47
IV.
4.1
HASIL DAN PEMBAHASAN
Volatilitas Harga Minyak
4.1.1 Deskripsi Data Plot data harga minyak pada bulan Januari 2000 hingga bulan Desember 2011 dapat dilihat pada Gambar 4.1. Hal ini menunjukan bahwa harga minyak mengalami fluktuasi antar waktu. Data tersebut mengindikasikan adanya conditional heteroscedasticity (Enders, 2004) dimana dalam jangka panjang varians dari data akan konstan, tetapi terdapat beberapa periode dimana varians relatif tinggi. 250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 Apr‐12
Sep‐11
Feb‐11
Jul‐10
Dec‐09
May‐09
Oct‐08
Mar‐08
Aug‐07
Jan‐07
Jun‐06
Nov‐05
Apr‐05
Sep‐04
Feb‐04
Jul‐03
Dec‐02
May‐02
Oct‐01
Mar‐01
Aug‐00
Jan‐00
0.00
Gambar 4.1. Indeks Harga Perdagangan Besar untuk Minyak Indonesia Data mean, median, maximum, dan minimum harga minyak dapat dilihat pada Gambar 4.2. Koefisien kemenjuluran (skewness) yang merupakan ukuran kemiringan adalah lebih besar dari nol. Hal ini menunjukan bahwa data memiliki distribusi yang miring ke kanan, artinya data cenderung menumpuk pada nilai yang rendah. Sedangkan, koefisien yang lebih kecil dari nol menunjukan data memiliki distribusi yang miring ke kiri, artinya data cenderung menumpuk pada nilai yang tinggi. Data harga minyak memiliki nilai skweness yang bernilai
48
0.230800, atau lebih besar dari nol. Hal ini menunjukkan bahwa data tersebut memiliki distribusi yang miring ke kanan atau dengan kata lain data lebih banyak menumpuk pada nilai yang kecil. Koefisien keruncingan (kurtosis) data harga minyak bernilai 2.35477 (nilai keruncingan kurang dari 3. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi return memiliki ekor yang lebih pendek dibandingkan dengan sebaran normal dan mengindikasikan tidak adanya heteroskedastisitas. 12
Series: LO Sample 2000M01 2011M12 Observations 144
10
8
6
4
2
0 4.000
4.125
4.250
4.375
4.500
4.625
4.750
4.875
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
4.406857 4.418650 4.983824 4.000178 0.234885 0.230800 2.345477
Jarque-Bera Probability
3.848843 0.145960
5.000
Gambar 4.2. Histogram Deskripsi Statistik Data Harga Minyak 4.1.2. Identifikasi Model Volatilitas Hal yang perlu dilakukan dalam menentukan model GARCH terbaik adalah dengan melakukan sejumlah proses pengolahan data yaitu uji stasioneritas data return, mengevaluasi model ARIMA terbaik, uji asumsi klasik (uji normalitas, uji autokorelasi, uji white), mengevaluasi model GARCH terbaik, mencari nilai varians, mencari difference log varians, dan mengestimasi hasil dengan metode OLS. 1.
Uji Stasioneritas Data time series biasanya memiliki permasalahan terkait dengan
stasioneritas. Oleh karena itu, melakukan uji stasioneritas data merupakan tahap
49
yang penting dalam menganalisis data time series untuk melihat ada atau tidaknya unit root yang terkandung di antara variabel sehingga hubungan antara variabel dalam persamaan menjadi valid dan tidak menghasilkan sporious regression. Uji stasioneritas dilakukan dengan menggunakan Augmented Dickey Fuller (ADF) test (Lampiran 2). Berdasarkan uji tersebut, jika nilai statistik ADF dari masing-masing variabel lebih kecil daripada nilai kritis MacKinnon maka dapat dikatakan bahwa data tersebut stasioner atau varians residualnya konstan. Tabel 4.1. Hasil Pengujian Stasioneritas ADF Pada Data Level Variabel Lo
Critical Value 1% 5% 10%
-3.476805 -2.881830 -2.577668
t-statistik -2.49314
Probability
Keterangan
0.1193 Tidak Stasioner
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa variabel harga minyak yang digunakan dalam penelitian tidak stasioner pada tingkat level. Ketidakstasioneran data dapat dilihat dari nilai t-ADF yang lebih besar dari nilai kritis MacKinnon pada taraf nyata lima persen. Selain itu, dapat dilihat juga dari nilai probabilitas yang kurang dari taraf nyata 1%, 5%, ataupun 10%. Oleh karena itu, pengujian akar-akar unit ini perlu dilanjutkan pada tingkat first difference. Setelah dilakukan first difference, variabel sudah stasioner karena memiliki nilai t-ADF yang lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon pada taraf nyata 1%, 5%, ataupun 10%. Tabel 4.2. Uji Stasioneritas Variabel Harga Minyak pada first difference Variabel lo
Critical Value 1% 5% 10%
-3.476805 -2.881830 -2.577668
t-Stat
Probability
Keterangan
-8.42199
0.0000
Stasioner
50
2.
Mengevaluasi Model ARIMA Model ARIMA (p,d,q) terbentuk dari data yang sudah stasioner. Penentuan
lag terbaik dari model ARIMA dibangun berdasarkan koefisien autokorelasi (ACF) dan autokorelasi parsial (PACF). Berdasarkan plot korelogram maka dapat ditentukan time lag untuk membangun model. Time lag yang digunakan pada penelitian ini adalah lag 1 (lampiran 2). Data harga minyak stasioner pada first difference dan lag maksimum adalah 1, maka model tentatif dalam penelitian ini yaitu AR (1) dan MA(1), serta ARIMA (1,1,1). Pemilihan model yang terbaik berdasarkan goodness of fit. Tabel 4.3. Hasil Evaluasi Model ARIMA Model Probabilitas adj. R-sq ARIMA (1,1,0) 0.0001 0.102416 ARIMA (0,1,1) 0.0000 0.103964 ARIMA (1,1,1) 0.098853 AR(1) 0.4630 MA(1) 0.4871
AIC -2.62448 -2.62969 -2.6136
SC -2.58285 -2.58826 -2.55115
SSR 0.585846 0.587019 0.58397
Berdasarkan evaluasi model (Tabel 4.3), maka model ARIMA (0,1,1) merupakan model yang terbaik. Hal ini berdasarkan dari tingkat signifikansi yang tinggi, nilai adj R-sq yang tertinggi dan kriteria nilai AIC, SC, dan SSR terkecil (Lampiran 3). 3.
Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui kebaikan model terhadap galat
terbakukan (standardized residuals) dengan mengamati nilai statistik uji JarqueBera (JB) untuk memeriksa asumsi kenormalan. Ketidaknormalan galat diatasi dengan pendugaan parameter Quasi Maximum Likelihood (QML). Selain itu, dalam pengolahan data digunakan opsi Heteroscedasticity Consistent Covariance
51
Bollerslev-Wooldridge agar asumsi galat menyebar normal dapat dipertahankan. Sehingga galat baku dugaan parameter tetap konsisten. 30
Series: Residuals Sample 2000M02 2011M12 Observations 143
25
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
20
15
10
5
-3.71e-05 0.008586 0.114103 -0.336466 0.064296 -1.529420 7.750791
Jarque-Bera Probability
190.2289 0.000000
0 -0.3
-0.2
-0.1
-0.0
0.1
Gambar 4.3. Histogram Galat/Residual Nilai probabilitas Jarque-Bera data harga minyak yang diteliti yaitu sebesar 0,0000 lebih kecil dari taraf nyata 5 persen, sehingga dapat dikatakan bahwa residual tidak menyebar normal. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui kebaikan model terhadap korelasi serial. Ketika sebuah model melanggar asumsi ini akan menghasilkan estimator kuadrat terkecil yang masih bersifat linear, tak bias, dan juga tidak efisisen atau tidak memiliki varians minimum. Tabel 4.4. Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistik 0.178881 Prob. F(2,139) Obs* R-squared
0.367064
Prob. Chi-square
0.8364 0.8323
*Taraf Nyata 5%
Berdasarkan hasil uji autokorelasi dengan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test, nilai probablitas chi-square model ARIMA (1) lebih besar dari pada taraf nyata 5 persen, maka terima H0 yang artinya model ARIMA (0,1,1) tidak mengandung autokorelasi, atau tidak ada korelasi serial.
52
Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui kebaikan model terhadap kondisi sebaran dari variansnya. Ketika sebuah model melanggar asumsi ini, maka akan menghasilkan estimator yang masih linear, tidak bias, tidak efisien atau tidak memiliki varians minimum yang akan berakibat pada penarikan kesimpulan yang salah. Tabel 4.5. Uji Heteroskedatisitas F-statistic 2.639838 Obs*R-squared 12.56654 Scaled explained SS 41.26050
Prob. F(5,137) Prob. Chi-Square(5) Prob. Chi-Square(5)
0.0260 0.0278 0.0000
*) Taraf Nyata 5%
Berdasarkan hasil uji heteroskedastisitas dengan white test, nilai probabilitas chi-square model ARIMA kurang dari taraf nyata 5% maka tolak H0 yang artinya model ARIMA (0,1,1) mengandung heteroskedastisitas dan dapat diolah lebih lanjut dengan metode ARCH-GARCH. 4.
Mengevaluasi Model ACRH-GARCH (Variance Equation) Penentuan lag terbaik dari model GARCH (p,q) dibangun berdasarkan
koefisien autokorelasi (ACF) dan autokorelasi parsial (PACF). Berdasarkan plot squared correlogram maka dapat ditentukan time lag untuk membangun model. Time lag yang digunakan pada penelitian ini yaitu lag 1 (Lampiran 4). Maka orde maksimum model penelitian ini, yaitu ARCH (1) dan GARCH (1) yang kemudian akan dievaluasi. Pemilihan model yang terbaik berdasarkan goodness of fit. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan, variabel pada model GARCH (1) tidak signifikan pada taraf nyata 1%, 5%, maupun 10%. Sehingga model yang digunakan adalah model ARCH (1) (Lampiran 5).
53
Nilai varians diperoleh setelah model GARCH terbaik terpilih. Nilai varians inilah yang kemudian digunakan dalam model VAR untuk melihat pengaruh volatilitas harga minyak terhadap return saham. Plot nilai variance dari model tersebut adalah: 3 2 1 Sep‐11
Feb‐11
Jul‐10
Dec‐09
May‐09
Oct‐08
Mar‐08
Aug‐07
Jan‐07
Jun‐06
Nov‐05
Apr‐05
Sep‐04
Feb‐04
Jul‐03
Dec‐02
May‐02
Oct‐01
Mar‐01
‐2
Aug‐00
‐1
Jan‐00
0
‐3 ‐4 vt
Gambar 4.4. Ragam/Varians Harga Minyak
4.2
Dinamika Interaksi Antara Harga Minyak Riil Dengan Variabel Ekonomi Lainnya Metode VAR digunakan untuk melihat dinamika interaksi antara harga
minyak dengan variabel ekonomi lainnya. Sebelum memasuki tahapan analisis model VAR perlu dilakukan pengujian-pengujian pra-estimasi. Pengujianpengujian tersebut meliputi uji akar unit (unit root test), pengujian stabilitas VAR, dan pengujian lag optimal. Pengujian-pengujian ini penting karena dalam model multivariate time series kebanyakan data yang digunakan mengandung akar unit sehingga akan membuat hasil estimasi menjadi tidak valid (Gujarati, 2003).
54
4.2.1 Pengujian Pra Estimasi 1.
Uji Stasioneritas Data time series biasanya memiliki permasalahan terkait dengan
stasioneritas. Oleh karena itu, melakukan uji stasioneritas data merupakan tahap yang penting dalam menganalisis data time series untuk melihat ada atau tidaknya unit root yang terkandung diantara variabel sehingga hubungan antar variabel dalam persamaan menjadi valid dan tidak menghasilkan sporious regression. Metode pengujian yang digunakan untuk melakukan uji stasioneritas data dalam penelitian ini adalah uji ADF (Augmented Dickey Fuller) dengan menggunakan taraf nyata lima persen. Jika nilai t-ADF lebih kecil dari nilai kritis MacKinnon, maka dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan adalah stasioner (tidak mengandung akar unit). Pengujian akar-akar unit ini dilakukan pada tingkat level sampai dengan first difference. Tabel 4.6. Tabel Hasil Uji Stasioneritas Pada Data Level Variabel lr
lip
rsr
lo
Critical Value 1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10%
-3.476805 -2.88183 -2.577668 -3.480818 -2.883579 -2.578601 -3.476805 -2.881830 -2.577668 -3.476805 -2.881830 -2.577668
t-statistik
Probability
Keterangan
-0.77771
0.822 Tidak Stasioner
-0.19315
0.9353 Tidak Stasioner
-9.49541
-2.49314
0.0000* Stasioner
0.1193 Tidak Stasioner
*) Stasioner pada taraf nyata 1,5, dan 10 persen
55
Tabel 4.6 diatas menunjukkan bahwa variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian tidak seluruhnya stasioner pada tingkat level. Ketidakstasioneran data dapat dilihat dari nilai t-ADF yang lebih besar dari nilai kritis MacKinnon pada taraf nyata lima persen. Oleh karena itu, pengujian akar-akar unit ini perlu dilanjutkan pada tingkat first difference. Setelah dilakukan first difference, barulah semua data stasioner pada taraf nyata lima persen. Hal ini berarti bahwa data yang digunakan pada penelitian ini terintegrasi pada ordo satu atau dapat disingkat menjadi I (1) seperti yang terlihat pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Hasil Pengujian Unit Root Pada Data First Difference Variabel lr
lip
lo
rsr
2.
Critical Value 1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10%
-3.476805 -2.881830 -2.577668 -3.480818 -2.883579 -2.578601 -3.476805 -2.881830 -2.577668 -3.477487 -2.882127 -2.577827
t-Stat
Probability
Keterangan
-7.73829
0.0000
Stasioner
-6.571532
0.0000
Stasioner
-8.42199
0.0000
Stasioner
-14.94974
0.0000
Stasioner
Penentuan Lag Optimal Penentuan lag optimal sangat penting dalam pendekatan VAR karena lag dari
variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan sebagai variabel eksogen. Pengujian panjang lag optimal ini sangat berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR sehingga dengan digunakannya lag optimal diharapkan tidak muncul lagi masalah autokorelasi. Penentuan lag optimal yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan lag terpendek dengan menggunakan
56
Akaike Information Criterion (AIC). Hasil pengujian penentuan lag optimal ini dapat dilihat pada Tabel 4.8. Berdasarkan hasil pengujian lag optimal, maka lag yang digunakan dalam penelitian ini yaitu lag pertama.
Tabel 4.8. Pengujian Lag Optimal
3.
Lag
LogL
LR
FPE
AIC
SC
HQ
0 1 2 3 4 5
732.3843 781.1710 796.0141 805.5259 820.9768 830.1013
NA 94.03799 27.75015 17.23165 27.09494* 15.47200
3.06e-10 1.90e-10* 1.94e-10 2.13e-10 2.15e-10 2.39e-10
-10.55629 -11.03146* -11.01470 -10.92067 -10.91271 -10.81306
-10.47145 -10.60722* -10.25107 -9.817642 -9.470292 -9.031255
-10.52181 -10.85906* -10.70438 -10.47242 -10.32654 -10.08898
Pengujian Stabilitas VAR Stabilitas VAR perlu diuji dahulu sebelum melakukan analisis lebih jauh,
karena jika hasil estimasi VAR yang akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan tidak stabil, maka IRF (Impulse Response Function) dan FEVD (Forecasting Error Variance Decomposition) menjadi tidak valid (Nugraha, 2006). Untuk menguji stabil atau tidaknya estimasi VAR yang telah dibentuk maka dilakukan VAR stability condition check berupa roots of characteristic polynomial. Suatu sistem VAR dikatakan stabil jika seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu. Berdasarkan uji stabilitas VAR maka dapat disimpulkan bahwa estimasi VAR yang akan digunakan untuk analisis IRF dan FEVD stabil. Kisaran modulus pada pengujian ini adalah 0.153325 < modulus < 0.433171. Dari tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa model VAR yang dibentuk sudah stabil pada lag optimalnya.
57
4.2.2 Hasil Estimasi Model VAR Analisis yang digunakan untuk mejawab permasalahan pertama dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan VAR first difference. Hal ini dilakukan karena semua variabel tidak stasioner pada level dan tidak terdapatnya hubungan kointegrasi antar variabel dalam sistem persamaan. Berdasarkan hasil pengujian, terlihat tidak adanya hubungan yang signifikan di dalam sistem VAR (lampiran 6). Hal ini mungkin terjadi karena dalam pengujian data time series terdapat multikolinearitas sehingga hasil pengujian banyak yang tidak signifikan. Sehingga dalam analisis ini hanya melihat impuls respons dan variance decomposition dari model VAR. 4.2.3 Analisis Dekomposisi Penduga Ragam Galat (Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) Struktur dinamis antar variabel dalam VAR dapat dilihat melalui analisis Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD), dimana pola dari FEVD ini mengindikasikan sifat dari kausalitas multivariat di antara variabel-variabel dalam model VAR. Pengurutan variabel dalam analisi FEVD ini didasarkan pada faktorisasi Cholesky. Hasil analisis FEVD dapat dilihat pada Tabel 4.9. berikut. Tabel 4.9. Variance Decomposition Return Saham Dijelaskan Oleh Variabel Periode Suku Harga Indeks Independen Bunga Minyak Produksi Return Saham 1 0.575992 0.988225 0.017806 2 1.307105 1.060137 0.076200 3 1.686278 1.132099 0.077668 4 1.774059 1.147324 0.078464 12 1.799443 1.151107 0.078528
Return Saham 98.41798 97.55656 97.10395 97.00015 96.97092
58
Berdasarkan hasil dekomposisi varian dapat disimpulkan bahwa pada awal periode (bulan pertama), fluktuasi return saham didominanasi oleh fluktuasi return saham itu sendiri, yaitu sebesar 98.41 persen. Sedangkan guncangan harga minyak hanya berperan sebesar 0.98 persen, suku bunga sebesar 0.57 persen, dan produksi nasioal sebesar 0.01 persen. Pada tahun pertama (12 bulan) terlihat bahwa
fluktuasi
return
saham
masih
sebagai
faktor
dominan
dalam
mempengaruhi fluktuasi return saham. Namun, nilainya berkurang yaitu sebesar 96.97 persen. Sedangkan variabel-variabel yang lain (suku bunga, harga minyak, dan indeks produksi) hanya berperan kecil dalam menjelaskan fluktuasi return saham gabungan, yaitu suku bunga sebesar 1.79 persen, harga minyak sebesar 1.15 persen, dan produksi nasional sebesar 0.07 persen. 4.2.4 Simulasi Analisis Impuls Respon Analisis impulse response dilakukan untuk melihat dampak guncangan harga minyak riil pada horizon waktu ke depan. Dengan kata lain, setelah terjadi shock pada harga minyak, maka dampak shock ini akan ditransmisikan ke return saham dan indeks produksi industri. Besarnya shock maupun respon dinyatakan dalam ukuran standar deviasi. Sumbu horizontal merupakan periode dalam bulan, sedangkan sumbu vertikal menunjukkan nilai respon dalam persentase. Gambar 4.5 menunjukkan bahwa guncangan pada suku bunga pada bulan pertama mempunyai dampak yang negatif terhadap return saham sebesar 0.005 persen. Hal ini mengilustrasikan bahwa peranan suku bunga sangat penting dalam aktivitas pasar saham di Indonesia, bahkan dalam jangka pendek sekalipun. Terdapat tiga alasan mengapa perubahan suku bunga berpengaruh terhadap return saham. Pertama, perubahan suku bunga SBI akan menurunkan suku bunga kredit
59
yang kemudian akan berpengaruh pada tingkat keuntungan perusahaan. Hal ini akan berdampak pada willingness to pay dari pihak perusahaan. Kedua, perubahan suku bunga akan berdampak pada persaingan di pasar keuangan. Ketiga, adanya margin dalam pembelian saham. Perubahan cost (biaya) investasi akan meningkatkan kegiatan spekulasi yang dilakukan oleh pelaku di pasar saham. Konsekuensinya, perubahan suku bunga SBI akan berpengaruh pada return saham. Pada bulan kedua, guncangan suku bunga akan direspon positif sebesar 0.006 persen oleh return saham, kemudian guncangan suku bunga satu standar deviasi akan membuat return saham turun kembali sebesar 0.004 persen hingga bulan ke enam dan bergerak stabil setelah periode ke enam dengan nilai penurunan sebesar 0.002 persen. Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(LR) to D(LR)
Response of D(LO) to D(LR)
.06
.020
.05
.016 .012
.04
.008 .03 .004 .02
.000
.01
-.004
.00
-.008
-.01
-.012 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
Response of D(LIP) to D(LR)
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of RSR to D(LR)
.02
.02
.01
.01
.00
.00
-.01
-.01
-.02
-.02 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 4.5. Impuls Respons Ketika Terjadi Guncangan Suku Bunga SBI Satu Standar Deviasi Pada Gambar 4.5 juga memperlihatkan bahwa shock pada suku bunga memiliki dampak negatif terhadap indeks produksi nasional. Pada bulan pertama, guncangan suku bunga satu standar deviasi akan menurunkan indeks produksi industri sebesar 0.004 persen. Pada bulan kedua, guncangan tersebut justru akan
60
meningkatkan produksi industri sebesar 0.007 dan pada bulan ketiga guncangan suku bunga akan menurunkan produksi nasional hingga pada bulan ke lima akan stabil dengan nilai penurunan rata-rata sebesar 0.001 persen. Respon produksi industri ini seperti memiliki pola naik atau turun tiap bulannya. Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(LR) to D(LO)
Response of D(LO) to D(LO)
.008
.08
.06
.004
.04 .000 .02 -.004
.00
-.008
-.02 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
Response of D(LIP) to D(LO)
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of RSR to D(LO)
.020
.02
.015
.01
.010 .00 .005 -.01
.000
-.005
-.02 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 4.6. Impuls Respon ketika Terjadi Guncangan Harga Minyak Riil Satu Standar Deviasi Pada Gambar 4.6. memperlihatkan hasil respon return saham ketika ada guncangan harga minyak. Return saham akan merespon secara negatif adanya guncangan harga minyak. Hal ini mungkin terjadi karena ketika terjadi perubahan harga
minyak
akan
mempengaruhi
aktivitas
perekonomian.
Aktivitas
perekonomian diproksi dengan IPI. Perubahan pada IPI akan berakibat pada berubahnya
pendapatan
yang
diterima
perusahaan
atau
industri
yang
menggunakan minyak sebagai salah satu input dalam proses produksi. Konsekuensinya, perubahan harga minyak akan menurunkan pendapatan perusahaan atau industri secara agregat. Dengan asumsi pasar saham yang ada merupakan pasar saham yang efisien, maka kenaikan harga minyak akan menyebabkan penurunan harga saham. Akan tetapi, jika pasar saham tidak efisien,
61
maka akan terdapat lag dalam respon return saham. Pada Gambar 4.6 terlihat respon return saham akan menurun setelah dua bulan. Hal ini menandakan bahwa pasar saham di Indonesia tidak efisien. Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(LR) to D(LIP)
Response of D(LO) to D(LIP)
.008
.020
.004
.015
.000
.010
-.004
.005
-.008
.000
-.012
-.005 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
Response of D(LIP) to D(LIP)
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of RSR to D(LIP)
.08
.02
.06 .01
.04 .02
.00 .00 -.02
-.01
-.04 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 4.7. Impuls Respon Ketika Terjadi Guncangan Indeks Produksi Satu Standar Deviasi Gambar 4.7. menunjukkan ketika terjadi guncangan IPI satu standar deviasi. Secara teori, kenaikan produksi industri akan memperkuat perekonomian. Hal tersebut berimplikasi pada meningkatnya profit yang diterima oleh perusahaan atau industri dan meningkatkan deviden yang akan diterima oleh pemilik saham sehingga berakibat pada meningkatnya harga saham. Meningkatnya aktifitas ekonomi biasanya diiringi dengan kenaikan harga-harga secara umum, atau disebut dengan inflasi. Hal tersebut akan direspon oleh pihak otoritas moneter dengan menaikkan suku bunga guna mengantisipasi kenaikan harga atau inflasi. Kenaikan suku bunga ini pada akhirnya akan menurunkan return saham karena investasi di pasar obligasi dipandang lebih menguntungkan dibandingkan berinvestasi di pasar saham.
62
Pada gambar 4.7. terlihat bahwa suku bunga merespon secara negatif ketika terjadi shock pada indeks produksi. Hal terjadi tidak sesuai dengan teori yang telah disampaikan di atas. Pada gambar tersebut juga terlihat bahwa guncangan produksi industri memiliki pengaruh yang kecil terhadap return saham dan harga minyak. Gambar 4.8 memperlihatkan impuls respon ketika terjadi guncangan return saham satu standar deviasi. Berdasarkan gambar terlihat bahwa suku bunga merespon secara positif ketika terjadi guncangan return saham. Hal serupa juga terjadi pada indeks produksi, dimana kenaikan return saham akan direspon secara positif oleh indeks produksi industri. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sadorsky (2006) yang menyatakan bahwa pasar saham merupakan leading indicator dalam aktivitas ekonomi. Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(LR) to RSR
Response of D(LIP) to RSR
.012
.015
.008
.010
.004
.005
.000
.000
-.004
-.005
-.008
-.010 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
Response of D(LO) to RSR .025
.10
.020
.08
.015
.06
.010
.04
.005
.02
.000
.00
-.005
-.02 1
2
3
4
5
6
7
8
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of RSR to RSR
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 4.8. Impuls Respons Ketika Terjadi Guncangan Return Saham Satu Standar Deviasi Hasil estimasi seperti yang terlihat pada Gambar 4.5. sampai Gambar 4.8. dapat ditarik kesimpulan bahwa guncangan harga minyak secara individual akan menekan return saham dimana return saham tersebut berpengaruh positif
63
terhadap aktivitas ekonomi yang diproksi dengan indeks produksi industri. Hal ini konsisten dengan hipotesis awal bahwa kenaikan harga minyak akan menekan return saham dimana return saham ini mempunyai pengaruh yang positif terhadap aktivitas ekonomi. Jadi, guncangan harga minyak dapat memperburuk perekonomian. 4.3
Dinamika Interaksi Volatilitas Harga Minyak Riil Dengan Variabel Ekonomi Lainnya Metode VAR digunakan untuk melihat dinamika interaksi antara volatilitas
harga minyak dengan variabel ekonomi lainnya. Sebelum memasuki tahapan analisis model VAR perlu dilakukan pengujian-pengujian pra-estimasi. Pengujianpengujian tersebut meliputi uji akar unit (unit root test), pengujian stabilitas VAR, dan pengujian lag optimal. Pengujian-pengujian ini penting karena dalam model multivariate time series kebanyakan data yang digunakan mengandung akar unit sehingga akan membuat hasil estimasi menjadi tidak valid (Gujarati, 2003). 4.3.1 Pengujian Pra Estimasi 1.
Uji Akar Unit/ Stasioneritas Tabel 4.10. menunjukkan bahwa variabel yang digunakan dalam penelitian
tidak seluruhnya stasioner pada tingkat level. Hanya variabel volatilitas harga minyak riil dan return saham yang stasioner. Ketidakstasioneran data dilihat dari nilai t-ADF yang lebih besar dari nilai kritis MacKinnon pada taraf nyata lima persen.
64
Tabel 4.10. Tabel Hasil Uji Unit Root Pada Data Level Variabel lr
Critical Value 1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10%
lip
rsr
vt
-3.476805 -2.88183 -2.577668 -3.480818 -2.883579 -2.578601 -3.476805 -2.881830 -2.577668 -3.476805 -2.881830 -2.577668
t-statistik
Probability
Keterangan
-0.77771
0.8220 Tidak Stasioner
-0.19315
0.9353 Tidak Stasioner
-9.49541
0.0000 Stasioner
-11.42989
0.0000 Stasioner
Oleh karena itu, pengujian akar-akar unit ini perlu dilanjutkan pada tingkat first difference (Tabel 4.11). Setelah dilakukan first difference, barulah semua data stasioner pada taraf nyata lima persen. Artinya data yang digunakan pada penelitian ini terintegrasi pada ordo satu atau dapat disingkat menjadi I(1) seperti yang terlihat pada Tabel 4.11. Tabel 4.11. Hasil Pengujian Unit Root Pada Data First Difference Variabel lr
lip
vt
rsr
Critical Value 1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10% 1% 5% 10%
-3.476805 -2.881830 -2.577668 -3.480818 -2.883579 -2.578601 -3.476805 -2.881830 -2.577668 -3.477487 -2.882127 -2.577827
t-stat
Probability
Keterangan
-7.73829
0.0000
Stasioner
-6.571532
0.0000
Stasioner
-10.85232
0.0000
Stasioner
-14.94974
0.0000
Stasioner
65
2.
Penentuan Lag Optimal Penentuan lag optimal sangat penting dalam pendekatan VAR karena lag
dari variabel endogen dalam sistem persamaan akan digunakan sebagai variabel eksogen (Enders, 2004). Pengujian panjang lag optimal ini sangat berguna untuk menghilangkan masalah autokorelasi dalam sistem VAR. Sehingga dengan digunakannya lag optimal diharapkan tidak muncul lagi masalah autokorelasi. Penentuan lag optimal yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan lag terpendek dengan menggunakan beberapa Akaike Information Criterion (AIC). Tabel 4.12. Pengujian Lag Optimal
3.
Lag
LogL
LR
0 1 2 3 4 5
360.9224 397.5080 406.8779 417.8010 428.1752 441.9614
NA 70.50075* 17.50871 19.77329 18.17363 23.34611
FPE
AIC
SC
6.41e-08 -5.210546 -5.125291* 4.75e-08* -5.511066* -5.084791 5.24e-08 -5.414276 -4.646982 5.65e-08 -5.340161 -4.231847 6.15e-08 -5.258032 -3.808698 6.38e-08 -5.225714 -3.435361
HQ -5.175900 -5.337838* -5.102466 -4.889769 -4.669058 -4.498158
Pengujian Stabilitas VAR Stabilitas VAR perlu diuji dahulu sebelum melakukan analisis lebih jauh,
karena jika hasil estimasi VAR yang akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan tidak stabil, maka IRF (Impulse Response Function) dan FEVD (Forecasting Error Variance Decomposition) menjadi tidak valid. Untuk menguji stabil atau tidaknya estimasi VAR yang telah dibentuk maka dilakukan VAR stability condition check berupa roots of characteristic polynomial. Suatu sistem VAR dikatakan stabil jika seluruh roots-nya memiliki modulus lebih kecil dari satu. Berdasarkan uji stabilitas VAR maka dapat disimpulkan bahwa estimasi
66
VAR yang akan digunakan untuk analisis IRF dan FEVD stabil. Kisaran modulus pada pengujian ini adalah 0.109331 < modulus < 0.430468. 4.3.2 Hasil Estimasi VAR First Difference Analisis yang digunakan untuk mejawab permasalahan pertama dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan VAR first difference. Hal ini dilakukan karena semua variabel tidak stasioner pada level dan tidak terdapatnya hubungan kointegrasi antar variabel dalam sistem persamaan. Berdasarkan hasil pengujian, terlihat tidak adanya hubungan yang signifikan di dalam sistem VAR (lampiran 6). Hal ini mungkin terjadi karena dalam pengujian data time series terdapat multikolonearitas sehingga hasil pengujian banyak yang tidak signifikan. Sehingga dalam analisis ini hanya melihat impuls respons dan variance decomposition dari model VAR. 4.4.3 Forecasting Error Variance Decomposition(FEVD) Hasil analisis variance decomposition menunjukkan bahwa volatilitas harga minyak berperan lebih besar dalam menjelaskan fluktuasi return saham jika dibandingkan dengan peran pergerakan harga minyak, yaitu rata-rata pengaruh volatilitas harga minyak sebesar 3 persen. Tabel 4.13. Hasil Analisis Variance Decomposition Dijelaskan Oleh Variabel Suku Volatilitas Indeks Periode Independen Bunga Harga Produksi Minyak 1 0.474691 3.096277 0.017859 Return 2 1.305143 3.083801 0.192456 Saham 3 1.808012 3.058400 0.196977 4 1.919283 3.058311 0.196722 12 1.947485 3.058293 0.197122
Return Saham 96.41407 95.41860 94.93401 94.82560 94.79710
67
Pada bulan pertama, shock volatilitas harga minyak berperan sebesar 3.09 persen dalam menjelaskan pergerakan return saham. Hingga dalam periode satu tahun, return saham dipengaruhi oleh volatilitas harga minyak sebesar 3.05 persen. Di sisi lain, suku bunga SBI dan Indeks produksi industri berpengaruh dengan persentase yang relatif kecil yaitu sebesar 0.47 persen dan 0.017 persen pada bulan pertama. Hingga periode satu tahun, return saham hanya dipengaruhi oleh suku bunga SBI sebesar 1.95 persen dan indeks produksi industri sebesar 0.19 persen. 4.4.4 Simulasi Analisis Impuls Respon Dalam sub bab ini akan dibahas bagaimana impuls respon ketika terjadi guncangan volatilitas harga minyak terhadap indeks produksi dan return saham. Berdasarkan hasil analisis impuls respon yang dilakukan, pengaruh volatilitas harga minyak terhadap return saham tidak berbeda jauh dengan dampak pergerakan harga minyak terhadap return saham dan indeks produksi industri. Guncangan volatilitas harga minyak sebesar satu standar deviasi terhadap indeks produksi akan direspon secara positif hingga pada periode pertama sebesar 0.003 persen dan pada periode kedua sebesar 0.006 persen. Pada periode selanjutnya, yaitu periode ketiga menyebabkan indeks produksi mengalami penurunan 0.001 persen. Guncangan volatilitas harga minyak ini memiliki pengaruh terhadap indeks produksi yang mengikuti pola kenaikan dan penurunan setiap bulannya. Hal ini mirip dengan impuls respon indeks produksi industri ketika terjadi guncangan harga minyak. Guncangan volatilitas harga minyak sebesar satu standar deviasi memberikan pengaruh terhadap return saham secara negatif pada bulan kedua
68
sebesar 0.003 persen. Pada periode selanjutnya, guncangan volatilitas harga minyak tersebut akan meningkatkan return saham hingga pada periode ke lima akan stabil dengan nilai rata-rata sebesar 0.0002 persen. Response to Cholesky One S.D. Innovations ± 2 S.E. Response of D(LR) to VT
Response of VT to VT
.016
1.2
.012
0.8
.008 0.4 .004 0.0
.000
-.004
-0.4 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
Response of D(LIP) to VT
3
4
5
6
7
8
9
10
9
10
Response of RSR to VT
.020
.03
.015
.02
.010 .01 .005 .00 .000 -.01
-.005 -.010
-.02 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 4.9. Impuls Respon Ketika Terjadi Guncangan Volatilitas Harga Minyak Satu Standar Deviasi Berdasarkan analisis impuls respon di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa guncangan volatilitas harga minyak secara individual akan menekan return saham dimana return saham tersebut berpengaruh positif terhadap aktivitas ekonomi. Hal ini konsisten dengan hipotesis awal bahwa volatilitas harga minyak akan menekan return saham dimana return saham ini mempunyai pengaruh yang positif terhadap aktivitas ekonomi. Jadi, guncangan volatilitas harga minyak berperan penting dalam perekonomian.