partikel-partikel fermion menggunakan relasi anti komutasi persamaan (I.2). Bentuk-bentuk lain dari aljabar OKA muncul dengan cara
3
dipostulatkan. Alasannya adalah bahwa aljabar OKA FD sendiri juga dipostulatkan. Green (1953) pertama kali memperkenalkan aljabar OKA yang dikenal dengan aljabar parastatistik. Green mengganti kombinasi bilinier aljabar OKA BE dan FD dengan kombinasi trilinear dengan bentuk : 2 [[ai , a†j ]± , a†k ] = δik a†j p
(I.3)
dimana a†j dan aj secara berurutan adalah operator kreasi dan anihilasi partikel tunggal pada keadaan j dan bilangan p adalah bilangan bulat selain nol. Govorkov (1990), dengan deformasi pada aljabar parastatistik Green, mempostulatkan aljabar trilinier OKA berbentuk : 1 [ai a†j , a†k ] = δik a†j p
(I.4)
dengan bilangan p juga bilangan bulat selain nol. Greenberg (1990) mempostulatkan aljabar bilinier OKA yang dikenal dengan aljabar Quon yang berbentuk : ai a†j − qa†j ai = δij
(I.5)
dengan bilangan q adalah parameter interpolasi yang kontinyu bernilai (−1 ≤ q ≤ 1), dimana nilai q = 1 tidak lain adalah aljabar BE sedang q = −1 tidak lain adalah aljabar FD. Selanjutnya Satriawan (2005) mengembangkan bentuk aljabar bilinier OKA yang berbentuk : ai a†j + Ba†j ai + Cδij = 0
(I.6)
4
dan aljabar trilinier OKA berbentuk : ai a†j a†k + Ba†j ai a†k + Ca†j a†k ai + Da†k a†j ai + Ea†k ai a†j + F δik a†j + Gδij a†k = 0 (I.7)
Dari persamaan diatas, telah ditunjukkan bahwa dari aljabar bilinier OKA dapat diperoleh aljabar Quon, sedangkan dari aljabar trilinier OKA diperoleh aljabar OKA Green dan Govorkov (aljabar Green merupakan kasus khususnya dan aljabar Govorkov diperoleh dengan kaidah pemisahan gugus). Jadi aljabar bilinier persamaan (I.6) adalah bentuk umum dari aljabar Quon, sedang aljabar trilinier OKA persamaan (I.7) adalah bentuk umum dari aljabar Green dan Govorkov. Aljabar tilinier OKA persamaan (I.7) kemudian dikenal dengan Aljabar Trilinier Umum yang disingkat ATU.
3.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari skripsi ini adalah melakukan penelitian untuk mencari hubungan ATU dengan tipe-tipe simetri vektor-vektor keadaan kuantum multipartikel identik tak terbedakan yang terkait dengan wakilan uniter tak tereduksi grup permutasi Sn , khususnya hubungan nilai-nilai koefisien ATU yang sesuai untuk masing-masing tipe simetri.
4.
Ruang lingkup Kajian
Kajian dibatasi pada keadaan-keadaan kuantum multi partikel (multiparticle quantum states) yang tidak lebih dari 4 partikel dan tipe simetri yang diselidiki hanya 4 tipe simetri yaitu tipe simetrik total, tipe anti simetrik total, tipe paraboson orde 2, dan tipe parafermion orde 2.
5
5.
Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari 5 bab dengan uraian : Bab I berisi latar belakang masalah, tinjauan pustaka, tujuan penelitian, ruang lingkup kajian, sistematika penulisan dan metode yang digunakan dalam penelitian. Bab II berisi uraian singkat tentang kuantisasi medan. Bab III berisi tentang sifat simetri keadaan kuantum multipartikel. Bab IV berisi tentang analisa ATU disertai dengan pembahasannya. Dan bab terakhir berisi tentang kesimpulan dan saran bagi penelitian selanjutnya.
6.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan kajian matematik disertai dengan bantuan program komputer dalam bahasa Maple versi 9.5.
BAB II TEORI KUANTISASI MEDAN Teori medan kuantum adalah aplikasi mekanika kuantum pada medan yang meyediakan kerangka kerja bagi fisika partikel. Teori ini digunakan untuk merumuskan kembali teori kuantum yang konsisten untuk sistem kuantum multipartikel, khususnya dalam menjelaskan interaksi-interaksi yang menyebabkan penciptaan dan pemusnahan partikel. Operator yang berperan penting dalam teori medan kuantum adalah operator kreasi dan anihilasi (OKA). Dari bentuk aljabar OKA dapat diketahui sifat medannya dan juga sekaligus sifat simetri keadaan kuantum sistem multipartikel yang dihasilkannya.
1.
Kuantisasi Medan Boson
Medan skalar real relativistik memenuhi persamaan Klein-Gordon (~ = c = 1, 2 ≡
∂2 ∂t2
− ∇2 )
(2 + m2 )ϕ = 0
(II.1)
yang dapat diturunkan dari prinsip variasi yang dikenakan pada suatu aksi Z S=
L(ϕ, ∂u ϕ)d4
(II.2)
dimana ∂u ≡ ∂ϕ/∂xu dan dengan bentuk Lagrangiannya → 1 m2 2 1 L = (∂u ϕ)(∂ u ϕ) − ϕ = [(∂0 ϕ)2 − (∇ ϕ)2 − m2 ϕ2 ] 2 2 2
6
(II.3)
7
Dari sistem klasik menuju ke sistem kuantum, medan dijadikan operator Hermitian yang ekspansi Fouriernya dituliskan : Z ϕ(x) =
d3 k a(k)e−ikx + a† (k)eikx 3 (2π) 2ωk
(II.4)
dengan ω = (k2 + m2 )1/2 , k adalah vektor gelombang sedang m adalah parameter yang berdimensi kebalikan dari panjang. Koefisien a(k) dan a† (k) juga merupakan operator. Kuantitas ϕ(x) sekarang dianalogikan seperti vektor posisi x dalam mekanika partikel, oleh karena itu momentum konjugat Π(x) dari ϕ(x) dapat diperoleh dari
Π (x) =
δL = ϕ˙ (x) δ ϕ˙ (x)
(II.5)
Variabel ϕ (x) dan Π (x) memenuhi relasi komutasi Heisenberg, yaitu [ϕ (x) , ϕ (x0 )] = [Π (x) , Π (x0 )] = 0 (II.6) 0
0
3
[ϕ (x) , Π (x )] = iδ (x − x ) Dengan menggunakan normalisasi kubus, solusi persamaan Klein-Gordon diberikan oleh
fk (x) = fk∗ (x) =
1 [(2π)3 2ωk ]1/2 1
e−ikx
(II.7)
eikx
(II.8)
[(2π)3 2ωk ]1/2
yang berhubungan dengan energi positif dan negatif dan membentuk himpunan keadaan kuantum ortonormal yaitu Z
↔
fk∗ (x)i ∂0 fk0 (x)d3 x = δ 3 (k − k 0 )
(II.9)
8
↔
dimana ∂0 didefinisikan oleh ↔
A(t) ∂0 B(t) = A(t)
∂B(t) ∂A(t) − B(t) ∂t ∂t
(II.10)
Ekspansi Fourier medan kemudian dapat dituliskan Z ϕ(x) =
d3 k [fk (x)a(k) + fk∗ a† (k)] [(2π)3 2ωk ]1/2
(II.11)
bila dibalik dengan menggunakan persamaan (II.9) diperoleh Z
↔ 1/2 ∗ a(k) = d3 x (2π)3 2ωk fk (x)i ∂0 ϕ(x) Z ↔ 1/2 † 0 a (k ) = d3 x (2π)3 2ωk ϕ(x0 )i ∂0 fk0 (x0 )
(II.12) (II.13)
dari persamaan (II.5),(II.6),(II.12)dan (II.13) diperoleh relasi komutasi
a(k), a† (k 0 ) = (2π)3 2ωk δ 3 (k − k 0 ) [a(k), a(k 0 )] = a† (k), a† (k 0 ) = 0
(II.14) (II.15)
Dari persamaan di atas, terlihat bahwa operator a(k) dan a† (k) memainkan peranan yang sangat penting untuk memberikan tafsiran partikel dari medan yang terkuantisasi. Pertama, dibentuk sebuah operator
(2π)3 2ωk δ 3 (0)N (k) = a† (k)a(k)
(II.16)
yang dapat ditunjukkan bahwa N (k) dan N (k 0 ) komut yaitu
[N (k), N (k 0 )] = 0
(II.17)
9
sehingga swakeadaan dari operator ini dapat dijadikan sebagai basis. Misal swanilai dari N (k) adalah n(k):
N (k) |n(k)i = n(k) |n(k)i
(II.18)
dari persamaan (II. 14), (II.15), dan (II.16) diperoleh
N (k), a† (k) = a† (k) [N (k), a(k)] = −a(k)
yang dapat dipakai untuk mendapatkan N (k)a† (k) |n(k)i = a† (k)N (k) |n(k)i + a† (k) |n(k)i (II.19) †
= [n(k) + 1] a (k) |n(k)i dan N (k)a(k) |n(k)i = a(k)N (k) |n(k)i − a(k) |n(k)i (II.20) †
= [n(k) − 1] a (k) |n(k)i Persamaan diatas menunjukkan jika keadaan |n(k)i memiliki swanilai n(k), keadaan a† (k) |n(k)i dan a(k) |n(k)i adalah swakeadaan dari N (k) berkenaan dengan swanilai n(k) + 1 dan n(k) − 1. Operator N (k) disebut operator bilangan partikel yang digunakan untuk menghitung jumlah partikel. Persamaan (II.20) bila terus bekerja pada suatu keadaan akan menyebabkan swanilai n(k) berkurang 1 dan untuk menghindarinya bernilai negatif maka harus
10
ada keadaan dasar yang memenuhi
a(k) |0i = 0
(II.21)
N (k) |0i = a† (k)a(k) |0i = 0
(II.22)
oleh karena itu
keadaan dasar adalah keadaan vakum dimana tidak terdapat partikel dengan momentum k. Aplikasi dari a† (k) menaikkan nilai N (k) sebanyak 1 sehingga nilai N (k) adalah bilangan bulat. Operator a(k) dan a† (k) disebut operator kreasi dan anihilasi partikel sebagai bentuk kuanta dari medan. Kuanta medan diatas ternyata dapat ditunjukkan memenuhi statistika BoseEinstein. Dari persamaan (II.19), keadaan a† (k) |n(k)i dan keadaan |n(k) + 1i adalah sebanding, sehingga dapat dituliskan
a† (k) |n(k)i = c+ (n(k)) |n(k) + 1i
atau lebih tepatnya
a† (ki ) |n(k1 ), n(k2 ), · · · , n(ki ), · · · i = c+ (n(k)) |n(k1 ), n(k2 ), · · · , n(ki ) + 1, · · · i (II.23)
dimana c+ (n(k)) adalah konstanta yang diperoleh dengan persyaratan bahwa seluruh keadaan ternormalisasi :
|c+ (n(k))|2 hn(k) + 1|n(k) + 1i = n(k) a(k)a† (k) n(k) = [n(k) + 1] hn(k)|n(k)i (2π)3 2ωk
11
selanjutnya diperoleh nilai |c+ (n(k))|2 = [n(k) + 1](2π)3 2ωk c+ (n(k)) = ([n(k) + 1](2π)3 2ωk )1/2 Keadaan sistem multipartikel dapat diperoleh dari
|n(k1 ), n(k2 ), · · · , n(ki ), · · · i Y = i
1 † n(ki ) |0i (II.24) [a (ki )] (2π)3 2ωki [n(ki ) + 1]1/2
Tidak ada batasan nilai n(k), sembarang bilangan partikel dapat menempati keadaan yang memiliki momentum yang sama. Sifat simetri keadaan partikel diperoleh dari persamaan (II.15) yaitu † a (k), a† (k 0 ) |0i = 0 (a† (k)a† (k 0 ) − a† (k 0 )a† (k)) |0i = 0 (II.25) 0
0
|k , ki − |k, k i = 0 |k 0 , ki = |k, k 0 i Jadi, relasi komutasi yang diperoleh pada persamaan (II.14) dan (II.15) telah menuntun kepada kuantisasi medan yang menghasilkan partikel boson.
2.
Kuantisasi Medan Fermion
Partikel fermion mematuhi prinsip eksklusi Pauli yang melarang dua atau lebih partikel memiliki keadaan yang sama dalam sebuah sistem kuantum. Dijumpai banyak kesulitan ketika mengkuantisasikan medan fermion dengan prosedur kuantisasi yang sama seperti medan boson, misalnya muncul energi negatif dan probabili-
12
tas negatif (Ryder, 1996). Kesulitan-kesulitan tersebut ternyata dapat diatasi dengan mengganti relasi komutasi persamaan (II.13) dan (II.14) menjadi relasi anti komutasi berbentuk k0 3 δ (k − k 0 ) m
(II.26)
[b(k), b(k 0 )]+ = [b† (k), b† (k 0 )]+ = 0
(II.27)
[b(k), b† (k 0 )]+ = (2π)3
Dapat ditunjukkan dari persamaan (II.26) keadaan multipartikel yang dibangun memiliki sifat anti simetrik [b† (k), b† (k)] |0i = 0 (b† (k)b† (k 0 ) + b† (k 0 )b† (k)) |0i = 0 (II.28) 0
0
|k , ki + |k, k i = 0 |k 0 , ki = − |k, k 0 i jika k = k 0 maka |k, ki = − |k, ki |k, ki + |k, ki = 0 2 |k, ki = 0 |k, ki = 0 ini menunjukkan bahwa untuk sistem 2 partikel atau lebih fermion tidak boleh berada pada keadaan yang memiliki momentum yang sama atau dengan kata lain sistem ini patuh pada prinsip eksklusi Pauli.
BAB III SIFAT SIMETRI KEADAAN Sistem multipartikel identik tak terbedakan adalah sistem yang tediri dari partikel-partikel yang memilki sifat-sifat kuantum intrinsik (massa, spin, muatan) yang sama dan keadaan-keadaan kuantum yang saling tumpang tindih. Ruang Hilbert yang mewakili sistem ini bersifat invarian terhadap aksi permutasi partikel. Tiaptiap partikel berasosiasi dengan satu ruang Hilbert partikel tunggal yaitu H(1) . Secara umum ruang Hilbert sistem n partikel H(n) merupakan subruang dari produk perkalian tensor n buah H(1) yaitu H(n) ⊆ ⊗ni=1 H(1) . Secara umum vektor dalam ⊗ni=1 H(1) dapat ditulis sebagai kombinasi linier dari vektor monomial |i1 , · · · in i = |i1 i ⊗ · · · ⊗ |in i, dimana |iα i adalah vektor monomial partikel tunggal dengan bilangan kuantum partikel tunggal {iα }. Himpunan {|iα i} untuk iα yang berbeda diasumsikan membentuk himpunan lengkap dari vektor-vektor keadaan ortonormal dalam H(1) , dan himpunan {|i1 , · · · in i} dengan nilai yang berbeda untuk i1 , · · · in membentuk himpunan lengkap dari vektor-vektor keadaan ortonormal dalam ⊗ni=1 H(1) . Ruang Hilbert untuk sistem multipartikel identik yang vektor keadaannya dibentuk oleh aksi operator kreasi dan anihilasi pada vektor keadaan vakum sering juga disebut sebagai ruang Fock F. Dalam rumusan F, vektor keadaan sistem n partikel dituliskan dengan kombinasi linier dari vektor monomial yang didefinisikan sebagai berikut |i1 , i2 , i3 , · · · , in i ≡ a†in · · · a†i2 a†in |0i
(III.1)
Vektor monomial kemudian diinterpretasikan sebagai vektor keadaan n partikel de-
13
14
ngan bilangan kuantum tunggal i1 , · · · , in karena keberadaan operator bilangan Ni yang mematuhi aturan [Ni , a†j ] = δij a†j ,
Ni |0i = 0
ai a†j |0i = δij |0i
(III.2)
Aksi dari operator permutasi U (p) pada basis ini diberikan oleh
U (p) |i1 , · · · , in i ≡ ip(1) , · · · , ip(n)
(III.3)
dimana aksi ini linier untuk seluruh ⊗ni=1 H(1) . Hamiltonian dari sistem multipartikel bersifat invarian terhadap aksi permutasi partikel, oleh karenanya Hamiltonian tersebut komut dengan operator permutasi yaitu
[H, U (p)] = 0
(III.4)
yang menunjukkan swafungsi energi dapat menjadi basis bagi ruang wakilan operator permutasi. Diberikan contoh kasus 2 (dua) partikel, U (12) |1, 2i = λ |1, 2i (III.5) |2, 1i = λ |1, 2i Permutasi sekali lagi menghasilkan U 2 (12) |1, 2i = λ2 |1, 2i (III.6) |1, 2i = λ2 |1, 2i Swanilai dari operator permutasi λ = ±1. Untuk swanilai λ = 1 menyebabkan swa-
15
fungsi bersifat simetrik , yaitu |1, 2i = |2, 1i, sedang swanilai λ = 1 menyebabkan swanilai bersifat anti simetrik yaitu |1, 2i = − |2, 1i. Dua jenis tipe simetri terhadap permutasi keadaan ini menggambarkan 2 jenis partikel yang berbeda, sifat simetrik untuk partikel boson yang mematuhi statistika Bose-Einstein dan sifat anti simetrik untuk partikel fermion yang mematuhi statistika Fermi-Dirac. Untuk sistem yang lebih dari 2 partikel dapat muncul tipe-tipe simetri lain. Untuk mengetahui lebih jauh tentang sifat simetri berkenaan dengan permutasi keadaan kuantum n buah partikel identik digunakan grup permutasi Sn . Wakilan Sn dapat direduksi menjadi wakilan-wakilan uniter tak tereduksi (WUTT) yang terkait dengan sub-subruang yang invarian dinotasikan dengan Hλ , dengan label λ adalah partisi dari n. Partisi dari n didefinisikan sebagai berikut : • Sebuah partisi dari n dituliskan λ ≡ λ1 , λ2 , · · · , λr yang berupa barisan dari bilangan bulat positif λi , yang disusun secara menurun dengan aturan λi ≥ P λi+1 , i = 1, ..., r dimana jumlah totalnya ri=1 λi = n • Dua partisi λ, µ dikatakan sama jika λi = µi untuk seluruh i. • Sebuah partisi λ terkait dengan sebuah Diagram Young yaitu sebuah gambar grafis yang terdiri dari n buah kotak yang tersusun dalam r baris, baris ke i terdiri dari λi kotak. Vektor-vektor di dalam Hλ dikatakan memiliki tipe simetri λ dan dapat berdiri sendiri sebagai ruang Hilbert yang mendeskripsikan suatu sistem fisis tertentu. WUTT dari Sn pada akhirnya dapat dicari dari diagram Young bersesuaian dengan partisi λ dengan mengisikan indek bilangan-bilangan. Diagram Young yang berisi indek-indek bilangan disebut Tabel Young. Sebelum membahas tentang Tabel Young, terlebih dulu disajikan tentang permutasi dari n buah objek.
16
1.
Permutasi
Permutasi dari sebuah himpunan yang terdiri dari n buah objek didefinisikan sebagai sebuah pemetaan bijektif pada himpunan itu sendiri. Sembarang permutasi dari n buah objek dituliskan
1 2 3 ··· n p= p1 p2 p3 · · · pn dimana bilangan-bilangan pada baris pertama dipindahkan ke tempat yang bersesuaian pada baris kedua. Himpunan dari permutasi n buah objek berjumlah n!. Sembarang permutasi dari n buah objek dituliskan
1 2 3 ··· n p= p1 p2 p3 · · · pn inversi dari p
p1 p2 p3 · · · pn p−1 = 1 2 3 ··· n Elemen identitas e dituliskan
1 2 3 4 ··· n e= 1 2 3 4 ··· n Notasi penulisan lain yang lebih sederhana yaitu dengan menggunakan struk-
17
tur siklus. Untuk lebih jelas diberikan contoh suatu permutasi
1 2 3 4 5 6 p= 3 5 4 1 2 6 objek 1 dipermutasikan ke objek 3 dan objek 3 dipermutasikan ke objek 4 sedang objek 4 ke objek 1, jadi ketiga objek ini membentuk 3-siklus dan dapat ditulis (134). Objek yang lain yaitu 2 dan 5 membentuk 2-siklus dan dapat ditulis (25), Objek 6 tidak berubah oleh karenanya hanya membentuk 1-siklus dan ditulis (6). Jadi permutasi di atas secara keseluruhan ditulis (134)(25)(6). Panjang struktur siklus dapat digunakan untuk menentukan kelas dari seluruh elemen grup permutasi. Sebagai contoh, elemen dari S3 terdiri dari 3 kelas yaitu; 1-siklus elemen identitas e, 2-siklus teridiri dari elemen (12), (23), dan (13), 3-siklus terdiri dari (123) dan (321).
2.
Tabel Young
Setiap WUTT dari Sn yang terkait dengan sub-subruang invarian Hλ dapat dicari dengan metode Tabel Young. Indek bilangan yang muncul dalam satu baris menunjukkan simetrik dan indek kolom menunjukkan anti-simetrik. Contoh : untuk kasus n = 3 ada 3 buah partisi yang berbeda yaitu (3), (2,1) dan (1,1,1). Diagram Youngnya secara berturutan
Pengisian indek bilangan 1, 2, ..., n pada kotak diagram Young tidak boleh berulang. Ada dua macam Tabel Young yaitu Tabel Young Normal dan Tabel Young
18
Standar. Tabel Young Normal diperoleh dengan pengisian bilangan secara berurutan dari kotak kiri ke kotak sebelah kanan kemudian dilanjutkan ke baris berikutnya. Sedang Tabel Young Standar diperoleh dengan pengisian bilangan-bilangan yang tidak secara berurutan asalkan bilangan tersebut semakin membesar dari kotak paling kiri ke kotak sebelah kanan dan dari atas ke bawah. Contoh Tabel Young Normal 1
2
dan
3
1
2 3
4
Contoh Tabel Young Standar 1 2
3
dan
1
3 4
2
Tabel Young Normal dituliskan Θλ , sedang Tabel Young Standarnya untuk partisi yang sama dituliskan Θpλ atau pΘλ , dengan p adalah permutasi dari bilangan pada kotak diagram Young.
3.
Sifat Simetri Keadaan Kuantum Multipartikel
Didefinisikan permutasi horisontal dan vertikal sebagai berikut : Diberikan Tabel Young Θpλ , permutasi horisontal hpλ adalah permutasi bilangan yang muncul dalam satu baris pada kotak diagram Young, sedang permutasi vertikal vλp adalah permutasi bilangan yang muncul dalam satu kolom pada kotak diagram Young . Didefinisikan operator Penyimetri spλ yang diperoleh dengan menjumlahkan seluruh permutasi
19
horisontal yakni
spλ =
X
hpλ
(III.7)
h
Didefinisikan operator Anti Penyimetri yang diperoleh dengan menjumlahkan seluruh permutasi vertikal dengan aturan
apλ =
X
(−1)vλ vλp
(III.8)
v
Kemudian didefinisikan juga suatu operator penyimetri tak tereduksi atau disebut Penyimetri Young epλ yang didefinisikan epλ =
X
(−1)vλ hpλ vλp
(III.9)
h,v
Penyimetri Young di atas bila bekerja pada suatu vektor monomial akan membentuk vektor-vektor keadaan kuantum dalam Hλ yang memiliki tipe simetri λ sebagai ruang wakilan WUTT dari Sn . Kemudian akan dicari semua vektor keadaan yang bersesuaian dengan partisipartisi sistem n partikel sampai n = 4. Untuk sistem yang terdiri dari 2 (dua) buah partikel, terdapat 2 partisi untuk S2 yaitu (2) dan (1,1) yang bentuk Tabel Youngnya secara berurutan
1
2
dan
1 2
Nilai Penyimetri untuk partisi (2) adalah s1 = e+(12) dan Anti penyimetrinya adalah
20
a1 = e. Nilai Penyimetri Young untuk partisi (2) adalah
e1 = s1 a1 = (e + (12))e = e + (12)
Bila vektor monomial partikel tunggal dituliskan |1i dan |2i dan vektor monomial untuk sistem 2 (dua) partikel |1i ⊗ |2i = |1, 2i, diperoleh aksi operator Penyimetri Young pada vektor monomial 2 (dua) partikel yaitu
e1 |1, 2i = e + (12) |1, 2i = |1, 2i + |2, 1i
(III.10)
Vektor keadaan di atas adalah vektor keadaan simetrik total untuk sistem 2 (dua) partikel. Nilai Penyimetri untuk partisi (1,1) adalah s2 = e dan Anti penyimetrinya adalah a2 = e − (12). Nilai Penyimetri Young untuk partisi (1,1) adalah
e2 = s2 a2 = e(e − (12)) = e − (12)
Aksi operator Penyimetri Young pada vektor monomial 2 (dua) partikel akan menghasilkan vektor keadaan :
e2 |1, 2i = e − (12) |1, 2i = |1, 2i − |2, 1i
(III.11)
Vektor keadaan di atas adalah vektor keadaan anti simetrik total untuk sistem 2 (dua) partikel. Untuk sistem yang terdiri dari 3 (tiga) partikel, terdapat 3 buah partisi untuk S3 yaitu (3), (2,1), dan (1,1,1). Bentuk Tabel Young untuk partisi (3) :
Θ1 = 1 2
3
21
seluruh p yang ada berupa hλ sehingga nilai Penyimetrinya adalah s1 =
P
p
p =
e + (12) + (13) + (23) + (123) + (321), sedang permutasi vertikal vλ hanya elemen e sehingga nilai Anti penyimetrinya a1 = e. Nilai Penyimetri Young ! e1 = s1 a1 =
X
p e = e + (12) + (13) + (23) + (123) + (321)
p
Bila vektor monomial untuk 3 (tiga) partikel dituliskan |1, 2, 3i, aksi Penyimetri Youngnya diberikan oleh e1 |1, 2, 3i =(e + (12) + (13) + (23) + (123) + (321)) |1, 2, 3i = |1, 2, 3i + |2, 1, 3i + |3, 2, 1i + |1, 3, 2i + |3, 1, 2i
(III.12)
+ |2, 3, 1i Vektor keadaan di atas adalah vektor keadaan simetrik total untuk sistem 3 (tiga) partikel. Bentuk Tabel Young Normal partisi (2,1) adalah :
Θ2 =
1
2
3 Nilai Penyimetri s2 = e + (12) sedangkan nilai Anti penyimetrinya a2 = e − (13) sehingga diperoleh nilai Penyimetri Young :
e2 = s2 a2 = (e + (12))(e − (13)) = e + (12) − (31) − (321)
Aksi operator Penyimetri Young di atas pada vektor monomial sistem 3 (tiga) partikel
22
akan menghasilkan vektor keadaan : e2 |1, 2, 3i = (e + (12) − (31) − (321)) |1, 2, 3i (III.13) = |1, 2, 3i + |2, 1, 3i − |3, 2, 1i − |2, 3, 1i Bentuk Tabel Young Standar untuk partisi (2,1) :
(23)
Θ2
=
1
3
2 Nilai Penyimetri Young s2 = e + (13) sedangkan nilai Anti penyimetrinya a2 = e − (12), sehingga diperoleh nilai Penyimetri Young : (23)
e2
= s2 a2 = (e + (13)) (e − (12)) = e + (13) − (12) − (123)
Aksi operator Penyimetri Young di atas pada vektor monomial sistem 3 (tiga) partikel : (23)
e2
|1, 2, 3i = (e + (13) − (12) − (123)) |1, 2, 3i (III.14) = |1, 2, 3i + |3, 2, 1i − |2, 1, 3i − |3, 1, 2i
Bentuk tabel Young untuk partisi (1,1,1) : 1 Θ3 = 2 3
23
Seluruh permutasi berupa vλ sehingga diperoleh nilai Penyimetri Young :
e3 = s3 a3 =e((e) − (12) − (13) − (23) + (123) + (321)) =e − (12) − (13) − (23) + (123) + (321)
Aksi operator Penyimetri Young di atas pada vektor monomial sistem 3 (tiga) partikel e3 |1, 2, 3i = (e − (12) − (13) − (23) + (123) + (321)) |1, 2, 3i (III.15) = |1, 2, 3i − |2, 1, 3i − |3, 2, 1i − |1, 3, 2i + |3, 1, 2i + |2, 3, 1i Vektor keadaan di atas adalah vektor keadaan tipe anti simetrik total untuk sistem 3 (tiga) partikel. Grup S4 memiliki elemen permutasi sebanyak 4! = 24 dan terdiri dari 5 partisi yaitu (4), (3,1), (2,2), (2,1,1), dan (1,1,1,1). Bentuk diagram Youngnya secara berturutan adalah
Nilai-nilai Penyimetri Young untuk masing-masing partisi adalah sebagai berikut : Bentuk tabel Young untuk partisi (4)
Θ1 = 1 2
3
4
Nilai Penyimetri Young untuk partisi (4) adalah jumlah dari seluruh permutasi yang
24
ada, yaitu
e1 =
X
p
p
Aksi operator Penyimetri Young di atas pada vektor monomial 4 (empat) partikel menghasilkan vektor keadaan :
e1 |1, 2, 3, 4i =
X
p |1, 2, 3, 4i
(III.16)
p
Vektor keadaan di atas adalah vektor keadaan tipe simetrik total untuk 4 (empat) partikel. Partisi (3,1) dapat dibuat 1 (satu) Tabel Young Normal dan 2 (dua) Tabel Young Standar. Bentuk Tabel Young Normalnya :
Θ2 =
1 2
3
4 Nilai Penyimetri Youngnya adalah
e2 =e + (12) + (13) + (23) + (123) + (321) − (14) − (142) − (14)(23) − (143) − (1423) − (1432)
Aksi operator Penyimetri Young di atas pada vektor monomial 4 (empat) partikel akan menghasilkan vektor keadaan : e2 |1, 2, 3, 4i = |1, 2, 3, 4i + |2, 1, 3, 4i + |3, 2, 1, 4i + |1, 3, 2, 4i + |3, 1, 2, 4i + |2, 3, 1, 4i − |4, 2, 3, 1i − |2, 4, 3, 1i − |4, 3, 2, 1i − |3, 2, 4, 1i − |3, 4, 2, 1i − |2, 3, 4, 1i
(III.17)
25
Bentuk 2 (dua) Tabel Young standarnya
Θ23 2 =
1 2
4
dan
(243)
Θ2
3
=
1
3
4
2
Nilai Penyimetri Young secara berturutan
e23 2 =e + (12) + (14) + (24) + (124) + (421) − (13) − (132) − (13)(24) − (134) − (1324) − (1342)
dan (243)
e2
=e + (13) + (14) + (34) + (134) + (431) − (12) − (123) − (124) − (12)(34) − (1234) − (1243)
Aksi operator Penyimetri Young pada vektor monomial 4 (empat) partikel secara berturutan akan menghasilkan vektor keadaan : e23 2 |1, 2, 3, 4i = |1, 2, 3, 4i + |2, 1, 3, 4i + |4, 2, 3, 1i + |1, 4, 3, 2i + |4, 1, 3, 2i + |2, 4, 3, 1i − |3, 2, 1, 4i − |2, 3, 1, 4i
(III.18)
− |3, 4, 1, 2i − |4, 2, 1, 3i − |4, 3, 1, 2i − |2, 4, 1, 3i dan (243)
e2
|1, 2, 3, 4i = |1, 2, 3, 4i + |3, 2, 1, 4i + |4, 2, 3, 1i + |1, 2, 4, 3i + |4, 2, 1, 3i + |3, 2, 4, 1i − |2, 1, 3, 4i − |3, 1, 2, 4i
(III.19)
− |4, 1, 3, 2i − |2, 1, 4, 3i − |4, 1, 2, 3i − |3, 1, 4, 2i Partisi (2,2) terdiri dari 1 Tabel Young Normal dan 1 Tabel Young Standar.
26
Bentuk Tabel Young Normal partisi untuk (2,2)
Θ3 =
1
2
3
4
Nilai Penyimetri Young untuk partisi (2,2)
e3 =e + (12) + (34) − (13) − (24) − (124) − (132) − (143) − (234) − (1432) − (1234) + (1324) + (1423) + (1432) + (12)(34) + (13)(24) + (14)(23)
Aksi operator Penyimetri Young pada vektor monomial 4 (empat) partikel akan menghasilkan vektor keadaan : e3 |1, 2, 3, 4i = |1, 2, 3, 4i + |2, 1, 3, 4i + |1, 2, 4, 3i − |3, 2, 1, 4i − |1, 4, 3, 2i − |4, 1, 3, 2i − |2, 3, 1, 4i − |3, 2, 4, 1i − |1, 4, 2, 3i − |2, 3, 4, 1i − |4, 1, 2, 3i + |4, 3, 1, 2i + |3, 4, 2, 1i + |2, 3, 4, 1i + |2, 1, 4, 3i + |3, 4, 1, 2i + |4, 3, 2, 1i (III.20) Bentuk Tabel Young Standar untuk partisi (2,2)
(23)
Θ3
=
1
3
2
4
27
Nilai penyimetri Young untuk partisi (2,2) (23)
e3
=e − (12) + (13) − (24) − (34) − (123) − (134) − (142) − (432) + (1234) − (1324) − (1423) + (1432) + (13)(24) + (14)(32) + (12)(34)
Aksi operator Penyimetri Young di atas pada vektor monomial 4 (empat) partikel akan menghasilkan vektor keadaan : (23)
e3
|1, 2, 3, 4i = |1, 2, 3, 4i − |2, 1, 3, 4i + |3, 2, 1, 4i − |1, 4, 3, 2i − |1, 2, 4, 3i − |3, 1, 2, 4i − |4, 2, 1, 3i − |2, 4, 3, 1i (III.21) − |1, 3, 4, 2i + |4, 1, 2, 3i − |4, 3, 1, 2i − |3, 4, 2, 1i + |2, 3, 4, 1i + |3, 4, 1, 2i + |4, 3, 2, 1i + |2, 1, 4, 3i
Partisi(2,1,1) terdiri dari 1 Tabel Young Normal dan 2 Tabel Young Standar. Bentuk diagram Young Normal untuk partisi (2,1,1) 1
2
Θ4 = 3 4 Nilai Penyimetri Young partisi (2,1,1)
e4 =e − (13) − (14) − (34) + (134) + (431) + (12) − (132) − (142) − (12)(34) + (1342) − (1432)
Aksi operator Penyimetri Young di atas pada vektor monomial 4 (empat) partikel
28
akan menghasilkan vektor keadaan : e4 |1, 2, 3, 4i = |1, 2, 3, 4i − |3, 2, 1, 4i − |4, 2, 3, 1i − |1, 2, 4, 3i + |4, 2, 1, 3i + |3, 2, 4, 1i + |2, 1, 3, 4i − |2, 3, 1, 4i
(III.22)
− |2, 4, 3, 1i − |2, 1, 4, 3i + |2, 4, 1, 3i − |2, 3, 4, 1i Bentuk diagram Young Standar untuk partisi (2,1,1) 1 (23)
Θ4
3
= 2 4
Nilai Penyimetri Young untuk partisi (2,1,1) (23)
e4
=e − (12) − (14) − (24) + (124) + (421) + (13) − (123) − (143) − (13)(24) + (1243) + (1432)
Aksi operator Penyimetri Young di atas pada vektor monomial 4 (empat) partikel akan menghasilkan vektor keadaan : (23)
e4
|1, 2, 3, 4i = |1, 2, 3, 4i − |2, 1, 3, 4i − |4, 2, 3, 1i − |1, 4, 3, 2i + |4, 1, 3, 2i + |2, 4, 3, 1i + |3, 2, 1, 4i − |3, 1, 2, 4i − |3, 2, 4, 1i − |3, 4, 1, 2i + |4, 1, 2, 3i + |2, 3, 4, 1i
Bentuk diagram Young Standar yang lain untuk partisi (2,1,1) 1 (234)
Θ4
= 2 3
4
(III.23)
29
Nilai Penyimetri Youngnya (234)
e4
=e − (12) − (13) − (23) + (123) + (321) + (14) − (124) − (134) − (14)(23) + (1234) − (1324)
Aksi operator Penyimetri Young di atas pada vektor monomial 4 (empat) partikel akan menghasilkan vektor keadaan : (234)
e4
|1, 2, 3, 4i = |1, 2, 3, 4i − |2, 1, 3, 4i − |3, 2, 1, 4i − |1, 3, 2, 4i + |3, 1, 2, 4i + |2, 3, 1, 4i + |4, 2, 3, 1i − |4, 1, 3, 2i
(III.24)
− |4, 2, 1, 3i − |4, 3, 2, 1i + |4, 1, 2, 3i − |4, 3, 1, 2i Bentuk diagram Young untuk partisi (1,1,1,1) adalah 1 Θ5 =
2 3 4
Nilai penyimetri Youngnya sama dengan jumlah seluruh permutasi vertikal untuk 4 objek, yaitu
e5 =
X
(−1)p p = a
p
Oleh karena itu, aksi operator Penyimetri Young di atas pada vektor monomial 4 (empat) partikel akan menghasilkan vektor keadaan :
e5 |1, 2, 3, 4i = a |1, 2, 3, 4i
(III.25)
30
Vektor keadaan di atas adalah vektor keadaan simetrik total untuk sistem 4 (empat) partikel.
BAB IV ALJABAR TRILINEAR UMUM (ATU) 1.
Persyaratan Umum
Untuk membangun aljabar OKA, maka vektor-vektor keadaan kuantum dalam ruang Fock F untuk sistem multipartikel identik tak terbedakan harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu : 1. Nilai produk skalar vektor-vektor pada F tidak bergantung pada bilangan kuantum yang sedang diselidiki. 2. Ruang Fock F yang dibentang oleh seluruh vektor monomial dari keadaan npartikel harus invarian terhadap aksi Sn . 3. Tidak ada nilai norma yang negatif untuk seluruh vektor keadaan kuantum. Syarat pertama menghendaki bilangan kuantum untuk seluruh keadaan memiliki kedudukan yang sama. Syarat kedua menyebabkan vektor monomial dapat menjadi ruang wakilan bagi grup Sn dan sebaliknya yaitu grup Sn dapat membagi ruang Fock menjadi sub-subruang tak tereduksi yang invarian. Syarat ketiga berhubungan dengan sifat keuniteran (probabilitas).
2.
Analisa Aljabar Trilinear Umum ( ATU )
ATU tersusun dari permutasi tiga operator yaitu 2 operator kreasi dan 1 operator anihilasi dan kemungkinan kontraksinya. ATU berbentuk:
ai a†j a†k + Ba†j ai a†k + Ca†j a†k ai + Da†k a†j ai + Ea†k ai a†j + F δik a†j + Gδij a†k = 0 (IV.1)
31
32
Aplikasi persamaan (IV.1) pada vektor keadaan vakum (ai a†j a†k + Ba†j ai a†k + Ca†j a†k ai + Da†k a†j ai +
Ea†k ai a†j
+
F δik a†j
+
(IV.2) Gδij a†k ) |0i
=0
diperoleh ai a†j a†k |0i + (B + F ) δik a†j |0i + (E + G) δij a†k |0i = 0
(IV.3)
dikalikan dari kiri dengan h0| al diperoleh h0| al ai a†j a†k |0i + (B + F ) δik δlj + (E + G) δij δlk = 0
(IV.4)
Diasumsikan bahwa seluruh vektor monomial memilki nilai norm 1. Dari persamaan (IV.4), nilai norma vektor monomial untuk 2 partikel sama dengan 1 akan mengakibatkan
E + G = −1
(IV.5)
Dimisalkan analisa ATU pada h2, 1| (12) |1, 2i menghasilkan nilai norma α, maka diperoleh
B + F = −α
(IV.6)
Untuk mencari hubungan antara ATU dengan vektor keadaan yang memiliki tipe simetri keadaan kuantum yang dikehendaki dapat dilakukan cara sebagai berikut : 1. Seluruh vektor keadaan yang terkait dengan bentuk partisi tertentu dari n dicari
33
nilai normanya dengan ATU (Lamp. A). 2. Nilai norma dibuat 0 untuk vektor-vektor keadaan selain tipe simetri yang dikehendaki ada. 3. Untuk mendapatkan nilai norma 0 dapat diambil suatu persamaan atau suatu nilai koefisien ATU sebagai persyaratan. Persyaratan yang diperoleh digunakan untuk mengevaluasi seluruh nilai norma dari kasus partikel itu dan untuk kasus partikel di atasnya. 4. Persamaan atau nilai koefisien yang diambil merupakan hubungan yang dicari antara ATU dengan vektor keadaan bertipe simetri yang dikehendaki.
a.
Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Tipe Simetrik Total Tipe
simetrik total dicirikan dengan bentuk partisi (n) (n= jumlah partikel) yang bentuk diagram Youngnya hanya terdiri 1 baris saja. Sampai kasus 4 partikel, terdapat 3 buah partisi simetrik total yaitu (2), (3), dan (4). Hubungan ATU dengan vektor keadaan bertipe simetrik total ini diperoleh dengan membuat 0 nilai norma vektor keadaan selain tipe simetrik total. Analisa ATU untuk kasus 2 partikel pada vektor keadaan partisi (2) yang diberikan oleh persamaan (III.10) dan pada vektor keadaan partisi (1,1) diberikan oleh persamaan (III.11), secara berturutan menghasilkan nilai norma
nilai norma partisi (2) nilai norma partisi (1,1)
= =
−2E − 2G + 2B + 2F = 2 + 2α
(IV.7)
2B + 2F − 2E − 2G = 2 − 2α
(IV.8)
persamaan (IV.7) dibuat sama dengan 0 , diperoleh nilai
α=1
(IV.9)
34
Jadi, untuk kasus 2 partikel diperlukan nilai α = 1 agar diperoleh vektor keadaan bertipe simetrik total saja. Untuk kasus 3 partikel, analisa ATU pada vektor-vektor keadaan untuk partisi (3), (2,1), dan (1,1,1) yang diberikan oleh persamaan (III.12), (III.13), (III.14) dan (III.15), dengan memakai nilai α = 1 secara berturutan menghasilkan nilai norma
nilai norma partisi (3)
=
48 + 12F + 12G − 12C − 12D
(IV.10)
nilai norma partisi (2,1)
=
−4F − 4G + 4C + 4D − 4
(IV.11)
nilai norma partisi (2,1)
=
2F + 2G − 2C − 2D + 2
(IV.12)
nilai norma partisi (1,1,1)
=
0
(IV.13)
agar diperoleh vektor keadaan yang bertipe simetrik total saja maka persamaan (IV.11) dan (IV.12) dibuat sama dengan 0 , diperoleh nilai
F =G−C −D+1
(IV.14)
Jadi, untuk kasus 3 partikel, diperlukan persamaan (IV.9) dan (IV.14) agar vektor keadaan yang ada hanya bertipe simetrik total saja. Untuk kasus 4 partikel, analisa ATU dan dengan memakai persamaan (IV.9) dan (IV.14) telah menghasilkan vektor keadaan yang ada hanya vektor keadaan bertipe simetrik total saja yaitu pada partisi (4), sehingga untuk kasus 4 partikel tidak diperoleh persyaratan lagi. Jadi, vektor-vektor keadaan bertipe simetrik total dapat diperoleh dari ATU
35
dengan persamaan
b.
B =C −G+D
(IV.15)
F =G−C −D+1
(IV.16)
Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Tipe Anti Simetrik Total
Partisi dengan bentuk (1, 1, 1, · · · ) dikatakan memilki tipe anti simetrik total. Sampai kasus 4 partikel, terdapat 3 buah partisi anti simetrik total yaitu (1,1), (1,1,1), dan (1,1,1,1). Hubungan ATU dengan vektor keadaan bertipe anti simetrik total ini dipero-leh dengan membuat 0 nilai norma seluruh vektor keadaan selain tipe anti simetrik total. Persamaan (IV.7) dibuat sama dengan 0 , diperoleh nilai
α = −1
(IV.17)
Jadi untuk kasus 2 partikel diperoleh persamaan α = −1. Untuk kasus 3 partikel, analisa ATU pada vektor-vektor keadaan untuk partisi (3), (2,1), dan (1,1,1) yang diberikan oleh persamaan (III.12), (III.13), (III.14) dan (III.15), dengan memakai nilai α = −1 secara berturutan menghasilkan nilai norma
nilai norma partisi (3)
=
0
(IV.18)
nilai norma partisi (2,1)
=
0
(IV.19)
nilai norma partisi (2,1)
=
6F − 6G + 6C − 6D − 6
(IV.20)
48 − 12F + 12G − 12C + 12D
(IV.21)
nilai norma partisi (1,1,1) =
agar diperoleh vektor keadaan yang anti simetrik saja maka persamaan (IV.20) dibuat
36
0 , diperoleh
F =G−C +D+1
(IV.22)
Jadi, untuk kasus 3 partikel, diperlukan persamaan (IV.17) dan (IV.22) agar vektor keadaan yang ada hanya bertipe anti simetrik total saja. Untuk kasus 4 partikel, analisa ATU dan dengan memakai persamaan (IV.17) dan (IV.22) telah menghasilkan vektor keadaan yang ada hanya bertipe anti simetrik total saja yaitu pada partisi (1,1,1,1), sehingga untuk kasus sampai 4 partikel tidak diperoleh persyaratan lagi. Jadi, vektor-vektor keadaan bertipe simetrik total dapat diperoleh dari ATU dengan persamaan
c.
B =C −G−D−2
(IV.23)
F =G−C +D+1
(IV.24)
Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Tipe Paraboson Orde Dua
Vektor-vektor keadaan yang termasuk dalam tipe simetri parafermion orde 2 adalah vektor keadaan yang bentuk diagram Youngnya tidak lebih dari 2 baris. Sampai kasus 4 partikel partisi-partisi diagram Young termasuk dalam elemen paraboson orde 2 adalah : (2), (1,1), (3), (2,1), (4), (3,1), dan (2,2). Secara berurutan bentuk diagram Youngnya
Untuk mendapatkan vektor-vektor keadaan yang termasuk dalam tipe simetri paraboson orde 2 saja, maka nilai norma dari vektor -vektor keadaan di atas dijaga agar
37
tidak bernilai 0 , sedangkan vektor -vektor keadaan selain dari bentuk di atas dibuat sama dengan 0 . Untuk kasus 2 partikel, tidak diperoleh persamaan karena semua nilai norma tidak boleh 0 . Untuk kasus 3 partikel, analisa ATU pada vektor keadaan partisi (1,1,1) yang diberikan oleh persamaan (III.15) menghasilkan nilai norma
6(1 + B + F )(B 2 + BF + GB + GF + 2B + 2F + 1 + D − C)
(IV.25)
dibuat 0 untuk suku yang kedua agar nilai norma vektor keadaan pada kasus 2 partikel tetap ada, diperoleh
F =
(−B 2 − GB − D − 2B − 1 + C) (B + 2 + G)
(IV.26)
Untuk kasus 4 partikel terdapat 3 vektor keadaan untuk partisi (2,1,1) akan dibuat 0 yaitu vektor keadaan yang diberikaan oleh persamaan (III.21), (III.22), dan (III.23). Nilai norma ketiga vektor keadaan ini setelah dimasukkan persamaan (IV.26) ternyata dalam bentuk variabel B, C, D dan G dan tidak mengandung konstanta. Oleh karena itu, untuk membuat nilai norma 0 untuk ketiga vektor keadaan ini, diambil nilai-nilai
B=C=G=D=0
(IV.27)
dengan pilihan di atas berakibat koefisien lainnya bernilai
E = −1
(IV.28)
1 2
(IV.29)
F =−
38
Bila nilai norma seluruh vektor keadaan dievaluasi dengan mengambil nilai-nilai di atas, maka telah didapatkan vektor-vektor keadaan yang ada hanya bertipe simetri paraboson orde 2 saja. Aljabar ATU persamaan (IV.1) kemudian menjadi 1 ai a†j a†k − a†k ai a†j − δik a†j = 0 2 1 [ai a†j , a†k ]− = δik a†j 2
(IV.30)
yang tidak lain lain adalah aljabar Govorkov persamaan (I.4) dengan nilai p = 2. Jadi, diperoleh hubungan antara ATU dengan vektor keadaan tipe paraboson orde 2 berupa aljabar Govorkov.
d. Dua
Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Simetri Parafermion Orde Vektor-vektor keadaan yang termasuk dalam tipe simetri parafermion orde 2
adalah vektor keadaan yang bentuk diagram Youngnya tidak lebih dari 2 kolom. Untuk kasus sampai 4 partikel, partisi-partisi yang termasuk dalam elemen parafermion orde 2 adalah ; (2), (1,1), (2,1), (1,1,1), (2,2), (2,1,1) dan (1,1,1,1), secara berturutan bentuk diagram Youngnya
Nilai norma vektor-vektor keadaan dengan partisi di atas dijaga agar tidak bernilai 0 , sedang nilai norma vektor keadaan yang lain yakni vektor keadaan dengan bentuk partisi (3), (4), dan (3,1) dibuat 0 . Untuk kasus 2 partikel, semua nilai norma tidak dibuat 0 . Untuk kasus 3 partikel, analisa ATU pada vektor keadaan partisi (3) pada per-
39
samaan (III.12) menghasilkan nilai norma
6(−1 + B + F )(−B 2 − BF + GB + GF + 2B + 2F − 1 + D1 + C) (IV.31)
Nilai di atas dibuat 0 untuk suku kedua agar nilai norma pada kasus 2 partikel tetap ada, diperoleh
F = −(
B 2 − GB − D − 2B + 1 − C ) B−2−G
(IV.32)
Untuk kasus 4 partikel terdapat 3 vektor keadaan untuk partisi (3,1) yaitu vektor keadaan yang diberikaan oleh persamaan (III.17), (III.18), dan (III.19). Nilai norma ketiga vektor keadaan ini setelah dimasukkan persamaan (IV.32) ternyata berupa variabel B, C, D dan G dan tidak mengandung konstanta. Oleh karena itu, untuk membuat 0 nilai norma ketiga vektor keadaan ini, diambil nilai-nilai
B=C=G=D=0
(IV.33)
dengan pilihan di atas berakibat koefisien lainnya bernilai
E = −1 F =
1 2
(IV.34) (IV.35)
Aljabar ATU persamaan (IV.1) menjadi 1 ai a†j a†k − a†k ai a†j + δik a†j = 0 2 h i 1 † † ai aj , ak = − δik a†j 2
(IV.36)
yang tidak lain lain adalah aljabar Govorkov persamaan (I.4) dengan nilai p = 2.
40
Jadi, diperoleh hubungan antara ATU dengan vektor keadaan tipe parafermion orde 2 berupa aljabar Govorkov.
3.
Pembahasan
Analisa nilai norma dengan ATU untuk mendapatkan vektor-vektor keadaan bertipe simetrik total dan antisimetrik total saja pada kasus sampai 4 partikel tidak dihasilkan nilai-nilai koefisien pada ATU, namun hanya berupa persamaan-persamaan. Persamaan-persamaan ini menunjukkan adanya hubungan antara koefisien satu dengan koefisien lainnya. Untuk keadaan simetri paraboson orde 2 , analisa nilai norma untuk kasus 4 partikel dengan persyaratan yang diperoleh dari kasus 3 partikel diperoleh nilai norma vektor keadaan untuk partisi (2,1,1) berupa variabel B, C, D dan G dan tidak terdapat konstanta. Oleh karena itu, untuk membuat 0 nilai norma partisi (2,1,1) diambil nilai B = C = D = G = 0, yang berakibat nilai koefisien E dan F bernilai E = −1 dan F = −1/2. Hasil tersebut tak lain adalah nilai koefisien-koefisien pada aljabar Govorkov untuk paraboson dengan nilai p = 2. Untuk keadaan simetri parafemion orde 2 , analisa nilai norma untuk kasus 4 partikel dengan persyaratan yang diperoleh dari kasus 3 partikel diperoleh nilai norma vektor keadaan untuk partisi (3,1) berupa variabel B, C, D dan G dan tidak terdapat konstanta. Oleh karena itu, untuk membuat 0 nilai norma partisi (3,1) diambil nilai B = C = D = G = 0, yang berakibat nilai koefisien E dan F bernilai E = −1 dan F = 1/2. Hasil tersebut tak lain adalah nilai koefisien-koefisien pada aljabar Govorkov untuk parafermion dengan nilai p = −2. Jadi untuk keadaan tipe simetri paraboson dan parafermion orde 2 , ATU tereduksi menjadi aljabar Govorkov (pers. I.4) dengan nilai p = ±2 (+ untuk paraboson dan - untuk parafermion). Nilai norma untuk seluruh vektor keadaan bernilai positif.
BAB V KESIMPULAN dan SARAN 1.
Kesimpulan
1. Nilai-nilai koefisien ATU akan menentukan nilai norma vektor keadaan dengan tipe simetri tertentu. 2. Nilai-nilai koefisien tertentu akan memberikan hanya vektor keadaan dengan tipe simetri tertentu yang memiliki norma tidak 0. Agar diperoleh vektor keadaan bertipe simetrik total saja, maka persyaratannya adalah
B =C −G+D F =G−C −D+1
sedangkan agar diperoleh vektor keadaan bertipe antisimetrik total saja, maka persyaratannya adalah
B =C −G−D−2 F =G−C +D+1
Untuk vektor keadaan bertipe simetri paraboson orde 2, diperlukan persyaratan
B=C=G=D=0 E = −1 F =−
1 2
yang sesuai dengan koefisien-koefisien pada aljabar Govorkov untuk parabo-
41
42
son dengan nilai p = 2. Sedangkan untuk vektor keadaan bertipe simetri parafermion orde 2 diperlukan persyaratan
B=C=G=D=0 E = −1 F =
1 2
yang sesuai dengan koefisien-koefisien pada aljabar Govorkov untuk parafermion dengan nilai p = −2.
2.
Saran
Perlu diteliti hubungan ATU dengan bentuk tipe-tipe simetri yang lain yang belum ditinjau dalam skripsi ini, misalnya tipe simetri yang terkait dengan diagram Young yang berbentuk : ··· .. . dimana tipe simetri di atas menghendaki muanculnya tipe simetrik dan anti simetrik secara bersamaan.
DAFTAR PUSTAKA Feynman, R. P., 1972, Statistical Mechanics, Addison-Wesley, United States of America. Green, H. S, 1953, Physical Review, Vol. 90, Hal. 270. Greenberg, O., W., 1990, Physical Review Letter, Vol. 64, Hal. 705. Greiner, W., Neise, L. dan Stocker, H., 1995, Thermodynamics and Statistical Mechanics, Springer-Verlag, New York. Griffiths, D.J., 1994, Introduction to Quantum Mechanics, Printice Hall inc., New Jersey. Govorkov, A., B., 1990, Theoretical Mathematical Physics, Vol. 85, Hal. 1167. Mandl, F., Shaw, G., 1984, Quantum Field Theory, John Wiley and Sons, Inc., Cichester Satriawan, M., 2002, Ph.D Thesis, University of Illinois, Chicago Satriawan, M., 2005, Physics Journal of the Indonesian Physical Society, Vol. C7, Hal. 0221. Tung, Wu-Ki, 1985, Group Theory In Physics, World Scientific Publishing, Singapura. Ryder, L.,H., 1996, Quantum Field Theory, edisi kedua, Cambridge University Press, Cambridge
43
LAMPIRAN A Program Maple Untuk Mencari Nilai Norma dari Suatu Vektor Keadaan
44