HIDROLISIS ASAM ENCER DAN ENZIMATIS TONGKOL JAGUNG UNTUK PEMBUATAN BIOBUTANOL Adi Khafidh Persada1, Mohammad Nasikin1,Misri Gozan1, dan Devitra Saka Rani2 1
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia Pusat Penelitian LEMIGAS (R & D Centre for Oil and Gas Technology), Jl. Ciledug Raya, Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, P.O. Box 1089/JKT, Jakarta Selatan 12230 INDONESIA E-mail:
[email protected]
Abstrak Saat ini penggunaan sumber energi yang paling besar adalah yang berasal dari fosil yaitu sekitar 80% meliputi gas alam, minyak bumi, dan batu bara. Dalam Peta Jalan Bauran Energi Nasional Pemerintah Indonesia mencanangkan pada tahun 2025 yang akan datang untuk menggunakan 6,4 juta Kilo Liter bioetanol/biobutanol sebagai campuran dalam bahan bakar minyak. Pembuatan biobutanol merupakan salah satu langkah pengembangan bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar minyak. Biobutanol dihasilkan dari fermentasi sederhana secara anaerobik oleh bakteri Clostridia dengan kemampuan konversi berbagai macam gula seperti glukosa, fruktosa, manosa, sukrosa, laktosa, pati, dan dextrin menjadi aseton, butanol, dan etanol. Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah tongkol jagung. Penggunaan tongkol jagung sebagai substrat fermentasi memiliki potensi dikarenakan kandungan selulosa dan hemiselulosa yang dimiliki sekitar 30% sampai 45% per berat keringnya, dan sekitar 40% per berat kering Penelitian dilakukan dengan dua metode, yaitu menggunakan H2SO4 dan kombinasi enzim. Hasil hidrolisis difermentasi secara anaerob dan dianalisis menggunakan spektofotometri dan kromatografi gas yang dilengkapi dengan flame ionization detector. Hasil perlakuan terbaik adalah menggunakan kombinasi enzim dengan kadar gula reduksi yang dihasilkan sebesar 4,09 % dan konversi butanol yang dihasilkan sebesar 1,4 x 10-3 ml/100 gr tongkol jagung.
Kata kunci : Biobutanol , Clostridium beijerinckii , hidrolisis, Fermentasi,Tongkol Jagung, anerobik.
1. Pendahuluan Energi merupakan salah satu kebutuhan pokok yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Meningkatnya populasi manusia membuat penggunaan energi semakin meningkat untuk memenuhi kebutuhannya maka dilakukanlah eksplorasi terus menerus terhadap sumber energi. Salah satu sumber energi yang paling besar penggunaannya adalah yang berasal dari fosil yaitu sekitar 80% meliputi gas alam, minyak bumi, dan batu bara[1]. Demikian pula di Indonesia ketergantungan penggunaan bahan bakar berasal dari fosil semakin meningkat diiringi pertumbuhan penduduk. Hal tersebut tentunya dapat membuat cadangan minyak bumi di Indonesia semakin sedikit sehingga produksi minyak bumi tidak dapat mencukupi kebutuhan dan membuat Indonesia harus mengimpor bahan bakar. Penelitian energi alternatif didunia telah banyak dilakukan dan diaplikasikan seperti biodiesel, bioDME, biomethanol, bioethanol dan saat ini adalah biobutanol [1]. Biobutanol dihasilkan oleh mikroba melalui fermentasi pertama kali dilakukan oleh Louis Pasteur pada tahun
1861 lalu berkembang pesat pada perang dunia pertama karena kebutuhan aseton dalam industri senjata dan butanol digunakan pada industri otomotif sebagai pelarut [2]. Namun perkembangannya menurun dan pabrik biobutanol terakhir beroprasi pada awal tahun 1980 di Afrika selatan karena ketersediaan molase yang kecil sebagai sumber substrat fermentasi [3]. Seiring terus dikembangkannya penelitian bahan bakar alternatif maka biobutanol dapat dihasilkan menggunakan limbah-limbah pertanian sebagai substrat yang memiliki kandungan glukosa dan jenis senyawa gula lain . Butanol memiliki karakteristik bahan bakar yang sangat baik karena nilai kalor yang tinggi dibanding etanol dan titik bekunya yang rendah [4]. Pada penelitiannya bakteriC. acetobutylicum,C. beijerinckii, C. saccaroperbutylacetonicum, and C. saccharoacetobutylicum menghasilkan yield butanol yang lebih besar [5]. Selain bakteri jenis clostridia fermentasi butanol juga dapat dilakukan oleh Escherichia coli, Lactococcus lactis, Lactobacillus buchneri, Sac-charomyces cerevisiae, dan Bacillus
Hidrolisis Asam ..., Adi Khafidh Persada, FT UI, 2013
subtilis[6] dengan adanya modifikasi genetik pada mikroorganisme tersebut.
kandungan ABE nya menggunakan Chromatography dan penurunan gula reduksinya.
Butanol dapat dihasilkan dari bahan yang mengandung laktosa , sukrosa , glukosa, fruktosa , manosa , dextrin, pati , xylose , arabinose, dan inulin [7]. Hal ini dikarenakan kemampuan bakteri clostridia untuk mengkonsumsi gula tersebut [5]. Semua sumber gula tersebut dapat diperoleh dari berbagai bahan pertanian, seperti jagung, gandum, beras, singkong , dan lainnya. Namun penggunaan sumber substrat tersebut selain harganya yang mahal juga dapat berpengaruh terhadap ketahanan pangan dinegerinya. Oleh karena itu penggunaan limbah pertanian seperti tongkol jagung, tandan kosong kelapa sawit, jerami gandum, dan lainnya menjadi salah satu langkah untuk mengatasi permasalahan tersebut.
2.1Preparasi Bahan Bahan yang digunakan adalah tongkol jagung. Pada tahap ini dilakukan proses pengecilan ukuran dengan memaruttongkol jagung tersebut menjadi ukuran kecil kemudian dikeringkan dengan oven agar dapat dengan mudah dihidrolisis.
Penggunaan tongkol jagung sebagai substrat fermentasi memiliki potensi dikarenakan kandungan selulosa dan hemiselulosa yang dimiliki sekitar 30% sampai 45% per berat keringnya, dan sekitar 40% per berat kering [8]. Selain itu juga didukung dengan meningkatnya pertumbuhan tanaman jagung di Indonesia yaitu 9.14 % pertahun setelah tahun 1992 hingga pada tahun 2005 produksi jagung mencapai 12.5 juta ton [8]. Permintaan jagung di Indonesia meningkat karena jagung merupakan sumber bahan makanan pokok kedua setelah beras [6]. Hal ini tentunya meningkatkan limbah tongkol jagung yang tentunya dapat digunakan dalam produksi butanol. Proses pemisahan butanol dari larutan fermetasi memiliki kendala yaitu titik didih butanol yang lebih tinggi dibandingkan dengan titik didih air, hal ini berdampak bagi penggunaan energi yang lebih besar untuk memisahkan butanol tersebut dengan sistem disitilasi dan banyak air yang terbuang. Selain itu butanol dan air membentuk larutan yang azeotrop dimana titik didih larutan menjadi sekitar 93 oC hingga berdampak pada kadar butanol yang dihasilkan karena butanol yang digunakan sebagai bahan bakar harus memenuhi kriteria yaitu dengan kadar 98 %. Oleh karena itu dikembangkan beberapa metode pemisahan butanol seperti gas striping, pervorasi, ekstraksi cair-cair, dan juga adsorpsi. Pada penelitian kali ini digunakan sistem distilasi dan uji kadar butanol menggunakan kromatografi gas.
2. Metode Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga tahapan utama yaitu hidrolisis tongkol jagung dengan H2SO4 1% dan enzim, kultivasi kutur bakteri C. beijerinckii, dan fermentasi secara anaerob. Hasil fermentasi selanjutanya di analisis
Gas
2.2Tahap Hidrolisis Pada tahap ini dilakukan variasihidrolisis yaitu menggunakan asam sulfat dan enzim untuk mereduksi hemiselulosa dan selulosa menjadi gula sederhana. Pada hidrolisis menggunakan H2SO4 sampel dimasukkan kedalam autoclaveuntuk dihidrolisis. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan monomer-monomer gula dari kandungan polisakarida yang dimiliki tongkol jagung.Metode yang digunakan adalah hidrolisis dengan suasana asam pada konsentrasi rendah. Pada tahap hidrolisis menggunakan enzim, enzim yang digunakan adalah enzim selulase, selubiase, dan silanase.. 2.3Tahap Preparasi Medium Pada proses ini monomer gula yang dihasilkan dari proses hidrolisis dipersiapkan untuk menghasilkan medium yang dapat menumbuhkan bakteri sehingga dapat menghasilkan butanol. Proses yang dilakukan adalah menambahkan mineral dan vitamin kedalam medium. Kemudian medium diletakkan pada anaerobic chamber. Langkah-langkah tersebut dilakukan untuk medium dengan hidrolisis asam dan enzim. 2.4Tahap Fermentasi Pada tahap ini dilakukan fermentasi menggunakan bakteri Clostridium beijerinckii dengan substrat berupa glukosa hasil hidrolisis dan glukosa murni sebagai kontrol. Kultur bakteri yang telah disiapkan dimasukkan kedalam substrat yang telah diautoklaf. Kemudian pada fermentation broth ditambahkan P2-Medium sebagai nutrisi tambahan pada proses fermentasi. 2.6 Separasi Pemisahan bertujuan untuk memisahkan butanol dari larutan fermentasi dengan proses destilasi. Senyawa aseton, butanol, dan etanol yang berada didalam larutan fermentasi dipisahkan menggunakan distilasi dengan suhu 800 C . Rangkaian alat destilasi terdiri dari pemanas, labu, termometer, pendingan dan sirkulasi air, botol penampung dan penutup (plastik wrap) 2.7Metode Analisis Metode analisis dilakukan untuk mengukur konsentrasi senyawa gula dan butanol yang dihasilkan selama proses hidrolisis dan fermentasi. Proses yang dilakukan adalah menguji kandungan gula reduksi menggunakan spektofotometer UV Genesys dengan
Hidrolisis Asam ..., Adi Khafidh Persada, FT UI, 2013
2 Hasil dan Pembahasan 3.1 Konsentrasi Gula Reduksi Hasil Hidrolisis Pada pembuatan butanol dengan fermentasi menggunakan bakteri Clostridium, tidak hanya glukosa yang digunakan melainkan gula reduksi lain seperti xilosa. Untuk itu, kita perlu mengetahui kadar gula reduksi yang dihasilkan dari hidrolisis tongkol jagung. Dari hasil analisis diperoleh konsentrasi gula reduksi sebagai berikut : Tabel 1. Konsentrasi Gula Reduksi Hasil Hidrilisis
Hidrolisis
Konsentrasi (%)
Asam
5,64
Enzim
4,09
Hasil gula reduksi pada hidrolisis asam lebih banyak dibandingkan menggunakan enzim. Hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya aktifitas enzim yang digunakan. Aktifitas enzim merupakan kemampuan enzim untuk memecah ikatan. Semakin tinggi aktifitas enzim, maka semakin baik hasil yang diperoleh. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menemukan formulasi enzim yang tepat agar diperoleh aktifitas enzim yang optimal. Sebaliknya, hidrolisis menggunakan asam memiliki hasil yang besar karena penggunaan suhu yang tinggi (130 0 C) dan kondisi asam serta didukung oleh kadar lignin yang sedikit. Hidrolisis tongkol jagung menghasilkan gula reduksi yang cukup besar, hal ini karena kandungan tongkol jagung yang berupa selulosa sebanyak 32,3% - 45,6% per berat keringnya, dan hemiselulosa 39,8% per berat kering. Pada proses hidrolisis, selulosa dan hemiselulosa dipecah menjadi gula. Hemiselulosa lebih mudah dihidrolisis, sehingga dengan kandungan yang cukup tinggi dapat menghasilkan gula yang banyak. Selain itu, kadar lignin yang kecil sekitar 6,7% - 13,9% perberat kering [7] memudahkan proses hidrolisis pada tongkol jagung.
fermentasi.Pada gambar 2 ditampilkan perbedaan antara gula reduksi sebelum dan setelah proses fermentasi padamedium fermentasi termasuk larutan gula 6% sebagai kontrol aktivitas bakteri.
Konsentrasi Gula Reduksi (%)
menambahkanDNS pada sampel larutan hidrolisis dan melihat konsentrasi dengan absorbansi pada panjang gelombang 547 nm. Analisis kandungan butanol menggunakan gas kromatografi yang dilengkapi dengan detektor flame ionization (FID). Larutan fermentasi diinjeksikan kedalam kolom kromatografi yang sebelumnya dipisahkan dari sel. Sebelumnya dibuat kurva standar dari aseton, etanol, dan butanol murni.
8 6 4 2 0
5.64 5.27
Asam
6 4.09 3.56
Enzim
4.78
(Glukosa Std)
Perlakuan Medium
Konsentrasi Gula Reduksi Awal (%) Gambar 1. Perbandingan Gula Reduksi Sebelum dan Setelah Fermentasi
Dari gambar 1, diketahui bahwa terjadi penurunan kadar gula reduksi setelah fermentasi. Hal ini menandakan adanya aktifitas bakteri pada semua metode hirolisis dan glukosa. Pada glukosa standar terjadi penurunan yang signifikan sebesar 1,22 % , diikuti dengan hidrolisis enzim 0,52 %, dan hidrolisis asam 0,37 %. Besarnya penurunan jumlah gula reduksi pada larutan glukosa karena tidak ada pengotor yang dihasilkan dari proses hidrolisis seperti furfural dan garam-garam. Sedangkan pada perlakuan hidrolisis enzim terjadi penurunan lebih banyak dibandingkan pada asam karena beberapa faktor seperti kadar furfural yang tebentuk, kondisi pH dan garam-garam yang terbentuk saat proses penetralan [7]. Furfural dihasilkan dari bahan baku yang mengandung pentosan. Pentosan adalah hemiselulosa yang dihidrolisa menghasilkan pentosa dan kemudian pentosa mengalami proses siklodehidrasi menjadi furfural. Proses pembentukan dilakukan dalam kondisi bertekanan dengan perlakuan asam anorganik kuat. Pada hidrolisis asam,xylan(pentosan) menghasilkan xylose (pentose)kemudianpentose didehidrasi menjadi furfural.Sehingga untuk meningkatkan aktifitas bakteri diperluka perlakuan tambahan berupa inhibitor removal.
3.2 Konsentrasi Gula Reduksi Hasil fermentasi Pengujian kadar gula reduksi setelah fermentasi bertujuan untuk mengetahui berapa banyak gula reduksi yang digunakan oleh bakteri pada proses
Hidrolisis Asam ..., Adi Khafidh Persada, FT UI, 2013
Gambar 3. Proses Terbentuknya Furfural
Furfural dapat menghambat aktivitas bakteri Clostridium dan telah banyak terjadi. Furfural terbentuk akibat terpecahnya hemiselulosa pada kondisi asam dan suhu yang tinggi. Sehingga pada hidrolisis asam terbentuk furfural lebih banyak dibanding hidrolisis enzim karena pada hidrolisis asam menggunakan pH lebih rendah dan suhu lebih tinggi dibanding pada enzim. 3.3 Kadar Aseton, butanol, dan Etanol Hasil Fermnetasi Kadar aseton, butanol, dan etanol (ABE) dianalisis menggunakan Kromatografi gas (Hewlett Packard) di Pusat Laboratorium Forensik, MABES POLRI dengan kolom gelas (HP-INNOWax Polyethylene Glycol) dan flame ionization detector(FID) menggunakan helium sebagai gas karier. Temperatur detektor dan injektor diatur pada suhu 270 0 dan 2300 C. Pembuatan kurva standar n-butanol, aseton, dan etanol, hasil dari kromatografi gas dapat dilakukan untuk uji kuantitatif, sehingga diperoleh konsentrasi dari masing-masing senyawa (ABE). Berikut ini adalah konsentrasi aseton, butanol, dan etanol yang dihasilkan: Berdasar data hasil analisis, pada glukosa standar dapat dihasilkan butanol sebanyak 2,3 x 10-2. Selain pada glukosa standar, pada fermentasi yang menggunakan perlakuan hidrolisis enzim juga dihasilkan butanol sebanyak 1,4 x 10-3. Namun, pada perlakuan hidrolisis enzim tidak terdeteksi adanya butanol. Hasil dari fermentasi kurang baik karena hanya menghasilkan sedikit yield ABE, bahkan pada perlakuan hidrolisis asam tidak terbentuk butanol. Selain dari yield ABE hasil fermentasi, dilihat dari penurunan kadar gula reduksi yang terjadi tidaklah banyak sehingga mengindikasikan rendahnya aktivitas bakteri tersebut. Rendahnya aktifitas bakteri yang digunakan dapat disebabkan oleh beberapa kondisi. Salah satunya adalah karena kultur bakteri yang digunakan dalam kondisi dorman dalam waktu yang lama sehingga diperlukan aktifasi dengan media kaya akan nutrisi untuk tumbuh dan berkembang secara berulang. Namun, karena keterbatasan waktu, alat, dan biaya untuk aktifasi hanya dilakukan sebanyak 2 kali. Asumsi kami, dengan perlakuan heatshock danpenumbuhan pada medium aktifasi dapat mengembalikan aktifitas bakteri sehingga dapat menghasilkan yield ABE yang cukup banyak. Berdasarkan data hasil fermentasi dengan hidrolisis enzim ditemukan bahwa komponen etanol terbaca yang terbanyak, diikuti aseton dan butanol. Yield ABE yang sangat rendah dan penggunaan distilasi biasa pada suhu 800 C bisa menjadi penyebabnya. Etanol dan aseton yang memiliki titik didih disekitar suhu tersebut dan
lebih rendah sehingga lebih mudah untuk dipisah dibandingkan butanol yang memiliki titik didih lebih tinggi dari air. Sedangkan kandungan aseton masih lebih rendah dibanding etanol bisa disebabkan oleh kehilangan saat destilasi karena untuk mengembunkan aseton membutuhkan suhu yang lebih rendah dibanding etanol. Sehingga kemungkinan masih ada dalam bentuk uap saat melewati kondensor dan keluar melalui celah di botol penampung. Pada hasil fermentasi dengan hidrolisis asam hanya terbaca etanol. Hal ini dimungkinkan adanya fermentasi spontan yang disebabkan oleh kontaminan yang masuk kedalam hasil fermentasi. Fermentasi spontan ini berlangsung dalam kondisi aerob. Fermentasi tongkol jagung dengan hidrolisis asam juga tidak menghasilkan butanol karena adanya furfural yang terbentuk sehingga menghambat aktivitas bakeri C. beijerinckii.
4 Kesimpulan Metode preparasi terbaikyang didapatkan dari penelitian ini adalah dengan hidrolisis enzim menggunakan kombinasi enzim selulase, selobiase, dan xylanase. Jumlah butanol hasil fermentasi tongkol jagung dengan Clostridium beijerinckii NRCB 102909 pada kondisi anaerob adalah 1,4 x 10-3ml/100 gram tongkol jagung
Daftar Acuan [1] Jin, C., et al. (2011). “Progress in the production and application of n-butanol as a biofuel”. Renewable and Sustainable Energy Reviews,15, p.4080–4106 [2] Swana, J et al. (2010). “An analysis of net energy production and feedstock availability for biobutanol and bioethanol”. Bioresource Technology,102, p.2112–2117 [3] Quraeshi, N et al. (2008). “Butanol production by Clostridium beijerinckii . Part I: Use of acid and enzyme hydrolyzed corn fiber”. Bioresource Technology, 99, p.5915–5922 [4] Ezeji, T., Qureshi, N., & Blaschek, H.P. 2004. “Continuous butanol fermentation and feed starch retrogradation: butanol fermentation sustainability using Clostridium beijerinckii Dongker 1926”. Journal of Biotechnology, p.179–187 [5] Kumar, G., &Gayen, K. (2011). “Developments in biobutanol production: New insights”. Applied Energy, 88,p.1999–2012 [6] Quraeshi, N et al. (2011). ”Production of butanol (a biofuel) from agricultural residues: Part I – Use of barley straw hydrolysate”. Biomass and Bioenergy,34, p.559–565
Hidrolisis Asam ..., Adi Khafidh Persada, FT UI, 2013
[7] Menon, V., & Rao, M. (2012). “Trends in bioconversion of lignocellulose: Biofuels, platform chemicals & biorefinery concept”. Progress in Energy and Combustion Science,30, p.1-29 [8] Khan, M. A. (2010). “Hidrolysis of Hemicellulose by Commercial Enzyme Mixture”. Department of Chemical and Geosciences: Lulea University of Technology
Hidrolisis Asam ..., Adi Khafidh Persada, FT UI, 2013