Laporan Kasus
Perempuan 34 Tahun dengan Hipokalemia yang Disebabkan Renal Tubular Acidosis Tipe
1
Nata Pratama Hardjo Lugitol, Theo Audi Yantol, Andree Kurniawatrl,
Margaret Merlyn Tjiang', Indra Wijayal, Resa'setiadinatal t
Faculty of Medicine, [Jniversitas Pelita Harapan
ABSTRACT Renal tubwlar acidosis Bfil seldom reported, hence incomplete form seldom recognized resulting decreased precise diagnosis, rate of incidence and prevalence. Hypokalemia is typical in RTA type I and 2. This case report female j4 year-old with repeated generalized weakness in 2006, 2009
and present time, motor strength 3 / 5 and potassium level of 1,6 mEq/l. After ensuring no emergency due to low potassium level, management for hypokalemia with potassium chloride intravenous and oral done, also evaluation of etiology with measurement of urine potassium I 24 hours, serum and urine osmolality. It is concluded that lrypokalemia was caused by RTA type I .
Key words: Hipokalemia
- Renal Tubular Acidosis
ABSTRAK Kasus renal tubular acidosis \fA) jarang dilaporkan dalam berbagai jurnal kedokteran dan bentuk RTA yang inkomplit jarang dikenali sehingga mengurangi ketepatan dalam menentukan diagnosis, insidens dan prevalensi. Hipokalemia didapatkan pada penderita RTA tipe 1 danZ. Pada laporan kasus ini dibahas seorang perempuan,34 tahun yang datang dengan kelemahan seluruh tubuh yang berulang pada tahun 2006, 2009 and saat berobat sekarang, kekuatan motorik ekstremitas 3 I 5 dan kadar kalium serum I,6 mEq/l. Setelah dipastikan tidak adanya kegawatdaruratan akibat kadar kalium serum yang kurang dari 3,0 mEq/l, dilakukan penanganan hipokalemia dengan kalium klorida intra vena dan peroral serta evaluasi terhadap etiologinya dengan melakukan pengukuran kalium urin I 24 jam, kadar osmolalitas serum dan urin. Disimpulkan etiologi hipokalemia pada penderita adalah RTA tipe 1. Kata kunci: Hipokalemia
-
Renal Tubular Acidosis
PENDAHULUAN
Hipokalemia
menimbulkan dapat kegawatdaruratan akibat hipokalemia sedang atau berat (kalium serum kurang dari 3,0 mEq/l), seperti aritmia jantung dan kelemahan otot pernafasan. Hipokalemia pada umumnya terjadi karena deplesi kalium akibat kehilangan kalium dari usus atau urin, sedangkan hypokalemia akibat perpindahan trans seluler dari ruang ekstraseluler ke intraseluler lebih jarang terjadi. Nata Pratama Hardjo Lugito (Q) Faculty of Medicine Universitas Pelita Harapan Jl. Boulevard Jend.Sudirman, Lippo Karawaci, Tangerang, Indonesia. T elz +62 -21 - 5 4210130 ; F axz +62 -21 - 5 4210133 ;
Email :
[email protected]
8
Hipokalemia karena penggunaan obat-obatan seperti diuretik dan kehilangan akibat diare atau muntah paling sering terjadi dalam praktek sehari-hari. Langkah-langkah evaluasi etiologi
hypokalemia adalah
mengeksklusi
pseudohipokalemia dan perpindahan kalium trans seluler, mengevaluasi ekskresi kalium ginjal dan status asam basa. Salah satu penyebab hipokalemia adalah renal tubular acidosis @fA) tipe 1 dan2, sedangkan semua jenis RTAjarang dilaporkan dalam berbagai jurnal kedokteran dan bentuk RTA yang inkomplit jarang dikenali
sehingga mengurangi ketepatan
dalam
menentukan diagnosis, insidens dan prevalensi. Pada laporan kasus ini dibahas perempuan, 34 tahun dengan hipokalemiayang disebabkan RTA
tipe
1.
U
NIVERSITAS PELITA HARAPAN
MEDICINUS . Vol.4 No.
3 Junt2013 - September 201t
Ilustrasi Kasus
Diskusi
Seorang perempuan, 34 tahun datang
gawat darurat dengan keluhan
ke unit
kelemahan
seluruh badan yang memberat sejak
I
minggu
sebelum masuk rumah sakit. Penderita mengeluhkan kelemahan ini membuat dia sulit untuk beraktivitas (alan, mandi, makan), namun ia tidak merasa sesak nafas (kelemahan otot
pernafasan). Penderita jrga tidak merasakan nyeri dada, berdebar-debar, mual, muntah ataupun mencret. Penderita tidak ada riwayat nafsu makan yang menurun, mual, muntah dan mencret sebelum timbulnya gejala kelemahan. Penderita sudah yang ketiga kalinya berobat untuk keluhan kelemahan seluruh tubuh seperti ini.
Keluhan pertama terjadi pada tahun 2006,
Sebelum melakukan evaluasi terhadap etiologi hipokalemia, harus dipastikan ada tidaknya kegawatdaruratan akibat hipokalemia sedang atau berat (kalium serum kurang dari 3,0 mEq/l).
Keadaan hipokalemia sedang dan berat meningkatkan risiko terjadinya aritmia jantung dan kelemahan otot pernafasan, terutama pada keadaan di mana dibutuhkan peningkatan ventilasi (misalnya " asidosis metabolik). Jika evaluasi pemeriksaan elektrokardiografi
dan kadar PCO2 tidak
menunjukkan
tanda-tanda kegawatdaruratan, selanjutnya dilakukan evaluasi etiologi hipokalemia. Pada penderita ini tidak ditemukan aritmia serta peningkatan pCOz (pCO, 23 mmHg), namun kadar serum kalium pada awal
penderita pada tahun 2011. Penderita tidak
perawatan sangat rendah (1,6 mEqil), sehingga dilakukan koreksi terhadap kadar serum kalium secara intravena dan oral. Setelah dilakukan koreksi, terjadi perbaikan kadar serum kalium (2,5 mEqll pada hari ke-3). Setelah kadar kalium terkoreksi, dilakukan evaluasi etiologi
mempunyai riwayat penyakit lainnya.
hipokalemia.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, sadar penuh, dengan tekanan
Hipokalemia pada umumnya terjadi karena deplesi kalium akibat kehilangan kalium dari usus atau urin, sedangkan hipokalemia akibat
penderita berobat jalan dan minum tablet KSR
3
x 1 tablet sehari. Keluhan kedua terjadi pada tahun 2009, penderita dirawat inap, mendapatkan cairan intravena dan tablet KSR 3 x 1 tablet sehari yang dilanjutkan setelah berobat jalan, yang kemudian dihentikan sendiri oleh
darah, frekuensi nadi dan pernafasan serta suhu dalam batas normal. Tinggi badan 148 cm dan berat badan 45 kg. Status generalis dalam batas normal, kekuatan motorik skala 3 I 5, dan tidak didapatkan defisit neurologis.
perpindahan trans seluler dari ruang ekstraseluler ke intraseluler lebih jarang terjadi. Hipokalemia karena penggunaan obat-obatan seperti diuretik dan kehilangan akibat diare atau
muntah paling sering terjadi dalam praktek
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar serum natrium 142 mEq/I, klorida 1I4 mEq/I, kalium 1,6 nBqll, analisa gas darah pH 7,30; pOz 87 mmHg; pCOz 23 mmHg; bikarbonat 11 ,2 nBqll, saturasi 02 95,5Vo serta pH urin 7,0. Penderita dirawat inap dan mendapatkan cairan intravena Ringer Laktat 1.000 ml (mengandung kalium 4 mmol/l) ditambah kalium klorida 7 5 mEq/hari dan kalium klorida per oral 3 x 600 mg. Pada perawatan hari ke-3 didapatkan kadar kalium serum 2,5 nEqll dan pada hari ke-5 didapatkan kadar kalium serum 3,2 mBqll.
Dari
pemeriksaan lanjutan
didapatkan osmolalitas serum 282 nBq/l (normal 280 - 295
mEq/l), osmolalitas urin 284 mEq/l (normal 0 L.200 mEq/l)dan kalium urin 63 mmoll24 jam (normal 10 44 mmoU24 jam). Penderita berobat jalan pada hari perawatan ke-5 dengan obat kalium klorida per oral 3 x 600 mg.
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
sehari-hari.
Langkah pertama evaluasi etiologi hipokalemia
adalah mengeksklusi pseudohipokalemia dan
keadaan
atau obat yang
menyebabkan
perpindahan trans seluler. Pada penderita ini tidak didapatkan kondisi atau konsumsi obat-
obatan yang mungkin
menyebabkan
hipokalemia.
Langkah selanjutnya adalah
mengevaluasi ekskresi kalium ginjal untuk menentukan apakah
hipokalemia disebabkan kehilangan melalui ginjal atau bukan ginjal. Hasil pemeriksaan yang menunjukkan pembuangan kalium melalui urin adalah kadar kalium lebih dari 30 mmoll}4 jam atau 15 mmolll atau TTKG lebih dari 7. Pada penderita ini didapatkan kadar kalium urin 63
mmollZ4 jam, sehingga disimpulkan bahwa hypokalemia disebabkan kehilangan kalium. melalui ginjal.
PEREMPUAN 34 TAHUN Langkah selanjutnya adalah evaluasi status asam
basa. Hasil analisa gas darah dan elektrolit penderita ini menunjukkan pH 7 ,30, kadar bikarbonat ll,2 nlBqfl, kadar natrium serum 142 mEq/l, klorida 114 mEq/l sehingga didapatkan kesimpulan asidosis metabolik dengan anion gap yang normal. Penderita dengan asidosis metabolik terbagi dalam 2 tipe berdasarkan ekskresi amonia; ekskresi yang rendah dan normal.
Pengukuran ekskresi amonia dilakukan dengan menghitung anion gap :urrn (AGU) dan osmolal
gap urin (OGU). Hasil AGU positif pada keadaan asidosis metabolik hiperkloremik menunjukkan gangguan asidifikasi ginjal (misalnya RTA tipe 1). Hasil OGU yang melebihi 100 mmol/l menunjukkan ekskresi amonia yang meningkat. Selain penghitungan AGU dan OGU, jrga terdapat berbagai hal yang membedakan RTA tipe 1 dan 2, seperti terlihat pada tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan Manifestasi Klinis dan Laboratoris RTATipe 1 dan2
Manifestasi Kadar HCO3 plasma Kadar chloride plasma Kadar kalium plasma Anion gap plasma Laju filtrasi glomerulus pH urin saat asidosis pH urin setelah pembebanan asam U-B PCOZ dalamurin alkalin Fraksi ekskresi HCO3 pada kadar HCO3 plasma yang normal Tm HCO3 Nefrolitiasis Nefrokalsinosis Osteomalasia
Slndrom Fanconi's Terapi alkalin
RTA tipe 2 14-18 mEq/L
RTA tipe L Variabel, mungkin < 10 mEq/L
t
Sedikit I Normal
t
Normal atat agak <5.5 <5.5
I
Sedikit J sampai sangat
I
Normal Normal or agak
Normal
>6.0
>15Vo
>6.0
J
T
(-)
<57o
(-)
Normal (+) (+) (+) (-)
(+) Biasanya (+) Dosis tinggi
J
Dosis rendah Pada penderita ini didapatkan kadar bikarbonat plasma penderita 11,2 mEqll,kadar kalium yang sangat rendah (1,6 mEq/l), anion gap yang normal, dan pH urin saat asidosis 7,0 (> 6,0) sehingga disimpulkan bahwa penderita menderita RTA tipe 1. Penghitungan AGU dan
OGU pada penderita ini tidak dapat dilakukan karena kurang lengkapnya data laboratorium penderita. Tidak ditemukannya nefrolitisis dan nefrokalsinosis mungkin karena masih belum lamanya penderita mengalami RTA tipe 1. Renal tubular acidosis adalah penyakit di mana
terjadi asidosis sistemik karena ginjal gagal ke urin, tanpa terjadinya penurunan fungsi ginjal. RTA ditandai oleh terjadinya asidosis metabolik hiperkloremik dengan anion gap serum yang normal. Gangguan reabsorbsi bikarbonat di tubulus proksimal, supresi pembentukan amonia di tubulus distal dan gangguan sekresi proton mengekskresi asam
adalah gangguan utama yang terjadi pada RTA.
RTA Tipe 1 dan 2 dapat merupakan penyakit keturunan atau dapatan, 10
tipe 3 mempunyai ciri insufisiensi glomerular yang menyebabkan gangguan produksi ammonia, tipe 4 merupakan penyakit dapatan dan berhubungan dengan hipoaldosteronisme atau tidak beresponnya tubular terhadap mineralokortikoid.
Pada RTA tipe 1 tedadi asidosis metabolik hiperkloremik hipokalemia. Nefron distal gagal
mengasamkan
urin yang
menyebabkan
kelebihan bikarbonat dalam
urin
dan
ketidakmampuan menurunkan pH urin di bawah 5,5. Ekskresi amonia urin rendah, tidak sesuai
dengan tingkat asidosis. Ekskresi kalium urin meningkat karena menurunnya kompetisi proton
di
sistem transport nefron distal. RTA tipe 1 dapat merupakan penyakit keturunan atau dapatan. RTA tipe 1 dapat bersifat otosom dominan, terkait X dan otosom resesif. Berbagai penyakit keturunan dan penyakit sistemik yang dapat menyebabkan RTA tipe I dapat dilihat pada table 2. Langkah-langkah menentukan etiologi hipokalemia dapat dilihat padagambar l.
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
MEDICINUS . Vol.4 No. Tabel 2. Penyebab RTA tipe
3 Juni 2013 - September
1
Primary (no obvious associated disease)
Disorders associated with nephrocalcinosis
Sporadic
Primary or familial hyperparathyroidism Vitamin D intoxication
Genetically transmitted Autoimmune disorders Hypergammaglobulinemia Hyperglobulinemic purpura Cryoglobulinemia
Milk-alkali syndrome Hyperthyroidism Idiopathic hypercalciuria Genetically transmitted
Familial Sjogren's syndrome Thyroiditis Pulmonary fibrosis Chronic active hepatitis Primary biliary cirrhosis
Sporadic
Hereditary fructose intolerance Medullary sponge kidney Fabry's disease
Wilson's disease
Systemic lupus erythematosus
Vasculitis Genetically transmitted systemic disease Ehlers-Danlos syndrome Hereditary elliptocytosis Sickle cell anemia Marfan syndrome Carbonic anhydrase I deficiency or alteration Osteopetrosis with carbonic anhydrase II deficiency
Drug- or toxin-induced Amphotericin B Toluene Analgesics
Lithium Cyclamate
Balkan nephropathy Tubulointerstitial diseases Chronic pyelonephritis Obstructive uropathy Renal transplantation
Medullary cystic disease
Leprosy Hvoeroxaluria
Neuroaxonal dvst
Pada penderita
2013
ini tidak dilakukan eksplorasi
berbagai etiologi penyebab RTA tipe 1 karena keterbatasan sumber daya. Namun demikian,
beberapa kemungkinan etiologi dapat
disingkirkan berdasarkan tidak adanya gejala, tanda pada penderita selain gejala dan tanda kelemahan pada otot rangka, serta hasil pemeriksaan penunjang sederhanayang
sudah
dilakukan yang tidak menunjukkan kelainan selain kadar kalium yang rendah dan asidosis ffietabolik.
Telah dilaporkan seorang
penderita
perempuan, 34 tahun dengan hipokalemia
yang disebabkan RTA tipe l,
yang
mengalami perbaikan dengan kalium klorida intra vena dan peroral.
Daftar Pustaka
. 2. 1
Lim S. Approach to Hypokalemia. Acta Medica Indonesiana 2007;39(1):56-6a.
Lin SH, Chiu JS, Hsu CW, Chau T: A simple and rapid approach to hypokalemic paralysis. Am J Emerg Med 2003;2I:487 -91.
3.
Rodriguez Soriano 2002;13:2160-70
4. 5.
J: Renal tubular
acidosis: the clinical entity.
J Am
Soc Nephrol
.
Penny MD, Oleesky DA: Renal tubular acidosis. Ann Clin Biochem 1999;36:408-22.
Batlle D, Moorthi KM, Schlueter W, Kurtzman N: Distal renal tubular acidosis and the potassium enigma. Semin Nephrol 2006;26:411.
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
11
PEREMPUAN 34 TAHUN
{r***r:*llular K xlr;ift
Catecholamines: Epinaphrine, Dopamine, Dobutamine Stress-induced catecholamines release (e.9. coronary ischemia, delirium tremens, sepsis) Bronchodilators : Albutero l, Satbutamol, Terbutaline Exogenous lnsulin Phosphodiesterase inhibitors: Theophylline, Cafeine Chloroquine intoxication Verapamil intoxication Barium poisoning Cesium salts Risperidone, Quetiapire Hypothermia Therapy of megaloblastic a nemia Transfusion of frozen red blood cells Alkalosis familial and ihyroloxic hypokatemic periodic paralysis
;r;,1*le
&*ex it r.lrrr"ir ;r'l ;* ilri*tte,r ,*f irq-r*n*? u,Ji{h fi**1,u prxr,xly*ix 616 6$5qr:r:* *if ;*e.irj ililse diE{xii*r' lu$
}
I
i i
l{* Exlt*"'*rr;ll Klasu Lr:v.'K'irrtake
[-,rrtrer
Ybe
.:lir
rrctii,rre
Filnilial HPF.,
i
r
What is Nh,bxcretrcn rate?
I I I Proximal RTA Toluerelglue Snlfftng
] I ]
Carbonrc anhydrase inhrbrtor
Magnesrum
depletion
Large dcses ol penicillrn
l
Crsplatin
1
Aminoglyuoside*
i
I
"1
Poslobstrr:clrve diuresis Recovery phase ofATl'l
I Fosci:rn*t sozvmu.ra L'i
l ;
;
l
I |
i : I
Jreteros'gmorriostomy Dr;:belrc keroacidosis
t_-__-,- _,-__,,,,_-_-_,*_i
Law Lrnnary eh[oriele {< 10 rr:ru:niJl}
l'irglt rrinary chlorrde r> 20 mmolll;
IL__._*-*._*. l",Jsrmstension *,*-,_-:
i
Eartter"* *yalrJram* G itel nrmr:'s
syndr*rne
lill I
Gambar 1. Langkah-langkah menentukan etiologi hipokalemia. Dikutip dari Lim S. Approach to Hypokalemia. Acta Medica Indonesiana 2007;39 (l):56-64
12
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN