PERUBAHAN KADAR N-TANAH PADA ENDOAQUERT USTIC SAWAH TADAH HUJAN DENGAN PEMBERIAN PASIR PANTAI, SABUT KELAPA, DAN SABUT BATANG PISANG SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KOMPONEN HASIL PADI Hendra Tantu, Nurdin, Fauzan Zakaria
ABSTRAK Hendra Tantu. NIM 613409021. Perubahan Kadar N-Tanah pada Endoaquert Ustic Sawah Tadah Hujan dengan Pemberian Pasir Pantai, Sabut Kelapa, dan Sabut Batang Pisang serta Pengaruhnya terhadap Komponen Hasil Padi. Dibawah bimbingan Nurdin sebagai pembimbing I dan Fauzan Zakaria sebagai pembimbing II. Tujuan penelitian ini: untuk mengetahui pengaruh kadar N-Tanah pada Endoaquert Ustic sawah tadah hujan melalui pemberian pasir, sabut kelapa, dan sabut batang pisang serta pengaruhnya terhadap komponen hasil padi, dan menentukan perlakuan yang memberikan pengaruh terbaik terhadap hasil padi pada tanah Endoaquert Ustic. Penelitian ini mengunakan rangcangan faktorial dengan pola 33. Terdapat 3 faktor dan masing-masing faktor terdapat 3 perlakuan, taraf bahan ameliorant yang diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 81 satuan. Pengamatan komponen pertumbuhan dan hasil yang dilakukan meliputi jumlah N-tanah, persentase jumlah malai terhadap jumlah anakan, persentase jumlah butir permalai terhadap panjang malai, dan persentase berat seribu butir terhadap berat total. Hasil penelitian menunjukan bahwa Pemberian pasir pantai sebesar 0% berbeda nyata dan memberikan pengaruh terbaik terhadap parameter kadar N-Tanah, sedangkan perlakuan lainnya tidak berbeda nyata terhadap parameter kadar N-Tanah. Kecuali, persentase jumlah malai terhadap jumlah anakan. Pemberian pasir pantai sebesar 0% merupakan pengaruh terbaik terhadap Kadar N-tanah dan pemberian pasir pantai sebesar 25% pada persentase jumlah malai terhadap jumlah anakan. Tidak terdapat interaksi antara masing-masing perlakuan terhadap ketiga parameter komponen hasil tanaman padi pada Endoaquerts Ustic. Kata kunci: Nitrogen, Pasir, Sabut, Kelapa, Batang Pisang, Padi, Endoaquert Ustic. PENDAHULUAN Padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia. Hasil dari pengolahan padi ini dinamakan beras. Namun seiring dengan berjalannya waktu, tanpa kita sadari bahwa laju pertambahan penduduk dengan persentase sekitar 1,49 % per tahun telah mengakibatkan peningkatan kebutuhan beras. Sampai tahun 2013, kebutuhan beras nasional mencapai 69.271.053 ton beras (BPS RI, 2013). Dari angka
tersebut dapat dilihat bahwa produksi beras sudah mencukupi untuk kebutuhan masyrakat di Indonesia, akan tetapi karena datangnya beras impor dari luar pada bulan Januari sampai Februari 2013 sebanyak 1.183.384.917 Kg (Kementan, 2013), maka perlu dipertimbangkan lagi ketersediaanya dan terus ditingkatkan. Pemanfaatan teknology merupakan salah satu alternatif dalam mengembangkan produktivitas padi. Misalnya, pada sawah tadah hujan (STH). Sawah tadah hujan (STH) merupakan ekosistem sawah yang sumber airnya dominan berasal dari hujan dan lumbung padi kedua nasional setelah sawah irigasi dengan luas 2,1 juta ha (Toha dan Pirngadi 2004). Areal Sawah tadah hujan (STH) di Paguyaman Provinsi Gorontalo dominan tergolong tanah Vertisol yang berkembang dari bahan endapan lakustrin (Hikmatullah et al, 2002; Prasetyo, 2007). Secara kimiawi vertisol tergolong kaya hara karena cadangan sumber hara yang tinggi (Deckers et al. 2001). Namun, sifat fisiknya menjadi faktor pembatas pertumbuhan dan hasil tanaman antara lain: bertekstur liat berat, sifat mengembang dan mengkerut, kecepatan infiltrasi air yang rendah, serta drainase yang lambat (Mukanda dan Mapiki, 2001). Akibatnya, pertumbuhan dan hasil tanaman terhambat. Sehingga diperlukan perbaikan sifat-sifat fisik tanah tersebut yang salah satunya dengan cara pemberian amelioran tanah. Pasir merupakan salah satu amelioran pada tanah berliat tinggi. Laporan Ravina dan Magier (1984); Narka dan Wiyanti (1999), mengatakan bahwa pemberian pasir berpengaruh positif sangat nyata terhadap penurunan nilai cole, dan indeks plastisitas, permeabilitas tanah menjadi besar, dan kadar air tersedia menjadi rendah. Namun, budidaya padi sawah tadah hujan membutuhkan permeabilitas sedang dengan kadar air tersedia cukup, sehingga dibutuhkan amelioran tanah lain untuk memperbaiki kedua sifat tersebut, diantaranya sabut kelapa dan sabut batang pisang. Sabut kelapa telah digunakan sebagai bahan penyimpan air pada lahan pertanian (Subiyanto et al. 2003). Sementara sabut batang pisang relatif masih kurang digunakan. Padahal daya serap batang pisang tinggi bila dikeringkan karena mempunyai pori-pori yang saling berhubungan (Indrawati, 2009:13). Dari beberapa pemberian amelioran pada tanah Vertisol, itu dapat berpengaruh untuk ketersediaan N dalam tanah. Upaya penyediaan hara dalam tanah ditujukan untuk meningkatkan hasil produktivitas tanaman, tetapi ada beberapa hal-hal yang harus perlu diperhatikan yaitu adanya pengetahuan tentang unsur hara yang terkandung didalam tanah. Salah satu unsur hara esensial tanaman adalah unsur hara N, yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan bagi tanaman itu sendiri. Nitrogen merupakan komponen penyusun banyak senyawa organik penting di dalam tanaman (protein, enzim, vitamin B kompleks, hormon, klorofil) (Wijaya, 2008:24). Pada tanah sawah, (Asririni, 2006:6) mengatakan bahwa persediaan N sebagian besar berasal dari: (1) N-NH4+ dan N-NO3- yang terbentuk ketika digenangi; (2) mineralisasi N-organik tanah dan residu tanaman dalam kondisi tergenang; (3) N yang ditambat oleh ganggang dan bakteri heterotropik; dan (4) N dari pupuk (De Datta, 1981; Asririni, 2006).
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan kajian untuk melihat pengaruh kadar N-tanah dengan pemberian bahan ameliorant berupa pasir, sabut kelapa, dan sabut batang pisang pada Endoaquerts Ustic terhadap komponen hasil padi. METODE PENELITILIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini berlokasi di areal tanah sawah tadah hujan dengan jenis tanah Vertisol di Desa Sidomukti Kecamatan Motilango Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Waktu pelaksanaan penelitian selama 4 (empat) bulan, terhitung sejak bulan April sampai Juli 2013. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu hand tractor, cangkul, sekop, ring sampel, meteran, timbangan, gunting, carter, laptop, dan alat tulis yang digunakan adalah pensil, pulpen, spidol, kertas HVS, buku tulis dan kertas label. Adapun bahan penelitian berupa sampel tanah Vertisol dengan great grup Endoaquerts Ustic yang berkembang dari bahan lakustrin, dan bahan ameliaoran sepreti: pasir pantai, sabut kelapa, sabut batang pisang. Selain itu, air untuk mengairi dan tanaman padi varietas Ciherang sebagai respon perlakuan. Metode Penetilitian Penelitian ini menggunakan rancangan faktorial pola 33. Terdapat 3 faktor dan masing-masing faktor terdapat 3 perlakuan. Masing-masing perlakuan bahan amelioran diulang sebanyak 3 kali, sehingga diperoleh 81 petak percobaan (Tabel 1). Tabel 1. Perlakuan setiap Bahan Amelioran pada Tanah Vertisol Sub Grup Tanah Ustic Endoiaquert
Faktor Bahan Amelioran Tanah/Taraf/Simbol Pasir Pantai (%) 0 (S0) 25 (S1) 50 (S2)
Sabut Kelapa (ton ha-1) 0 (C0) 10 (C1) 20 (C2)
Sabut Batang Pisang (ton ha-1) 0 (B0) 10 (B1) 20 (B2)
Sebelum penanaman, dilakukan penimbangan pupuk dasar sebagai starter. Taraf masing-masing pupuk tertera pada Tabel 2. Tabel 2. Pupuk dasar, sumber dan taraf pemupukan Umur/Taraf Pemupukan Rekomendasi (kg ha-1) Pupuk Sumber Pupuk Pupuk (kg ha-1) 0 HST 60 HST N Urea (46% N) 125 62,5 62,5 P Phonska(15%P2O5) 100 50,0 50,0 K Phonska(15% K2O) 50 25,0 25,0
Prosedur Penelitian Penyiapan lahan dilakukan dengan membersihkan lahan dari gulma dan sisa tanaman sebelumnya. Kemudian tanah digenangi, dibajak dan digaru hingga tanah menjadi lebih gembur dan rata. Selanjutnya dibuat petak berukuran 1 m x 1 m, dengan jarak antar perlakuan 35 cm dan jarak antar ulangan 50 cm. Bibit padi varietas Ciherang yang telah disemaikan selama 21 hari ditanam pada jarak tanam 25 cm x 25 cm sebanyak 3 bibit per lubang tanam. Pupuk N, P, dan K diberikan dua kali, setengah dosis pada 0 hari setelah tanam (HST), dan sisanya pada 60 HST. Pengairan dilakukan sejak awal tanam setinggi ± 5 cm sampai tanaman berumur 10 HST. Pengairan berikutnya diatur sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penyiangan gulma dilakukan secara manual pada saat tanaman berumur 15 HST, penyiangan berikutnya dilakukan sesuai dengan kondisi gulma di lapangan. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan bila ada serangan hama dan penyakit. Panen dilakukan pada umur ±115 HST. Visualisasi fisik tanaman yang siap panen adalah gabah padi sudah menguning dengan persentase >95%. Teknik pemanenan dilakukan dengan cara memotong bagian batang bulir padi yang berisi gabah padi dan menyisakan brangkasan tanaman. Gabah padi yang dipanen pada setiap plot percobaan dikeringkan di bawah sinar matahari selama 3-5 hari untuk mencapai kadar air kurang lebih 15%. Setelah itu, gabah padi tersebut ditimbang per petak percobaan untuk memperoleh data parameter hasil padi. Parameter yang Diamati Parameter-parameter yang diamati dalam penelitian ini, yaitu: 1. Kadar N-Tanah Parameter ini diketahui dengan analisis tanah di labolatorium yaitu dengan menggunakan analisis N-amonium dan analisis N-nitrat setelah tiga bulan masa inkubator. 2. Persentase Jumlah Malai terhadap Jumlah Anakan (%) Jumlah malai dan jumlah anakan dihitung per rumpun pada masing-masing perlakuan per sampel, hasil perhitungan masing-masing dijumlahkan lalu dicarikan rataannya. Persentase jumlah malai terhadap jumlah anakan artinya berapa persen jumlah malai yang terbentuk pada jumlah anakan masing-masing perlakuan. Parameter ini diperoleh dengan rumus: ∑ R1Jm x 100% ₧ (Jm) Ћ (Ja) = 2 ∑ R Ja Ket: ₧ (Jm) Ћ (Ja) = Persentase Jumlah Malai terhadap Jumlah Anakan ∑ R1Jm = Rata – Rata Jumlah Malai ∑ R2Ja = Rata – Rata Jumlah Anakan
3.
4.
Persentase Jumlah Butir Permalai terhadap Panjang Malai (%) Jumlah butir permalai dihitung dan panjang malai diukur pada malai terpanjang pada masing-masing perlakuan per sampel, hasil masing-masing dijumlahkan dan dicari rataannya. Persentase jumlah butir permalai terhadap panjang malai artinya berapa persen jumlah butir yang terisi pada panjang malai masing-masing perlakuan. Parameter ini diperoleh dengan rumus: ∑ R2PM ₧ (JBP) Ћ (PM) = x 100% 1 ∑ R JBP Ket: ₧ (JBP) Ћ (PM) = Persentase Jumlah Butir terhadap Panjang Malai ∑ R2PM = Rata – Rata Panjang Malai ∑ R1JBP = Rata – Rata Jumlah Butir Permalai Persentase Berat Seribu Butir Permalai terhadap Berat Total (%) Berat seribu butir dan berat total gabah kering terpilih ditimbang dari masingmasing perlakuan per sampel. Persentase berat seribu butir terhadap berat total artinya berapa persen berat seribu butir yang terdapat pada berat total gabah kering masing-masing perlakuan. Parameter ini diperoleh dengan rumus: ∑ R1BSB x 100% ₧ (BSB) Ћ (BT) = 2 ∑ R BT Ket: ₧ (BSB) Ћ (BT) = Persentase Berat Seribu Butir terhadap Berat Total ∑ R1BSB = Rata – Rata Berat Seribu Butir ∑ R2BT = Rata – Rata Berat Total
Analisis dan Interpretasi Data Semua data yang diperoleh baik melalui perhitungan, pengukuran maupun penimbangan diolah dan dianalisis secara statistik. Penyajian data pengaruh pemberian beberapa bahan amelioran terhadap keragaan parameter hasil padi disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Selanjutnya, data hasil penelitian dianalisis menggunakan sidik ragam faktorial. Apabila terdapat perlakuan yang berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan Duncen Multi Range Test (DMRT). Untuk mengetahui pengaruh tes perlakuan yang diberikan terhadap peubah yang diamati, dilakukan analisis keragaman yang diperoleh dari pengolahan data dengan menggunakan program SAS 9.1. HASIL DAN PEMBAHASAN Nitrogen Total Tanah (N-Total) Nitrogen merupakan salah satu unsur hara makro yang paling dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Wijaya (2008:24) dalam jurnalnya menyatakan bahwa salah satu unsur hara yang paling terpenting bagi tanaman adalah unsur hara N, yang bertujuan
untuk mendorong pertumbuhan bagi tanaman itu sendiri. Nitrogen merupakan komponen penyusun banyak senyawa organik penting di dalam tanaman (protein, enzim, vitamin B kompleks, hormon, klorofil). Hal ini juga senada dengan Asririni (2006:6) mengatakan bahwa persediaan N sebagian besar berasal dari: (1) N-NH4+ dan N-NO3- yang terbentuk ketika digenangi; (2) mineralisasi N-organik tanah dan residu tanaman dalam kondisi tergenang; (3) N yang ditambat oleh ganggang dan bakteri heterotropik; dan (4) N dari pupuk (De Datta, 1981; Asririni, 2006). Hasil analisis kadar N-Total dilokasi penelitian berdasarkan pemberian amelioran dapat dilihat pada Gambar 1. Data pengamatan kadar N-Total pada Endoaquerts Ustic dan sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 3. Dari data hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian pasir pantai berbeda nyata terhadap jumlah N pada Endoaquerts Ustic dengan taraf uji DMRT 0.05% (Tabel 4). Sedangkan untuk perlakuan sabut kelapa dan sabut batang pisang tidak berbeda nyata terhadap parameter jumlah kadar N. Selain itu, tidak terdapat interaksi antara masing-masing perlakuan terhadap parameter jumlah kadar N dalam tanah tersebut. Tabel 4. Rataan Kadar N pada tanah melalui pemberian pasir pantai, sabut kelapa dan sabut batang pisang pada Endoaquerts Ustic Perlakuan Pasir Pantai (P0) 0% (P1) 25% (P2) 50% Sabut Kelapa (C0) 0 ton ha-1 (C1) 10 ton ha-1 (C2) 20 ton ha-1 Sabut Batang Pisang (B0) 0 ton ha-1 (B1) 10 ton ha-1 (B2) 20 ton ha-1 Interaksi DMRT 0.05% KK (%)
Kadar N Tanah 2.1a b 1.3 b 1.2 1.8t n 1.4 1.3 1.3t n 1.7 1.6 tn 0.07 67.72
Superskrip yang berbeda pada kolom sama menunjukan berbeda nyata pada taraf uji DMRT 0,05 tn=tidak nyata pada taraf uji f 5 %
Jumlah kadar N paling banyak diperoleh melalui tanpa pemberian pasir pantai 0% (Po) sebanyak 0.21 N-total atau 0.09 kali lebih banyak dibanding pemberian pasir pantai 50% (P2) dan 0.08 kali lebih banyak dibanding pemberian pasir pantai sebesar 25% (P1), serta berbeda nyata diantara perlakuan tersebut. Hal ini diduga bahwa pemberian pasir pantai pada tanah vertisol tidak dapat memperbaiki permeabilitas tanah apabila melebihi takaran 20% sehingga dapat mempengaruhi proses ketersediaan N didalam tanah vertisol. Kusnarta (2012:9) melaporkan bahwa, penambahan pasir pada takaran
20% berat sudah dapat menamba tekstur vertisol dari clay menjadi clay loam sekaligus juga menurunkan sifat kembang-kerut (COLE) secara nyata. Keragaman jumlah N dengan pemberian pasir pantai ditunjukan pada (Gambar 1). Selanjutnya, untuk perlakuan sabut kelapa jika dilihat dari hasil analisis sidik ragam tidak berbeda nyata, tetapi dari beberapa taraf amelioran sabut kelapa yang diuji cobakan, maka perlakuan 0 ton ha-1 (C0) memperlihatkan jumlah N yang lebih banyak 0.18 atau 0.05 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan pemberian sabut kelapa 20 ton ha-1 (C2) dan 0.04 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan pemberian sabut batang kelapa 10 ton ha-1 (C1). Keragaman jumlah N dengan pemberian sabut kelapa ditunjukan pada (Gambar 1). Pengaruh pemberian sabut batang pisang jika dilihat dari analisis sidik ragam tidak berbeda nyata, tetapi dari beberapa taraf amelioran sabut batang pisang yang diuji cobakan, maka jumlah N terbaik diperoleh pada perlakuan 10 ton ha-1 (B1) dengan jumlah N 0.17 atau 0.04 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan 0 ton ha-1 (B0) dan 0.01 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa sabut batang pisang 20 ton ha-1 (B2). Keragaman jumlah N dengan pemberian sabut batang pisang ditunjukan pada (Gambar 1). Pasir Pantai (P)
Jumlah N Total
0.25
Sabut Kelapa (C)
Sabut Batang Pisang (B)
0.21 0.18
0.2
0.14 0.13
0.13 0.12
0.15
0.17 0.16 0.13
0.1 0.05 0 P0
P1
P2
C0
C1
C2
B0
B1
B2
Gambar 1. Kadar N total pada Endoaquerts Ustic Persentase Jumlah Malai terhadap Jumlah Anakan. Data pengamatan persentase jumlah malai terhadap jumlah anakan padi pada Endoaquerts Ustic dan sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 4. Dari data hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian pasir pantai berbeda nyata terhadap persentase jumlah malai terhadap jumlah anakan padi pada Endoaquerts Ustic dengan taraf uji DMRT 0.05% (Tabel 5). Selain itu, tidak terdapat interaksi antara masingmasing perlakuan terhadap parameter persentase jumlah malai terhadap jumlah anakan padi tersebut.
Persentase jumlah malai terhadap jumlah anakan yang terbanyak (120.006 %) ditunjukan oleh pemberian pasir pantai sebesar 25% (P1) yang meningkat 0.74 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan tanpa pemberian pasir pantai 0% (P0) dan 20.85 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan pemberian pasir 50% (P2). Hal ini diduga bahwa pemberian pasir pantai pada tanah vertisol masih bisa memperbaiki permeabilitas tanah dan mempermudah masuknya air kedalam tanah yang akan mempengaruhi proses pertumbuhan serta hasil dari tanaman padi jika menggunakan pasir dengan berat 25% (P1). Narka dan Wiyanti (1999) mencampurkan pasir kedalam tanah vertisol dengan taraf 0%+12.5%+25%+37.5%+50% dari tanah vertisol menyimpulkan bahwa pada taraf pencampuran pasir 50% ke dalam tanah dapat menurunkan nilai Cole, permeabilitas, indeks plastisitas, dan kadar air tersedia yang terbaik. Lebih lanjut Kusnarta (2012:24) melaporkan, bahwa bahan pembenah tanah yang memberi pengaruh baik dalam perbaikan struktur tanah yang dinyatakan dengan kemantapan agregat dan stabilitas struktur, serta nilai COLE Vertisol adalah pasir pada takaran 20% dan pupuk kandang pada takaran 15 ton ha-1. Bahan pembenah pasir dapat menigkatkan nilai kemantapan agregat dan dan stabilitas struktur Vertisol (stability quotient, SQ) melalui mekanisme penurunan fungsi klei dalam proses kembang-kerut Vertisol. Kenyataan ini didukung oleh data bahwa kehadiran pasir pada Vertisol dapat menurunkan jumlah fraksi klei secara proporsional sehingga merubah tekstur tanah menjadi lebih kasar. Penambahan pasir pada takaran 20% berat sudah dapat merubah tekstur Vertisol dari clay menjadi clay loam sekaligus juga menurunkan sifat kembang kerut (COLE) secara nyata. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa pemberian pasir pada taraf 12.5% sampai dengan 25% sudah dapat memperbaiki sifat fisik dari tanah Vertisol dan juga mampu memperbaiki permeabiltas tanah serta mempermudah masuknya air ke dalam tanah yang akan mempengaruhi proses pertumbuhan dah hasil tanaman padi yang dibudidayakan. Keragaman persentase jumlah malai terhadap jumlah anakan dengan pemberian pasir pantai ditunjukan pada (Gambar 2). Pada perlakuan sabut kelapa 10 ton ha-1 (C1) diperoleh persentase jumlah malai terhadap jumlah anakan terbanyak (117.161 %) atau 5.45 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan pemberian amelioran sabut kelapa 20 ton ha-1 (C2) dan 7.622 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan pemberian sabut kelapa 0 ton ha-1 (C0). Keragaman persentase jumlah malai terhadap jumlah anakan melalui pemberian sabut kelapa ditunjukan pada (Gambar 2).
Tabel 5. Rataan persentase jumlah malai terhadap jumlah anakan pada tanah melalui pemberian pasir pantai, sabut kelapa dan sabut batang pisang pada Endoaquerts Ustic Perlakuan
Persentase Jumlah Malai terhadap Jumlah Anakan
Pasir Pantai (P0) 0% (P1) 25% (P2) 50% Sabut Kelapa (C0) 0 ton ha-1 (C1) 10 ton ha-1 (C2) 20 ton ha-1 Sabut Batang Pisang (B0) 0 ton ha-1 (B1) 10 ton ha-1 (B2) 20 ton ha-1 Interaksi DMRT 0.05% KK (%)
119a 120a 99b 109tn 117 111 115tn 110 112 tn 11.7 18.92
Superskrip yang berbeda pada kolom sama menunjukan berbeda nyata pada taraf uji DMRT 0,05 tn=tidak nyata pada taraf uji f 5 %
Pada perlakuan sabut batang pisang 0 ton ha-1 (B0) diperoleh persentase jumlah malai terhadap jumlah anakan terbanyak (115.399 %) atau 2.74 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan pemberian sabut batang pisang 20 ton ha-1 (B2) dan 5.03 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan pemberian sabut batang pisang 10 ton ha-1 (B1). Keragaman persentase jumlah malai terhadap jumlah anakan melalui pemberian sabut batang pisang ditunjukan pada (Gambar 2). Pasir Pantai (P)
Sabut Kelapa (C)
Persentase (%)
119.3 120 99.2
120 100 80 60 40 20 0 P0
P1
P2
109.5
C0
Sabut Batang Pisang (B)
117.5 111.7 115.50110.5 112.5
C1
C2
B0
B1
B2
Gambar 2. Persentase Jumlah Malai terhadap Jumlah anakan pada Endoaquerts Ustic
Persentase Jumlah Butir terhadap Panjang Malai. Data pengamatan persentase jumlah butir terhadap panjang malai tanaman padi pada Endoaquerts Ustic dan analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 5. Hasil analisis sisik ragam menunjukan bahwa pemberian pasir pantai, sabut kelapa dan sabut batang pisang tidak berbeda nyata terhadap persentase jumlah butir terhadap panjang malai tanaman padi pada Endoaquerts Ustic dengan taraf uji DMRT 0.05% (Tabel 6). Selain itu, tidak terdapat interaksi antara masing-masing perlakuan terhadap persentase jumlah butir terhadap panjang malai tanaman padi. Persentase jumlah butir terhadap panjang malai terbanyak diperoleh pada perlakuan pasir pantai dengan taraf 50% (P2) sebanyak (20.41 %) atau 0.29 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan pemberian pasir pantai dengan taraf 25% (P1) dan 0.78 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan pemberian pasir pantai 0% (P0). Hal ini diduga dengan pemberian Amelioran pasir pada tanah Vertisol bisa mengubah keadaan fisik tanah Vertisol yang mengambang pada saat basah dan mengkerut pada saat kering kesimpulanya, pasir yang diberikan bisa menetralisi keadaan tanah tersebut dan unsur hara yang tersedia bisa dipertukarkan untuk tanaman. Lebih lanjut Narka dan Wiyanti (1999); Nurdin (2012) menunjukan bahwa pemberian pasir berpengaruh sangat nyata penurunan nilai cole dan indeks plastisitas, permeabilitas tanah menjadi besar dan kadar air tersedia menjadi rendah. Sementara perlakuan sabut kelapa 10 ton ha-1 (C1) diperoleh persentase jumlah butir terhadap panjang malai terbanyak (20.4387 %) atau 0.19 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan pemberian sabut kelapa 0 ton ha-1 (C0) dan 0.97 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan pemberian sabut kelapa 20 ton ha-1 (C2). Hal ini diduga pemberian sabut kelapa pada tanah Vertisol bisa mengubah keaadaan fisik tanah menjadi lebih menguntungkan bagi tanaman, yaitu ketersediaan air tanah yang cukup. Lebih lanjut, Riyanti (2009:6) menyatakan serbuk sabut kelapa mempunyai kemampuan menyerap air yang tinggi yaitu delapan kali dari berat keringnya dan mengandung beberapa hara utama seperti N, P, K, Ca dan Mg.
Tabel 6. Rataan persentase jumlah butir terhadap panjang malai pada tana melalui pemberian pasir pantai, sabut kelapa dan sabut batang pisang pada Endoaquerts Ustic Perlakuan
Persentase Jumlah Butir terhadap Panjang Malai
Pasir Pantai (P0) 0% (P1) 25% (P2) 50% Sabut Kelapa (C0) 0 Ton Ha-1 (C1) 10 Ton Ha-1 (C2) 20 Ton Ha-1 Sabut Batang Pisang (B0) 0 Ton Ha-1 (B1) 10 Ton Ha-1 (B2) 20 Ton Ha-1 Interaksi KK (%)
19.6 20.1 20.4 20.2 20.4 19.5 19.8 20.1 20.3 tn 12.15
Superskrip yang berbeda pada kolom sama menunjukan berbeda nyata pada taraf uji DMRT 0,05 tn=tidak nyata pada taraf uji f 5 %
Pada perlakuan sabut batang pisang 20 ton ha-1 (B2) diperoleh persentase jumlah butir terhadap panjang malai terbanyak (20.2838 %) atau 0.22 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan sabut batang pisang 10 ton ha-1 (B1) dan 0.48 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan pemberian sabut batang pisang 0 ton ha-1 (B0). Hal ini diduga sabut batang pisang mampu menjaga kelembaban tanah yang akan berpengaruh untuk ketersediaan hara bagintanaman. Sugiarti, (2011); Halada (2013:18), menyatakan batang pisang mengandung unsur – unsur penting yang dibutuhkan tanaman seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K). Keragaman persentase jumlah butir terhadap panjang malai melalui pemberian pasir pantai, sabut kelapa dan sabut batang pisang ditunjukan pada (Gambar 3).
Prsentase (%)
Pasir Pantai (P)
Sabut Kelapa (C) 20.4
20.5 20
20.1
20.2
Sabut Batang Pisang (B)
20.4 20.1
20.3
19.80
19.6
19.5
19.5 19 P0
P1
P2
C0
C1
C2
B0
B1
B2
Gambar 3. Persentase Jumlah Butir terhadap Panjang Malai pada Endoaquerts Ustic
Persentase Berat Seribu Butir Permalai terhadap Berat Total. Data pengamatan persentase berat seribu butir terhadap berat total tanaman padi pada Endoaquerts Ustic dan hasil analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 4. Hasil analisis sidik ragamnya menunjukan bahwa pemberian pasir pantai, sabut kelapa dan sabut batang pisang tidak berbeda nyata terhadap parameter persentase berat seribu butir terhadap berat total tanaman padi pada Endoaquerts Ustic dengan taraf uji DMRT 0.05% (Tabel 7). Selain itu, tidak terdapat interaksi antara masing-masing perlakuan pada parameter persentase berat seribu butir terhadap berat total tanaman padi tersebut. Persentase berat seribu butir terhadap berat total (4.4479 % ) ditunjukan oleh pemberian pasir pantai sebesar 0% (P0) yang meningkat 0.08 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan pemberian pasir pantai 50% (P2) dan 0.13 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan pemberian pasir pantai 25% (P1). Keragaman persentase berat seribu butir terhadap berat total ditunjukan pada (Gambar 4). Sedangkan pada perlakuan sabut kelapa terbaik diperoleh pada perlakkuan sabut kelapa 20 ton ha-1 (C2) dengan persentase berat seribu butir terhadap berat total (4.4486 %) atau 0.18 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan tanpa pemberian sabut kelapa 0 ton ha-1 (C0) atau 0.03 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan pemberian sabut kelapa 10 ton ha-1 (C1). Tabel 7. Rataan persentase berat seribu butir permalai terhadap berat total pada tanah melalui pemberian pasir pantai, sabut kelapa dan sabut batang pisang pada Endoaquerts Ustic Perlakuan Pasir Pantai (P0) 0% (P1) 25% (P2) 50% Sabut Kelapa (C0) 0 Ton Ha-1 (C1) 10 Ton Ha-1 (C2) 20 Ton Ha-1 Sabut Batang Pisang (B0) 0 Ton Ha-1 (B1) 10 Ton Ha-1 (B2) 20 Ton Ha-1 Interaksi KK (%)
Persentase Berat Seribu Butir terhadap Berat Total 4.45 4.34 4.37 4.26 4.42 4.45 4.44 4.38 4.35 tn 22.82
Superskrip yang berbeda pada kolom sama menunjukan berbeda nyata pada taraf uji DMRT 0,05 tn=tidak nyata pada taraf uji f 5 %
Selanjutnya untuk perlakuan sabut batang pisang yang diuji cobakan pada perlakuan 0 ton ha-1 (B0) memperoleh persentase berat seribu butir terhadap berat total (4.4415 %) atau 0.06 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan pemberian sabut
batang pisang 10 ton ha-1 (B1) dan 0.12 kali lebih banyak jika dibandingkan dengan pemberian sabut batang pisang 20 ton ha-1 (B0). Keragaman persentase berat seribu butir terhadap berat total ditunjukan pada (Gambar 4).
Pasir Pantai (P)
Sabut Kelapa (C)
Prsentase (%)
4.45 4.45 4.4 4.35 4.3 4.25 4.2 4.15
4.42
Sabut Batang Pisang (B)
4.45
4.44
4.37
4.37
4.31
4.31 4.26
P0
P1
P2
C0
C1
C2
B0
B1
B2
Gambar 4. Persentase berat seribu butir perrmalai terhadap berat total pada Endoaquerts Ustic
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pemberian pasir pantai sebesar 0% (P0) berbeda nyata dan memberikan pengaruh terbaik terhadap parameter kadar N-Tanah, sedangkan perlakuan lainnya tidak berbeda nyata terhadap parameter kadar N-Tanah. Kecuali, persentase jumlah malai terhadap jumlah anakan. 2. Pemberian pasir pantai sebesar 0% (P0) merupakan pengaruh terbaik terhadap Kadar N-tanah dan pemberian pasir pantai sebesar 25% pada persentase jumlah malai terhadap jumlah anakan. Tidak terdapat interaksi antara masing-masing perlakuan terhadap ketiga parameter komponen hasil tanaman padi pada Endoaquerts Ustic. Saran Penelitian ini masih harus dilanjutkan dan diujicobakan lagi di lapangan, agar diperoleh perlakuan ataupun kombinasi perlakuan yang sesuai dan spesifik lokasi, sehingga dapat menigkatkan produksi tanaman padi. Salah satunya adalah memperhatikan hal – hal berikut: 1. Taraf perlakuan bahan amelioran ditambah lagi agar pengaruhnya dilapangan bisah terlihat dengan jelas. 2. Lebih cermat dalam melakukan penimbangan bahan ameliorant agar tidak mempengaruhi hasil akhir nanti. 3. Pastikan setiap perlakuan yang diamati dilapangan terkontrol dengan baik agar tidak terkena dampak dari lingkungan setempat baik disengaja maupun tidak disengaja.
DAFTAR PUSTAKA Asririni A. W. D. 2006. Kelarutan N-NH4+ dan N-NO3¯ dari kombinassi pupuk urea zeolit pada tanah sawah Inceptisol Ciomas dan Vertisol Ciranjang. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. BPS RI. 2013. Statistik Indonesia tahun 2013. Jakarta: BPS Revoblik Indonesia. Deckers J, O Spaargaren, and F Nacthergaele. 2001. Vertisol; Genesis Properties and soilscape management for sustainable development. P. 3-20. In syers JK, FWT penning De Vries, and P Nyamudeza (Eds): The Sustainable Management of Vertisol. Ibsram Proceeding No. 20. Halada R. 2013. Hasil Tanaman Padi Dengan Pemberian Pasir Sungai, Sabut Kelapa, dan Sabut Batang Pisang pada Ustic Epiaquerts (Skripsi):18. Gorontalo: Jurusan Agroteknologi Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian Universitas Negeri Gorontalo. Hardjowigeno S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Cv Akademika Pressindo, Jakarta. ______________. H, Subagyo, dan M.Luthfi Rayers, 2004. Tanah sawah dan teknologi pengelolaannya. Pusat penelitian dan pengembangan tanah dan agroklimat. Badan penelitian dan pengembangan pertanian. Hikmatullah, BH Prasetyo, dan M Hendrisman. 2002. Vertisol dari daerah Gorontalo: sifat-sifat fisik-kimia dan komposisi mineralnya. Jurnal Tanah dan Air 3(1):2132. Indrawati E. 2009. Koefisien penyerapan bunyi bahan akustik dari pelepah pisang dengan kerapatan yang berbeda (Skripsi). Malang: Jurusan Fisika Fakultas Sains Dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maliki. Indranada H. K. 1986. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Bumi aksara. Jakarta 1986. Ismangil dan A Maas. 2006. Potensi Batuan Belu sebagai Amelioran pada Tanah Mineral Masam. J. Tanah Tropika 11(2):81-88. Kementan. 2013. Pusat data dan sistem informasi pertanian. http://pusdatin.deptan.go.id. Diakses tanggal 29 November 2013.
Jakarta.
Kusnarta, I. G. M. 2012. Kajian sifat tanah penentu stabilitas bedeng permanen sawah tadah hujan pada vertisol Lombok (Disertasi). Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Mulyani N.S, Suryadi M.E, Dwiningsih S, dan Haryanto1 2001. Dinamika Hara Nitrogen pada Tanah Sawah. Jurnal Tanah dan Iklim No.19/2001. Bogor.
Mukanda N dan A Mapiki. 2001. Vertisols Management in Zambia. P 129-127. In syers JK, FWT penning De Vries, and P Nyamudeza (Eds): The Sustainable Management of Vertisol. Ibsram Proceeding No. 20. Narka IW dan Wiyanti. 1999. Pengaruh penberian pasir dan bahan organik terhadap sifat fisik tanah Vertisol. J. Agritrop 18(1):11-15. Nangoy R. 2008. Potensi Kesuburan Tanah Provinsi Gorontalo. J. Soil Environment 6(2):103-108. Nurdin dan F. Zakaria. 2012 . Teknologi perbaikan tanah vertisol melalui pemberian pasir, Sabut kelapa, dan sabut batang pisang serta pengaruhnya terhadap hasil padi. Laporan Hibah Bersaing (tahun 1), Universitas Negeri Gorontalo. Prasetyo BH. 2007. Perbedaan Sifat-sifat Tanah Vertisol dari berbagai Bahan Induk. J. Ilmu-Ilmu Pertanian 9(1):20-31. Prasetiono. D. N. 2002. Mineralisasi Nitrogen pada Sawah Tadah Hujan di Kecamatan Jakunan, Kabupaten Pati. (Skripsi), Bogor: program studi ilmu tanah jurusan tanah fakultas pertanian institute pertanian bogor. Ravina I and J Magier. 1984. Hydraulic conductivity and water retention of clay soil containing coarse fragments. J. Soil Sci. Am 48:738-740. Riyanti Y 2009. Pengaruh jenis media tanam terhadap pertumbuhan bibit sirih merah (Piper crocatum Ruiz dan Pav.) (Skripsi). Hal.6. Bogor: Program Studi Hortikultura Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Subiyanto B, R Saragih dan E Husin. 2003. Pemanfaatan serbuk sabuk kelapa sebagai bahan penyerap air dan oli berupa papan panel partikel. J. Ilmu Teknologi Kayu Tropis. 1(1):26-34. Toha HM dan K pirngadi. 2004. Pengaruh kerapatan tanaman dan pengendalian gulma terhadap hasil beberapa varietas padi system tabela pada lahan sawah tadah hujan. J. Agrivigor 3(2):170-177. Wijaya. K. A. 2008. Nutrisi tanaman sebagai penentu kualitas hasil dan resistensi alami tanaman. Prestasi pustaka publisher. Jakarta 2008.