PRODUKSI XILOSA DARI TONGKOL JAGUNG (Zea mays L.) DENGAN HIDROLISIS ASAM KLORIDA
Oleh Yani Darliah F34104079
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
YANI DARLIAH. F34104079. Produksi Xilosa dari Tongkol Jagung (Zea mays L.) dengan Hidsrolisis Asam Klorida. Di bawah bimbingan Liesbetini Hartoto dan Ani Suryani. 2008. RINGKASAN Tongkol jagung merupakan salah satu limbah lignoselulosik yang banyak terdapat di Indonesia, tercatat pada tahun 2008 tongkol jagung yang dihasilkan sebesar 4.456.215 ton (BPS, 2008). Namun, tongkol jagung tersebut belum dimanfaatkan secara optimal terutama bagi keperluan industri. Tongkol jagung mengandung selulosa 40 %, hemiselulosa 36 %, lignin 16 % dan 8 % bahan lainnya (Anonimous, 1981). Kandungan hemiselulosa yang tinggi merupakan potensi tongkol jagung untuk dikembangkan menjadi bahan baku industri pemanis seperti xilosa dan xilitol yang dihasilkan dari hidrolisis xilan (hemiselulosa). Xilosa digunakan dalam industri pangan dan juga dapat disintesis menjadi xilitol, etanol dan asam-asam organik. Selain itu, xilosa dalam bentuk kristal banyak dimanfaatkan sebagai gula rendah kalori pengganti sukrosa terutama bagi penderita diabetes mellitus. Hidrolisis xilan dapat dilakukan secara enzimatis maupun secara asam. Akan tetapi, hidrolisis secara asam lebih aplikatif karena biaya produksinya lebih rendah dibandingkan dengan hidrolisis enzimatis. Pada penelitian ini digunakan hidrolisis asam dengan menggunakan katalis asam klorida karena HCl mempunyai pH yang stabil, dan mempunyai sifat melarutkan yang baik. Efektifitas hidrolisis xilan menggunakan asam dipengaruhi oleh suhu, konsentrasi asam, tekanan, kekuatan asam dan lama hidrolisis (Sjostrom, 1995). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan varietas tongkol jagung (BISMA, BISI dan P-21) yang menghasilkan rendemen xilan tertinggi dan menentukan kondisi hidrolisis xilan yang optimal. Hidrolisis xilan dilakukan pada suhu 105oC, tekanan 0,05 mPa, konsentrasi xilan 20 %, konsentrasi HCl 0,3 %; 0,5 %; 0,7 % dan hidrolisis dilakukan selama 1, 2, 3, 4, dan 5 jam. Analisis yang dilakukan terhadap hasil hidrolisis adalah kadar bahan kering, rendemen, total gula, gula pereduksi dan derajat polimerisasi. Hasil analisis proksimat menunjukan bahwa kadar serat kasar tongkol jagung sekitar 34,02-35,42 % bk. Kandungan serat terendah diperoleh dari tongkol jagung varietas BISMA (34,02 %) dan yang tertinggi diperoleh dari varietas P-21 (35,42 %). Serat kasar ini terdiri dari hemiselulosa, selulosa dan lignin. Analisis serat menunjukan bahwa kandungan serat dari varietas BISMA terdiri dari 41,66 % bk hemiselulosa, 43,66 % bk selulosa, dan 13,10 % bk lignin, varietas BISI terdiri dari 29,40 % bk hemiselulosa, 52,66 % bk selulosa dan 13,10 % bk lignin, sedangkan varietas P-21 terdiri dari 61,41 % bk selulosa, 16,89 % bk hemiselulosa dan 19,89 % bk lignin. Hasil ekstraksi dan purifikasi xilan memperlihatkan bahwa rendemen xilan tertinggi diperoleh dari tongkol jagung varietas BISMA (12,24 % bk) dengan efisiensi ekstraksi dari persentase hemiselulosa sebesar 29,38 % dan rendemen terendah diperoleh dari varietas P-21 (7,75 % bk) dengan efisiensi ekstraksi dari persentase hemiselulosa sebesar 45,89 %.
Berdasarkan keseluruhan hasil hidrolisis, diketahui bahwa kondisi optimal hidrolisis xilan dengan HCl tercapai pada konsentrasi HCl 0,3 % (v/v) dan waktu hidrolisis selama 4 jam. Pada kondisi tersebut dihasilkan xilosa dengan rendemen sebesar 57,36 %, kadar bahan kering 19,74 %, total gula 101,43 mg/ml, gula pereduksi 99,82 mg/ml dan derajat polimerisasi 1,01.
YANI DARLIAH. F34104079. Production of Xylose From Corncob (Zea mays L.) by Hydrochloride Acid Hydrolysis. Under the Guidance of Liesbetini Hartoto and Ani Suryani. 2008. SUMMARY Corncob is a waste of lignocellulose which is abundant in Indonesia, recorded by BPS, corncob reaches 4.456.215 tons in 2008. But, the corncob has not been exploited optimally especially for industry. Corncob consists of 40 % cellulose, 36 % hemicellulose, 16 % lignin and 8 % of other substances (Anonimous, 1981). High content of hemicellulose represents the potency of corncob as the raw material of sweetener industry, such as xylose and xylitol which is produced from xylan (hemicellulose) hydrolysis. Xylose is used for food industry and can be converted into xylitol, etanol, and organic acids. Besides that, xylose in crystal form is used for substitute of sucrose as low sugar calorie especially for diabetes mellitus patients. Hydrolysis of xylan can be done by enzymatic and acid hydrolysis. However, acid hydrolysis is more applicable because the production cost is lower than the enzymatic hydrolysis. In this research acid hydrolysis method was used with chloride acid as catalyst because HCl has stable pH, and has the nature of dissolving good. The effectiveness of acid hydrolysis of xylan is influenced by temperature, acid concentration, pressure, acid strength and hydrolysis time (Sjostrom, 1995). The purpose of this research were to determine the varieties of corncob (BISMA, BISI and P-21) which produce the highest yield of xylan and to determine the optimal condition of xylan hydrolysis. Xylan hydrolysis was done at temperature 105 oC, pressure 0,05 mPa, xylan concentration 20 %, HCl concentration 0,3 %; 0,5 %; 0,7 % and hydrolysis time for 1, 2, 3, 4, and 5 hours. The analysis which was done to hydrolysis result were dry substance, yield, total of sugar, reducing sugar value and polymerization degree. The result of proximate analysis showed that crude fiber of corncob is about 34,02-35,42 % db. A lower crude fiber was given from corncob BISMA (34,02 %) and highest crude fiber was given from corncob P-21 (35,42 %). This Crude fiber consisted of hemicellulose, lignin and cellulose. Analyze of fiber showed that crude fiber content from corncob BISMA contained 41,66 % db hemicellulose, 43,66 % db cellulose, and 13,10 % db lignin, BISI variety contained 29,40 % db hemicellulose, 52,66 % db cellulose and 13,10 % db lignin, while P-21 varieties contained 61,41 % db cellulose 16,89 % db hemicellulose and lignin fraction 19,89 % db. The result of xylan extraction and purification from corncob showed that the highest yield of xylan came from corncob BISMA variety (12,24 % db) with extraction efficiency of 29,38 % from hemicellulose percentage and the lowest P-21 variety (7,75 % db) with extraction efficiency of 45,89 % from hemicellulose percentage. According to the result of hydrolysis, the optimal condition of xylan hydrolysis by HCl was reached at HCl concentration 0,3 % (v/v) and hydrolysis time for 4 hours. It produced 57,36 % xylose, 19,74 % dry substance, 101,43 mg/ml total of sugar, 99,82 mg/ml of reducing sugar and 1,01 of polymerization degree.
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PRODUKSI XILOSA DARI TONGKOL JAGUNG (Zea mays L.) DENGAN HIDROLISIS ASAM KLORIDA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh YANI DARLIAH F34104079
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PRODUKSI XILOSA DARI TONGKOL JAGUNG (Zea mays L.) DENGAN HIDROLISIS ASAM KLORIDA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh YANI DARLIAH F34104079
Dilahirkan pada tanggal 22 Juli 1986 Di Majalengka Tanggal lulus : Menyetujui, Bogor,
September 2008
Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS
Dr. Ir. Ani Suryani, DEA
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
SURAT PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sebenarbenarnya bahwa skripsi dengan judul “Produksi Xilosa dari Tongkol Jagung (Zea mays L.) dengan Hidrolisis Asam klorida” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunjukan rujukannya.
Bogor, Agustus 2008
Yani Darliah F34104079
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Majalengka, Jawa Barat pada tanggal 22 Juli 1986. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Eman dan (Alm) Uun. Pada tahun 1998, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 1 Cibeureum. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di SLTPN 1 Talaga dan lulus pada tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 11 Bandung dan lulus pada tahun 2004. Tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama kuliah di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Bioproses periode 2006/2007 dan 2007/2008. Penulis juga aktif dalam organisasi kemahasiswaan dengan menjadi pengurus HIMALOGIN pada tahun 2005/2006 serta pernah menjadi panitia dalam beberapa acara. Pada tahun 2007 penulis melaksanakan praktek lapangan di PTPN. VIII Goalpara-Sukabumi dengan topik “Mempelajari Teknologi Proses Produksi dan Pengawasan Mutu Teh Hitam Orthodoks di PTP. Nusantara VIII Goalpara, Sukabumi “. Untuk menyelesaikan tugas akhir ini, penulis melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi berjudul “Hidrolisis Xilan dari Tongkol Jagung (Zea mays L.) dengan Katalis Asam klorida”.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Puji Syukur tak terhingga penulis haturkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Produksi Xilosa dari Tongkol Jagung (Zea mays L.) dengan Hidrolisis Asam Klorida” ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara moril maupun materil dari semua pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penghargaan dan ucapan terimakasih penulis haturkan kepada : 1. Ibu Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, MS selaku dosen pembimbing I dan Dr. Ir. Ani Suryani, DEA selaku dosen pembimbing II atas bimbingan dan saransaran yang diberikan selama penulis menyelesaikan skripsi. 2. Ir. Sugiarto, MSi selaku dosen penguji atas kritik dan saran yang diberikan kepada penulis. 3. Kedua orang tua yang telah memberikan motivasi dan do’a serta kasih sayang dan dukungan kepada penulis. 4. Nenek, kakek (alm), paman, tante dan kakakku yang telah memberikan motivasi dan do’a serta kasih sayang dan dukungan kepada penulis. 5. PT. Lautan Luas yang telah menyediakan dana penelitian ini. 6. Bu Rini, Pak Gunawan, Bu Sri, Bu Ega, Pak Edi, Pak Agus, Pak Sugi dan seluruh pegawai jurusan TIN yang juga sangat membantu dalam kelancaran pelaksanaan penelitian penulis. 7. Teman-teman anggota ”Pondok Ami” dengan segala kehangatan dan persahabatan yang tak pernah terlupakan. 8. Seluruh teman-teman TIN 41 yang selalu memberikan semangat kepada penulis.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan di berbagai sisi baik dari penyajian isi maupun penulisan dan penyusunan skripsi ini. Oleh sebab itu saran dan kritik akan menjadi masukan yang terbaik untuk lebih membangun, memperbaiki dan menyempurnakannya untuk saat ini maupun masa mendatang. Semoga segala sesuatu yang tertuang dalam skripsi ini akan bermanfaat bagi yang memerlukannya. Amien.
Bogor, Agustus 2008 Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ..........................................................................................i DAFTAR ISI.........................................................................................................iii DAFTAR TABEL.................................................................................................v DAFTAR GAMBAR ............................................................................................vi DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................vii I. PENDAHULUAN ....................................................................................1 A. LATAR BELAKANG.........................................................................1 B. TUJUAN .............................................................................................2 II. TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................3 A. JAGUNG .............................................................................................3 B. TONGKOL JAGUNG.........................................................................5 C. KOMPONEN SERAT TONGKOL JAGUNG ...................................6 1. Selulosa..................................................................................7 2. Hemiselulosa .........................................................................8 3. Lignin.....................................................................................9 D. XILAN.................................................................................................10 E. EKSTRAKSI XILAN..........................................................................12 1. Delignifikasi ..........................................................................12 2. Ekstraksi ................................................................................13 F. PURIFIKASI XILAN..........................................................................13 G. XILOSA ..............................................................................................14 H. HIDROLISIS HEMISELULOSA (XILAN) .......................................15 III. METODOLOGI PENELITIAN................................................................18 A. BAHAN DAAN ALAT.......................................................................18 B. METODE PENELITIAN ....................................................................18 1. Analisa Proksimat ...........................................................................18 2. Ekstraksi Xilan dari Tongkol Jagung..............................................18 a. Delignifikasi ................................................................................19 b. Ekstraksi Xilan Metode Asidifikasi ............................................19
Halaman c. Purifikasi Xilan............................................................................21 3. Hidrolisis Xilan ...............................................................................21 C. RANCANGAN PERCOBAAN ..........................................................23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................25 A. ANALISA PROKSIMAT ...................................................................25 B. EKSTRAKSI DAN PURIFIKASI XILAN.........................................27 C. HIDROLISIS XILAN .........................................................................29 1. Bahan Kering.........................................................................31 2. Rendemen ..............................................................................32 3. Total Gula ..............................................................................34 4. Gula Pereduksi.......................................................................35 5. Derajat Polimerisasi...............................................................37 D. PERBANDINGAN HASIL HIDROLISIS HCl DENGAN KONTROL........................................................................39 V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................40 A. KESIMPULAN ...................................................................................40 B. SARAN ...............................................................................................40 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................41 LAMPIRAN..........................................................................................................46
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Varietas Jagung Unggul ..........................................................................4 Tabel 2. Rencana Pergeseran Penggunaan Varietas Jagung .................................4 Tabel 3. Areal Panen Jagung di Empat Propinsi Utama Penghasil....................... Jagung di Indonesia................................................................................5 Tabel 4. Komposisi Kimia Tongkol Jagung .........................................................6 Tabel 5. Kadar Xilan Berbagai Limbah Industri Pertanian...................................11 Tabel 6. Perbandingan Karakteristik antara HCl dan H2SO4 ................................17 Tabel 7. Hasil Analisa Proksimat Tongkol Jagung...............................................25 Tabel 8. Komposisi Serat Tongkol Jagung ...........................................................25 Tabel 9. Rendemen Xilan Hasil Ekstraksi dan Purifikasi .....................................29 Tabel 10. Perbandingan Hasil Hidroisis Xilan dengan H2SO4 dan HCl ...............39
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kemungkinan Pemanfaatan Bahan Lignoselulosik.............................6 Gambar 2. Struktur Molekul Selulosa...................................................................7 Gambar 3. Penampang Membujur Hemiselulosa dalam Jaringan Tanaman ........8 Gambar 4. Struktur Molekul Monosakarida Penyusun Hemiselulosa ..................9 Gambar 5. Struktur Molekul Lignin dan Monomer Penyusunnya........................10 Gambar 6. Struktur Kimia Xilan...........................................................................10 Gambar 7. Struktur Kimia D-Xilosa .....................................................................14 Gambar 8. Reaksi Hidrogenasi Xilosa menjadi Xilitol.........................................14 Gambar 9. Struktur Molekul Furfural ...................................................................16 Gambar 10. Diagram Alir Proses Ekstraksi Xilan Metode Asidifikasi ................20 Gambar 11. Diagram Alir Proses Purifikasi Xilan................................................22 Gambar 12. Diagram Alir Proses Hidrolisis Xilan Secara Asam .........................23 Gambar 13. Xilan Tongkol Jagung Kering ...........................................................30 Gambar 14. Tahap Pemurnian Xilosa ...................................................................31 Gambar 15. Grafik Hubungan antara Konsentrasi HCl dengan Waktu Hidrolisis terhadap Bahan Kering Xilosa.............................32 Gambar 16. Grafik Hubungan antara Konsentrasi HCl dengan Waktu Hidrolisis terhadap Rendemen Xilosa ..................................33 Gambar 17. Grafik Hubungan antara Konsentrasi HCl dengan Waktu Hidrolisis terhadap Total Gula .............................................34 Gambar 18. Grafik Hubungan antara Konsentrasi HCl dengan Waktu Hidrolisis terhadap Gula Pereduksi ......................................36 Gambar 19. Grafik Hubungan antara Konsentrasi HCl dengan Waktu Hidrolisis terhadap Derajat Polimerisasi ..............................37 Gambar 20. Kurva Standar Total Gula .................................................................64 Gambar 21. Kurva Standar Gula Pereduksi ..........................................................65
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur Analisa Karakteristik Tongkol Jagung ..............................47 Lampiran 2. Prosedur Analisa Xilosa ...................................................................51 Lampiran 3. Neraca Massa Proses Ekstraksi Xilan ..............................................53 Lampiran 4. Neraca Massa Proses Hidrolisis Xilan..............................................56 Lampiran 5. Analisa Keragaman terhadap Bahan Kering Xilosa .........................57 Lampiran 6. Analisa Keragaman terhadap Rendemen Xilosa ..............................58 Lampiran 7. Analisa Keragaman terhadap Total Gula..........................................59 Lampiran 8. Analisa Keragaman terhadap Gula Pereduksi ..................................61 Lampiran 9. Analisa Keragaman terhadap Derajat Polimerisasi ..........................63 Lampiran 10. Kurva Standar Total Gula (480 nm) ...............................................64 Lampiran 11. Kurva Standar Gula Pereduksi (550 nm)........................................65
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Tongkol jagung merupakan salah satu limbah lignoselulosik yang banyak tersedia di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ketersediaan tongkol jagung di Indonesia pada tahun 2006 adalah sebesar 3.482.839 ton, pada tahun 2007 sebesar 3.986.258 ton, dan berdasarkan perkiraan, pada tahun 2008 tongkol jagung ada sekitar 4.456.215 ton. Tongkol jagung selama ini baru dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sedangkan pemanfaatan untuk bahan baku industri belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, diperlukan adanya diversifikasi pemanfaatan limbah tongkol jagung yang ada, salah satunya adalah dengan memanfaatkan fraksi hemiselulosa. Hemiselulosa adalah polisakarida dimana sebagian besar monomernya adalah pentosan (xilosa). Menurut Annonimous (1981), tongkol jagung pada umumnya mengandung hemiselulosa sebesar 36 %, kandungan hemiselulosa tersebut berbeda-beda tergantung varietasnya. Tingginya kandungan hemiselulosa tongkol jagung tersebut mengakibatkan tongkol jagung berpotensi untuk diolah menjadi xilosa. Xilosa memiliki aplikasi yang cukup luas dalam beberapa industri pangan dan dapat disintesis menjadi xilitol, etanol, asam-asam organik (butanol, aseton, asam asetat dan asam laktat) serta protein sel tunggal. Selain itu, xilosa dalam bentuk kristal banyak dimanfaatkan sebagai gula rendah kalori pengganti sukrosa terutama bagi penderita diabetes melitus. Hingga saat ini seluruh kebutuhan xilosa dalam negeri diperoleh melalui impor. Impor terbesar diperoleh dari Cina yang saat ini menguasai pasar xilosa dunia. Xilosa dapat dihasilkan dari proses hidrolisis hemiselulosa (xilan) baik secara enzimatis maupun secara asam. Hidrolisis hemiselulosa secara enzimatis tidak menghasilkan produk yang beracun, namun proses ini tidak efektif dalam memproduksi xilosa, selain karena harga enzim xilanase sangat mahal, proses hidrolisis xilan secara enzimatis hanya menghasilkan monosakarida (xilosa) dalam jumlah yang sedikit dan menghasilkan oligosakarida dalam jumlah yang lebih tinggi (rendemen rendah), serta
membutuhkan waktu hidrolisis yang lama, yaitu pada umumnya lebih dari 24 jam. Hidrolisis secara asam lebih efisien karena biaya produksinya lebih rendah, waktu hidrolisis relatif singkat dan menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan hidrolisis enzimatis. Namun meskipun demikian, hidrolisis hemiselulosa secara asam mempunyai kelemahan yaitu, larutan gula yang dihasilkan kemungkinan mempunyai rasa yang asin karena pada saat penetralan dihasilkan garam dalam jumlah yang cukup banyak, sehingga memerlukan pemurnian lebih lanjut. Penelitian ini menggunakan metode hidrolisis asam karena metode ini lebih efisien dari segi biaya, waktu dan rendemen. Asam yang digunakan adalah asam klorida (HCl). Selain harganya murah, HCl mempunyai pH yang stabil, dan mempunyai sifat melarutkan yang baik. Dalam pelaksanaannya, keberhasilan hidrolisis hemiselulosa secara asam tidak hanya ditentukan oleh jenis asam (katalis) yang digunakan, tetapi juga dipengaruhi oleh konsentrasi asam yang digunakan dan lamanya hidrolisis hemiselulosa tersebut. Berdasarkan hal inilah maka kajian mengenai pengaruh faktor-faktor di atas dalam produksi xilosa sangat diperlukan agar hasil yang diperoleh optimal. B. TUJUAN Penelitian ini bertujuaan untuk : 1. Menentukan varietas tongkol jagung (BISMA, BISI dan P-21) yang menghasilkan rendemen xilan tertinggi. 2. Menentukan konsentrasi HCl dan waktu hidrolisis terbaik dalam konversi xilan menjadi xilosa.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. JAGUNG Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman biji-bijian yang termasuk ke dalam famili rumput-rumputan (Graminae). Tanaman jagung terdiri atas akar, batang, daun, bunga, dan biji. Biji jagung berkeping tunggal, tersusun dalam tongkol dengan susunan teratur memanjang dan ditutup oleh seludang atau kelobot (Sumadi dan Rasyid, 2002). Sistematika tanaman jagung adalah sebagai berikut. Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Classis : Monocotyledone Ordo : Graminae Familia : Graminaceae Genus : Zea Species : Zea mays L. (http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung) Varietas jagung dibedakan menjadi dua golongan yaitu, varietas unggul dan lokal. Varietas unggul adalah varietas jagung yang mempunyai sifat berproduksi tinggi, umur pendek, tahan terhadap serangan penyakit dan sifatsifat lainnya yang menguntungkan. Varietas unggul ini dibedakan menjadi dua, yaitu jagung hibrida dan komposit (http://www.puslittan.bogor.net) Varietas-varietas jagung unggul komposit dan hibrida yang telah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian disajikan dalam Tabel 1. Jagung hibrida adalah varietas jagung generasi pertama hasil persilangan dua galur murni, sedangkan varietas jagung komposit adalah varietas jagung hasil persilangan dari beberapa varietas jagung. Pada umumnya, varietas jagung hibrida memberikan hasil yang lebih baik daripada varietas jagung komposit, yaitu mampu berproduksi lebih tinggi 15-20% dan menghasilkan biji yang lebih besar dibandingkan varietas komposit. Namun varietas hibrida ini tidak dapat bertahan di lahan kering, sebaliknya varietas komposit dapat ditanam di lahan yang tidak subur (http://www.puslittan.bogor.net).
Tabel 1. Varietas Jagung Unggul Varietas
Hasil ratarata (ton/ha)
Potensi hasil (ton/ha)
BISMA Lamuru Sukmaraga Srikandi Kuning-1 Srikandi Putih-1 Anoman (putih)
5,7 5,6 6,0 5,4 5,9 5,0
7,5 7,6 8,5 7,9 8,1 7,0
P-21 BISI Semar-3 Semar-10
5,7 6,6 5,3 7,2
8,0 8,0 9,0 9,0
Umur Panen (hari) Komposit 90 95 105 110 110 103 Hibrida 95 95 94 97
Ketahanan penyakit bulai
Keunggulan spesifik
Toleran Agak toleran Toleran Rendah Rendah Rendah
Tahan kekeringan Tahan kekeringan Tahan keasaman Protein bermutu tinggi Protein bermutu tinggi Rasa enak
Toleran Toleran Toleran Agak toleran
Produktivitas tinggi Produktivitas tinggi Tahan kekeringan Biomassa tinggi
Sumber : http://www.puslittan.bogor.net Produksi jagung, terutama jagung varietas hibrida setiap tahun semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh adanya rencana pemerintah yang akan melakukan pergeseran penggunaan varietas jagung lokal secara nasional ke jenis hibrida dan komposit (Tabel 2) agar hasil produksi jagung dalam negeri semakin meningkat. Dengan demikian dapat diperkirakan juga bahwa ketersediaan tongkol jagung dari varietas jagung hibrida dan komposit (BISI, BISMA dan P-21) akan semakin banyak, sehingga ketiga varietas tersebut sangat berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku untuk industri xilosa. Pada umumnya, varietas jagung komposit dan hibrida banyak ditanam di Indonesia seperti di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung dan Sumatra Utara (Tabel 3). Tabel 2. Rencana Pergeseran Penggunaan Varietas Jagung Tahun 2008 2010 2015
Hibrida (%) 40 50 60
Sumber: Departemen Pertanian (2008).
Komposit (%) 40 35 30
Lokal (%) 20 15 10
Tabel 3. Areal Panen Jagung di Empat Provinsi Utama Penghasil Jagung di Indonesia Varietas
Sumatra Utara (ha)
Hibrida Komposit Lokal Total
142.614 50.119 5.207 197.940
Hibrida Komposit Lokal
72,05 25,32 2,63
Hibrida Komposit Lokal Total
175.478 49.284 5.120 229.882
Hibrida Komposit Lokal
76,33 21,44 2,23
Hibrida Komposit Lokal Total
187.678 49.284 5.207 242.169
Hibrida Komposit Lokal
77,50 20,35 2,15
Lampung (ha) 2006 231.598 42.221 57.821 331.640 Persentase 69,83 12,73 17,43 2007 271.597 41.517 56.857 369.971 Persentase 73,41 11,22 15,37 2008 279.889 41.517 57.821 379.227 Persentase 73,81 10,95 15,25
Jawa Tengah (ha)
Jawa Timur (ha)
248.381 127.668 121.879 497.928
469.245 229.198 400.741 1.099.184
49,88 25,64 24,48
42,69 20,85 36,46
325.625 125.540 119.848 571.013
534.056 225.378 394.062 1.153.496
57,03 21,99 20,99
46,30 19,54 34,16
341.698 125.540 121.879 589.117
543.258 225.378 400.741 1.169.377
58,00 21,31 20,69
46,46 19,27 34,27
Sumber: BPS (2006, 2007 dan 2008) B. TONGKOL JAGUNG Menurut Koswara (1991), tongkol jagung adalah tempat pembentukan lembaga dan gudang penyimpanan makanan untuk pertumbuhan biji. Jagung mengandung kurang lebih 30 persen tongkol jagung sedangkan sisanya adalah kulit dan biji. Menurut Maynard dan Loosli (1993), tongkol jagung terdiri dari 35,5 % serat kasar, 2,5 % protein, 0,12 % kalsium, 0,04 % fosfor dan zat-zat lainnya sebesar 38.16 %. Lebih lanjut, Annonimous (1981) menyatakan bahwa tongkol jagung mengandung selulosa (40 %), hemiselulosa (36 %) dan lignin (16 %) serta at-zat lainnya (8 %). Komposisi kimia tongkol jagung disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Kimia Tongkol Jagung Komponen (% bk) Glukan Xilan Arabinan Galaktan Lignin Abu Protein Lemak kasar Gugus Asetil Bahan lainnya (by diff.) Asam Uronat
a 34,40 ± 0,40 31,30 ± 0,30 3,01 ± 0,07 18,80 ± 0,10 1,30 ± 0,03 4,30 ± 0,09 3,08 ± 0,01 0,46 3,36 ± 0,09
b 39,40 28,40 3,60 1,10 7,00 1,70 3,20 0,70 -
a : Parajo et al. (2003) b : White dan Johnson (2003) C. KOMPONEN SERAT TONGKOL JAGUNG Tongkol jagung merupakan limbah padat yang dapat dikategorikan dalam limbah lignoselulosik. Limbah lignoselulosik adalah limbah pertanian yang mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Menurut Humprey (1979), pemanfaatan limbah lignoselulosik adalah melalui proses degradasi, baik secara kimiawi maupun secara enzimatis. Kemungkinan pemanfaatan lignoselulosik disajikan pada Gambar 1.
Hemiselulosa
Lignoselulosa
Xilitol Xilosa Furfural Etanol Butanol Asam asetat
Selulosa
Sirup glukosa Fruktosa Sorbitol
Lignin
Bahan bakar Pelarut Resin
Gambar 1. Kemungkinan Pemanfaatan Bahan Lignoselulosik (Humprey, 1997)
1. Selulosa Selulosa merupakan homopolisakarida yang tersusun atas unit-unit D-glukopiranosa yang terikat satu sama lain dengan ikatan β-1,4 glikosidik (Sjostrom,1998). Menurut Achmadi (1989), selulosa mempunyai dua macam ikatan hidrogen, yaitu ikatan hidrogen intramolekul dan ikatan hidrogen intermolekul. Struktur fibril dan kuatnya ikatan hidrogen, menyebabkan selulosa bersifat tidak larut dalam berbagai pelarut. Struktur molekul selulosa diperlihatkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Molekul Selulosa (http://prs.files.wordpress.com) Menurut Fengel dan Wegener (1995), selulosa jika direaksikan dengan alkali akan membengkak sampai batas tertentu tergantung konsentrasi alkali dan suhu reaksi. Ada beberapa tipe pereaksi yang menyebabkan selulosa membengkak, yaitu hidroksida logam alkali, garam-garam dalam larutan basa kuat, beberapa garam dari asam anorganik, senyawa amina dan sejenisnya. Hidroksi logam alkali seperti NaOH merupakan pereaksi yang paling banyak digunakan industri untuk membengkakan selulosa (Achmadi, 1989). Selulosa terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu alfa selulosa, beta selulosa dan gama selulosa. Alfa selulosa adalah bagian selulosa yang tidak larut dalam larutan alkali kuat (NaOH). Beta selulosa adalah bagian selulosa yang larut dalam media alkali dan mengendap jika larutan dinetralkan, sedangkan gama selulosa adalah bagian selulosa yang larut dalam alkali dan tetap larut jika larutan dinetralkan (Fengel dan Wegener, 1995).
2. Hemiselulosa Hemiselulosa merupakan salah satu komponen lignoselulosa yang sering diartikan sebagai selulosa dengan bobot molekul rendah. Hemiselulosa bersifat tidak tahan terhadap perlakuan panas (Fengel dan Wegener, 1995), strukturya amorf dan mudah dimasuki pelarut (Sjostrom, 1995), dapat diekstraksi menggunakan alkali dan ikatannya lemah sehingga mudah dihidrolisis (Winarno, 1984). Gong et al. (1991) menyatakan bahwa hemiselulosa bergabung dengan selulosa dalam jaringan lignin untuk membangun dinding sel tanaman yang keras dan kuat. Hemiselulosa tergolong polisakarida yang terdiri dari berbagai jenis heksosa, pentosa dan asam heksuronat. Oleh sebab itu, hemiselulosa didefinisikan sebagai ikatan pendek rantai heteropolisakarida dari campuran heksosa dan pentosa. Penampang membujur hemiselulosa dalam jaringan tanaman dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Penampang Membujur Hemiselulosa dalam Jaringan Tanaman (http://isroi.files.wordpress.com) Menurut
Wenzl
(1990),
komponen-komponen
monomer
hemiselulosa dapat dibagi dalam beberapa tipe sebagai berikut: 1. Glukomanan, yaitu hemiselulosa dimana monomer penyusunnya terdiri dan β-D-glukopiranosa dan β-D-manopiranosa. 2. Arabinogalaktan, yaitu hemiselulosa dimana monomer penyusunnya adalah β-D-galaktopiranosa dan L-arabinosa.
3. Xilan, yaitu hemiselulosa dimana monomer penyusunnya adalah β-Dxilopiranosa. Hemiselulosa tanaman Angiospermae pada umumnya terdiri dari komponen glukomanan (2-5 %), xilan (15-30 %) dan sejumlah kecil asam galakturonat (Fengel dan Wegener, 1995). Struktur molekul monosakarida sebagai monomer penyusun hemiselulosa diperlihatkan pada Gambar 4.
β-D-galaktopiranosa
β-D-arabinopiranosa
D-xilopiranosa
D-manopiranosa
D-glukosa
Gambar 4. Struktur Molekul Monosakarida Penyusun Hemiselulosa (Sjostrom, 1995). 3. Lignin Lignin adalah polimer tiga dimensi yang terdiri dari unit fenil propana yang diikat dengan ikatan eter (C-O-C) dan ikatan karbon (C-C). Lignin bersifat tahan terhadap hidrolisis karena adanya ikatan arilalkil dan ikatan eter (Judoamidjojo et al., 1989), serta tidak larut dalam air, dalam larutan asam dan larutan hidrokarbon (Krik dan Othmer 1952). Sjostrom (1995) menyatakan reaktivitas lignin sangat dipengaruhi oleh gugus-gugus fungsi yang terdapat pada polimer lignin itu sendiri. Polimer lignin mengandung gugus metoksil, gugus hidroksil fenol dan beberapa gugus aldehid pada rantai sampingnya. Menurut Achmadi (1989), gugus fungsi yang sangat mempengaruhi reaktivitas lignin adalah gugus hidroksil fenolik dan gugus karbonil. Struktur molekul lignin dan monomer penyusunnya diperlihatkan pada Gambar 5.
(a)
(b)
Gambar 5. Struktur Molekul Lignin (a) dan monomer penyusunnya (b) (http://id.wikipedia.org/wiki/Lignin) D. XILAN Xilan atau polimer xilosa adalah komponen yang paling banyak terdapat dalam hemiselulosa tanaman (Whistler, 1950). Menurut Sjostrom (1995), xilan merupakan polimer dari xilosa yang berikatan β-1,4-xilopiranosa dengan jumlah monomer 150 hingga 200 unit. Rantai xilan bercabang dan strukturnya tidak berbentuk kristal sehingga lebih mudah dimasuki pelarut dibanding selulosa. Struktur asli xilan sangat kompleks dan dapat disubstitusi dengan grup asetil, L-arabinofuranosil dan glukoronosil pada rantai sampingnya (Whistler, 1950). Struktur kimia xilan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Struktur Kimia Xilan (Eriksson et al., 1990) Pada umumnya, xilan diklasifikasikan atau disebut sebagai hemiselulosa karena diperoleh melalui prosedur ekstraksi hemiselulosa dan xilan adalah komponen pokok dari hemiselulosa (Whistler, 1950). Hemiselulosa (xilan) yang dihasilkan dari proses ekstraksi ada 2 jenis, yaitu hemiselulosa A (55 %)
dan hemiselulosa B (45 %). Hemiselulosa A yang identik dengan nama xilan adalah endapan yang diperoleh dari pengasaman filtrat alkali hingga pH-nya sekitar 4,5-5,0. Hemiselulosa A mengandung xilosa (88,5 %), arabinosa 9,1 % dan galaktosa 2,4 %. Hemiselulosa B adalah endapan yang diperoleh dari penambahan etanol pada filtrat dari hemiselulosa A. Hemiselulosa B terdiri atas xilosa (61,2 %), galaktosa 27,8 % dan arabinosa 11,0 % (Soltes, 1983). Menurut Whistler (1950), xilan bersifat dapat larut dalam larutan alkali (NaOH atau KOH 2-15 persen) dan larut dalam air. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Richana (2006), xilan bersifat larut sempurna dalam alkali (NaOH 1 %), larut dalam air panas dan sedikit larut dalam air dingin, serta tidak larut dalam asam (HCl 1 N). Xilan banyak dijumpai pada limbah pertanian seperti tongkol jagung, bagas tebu, jerami padi, dedak gandum, dan biji kapas. Menurut Whistler (1950), kandungan xilan dalam bahan-bahan tersebut berkisar antara 15-30 persen bobot kering. Kayu keras (hardwood) dan kayu lunak (softwood) juga merupakan bahan-bahan yang kaya akan xilan. Kayu keras mengandung 20-25 persen xilan, sedangkan kayu lunak mengandung 7-12 persen (Sjostrom, 1995). Berdasarkan penelitian Agustina (2002) dan Richana (2006), kadar xilan dalam tongkol jagung adalah yang tertinggi dibandingkan kadar xilan pada limbah angiospermae lainnya. Oleh karena itu, tongkol jagung sangat potensial untuk digunakan sebagai sumber xilan dalam produksi xilosa. Kadar xilan dalam berbagai limbah industri pertanian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kadar Xilan Berbagai Limbah Hasil Pertanian Limbah/bahan Tongkol jagung Ampas umbi garut Onggok Sekam Bekatul Bagas tebu Oat hulls Kulit kacang Kulit biji kapas
Sumber: *) Agustina (2002) **) Richana (2006)
Kadar xilan (%) 31,94 * 6,86 * 0,40 * 29,91 * 10,25 * 9,60 ** 12,30 ** 6,30 ** 10,2 **
E. EKSTRAKSI XILAN Proses ekstraksi xilan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap delignifikasi dan ekstraksi (Widyani, 2002; Adam, 1965 dan Soltes, 1983). 1. Delignifikasi Menurut Soltes (1983), isolasi hemiselulosa dari limbah pertanian bisa dilakukan dengan dua cara yaitu pertama, mengekstraksi hemiselulosa secara langsung dengan alkali dan yang kedua adalah melakukan delignifikasi terlebih dahulu dengan menggunakan pelarut yang bersifat oksidator. Menurut Fridia (1989), proses delignifikasi merupakan perlakuan pendahuluan terhadap bahan baku sehingga mempermudah pelepasan hemiselulosa. Delignifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan bahan kimia alkali dan bahan kimia yang bersifat oksidator. Bahan kimia yang bersifat oksidator diantaranya adalah klor, oksigen, hipoklorit, peroksida, ozon dan nitrogen dioksida. Sedangkan alkali yang bisa digunakan untuk delignifikasi adalah NaOH (Batubara, 2006). Menurut Fengel dan Wegener (1995), pada umumnya proses delignifikasi dilakukan dengan menggunakan pelarut natrium hipoklorit (NaOCl) karena pelarut tersebut mengandung ion-ion hipoklorit yang mampu memecah ikatan eter dalam struktur lignin. Bahan yang telah dikenai proses delignifikasi selain mengalami penyusutan kandungan ligninnya juga mengalami penyusutan selulosa dan hemiselulosa. Proses delignifikasi yang baik adalah yang menghasilkan holoselulosa dengan kandungan sisa lignin yang rendah, hilangnya polisakarida minimal serta terjadi degradasi oksidatif dan hidrolitik selulosa minimal (Fengel dan Wegener, 1995). 2. Ekstraksi Xilan Hespell et al. (1997) menyatakan bahwa ekstraksi xilan dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa pelarut seperti natrium hidroksida (NaOH), amonium hidroksida (NH4OH) dan kalium hidroksida (KOH). Di antara ketiga pelarut tersebut, yang paling baik digunakan
adalah natrium hidroksida, karena NaOH merupakan alkali yang paling kuat dalam mendegradasi struktur dinding sel. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soltes (1983) bahwa hemiselulosa sangat mudah diekstraksi dengan menggunkan NaOH. Laju ekstraksi hemiselulosa meningkat secara bertahap dengan peningkatan konsentrasi NaOH yang digunakan. Selain itu, menurut Fengel dan Wegener (1995), garam NaCl yang terbentuk dari proses penetralan larutan alkali (NaOH) oleh HCl mempunyai kelarutan yang tinggi dalam etanol, sehingga memudahkan proses pemurnian xilan. Menurut Somaatmadja (1981), syarat pelarut yang digunakan pada proses ekstraksi adalah tidak berbahaya bagi pekerja, tidak bersifat racun dan dapat melarutkan xilan dengan cepat dan sempurna, murah serta mudah diusahakan sebagai pertimbangan ekonomi. F. PURIFIKASI XILAN Purifikasi atau pemurnian merupakan tahapan yang dilakukan dengan tujuan agar hemiselulosa yang diperoleh dari tahap ekstraksi lebih murni dan homogen. Purifikasi xilan dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti dialisis, kromatografi kolom dan metode pengendapan (Fengel dan Wegener, 1995). Metode pengendapan merupakan metode yang paling banyak digunakan karena metode ini relatif sederhana dan menghasilkan xilan dengan kemurnian yang tinggi. Proses pemurnian ini meliputi beberapa tahap pengendapan ekstrak, yaitu dengan cara pengasaman dan penambahan pelarut organik netral seperti etanol, metanol, atau aseton ke dalam larutan ekstrak hemiselulosa (Fengel dan Wegener, 1995). Sama halnya dengan Fengel dan Wegener (1995), Sjostrom (1995), menyatakan bahwa pelarutan bertingkat ekstrak hemiselulosa pada konsentrasi alkali rendah dapat digunakan untuk memisahkan komponen-komponen hemiselulosa secara kasar. Hemiselulosa dapat diendapkan dari larutan alkali dengan pengasaman. Penambahan pelarut organik netral seperti etanol akan menghasilkan pengendapan yang lebih sempurna.
G. XILOSA Xilosa (C5H10O5) merupakan gula (monomer) yang paling banyak ditemukan dari seluruh gula dalam hemiselulosa (Whistler, 1950). D-xilosa dapat diperoleh melalui hidrolisis tongkol jagung atau xilan (hemiselulosa A) secara asam maupun enzimatis. Gonzales et al. (1985) menyebutkan bahwa hidrolisis hemiselulosa akan menghasilkan tiga jenis monosakarida yaitu xilosa dan arabinosa dalam jumlah yang lebih banyak serta glukosa dalam jumlah yang lebih sedikit. Struktur kimia xilosa dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Struktur Kimia D-Xilosa (http://es.wikipedia.org/wiki/Xilosa) Xilosa sebagai produk hidrolisis xilan dapat digunakan dalam pembuatan tablet dan artificial low calorie sweeteners (Kulkarni, 1999). Selain itu ditinjau dari sifatnya yang tidak dapat dimetabolisme, xilosa sangat sesuai digunakan sebagai pemanis pada permen karet karena disamping tidak menyebabkan kegemukan juga tidak merusak gigi. Kegunaan lainnya dari xilosa adalah sebagai bahan campuran pasta gigi karena dapat memperkuat gusi (Ramirez et al., 2002). Melalui proses secara bertahap, xilosa dapat dikonversi menjadi xilitol, etanol, dan produk organik lainnya (Thompson, 1983). Menurut Eiteman et al. (1978), xilosa dapat dikonversi menjadi xilitol melalui proses hidrogenasi (Gambar 8) pada tekanan dan suhu tinggi yaitu pada tekanan 40-70 atm dan suhu antara 80140°C.
+ H2 Gambar 8. Reaksi Hidrogenasi Xilosa menjadi Xilitol (Eiteman et al., 1978)
H. HIDROLISIS HEMISELULOSA (XILAN) Hidrolisis adalah pemecahan kimiawi suatu molekul karena pengikatan air, sehingga menghasilkan molekul-molekul yang lebih kecil (Gaman dan Sherrington, 1981). Reaksi hidrolisis dapat dipercepat dengan penambahan asam ataupun enzim sebagai katalis. Hemiselulosa dapat didegradasi menjadi xilosa dengan menggunakan asam dan enzim. Hidrolisis hemiselulosa secara asam dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, hidrolisis dengan menggunakan temperatur yang tinggi atau menggunakan asam konsentrasi tinggi (Kosaric, et al., 1983). Menurut Elander dan Hsu (1995), hidrolisis hemiselulosa menjadi xilosa menggunakan asam lebih efisien daripada secara enzimatis. Kombinasi yang tepat antara pH, suhu dan lama reaksi dapat menghasilkan rendemen gula (xilosa) yang tinggi. Hidrolisis hemiselulosa secara enzimatis tidak menghasilkan produk yang beracun, namun proses ini tidak efektif dalam memproduksi gula sederhana, selain karena harga enzim sangat mahal, proses hidrolisis xilan secara enzimatis hanya menghasilkan monosakarida dalam jumlah yang sedikit dan menghasilkan oligosakarida dalam jumlah yang lebih tinggi (Hespell et al., 1997). Hidrolisis sempurna xilan memerlukan aktivitas sinergis kelompok enzim hemiselulosa (hidrolitik), di antaranya adalah enzim endo-bxilanase dan exo-b-xilosidase (Saddler, 1993). Enzim endo-b-xilanase berperan dalam memutus ikatan β-1,4 pada bagian dalam dari rantai xilan sehingga dihasilkan xilooligosakarida (baik bercabang maupun tidak) yang meliputi xilopentosa, xilotetraosa, xilotriosa dan xilobiosa. Sedangkan enzim exo-b-xilosidase berfungsi dalam menghidrolisis xilooligosakarida rantai pendek menjadi xilosa. Enzim ini bekerja dengan memutus ujung-ujung nonpereduksi dari rantai xilooligosakarida (Saha, 2000). Sama halnya dengan Hespell et al., Wayman (1986), menyebutkan bahwa gula yang dihasilkan dari hemiselulosa terutama xilosa lebih mudah diperoleh melalui hidrolisis asam yang biasanya dilakukan pada suhu 100-160 oC, meskipun pada proses ini dapat dihasilkan produk samping
seperti furfural. Hemiselulosa (xilan) jika dihidrolisis dengan asam akan terurai menjadi molekul-molekul yang lebih kecil, yaitu sebagai berikut. Xilan
xilooligosakarida
xilosa
furfural
produk dekomposisi
Pada umumnya, komponen terlarut yang terdapat pada hasil hidrolisis xilan adalah xilosa, glukosa dan arabinosa. Namun, jika proses hidrolisis tidak terkontrol maka selain tiga komponen gula tersebut juga dihasilkan furfural atau 5-hidroksimetilfurfural dan asam-asam organik seperti asam format dan asam asetat (Soltes, 1983). Untuk mencegah terjadinya degradasi xilosa menjadi furfural dan asam organik, hidrolisis sebaiknya dilakukan pada suhu di bawah 180 oC dan konsentrasi asam di bawah 1 % (Pessoa et al., 1997). Sedangkan menurut Sjostrom (1995), hidrolisis hemiselulosa agar tidak terbentuk furfural adalah pada suhu di bawah 130 oC. Furfural (C5H4O2) merupakan senyawa organik turunan dari golongan furan. Senyawa ini berfasa cair berwarna kuning hingga kecoklatan dengan titik didih 161.7oC, densitas (20oC) adalah 1.16 g/cm3. Furfural merupakan senyawa yang kurang larut dalam air namun larut dalam alkohol, eter, dan benzena (http://www.chem-is-try.org). Gambar 9. menunjukkan struktur molekul furfural.
Gambar 9. Struktur Molekul Furfural (http://www.chem-is-try.org) Menurut Ladish (1989) dan Cao et al. (1995), hemiselulosa jika dihidrolisis sempurna secara asam akan menjadi D-xilosa 50-70 % b/b dan Larabinosa 5-15 % b/b. Secara umum, asam yang digunakan dalam proses hidrolisis xilan menjadi xilosa adalah asam kuat seperti asam sulfat dan asam klorida dengan konsentrasi antara 0,1-6,0 persen. Proses hidrolisis tersebut berlangsung selama 30 sampai 240 menit dan suhu 100-180 oC (Buckl et al., 1976).
Hidrolisis xilan dari tongkol jagung berdasarkan hasil penelitian Anggraini (2003) yang menggunakan asam sulfat 0,3; 0,5 dan 1 % (v/v) dengan dihidrolisis selama 60 menit diperoleh konsentrasi asam optimal sebesar 0,3 % yang menghasilkan rendemen xilosa sekitar 83,12 %, gula pereduksi 89,23 mg/ml, total gula 94,57 mg/ml, derajat polimerisasi 1,06, kadar bahan kering 15,33 % dan kejernihan 46,99 %T. Selain asam sulfat, asam kuat lainnya yang dapat digunakan dalam proses hidrolisis xilan menjadi xilosa adalah asam klorida. Perbandingan karakteristik asam sulfat dan asam klorida disajikan pada Tabel 4. Tabel 6. Perbandingan Karakteristik HCl dan H2SO4 Parameter Keasaman (pKa) Bahaya utama Harga/l
HCl (Asam Klorida) −8,0 *) Korosif *) Rp. 11.000,-
H2SO4 (Asam Sulfat) -3,0 **) Sangat korosif dan bersifat membakar bahan organik**) Rp. 12.000,-
*) http://en.wikipedia.org/Hydrochloric_acid **) http://en.wikipedia.org/Sulfuric_acid pKa sebagaimana pH digunakan untuk menunjukkan kekuatan suatu asam. pKa mempunyai rumus sebagai berikut. pKa = - log Ka Nilai Ka untuk asam kuat adalah sangat besar, sehingga akan dihasilkan nilai pKa yang rendah. Semakin kecil nilai pKa suatu asam maka asam tersebut semakin kuat (Staf Pengajar Kimia dasar I, 2004). Berdasarkan karakteristiknya tersebut, maka HCl sangat berpotensi untuk digunakan dalam menghidrolisis xilan menjadi xilosa. Hal ini telah dibuktikan oleh Kurakake et al. (2005) yang menghidrolisis xilan dari kulit biji jagung dengan HCl 0,2 M. Berdasarkan penelitiannya, hidrolisis pada suhu 125 oC selama 20 menit menghasilkan xilosa sebanyak 290 mg/g dan rendemen sebesar 99 %.
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tongkol jagung dan xilan hasil ekstraksi. Tongkol jagung yang digunakan dalam penelitian berasal dari jagung varietas BISMA berasal dari daerah kediri (Jawa Timur), BISI dan P-21 yang berasal dari Cina. Tongkol jagung tersebut digiling sampai ukuran kurang lebih 10 mesh. Bahan kimia yang dipergunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu bahan kimia untuk ekstraksi dan bahan kimia untuk hidrolisis xilan. Bahan kimia untuk ekstraksi xilan terdiri dari NaOCl 1 %, NaOH 15 %, HCl 6 N dan etanol 95 %. Bahan kimia untuk hidrolisis xilan terdiri dari HCl dengan konsentrasi 0,3; 0,5; 0,7 % (v/v), Na2CO3 30 %, arang aktif, serta bahan-bahan kimia untuk analisis. Peralatan yang diperlukan diantaranya adalah timbangan analitik, sentrifus,
otoklaf,
penyaring
vakum,
oven,
alat-alat
gelas,
dan
spektofotometer. Peralatan ini digunakan untuk proses ekstraksi, hidrolisis xilan serta analisis xilosa yang dihasilkan. B. METODE PENELITIAN 1. Analisis Proksimat Tongkol jagung sebelum diekstraksi kandungan hemiselulosanya (xilan) terlebih dahulu dianalisis komposisi kimianya, yaitu meliputi kadar air, abu, lemak, serat kasar, protein, karbohidrat (by difference), hemiselulosa, selulosa dan lignin. Prosedur analisis proksimat tongkol jagung dapat dilihat pada Lampiran 1. 2. Ekstraksi dan Purifikasi Xilan dari Tongkol Jagung Proses ekstraksi dan purifikasi xilan dari tongkol jagung dilakukan berdasarkan penelitian Widyani (2002) dan Adam (1965).
a.
Delignifikasi (Widyani, 2002) Delignifikasi dilakukan dengan memasukan sampel ke dalam wadah plastik dan direndam dalam larutan NaOCl 1 % selama 5 jam pada suhu ruang. Setelah 5 jam, sampel dibilas dengan air dan disaring. Sampel kemudian dikeringkan pada suhu 50 0C selama 48 jam dan sampel selanjutnya siap untuk diekstraksi.
b.
Ekstraksi Xilan Metode Asidifikasi (Widyani, 2002) Ekstraksi
xilan
dilakukan
dengan
menggunakan
metode
asidifikasi, yaitu xilan diperoleh dari proses pemisahan larutan hemiselulosa yang bersifat alkali setelah diasamkan hingga pH 4,5-5,0. Metode ekstraksi ini didasarkan pada sifat xilan yang tidak larut dalam asam tetapi larut dalam alkali. Pada penelitian ini, ekstraksi dilakukan dengan merendam bubuk tongkol kering hasil delignifikasi dalam larutan NaOH 15 % selama 24 jam pada suhu ruang. Setelah 24 jam perendaman, dilakukan penyaringan untuk memperoleh filtrat. Filtrat yang dihasilkan ditampung untuk diukur pH-nya dan selanjutnya diasamkan dengan HCl 6 N hingga pH 4,5-5,0. Sedangkan ampasnya (fraksi selulosa) dibuang karena tidak terpakai. Filtrat hasil pengasaman selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 30 menit untuk memisahkan endapan (xilan kasar) dengan cairannya (supernatan). Kemudian, xilan didispersikan dalam etanol 95 %, dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan dan waktu yang sama dengan sebelumnya. Diagram alir proses ekstraksi xilan metode asidifikasi dapat dilihat pada Gambar 10.
Bubuk tongkol jagung (10 mesh)
Perendaman dalam NaOCl 1% selama 5 jam pada suhu ruang (1:10 b/v)
Pencucian
Larutan lignin
Penyaringan Pengeringan pada suhu 50 0C selama 48 jam
Perendaman dalam NaOH 15% selama 24 jam suhu 28 0C (1:4 b/b) : Air
Filtrasi
Selulosa
Filtrat
Pengasaman dengan HCl 6N hingga pH 4,5-5,0 Sentrifugasi (4000 rpm selama 30 menit)
Endapan (Hemiselulosa A)
Supernatan
Etanol (1:2 b/b)
Sentrifugasi (4000 rpm selama 30 menit)
Supernatan
Xilan
Gambar 10. Diagram Alir Proses Ekstraksi Xilan Metode Asidifikasi (Widyani, 2002)
c.
Purifikasi Xilan (Adam, 1965) Endapan xilan (hemiselulosa A) yang diperoleh dari tahap ekstraksi dilarutkan dalam air, kemudian disentrifus dengan kecepatan putaran 6000 rpm selama 30 menit. Endapan yang diperoleh dilarutkan dalam NaOH 4 %. Larutan alkali yang mengandung xilan tersebut kemudian disaring untuk memisahkan kotoran-kotoran yang terdapat di dalamnya. Filtrat yang diperoleh diasamkan kembali dengan HCl 6 N hingga pH 4,5-5,0, kemudian dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 30 menit untuk memperoleh endapan (xilan murni). Diagram alir proses purifikasi xilan dapat dilihat pada Gambar 11. Analisis yang dilakukan terhadap xilan hasil purifikasi meliputi kadar air (Lampiran 1) dan rendemen. Rendemen dinyatakan dalam persentase berat kering (%bk) dan dihitung berdasarkan rumus berikut (Anggraini, 2003).
Rendemen (% bk) =
a x100% b - (ka x b)
dimana : a = bobot xilan (g) b = bobot tongkol jagung yang diekstraksi (%) ka = kadar air xilan (%) 3. Hidrolisis Xilan Secara Asam (Arifin, 1990)
Hidrolisis xilan menjadi xilosa dilakukan dengan menggunakan metode hidrolisis asam. Xilan tongkol jagung dilarutkan dalam HCl berkonsentrasi 0,3; 0,5 dan 0,7 % (v/v) dengan perbandingan 1 : 4 (b/v). Larutan kemudian diotoklaf pada suhu 105°C, tekanan 0,05 mPa selama 1, 2, 3, 4 dan 5 jam. Filtrat hasil hidrolisis yang diperoleh dinetralkan dengan Na2CO3 30 % hingga pH-nya mencapai 5, selanjutnya filtrat dijernihkan dengan arang aktif (2 % b/v larutan), dipanaskan pada suhu 80-90°C selama 15 menit, dan filtratnya disaring dengan kertas saring Whatman nomor 41. Diagram alir proses hidrolisis xilan secara asam dapat dilihat pada Gambar 12. Analisis yang dilakukan terhadap xilosa hasil hidrolisis
meliputi kadar bahan kering, rendemen, total gula metode Fenol, kadar gula pereduksi metode DNS dan derajat polimerisasi. Prosedur Analisis disajikan pada Lampiran 2. Hemiselulosa A (crude xylan) Dilarutkan dalam aquades (1 : 4 b/b) Sentrifugasi (6000 rpm, 30 menit)
Supernatan
Endapan Dilarutkan dalam NaOH 4% (1:1,6 b/b)
Filtrasi
Kotoran
Filtrat
Pengasaman dengan HCl 6N hingga pH 4,5-5,0 Sentrifugasi (4000 rpm, 30 menit) Etanol 95 % (1: 1,3 b/b)
Supernatan
Endapan Sentrifugasi (4000 rpm, 30 menit)
Supernatan
Xilan murni
Gambar 11. Diagram Alir Proses Purifikasi Xilan (Adam, 1965)
Xilan bubuk (20 mesh) Dilarutkan dalam HCl 0,3%; 0,5%; 0,7% v/v (1:4 b/v) Hidrolisis dalam otoklaf , 105 0C, 0,05 mPa selama 1, 2, 3,4 & 5 jam Penetralan dengan Na2CO3 30 % sampai pH 5 Penambahan arang aktif sebanyak 2% (b/v larutan) Pemanasan pada suhu 85-90 0C Selama 15 menit
Filtrasi dengan kertas Whatman nomor 41
Kotoran
Filtrat jernih (xilosa)
Gambar 12. Diagram Alir Proses Hidrolisis Xilan Secara Asam (Arifin, 1990)
C. RANCANGAN PERCOBAAN
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial 5 x 3 (Walpole, 1992). Faktor pertama menunjukkan waktu hidrolisis dengan 5 taraf faktor (1, 2, 3, 4 dan 5 jam) sedangkan faktor kedua menunjukkan konsentrasi HCl dengan 3 taraf faktor (0,3 %; 0,5 % daan 0,7 %), sehingga rancangan percobaan yang dilakukan memiliki 15 unit percobaan dengan replikasi sebanyak 2 kali. Model yang digunakan untuk desain Rancangan Percobaan Acak Lengkap tersebut adalah sebagai berikut.
Yijk = u + Ai + Bj + ABij + Єk(ij) Dengan i = 1, 2, 3, 4, 5 ; j = 1, 2, 3, 4, 5 ; k = 1, 2 Dimana Yijk
= variabel respon dari hasil observasi ke-k yang terjadi karena pengaruh taraf ke-i faktor waktu hidrolisis dan taraf ke-j konsentrasi HCl.
u
= nilai tengah populasi.
Ai
= efek dari taraf ke-i faktor waktu hidrolisis.
Bj
= efek dari taraf ke-j faktor konsentrasi HCl.
ABij
= efek interaksi antara taraf ke-i faktor waktu hidrolisis dan taraf ke-j
B
faktor konsentrasi HCl. Єk(ij) = galat percobaan dari perlakuan waktu hidrolisis ke-i dan perlakuan konsentrasi HCl ke-j pada pengamatan ke-k.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS PROKSIMAT
Analisis proksimat tongkol jagung terdiri dari analisis kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar, karbohidrat (by diff.), hemiselulosa, selulosa, dan lignin. Hasil analisis proksimat ketiga varietas tongkol jagung tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8. Tabel 7. Hasil Analisis Proksimat Tongkol Jagung Analisis Kadar Air • (% bb) • (% bk) Kadar Abu (% bk) Kadar Protein (% bk) Kadar Lemak (% bk) Kadar Serat Kasar (% bk) Karbohidrat by diff. (% bk)
Varietas tongkol jagung BISI BISMA P-21 11,50 13,00 1,36 1,78 1,51 34,59 95,15
11,80 13,38 1,59 1,62 1,14 34,02 95,45
14,70 17,24 1,76 1,73 1,18 35,42 95,17
Tabel 8. Komposisi Serat Tongkol Jagung Analisis (% bk) Kadar Hemiselulosa Kadar Selulosa Kadar Lignin Kadar Bahan lainnya
Varietas tongkol jagung BISI BISMA P-21 29,40 41,66 16,89 52,66 43,66 61,41 13,10 8,55 19,89 17,84 19,51 19,04
Kadar air perlu dianalisis karena kadar air sangat berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan bahan. Semakin tinggi kadar air suatu bahan maka daya simpannya semakin rendah. Berdasarkan hasil analisis, tongkol jagung varietas BISI mempunyai kadar air 11,50 %, BISMA 11,80 %, dan P-21 14,70 % (bb). Hal ini menunjukkan bahwa tongkol jagung varietas BISI dan BISMA yang digunakan dalam penelitian ini relatif kering, sehingga tongkol jagung dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan tongkol jagung varietas P-21 dengan kadar air sebesar 14,70 % bb (± aw : 0,97) sangat rentan dalam penyimpanannya karena kadar air yang tinggi memberikan peluang
yang cukup besar bagi pertumbuhan mikroorganisme terutama kapang yang dapat hidup pada substrat dengan kadar air yang cukup rendah. Menurut Fardiaz (1989), batas kadar air minimum dimana mikroba masih dapat tumbuh adalah 14-15 % bb. Abu merupakan zat organik dalam bahan yang tidak mudah terbakar selama proses pembakaran. Kadar abu menunjukkan besarnya kandungan zat organik atau unsur mineral suatu bahan. Kadar abu sangat dipengaruhi oleh jenis bahan yang dianalisis, umur bahan, dan lain-lain. Berdasarkan hasil analisis, kadar abu tongkol jagung adalah 1,36-1,76 % bk. Kadar abu tertinggi diperoleh dari tongkol jagung varietas P-21 dan terendah adalah varietas BISI. Perbedaan kandungan abu ketiga varietas tongkol jagung tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan penambahan pupuk dan kondisi tanah tempat tumbuh jagung tersebut. Lemak merupakan zat ekstraktif, yaitu senyawa yang larut dalam pelarut organik seperti dietil eter, petroleum eter, aseton dan lain-lain (Fengel dan Wegener, 1995). Berdasarkan hasil analisis, ketiga varietas tongkol jagung tersebut mempunyai kadar lemak antara 1,14-1,51 % bk. Kandungan lemak dalam tongkol jagung sangat berpengaruh terhadap efektifitas proses ekstraksi xilan. Kadar lemak tongkol jagung yang tinggi dapat menghambat proses delignifikasi, yaitu menghambat masuknya larutan NaOCl 1 % ke dalam struktur lignin, karena lemak bersifat tidak larut dalam NaOCl, sehingga lignin yang dihilangkan tidak maksimal dan hal ini dapat mengakibatkan proses ekstraksi xilan juga berlangsung tidak optimal. Kadar protein merupakan parameter analisis yang juga penting karena dapat mempengaruhi mutu produk (xilosa) yang dihasilkan. Hasil analisis menunjukan bahwa kadar protein dari ketiga varietas tongkol jagung tersebut berkisar 1,62-1,78 % bk. Kadar protein yang tinggi dapat menyebabkan xilosa yang dihasilkan berwarna gelap akibat terjadinya reaksi Maillard, yaitu reaksi antara xilosa (gula pereduksi) dengan gugus amino pada suhu tinggi dan menimbulkan warna kecoklatan. Pada proses pemanasan suhu tinggi dengan katalis asam atau basa, gula pereduksi akan mengalami karamelisasi atau reaksi Maillard (Winarno, 1984).
Kadar serat kasar adalah residu dari bahan makanan atau pertanian setelah diperlakukan dengan asam atau alkali mendidih (Fardiaz dan Rambitan, 1989). Kadar serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan sebagian kecil lignin. Menurut Maynard dan Loosli (1993), tongkol jagung terdiri dari 35,5 % serat kasar dan menurut Anonimous (1981), tongkol jagung mengandung selulosa (40 %), hemiselulosa (36 %), lignin (16 %) dan zat-zat lainnya (8 %). Berdasarkan hasil penelitian, kadar serat kasar tongkol jagung sekitar 34,02-35,42 % bk. Kandungan serat dari tongkol jagung varietas BISMA adalah paling rendah (34,02 %) dan varietas P-21 yang paling tinggi (35,42 %). Analisis lebih lanjut dari kandungan serat ketiga varietas tongkol jagung tersebut menunjukkan bahwa kandungan serat dari varietas BISMA terdiri dari 41,66 % bk hemiselulosa, 43,66 % bk selulosa, dan 8,55 % bk lignin, varietas BISI terdiri dari 29,40 % bk hemiselulosa, 52,66 % bk selulosa, dan 13,10 % bk lignin, sedangkan varietas P-21 terdiri dari selulosa yaitu sebesar 61,41 % bk, 16,89 % bk hemiselulosa, dan 19,89 % bk lignin. Berdasarkan hasil analisis kandungan hemiselulosa, diperkirakan bahwa tongkol jagung varietas BISMA adalah varietas tongkol jagung yang akan menghasilkan rendemen xilan tertinggi, sedangkan varietas P-21 akan menghasilkan xilan dalam jumlah yang relatif sedikit. B. EKSTRAKSI DAN PURIFIKASI XILAN
Ekstraksi merupakan proses pemisahan atau pengisolasian suatu komponen tertentu dari suatu bahan. Pada proses ekstraksi xilan, tongkol jagung yang digunakan berupa bubuk berukuran 10 mesh. Hal ini dilakukan agar proses ekstraksi dapat berlangsung dengan optimal. Proses ekstraksi xilan dari tongkol jagung terdiri atas dua tahapan utama, yaitu tahap delignifikasi dan ekstraksi. Neraca massa proses ekstraksi xilan disajikan pada Lampiran 3. Tahap awal proses ekstraksi adalah delignifikasi. Menurut Fridia (1989), proses delignifikasi merupakan perlakuan pendahuluan terhadap bahan baku yang berfungsi untuk membebaskan lignin dan selulosa. Pada penelitian ini, proses delignifikasi dilakukan dengan menggunakan pelarut NaOCl 1 %, karena ion-ion hipoklorit yang terkandung dalam pelarut tersebut mampu
memecah ikatan eter yang terdapat pada lignin. Menurut Sjostrom (1995), ionion hipoklorit tersebut akan mendorong terjadinya pemecahan ikatan-ikatan eter dan meningkatkan hidrofilitas lignin karena adanya pelepasan gugusgugus hidroksi fenol. Lignin yang terdegradasi tersebut larut pada media delignifikasi dalam bentuk senyawa keton. Ekstraksi xilan dilanjutkan dengan merendam bahan dalam larutan NaOH 15 %. Larutan NaOH 15 % ini dipilih karena berdasarkan penelitian Anggraini (2003) dan Widyani (2002), ekstraksi xilan dengan NaOH 15 % menghasilkan rendemen yang tinggi, xilan yang dihasilkan berwarna lebih putih, relatif bersih dari pengotor, dan mudah larut dalam air. Tahap berikutnya dari ekstraksi xilan ini adalah purifikasi, karena xilan yang diperoleh dari tahap ekstraksi masih mengandung material lain yang ikut terendapkan selama proses asidifikasi, seperti β-selulosa dan garam. Oleh karena itu diperlukan tahap purifikasi untuk memperoleh fraksi xilan yang lebih murni. Menurut Anggraini (2003), untuk memperoleh xilan dengan kemurnian yang tinggi maka xilan perlu dimurnikan dengan menggunakan etanol 95 %. Xilan hasil pemurnian selanjutnya dikeringkan pada suhu 50 oC selama 12 jam sampai kadar airnya kurang dari 10 % agar xilan lebih mudah dan aman untuk disimpan. Suhu 50 oC dipilih karena hemiselulosa (xilan) tidak tahan terhadap suhu tinggi (Sjostrom, 1995). Berdasarkan hasil penelitian, rendemen xilan dari tongkol jagung yang diekstraksi (1 kg) adalah sekitar 7,75-12,24 % bk. Nilai rendemen tersebut sesuai dengan Whistler (1950) yang menyatakan bahwa rendemen xilan hasil ekstraksi dari bahan-bahan yang mengandung xilan rata-rata adalah 10 %. Rendemen xilan tertinggi diperoleh dari varietas BISMA (12,24 % bk) dan terendah adalah P-21 (7,75 % bk). Berdasarkan perhitungan efisiensi ekstraksi xilan terhadap kandungan hemiselulosa masing-masing varietas tongkol jagung tersebut, diperoleh nilai efisiensi antara 29,32-45,89 %. Efisiensi ekstraksi xilan terhadap kandungan hemiselulosa tertinggi diperoleh dari tongkol jagung varietas P-21 yaitu 45,89% bk, dan yang terendah adalah BISI sebesar 29,32 % bk (Tabel 9). Efisiensi ekstraksi xilan tersebut dipengaruhi oleh banyaknya fraksi
hemiselulosa yang dapat larut dalam pelarut alkali. Hemiselulosa tidak dapat diekstraksi seratus persen karena beberapa hal diantaranya adalah adanya sebagian kecil hemiselulosa yang terikat pada alfa selulosa sehingga tidak larut dalam alkali, larutnya sebagian hemiselulosa selama proses delignifikasi dan tidak semua hemiselulosa mengendap pada saat purifikasi dengan etanol (Whistler, 1950). Berdasarkan data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa varietas BISMA merupakan varietas yang paling baik digunakan dalam menghasilkan xilan. Hal ini dikarenakan dari bobot tongkol jagung yang sama (1 kg) untuk semua varietas, varietas BISMA menghasilkan rendemen xilan tertinggi. Meskipun varietas P-21 mempunyai efisiensi ekstraksi xilan dari persentase hemiselulosa yang tertinggi, namun rendemen xilan yang dihasilkan dari 1 kg bahan (tongkol jagung) lebih rendah daripada varietas lain, yaitu 7,75 % bk. Tabel 9. Rendemen Xilan Hasil Ekstraksi dan Purifikasi Parameter Rendemen xilan dari tongkol jagung (%bk) Efisiensi ekstraksi xilan dari persentase hemiselulosa (%) Kadar air (% bb)
BISMA
BISI
P-21
12,24
8,62
7,75
29,38
29,32
45,89
3,64
4,61
4,61
C. HIDROLISIS XILAN
Hidrolisis merupakan proses pemecahan molekul substrat di dalam air. Xilan yang merupakan polisakarida akan terpecah menjadi xilan yang rantainya lebih pendek dengan media air dan katalis asam. Reaksi dasar dalam hidrolisis xilan menjadi xilosa dengan asam adalah pemotongan ikatan β-1,4D-xilopiranosa dari xilan. Xilan jika dihidrolisis dengan asam akan terurai menjadi molekul-molekul yang lebih kecil, yaitu sebagai berikut. Xilan
xilooligosakarida
xilosa
furfural
produk dekomposisi
Pada umumnya, komponen terlarut yang terdapat pada hasil hidrolisis xilan adalah xilosa, glukosa, dan arabinosa. Namun, jika proses hidrolisis tidak terkontrol maka selain tiga komponen gula tersebut juga dihasilkan
furfural atau 5-hidroksimetilfurfural dan asam-asam organik seperti asam format dan asam asetat (Soltes, 1983). Oleh karena itu, kondisi hidrolisis seperti suhu, konsentrasi asam dan lama hidrolisis harus terkontrol agar tidak dihasilkan produk yang tidak diinginkan. Pada penelitian ini hidrolisis xilan dilakukan dengan menambahkan asam klorida. Xilan yang telah digiling dengan ukuran 20 mesh (Gambar 13) dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan ditambahkan larutan HCl 0,3; 0,5 dan 0,7 % (v/v) dengan perbandingan 1: 4 (b/v), kemudian dihidrolisis dengan menggunakan otoklaf pada suhu 105 oC selama 1, 2, 3, 4 dan 5 jam. Neraca massa proses hidrolisis xilan dapat dilihat pada Lampiran 4.
Gambar 13. Xilan Tongkol Jagung Kering Proses hidrolisis xilan dihentikan dengan penetralan yaitu dengan menambahkan alkali, pada penelitian ini digunakan larutan natrium karbonat 30 %. Proses netralisasi ini akan menghasilkan garam dan air. Reaksi antara natrium karbonat dan HCl yang terjadi pada proses penetralan ini adalah sebagai berikut.
Setelah proses penetralan, kemudian dilakukan proses pemucatan dengan menggunakan arang aktif agar dihasilkan larutan xilosa yang jernih. Dalam indusri xilosa yang sebenarnya, larutan xilosa jernih yang dihasilkan dari proses hidrolisis ini akan dimurnikan dan dikristalisasi sehingga didapatkan produk akhir berupa xilosa murni dalam bentuk bubuk kristal putih (Gambar 14). Namun dalam penelitian ini, tahapan pemurnian dan krisalisasi tidak dilakukan sehingga hasil akhir yang diperoleh adalah xilosa dalam bentuk
larutan. Larutan xilosa ini kemudian dianalisis untuk mengetahui kualitas dan kuantitasnya, yaitu meliputi kadar bahan kering, rendemen, total gula, gula pereduksi dan derajat polimerisai. Filtrat xilosa jernih Ion exchange Evaporasi Kristalisasi Sentrifugasi Etanol 50 % v/v
Dekolorisasi Sentrifugasi Pengeringan Penyaringan Serbuk kristal xilosa
Gambar 14. Tahap Pemurnian Xilosa (Nicoletta et al., 2002) 1. Bahan Kering
Kadar bahan kering xilosa adalah semua komponen dalam larutan xilosa selain air dan bahan volatil. Kadar bahan kering yang tinggi dapat menunjukkan tingkat kesempurnaan proses hidrolisis. Kadar bahan kering yang tinggi disebabkan oleh banyaknya kandungan monosakarida (xilosa) dalam larutan. Kadar bahan kering xilosa hasil hidolisis rata-rata adalah 16,1720,00%. Kadar bahan kering cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya waktu hidrolisis dan konsentrasi HCl yang digunakan. Kadar bahan kering tertinggi diperoleh dari perlakuan hidolisis dengan menggunakan HCl 0,5 % dan dihidrolisis selama 4 jam (20,00 %). Sedangkan bahan kering terendah diperoleh dari hasil hidrolisis selama 1 jam pada konsentrasi 0,3 % (16,17 %). Grafik hubungan antara konsentrasi
HCl dan waktu hidrolisis terhadap bahan kering xilosa dapat dilihat pada Gambar 15.
Bahan Kering (%)
24.00
0.30%
19.00
0.50% 0.70%
14.00
9.00 1
2
3
4
5
6
Waktu Hidrolisis (jam ke-)
Gambar 15. Grafik Hubungan antara Konsentrasi HCl dengan Waktu Hidrolisis terhadap Bahan Kering Xilosa. Hasil analisis ragam pada taraf α = 0,05 menunjukkan bahwa, konsentrasi asam dan interaksi antara waktu hidrolisis dengan konsentrasi asam tidak berpengaruh nyata terhadap nilai bahan kering xilosa. Sedangkan waktu hidrolisis memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingginya bahan kering xilosa. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan waktu hidrolisis akan meningkatkan kadar bahan kering xilosa secara signifikan. Uji lanjut Duncan terhadap waktu hidrolisis menunjukkan bahwa hidrolisis selama 4 jam (bahan kering rata-rata : 19,25 %) merupakan perlakuan yang menghasilkan bahan kering tertinggi. Analisis keragaman terhadap bahan kering dapat dilihat pada Lampiran 5. Lama hidrolisis mempengaruhi kadar bahan kering xilosa karena semakin lama suatu bahan dihidrolisis maka pemutusan rantai βxilopiranosil yang terjadi akan semakin banyak pula, sehingga xilosa yang diperoleh semakin tinggi. 2. Rendemen
Rendemen merupakan salah satu parameter keberhasilan proses hidrolisis. Besarnya nilai rendemen salah satunya ditentukan oleh bobot xilosa yang dihasilkan dan kadar bobot kering xilosa. Dengan demikian, apabila bobot xilosa dan bobot bahan kering tinggi maka rendemen xilosa pun tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian, rendemen xilosa hasil hidrolisis dengan menggunakan HCl berkisar antara 40,51-60,37 %. Rendemen xilosa tertinggi didapatkan dari perlakuan menggunakan HCl 0,5 % dan dihidrolisis selama 4 jam (60,37 %), sedangkan rendemen terendah didapatkan dari perlakuan menggunakan HCl 0,3 % dan dihidrolisis selama 1 jam (40,51 %). Grafik hubungan antara Konsentrasi HCl dan waktu hidrolisis terhadap rendemen xilosa dapat dilihat pada Gambar 16.
Rendemen Xilosa (%)
62.00
0.30%
54.00
0.50% 0.70% 46.00
38.00 0
1
2
3
4
5
6
Waktu Hidrolis is (jam ke -)
Gambar 16. Grafik Hubungan antara Konsentrasi HCl dengan Waktu Hidrolisis terhadap Rendemen Xilosa. Rendemen xilosa hasil hidrolisis dipengaruhi oleh kondisi hidrolisis seperti konsentrasi asam yang digunakan, jenis asam, suhu, dan lamanya hidrolisis. Pada umumnya semakin tinggi konsentrasi asam, semakin kuat asam yang digunakan, semakin tinggi suhu dan semakin lama hidrolisis rendemen xilosa yang dihasilkan semakin tinggi. Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa rendemen cenderung meningkat seiring meningkatnya konsentrasi HCl dan waktu hidrolisis. Hasil analisis ragam pada taraf α = 0,05 menunjukkan bahwa waktu hidrolisis berpengaruh nyata terhadap rendemen xilosa. Peningkatan waktu hidolisis akan mempengaruhi besarnya rendemen xilosa secara signifikan. Waktu reaksi yang lama memungkinkan xilan terhidrolisis sempurna. Reaksi yang berlangsung lama akan memberikan kesempatan yang besar untuk terjadinya penetrasi asam ke bagian dalam struktur xilan yang amorf sehingga pemutusan rantai β-D-xilopiranosil semakin banyak. Hasil pemutusan ikatan rantai β-D-xilopiranosil ini akan menghasilkan gula-gula sederhana terutama xilosa.
Hasil uji lanjut Duncan pada taraf α = 0,05 menunjukkan perlakuan terbaik adalah hidrolisis selama 4 jam (rendemen rata-rata : 56,813 %). Perlakuan tersebut menghasilkan rendemen yang tertinggi dibandingkan dengan perlakuan hidrolisis selama 5 jam (rendemen rata-rata 55,283 %). Analisis keragaman terhadap rendemen xilosa dapat dilihat pada Lampiran 6. 3. Total Gula
Total gula merupakan seluruh gula bebas yang dilepaskan dari hidrolisis xilan menggunakan asam. Total gula hasil hidrolisis ditetapkan berdasarkan Metode Fenol dengan prinsip bahwa gula sederhana, oligosakarida, polisakarida dan turunannya dapat bereaksi dengan fenol dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna orange yang stabil. Nilai absorbansi yang diperoleh dihitung dengan menggunakan kurva standar fenol (Lampiran 10). Berdasarkan penelitian, total gula rata-rata yang dihasilkan berkisar antara 68,85 mg/ml sampai 101,98 mg/ml. Total gula tertinggi diperoleh dari perlakuan hidrolisis xilan menggunakan HCl 0,5 % dan dihidrolisis selama 4 jam, sedangkan perlakuan yang memberikan total gula terendah adalah perlakuan hidrolisis dengan menggunakan HCl 0,3 % dan waktu hidrolisis selama 1 jam. Grafik hubungan antara Konsentrasi HCl dengan
Total Gula (mg/ml)
waktu hidrolisis terhadap total gula dapat dilihat pada Gambar 17.
100.0 90.0
0.30% 0.50%
80.0
0.70%
70.0 60.0 0
2
4
6
Waktu Hidrolisis (jam ke-)
Gambar 17. Grafik Hubungan antara Konsentrasi HCl dengan Waktu Hidrolisis terhadap Total Gula.
Pada Gambar 17, terlihat bahwa total gula cenderung meningkat dengan semakin meningkatnya waktu hidrolisis sampai pada titik optimalnya. Hal ini disebabkan oleh kandungan gula dalam larutan semakin banyak. Xilan yang sebelumnya sukar larut dalam asam selama proses hidrolisis akan terdegradasi menjadi komponen gula sederhana yang mudah larut dalam air. Setelah titik hidrolisis optimal tercapai, total gula cenderung konstan dan pada konsentrasi asam yang lebih tinggi menurun. Hal tersebut menunjukkan bahwa hidrolisis xilan dalam waktu yang lama dengan konsentrasi asam yang cukup tinggi akan menyebabkan gula terutama gula pereduksi terdegradasi menjadi furfural (senyawa nongula) dan asam-asam organik seperti asam asetat dan asam format. Berdasarkan hasil analisis ragam pada taraf α = 0,05, waktu hidrolisis, konsentrasi HCl dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap total gula. Hasil uji lanjut Duncan pada taraf α = 0,05 menunjukkan perlakuan terbaik yang menghasilkan total gula tinggi adalah hidrolisis dengan menggunakan HCl 0,3 % selama 4 jam (101,43 %), perlakuan tersebut memberikan hasil yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan hidrolisis selama 4 jam dengan konsentrasi HCl 0,5 % (101,98
%).
Analisis keragaman terhadap total gula dapat dilihat pada Lampiran 7. 4. Gula Pereduksi
Produk utama hidrolisis xilan adalah xilosa. Xilosa adalah gula pereduksi, karena molekul xilosa mempunyai gugus karbonil yang berada di ujung rantai karbon, dengan kata lain xilosa mempunyai gugus aldehid bebas yang reaktif. Oleh karena itu, nilai gula pereduksi dapat dijadikan sebagai indikator pengontrol kualitas dan kuantitas xilosa. Nilai gula pereduksi yang tinggi menunjukan bahwa jumlah molekul xilosa yang masih dalam bentuk oligomernya (xilooligosakarida) lebih sedikit karena hampir sebagian besar bahan telah dihidrolisis menjadi monomer xilosa. Analisis untuk mengetahui nilai gula pereduksi dalam sirup xilosa dilakukan dengan metode DNS secara spekroskopi berdasarkan kurva standar xilosa (Lampiran 11). Gula pereduksi rata-rata xilosa yang dihasilkan pada penelitian ini adalah 63,98-100,90 mg/ml. Gula pereduksi
tertinggi diperoleh dari perlakuan hidrolisis selama 4 jam dengan HCl 0,5%. Sedangkan gula pereduksi yang terendah diperoleh dari perlakuan hidrolisis selama 1 jam menggunakan HCl 0,3 %. Grafik hubungan antara Konsentrasi HCl dengan waktu hidrolisis terhadap gula pereduksi dapat dilihat pada Gambar 18. 110.0
Gula Pereduksi (mg/l)
100.0
90.0 0.30% 80.0
0.50% 0.70%
70.0
60.0
50.0 0
1
2
3
4
5
6
Waktu Hidrolisis (jam ke-)
Gambar 18. Grafik Hubungan antara Konsentrasi HCl dengan Waktu Hidrolisis terhadap Gula Pereduksi. Peningkatan konsentrasi HCl dan waktu hidrolisis cenderung menyebabkan terjadinya peningkatan kandungan gula pereduksi, hal ini terlihat pada Gambar 18. Kandungan gula pereduksi yang dihasilkan dari hidrolisis xilan dengan HCl 0,3 % dan 0,5 % cenderung meningkat dengan semakin meningkatnya waktu hidrolisis. Kandungan gula pereduksi larutan xilosa dari hidrolisis dengan HCl 0,5 % lebih tinggi dari pada dengan HCl 0,3 %. Hal tersebut terjadi karena asam yang merupakan zat yang akan menghasilkan ion H+ dalam pengionannya akan meningkatkan jumlah ion H+ dalam larutan. Semakin tinggi konsentrasi HCl maka ion H+ yang terbentuk semakin banyak, sehingga proses pemecahan xilan menjadi xilosa akan berjalan lebih cepat. Berdasarkan Gambar 18 terlihat pula bahwa konsentrasi HCl 0,3 % dan 0,5 % merupakan konsentrasi asam yang cukup baik untuk digunakan dalam menghidrolisis xilan menjadi xilosa. Hidrolisis xilan dengan HCl 0,7 % menghasilkan kandungan gula pereduksi yang lebih rendah dibandingkan dengan yang menggunakan HCl 0,5 % dan 0,3 %. Hal ini dapat disebabkan oleh rentannya xilosa sebagai produk utama dari hidrolisis xilan terhadap asam. Menurut Whistler (1950), gula-gula
pereduksi sangat rentan terhadap asam. Dalam konsentrasi asam yang tinggi xilosa dapat terdegradasi menjadi furfural dan asam organik. Hasil analisis ragam pada taraf α = 0,05 menunjukkan bahwa, waktu hidrolisis, konsentrasi HCl dan interaksinya memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai gula pereduksi. Uji lanjut Duncan pada taraf α = 0,05 terhadap interaksi antara waktu hidrolisis dan konsentrasi HCl menunjukkan bahwa gula pereduksi yang dihasilkan dari hidrolisis xilan selama 4 jam pada konsentrasi HCl 0,5 % (100,90 %) tidak berbeda nyata dengan hidrolisis selama 4 jam pada konsentrasi HCl 0,3 % (99,82 %). Hal ini menunjukkan bahwa hidrolisis dengan menggunakan HCl 0,3 % lebih efisien dibandingkan dengan hidrolisis menggunakan HCl 0,5 %, karena pada waktu hidrolisis yang sama, konsentrasi asam yang lebih rendah dapat menghasilkan xilosa yang tidak berbeda nyata dengan yang menggunakan konsentrasi asam lebih tinggi. Analisis keragaman terhadap gula pereduksi dapat dilihat pada Lampiran 8. 5. Derajat Polimerisasi
Derajat polimerisasi (DP) merupakan perbandingan antara total gula dengan gula pereduksi. DP dapat menunjukkan seberapa besar rantai polisakarida dapat dipecah menjadi monosakarida. Nilai derajat Polimerisasi semakin menurun dengan semakin meningkatnya waktu hidrolisis (Gambar 19). Nilai DP yang kecil menunjukkan bahwa semakin banyak rantai xilan yang terputus sehingga dihasilkan senyawa-senyawa gula yang lebih sederhana yaitu xilosa (DP=1) dan xilooligosakarida seperti xilobiosa, xilotriosa dan xilotetraosa. 1.08
DP
1.06
0.30% 0.50%
1.04
0.70% 1.02
1.00 0
1
2
3
4
5
6
Waktu Hidrolisis (jam ke-)
Gambar 19. Grafik Hubungan antara Konsentrasi HCl dengan Waktu Hidrolisis terhadap Derajat Polimerisasi.
Derajat polimerisasi rata-rata yang dihasilkan dari hidrolisis xilan oleh HCl berkisar antara 1,08-1,01 (Gambar 19). Derajat polimerisasi tertinggi dihasilkan dari hidrolisis xilan selama 1 jam dengan HCl 0,3 % (1,08) dan derajat polimerisasi terendah dihasilkan dari hidrolisis xilan selama 4 jam dengan konsentrasi HCl 0,5 % (1,01). Nilai DP yang berkisar antara 1,08-1,01 menunjukan bahwa xilan telah terhidrolisis menjadi xilosa dengan cukup sempurna. Hal ini sesuai dengan Buckl et al. (1976), yang menyatakan bahwa proses hidrolisis xilan pada suhu 100-180 oC biasanya berlangsung antara 30 sampai 240 menit. Nilai DP ini pun hampir menyamai DP dari penelitian Anggraini (2003) yang menghidrolisis xilan dengan H2SO4 pada konsentrasi HCl 0,3% selama satu jam yaitu 1,06. Berdasarkan hasil analisis ragam pada taraf α = 0,05, waktu hidrolisis berpengaruh nyata terhadap derajat polimerisasi sedangkan konsentrasi asam dan interaksi antara konsentrasi asam dengan waktu hidrolisis tidak berpengaruh nyata. Derajat polimerisasi dipengaruhi oleh besarnya total gula dan gula pereduksi, karena DP adalah hasil pembagian dari total gula dengan gula pereduksi. Hidrolisis dalam waktu yang relatif lama memungkinkan xilan yang pada awalnya bersifat tidak larut dalam asam terhidrolisis sempurna akibatnya terjadi kenaikan nilai total gula dan gula pereduksi, sehingga nilai DP yang dihasilkan semakin menurun. Hasil uji lanjut Duncan pada taraf α = 0,05 menunjukkan perlakuan hidrolisis selama 3, 4 dan 5 jam tidak memberikan hasil yang berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa hidrolisis selama 3 jam (DP rata-rata : 1,04) dan 4 jam (DP rata-rata : 1,03) merupakan perlakuan hidrolisis yang lebih efisien, karena dengan waktu hidolisis yang lebih cepat dapat menghasilkan nilai DP yang tidak berbeda nyata dengan yang dihidolisis selama 5 jam (DP rata-rata : 1,02). Analisis keragaman terhadap derajat polimerisasi dapat dilihat pada Lampiran 9.
E. PERBANDINGAN ANTARA KONTROL DAN HASIL HIDROLISIS DENGAN HCl
Untuk mengetahui keefektifan jenis asam sebagai katalis untuk hidrolisis xilan menjadi xilosa maka pada penelitian ini juga dilakukan hidrolisis xilan dengan menggunakan H2SO4. H2SO4 dipilih sebagai asam pembanding karena pada saat ini H2SO4 merupakan asam yang paling banyak digunakan industri dalam menghidrolisis xilan menjadi xilosa. Hidrolisis untuk kedua jenis asam ini dilakukan pada kondisi hidrolisis optimal dari hidrolisis xilan dengan menggunakan HCl, yaitu xilan dihidrolisis selama 4 jam dengan konsentrasi H2SO4 0,3 %. Hasil hidrolisis xilan dengan H2SO4 0,3 % selama 4 jam disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Perbandingan Hasil Hidroisis Xilan dengan H2SO4 dan HCl Parameter
HCl 0,3 %, 4 jam
H2SO4 0,3 %, 4 jam
Bahan kering (%)
19.74
20.00
Rendemen (%)
57.36
58.07
Total Gula (mg/ml)
101.43
103.06
Gula pereduksi (mg/ml)
99.82
101.44
DP
1.01
1.01
Berdasarkan data pada tabel di atas terlihat bahwa xilosa hasil hidrolisis xilan dengan HCl dan H2SO4 tidak berbeda secara signifikan. Dengan demikian, berdasarkan penelitian ini hidrolisis xilan dengan HCl dan H2SO4 pada konsentrasi dan lama hidrolisis yang sama, memberikan hasil yang relatif sama. Oleh karena itu, HCl berpotensi untuk digunakan industri dalam menghidrolisis xilan menjadi xilosa, karena selain harganya lebih murah dari H2SO4, HCl juga mempunyai efektifitas yang cukup tinggi dalam hidrolisis xilan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN
Tongkol jagung merupakan limbah lignoselulosik yang berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku industri xilosa yaitu dengan memanfaatkan fraksi hemiselulosanya. Tongkol jagung yang digunakan pada penelitian ini mempunyai kandungan hemiselulosa yang relatif tinggi, yaitu sebesar 16,89-41,66 % bk. Hasil ekstraksi dan purifikasi xilan memperlihatkan bahwa rendemen xilan tertinggi diperoleh dari tongkol jagung varietas BISMA (12,24 % bk) dengan efisiensi ekstraksi dari persentase hemiselulosa sebesar 29,38 % dan rendemen terendah diperoleh dari varietas P-21 (7,75 % bk) dengan efisiensi ekstraksi dari persentase hemiselulosa sebesar 45,89 %. HCl dapat digunakan untuk menghidrolisis xilan menjadi xilosa. Kondisi optimal untuk proses hidrolisis xilan dengan katalis HCl dan suhu hidrolisis 105 oC adalah pada konsentrasi HCl 0,3 % (v/v) dan waktu hidrolisis selama
4 jam. Pada kondisi tersebut dihasilkan xilosa dengan
rendemen sebesar 57,36 %, total gula 101,43 mg/ml, kadar bahan kering 19,74 %, gula pereduksi 99,82 mg/ml dan derajat polimerisasi 1,01. Hidrolisis xilan dengan HCl dan H2SO4 pada kondisi hidrolisis yang optimal untuk HCl memberikan hasil yang tidak berbeda nyata, yaitu bahan kering 20,00 %, rendemen 58,07 %, total gula 103,06 mg/ml, gula pereduksi 101,44 mg/ml dan derajat polimerisasi 1,01. Dengan demikian, HCl berpotensi untuk digunakan sebagai katalis dalam hidrolisis xilan menjadi xilosa. B. SARAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka disarankan untuk melakukan pengkajian lebih lanjut mengenai hubungan suhu hidrolisis, konsentrasi asam, jenis asam, dan lamanya hidrolisis terhadap kualitas dan kuantitas xilosa yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA Adam, G.A. 1965. Xylans. Di dalam Whistler, R.L. (ed). Methods in Carbohydrate Chemistry. Vol. V. Academic Press, New York. Agustina, S.W. 2002. Penetapan Kadar Xilan Dari Beberapa Limbah Industri Pertanian Dengan Menggunakan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Skripsi. Fakultas Farmasi, Universitas Pancasila, Jakarta. Achmadi, S.S. 1989. Kimia Kayu. Diktat PAU Ilmu Hayati. IPB. Bogor. Anggraini, F. 2003. Kajian Ekstraksi dan Hidrolisis Xilan dari Tongkol Jagung (Zea mays L.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Anonimous. 1981. Fuel Alcohol : Alcohol from Biomass. College of Agriculture. Washington State University, Washington. Anonimous. 2002. Lignin. http://es.wikipedia.org/wiki/Lignin.[ 1 Mei 2008]. Anonimous. 2003. Hydrochloric acid. http://en.wikipedia.org/Hydrochloric_acid [1 Mei 2008]. Anonimous. 2003. Sulfuric Acid. http://en.wikipedia.org/Sulfuric_acid. [1 Mei 2008]. Anonimous. 2004. D-Xylose. http://es.wikipedia.org/wiki/Xilosa.[ 1 Mei 2008]. Anonimous. 2005. Jagung (Zea mays L.). http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung [30 Juni 2008]. Anonimous. 2008. Selulosa. http://prs.files.wordpress.com [1 Juli 2008]. Anonimouss. 2008. Hemiselulosa. http://isroi.files.wordpress.com [1 Juli 2008] Anton, J. 2002. Produksi Furfural dan Turunannya. http://www.chem-is-try.org. [17 Juli 2008]. AOAC. 1995. Oficial Methods of Anaysis of Association of Official Analytical Chemistry, Washingthon DC. Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budijanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB Press, Bogor. Arifin, H.M. 1990. Hidrolisis Jerami Padi Menggunakan Asam dan Enzim dengan Perlakuan Awal Asam Sulfat Sebagai Pelarut. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.
Badan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). 2008. Teknologi Produksi Jagung Melalui Pendekatan Pengelolaan Sumber Daya Dan Tanaman Terpadu (PTT). http://www.puslittan.bogor.net [20 Juli 2008]. Batubara, R. 2006. Teknologi Bleaching Ramah Lingkungan. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara. Biro Pusat Statistik Indonesia. 2006. Food Crop Statistics. http://www.bps.go.id. [1 Juli 2008]. Biro Pusat Statistik Indonesia. 2007. Food Crop Statistics. http://www.bps.go.id. [1 Juli 2008]. Biro Pusat Statistik Indonesia. 2008. Food Crop Statistics. http://www.bps.go.id. [1 Juli 2008]. Buckl, H., Fahn, R. Hofstadt, dan C. Ernst. 1976. Process for Obtaining Xylitol from Natural Products Containing Xylan. United States Patent: 3980719. Cao, N.J., Xu, Q. and Chen, L.F. 1995. Xylan Hydrolysis in Zinc Chloride Solution. Appl Biochem Biotechnol, 51/52, 97. Departemen Pertanian. 2008. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. http://www.deptan.go.id. [2 Agustus 2008]. Eiteman, M.A, James R.K, and Sarah A.L. 1978. Production of a Natural Sweetener Xylitol by Fermentation. Center for Molecular Bioengineering. UGA. Elander, R. and T. Hsu. 1995. Processing and Economic Impacts of Biomass Delignification for Ethanol Production. Appl. Biochem Biotechnol, 51/52, 463. Ericsson, K.E.L, R.A.Blanchette, dan P.Ander. 1990. Microbial and Enzymatic Degradation of Wood and Wood Components. Springer-Verlag, Berlin. Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan I. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fardiaz, S. dan Rambitan. 1989. Karakteristik Sifaat Fisiko-Kimia dan Fungsional Pati Beberapa Varietas Jagung. Laporan Penelitian, Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan, PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Fengel, D. dan Wegener. 1995. Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions. Terjemahan S. Hardjono. UGM. Press, Yogyakarta.
Fridia 1989. Pengaruh Cara Delignifikasi terhadap Sakarifikasi Limbah Lignoselulosik. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Gaman, P.M. dan K.B. Sherrington. 1981. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Diterjemahkan oleh Gardjito, M., S. Naruki, A. Murdiati, Sardjono. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Gong, C.S., C.F. Michae, dan T.S. George, 1991. Conversion of Hemicellulose Carbohydrates. Di dalam A. Fietcher (ed). Advance in Biochemical Engineering Vol. 20. Spring-Verlag, New York. Gonzales, G.J., L. Santin, G. Caminal dan C. Sola. 1985. Dilute Acid Hydrolisis of Wheat Straw Hemicellulose at Moderate Temperature: A Simplified Kinetic Model. Biotech. Bioeng. 28 : 288-293. Hespell, R. B., Bryan, M. Moniruzzaman, and R. J. Bothast. 1997. Hydrolysis by Commercial Enzyme Mixtures of AFEX-Treated Corn Fiber and Isolated Xylans. Appl. Biochem. Biotechnol., 62, 87. Humprey, A.E. 1979. The Hydrolylisis of Cellulosic Material of Useful Product. Di dalam Hydrolylisis of Cellulosic of Cellulose, Mechanism of Enzimatic and Acid Catalitic. 181, 25. American Chemical Society, Washington DC. Judoamidjojo, R.M, E.G. Said, L. Hartoto. 1989. Biokonversi. Depdikbud. Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi, IPB, Bogor. Krik, R.E. dan D.F. Othmer. 1952. Encyclopedia of Chemical Technology. Vo.8. p : 327-338. The Interscience Encyclopedia. Inc, New York. Kosaric, H., A. Wieczorek, G.P. Cosentino, R.J. Magee dan J.E. Prenosil. 1983. Ethanol Fermentation. Di dalam H. Dellweg. Biotechnology Vol.3. Verlag Chemie, Weinheim. Koswara, J. 1991. Budidaya Jagung. Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kulkarni, N.A. 1999. Molecular and Biothecnological Aspects of Xilanase. FEMS Microbial. Vol. 23: 411-456. Kurakake, M., K. Ouchi, W. Kisaka, dan T. Komaki. 2005. Production of Larabinose and Xylose from Corn Hull and Bagasse. J. Appl. Glycosci. Vol. 52: 281-285. Ladish,
M.R. 1989. Hydrolysis of Wheat Straw Hemicellulose with Trifluoroacetic Acid. Di dalam Biomass Handbook. Kitani, O. and C.W. Hall. Gordon and Breach Science Publisher, New York, p. 435.
Maynard, L.A. dan J.K. Loosli. 1993. Animal Nutrition. Seventh Edition. Hill Publishing Company Limited, New Delhi. Nicoletta, C., Mario A, Brunella P, Antonio R, Enrico S, and Augusto R. 2002. Complete and Efficient Enzymic Hydrolysis of Pretreated Wheat Straw. Process Biochemistry Vol. 37: 937–941. Parajo, J.C., G. Garotte, J.M. Cruz dan H. Dominguez. 2003. Production of Xylooligosaccharides by Autohydrolysis of Lignocellulosic Materials. Trends in Food Science and Technology Vol. 15: 115-120. Pessoa, A., I.M. Mancilha dan S. Sato. 1997. Acid Hydrolysis of Hemicellulose from Sugarcane Bagasse. Braz. J. Chem. Eng. vol. 14 no. 3. Ramirez, J.A., R. Aguilar dan M. Vazquez. 2002. Xylose from the Hydrolisis of Sugarcane Bagasse Using Sulphuric Acid at Autoclave Pressure. J. Biol. Chem., 153, 375. Richana, N. 2006. Kajian Proses Produksi Xilanase dari Isolat Bakteri Alkalofilik Menggunakan Media Xilan Tongkol Jagung. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor. Sabel, W. and J.D.F. Warren. 1994. Theory and Practise of Hemicellulose Extraction. Tropical Product Institute, London. Saddler,J.N. 1993. Bioconversion of Forest and Agricultural Plant Residues. CAB International. United Kingdom. Saha, B.C. 2000. a-L-arabinofuranosidases. Di dalam Sorensen, H.r., A.S. Meyer dan S. Pedersen. 2003. Enzymatic Hydrolysis of Water-Soluble Wheat arabinoxilan. Synergy Between a-L-arabinofuranosidase, Endo-1,4-bXylanases, and b-Xilosidase Activities. Biotech. Bioeng. 81 (6) : 726-731. Sjostrom, E. 1995. Wood Chemistry. Jilid II. Diterjemahkan oleh Hardjono S. UGM Press, Yogyakarta. Soltes Ed.J. 1983. Wood and Agricultural Residues. Research on Use for Feed, Fuels, and Chemicals. Academic Press, New York. Somaatmadja, D. 1981. Prospek Pengembangan Industri Pertanian di Indonesia. BBIHP, Bogor. Staf Pengajar Kimia dasar I. 2004. Kimia Dasar I. Departemen Kimia, FMIPA, Institut Pertanian Bogor. Sumadi, S.H. dan Rasyid, M. 2002. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya, Jakarta.
Thompson, N.S. 1983. Hemicellulose As a Biomass Resource. Di dalam Soltes Ed.J. 1983. Wood and Agricultural Residues. Research on Use for Feed, Fuels, and Chemicals. Academic Press, New York. Walpole, R.E. 1992. Pengantar Statistika. 3rd ed. Diterjemahkan oleh Bambang S. UGM Press, Yogyakarta. Wayman, M. 1986. Cellulose. Wiley-Interscience, New York, p.265. Wenzl, H.F.J. 1990. The Chemical Technology of Wood. Academic Press, New York. Whistler, R.L. 1950. Xylan. Di dalam Hudson, C.S. dan Sidney (eds). Advances in Carbohydrate Chemistry. Volume V. General Polysaccharides. Academic Press, New York. White, P.J dan L.A. Johnson. 2003. Corn : Chemistry and Technology. 2nd edition. American Association of Cereal Chemistry, Inc. USA. Widyani, I.G.A. 2002. Ekstraksi Xilan dari Tongkol Jagung dan Kulit Ari Kedelai. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta.
Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Tongkol Jagung
1. Kadar Air (AOAC, 1995) Contoh sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam cawan aluminium yang telah diketahui bobotnya, kemudian dikeringkan di dalam oven bersuhu 100-105° C sampai bobot konstan. Setelah itu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang.
Kadar air =
Bobot awal - bobot akhir Bobot contoh
x100%
2. Kadar Abu (AOAC, 1995) Contoh sebanyak 3-5 g dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya, kemudian diabukan dalam furnace pada suhu 600 0C selama kurang lebih 4 jam atau sampai diperoleh abu berwarna putih. Setelah itu cawan didinginkan dalam desikator sampai suhu ruang dan ditimbang. Kadar abu =
Bobot abu x100% Bobot contoh
3. Kadar Protein Metode Mikro Kjeldahl (Apriyantono et al., 1989) Sebanyak 0.1-0.5 g sampel dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 30 ml dan ditambahkan 1 g CuSO4, 1 g Na2SO4 , 2.5 ml H2SO4 dan beberapa butir batu didih. Kemudian, didihkan selama 60-90 menit sampai cairan jernih. Setelah itu didinginkan, dipipet isinya dan dimasukkan ke dalam labu destiasi dan ditambah 15 ml NaOH 50 %, kemudian dibilas dengan air suling. Destilasi dilakukan dengan mencampurkan 25 ml HCI 0.02 N ditambah 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian metal merah 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian metal biru 0.02 dalam alkohol) ke dalam labu erlenmeyer 125 ml yang diletakkan di bawah kondensor dengan ujungnya terendam dalam labu larutan HCI. Hasil destilasi diencerkan sampai 25 ml dan dititrasi dengan NaOH 0.02 N sampai berwarna hijau.
KadarN (%) =
(ml HCIcontoh- ml HCl blanko)x N HCl x 14.007x 6,25 x 100 mg sampel
4. Kadar Lemak Metode Ekstraksi Soxhlet (Apriyantono et al., 1989) Sebanyak ± 5 g sampel yang telah ditepungkan dibungkus dengan kertas saring, dimasukkan ke dalam labu soxhlet, lalu ditambahkan heksan secukupnya dan direfluks selama 5-6 jam. Kemudian, labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dan pelarut dipanaskan pada oven dengan suhu 105 0C, setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang beratnya. Kadar lemak =
Bobot lemak x100% Bobot sampel
5. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1995) Contoh sebanyak 5 g sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml kemudian ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N. Kemudian dihidrolisis dalam otoklaf selama 15 menit pada suhu 105oC dan didinginkan serta ditambahkan 50 ml NaOH 1,25 N. Kemudian dihidrolisis kembali selama 15 menit. Dalam keadaan panas disaring dengan kertas Whatman No.40 setelah diketahui bobot keringnya. Kertas saring yang digunakan dicuci berturut-turut dengan air panas, 25 ml H2SO4 0,325 N lalu dengan air panas dan terakhir menggunakan 25 ml etanol 95%. Kertas saring tersebut dikeringkan di dalam oven bersuhu 105°C sampai bobotnya konstan. Kertas saring didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
6. Kadar Lignin (AOAC, 1995) Sampel sebanyak 1 g ditimbang dalam erlenmeyer 250 ml kemudian ditambahkan H2SO4 20 ml. Selanjutnya didiamkan selama 2 jam dan dikocok perlahan-lahan. Sampel kemudian ditambahkan akuades sebanyak 250 ml, dipanaskan dalam waterbath pada suhu 1000 C selama 3 jam. Selanjutnya
dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring yang telah diketahui bobotnya (A). Erlenmeyer dan corong dibilas dengan akuades sebanyak 3 kali. Kertas saring beserta residu diovenkan pada suhu 105 C selaina 1-2 jam. Kertas saring didinginkan dan di timbang bobotnya (B). Kertas saring dengan residu diabukan dengan muffle furnace pada suhu 600° C selama 3-4 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang (C).
Keterangan: A = bobot kertas saring dan residu setelah dioven (g) B = bobot kertas saring (g) C = bobot abu(g)
7. Kadar Hemiselulosa Metode Van Soest (Apriyantono et al., 1989) Sampel sebanyak A g dan B g masing-masing dimasukkan ke dalam gelas piala berukuran 500 ml. Sampel A g ditambahkan dengan 50 ml larutan NDS dan sampel B g ditambahkan dengan 50 ml larutan ADS lalu dipanaskan selama 1 jam di atas penangas listrik Selanjutnya masingmasing sampel tersebut dicuci menggunakan pompa vakum dan gelas 0-3 (C g dan D g). Sampel dalam gelas 0-3 dikeringkan dengan menggunakan oven, didinginkan dengan eksikator dan ditimbang sebagai E g dan F g.
Kadar hemiselulosa = %NDF-%ADF
8. Kadar Selulosa Metode Van Soest (Apriyantono et al., 1989) Residu ADF (F g) yang berada pada gelas G-3 diletakkan diatas nampan yang berisi air setinggi 1 cm kemudian ditambahkan H2SO4 72% setinggi ¼ bagian gelas G-3 dan dibiarkan selama 3 jam sambil diadukaduk. Selanjutnya sampel tersebut dicuci menggunakan aseton dan air panas serta disaring menggunakan pompa vakum dan gelas G-3. Sampel dalam gelas G-3 dikeringkan dengan menggunakan oven, didinginkan dengan eksikator dan ditimbang sebagai H
Lampiran 2. Prosedur Analisis Xilosa
1. Rendemen (Syarief, 1999) Rendemen gula xilosa dihitung sebagai persentase perbandingan bahan kering xilosa dengan bahan kering xilan dalam persen. Xilosa yang diperoleh ditempatkan dalam erlenmeyer dan ditimbang. Bobot xilosa diperoleh dengan mengurangi bobot labu erlenmeyer kosong.
Bg = bobot xilosa (g) Bk = kadar bahan kering xilosa (%) Bxl = bobot xilan (g) Ka = kadar air xilan (%)
2. Kadar Gula Pereduksi (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi
DNS
dibuat
dengan
melarutkan
10,6
gram
asam
dinitrosalisilat, 19,8 gram NaOH ke dalam 1416 ml aquades. Selanjutnya kedalamnya ditambahkan 306 gram natrium kaliurn tartrat (Na-K-tartarat), 8,3 gram Na-metabisulfit dan 7,6 ml fenol yang telah dicairkan pada suhu 50 oC. Bahan-bahan tersebut dicampurkan hingga larut secara merata. Keasaman dari pereaksi DNS yang dihasilkan ditentukan dengan cara mentitrasi sebanyak 3 ml larutan DNS dengan HCl 0,1 N dan indikator fenoftalein. Banyaknya titran harus berkisar antara 5-6 ml. Untuk setiap kekurangan HCl 0,1 N pada titrasi ditambahkan 2 gram NaOH. Contoh seharusnya dalam bentuk jernih, kemudian dimasukkan sebanyak 1 ml ke dalam tabung reaksi dan ditambah 3 ml pereaksi DNS. Dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit, kemudian didinginkan sampai suhu kamar. Bila contoh terlalu pekat, perlu diencerkan sampai terukur pada kisaran 20-80 %T pada panjang gelombang 515 nm. Untuk
blanko digunakan aquades dan kurva standar (baku) dibuat dengan menggunakan xilosa murni pada kisaran konsentrasi 0,1 - 0,5 mg/ml. 3. Total Gula (Apriyantono et al., 1989) Dipipet 2 ml larutan ke dalam tabung reaksi. Sebanyak 1 ml larutan fenol 5 persen ditambahkan ke dalamnya, kemudian dikocok. Lima ml larutan asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat dengan cara menuangkan secara tegak lurus ke permukaan larutan. Biarkan selama 10 menit, kocok lalu tempatkan ke dalam penangas air selama 15 menit. Absorbansi larutan diukur pada panjang gelombang 480 nm. Dibuat pula kurva standar xilosa dengan konsentrasi 5-25 ppm.
4. Derajat Polimerisasi (DP) (Apriyantono et al., 1989) Derajat polimerisasi dihitung berdasarkan perbandingan antara total gula dengan gula pereduksi yang dihasilkan.
5. Kadar Bahan Kering (AOAC, 1995) Sebanyak 2-5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan tersebut dikeringkan di dalam oven dengan suhu 100-105°C selama 3-5 jam. Setelah itu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dilanjutkan lagi selama 30 menit di dalam oven, kemudian didinginkan lagi di dalam desikator dan ditimbang. Perlakuan mi diulang sarnpai tercapai berat konstan.
A = bobot bahan kering + cawan (g) B = bobot cawan kosong C = bobot contoh (g)
Lampiran 3. Neraca Massa Ekstraksi Xilan dari Tongkol Jagung BISMA
Bubuk tongkol jagung 10 mesh (1000,0 g) k.a. 11,80 %
NaOCl 1% (10 L = 9636,0 g) Air (16000,0 g)
Perendaman selama 5 jam pada suhu 280 C
Pencucian Penyaringan
Larutan lignin (21882,6, g)
Bubuk tongkol jagung basah yang telah didelignifikasi (3289,8 g) Pengeringan pada suhu 500 C selama 48 jam
Air (2432,4 g)
Bubuk tongkol jagung kering yang telah didelignifikasi (857,4 g) k.a. 5,08 % NaOH 15% (3443,8 g) Air (3000,0 g)
Perendaman selama 24 jam suhu 280 C Filtrasi
Selulosa (2056,7 g)
Filtrat (4826,3 g)
HCl 6 N (1469,1 g)
Pengasaman hingga pH 4,5-5 Sentrifugasi (4000 rpm selama 30 menit)
Etanol 95% (3960,0 g)
Endapan (hemiselulosa A) (1980,0 g)
A
Supernatan (4119,8 g)
A Sentrifugasi (4000 rpm selama 30 menit)
Aquades (4794,4 g)
Crude xylan (1198,6 g)
Sentrifugasi (6000 rpm selama 30 menit)
NaOH 4% (1416,4 g)
Supernatan (4773,6 g)
Supernatan (6111,4 g)
Endapan (876,4 g)
Filtrasi
Kotoran (28,6 g)
Filtrat (2373,2 g)
HCl 6 N (274,9 g)
Pengasaman hingga pH 4,5-5
Filtrat (2371,1 g)
Sentrifugasi (4000 rpm selama 30 menit)
Etanol 95% (1574,2 g)
Endapan (1210,9 g)
B
Supernatan (1150,2 g)
B Sentrifugasi (4000 rpm selama 30 menit)
Supernatan (1112,3 g)
Xilan murni (711,4 g)
Pengeringan dengan oven 50 OC, 24 jam
Xilan murni kering (117,5 g) k.a. 4,59 %. Rendemen : 11,75 %
Air + etanol (593,9 g)
Lampiran 4. Neraca Massa Hidrolisis Xilan
Bubuk xilan 20 mesh (2 g)
HCl 0,3 % (8 ml = 6,79 g)
Hidrolisis selama 4 jam
Hidrolisat (8,92 g) Na2CO3 30 % (0,20 g)
Penetralan pH (5)
Hidrolisat (9,12 g) Arang aktif (0,18 g)
Pemurnian
Penyaringan vakum
Filtrat jernih (xilosa+garam) (5,52 g), bahan kering : 20,00 % Rendemen : 57,85 %
Padatan (3,78 g)
Lampiran 5. Analisa Keragaman Terhadap Bahan Kering Xilosa
Data Rata-rata Bahan Kering Xilosa (%) Waktu Hidrolisis (jam) 1 2 3 4 5
0.30% 16.17 16.34 17.47 19.74 19.91
Konsentrasi HCl 0.50% 0.70% 16.74 17.17 17.22 17.96 17.60 18.90 20.00 18.84 19.46 18.59
Hasil Analisa Ragam terhadap Bahan Kering Xilosa Sumber Waktu hidrolisis Konsentrasi HCl Interaksi Error Total
Jumlah Kuadrat Tengah 38.1142 0.7147 8.7206 14.2546 61.8041
Derajat Kebebasan
Kuadrat Tengah
FHitung
Signifikansi
4 2 8 15 29
9.5286 0.3573 1.0901 0.9503
10.03 0.38 1.15
0.0004 0.6929 0.3891
Catatan : Bila nilai signifikansi < 0,05 maka perlakuan atau interaksinya memberikan pengaruh yang nyata terhadap bahan kering xilosa. Uji lanjut Duncan pengaruh waktu hidrolisis terhadap bahan kering xilosa. Waktu Hidrolisis
N
Rata-rata
4 5 3 2 1
6 6 6 6 6
19.525 19.320 17.990 17.175 16.695
Kelompok Duncan (α = 0.05) A A B BC C
Kelomok Duncan dengan simbol yang sama menunjukan bahwa perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Lampiran 6. Analisa Keragaman Terhadap Rendemen Xilosa
Data Rata-rata Rendemen Xilosa (%) Waktu Hidrolisis (jam) 1 2 3 4 5
0.30% 40.51 44.29 45.26 57.36 58.08
Konsentrasi HCl 0.50% 43.87 46.68 48.42 60.37 57.04
0.70% 46.38 49.39 55.76 52.70 50.73
Hasil Analisa Ragam terhadap Rendemen Xilosa Sumber Waktu hidrolisis Konsentrasi HCl Interaksi Error Total
Jumlah Kuadrat Tengah 748.7785 28.0386 272.1395 235.2645 1,284.2211
Derajat Kebebasan
Kuadrat Tengah
FHitung
Signifikansi
4 2 8 15 29
34.0174 14.0193 187.1946 15.6843
11.94 0.89 2.17
0.0001 0.4298 0.0934
Catatan : Bila nilai signifikansi < 0,05 maka perlakuan atau interaksinya memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen xilosa. Uji lanjut Duncan pengaruh waktu hidrolisis terhadap rendemen xilosa. Waktu Hidrolisis
N
Rata-rata
4 5 3 2 1
6 6 6 6 6
56.813 55.283 49.812 46.788 43.585
Kelompok Duncan (α = 0.05) A AB BC CD D
Kelomok Duncan dengan simbol yang sama menunjukan bahwa perlakuan tidak memberikan hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Lampiran 7. Analisa Keragaman Terhadap Total Gula
Data Rata-rata Total Gula Xilosa (mg/ml) Waktu Hidrolisis (jam) 1 2 3 4 5
0.30% 68.85 75.75 90.18 101.43 101.16
Konsentrasi HCl 0.50% 74.07 82.27 94.14 101.98 99.82
0.70% 75.97 85.29 96.43 91.66 89.23
Hasil Analisa Ragam terhadap Total Gula Xilosa Sumber Waktu hidrolisis Konsentrasi HCl Interaksi Error Total
Jumlah Kuadrat Tengah 2,922.1044 54.8616 440.3412 3,492.8075 75.5003
Derajat Kebebasan
Kuadrat Tengah
FSignifikansi Hitung
4 2 8 15 29
730.5261 27.4308 55.0426 5.0334
145.14 5.45 10.94
0.0001 0.0166 0.0001
Catatan : Bila nilai signifikansi < 0,05 maka perlakuan atau interaksinya memberikan pengaruh yang nyata terhadap total gula.
Lampiran 7. Analisa Keragaman Terhadap Total Gula (Lanjutan)
Uji lanjut Duncan interaksi waktu hidrolisis dan konsentrasi HCl terhadap total gula xilosa. Interaksi
N
Rata-rata
4*0.5 4*0.3 5*0.3 5*0.5 3*0.7 3*0.5 4*0.7 3*0.3 5*0.7 2*0.7 2*0.5 1*0.7 2*0.3 1*0.5
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
101.980 101.430 101.160 99.825 96.435 94.135 91.660 90.185 89.230 85.285 82.270 75.970 75.745 74.070
Kelompok Duncan (α = 0.05) A AB AB AB BC CD CD CD DE DE EF F G G
Kelomok Duncan dengan simbol yang sama menunjukan bahwa interaksi antar perlakuan tersebut tidak memberikan hasil yang berbeda nyata.
Lampiran 8. Analisa Keragaman Terhadap Gula Pereduksi
Data Rata-rata Gula Pereduksi Xilosa (mg/ml) Waktu Hidrolisis (jam) 1 2 3 4 5
0.30% 63.98 70.57 86.70 99.82 99.82
Konsentrasi HCl 0.50% 68.98 77.68 90.56 100.90 98.24
0.70% 71.11 80.31 93.19 87.79 85.35
Hasil Analisa Ragam terhadap Kandungan Gula Pereduksi Xilosa Sumber Waktu hidrolisis Konsentrasi HCl Interaksi Error Total
Jumlah Kuadrat Tengah 3,642.5489 79.3437 582.8655 42.0452 4,346.8033
Derajat Kebebasan
Kuadrat Tengah
FHitung
Signifikansi
4 2 8 15 29
910.6372 39.6719 72.8582 2.8030
324.880 14.150 25.990
0.0001 0.0004 0.0001
Catatan: Bila nilai signifikansi < 0,05 maka perlakuan atau interaksinya memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan gula pereduksi xilosa.
Lampiran 8. Analisa Keragaman Terhadap Gula Pereduksi (Lanjutan)
Uji lanjut Duncan interaksi antara waktu hidrolisis dan konsentrasi HCl terhadap kandungan gula pereduksi xilosa. Interaksi
N
Rata-rata
4*0.5 4*0.3 5*0.3 5*0.5 3*0.7 3*0.5 4*0.7 3*0.3 5*0.7 2*0.7 2*0.5 1*0.3 2*0.3 1*0.5 1*0.7
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
100.905 99.825 99.825 98.24 93.19 90.56 87.795 86.695 85.345 80.315 77.675 71.11 70.565 68.975 63.975
Kelompok Duncan (α = 0.05) A A A A B BC CD D D E E F F F G
Kelomok Duncan dengan simbol yang sama menunjukan bahwa interaksi antar perlakuan tersebut tidak memberikan hasil yang berbeda nyata.
Lampiran 9. Analisa Keragaman Terhadap Derajat Polimerisasi
Data Rata-rata Derajat Polimerisasi Xilosa Waktu Hidrolisis (jam) 1 2 3 4 5
0.30% 1.076 1.073 1.041 1.016 1.013
Konsentrasi HCl 0.50% 0.70% 1.074 1.068 1.059 1.061 1.039 1.035 1.011 1.044 1.016 1.046
Hasil Analisa Ragam terhadap Derajat Polimerisasi Sumber Waktu hidrolisis Konsentrasi HCl Interaksi Error Total
Jumlah Kuadrat Tengah 0.0123 0.0006 0.0023 0.0050 0.0202
Derajat Kebebasan
Kuadrat Tengah
FHitung
Signifikansi
4 2 8 15 29
0.0031 0.0003 0.0003 0.0003
9.20 0.92 0.85
0.0006 0.4204 0.5777
Catatan : Bila nilai signifikansi < 0,05 maka perlakuan atau interaksinya memberikan pengaruh yang nyata terhadap derajat polimerisasi. Uji lanjut Duncan pengaruh waktu hidrolisis terhadap derajat polimerisasi xilosa. Waktu Hidrolisis
N
Rata-rata
1 2 3 4 5
6 6 6 6 6
1.07 1.06 1.04 1.03 1.02
Kelompok Duncan (α = 0.05) A A B B B
Kelomok Duncan dengan simbol yang sama menunjukan bahwa perlakuan tersebut tidak memberikan hasil yang berbeda nyata.
Lampiran 10. Kurva Standar Total Gula (480 nm)
Absorbansi Standar Total Gula Konsentrasi xilosa (ppm) 0 50 150 250
Absorbansi 0.000 0.088 0.310 0.532
0.600
Absorbansi
0.500 0.400 0.300 0.200
y = 0.0021x - 0.0092 R2 = 0.9988
0.100 0.000 -0.100 0
100
200
Xilosa (ppm )
Gambar 20. Kurva Standar Total Gula
300
Lampiran 11. Kurva Standar Gula Pereduksi (550 nm)
Absorbansi Standar Gula Pereduksi Konsentrasi xilosa (ppm) 0 150 200 250 300 350 400 450
Absorbansi 0.000 0.174 0.240 0.319 0.411 0.495 0.565 0.654
0.700 0.600 Absorbansi
0.500 0.400 0.300 0.200 0.100
y = 0.0015x - 0.0319 R2 = 0.9917
0.000 -0.100 0
200
400
600
Xilosa (ppm )
Gambar 21. Kurva Standar Gula Pereduksi