Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika Hal. 60-65
HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER DISERTAI LKS BERBASIS PENDEKATAN KONTEKSTUAL Erlangga Putra1), Dewi Murni 2), Syafriandi 3) 1)
FMIPA UNP, email:
[email protected] 2,3) Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP
Abstract The importance of implementation the Cooperative Learning Type Numbered Heads Together (NHT) by using Worksheet Based Contextual approach is caused many student are not active in learning proses and student that have high academic skill. This case is impacted to many student achievement of mathematics are below minimum completness criteria in the school. For that, it must do the research in order the students achievements of mathematic are higher than before. This is experiment research with Randomize Group Only Design. The result of research show that the students achievements of mathematic with implementation cooperative learning Type NHT by using worksheet based contextual approch is preferable. Keyword : achievements of mathematic, Cooperative learning type NHT, Worksheet based contextual
PENDAHULUAN Pembelajaran matematika pada hakekatnya bertujuan untuk melatih siswa berpikir logis, kritis, analitis, dan sistematis. Semua kemampuan ini bertujuan agar siswa dapat berperan secara aktif. Peran aktif siswa dalam pembelajaran matematika hendaknya telah terbentuk kuat sejak dini. Tujuan pembelajaran matematika (Permendiknas No. 22 Tahun 2006), menuntut siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyususun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan Memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Sesuai tujuan mata pelajaran matematika seperti yang diuraikan di atas guru hendaknya mampu menciptakan suasana pembelajaran yang menarik dan menyenangkan dalam pembelajaran sehingga dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan baik. Sehingga setiap siswa dapat memahami konsep matematika dan mengaplikasikannya dalam penyelesaian masalah yang relevan. Namun pada kenyataan siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami materi yang dipelajari Pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi yang terjadi secara berkesinambungan dalam rangka perubahan tingkat kognisi, afeksi, dan psikomotor siswa ke arah yang lebih baik. Pembelajaran meliputi belajar dan mengajar. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan perubahan pada diri seseorang, yang dapat ditunjukkan dalam berbagai aspek seperti pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan
60
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika Hal. 60-65
dan kemampuan, daya kreasi, daya penerimaan dan aspek lain pada individu. Sedangkan mengajar adalah proses memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar. Sebagaimana pada [11] bahwa “Belajar dan mengajar sebagai suatu proses mengandung tiga unsur yang dapat dibedakan yakni tujuan pembelajaran, pengalaman belajar mengajar (proses), dan hasil belajar”. Referensi [5] “Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terpogram dalam desain instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”. Sejalan dengan itu Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa “Pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Pembelajaran yang dibangun oleh guru sebagai proses belajar hendaknya dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran yang nantinya tertuju kepada hasil belajar siswa melalui penggunaan sumber belajar yang dapat membantu siswa untuk memperoleh hasil belajar yang baik. Kemampuan guru dalam mengorganisasikan aktivitas siswa merupakan hal yang penting peranan guru bukan semata-mata memberikan informasi melainkan juga mengarahkan dan memberikan fasilitas belajar (directing and facilitating the learning) agar proses belajar lebih memadai. Artinya, disamping kewajiban guru membantu siswa dalam pemberian informasi, guru hendaknya dapat memfasilitasi siswa selalu terlibat secara aktif selama proses pembelajaran. Hasil belajar yang baik adalah harapan setiap guru. Hal tersebut didukung oleh empat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru yaitu, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial, dan kompetensi kepribadian (Undang-undang RI No. 14 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah RI No. 74 Tahun 2008). Keseluruhan kompetensi tersebut menunjang pembelajaran di kelas. Disamping guru harus menguasai materi yang diajarkan kepada siswa, guru harus profesional, mampu beradaptasi, dan
menjadi contoh bagi siswanya, sehingga tercipta suasana yang optimal dalam pembelajaran. Referensi [3], hasil belajar merupakan hal yang sangat penting dalam suatu pembelajaran. Dengan penilaian yang dilakukan di akhir pembelajaran dapat mengukur sejauh mana tujuan pembelajaran telah dicapai. Sebagaimana referensi [11], belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran, sedangkan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah mereka menerima pengalaman belajarnya. Dengan demikian hasil belajar siswa dapat menentukan kualitas dari proses/ pengalaman belajar siswa. Dengan kata lain hasil belajar dapat mengukur kemampuan yang dimiliki siswa selama pembelajaran. Secara garis besar hasil belajar dapat ditinjau dari tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor sebagaimana referensi [11]. Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. Ranah Afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yaitu penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, orgnisasi, dan internalisasi. Ranah Psikomotoris, berkenaan dengan hasil belajar siswa berupa keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan reflex, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perceptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretative. Ranah kognitif lebih difokuskan untuk melihat hasil belajar matematika siswa. Dalam ranah kognitif tercakup kemampuan pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Untuk mencapai hasil belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran perlu dikombinasikan dengan model pembelajaran yang tepat. Pembelajaran kooperatif dapat menjadi solusi dalam mengatasi masih banyaknya hasil belajar siswa yang berada di bawah Kriteria
61
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika Hal. 60-65
Ketuntasan Minimal (KKM). Pembelajaran tersebut terdiri atas enam langkah utama sebagai berikut: a. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. b. Menyajikan informasi c. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. d. Evaluasi. e. Memberikan penghargaan. Setiap langkah pada pembelajaran tersebut saling terkait satu sama yang lain dan saling berkesinambungan. Salah satu saja dari langkah tersebut tidak dilaksanakan maka pembelajaran kooperatif tidak berjalan dengan baik. Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah suatu bentuk pembelajaran yang dikembangkan oleh Spencer Kangen (1993) yang melibatkan lebih banyak siswa untuk menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Model pembelajaran tipe NHT memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide, mempertimbangkan jawaban yang tepat, dan mendorong mereka untuk meningkatkan semangat kerjasama. Prosedur dalam NHT yang ditetapkan secara eksplisit guna memberikan waktu lebih banyak kepada siswa untuk berfikir, berdiskusi, dan saling membantu satu sama lain dalam menjawab pertanyaan. Dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat fase sebagai sintaks NHT sebagaimana referensi [7] sebagai berikut: a. Langkah 1 : Penomoran Dalam fase ini, guru membagi siswa ke dalam kelompok yang beranggotakan 35 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5. b. Langkah 2 : Mengajukan pertanyaan Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi, sangat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya. c. Langkah 3 : Berpikir bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim. d. Langkah 4: Menjawab Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Model pembelajaran kooperatif yang digunakan dalam penelitian ini sudah dimodifikasi. Pada Langkah 1, siswa dibagi atas 3-4 orang dalam satu kelompok. Setiap orang mempunyai satu nomor tetap dari 1 s/d 4 untuk setiap kelompok. Pembagian kelompok dibagi berdasarkan tingkat kemampuan akademik siswa. Seperti yang dikemukan oleh Lie (2010:40) “Berdasarkan kemampuan akademik, kelompok dalam pembelajaran kooperatif biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademik tinggi, dua orang dengan kemampuan sedang, dan satu orang lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang”. Keutungan dalam kelompok heterogen, referensi [8] sebegai berikut: a. Kelompok heterogen memberikan kesempatan pada siswa yang saling mengajar dan mendukung. b. Kelompok heterogen dapat meningkatkan interaksi antara siswa. c. Kelompok heterogen memberikan kemudahan dalam pengelolaan kelas, karena dengan adanya satu orang siswa yang berkemampuan akademis tinggi, guru mendapatkan satu asisten untuk setiap kelompok. Pada Langkah 2, pertanyaan diajukan dengan menggunakan LKS Berbasis Pendekatan Kontekstual. Pada Langkah 3, siswa menyatukan jawaban atas pemikiran bersama terkait dengan pertanyaan dalam LKS. Terakhir pada Langkah 4: guru memanggil suatu nomor tertentu dengan cara pencabutan lot. Pencabutan lot dilakukan dengan menggunakan gulungan kertas yang dimasukan kedalam sedotan minuman yang ukurannya sama. Hal ini dilakukan agar setiap siswa mendapatkan kesempatan yang sama untuk
62
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika Hal. 60-65
terpanggil. Siswa yang terpanggil mengacungkan tangan dan menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Penghargaan diberikan berupa pujian kepada kelompok yang berhasil mendapatkan nilai terbaik dalam hal penyelesaian tugas dan kerja sama. Pembelajaran kooperatif akan semakin lengkap dengan menggunakan instrumen yang dapat menunjang pembelajaran tersebut. Salah satu instrumen yang digunakan adalah Lembar Kerja Siswa (LKS). Dalam LKS perlu dilengkapi dengan petunjuk bagaimana menggunakannya. Prayitno (2003:7) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang harus dimuat dalam LKS, yaitu: a. Petunjuk siswa mengenai topik yang dibahas, pengarahan umum dan waktu yang tersedia untuk mengerjakannya. b. Tujuan pelajaran yang diharapkan diperoleh siswa setelah siswa belajar dengan LKS tersebut. c. Alat-alat pelajaran yang digunakan. d. Petunjuk-petunjuk khusus tentang langkah-langkah kegiatan yang ditempuh oleh siswa dan diberikan secara terperinci dan diselingi dengan pelaksanaan kegiatan. Manfaat yang diperoleh dari penggunaan LKS dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: a. Mengaktifkan peserta didik dalam pembelajaran. b. Membantu peserta didik dalam mengembangkan konsep. c. Melatih peserta didik dalam menemukan dan mengembangkan keterampilan proses. d. Sebagai pedoman guru dan peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran. e. Membantu peserta didik memperoleh cacatan tentang materi yang dipelajari melalui kegiatan belajar. f. Membantu peserta didik untuk menambah informasi tentang konsep yang dipelajari melalui kegiatan belajar secara sistematis. Lembar kerja siswa (LKS) berbasis pendekatan kontekstual adalah lembar kerja yang dibuat oleh guru untuk mengarahkan siswa
menguasai konsep dengan mengaitkan konsep tersebut pada kehidupan nyata siswa agar tujuan pencapaian penguasaan konsep lebih tertanam/ tidak cepat lupa, karena anak membangun sendiri pengetahuannya sehingga mempermudah pelaksanaan pembelajaran. Disamping itu, pada LKS ini berpedoman pada komponen-komponen pada pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual merupakan sebuah strategi pembelajaran yang mendorong siswa mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri. Pada prinsipnya pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga atau masyarakat. Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut: a. Proses belajar b. Transfer belajar c. Siswa sebagai pembelajar d. Pentingnya lingkungan belajar Pendekatan kontekstual menuntut cara belajar terbaik adalah siswa mengkonstruksikan sendiri secara aktif pemahamannya. Dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual melibatkan 7 komponen utama yaitu konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, penilaian sebenarnya. Semua komponen ini dapat membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran dan selalu membiasakan diri untuk bekerja dengan kelompok. Berdasarkan pengertian CTL yang melibatkan 7 komponen pembelajaran efektif di dalamnya, didalam pembelejaran beberapa hal yang diperhatikan dan harus dilaksanakan selama pembelajaran berlangsung adalah mengutamakan siswa aktif terlibat dalam proses pembelajaran, membiasakan siswa belajar dari teman melalui kinerja kelompok atau diskusi, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata, mengembangkan ketrampilan atas dasar pemahaman, memberikan penghargaan terhadap pekerjaan siswa tentang hasil pengalaman yang
63
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika Hal. 60-65
dimilikinya, melatih siswa untuk dapat bertanggungjawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran dirinya sendiri, dan hasil belajar diukur dengan berbagai cara, yaitu proses dan hasil kerja, penampilan, tes dan lain-lain. METODE Pada penelitian ini digunakan penelitian eksperimen dengan rancangan Rondomized Group Only Design untuk membandingkan hasil belajar siswa. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 9 Padang. Dari populasi tersebut diambil sampel dengan cara pengambilan secara acak. Dari pengambilan tersebut terpilih kelas X.4 sebagai kelas eksperimen dan kelas X.5 sebagai kelas kontrol. Data penelitian ini terdiri atas dua yaitu data primer yang merupakan data yang diambil dari kelas sampel melalui tes hasil belajar guna melihat hasil belajar siswa di kedua kelas. Data sekunder adalah data jumlah populasi dan sampel serta nilai mid semester II matematika siswa kelas X SMAN 9 Padang. Prosedur dalam penelitian ini adalah melakukan rencana pembelajaran yang telah dibuat pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada tahap tersebut dirancang LKS berbasis Pendekatan Kontekstual yang digunakan di kelas eksperimen. Selanjutnya dilakukan validasi terhadap rencana pembelajaran dan LKS serta Tes Hasil belajar kepada Dosen Jurusan Matematika UNP dan Guru Matematika SMAN 9 Padang kelas X. Setelah persiapan dilaksanakan dilakukan tindakan terhadap kelas eksperimen dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) disertai LKS Berbasis Pendekatan Kontekstual dan kelas kontrol dengan menerapkan pembelajaran konvesional. Setelah itu melakukan tes hasil belajar terhadap proses pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan melakukan analisis terhadap hasil yang diperoleh dari tes hasil belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sebelumnya soal tes di uji cobakan. Uji coba tes hasil belajar dilakukan di
sekolah berbeda dengan KKM yang sama, yaitu SMAN 4 Padang. Hasil uji coba soal yang dilakukan diperoleh informasi bahwa soal memiliki indeks pembeda yang signifikan, indeks kesukaran sedang, dan realibilitas sangat tinggi, sehingga soal dapat digunakan di kelas eksperimen dan kelas kontrol. Dari data yang diperoleh melalui tes hasil belajar, dianalisis dengan uji normalitas (uji Anderson Darling), uji homogenitas (uji F), dan terakhir dilakukan uji hipotesis (uji t) untuk melihat perbandingan hasil belajar di kedua kelas. Semua uji dilakukan dengan menggunakan bantuan MINITAB. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian terkait dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT disertai LKS berbasis pendekatan kontekstual dilihat dari hasil uji hipotesis yang dilakukan terhadap hasil belajar siswa. Uji hipotesis yang dilakukan didahului dengan melakukan uji normalitas dan uji homogenitas terhadap data yang diperoleh. Uji normalitas dengan melihat nilai P dari kelas eksperimen 0,269 dan kelas kontrol 0,163. Hal ini berarti data pada kedua kelas berdistribusi normal dengan nilai dan taraf kepercayaan 95%. Uji homogenitas variansi data diperoleh nilai P adalah 0,318 dengan taraf nyata 95% atau . Hal tersebut menunjukan data memiliki variansi data yang homogen. Setelah data berdistribusi normal dan variansi data homogen maka barulah dilakukan uji hipotesis. Dari hasil uji hipotesis diperoleh nilai P = 0,004 berarti kecil dari taraf nyata . Berdasarkan analisis data hasil belajar pada kelas eksperimen dapat diketahui bahwa nilai tertinggi adalah 100 dan nilai terendah adalah 43, dengan rata-rata 73,5. Siswa yang mendapatkan skor terendah adalah siswa yang kurang aktif selama pembelajaran dan siswa tersebut dua kali pertemuan tidak hadir dan satu kali terlambat. Sedangkan pada kelas kontrol, nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 100 dan nilai terendah adalah 24, dengan rata-rata 62,5. Berarti
64
Vol. 1 No. 1 (2012) : Jurnal Pendidikan Matematika Hal. 60-65
rata-rata nilai tes akhir kelas eksperimen lebih baik daripada nilai rata-rata siswa kelas kontrol. Ditinjau dari ketuntasan belajar perorangan berdasarkan KKM yang telah ditetapkan yaitu: 70, pada kelas eksperimen sebanyak 23 orang atau sebesar 63,89 % dari 36 orang siswa telah mencapai ketuntasan. Pada kelas kontrol sebanyak 13 orang atau sebesar 32,5% dari 40 orang siswa telah mencapai ketuntasan. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada kelas eksperimen siswa yang hasil belajarnya mencapai ketuntasan lebih banyak daripada kelas kontrol. Selama pembelajaran, siswa kelas kontrol cenderung kesulitan mengerjakan soal latihan terutama siswa yang berkemampuan rendah. Akibatnya, pada tes akhir siswa kelas kontrol yang memperoleh nilai di bawah KKM lebih banyak. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa ditolak, berarti hasil belajar matematika siswa pada kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa dengan penerapan model kooperatif tipe NHT disertai LKS Berbasis Pendekatan Kontekstual lebih baik daripada pembelajaran konvensional. Hal ini sesuai dengan kelebihan model kooperatif tipe NHT, yaitu siswa saling berbagi pengetahuan, yang berkemampuan tinggi dapat mengajari temannya yang berkemampuan rendah dalam memahami materi dan penyelesaian soal. Sebaliknya, pada kelas kontrol pembelajarannya kurang memperhatikan pengalaman yang diperoleh siswa. Mereka terbiasa mengikuti langkah-langkah guru dalam menyelesaikan soal sehingga mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal secara individual saat tes. SIMPULAN DAN SARAN
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) disertai LKS berbasis pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar siswa, maka guru Matematika terutama di SMA Negeri 9 Padang dapat menjadikannya sebagai alternatif pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa. REFERENSI [1]. Amalia, Agrina. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Pada Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VII MTsN Lubuk Buaya Padang. Skripsi. Padang: UNP. [2]. Arikunto, Suharsimi.2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta:Bumi Aksar [3]. Arikunto, Suharsimi.2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (edisi revisi VI). Jakarta: Rineka Cipta. [4]. Depdiknas. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Depdiknas. [5]. Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. [6]. Humaira T. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together dalam Pembelajaran Matematika Pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 2 Bukittinggi Tahun Pelajaran 2010/2011. Skripsi. Padang: UNP. [7]. Ibrahim, dkk. (2000). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA-University Press. [8]. Lie, Anita.2002. Cooperative Learning. Jakarta: PT Gramedia Sarana Indonesia. [9]. Muliyardi. 2003. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Padang: FMIPA-UNP. [10]. Prawironegoro, Praktiknyo. 1985. Evaluasi Hasil Belajar Khusus Analisis Soal untuk Bidang Studi Matematika. Jakarta: Dikti-P2LPT. [11]. Sudjana, Nana.2006. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar.Bandung:Rosdakarya. [12]. Suherman, Erman. dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontempoter (revisi). Bandung: JICA-UPI. [13]. Sukardi.2010. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya.Jakarta: Bumi Aksara. [14]. Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran InovatifProgresif, Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada KTS. Jakarta: Kencana Pranada Media Group. [15]. Walpole, Ronald.E. 1992. Pengantar Statistika Edisi Ke-3. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Berdasarkan uraian yang telah diuraikan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 9 Padang yang menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) disertai dengan LKS berbasis Kontekstual lebih baik daripada hasil yang menggunakan pembelajaran konvensional. Mempertimbangkan bah-wa pembelajaran dengan menggunakan model
65