4
Mikrokapsul diamati dan diukur diameternya dengan mikroskop cahaya yang dilengkapi dengan mikrometer.
HASIL
larutan buffer fosfat salin. Nilai osmolaritas larutan kitosan berkisar 33-123 mosmol/kg. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan maka nilai osmolaritasnya semakin tinggi pula.
Kadar Air dan Kadar Abu
Viskositas
Bahan penyalut yang digunakan dalam penelitian ini adalah alginat dan kitosan. Kadar air dapat dilihat pada Lampiran 2 sedangkan kadar abu pada Lampiran 3. Alginat yang digunakan dalam penelitian memiliki kadar air 9,74% dan kitosan sebesar 13,85%. Kadar abu alginat jauh lebih tinggi daripada kitosan, yaitu sebesar 56,71% sedangkan kitosan sebesar 0,03% (Tabel 1).
Pegukuran viskositas dilakukan mengunakan viskometer Brookfield. Kecepatan spindel yang digunakan adalah 50 rpm dengan spindel nomor M2. Larutan yang diukur adalah alginat dan kitosan dalam ragam konsentrasi. Larutan alginat yang diukur memiliki nilai viskositas berkisar 10,552,1 cPs sedangkan viskositas larutan kitosan berkisar 8,76-43,88 cPs (Tabel 2). Viskositas larutan menunjukkan kekentalan dan tingkat konsentrasi suatu larutan. Semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin tinggi nilai viskositasnya (Lampiran 5).
Tabel 1 Hasil kadar air dan kadar abu Bahan penyalut Analisis (%) Alginat Kitosan Kadar air Kadar abu
9,74 56,71
13,85 0,03
Sifat-sifat alginat bergantung pada tingkat polimerisasi dan perbandingan komposisi guluronan dan mannuronan dalam molekul. Alginat tidak dapat larut dalam pelarut organik dan dapat mengendap dalam alkohol (Rasyid 2003). Ciri kitosan antara lain berupa padatan amorf putih, serpihan bening, tidak larut dalam air, alkohol, aseton, dan larutan basa, tetapi larut dalam asam organik maupun anorganik. Mutu kitosan ditentukan oleh viskositas, nilai derajat deasetilasi, kadar abu, dan kadar air. Larutan kitosan pada batas konsentrasi tertentu dalam larutan asam asetat 1% dapat membentuk gel (Khan et al. 2002). Gel kitosan tersebut dapat menahan air dalam strukturnya sehingga disebut sebagai hidrogel dan memiliki formasi tiga dimensi (Wang et al. 2004). Osmolaritas Hasil pengukuran osmolaritas larutan CaCl2, alginat, dan kitosan dalam ragam konsentrasi ditunjukkan pada Lampiran 4. Larutan CaCl2 dengan ragam konsentrasi 0,05-0,2 M memiliki osmolaritas dengan kisaran 75-249 mosmol/kg. Osmolaritas alginat dalam akuades berkisar 78-240 mosmol/kg sedangkan dalam pelarut buffer nilai osmolaritasnya naik menjadi 357-618 mosmol/kg. Larutan buffer dapat menaikkan osmolaritas suatu larutan karena adanya keberadaan ion-ion yang terkandung dalam
Tabel 2 Penentuan viskositas larutan Larutan
Alginat
Kitosan
Konsentrasi (%) (b/v) 0,5 1,0 1,5 2,0 0,5 1,0 1,5 2,0
Viskositas (cPs) 10,5 17,6 33,8 52,1 8,76 13,72 24,76 43,38
Kondisi Optimum Inti Mikrokapsul Enkapsulasi diawali dengan pembuatan inti mikrokapsul menggunakan larutan alginat. Penetesan larutan alginat ke dalam larutan CaCl2 dilakukan dengan ragam konsentrasi 0,5-2,0 % (b/v) dengan menggunakan pipet mikro. Larutan alginat dengan konsentrasi 0,5 dan 1,0% (b/v) ketika diteteskan ke dalam CaCl2 menghasilkan kapsul yang berukuran besar, tidak berbentuk bulat, bentuk tidak beraturan, dan kapsul berbentuk seperti cincin (Gambar 3). Droplet alginat mulai berbentuk bulat ketika menggunakan larutan alginat dengan konsentrasi 1,5% dengan viskositas sebesar 33,8 cPs. Kapsul yang dihasilkan berbentuk bulat, berwarna putih, dan berukuran mikron. pembentukan kapsul dengan konsentrasi alginat rendah tidak dapat menghasilkan mikrokapsul sehingga tidak dapat dilanjutkan untuk proses enkapsulasi menggunakan sel-sel Leydig. Bentuk kapsul merupakan parameter yang dijadikan acuan untuk penentuan kondisi optimum dalam
5
pembentukan mikrokapsul. Lampiran 6 menunjukkan hasil pengamatan dalam pembentukan inti mikrokapsul untuk mendapatkan kondisi yang optimum.
a
b
c
d
terbalik dengan konsentrasi larutan CaCl2. Semakin tinggi konsentrasi CaCl2 maka waktu pengerasan gel akan semakin cepat. Pembentukan gel alginat dengan konsentrasi CaCl2 0,05 M membutuhkan waktu pengerasan lebih lama daripada dengan CaCl2 0,15 atau 0,2 M (Gambar 5).
Gambar 3 Pembentukan mikrokapsul dengan ragam konsentrasi alginat: a. 0,5%; b. 1,0%; c. 1,5%; dan d. 2,0%, panah = mikrokapsul. Kapsul yang dibuat menggunakan alginat 0,5% tidak dapat ditentukan diameter kapsulnya karena kapsul berbentuk tidak beraturan sedangkan mikrokapsul dengan konsentrasi alginat 1,0% memiliki rerata diameter 310,35-322,13 µm (Lampiran 7). Kapsul yang dibuat menggunakan alginat 1,5 dan 2,0% dan CaCl2 0,15 dan 0,2 M memiliki rerata diameter sebesar 205,80-258,00 µm (Gambar 4).
Gambar 5 Waktu pengerasan gel alginat dengan ragam konsentrasi alginat dan CaCl2. Pengerasan gel alginat 0,5 % membutuhkan waktu 1519 detik sedangkan gel alginat dengan konsentrasi 1,5 dan 2,0 % membutuhkan waktu kurang dari satu menit, yaitu berkisar 5-34 detik (Lampiran 8). Pembentukan kompleks antara polianionik alginat dan kation divalen, yaitu CaCl2 berlangsung secara spontan. Kation Ca2+ dapat digantikan dengan kation yang lainnya seperti Ba2+, Sr2+, Fe3+, dan Al3+. Uji Stabilitas Mekanik Mikrokapsul
Gambar 4 Diameter mikrokapsul dengan ragam konsentrasi alginat dan CaCl2. Larutan alginat yang diteteskan ke dalam CaCl2 membentuk gel dan mengeras dengan waktu pengerasan gel alginat berbanding
Pengujian stabilitas mikrokapsul alginatkitosan dilakukan dengan cara pengadukan mikrokapsul dalam larutan buffer fosfat salin dengan kecepatan 500 rpm dengan ragam konsentrasi. Mikrokapsul gel alginat berubah warna menjadi kuning setelah dimasukkan ke dalam larutan kitosan. Kitosan dapat berikatan dengan alginat secara ionik. Setelah gel alginat disalut dengan kitosan maka mikrokapsul menjadi lebih keras daripada gel alginat-CaCl2. Gambar 6 menunjukkan hasil pengujian stabilitas mikrokapsul. Mikrokapsul yang disalut dengan kitosan 0,5 dan 1,0 % mengalami kerusakan di atas 50% setelah dilakukan pengadukan selama 4 jam, yaitu
6
sebesar 58,67% dan 64% secara berurutan, mikrokapsul dengan kitosan 1,5% mengalami kerusakan di atas 50% setelah diaduk selama 5 jam, yaitu sebesar 56%, sedangkan kerusakan mikrokapsul yang disalut dengan kitosan 2,0% mengalami rusak 50,67% setelah diaduk 11 jam (Lampiran 9).
sangat rapat. Kerapatan sel berbanding lurus dengan konsentrasi sel yang digunakan.
a
b
c
d
Gambar
Gambar 6 Stabilitas mekanik mikrokapsul dengan konsentrasi kitosan (◊: 0,5; □: 1,0; ∆: 1,5; dan ○: 2,0% (b/v)). Enkapsulasi Sel-Sel Leydig Sel Leydig sebagai penghasil hormon dapat digunakan untuk pengganti terapi hormon sehingga defisiensi hormonal dapat diatasi dengan terapi sel. Terapi sel Leydig bisa diterapkan dengan metode enkapsulasi (Uludag et al. 2000). Enkapsulasi sel-sel Leydig menggunakan larutan alginat 1,5% dan CaCl2 0,15 M. Hasil enkapsulasi sel-sel Leydig menunjukkan bahwa sel yang disalut dapat terperangkap ke dalam inti mikrokapsul alginat. Mikrokapsul yang dihasilkan berwarna putih dan berbentuk bulat. Diameter mikrokapsul yang berhasil dibuat berkisar 230-270 µm (Lampiran 10). Sel-sel Leydig terperangkap di dalam inti mikrokapsul secara menyebar (Gambar 7). Konsentrasi sel dibuat beragam untuk mengetahui perbedaan kerapatan persebaran sel-sel di dalam mikrokapsul. Mikrokapsul yang dibuat dengan konsentrasi sel 1×104 sel/mL memiliki kerapatan sel yang paling renggang , sel yang disalut dengan konsentrasi 1×105 dan 1×106 sel/mL memiliki kerapatan sedang, sedangkan dengan konsentrasi 1×107 sel/mL kerapatan sel di dalam mikrokapsul
7
Mikrokapsul dengan ragam konsentrasi sel-sel Leydig: (a) 1×104, (b) 1×105, (c) 1×106, dan (d) 1×107 sel/mL yang diamati dengan mikroskop cahaya perbesaran 4×10; panah = sel Leydig; garis skala = 50 µm.
PEMBAHASAN Kadar Air dan Kadar Abu Kadar air berkaitan dengan daya simpan bahan. Menurut Winarno (1997) sampel yang baik disimpan dalam jangka panjang adalah sampel yang memiliki kadar air kurang dari 10%. Berdasarkan hasil penelitian alginat lebih tahan daya simpannya daripada kitosan. karena kadar airnya lebih kecil daripada kitosan. Penentuan kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa anorganik yang terdapat dalam bahan. Menurut Patria (2007) kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Alginat dapat diperoleh dari hasil ekstraksi alga cokelat sedangkan kitosan diperoleh dari kitin cangkang organisme jenis crustaceae. Bentuk garam dari alginat dapat berupa Na-alginat atau Ca-alginat sedangkan kitosan mengandung garam karbonat. Kadar abu alginat jauh lebih tinggi daripada kitosan karena serbuk alginat yang digunakan dalam bentuk garamnya, yaitu Na-alginat. Natrium merupakan salah satu jenis logam alkali yang menjadi penyusun abu.
7
Osmolaritas Alginat dapat larut dalam pelarut polar seperti akuades dan larutan buffer fosfat salin. Larutan kitosan dilarutkan dalam CH3COOH 1%. Osmolaritas menyatakan jumlah partikel zat terlarut per liter larutan. Osmolaritas yang dimiliki oleh sel berkisar 280-320 mosmol/kg (Nguyen et al. 2003). Kondisi dengan osmolaritas ini menjadikan sel tetap hidup. Larutan alginat dengan konsentrasi 0,5-2% (b/v) dalam akuades memiliki nilai osmolaritas kurang dari 300 mosmol/kg (Lampiran 4) sehingga larutan tersebut harus disesuaikan dengan kondisi sel. Nilai osmolaritas larutan alginat meningkat setelah alginat dilarutkan dalam buffer fosfat salin. Akan tetapi larutan alginat dengan konsentrasi paling rendah yang dilarutkan dalam buffer fosfat memiliki osmolaritas yang lebih tinggi dari kondisi sel sehingga dalam proses enkapsulasi menggunakan sel tidak menggunakan larutan alginat dalam buffer fosfat. Larutan buffer mengandung ion-ion elektrolit sehingga dapat meningkatkan nilai osmolaritas larutan. Larutan alginat untuk enkapsulasi sel Leydig dibuat dengan pelarut akuades dan penyesuaian nilai osmolaritas dilakukan dengan penambahan garam NaCl ke dalam larutan alginat sehingga dapat diatur osmolaritas larutan alginat sebesar 300 mosmol/kg. Pengukuran osmolaritas larutan CaCl2 dan kitosan kurang berpengaruh pada proses penyalutan karena sel tidak berada langsung dalam kedua larutan tersebut. Sel-sel Leydig yang disalut berada di dalam larutan alginat sehingga osmolaritas larutan alginat harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan sel. Osmolaritas perlu ditentukan karena keseimbangan osmolaritas bahan penyalut dapat mempengaruhi kondisi sel yang berada dalam larutan. Proses difusi osmosis dapat terjadi pada sel yang berada di dalam larutan non-isotonis. Sel akan mengalami pengerutan (krenasi) ketika osmolaritas di luar sel lebih tinggi daripada di dalam sel (hipertonis) dan sebaliknya, sel akan membengkak (hemolisis) ketika osmolaritas di luar sel lebih rendah daripada di dalam sel (hipotonis). Pengerutan dan pembengkakan sel akan mengakibatkan sel mati. Viskositas Salah satu parameter yang menentukan keberhasilan pembuatan mikrokapsul adalah konsentrasi bahan penyalut. Larutan alginat
dan kitosan adalah larutan yang memiliki tingkat viskositas berbeda-beda di setiap konsentrasinya. Larutan alginat dengan konsentrasi rendah relatif encer sedangkan alginat dengan konsentrasi 2,0% relafif agak kental. Berdasarkan hasil pengukuran, viskositas larutan alginat 2,0% paling tinggi diantara konsentrasi alginat lainnya, yaitu sebesar 52,1 cPs. Alginat dengan konsentrasi 0,5% memiliki viskositas yang rendah, yaitu 10,5 cPs. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan alginat dan kitosan maka nilai viskositas larutan semakin tinggi pula. Enkapsulasi sel dilakukan dengan dua penyalutan, yaitu penyalutan pertama/inti mikrokapsul (core) menggunakan larutan alginat dan penyalut kedua dengan larutan kitosan. Viskositas alginat menentukan pembentukan droplet alginat yang diteteskan ke dalam larutan CaCl2. Alginat dengan konsentrasi rendah (0,5-1,0%) belum dapat menghasilkan droplet berbentuk bulat. Pada konsentrasi tersebut viskositas larutan kurang dari 20 cPs (Tabel 2). Mikrokapsul mulai berbentuk bulat ketika digunakan alginat dengan konsentrasi 1,5 dan 2%. Larutan alginat 1,5% memiliki viskositas 33,8 cPs, oleh karena itu, batas minimum pembentukan droplet inti mikrokapsul untuk menghasilkan mikrokapsul berbentuk bulat ialah 33,8 cPs. Hal ini sesuai dengan penelitian Goosen et al. (1987) yang menyatakan bahwa batas minimum viskositas larutan alginat agar dapat membentuk mikrokapsul berbentuk bulat adalah 30 cPs. Pengukuran viskositas larutan kitosan ditentukan untuk mengetahui pengaruh kekentalan larutan kitosan terhadap stabilitas mekanik mikrokapsul. Penyalutan mikrokapsul dengan kitosan 2% memiliki kulit mikrokapsul yang lebih tebal sehingga dapat lebih tahan terhadap uji mekanik. Hal ini berbeda dengan mikrokapsul yang disalut kitosan dengan viskositas rendah cenderung lebih mudah rusak oleh pengadukan. Kondisi Optimum Inti Mikrokapsul Nilai viskositas larutan alginat memengaruhi proses pembentukan mikrokapsul. Ikatan yang terjadi antara alginat dan kitosan adalah ikatan yang lemah sehingga diperlukan bahan penaut silang yang dapat memperkuat ikatan antara keduanya. Modifikasi yang pernah dilakukan ialah dengan menambahkan senyawa penaut-silang glutaraldehida dan bahan saling tembus (interpenetrating agent) polivinil alkohol
8
(PVA) (Wang et al. 2004). Akan tetapi glutaraldehida tidak dapat digunakan sebagai penaut silang dalam penelitian ini karena dapat mempengaruhi kondisi sel-sel Leydig yang disalut. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan CaCl2 sebagai pengganti glutarldehida karena lebih aman bagi sel. Menurut Friedli dan Schlager (2005) pembentukan ikatan pada membran kitosanalginat relatif lama dan lemah sehingga dapat ditingkatkan kekuatan membrannya dengan penambahan larutan CaCl2. Ion Ca2+ dapat berdifusi pada lapisan membran alginat sehingga menyebabkan terjadinya ikatan silang antara alginat-kitosan. Pertukaran ion Na+ dan Ca2+ menyebabkan terjadinya pembentukan gel seperti egg box sehingga terbentuklah jaringan inter rantai yang semakin rapat (Daniel et al. 2008). Alginat merupakan polimer anionik karena mengandung gugus COO- sehingga dapat berikatan dengan ion Ca2+. Ikatan silang menyebabkan terbentuknya gel alginat (Gambar 8).
Gambar 8 Reaksi tautan silang antara alginat dan CaCl2, = glukopiranosa (Friedli & Schlager 2005). Larutan alginat 0,5% memiliki viskositas yang paling rendah, yaitu sebesar 10,5 cPs dan tidak dapat digunakan dalam enkapsulasi karena droplet yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan untuk enkapsulasi, yaitu tidak dapat berbentuk bulat dan ukuran mikrokapsul yang dihasilkan besar, yaitu sekitar 450 µm bahkan ada yang tidak dapat ditentukan diameternya karena bentuk mikrokapsul yang tidak beraturan. Mikrokapsul yang dibuat dengan konsentrasi alginat 1,5% dan 2,0% dapat berbentuk bulat dan berwarna putih transparan (Gambar 9).
a Gambar
b 9
Bentuk mikrokapsul dengan konsentrasi alginat: a. 1,5%; b. 2,0%.
Konsentrasi CaCl2 memengaruhi lama pengerasan gel alginat. Waktu yang dibutuhkan untuk gel mulai mengeras pun berbeda-beda. Waktu pengerasan berbanding lurus dengan konsentrasi CaCl2 yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasi CaCl2 maka waktu pengerasan gel akan semakin cepat. Waktu pengerasan gel alginat 0,5%, yaitu 2-25 menit (Lampiran 8). Semakin tinggi konsentrasi CaCl2 maka waktu droplet alginat mengeras semakin cepat. Konsentrasi CaCl2 tidak memengaruhi bentuk dan ukuran mikrokapsul yang dihasilkan. Mikrokapsul yang dihasilkan berbentuk bulat dengan diameter berkisar 232258 µm. Ukuran mikrokapsul yang dihasilkan telah memenuhi syarat untuk proses enkapsulasi sel Leydig, yaitu berkisar 200-400 µm (Stuiver 2001). Gel terbentuk dalam waktu kurang dari satu menit. Gel yang dihasilkan mudah pecah karena bersifat lunak. Gel alginat didiamkan selama 15 menit dalam larutan CaCl2 agar pembentukan ikatan silang berlangsung sempurna. Kation-kation yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan silang dengan alginat antara lain Mg2+, Cu2+, Ba2+, Sr2+ dan Al3+. Kation dengan konsentrasi tinggi atau valensi tinggi dapat meningkatkan derajat ikatan silang dengan polimer anionik tetapi menurunkan kelarutan dalam larutan garam (Cohen et al 1992). Konsentrasi CaCl2 0,15 M adalah konsentrasi optimum dalam pembentukan mikrokapsul pada penelitian ini karena diperoleh mikrokapsul berbentuk bulat dan gel alginat mengeras dalam waktu singkat. Setelah gel alginat terbentuk sempurna maka dilakukan pencucian dengan akuades untuk menghilangkan larutan CaCl2 yang tidak terikat pada alginat. Konsentrasi alginat 1,5% merupakan konsentrasi minimum untuk membuat mikrokapsul berbentuk bulat. Oleh karena itu, alginat dengan konsentrasi 1,5% dapat digunakan dalam proses enkapsulasi sel Leydig.
9
Uji Stabilitas Mekanik Mikrokapsul Sifat stabilitas mekanik mikrokapsul merupakan salah satu aspek keberhasilan teknik enkapsulasi sel disamping sifat permeabilitas kapsul, perlindungan sistem imun, dan biocompatibility (Uludag 2000). Gel alginat yang dihasilkan dengan konsentrasi 1,5% (b/v) dan CaCl2 0,15 M adalah mikrokapsul dengan bentuk dan ukuran yang optimum. Selanjutnya, mikrokapsul yang diperoleh dengan kondisi optimum tersebut disalut dengan penyalut kedua, yaitu larutan kitosan dalam ragam konsentrasi. Friedli dan Schlanger (2005) menyatakan bahwa alginat dan kitosan dapat berikatan secara spontan dalam waktu kurang dari 5 menit. Gel alginat pada penyalutan pertama akan berikatan dengan gugus amina yang terdapat pada kitosan. Menurut Dawolo (2005) interaksi yang dihasilkan dari alginatkitosan merupakan ikatan silang dari kationik NH3+ yang berasal dari kitosan dan anionik COO- yang berasal dari alginat. Penyalutan kedua dilakukan agar mikrokapsul yang dibentuk lebih kuat daripada disalut dengan penyalut tunggal. Berikut adalah ilustrasi ikatan yang terjadi antara alginat dan kitosan.
alginat
kitosan
Gambar 10 Reaksi tautan silang antara alginat dan kitosan, = glukopiranosa (Friedli & Schlager 2005). Pengujian stabilitas mekanik mikrokapsul penting, tidak hanya untuk menentukan daya tahan kapsul selama produksi atau perlakuan tetapi juga sebagai petunjuk integritas membran dari mikrokapsul yang dihasilkan (Uludag 2000). Ragam konsentrasi kitosan digunakan untuk melihat pengaruh kekuatan mikrokapsul yang dihasilkan. Kerusakan mikrokapsul diamati secara visual, pecahnya kapsul bergantung pada kekuatan membran, ketebalan kapsul, sifat inti kapsul seperti viskositas (Uludag 2000). Mikrokapsul yang disalut dengan kitosan konsentrasi rendah
akan mudah hancur karena akan membentuk lapisan pada gel alginat dengan ketebalan yang tipis. Selain itu, ketebalan penyalut kedua juga memengaruhi kerusakan mikrokapsul. Mikrokapsul menjadi keriput ketika dimasukkan ke dalam kitosan dengan konsentrasi tinggi (2%). Hal ini disebabkan oleh peristiwa osmosis dalam larutan tersebut. Konsentrasi larutan di luar mikrokapsul lebih tinggi sehingga air dalam mikrokapsul akan keluar menuju larutan kitosan dan mikrokapsul cenderung mengerut. Oleh karena itu, penyalutan dengan kitosan konsentrasi 0,5% paling baik untuk enkapsulasi sel-sel Leydig karena tidak akan memengaruhi keseimbangan osmolaritas sel.Semakin tinggi konsentrasi larutan kitosan maka ketahanan mikrokapsul akan semakin besar sehingga mikrokapsul lebih sulit hancur. Ketebalan mikrokapsul dengan konsentrasi kitosan rendah tidak menghasilkan kestabilan mekanik yang baik (Zhu et al. 2005). Enkapsulasi Sel-Sel Leydig Proses enkapsulasi sel-sel Leydig hasil kultur harus dilakukan secara steril (Gepp et al. 2009). Sel-sel Leydig diperoleh dari hasil isolasi testis tikus jantan Sprague Dawley. Konsentrasi sel dibuat bervariasi untuk melihat pengaruh konsentrasi sel terhadap kerapatan sel di dalam mikrokapsul. Osmolaritas larutan alginat yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 300 mosmol/kg. Pengaturan osmolaritas larutan alginat dilakukan dengan cara melarutkan alginat dalam akuades kemudian ditambahkan garam NaCl. Hal ini dilakukan karena larutan alginat dalam pelarut akuades osmolaritasnya di bawah 300 mosmol/kg sedangkan alginat dalam buffer fosfat memiliki nilai osmolaritas di atas 300 mosmol/kg. Osmolaritas larutan alginat yang tidak sesuai dengan kondisi sel akan mengakibatkan sel rusak/mati. Sel dapat mengalami hemolisis maupun krenasi bila osmolaritas lingkungan tidak sama dengan osmolaritas sel sehingga dapat mengakibatkan kerusakan pada sel. Larutan alginat dan larutan sel-sel Leydig bercampur secara homogen. Penetesan campuran alginat-sel ke dalam larutan CaCl2 mengakibatkan pembentukan droplet mikrokapsul sel Leydig dalam alginat. Alginat berikatan dengan CaCl2 sehingga terbentuk gel alginat. Penetesan larutan alginat-sel ke dalam CaCl2 menghasilkan droplet yang berbentuk bulat dan berwarna putih. Sel Leydig dapat terperangkap ke dalam gel alginat dan tidak
10
berada di luar inti mikrokapsul. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya sel-sel Leydig yang berada di larutan CaCl2 Kerapatan sel di dalam inti mikrokapsul berbeda-beda setiap ragam konsentrasi sel-sel Leydig. Mikrokapsul yang dibuat dengan konsentrasi sel 1×107 sel/mL memiliki kerapatan sel dalam mikrokapsul yang paling tinggi, hampir semua bagian mikrokapsul tertutupi oleh sel sedangkan mikrokapsul yang berisi konsentrasi sel sebesar 1×104 sel/mL memiliki kerapatan sel yang paling renggang (Lampiran 11). Ikatan yang terjadi antara alginat dan CaCl2 mengakibatkan bagian permukaan gel alginat-CaCl2 mengeras. Oleh karena itu, pencucian mikrokapsul dengan buffer sitrat atau EDTA dapat melepaskan ikatan antara alginat dan CaCl2 sehingga terjadi pencairan kembali gel alginat (Cohen et al. 1992). CaCl2 sensitif pada larutan buffer sitrat sehingga dapat mengakibatkan pelepasan ikatan alginat-CaCl2 dan larutan buffer dapat memasuki rongga mikrokapsul. Sel-sel Leydig berada dalam lingkungan buffer sehingga transfer nutrisi, oksigen, dan hasil metabolisme sel dapat keluar masuk mikrokapsul. Diameter mikrokapsul yang dihasilkan berkisar 230-270 µm. Mikrokapsul berdiameter kecil menghasilkan jumlah sel yang terperangkap di dalam mikrokapsul juga sedikit. Selain dipengaruhi oleh diameter mikrokapsul, kerapatan sel yang terperangkap juga dipengaruhi oleh konsentrasi sel yang disalut. Semakin tinggi konsentrasi sel maka semakin tinggi kerapatan sel-sel Leydig di dalam mikrokapsul.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Konsentrasi minimal alginat untuk pembentukan mikrokapsul sebagai inti mikrokapsul adalah 1,5% (b/v), yaitu dengan viskositas di atas 30 cPs dan konsentrasi CaCl2 0,15 M. Inti mikrokapsul yang dihasilkan berbentuk bulat, berwarna putih, dan berdiameter 230-370 µm. Kestabilan mikrokapsul dengan dua penyalut semakin tinggi dengan bertambahnya konsentrasi kitosan. Enkapsulasi dapat diaplikasikan pada sel, yaitu sel-sel Leydig. Sel-sel Leydig yang terkapsul berada di dalam mikrokapsul secara menyebar. Kerapatan sel yang terperangkap di dalam sel sebanding dengan konsentrasi sel yang digunakan.
Saran Perlu dilakukan tahap pemurnian bahan penyalut, terutama alginat sebelum digunakan untuk enkapsulasi. Perlu juga dilakukan pengujian efisiensi sel-sel Leydig, penentuan viabilitas sel-sel Leydig yang telah terenkapsulasi, pengujian hasil enkapsulasi secara in vivo serta melakukan analisis morfologi mikrokapsul alginat-kitosan menggunakan mikroskop elektron payaran (SEM).
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1999. Official Methods of AOAC International. Revisi ke-5. Volume ke-2. Maryland: AOAC International. Arianto BD. 2010. Perilaku disolusi mikrokapsul ketoprofen tersalut gel kitosan-alginat berdasarkan ragam konsentrasi tween 80 [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Beneta S. 1996. Microcapsulation Method and Industrial Application. New York: Marcel Dekker. Chemes H, Cigorraga S, Begadá C, Schteingart H, Rey R, Pellizzari E. 1992. Isolation of human Leydig cell mesenchymal precursors from patient with the androgen insensitivity syndrome: testosterone production and reaponse to human chorionic gonadotropin stimulation in culture. Biology of Reproduction 46:793-801. Cohen S, Bano C, Visscher KB, Chow M, Allcock HR, Langer RS. 1992, penemu; Massachusetts Institute of Technology. 22 Sep 1992. Ionically cross-linked polymeric microcapsule. US Patent 5.149.543. Daniel, Kaban J, Linasari V. 2008. Interaksi kalsium alginat dengan etanolamin dalam pembuatan membran. J Kimia Mulawarman 5(2):14-19. Dawolo AK. 2005. Pembuatan membran kompleks polielektrolit alginat-kitosan dan membran kitosan dan karakteristiknya [tesis]. Medan: Program Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.