BAB II A. Pengertian Mega kolon adalah dilatasi dan atonikolon yang disebabkan olah massa fekal yang menyumbat pasase isi kolon. (Brunner & Suddarth, 2001) Mega kolon suatu osbtruksi kolon yang disebabkan tidak adanya syaraf ganglion para simpatis pada segemen distal. (C. Long, 1996) Mega kolon adalah pembesaran dan dilatasi massa dari usus besar atau kolon. (www.google.com)
B. Etiologi Penyebab mega kolon merupakan keturunan sebelumnya karena penyakit ini merupakan penyakit bawaan sejak lahir. Pada anak-anak bisa terjadi akibat kombinasi latihan BAB yang salah dan gangguan mental yang diakibatkan anak tidak mau mencoba untuk BAB. Pada orang dewasa mega kolon biasanya disebabkan oleh konsumsi obat-obat
tertentu,
fungsi
tiroid
yang
abnormal.
Diabetes
mellitus,
scieroderma atau amyloidosis. (www.wikipedia.com)
C. Anatomi Fisiologi Kolon atau usus panjang mempunyai panjang ± 1 ½ m ban lebarnya 56 cm dan terdiri dari beberapa bagian yaitu : Kolon asendens Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan membujur keatas dari ileum kebawah hati. Di bawah hati melengkung ke kiri, dilanjutkan kolon transversum. Kolon transversum. Panjangnya ± 38 cm membujur dari kolon asensdens sampai ke kolon desensdens berada di bawah hati, sebelah kanan terdapat fleksura Hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis. Kolon desensdens. Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah absomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dari fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid. Kolon sigmoid. Merupakan lanjutan dari
kolon desensdens terletak
miring, dalam rongga pelvis sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf S ujung bawahnya berhubungan dengan rectum. Kolon sendiri terdiri dari beberapa lapisan yaitu selaput lendir, lapisan otot melingkaar, lapisan otot memeanjang, dan jaringan ikat. Dan mempunyai fungsi untuk mnyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, dan tempat feces. (Syaifuddin, 1997)
D. Patofisiologi
Pada mega kolon yang terjadi pada anak-anak, porsi kolon paling bawah (secara kontingental) serabut saraf sehingga peristoltik atau kontraksi tidak terkawal pada otot bagian kolon ini tidak berlaku dan kandungannya tidak di kolak ke depan. Area usus yang normal di bagian atas dan bagian yang abnormal bekerja lebih keras untuk menolak kandungan. Fecal, berakibat dinding otot bagian usus tersebut membesar dan menebal. Pada orang dewasa, bila ada dorongan untuk defekasi diabaikan. Membran mukosa rectal dan muskulatur menjadi tidak peka terhadap adanya masa fecal,
dan
akibatnya
rangsangan
yang
lebih
kuat
diperlukan
untuk
menghasilkan dorongan peristaltik tertentu agar terjadi defekasi. Efek awal retensi fecal ini adalah menimbulkan kepekaan kolon, di mana pada tahap ini sering mengalami spasme, khususnya setelah proses ini berlangsung sampai beberapa tahun. Kolon kehilangan tonus dan menjadi sangat tidak responsif
terhadap rangsang normal, atonia colon juga terjadi pada proses terjadinya mega kolon meningkat. (www.wikipedia.com)
E. Manifesatasi Klinis 1. konstipasi 2. diare berulang 3. tinja seperti pita, berbau busuk 4. distensi abdomen 5. gagal tumbuh (Betz Sowden,2002)
F. Penatalaksanaan 1. Konservatif Tindakan darurat untuk menghilangkan tanda-tanda obstruksi rendah → pasang anal tube dengan atau tanpa air garam hangat secara teratur, kelemahannya adalah mengaburkan gambaran pemeriksaan barium onema. 2. Kolostomi Tindakan operasi darurat untuk menghilangkan obstruksi usus sambil menunggu keadaan umum penderita sebelum operasi definitive. 3. Operasi definitive Mereseksi segmen yang menyempit dan menarik usus yang sehat ke usus → pull through (Duhamel)
(Betz Sowden,2002)
G. Pengkajian Fokus dan pemeriksaan penunjang 1. Demografi dan biodata: b. Tempat tinggal jauh dari WC c. Pekerjaan duduk lebih lama 2. Riwayat kesehatan a. RPD: riwayat konsumsi obat-obatan. b. RPK: riwayat keluarga dengan atonia colon 3. Pola fungsi dab pemeriksaan fisik a. Pemeliharaan kesehatan: kebiasaan menahan BAB, kurang makan serat. b. Makanan/cairan S : nyeri tekan abnomen, enggan makan. O: distensi abdomen. c. Eliminasi : penurunAn. Frekuensi BAB.
4. Pemeriksaan penunjang. a.
Pemeriksaan colok dubur
b.
Pemeriksaan RO: foto polos abdomen. Terlihat usus melebar atau gambaran abstruksi usus rendah.
c.
Barium enema : terlihat panjang segmen yang terkena, penting tindakan pengobatan pemeriksaan.
d.
Histopologis: Biopsi hisap. Biopsy otot rectum untuk pencarian sel ganglian.
e. Pemeriksaan enzim. Khas terdapat peningkatan enzim esetilkolin esterase. (Brunner & Suddarth, 2001)
H. Pathways Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, keniokudal pada myentrik dan sub Mukosa dinding plexus Sel ganglion pada kolon tidak ada/sangat sedikit Kontrol kontraksi menurun Peristaltik menurun Daya dorong massa/feses, gas, air me ↓ ↓ Perubahan eliminasi BAB Konstipasi
Mendesak jaringan sekitar
Akumulasi Massa
Perkembangan mikroorganisme di usus me ↑
Mual, anoreksia
Distensi abdomen
Nyeri abdomen
Refluk gas, feses, air
Resiko Infeksi usus
Intake ≠ adekuat Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Penatalaksanaan Operasi
Pre op Kurang informasi
Post op Ansietas
H.Diagnosa & Intervesi keperawatan 1. Gangguan eliminasi BAB: konstipasi berhubungan dengan massa fekal ditandai dengan distensi abdomen, nyeri defekasi, dan nyeri abdomen. Tujuan
: Eliminasi BAB kembali normal
Kriteria Hasil : a. tidak ada distensi dan nyeri abdomen b. tidak ada nyeri defekasi Intervensi
: a. Kaji catat warna, konsistensi R: mengetahui adanya masalah. b. Kaji & catat pergerakan usus R: deteksi penyebab konstipasi. c. Berikan cairan yang adekuat R: membantu fases lebih lunak d. Berikan diit tinggi serat R: mengurangi konstipasi (Doenges,1999)
2. Gg. Rasa nyaman ; nyeri badomen berhubungan dengan distensi abdomen ditandai dengan perut membuncit, dan terasa nyeri Tujuan
: Nyeri berkurang
Kriteria Hasil : a. Perut tidak membuncit b. Nyeri hilang / berkurang
Intervensi
: a. Monitor perkembangan nyeri
R: mengetahui kualitas nyeri b. Dorong klien melakukan tehnik distraksi R: meningkatkan relaksasi c. Anjurkan tidak banyak bergerak R: mengurangi nyeri d. Kolaborasi analgetik R: mengurangi nyeri
(Doenges,1999)
3. Resiko infeksi berhubungan dengan pertumbuhan mikroorganisme di usus meningkat ditandai dengan suhu badan lebih dari 37,8˚C, hangat pada sentuhan, dan dehidrasi. Tujuan
: tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil : a. tidak demam b. tidak takikardi Intervensi
: a. Observasi tanda infeksi R: mengetahui lebih dini tanda infeksi b. Pertahankan perawatan luka aseptik R: melindungi dari kontaminasi silang c. Anjurkan untuk tidak memegang luka R: mencegah kontaminasi kuman
d. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi R: untuk mencegah atau mengobati, infeksi sekunder. (Doenges,1999)
4. Gg. Pemenuhan nutrisi < Kebutuhan tubuh b/d fungsi pencernaan tidak adekuat. Tujuan
: Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil
: a. BB meningkat b. tidak menunjukkan mal nutrisi
Intervensi
: a. ukur masukan ovit harian R: beri informasi tentang kebutuhan pemasukan b. Beri makan sedikit tetapi sering R: mengurangi peningkatan tekanan intra abdomen. c. Dorong klien untuk makan. R: diit yang tepat membantu penyembuhan. d. Kolaborasi pembelian diit TKTP (Doenges,1999)
5. Ansietas berhubungan dengan kurang informasi ditandai dengan ekspresi wajah keluarga gelisah, dan seringnya keluarga mengajukan pertanyaan. Tujuan
: rasa cemas berkurang
Kriteria Hasil : menunjukkan rileks dan melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat dapat ditnagani
Intervensi
: a. Dorong keluarga untuk menyatakan perasaan dan berikan umpan balik. R : Membantu keluarga mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress b. Berikan lingkungan yang tenang dan istirahat R : meningkatkan relaksasi c. Dorong keluarga terdekat untuk menyatakan perhatian R : membantu pasien dan keluarga merasa rileks (Doenges,1999)