MDVI
Vol. 40 No.4 Tahun 2013: 174-181
Laporan Kasus
HISTOPLASMOSIS DISEMINATA AKUT PADA PASIEN AIDS Sri Lestari*, Nurdjannah J. Niode*, Agung Nugroho**, Janno Bernardus***, Meilany F.D**** *Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, ** Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam ***Departemen Parasitologi ****Departemen Patologi Anatomi FK Universitas Sam Ratulangi/RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou, Manado
ABSTRAK Histoplasmosis diseminata akut (HDA) merupakan infeksi jamur oportunistik, disebabkan oleh Histoplasma capsulatum, ditularkan melalui inhalasi, dan lebih sering terjadi pada infeksi HIV yang tidak diterapi. Lesi kulit ditemukan pada 5-25% pasien. Pemeriksaan histopatologis dan biakan membantu menegakkan diagnosis. Prognosis dipengaruhi jumlah sel CD4 dan terapi antijamur. Seorang laki-laki, 48 tahun, pasien AIDS dengan antiretroviral hari ke-4, gemar berburu di hutan, sejak 3 minggu timbul papul dan nodus eritematosa, multipel generalisata, sebagian menyerupai lesi moluskum, sebagian terdapat krusta di puncaknya, tidak gatal ataupun nyeri. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan CD4 8 sel/µL, anemia, trombositopenia, dan peningkatan kadar enzim hati. Pada Rontgen dada postero-anterior ditemukan bronkopneumonia. Pemeriksaan sputum 3x tidak menemukan bakteri tahan asam. Histopatologis dan biakan darah sesuai dengan histoplasmosis. Diberikan terapi oral itrakonasol 3 kali 200 mg sehari selama 3 hari, dilanjutkan dengan 2 kali 200 mg sehari. Pada hari ke-28 terapi, pasien meninggal dunia. Risiko HDA lebih tinggi pada pasien AIDS dengan CD4 <50 sel/µL. Berbeda dengan lesi kulit, pneumonia ditemukan pada lebih dari separuh pasien HDA. Yeast dalam makrofag pada pemeriksaan histopatologis dan tuberculate macrokonidia dari koloni pada biakan jamur dapat membantu menegakkan diagnosis. Prognosis pasien ini buruk karena jumlah CD4 yang sangat rendah. (MDVI 2013; 40/4: 174-181) Kata kunci: histoplasmosis diseminata akut, AIDS, CD4
ABSTRACT Acute disseminated histoplasmosis (ADH) is an opportunistic mycosis caused by Histoplasma capsulatum, through inhalation, more often in untreated AIDS patient. Skin lesions occur in 5-25% patients. Histopathologic examination and culture can help to definite diagnosis. The prognosis depends on CD4 count and antifungal therapy. A 48-year-old man, diagnosed as AIDS (on day-4 of antiretroviral treatment), fond of hunting in the forest, noted erythematous papules and small nodules, some molluscum-like lesions, some covered with central crust almost all over the body since 3 weeks ago. No pruritus nor painful. Laboratory examination revealed 8 cells/µL of CD4, anemia, thrombocytopenia and elevation of liver enzymes. Chest X-ray PA revealed bronchopneumonia. Acid fast bacilli from sputum 3x were negative. Histopathologic and blood culture results consistent with histoplasmosis. Oral itraconazole 200 mg TID for three days then 200 mg BID was given. On 28th day of treatment, the patient died. Higher risk of ADH occurs in AIDS patient with CD4 <50/µL. In contrast with skin lesions, pneumonia was found in more than half cases of ADH. Yeast within macrophages in histopathologic findings and tuberculate macroconidia from colony in culture can help the diagnosis definition. The prognosis is poor because the CD4 count in this patient is very low. (MDVI 2013; 40/4: 174-181) Keywords: acute disseminated histoplasmosis, AIDS, CD4 Korespondensi: Jl. Raya Tanah Wangko, Manado Telp/Fax: 0431-834164 Email :
[email protected]
174
S Lestari dkk.
PENDAHULUAN Histoplasmosis diseminata akut (HDA) merupakan infeksi jamur oportunistik yang disebabkan oleh Histoplasma capsulatum (H. capsulatum),1,2 dijumpai pada lebih sering terjadi pada pasien AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) yang tidak di terapi.1 Semua orang dapat terkena histoplasmosis melalui inhalasi, tetapi orang-orang yang imunokompromais atau usia sangat muda atau sangat tua lebih rentan terinfeksi diseminata.1,3-5 Spektrum histoplasmosis berkisar dari asimtomatik atau ringan, yang dapat sembuh sendiri pada individu imunokompeten sampai infeksi diseminata yang parah pada individu imunokompromais misalnya AIDS.6 Pada infeksi primer akut, 90% pasien tidak menunjukkan gejala (asimtomatik)4,7 atau hanya terlokalisasi di paru dan biasanya tidak terdeteksi.8 Jika spora terhirup dalam jumlah banyak dapat terjadi influenza-like syndrome berupa demam, fatique, batuk-batuk, sakit kepala, dan nyeri sendi.1,2,4,9 Histoplasmosis diseminata akut dapat menunjukkan gejala klinis berupa demam, penurunan berat badan, lemas badan, sesak nafas, kadang disertai pembesaran kelenjar getah bening dan penyebaran ke organ-organ lain.1,2,4 Lesi kulit hanya ditemukan pada 5-25% kasus,3 umumnya tidak spesifik,10 dapat berupa papul, nodus kecil, plak, lesi mirip moluskum, kemudian dapat berkembang menjadi ulkus dangkal.1,4 Diagnosis histoplasmosis ditegakkan berdasarkan temuan intracellular yeast-like cells berukuran kecil pada dahak, darah tepi, sumsum tulang, dan spesimen biopsi. Untuk identifikasi organisme penyebab sebaiknya dilakukan biakan.1 Pemeriksaan penunjang lain berupa tes serologi, tes deteksi antigen, polymerase chain reaction (PCR)11 dan foto toraks.4 Berikut ini akan dilaporkan satu kasus histoplasmosis diseminata akut pada laki-laki berusia 48 tahun dengan AIDS, dengan tujuan untuk membahas HDA pada pasien AIDS yang jarang ditemukan dan merupakan kasus kedua yang ditemukan di SMF Kulit dan Kelamin BLU RSUP Prof.Dr.R.D. Kandou Manado.
LAPORAN KASUS Seorang laki-laki, 48 tahun, pendidikan terakhir SLTA, pegawai negeri sipil, suku Minahasa, sedang dalam perawatan di bagian Penyakit Dalam, dikonsulkan ke bagian Kulit dan Kelamin dengan keluhan utama bintil dan benjolan-benjolan kecil berwarna kemerahan pada hampir seluruh tubuh.
Histoplasmosis diseminata akut pada AIDS
Pada anamnesis didapatkan keluhan bintil dan benjolan-benjolan kecil berwarna kemerahan di wajah, kedua telinga, dan leher yang sudah dialami 3 minggu, kemudian menyebar ke kedua anggota gerak atas, badan, dan anggota gerak bawah, sebagian terdapat luka di atasnya, tidak terasa gatal ataupun nyeri. Pasien juga mengeluh sesak nafas dalam waktu dua setengah bulan. Sesak dirasakan terus menerus, saat istirahat maupun saat beraktivitas, disertai batuk tidak berdahak. Sesak semakin hebat sejak beberapa hari sebelum masuk rumah sakit (MRS) sehingga pasien harus dirawat. Keluhan di atas disertai dengan nyeri saat menelan, sariawan, diare, penurunan berat badan (±10-15 kg), lemas badan dan demam yang naik turun sepanjang hari dalam 3 bulan tersebut. Tidak ada gangguan buang air kecil. Riwayat keringat malam, nyeri sendi, timbul benjolan di ketiak dan selangkangan disangkal. Riwayat alergi obat dan makanan, bersin-bersin pagi hari dan bersin karena debu, maupun asma disangkal. Pasien pernah dirawat satu setengah bulan sebelumnya selama 3 minggu di bagian Penyakit Dalam RSUP Prof. dr. R.D. Kandou, Manado dan didiagnosis sebagai retroviral disease tetapi pasien masih belum bersedia untuk memulai terapi antiretroviral. Terapi yang diberikan berupa kotrimoksasol (sanprima®) 3x2tab, flukonasol (cryptal®) 1x200mg, levofloksasin 2x500mg. Tidak terdapat riwayat trauma atau operasi. Juga tidak terdapat riwayat kencing manis, darah tinggi, dan paru-paru basah (TBC), maupun infeksi menular seksual. Pasien sudah menikah, heteroseksual, terdapat riwayat promiskuitas dengan wanita penjaja seks. Hubungan seksual dilakukan secara genito-genital, tanpa kondom. Tidak ada riwayat penggunaan narkoba suntik, tatoo ataupun transfusi darah. Istri dan ketiga anak pasien belum bersedia diperiksa HIV. Pasien memiliki hobi berburu hewan di hutan di Amurang, terakhir berburu 5 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pada pemeriksaan fisis didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 104 x/menit, respirasi 32 x/menit, suhu 37.9oC. Pada pemeriksaan umum didapatkan anemis pada konjungtiva mata, retraksi interkosta pada toraks disertai ronkhi pada kedua paru, lain – lain dalam batas normal. Tidak dijumpai tanda-tanda meningismus. Pada hampir seluruh tubuh didapatkan papul dan nodus eritematosa, sebagian hiperpigmentasi, sebagian menyerupai lesi moluskum, multipel, sebagian diskret dan ada yang berkelompok, beberapa terdapat krusta di puncaknya. Pada regio labialis, bukalis dan palatum durum terdapat erosi dan papul eritema, multipel. Pada regio lingualis didapatkan plak berwarna putih.
175
MDVI
Pemeriksaan penunjang hapusan lidah dengan pewarnaan gram mendapatkan spora dan budding cell serta pseudohifa. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia (hemoglobin 9.5 gr/dL), eritrosit berkurang menjadi 3.57 x 106/mm3, hematokrit 28.1 x 103/ mm3 (menurun/ berkurang), trombositopenia (142 x 103/ mm3), SGOT 124 U/L, SGPT 46 U/L, protein total 5 g/dL, albumin 2.1 gr/dL, Na 124 mmol/L, Cl 96.8 mmol/L, CD4: 8 sel/µL, pemeriksaan lainnya dalam batas normal. Pemeriksaan untuk malaria menunjukkan hasil negatif. Hasil foto rontgen toraks postero-anterior (PA) menunjukkan infiltrat paru bilateral, memberi kesan bronkopneumonia dan kemungkinan tuberkulosis paru masih belum dapat disingkirkan (Gambar 2).
Vol. 40 No.4 Tahun 2013: 174-181
Pemeriksaan sputum 3x dengan pewarnaan Ziehl Nielsen untuk basil tahan asam memberikan hasil negatif. Gambaran histopatologis sediaan biopsi yang berasal dari papul di lengan kanan atas dengan pewarnaan HE menunjukkan pada dermis superfisial sampai profunda ditemukan patchy infiltrate yang terdiri atas sebukan sel-sel radang mononuklear terutama di sekitar pembuluh darah. (Gambar 3A) Pada pembesaran lebih lanjut tampak di dalam makrofag dan sekitarnya, bentukan spora, bulat, kecil, basofilik, dikelilingi oleh halo (Gambar 3B). Pewarnaan PAS positif untuk jamur (Gambar 4). Sehingga disimpulkan diagnosis sesuai dengan histoplasmosis.
Gambar 1. Papul, nodus eritematosa, multipel, sebagian hiperpigmentasi, sebagian menyerupai lesi moluskum di hampir seluruh tubuh. Pada regio lingualis didapatkan plak berwarna putih
176
S Lestari dkk.
Histoplasmosis diseminata akut pada AIDS
Gambar 2. Foto rontgen toraks PA tampak infiltrat paru bilateral, memberi kesan bronkopneumonia
Gambar 3. Pemeriksaan histopatologis dengan pewarnaan HE A. Dermis superfisial sampai profunda ditemukan patchy infiltrate terdiri atas sebukan sel-sel radang mononuklear terutama perivaskuler (pembesaran 10x10) B. Tampak bentukan spora, bulat, kecil, basofilik, dikelilingi oleh halo di dalam makrofag (pembesaran 10x100)
Gambar 4. Pewarnaan PAS dari biopsi kulit didapatkan positif untuk jamur (pembesaran 10x100)
177
MDVI
Vol. 40 No.4 Tahun 2013: 174-181
A. Pada suhu 370C tampak koloni yeast warna putih-coklat muda B. Pada suhu kamar tampak koloni warna putih, seperti kapas dengan latar belakang coklat pucat
Gambar 5. Hasil biakan darah secara makroskopis
Gambar 6. Pemeriksaan hasil biakan secara mikroskopis A) Pada suhu kamar tampak hifa panjang, mikrokonidia berbentuk oval di pinggir hifa, dan makrokonidia besar berbentuk tuberculate B) Pada suhu 37oC tampak spora berbentuk bulat/oval dengan dinding tebal
Biakan darah pada suhu kamar 25-28oC secara makroskopis menunjukkan koloni warna putih, seperti kapas dengan latar belakang coklat pucat, tumbuh lambat dalam 7 hari. Secara mikroskopis tampak hifa panjang, mikrokonidia berbentuk oval di pinggir hifa, dan makrokonidia besar berbentuk tuberculate. Pada suhu 37oC ditemukan koloni yeast warna putih-coklat muda secara makroskopis, dan sel spora berbentuk bulat/oval dengan dinding tebal secara mikroskopis. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan penunjang, pasien ini didiagnosis sebagai HDA dan kandidiasis oral pada AIDS. Pasien sedang dalam terapi antiretroviral hari ke4. Terapi lain berupa kotrimoksasol 480 mg 3x2 tablet kemudian diturunkan menjadi 1x2 tablet; itrakonasol 100 mg 3x2 selama 3 hari kemudian menjadi 2x2 kapsul; parasetamol
178
500 mg 3x1 tablet (jika suhu ≥38.5oC), acetylcysteine (fluimucil®) 3x1 tablet. Prognosis buruk pasien secara quo ad vitam, quo ad functionam dan quo ad sanationam.
PEMBAHASAN Histoplasmosis diseminata akut (HDA) merupakan infeksi jamur oportunistik yang disebabkan oleh H. capsulatum.1,2 Daerah endemis histoplasmosis ditemukan di lembah sungai Ohio dan Mississippi Amerika Serikat, Karibia, Afrika 1,2,4,10 beberapa bagian Australia2,7, Eropa dan Asia Tenggara.4,6,7,12-14 Hasil tes kulit (histoplasmin skin test) positif pada 80% penduduk yang tinggal di daerah endemis terutama di Amerika Serikat.1,2 Histoplasma merupakan jamur dimorfik yang terbagi atas 2 varian yaitu H. cap-
S Lestari dkk.
sulatum var capsulatum dan H. capsulatum var duboisii. H. capsulatum var capsulatum berukuran diameter yeast yang lebih kecil.1,2 Jamur ini banyak ditemukan di tanah yang asam, lembab,4,6 mengandung nitrogen yang tinggi,5,17 tanah yang terkena kotoran burung atau kelelawar.1,5,18,19 Histoplasmosis sering ditemukan pada orang yang menggali tanah di gua ataupun yang pekerjaannya berhubungan dengan burung dan kelelawar.1,2,4 Pasien memiliki hobi berburu burung dan kelelawar di hutan. Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) merupakan stadium akhir dari infeksi yang disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV). Cara penularan dapat melalui kontak seksual dengan orang yang terinfeksi, pajanan dengan darah yang terkontaminasi (pemakaian jarum suntik yang bergantian), atau transmisi perinatal dari ibu yang terinfeksi ke anaknya.15,16 Human immunodeficiency virus menyerang sel yang memiliki antigen permukaan CD4, terutama sekali limfosit T yang berperan penting dalam mempertahankan sistem kekebalan tubuh. Selain itu virus juga dapat menginfeksi sel monosit dan makrofag, sel Langerhans kulit, makrofag alveoli paru, sel retina dan sel-sel mikroglia otak. Virus yang masuk ke dalam limfosit T selanjutnya mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri. Kelumpuhan sistem kekebalan tubuh ini mengakibatkan timbulnya berbagai infeksi oportunistik yang mengancam jiwa pasien. Pasien yang terinfeksi HIV sering tidak terdeteksi dan baru berobat setelah stadium lanjut setelah terjadi infeksi oportunistik yang membahayakan jiwa, sedangkan obat antiretroviral belum efektif pada pasien.6 Selain infeksi oportunistik, untuk mendiagnosis AIDS dapat juga berdasarkan temuan ensefalopati, sindrom kelelahan yang berkaitan dengan AIDS, dan hitungan CD4 < 200 sel/µL.16 Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis HIV antara lain adalah pemeriksaan serologi Western blot analysis, enzymelinked immunosorbent assay (ELISA), dan rapid antibody test.15 Pasien seorang pria heteroseksual, sudah menikah, dengan riwayat promiskuitas tinggi bersama wanita penjaja seks. Hubungan seksual dilakukan secara genito-genital, tanpa kondom. Rapid antibody test memberikan hasil reaktif, hitung CD4 8 sel/µL, dan infeksi oportunistik HDA menjadi dasar diagnosis AIDS pada pasien ini. Pasien AIDS dengan CD4 <150 sel//µL berisiko lebih besar untuk terinfeksi histoplasmosis6, dan HDA sering ditemukan pada CD4 <50 sel/µL.15 Cara infeksi histoplasmosis melalui inhalasi mirokonidia dari tanah yang terkontaminasi.1,4,6,20 Mikrokonidia di dalam makrofag alveoli paru berubah menjadi yeast,4,21 yang akan bereplikasi dengan cara budding di dalam makrofag. Imunitas spesifik (T helper) mengaktivasi makrofag 10-21 hari setelah infeksi, dan dibutuhkan untuk membunuh organisme.22 Selain di paru pada individu dengan gangguan imunitas selular terdapat infeksi di tempat lain akibat penyebaran secara hematogen melalui sistem
Histoplasmosis diseminata akut pada AIDS
retikuloendotelial2,4,21,22 misalnya hati, limpa, kelenjar limfe, sumsum tulang, dan juga mukokutan.2,5,21 Pada pasien HIV/AIDS, terutama dengan hitung CD4 yang rendah, telah terjadi penurunan fungsi makrofag sehingga aktivitas antijamur makrofag kurang efisien dan memudahkan pertumbuhan jamur intraseluler.17 Lesi kulit dapat timbul akibat pembentukan kompleks imun yang terjadi pada infeksi primer, penyebarluasan infeksi paru1,2 atau inokulasi langsung di kulit, namun hal ini jarang ditemui.1-3,10 Masa inkubasi HAD berlangsung selama 2 bulan.4 Gejala klinis yang ditemui pada HDA berupa penurunan berat badan yang progresif, disertai demam,1,4 kemudian akan timbul keluhan batuk, nyeri dada dan sendi, disertai penyebaran yang cepat dan luas ke organ–organ dalam, dan menyebabkan pneumonia, sepsis, meningitis, dan kegagalan fungsi ginjal. Pada pemeriksaan fisis dapat juga ditemukan hepatosplenomegali, dan pembesaran kelenjar getah bening.1,20,23,24 Gutierrez et al23 menemukan gejala tersering HDA adalah demam (92%), diikuti dengan gejala saluran pernafasan (63.5%), penurunan berat badan (62.5%), dan diare (52%). Pasien mengeluh demam, sesak nafas, batuk-batuk, penurunan berat badan, dan diare sejak dua setengah bulan sebelumnya. Lesi kulit hanya ditemukan pada 5-25% pasien HDA,3 umumnya tidak spesifik,10 dapat berupa papul, nodus kecil, plak, lesi mirip moluskum, kemudian dapat berkembang menjadi ulkus dangkal.1,4 Lesi mulut terjadi pada 30-60% pasien HDA, bervariasi dari papul, patch yang berkembang menjadi ulkus atau lesi vegetasi.18 Pada pasien, ditemukan papul dan nodus eritema, sebagian hiperpigmentasi, sebagian menyerupai lesi moluskum, multipel, sebagian diskret dan ada yang berkelompok, beberapa terdapat krusta di puncaknya. Tidak terdapat rasa nyeri dan gatal. Di mulut ditemukan papul eritematosa dan erosi pada palatum durum. Studi oleh Gutierrez dkk.23 menemukan bahwa pada pemeriksaan fisis dapat menunjukkan hepatosplenomegali (42.3%), adenopati (19.2%), dan lesi kulit (17.3%); sedangkan pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan peningkatan enzim transaminase (48%) dan pansitopenia (34,6%). Peningkatan enzim transaminase pada pemeriksaan fungsi hati dapat merupakan salah satu penunjang diagnosis HDA.25 Pada pasien ini tidak didapatkan pansitopenia, namun terdapat anemia dan trombositopenia ataupun peningkatan enzim transaminase. Diagnosis histoplasmosis ditegakkan berdasarkan temuan intracellular yeast-like cells berukuran kecil pada dahak, darah tepi, sumsum tulang, dan spesimen biopsi, sedangkan untuk identifikasi organisme sebaiknya dilakukan biakan.1 Pemeriksaan lain adalah tes serologi, tes deteksi antigen, polymerase chain reaction (PCR)11 dan rontgen toraks.4 Pada spesimen biopsi HDA, bentuk yeast bermultiplikasi di dalam makrofag, menyebabkan lisis dan infeksi makrofag lainnya.17 Gambaran histopatologis yang khas berupa bentukan jamur kecil di dalam makrofag, selselnya berukuran 2-4 µm, berbentuk oval dengan ujung
179
MDVI
mengecil,1 dikelilingi oleh halo.10,21 Hasil pemeriksaan histopatologis, jaringan kulit dermis superfisial sampai profunda pasien ini ditemukan patchy infiltrate yang terdiri atas sebukan sel-sel radang mononuklear terutama di sekitar pembuluh darah. Pada pembesaran lebih lanjut tampak bentukan spora, bulat, kecil, basofilik, dikelilingi oleh halo di dalam makrofag dan sekitarnya. Pewarnaan PAS positif untuk jamur. Dengan demikian dapat disimpulkan sesuai dengan histoplasmosis. Diagnosis berdasarkan biakan terbatas karena tingkat kepositifan yang rendah dan organisme tumbuh lambat sampai dengan 6 minggu. Pada pasien AIDS, biakan dapat tumbuh lebih cepat karena jumlah organisme yang sangat banyak.17 Biakan sumsum tulang menunjukkan angka kepositifan yang lebih tinggi (>75%) dibandingkan biakan dari darah (50-70%).23 Pada biakan didapatkan jamur dimorfik yang pada suhu kamar tumbuh koloni berwarna putih seperti kapas, dan secara mikroskopis didapatkan dua tipe spora. Tipe pertama berupa makrokonidia berukuran 815µm, bulat, bentuk tuberculate merupakan ciri khasnya, dan tipe kedua berupa mikrokonidia yang infeksius, berbentuk oval, berukuran lebih kecil (2-4 µm).1,2,14 Biakan darah pasien ini pada suhu kamar 25-28oC menunjukkan koloni warna putih, seperti kapas dengan latar belakang coklat pucat secara makroskopis dan tumbuh lambat dalam 7 hari. Secara mikroskopis terlihat hifa panjang, mikrokonidia berbentuk oval di pinggir hifa, dan makrokonidia besar berbentuk tuberculate. Pada suhu 37oC ditemukan koloni yeast warna putih-coklat muda selain makroskopis, dan sel spora berbentuk bulat/oval dengan dinding tebal secara mikroskopis. Hasil biakan sesuai dengan histoplasmosis. Pneumonia ditemukan pada lebih dari setengah kasus HDA.26 Foto toraks dapat menunjukkan gambaran infiltrat interstitial yang difus atau infiltrat reticulonodular.1,26 Pada pasien ini sudah dilakukan foto rontgen toraks PA dengan hasil infiltrat paru bilateral, serta memberi kesan bronkopneumonia, namun kemungkinan tuberkulosis paru masih belum dapat disingkirkan. Pemeriksaan sputum 3x dengan pewarnaan Ziehl Nielsen untuk basil tahan asam memberikan hasil negatif. HDA dapat didiagnosis banding dengan infeksi jamur sistemik lainnya misalnya Penicilliosis, Coccidioidomycosis dan Cryptococcosis.4 Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis pasien didiagnosis sebagai HDA, namun infeksi jamur sistemik lainnya masih belum dapat disingkirkan. Hasil histopatologis pasien yang berupa intracellular yeast berukuran kecil dalam makrofag, menyebabkan diagnosis banding coccidioidomycosis (spherules dengan endospora)1,2,4 dan cryptococcosis (budding cells yang memiliki kapsul)1,2 dapat disingkirkan. Namun Penicillium marneffei (P.marneffei) memberi gambaran bentukan jamur berukuran kecil (kadang ditemukan septum) di dalam makrofag, dan pada pemeriksaan histopatologis menyerupai histoplasmosis, sehingga sebaiknya dilakukan biakan untuk menegakkan diagnosis.1,2 Penicillium Marneffei dan H.capsulatum
180
Vol. 40 No.4 Tahun 2013: 174-181
merupakan jamur dimorfik pada biakan namun diagnosis banding Penicilliosis dapat disingkirkan karena P.marneffei membentuk koloni berwarna hijau atau abu-abu pada suhu kamar, dan terdapat temuan khas Penicillium conidiophores secara mikroskopis pada koloni tersebut.1,2 Kandidiasis oral merupakan salah satu dari sekian banyak infeksi oportunistik yang paling sering ditemukan pada AIDS. Kandidiasis dapat ditemukan pada 90% pasien HIV yang tidak menerima terapi antiretroviral aktif.1,26 Makin rendah hitung CD4, makin tinggi risiko terkena kandidiasis, meskipun penyakit ini biasanya terjadi pada pasien HIV dengan hitung CD4 200-400 sel/µL.26 Apusan lidah pasien ditemukan budding cell dalam jumlah banyak sehingga menunjang diagnosis kandidiasis oral. Pengobatan HDA meliputi 2 fase, fase induksi dan fase pemeliharaan. Fase induksi merupakan fase sterilisasi yang bertujuan untuk membunuh jamur yang beredar di sirkulasi. Fase pemeliharaan dengan anti-jamur jangka panjang umumnya diperlukan bagi semua pasien AIDS agar tidak terjadi relaps.5,10,25 Terapi lini pertama HDA sedang berat sampai berat adalah liposomal amphotericin B (3 mg/kgBB/hari) selama 1-2 minggu, diikuti pemberian itrakonasol oral (3 x 200 mg selama 3 hari, diikuti dengan 2 x 200 mg, dengan total pemberian minimal selama 12 bulan).25 Pada pasien yang berisiko rendah mengalami nefrotoksik, dapat diberikan deoxycholate amphotericin B (0.7-1.0 mg/kgBB/hari) yang relatif lebih murah sebagai pengganti dari liposomal amphotericin B.25 Itrakonasol 200 mg/hari sebagai profilaksis diperlukan bagi pasien HIV dengan kadar CD4 <150 sel/µL terutama yang tinggal di daerah endemis.25 Terapi lini kedua untuk HDA adalah flukonasol1,17,25, ketokonazole, voriconazole, posaconazole.17,25 Flukonasol kurang efektif dibanding itrakonasol untuk HDA. Dosis flukonasol yang direkomendasikan yaitu 800 mg per hari selama 12 minggu, dilanjutkan dengan 400 mg per hari.23,25 Voriconazole dan posaconazole telah digunakan pada sejumlah kecil pasien, tetapi data yang dilaporkan masih kurang adekuat.25 Pasien ini diterapi dengan itrakonasol 3x200 mg selama 3 hari kemudian 2x200 mg. Pemilihan itrakonasol karena ketidaktersediaan Amphotericin B dan tidak ditemukan gejala sistem saraf pusat pada pasien. Untuk kandidiasis oral pada pasien HIV dapat diberikan itrakonasol 100-200 mg/hari atau flukonasol 100200 mg/hari.2 Pada pasien ini, itrakonasol untuk terapi HDA sudah dapat mencakup pengobatan untuk kandidiasis oral. Beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa prognosis HDA pada pasien AIDS sangat dipengaruhi oleh banyaknya infeksi penyerta yang ada dan status imun pasien. Apabila pasien tidak diobati, dapat berakibat fatal.17,23,25 Histoplasmosis diseminata akut yang tidak diobati menyebabkan mortality rate yang sangat tinggi, 80% pasien meninggal dalam 1 tahun.4 Terapi antiretroviral dapat meningkatkan imunitas selular yang merupakan pertahanan utama untuk melawan H. capsulatum.25 Penggunaan terapi antiretroviral aktif terbukti membantu menurunkan angka
S Lestari dkk.
ketergantungan pasien terhadap terapi pemeliharaan dalam beberapa kasus.2,25 Pada awalnya pasien menolak terapi antiretroviral sehingga baru dimulai selama 4 hari . Relaps terjadi pada 10-20% pasien HDA dan 80% pada pasien HDA dengan AIDS.23,22 Hitung CD4 berperan penting pada prognosis.17 Prognosis pasien ini buruk karena histoplasmosis yang diderita sudah diseminata dan status imun yang buruk, ditandai dengan hitung CD4 yang sangat rendah.
Histoplasmosis diseminata akut pada AIDS
9. 10. 11. 12. 13.
KESIMPULAN Telah dilaporkan satu kasus histoplasmosis diseminata akut pada pasien AIDS. Kasus ini merupakan kasus yang jarang dijumpai karena manifestasi kulit hanya terdapat pada 5-25% pasien. Pada pasien terdapat faktor risiko terinfeksi HIV yaitu usia produktif, berhubungan dengan wanita penjaja seks tanpa kondom, ada infeksi oportunistik HDA dan kandidiasis oral, rapid antibody test positif serta hitung CD4 yang sangat rendah, pasien didiagnosis dengan AIDS. Diagnosis HDA ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan histopatologis, serta biakan darah. Prognosis pasien ini buruk karena histoplasmosis yang diderita sudah diseminata dengan status imun yang buruk, ditandai dengan hitung CD4 yang sangat rendah.
14. 15.
16. 17. 18. 19.
DAFTAR PUSTAKA 1.
2. 3.
4. 5.
6. 7. 8.
Hay RJ. Deep fungal infection. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw Hill Inc; 2012. h. 2312-28. Hay RJ, Ashbee HR. Mycology. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, penyunting. Rook’s textbook of dermatology. Edisi ke-8. London: Blackwell; 2010. h. 36.1-92. Ehst BD, Blauvelt A. Skin disease in acute and chronic immunosupression. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw Hill Inc; 2012. h. 330-44. Wolff K, Johnson RA, editor. Fungal infections of the skin and hair. Dalam: Fitzpatrick’s color atlas & synopsis of clinical dermatology. Edisi ke-6. New York: McGraw Hill Inc; 2009. h. 692-759. Jawetz, Melnick, Adelberg. Medical mycology. Dalam: Brooks GF, Caroll KC, Butel JS, Morse SA, Mietzner TA, penyunting. Medical mircrobiology. Edisi ke-25. New York: McGraw Hill Inc; 2010. h. 45.1-20 Vyas KS, Bradsher RW. Histoplasmosis can be severe for HIVinfected persons in endemic areas. Delta Region AIDS Education and Training Center. HIV Clinician, Spring. 2011: 23: 1-3. Fayaaz J, Cunha BA. Histoplasmosis. E-Medicine. [Disitasi tanggal: 9 September 2012]. Tersedia dari: http://www.emedicine.medscape.com Gupta A, Wendel KA. Histoplasmosis. Johns Hopskins Medicine. 2009; 30: 217-25.
20.
21. 22. 23. 24. 25.
26.
Nosanchuk JD, Gacser A. Histoplasma capsulatum at the hostpathogen interface. Microbes Infect. 2008; 10: 973–7. Elewski BE, Hughey LC, Sobera OJ, Hay R. Fungal disease. Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer JV, penyunting. Dermatology. Edisi ke-3. New York:Elsevier; 2012. h. 1251-84. Kaufmann CA. Histoplasmosis. Dalam: Kaufmann CA, Pappas PG, Sobel JD, Dismukes WE, penyunting. Essentials of clinical mycology. Edisi ke-2. New York:Springer; 2011. h. 321-35. Wheat LJ. Histoplasmosis : a review for clinicians from non endemic areas, Mycoses. 2006; 49:274-82. Jombo G, Akaa PD, Banwat EB, Dauda MA. A review of literature on unusual clinical presentations and potential challenges in diagnosis of histoplasmosis. J Clin Med Res. 2010; 2: 159-66. Kauffman CA. Histoplasmosis: A clinical and laboratory update. Clin Microbiol Rev. 2007; 20: 115-32. Uihlein LC. Cutaneous manifestation of human immunodeficiency virus disease. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw Hill Inc; 2012. h. 2439-55. Duarsa NW. Infeksi HIV dan AIDS. Dalam: Daili SF, Makes WI, Zubier F, penyunting. Infeksi Menular Seksual. Edisi ke-4. Jakarta: FKUI; 2009. h.146-58. Anstead GM, Patterson TF. Endemic mycoses. Dalam: Anaissie EJ, McGinnis MR, Pfaller MA, penyunting. Clinical Mycology. Edisi ke-2. New York:Elsevier; 2009. h. 355-73. Marzues SA. Fungal infections of the mucous membrane. Dermatol Ther. 2010; 23: 243-50. Tobon A, Agudelo CA, Rosero DS, Ochoa JE, Bedout CD, Zuluaga A, dkk. A disseminated histoplasmosis: a comparative study between patients with acquired immunodeficiency syndrome and non-human immunodeficiency virus–infected individuals. Am J Trop Med Hyg, 2005;73(3): 576-82. Pervez M, Cobb B, Matin N, Shahrin L, Ford ER, Pietroni M. Case study disseminated histoplasmosis in a patient with advanced HIV disease-lessons learnt from Bangladesh. J Health Popul Nutr. 2010; 28(3): 305-7. Harnalikar M, Kharkar V, Khopkar U. Disseminated cutaneous histoplasmosis in an immunocompetent adult. Indian J Dermatol. 2012; 57: 206-9. Dighe NS, Pattan SR, Bhawar SB, Gaware VM, Hole MB, Chavan PA, Parjane SK. Darling’s Disease : A Review. J Chem Pharm Res, 2009; 1: 88-101. Gutierrez ME, Canton A, Sosa N, Puga E, Talavera L. Disseminated Histoplasmosis in Patients with AIDS in Panama : A Review of 104 Cases. The CID Oxford Journals. 2005; 40: 1199-202. Bunker CB, Gotch F. HIV and the skin. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, penyunting. Rook’s textbook of dermatology; edisi ke-8. London: Blackwell; 2010. h. 35.1-48. Wheat JL, Freifeld AG, Kleiman MB, Baddley JW, McKinsey DS, Loyd JE, Kauffman CA. Clinical practice guidelines for management of patients with histoplasmosis. Clin Infect Dis. 2007; 45: 807-25. Lortholary O, Dupont B. Fungal infections among patients with AIDS. Dalam: Kaufmann CA, Pappas PG, Sobel JD, Dismukes WE, penyunting. Essential of clinical mycology. Edisi ke-2. New York:Springer. 2011. h. 525-36.
181