Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam .........................................Sarah S.
KARAKTERISTIK HASIL TETAS PUYUH PETELUR (Coturnix coturnix japonica) SILANGAN WARNA BULU COKLAT DAN HITAM DI PUSAT PEMBIBITAN PUYUH UNIVERSITAS PADJADJARAN CHARACTERISTICS OF HATCHING PERFORMANCE FROM CROSSBREED AMONG BROWN AND BLACK COLORS LAYING QUAIL (Coturnix coturnix japonica) AT QUAILS BREEDING CENTER PADJADJARAN UNIVERSITY Sarah Shabirah*, Endang Sujana**, Tuti Widjastuti** Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung – Sumedang KM 21 Sumedang 45363 *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran email:
[email protected]
Abstrak Penelitian mengenai Karakteristik Hasil Tetas Telur Puyuh Petelur (Coturnix Coturnix Japonica) Silangan Warna Bulu Coklat dan Hitam telah dilakukan pada tanggal 16 Februari sampai 14 Maret 2016 di Pusat Pembibitan Puyuh Universitas Padjadjaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik hasil tetas berupa daya tetas, kematian embrio, dan bobot tetas yang dihasilkan oleh puyuh petelur (Coturnix coturnix japonica) silangan warna bulu coklat dan hitam. Objek penelitian ini adalah 500 butir telur puyuh petelur silangan warna bulu coklat dan hitam dengan bobot 10-13,5 gram yang berasal dari induk berumur 2,5 bulan. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dan data dianalisis secara deskriptif. Parameter yang diamati dalam penelitian meliputi daya tetas, kematian embrio, dan bobot tetas. Berdasarkan hasil penelitian, telur puyuh petelur silangan memiliki rataan daya tetas sebesar 84,69 persen, kematian embrio sebesar 19,62 persen dan bobot tetas sebesar 8,12 ± 0.85 gram. Kesimpulan dari penelitian yaitu telur puyuh petelur (Coturnix coturnix japonica) silangan warna bulu hitam dan coklat memiliki karakteristik hasil tetas yang baik dan berpotensi untuk dikembangkan. Kata kunci: Coturnix coturnix japonica, puyuh silangan, karakteristik hasil tetas. Abstract The research about Characteristics Of Hatching Performance From Crossbreed Among Brown And Black Color Laying Quail (Coturnix coturnix japonica) was conducted to observe the quality of hatching performance based on embryo mortality, hatchability, and DOQ weight. This research has been done on 16 February until 14 March 2016 at Quails Breeding Center Padjadjaran University. The objects on this research were 500 hatching eggs weight about 10 – 13,5 g from laying quails 2,5 months old. Quantitative descriptive and purposive sampling is used in this research. The parameters observed in this research were embryo mortality, hatchability, and DOQ weight. The result showed that the avaverage of hatchability was 84,96%, embryo mortality was 19,62%, and the average of DOQ weight was 8,12 ± 0,85 g. Based on the results it can be concluded that the hatching performance of crossbreed among brown and black color laying quail (Coturnix coturnix japonica) were good and potential to be expanded. 1
Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam .........................................Sarah S.
Keywords: Coturnix coturnix japonica, laying quail, hatching performance. PENDAHULUAN Indonesia mengenal berbagai jenis ternak puyuh diantaranya adalah Coturnix coturnix japonica. Puyuh ini banyak diternakkan untuk diambil telurnya karena produktivitas telurnya yang tinggi sehingga biasa dijadikan sebagai puyuh petelur. Puyuh memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai ternak komersil sehingga banyak usaha peternakan yang memilih jenis puyuh petelur ini untuk dibudidayakan. Puyuh petelur Coturnix coturnix japonica yang tersebar dan berkembang di seluruh Indonesia adalah puyuh – puyuh hasil perkawinan antar keturunannya. Upaya tersebut tidak diiringi dengan suatu program yang tepat dan terarah sehingga diperkirakan akan terjadinya inbreeding. Inbreeding pada akhirnya akan menghasilkan bibit dengan kualitas rendah karena inbreeding dapat memperlambat perkembangan testis, menunda pubertas pada kedua jenis kelamin, menurunkan jumlah ova yang dihasilkan oleh ternak betina, menurunkan daya tetas, dan meningkatkan laju kematian awal dari embrio (Warwick dkk., 1990). Suatu penelitian melaporkan bahwa akibat inbreeding mengakibatkan kejadian cacat kaki pengkor pada peternakan puyuh rakyat kota Bengkulu mencapai 20% dengan rataan fertilitas rendah, masing–masing 61% dan 67% (Pramono, 2004). Upaya yang dapat dilakukan dalam perbaikan mutu genetik adalah dengan cara persilangan dengan tujuan untuk mendapatkan bibit puyuh yang berkualitas. Persilangan adalah satu alternatif untuk membentuk keturunan yang diharapkan akan memunculkan efek komplementer (pengaruh saling melengkapi) (Warwick dkk., 1990). Persilangan dilakukan untuk menghindari inbreeding. Oleh karena itu dilakukan persilangan puyuh petelur warna bulu hitam dan warna bulu coklat, diharapkan dapat memperbaiki mutu bibit dan sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas puyuh sehingga menghasilkan daya tetas dan bobot tetas yang maksimal serta angka kematian embrio yang minimal. Puyuh tidak dapat mengerami telurnya sendiri sehingga perlu diadakan penetasan menggunakan mesin tetas. Penetasan menggunakan mesin tetas merupakan salah satu teknologi bantuan manusia yang 2
Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam .........................................Sarah S.
dapat dilakukan untuk mempercepat perkembangan populasi puyuh dengan tetap memperhatikan karakteristik hasil tetas seperti daya tetas, kematian embrio, dan bobot tetas. BAHAN DAN METODE 1.
Objek Penelitian ini menggunakan telur tetas hasil persilangan puyuh petelur (Coturnix
coturnix japonica) bulu coklat dan bulu hitam yang dihasilkan oleh Pusat Pembibitan Puyuh Universitas Padjadjaran. Telur yang digunakan sebanyak 500 butir dengan bobot telur 10-13,5 gram. Telur tetas berasal dari puyuh petelur betina warna bulu hitam yang telah berumur 2,5 bulan. 2.
Alat yang Digunakan Peralatan yang digunakan dalam penelitian: (1) Egg tray digunakan untuk menyimpan telur puyuh yang akan ditetaskan dan tempat penyimpanan telur didalam mesin tetas. (2) Mesin tetas yang digunakan adalah mesin tetas still air machine semi otomatis. (3) Thermohygrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban dalam mesin tetas yang ditetaskan. (4) Timbangan digital untuk mengukur DOQ yang telah menetas dengan ketelitian 10
-1
gram. (5) Generator digunakan pada saat listrik padam sebagai cadangan energi listrik agar mesin tetas dapat tetap menyala sehingga tidak mengganggu proses penetasan. (6) Laptop dan kalkulator digunakan untuk menyimpan dan mengolah data. (7) Alat tulis kantor berupa pulpen, pensil, dan buku catatan yang digunakan untuk mencatat data yang telah diperoleh sejak pra penetasan hingga pasca penetasan. 3.
Metode Penelitian Pengambilan sampel telur dilakukan secara purposive sampling berdasarkan bobot telur
tetas, kondisi keretakan kerabang, warna kerabang, dan kebersihan kerabang telur dari hasil penetasan telur puyuh silangan warna bulu coklat dan warna bulu hitam. Periode penetasan dilakukan sebanyak 2 kali periode. Data diambil secara menyeluruh dari sampel yang telah ditetapkan kemudian dianalisis secara deskriptif. 3
Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam .........................................Sarah S.
4.
Peubah yang Diamati (1) Daya tetas (%) merupakan persentase dari banyaknya jumlah telur yang menetas yang berasal dari telur fertil. Dihitung dengan cara menghitung perbandingan jumlah telur yang menetas dengan telur yang fertil setelah masa pengeraman kemudian dikalikan 100%.
(2) Kematian embrio (%) merupakan jumlah telur fertil yang mati atau tidak menetas setelah masa pengeraman atau masa inkubasi dalam mesin tetas.
(3) Bobot tetas (gram) diperoleh dengan penimbangan DOQ menggunakan alat timbang digital dengan ketelitian 10 -1 gram. 5.
Analisis Data Analisis statistik yang digunakan adalah sebagai berikut: (1) Rata – rata: Data kuantitatif dihitung dengan jalan membagi jumlah nilai data oleh banyaknya data. ̅ Keterangan ̅ ∑
∑
= Rata - rata = Jumlah seluruh data = Banyak data
(2) Nilai Minimal: Mengetahui nilai terendah dari peubah yang diamati. (3) Nilai Maksimal: Mengetahui nilai tertinggi dari peubah yang diamati. (4) Simpangan Baku adalah akar ragam.
Ragam merupakan jumlah kuadrat semua
deviasi nilai-nilai individu terhadap rata - rata populasi dengan rumus sebagai berikut : √
∑(
̅)
4
Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam .........................................Sarah S.
Keterangan s = Simpangan Baku = Nilai data ke-i ̅ = Rata - rata = Banyak data
(5) Koefisien Variasi merupakan ukuran yang digunakan untuk mengetahui besarnya variasi nilai dari hasil pengukuran variabel yang diamati dengan menggunakan rumus: ̅ Keterangan KV s ̅
= Koefisien Variasi = Simpangan Baku = Rata-rata
HASIL DAN PEMBAHASAN Persilangan pejantan bulu coklat dan indukan bulu hitam dilakukan selama 1 minggu dengan sex ratio 1 : 3, populasi indukan sebanyak 120 ekor dan pejantan 40 ekor. Objek penelitian ini adalah telur puyuh petelur silangan warna bulu coklat dan hitam dengan bobot 10-13,5 gram yang berasal dari induk berumur 2,5 bulan. Ransum diberikan sebanyak dua kali sehari yaitu pada siang dan sore hari sedangkan pemberian air minum dilakukan secara ad libitum. Ransum yang diberikan merupakan ransum komersil untuk fase layer. Tabel 3. Analisis Kandungan Nutrien Ransum Penelitian dan Kebutuhan Nutrisi Puyuh Fase Layer. Zat Makanan
Ransum Penelitian
Kebutuhan Nutrisi**
Kadar air (%)
7,95***
10,00-14,00
Protein kasar (%)
22,49***
17,00-20,00
Lemak kasar (%)
4,00*
7,00
Serat kasar (%)
7,00*
7,00
Kalsium (%)
0,87***
4,00
Phosphor (%)
0,69***
0,60
Energi Metabolis (Kkal/kg)
2450***
2700-2900
Keterangan: *Sumber: PT. New Hope Indonesia. 2016. **Sumber: SNI, 2008. ***Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, 2016. 5
Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam .........................................Sarah S.
Pada Tabel 3 disajikan analisis kandungan nutrient ransum komersil yang digunakan dan standar kebutuhan nutrisi puyuh fase layer. Berdasarkan kandungan nutrien ransum komersial yang diberikan, ransum tersebut telah memenuhi kebutuhan gizi puyuh fase layer. Daya Tetas Tabel 1. Daya Tetas Telur Puyuh Petelur (Coturnix coturnix japonica) Silangan Bulu Coklat dan Hitam
Periode
1 2 Jumlah Rataan
Jumlah Telur Fertil
Jumlah Telur Menetas
…………………………….butir………….……..………. 237 193 181 161 418 354
Daya Tetas % 81,43 88,95 84,69
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat menunjukkan bahwa daya tetas telur puyuh petelur yang digunakan baik karena daya tetas puyuh yang baik berkisar 68 – 75 % (Suleyman dkk., 2009). Daya tetas puyuh petelur silangan ini lebih baik dibandingkan dengan tetuanya yaitu, puyuh petelur warna bulu coklat dihasilkan sebesar 77,08% sedangkan daya tetas puyuh petelur warna bulu hitam sebesar 79,59% (Sujana dkk., 2015). Daya tetas telur dapat ditingkatkan melalui persilangan berbeda bangsa, karena persilangan dapat mengurangi gen-gen homozigot dan meningkatkan heterozigositas. Tinggi rendahnya daya tetas dapat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban selama proses penetasan karena berpengaruh pada perkembangan embrio. Rata – rata suhu dan kelembaban mesin tetas selama penelitian adalah 38,4°C dengan kelembaban 63,7 %, suhu dan kelembaban pada periode 1 yaitu 38,5˚ C dan 63,6 % sedangkan pada periode 2 sebesar 38,2˚ C dan 63,8 %. Suhu dan kelembaban selama penelitian memenuhi suhu dan kelembaban yang dibutuhkan mesin tetas still air machine yaitu 101,75˚ F - 103˚ F (Rasyaf, 1984) dengan kelembaban puyuh minggu pertama 55%-70% selanjutnya 65% (Paimin, 2011). 6
Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam .........................................Sarah S.
Kematian Embrio Tabel 2. Kematian Embrio Telur Puyuh Petelur (Coturnix coturnix japonica) Silangan Bulu Coklat dan Hitam Periode
1 2 Jumlah Rataan
Telur Fertil
Kematian Embrio
.....................................butir................................... 237 46 181 36 418 82
Tingkat Kematian Embrio % 19,41 19,89 19,62
Kematian embrio dapat terjadi diakibatkan oleh umur telur, semakin lama telur disimpan maka mengakibatkan penguapan air di dalam telur dan membesarnya kantung udara. Telur tetas yang digunakan sebagai objek penelitian telah mengalami penyimpanan selama 4 hari. Lama penyimpanan ideal seperti yang telah dibahas sebelumya yaitu kurang dari 4 hari (Mulyantini, 2014), atau kurang dari 7 hari (Rasyaf, 1991), karena penyimpanan lebih dari 7 hari dapat mempengaruhi kualitas telur itu sendiri. Penyimpanan telur dalam penelitian menggunakan egg tray karton dan dimasukkan ke dalam lemari penyimpanan telur untuk meminimalisir kemungkinan telur terpapar udara yang dingin. Kematian embrio cukup banyak terjadi tiga hari sebelum telur puyuh menetas dilihat dari tingginya jumlah kematian embrio. Ini dapat disebabkan oleh kurangnya asupan kalsium dan fosfor pada pakan unggas yang berpengaruh pada pembentukan embrio (Hartono, 2004). Selain itu kematian embrio terjadi karena kegagalan pipping oleh bakal anak karena kurangnya kelembaban di dalam mesin tetas sehingga embrio gagal menetas ataupun kegagalan absorbi kuning telur oleh embrio sebagai sumber makanannya. Suhu pada proses penetasan telah mecapai angka yang ideal. Padamnya sumber pemanas yaitu lampu dapat berpengaruh terhadap embrio dan dapat mengakibatkan embrio tidak tumbuh normal hingga
7
Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam .........................................Sarah S.
akhirnya mati. Mesin tetas yang digunakan adalah mesin tetas semi otomatis dengan pemutaran telur yang dilakukan manual. Kebersihan telur cukup penting terhadap presentase kematian embrio namun tidak ada kulit telur yang steril sehingga kemungkinan terkontaminasi bakteri tetap dapat terjadi (Mulyantini, 2014) dan mengakibatkan terjadinya kematian embrio. Persentase kematian embrio yang didapat dalam penelitian ini termasuk angka yang rendah karena memiliki rataan daya tetas yang cukup tinggi yaitu 84,69% dibandingkan standar daya tetas yang ditetapkan oleh Direktorat Perbibitan Ternak (2011), yaitu 70%. Bobot Tetas Tabel 3. Bobot Tetas Telur Puyuh Petelur (Coturnix coturnix japonica) Silangan Bulu Coklat dan Hitam
Jumlah Total (gram) Rataan (gram) Max (gram) Min (gram)
Simpangan Baku Koefisien Variasi (%)
Periode 1 1565,4 8,11 10,2 5,3 0,91 11,31 %
Periode 2 1310,1 8,14 9,9 5,8 0,78 9,62 %
Bobot tetas yang dihasilkan berdasarkan pengamatan selama penelitian mendapatkan hasil berupa rataan bobot tetas tertinggi mencapai 8,14±0,78 g pada periode 2 dan pada periode 1 rataan bobot tetas sebesar 8,11±0,91 g. Berdasarkan koefisien variasi, bobot tetas kedua periode hasil penimbangan dapat dikatakan seragam. Menurut Nasution (1992), bila nilai koefisien variasi dibawah 15%, maka masih dianggap seragam. Bobot tetas yang dihasilkan oleh puyuh petelur silangan memiliki bobot tetas yang lebih tinggi dari tetuanya yaitu bobot tetas puyuh warna bulu coklat sebesar 7,75±0,99 g dan puyuh warna bulu hitam sebesar 7,63±0,83 g (Sujana dkk., 2015). Hal ini dikarenakan adanya dampak dari persilangan yang akhirnya memberikan dampak yang positif terhadap bobot tetas yang dihasilkan. Persilangan itu sendiri adalah satu alternatif untuk membentuk keturunan yang diharapkan akan memunculkan efek komplementer (pengaruh saling melengkapi) (Warwick dkk., 1990).
8
Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam .........................................Sarah S.
Selain itu perbedaan proses penetasan juga dapat menyebabkan terjadinya perbedaan antara hasil bobot tetas penulis dengan data penelitian yang disebutkan di atas. Standar mutu atau persyaratan bobot tetas yaitu 8 gram (Direktorat Perbibitan Ternak, 2011) dan rataan bobot tetas hasil penelitian termasuk bobot diatas standar yaitu 8,14 g dan 8,11 g. Bobot tetas dipengaruhi oleh bobot telur tetas, semakin tinggi bobot telur tetas maka bobot tetas juga akan semakin tinggi, diperkuat oleh suatu penelitian yang menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat nyata antara bobot telur dengan bobot tetas yang dihasilkan (Hermawan, 2000). Bobot telur tetas yang baik untuk puyuh minimal 10 gram (Direktorat Perbibitan Ternak, 2011). Bobot telur tetas yang digunakan dalam penelitian ini termasuk kedalam bobot telur tetas yang baik yaitu rataan 11,5 ± 1,17 gram pada periode 1 dan 11,3 ± 1,11 gram pada periode 2. KESIMPULAN Hasil tetas telur puyuh petelur (Coturnix coturnix japonica) silangan warna bulu coklat dan hitam di Pusat Pembibitan Puyuh Universitas Padjadjaran memiliki hasil tetas yang cukup baik. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian yang didapat yaitu rataan daya tetas sebesar 84,69 %, kematian embrio sebesar 19,62 %, dan bobot tetas sebesar 8,12 gram.
SARAN Saran untuk penelitian selanjutnya diharapkan hendaknya memperhatikan umur telur tetas yang digunakan dan kondisi lingkungan internal mesin tetas agar didapat hasil tetas yang optimal.
UCAPAN TERIMAKASIH Terima kasih penulis sampaikan untuk penelitian Hibah Pengembangan Kapasitas Riset Dosen yang telah mendanai penelitian ini, Dekan Fakultas Peternakan dan Kepala Laboratorium Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yang telah memfasilitasi penelitian ini.
9
Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam .........................................Sarah S.
DAFTAR PUSTAKA Direktorat Perbibitan Ternak. 2011. Pedoman Pembibitan Burung Puyuh yang Baik (Good Breeding Practice). Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Departemen Pertanian, Jakarta. Hartono, T. 2004. Permasalahan Burung Puyuh dan Solusinya. Penebar Swadaya, Jakarta. Hermawan A. 2000. Pengaruh bobot dan indeks telur terhadap jenis kelamin anak ayam kampung pada saat menetas. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Mulyantini, N. G. A. 2014. Ilmu Manajemen ternak Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Nasution, A. H. 1992. Panduan Berfikir dan Meneliti Secara Ilmiah Bagi Remaja. Gramedia, Jakarta. Paimin, F. B. 2011. Mesin Tetas. Penebar Swadaya, Jakarta. Pramono, R. 2004. Performan Reproduksi dan Munculnya Kaki Pengkor Pada Puyuh di Beberapa Peternakan Puyuh Kota Bengkulu. Universitas Bengkulu, Bengkulu. PT. New Hope Indonesia. 2016. Analisa Pakan Puyuh Petelur Umur 7 Minggu Sampai Afkir. Tangerang. Rasyaf, M. 1991. Memelihara Burung Puyuh. Kanisius, Cetakan ke-3. Yogyakarta. Standar Nasional Indonesia. 2008. Kumpulan SNI Bidang Pakan. Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta. Sujana, E., Anang, A., dan Widjastuti, T. 2015. Karakteristik Hasil Tetas Puyuh Petelur Unggul Populasi Dasar Warna Bulu Cokelat dan Hitam di Pusat Pembibitan Puyuh Universitas Padjadjaran. Prosiding. Seminar Nasional Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Suleyman, D., S. Inal, T. Caglayan, M. Garip, dan M. Tilki. 2009. The Effect of Parent Age, Egg Weight, Storage Length, and Temperature on Fertility and Hatchebility of Japanese Quail (Coturnix coturnix japonica) Eggs. http://medwelljournals.com. Warwick, E. J., Astuti J., M. dan W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
10