Harmonisasi Regulasi Antar Sektor dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam* Oleh Prof. DR. Maria SW. Sumardjono, SH., MCL., MPA.**
* Pokok-pokok pikiran disampaikan pada Semiloka “Menuju Kawasan Hutan yang Berkepastian Hukum dan Berkeadilan”, diselenggarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta 13 Desember 2012. ** Guru Besar Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI)
I. Disharmoni/Inkonsistensi peraturan perundang-undangan sumber daya alam (SDA)
a. Inkonsitensi vertikal. Contoh: 1) UU No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 2) UU No. 2/2002 tentang Ketenagalistrikan. MK membatalkan UU tersebut. 3) UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal. 4) UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. 2
penyelesaian
Melalui judicial review ke MK
b. Inkonsitensi horisontal DISHARMONI ATAU INKONSISTENSI ANTAR UU SEKTORAL berdasarkan 7 tolok ukur:
3
Orientasi
Eksploitasi atau konservasi
Keberpihakan
Pro-rakyat atau pro kapital
Pengelolaan dan implementasinya
Sentralistik/desentralistik, sikap terhadap pluralisme hukum. Implementasinya: sektoral, koordinasi, orientasi produksi
Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)
Gender, pengakuan Masyarakat Hukum Adat [MHA], penyelesaian sengketa
Pengaturan good governance
Partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas
Hubungan orang dengan sumber daya alam
Hak atau ijin
Hubungan Negara dengan sumber daya alam
Hak Menguasai Negara, Hak Bangsa
Inkonsitensi antara UUPA dengan UUK UUPA
ASPEK
Orientasi
Kontekstual
Tekstual
Kontekstual
Konservasi.
Konservasi
Produksi & konservasi
Keseimbangan antara produksi & konservasi
Keadilan komutatif
Badan Usaha Negara & warga masyarakat
Keadilan distributif
Hak Bangsa & HMN
Kekayaan Nasional & dikuasai Negara
HMN disubordinasikan pada Hak Bangsa
ada medebewind
Pemerintah, Pemda pelaksana
Sentralistik
Kontrol Negara
Ijin pemanfaatan
Kontrol Negara
Pengakuan
MHA diakui; Hutan Ulayat menjadi hutan Negara
Pengakuan setengah hati
Dapat dijumpai dalam beberapa ketentuan (fungsi sosial, larangan monopoli)
Tiga prinsip
Relatif cukup
Badan hukum (Indonesia/asing)
Hubungan Negara dengan Obyek
Negara menguasai
Pelaksana Kewenangan Negara
Pemerintah
Hubungan Orang dengan Obyek
Hak
HAM
Good Governance
4
Tekstual
Orang perorangan (WNA/WNI)
Akses Memanfaatkan
UU Kehutanan
-
Gender
-
Hak ulayat MHA
Tidak disebut dengan tegas
Sentralistik,
Inkonsitensi antara UUPA dengan UUK
UUPA
UUK
Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI 1945
Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI 1945
Tanah Negara 5
Negara
Negara
Tanah
Hutan
Tanah hak (ulayat) MHA
Tanah hak
Hutan Negara
Hutan hak
Inkonsitensi antara UUPA dengan UUK 1. UUK tidak konsisten: tidak mengakui hutan ulayat (obyek) tetapi mengatur tentang subyek hak ulayat, yakni MHA
Masalah
6
2. Keragu-raguan untuk melakukan pendaftaran tanah negara, khususnya terhadap tanah-tanah di kawasan hutan negara
Inkonsitensi antara UUPA dengan UU Minerba UUPA
ASPEK Orientasi
Kontekstual
Tekstual
Kontekstual
Konservasi.
Konservasi
Produksi & konservasi
Tekanan pada produksi
Keadilan komutatif
BUMN/D, BUMS, Koperasi, perorangan
Keadilan distributif
Kekayaan Nasional & dikuasai Negara
HMN disubordinasikan pada Hak Bangsa
Pemerintah, Pemda, DPR-RI
Desentralistik
Kontrol Negara
Ijin
Kontrol Negara
Pengakuan
Masyarakat yang terkena dampak negatif, masyarakat yang tanahnya terdapat sumberdaya minerba
Tidak mengatur tentang gender, MHA
Dapat dijumpai dalam beberapa ketentuan (fungsi sosial, larangan monopoli)
Tiga prinsip
Relatif tinggi
Badan hukum (Indonesia/asing)
Hubungan Negara dengan Obyek
Negara menguasai
Pelaksana Kewenangan Negara
Pemerintah
Hubungan Orang dengan Obyek
Hak
HAM
Good Governance
7
Tekstual Orang perorangan (WNA/WNI)
Akses Memanfaatkan
UU Minerba
-
Gender
-
Hak ulayat MHA
Tidak disebut dengan tegas
Hak Bangsa & HMN Sentralistik,
ada medebewind
Inkonsitensi antara UUPA dengan UU Minerba
Pengakuan, penghormatan, dan perlindungan hak ulayat MHA
8
UU Minerba
Alpa mengatur atau menganggap tidak perlu diatur ; dampaknya.
Inkonsitensi antara UUPA dengan UU SDA UUPA
ASPEK Orientasi
Kontekstual
Tekstual
Kontekstual
Konservasi.
Konservasi
Produksi & konservasi
Tekanan pada konservasi
Keadilan komutatif
Semua kelompok kegiatan
Keadilan korektif
Hak Bangsa & HMN
SDA dikuasai Negara
HMN
Sentralistik,
Pemerintah dan/atau Pemda
Dapat sentralistik atau desentralistik
Kontrol Negara
Perijinan, HGPA + HGUA tidak jelas
Kontrol Negara
Pengakuan
Pengakuan Hak Ulayat MHA
Pengakuan bersyarat
Dapat dijumpai dalam beberapa ketentuan (fungsi sosial, larangan monopoli)
Tiga prinsip
Relatif tinggi
Badan hukum (Indonesia/asing)
Hubungan Negara dengan Obyek
Negara menguasai
Pelaksana Kewenangan Negara
Pemerintah
Hubungan Orang dengan Obyek
Hak
HAM
Good Governance
9
Tekstual Orang perorangan (WNA/WNI)
Akses Memanfaatkan
UU SDA
-
Gender
-
Hak ulayat MHA
Tidak disebut dengan tegas
ada medebewind
Inkonsitensi antara UUPA dengan UU SDA
UUSDA HGA terdiri dari HGPA dan HGUA
10
Istilah “hak” tetapi esensinya “ijin”
Pengertian HGA berbeda dengan HGA menurut Pasal 47 UUPA
Inkonsitensi antara UUPR dengan UU Kehutanan UUPR
ASPEK Tekstual Orientasi
11
UU Kehutanan
Kontekstual
Tekstual
Kontekstual
Produksi & konservasi
Keseimbangan antara produksi & konservasi
Keadilan komutatif
Badan Usaha Negara & warga masyarakat
Keadilan distributif HMN disubordinasikan pada Hak Bangsa
Ruang konservasi & produksi Tekanan pada konservasi (budidaya)
Akses Memanfaatkan
Investasii & usaha rakyat
Hubungan Negara dengan Obyek
Tidak tegas menyebutkan
Hak Bangsa & HMN
Kekayaan Nasional & dikuasai Negara
Pelaksana Kewenangan Negara
Pemerintah & Pemda
Pembagian kewenangan
Pemerintah, Pemda pelaksana
Sentralistik
Hubungan Orang dengan Obyek
Ijin pemanfaatan ruang
Kontrol Negara
Ijin pemanfaatan
Kontrol Negara
HAM
Memberi perhatian pada MHA
Tidak dlm rangka pengakuan
MHA diakui & Hutan Ulayat menjadi hutan Negara
Pengakuan setengah hati
Good Governance
Ketiga prinsip
Cukup tinggi
Ketiga prinsip
Relatif cukup
Inkonsitensi antara UU Kehutanan dengan UU Minerba ASPEK
12
UU Kehutanan
UU Minerba
Tekstual
Kontekstual
Tekstual
Kontekstual
Orientasi
Produksi & konservasi
Keseimbangan antara produksi & konservasi
Produksi & konservasi
Tekanan pada produksi
Akses Memanfaatkan
Badan Usaha Negara & warga masyarakat
Keadilan distributif
BUMN/D, BUMS, Koperasi, perorangan
Keadilan distributif
Hubungan Negara dengan Obyek
Kekayaan Nasional & dikuasai Negara
HMN disubordinasikan pada Hak Bangsa
Kekayaan Nasional & dikuasai Negara
HMN disubordinasikan pada Hak Bangsa
Pelaksana Kewenangan Negara
Pemerintah, Pemda pelaksana
Sentralistik
Pemerintah, Pemda, DPR-RI
Desentralistik
Hubungan Orang dengan Obyek
Ijin pemanfaatan
Kontrol Negara
Ijin
Kontrol Negara
HAM
MHA diakui & Hutan Ulayat menjadi hutan Negara
Pengakuan setengah hati
Masyarakat yang terkena dampak negatif, masyarakat yang tanahnya terdapat sumberdaya minerba
Tidak mengatur tentang gender, MHA
Good Governance
Ketiga prinsip
Relatif cukup
Tiga prinsip
Relatif tinggi
Inkonsitensi antara UU Kehutanan dengan UU SDA ASPEK
13
UU Kehutanan
UU SDA
Tekstual
Kontekstual
Tekstual
Kontekstual
Orientasi
Produksi & konservasi
Keseimbangan antara produksi & konservasi
Produksi & konservasi
Tekanan pada konservasi
Akses Memanfaatkan
Badan Usaha Negara & warga masyarakat
Keadilan distributif
Semua kelompok kegiatan
Keadilan korektif
Hubungan Negara dengan Obyek
Kekayaan Nasional & dikuasai Negara
HMN disubordinasikan pada Hak Bangsa
SDA dikuasai Negara
HMN
Pelaksana Kewenangan Negara
Pemerintah, Pemda pelaksana
Sentralistik
Pemerintah dan/atau Pemda
Dapat sentralistik atau desentralistik
Hubungan Orang dengan Obyek
Ijin pemanfaatan
Kontrol Negara
Perijinan, HGPA + HGUA tidak jelas
Kontrol Negara
HAM
MHA diakui & Hutan Ulayat menjadi hutan Negara
Pengakuan setengah hati
Pengakuan Hak Ulayat MHA
Pengakuan bersyarat
Good Governance
Tiga prinsip
Relatif cukup
Tiga prinsip
Relatif tinggi
Inkonsitensi antara UU Minerba dengan UU SDA UU Minerba
ASPEK Tekstual Orientasi
14
UU SDA
Kontekstual
Produksi & konservasi Tekanan pada produksi
Tekstual
Kontekstual
Produksi & konservasi
Tekanan pada konservasi
Akses Memanfaatkan
BUMN/D, BUMS, Koperasi, perorangan
Keadilan distributif
Semua kelompok kegiatan
Keadilan korektif
Hubungan Negara dengan Obyek
Kekayaan Nasional & dikuasai Negara
HMN disubordinasikan pada Hak Bangsa
SDA dikuasai Negara
HMN
Pelaksana Kewenangan Negara
Pemerintah, Pemda, DPR-RI
Desentralistik
Pemerintah dan/atau Pemda
Dapat sentralistik atau desentralistik
Hubungan Orang dengan Obyek
Ijin
Kontrol Negara
Perijinan, HGPA + HGUA tidak jelas
Kontrol Negara
HAM
Masyarakat yang terkena dampak negatif, masyarakat yang tanahnya terdapat sumberdaya minerba
Tidak mengatur tentang gender, MHA
Pengakuan Hak Ulayat MHA
Pengakuan bersyarat
Good Governance
Tiga prinsip
Relatif tinggi
Tiga prinsip
Relatif tinggi
II. Harmonisasi pengaturan SDA Dampak inkonsistensi a) kelangkaan dan kemunduran kualitas dan kuantitas SDA; b) ketimpangan struktur penguasaan/pemilikan, peruntukan, penggunaan, dan pemanfaatan SDA; c) timbulnya berbagai konflik dan sengketa dalam penguasaan/pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan SDA (antar sektor, antara sektor dengan MHA/masyarakat, antara investor dengan MHA/masyarakat, dan antar investor terkait hak/ijin pemanfaatan SDA).
15
Alternatif Solusi
1.Moratorium penyusunan RUU SDA (ada kendala) Jika tidak dapat dihindarkan, upayakan semaksimal mungkin harmonisasinya dengan UU sektoral lain (NA: Evaluasi dan analisis peraturan perundangundangan terkait)
16
Tidak dapat optimal
(1) UUSDA sama derajatnya, tidak ada UU yang berfungsi sebagai platform bersama (lex generalis) (UUPA yang dimaksudkan sebagai platform bersama didegradasikan kedudukannya menjadi UU sektoral sejak tahun 1970an). (2) Kewenangan masing-masing sektor dilaksanakan oleh Kementerian dan Badan (BPN untuk pertanahan). Tidak ada kementerian yang mengkoordinasikan kebijakan SDA dan implementasinya.
Alternatif Solusi 2. Legislative review oleh DPR-RI Landasan hukum: TAP MPR RI No. IX/MPR/2001 Landasan kerja: kajian-kajian terkait inkonsistensi horisontal pengaturan SDA
Tidak dapat optimal
Belum ada UU tentang (Pengelolaan dan Pemanfaatan) SD Alam/ SD Agraria yang berfungsi sebagai lex generalis. 17
Alternatif Solusi 3. Sementara UU yang berfungsi sebagai lex generalis belum terbentuk, penyusunan RUU SDA dan/atau legislative review dapat mengacu pada prinsipprinsip yang digariskan oleh UUPA dan TAP MPR RI No. IX/MPR/2001. 18
Penutup
19
Perlu dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh: 1. Gagasan pembentukan UU terkait pengelolaan dan pemanfaatan SD Alam/ SD Agraria dalam rangka menciptakan satu sistem hukum terkait SDA. Landasan Hukum: Ketetapan MPR RI No.9/MPR/2001 dan Ketetapan MPR RI No.5/MPR/2003. 2. Keberadaan satu kementerian yang mempunyai kewenangan mengkoordinasikan kebijakan di bidang SDA dan implementasinya
Terima Kasih Jakarta, 13 Desember 2012
20