HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar 2 m. Lantai dan dinding kandang terbuat dari bambu. Kandang ini dibagi menjadi 15 petak yang dibuat dari bambu dengan ukuran masing-masing 1 m x 1 m dan setiap petak diisi 9 ekor ayam. Lingkungan kandang ditanami pohon bambu, jati dan kopi. Suhu Kandang Suhu dan kelembaban udara relatif merupakan suatu unsur lingkungan mikro yang sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ayam. Pengukuran suhu dilakukan setiap hari pada pagi, siang dan sore hari dengan menggunakan termometer yang diletakkan di dalam kandang. Hasil pengukuran suhu kandang selama lima minggu penelitian ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran
Suhu (oC)
Pagi
21-25
Siang
30-35
Sore
28-32
Ayam broiler umur lebih dari 3 minggu dapat tumbuh optimal pada lingkungan bersuhu 18-23 oC (Bell dan Weaver, 2002). Suhu rataan harian kandang penelitian
saat ayam broiler umur 3-5 minggu disajikan pada Lampiran 12.
Peningkatan suhu lingkungan dapat menyebabkan terjadinya penimbunan panas tubuh yang harus dikeluarkan. Pengeluaran panas pada unggas termasuk ayam broiler akan terbatas karena adanya bulu serta tidak memiliki kelenjar keringat. Oleh karena itu, ayam broiler akan mengurangi konsumsi pakan untuk mengurangi panas dalam tubuh yang berakibat pada penurunan pertumbuhan (Kusnadi, 2004). Tingkat stres pada ayam penelitian dapat diminimalkan karena letak kandang jauh dari
15
pemukiman dan sekeliling kandang ditanami pohon sehingga suhu udara rendah dan sirkulasi udara baik. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian DOC yang dipelihara pada penelitian ini sebanyak 1000 ekor. DOC memiliki bobot badan yang seragam dengan rataan 37 g/ekor. Kondisi DOC sehat dengan ciriciri mata bersinar cerah, konformasi tubuh tidak cacat, bulu kering, dari bagian kepala sampai bulu kai bersih dan mengkilat, tingkah laku ayam lincah. Pakan yang diberikan berbentuk crumble produksi PT. Charoen Pokphand Indonesia kode BR611. Pakan diberikan secara ad libitum dengan frekuensi 5-8 kali sehari dan berkurang seiring bertambahnya umur ayam. Tempat pakan yang digunakan adalah feeder tray dengan diameter 35 cm dengan kapasitas untuk 50 ekor ayam. Jumlah feeder tray ditambah saat ayam berumur 3 hari. Tempat pakan diganti dengan feeder tube saat ayam berumur 5 hari. Feeder tube mulai digantung saat ayam berumur 12 hari untuk memudahkan ayam makan dan untuk menghindari pakan terbuang ketika ayam makan. Tempat pakan sudah digantung semua saat ayam berumur 14 hari. Sebanyak 10% ayam broiler dari ayam yang dipelihara (100 ekor) dipilih secara acak dan ditimbang bobot badannya pada umur 14 hari. Rataan bobot badan yang didapatkan adalah 540 g/ekor dengan kisaran 486-594 g/ekor. Sebanyak 135 ekor ayam dipilih secara acak dan ditimbang bobot badannya. Ayam broiler yang bobot badannya memenuhi kisaran 486-594 g/ekor digunakan sebagai unit percobaan perlakuan. Rataan bobot badan ayam broiler yang terpilih secara acak sebanyak 135 ekor tersebut adalah 533,5±28,52 g/ekor dengan koefisien keragaman 5,35%. Perlakuan dimulai saat ayam berumur 15 hari. Pengacakan petak kandang perlakuan ditetapkan sebelum penempatan ayam. Pengacakan kandang dilakukan dengan cara menyusun acak nomor perlakuan dan ulangan dengan undian. Ayam yang sudah dipilih secara acak ditempatkan ke setiap petak yang sudah disiapkan. Tempat pakan dan tempat minum diletakkan di setiap petak kandang perlakuan. Tempat pakan yang digunakan adalah feeder tube dengan kapasitas 5 kg. Tempat pakan digantung untuk menghindari agar pakan tidak terbuang. Ayam diberi makan sesuai perlakuan yaitu frekuensi satu kali, dua kali dan tiga kali sehari. Tempat minum diperhatikan selalu dalam keadaan terisi.
16
Bobot Potong dan Persentase Karkas Hasil pengamatan rataan bobot potong dan persentase karkas ayam broiler penelitian umur lima minggu disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Bobot Potong dan Persentase Karkas Ayam Broiler Penelitian Umur Lima Minggu Perlakuan
Peubah
P1
P2
P3
Bobot potong (g/ekor)
2136,90±63,76
2128,80±87,60
2156,60±91,32
Karkas (%)
68,91±0,56
68,49±1,45
68,56±0,81
Keterangan: P1 = Pakan diberikan pagi 100% P2 = Pakan diberikan pagi 50% dan sore 50% P3 = Pakan diberikan pagi 40%, siang 20%, sore 40%
Bobot Potong Bobot potong merupakan ukuran yang digunakan untuk menilai keberhasilan suatu usaha peternakan. Rataan bobot potong yang didapatkan selama pemeliharaan adalah 2140,77 g/ekor dengan kisaran 2128,80-2156,60 g/ekor. Rataan bobot potong yang dihasilkan sedikit lebih tinggi dari standar bobot hidup ayam broiler CP 707 umur 35 hari yaitu sebesar 2049 g/ekor (PT Charoen Pokphand, 2006). Hasil yang didapat masih sesuai dengan hasil penelitian Supriadin (2006) bahwa bobot potong ayam broiler umur lima minggu menggunakan strain Cobb berkisar 1824,4-2155,6 g/ekor. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa rataan bobot potong tidak dipengaruhi oleh frekuensi dan waktu pemberian pakan yang berbeda. Hal ini disebabkan kemampuan ayam yang relatif sama dalam mencerna makanan sehingga diperoleh bobot hidup yang juga tidak berbeda. Kemampuan ayam untuk mencerna makanan dapat digambarkan melalui data konsumsinya. Rataan konsumsi pakan pada penelitian ini pada minggu 3-5 yaitu 2576,34 gram/ekor (Lampiran 10). Rataan konsumsi pakan lebih tinggi dari standar konsumsi pakan untuk strain CP 707 selama lima minggu pemeliharaan adalah 2437 g/ekor (PT Charoen Pokphand, 2006). Wahyu (2004) menyatakan bahwa tinggi rendahnya konsumsi ransum ayam broiler dapat dipengaruhi oleh kandungan energi dalam ransum yang dikonsumsi. Energi metabolisme pada pakan penelitian berkisar antara 3000-3100 kkal/kg. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa kebutuhan energi untuk ayam broiler periode
17
starter sebesar 3080 kkal/kg ransum, sedangkan periode finisher sebesar 3190 kkal/kg ransum. Ayam broiler yang dipelihara sampai umur lima minggu dengan suhu 21,1 oC menghasilkan bobot hidup 1450 g/ekor, konsumsi pakan 2300 g/ekor dan konversi pakan 1,58. Energi metabolisme pada pakan penelitian sedikit lebih rendah dari yang ditetapkan North dan Bell (1990) sehingga konsumsi pakan menjadi sedikit lebih tinggi. Faktor lingkungan terdiri dari pakan yang diberikan, suhu, dan tatalaksana pemeliharaan. Jumlah, jenis, dan kandungan nutrisi pakan yang diberikan pada penelitian ini sama. Frekuensi dan waktu yang berbeda tidak berpengaruh karena kenyataannya ayam broiler dapat makan kapan saja. Pemberian pakan pada P1, P2 dan P3 habis dikonsumsi ayam hingga sore dan malam hari. Waktu ayam makan pada penelitian ini tidak ada batasan, sehingga ayam dapat makan sepanjang hari dan proses metabolisme pakan pada P1, P2, dan P3 menjadi tidak berbeda. Persentase Karkas Salah satu faktor yang mempengaruhi persentase karkas ayam broiler adalah bobot potong. Persentase karkas merupakan perbandingan bobot karkas dengan bobot potong, sehingga bobot potong yang besar akan diikuti pula oleh bobot karkas yang besar dan begitupun sebaliknya (Soeparno, 1994). Rataan bobot karkas yang dihasilkan selama penelitian yaitu 1477,40 g/ekor dengan kisaran 1466,80-1486,10 g/ekor (Lampiran 11). Rataan persentase karkas yang diperoleh selama pemeliharaan lima minggu yaitu 68,65% dengan kisaran 68,49-68,91%. Peneliti lain menunjukkan rataan persentase karkas dari bobot potong sebesar 60,52-69,91% (Pesti dan Bakalli,1997), 68-71,8% (Resnawati, 2004), dan 68,02-71,03% (Nuraini,2010). Faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh yang meliputi distribusi berat dan komponen karkas. Faktor nutrisi, umur, dan laju pertumbuhan dapat mempengaruhi komposisi bobot karkas dan persentase karkas yang biasanya meningkat seiring dengan meningkatnya bobot hidup (potong) ayam (Soeparno, 2005). Wahju (2004) menyatakan tingginya bobot karkas ayam broiler ditunjang oleh bobot hidup (potong) yang tinggi. Produksi karkas selain disebabkan oleh bobot potong yang dihasilkan juga dipengaruhi pula oleh penanganan dalam proses pemotongan (Murugesan et al., 2005).
18
Hati, Proventrikulus dan Rempela Hasil pengamatan pengaruh frekuensi dan waktu pemberian pakan terhadap hati, proventrikulus dan rempela ayam broiler yang dipelihara selama lima minggu disajikan pada Tabel 5. Tabel 5.
Rataan Persentase Hati, Proventrikulus, dan Rempela Ayam Broiler Penelitian Umur Lima Minggu Perlakuan
Peubah P1
P2
P3
Hati (%)
2,12±0,11
2,05±0,13
1,98±0,25
Proventrikulus (%)
0,57±0,06
0,56±0,10
0,47±0,07
Rempela (%)
1,18±0,04
1,11±0,09
1,13±0,13
Keterangan: P1 = Pakan diberikan pagi 100% P2 = Pakan diberikan pagi 50% dan sore 50% P3 = Pakan diberikan pagi 40%, siang 20%, sore 40%
Hati Hati berkaitan erat dengan pertumbuhan pada ayam broiler. Hati mempunyai fungsi yang kompleks yaitu berperan dalam metabolisme lemak, protein, karbohidrat, zat besi, detoksifikasi racun yang masuk ke dalam tubuh ayam broiler, pembentukan sel darah merah, metabolisme dan penyimpanan vitamin (Ressang, 1963). Ayam broiler yang memiliki hati normal akan tumbuh dengan baik. Rataan persentase bobot hati ayam broiler hasil penelitian pada ketiga perlakuan berkisar 1,98-2,12% dari bobot potong. Peneliti lain menunjukkan rataan persentase hati dari bobot potong sebesar 1,70-2,80% (Putnam, 1991), 2,22-2,32% (Dewi, 2007), 2,04% (Awad et al., 2009) dan 2,35% (Sinurat et al., 2009). Rataan persentase bobot hati ayam broiler yang diberi ketiga perlakuan pada penelitian ini tidak berbeda secara statistik. Hal ini disebabkan kualitas pakan yang digunakan selama pemeliharaan sama dan dalam keadaan baik, sehingga hati sebagai agen detoksifikasi dan bagian organ pencernaan berfungsi dengan baik. Ensminger (1992) menyatakan bahwa salah satu fungsi hati adalah sebagai detoksifikasi komponen berbahaya. Hal ini didukung dengan tidak adanya kelainan fisik yang ditandai dengan tidak adanya perubahan konsistensi dan organ hati berwarna normal, yaitu coklat kemerahan. Menururt McLelland (1990), hati yang normal berwarna normal, yaitu coklat kemerahan atau coklat terang dan apabila terjadi keracunan
19
warna hati akan berubah menjadi kuning. Kelainan-kelainan hati secara fisik biasanya ditandai dengan adanya perubahan warna hati, pembengkakan dan pengecilan pada salah satu lobi atau tidak adanya kantung empedu, serta serosis. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa hati berfungsi secara baik dalam proses metabolisme pada seluruh perlakuan walaupun memperoleh perlakuan yang berbeda. Proventrikulus Proventrikulus merupakan salah satu organ pencernaan utama dan merupakan perluasan esofagus (Bell dan Weaver, 2002). Rataan persentase bobot proventrikulus ayam broiler hasil penelitian berkisar antara 0,47-0,57% dari bobot potong. Hal tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian lain. Peneliti lain menunjukkan rataan persentase proventrikulus dari bobot potong sebesar 0,45%-0,56% (Elfiandra, 2007), 0,39% (Awad et al., 2009) dan 0,45% (Djunaidi et al., 2009). Rataan persentase bobot proventrikulus ayam broiler hasil penelitian tidak berbeda nyata. Kandungan protein pakan yang diberikan sama untuk seluruh perlakuan yaitu antara 21,5-23,5%, begitu juga dengan konsumsi pakan yang tidak berbeda antar perlakuan (2563,29-2583,40 g/ekor), kondisi ini menyebabkan intake protein relatif sama, sehingga kerja proventrikulus dalam mensekresikan pepsin untuk pencernaan protein tidak berbeda. Rempela Rempela merupakan organ pencernaan yang berperan penting untuk proses penghancuran partikel-partikel makanan menjadi lebih kecil sehingga mudah untuk dicerna oleh ayam broiler. Rataan persentase bobot rempela ayam broiler yang diperoleh pada penelitian berkisar antara 1,11-1,18% dari bobot potong. Peneliti lain menunjukkan rataan persentase rempela ayam umur lima minggu sebesar 1,38% (Mustaqim , 2006), 1,11% (Djunaidi, et al., 2009) dan 1,76% (Sinurat, et al., 2009) dari bobot potong. Rataan persentase bobot rempela ayam broiler hasil penelitian tidak berbeda nyata secara statistik. Bobot rempela ditentukan oleh bobot badan, serta jumlah, sifat, kekasaran, tekstur, dan kandungan serat kasar pakan. Pakan yang bertekstur keras akan membuat otot rempela lebih aktif bekerja dan kemudian menebal. Pakan yang digunakan pada penelitian ini adalah pakan komersial berbentuk crumble dengan
20
kandungan serat kasar maksimal 5%. Penggunaan pakan yang sama dan konsumsi yang tidak berbeda pada penelitian ini membuat kerja rempela tidak berbeda pada setiap perlakuan sehingga persentase bobot rempela yang dihasilkan juga tidak berbeda. Usus Halus dan Usus Besar Hasil pengamatan pengaruh frekuensi dan waktu pemberian pakan terhadap persentase bobot usus halus dan usus besar serta panjang usus halus dan usus besar ayam broiler umur lima minggu disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Persentase Bobot Usus Halus, Panjang Usus Halus, Persentase Bobot Usus Besar dan Panjang Usus Besar Ayam Broiler Penelitian Umur Lima Minggu Peubah Persentase bobot usus halus (%) Panjang usus halus (cm/kg)
Perlakuan P1
P2
P3
2,30±0,21
2,55±0,06
2,46±0,25
81,11±2,64
80,09±6,75
80,17±1,57
Persentase bobot usus besar (%)
0,17±0,03
0,17±0,04
0,18±0,04
Panjang usus besar (cm/kg)
4,78±0,87
4,12±0,42
4,20±0,27
Keterangan: P1 = Pakan diberikan pagi 100% P2 = Pakan diberikan pagi 50% dan sore 50% P3 = Pakan diberikan pagi 40%, siang 20%, sore 40%
Usus Halus Usus halus berkaitan dengan pertumbuhan ayam broiler karena di tempat ini sari-sari makanan dari ransum yang dikonsumsi akan diserap oleh tubuh ayam. Usus halus merupakan tempat terjadinya pencernaan, penyerapan zat-zat makanan, dan penggerak aliran ransum. Kemampuan ini ditunjang oleh adanya selaput lendir yang dilengkapi dengan jonjot usus yang lembut dan menonjol seperti jari (vili), sehingga penyerapan zat-zat makanan bisa maksimal untuk pertumbuhan ayam broiler. Ayam yang sehat akan memiliki bentuk dan ukuran usus halus yang normal. Rataan persentase bobot usus halus ayam broiler yang diperoleh pada penelitian berkisar antara 2,30-2,55% dari bobot potong. Hasil yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian lain. Peneliti lain menunjukkan rataan
21
persentase bobot usus halus ayam broiler berkisar 2,31-2,49% (Elfiandra, 2007), 2,43-3,05% (Tambunan, 2007), 2,24% (Kusnandar, 2004) dan 2,84% (Nuraini, 2010) dari bobot potong. Rataan panjang usus halus ayam broiler selama pemeliharaan berkisar antara 80,09-81,17 cm/kg bobot potong. Peneliti lain menunjukkan rataan panjang usus halus ayam broiler berkisar 108,7-108,8 cm/kg bobot potong (Usman, 2010). Perkembangan usus halus dipengaruhi oleh kandungan serat kasar dalam ransum yang dikonsumsi oleh ayam broiler. Kandungan serat kasar pada pakan yang dikonsumsi ayam sama sehingga rataan persentase bobot usus halus dan panjang usus halus ayam broiler hasil penelitian tidak berbeda nyata secara statistik. Usus Besar Rataan persentase bobot usus besar ayam broiler yang diperoleh pada penelitian berkisar antara 0,17-0,18% dari bobot potong. Peneliti lain menunjukkan rataan persentase bobot usus besar ayam broiler berkisar 0,14-0,31% (Tambunan, 2007), 0,18% (Awad et al., 2009) dan 0,16-0,18% (Nurhalimah, 2010) dari bobot potong. Rataan persentase bobot usus besar pada penelitian ini tidak berbeda secara statistik Panjang usus besar lebih pendek dibandingkan panjang usus halus (Grist, 2006). Rataan panjang usus besar ayam broiler selama pemeliharaan berkisar antara 4,12-4,78 cm/kg bobot potong. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Tambunan (2007) yang melaporkan bahwa panjang usus besar ayam broiler berkisar 5,0-8,7 cm/kg bobot potong. Rataan panjang usus besar pada penelitian ini tidak berbeda secara statistik.
Selisih Harga Penjualan Karkas dengan Biaya Pakan dan DOC (IOFCC) Nilai IOFCC yang diperoleh berdasarkan harga jual karkas, harga pakan, dan harga DOC disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 menampilkan pendapatan yang diperoleh dalam pemeliharaan ayam broiler dengan perlakuan menajemen pemberian pakan yang berbeda selama lima minggu. Biaya tenaga kerja dan operasional lainnya dianggap sama. Tabel 7 menunjukkan bahwa selisih harga jual dengan biaya DOC dan pakan yang terbesar diperoleh pada perlakuan P3, yaitu sebesar Rp 11981,6 dan terkecil pada perlakuan
22
P2, yaitu sebesar Rp 11606,9. Selisih tersebut walaupun sedikit dapat menjadi tambahan keuntungan yang berarti bagi peternak ayam broiler. Tabel 7. Selisih Harga Penjualan Karkas dengan Biaya Pakan dan DOC Perlakuan
Peubah A. Pengeluaran a. Pakan - Harga Pakan (Rp/kg) - Konsumsi selama minggu ke-1 hingga minggu ke-2 (kg/ekor) - Konsumsi selama minggu ke-3 hingga minggu ke-5 (kg/ekor) - Jumlah konsumsi lima minggu - Biaya Pakan selama lima minggu (Rp/ekor) b. Harga DOC (Rp/ekor) c. Biaya pakan dan DOC (Rp/ekor) B. Penerimaan a. Bobot potong (kg/ekor) b. Persentase karkas (%) c. Bobot karkas (kg/ekor) d. Harga jual karkas pada bulan Agustus 2011 (Rp/kg) e. Hasil penjualan (Rp/ekor) C. Pendapatan (B-A) (Rp/ekor)
P1
P2
P3
5700
5700
5700
0,530
0,530
0,530
2,583 3,113
2,563 3,093
2,582 3,112
17744,1 4274 22018,1
17630,1 4274 21904,1
17738,4 4274 22012,4
2,136 68,91 1,472
2,128 68,49 1,457
2,156 68,56 1,478
23000 33856 11837,9
23000 33511 11606,9
23000 33994 11981,6
23