Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011
89
Pengaruh Suhu terhadap Kecepatan Reaksi pada Reaksi Hidrolisis Lignoselulosa dari Tongkol Jagung dengan Asam Encer pada Kondisi Non-isotermal Astrilia Damayanti dan Megawati Program Studi Teknik Kimia, FT, Universitas Negeri Semarang
[email protected] Abstrak : Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar terus mengalami peningkatan di dunia, khususnya di Indonesia. Penggunaan etanol untuk bahan bakar dapat menurunkan ketergantungan terhadap minyak luar negeri, mengurangi polusi udara, dan mengurangi dampak pemanasan global. Secara umum produksi bioetanol meliputi tiga proses yaitu hidrolisis, fermentasi dan pemurnian hasil. Penelitian ini mempelajari pengaruh suhu terhadap kinetika reaksi hidrolisis tongkol jagung dengan katalisator asam sulfat encer. Variabel suhu yang diteliti antara 433 – 493 K. Model kinetika homogen dipilih untuk mempelajari kinetikanya. Percobaan dilakukan dengan memasukkan 1 L larutan asam sulfat 0,18 N dan 300 g tongkol jagung ke dalam autoclave. Ketika mencapai suhu 373 K diambil sebagai waktu 0 menit dan sampel diambil kira-kira 6 ml. Setelah mencapai suhu yang diinginkan, suhu dijaga konstan. Selama proses, setiap 5 menit temperatur dicatat dan diambil sampelnya. Kemudian konsentrasi gula dalam sampel dianalisis dengan metode Fehling. Percobaan dijalankan pada variabel suhu. Percobaan menghasilkan data suhu dan konsentrasi gula pada berbagai waktu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinetika reaksi hidrolisis dapat didekati dengan model homogen orde dua semu. Pengaruh suhu terhadap -3 konstanta kecepatan reaksi mengikuti persamaan Arrhenius, dengan nilai k sebesar 1.3987.10 , -3 -3 -3 2.1658.10 , 3.6974.10 , dan 5.8996.10 L/(mol.menit) untuk masing-masing suhu 433, 453, 473, and 493 K. Kata kunci: bioetanol, hidrolisis, homogen, kinetika, tongkol jagung
1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Penggunaan biomassa sebagai sumber energi ini tidak akan menyebabkan terjadinya emisi netto CO2 karena karbon yang keluar sebagai CO2 tersebut berasal dari CO2 udara yang berubah menjadi biomassa. Pencampuran bioetanol dengan bensin dapat menaikkan angka oktan pada bahan bakar itu (Wheals dkk., 1999). Keuntungan lain penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar adalah makin kecilnya emisi gas berbahaya hasil pembakaran daripada penggunaan bensin sebagai bahan bakar. Lignoselulosa merupakan komponen tanaman yang bisa menjadi sumber bahan organik terbarukan. Lignoselulosa terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan beberapa bahan ekstraktif lain. Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman. Kandungan selulosa pada dinding sel tanaman sekitar 35-50 % dari massa kering
tanaman, sedangkan jumlah hemiselulosa biasanya antara 15-30 % dari massa kering tanaman (Taherzadeh 1999). Lignoselulosa dapat ditemukan diantaranya pada; daun, ranting, sekam padi, grajen kayu, dan tongkol jagung. Terdapat 3 tahapan penting proses pembuatan etanol dari ligoselulosa, yaitu hidrolisis lignoselulosa menjadi gula, fermentasi gula menjadi etanol dan pemurnian etanol (Hagerdal dkk., 2006). Hidrolisis merupakan langkah awal yang sangat penting untuk memperoleh larutan gula yang selanjutnya dapat difermentasi menjadi etanol. Reaksi kimia yang terjadi pada hidrolisis selulosa dapat dituliskan sebagai berikut: (1) Polisakarida +(υ-1)H O υ Monosakarida 2
dengan adalah koefisian stoikiometri.
Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011
90
Nilai sangat besar, sehingga persamaan reaksi dapat disederhanakan menjadi: Polisakarida +υ H2O υ Monosakarida
(2)
Jika A adalah H2O, B adalah polisakarida, dan D adalah monosakarida, persamaan reaksi dapat dinyatakan dengan symbol: B A D
(3)
Jika jumlah polimer B dinyatakan sebagai ekivalen gula, persamaan reaksi (3) dapat disederhanakan menjadi: A B D
(4)
Disusun suatu model kinetika reaksi yang berbasis asumsi reaksi homogen semu. Persamaan kecepatan reaksinya dapat ditulis sebagai berikut:
( rB ) ( rD ) k1C Am CBn
(5)
Pada hidrolisis ini, jumlah H2O berlebih, sehingga diasumsikan tetap selama reaksi. Akibatnya, persamaan (5) dapat disederhanakan menjadi :
(rB ) (rD ) kCBn
(6)
dengan k k1C Am . Persamaan neraca massa D pada reaktor batch dapat ditulis: dCD kCBn dt
(7)
Karena : CB CB 0 CD
(8)
maka dapat diperoleh: dCD k (CB 0 CD ) n dt
(9)
Menurut teori Arrhenius (Fogler, 1999), nilai k tergantung suhu sesuai persamaan: (10) E k Ar exp ( r ) RT
Hidrolisis terpaksa dijalankan secara non-isotermis karena hirolisis perlu pemanasan sampai suhu relatif tinggi dan proses pemanasan memerlukan waktu, sementara hidrolisis sudah berlangsung, sehingga perlu dikembangkan persamaan-persamaan untuk proses non-isotermis. Hubungan suhu dan waktu didekati dengan persamaan empiris (11).
T To at b
(11)
dengan T0, a, dan b ditentukan berdasarkan data percobaan. 1.2. Tujuan Penelitian ini berfokus pada hidrolisis tongkol jagung dengan asam encer menjadi gula dengan tujuan utama mempelajari pengaruh suhu terhadap kecepatan hidrolisis. Menurut Badger (2002) terdapat dua jenis hidrolisis yang dapat dijalankan, yaitu hidrolisis enzim dan hidrolisis kimiawi. Bahan kimia yang dapat dipakai untuk memecah rantai polimer pada selulosa dan hemiselulosa adalah larutan asam, baik itu larutan asam pekat ataupun larutan asam encer. Larutan asam yang dapat digunakan ialah asam sulfat dan asam klorida. Larutan asam pekat sudah lama dipakai untuk hidrolisis ini. Hasil monomer gula yang didapat sangat tinggi sehingga etanol yang dihasilkan juga banyak, meskipun penggunaan asam pekat pada proses ini menyebabkan terjadinya korosi pada bahan material yang dipakai. Bahan konstruksi untuk peralatan dengan asam pekat menjadi spesial dan mahal, seperti keramik atau zmaterial dilapisi dengan karbon (Taherzadeh, 1999)
2. Bagian Inti 2.1. Metode Penelitian 1) . Hidrolisis Percobaan diawali dengan (10) memasukkan 300 g lignoselulosa ke dalam reaktor (autoclave), disusul dengan menambahkan 1000 mL
Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011
larutan asam sulfat 0,18 N. Adapun gambar rangkaian peralatan hidrolisis tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Kemudian reaktor ditutup dengan sempurna dan pemanas serta motor penggoncang dinyalakan. Selama reaksi berlangsung, suhu akan naik terus (non-isotermal) sampai mencapai suhu tertentu, lalu dijaga konstan (suhu akhir). Suhu pada berbagai waktu dicatat. Ketika suhu mencapai 413 K, diambil sampel pertama kira-kira 6 ml dan seterusnya sampel diambil setiap interval 5 menit sampai proses berlangsung 35 menit. Selanjutnya konsentrasi gula dalam sampel dianalisis dengan metode Fehling. Percobaan dijalankan pada variasi suhu akhir, yaitu 433 K, 453 K, 473 K, dan 493 K.
91
dimasukkan larutan yang sudah diencerkan ke dalam buret 50 mL. Fehling A dan fehling B (yang sudah distandarisasi) masing-masing sebanyak 2 mL diambil dan dimasukkan ke dalam erlenmenyer 125 mL serta ditambahkan demgan aquades 20 mL. Larutan fehling A + B dipanaskan sampai mendidih, kemudian dititrasi dalam keadaan tetap mendidih dengan larutan sampel dan ditambahkan indikator metilen blue. Titrasi dihentikan sampai terjadi perubahan warna menjadi coklat bening dan muncul endapan merah bata. Konsentrasi gula yang didapat diekuivalenkan sebagai glukosa. 3). Penentuan Konstanta Kecepatan Reaksi dengan Pemodelan Komputer Pemodelan Komputer menggunakan curve-fitting method untuk menentukan parameter-parameter kecepatan reaksi.
9 3 4 2
2.2. Hasil dan Pembahasan Pengaruh Suhu Pada Hidrolisis Pengaruh suhu pada hidrolisis dapat dilihat melalui konsentrasi gula yang diperoleh pada setiap variasi suhu terlihat jelas pada Gambar 2.
1 5
7
Keterangan: ( Reaktor (Autoclave) 1. 2. A Alat ukur tekanan u kontak 3. t Tempat pengambilan sample 4. o Termokopel chamber c 5. Motor penggerak reactor l Termostat 6. a Erlenmeyer
6
0.28 8
473 Data 493 Data
0.22 7. Kontaktor 8. Stop 9. Pendingin 10. Flash
0.2 0.18 0.16 0.14
11. Statif 12.
e
2) Gula Dalam Sampel 2. A diawali dengan mengambil 5 mL Analisis l dengan pipet volum dan diencerkan sampel a dalamt labu ukur 100 mL, kemudian u k u
453 Data
0.24
v Gambar 1. Rangkaian Alat Hidrolisis 11 ) Analisis
433 Data
0.26
C D (mol/L)
1 1t er an 10 ga n: 1. R e a k t 12 o r
0.12 0.1 0
5
10
15
20
25
30
waktu (menit)
Gambar 2. Konsentrasi Gula Pada Variasi Suhu
35
Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011
Pengaruh Suhu pada Kinetika Reaksi Pengaruh suhu terhadap kinetika reaksi dipelajari dengan melihat nilai konstanta kecepatan reaksi pada berbagai variasi suhu akhir. Nilai konstanta tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Semakin tinggi suhu (433 sampai 493 K), semakin besar nilai konstanta kecepatan reaksi (1,3987.10-3 L/(mol.menit meningkat menjadi 5,8996.10-3 L/(mol.menit). Hal ini berarti reaksi bekerja lebih cepat pada interval waktu yang sama. Hidrolisis pada suhu tinggi akan menghasilkan konsentrasi gula lebih besar.
0.24
500 CD Hitung CD data T Hitung T data
0.22 0.2 0.18
485 470
0.16 455
T (K)
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa suhu sangat berpengaruh terhadap hidrolisis. Peningkatan suhu dari 433 sampai 493 K menyebabkan kenaikan konsentrasi gula sebesar 0,162 sampai 0,266 mol/L atau dari yield 16% meningkat menjadi 26%. Peningkatan yield secara signifikan terjadi pada suhu dari 453 menjadi 473 K.
C D (mol/L)
92
0.14 0.12
440
0.1 425 0.08 0.06
410 0
5 10 15 20 25 30 35 t (menit)
Gambar 4a. Plot Suhu dan Konsentrasi Gula versus waktu pada suhu akhir 433 K
0.007
0.24
530 CD Hitung CD data T Hitung T data
0.22 0.2
0.004 0.003 0.002
0.18
0 160
260
360
460
560
Suhu (K)
500 485
0.16 470 0.14 455
0.12 0.001
515
0.1
440
0.08
425
0.06
410 0
5 10 15 20 25 30 35 t (menit)
Gambar 3. Pengaruh Suhu Terhadap Nilai Konstanta Kecepatan Reaksi
Konsentrasi gula dan suhu hasil perhitungan diplot versus waktu untuk melihat kesesuaiannya terhadap hasil percobaan disajikan pada Gambar 4(a-d).
Gambar 4b. Plot Suhu dan Konsentrasi Gula versus waktu pada suhu akhir 453 K
T (K)
0.005
C D (mol/L)
k (L/(mol.menit))
0.006
Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011
0.22 0.2
CD (mol/L)
sampai 493 K) semakin besar pula nilai konstanta kecepatan reaksi (1,3987.10-3 meningkat menjadi 5,8996.10-3 L/(mol.menit).
545 CD Hitung CD data T Hitung T data
530 515
0.18
500
0.16
485
0.14
470
0.12
455
0.1
440
0.08
425
0.06
T (K)
0.24
410 0
5
93
10 15 20 25 30 35 t (menit)
Gambar 4c. Plot Suhu dan Konsentrasi Gula versus waktu pada suhu akhir 473 K
3.2. Saran Hasil hidrolisis tidak hanya dianalisis senyawa-senyawa kimia untuk melihat apakah gula yang terbentuk mengalami degradasi atau tidak, sehingga perlu ditinjau ulang persamaan reaksi yang dipakai jika terjadi degradasi gula, yaitu B D U (dengan U = Undesired product product yang tidak dikehendaki), dan juga perlu difermentasi untuk membuktikan bahwa gula yang terbentuk dapat dikonversi menjadi etanol.
4. Ucapan Terima Kasih 0.28
560 CD Hitung CD data T Hitung T data
0.26 0.24
530 515
0.2
500
0.18
485
0.16
T (K)
CD (mol/L)
0.22
545
470
0.14 0.12
455
0.1
440
0.08
425
0.06
410 0
5
10 15 20 25 30 35 t (menit)
Gambar 4d. Plot Suhu dan Konsentrasi Gula versus waktu pada suhu akhir 493 K
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya sehingga kegiatan penelitian ini dapat berjalan lancar kepada yang terhormat Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UNNES selaku pemberi dana DIPA Universitas Negeri Semarang Nomor : 0364/02304.2/XIII/2010, tanggal 31 Desember 2009 Sesuai Dengan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) Nomor: 773/H37.3.1/KU/2010, Tanggal 5 Mei 2010
5. Daftar Pustaka
Dari Gambar diatas terlihat bahwa hanya Gambar 4c yang memiliki perbedaan antara hasil perhitungan dan hasil percobaan. Hal ini berarti bahwa pendekatan pemodelan bisa digunakan untuk merancang reaktor hidrolisis.
Badger, P. C., 2002, “Ethanol from Cellulose: A General Review”, Trends in News Crops and New Uses, pp. 17-21, ASHS Press., Alexandria, VA.
3. Penutup
BPS, 2008, “Produksi Jagung 2008 naik 22,80 %”, dalam web www.bps.co.id, diakses tanggal 01 Juli 2009.
3.1. Kesimpulan Peningkatan yiled gula secara signifikan terjadi pada suhu dari 453 K menjadi 473 K. Yield gula maksimal didapatkan pada 493 K sebesar 26%. Semakin tinggi suhu (433
Fogler, H. S., 1999, “Elements of Chemical Reaction Engineering”,
Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No. 2, Mei 2011
94
3 ed., pp. 6-9, Prentice-Hall International, Inc., New Jersey. Greer, D., 2005, “Creating Cellulosic Ethanol: Spinning Straw into Fuel”, Cellulosic Ethanol.htm, eNews Bulletin, April 2005. Hahn-Hagerdal, B., Galbe, M. F. M., GorwaGrauslund, Liden, G., and Zacchi, G., 2006, “Bio-ethano-the fuel of tomorrow from the residues of today”, ScienceDirect, Elseveir. Lavarack, B.P., Griffin, G.J., and Rodman, D., 2002, “The Acid Hydrolysis of Sugarcane Bagasse Hemicellulose to Produce Xylose, Arabinose, Glucose and Other Products”, Biomass and Bioenergy, vol. 23, 367-380, Pergamon. Levenspiel, O., 1999, “Chemical Reaction Engineering”, 2 ed., pp. 411-425, Wiley Eastern Ltd., New Delhi. Sediawan, W.B., dan Prasetya, A., 1997, “Pemodelan Matematis Dan Penyelesaian Numeris Dalam Teknik Kimia”, Andi, Yogyakarta. Sinar Tani, 2009, “Enzim untuk Pengolahan Tongkol Jagung”, Sinar TaniMembangun Kemandirian Agribisnis. Taherzadeh, M. J., 1999, “Ethanol from Lignocellulose: Physiological Effects of Inhibitors and Fermentation Strategies”, PhD Thesis, Chalmers University of Technology, Goteborg, Sweden. Wheals, A. E., Basso, L. C., Alves, D. M. G., and Amorim, H. V., 1999, “Fuel Ethanol after 25 Years”, TibTech, Elsevier, vol. 17, pp. 482-487.