HU BU NGAN ANT ARA PERSEPSI DENGAN INTERAKSI SOSIAL SISWA REGULER TERHADAP SISWA AUTIS DI SEKOLAH INIKLUSI (Penelitian pada Siswa-Siswa Reguler kelas IV Sekolah Dasar Negeri Gedong 04 Pagi - Jakarta Timur)
Oleh: Nama
: Qurratul Aini
NIM
: 103070029112
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1429H/2008M
HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DENGAN INTERAKSI SOSIAL SISWA REGULER TERHADAP SISWA AUTIS DI SEKOLAH INKLUSI (Penelitian Pada Siswa-Siswa Reguler Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Gedong 04 Pagi Jakarta Timur)1
Skripsi ini Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjanai Psikologi
Oleh QURRATUL AINI NIM: 103070029112
Di Bawah Bimbingan:
Pembimbing I
Pembimbing II
r~/~
Dra. Agustiyawati M.Phil, Sne NIP: 132 121 898
S~JV
NIP: 150 293 234
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429H/2008M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul HUBUNGAN ANTARA PERSEP~~I DENGAN INTERAKSI SOSIAL SISWA REGULER TERHADAP SISWA AUTIS DI SEKOLAH INKLUSI (Penelitian Pada Siswa-lSiswa R1eguler Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Gedong 04 Pagi Jaka11bl Timur) telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Februari 2008. Skripsi ini telah diterima sebaf1ai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi. Sidang Munaqasyah Sekretaris Merangkap Anggota
Ketua Mt1mgkap Anggota
)~/
~-~~-
Ora. Hj. Ne~ Hartati M.Si NIP:"l50 2151938
Ora. Hj. Zahrotun Ni NIP: 150 2318 773
Anggota:
Penguji I
Penguji II
~{/-
~~ lkhwan Lutfi M.Si
JgV-q~ _,,..-
NIP:150 3688
Ora. Agustiyawati M.Phil, Sne NIP: 132 121 898
Pemlbimbing I
Pembimbi111g II
~~ Ora. Agustiyawati M.Phil, Sne NIP: 132 121 898
~
NIP: 150 293 234
·uangan. petlin/ <:':'·,\'>.'
n membuat A~~
' ' .< "·'·!
-'):')-\::·
anda dapat terusi ",·--/-·i
mbahagi~'~'
ABSTRAK (A) (B) (C) (0)
(E) (F)
Fakultas Psikologi Februari 2008 Qurratul Aini Hubungan antara Persepsi dengan lnteraksi Sosial Siswa Reguler Terhadap Siswa Autis Di Sekolah lnklusi (Penelitian Pada Siswa-siswa Reguler kelas IV Sekolah Oasar Negeri Gedong 04 Pagi Jakarta Timur) 133 hal + Lampiran Oengan semakin meningkatnya jumlah anak autis., pelayanan terhadap anak autis meningkat pula, salah satu yang sedang dikembangkan adalah penyelenggaraan sekolah regular dengan sistem pendidikan inklusif yang dikenal dengan sekolah inklusi. Wal:aupun begitu sampai saat ini menurut Sri Utami Ayuningsih (2005) ada beberapa kekurangan khususnya bagi siswa autis daiam sel
Sedangkan instrumen yang digunakan adalah angket, skala model Liker! dan pedoman wawancara. Populasi pada penelitian ini adalah siswa-siswa reguler kelas IV B yang berjumlah 25 orang, dengan tehnik pengambilan sampel Total Sampling yaitu keseluruhan populasi dijadikan sampel. Pada analisa akhir dengan menggunakan tehnik korelasional soearman-rho dengan taraf signifikansi sebesar 5 %, diperoleh nilai rhitung sebesar (0,358), sementara nilai r-tabel dengan N sebanyak 25 adalah sebesar (0,409). Hal ini menunjukkan bahwa Ho diterima jika rhitung < r-tabel. Karena nilai r hitung yang dihasilkan (0.358) < nilai r label (0.409), maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan diterima dalam penelitian ini artinya adalah tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di sekolah inklusi, maksudnya setiap persepsi siswa reguler baik yang bern!lai positf terhadap siswa autis belum tentu selalu melakukan interaksi sosial dengan pola-pola interaksi yang termasuk dalam proses sosial begitu pula sebaliknya siswa reguler yang memiliki persepsi negatif terhadap siswa autis di kelasnya belum tentu selalu melakukan interaksi sosial dengan pola-pola yang termasuk dalam proses tidak sosial Dalam penelitian ini juga diperoleh hasil tambahan menggunakan uji Ttest yang menyatakan tidak ada perbedaan persepsi dan interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis jika didasarkan pada jenis kelamin, ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme dan berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian. Penelitian ini memiliki kelebihan karena adanya observasi dan wawancara pendahuluan sehingga penulis mendapatkan gambaran awal kondisi sekolah, subjek penelitian dan objek penelitian. Ditambah lagi dengan penggunaan metode wawancara dan angket sebagi pengumpul data-data tambahan sehingga dapat menguatkan datadata penelitian (G)
31 bacaan (1981-2007)
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang tak pernah putus memberikan kemurahan dan kasih sayang-Nya, serta Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, para sahabat dan pengikutnya sampai akhir zaman. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul "Hubungan Antara Persepsi dengan lnteraksi Sosial Siswa Reguler Terhadap Siswa Autis di Sekolah lnklusi (Penelitian Pada Siswa-siswa Reguler Kelas IV Sekolah Dasar Negeri Gedong 04 Pagi-Jakarta Timur)". Skripsi ini merupakan salah satu tugas wajib bagi penulis dalam menyelesaikan pendidikan Strata 1 untuk mendapat gelar Sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari sepenuhnya, terselesaikannya skripsi ini bukan sematamata hasil kerja keras penulis sendiri melainkan hasil dari dukungan semua pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis selama proses pembuatan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu: 1) Dekan dan Pudek I Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, lbu Ora. Hj. Netty Hartati, M.Si dan Ora. Hj. Zahrotun Nihayah M.Si. Serta Dosen Pembimbing Akademik Bpk Prof. Dr. Rifat Syauqi Nawawi. M.A dan Bpk Sofyandi Zakaria. 2) Pembimbing I dan Pemimbing II penulis yaitu lbu Agustiyawati selaku pembimbing 1, terima kasih telah membimbing penulis hingga terselesaikannya skripsi ini dan alas rekomendasi serta pinjaman bukubukunya "terima kasih ya bu bimbingan melalui telephonenya" dan kepada lbu Solicha selaku pembimbing II yang tak pernah bosan-bosan meluangkan waktunya disela-sela jadwal deadlinenya1 untuk memeriksa dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini. "Terima kasih alas kesabaran serta masukan-masukannya bu". 3) Bapak Suwardi S.Pd selaku Kepala Sekolah SON Geclong 04 Pagi Jakarta Timur yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian, dan staf pengajar SON Gedong 04 Pagi, lbu Kris, Bpk Marja dan Bpk. Pur yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4) Untuk kedua orang tua Bayu, Bpk Noveat Daniel dan lbu Sulis Prihatiningsih yang telah meluangkan waktunya untuk mengisi angket penulis serta kerjasamanya selama ini. 5) Untuk adik-adik, kelas IV 8 SON Gedong 04 Pagi, terirna kasih untuk waktunya, dan buat Bayu kepolosanmu membuat penulis merasa
bersyukur alas pemberian yang maha kuasa dan un!uk kak Rifah makasih ya alas informasi, masukan-masukannya dan cerita-cerita lucunya tentang Bayu. 6) Para dosen beserta staf pengajar yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menuntut ilmu di Program Strata 1 Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah. 7) Papa (Alm) penulis yang berada pada dimensi yang berbeda, "semoga papa disana tenang dan maafkan ananda yang belurn dapat menjadi pribadi yang sesuai dengan nama yang diberikan papa. Untuk Mama terima kasih alas dukungan, cinta, kasih sayang serta kesabarannya dalam membentuk penulis dan alas 3 Magic World yang bisa jadi motivasi tapi kadang-kadang bisa jadi penghancur motivasi "kapan selesainya?, Skripsinya dah Selesai belum? nanti wisuda mau pakai apa?" . "Maaf ya .... Ma agak terlambat. " 8) Kakak serta adik penulis, terima kasih atas motivasi-rnotivasinya, ceritacerita lucunya, ide-ide jail yang sempet bikin penulis tergiur "thanks bro .... we are the best and creative brother in my life" rnaaf ya selama buat skripsi, aay sering "ngambek" dan marah-marah nggak jelas, "thanks juga atas pinjaman Flashdisknya· 9) Semua teman-teman penulis Shinta "Thanks ya bu at supportnya waktu PKL dan Skripsi", Tiwi dan Fadina "pada pulang khan selesai wisuda?", serta teman-teman kampus penulis angkatan 2003/2004 kelas A,B,C dan D, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih telah mengisi hari-hari penulis dan memberikan bantuan hi11gga terselesaikannya skripsi ini. Especially untuk Maya, Vl/iwi, Nisa "Thanks ya atas pengertiannya sorry sering lupa kalau bikin janji" 10) Bua! keluarga besarku nenek, kakek, oom dan tante-tanteku serta uni dan sepupuku, yang sudah menjadi "rumah" kedua, ketiga dan seterusnya"Thanks ya pinjaman bukunya, informasi LOKERnya, curhatancurhatannya, masukan-masukannya, printer dan komputernya". Penulis menyadari sepenuhnya bahwa daiam pembuatan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak terdapat kekurangan, untuk itu penulis menerima dengan hati terbuka segala kritik dan saran. Pada akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca terutama rekan-rekan mahasiswa demi menambah wawasan dalarn ilmu psikologi.
Jakarta, 25 Desember 2007
Penulis
DAFTAR ISi HAL.AMAN JUDUL HAL.AMAN PERSETUJUAN HAL.AMAN PENGESAHAN MOTTO DEDIKASI ABSTRAK KATA PENGANTAR. .........................................................................................i DAFTAR 181. ...................................................................................................iii DAFTAR TABEL .............................................................................................vi DAFTAR GAMBAR/BAGAN ............................................................................vii DAFTAR L.AMPIRAN .......................................................................................ix BAB 1 : PENDAHULUAN ............................................................................ 1-15 1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1 1.2 . ldentifikasi Masalah ...................................................................... 1O 1.3. Perumusan dan Pembatasan Masalah ......................................... 11 1.3.1. Perumusan masalah ....................................................... 11 1.3.2. Pembatasan masalah ..................................................... 11 1.4 .Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 13-14 1.4.1. Tujuan penelitian ............................................................. 13 1.4.2. Manfaat penelitian ........................................................... 14 1.5. Sistematika Penulisan ............................................................. 14-15 BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 16-65 2.1. Persepsi. ................................................................................. 17-23 2.1.1. Pengertian persepsi. ....................................................... 17 2.1.2. Proses terjadinya persepsi. ............................................. 21 2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi ................... 22 2. 2. lnteraksi Sosial. ......................................................................23-33 2.2.1. Pengertian interaksi sosial. ............................................. 23
2.3.
2.4.
2.5. 2.6.
2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial.. ....... 27 2.2.3. Ciri-ciri interaksi sosial. ................................................... 28 2.2.4. Bentuk-bentuk interaksi sosial.. ...................................... 28 Pendidikan lnklusi.. ................................................................. 33-44 2.31. Pengertian pendidikan inklusi .......................................... 33 2.3.2. Komponen keberhasilan pendidikan inklusi. ................... 36 2.3.3. Tujuan pendidikan inklusi ................................................42 2.3.4. Manfaat pendidikan inklusi ............................................. .42 Autisme .................................................................................. .44-61 2.4.1. Pengertian autisme ......................................................... 44 2.4.2. Etiologi autisme ...............................................................50 2.4.3. Pravalensi autisme .......................................................... 54 2.4.4. lnteraksi sosial anak autis ............................................... 55 Kerangka Berfikir.......................................................................... 61 Hipotesa ........................................................................................65
BAB 3: METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 66-86 3.1. Jenis Penelitian ............................... :........................................66-67 3.1.1. Pendekatan penelitian .................................................... 66 3.1.2. Metode penelitian ...........................................................67 3.2. Definisi Kontekstual dan Operasional Variabd ...................... 68-72 3.2.1. Variabel bebas ................................................................ 68 3.2.1. Variabel terikat. ............................................................... 69 3.3. Subjek Penelitian ..................................................................... 72-73 3.3.1. Populasi dan sampel.. ..................................................... 72 3.3.2. Tehnik pengambilan sampel.. ......................................... 73 3.4. Pengumpulan Data .................................................................. 73-84 3.4. i. Metode dan instrument pengumpulan data ............... 73-80 3.4.1.1. Metode pengumpulan data ............................... 73 3.4.1.2. Instrument pengumpulan data ..................... 74-78 A Angket dan angket.. .................................. 76 B. Angket dan skala ...................................... 76 C. Wawancara dan pedoman wawancara .... 79 3.4.2. Tehnik uji instrumen penelitian ....................................... 80 3.4.3. Hasil uji instrumen penelitian ..................................... 81-84 3.4.3.1. Uji validitas ........................................................ 81 3.4.3.2. Uji reliabilitas .................................................... 83 3.5. Analisa data ..................................................................................84 3.6. Prosedur Penelitian ...................................................................... 84 BAB 4: ANALISA DAN INTERPRETASI DATA ............................... 87-123 4.1. Latar Belakang Penelitian ...................................................... 87-102
4.1. Latar belakang tempat penelitian ...................................... 87 4.2. Latar belakang objek penelitian ........................................ 93 4.3. Latar belakang subjek penelitian ...................................... 99 4.2. Presentasi data. ................................................................... 102-110 4.2.1 Uji persyaratan ........................................................ 102-106 4.2.1.1. Uji normalitas .................................................. 103 4.2.1.2. Uji homogenitas .............................................. 105 4.2.2. Deskripsi hasil penelitian ....................................... 106-11 O 4.2.2.1. Gambaran umum persepsi siswa reguler terhadap siswa autis ....................................... 106 4.2.2.2. Gambaran umum interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis .................................................... 108 4.3. Pengujian hipotesis ..................................................................... 11 o 4.4. Hasil tambahan .................................................................... 111-123 4.4.1. Berdasarkan jenis kelamin ............................................ 111 4.4.2. Berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme................ 114 4.4.3. Berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian ............................................................ 118 BAB 5 : KESIMPULAN,DISKUSI dan SARAN ...................................... 124-133 5.1. Kesimpulan ................................................................................. 124 5.2. Diskusi. ....................................................................................... 127 5.3. Saran ..........................................................................................130 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................x LAMPIRAN.
DAFTAR TABEL 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 3.6. 3.7. 3.8. 3.9 4.0. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7. 4.8. 4.9. 5.0. 5.1. 5.2. 5. 3. 5.4. 5.5. 5.6. 5.7. 5.8.
Aspek dan indikator untuk variabel persepsi ...................................... 69 Aspek dan indikator untuk variabel interaksi sosiciL ........................... 71 Jumlah siswa kelas IV B pada SDN Gedong 04 Pagi. ........................ 72 Blue print dalam try out skala persepsi. ......................................... 77 Skor untuk Pernyataan item favorable dan item unfavorable ............. 77 Blue print dalam try out skala interaksi sosial. ................................. 78 Skor untuk pernyataan untuk item proses sosial dan item proses tidak sosial .....................................................................................79 Klasifikasi koefisien reliabilitas ............................................................. 81 Hasil uji validitas pada skala persepsi ................................................. 82 Hasil uji validitas pada skala interaksi sosial ....................................... 83 Hasil uji reliabilitas pada skala persepsi dan interaksi sosial .............. 84 Klasifikasi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ...................... 99 Nilai klasifikasi berdasarkan jenis kelamin ......................................... 100 Klasifikasi subjek penelitian berdasarkan ada atau tidaknya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme ....................... 100 Nilai klasifikasi berdasarkan ada atau tidaknya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme ..................................... 101 Klasifikasi subjek penelitian berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian ........................................................ 101 Nilai klasifikasi berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian .................................................................................. 102 Uji normalitas variabel persepsi dan variabel interaksi sosial. ........... 104 Uji homogenitas variabel persepsi dan variabel interaksi sosial. ....... 106 Nilai mean, median dan standart deviasi untuk skala persepsi ......... 107 Kategorisasi hasil pada skala persepsi. ............................................. 108 Nilai mean, median dan standart deviasi untuk skala interaksi sosial.. ................................................................................................ 109 Kategorisasi hasil pada skala inte;aksi sosial.. .................................. 11 O Hasil perhitungan uji hipotesis ........................................................... 11 O Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala persepsi berdasarkan jenis kelamin .............................................................................................. 111 Hasil perhitungan uji T-test pada variabel persepsi berdasarkan jenis kelamin .............................................................................................. 112 Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala interaksi ~>osial berdasarkan jenis kelamin ...................................................................................... 113 Hasil perhitungan uji T-test pada variabel interaksi sosial berdasarkan jenis kelamin ...................................................................................... 114
5.9.
6.0.
6.1.
6.2.
6.3. 6.4. 6.5. 6.6. 6.7.
Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala persepsi berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme .......................................................................... 115 Hasil perhitungan uji T-test pada variabel persepsi berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme .......................................................................... 116 Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala interaksi sosial berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme .......................................................................... 117 Hasil perhitungan uji T-test pada variabel interaksi sosial berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme .......................................................................... 118 Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala persepsi berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian ............................ 119 Hasil perhitungan uji T-test pada variabel persepsi berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian ............. 120 Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala interaksi sosial berdasarkan lamanya subjek penelitien sekelas dengan objek penelitian ............. 121 Hasil uji !-test pada variabel interaksi sosial berdasarkan lamanya subjek penelitien sekelas dengan objek penelitian ........................... 122 Nilai t-hitung pada variabel persepsi dan interaksi sosial dan nilai rtabel dengan taraf signifikansi 5 % dan df 23 .................................... 123
DAFTAR BAGAN dan GAMBAR 2.1. 2.2. 4.1. 4.2.
Metaphor For Ecological Levels .................................................... 25 Kerangka berfikir........................................................................64 Q-Q Plot untuk uji normalitas pada skala persepsi. ............................... 104 Q-Q Plot untuk uji normalitas pada ska la interaksi sosial. ..................... 105
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Surat lzin Penelitian
Lampiran 2
Surat Keterangan Penelitian
Lampiran 3 Lampiran 3 (1) Lampiran 3 (2)
Pedoman Wawancara Pedoman Wawancara bagi pihak sekolah Pedoman Wawancara bagi Shadow Teacher objek.
Lampiran 4 Lampiran 4 (1) Lampiran 4 (2) Lampiran 4 (3)
Angket Angket Angket Angket
Lampiran 5
Hasil perhitungan uji validitas dan uji reliabilitas pada skala persepsi dan in!f~raksi sosial Hasil uji validitas pada skala persepsi Hasil uji reliabilitas pada skala persepsi Hasil uji validitas pada skala interaksi sosial Hasil uji reliabilitas pada skala interaksi sosial
Lampiran 5 Lampiran 5 Lampiran 5 Lampiran 5
(1) (2) (3) (4)
Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 8 (1) Lampiran 8 (2)
Lampiran 9 Lampiran 9 ( 1) Lampiran 9 (2) Lampiran 9 (3)
Objek ldentitas Objek Riwayat Kelahiran Objek Riwayat Perkembangan Objek
Angket penelitian : Lembar jawaban penelitian Data mentah penelitian pada skala persepsi dan lnteraksi sosial Data mentah penelitian pada skala persepsi Data mentah penelitian padi;1 skala interaksi sosial Dokumentasi Penyelenggaraan komponen pendidikan inklusi oleh SON Gedong 04 Pagi- Jakarta Timur Perilaku autistik objek penelitian lnteraksi sosial subjek penelitian terhadap objek penelitian
BAB 1
PENDAHULUAN
Pada bab 1 ini akan dibahas mengenai pendahuluan dari sebuah penelitian yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian se1ia sistematika penulisan. Untuk menguraikannya maka penulis akan menuangkannya ke dalam sub-sub bab di bawah ini.
1.1.Latar Belakang Masalah Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada setiap individu dan menjadi sebuah kebutuhan bagi setiap manusia tak terkecuali bagi anakanak berkebutuhan khusus. Menurut data dari lembaga nasional, Indonesian Society for Special Needs Education (ISSE), pada tahun 2000 hingga 2005 terdapat 2,6 juta lebih anak-anak usia sekolah yang merniliki kebutuhan khusus (special needs) dan hanya sekitar 48 ribu anak yang mengikuti sekolah khusus, itu artinya hanya 1,83 % anak berkebutuhan khusus yang bersekolah dan sisanya ada 98, 17 % anak berkebutuhan khusus tidak bersekolah. (www.pikiranrakyat.com)
2
Menurut Cook (2001:146) secara umum anak berkebutuhan khusus dapat digolongkan menjadi dua (2) yaitu: obvious disability dan hidden disability. Obvious disability adalah anak kebutuhan khusus yang tanda-tanda kelainan
fisik dan perilakunya terlihat jelas, sedangkan hidden disability adalah anak kebutuhan khusus yang tanda-tanda kelainan fisik dan perilakunya tidak terlihat jelas atau tersembunyi. Sal ah satu anak kebutuhan khusus yang termasuk dalam jenis obvious disability adalah anak dengan sindrom autisme yaitu gangguan perkembangan fungsi otak yang terlihat sebelum usia 3 tahun dan mencakup bidang sosial, komunikasi (bahasa}, imajinasi, fleksibilitas, minat, kognisi dan atensi (dalam Lumbantobing, 1997).
Data menunjukkan bahwa anak autis, semakin hari semakin meningkat, menurut harian kompas (2000) disebutkan bahwa sebelum tahun 1990 tercatat pada 10.000 kelahiran ada empat (4) s/d lima (5) kelahiran yang teridentifikasi autisme, kemudian pada tahun 1990-an awal meningkat lagi dari 10.000 kelahiran terdapat 15 s/d 20 kelahiran yang teridentifikasi autisme dan pada tahun 2000 dari 10.000 kelahiran terdapat 60 f<elahiran yang teridentifikasi autisme. (www.kompas.com}
Dengan semakin meningkatnya jumlah anak autis, maka kebutuhan pelayanan bagi anak autis meningkat pula. Berbagai upaya telah dilakukan oleh berbagai pihak untuk membantu anak autis, mulai clari pelayanan
3
kesehatan hingga pelayanan pendidikan. Dalam hal pendidikan misalnya, saat ini sedang dikembangkan program-program yang bersandar pada hakhak penyandang autis yang sama seperti anak normal lainnya, salah satu program tersebut adalah penyelenggaraan sekolah reguler dengan sistem inklusif yang biasa disebut sebagai sekolah inklusi. Hal ini tercantum dalam UU No.20 Tahun 2003 pasal 15 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah di sekolah reguler.
Menurut Staub dan Peck dalam buku mengenal pendidikan inklusi yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Luar Biasa (PLB) (2005:9) dikemukakan bahwa sekolah inklusi adalah penempatan Anak Luar Biasa (ALB) dalam tingkat ringan, sedang, dan berat di kelas biasa secara penuh. Lebih lanjut Stainback dan Stainback dalam Direktorat PLB (2005:8) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, bantuan dan dukungan yang diberikan oleh para
4
guru digunakan agar siswa-siswa berhasil, baik dalam perkembangan akademik rnaupun perkernbangan sosial.
Perkernbangan sosial seseorang dapat dilihat rnelalui
ke~giatan
berkornunikasi
dan kegiatan berinteraksi sosial. Menurut Gillin dan Gillin dalarn Soerjono Soekanto (1990:61) interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinarnis yang rnenyangkut hubungan antara orang-perorangan, antara kelornpok-kelornpok rnanusia rnaupun antara orang perorangan dengan kelornpok rnanusia. Secara garis besar kegiatan berinteraksi sosial dirnulai ketika anak rnulai rnernasuki usia sekolah baik itu TK (Tarnan Kanak-kanak) ataupun SD (Sekolah Dasar) dan akan selalu terus rnenerus berkernbang. Kegiatan berinteraksi sosial ini secara urnurn dibagi rnenjadi 2 yaitu menggunakan pola-pola perilaku sosial dan menggunakan pola-pola perilaku tidak sosial. Pola-pola perilaku sosial rnisalnya adalah
p(~rilaku
empati,
perilaku bekerjasama, perilaku ramah serta perilaku bersaing, sedangkan pola-pola perilaku tidak sosial misalnya adalah perilaku agresif dan perilaku negatif (Hurlock, 1991)
Menurut Freedman dalam Adinia (2005:9) salah satu fak:tor terpenting yang rnernpengaruhi kegiatan berinteraksi sosial adalah persepsi individu terhadap individu lain karena dengan persepsi itulah seorang individu memberikan pengetahuan dan harapan kepada individu yang dipersepsikannya, dan
5
secara langsung mempengaruhi pembentukan sikap dan tingkah lakunya dalam berinteraksi sosial terhadap orang tersebut. Hal ini didukung oleh pendapat lrwanto (2002) yang menyebutkan bahwa salah satu faktor yang sangat mempengaruhi interaksi sosial adalah persepsi sosial, yaitu penilaian seorang individu terhadap keadaan fisik dan ciri-ciri perilaku orang tersebut.
Untuk saat ini pada umumnya persepsi masyarakat mengenai anak autis masih bernilai negatif, misalnya adalah sebutan sebagai anal< cacat mental, anak bodoh, anak nakal bahkan sampai pada label "anak kutukan" dan "anak gila". "Anak kutukan" yaitu anal< yang mendapatkan kutukan dari yang Maha Kuasa akibat kesalahan masa lalu yang pernah dilakukan oleh orang tua individu tersebut, sedangkan sebutan "anal< gila" lebih disebabkan karena ciri-ciri perilaku anak autis yang tidak wajar dan biasanya hanya dilakukan oleh orang-orang yang "tidak waras" misalnya tertawa sendiri, berbicara sendiri, teriak-teriak tanpa sebab yang jelas, memakan benda-benda yang tidak seharusnya dimakan (contohnya: sabun, shampo dan sebagainya) serta senang menyakiti diri sendiri. Oleh sebab itu agar tidak tertular mereka patut untuk dijauhi bahkan diperlakukan kasar atau biasa disebut sebagai perilaku
"Bullying".
Salah satunya adalah kisah yang diceritakan oleh orang tua anak autis berikut ini (diadaptasi dalam www.puterakembara.com). "Ivan sekarang telah
6
berada di TK B Umum, yang suka bikin saya sedih banget kalau pulang sekolah saya dapat cerita perlakuan teman-temannya
k(~
Ivan. Bayangkan
suatu saat ada temannya yang ulang tahun di sekolah, Ivan kasih kado kepada orang tersebut dan ternyata kado itu diambil, dibanting dan diinjakinjak sama temannya,lvannya bengong aja, belum lagi kalo ada yang tiba-tiba cubit Ivan, langsung ngomelin lvan,tanpa Ivan tahu masalahnya apa. Saya pengin deh ngajarin Ivan berantem atau sekedar mempertahankan diri kalau dipukul balas gitu tapi Ivan selalu diam kalo dinakalin sama temannya. Suatu saat saya ajak Ivan ke salah satu sekolah reguler yang menyediakan satu (1) kelas khusus tapi disana Ivan lebih cerewet dan malah banyak tanya ke gurunya ini dan itu jadi gurunya lebih menyarankan agar Ivan, untuk perkembangannya lebih baik dibawa ke sekolah reguler dengan sistem inklusi agar Ivan lebih terpacu. tapi saya nggak tahan melihat dan mendengar Ivan diperlakukan seperti itu oleh teman-temannya".
Atau kisah Oscar Dompar seorang autis yang selalu mendapatkan perilaku "bullying" ketika berada di sekolah (diadaptasi dalam Kartini,2008)." Aku sering menjadi "bulan-bulanan" anak-anak lain !<arena kondisiku yar.g berbeda,misalnya ketika aku kelas lima (5) SD, aku pernah dibohongi temantemanku, itu terjadi karena kekagumanku terhadap tokoi'1 kartun Bart Simpson yang saat itu sedang Booming. Mereka membohongi aku dengan mengatakan akan memanggilku Bart jika aku sengaja salah mengisi soal
7
ulangan tetapi jika tidak mereka akan memanggilku Lisa dan aku mau saja menurutinya sehingga nilaiku nol (O) walaupun sebenarnya aku bisa mengerjakannya. Kejadian seperti ini tidak berhenti hingga di SD ketika aku duduk di Sekolah Menengah Umum (SMU), aku masih saja sering diganggu oleh anak-anak lain, dan tak jarang aku menangis secara diam-diam ketika pulang sekolah, puncaknya adalah aku tidak naik kelas, tetapi karena tidak ingin putus sekolah orang tuaku menyekolahkanku di Australia, disini keadaannyapun tak jauh berbeda, aku masih sering diganggu oleh temanteman, misalnya: pada saat itu aku meminta temanku untuk menemani ke
A TM mengambil uang yang ditransfer mama untuk biay:a sekolah semester ini, disini "ia" melihat jumlah tabunganku yang lumayan banyak hingga akhirnya ia menyusun siasat untuk menipuku, "la" berdalih ingin meminjam uangku untuk berbisnis dan menjanjikan uang itu akan kembali dua kali lipat, tetapi setelah beberapa minggu kemudian uangku tetap tidak kembali bahkan "ia" ,memaksa diriku untuk terus menerus meminjamkan dirinya uang".
kisah-kisah diatas didukung oleh pendapat Sri Utami Ayuningsih (2005:35) dan hasil wawancara pendahuluan penelitian yang dilakukan oleh Retno Ekapuri (2007,4) dengan salah satu kepala sekolah Sekolah Dasar Negeri (SON) di Jakarta yang menyelenggarakan pendidikan inklusi dijelaskan bahwa salah satu kekurangan dalam sekolah inklusi bagi siswa autis adalah seringkali siswa tersebut mendapat perlakuan yang buruk dari teman-
8
ternannya yang lain rnisalnya rnengejek, rnenjauhi bahkan tidak pernah rnengajak siswa autis untuk berrnain dan belajar bersarna rnereka.
Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui bahwa persepsi seseorang rnengenai individu lain rnerniliki hubungan dengan sikap dan tingkah laku yang dikeluarkan oleh individu tersebut ketika berinteraksi. Dengan persepsi yang positif, interaksi yang terjadi di antara keduanya berjalan positif hal ini dapat dilihat rnelalui pola-pola perilaku sosial, rnisalnya perilaku kerjasarna, perilaku ernpati, sikap rarnah, serta perilaku bersaing tapi sebaliknya jika persepsi siswa reguler bernilai negatif, interaksi yang terjadi di antara keduanya negatif hal ini dapat dilihat rnelalui pola-pola perilaku tidak sosial, rnisalnya perilaku negatif serta perilaku agresif.
Tetapi di lain pihak dalam beberapa penelitian khususnya pada bidang psikologi sosial yang rnerniliki terna hubungan antara pmsepsi dengan interaksi sosial tidak diternukan adanya hubungan yang signifikan antara persepsi dengan interaksi sosial, rnisalnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Heider yang rneneliti hubungan antara persepsi orang Arnerika terhadap turis asing berkebangsaan China dengan interaksi sosial orang Arnerika terhadap turis asing berkebangsaan China. Menurut sarwono (1999,214) Dalarn penelitian tersebut tidak terdapatnya hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial lebih disebabkan karena individu-individu tersebut
9
memiliki peraturan-peraturan yang jelas dan mengikat yang jika tidak dipatuhi akan mendapatkan sanksi sehingga mereka mempunyai suatu alasan yang kuat untuk mengesampingkan ego nya masing-masing.
Dalam studi pendahuluan yang penulis lakukan di sekolah inklusi SON Gedong 04 Pagi Jakarta Timur, didapati bahwa dalam beberapa kegiatan sekolah siswa-siswa autis sering diabaikan bahl
Berkaitan dengan apa yang telah dipaparl
10
mengetahui hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di sekolah inklusi Sekolah Oasar Negeri (SON) Gedong 04 Pagi Jakarta Timur. Akhirnya penulis memberikan judul pada skripsi ini yaitu: "HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI OEN GAN INTERAKSI SOSIAL SISWA REGULER TERHADAP SISWA AUTIS DI SEKOLAH INKLUSI (Penelitian pada Siswa-siswa Reguler Kelas IV Sekolah Oasar Negeri Gedong 04 Pagi Jakarta Timur)".
1.2 ldentifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan, yatu: 1. Bagaimana persepsi siswa reguler terhadap siswa autis di Sekolah Oasar Negeri (SON) Gedong 04 Pagi? 2. Bagaimana interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di SON Gedong 04 Pagi? 3. Bagaimana interaksi sosial siswa autis terhadap siswa reguler di SON Gedong 04 Pagi? 4. Apakah ada hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di SON Gedong 04 Pagi
11
1.3.
Perumusan dan Pembatasan Masalah
1.3.1. Perumusan masalah Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di sekolah inklusi, dapat dirumuskan pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: "Adakah hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di SON Gedong 04 Pagi?"
1.3.2. Pembatasan masalah Berdasarkan identifikasi masalah diatas batasan-batasan yang penulis gunakan terdiri dari:
1. Tempat dilaksanakannya penelitian adalah Sekolah inklusi SON Gedong 04 Pagi - Jakarta Timur dimana sekolah ini menampung semua siswa di kelas yang sama baik siswa reguler maupun siswa berkebutuhan khusus yang mencakup siswa autis. Oalam penelitian yang penulis gunakan sebagai data tambahan adalah sistem pendidikan ink.lusi yang dijalankan oleh SON Gedong 04 Pagi-Jakarta Timur meliputi: pe1rsiapan sebelum menerima siswa autis,kualitas kolaborasi antara orang tua dengan guru, kualitas kolaborasi orang tua dengan sekolah,
dukun1~an
sekolah terhadap
siswa autis, pelatihan teman sebaya, implementasi atau pelaksanaan
12
pemebelajaran di kelas dan komitmen sekolah terhadap siswa autis. Pada penelitian ini yang digunakan adalah kelas IV B. 2. Objek penelitian yang digunakan adalah siswa autis yaitu siswa yang mengalami gangguan pada interaksi sosial, komunikasi, respon terhadap sensori, ketidakstabilan mood dan afek serta gejala perilaku lain yang mencakup tempertantrum, hiperaktiv/hiperkinesis dan perilaku menyakiti diri sendiri. Dalam penelitian siswa autis yang digunakan adalah siswa autis yang berada satu kelas dengan subjek penelitia1n. 3. Subjek penelitian adalah siswa regular yang di kelasnya terdapat siswa autis. Siswa reguler merupakan siswa-siswa yang tidak mengalami kebutuhan khusus (anak normal). 4. persepsi yang digunakan mengacu pada pendapat lrwanto yang menjelaskan bahwa persepsi seseorang terhadap individu lain dinamakan persepsi sosial yaitu penilaian fisik dan ciri-ciri perilaku orang lain. Karena pada siswa autis ciri-ciri perilakunya sangat jelas terlihat berbeda dari anak-anak normal, maka dalam penelitian ini dibatasi hanya persepsi siswa reguler mengenai ciri-ciri perilaku siswa autis di keiasnya. 5. lnteraksi sosial yang digunakan mengacu pada pend:apat Hurbert Bonner yang menjelaskan bahwa interaksi sosial adalah hubungan antara dua individu atau lebih dimana tingkah laku individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki tingkah laku individu yang lain secara timbal balik dalam penelitian ini adalah interaksi sosial siswa reguler terhadap
13
siswa autis yang terdapat dalam satu kelas. lnteraksi sosial yang digunakan disesuaikan dengan tugas perkembangan sosial untuk masa kanak-kanak dan menurut Hurlock dibagi menjadi dua (2) yaitu proses sosial dan proses tidak sosial.
1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan penelitian Sesuai dengan judul penelitian ini yaitu hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di sekolah inklusi penelitian ini bertujuan antara lain adalah: 1. Mengetahui gambaran um um persepsi siswa reguler terhadap siswa autis di sekolah inklusi SON Gedong 04 Pagi 2. Mengetahui gambaran umum interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di sekolah inklusi SON Gedong 04 Pagi 3. Mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi clengan interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di sekolah inklusi SON Gedong 04 Pagi.
14
1.4.2. Manfaat penelitian Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, antara lain: 1. Bagi para guru di sekolah inklusi dapat mengetahui ~1ambaran umum persepsi dan interaksi sosial siswa-siswa regulernya mengenai siswa autis di sekolahnya serta mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial. Hal tersebut dapat dijadikan acuan dalam membentuk persepsi yang baik kepada siswa regular terhadap lingkungan belajar dalam hal ini siswa autis agar mengarah pada proses sosial yang positif. 2. Bagi para mahasiswa khususnya Fakultas Psikologi, dapat dijadikan wacana mengenai hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial. serta menjadi bahan dalam mengenal sekolah inklusi, autisme, persepsi dan interaksi sosial.
1.5.
Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB ·1: PENDAHULUAN Terdiri dari: latar belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sistematika penulisan.
15
BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA Terdiri dari: kajian teori mengenai persepsi, interaksi sosial, pendidikan inklusi serta kajian teori mengenai autisme. Kemudian kerangka berfikir yang penulis gunakan dalam penelitian ini serta pengajuan hipotesis. BAB 3: METODOLOGI PENELITIAN Terdiri dari: jenis penelitian yang mencakup pendekatan dan metode penelitian, definisi variabel dan definisi operasional dari variabel bebas dan variabel terikat, subjek penelitian yang mencakup populasi dan sampel serta tehnik pengambilan sampel, pengumpulan data terdiri atas metode dan instrumen pengumpulan data, tehnik uji instrumen, hasil uji instrumen yang meliputi uji validitas dan uji reliabilitas, analisa data dan prosedur penelitian. BAB 4: ANALISIS dan INTERPRETASI DATA Terdiri dari: gambaran umum penelitian yang didalamny;a terdapat latar belakang tempat penelitian, latar belakang objek penelitian serta latar belakang subjek penelitian, kemudian presentasi data mencakup uji persyaratan yang meliputi uji normalitas dan uji homoge11itas dan deskripsi hasil penelitian meliputi gambaran umum variabel bebas dan gambaran umum variabel terikat, pengujian hipotesis pemaparan hasil tambahan. BAB 5: KESIMPULAN, DISKUSI dan SARAN Terdiri dari: kesimpulan, diskusi dan saran.
BAB2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab 2 ini akan dibahas mengenai beberapa teori yang berkaitan dengan penelitian. Adapun teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini adalah teori mengenai persepsi, interaksi sosial, pendidikan inklusi, serta autisme. Teori yang pertama adalah teori persepsi meliputi pengertian persepsi, proses terjadinya persepsi serta faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi, dilanjutkan dengan teori interaksi sosial yang meliputi
p!~ngertian
interaksi
sosial, faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial, ciri-ciri interaksi sosial, serta bentuk-bentuk interaksi sosial, kemudian dibahas pula mengenai teori pendidikan inklusi yang meliputi pengertian pendidikan inklusi, komponen keberhasilan pendidikan inklusi, serta tujuan dan manfaat pendidikan inklusi dan yang terakhir adalah pembahasan mengenai teori autisme dengan sub-sub babnya yaitu pengertian autisme, etiologi autisme, pravalensi autisme dan interaksi sosial anal< autis.
Selain menguraikan teori, pada bab ini akan dibahas mengenai kerangka berfikir penelitian dan hipotesa penelitian. Kerangka berfikir digunakan penulis dalam menjelaskan keterkaitan antara komponen-komponen penelitian yang terdiri dari pendidikan inklusi, siswa reguler, siswa autis,
17
persepsi dan interaksi sosial. Sedangkan hipotesa penelitian digunakan sebagai dugaan awal sebuah penelitian yang menyangkut ada atau tidak adanya hubungan antar variabel. Untuk menguraikannya maka penulis akan menuangkannya ke dalam sub-sub bab di bawah ini.
2.1.
Persepsi
2.1.1. Pengertian persepsi Menurut Bimo Walgito (dalam Abdurrahman Saleh, 2004:88) persepsi adalah proses yang menggabungkan dan mengorganisasikan data-data indera untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat menyadari keadaan di sekelilingnya, lebih lanjut Abdurrahman Saleh mengungkapkan bahwa persepsi juga dapat diartikan sebagai kemampuan membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan perhatian terhadap satu objek rangsang.
Menurut Desiderato (dalam Jalaluddin Ral
18
Pengertian persepsi yang lebih detail diungkapkan oleh Chaplin (2005:358) yang menjelaskan bahwa persepsi adalah proses mengEitahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera yang merupakan kesadaran dari proses-proses organis dimana satu kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman dimasa lalu, adapun variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan biasanya berasal dari kemampuan organisme untuk melakukan perbedaan di antara perangsang-perangsang. Kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu.
Menurut Zanden (1984:33) persepsi merupakan proses mengumpulkan data dan menginterpretasikan informasi, persepsi juga merupakan penghubung antara manusia dan lingkungannya. Persepsi membuat rnanusia dapat merasakan dunia sekitarnya karena tanpa persepsi maniusia akan hampa dari berbagai macam pengalaman. Persepsi membuat rnanusia dapat merasakan dunia sekitarnya dan rnemberikan arti pada input senson. Manusia tidak secara langsung memberikan respon kepada dunia luar, kejadian objek, atau orang lain, melainkan mengubah stimulus luar tersebut menjadi sistem dalam diri yang akan diberi arti.
Berdasarkan kelima definisi tersebut, rnaka secara garis besar dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan proses pengumpulan data, yang
19
kemudian diinterpretasikan dan didasarkan alas pengalaman yang telah dimiliki individu tersebut, sehingga memiliki makna atau arti bagi individu itu sendiri.
Dalam Anida (2005) Heider menjelaskan bahwa persepsi dapat diberikan oleh individu pada suatu benda, kejadian ataupun pada individu lain, yang secara garis besar digolongkan menjadi persepsi sosial dan persepsi bukan sosial (non-social) . Jika yang dilibatkan adalah suatu kEijadian atau sebuah benda maka persepsinya disebut sebagai persepsi bukan sosial (non-social) tetapi jika yang dilibatkan adalah manusia atau individu lain maka persepsinya disebut sebagai persepsi sosial. Sedikit berbeda Jalaluddin Rakhmat,(2005) menyebutkan bahwa persepsi yang objeknya benda atau peristiwa lain disebut sebagai persepsi objek sedangkan persepsi yang objeknya melibatkan manusia disebut sebagai persepsi interpersonal. Menurut Tagiuri (dalam Anida ,2005) terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam menjelaskan persepsi sosial, antara lain adalah social perception, person perception, person cognition, dan int€trpersonal perception.
Menurut Bimo Walgito (1989:38) Persepsi sosial terdiri dari dua kata yaitu persepsi dan sosial. Persepsi merupakan proses yang menggabungkan dan mengorganisasikan data-data indera untuk dikembangkan sedemikian rupa
20
sehingga dapat menyadari keadaan di sekeliling kita, se1dangkan sosial adalah hubungan manusia dengan manusia yang lain. Jadi persepsi sosial adalah suatu proses seseorang untuk mengetahui, menginterpretasikan dan mengevaluasi orang lain yang dipersepsikan, baik mengenai sifat-sifat, kualitas dan keadaan yang lain yang ada dalam diri orang yang dipersepsi sehingga terbentuk gambaran mengenai orang yang dipersepsi. Hal senada juga diungkapkan oleh lrwanto (2002:258) yang menyatakan bahwa persepsi sosial merupakan kesadaran individu akan adanya orang lain atau perilaku orang lain yang terjadi di sekitarnya, sehingga persepsi sosial dapat diartikan sebagai penilaian fisik dan ciri-ciri perilaku orang lain
Menurut Robert A Baron (2004:38) persepsi sosial adalah proses yang kita gunakan untuk mencoba mengetahui dan memahami orang lain. Sementara Chaplin dalam Kamus Lengkap Psikologi ( 1981:472) memberikan definisi yang sedikit berbeda mengenai persepsi sosial, yaitu kesadaran akan objek sosial atau peristiwa sosial.
Berdasarkan dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi sosial, adalah proses yang dilakukan seseorang dalam memberi penilaian fisik dan ciri-ciri perilaku orang lain sehingga ia dapat memahami karakteris!ik, mengetahui kualitas dan keadaan orang tersebut.
21
Dalam penelitian ini, yang menjadi objek persepsi adalal1 manusia, sehingga persepsi yang dimaksud adalah persepsi sosial, yaitu pe1nilaian terhadap penampilan fisik dan ciri-ciri perilaku manusia, dan dikategorikan menjadi 2 klasifikasi yaitu: positif dan negatif. Persepsi tersebut dikatakan positif jika siswa-siswa reguler dapat memahami dan memaklumi perilaku siswa autis yang terlihat berbeda dengan dirinya, kemudian dikatakan negatif jika siswasiswa reguler tidak memahami dan memaklumi perilaku siswa autis yang terlihat berbeda dengan dirinya.
Persepsi sosial yang digunakan adalah persepsi sosial s;iswa reguler di sekolah inklusi mengenai siswa autis di sekolahnya. Karena pada siswa autis ciri-ciri perilakunya sangat jelas terlihat berbeda dari anak-anak normai maka dalam penelitian ini dibatasi hanya persepsi sosial siswa reguler di sekolah inklusi mengenai ciri-ciri perilaku siswa autis.
2.1.2. Proses terjadinya persepsi Seseorang dalam mempersepsikan sesuatu tidak terjadi begitu saja, tetapi ada unsur yang menyebabkan terjadinya suatu proses persepsi. Secara alur dapat dikemukakan bahwa proses persepsi munurut Bimo Walgito (1989:39) berlangsung sebagaimana berikut:
1. Proses kealaman, dimana pada saat ini stimulus baru mengenai alat indera
22
2. Proses fisiologis, disini stimulus mulai dilangsungkan ke otak oleh syaraf sensorik 3. Proses psikologik, yaitu proses yang terjadi di otak sebagai pusat susunan urat syaraf yang menyebabkan individu dapat menginterpretasikan apa yang di persepsikannya.
Ada pun jalannya persepsi, dalam Abdurrahman Saleh (2004: 119) adalah pertama-tama seorang individu menginderakan objek di lingkungannya, kemudian hasil penginderaan tersebut diproses sehingga timbullah makna tentang objek tersebut. Hal ini akan digunakan oleh individu yang bersangkutan untuk menentukan reaksi apa yang sesuai yang akan diambil oleh dirinya.
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Robbins (2001 :89) mengemukakan ada 3 faktor yang mempengaruhi pembentukan ataupun perusakan persepsi seorang individu, yang berdampak pada terjadinya perbedaan persepsi diantara individu yang satu dengan yang lainnya terhadap hal yang sama. Faktor-faktor tersebut adalah: 1. Pelaku persepsi, merupakan tokoh sentral yang mempengaruhi pembentukan persepsi, karena dalam mempersepsikan suatu objek pelaku persepsi dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya
23
2. Target atau objek yang dipersepsikan, karakteristik-karakteristik dari objek yang diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan oleh pelaku persepsi. 3. Situasi saat persepsi terjadi, unsur-unsur yang ada dalam lingkungan seperti waktu, keadaan sosial dan keadaan saat suatu kejadian terjadi, dapat mempengaruhi konteks dari suatu objek yang diamati oleh pelaku persepsi.
2.2.
lnteraksi sosial
2.2.1. Pengertian interaksi sosial Sebagai mahkluk sosial individu dituntut untuk mampu rnelakukan interaksi dengan lingkungan sosialnya, lnteraksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara individu dengan individu lain, antara individu dengan kelompok serta antara kelompok dengan kelompok. Menurut HurbHrt Bonner (dalam Abu Ahmadi, 1991:54) interaksi sosial merupakan suatu hubungan antara dua individu atau lebih, dimana tingkah laku individu yan9 satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki tingkah laku individu yang lain secara timbal balik. Lebih lanjut Gillin Gillin (Soerjono Soekanto, 1990:61) menyatakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara
24
kelompok-kelompok manusia maupun antara orang pere>rangan dengan kelompok manusia.
Menurut Astrid S Susanto dalam Janu Murdiyatmoko (2004:53) interaksi sosial adalah hubungan antar manusia yang menghasilkan suatu proses pengaruh mempengaruhi dan menghasilkan hubungan tetap yang pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial.
Jadi clapat disimpulkan, bahwa interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang bersifat dinamis antara orang perorangan, antara orang dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kelompok yang saling mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki tingkah laku individu yang lain secara timbal balik dan memungkinkan terjadinya pembentukan struktur sosial.
Brofenbrenner dalam Dalton (2001: 136) berpandangan bahwa perilaku seseorang tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan dampak dari interaksinya dengan lingkungan di luarnya. Secara garis besar lingkungan luar seorang individu dibagi dalam beberapa lingkaran yang berlapis-lapis yaitu: 1. Sistem mikro, merupakan lingkungan yang paling deikat dengan pribadi individu, terdiri dari orang tua, saudara kandung, keluarga serumah,
25
sekolah, guru, tempat penitipan anak, teman bermain, tetangga dan orang lain yang sehari-hari dekat dan berhubungan erat dengan individu 2. Sistem meso, yaitu interaksi antara faktor di dalam sistem mikro, misalnya hubungan ayah-ibu, hubungan orang tua-guru dan pi~rgaulan antar teman. 3. Sistem ekso, yaitu sistem yang lebih luar, tidak langsung menyangkut diri individu namun masih besar pengaruhnya misalnya keluarga besar, polisi, dokter, koran. 4. Sistem makro, yaitu sistem yang paling luar dan berpengaruh langsung atau tidak langsung pada individu misalnya pemerintah, agama, tradisi, hukum, undang-undang politik.
Di bawah ini adalah skema dari lingkungan luar yang mempengaruhi perilaku interaksi sosial seorang individu:
26
Sistem makro
Sistem ekso Sistem mesa Sistem mikro lndividu
Gambar 2.1. Metaphor For Ecological Levels Sumber: Dalton, James H, Elias, Maurice J dan Abraham Wandersman dalam Community Psychology: Linking individuals and Communities.
Pada penelitian ini, interaksi yang akan dibahas lebih lanjut adalah interaksi antara individu dengan sistem mikronya dalam hal ini adalah antara siswa reguler dengan teman sebayanya (siswa autis), yang sel1ari-hari dekat dan berhubungan erat dengan individu di sekolah.
27
2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial Kelangsungan interaksi sosial, sekalipun dalam bentuknya yang sederhana merupakan proses yang kompleks, Menurut Soerjono Soekanto (1990:63) ada 4 faktor yang mempengaruhi interaksi sosial yaitu: 1. lmitasi, merupakan suatu tindakan meniru orang lain baik dalam hal sikap maupun tingkah laku. Dalam proses imitasi terdapat kelebihan dan kekurangan. Sisi positif dari lmitasi adalah dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah serta nilai-nilai yang berlaku sedangkan sisi negatifnya adalah dapat mematikan pengembangan daya kreasi seseorang. 2. Sugesti, merupakan pendapat, pandangan dan sikap yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain, diterima oleh pihak lain dan merupakan pengaruh psikis baik yang datang dari dirinya sendiri maupun dari orang lain yang umumnya diterima tanpa adanya daya kritik. Adapun faktorfaktor yang mempermudah terjadinya sugesti antara lain adalah: a. Sugesti karena hambatan berfikir. b. Sugesti karena keadaan fikiran terpecah belah. c. Sugesti karena mayoritas. d. Sugesti karena minoritas. e. Sugesti karena will
to believe.
3. ldentifikasi, merupakan kecendrungan-kecendrungan atau keinginankeinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain.
28
UIN Proses identifikasi mula-mula berlangsung secara tidak sadar (dengan sendirinya) kemudian berkembang menjadi proses irasional yaitu berdasarkan perasaan-perasaan atau kecenderungan-kecenderungan dirinya yang tidak diperhitungkan secara rasional. 4. Simpati, merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain, dan biasanya timbul atas dasar yang irasional yaitu berdasarkan penilaian perasaan-perasaan
2.2.3. Ciri-ciri interaksi sosial Menurut Charles P Loomis, dalam Soerjono Soekanto ( 1990:65) ada 4 ciriciri interaksi sosial, antara lain adalah: 1. Jumlah pelakunya lebih dari 1 orang 2. Adanya komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbol-simbol atau lambang-lambang baik verbal maupun non-verbal 3. Adanya suatu dimensi waktu yang meliputi masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang yang akan menentukan sifat dari aksi yang sedang berlangsung 4.
Adanya tujuan yang hendak dicapai sebagai hasil dari interaksi tersebut
2.2.4. Bentuk-bentuk interaksi sosial Adapun bentuk-bentuk interaksi sosial menurut Soerjono Soekanto (1990:70), antara lain adalah:
29
1. Kerjasama, merupakan suatu proses sosial yang assosiatif. Yaitu bergabungnya individu-individu atau sekolompok individu untuk mencapai tujuan bersama 2. Akomodasi, merupakan suatu proses sosial yang assosiatif. Yaitu usaha manusia untuk meredakan ketegangan akibat konflik atau pertikaian dalam rangka mencapai kestabilan 3. Persaingan, merupakan suatu proses sosial yang dissosiatif, dimana individu atau kelompok manusia saling bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi perhatian umum (baik perorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa menggunakan ancaman atau kekerasan 4. Konflik, merupakan suatu proses sosial yang dissosiatif, dimana individu atau kelompok manusia saling menyadari adanya perbedaan-perbedaan, misalnya dalam ciri-ciri badaniah, emosi, unsur-unsur kebudayaan, polapola perilaku tertentu. Ciri-ciri tersebut dapat mempertajam perbedaan yang ada hingga menjadi suatu pertentangan
Adapun pola prilaku dalam situasi sosial pada masa kanak-kanak secara garis besar dibedakan menjadi 2 yaitu (dalam Hurlock, 1991):
30
1. Pola perilaku sosial, terdiri dari: a. Kerjasama, pada umur 4 tahun anak-anak sudah dapat bermain dan bekerja secara bersama dengan anak lain. Semakin banyak kesempatan yang mereka miliki untuk melakukan sesuatu secara bersama semakin cepat mereka belajar untuk bek.erja sama. b. Persaingan, persaingan dikatakan positif jika persaingan merupakan dorongan bagi seorang anak untuk berusaha sebaik-baiknya. c. Kemurahan hati, dengan kemurahan hati akan terjadi penerimaan sosial, dan setelah itu anak mempelajari bahwa kHmurahan hati menghasilkan penerimaan sosial maka sikap mementingkan dirinya sendiri semakin berkurang. d. Hasrat akan penerimaan sosial, jika hasrat akan penerimaan sosial seorang anak sangat kuat, maka dorongan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial juga kuat. e. Simpati,merupakan kemampuan seorang anak untuk memahami kedaan di sekitarnya, kemampuan ini didapat jika anak telah mengalami kehilangan.
f.
Empati, merupakan kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain dan menghayati pengalaman orang tersebut.
g. Ketergantungan, ketergantungan terhadap orang lain dalam hal bantuan, perhatian, dan kasih sayang dapat mendorong anak untuk berperilaku dalam cara yang diterima secara sosial.
31
h. Sikap ramah, seorang anak memperlihatl
i.
Sikap tidak mementingkan diri sendiri, anak yang mempunyai kesempatan dan mendapat dorongan untuk membagi apa yang mereka miliki akan memiliki sikap tidak
J.
mementin!~kan
Meniru, dengan meniru seorang anak dapat
diri sendiri.
men~1etahui
perilaku apa
saja yang dapat diterima oleh kelompok sosialnya. k. Prilaku kelekatan, perilaku kelekatan dikembangkan oleh seorang anak berdasarkan pengalaman pada fase bayi, dan pada fase kanakkanak perilaku kelekatan tersebut dialihkan kepacla orang lain (temannya) untuk membina persahabatan dengan mereka. 2. Pola perilaku yang tidak sosial, terdiri dari: a. Negativisme, merupal
32
d. Mengejek dan menggertak, merupakan serangan. Dikatakan mengejek jika serangan dilakukan secara lisan sedangkan rnenggertak jika serangan dilakukan secara fisik. e. Perilaku yang sok kuasa, merupakan kecendrungan untuk mendominasi orang lain.
f.
Egosentrisme, merupakan sifat untuk bertindak mEmurut kehendak mereka.
g. Prasangka, merupakan pandangan terhadap
perbi~daan-perbedaan
yang terdapat pada individu lain. Pada umumnya dilihat melalui penampilan dan ciri-ciri fisik individu tersebut. h. Antagonisme jenis kelamin, pada masa kanak-kanak akhir antagonisms jenis kelamin terlihat sangat jelas, hal ini di tunjukkan dengan menghindari bermain dengan lawan jenisnya atau menghindari aktivitas yang sering dilakukan oleh lawan jenis.
Secara normal proses sosial tersebut dimulai ketika anak-anak secara resmi mengikuti kegiatan sekolah baik itu pada Taman l
33
sesuai dengan harapan kelompok sosial, dan akan terus mempengaruhi perkembangan pada masa-masa selanjutnya.
Pada penelitian ini, perkembangan sosial yang digunakan adalah pola-pola proses sosial pada masa usia sekolah dasar (kanak-kanak akhir) yang dilakukan oleh siswa reguler terhadap siswa autis dan digolongkan menjadi proses sosial dan proses tidak sosial yang diklasifikan menjadi 2 kategori yaitu positif dan negatif. Dikatakan positif apabila siswa-siswa reguler tersebut melakukan berbagai kegiatan interaksi sosial beirsama dengan siswa autis menggunakan pola-pola perilaku sosial misalnya
pE~rilaku
simpati,
ramah, bekerjasama kepada siswa autis dan dikatakan negatif jika siswasiswa reguler tersebut melakukan berbagai kegiatan interaksi sosial bersama dengan siswa autis menggunakan pola-pola perilaku tidak sosial misalnya . berperilaku agresif atau negatif kepada siswa autis.
2.3.
Pendidikan lnklusi
2.3.1. Pengertian pendidikan inklusi lstilah inklusi semakin popular dalam dunia pendidikan di Indonesia, khususnya pada Pendidikan Luar Biasa (PLB) dan telah menjadi salah satu program pengembangan di Direktorat Pendidikan Luar Biasa.
34
Menurut Sue Stuubs (2005:76) istilah pendidikan inklusi dan sekolah inklusi untuk negara-negara yang sedang berkembang sering disamakan, ini disebabkan karena pada negara-negara berkembang termasuk indonesia sekolah merupakan tempat untuk menerima pendidikan itersebut dan sebagian besar waktu mereka telah tersita di sekolah. Pendidikan inklusi memiliki pengertian yang beragam,antara lain:
Menurut Subagyo Brotosedjati (2003: 56) pendidikan inklusi ialah model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak cacat (berkebutuhan khusus) yang diselenggarakan bersama dengan anak normal di lembaga pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga yang bersangkutan.
Menurut Stainback dan Stainback (1990) dalam buku mengenal pendidikan inklusi yang dikeluarkan oleh Direktorat Pendidikan Luar Biasa (PLB) (2005:8) sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama, sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga m1;,rupakan tempat setiap anak dapat diterima menjadi bagian dari kelas tersebut dan saling
35
membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.
Menurut Staub dan Peck dalam Direktorat PLB (2005:9) mengatakan bahwa sekolah inklusi adalah penempatan Anak Luar Biasa (ALB) dalam tingkat ringan, sedang dan berat, di kelas biasa secara penuh. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang
rele~van
bagi anak
berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya.
Menurut Hidayat (2003:45) pendidikan inklusi adalah pendidikan yang menyertakan setiap anggota masyarakat, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus, yaitu mereka yang mempunyai kebutuhan permanen atau sementara untuk memperoleh pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan khususnya.
Menurut Sapon-Shevin dalam O' Neil yang dikulip oleh Direktorat Pendidikan Luar Biasa (2005:9) menyatakan bahwa pendidikan inklusi adalah sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdel
36
dukungan dari semua pihak, baik para siswa, guru, orangtua serta masyakat sekitarnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah dimana siswasiswa berkebutuhan khusus apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya ditempatkan satu kelas dengan siswa-siswa tidak berkebutuhan khusus, program yang diberikan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan tingkat kemampuan individu yang bersangkutan dan bantuan yang dapat diberikan oleh para guru adalah agar semua siswa-siswanya dapat berhasil. Sehingga rasa memiliki dan menjadi bagian dari kelas tersebut sangatlah diperlukan, agar dapat mengoptimalkan potensi yang dimiliki setiap siswanya dan memenuhi semua kebutuhan siswanya.
2.3.2. Komponen keberhasilan pendidikan inklusi Menurut Sri Utami Ayuningsih (2005) yang merangkum komponen keberhasilan suatu pendidikan inklusi berdasarkan komponen dalam karakteristik, pengkajian pada pendidikan inklusi serta teori-teori yang berkaitan,maka didapatlah kompenen tersebut antara lain adalah: 1. Persiapan sebelum menerima anak autis, mencakup pelatihan guru, pendataan siswa serta persiapan kelas.
37
Palatihan guru, marupakan salah satu hal yang penting sabalum mamasukkan anak autis, beberapa modul yang penting dalam pelatihan ini antara lain adalah pangetahuan mangenai autisme, simulasi tarapi parilaku bagi siswa autis dan stratagi atau kiat-kiat dalam mananggani anak autis, dan idaalnya semua guru pernah mendapatkan pelatihan ini. Kemudian pendataan siswa, yang dilakukan agar sakolah mandapatkan informasi yang langkap mengenai kondisi siswa, hal ini dapat dilakukan oleh pihak sekolah dangan cara obsarvasi sarta wawancara dengan pihak-pihak yang terkait.Sadangkan persiapan kalas, dilakukan agar siswa-siswa raguler tersebut tidak tarlalu kaget akan hadirnya siswa autis yang secara fisik dan perilaku berbada dangan meraka sehingga siswa autis dapat ditarima secara baik olah teman-tamannya dalam hal ini adalah siswa-siswa regular, yang akan bardampak pada kagiatan interaksi diantara kaduanya. Parsiapan kalas yang paling sadarhana dan penting adalah mensosialisasikan kapada siswa-siswa regular akan adanya anak autis yang ikut serta dalam kelas mereka, hal tersebut dapat dilengkapi melalui pembentukan team guru yang akan manangani anak autis dengan tugas memparsiapkan matari khusus atau IEP yang sasuai dangan kebutuhan anak. Dangan adanya parsiapan yang matang sebelum menerima siswa autis, diharapkan para guru dapat marubah perilaku-perilaku siswa autis ke arah yang lebih baik secara efektif sehingga berdampak pada perubahan persepsi siswa raguler terhadap
38
siswa autis yang memiliki keterkaitan terhadap interaksi diantara keduanya. 2. Adanya kolaborasi antara orang tua dengan guru, hal ini penting dilakukan agar perkembangan anak autis berjalan dengan baik. Adapun hal yang dapat dilakukan oleh para guru adalah pertemuan rutin antara keduanya, yang dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama misalnya satu bulan sekali, adapun hal-hal yang dapat didiskusikan adalah mengenai hambatan-hambatan yang ditemui ketika menangani anak-anak mereka sehingga dapat dicarikan jalan keluar bersama dalarn mendidiknya. Sehingga perilaku-perilaku siswa autis dapat berubah kearah yang lebih baik dengan waktu yang lebih cepat dan merubah persepsi siswa reguler mengenai siswa autis ke arah yang lebih positif yang secara langsung mempengaruhi interaksi sosial diantara keduanya. 3. Kolaborasi orang tua dengan sekolah, bentuk kolabornsi ini antara lain adalah memberikan sumbangan uang atau barang secara rutin, atau sekedar membantu bila diperlukan. Adapun bentuk dukungan yang lebih spesifik dari orang tua anak autis yang berkaitan dengan kondisi anaknya adalah menyediakan guru pendamping untuk anak merei
39
4. Dukungan sekolah, guru, terhadap siswa autis, hal ini dapat dilakukan dengan cara menyediakan guru pendamping atau
si~tidaknya
guru bantu
atau sekurang-kurangnya relawan yang dapat membantu siswa autis. Adapun tugas bagi guru pendamping antara lain adalah menjembatani instruksi guru kepada anak, mengendalikan perilaku anak di kelas, membantu anak belajar, bermain atau berinteraksi dengan temantemannya. Sedangkan tugas dari guru bantu adalah sebagai konsultan dalam menangani siswa autis di sekolah, ikut serta dalam merencanakan program pembelajaran, memonitor dan mengevaluasi program pembelajaran. Dengan adanya guru pendamping dan guru bantu mempercepat perubahan ciri-ciri perilaku siswa autis kearah yang lebih baik, yang berpengaruh terhadap perubahan persepsi dan berdampak pada perubahan sikap dan tingkah laku saat berinteraksi sosial diantara keduanya. 5. Pelatihan teman sebaya, bentuk pelatihan teman sebaya yang paling ideal adalah menjadi model atau contoh yang dapat ditiru oleh siswa autis dalam berperilaku sebagaimana mestinya. Hal lain yang dapat dilakukan adalah pelatihan bagimana cara berkomunikasi dengan siswa autis atau setidaknya pelatihan agar siswa reguler mau bermain bersama siswa autis. Dengan adanya pelatihan ini siswa-siswa reguler "diwajibkan" secara konsisten membantu merubah ciri-ciri perilaku siswa autis, dengan perubahan ciri-ciri perilaku siswa autis berpengaruh pada perubahan
40
persepsinya mengenai siswa autis dan berdampak pada interaksi diantara keduanya. 6, lmplementasi atau pelaksanaan pembelajaran di kelas, dalam pelaksanaan pendidikan inklusi bagi siswa autis, idealnya pihak sekolah memiliki IEP (Individual Education Plan) yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswanya, atau sarana dan prasarana yang dapat dipakai bila siswa autis memerlukannya. Dengan adanya IEP serta sarana dan prasarana yang mendukung bagi siswa autis dapat merubah ciri-ciri perilaku siswa autis ke arah yang lebih baik secara efektif, dan berpengaruh pada perubahan persepsi yang berdampak pada interaksi di antara keduanya. 7. Komitmen sekolah, sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi seharusnya memiliki komitmen terhadap perl<embangan anak autis, komitmen yang paling ideal adalah menjamin seluruh siswanya mencapai keberhasilannya. Komitmen seperti ini terlihat pada model sekolah inklusi level 3 dimana dalam satu kelas selain ada guru tetap dan dibantu oleh guru pembimbing khusus di bidang pendid!kan luar biasa. Guru pembimbing khusus memberi bantuan terhadap pembelajaran yang bersifat spesifik misalnya peningkatan kemampuan b13rperilaku yang sesuai bagi siswa autis.
41
Atau setidaknya siswa autis diberi kesempatan untuk: belajar dengan baik dengan siswa reguler dalam satu kelas yang sama, hal ini dapat dilihat dengan model sekolah inklusi level 2 dimana dalam satu kelas ada tiga orang guru yang terdiri dari 1 orang guru utama dan :2 orang guru bantu, para guru ini dipersiapkan untuk menangani kelas yang heterogen. Pengelompokkan anak dalam satu kelas berdasarkan usia, dan di setiap akhir tahun ajaran semua anak akan naik kelas. Memka mendapatkan hak yang sama untuk naik kelas, walaupun tingkat ke1mampuannya berbeda sehingga dalam proses pembelajarannya siswa autis dan siswa reguler mendapatkan berbagai materi dalam tingkatan yang berbeda sesuai dengan kemampuannya.
Atau sekurang-kurangnya sekolah inklusi berkomitme1n agar siswa autis dapat ikut serta dalam kegiatan sekolah, hal ini terlihat pada model sekolah inklusi pada level 1 dimana dalam suatu kelas terdapat anak normal dan beberapa anak kelainan atau anak dengan kebutuhan khusus yang bermacam-macam jenis. Ketika anak-anak berkelainan atau anakanak dengan kebutuhan khusus mernerlukan bantuan mereka dipindahkan ke belakang dan akan dibantu oleh guru pendamping sedangkan guru kelas tetap mengajar kepada anak-anak normal.
42
2.3.3. Tujuan pendidikan inklusi Tujuan utama dari pendidikan inklusi agar semua siswa tidak terkecuali siswa berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan yang normal serta memberikan pengalaman interaksi dengan lingkungan sosial, Pendidikan inklusi dapat melayani semua siswa secara adekuat dengan memberi fasilitas dan membantu proses belajar mengajar serta penyesuaian diri dari seluruh siswa.
2.3.4. Manfaat pendidikan inklusi Pendidikan inklusi memberikan manfaat bagi siswa-siswa berkebutuhan khusus dan tidak berkebutuhan khusus. 1. Bagi siswa-siswa autis, manfaatnya antara lain adalah: a. Pendidikan inklusi akan memberikan sense of belonging terhadap lingkungan yang berbeda dari diri mereka, serta mengembangkan perasaan menjadi suatu anggota dari komunitas yang beragam b. Mengembangkan keterampilan sosial siswa autis c. Melalui interaksi dengan anak-anak tidak berkebutuhan khusus, siswa autis memiliki kesempatan untuk belajar membina hubungan persahabatan, belajar untuk berkomunikasi, belajar menyelesaikan masalah dalam pergaulan serta dapat memiliki "insight" mengenai perilaku yang dapat diterima secara normatif di masyarakat.
43
2. Bagi anak-anak tidak berkebutuhan khusus, manfaatnya antara lain adalah: a. Kehadiran anak-anak berkebutuhan khusus, akan dapat mengembangkan perasaan penerimaan dari anak normal terhadap kehadiran anak berkebutuhan khusus di lingkungannya. b. Memberikan kesempatan bagi anak-anak tidak berkebutuhan khusus untuk mengalami kehidupan sosial yang beragam meskipun dalam skala kelas. c. Mengembangkan perasaan saling menghargai individu yang memiliki karakteristik yang berbeda dari dirinya. d. Mengembangkan sifat empati. e. Mengembangkan perasaan sensitivitas terhadap keterbatasan orang lain. f.
Anak-anak tidak berkebutuhan khusus dapat belajar memahami. mengenai perbedaan individual
g. Memahami mengenai kecacatan secara umum. h. Mengembangkan suatu perasaan menghargai keunikan karakteristik dan perbedaan kemampuan terhadap individu. i.
Mendorong peri!aku verbal dan non-verbal serta perilaku fisik anak-anak normal untuk tidak menjauhi anak-anak dengan kebutuhan khusus sehingga akan meningkatkan kemampuan anak untuk membantu dan mengajari teman sekelas. Baik anak yang berkebutuhan khusus maupun yang tidak berkebutuhan khusus.
44
Dalam penelitian ini, sekolah inklusi merupakan wadah yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi perubahan persepsi siswa reguler mengenai siswa autis dan berdampak pada interaksi diantara keduanya baik siswa reguler terhadap siswa autis maupun siswa autis terhadap siswa reguler. Dengan penerapan komponen-komponen keberhasilan penyelanggaraan pendidikan inklusi secara baik dan benar maka keberhasilan tersebut dapat dicapai oleh pihak sekolah sehingga diharapkan pihak sekolah mampu menerapkan dengan benar secara konsisten setiap komponen-komponen keberhasilan penyelanggaraan pendidikan inklusi agar tujuan dari sekolah inklusi ini dapat tercapai.
2.4.
Autisme
2.4.1. Pengertian autisme Menurut Sadock dan Kaplan (1997:713) istilah autisme baru diperkenalkan oleh Leo Kanner pada tahun 1943 sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Secara bahasa kata autism1a berasal dari kata "autos" yang artinya diri sendiri dan isme yang berarti suatu aliran, Jadi autisme adalah suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri (www.puterakembara.com)
45
S.M Lubantobing (2001:82) mengatakan bahwa autisme atau gangguan autistik adalah gangguan perkembangan fungsi otak yang mencakup bidang sosial, komunikasi (bahasa), imajinasi, fleksibilitas, minat, kognisi dan atensi. Gangguan autistik membuat seseorang tidak mampu meingadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri.
Lebih lengkap lagi, menurut Sarasvati (2004: 135) yang merangkumnya dalam berbagai sumber antara lain The Association for Autistic Children dan ISSAD (Intervention Service for Autism and Developmental Delc;iy), untuk dapat
dikatakan sorang anak terdiagnosa autisme, seseorang harus memiliki 6 kriteria dari 3 daftar berikut ini, yaitu: 1. Gangguan dalam interaksi sosial (minimal 2 kriteria dari 4 kriteria), yaitu: a. Rendahnya kemampuan berinteraksi sosial melalui komunikasi non. verbal, misalnya kurangnya kontak mata, ekspresr muka dan gerakgerik tubuh. b. Tidak mampu berinteraksi sosial dalam kelompok, layaknya anak-anak seusianya. c. Tidak memiliki keinginan untuk berbagi kesenangan, prestasi atau keingintahuan dengan anak-anak lain. d. Tidak mampu memberikan reaksi secara sosial atau emosional atas apa yang terjadi pada orang-orang di sekitar mereka, misalnya tidak dapat menunjukkan simpati pada saat orang lain bersedih, tidak
46
membalas memeluk pada saat dipeluk dan tidak rnampu membaca kemarahan di wajah orang lain. 2. Gangguan dalam komunikasi (minimal 1 kriteria dari 4 kriteria), yaitu: a. Terlambat atau tidak adanya kemampuan berbicara yang mana tidak juga dikompensasikan dengan menggunakan bahasa isyarat dengan gerak tubuh. b. Kalaupun dapat berbicara, tidak mampu memulai percakapan atau mempertahankan percakapan. c. Bahasa yang digunakan cenderung berulang-ulang, kaku, khas (stereotype) dan agak aneh (idiosyncratic). d. Dibandingkan dengan pertumbuhan anak seusianya, anak autis tidak mampu bermain dengan meniru, khayalan, atau spontan. 3. Sering melakukan kegiatan, bertingkah laku dan merasa tertarik pada sesuatu yang berulang-ulang, terbatas dan khas (minimal 1 kriteria dari 4 kriteria), yaitu: a. Rasa tertarik yang cenderung abnormal dari segi fokus dan intensitas terhadap suatu kegiatan yang khas dan terbatas. Misalnya mengulangu!ang sebuah adegan dari film video secara terus menerus, dan berjalan tanpa henti dalam bentuk lingkaran. b. Memiliki kebiasaan ritual atau rutin yang harus diikuti (yang sering kali tidak bermakna apa-apa bagi orang lain). Misalnya harus melewati
47
jalan tertentu menuju ke sekolah atau hanya mau tidur jika menggunakan baju tertentu. c. Rasa tertarik berlebihan pada suatu bagian dari sebuah benda. Misalnya roda pada mainan mobil-mobilan. d. Sering melakukan gerakan tertentu yang khas dan berulang-ulang. Misalnya mengepak-epakkan tangan secara berulang-ulang atau berjongkok sambil menggoyang-goyangkan badan ke depan dan belakang (rocking).
Selain memenuhi 6 kriteria di atas, kriteria tambahan sesorang dapat dikatakan autis jika anak tersebut sebelum usia tiga (3) tahun sudah menunjukkan ketidaknormalan atau keterlambatan dalam berinteraksi sosial, berbicara dan bermain menggunakan daya imajinasi.
Menurut DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual) dalam Kaplan dan Sadock (1997:715) seseorang dikatakan memiliki gangguan autistikjika: 1. Memiliki gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik, dan berefek samping pada: a. Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai. b. Kontak mata sangat kurang. c. Ekspresi muka kurang hidup. d. Gerak-gerik kurang tertuju.
48
e. Tidak bisa bermain dengan teman sebaya. f.
Tidak memiliki sifat empati (tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain).
g. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik. 2. Memiliki gangguan kualitatif dalam komunikasi, yang terlihat pada: a. Perkembangan bicara yang terlambat atau sama sekali tidak berkembang. b. Tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal, dan biasanya bila anak bisa bicara maka bicaranya tidak digunakan untuk berkomunikasi. c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang. d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang dapat meniru. 3. Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat dan kegiatan, terlihat pada: a. Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan. b. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidal< ada gunanya. c. Memiliki gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang. d. Seringkali tertarik atau terpukau pada bagian-bagian sebuah benda.
49
Ditambahkan dalam ICD - 1O (International Clasification of Diseases) Gejalagejala di atas dapat timbul sejak lahir dan anak tidak pernah mengalami perkembangan prilaku yang normal, namun ada juga anak yang sejak lahir tampak normal dan baru pada usia sekitar 2 tahun terjadi hambatan perkembangan pada prilakunya dan bahkan kemudian
te~rjadi
kemunduran.
Jadi dapat disimpulkan bahwa autisme adalah gangguan pada perkembangan fungsi otak yang mencakup bidang interaksi sosial, komunikasi dan perilaku yang khas serta berulang-ulang dan terlihat sebelum usia 3 tahun.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, anak autis memiliki pola pikir dan tingkah laku yang unik. Secara lengkap Kaplan dan Sadock, menjelaskan bahwa secara garis besar, anak autis memiliki karakteristik fisik dan perilaku yang berbeda dengan anak normal lainnya. Untuk karakteristik fisik anak autis, dalam penelitian Kanner (dalam Sadock dan Kaplan, 1997) pada usia 2 hingga 7 tahun memiliki tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan anak normal lainnya. Sedangkan karakteristik perilaku, Sadock (1997, 716) membaginya menjadi 6 kelompok yaitu: 1. Gangguan kualitatif pada interaksi sosial, pada masa usia sekolah, anak autis menunjukkan ketidakrnampuan untuk bermain clengan teman
50
sebayanya, gagal dalam membentuk persahabatan serta gagal untuk mengekspresikan empatinya. 2. Gangguan komunikasi dan bahasa, misalnya pada anak autis yang aktif tapi "aneh" mereka lebih banyak berkata dibandingkan dengan apa yang dimengertinya, hampir semua kata dalam kalimat yang mungkin di luar perbendaharaan kata anak-anak, pembicaraannya mengandung
echolalia, sering terbalik dalam menyebutkan kata ganti (misalnya saya jadi kamu). 3. Perilaku streotipik, terlihat pada kegiatan atau aktivitasnya yang kaku, berulang dan monoton. 4. Ketidakstabilan mood dan afek, terlihat pada seringnya tertawa atau menangis tanpa terlihat alasan yang jelas, tidak dapat mengekspresikan pikiran yang sesuai dengan afeknya. 5. Respon terhadap stimuli, pada anak autis dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu sangat responsif atau kurang responsif terhadap stimuli (misalnya pada stimulus suara atau rasa nyeri). 6. Gejala perilaku lain, mencakup prilaku tempertantrum, hiperkinesis, hiperaktivitas dan sering diikuti oleh prilaku menyakiti d!ri sendiri
2.4.2. Etiologi Autisme Menurut Sarasvati (2004:137), hingga saat ini, para ahli sepakat bahwa belum ditemukannya penyebab pasti pemicu munculnya autisme. Adapun
51
prediksi yang dapat diberikan oleh para ahli sebagai penyebab autisme antara lain adalah komplikasi sebelum dan setelah melahirkan, vaksin MMR (Mumps, Meas/es, Rubella), polusi lingkungan, faktor genetik, keracunan
logam berat serta alergi terhadap suatu makanan tertentu.
Lebih lengkap Kaplan dan Sadock (1997) menjelaskan ada tujuh (7) etiologi dan patogenesis dalam menjelaskan autisme, yaitu: 1. faktor psikodinamika dan keluarga, zaman dahulu orang menyangka bahwa gejala-gejala autisme sangat erat kaitannya
di~ngan
hubungan
interaksional yang tidak mendukung. Dalam laporan awal Kanner (dalam Kaplan dan Sadock) menulis bahwa beberapa orang tua dengan anakanak autis adalah benar-benar pemarah dan untuk sebagian besarnya adalah orang tua dengan anggota keluarga yang merniliki preokupasi dengan abstraksi intelektual dan cenderung sedikit mengekspresikan perhatian yang murni terhadap anak-anaknya, sehingga muncul berbagai teori yang berkaitan dengan faktor psikodinamika dan keluarga antara lain adalah teori "Psikogenik" yang diperkenalkan oleh Kanner dan "The Mother Frigid" yang diperkenalkan oleh Bruno Bettelhiem (dalam
Nirmala,2002, 13). Dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi, teori tersebut tidak digunakan lagi, hanya Kaplan dan Sadock memberikan penekanan bahwa beberapa anak autis berespon terhadap stressor psikologi sosial dengan eksaserbasi gejala.
52
2. kelainan organik-neurologis-biologis, dalam Kaplan dan Sadock dikatakan bahwa anak-anak autis secara bermakna memiliki lebih banyak anomali fisik kongenital yang lebih ringan dibandingkan sanak saudaranya dan kontrol normal menyatakan bahwa komplikasi kehamilan dalam trimester pertama sangat bermakna. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bernard Rimland, dijelaskan bahwa ada kelainan susunan saraf pusat yang mungkin melandasi gejala autisme, lebih lanjut ditambahkan oleh Eric Courchesne (1999) bahwa pada penyandang autis terdapat pengecilan otak kecil terutama pada lobus VI-VII, dimana pada lobus tersebut banyak mengandung sel-sel purkiinje yang berguna dalam pHrkembangan bahasa. 3. fal
53
4. faktor imunologis, beberapa bukti menyatakan bahwa inkompatibilitas imunologi antara ibu dan embrio atau janin dapat menyebabkan gangguan autistik. Limfosit beberapa anak autis bereaksi dengan antibodi maternal yang akan meningkatkan kemungkinan bahwa jaringan neural embrionik dan ekstraembrional mungkin mengalami kerusakan selama kehamilan. 5. Faktor perinatal, tingginya insidensi berbagai komplikasi perinatal tampaknya terjadi pada anak-anak dengan gangguan autistik, walaupun tidak ada komplikasi yang secara langsung clinyatakan sebagai penyebabnya. Selama gestasi, perdarahan maternal setelah trimester pertama clan mekonium dalam cairan amnion telah d1laporkan lebih sering ditemukan pada anak autis dibandingkan populasi umum. Dalam periode neonatus anak autis memiliki insiden tinggi sindroma gawat pernafasan clan anemia neonatus. 6. Temuan neuroanatomi, telah diperkirakan bahwa ba~1ian otak yang abnormal pada anak-anak autis adalah lobus temporalis. Menurut Kaplan clan Sadock (1997) kerusakan pada lobus temporalis binatang menyebabkan kegelisahan, perilaku motorik yang be1·ulang, kumpulan perilaku-perilaku yang terbatas serta hilangnya perilaku sosial yang diharapkan. Selanjutnya ditemukan pula faktor lain pada gangguan autistik yaitu penurunan sel purkinje di serebelum yang mempengaruhi kelainan atensi, kesadaran clan proses sensorik.
54
7. Temuan biokimiawi, ditemukan sekurang-kurangnya sepertiga pasien dengan gangguan autistik mengalami peningkatan serotonin plasma dan pada beberapa anak dengan gangguan ini mengalami peningkatan
ttwmi:wanilicarOOJ (~lHitu muihl:l:IDiltdtQ:pBI 1lirj)cttEitamcmi.imnraml?ibrospinalis. fil1Bl1 in iwrom mmntlmrilffinamdi IfPliiiB fPBnirgj4ffimni im>tooictirricdian perilaku stereotipik
2.4.3. Pravelensi Autisme Menurut penyelidikan di Amerika dalam Sarasvati (2004:137} disebutkan bahwa autisme terjadi kurang lebih pada 10 anak dari 10.000 kelahiran dan pada sebagian besar kasus, autisme dimulai sebelum usia 36 bulan tetapi mungkin tidak terlihat bagi orang tua, tergantung pada kesadaran orang tua tersebut dan tingkat keparahannya (Kaplan dan Sadock: 1997).
Gangguan autisme terjadinya empat kaii lebih sering pada bayi laki-laki dibandingkan dengan bayi perempuan ditambahkan oleh Kaplan dan Sadock
(1997) apabila gangguan ini terjadi pada perempuan biasanya memiliki tingkat keparahan yang lebih tinggi dan lebih cendrung memiliki riwayat keluarga dengan gangguan kognitif.
Pada bulan mei 2002, disebutkan bahwa 1 diantara 150 anak berusia dibawah 1O tahun memiliki gejala autisme, data ini belum mencakup autisme
55
dewasa dan jika di total secara keseluruhan dengan auti:sme dewasa jumlahnya menjadi sekitar satu juta orang. Hal ini lima kali lipat banyaknya dari Down Syndrome dan tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan penderita diabetes anak-anak (Juveni/le Diabetes)
2.4.4. lnteraksi sosial anak autis lnteraksi sosial yang memberikan kebahagiaan dan kese1nangan bagi anakanak normal pada umumnya, tapi bagi anak autis kegiatan tersebut justru menjadi hal yang paling menggangu dan menimbulkan kebutuhan isolasi atau pengasingan diri sebagai bentuk pertahanan diri. Hal ini merupakan sebuah masalah pembentukan biologis yang berbeda pada anak:-anak dengan gangguan autistik dan diiringi dengan jenis kognitif yang berbeda. lnilah yang menyebabkan reaksinya terlihat aneh terhadap cara-cara pengungkapan rasa kasih sayang yang biasa melalui bahasa senyuman, buaian dan kontak mata.
Menurut Watson dan Marcus (1998:86) perkembangan interaksi sosial anakanak dengan gangguan autisme dibagi dalam beberapa tingkatan yaitu:
1. Usia 6 bulan, dengan ciri-ciri: a. Anak-anak dengan gangguan autistik terlihat kurang aktif b. Kontak mata yang minim c. Tidak ada respon antisipasi secara normal
56
2. Usia 8 bulan, dengan ciri-ciri: a. Menarik diri secara aktif b. Menolak interaksi sosial 3. Usia 12 bulan, dengan ciri-ciri: a. Sosiabilitas anak mulai menurun ketika anak mulai belajar berjalan dan merangkak 4. Usia 24 bulan, dengan ciri-ciri: a. Sudah dapat membedakan orang tua dari orang lain, tapi sangat sedikit afeksi yang diekspresikan b. Bersikap acuh terhadap orang dewasa selain orang tuanya c. Lebih suka menyendiri 5. Usia 36 bulan, dengan ciri-ciri: a. Tidak dapat menerima anak lain dengan sensitivitas yang berlebihan b. Tidak memahami makna hukuman 6. Usia 48 bulan, dengan ciri-ciri: a. Tidak dapat memahami aturan dalam permainan dengan teman sebaya 7. Usia 60 bulan, dengan ciri-ciri: a. Dapat berinteraksi, tetapi dengan pola dan gaya yang "aneh" b. Lebih berorientasi pada orang dewasa.
57
Lebih lanjut menurut Gemah Nuripah dalam harian pikiran rakyat (2004), pada umumnya ada empat tingkatan atau tahapan kemampuan interaksi sosial yang dilakukan anak-anak autis, yaitu: (www.pikiranrakyat.com). 1. The own stage, dengan ciri-ciri: a. Anak tidak bergantung pada orang lain. b. Kurang berinteraksi dengan orang tua dan hampir tidak pernah berinteraksi dengan anak lain. c. Bermain dengan cara yang tidak lazim dan membuat suara untuk menenangkan diri. d. Menjerit atau menangis untuk menyatakan protes . e. Suka tersenyum bahkan tertawa sendiri dan hampir tidak mengerti kata-kata yang orang lain ucapkan. 2. The requerter stage dengan ciri-ciri: a. Anak mulai dapat berinteraksi walaupun dengan singkat. b. Menggunakan suara atau mengulang beberapa kata untuk menenangkan diri. c. Menarik tangan orang lain bila menginginkan sesuatu. d. Dapat melakukan permainan fisik dengan melakukan kontak mata, senyuman, gerak tubuh atau suara. e. Dapat memahami perintah secara sederhana dan tahap-tahap rutin yang dilakukan keluarga.
58
3. The early communicator stage, dengan ciri-ciri: a. Anak sudah dapat berinteraksi dengan orang tua dan orang yang dikenalnya. b. Dapat bermain dalam jangka waktu yang cukup lama namun masih sering melakukan pengulangan permainan yang clisukai. c. Echolalia (mengulang perkataan yang orang lain katakan). d. Sudah mulai memprotes atau menolak sesuatu meski dengan menggunakan gerak, suara dan ada pula yang menggunakan kata yang sama. e. Mulai mengerti kalimat sederhana atau kalimat yang sering digunakan. f.
Mengerti nama benda dan nama orang-orang yang sehari-hari ditemui.
4. The partner stage, dengan ciri-ciri: a. Anak sudah dapat berinteraksi dengan orang lain dengan waktu yang cukup lama. b. Bermain dengan anak lain dan sudah menggunakan kata-kata atau metode lain dalam berkomunikasi untuk meminta, prates, setuju, menarik perhatian sesuatu, bertanya dan menjawab sesuatu. c. Sudah dapat membuat kalimat sendiri dan melakukan percakapan pendek. d. Masih sering rnelakukan echolalia, bila tidak men9erti perkataan orang lain dan tidak dapat membuat kalimat.
59
e. Anak sudah paham atas isyarat sosial yang diberikan orang lain melalui ekspresi wajah atau bahasa tetapi belum mengerti humor atau permainan kata-kata.
f.
Masih sering melakukan kesalahan tata bahasa te1rutama kata ganti saya, dia dan kamu.
g. Masih sering bingung dalam memahami aturan pe,rcakapan dan jika percakapan tersebut terlalu panjang.
Menu rut Lorna Wing dalam Theo Peeters (2004: 109) bila dilihat dalam kemampuan interaksi sosial, anak-anak dengan ganggu21n autistik dapat dikelompokkan menjadi: 1. Kelompok penyendiri, dengan ciri-ciri: a. Selalu menyendiri b. Tidak peduli dalam sebagian besar situasi (kecuali ada kebutuhan yang harus terpenuhi) c. Dapat berinteraksi secara fisik dengan orang dewasa (mencolek dan eksplorasi fisik) d. Kontak mata masih rendah dan enggan untuk bertatapan e. Memiliki minat yang rendah sehingga terkadang lupa akan perubahan yang terjadi di sekitarnya
f.
Masih timbul prilaku repetitif dan streotip dan memiliki defisiensi kognitif (kurangnya kesadaran) tingkat seclang hin1iga berat.
60
2. Kelompok pasif, dengan ciri-ciri: a. Anak sudah tidak menyendiri. b. Anak sudah tidak menghindari proses interaksi dan mulai menerima perkataan orang lain, tetapi hanya sebatas dalam pendekatan sosial secara spontan dan terlihat pasif sehingga mendorong terjadinya interaksi dari anak-anak lain tapi jarang terjadi penolakan sosial secara akt if. c. Dapat berkomunikasi secara verbal maupun non-verbal tetapi masih timbul echolalia. d. Memiliki berbagai tingkat kekurangan kognitif. 3. Kelompok aktif tetapi "aneh" dengan ciri-ciri: a. Anak sudah mulai melakukan pendekatan sosial secara spontan dan sudah dapat berinteraksi meskipun lebih sering deingan orang dewasa daripada dengan teman sebaya. b. Aktif berinteraksi dan memiliki kemampuan bahasa yang komunikatif tetapi dalam berinteraksi masih sering melibatkan keasyikan repetitif dan idiosinkratik (aneh). c. Kurang dapat mengambil peran dalam berinteraksi yang disebabkan karena persepsi yang rendah terhadap kebutuhan pendengar. d. Bermasalah pada penggantian topik pembicaraan.
61
Klasifikasi yang diungkapkan oleh Lorna Wing dalam Theo Peeters
(2004: 109) tidak harus diterapkan secara ketat, ciri-ciri satu kelompok dapat juga masuk ke dalam kelompok lain. Bahkan dalam diri seorang anak autis dapat memperlihatkan ciri-ciri pada kelompok yang berbEida pada situasi dan kondisi yang berbeda.
2.5. Kerangka Berfikir Sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung seluruh siswanya di dalam kelas yang sama, baik yang berkebutuhan khusus maupun yang tidak berkebutuhan khusus (normal) atau yang sering disebut sebagai siswa reguler. Salah satu siswa yang berkebutuhan khusus adalah siswa autis yaitu siswa-siswa dengan gangguan perkembangan fungsi otak yang ditunjukkan sebelum usia tiga tahun dan mencakup bidang sosial, komunikasi (bahasa), imajinasi, fleksibilitas, minat, kognisi dan atensi. Menurut DSM - IV dalam Kaplan dan Sadock (1997) beberapa karakteristik perilaku anak autis antara lain adalah gangguan kualitatif pada interaksi sosial,
gan~1guan
kualitatif
dalam berkomunikasi, perilaku stereotipik, ketidakstabilan mood dan afek, respon terhadap stimuli serta gejala perilaku lain yang mencakup temper tantrum, hiperkinesis, hiperaktiv dan perilaku menyakiti diri sendiri. Dengan adanya gangguan-gangguan tersebut, tingkah laku siswa autis sering terlihat
62
aneh dan menyebabkan persepsi yang berbeda-beda antara individu yang satu dengan individu yang lain mengenai siswa autis.
Pada saat ini umumnya persepsi mengenai anak autis masih bernilai negatif misalnya sebutan sebagai anak cacat mental, anak bodoh, bahkan sampai dengan label "anak kutukan" dan "anak gila", adapun reaksi-reaksi yang ditumbulkan oleh setiap anak dari persepsi tersebut berbeda-beda ada yang merasa kasihan, ada yang merasa "jijik" bahkan ada yang mengejek sampai memusuhinya.
Hal ini sesuai dengan pendapat lrwanto (2002:258) yan9 menyebutkan bahwa Persepsi seseorang terhadap orang lain adalah faktor penting yang sangat mempengaruhi aksi dan reaksi dalam situasi sosial. Pendapat ini didukung oleh pendapat Freedman dalam Adinia (2005:'14) yang menjelaskan bahwa persepsi seseorang terhadap orang lain, merupal
lnteraksi sosial menurut Gillin dan Gillin dalam Soerjono Soekanto (1990:61) adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan
63
antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia maupun antara orang perorangan-kelompok manusia.Menurut Kimball Young dan Raymond W Mack dalam Soerjono Soekanto (1990:61) interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial. Sekolah merupakan salah satu wadah kehidupan sosial seseorang
Di sekolah inklusi, dimana siswa autis dan siswa reguler berada dalam satu kelas yang sama akan berpengaruh terhadap perubahan ciri-ciri perilaku siswa autis, hal ini disebabkan karena di sekolah inklusi siswa autis mendapatkan contoh atau role model yang secara konstan mengajarkan bagaimana berperilaku yang sesuai dengan situasi dan kondisi. Kondisi seperti ini lama-kelamaan dapat merubah persepsi siswa reguler terhadap siswa autis, karena menurut lrwanto (2002) persepsi sosial merupakan penilaian terhadap penampilan fisik dan ciri-ciri perilaku. Dengan adanya perubahan persepsi maka kegiatan interaksi sosial yang terjadi diantara keduanya berubah pula.
Berdasarkan paparan teori yang telah disampaikan diketahui bahwa sekolah inklusi dapat merubah ciri-ciri perilaku siswa autis melalui penerapan komponen-komponen yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan inklusi. Hal ini berpengaruh terhadap perubahan persepsi siswa reguler terhadap siswa autis, yang dimana persepsi siswa reguler mengenai siswa autis
64
memiliki hubungan terhadap interaksi sosialnya, semak.in positif persepsi siswa reguler terhadap siswa autis, semakin positif interaksi sosial yang dilakukan diantara mereka dan terimplementasikan dengan pola-pola perilaku sosial, misalnya perilaku kerjasama diantara keduanya, sikap ramah dan empati dari siswa reguler kepada siswa autis. Begitu ju9a sebaliknya semakin negatif persepsi siswa reguler terhadap siswa autis, semakin negatif interaksi sosial yang diantara mereka dan terimplementasikan dengan pola-pola perilaku tidak sosial, misalnya perilaku agresif dan perilaku negativ diantara keduanya. Adapun skema kerangka berfikir penulis dalam penelitian ini adalah:
65
SEKOLAH INKLIUSI
ISekolah inklusi
IL
I
l Ciri-ciri perilaku siswa autis
Persepsi siswa
. .
reguler terhadap
II
Positif
lnteraksi sosial -
siswa regular
siswa autis
Le
terhadap siswa autis
Negatif
1J
Gambar 2.2. Bagan kerangka berfikir
2.6. Hipotesa Ha:
Ada hubungan yang signifikan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa regular terhadap siswa autis di sekolah inklusi
Ho:
Tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa regular terhadap siswa autis di sekolah inklusi
BAB3 METODOLOGI
PENELITl,~N
Pada bab 3 metodologi penelitian, akan dibahas beberapa sub bab antara lain adalah jenis penelitian, definisi kontekstual dan operasional variabel, subjek penelitian, pengumpulan data, analisa data dan prosedur penelitian. Untuk menguraikannya maka penulis akan menuangkannya ke dalam subsub bab di bawah ini.
3.1. Jenis penelitian 3.1.1. Pendekatan penelitian Secara garis besar tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu melihat gambaran umum mengenai persepsi dan interaksi sosial siswa reguler di sekolah inklusi terhadap siswa autis di sekolahnya serta mengetahui adakah hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif yaitu jenis penelitian yang data dan hasilnya diolah dan disajikan dalam bentuk bilangan menggunakan teknik statistik.
67
3.1.2. Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif korelasional. Menurut Ronny Kountur (2007, 108) Metode deskriptif m13rupakan metode penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin. Sedangkan metode komlasional menurut Ronny Kountur (2007, 111) adalah metode penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel. Jadi metode deskriptif korelasional adalah metode penelitian yang memberikan gambaran atas keadaan-keadaan yang ada sejelas mungkin dan kemudian dicari ada atau tidak adanya hubungan diantara keadaankeadaan tersebut.
Adapun alasan penggunaan metode ini, adalah untuk memaparkan keadaankeadaan yang ada, dalam penelitian ini adalah pemaparan mengenai gambaran umum persepsi siswa reguler terhadap siswa ;3utis dan pemaparan mengenai gambaran umum interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis, serta mengetahui ada atau tidak adanya hubungan antara persepsi siswa reguler di sekolah inklusi mengenai siswa autis di sekolahnya dengan interaksi sosial siswa reguler di sekolah inklusi terhadap siswa autis di sekolahnya.
68
3.2.
Definisi Variabel dan Operasional Variabel
3.2.1. Variabel bebas Pada penelitian ini variabel bebasnya adalah persepsi si!;wa reguler di sekolah inklusi mengenai siswa autis di sekolahnnya.
Sedangkan definisi operasional yang penulis gunakan mengacu pada pendapat lrwanto (2002,258) yang menyatakan bahwa p'ersepsi yang memiliki objek manusia atau individu lain disebut sebagai persepsi sosial yaitu penilaian terhadap penampilan fisik dan ciri-ciri perilaku orang lain. Karena pada anak autis perbedaan ciri-ciri perilaku terlihat sang at jelas, maka persepsi sosial yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi hanya dengan melihat persepsi sosial siswa reguler di sekolah inklusi mengenai ciri-ciri perilaku siswa autis di sekolahnya.Adapun ciri-ciri perilaku siswa autis yang digunakan mengacu pada DSM - IV yaitu: ciri-ciri perilaku pada saat interaksi sosial, ciri-ciri perilaku dalam berkomunikasi, perilaku stereotipik, ketidakstabilan mood dan afek, respon terhadap sensori, serta gejala perilaku lain yang mencakup temper tantrum, hiperaktif/hiperkinesis, dan perilaku menyakiti diri sendiri, seperti dalam tabel di bawah ini:
69
Aspek
lndikator
Gagal dalam berinteraksi sosial
Gagal untuk bermain bersama teman s·ebayanya Gagal untuk membuat persahabatan Gagal untuk bersikap empati
Gagal dalam berkomunikasi
Pembicaraannya mengandung
Echola/ia Terbalik menggunakan kata ganti Perilaku stereotipik
Aktivitas yang kaku Aktivitas yang berulang Aktivitas yang monoton
Ketidakstabilan mood dan afek
Tidak mampu mengekspresikan perasaannya sesuai afek Mengungkapkan perasaanperasaannya tanpa terlihat adanya alasan yang jelas
Respon terhadap stimuli
Sangat responsif terhadap stimuli Ku rang responsif terhadap stimuli Tempertantrum
Gejala perilaku lain
Perilaku mEmyakiti diri sendiri Hiperaktiv/hiperkinesis Tabel 3.1. Aspek dan indikator untuk variabel persepsi
3.2.2. Variabel terikat Pada penelitian ini variabel terikatnya adalah interaksi sosial siswa reguler di sekolah inklusi terhadap siswa autis di sekolahnya.
70
Sedangkan definisi operasionalnya yang penulis gunakan mengacu pada pendapat Hurlock (1991,262) mengenai pola-pola perilaf:u yang terjadi pada masa kanak-kanak awal, dan akan terus berkembang untuk masa-masa selanjutnya dan dibagi menjadi dua kolompok yaitu pola perilaku yang termasuk dalam proses sosial meliputi kerjasama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empati, ket13rgantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri sendiri, meniru serta perilaku kelekatan, dan pola perilaku yang termasuk dalam proses tidak sosial meliputi negativisme, agresif, pertengkaran, mengejek dan menggertak, perilaku yang sok kuasa, egosentrisme, prasangka dan antagonisme jenis kelamin. Adapun pola perilaku yang digunakan dalam penelitian ini dan termasuk dalam proses sosial meliputi perilaku kerjasama, sikap empati, sikap ramah dan perilaku bersaing. Sedangkan pola perilaku yang digunakan dalam penelitian ini dan termasuk dalam proses tidak sosial adalah perilaku negativisme dan perilaku agresi, disini dapat dilihat bahwa tidak semua aspek yang cliungkapkan oleh Hurlock penulis gunakan, hal ini disebabkan karena beberapa perilaku yang dibedakan menurut Hurlock penulis masukkan ke dalam satu aspek, misalnya perilaku mengejek dan menggertak, penulis memasukkannya kedalam aspek perilaku negativisme jik.a dilakukan untuk membalas perilaku siswa autis atau perilaku agresi jika dilakukan untuk memulai pertengkaran dan perilaku murah hati dapat dijadikan satu aspek
71
dengan sikap tidak mementingkan diri sendiri. Adapun aspek dan indikator penelitian yang digunakan, seperti dalam tabel di bawah ini: Aspek
lndikator
Perilaku sosial 1. Perilaku ramah
Tersenyum ketika bertemu dengan temannya yang autis Memanggil dan mengucapkan kata sapaan (hei/hello} ketika bertemu dengan temannya yang autis Membalas sapaan temannya yang autis Meminta izin ketika meminjam milik temannya yang autis Mengucapkan terima kasih setelah meminjam barang temannya yang autis Meminta maaf kepada anak autis jika melakukan kesalahan
2. Perilaku kerjasama
Dapat bermain bersama dengan temannya yang autis Dapat bermain menggunakan alat permainan bersama dengan temannya yang autis
3. Perilaku empati
Membantu
lt~man
yang autis ketika
mereka membutuhkan bantuan Menghibur h~man yang autis ketika mereka membutuhkannya 4. Perilaku bersaing
Menerima
~~ekalahan
dirinya atas
temannya yang autis
72
Perilaku tidak sosial Melakukan penyerangan secara fisik
1. perilaku agresi
Melakukan penyerangan secara lisan 2. perilaku negativisme
Melakukan perlawanan secara lisan Melakukan perlawanan secara fisik
Tabel 3.2. Aspek dan indikator untuk variabel interaksi sosial
3.3. Subjek Penelitian 3.3.1. Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi reguler kelas IV B sekolah inklusi Sekolah Dasar Negeri (SDN) Gedong 04 Pagi Jakarta Timur dan memiliki siswa autis di kelasnya. Dengan rincian jumlah siswa-siswa dikelas tersebut adalah sebagai berikut: Kelas IV
Jumlah siswa
Jumlah siswa
reguler
berkebutuhan khusus
--
Total
2 (1 anak berkesulitan B
25
belajar dan 1 anak autis)
27
Tabel 3.3. Jumlah siswa kelas IV B pada SDN Gedon9 04 Pagi
Sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti dan dianggap representatif mewakili populasi tersebut. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah keseluruhan siswa-siswi reguler kelas IV B yang berjumlah 25 orang siswa.
73
3.3.2. Tehnik pengambilan sampel. Tehnik pengambilan sampel yang peneliti gunakan adalah tehnik populasi yaitu pengambilan sampel dari seluruh populasi, karena menurut Arikunto (2003, 125) jika populasi kurang dari 100 atau antara 100 hingga 150 sebaiknya digunakan seluruhnya. Hal ini didukung dengan pendapat Liebert dan Liepert yang mengungkapkan bahwa untuk penelitian pada institusi pendidikan sebaiknya menggunakan seluruh populasi, ini dimaksudkan agar tidak terjadi "gap" antara yang terpilih menjadi sampel dan yang tidak terpilih menjadi sampel, karena dengan "gap" tersebut dapat mempengaruhi hasil angket penelitian,
3.4.
Pengumpulan Data
3.4.1. Metode dan instrumen pengumpulan data 3.4.1.1. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data menu rut Arikunto (2003: 134) adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Adapun metode pengumpulan data yang penulis gunakan adalah angket yaitu kumpulan dari pertanyaan yang diajukan secara tertulis kepada seseorang, dan cara menjawabnya dilakukan secara tertulis pula. Dalam penelitian ini penulis menggunakan tiga (3) angket yaitu angket persepsi, angket interaksi
74
sosial serta angket tambahan mengenai objek penelitian yang mencakup identitas objek, riwayat perkembangan objek dan riwayat kelahiran objek.
Sebagai pelengkap penulis menggunakan metode wawancara dan observasi sebagai studi pendahuluan dan sebagai pengumpul data tambahan. Hal ini digunakan untuk mengetahui data-data tambahan yang menurut penulis memiliki keterkaitan dengan kedua variabel yang penulis teliti sehingga dapat menguatkan data-data penelitian penulis.
3.4.1.2. lnstrumen pengumpulan data Dalam Arikunto (2003: 135) instrument pengumpulan data adalah ala! bantu bagi peneliti di dalam menggunakan metode pengumpulan data. Untuk instrument pengumpulan data, peneliti menggunakan angket, skala dan pedoman wawancara.
Angket dalam Arikunto (2003, 135) merupakan sebuah instrumen pengumpulan data yang bentuknya seperti kumpulan pertanyaan diajukan secara ditulis dan dijawab secara tertulis pula. lnstrumen angket dalam Arikunto (2003, 136) dibagi menjadi tiga (3) yaitu angket terbuka, angket tertutup dan angket campuran.
75
Skala dalam Arikunto (2003, 140) merupakan sebuah instrumen pengumpulan data yang bentuknya seperti daftar cocok tetapi alternatif yang disediakan merupakan sesuatu yang berjenjang. Skala persepsi dan skala interaksi sosial yang penulis gunakan adalah model skala likert. l\/lerupakan sebuah gradasi dari satu jenis kualitas, yang alternatif jawabannya terdiri dari 4 tingkatan, dapat diperbesar rentangannya maupun diperkecil rentangannya sesuai keinginan dan kepentingan peneliti (Arikunto,200:3:141-142).
Sedangkan pedoman wawancara adalah suatu daftar pe1rtanyaan atau pernyataan yang akan ditanyakan kepada subjek penelitian dan digunakan agar tidak banyak pertanyaan-pertanyaan yang terlupakan saat proses wawancara berlangsung.
Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, angket yang digunakan adalah angket campuran mengenai objek penelitian yang terdiri dari iclentitas objek, riwayat kelahiran objek serta riwayat perkembangan objek. Sedangkan skala yang penulis gunakan adalah sl
76
A. Angket dan angket Untuk angket dengan angket campuran yang penulis gunakan sebagai metode dan instrumen pengumpulan data merupakan angket mengenai objek penelitian yang penulis berikan kepada orang tua objek penelitian yang terdiri atas angket identitas objek, angket riwayat kelahiran objHk meliputi pra-natal, natal dan neo natal serta angket riwayat perkembangan objek meliputi riwayat kesehatan dan riwayat pendidikan dan digunakan sebagai data tambahan.
B. Angket dan skala Untuk metode dengan instrumen pengumpulan data angl<et dan skala. Penulis menggunakan angket persepsi dengan skala persepsi, serta angket interaksi sosial dengan skala interaksi sosial .Untuk angket persepsi dengan skala persepsi, digunakan agar penulis mengetahui
pers1~psi
sosial siswa
reguler di sekolah inklusi mengenai siswa autis di sekolal111ya, dan untuk mengetahui bagaimana persepsi sosial siswa reguler mengenai siswa autis, penulis menggunakan 30 item pernyataan. Adapun tabel blue printnya adalah sebagai berikut:
77
Total Item
Aspek
No
item
Favorable
Unfavorable
1,2,7,13
3,6,14
7
Ciri-ciri perilaku dalam interaksi
1.
sosial Ciri-ciri perilaku dalam
2
berkomunikasi
18, 19,23
4, 16
5
3
Perilaku stereotipik
29
5,12,17
4
4
Ketidakstabilan mood dan afek
8, 10
28,30
4
5
Respon terhadap sensori
25,27
15,21,24
5
6
Gejala perilaku lain
9, 11
20,22,26
5
Total
14
16
30
Tabel 3.4. Blue print dalam try out skala persepsi
Dalam skala persepsi, penulis menggunakan 2 alternatif jawaban yaitu setuju, dan tidak setuju, hal ini disesuaikan dengan kemampuan kognitif pada usia tersebut yang rata-rata berusia 9 tahun. dan dibagi dalam item favorable dan item unfavorable. Pada item favorable set1Jju diberi nilai 2, tidak setuju diberi nilai 1, sedangkan pada item unfavorable setuju diberi nilai 1, dan tidak setuju diberi nilai 2. Seperti dalam tabel dibawah ini: Pilihan jawaban
item favorable
item unfavorable
Setuju
2
1
Tidak setuju
1
2
Tabel 3.5. Skor untuk Pernyataan item favorable dan item unfavorable
78
Sedangkan untuk angket interaksi sosial dengan skala interaksi sosial, digunakan agar penulis mengetahui interaksi sosial sosial siswa reguler di sekolah inklusi terhadap siswa autis di sekolahnya, dan untuk mengetahui bagaimana interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis, penulis menggunakan 20 item pernyataan. Adapun blue print pada skala interaksi sosial seperti dalam tabel berikut ini: Total No
Aspek
Item
item
Proses sosial
Proses tidak sosial
1.
Prilaku kerjasama
8, 10,20
-
3
2
Sikap empati
7,18,15
-
3
3
Sikap ramah
1,3,5, 12, 13
-
5
4
Perilaku bersaing
2,4
-
2
5
Negativisme
-
9,16,14,17
4
6
Perilaku agresi
-
6, 11, 19
3
Total
13
7
20
Tabel 3.6. Blue print dalam try out skala interaksi sosial
Dalam skala interaksi sosial, penulis menggunakan 2 alternatif jawaban yaitu pernah dan tidak pernah, yang dibagi menjadi item yang termasuk dalam proses sosial dan item yang termasuk dalam proses tidak sosial. Pada item proses sosial jawaban pernah diberi nilai 2 dan tidak pernah diberi nilai 1 , sedangkan pada item proses tidak sosial jawaban pernah diberi nilai 1 dan tidak pernah diberi nilai 2. Seperti dalam label di bawah ini:
79
item proses tidak Pilihan jawaban
item proses sosial
sosial
Pernah
2
1
Tidak pernah
1
2
Tabel 3.7. Skor untuk pernyataan untuk item proses sosial dan item proses tidak sosial
C. Wawancara dan pedoman wawancara. Wawancara merupakan salah satu alat pengumpulan data, melalui interaksi verbal secara langsung antara pewawancara dengan responden {dalam Kontour:2007)
Dalam penelitian ini wawancara digunakan untuk mendapatkan data-data tambahan yang penulis anggap memiliki hubungan dengan variabel bebas dan variabel terikat. Agar wawancara ini tidak keluar dari apa yang ingin penulis ketahui, penulis menggunakan pedoman wawanc:ara. Adapun datadata tambahan yang penulis gunakan antara lain adalah: 1. Pelaksanaan komponen-komponen keberhasilan pendidikan inklusi yang dijalankan oleh Sekolah Dasar Negeri (SON) Gedong 04 Pagi Jakarta timur, yang mencakup persiapan sebelum menerima anak autis, adanya kolaborasi antara orang tua dengan guru, adanya kolaborasi orang tua dengan sekolah, adanya dukungan sekolah, pelatihan teman sebaya,
80
implementasi atau pelaksanaan pembelajaran di kela1s serta komitmen sekolah. 2. Tipe interaksi sosial siswa autis yang dijadikan objek penelitian, hal ini mengacu pada pendapat Lorna Wings yang menyebutkan ada 3 kelompok tipe interaksi anak autis yaitu penyendiri, pasif serta aktif tapi "aneh". Serta tahapan kemampuan interaksi sosial yang sedang dialami oleh objek penelitian dan mengacu pada pendapat Gemah Nuripah (dalam Pikiran Rakyat,2004)
3.4.2.
Tehnik Uji lnstrumen
Sebelum penelitian ini dilakukan, penulis melakukan uji instrument, adapun tujuan dari uji instrument ini adalah: 1. Mengetahui pemahaman subjek penelitian terhadap pernyataan-
pernyataan pada item-item yang di berikan. 2. Mengetahui tingkat validitas instrument penelitian, dalam hal ini penulis menggunakan perhitungan komputerisasi dalam
pro~1ram
SPSS versi
11.5. 3. Mengetahui tingkat reliabilitas instrument penelitian, dalam hal ini penulis menggunakan perhitungan komputerisasi dalam pro9ram SPSS versi
11.5. Adapun standart yang diberikan oleh Guilford dalam menentukan kategori reliabilitas adalah > 0,9 sangat reliabel, 0,9-0,7 reliabel, 0,7 - 0,4
81
cukup reliabel, 0,4 - 0,2 kurang reliabel dan < 0,2 tidak reliabel. (Kuncoro,2003), seperti dalam tabel dibawah ini: Koefisien reliabel
kategori
> 0,9
Sangat reliabel
0,9-0,7
Reliabel
0,7 - 0,4
Cukup reliabel
0,4- 0,2
Kurang reliabel
< 0,2
Tidak reliabel Tabel 3.8. Klasifikasi koefisien reliabilitas.
3.4.3. Hasil uji instrumen penelitian 3.4.3.1. Uji validitas Uji validitas instrumen, dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS versi 11.5. Pada penelitian ini dengan sampel sebanyak 27 siswa dan taraf signifikansi 5 % maka r-hitung dikatakan valid jika r-hitung lebih besar dari 0,381.
Pada angket persepsi dari 30 item yang diberikan, ada sebanyak 23 item yang valid dan sebanyak 7 item yang tidak valid, dan sebanyak 16 item yang digunakan pada penelitian, item-item tersebut adalah:
82
No
Aspek
Total item
Item Favorable
Unfavorable
2, 13
3, 14
4
Ciri-ciri perilaku dalam 1.
interaksi sosial Ciri-ciri perilaku dalam
2
berkomunikasi
18
16
2
3
Perilaku stereotipik
29
17
2
8,10
28,30
4
Ketidakstabilan mood
4
dan afek Respon terhadap
5
sensori
25
20
2
6
Gejala perilaku lain
11
21
2
Total
8
8
16
Tabel 3.9. Hasil uji validitas pada skala persepsi
Sedangkan pada angket dan skala interaksi sosial, dari :20 item yang peneliti berikan ada sebanyak 13 item yang valid, dan 7 item yang tidak valid dan 13 item tersebut yang digunakan sebagai item-item dalam penelitian, item tersebut adalah:
83
No
Item
Aspek
Total item
Proses sosial
Proses tidak sosial
1.
Prilaku kerjasama
8,20
-
2
2
Sikap empati
7,15,18
-
3
3
Sikap ramah
5
-
1
4
Perilaku bersaing
2,4
5
Negativisme
-
9, 14
2
6
Perilaku agresi
-
6,11,19
3
Total
8
5
13
2
Tabel 4.0. Hasil uji validitas pada skala interaksi sosial
3.4.3.2. Uji reliabilitas Uji reliabilitas instrumen dilakukan pada item-item yang valid dari setiap skala penelitian.
Dari hasil perhitungan pada item persepsi yang terdiri dari 16 item didapat tingkat reliabilitas sebesar 0,9340 dan jika mengacu pada pendapat Guilford maka koefisien reliabilitas pada skala persepsi termasuk sangat reliabel, sedangkan pada item interaksi sosial yang terdiri dari 13 item didapat reliabilitas sebesar 0,8912 dan jika mengacu pada pendapat Guilford maka koefisien reliabilitas pada skala interaksi sosial termasuk reliabel. Adapun tabelnya adalah sebagai berikut:
84
lnstrumen
Koefisien alpha
Keterangan
cronbach Persepsi
0.9340
Sangat reliabel
lnteraksi sosial
0.8912
Reliabel
Tabel 4.1. Hasil uji reliabilitas pada skala persepsi dan interaksi sosial
3.5. Analisa data Analisa data yang diperoleh, menggunakan data statistik korelasional deskriptif, bertujuan untuk memberikan gambaran keadaan-keadaan yang ada sejelas mungkin, serta mengetahui adakah hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa reguler di sekolah inklusi terhadap siswa autis di sekolahnya. Adapun metode dan rumus yang digunakan adalah metode non-parametrik dengan rumus Spearman -rho hal tersebut dikarenakan, sampel yang digunakan hanya berjumlah 25 siswa dan kurang dari 30 orang.
3.6. Prosedur Penelitian. Secara garis besar prosedur penelitian ini dibagi ke dalam 6 tahap antara lain ad al ah: 1. Tahap Persiapan penelitian. Dimulai dengan perumusan masalah, dilanjutkan dengan menentukan variabel yang akan diteliti, kemudian
85
melakukan studi pustaka untuk mendapatkan gambaran dan landasan teori yang tepat mengenai variabel penelitian, setelah itu menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian, yaitu angket terbuka untuk data-data objek penelitian serta angket untuk persepsi dan interaksi sosial dan pedornan wawancara untuk tipe interaksi sosial yang dilakukan siswa autis
saat berada di
sekolah dan komponen keberhasilan pendidikan inklusi yang dijalankan oleh sekolah tersebut. selanjutnya menentukan lokasi serta menyelesaikan administrasi perizinan. 2. Tahap pengujian alat ukur, ha! ini dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas dan reliabilitas serta berapa lama waktu
yan~J
diperlukan dalam
mengerjakan skala yang telah di buat oleh peneliti, yang dilakukan pada tanggal 3 oktober 2007 saat itu dalam skala persepsi dari 30 item yang diajukan hanya 7 item yang valid sedangkan pada skala interaksi sosial dari 20 item yang diajukan hanya 2 item yang valid, dengan demikian penulis merevisinya, ada dua hal yang penulis revisi yaitu dalam pembuatan pernyataan-pernyataan angket dan metode yang digunakan dalam mengambil data melalui angket tersebut. Walaupun menggunakan angket, pernyataan-pernyataan tersebut penulis tanyakan kepada setiap subjek penelitian secara individual, hal tersebut dimaksudkan agar subjek penelitian benar-benar paham akan pernyataan-pernyataan yang penulis ajukan, dan dilakukan pada tanggal 6-7 November 2007 setelah itu
86
didapat hasil validitas dan reliabilitas dari masing-masing variabel. Untuk variabel persepsi validitasnya sebesar 0,9138 dengan relibilitas sebesar 0,9340, sedangkan untuk variabel interaksi sosial validitasnya sebesar 0,8144 dengan reliabilitasnya 0,8912 3. Tahap pelaksanaan penelitian. Disini penulis melakukan pengambilan data penelitian yang dilakukan pada hari Selasa dan Rabu tanggal 20-21 November 2007. Adapun tehnik yang digunakan adalah memberikan pernyataan-pernyataan pada angket dengan cara
m~manyakan
kepada
setiap subjek penelitian secara individual. Sedangkan untuk mengambil data tambahan, penulis melakukan wawancara baik dengan kepala sekolah dan guru pendamping yang dilakukan pada tanggal 13 November . 2007 dan pemberian angket kepada orang tua objek pada tanggal 12 November 2007 dan dikembalikan pada tanggal 20 November 2007 . 4. Tahap pengolahan data. Mencakup memberikan kode, melakukan skoring terhadap hasil angket, menghitung dan membuat tabulasi data yang telah diperoleh, setelah itu dibuatlah label datanya. 5. Tahap analisa data. Analisa data yang penulis gunakan adalah analisis korelasi menggunakan metode non-parametrik dengan rumus spearman rho.
6.
Tahap Penyusun laporan penelitian dari penelitian yang telah dilakukan.
BAB4 ANALISA DAN INTERPRETASI DATA
Pada bab 4 ini akan dibahas mengenai analisa dan interpretasi data , yang terdiri dari latar belakang penelitian, presentasi data, pengujian hipotesis serta hasil tambahan. Untuk menguraikannya maka penulis akan menuangkannya ke dalam sub-sub bab di bawah ini.
4.1. Latar belakang penelitian 4.1.1. Latar belakang tempat penelitian Sekolah Oasar Negeri (SON) Gedong 04 Pagi terletak di JI. Raya Conde! No.25 Rt.12/03 Kelurahan Gedong Kecamatan Conde!, Pasar Rebo Kotamadya Jakarta Timur, berada 1 area dengan SON Geidong 03 Pagi dan SON Gedong 06 Pagi. SON Gedong 04 pagi ini diresmikan pada tanggal 08 Agustus 1976 oleh Ali Sadikin yang saat itu menjabat sebagai Gubernur OKI - Jakarta dengan status sebagai sekolah filial dan saat ini telah terakreditasi A oleh Sadan Akreditasi Nasional (BAN).
88
P
(OIKNAS) sebagai salah satu sekolah reguler yang dapat menjalankan sistem pendidikan secara inklusif. Tetapi sampai saat ini Surat Keputusan (SK) oleh OIKNAS masih diproses dan belum diterima oleh pihak sekolah. Walaupun begitu sekolah ini telah terdaftar secara sah sebagai salah satu sekolah yang dapat dipilih oleh para orang tua ketika mencari sekolah inklusi di daerah Jakarta Timur. Pada tahun ajaran 2005-2006 sekolah ini menerima muridmurid dengan kebutuhan khusus.
Pada saat ini SON Gedong 04 Pagi, dipimpin oleh Suwardi S,Pd sebagai kepala sekolah yang dibantu oleh empat belas (14) orang tenaga pengajar, dengan spesifikasi sepuluh (10) tenaga pengajar yang bestatus PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan empat (4) tenaga pengajar berstatus PTT (Pegawai Tenaga Tambahan) dan Honorer. Untuk tahun ajaran 2006-2007 siswa-siswi yang terdafatar sebagai murid SON Gedong 04 Pagi ini berjumlah 275 orang dengan 29 siswa berkebutuhan khusus. Adapun klasifikasinya sebagai berikut: Tunadaksa 1 siswa, Autis 6 siswa, AOHO (Attention Deficit
Hiperactivity Disorder) 1 siswa dan kesulitan belajar 21 siswa. Masing-masing kelas berisi maksimal 40 siswa.
Oalam standar penerimaan murid baru, sekolah menerapkan standar umur bagi siswa reguler yaitu 6 s/d 7 tahun, sedangkan bagi siswa-siswa
89
berkebutuhan khusus selain standart umur sekolah juga melihat kemampuan siswa tersebut.
Sebagai sekolah inklusi, ada beberapa restrukturisasi komponen-komponen sekolah yang harus diubah, karena dengan masuknya siswa-siswa berkebutuhan khusus, pelayanan sekolah akan berubah menjadi semakin individual sesuai kebutuhan masing-masing setiap siswa, hal tersebut dapat menciptakan komunitas yang mendukung bagi perkembangan siswa. Adapun komponen-komponen keberhasilan pendidikan inklusi menurut Sri Utami Ayuningsih, yang telah dijalankan oleh pihak sekolah, antara lain: 1. Persiapan sebelum menerima siswa berkebutuhan khusus, terdiri dari: a) Pelatihan guru. Di SDN Gedong 04 Pagi pelatiha11 ini belum diterima oleh semua guru, dan baru sekitar 6 guru yang menerima pelatihan mengenai siswa berkebutuhan khusus dan itupun masih secara umum/luas, yang diselenggarakan oleh LSM (Lernbaga Swadaya Masyarakat) HKI (Hellen Keller International). Narnun berkat tekad dan kemauan untuk melayani semua siswa, akhirnya banyak guru yang belajar secara otodidak misalnya dengan cara banyak membaca bukubuku yang berhubungan dengan Anak-anak Berkebutuhan Khusus (ABK). b) Pendataan siswa. Untuk rnenerima siswa - siswa berkebutuhan khusus, pihak sekolah melakukan prosedur assessment yang
90
dilakukan dengan wawancara dan pengisian anglcet terhadap orang tua wali murid, dan didukung oleh tes-tes kemampuan yang telah dijalani oleh siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) tersebut. c) Persiapan Kelas. Untuk SON 04 pagi, persiapan kelas yang dilakukan antara lain adalah sosialisasi kepada wali murid siswa reguler dan siswa reguler itu sendiri, serta pembentukan team guru yang menangani siswa berkebutuhan khusus yang terdiri dari 1 pihak eksternal yang berasal dari utusan DIKNAS dan 1 pihak internal yang berasal dari salah seorang guru lcelas dan bertugas menyusun Individualized Education Plan (IEP) 2. Kolaborasi orang tua dengan guru. Kolaborasi ini berjalan sangat baik, hal ini ditunjukkan dengan walaupun pertemuan secara :formal diadakan 1 semester 1 kali, tetapi secara informal orang tua dengan guru sering "curhat-curhatan" di sela-sela menunggu analcnya yang sedang belajar atau ketika antar-jemput si anak, dan hal-hal yang dibicarakan mengenai berbagai macam persoalan termasuk bagaimana kondisi anaknya, perkembangannya, kelemahannya dll, sehingga orang tua di rumah mampu membantu pihak sekolah dalam mengatasi kelemahan anaknya hal ini didukung dengan pemberian waktu belajar tambahan secara individual kepada siswa-siswa yang membutuhkan oleh guru Bantu/guru khusus yang diutus oleh DIKNAS.
91
3. Kolaborasi orang tua dengan sekolah. Untuk di SON Gedong 04 pagi ini, orang tua sang at pro-aktif terhadap pihak sekolah, salah satu bentuk kolaborasi ini adalah pembentukan forum bagi orang tua yang memiliki Anak-anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan salah satu kegiatannya adalah pemberian sumbangan baik uang atau barang yang terdiri dari TV, DVD dll, sehingga pihak sekolah berhasil memiliki "media center' bagi siswa-siswanya. Adapun kolaborasi orang tua dengan pihak sekolah yang berkaitan dengan kondisi anaknya adalah menyediakan guru pendamping bagi anak-anak mereka, bagi orang tua yang mampu biasanya memberikan guru pendamping tetapi bagi orang tua yang kurang mampu biasanya orang tua atau pembantu di rumahlah yang sering kali menjadi guru pendamping bagi anak-anaknya. 4. Dukungan sekolah, guru terhadap siswa autis. Dalam hal ini sekolah menyediakan guru bantu/ guru khusus yang diperbantukan oleh DIKNAS sebagai perencana program pembelajaran, konsultan, pengawas dan pengevaluasi pelaksanaan program tersebut. Guru Bantu ini akan datang seminggu dua kali pada hari Rabu dan Jum'at dari jam 09.00 hingga 11.00. 5. Pelatihan teman sebaya. Untuk komponen pelatihan teman sebaya pihak sekolah melakukan beberapa hal yaitu jika dalam satu tingkat ada 2 kelas, maka setiap satu semester pihak sekolah melcikukan pertukaran siswa, dan yang terpenting adalah sosialisasi terhadap siswa-siswa
92
reguler akan adanya siswa-siswa berkebutuhan khusus. Adapun cara yang dilakukan diserahkan sepenuhnya kepada bapak/ibu guru untuk menyampaikan pesan tersebut. Pada intinya pesan tersebut berkaitan dengan keikutsertaan siswa berkebutuhan khusus di dalam kelas yang sama dan diharapkan agar siswa-siswa reguler mau berkomunikasi dan bermain dengan siswa-siswa berkebutuhan khusus, lerutama bagi siswa autis siswa reguler berguna dalam memberikan contoh atau role model bagaimana perilaku yang sesuai dengan kondisi dan situasi yang berlangsung. 6. lmplementasi pembelajaran di sekolah. Secara tertulis, standart yang digunakan pihak sekolah masih mengikuti standart dari DIKNAS bagi siswa-siswa reguler, tetapi pada pelaksanaannya standart ini diturunkan sesuai tingkat kemampuan anak, dengan alasan bahwa akan terdapat dispensasilkemudahan bagi siswa-siswa berkebutuhan khusus untuk mengikuti Ujian Akhir Nasional dan melanjutkan ke Sekolah Menengah. Khususnya bagi siswa autis pihak sekolah sudah cuk:up dalam memenuhi sarana dan prasarana yang dibutuhkan, biasanya ketika anak tempertantrum anak akan dibawa ke pojok kelas atau ke luar kelas dan jika ada pelajaran tambahan yang dibutuhkan, si anak akan di bawa ke ruang perpustakaan. 7. Komitmen sekolah. Adapun komitmen sekolah dalam menangani siswa berkebutuhan khusus adalah rnelayani serta membantu setiap siswa
93
dalam mengikuti segala kegiatan sekolah, dan setiap siswa berkebutuhan khusus akan selalu dimudahkan pada saat kenaikan kelas, hal ini sesuai dengan komitmen sekolah terhadap Anak Berkebutuhan Khusus pada level pertama. Adapun strategi yang dijalankan adalah guru dapat mengubah metode pembelajaran jika dinilai tidak sesuai dan guru dapat berkonsultasi dengan guru Bantu jika memerlukan.
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa komponenkomponen keberhasilan sebuah pendidikan inklusi telah dijalankan sepenuhnya oleh pihak SON Gedong 04 Pagi dengan cukup memadai. Hal ini mungkin disebabkan oleh kurang tersedianya dana yang dibutuhkan untuk memenuhi atau menjalankan komponen tersebut. Tetapi berkat tekad dan kemauan yang keras dari pihak sekolah serta dukungan dari orang tua dan masyarakat hal tersebut dapat terwujud.
4.1.2. Latar belakang objek penelitian Dalam penelitian ini, Objek yang digunakan adalah seorang siswa ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) dengan diagnosa autistik yang bmnama lengkap Bayu Adinugroho dan biasa disapa dengan panggilan Bayu. Bayu adalah anak pertama dari tiga bersaudara yang lahir pada tan91;1al 7 September 1997 merupakan buah hati dari pasangan Noveat Daniel dengan Sulis Prihatiningsih.
94
Pada saat mengandung kondisi sang ibu berjalan cukup baik, "la" tidak pernah mengalami penyakit yang serius sehingga kondi:si kandungan berjalan secara normal. Pada usia kandungan yang cukup (9 Bulan) Bayu lahir secara normal di Rumah Sakit dengan dibantu oleh seorang bidan,
Pada tahun-tahun pertama kelahiran, Bayu tinggal bersama keluarga besarnya (kakek dan nenek) di daerah Cikini, tetapi mernasuki usia Bayu 3 tahun orang tua bayu memutuskan untuk pindah ke rumah sendiri di daerah Depok. Pada saat tinggal di depok inilah orang tua Bayu mulai memiliki kecurigaan terhadap perkembangan Bayu yang berbeda dengan anak-anak lain pada umumnya, hal ini ditunjukkan dalam berinteraksi, berkomunikasi serta perilaku stereotipik, misalnya tidak adanya kontak mata, tidak adanya interaksi seolah-olah memiliki dunia sendiri,dan minimnya kosakata yang di miliki dalam berkomunikasi (adapun kata-kata yang baru dapat Bayu ucapkan adalah Mama,Papa,Makan,Minum). Berbekal kecurigaan tersebut, orang tua Bayu mulai mencari-cari informasi dari internet, teman atau saudara, dan ditemukanlah kelainan yang ciri-cirinya mirip dengan perilaku Bayu yang disebut sebagai kelainan autistik. Untuk menyakinkan hal tersebut akhirnya orang tua Bayu membawa Bayu untuk melakukan berba!~ai tes dan pemeriksaan mulai dari ahli saraf hingga psikiater , dan didapatlah hasil bahwa Bayu memiliki kelainan autisme infantile.
95
Sejak saat itu Bayu menjalani berbagai terapi, salah satunya adalah terapi wicara yang dilakukan selama kurang lebih 30 bulan atau 2,5 tahun dan dimulai pada umur 5 tahun yang dibarengi dengan masuk ke Taman Kanakkanak di Taman Kanak-kanak (TK) Kartika IX-18. Adapun kesulitan selama di TK yang dihadapi oleh Bayu antara lain perilaku hiperaktif dan stereotipnya yang terkadang membuat guru-gurunya "kewalahan" dalam menangani dirinya.
Setelah mengikuti terapi wicara, Bayu menunjukkan adanya perubahanperubahan yang signifikan dalam kemampuan berkomunikasi misalnya dapat mengerti perintah-perintah sederhana. Walaupun begitu pada saat masuk Sekolah Dasar yaitu Pada usia 7 tahun, orang tua Bayu memasukkannya ke sekolah reguler dengan kelas khusus autis di sekolah Purba Adhika. Tetapi di sini kemampuan berinteraksi Bayu mengalami penurunan, Bayu sering meniru perilaku-perilaku teman-temannya sesama autis, hal tersebut membuat kedua orangtuanya sedih. Hal tersebut dikonsultasikan ke terapis Bayu dan diambillah jalan keluar dengan cara memasukkan Bayu ke sekolah inklusi tetapi "wajib" dibantu dengan seorang guru pendamping.
Pada tahun ajaran 2006-2007 ketika Bayu mulai naik ke kelas tiga (3), Bayu dimasukkan ke Sekolah Dasar Negeri (SON) Gedong 04 Pagi yang telah
96
terdaftar sebagai salah satu sekolah inklusi di Jakarta. Enam (6) bulan pertama masuk sekolah Bayu masih memperlihatkan gangguan pada interaksi, komunikasi, perilaku stereotipik, ketidakstabila11 mood dan afek serta respon terhadap sensori dan tidak ada perubahan yang positif dalam hal-hal tersebut, sehingga dilakukanlah perubahan guru pendamping.
Pada kelas 3 semester 2, Bayu memiliki guru pendamping baru, di sini Bayu mengalami beberapa perubahan yang signifikan hingga saat ini, antara lain adalah: 1. Pada kemampuan berinteraksi, Bayu sudah mulai mau mengajak temannya bermain, walaupun terkadang "la" asik bermain sendiri dan tidak menghiraukan temannya. Ditambahkan lagi oleh guru pendampingnya bahwa saat ini Bayu sudah dapat mEmerima perkataan orang lain meskipun hanya dari orang-orang yang lebih dewasa dari dirinya (misalnya: guru, orangtua). Dalam pendekatan sosial Bayu juga terlihat lebih pasif sehingga mendorong terjadinya int•eraksi dari anak-anak lain tapi jarang terjadi penolakan sosial secara aktif. Dengan ciri-ciri tersebut jika merujuk pada pendapat Lorna \'\lings dan Gemah Nuripah, Bayu dikategorikan sebagai autis dengan tipe interaksi pasif dengan tahap The Partner Stage.
2. Pada kemampuan berkomunikasi, Bayu sudah dapat menggunakan katakata dalam berkomunikasi untuk meminta, prates, setuju, bertanya dan
97
menjawab sesuatu walaupun dengan pernyataan-pernyataan singkat (misalnya: ketika meminta bola kepada temannya, Bayu hanya berucap "kasih") dan terkadang masih sering timbul echolalia. 3. Pada perilaku stereotipik, Bayu masih melakukan perilaku stereotipik, tetapi dengan intensitas yang kecil, karena ketika ia melakukan perilaku tersebut ia selalu diingatkan bahwa hal tersebut tidak boleh atau tidak baik. 4. Ketidakstabilan mood dan afek, pada saat ini sudah berkembang baik, hal ini ditandai dengan sudah dapatnya Bayu mengungkapkan perasaanperasaan yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi pada saat itu. 5. Respon terhadap sensori, Bayu masih takut terhadap suara-suara keras disekelilingnya, dulu ketakutan tersebut dilampiaskan dengan cara mengamuk atau berteriak-teriak tetapi sekarang Bayu dapat melampiaskannya dengan cara yang lebih baik (misalnya: menutup kuping dengan kedua tangannya). 6. Gejala perilaku lain, misalnya tempertantrum atau hiperaktif. Saal ini Bayu masih melakukan tempertantrum, tetapi sudah sangat jarang, biasanya ketika ia akan marah, ia selalu diberikan pengertian oleh guru pendampingnya "sabar. ... Bayu yang sabar. ... marah-marah itu tidak baik" sambil biasanya dielus dadanya atau pundaknya. Be~1itu juga dengan perilaku hiperaktifnya.
98
Untuk berinteraksi sosial, Bayu termasuk siswa autis yang cepat diterima oleh teman-temannya, karena sudah dapat melakukan pendekatan sosial, dapat menenerima pendekatan orang lain kepadanya dan jarang terjadi penolakan secara aktif. Hal ini juga didukung dengan penampilan fi:sik Bayu terlihat lucu, imut dan bikin "gemes" teman-temannya, dengan bentuk muka yang bulat, mata yang sedikit sipit dan pipi yang "gembil" ditambah lagi dengan proporsi tubuhnya yang terlihat agak berisi (gendut), dengan ting9i badan ± 120 cm dan berat badan ± 30 kg.
Kondisi fisik dan ciri-ciri perilaku Bayu yang seperti diatas membuat temantemannya senang bermain dengan Bayu walaupun terkadang ada juga yang suka meledeknya tetapi jarang menggunakan fisik (memukul/mencubit) hal tersebut tidak terjadi karena adanya guru pendamping yang selalu mengawasi dan selalu memberikan pengertian kepada tHman-temannya Bayu akan kondisi dan perilaku Bayu, bahkan guru pendamping Bayu sering menggunakan teman-teman Bayu dalam mengingatkan dan menegur Bayu ketika melakukan ciri-ciri khas autistiknya. Hal ini dapat t1;rjadi karena adanya kedekatan yang antara guru pendamping Bayu, Bayu se1ia teman-temannya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelainan-kelainan perilaku autistik Bayu semakin hari semakin berkurang, dengan begitu
99
diharapkan persepsi ternan-ternannya yang berstatus sebagai siswa-siswa reguler lebih rnengarah kepada nilai yang positif sehinm~a interaksi yang terjadi di antara keduanya berjalan positif pula yang di tarnpakkan pada pola perilaku-perilaku sosial.
4.1.3. Latar belakang subjek penelitian Dalarn penelitian ini subjek yang digunakan adalah siswa1-siswa reguler kelas IV B SON Gedong 04 Pagi yang berjurnlah 25 orang siswa, dengan klasifikasi sebagai berikut: 1. Berdasarkan jenis kelarnin. terdiri atas:
Jurnlah
Prosentase
Laki-laki
14 Siswa
56%
perernpuan
11 Siswa
44 %
Total
25 Siswa
·100 %
Keterangan
Tabel 4.2. Klasifikasi subjek penelitian berdasarkan jenis kelarnin
Dalarn penelitian ini alasan yang diarnbil dalarn pernilihan perbedaan berdasarkan jenis kelarnin subjek penelitian adalah karena rnenurut Hurlock pada rnasa kanak-kanak awal sudah terjadi pola perilaku antagonisrne jenis kelarnin, dirnana yang sejenis akan lebih diutarnal
JOO
Jenis kelamin
iNilai
Laki-laki
2
Perempuan
1
Tabel 4.3. Nilai klasifikasi berdasarkan jenis kelarnin
2. Berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandun9 subjek penelitian yang terdiagnosa autisme, terdiri atas: Keterangan
Jumlah
Prosentase
Ada
1 Siswa
0,4%
Tidak ada
24 Siswa
96 %
Total
25 Siswa
100 %
Tabel 4.4. Klasifikasi subjek penelitian berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme
Dalam penelitian ini alasan yang diambil dalarn pemilihan perbedaan berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisrne adalah karena menurut Hurlock pacla masa kanak-kanak awal sudah dikembangkan sifat simpati yaitu kemampuan seorang anak untuk memahami keadaan di sekitarnya dan didapat jika anak telah mengalami keadaan tersebuUkehilangan. Jadi dapat clikatakan jika subjek penelitian memiliki saudara kandung yang terdiagnosa autisme maka subjek
101
penelitian diperkirakan akan lebih memahami dan bisa menerima keadaan objek penelitian. Untuk itu bagi subjek penelitian yang m13miliki saudara kandung yang terdiagnosa autisme mendapatkan nilai 2 dan bagi subjek penelitian yang tidak memiliki saudara kandung yang terdiagnosa autisme mendapatkan nilai 1. Seperti dalam label dibawah ini: Ada atau tidak adanya saudara
INilai
kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme Ada
2
Tidak ada
1
Tabel 4.5. Nilai klasifikasi berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme
3. Berdasarkan dari lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian, terdiri dari: Jumlah
Prosentase
Mulai dari kelas 3
16 Siswa
64 %
Mulai dari kelas 4
9 Siswa
36%
25 Siswa
100 %
Keterangan
Total
Tabel 4.6. Klasifikasi subjek penelitian berdasarkan lamanya dengan objek penelitian.
subje~k
penelitian sekelas
Dalam penelitian ini alasan yang diambil dalam pemilihan perbedaan berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian adalah karena semakin lama seseorang mengenal dan berinteraksi kepada
102
individu lain semakin seseorang itu memahami dan men!~erti individu tersebut. Jadi dapat dikatakan jika subjek penelitian telah sekelas mulai dari kelas 3 diperkirakan subjek tersebut akan lebih memahami dan bisa menerima keadaan objek penelitian karena telah memiliki waktu berinteraksi sosial cukup lama untuk memahami objek penelitian dibandingkan dengan subjek penelitian yang sekelas mulai dari kelas 4. Untuk itu bagi subjek penelitian yang sekelas dengan objek penelitian mulai dari kelas 3 mendapatkan nilai 2 dan bagi subjek penelitian yang sek.elas dengan objek penelitian dari kelas 4 mendapatkan nilai 1. Seperti dalam label dibawah ini: Lamanya subjek penelitian sekelas
-
Nilai
dengan objek penelitian 1---·
-
Mulai dari kelas 3
2
Mulai dari kelas 4
1
Tabel 4.7. Nilai klasifikasi lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian.
4.2. Presentasi data 4.2.1. Uji persyaratan Uji persyaratan adalah syarat untuk melakukan analisis lebih lanjut dalam mengolah data. Dalam penelitian ini uji persyaratan yang digunakan adalah uji normalitas dan uji homogenitas dengan perhitungan k.omputerisasi menggunakan SPSS 11.5
103
4.2.1.1. Uji normalitas uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian berada dalam rentangan normal atau tidak normal.
Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai signifikansi uji normalitas data pada skala persepsi untuk jenis kelamin ln\\i - L<;t-\. sebesar 0, 194, karena nilai signifikansi pada taraf 5 % untuk 14 subjel< adalah 0,457, maka dapat diketahui bahwa r-hitung lebih kecil dari r-tabel (0,'194 < 0,457) sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Begitu juga pada skala persepsi untuk jenis
kelamin~el'e\Ylf'AU(diperoleh
r-hitung sebesar
0,200, karena nilai signifikansi pada taraf 5 % untuk 11 subjek adalah 0,523
maka adapat diketahui bahwa r-hitung lebih kecil dari r-tabel (0,200 < 0,523) sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal.
Dalam uji normalitas pada skala interaksi sosial, diperoleh r-hitung untuk jenis kelamin perempuan adalah 0, 160 dan r- tabel dengan taraf signifikansi sebesar 5 % untuk 14 subjek adalah 0,457 maka dapat diketahui bahwa rhitung lebih kecil dari r-tabel (0, 160 < 0,457), sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Sedangkan uji normalitas pada skala interaksi sosial untuk jenis kelamin laki-laki diperoleh r-hitung sebesar O, 159 dan r-tabel dengan taraf signifikansi sebesar 5 % untuk 11 subjek adalah
104
0,523 maka dapat diketahui bahwa r-hitung lebih kecil dari r-tabel ( 0, 159 < 0,523) sehingga dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Seperti dalam label di bawah ini: ienis kelamin persepsi
8t~ustic--
___ISQ,;o.99s_o_'tr-°~L
Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki
.188 .203 interaksi .194 .216 • This 1s a lower bound of the true significance. a Lilliefors Significance Correction
s;a:----------
14 11 14 11
.194 .200(') .160 .1ss
Tabel 4.8. Uji 'normalitas variabel persepsi dan variabel interaksi sosial
berikut ini adalah
diagram Q-Q plot keluaran SPSS 11.5 yang
memperlihatkan bahwa sebaran data variabel persepsi berada di sekitar garis uji yang mengarah ke kanan dengan demikian data tersebut dapat dikatakan normal. Normal Q-Q Plot of persepsi
Normal Q-Q Plot of p,:rsepsi For VAR00003= Perempuan
For VAR00003= Laki-!aki "~----------~
20
--··-------·---·-
" ~
"
z
"" _,
I '"
Ul -15~-------------l Observed Val11e
Observed Value
Gambar4.1. Diagram Q-Q Plot untuk uji normalitas pada skala persepsi
I
105
berikut ini adalah
diagram Q-Q plot keluaran SPSS 11.5 yang
memperlihatkan bahwa sebaran data variabel interaksi sosial berada di sekitar garis uji yang mengarah ke kanan dengan demikian data tersebut dapat dikatakan normal. Normal Q-Q Plot of interaksi
,,
___________
Normal Q-Q Plot of interaksi
For VAR00003= Perempuan
~
For VAR00003= Lakivlaki
,,r ..·-·-·--·-----------·- ·------•o
0.0
J '1 l "I,j_____;.____·----·---------·-·-_f . I
ill .. ObseNOd Value
g
19
~
21
~
n
~
m
w
Observed Value
Gambara 4.2. Diagram Q-Q Plot untuk uji normalitas pada skala interaksi sosial
4.2.1.2. Uji homogenitas uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui item-item yang digunakan penulis bersifat homogen atau tidak.
Pada skala persepsi diperoleh df1=1 dan df2=23 menunjukkan taraf signifikansi sebesar 0,947 sedangkan F-tabel pada taraf signifikansi 5 % adalah 4,28. Hal ini menunjukkan bahwa F-hitung lebih kecil dari F-tabel ( 0,947 < 4,28) sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut homogen. Sedangkan pada skala interaksi sosial diperoleh df1=1 dan df2=23 dengan taraf signifikansi sebesar 0,736 sedangkan F-tabel pada taraf signifikansi 5 %
106
adalah 4,28. Hal ini menunjukkan bahwa F-hitung lebih kecil dari F-tabel (0,736 < 4,28) sehingga dapat disimpulkan bahwa data tersebut homogen. Berikut ini adalah tabel homogenitas untuk skala persepsi dan interaksi sosial: Levene Statistic
persepsi
Sig.
df2
Based on Mean
.004
1
23
.947
Based on Median
.037
1
23
.849
.037
1
:22.856
.849
.006
1
23
.937
Based on Median and with adjusted df Based on trimmed
mean interaksi
df1
Based on Mean
.116
1
23
.736
Based on Median
.097
1
23
.759
.097
1
:22.964
Based on Median and with adjusted df Based on trimmed mean
.759 I
.133
i
1
231
.719
Tabel 4.9. Uji homogenitas pada variabel persepsi dan intt:iraksi sosial
4.2.2. Deskripsi hasil penelitian 4.2.2.1. Gambaran persepsi siswa reguler terhadap siiswa autis Dalam melihat gambaran umum persepsi siswa reguler tierhadap siswa autis, sebelumnya diperlukan adanya kategorisasi hal ini dimaksudkan untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur.
Pada penelitian ini kategorisasi yang digunakan adalah positif dan negatif. Dikatakan positif jika persepsi siswa-siswa reguler terhaclap siswa autis baik
107
maksudnya siswa-siswa regular mengetahui ciri-ciri khas dari perilaku siswa autis sehingga dapat memaklumi perilaku-perilaku siswa yang terjadi pada siswa autis, dan dikatakan negatif jika persepsi siswa regular terhadap siswa autis buruk maksudnya siswa-siswa regular tidak dapat memaklumi perilakuperilaku yang terjadi pada siswa autis.
Dalam menentukan jenjang, penulis menggunakan bantuan SPSS versi 11.5. Untuk skala persepsi, yang terdiri dari 16 item, Mean yang diperoleh sebesar 26.6400, sedangkan Median sebesar 26.000 dan standar deviasi sebesar 2.13854. seperti pada label di bawah ini: Statistic
persepsi
Mean
95o/o Confidence Interval for Mean
Lower Bound
--
27.5227
5o/o Trimmed Mean Median Variance
Std. Deviation
Minimum
-
Maximum Range Skewness Kurtosis
.42771
25.7573
Upper Bound
Interquartile Range
Std. Error
26.6400
26.6000 26.0000 4.573 2.13854 22.00 32.00 10.00
.
3.0000 .374
.464
.791
.902
Tabel 5.0. Nilai mean, median dan standart deviasi untuk skala persepsi. Dari hasil perhitungan menggunakan SPSS versi 11.5 pada 25 subjek penelitian,didapatlah hasil bahwa terdapat 12 siswa reguler yang memiliki
108
persepsi positif terhadap siswa autis, dan 13 siswa regul13r yang memiliki persepsi negatif terhadap siswa autis. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Frekuensi
Jumlah
prosentase
> 26
12 siswa
48%
negatif
< 26
13 siswa
5.2 %
Total
-
25 Siswa
100 %
kategorisasi positif
-
Tabel 5.1. Kategorisasi hasil pada skala persep:si
4.2.1.2. Gambaran interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis Dalam melihat gambaran um urn interaksi sosial s\swa re!;iuler terhadap siswa autis, kategorisasi yang digunakan yaitu positif,
serta negatif. pada
skala interaksi sosial yang terdiri dari 13 item setiap itemnya diberi nilai satu (1) hingga dua (2), dikatakan positif jika interaksi sosial siswa reguler selalu
dilakukan dengan pola-pola sosial misalnya bersikap ramah, tidak mementingkan diri sendiri, perilaku bekerja sama dan sikap empati terhadap siswa autis dan dikatakan negatif jika interaksi sosial siswa reguler yang mereka tunjukkan kepada siswa autis adalah pola perilaku yang tidak sosial misalnya perilaku agresif dan perilaku negatif
Dalam menentukan jenjang tersebut penulis menggunak.an bantuan SPSS versi 11.5 dengan hasil sebagai berikut, Untuk skala inteiraksi sosial, yang
109
terdiri dari 13 item, Mean yang diperoleh sebesar 23.0800, sedangkan Median sebesar 23.000 dan standar deviasi sebesar 1.8:2392. Untuk Jebih jelas dapat dilihat pada label berikut: Statistic :nteraksi
Mean 95% Confidence Interval for Mean
23.0800 Lower Bound Upper Bound
5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation Minimum Maximum Range Interquartile Range Skewness Kurtosis
Std. Error
.36478
22.3271 23.8329 23.1333 23.0000 3.327 1.82392 19.00 26.00 7.00 2.0000 -.486 -.156
.464 .902
Tabel 5.2. Nilai mean, median dan standar deviasi untuk skal21 interaksi sosial
Dari hasil perhitungan menggunakan SPSS versi 11.!i pada 25 subjek penelitian, didapatlah hasil bahwa terdapat 12 siswa reguler yang memiliki interaksi sosial yang positif terhadap siswa autis, dan 13 siswa reguler yang memiliki interaksi negatif terhadap siswa autis. Untuk Jebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
] JO
kategorisasi
Frekuensi
Jumlah
Prosentase
positif
> 23
12 siswa
48%
negatif
< 23
13 siswa
52%
Total
-
25 Siswa
100 %
Tabel 5.3. Kategorisasi hasil pada skala interaksi sosial
4.3. Pengujian hipotesis Correlations
Spearman's rho
VAR00001
VAR00002
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
W\R00001 1.000
VAR00002 .358 .079
25
25
.358 .079
1.000
25
25
Tabel 5.4. Hasil perhitungan uji hipotesis
Dari hasil penghitungan yang dilakukan dengan menggunakan teknik uji r spearmen rho, dihasilkan nilai r sebesar 0.358. Sementara nilai r tabel pada taraf signifikansi 5% dengan N 25 adalah sebesar 0.409. Hipotesis nihil diterima jika r hitung < r tabel. Karena nilai r hitung yang dihasilkan (0.358) < nilai r label (0.409), maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi dengan interaksi diterima.
111
4.4. Hasil tambahan 4.4.1. Berdasarkan jenis kelamin Dalam penelitian ini terdapat 14 siswa yang berjenis kelamin laki-laki dan 11 siswa yang berjenis kelamin perempuan. Untuk skala persepsi didapat dari 14 siswa reguler yang berjenis kelamin laki-laki, 8 siswa reguler memiliki persepsi yang positif terhadap siswa autis dan 6 siswa regular yang memiliki persepsi rendah terhadap siswa autis. Sedangkan bagi siswa regular yang berjenis kelamin perempuan dari 11 siswa reguler terdapat 4 siswa reguler yang memiliki persepsi positif terhadap siswa autis dan 7 siswa regular memiliki persepsi yang rendah terhadap siswa autis.seperti dalam label di bawah ini: No
Jenis kelamin
Kategori
Jumlah
Prosentase
Positif
8 Siswa
57,14 %
Negatif
6 Siswa
42,86 %
14 siswa
100 %
Posit if
4 Siswa
36,36 %
Negatif
7 Siswa
63,64 %
11 Siswa
100 %
Persepsi 1
Laki-laki
Total 2
Perempuan
Total
Tabel 5.5. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala persepsi berdasarkan jenis kelamin.
112
Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 11.5 menggunakan uji T-Test, peneliti melakukan uji perbedaan terhadap persepsi siswa reguler terhadap siswa autis berdasarkan jenis kelamin responden. Didap;atlah hasil bahwa nilai t-hitung yang didapat sebesar 0.565. Sementara nilai r-tabel pada taraf signifikansi 5% dengan df 23 adalah sebesar 1. 714. Karena nilai t-hitung yang didapat (0.565) lebih kecil dari nilai r-tabel (Sig. 5%. df23
=1.714),
maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan Kemampuan Persepsi yang signifikan antara siswa Laki-laki dan Perempuan. Hal tersebut dapat dilihat pada label di bawah ini: ·--···---~~~E.~---·-------Levene's Test for Equality of Variances Hest for Equality of Means
Equal variances assumed .004
F
Equal variances not assumed
Sig.
.947
T
.565
.565
23
21.720
.578
.578
Df Sig. (2-tailed) Mean Difference
.49351
.4935
I
Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference
.87414
.87306
Lower
·1.31478
-1.31846
Upper
2.30180
2.30547
Tabel 5.6. Hasil perhitungan uji !-test pada variabel persepsi berda£,arkan jenis kelamin
Sedangkan untuk interaksi sosialnya dari 14 siswa reguler yang berjenis kelamin laki-laki terdapat 8 siswa reguler yang memiliki interaksi sosial yang positif terhadap siswa autis dan 6 orang siswa reguler yang memiliki interaksi
113
sosial yang negatif terhadap siswa autis. Sedangkan siswa-siwa reguler yang berjenis kelamin perempuan dari 11 siswa reguler terdapat 4 siswa reguler yang memiliki interaksi yang positif terhadap siswa autis dan 7 siswa reguler yang memiliki interaksi negatif terhadap siswa autis. seperti dalam tabel di bawah ini: No
Jenis kelamin
Kategori lnteraksi
Jumlah
Prosentase
Positif
8 Siswa
57, 14 %
Negatif
6 Siswa
42,86 %
14 Siswa
100 %
Positif
4 Siswa
36,36 %
Negatif
7 Siswa
63,64 %
sosial 1
Laki-laki
Total 2
Perempuan
Total
11 Siswa
100 %
Tabel 5.7. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala interaksi sosial berdasarkan jenis kelamin Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 11.5 menggunakan uji T-Test, peneliti melakukan uji perbedaan terhadap interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis berdasarkan jenis kelamin responden. Dari hasil penghitungan diketahui bahwa nilai t-hitung yang didapat adalah sebesar 1.082. Sementara nilai r-tabel pada taraf signifikansi 5% dengan df 23 adalah sebesar 1. 714. Karena nilai t-hitung yang didapat (1.082) lebih kecil dari nilai r-tabel (Sig. 5%; df 23 = 1. 714), maka dapat disimpulkan bahwa tidak
114
terdapat perbedaan lnteraksi Sosial yang signifikan antara siswa Laki-laki dan Perempuan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini: interaksi Equal variances not assumed assumed .116
---··-·----·-·-·
···~··----------~···
Equal variances
Levene's Test for Equality of Variances I-test for Equality of Means
F Sig.
.736
t di Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference
1.082 23
21.751
.291
.290
.7922
.7922
.73228
.73109
1.084
Lower
-.72263
-.72498
Upper
2.30705
2.30939
Tabel 5.8. Hasil perhitungan uji !-test pada variabel interaksi sosial berdasarkan jenis kelamin 4.4.2. Berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung yang teridentifikasi sindrom autisme Dalam penelitian ini terdapat satu (1) siswa reguler yang memiliki saudara kandung (adik) yang teridentifikasi sindrom autisme dan 24 siswa reguler yang tidak memiliki sauadara kandung yang teridentifil
Pada skala persepsi dari 25 siswa reguler terdapat 12 siswa reguler memilil
115
terdapat siswa reguler yang memiliki saudara kandung yang terdiagnosa autisme dan pada 13 siswa reguler yang memiliki persepsi negatif terhadap siswa autis terdapat 1 siswa reguler yang memiliki saudara kandung yang terdiagnosa autisme, sedangkan sisanya yaitu 12 siswa reguler yang tidak memiliki saudara kandung yang terdiagnosa autisme. seperti dalam label di bawah ini: No Ada atau tidaknya saudara kandung yang
Kategori
Jumlah
Prosentase
Persepsi
terdiagnosa autisme
1
Ada
-
Positif
O Siswa
0
Negatif
1 Siswa
100 %
1 Siswa
100 %
Positif
12 Siswa
17 %
Negatif
12 Siswa
8%
24 Siswa
100 %
Total
2
Tidak ada
Total
Tabel 5.9. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala persepsi berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme
Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 11.5 menggunakan uji T-Test, peneliti melakukan uji perbedaan terhadap persepsi sisw;a reguler terhadap siswa autis berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme. Dari hasil penghitungan dapat diketahui bahwa nilai t-hitung yang didapat adalah sebesar 1.276. Sementara nilai rlabel pada taraf signifikansi 5% dengan df 23 adalah seb1esar 1. 714. Karena
116
nilai t-hitung yang didapat (1.276) lebih kecil dari nilai r-tabel (Sig. 5%; df 23
=
1. 714), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan Kemampuan Persepsi yang signifikan antara siswa yang memiliki saudara autis dan siswa yang tidak memiliki saudara autis. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
-
oersep_aj__ _ _ _ _ Equal variances assumed
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
Equal variances not assumed
F Sig.
T
1.276'
DI
23
Sig. (2-tailed)
.215
Mean Difference 2.7500 Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference
I
2.15458
Lower
-1.70709
Upper
7.20709
Tabel 6.0 Hasil perhitungan uji t-test pada variabel persepsi berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme.
Sedangkan untuk interaksi sosialnya, dari 25 siswa reguler terdapat 12 siswa reguler memiliki interaksi sosial yang positif terhadap siswa autis dan ·13 siswa reguler memiliki interaksi sosial yang negatif terhadap siswa autis, dengan rincian sebagai berikut pada 12 siswa reguler yang memiliki persepsi positif terhadap siswa autis terdapat 1 siswa reguler yang memiliki saudara kandung yang terdiagnosa autisme,
d~.m
pada 13 siswa reguler yang memiliki
2.7500
117
persepsi negatif terhadap siswa autis tidak terdapat siswa reguler yang memiliki saudara kandung yang terdiagnosa autisme. seperti dalam tabel di bawah ini: No
Jumlah
Prosentase
Posit if
1 Siswa
0%
Negatif
O Siswa
100 %
1 Siswa
100 %
Positif
11 Si:swa
45,83 %
Negatif
13 Si:swa
54,17 %
24 Siswa
100 %
Ada atau tidaknya
Kategori
saudara kandung subjek
lnteraksi
penelitian yang
sosial
terdiagnosa autisme 1
Ada
Total 2
Tidak ada
Total
Tabel 6.1. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala interaksi sosial berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme.
Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 11.5 menggunakan uji T-Test, peneliti melakukan uji perbedaan terhadap interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme. Dari hasil penghitungan dapat diketahui bahwa nilai t-hitung yang didapat adalah sebesar -0.507. Sementara nilai r-tabel pada taraf signifikansi 5% dengan df 23 adalah sebesar 1.714. Karena nilai t-hitung yang didapat (-0.507} lebih kecil dari nilai r-tabel (Sig. 5%; df 23
=1.714), maka dapat disimpulkan bahwa tidak
118
terdapat perbedaan yang signifikan lnteraksi Sosial antara siswa yang memiliki saudara autis dan siswa yang tidak memiliki saudara autis. Hal tersebut dapat dilihat pada label di bawah ini: interaksi Equal variances Equal variances assumed not assumed Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t
-.507 23 .617
di Sig. (2-tailed} Mean Difference
-.9583
Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference
1.89103
Lower
-4.87024
Upper
2.95357
Tabel 6.2. Hasil perhitungan uji !-test pada variabel interaksi sosial berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme.
4.4.3. Berdasarkan dari lamanya sekelas dengan objelc penelitian. Dalam penelitian ini dari 25 siswa reguler terdapat 16 siswa reguler yang telah sekelas dengan objek penelitian sejak kelas tiga (3) SD dan sembilan (9) siswa reguler yang baru sekelas dengan objek penelitian sejak kelas empat (4) SD. Untuk skala persepsi dari 16 siswa reguler yang telah sekelas dengan objek penelitian sejak kelas 3 SD, sebanyak 8 siswa reguler memiliki persepsi yang positif terhadap siswa autis dan 8 siswa reguler memiliki persepsi yang negatif terhadap siswa autis. Sedangkan bagi siswa reguler
-.9583
119
yang baru sekelas dengan objek penelitian sejak kelas ernpat (4) SD dari sembilan (9) siswa reguler terdapat 4 siswa reguler yang memiliki persepsi positif terhadap siswa autis dan 5 siswa reguler memiliki persepsi yang negatif terhadap siswa autis. seperti dalam tabel di bawah ini: No
1
Lamanya
Kategori
sekelas dengan objek
lnteraksi
penelitian
sosial
Mulai dari kelas 3
Positif
8 Siswa
50%
Negatif
8 Siswa
50 %
16 Siswa
100 %
Positif
4 Siswa
44,44 %
Negatif
5 Siswa
55,56 %
9 Siswa
100 %
Total 2
Mulai dari kelas 4
Total
Jurnlah
Prosentase
I I
Tabel 6.3. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala persepsi berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian.
Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 11.5 menggunakan uji T-Test, peneliti melakukan uji perbedaan terhadap persepsi siswa reguler terhadap siswa autis berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian. Dari hasil penghitungan dapat diketahui bahwa nilai t-hitung yang didapat adalah sebesar -0.273. Sementara nilai r-tabel pada taraf signifikansi 5% dengan df 23 adalah sebesar 1.714. Karena nilai t-hitung yang didapat (0.273) lebih kecil dari nilai r-tabel (Sig. 5%; df 23 = 1. 714}, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan Kemampuan Persepsi yang
120
signifikan antara subjek penelitian yang sekelas dengan objek penelitian yang dimulai dari kelas 4 atau yang dimulai dari kelas 3.Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini: ~erseosi
~--·
Equal variances assumed
Levene 1s Test for Equality of Variances
F
t-test for Equality of Means
T Df Sig. (2-tailed) Mean Difference
.076
Sig.
Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference
------
Equal variances not assvmed
Lower Upper
-
.785 -.237
-.250
23
19.428
.815
.805
-.2153
-.2153
.90911
.86230
-2.09592
·2.01741
1.66537
1.58686
Tabel 6.4. Hasil perhitungan uji t-test pada variabel persepsi berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian
Sedangkan untuk interaksi sosialnya, dari 16 siswa reguler yang telah sekelas dengan objek sejak kelas tiga (3) SD, terdapat 8 siswa regu!er memiliki interaksi yang positif terhadap siswa autis dan 8 siswa reguler sisanya rnemiliki interaksi yang negatif terhadap siswa autis. sedangkan untuk siswa reguler yang baru sekelas dengan objek sejak kelas empat (4) SD dari 9 siswa reguler terdapat 4 siswa yang memiliki interaksi yang positif terhadap siswa autis dan 5 siswa reguler yang memiliki interaksi yang negatif terhadap siswa autis. seperti dalam tabel di bawah ini:
121
No
Lamanya subjek
Kategori
penelitian sekelas
lnteraksi sosial
Jumlah
Prosentase
Positif
8 Siswa
50%
Negatif
8 Siswa
50%
16 siswa
100 %
Posit if
5 Siswa
44.44 %
Negatif
4 Siswa
dengan objek penelitian
1
Mulai dari kelas 3
Total 2
Mulai dari kelas 4
Total
9 Siswa
55,56 %
-
100 %
Tabel 6.5. Klasifikasi kategorisasi hasil pada skala interaksi sosial b1~rdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian
Berdasarkan hasil perhitungan SPSS versi 11.5 menggunakan uji T-Test, peneliti melakukan uji perbedaan terhadap interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian. Dari hasil penghitungan dapat diketahui bahwa nilai t-hitung yang didapat adalah sebesar -0.063. Sementara nilai r-tabel pada taraf signifikansi 5% dengan df 23 adalah sebesar 1. 714. Karena nilai t-hitung yang didapat (-0.063) lebih kecil dari nilai r-tabel (Sig. 5%; df 23
=1.714), maka
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan lnteraksi Sosial yang signifikan antara siswa yang sekelas sejak kelas 4 dan siswa yang sekelas sejak kelas 3. Hal tersebut dapat dilihat pada label di bawah ini:
122
interaksi Equal variances Equal variances assumed not assumed
··~--------,.--------
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F
.527
Sig.
.475 -.063
-.063
23
17.066
.951
.950
-.0486
-.0486
.77624
.77073
Lower
-1.65439
-1.67424
Upper
1.55717
1.57702
t di Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the Difference
~--·----------
Tabel 6.6. Hasil perhitungan uji I-test pada variabel interaksi sosial berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian
Pada uji beda dapat disimpulkan bahwa tidak adanya perbedaan persepsi dan interaksi sosial siswa regular terhadap siswa autis di sekolah inklusi baik berdasarkan jenis kelamin, ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang teridentifikasi autisme dan berdasarkan lamanya subjek penelitian telah sekelas dengan objek penelitian. Hal ini clapat dilihat melalui t-hitung yang lebih rendah dari r-tabel. Dalam uji perbedaan persepsi cliperoleh t-hitung berdasarkan jenis kelamin sebesar 0,565, berdasarkan acla atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme sebesar 1,276 dan berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian sebesar -0,273 dan pada uji perbedaan interaksi sosial diperoleh t-hitung berdasarkan jenis kelamin sebesar 1,082, berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang
123
terdiagnosa autisme sebesar -0,507 dan berdasarkan larnanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian sebesar -0,063 sedangkan pada r-tabel dengan taraf signifikansi 5 % dan df 23 sebesar 1, 714. seperti pada tabel dibawah ini: No variabel 1
t-hitung
r-tabel
Persepsi A. Berdasarkan jenis kelamin
0,565
B. Berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme
1,276
C. Berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek peneiitian 2
-0,273
1,714
lnteraksi sosial A. Berdasarkan jenis kelamin
1,082
B. Berdasarkan ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang terdiagnosa autisme
-0,507
C. Berdasarkan lamanya subjek penelitian sekelas dengan objek penelitian
-0,063
Tabel 6.7. Nilai t-hitung pada variabel persepsi dan interaksi sosial dan nilai r-tabel dengan taraf signifikansi 5 % dan df 23.
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI dan SARAN
Pada bab 5 ini akan dibahas mengenai kesimpulan,
dis~:usi
dan saran yang
merupakan penutup dari sebuah penelitian.
Dalam kesimpulan akan dibahas mengenai generalisasi hasil penelitian bagi pupolasi, setelah itu dilanjutkan dengan diskusi yaitu pe•maparan hasil-hasil penelitian terdahulu yang mendukung penelitian penulis selanjutnya adalah saran bagi pihak-pihak yang terkait dalam hal ini antara lain adalah pihak sekolah, guru pendamping, orang tua objek penelitian serta peneliti lanjutan. Untuk menguraikannya maka penulis akan menuangkannya ke dalam subsub bab di bawah ini.
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengumpulan, pengolahan dan analisa data serta pengujian hipotesis, maka didapat h.asil bahwa pada penalitian ini ticlak ada hubungan yang signifikan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa reguler kelas IV B terhadap siswa autis di kelasnya pada sekolah inklusi SON Gedong 04 Pagi.
125
Tidak adanya hubungan antara kedua variabel tersebut, dapat dilihat pada hasil perhitungan yang menunjukkan bahwa r-hitung yang sebesar (0,358) lebih kecil dari r-tabel pada taraf signifikansi 5 % sebesar (0,409). ltu artinya setiap persepsi siswa reguler baik yang bernilai positif,
serta negatif
terhadap siswa autis di kelasnya tidak memiliki hubungan dengan interaksi sosial yang terjadi pada siswa reguler terhadap siswa autis tersebut.
Dalam penelitian ini dapat diketahui pula bahwa pada siswa reguler SDN Gedong 04 Pagi kelas IV B yang berjumlah 25 orang siswa-siswi dan menjalankan sistem pendidikan inklusi secara cukup baik, terlihat dalam adanya persiapan sebelum menerima siswa berkebutullan khusus yang mencakup pelatihan terhadap guru-guru, pendataan siswa serta persiapan kelas, adanya kolaborasi antara orang tua dengan guru, adanya kolaborasi antara orang tua dengan sekolah, adanya dukungan sekolah, guru terhadap siswa autis, adanya pelatihan terhadap teman sebaya, adanya implementasi terhadap pembelajaran di sekolah dan adanya komitmen sekolah terhadap siswa autis yang cukup baik bahwa setiap anak dapat mengikuti semua kegiatan yang dilakukan oleh siswa reguler lainnya. Ditambah dengan tekad dan kemauan yang keras dari pihak sekolah serta dukungan dari orang tua dan masyarakat dengan objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa autis dengan tipe interaksi sosial pasif di sekolahnya dan sudah
126
mencapai tahap Partner stage dalam perkembangan interaksi sosial. Objek penelitian telah banyak mengalami kemajuan-kemajuan pada karakteristik perilaku yang meliputi kemampuan berinteraksi sosial, kernampuan berkomunikasi, perilaku stereotipik, respon terhadap sensori, ketidakstabilan mood dan afek, serta gejala perilaku lain. Hal tersebut didukung juga dengan kondisi fisik objek yang terlihat lucu dengan proporsi tubuh yang terlihat agak berisi (gendut) .
Untuk gambaran persepsi, dapat diketahui bahwa siswa-siswa reguler SON Gedong 04 Pagi lebih banyak memiliki persepsi yang neg.atif terhadap siswa autis maksudnya adalah siswa-siswa reguler belum memaklumi perilakuperilaku siswa autis yang berbeda dari dirinya . Begitu juga untuk gambaran interaksi sosialnya, dapat diketahui bahwa pada siswa-siswa reguler SDN Gedong 04 Pagi dalam berinteraksi sosial dengan anak autis masih bernilai negatif maksudnya adalah siswa-siswa reguler masih banyak yang melakukan interaksi sosial menggunakan pola-pola tidak sosial.
Adapun hasil tambahan yang didapat dalam penelitian ini adalah tidak adanya perbedaan yang signifikan baik dalam persepsi siswa regular maupun interaksi sosial siswa regular terhadap siswa autis di sekolah inklusi SDN Gedong 04 Pagi yang berdasarkan jenis kelamin, ada atau tidak adanya saudara kandung subjek penelitian yang teridentifikasi autisme dan
127
berdasarkan lamanya subjek penelitian telah sekelas
den~1an
objek
penelitian.
5.2. Diskusi Berdasarkan hasil perhitungan korelasi antara skor persepsi siswa reguler terhadap siswa autis dengan skor interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis yang menggunakan rumus spearman rho telah di dapat kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di sekolah inklusi. Hal tersebut berarti bahwa siswa-siswi reguler yang memilki persepsi positif belum tentu melakukan interaksi sosial dengan pola-pola perilaku sosial dan begitu juga sebaliknya siswa-siswa reguler yang memilki persepsi negatif belum tentu melakukan interaksi sosial dengan pola-pola perilaku tidak sosial.
Dalam beberapa kasus psikologi sosial ada beberapa penelitian yang mengungkapkan adanya ketidaksesuaian antara persepsi dan interaksi sosial misalnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Minard pada tahun 1952 (dalam Sarwono,213) yang meneliti persepsi dan sikap antar ras (kulit putih dan hitam) dengan interaksi sosial pada pekerja tambang batu bara, Minard mendapatkan hasil bahwa dalam hubungan kerja antara ras (kulit hitam dan kulit putih) terjalin sangat baik, tetapi ketika di pemukiman atau dalam
128
kehidupan sosial sehari-hari ada sekitar 60 % orang kulit putih yang melakukan segregasi terhadap orang kulit hitam. ltu artinya bagaimanapun sikap orang kulit putih terhadap orang kulit hitam tidak mempengaruhi interaksi sosial diantara mereka ketika berada di tempat k13rja. Hal ini dikarenakan mereka memiliki tujuan bersama sehingga mengesampingkan ego masing-masing berbeda dengan di tempat pemukiman yang tidak memiliki tujuan bersama ego .sangat berperan dalam kegiatan berinteraksi.
Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Heider (dalam Sarwono,214) yang menjelaskan tentang adanya ketidaksesuaian antara persepsi dengan interaksi sosial antara orang Amerika terhadap turis asing berkebangsaan China. Adapun cara yang dilakukannya adalah dengan membawa turis asing berkebangsaan China tersebut ke hotel-hotel di Amerika, ketika dibawa langsung ke hotel-hotel tersebut S10 % pihak hotel tersebut menerimanya dengan baik, tetapi ketika ditanya melalui telepon oleh Heider mengenai turis asing berkebangsaan China 80 % pihak hotel menolak menerima turis asing tersebut.
Sedangkan Dalam konteks psikologi pendidikan belum acla penelitian yang mengungkapkan ada atau tidak adanya hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial termasuk mengenai hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis di sekolah inklusi. Tetapi
129
jika ditelaah lebih lanjut maka tidak adanya hubungan antara persepsi dengan interaksi sosial siswa reguler terhadap siswa autis disekolah inklusi, dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1. sistem pendidikan inklusi yang dijalankan oleh sekolah adalah model ke satu (1) dimana pihak sekolah berkomitmen asalkan siswa autis tersebut sudah ikut serta dalam kegiatan sekolah berarti itu sudah cukup baginya. Hal ini berdampak pada belum maksimalnya penjalanan sistem tersebut sehingga pada siswa reguler persepsinya mengenai siswa autis masih bernilai negatif, walaupun begitu ada salah satu "rules" yang dapat menjaga siswa autis ini yaitu guru pendamping. Dalam penelitian ini guru pendamping yang ditemukan adalah yang bersikap baik dan tegas tidak hanya kepada siswa didiknya tetapi juga peduli terhadap siswa-siswa reguler lainnya di kelas tersebut, walaupun terkadang kepeduliannya sering dinilai sebagai galak, keras dan disiplin. Hal-hal tersebut dapat dilihat melalui sikap guru pendamping yang selalu mengawasi objek penelitian (siswa autis), selalu memberikan pengertian kepada siswa reguler mengenai kondisi objek penelitian, dan bahkan terkadang meminta bantuan kepada siswa reguler untuk membantu objek dalam merubah karakteristik perilakunya.Hal ini menumbuhkan kolaborasi yang baik antara siswa autis, guru serta teman sebaya, sehingga walaupun persepsi mereka masih bernilai negatif tetapi mereka tidak dapat melakukan pola-pola perilaku tidak sosiai pada saat berinteraksi sosial.
130
2. Karena pola-pola tidak sosial dalam kegiatan berinteraksi sosial, merupakan pola-pola yang memiliki "Cap" buruk atau negatif oleh lingkungan, dan pada anak-anak usia 6-12 tahun hasrat akan penerimaan sosialnya sangat tinggi, mereka akan meniru apa yang dianggap baik oleh lingkungannya dan menjauhi apa yang dianggap buruk oleh lingkungannya. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa siswa-siswa reguler yang memiliki persepsi negatif tidak melakukan pola perilaku tidak sosial pada saat berinteraksi sosial dengan siswa autis, karena mereka takut tidak diterima secara sosial maka "ia" berperilaku yang sesuai dengan norma-norma yang sesuai di lingkungannya yaitu berperilaku dengan pola-pola sosial. Hal tersebut sesuai dengan !13ori perkembangan pada tahap kanak-kanak awal yang dijelaskan oleh Hudock (1991,262) bahwa Dalam tahap perkembangan kanak-kanak awal yang berkisar antara usia 6 hingga 12 tahun, mulai dikembangkan
si~:ap
hasrat untuk
penerimaan sosial.
5.3. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, ada beberapa saran untuk pihak sekolah, pihak orang tua objek serta bagi peneliti lanjutan yang tertarik pada tema inklusi, autisme, persepsi dan interaksi sosial, antara lain adalah:
131
1. Bagi pihak sekolah, yaitu: a) Sekolah sebaiknya dapat meningkatkan dan menjaga lingkungan yang kondusif bagi siswa regular dan siswa autis agar dapat berinteraksi sosial dengan pola-pola proses sosial. Misalnya dengan cara membuat kelompok-kelompok kecil ketika pelajaran berlangs.ung. b) Guru hendaknya diberikan pelatihan-pelatihan atau seminar-seminar dasar, khususnya yang berkaitan dengan autisme, contohnya: seminar tentang pengetahuan rnengenai autisrne, pelatihan rnengenai strategi dan kiat dalarn penanganan anak autisrne atau simulasi terapi perilaku bagi siswa autisme. Dengan adanya pelatihan-pelatihan tersebut diharapkan peningkatan kualitas guru dalam mengajar siswa-siswa berkebutuhan khusus terutama bagi siswa autis sehingga terjadi perubahan perilaku dari siswa autis ke arah yang positif dan berdampak perubahan persepsi dan interaksi sosial di antara siswa regular dengan siswa autis. Hal ini juga berpengaruh terhadap proses sosialisasi guru kepada siswa reguler mengenai siswa autis serta strategi dan metode yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan masing-masing siswanya. Sehingga hasil yang akan dicapai oleh siswa reguler dan siswa autis tidak terlalu
"timpan~1"
dan berdampak
pada perubahan persepsi siswa reguler terhadap siswa autis. c) Sekolah sebaiknya dapat mernberikan pengetahuan kepada siswasiswa reguler mengenai autisme, contohnya pengetahuan mengenai
132
bagaimana cara berkomunikasi dengan anak autis. Sehingga siswasiswa reguler tidak menjauhi siswa autis ketika bermain sehingga dapat menjaga atau bahkan menambah kondusif lingkungan yang sudah ada pada saat ini. d) Sekolah akan lebih baik jika memiliki sarana dan prasarana yang menunjang perkembangan siswa autis baik secara akademik maupun sosial. Misalnya disediakan ruangan khusus pada saat siswa-siswa autisme tempertantrum. Sehingga siswa reguler tidak melihat atau setidaknya meminimalisir penglihatan siswa reguler terhadap kekhasan pada perilaku-perilaku siswa autis. Dengan begitu diharapkan ada perubahan persepsi siswa reguler
ll~rhadap
siswa
autis. Selain itu sarana dan prasarana sekolah dapa1t juga dijadikan sebagai media pengembangan bagi siswa autis 2. Bagi Pihak guru pendamping, yaitu: a) Sebaiknya guru pendamping, membuat program belajar bagi anak didiknya secara tersusun dengan struktur yang jelas. dan rapi baik untuk bidang akademik maupun non-akademik. Yang dibagi kedalam program jangka panjang (misalnya 1 tahun) dan akan dijabarkan dalam program jangka pendek (misalnya: harian, mingguan atau bulanan). Sebaiknya dikonsultasikan kepada orang tua, sehingga apa yang diinginkan oleh orang tua dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya dengan adanya program belajar tersebut dapat dijadikan
DAFTAR PUSTAKA
Buku: Ahmadi, Abu. 1991. Psikologi Sosial. Jakarta: PT Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi, Prof.Dr. 2003. Manajemen Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta. Baron,A, R dan Donn Byrne. 2004. Psikologi Sosial, jilid 1, edisi kesepuluh, a.b. Ora Ratna Djuwita. Jakarta: Erlangga. Chaplin, J.P. 1981. Kamus Lengkap Psikologi, a.b. Kartini Kartono. Jakarta: Erlangga. Dalton, James H, Elias, Maurice J dan Abraham Wandersman. 2001. Community Psychology: Linking Individuals and Communities. California: Wadsworth Direktorat Pendidikan Luar Biasa Direktorat Jenderal Penclidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. 2004 a. Mengenal Pendidikan Terpadu: Pedoman Penyelenggaraan F'endidikan Terpadullnklusi, Vol 1. Hurlock B, Elizabeth. 1991. Perkembangan Anak, jilid 1, edisi keenam, a.b. Meitasari Tjandrasa dan Muslichah Zakarsih. Jakarta: Erlangga. Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri, llmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, jilid dua, edisi ketujuh. a. b. Widjaja Kusuma. Jakarta: Binarupa Aksara. Kountur, Ronny, D.M.S,Ph.D. 2007. Metode Penelitian, Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta:PPM. Kuncoro, 2003. Laboratorium Komputer Psikologi. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia. Lumbantobing,S.M. 2001. Anak Dengan Mental Terbelakang. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Luth,Nursal dan Daniel Fernandez. 2000. Sosiologi 1. Jakarta: PT Galaxi Puspa Mega. Mash J, Eric and David A Wolfe. 2005. Abnormal Child Psychology. Third Edition. USA: Thomson Wadsworth. Peeters, Theo. 2004. Autisme, Hubungan Pengetahuan TEioritis dan lntervensi Pendidikan Bagi Penyandang Autis. a.b. Oscar H Simbolon. Jakarta: PT Dian Rakyat. Robins,S,P. 2001. Organizational Behavioral. Ninith Edition. New Jersey: Prentice Hall.Inc. Saleh, Abdurrahman. 2004. Pengantar Psikologi Umum. ,lakarta: Kencana prees.
Santrock , John W. 2002. Life Span Development. Jilid 1 Jakarta: Penerbit Erlangga. Sarasvati. 2004. Meniti Pelangi, perja/anan seorang /bu yang tak kenal menyerah dalam membimbing puteranya keluar dari belenggu ADHD dan autisme. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Sevilla, et al. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Ab. Alirnuddin Tuwu. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Soekanto, Soerjono. 1990. Sosio/gi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. \Natson and Marcus. 1998. Diagnostic and Assessment in Autisme. London: Plenum Press.
Internet: Gemah Nuripah." Berinteraksi dengan Anak Autisme''. http://www.pikiranrakyat.com, 2004. Kompas. " Pendidikan Bagi Anak Autis". http://www.kompas.com, 2000. Pikiran - rakyat. "Layanan Pendidikan Untuk Anal< Cacat Perlu Ditingkatkan". http://www. pikiran-rakyat. com, 2004. Dikdasmen Depdiknas." Kebijakan Pelayanan Bagi Anak Autis". http://www.puterakembara.com, 2004. BM. "Bullying (perlakuan kasar)". http://www.puterakembara.com,2005.
Skripsi dan tesis: Soedarsono, Sri Utami Ayuningsih. "Pendidikan lnklusi dan Hubungannya dengan Perkembangan Komunikasi dan lnteraksi Sosial Pada Anak Autis (Penelitian Pada Beberapa Seka/ah Dasar)". Tugas Akhir S2, Universitas Indonesia. Depok:2005. Dewi, Anida Triana. Persepsi orang tua tanpa anak berkelJutuhan khusus terhadap penyelenggaraan pendidikan inklusif. Skripsi, Universitas Indonesia. Depok:2006. Molina, Yosi. Gambaran lnteraksi Sosia/ dengan Teman Sebaya Pada Remaja yang Mengikuti Pendidikan Homeschooling. Skripsi, Universitas lndonesia:2006
Laporan Penelitian: Ekapuri, Retno. "Pengaruh Program Kelompok Be/ajar Terpadu (KBT) Terhadap Peri/aku Beketjasama Siswa Usia Sekolc1h (Suatu Penelitian Tindakan yang dilakukan pada Siswa Reguter dengan Siswa Autisma di Ke/as lnklusi". Laporan Hasil Penelitian, Universitas Indonesia. Depok:2007. Tabloid atau Majalah: Agestu, Ike. 2008. Kisah sejati: Meski Autis, Aku Bisa Jadi Sarjana dan Mandiri. Majalah wanita Kartini: PT Kartini Cahaya Lestari.
DEP ARTEMEN AGAMA UNlYf<:RSITAS ISLAM NEGERI (UIN} SYARIF HlDA YATULLAH JAKARTA FAKULTAS PSlKOLOGI Kcrta Mukti No.S Circn
omor amp. ·al
: Gn.Ol/F71KM.01 3/ .9-'}
'fl- 12007
Jakarta, 17 September 2007
: Izin Penelitian Kepada Yth. Kepala Sekol2 l1 3DN 04 Pagi Gedong di Jakarta Timur Assalamu'abikrnn Wr. \Vb. Dengan honnat, kami sampaikan bahwa :
Nam a Tcmpat/Tgl Lahir Alama•
: Qurratul Aini : Jakarta, 27 Agustus 1985 : Jl.Wijaya Kusuma I No.14 Bekasi
adalah benar mahasiswa Fakultas Psikologi UIN SyarifHidayatullah Jakarta Semester 1''01110: Po'.(ok. Tahc:'1 Akademik Program
IX (Sembilar·) 103070029112 2007/2008 Strata 1 \S-1)
Sehubungan dengan tugas penyelesaian skripsi yang berj1udul : "H11bungan antara Persepsi dcngan Intcrak~i sosial sfowa reguler terhadap siswa Anhsme disekolah Inklusi." mahasis·Na tersebut m~merlukan izin Penelitian di lembaga yang B1rnak/lbu/Saudara pimpin. Oleh karena itu kami mohon k.e~~diaan Bapak/Ibu/Saudara untuk menerima mahasiswa tersebut dan mer.1b~rikai1 bantuannya. Demikian atas perhatian dan bantuan Bapak/Ibu/Saudara k.ami ucapkan terima ka;ih. Wassalamu'alaikt1m Wr. Wb. t\.n. Dekan .:;-c"Pembantu Dekan /,.. . Bidang Akademik
''
<:) _/
PEMERINTAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DINAS PENDIDIKAN DASAR
SEKOLAH DASAR NEGERI GEDONG 04 PAGI JI. Raya Conde!, Gedong - Jakarta Timur, Telp. (021) 8414 323 Kode Pos : 13760
~~~~~~~~~~~~~~~~~~-~~~~~~~~~~--
SURAT KETERANGAN No. 120 I 01. 815.029
Kepala Sekolah Dasar Negeri Gedong 04 Pagi Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur,dengan ini menerangkan bahwa: Nama Tempat/Tgl. Lahir Alamat Fakultas Semester NomorPokok Tahun Akademik Program Judul Skripsi
: : : : : : : : :
QURRATIJL AINl Jakarta, 27 Agustus 1985 JI. Wijaya Kusuma 1 Perumnas. I Bekasi Psikologi UIN SyarifHidayatullah Jakarta IX ( Sembilan) 103070029112 2006/2007 Starta 1 ( S-1 ) " Hubungan Antara Persepsi d{:ngan Interaksi Sosial Siswa Reguler Terhadap Siswa Autis Di Sekolah Inklusi (Penelitian Paida Siswa-Siswa Reguler kelas IV Di Sekolah Dasar Negeri Gedong 04 Pagi- Jakarta Timur"
Bahwa benar nama tersebut diatas telal\ melakukan penelitian untuk bahan penulisan skripsi di sekolah yang saya pimpin. Demikianlah surat keterangan ini dibuat agar dapat di pergunakan sebagaimana mestinya. Jakarta, 22 Diesember 2007
PEDOMAN WAWANCARA (Bagi Pihak Sekolah) : Wawancara
Metode
Hari/Tanggal: Selasa/13 November 2007 Sumber
: Bpk. Suwardi S.Pd selaku Kepala Sekolah SDN Gedong 04 Pagi
1. Nama kepala sekolah yang diwawancara? 2. Sudah berapa lama menjabat sebagai kepala sekolah? 3. Kapan peresmiannya dan dilakukan oleh siapa? 4. Berapa jumlah guru dan bagaimana perekrutannya? 5. Berapa jumlah siswa per kelas dan seluruh siswa? 6. Bagaimana cara sekolah menerima siswa baru, apahak pihak sekolah memiliki standart khusus dalam penerimaan siswa baru dan apakah pihak sekolah melakukan tes khusus sebelum menerima siswa baru? 7. Sejak kapan pihak sekolah menyelenggarakan pendidikan inklusi di sekolahnya? 8. Berapa jumlah siswa kebutuhan khusus yang dimiliki dan apa saja klasifikasinya? 9. Apa bentuk persiapan sekolah sebelum menerima anak autis? 10. Adakah pelatihan bagi para guru, kalau ada pelatihan apa saja yang telah diberikan?
11. Bagaimana prosedur pendataan kelas yang dilakukan pihak sekolah 12. Apa bentuk persiapan kelas sebelum memasukkan anak autis ke dalam kelas? 13. Bagaiamana kualitas kolaborasi antara guru dengan orang tua siswa dan apa saja bentuk kolaborasi tersebut? 14. Bagaimana kualitas kolaborasi antara pihak sekolah dengan orang tua siswa autisme dan apa saja bentuk kolaborasi tersebut? 15. Bagaimana bentuk kolaborasi antara orang tua dengan pihak sekolah dan apa saja bentuk kolaborasi tersebut? 16. Siapa saja yang membantu pendidikan siswa autis di sekolah, dan apa saja tugas masing-masing dari mereka? 17. Apa bentuk pelatihan yang diberikan pihak sekolah kepada siswasiswa regular dalam membantu anak-anak berkebutuhan khusus terutama autis? 18. Apa saja peran teman sebaya dalam membantu anak autis? 19. Bagaimana pelaksanaan pendidikan bagi siswa autis? 20. Sarana dan prasarana apa saja yang dimiliki oleh sekolah dalam membantu anak autis? 21. Apa strategi sekolah dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi anak autis? 22. Apa komitmen sekolah bagi siswanya yang autis?
PEDOMAN WAWANCARA (Bagi pihak Guru Pendamping) : V\/awancara
Metode
Hariffanggal: Selasa/13 November 2007 Sumber
: lbu Rifah (selaku guru pendamping objek penelitian)
1. Siapa nama guru pendamping yang diwawancara? 2. Sudah berapa lama menjadi guru pendamping? 3.
Sudah berapa lama menjadi guru pendamping ba9i objek?
4. Bagaimana pendapatnya mengenai objek? 5. Bagaimana perilaku objek pada saat awal masuk sekolah inklusi? 6. Adakah perubahan ciri-ciri perilaku objek setelah mengikuti sekolah inklusi? 7. Perilaku apa saja yang telah berubah dari objek setelah mengikuti sekolah inklusi? 8. Bagaimana bentuk interkasi yang dilakukan oleh objek?
IDENTITAS OBJEK Metode
: Wawancara/Angket
Hari/Tanggal : Waktu Sumber Lokasi
A. Data Anak
Nama lengkap
\?AyV
Nama panggilan
GA/\J
Jenis kelamin
L--Al< I - l-Akl
TempatTgllahir
APirJVG !2-0 HO
'
,
:j"
Anak ke
I
/SLAM
Suku bangsa:
JAwA.
Bahasa sehari-hari
lNI7o/\lJ>5t"'-
Tinggal dengan
o fl.AA! c;, : -::Jl H. !::-'CL.
B. Data Orang Tua
1997
~E'f!'E:M6i;::~
(_ SAW )
Agama
Alamat
7
3
dari
bersaudara
Tu A 0A/\J1DAJl2>
f'lS- _c;o
P4StR. Gui\lu.-.11..
p.T.02fi2
S'.1':Uff2\N
.
kp P.1.u-\e,.rr
l<::e<;.. CL HA-Alt.Gt';>
J/Efol<.. .
NamaAyah (KandunglHr17~)
Tempat Tgl Lahir
: -JAMf.2_~
I
20
Agama
l7LAIV1
Pendidikan terakhir :
,D. Ill
Pekerjaan
KAIZ7AWAAl
Ala mat
\ O'EM
;l\o\R:;t'\e,ttz
<;VSZl7TZ\
l_9/0
r
°PC2-i Httrn.N tAJ
Nama lbu
(KandungrprU~) Tempat Tgl Lahir
:---.J-:.4~(1...f.Z\
I
Ag ama
l'?LAH
Pendidikan terakhir :
!) . ll\
Pekerjaan
kA ti'.-~u.D\N
Ala mat
12> ADll'E:M0\'::R..
196;>
>"-°"SP\
IDoeM
C. Data Saudara
Nama
Umur
Jenis
Pendidikan
Keterangan
Kelamin fllAtJ
'
f'A.1J'-f2.._
lN 0!<-\A.N 1 Ay._J
\.::Es1A.RI
.,
7
r
S.D
.p
·-
Jakarta, /
(
.~ ...t:\:0.'!'.?.::~...
?:Df
an tua
)
RIWAYAT KELAHIRAN OBJEK
Metode
: Wawancara/Angket
Hari!Tanggal : Waktu Sumber Lokasi
A. Pra Natal
1. Kondisi kandungan 2. Gejala ketidaknormalan 3. Penyakit yang pernah di derita ibu saat hamil :
B. Natal
1. Umur kandungan
: Cukup/K_JJ.rang
2. Proses kelahiran
: (Biasa/j..ama/Stll~~ dengan cara (ttJ.c lfQperasij
3. Tempat kelahiran
: (Di-rumatrmmOiri/Di rumah sakit)
4. Di tolong oleh
&ii/AN
5. Kondisi bayi saat lahir
/\l DfW"lA l -
6. Gejala ketidaknormalan
C. Pasca Natal
1. Penyakit serius yang pernah di derita bayi pada tahun pertama kelahiran a)
b) c)
2. lmunisasi yang diperoleh 3. Dampak setelah imunisasi
: (LengkaplTl~ap)
3. Dampak setelah imunisasi a) b) c)
4. Penanganan setelah imunisasi a) b)
Jakarta, .. ~ ...-Y.-::-!~~--.~/ ra g tua
)
RIWAYAT PERKEMBANGAN OBJEK
: Wawancara/Angket
Metode
Harifranggal: Waktu Sumber Lokasi
A. Riwayat Makan : ( Yarriaak)
1. Menyusu pada ibu
3
°&ulAA!
3
14rl.u,J
hingga umur : : (Yat!T)daf<)
2. Minum susu kaleng
hingga umur : 3. Kesukaran pemberian makanan berupa
'7.11-)"u IZ- q_,.
4. Jenis makanan yang di konsumsi
P-> U A 1-( .
/'JAS ~ , Ll'
5. Makan nasi pada usia
l TA Hu.1v
B. Riwayat Perkembangan Fisik
1. Telungkup di usia
3~ 4
(?,uu...J
2.
Duduk di usia
9 - l\
\!. Llt.AN
3.
Berdiri di usia
12.~
4.
Berjalan di usia
5.
Berbicara kata-kata pertama usia
I? \~.,LAIJ
t 1>
I , S"
1AtiuAJ \,ZH{UN
6. Berbicara dengan kalimat lengkap
8
7. Kesulitan berbahasa
Ytt..
8.
Mom 11-.l 1;::._
Kesulitan dalam gerak
TAHu,J
f-lo.1.-.us
C. Riwayat Kesehatan
No
l
Nama Penyakit )/t;IV!AM
~01\Jl...4-1--j
Ket erangan
Usia
8
11-t
\/tr
+ \,:L14<-1
'7a7c«<
D. Toilet Training
1.
Dapat menagtur buang air kecil pada usia
.::;-
2.
Dilatih dengan cara
\<-e: We
3.
Dapat mengatur buang air besar pada usia :
$' ~HutJ
4.
Dilatih dengan cara
(:ce.... WL
f.A.HvA) ~e." ~M \i PWZ..
Ip.;-...s\
E. Faktor Sosial dan Personal
1.
Hubungan dengan saudara (kandung{.tirf7qi:igi
2.
Hubungan dengan teman
3.
Kegiatan anak bersama teman
4.
Hobi
5.
Minat
6. Aktivitas rekreasi 7.
Kegiatan anak di rumah
8.
Peran serta orang tua di rumah
9.
Kebiasaan unik anak
10. Cara ariak mengungkapkan keinginannya
~ ·,~ l{Ti, 'i'BM4"'J
MAtAI
'/,<.
~A-«.
M-oM04Nit-I f1Zt>'>£'$ ~!Ai'-
: l'7Af' jt=Mf'<>L-
:
l'l\:t;-.-.J,cw ~NJ
S<;:S
F. Riwayat Pendidikan
1.
Pernah masuk pusat terapi
ya.
2.
Masuk pusat terapi pada usia
c;
3.
Dimana
18'-Af ; W i 0\-12.4
4.
Lamanya
5.
Program yang diberikan pada pusat terapi
6.
Pelayanan anak di rumah
7.
Masuk TK usia
I-
\llrt.u Al
'L
'lA<-lLLAJ
17' Q>.(L4 ~$4
5"
'[AHu"1
•
8.
NamaTK
kA 1.L,-\ ~ ti"- - t I?
9.
Kesulitan di TK
Hl \7.£!l.. A
10. Masuk SD usia
7
11. Nama SD 12. Pernah tinggal kelas 13. Kesulitan di SD 14. Masuk sekolah inklusi sejak kelas
'f4
'7 D. pu l<. '?A 14l?M1 lc.c. :
~)
'r\r,i,..1c,
i;o S.iALt S.AC,. ~ 3
SJ;>
15. Bantuan yang diterima anak 16. Sikap anak terhadap guru 17. Sikap anak terhadap sekolah 18. Sikap anak terhadap masalah belajar
le"'"G
1(
Validitas persepsi Item-total Statistics
VAROOOOl VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAR00010 VAROOOll VAR00012 VAR00013 VAR00014 VAR00015 VAR00016 VAR00017 VAR00018 VAR00019 VAR00020 VAR00021 VAR00022 VAR00023 VAR00024 VAR00025 VAR00026 VAR00027 VAR000:<8 VAR00029 VAR00030
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
41.4074 41.8148 41. 7037 41. 6667 41. 7778 41.5926 41. 7037 41.7407 41. 7778 41.5556 41. 8519 41.5926 41.7407 41. 7778 41. 9630 41.7407 41. 7037 41.6296 41.7778 41. 8889 41. 8519 41.7778 41.4074 41. 2963 41.7037 41.8889 41.8148 41.7407 41. 6667 41.7407
61. 0969 55.6182 55.7550 58.2308 56.6410 59.2507 56.6011 54.4302 57.4872 56.0256 56 .1311 59.4815 54.4302 57.4103 57.8832 55 .1225 54.8319 54.9345 57.5641 56.8718 55.9003 56.6410 61.7123 61.0627 56. 6011 56.8718 57.8490 55.9687 55.3077 54.2764
Corrected
ItemTotal
Alpha if Item Deleted
Correlation
- . 0788 .6835 .6262 .2904 .5216 .1590 . 5104 .8210 .4043 .5964 .6309 .1291 .8210 .4149 . 4493 .7227 .7545 .7357 .3937 .5456 .6654 .5216 -.1661 - . 0791 .5104 . 5456 . 3649 .6043 .6839 . 7283
.9189 .9080 .9088 .9143 .9105 .9163 .9107 .9056 .9124 .9093 .9089 .9168 .9056 .9122 . 9117 .9072 .9067 .9070 .9125 .9103 .9084 .9105 .9201 .9177 .9107 .9103 .9129 .9092 .9078 .9067
Reliability Coefficients N of Cases Alpha
~
27.0 .9138
N of Items
30
Reliabilitas persepsi
Item-total Statistics Scale Mean if Item Deleted VAR00002 VAR00003 VAR00008 VAROOOlO VAROOOll VAR00013 VAR00014 VAR00016 VAR00017 VAR00018 VAR00020 VAR00021 VAR00025 VAR00028 VAR00029 VAR00030
21.1852 21.0741 21.1111 20.9259 21. 2222 21.1111 21.1481 21.1111 21.0741 21.0000 21.2593 21. 2222 21.0741 21.1111 21. 0370 21.1111
R E L I A B I L I T Y
Scale
Variance if Item Deleted
Corrected ItemTotal
if Item
Correlation
Deleted
28.6952 28.3020 27.1026 28.6097 29. 0256 27 .1026 29.4387 27.5641 27.3789 27.5385 29.5840 28.7949 28.9943 28.3333 27.7293 27.1026
A NA L Y S I S
Alpha
.5879 . 6298 .8820 .5771 . 5404 . 8820 .4252 .7868 .8145 .7773 .4463 .5888 .4953 . 631 7 .7390 .7586
.9316 .9307 .9242 .9320 .9327 .9242 .9356 . 9267 .9259 . 9269 .9347 .9316 .9340 .9306 .9279 .9273
S C A L E
A)
Reliability Coefficients 27.0
N of Cases
Alpha
~
.9340
N of Items
16
(A L P H
Validitas interaksi sosial
Item-total Statistics Scale Mean i f Item Deleted VAROOOOl VAR00002 VAR00003 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAROOOlO VAROOOll VAR00012 VAR00013 VAR00014 VAR00015 VAR00016 VAR00017 VAR00018 VAR00019 VAR00020
31.8519 31.9259 31.7778 31.7778 31.8148 31.8519 31. 77.78 31.8889 31.8889 31.7037 31. 8148 31.8889 31.7407 31.9259 31.7778 32.0000 31.7778 31.8519 31.8148 32.0000
Scale Variance
if Item Deleted 18.2849 16.9943 19. 7179 16. 8718 17.9259 17.9772 17.9487 17.4103 16.8718 19.6781 17.6952 18.9487 19.5071 16.8405 17.8718 20.4615 18.3333 17.8234 17.6952 17 .3846
Corrected ItemTotal Correlation
Alpha Item Deleted
if
.8092 .7917 .8254 .7866 .8034 .8050 .8027 . 7975 .7893 .8227 .8001 .8184 .8218 .7893 .8016 .8369 .8080 .8028 .8001 .8028
.3308 .6370 -.0108 .7642 .4396 .4091 .4563 .5411 .6829 .0114 .5014 .1596 .0502 .6773 .4776 -.1837 .3509 .4488 .501;1 .4455
Reliability Coefficients N of cases Alpha =
27.0 .8144
N of Items
20
Reliabilitas interaksi sosial Item-total Statistics Mean i f Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
20.0370 19.8889 19.9259 19.9630 19.8889 20.0000 20.0000 19.9259 20.0370 19.8889 19. 9630 19.9259 20 .1111
14 .1140 14.2564 15.0712 15.2678 15.2564 14.7692 14.1538 14.8405 13.8832 15.2564 14.8832 14.8405 14.4103
Scale
VAR00002 VAR00004 VAR00005 VAR00006 VAR00007 VAR00008 VAR00009 VAR00011 VAR00014 VAR00015 VAR00018 VAR00019 VAR00020
Corrected ItemTotal Correlation
Alpha if Item
Deleted
. 7239 .7806 .4984 .4235 .4679 .5491 .7271 .5666 .7918 .4679 . 5327 .5666 . 5320
.8760 .8742 .8872 .8908 .8884 .8849 .8759 .8840 . 8724 .8884 .8856 . 8840 .8869
Reliability Coefficients N of Cases Alpha
=
27 .0 .8912
N of Items
13
•
Jenis kelamin
•
Usia
•
Sudah berapa kali kalian sekelas dengan Bayu:
•
Apakah kalian memiliki kakak/adik yang bertingkah laku mirip seperti Bayu:
Assalamualaikum. Wr. Wb.
Adik-adik, perkenalkan nama kakak Qurratul Aini, kakak dari mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah, saat ini sedang melaksanakan penelitian dalam rangka menyelesaikan tugas akhir kuliah. Dimohon kesediaan adik-adik sekalian untuk mengisi pernyataan-pernyataan tersebut.
Dibawah ini, ada sejumlah pernyataan yang menggambarkan ciri-ciri perilaku salah satu teman kalian, kalian diminta untuk memilih salah satu jawaban dari empat alternatif jawaban yang telah tersedia, yang menurut kalian paling menggambarkan ciri-ciri perilaku teman kalian. Jawablah pernyataan ini dengan jujur, karena jawaban ini akan terjamin kerahasiannya.
Bacalah dan pahami setiap pertanyaan dibawah ini, kemudian beri tanda checklist (v') pada kotak yang menunjukkan pilihanmu. Pilihan jawaban yang disediakan adalah sebagai berikut: S
: Setuju
TS
: Tidak Setuju
NO
Pernyataan
Setuju
Tidak
(S)
Setuju (TS}
1
menurut saya "Bayu" memiliki teman akrab/sahabat
2
Saya merasa "Bayu" adalah seorang yang senang bermain sendirian
3
Saya sering mendengar "Bayu" tertawa ketika ada suatu kejadian lucu terjadi
4
Bayu akan tertawa atau tersenyum ketika ada sesuatu yang lucu terjadi
5
Saya merasa "dia" sering mengamuk dengan alasan yang saya ketahui
6
Saya sering melihat "Bayu" menghibur teman yang sedang bersedih
7
Saya merasa dicuekin ketika bermain bersama 11
8
Bayu!I
Sangat sulit bagi saya mengerti apa yang dibicarakan oleh dirinya
9
Menurut saya perilaku "Bayu" terlihat kaku
10
Saya dapat mengerti apa yang dibicarakan "Bayu"
11
Menurut saya "dia" sangat takut terhadap bunyibunyi yang keras
12
Bagi saya "Bayu" adalah orang yang banyak bergerak tanpa maksud dan tujuan yang jelas
13
Menurut saya, ketika "Bayu" terluka" ia tidak terasa sakit
-
14
Ketika ada sesuatu yang lucu terjadi "Bayu" serin9 terlihat cuek saja
15
Bayu memiliki banyak permainan yang sering "ia" lakukan
16
Ketika merusak barang milik temannya "Bayu" terlihat cuek saja
Dibawah ini, ada sejumlah pernyataan yang menggambarkan perilaku kalian terhadap teman kalian, kalian diminta untuk memilih salah satu jawaban dari em pat alternatif jawaban yang telah tersedia, yang menu rut kalian paling menggambarkan perilaku kalian. Jawablah pernyataan ini dengan jujur, karena jawaban ini akan terjamin kerahasiannya.
Bacalah dan pahami setiap pertanyaan dibawah ini, kemudian beri tanda checklist (v') pada kotak yang menunjukkan pilihanmu. Pilihan jawaban yang disediakan adalah sebagai berikut: P
: Pernah
TP
: Tidak Pernah
No
Pernyataan
Pernah
Tidak
(P)
pernah (TP)
1
Saya akan merusak hasil pekerjaan "Bayu'', jika pekerjaan "Bayu" lebih bagus dari diri kita
2
Saya akan memberitahukan perilaku buruk "Bayu" kepada teman-teman atau guru
3
Saya akan mengucapkan terima kasih kepada "Bayu" setelah meminjam barang miliknya
4
Saya akan Memukul "Bayu"duluan, karena
"gemes"
5
Saya akan membantu "Bayu" jika "ia" butuh pertolongan
6
Saya senang bekerja bersama Bayu dalam menyelesaikan sebuah tugas
7
Saya akan balas berkata kasar kepada "Bayu", setelah "ia" berbicara kasar kepada saya
8
Saya akan berkata kasar kepada "Bayu", untuk meledek dirinya
9
Saya akan berbagi n;iakanan dengan "Bayu"
10
Saya senang mencubit-cubit pipinya Bayu karena "gemes"
11
Saya akan menghibur "Bayu" ketika "ia" sedang bersedih
12
Saya akan balas memukul "Bayu", setelah "Bayu" memukul saya
13
Saya sering memakai alat permainan bersama
I dengan "Bayu"
-
• Jenis kelamin • Usia • Sudah berapa kali sekelas dengan Bayu •
Apakah kalian memiliki kakak/adik seperti Bayu
]AWABAN ANG KET PERSEPSI No 1 2 3
4 5 6
7 8 9
IO
11 12 13
14 15 16
AJternative jawaban
s s s s s s s s s s s s s s s s
]AWABAN ANG KET INTERAKSI SOSIAL No
TS
TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS TS
TS TS TS TS
I
2
3 4 5
6
7 8 9 10 11 12 13
Alternative jawaban p p p p p p p p p p p p p
TP TP TP TP TP TP TP TP TP TP TP TP TP
Data mentah penelitian pada skala persepsi
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 i8 19 20 21 22 23 24 25
1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 1 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2 2
2 1 2 2 1 2 1 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1
2
2
2 1 2 1 2 1 1
3 2 2 2
2
1 2 1 2 2 2
2
4 2 2 2 2
5 1 1
1
6 2 1 2
7 2 2 1 2
8 2 2 2 2
9 1 1 2
2
1 2
2
2
1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 1
2 2 2 1 2 1 1 2 1 2 1 2 1 1
2 2 1 2 2 1 2 1 1 1 2 2
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 1 2 2 1 1 2 1
1
2
2
2
1
2 1 1 1 2 1 1
1 2 2 1 2 1 2 1 1 2 2 2 2 1
2 1 2 1 2 1 2
1 2 2
2 1 2 2 2 2 1 1 2 1 2 1 1 2
2
2
1 2 1
2 2 2
2
2 2 2 2
2 2
2
10 1 1
2 2 2 2 1 2 1 2 1 1 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1 1 2
11 2 1 2 1 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2
2 2 1 1 2 2 2 2
12 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 1 1 2 2 2 2 1 2 1
13 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 2 1 1 2 2
14 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 1 1 1 2 2 2 1 2 1 2 2 1 2
15 1
1 2 2 2 2 1 2 2 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2 1 2 2
16 2 2 2
2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2
2 2 1
2 2 1 2 0 1 2
2
JML 27 26 30 29 32 28 26 28 27 26 27 29 26 25 26 29 22 25 24 24 26 25 25 27 27
Kategori Positif Neaatif Positif Positif Positif Positif Neaatif Positif Positif Neaatif Positif Positif Neaatif Neaatif Neaatif Positif Neaatif Neaatif · Neaalif Neaatif Neaatif Neaatif Neaatif Positif Positif
Jen is Ada/tidaknya kelamin laki-laki tidak ada perempuan tidak ada perempuan tidak ada laki-laki tidak ada laki-laki tidak ada laki-laki tidak ada oerempuan tidak ada oerempuan tidak ada perempuan tidak ada laki-laki tidak ada laki-laki tidak ada peremouan tidak ada oeremouan tidak ada peremouan tidak ada laki-laki tidak ada laki-laki tidak ada oeremouan tidak ada peremouan tidak ada laki-laki ada laki-laki tidak ada oeremouan tidak ada laki-laki tidak ada laki-laki tidak ada laki-laki tidak ada laki-laki tidak ada
Lamanva kelas 4 kelas4 kelas 4 kelas 3 kelas 3 kelas 3 kelas 3 kelas4 kelas 3 kelas 4 kelas 3 kelas 3 kelas 4 kelas 4 kelas 3 kelas 4 kelas 3 kelas 3 kelas 3 kelas 4 kelas 3 kelas 3 kelas 3 kelas 3 kelas 3
Data mentah penelitian pada skala interaksi sosial No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
1 2 1 1
23
2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 2 2 2 1 2 2 1
24 25
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2
3 2 2 2 2 2
4 1 2
1
5
2
7 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2
1
2
2
2
2
1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1
1 2
2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 1 1 1
2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 2 1 2
2 2 2
1
2
2
2
2
1
2
1
2 1
1 2 2 2
..,
~
1
6 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
1 2 2 2 2 2
8 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 1 1 2 1 2 1 2 2
10 2 2 2 2 2 2 1 2
11 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 1 2 1 2 2 1
12 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 1 1 2 2 2 2 1 2 2
13 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1
iml 24 24 23 24 26 25 22 23 24 25 26 24 19 25 20 22 20 23 24 23 22 21 22
kateaori Positif Positif Neaatif Positif Positif Positif Neoatif Neaatif Positif Pozitif Positif Positif Negatif Positif Neaatif Negatif Negatif Negatif Pasitif Negatif Neaatif Neaatif Negatif
jenis kelamin laki-laki oeremouan peremouan lakHaki laki-laki laki-Jaki oeremouan peremouan peremouan laki-laki laki-laki perempuan perempuan perempuan laki-laki laki-laki perempuan perempuan laki-laki laki-laki oeremouan laki-laki laki-laki
ada/tidaknva tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidakada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada ada tidak ada tidak ada tidak ada tidak ada
lamanva kelas 4 kelas 4 kelas 4 kelas 3 kelas 3 kelas 3 kelas 3 kelas 4 kelas 3 kelas 4 kelas 3 kelas 3 kelas 4 kelas 4 kelas 3 kelas 4 kelas 3 kelas 3 kelas 3 kelas 4 kelas 3 kelas 3 kelas 3
2
9 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2
2
2
2 1 1 2
2
2
2
2
2
2
2
24
Pasitif
laki-laki
tidak ada
kelas 3
1
2
2
2
2
1
2
22
Negatif
laki-laki
tidak ada
kelas 3
2 2
1
2 2 2 1 2 1 1 1 2
2
DOKUMENTASI A. Penyelenggaraan komponen pendidikan inklusi
(Papan nama dan gedung sekolah SON Gedong 04 pagi)
(Beberapa ruangan yang memiliki multifungsi,misalnya: Ruang perpustakaan yang digabung dengan ruang seni tari dan media center serta ruang Unit Kesehatan Siswa (UKS) yang digabung dengan dapur sekolah)
(Ruang kelas 4 yang menerima siswa berkebutuhan khusus)
(Kegiatan buka puasa bersama, merupakan salah satu bentuk kolaborasi antara orang tua dengan pihak seikolah)
(Ruang Media Center, merupakan hasil dari kolaborasi antara orang tua Anak-anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dengan pihak sekolal1)
(Pengadaan Shadow Teacherserta guru Bantu yang disediakan oleh Departemen Pendidikan Nasional (DIKNAS) bagi siswa-siswa berkebutuhan khusus, merupakan salah satu bentuk kolaborasi antara orang tua dengan pihak sekolah berkaitan dengan kondisi anaknya)
B. Perilaku autistik objek penelitian
(Siswa autis yang bernama Bayu Adinugroho yang akrab disapa Bayu)
(Bayu sedang menghisap jempol, dilakukan setelah rnelakukan perilaku stereotipik yaitu mengepak-epakkan tangannya ke muka.)
(Bayu menutup kuping, ketika mendengar suara pesawat, merupakan salah satu kelainan pada respon terhadap sensori terutama terhadap suara-suara keras dan 'bising')
(Bayu berbicara sendiri ketika sedang berkhayal, merupakan karakteristik pada gangguan kamunikasi)
(Bayu sedang asyik bermain sendiri, merupakan karakteristik pada gangguan berinteraksi sosial)
C. lnteraksi sosial subjek penelitian terhadap objek penelitian (siswa regular terhadap siswa autisme)
(Bayu bermain raket bersama dengan teman-temannya.merupakan perilaku sosial dalam bentuk kerjasama)
(Beberapa perilaku ramah siswa-siswa reguler terhadap siswa autis yang termasuk dalam pola-pola perilaku sosial, diantaranya menemani Bayu makan sambil ngobrol)
(Berfoto bersama setelah mengajarkan Bayu bermain sepeda, tE;rmasuk dalam pola-pola perilaku sosial dalam bentuk perilaku empati)
(Seorang teman Bayu sedang men'jahili' Bayu dengan cara memencet hidung Bayu.merupakan perilaku tidak sosial dalam bentuk agresi)