1
HANDOUT Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Pertemuan
: : : : : :
Statistik Sosial (2 SKS) SOA 126 Pendidikan Sosiologi Antropologi Sosiologi Ilmu Sosial Drs. Zafri, M.Pd (4431) Ike Sylvia, S.IP, M.Si (4446) : 1
I. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran) Mahasiswa mampu menjelaskan konsep-konsep dasar statistik
II. Materi Pokok: 1. Data a. Pengertian Statistik b. Fungsi dan Kegunaan Statistik III. Uraian Materi A.
Pengertian Statistik Sarana berpikir ilmiah dalam bidang filsafat, terutama sekali dalam bidang
Filsafat Ilmu, menggunakan bermacam cara, antara lain (1) bahasa, (2) logika, (3) matematika dan (4) statistik. Kalau ditelusuri lebih spesifik, penggunaan logika, membutuhkan waktu yang panjang dan mengalami kesulitan, kalau seseorang peneliti lain ingin membuktikan kembali hasil logika tersebut karena sulit untuk melakukan pengkajian ulang melalui penelitian ilmiah, mengikuti langkahlangkah ilmiah yang pernah dilakukan seseorang dalam berlogika menemukan sesuatu yang baru itu. Hasil perenungan tersebut perlu lagi dikaji dan dibuktikan secara empiris dan iimiah untuk menemukan teori-teori baru dan universal.
.
Bahasa adalah miliknya penelitian dengan pendekatan kualitatif, sedangkan Statistik adalah pisau analisis penelitian dengan pendekatan kuantitatif. Statistik
2
dikembangkan
oleh
ahli
Matematik
untuk
membantu
manusia
dalam
kehidupannya, secara matematis, dalam menghadapi berbagai persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan ini. Oleh karena itu Statistik adalah bagian dari matematik. Pada awalnya Statistik lebih banyak muncul berupa angka-angka dari suatu gejala atau fenomena dalam kehidupan bermasyarakat, seperti jumlah penduduk, jumlah kecelakaan, jumlah siswa maupun perbandingan jumlah penduduk kaya dalam suatu wilayah, namun perkembangan sekarang jauh lebih luas lagi. Dengan menggunakan Ilmu Statistik yang tepat para peneliti atau bagian perencanaan pada satu wilayah tingkat provinsi, tingkat kabupaten atau kota dapat memperkirakan jumlah penduduk lima tahun yang akan datang. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten atau Kota dapat meramalkan apakah Jumlah Penduduk Usia Sekolah (school age population) Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah di wilayahnya tahun–tahun mendatang akan bertambah atau akan berkurang. Tentu saja hal ini akan sangat berpengaruh pada perencanaan program selanjutnya. Demikian juga dengan pendapatan (income) di daerahnya. Perlu pula diingat bahwa kalau data awalnya salah maka prediksinya juga akan jauh meleset. Sehubungan dengan itu, Statistik bukan bekerja hanya dengan setumpuk data yang telah terkumpul saja, tetapi jauh dari itu. Sebab kalau hanya sekumpulan data semata, para penelti, pengolah data, atau individu yang bekerja dalam bidang statistik, tidak pernah memahami: bagaimana data itu dikumpulkan, siapa sumber datanya, apa teknik yang digunakan dalam pengumpulan data, apakah dari populasi atau dari sampel, sehingga pemilihan teknik analisa data sesuai dengan karakteristik menjadi sukar dan cendrung akan salah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa : Statistik diartikan sebagai prosedur, cara-cara maupun aturan-aturan yang berkaitan dengan pengumpulan, penyajian pengolahan, analisis, penafsiran dan penarikan kesimpulan terhadap data yang berbentuk angka atau data yang diangkakan dengan mnggunakan asumsi-asumsi tertentu.
3
B. Jenis Statistik dan Fungsi Statistik 1. Jenis Statistik Secara sederhana Statistik dapat dibedakan ke dalam dua golongan, yaitu: (1) Statistik Deskriptif (Descriptive Statistics) dan (2) Statistik Inferensial (Inferential Statistics). Statistik Deskriptif adalah prosedur, metode atau aturanaturan yang berkaitan dengan pengumpulan, penyajian pengolahan, analisis, penafsiran dan penarikan kesimpulan terhadap suatu gugus data yang berbentuk angka sehingga memberikan informasi yang berguna dan komunikatif. Suatu hal perlu diingat dengan menggunakan teknik-teknik dalam kelompok Statistik Deskriptif, peneliti tidak dapat membuat generalisasi, karena awal peneliti sudah menyadari ia hanya akan mendeskripsikan tentang masalah dan bukan untuk membuktikan suatu hipotesis. Contoh: Tabel 1: Frekuensi Kehadiran Penduduk Desa X dalam Gotong Royong Desa A B C D E F G H Jumlah
f 10 15 10 15 16 15 15 34 130
% 7,69 11,54 7.69 11.54 12.31 11.54 11.54 26.15 100
Keterangan
Dari 130 penduduk desa yang dalam gotong royong seperti data di atas, peneliti hanya dapat menggambarkan kondisi sebagaimana adanya, sesuai dengan jumlah % di atas. Penduduk desa H ternyata yang terbanyak hadir, yaitu 26.15 %, dan paling sedikit adalah desa A dan C. Masing-masing A dan C, hanya hadir 7, 69 % dan seterusnya. Itulah apa adanya, peneliti tidak mengatakan yang hadir mewakili semua desa dalam wilayah X, karena dari data yang dikumpulkan itu mewakili desa X. (secara repserentatif ). Apakah tidak mungkin penduduk yang datang ditunjuk oleh ketua RT-nya. Andaikata ya, ini berarti penduduk yang
4
datang diambil secara purposive sampling. Oleh karena itu, kehadiran penduduk desa dalam gotong royong tidak dapat digeneralisasikan kepada semua penduduk desa X. Statistik Inferensial adalah sebagai prosedur, metode maupun aturan-aturan yang berkaitan dengan pengumpulan, penyajian pengolahan, analisis, penafsiran dan penarikan kesimpulan terhadap sampel dan hasilnya dapat digeneralisasikan terhadap populasi. Besarnya sampel yang diambil hendaklah mewakili (representatif) dari populasi. Oleh karena itu sebelum menggunakan Statistik Inferensial, asumsi dasar yang pada masing-masing rumus hendaklah terpenuhi, termasuk juga di dalamnya keterwakilan aspek yang diteliti secara konseptual, validitas dan reliabilitas instrumen, keterwakilan populasi dalam sampel, serta besarnya jumlah sampel sesuai dengan rumus yang digunakan. Generalisasi menjadi sangat berarti karena informasi yang dikumpulkan hanya bersumber dari sebagian kecil responden, namun mewakili populasi. Statistik Inferensial banyak digunakan dalam kehidupan bermasyarakat, kalau peneliti ingin menguji, membuktikan atau melihat hubungan atau pengaruh satu atau beberapa variabel bebas (independent variables)
terhadap variabel
terikat (dependent variables). Beberapa teknik yang sering digunakan adalah : teknik korelasi, analisis regresi, analisis variansi dan analisis faktorial. Contoh: Seorang peneliti
melakukan penelitian : Pengaruh Motivasi
Berprestasi, Intelegernsi dan Nilai Tes Masuk Perguruan Tinggi terhadap Hasil Belajar Tahun I, Mahasiswa Fakultas Y pada Universitas Z. Berhubung karena peneliti ingin melihat pengaruh tiga variabel bebas dan satu bebas pada salah satu fakultas (Y) dalam Universitas Z, maka peneliti sejak awal sudah harus mendudukkan rancangan penelitiannya. Jurusan/program studi yang diambil harus mewakili pada Y. Besarnya sampel untuk masing-masing jurusan harus seimbang dan mewakili jumlah mahasiswa jurusan masing-masing dalam fakultas Y. Selanjutnya sampel yang diambil hendaklah dilakukan secara random/acak, dengan terlebih dahulu menentukan besarnya ukuran (magnitude) sampel
dahulu secara benar, dengan mengikuti pola-pola penentuan sampel,
5
seperti menggunakan rumus: Tuckman, Slavin, atau Udinsky. Di samping itu, instrumen yang digunakan harus valid dan reliabel. Populasi penelitian adalah sebagai berikut: Tabel 2. Populasi Penelitian menurut Jurusan dalam Fakultas Y No. 1. 2. 3. 4.
Jurusan Sosiologi Sejarah Geografi Politik Total Mahasiswa
Jumlah Mahsiswa 125 76 95 154 450
Dalam menentukan besaran /sampel , peneliti menggunakan rumus Kricjie dan Morgan, dengan p =.50 dan taraf kepercayaan 95%. Besaran sampel yang didapat 207. Besarnya sampel menurut jurusan adalah sebagai berikut. Tabel 3 : Populasi dan Sampel Penelitian No. 1. 2. 3. 4.
Jurusan Sosiologi Sejarah Geografi Politik Jumlah
Populasi 125 76 95 154 450
Selanjutnya peneliti menentukan secara acak/random
Sampel 57 35 44 71 207 masing-masing
individu dari tiap jurusan sesuai dengan besaran yang didapat seperti pada tabel 3 di atas. Dengan menggunakan instrument penelitian yang valid dan reliabel, peneliti melakukan pengumpulan data dari 207 orang responden terpilih di atas. Demikianlah seterusnya, sampai data Motivasi Berprestasi, Inteligensi, Nilai Masuk Perguruan Tinggi serta Hasil Belajar (tahun berjalan) , terkumpul dari 207 orang mahasiswa. Berhubung karena yang akan dicari pengaruh masing-masing variabel (4 variabel) dan juga pengaruh secara bersama-sama, maka perlu dilakukan uji normalitas masing-masing variabel bebas dan uji linearitras antara masing-masing variabel bebas dan variabel terikat. Seandainya semua data masing-masing variabel normal dan linear, maka barulah tepat digunakan Product Moment Correlation, dan Analisis Regresi Ganda. Hasil temuan penelitian terhadap sampel, dapat digeneralisaikan terhadap populasi karena sampel yang dambil
6
secara acak dan mewakili populasi. Statistik Inferensial sering juga disebut dengan Statistik Induktif. 2. Fungsi Statistik Statistik dalam kehidupan manusia sehari-hari memegang peranan penting, seperti juga bahasa dalam kehidupan individu. Dalam keseharian manusia menghadapi berbagai problema, baik yang bersifat substantif maupun mekanis. Fenomena yang nampak silih berganti dan masalah yang datang dan muncul di luar kendali dan kadang-kadang manusia lepas kendali dan menyerah. Masalah yang rumit dan kompleks dapat disederhanakan dengan menggunakan alat bantu Statistik. Demikian juga manusia dapat meramalkan, atau memprediksi bagaimana perkiraan jumlah penduduk miskin lima tahun yang akan datang berdasarkan kecendurungan penduduk lima tahun yang lalu sampai dewasa ini. Hal itu dapat dilakukan dengan bantuan Stratistik. Oleh karena itu, Statistik sebagai alat bantu, sangat berguna dan dapat digunakan dalam berbagai hal antara lain: 1. Dengan alat bantu Statistik seseorang dapat membuat perbandingan. Dari data yang terkumpul peneliti dapat mencari nilai rata-rata dari dua kelompok sehingga dapat memberikan kekuatan dan kelemahan masing kelompok. 2. Dengan alat bantu Statistik dapat meningkatkan efisiensi dalam kehidupan bermasyarakat, dengan membatasi cara kerja dan cara berpikir. 3. Dengan Statistik dimungkinkan seseorang menyusun prediksi/peramalan berdasarkan data yang telah diketahui, sah dan teruji kebenarannya. 4. Dengan Statistik dapat melihat ada/tidaknya hubungan di antara beberapa variabel yang diteliti. 5. Dengan menggunakan Statistik dapat menyederhanakan data yang kompleks menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami. 6. Dengan alat bantu Statistik peneliti dapat mengukur kebenaran suatu gejala atau sumbangan atau besar pengaruh suatu gejala terhadap variabel yang lain. 7. Dengan bantuan Statistik dapat menentukan hubungan sebab akibat.
7
C. Statistik dan Penelitian Statistik dan penelitian kuantitatif merupakan dua bidang ilmu yang saling bersinggungan secara terpola dan terkendali. Di samping itu, Statistik merupakan landasan kegiatan-kegitan penelitian kuanttatif, karena salah satu ciri utama penelitian kuantitatif: data yang dihasilkan berupa angka dan teknik analisis data yang digunakan rumus-rumus dalam Statistik. Dipihak lain, Statistik berfungsi mengumpulkan, mengolah, menyajikan, data berupa angka dan selanjutnya menarik kesimpulan berdasarkan data tersebut. Statistik merupakan pisau utama dalam penyajian data, analisis data maupun dalam penarikan kesimpulan hasil penelitian. Penelitian kuantitatif tidak akan terlaksana dengan baik dan temuan penelitian kuantitatif tidak akan benar kalau teknik analisis yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah-kaidah Statistik. Umpama dalam pengambilan populasi dan sampel penelitian. Seandainya peneliti menggunakan teknik persentase dalam pengambilan sampel penelitian, umpama 20%. Apa dasar pertimbangan ilmiah yang dapat digunakan kalau mengambil sampel 20% itu? Bagaimana pula kalau populasinya hanya 100 orang atau 101 orang. apakah tetap 20% atau dirubah menjadi 100% ?. Dengan menggunakan Statistik, peneliti perlu memahami karakteristik populasi, sehingga dapat diketahui proporsi subjek dalam populasi yang menentukan besaran proporsi sampel. Di samping itu, telah ditentukan pula kesalahan sampling dan kesalahan pengukuran yang dapat ditolerir. Kesalahan sampling tidak melebihi α = .05, sebab pembuktian hipotesis, minimal mengacu pada α = .05. Apabila hasil yang didapat, korelasinya α = 0.06, maka hipotesis kerja tersebut ditolak. Seperti telah disinggung dalam fungsi dan kegunaan Statistik, Guilford menekankan keterkaitan Statistik dan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Statistik memungkinkan pencatatan data penelitian secara eksak. 2. Statistik memaksa peneliti menganut tahap pikir dan tata kerja yang definitif dan eksak.
8
3. Statistik memberikan dasar-dasar untuk menarik kesimpulan/konklusi melalui proses-proses yang mengikuti tat acara yang dapat diterima oleh ilmu pengetahuan. 4. Statistik mengemukakan cara–cara meringkas data ke dalam bentuk yang lebih banyak dan lebih mudah mengerjakannya. 5. Statistik memberikan landasan untuk meramalkan secara ilmiah tentang bagaimana suatu gejala akan terjadi dalam kondisi-kondisi yang telah diketahui. 6. Statistik memungkinkan peneliti menganalisa, dan menguraikan sebabakibat yang kompleks dan rumit, yang tanpa Statistik akan merupakan peristiwa yang membingungkan atau kejadian yang tak teruraikan.
9
HANDOUT Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Pertemuan
: : : : : :
Statistik Sosial (2 SKS) SOA 126 Pendidikan Sosiologi Antropologi Sosiologi Ilmu Sosial Drs. Zafri, M.Pd (4431) Ike Sylvia, S.IP, M.Si (4446) : 2
I. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran) Mahasiswa mampu menjelaskan data statistik
II. Materi Pokok: a. Jenis Data b. Skala Pengukuran III. Uraian Materi: A. Jenis Data Data dapat diartikan sebagai sejumlah fakta dan informasi tentang sesuatu keadaan, fenomena atau suatu masalah yang diterima, baik berupa angka, katakata, atau bentuk lain; lisan maupun tulisan. Data yang baik dalam suatu penelitian hendaklah memenuhi beberapa syarat, yaitu : (1) dapat dipercaya, (2) konsisten, (3) objektif, dan (4) relevan, (5) sesuai dengan perkembangan (up to date).
Dapat dipercayai, berarti data tersebut dikumpulkan dengan menggunakan
instrumen yang baik dan benar serta dilaksanakan dengan baik pula. Konsisten diartikan sebagai apabila data tersebut dikaji ulang dalam waktu yang relatif pendek, data tidak berbeda secara berarti. Sedangkan objektif terkait dengan hasil yang dicapai menggambarkan keadaan yang sebenarnya dan diproses secara benar pula. Data yang terkumpul harus relevan dengan permasalahan yang sesungguhnya. Oleh karena itu data yang dikumpulkan hendaklah mewakili
10
masalah atau fenomena yang akan dipecahkan. Jangan terjadi kesalahan tipe 3 dalam pembuktian hipotesisnya. Hipotesis diterima, tetapi bukan masalah yang diteliti. Data penelitian berdasarkan sumbernya dapat dibedakan dalam tiga kategori, yaitu: (1) data primer, (2) data sekunder dan (3) data tertier. Data primer adalah data yang diterima secara langsung dari objek yang diteliti, dari tangan pertama. Umpama : Apabila peneliti tentang interaksi sosial penduduk suku Minang, maka peneliti yang bersangkutan terjun langsung ke daerah yang menjadi objek penelitian, dan peneliti mengamati secara langsung interaksi
penduduk
tersebut.
Peneliti
dapat
juga
mengumpulkan
data
menggunakan instrumen model Skala Sikap terhadap penduduk yang menjadi sampel penelitian. Dalam kaitan ini pendekatan mixed method research akan sangat membantu peneliti dalam menemukan data yang otentik dan dapat dipercaya. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan merupakan data yang telah diolah oleh instansi atau kelompok lain. Data yang diterima dalam bentuk jadi/final, sehingga peneliti tidak mengolah lagi. Umpama : Data penduduk suatu wilayah. Data tersebut telah diolah BPS, dan peneliti hanya “mengambilnya” saja lagi. Ini berarti peneliti mengumpulkan data dari tangan kedua. Data skunder, sangat tergantung pada ketepatan dan objektivitas pengolah data pada tahap pertama. Andaikata pengolahan data pada tahap awal tidak dilakukan dengan baik dan benar maka peneliti mewariskan pula yang data yang kurang tepat itu dalam penelitiannya. Data tertier adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari pihak ketiga sehubungan dengan objek yang diteliti. Umpama : data tentang penduduk miskin dalam suatu wilayah, yang disampaikan pihak ketiga. Pihak ketiga menyampaikan informasi tersebut kepada peneliti, beserta sumber datanya. Untuk data tertier ini, peneliti harus berhati-hati dan melakukan check and recheck terhadap data tersebut.
11
Menurut sifatnya data penelitian dapat dibedakan dua kelompok pula, yaitu (1) data kuantitatif, dan (2) data kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau bilangan. Seperti: Jumlah karyawan 1000 orang. Jumlah mahasiswa laki-laki 100 orang Tinggi badan Yessi 95 cm. Data kuantitatif dapat dibedakan lagi menjadi data diskrit dan kontinyu. Data diskrit adalah data yang pasti dan eksak dari hasil menghitung. Umpama: Jumlah anak keluarga Ahmadi 2 (dua) orang. Angka 2 menunjukkan jumlah anaknya sekarang hanya dua orang, tidak mungkin 2,5 atau 1,5. Sedangkan data kontinyu data tesambung/kontiyu dengan data sebelum dan data sesudahnya. Umpama: Tinggi badan sesorang 160.5
161.5
162.5
163.5
. 160
161
162
163
164
Tinggi badan seseorang 162 cm, sebenarnya adalah antara 161.5 cm dan 162.5 cm Sedangkan data kualitatif adalah data yang tidak berbentuk bilangan. Data ini berupa kata-kata, atau bahasa. Umpama; Hari ini cuaca baik sekali Orang tua Yenni sedih karena anaknya sakit. B. Skala Pengukuran Penggambaran suatu fenomena, gejala dan kejadian atau masalah yang dijadikan objek penelitian secara utuh dan benar akan dapat dilakukan kalau peneliti pengukuran, penilaian atau evaluasi secara tepat terhadap fenomena, gejala dan kejadian itu. Penilaian itu akan benar apabila diguanakan instumen yang valid dan reliabel. Di samping itu, instrumen yang digunakan bersifat praktis dan mudah dilaksanakan. Pengukuran yang valid dan reliabel, baik dan benar akan menjauhkan peneliti dari bermacam sumber kesalahan dan termasuk di dalam kesalahan dalam pengukuran (error of measurement) dan akan memberikan kesimpulan yang tepat, benar dan berdaya guna.
12
1. Hakekat Pengukuran Pengukuran (measurement) merupakan suatu prosedur dimana seseorang menerapkan atau menetapkan angka/simbol terhadap suatu variabel/objek sesuai dengan patokan, atau dapat juga merupakan penggolongan atau pengklasifikasian. Beberapa pendapat tentang pengukuran adalah sebagai berikut: a. Hill ( 1981 :
) menyatakan: measurement is the assigning of numbers to
attributes of objects, events, or people according to rules b. Stevens (1951) berpendapat: “measurement may be viewed a a procedure in which one assigns numerals, numbers or others simbols to empirical properties (variabels) according torules c. Campbell (1954) mengemukakan: measurement
as the assignment of
numerals to object or events according to rules Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan dalam pengukuran ada tiga konsep yang perlu dipertimbangkan: a. Numerals, or simbols or numbers (angka atau simbol) yang dapat diolah dengan statistik atau dimanipulasi secara matematis, seperti 1, 2, 3 dan sebagainya. b. Assigment (Penetapan atau penerapan). Ini berarti bahwa angka atau simbol itu diterapkan terhadap objek atau kejadian tertentu yang dimaksudkan. c. Rules (aturan). Aturan itu dimaksudkan sebagai patokan tentang benar/tidaknya tindakan yang dilakukan atau suatu kejadian atau objek yang dikuasai seseorang. Dengan demikian jelaslah bahwa pengukuran atau penilaian terhadap suatu objek yang diteliti perlu mengikuti prosedur yang benar, sehingga informasi yang terkumpul benar-benar mewakili keadaan yang sesungguhnya. 2. Skala Pengukuran Peringkat pengukuran (level of measurement) berkaitan erat dengan jenis data yang akan dikumpulkan, tipe/bentuk/jenis instrument yang akan digunakan. S.S Steven, 1951), mengkelasifikasikan peringkat skala pengukuran sebagai berikut:
13
a. Pengukuran skala nominal b. Pengukuran skala ordinal c. Pengukuran skala interval d. Pengukuran skala ratio Keempat skala pengukuran di atas menpunyai ciri-ciri yang berbeda dan selanjutnya akan menghasilkan data yang berbeda pula. Kondisi yang demikian membawa dampak pula pada pemilihan teknik analisis data akan berbeda dan sesuai dengan karakteristik data yang dikumpulkan. a. Skala Nominal Semua pengukuran kualitatif bersifat nominal. Pengklasifikasian atau penggolongan atau pengkategorian berdasarkan nama atau simbol secara tuntas dan lepas. Tidak ada tingkatan atau urutan. Semua variabel dijabarkan dalam alternatif dengan kedudukan secara, saling lepas (mutual exclusive) dan tuntas (exhaustive). Umpama : Jenis kelamin
1. Laki-laki 2. Perempuan
Tempat tinggal
1.Desa 2.Kota
Pengukuran dengan skala nominal anak menghasilkan data nominal. Datadata tersebut hanya dapat dianalisis dengan menggunakan teknik dalam kelompok data nominal, antara lain: Mean, Median, Frekuensi, Grafik, Chi Squares, Lambda dan Contigency Coefficient. b. Skala Ordinal Banyak variabel dalam penelitian tidak hanya dapat dikategorisasikan, saling lepas dan tuntas , tetapi juga ada yang berhubungan antara satu dengan yang lain. Relasi itu ditandai oleh tingkatan atau urutan menurut besarannya atau karena sifanya. Dalam kaitan itu pengukuran skala ordinal lebih tepat digunakan. Beberapa prinsip pengukuran skala ordinal adalah sebagai berikut:
14
1) Data yang ditemukan merupakan data ordinal dan dinyatakan dalam istilah dari tinggi-rendah, seperti: sangat panas, panas, sedang, kurang panas, dingin (tetapi tidak dinyatakan berapa panasnya. Umpama :
1. Suhu udara
: Sangat panas Panas Kurang panas
Atau 2.Dinyatakan dalam Urutan No. 1. 2. 3 4 5
Nama Renny Ahmadi Dian Resty Wawan
Urutan 5 3 1 4 2
2) Angka ordinal tidak menunjukkan bahwa interval angka sama Angka itu hanya menunjukkan urutan dan tidak mungkin dibagi, ditambah atau dikurangi. Umpama : Urutan pertama dalam contoh pada nomor 2 di atas, menunjukkan urutan yang paling tinggi, dibandingkan urutan kedua, ketiga dan seterusnya, tetapi tidak dapat dikatakan Wawan (urutan ke 2), dua kali lebih pintar dari Resty (urutan ke 4). Contoh: Pendidikan menentukan perkembangan individu a. Sangat setuju b. Setuju c. Ragu-ragu d. Kurang setuju e. Tidak setuju 3) Pengukuran skala ordinal tidak mempunyai angka nol mutlak. Umpama : Jika seseorang tidak dapat menyebutkan dengan benar satupun dari lima belas kata yang diujikan; bukan berarti bahwa ia tidak dapat menyebutkan satu kata. 4) Angka ordinal hanya menunjukkan urutan/rank order dan tidak lebih dari itu.
15
Oleh karena itu pengukuran dengan skala ordinal menghasilkan data frekuensi, dalam arti klasifikasi rank order. Data ordinal dapat dirubah menjadi bentuk nominal, tetapi bukan sebaliknya. 3. Pengukuran Skala Interval Dalam pengukuran skala interval, jauh berbeda dari skala nominal dan ordinal. Pada skala interval telah ada unit pengukuran. (unit of measurement) tertentu, sehingga mempunyai jarak yang bersifat konstant. Umpama: Secara berturut selama 7 hari, seorang peneliti mengukur dan mengamati suhu badan seseorang. Hasilnya sebagai berikut: Hari pertama 37o C Hari kelima
39.5oC
Hari kedua
38o C
Hari keenam
40o C
Hari ketiga
39o C Hari ketujuh
38o C
Hari keempat 40o C Dalam contoh di atas untuk mengukur panas badan seseorang digunakan Celcius. Panas badan hari pertama, berbeda dengan hari kedua satu derajat Celcius. Panas hari ketiga berbeda lagi dengan hari kedua. Panas badan hari ketiga naik lagi satu derajat Celcius. Dapat juga dikatakan panas badan hari ketiga naik 2 derajat Celcius dari hari pertama. Panas badan ybs pada hari ketujuh 38 oC, sama dengan panas badan hari kedua, namun lebih tinggi satu derajat dari hari pertama. Skala interval tidak mempunyai nol mutlak, seperti dalam bilangan ratio. Titik 0 dalam thermometer Celcius, tidak sama harganya dengan harga nol pada bilangan ratio. Karena titik nol pada Celcius sama harganya dengan 32 pada Fahrenheit. Masing-masing thermometer tersebut mempunyai unit pengukuran sendiri-sendiri dan penempatan titik nol dilakukan secara “arbitrary”. Dengan memperhatikan data dasar yang telah mempunyai unit pengukuran, maka data interval dapat dirubah menjadi skala data ordinal dan selanjutnya dapat pula dirubah menjadi klasifikasi seperti data nominal. Contoh: Data Hasil penelitian tentang kemampuan dasar siswa (Inteligensi), yang dikumpulkan dengan Tes. Kemampuan dasar, terhadap 30 orang sampel penelitian, sebagai berikut:
16
143
115
111
119
149
117
114
88
125
118
115
94
128
112
116
93
130
115
119
90
135
117
97
88
134
118
92
95
75 130
Data interval tersebut dapat dalam bentuk data bergolong sebagai berikut: Inteligensi 140 -159 120-139 100-119 80-99 60-79 Jumlah
Frekuensi 2 6 15 6 1 30
Data dasar tersebut dapat lagi dimodifikasi dalam bentuk data ordinal dengan mengelompokkan menjadi order : sangat tinggi, tinggi, sedang, kurang dan kurang sekali. Tinggi
8
Sedang
15
Kurang
7
Atau dapat juga dirubah menjadi lebih kompleks, sebagai berikut: Tinggi
Sedang
Kurang
Laki-laki
4
7
3
Perempuan
4
8
4
Oleh karena itu dalam mengembangkan instrumen pengukuran perlu dipertimbangkan dengan hati-hati, sehingga data yang terkumpul dapat diolah dengan berbagai teknik Statistik sesuai dengan tujuan dan hasil yang ingin dicapai. 4. Pengukuran Skala Ratio
17
Pengukuran dengan skala ratio mempunyai nilai nol mutlak, sehingga hasil yang didapat dapat dikali atau dibagi. Umpama : Apabila jumlah kecelakaan tahun 2008 sebanyak 200 orang, sedangkan tahun 2010 sebanyak 400 orang, maka dapat diartikan bahwa kecelakaan tahun 2010 dua kali lebih banyak dari tahun 2008. Semua karakteristik yang dimilik data interval, ordinal dan nominal dimiliki oleh data dengan menggunakan pengukuran skala ratio. Sehubungan dengan itu, maka data dengan skala ratio dapat disusun dalam bentuk data interval, ordinal dan nominal, sehingga memungkinkan teknik analisis yang digunakan jauh lebih banyak dan lengkap.
18
HANDOUT Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Pertemuan I.
: : : : : :
Statistik Sosial (2 SKS) SOA 126 Pendidikan Sosiologi Antropologi Sosiologi Ilmu Sosial Drs. Zafri, M.Pd (4431) Ike Sylvia, S.IP, M.Si (4446) : 3
Learning Outcome (Capaian Pembelajaran) Mahasiswa mampu memahami konsep distribusi frekuensi
II. Materi Pokok: 1. Distribusi Frekuensi Tunggal dan Bergolong 2. Distribusi Absolut dan Relatif 3. Distribusi Frekuensi Satuan dan Kumulatif III. Uraian Materi : Seperti telah disinggung pada uraian terdahulu, data merupakan senjumlah fakta dan informasi tentang sesuatu keadaan, fenomena atau suatu masalah yang diterima, baik berupa angka, kata-kata, atau bentuk lain; baik lisan maupun tulisan. Data tersebut akan bermakna kalau diorganisasikan dengan baik, diolah, dianalisis dan ditarik kesimpulan dari data itu. Data dapat disusun dengan baik dari yang rendah sampai yang tinggi, namun data yang dikumpulkan melalui penelitian dan menggunakan sampel yang besarannya cukup banyak, maka data tersebut dapat ditata dalam berbagai bentuk, sehingga menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami serta dion al dengan teknik analisis yang tepat pula. Dengan berpijak pada digolongkan tidaknya data itu, maka penataan itu dapat dilakukan dalam bentuk distribusi frekuensi tunggal dan ditribusi frekuensi bergolong dalam bentuk kelas interval.
19
A. Distribusi Frekuensi Tunggal dan Bergolong 1. Distribusi Frekuensi Tunggal Andaikata jumlah responden sedikit, penataan data dapat dilakukan dengan menyusun data tersebut dari yang rendah kepada yang tinggi sebaliknya, tetapi kalau N responden cukup banyak atau dan range data yang tinggi kepada rendah cukup luas, sebaiknya dalam bentuk distribusi bergolong. Berikut ini adalah Nilai tes hasil belajar 30 orang mahasiswa: Nilai Mahasiswa 3.5
3.25
3.0
3.5
3.0
3.25
3.5
3.0
3.0
3.75
3.5
3,25
3.5
3.5
3.0
3.25
3.5
3.0
3.0
3.5
3.5
3.6
3.8
3.0
3.25
3.5
3.75
3.0
3.5
3.5
2.5
2.5
2.4
2.6
2.5
Data tersebut dapat disusun dalam bentuk distribusi frekuensi tunggal sehingga mudah dipahami. Tabel 4. Nilai 30 orang Mahasiswa dalam Mata Kuliah Statistik Nilai
Tally
Frekuensi
N
1 2 1 12 5 9 1 3 1 35
3.8 3.75 3.6 3.5 3.25 3.0 2.6 2.5 2.4
Tabel distribusi tunggal kemudian disempurnakan dengan menghilangkan kolom “tally” sehingga menjadi lebih baik.
20
Tabel 5. Nilai 30 orang Mahasiswa dalam Mata Kuliah Statistik Nilai
Frekuensi
3.8 3.75 3.6 3.5 3.25 3.0 2.6 2.5 2.4 N
1 2 1 12 5 9 1 3 1 35
Dari data di atas dapat dikatakan bahwa 5 orang (14,28 %) dinyatakan tidak lulus dalam mata kuliah Statistik, sedangkan ujian sebanyak 30 orang (85,72%). 2. Distribusi Frekuensi Bergolong Apabila jarak nilai atau skor terendah dengan tertinggi cukup lebar, dan N sampel cukup besar maka sebaiknya peneliti menggunakan distribusi bergolong. Langkah yang ditempuh adalah: a. Langkah pertama : Cari dan tentukan skor tertinggi dan terendah pada data yang akan disajikan. b. Langkah kedua : Cari selisih antara skor tertinggi dan terendah c. Langkah ketiga : Tentukan banyak kelas interval yang akan digunakan dengan menggunakan rumus Sturges. K = 1 + 3.3 log n d. Jumlah kelas interval sebaiknya antara 5 sampai 15 e. Langkah keempat : Nilai/skor terendah sebagai awal kelas interval pertama, dan seterusnya. f. Langkah kelima : Susun format sesuai dengan yang dibutuhkan, tally data dan kemudian sempurnakan tabel sehingga menjadi lebih baik.
21
Selanjutnya perhatikan contoh berikut: 143
115
111
119
75
149
117
114
88
130
125
118
115
94
128
112
116
93
130
115
119
90
135
117
97
88
134
118
92
95
Skot tertinggi 149 Skor terendah 75 N = 30 Banyak kelas interval
K
= 1 + 3.3 log n 1 + 3.3 x 1,477121255 1
+
4.8744500141
=
5.8744500141
dibulatkan jadi 6 Interval
= (149 – 75) : 6 = 12.33333, dibulatkan jadi 13
Selanjutnya dapat disusun tabel distribusi bergolong sebagai berikut: Tabel 6 : Distribusi Frekuensi Bergolong IQ Mahasiswa (Tabel kerja) No.
Kelas Interval
1 2 3 4 5 6
140 – 153 127 - 139 114 - 126 101 - 113 88 - 100 75 - 87 N
Tally
Frekuensi 2 5 12 2 8 1 30
Selanjutnya kolom tally dihilangkan sehingga didapat tabel seperti di bawah ini:
22
Tabel 7 : Distribusi Frekuensi Bergolong IQ mahasiswa No.
Kelas Interval
Frekuensi
1 2 3 4 5 6
140 – 153 127 – 139 114 – 126 101 – 113 88 – 100 75 – 87 N
2 5 12 2 8 1 30
B. Distribusi Frekuensi Absolut dan Relatif Distribusi frekuensi absolute adalah suatu distribusi bilangan yang menyatakan bahwa banyak data pada suatu kelompok teetentu. Distribusi ini disusun besarnya apa adanya.
Tabel 8 : Distribusi Frekuensi Absolut dan Relatif No. 1 2 3 4 5 6
Kelas Interval
Frekuensi Absolut
Frekuensi Relatif
140 - 153 127 - 139 114 - 126 101 - 113 88 - 100 75 - 87 Jumlah
2 5 12 2 8 1 30
0.067 0.167 0.40 0.067 0.267 0.033 1.00
C. Distribusi Frekuensi Satuan dan Komulatif Distribusi frekuensi satuan merujuk kepada banyaknya data/frekuensi pada kelas interval tertentu, sedangkan distribusi frekuensi komulatif adalah distribusi frekuensi yang menunjukkan jumlah frekuensi pada kelompok kelas interval tersebut.
23
Tabel 9 : Distribusi Frekuensi Komulatif IQ mahasiswa No. Kelas Interval Frekuensi Frekuensi Komulatif 1
140 - 153
2
30
2
127 - 139
5
28
3
114 - 126
12
23
4
101 - 113
2
11
5
88 - 100
8
9
6
75 - 87
1
1
N
30
Frekuensi total (absolut atau numerik) selalu sama dengan frekuensi komulatif yang terakhir. Frekuensi komulatif ini sering digunakan dalam mencari median. Frekuensi komulatif sering juga didusun dalam bentuk distribusi komulatif kurang dari atau lebih dari atau sama dengan, seperti contoh berikut: Contoh Tabel 10 : Distribusi Frekuensi Komulatif Kurang Dari Kelas Interval
Frekuensi Komulatif
< 153
30
< 140
28
< 127
23
< 114
11
< 101
9
< 88
1
< 75
0
Tabel 11 : Distribusi Frekuensi Komulatif Lebih Dari atau Sama Dengan Kelas Interval ≥ 153 ≥ 140 ≥ 127 ≥ 114 ≥ 101 ≥ 88 ≥ 75
Frekuensi Komulatif 0 2 7 19 21 29 30
24
Tabel distribusi frekuensi komulatif dapat juga dikembangkan menjadi distribusi komukatif relatif dengan menghitung: Fk =
x 100 %
Keterangan: fkrel = frekuensi komulatif relatif fk
= frekuensi komulatif pada masing-masing kelas
∑f
= frekuensi total
25
HANDOUT Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah
: : : : : :
Statistik Sosial (2 SKS) SOA 126 Pendidikan Sosiologi Antropologi Sosiologi Ilmu Sosial Drs. Zafri, M.Pd (4431) Ike Sylvia, S.IP, M.Si (4446) : 4
Pertemuan I.
Learning Outcome (Capaian Pembelajaran) Mahasiswa mampu melakukan penyajian data
II. Materi Pokok: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
Tabel Diagram dan Grafik Diagram Batang Histogram Grafik Poligon Grafik Ogive Grafik Garis Diagram Pastel Diagram Lambang Kurva
III. Uraian Materi : Penelitian pola kehidupan warga masyarakat, seperti penduduk dan perkembangannya,
perbandingan
pendapatan
dan
pertumbuhan
ekonomi
masyarakat desa dan kota, pola hidup masyarakat yang tinggal di pedesaan dengan perkotaan, atau perkembanagn jumlah siswa dan mahasiswa dikaitkan dengan struktur kehidupan keluarga dan sebagainya atau interaksi sosial para pendatang dengan pribumi, apabila diteliti dan hasilnya disajikan secara tepat dan menarik akan memberikan dampak yang berarti bagi perkembangan wilayah tersebut pada masa-masa mendatang. Masyarakat memahami bagaimana pola hidup mereka dan para pengambil kebijakan atau pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya dapat pula mengambil tindakan sesuai dengan bidang
26
masing-masing. Data akan menjadi membosankan kalau tidak dikemas secara apik dan menarik. Dalam konteks yang demikian, peran penyajian data secara benar dan menarik sangat berarti. Data dapat disajikan dalam bermacam cara sesuai dengan karakteristik data yang tersedia. Banyak cara yang dapat digunakan dan dikembangkan, antara lain (1) Tabel, (2) Diagran Batang, (3) Histogram, (4) Poligon, (5) Grafik dan (6) Ogive. Masing-masing bentuk akan dikemukakan pada uraian lebih lanjut. A. Tabel Dalam pembuatan tabel, sangat tergantung pada jumlah variasi aspek data yang disajikan. Namun perlu diingat penyajian data dalam tabel adalah untuk memudahkan pembaca/orang lain memahami data tersebut, sesuai dengan tujuan penyajian data tersebut. Oleh karena itu bukan kompleksitas tabel yang diperlukan melainkan menjadi sah/tidaknya data itu dibaca orang lain. Beberapa patokan yang perlu ada dalam suatu tabel adalah sebagai berikut: 1. Judul tabel harus jelas 2. Judul kolom (dan sub kolom kalau ada) 3. Judul baris 4. Sumber data (bagi yang kutipan) Walaupun pada waktu membicarakan distribusi frekuensi telah ditampilkan bermacam contoh, pada berikut dapat dilihat kerangka tabel tersebut, berdasarkan patokan yang dikemukakan di atas. Tabel 12 : Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas Di Kota A, tahun ….. - …… Jumlah Korban Kecelakaan (judul Kolom)
Jumlah Kejadian
Meninggal
Luka Berat
Luka Ringan
2008
145
26
75
152
2007
121
26
80
76
2006
61
39
37
17
2005
21
17
12
11
2004
14
15
7
0
Tahun
27
B. Diagram dan Grafik Mendeskripsikan data dalam bentuk diagram dan grafik akan sangat membantu peneliti dalam memvisulisasikan hasil penelitiannya dan menambah kepedulian orang lain terhadap hasil penelitiannya. 1. Diagram Batang Apabila hasil penelitian seseorang, data nominal atau data kategorikal, sangat baik disajikan dalam bentuk diagram batang. Dalam menyusun diagram batang, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: a. Sumbu datar (absis) dan sumbu tegak (ordinat) Sumbu datar disebut sering juga dengan sumbu X (X besar) dan sumbu tegak disebut juga dengan sumbu Y (Y besar). Kedua garis ini bertemu pada satu titik, di sebelah kiri dan titik itu merupakan titik 0 (Nol) b. Skala yang digunakan harus dimulai titik nol. c. Diagram Batang dapat dibuat secara vertikal dan dapat juga secara horizontal d. Perbandingan panjang garis X dan garis Y, hendaklah berimbang. Di samping itu lebar garis masing-masing batang (lebar batang) hendaklah sama antara satu dengan yang lain. e. Nama diagram dituliskan pada bagian bawah, agak ke tengah dan dinyatakan dalam bahasa yang jelas, tepat dan pendek. f. Letak masing-masing batang terpisah antara satu dengan lain. Contoh: Perhatikan jumlah korban kecelakaan lalu lintas di bawah ini dan selanjutnya data tersebut disajikan dalam bentuk diagram batang, sebagai berikut :
28
Tabel 13 : Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas Jumlah Korban Kecelakaan
Tahun
Meninggal
Luka Berat
Luka Ringan
2008
26
75
152
2007
26
80
76
2006
39
37
17
40 30 20 10 0
2006
2007
2008
Diagram 1 : Jumlah Korban Meninggal Kecelakaan Lalu lintas 2006-2008 Dari data di atas dapat juga dibuat diagram batang jumlah korban meninggal dan Luka berat sebagai berikut:
80
Keterangan:
60
Meninggal
40
Luka Berat
20
Tahun
2006
2007
2008
Diagram 2 : Jumlah Korban Meninggal dan Luka Berat dalam Kecelakaan Lalu Lintas, Tahun 2006 – 2008
29
160 140
Keterangan:
120
Meninggal
100
Luka Berat
80
Luka ringan
60 40 20 Tahun Diagram 3 :
2006
2007
2008
Jumlah Korban Meninggal, Luka Berat dan Luka Ringan dalam Kecelakaan Lalu Lintas, Tahun 2006 – 2008
2. Histogram Apabila data yang didapat data bergolong atau ordinal, sebaiknya yang digunakan histogram. Pada dasarnya histogram adalah sama dengan diagram batang, hanya pada sumbu X dinyatakan batas nyata dari kelas interval. Berikut ini adalah hasil tes kecerdasan, yang telah disusun dalam bentuk data bergolong. Data ini dapat disajikan dalam bentuk histogram. Tabel 14 : IQ Mahasiswa Fakultas X Kelas Interval
Frekuensi
140 – 152 127 – 139 114 –126 101 –113 88 – 100 75 – 87
2 5 12 2 8 1
30
12 10 8 6 4 2
74,5
87.5 101,5 114.5 127.5 139,5 153.5
Diagram 4 : Histogram IQ mahasiswa Fakultas X 3. Grafik Poligon Poligon merupakan salah satu penyajian data, yang dapat dibuat dengan menghubungkan titik tengah histogram dari masing-masing balok dengan satu garis lurus, sehingga terbentuk suatu grafik. Secara sederhana langkah-langkah dalam membuat poligon adalah sebagai berikut: a. Buat garis X dan garis Y yang dipertemukan salah satu sudutnya, seakan akan seperti segitiga siku-siku yang tidak ada sisi miringnya. b. Beri nama sumbu X dan plot garis tersebut sebanyak kelas interval data. Kemudian tambah satu titik di kiri dan di kanan, dengan maksud titik awal dan titik akhir c. Beri nama garis ordinat Y dan bagi garis tersebut dengan skal tertentu pula sesuai dengan kuantum atau frekuensi yang ada. d. Buat balok segi empat pada masing–masing kelas interval dengan menggunakan batas nyatanya, sedangkan tinggi disesuaikan frekuensi masing-masing e. Garis Y selalu mulai dari nol. Jangan lupa memberi label garisY
dengan
31
f. Dengan menggunakan penggaris cari titik temu nilai frekuensi dengan titik tengah (midpoint) masing-masing kelas interval. g. Hubungkan semua titik tengah yang diperdapat. Dimulai dari titik awal tambahan dan diakhiri pula dengan titik akhir yang telah ditentukan sebelumnya.
74,5
81
94
107 120 133 146
149.5
Diagram 5 : Histogram dan Poligon IQ Mahassiwa 4. Grafik Ogive (Ozaiv) Ogive merupakan poligon meningkat (komulatif) dan banyak digunakan dalam penyajian data penelitian. Sering juga disebut dengan distribusi frekuensi komulatif yang divisualkan. Ini berarti menggunakan titik tengah sumbu X dan sumbu vertikal adalah frekuensi komulatif. Langkah–langkah penyusunan Ogive secara sederhana adalah sebagai berikut: a. Buat garis X, sebagai garis mendatar (absis) dan garis Y sebagai garis vertikal (ordinat). Kedua garis tersebut disusun sehingga membentuk sudut siku-siku.
32
b. Pilih suatu patokan/standar pada garis X untuk menempatkan titik-titik batas bawah nyata kelas interval. Selanjutnya beri label/nama sumbu X dan sumbu Y. c. Bagi sumbu Y dengan unit tertentu sesuai dengan kategori data yang akan disajikan d. Plot nol pada batas bawah nyata dari kategori pertama, kemudian pada batas nyata atas dati tiap kelas/kategori. e. Hubungkan semua titik yang didapat dengan garis lurus dan titik yang terakhir adalah sama dengan N atau 100 % (kalau menggunaakan persentase). f. Selanjutnya perhatikan ogive berikut. Data yang digunakan adalah sama dengan pada waktu menyusun Histogram. Tabel 15: Tabel Frekuensi Komulatif IQ Mahasiswa di fakultas X No.
Kelas Interval
Titik Tengah
Frekuensi
Frekuensi Komulatif
1 2 3 4 5 6
140 – 152 127 – 139 114 – 126 101 – 113 88 – 100 75 – 87 N
146 133 120 107 94 81
2 5 12 2 8 1 30
30 28 23 11 9 1
f 30 F
30 28
20
23 11
10 9 1 . IQ 81
94
107 120 133 146
Diagram 6 : Ogive Mahasiswa
33
Dapat juga ditampilkan dalam bentuk distribusi “Kurang dari” Tabel 16 : Frekuensi Komulatif Kurang Dari Kelas Interval
Frekuensi Komulatif
< 153 <140 < 127 < 114 < 101 < 88 < 75
30 28 23 11 9 1 0
F 30
30 28
20
23 11
10 9 1 . IQ 74.5 87.5
101.5
127.5
113.5
153.5
140.5
Diagram 7 : Ogive IQ Mahasiswa (Kurang Dari) Contoh data : Distribusi Frekuensi Komulatif Lebih Dari atau Sama Dengan Tabel 17 : Frekuensi Komulatif Lebih Dari atau Sama Dengan Kelas Interval
Frekuensi Komulatif
≥ 153
0
≥140
2
≥ 127
7
≥ 114
19
≥101
21
≥ 88
28
≥ 75
30
34
C F 30
30 28
20
23 11
10 9 1 . 74.5
101.5 87.5
127.5 113.5
IQ
153.5
140.5
Diagram 8 : Ogive IQ Mahasiswa dalam bentuk Lebih dari 5. Grafik Garis Diagram garis ini lebih tepat digunakan apabila seseorang ingin kecendrungan (trend) perkembangan suatu penomen, seperti kecendrungan perkembangan
penduduk,
kecelakaan
tiap
tahun,
perkembangan
murid,
pendapatan dan sebagainya. Dengan data yang tersaji dalam diagram garis, dapat diamati apakah meningkat atau menurun dalam periode waktu tertentu. Jumlah/Frekuensi kecelakaan lalu lintas tahun 2004-2008 di kota X adalah sebagai berikut:
Tabel 18 : Jumlah Kecelakaan Lalu Lintas di Kota X 2004 - 2008 Tahun
Jumlah Kejadian
2008 2007 2006 2005 2004
145 121 61 21 14
Berdasarkan data tersebut dapat disusun diagram garis sebagai berikut:
35
f 150 145 121 100
61 50 21 14 Tahun 2004
2005
2006
2007
2008
Diagram 9 : Kecelakaan Lalu Lintas Tahun 2004-2008 di kota X 6. Diagram Irisan/Pastel (Pie Chart) Penyajian data dalam bentuk lain adalah diagram Pastel. Bentuk ini sering digunakan untuk menggambarkan jumlah penduduk suatu wilayah serta sektor lapangan pekerjaan yang ditempatinya. Berhubung karena penampilan data dalam bentuk satu lingkaran, jumlah frekuensi masing-masing kelompok hendaklah dirubah menjadi persen (%). Oleh karena itu grafik pastel/lingkaran adalah grafik yang disusun berdasarkan distribusi relatif. Berikut ini data penduduk dalam suatu kota X tahun 2008, menurut lapangan usaha. Tabel 19 : Jenis Lapangan Usaha di Kota X Tahun 2008 Lapangan Usaha
Jumlah
%
1.Pertanian
90.030
57
2.Indusri
46.083
29
3.Jasa
22.362
14
158.475
100
Jumlah
Sumber: Kab.Lima Puluh Kota dalam Angka 2008/2009
36
Data jumlah penduduk menurut lapangan usaha, kemudian dirubah menjadi persen, sehingga dapat diketahui persentase jumlah penduduk menurut lapangan usaha. Data tersebut kemudian dapat disajikan dalam bentuk diagram pastel, sebagai berikut:
Jasa 14% Pertanian .
.
57 Industri 29% Gb 1 : Diagram Pastel Penduduk Kab.X menurut Menurut Lapangan Usaha, tahun 2008/2009
7. Diagram Lambang Diagram lambang adalah penyajian data dengan menggunakan gambar atau lambang-lambang tertentu. Umpama: untuk menggambarkan penduduk suatu wilayah dalam digunakan lambang manusia; untuk penyebaran sekolah digunakan lambang rumah. Biasanya satu mewakili sejumlah data yang divisualkan, seperti 1000 penduduk dilambangkan oleh satu gambar manusia, 10 sekolah dilambangkan oleh satu gambar sekolah
37
Gb 2 : Penyebaran Penduduk suatu Wilayah Keterangan: = 1000 penduduk = Jalan Raya 8. Kurva Apabila poligon diperhalus sudut-sudut yang terhubung maka akan kurva. Kurva dapat dibedakan atas beberapa bentuk, yaitu 1. Kurva simetri 2. Kurva a simetri Kurva sehingga adalah apabila kedua sisi kiri dan kanan dilipat di tengah, maka lipatan-lipatan itu akan saling menutupi secara utuh sehingga lipatan sebelah kiri akan menutupi lipatan bagian kanan secara keseluruhan. “A symetrical curva is one in which the two sides of the distribution would exactly correspond, if the figure were to be folders over at its sentral point”. Kurva asimetri tidak demikian adanya. Kurva asimetri sering juga disebut dengan kurva juling, baik juling ke kiri maupun juling ke kanan.
38
Beberapa bentuk kurva simetri : a. Kurva normal b. Leptokurtic c. Mesokurtic d. Playkurtic e. Rectacgular Kurva normal tergantung pada dua parameter, yaitu rata-rata hitung populasi dan simpangan baku populasi, kalau dalam sampel adalah rata-rata dan simpangan baku. Beberapa karakteristik kurva normal : (1) belahan kiri dan kanan titik tengah simetris, ke kanan X + 3 SD, sedangkan ke kiri X - 3 SD, (2) luas daerah di atas sumber data sama dengan 1. (1) grafik selalu di atas sumbu datar X. Selanjutnya perhatikan grafik di bawah ini:
34,13
34,13
13,59
13,59
2,15 - 3 SD
- 2 SD
2,15
-1 SD
Mean +1 SD Median Mode
+ 2 SD
+3 SD
Mode Mode
Gambar 3 : Kurva Normal dan Luas Daerah dibawahnya. Kurva Leptokutic adalah suatu kurva yang berbentuk bell langsing, sedangkan kurva mesokurtic kurva yang berbentuk bell sedang. Kurva playkurtic adalah kurva simetris dan berbentuk bell gemuk. Sedangkan kurva rectangular adalah kurva berbentuk segi empat masing-masing kurva dapat diamati pada gambar di bawah ini.
39
Gb 4 : Kurva Leptokutic
Gb 6 : Kurva Playkurtic
Gb 8 : Kurva Juling Kiri/Negatif
Gb 5 : Kurva Mesokurtic
Gb 7 : Kurva Rectagular
Gb 9 : Kurva Juling Kanan/Positif
40
HANDOUT Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Pertemuan I.
: : : : : :
Statistik Sosial (2 SKS) SOA 126 Pendidikan Sosiologi Antropologi Sosiologi Ilmu Sosial Drs. Zafri, M.Pd (4431) Ike Sylvia, S.IP, M.Si (4446) : 5
Learning Outcome (Capaian Pembelajaran) Mahasiswa mampu memahami konsep tendensi sentral
II. Materi Pokok: A. Ukuran Kecenderungan Sentral 1. Mean/Rerata 2. Perhitungan Mean dari Data Mentah/Skor Kasar 3. Mencari Mean dari Distrubusi Tunggal 4. Mencari Mean dari Distribusi Berganda/Bergolong 5. Mencari Rata-rata Hitung Berdasarkan Frekuensi Titik Tengah 6. Mencari Mean dengan menggunakan Mean Terkaan 7. Mencari Rata-rata Hitung Berdasarkan Mean Terkaan/Rata-rata Dugaan 8. Median 9. Mencari Median dengan Data Tunggal5 10. Mencari Median dengan Data Bergolong 11. Mode/Modus 12. Mencari Mode dengan Data Tunggal 13. Mencari Mode dengan data Bergolong 14. Hubungan Mean, Median dan Mode dalam Suatu Distribusi III. Uraian Materi Pengukuran Kecendrungan Sentral (sentral tendency) merupakan bentukbentuk analisis statistik dalam kelompok deskriptif, seperti yang pernah
41
disinggung pada awal tulisan ini. Seandainya sesesorang meneliti penyebaran penduduk menurut umurnya, maka kecendrungan terbanyak jumlah penduduk akan berada pada bagian tengah. Demikian juga kalau dikumpulkan data pendapatan (income) penduduk dalam suatu kota atau kabupaten atau dalam provinsi. Skor yang cendrung memusat di tengah, akan sangat membantu peneliti. Penduduk yang berpendapat sedikit dan yang tinggi sekali relatif sedikit. Tetapi perlu diingat bahwa penggambaran dengan menggunakan ukuran sentral hanya rnenggambarkan kelompok yang diteliti, dan tidak dimaksudkan untuk mengambil inferensi-inferensi pembuktian hipotesis.
Gb 10 : Kurva Sebaran Penduduk Dengan demikian ukuran kecendrungan sentral, mencari gejala memusatnya data tersebut dimana, dan serta di usia berapa penduduk terbanyak, berdasarkan data yang dikumpulkan. Ukuran kecendrungan sentral ada 3 macam, yaitu (1) Mean, (2) Median dan (3) Mode. Ketiga cara itu menggunakan teknik yang berbeda-beda. A. Mean/Rerata Arti dari Mean adalah angka rata-rata. Kalau N kecil dan datanya yang tersedia adalah data interval dan ratio, maka peneliti dapat mencari Mean/rata-rata data tersebut, tetapi kalau N datanya banyak (N frekuensi data), maka menghitung dengan cara langsung akan memakai waktu yang cukup lama dan kurang praktis. Oleh karena itu ada 3 cara dalam menghitung Mean/Rata-rata, yaitu: (1) data
42
langsung (data mentah) yang belum disusun dalam bentuk distribusi frekuensi, (2) data yang disusun kedalam bentuk distribusi tunggal, dan (3) data yang disusun dalam bentuk distribusi bergolong. B. Perhitungan Mean dari Data Mentah/Skor Kasar Apabila berdasarkan temuan didapat sejumlah angka, maka angka rata-rata dapat dihitung dengan menjumlahkan skor/nilai-nilai dibagi dengan jumlah individu dalam kelompok nilai-nilai itu. Formula yang digunakan: = Keterangan: = Rata-rata hitung yang dicari X1, X2, X3, …Xn
= Skor masing-masing individu
N
= Jumlah individu kelompok
Atau = Contoh : Dalam tahun 20011, terjadi bermacam pelanggaran lalu lintas. Jumlah pelanggaran tiap bulan adalah berikut:
43
Tabel 20 : Pelanggaran Lalu Lintas di Kota Solok Tahun 2008 No.
Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Jumlah
Jumlah korban 665 584 432 440 387 368 386 240 245 272 401 104 4523
Sumber Kota Solok dalam angka 2008 - 2012 = =
Mean/Rata-rata kecelakaan tiap bulan =
= 376.92
Ini berarti rata-rata kecelakaan tiap bulan di wilayah ini tahun 2011/2012, sebanyak 376.92 (dibulatkan menjadi 377 kali). Kecelakaan tahun 2010 sebanyak 6662 atau rata–rata kecelakaan perbulan 555.17. Kalau dibandingkan jumlah kecelakaan tahun 2010 dengan jumlah kecelakaan tahun 2011, ternyata tahun 2011 lebih rendah dari 2010. (Mean 376.92 < 555.17). Cara mencari Mean seperti di atas hanya berlaku untuk data murni atau skor kasar. C. Mencari Mean dari Distribusi Tunggal Apabila dalam suatu penyebaran data, terdapat individu yang mempunyai skor yang sama, maka penyebaran data itu disusun terlebih dahulu dalam bentuk
44
distribusi frekuensi tunggal, kemudian baru dicari nilai rata-ratanya. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: = Keterangan: = Rata-rata hitung fi
= frekuensi datayang ke i
fi Xi
= perkalian frekuensi dengan nilai data ke i
∑ fi Xi = jumlah skor total N
= jumlah inividu dalam kelompok
Contoh: Berikut ini tinggi badan siswa yang disusun dalam bentuk distribusi frekuensi tunggal. Tabel 21 : Distrubusi Frekuensi Tinggi Badan Siswa Tinggi badan (cm)
Frekuensi
fiXi
135 132 130 125 120 Jumlah
7 10 7 4 2 30
945 1320 910 500 240 ∑ fiXi = 3915
=
= 130.5
Berdasarkan perhitungan tersebut tinggi rata-rata siswa dalam contoh ini adalah 130.5 cm. D. Mencari Mean dari Distribusi Berganda/Bergolong Mencari rata-rata dari distribusi bergolong, berarti mencari rata-rata dari data yang telah didusun dalam kelas-kelas interval, bukan dari data distribusi tunggal atau dari skor kasar. Dalam hal ini dapat digunakan dua cara, yaitu berdasarkan (1) frekuensi titik tengah dan (2) mean terkaan/rata-rata hitung dugaan.
45
E. Mencari Rata-rata Hitung Berdasarkan Frekuensi Titik Tengah Suatu hal yang berbeda dengan skor kasar adalah nilai di sini adalah nilai titik tengah masing-masing kelas interval, bukan skor kasar individual. Berhubung karena skor /data menyebar dan tersebar, maka beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Tentukan terlebih dahulu nilai tertinggi dan terendah dalam data yang akan diolah. 2) Tentukan jumlah kelas interval yang dibutuhkan. Untuk banyak kelas interval, dapat dgunakan K = 1 +3.3log n 3) Buat kelas interval sebanyak yang dibutuhkan 4) Masukkan data, dan cari frekuensi (f) 5) Tentukan titik tengah (midpoint) dari tiap kelas interval dengan menjumlahkan exact upper dan lower limit dan kemudian dibagi dua. 6) Kalikan nilai titik tengah tiap tiap kelas interval dengan frekuensi masingmasingnya (fiXi) 7) Jumlah hasil perkalian fiXi masing-masing kelas interval sehingga didapat jumlah keseluruhan/total 8) Bagi jumlah total (hasil langkah ketujuh) dengan N atau f. Sebaran data : 24 25 35 48 25 36 38 67 45 23 78 56 35 33 45 56 58 49 30 59 40 65 76 54 32 78 76 64 79 57 Nilai terendah
= 23
Nilai tertinggi
= 79
Range
79 - 23 = 56
Jumlah kelas interval
; K = 1 + 3.3 log 30 1 + 3.3 x1.477 5.8741 I dibulatkan jadi 6
Interval = 56 : 6 = 9.33 (dibulatkan jadi 6)
46
F. Mencari Mean dengan menggunakan Mean Terkaan Dengan mengikuti langkah seperti yang telah dikemukakan, akan didapat distribusi frekuensi bergolong sebagai berikut: Tabel 22 : Mean dengan Midpoint Kelas Interval 70 - 79 60 - 69 50 - 59 40 - 49 30 - 39 20 - 29 N Fi
= 30
fXi
= 1455 =
f 5 3 6 5 7 4 30
Titik tengah (Xi) 74.5 64.5 54.5 44.5 34.5 24.5
fXi 372.5 193.5 327 222.5 241.5 98 1455
= 48.5
G. Mencari Rata-rata Hitung Berdasarkan Mean Terkaan/ Rata-rata Dugaan Cara kedua yang dapat digunakan untuk mencari Mean adalah dengan menggunakan Mean Terkaan/Rata-rata Terkaan/Dugaan. Dalam konteks ini, bukan sekedar menerka tanpa perhitungan, tetapi memperkirakan dengan baik, dimana kira-kira letak nilai rata-rata itu, (pada kelas interval yang mana). Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut 1) Ambil salah satu kelas interval yang diduga mean yang sebenarnya tidak begitu jauh meleset dari angka–angka tersebut 2) Letakkan nol sejajar dengan mean perkiraan itu pada kolom deviasi yang sudah disiapkan 3) Letakkan angka 1, 2, 3 dan seterusnya berurut ke atas pada kolom deviasi di atas nol pada mean terkaan, pada kolom yang telah disiapkan
47
4) Letakkan angka -1, -2 ,-3 dan seterusnya berurut ke bawah pada kolom deviasi di bawah nol mean terkaan pada kolom yang telah disiapkan 5) Mengalikan frekuensi masing-masing kelas interval dengan deviasi deviasi tiap kelas interval 6) Menjumlahkan deviasi yang sudah dikalikan dengan frekuensi tersebut 7) Membagi hasil pada langkah 6 dengan N 8) Kalikan hasil langkah 7 dengan I (interval) 9) Tambahkan hasil langkah 8 dengan MT (Mean terkaan) Langkah tersebut di atas sesuai dengan rumus Mean Terkaan sebagai berikut:
M
=
MT
+[
x i
Keterangan: M
= Mean
MT
= Mean Terkaan = Jumlah penyimpangan I deviasi dari mean terkaan setelah dikalikan dengan frekuensi
x
= deviasi dari mean terkaan
N
= jumlah individu atau jumlah frekuensi
i
= interval
Berdasarkan data seperti di atas dapat disusun disusun kembali distribusi frekeunsi, deviasi dan mean terkaan sebagai berikut Tabel 23 : Mean Terkaan Kelas Interval 70 – 79 60 – 69 50 – 59 40 – 49 30 – 39 20 – 29 N
F 5 3 6 5 7 4 30
3 2 1 0 -1 -2
15 6 6 0 -7 -8 ∑
= 12
48
MT
= 44.5
N
= 30
∑
= 10
I
= 10
M
= 44.5 +
M
= 44.5 + 4 = 48.5
x 10
Seandainya dalam suatu sebaran ada beberapa sub kelompok. Mean masing sub kelompok dapat dicari dengan salah satu tek nik di atas, maka mean total dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Mean Total
=
Keterangan n1
= jumlah sub sampel ke 1
n2
= jumlah sub sampel ke 2
n3
= jumlah sub sampel ke 3
nk
= jumlah sub sampel ke k
M1
= jumlah rata-rata sub sampel ke 1
M2
= jumlah rata-rata sub sampel ke 2
M3
= jumlah rata-rata sub sampel ke 3
Mk
= jumlah rata-rata sub sampel ke k
Contoh: Lima sub sampel, masing-masing berukuran (n) 6,7,9,11, dan 13, dengan rata-rat tiap kelompok:80, 70, 120, 100, dan 140 Mean kelompok (total) = Mt
=
Mt
= 98.26
=
Apabila n sub kelompok adalah sama, maka Mean gabungan dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
49
M1
+
M2 + M3
Mt Keterangan:
+…….. + Mk
= k
= jumlah sub grup
H. Median Median
merupakan
ukuran
suatu
kecendrungan
sentral
yang
menggambarkan letak suatu nilai yang membatasi frekuensi ke atas dan ke bawah adalah sama. Atau dapat juga dikatakan
suatu nilai yang membatasi 50 %
frekuensi distribusi bagian atas dan 50 % frekuensi distribusi bagian bawah. I.
Mencari Median dengan Data Tunggal Apabila jumlah N distribusi ganjil, median adalah nilai (data) yang paling
tengah, setelah nilai-nilai itu diurutkan terlebih dahulu.
Contoh: Berikut ini
adalah penyebaran data tinggi badan 9 orang siswa Sekolah Menengah Atas. 167, 169, 157, 146, 158, 170, 166, 163 dan 154 Angka tersebut kemudian diurutkan dari yang tinggi kepada yang rendah, sebagai berikut: Tabel 24 : Median Data Tunggal dengan Jumlah Data Genap Nomor Urutan
Tinggi badan
Median yang dicari
1 2 3 4 5 6 7 8 9
170 169 167 166 163 158 157 154 146
163
50
Berdasarkan data yang telah diurutkan, median sebaran nilai tinggi badan adalah 163,karena angka 163 merupakan urutan yang ditengah. Apabila N individu penyebaran data adalah genap, maka nilai median, adalah urutan nilai yang ditengah dibagi dua. Contoh: Sebaran data dengan N=8 169, 157, 146, 158, 170, 166, 163 dan 154 Selanjutnya data tersebut disusun dalam suatu urutan, sebagai berikut: Tabel 25 : Median Data Tunggal dengan Jumlah Data Ganjil Nomor Urutan
Tinggi badan
1 2 3 4 5 6 7 8
170 169 166 163 158 157 154 146
Median yang dicari
Dua nilai tinggi badan yang ditengah (urutan keempat dan kelima) adalah 163 dan 158. Selanjutnya gunakan rumus median untuk data tunggal dengan N genap. Median =
= 160.5
Oleh karena itu Median sebaran tinggi badan adalah: 160.5 J.
Mencari Median dengan Data Bergolong Apabila sebaran data cukup banyak dan luas, maka sebaiknya penelti
menggunakan teknik mencari median dengan data bergolong. Rumus yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: Median = Bb
+
Keterangan: Mdn =
Median
51
Bb
=
Batas nyata dari kelas interval yang mengandung median
Kfb
=
Komulatif frekuensi dibawah frekuensi kelas interval yang mengandung median
fmdn
=
Frekuensi kelas interval yang mengandung median
I
=
Lebar internal
N
=
Jumlah frekuensi dalam distribusi
Langkah-langkah yang ditempuh dalam mencari median dengan data bergolong adalah sebagai berikut: 1) Kelompokkan data suatu distribusi frekuensi, sebaiknya dimualai dari kategori yang paling rendah 2) Susun frekuensi komulatif, dengan jalan menjumlahkan frekuensi dari kelas interval terendah sampai kelas interval teratas 3) Interval yang mengandung median itu (N/2). Frekuensi tersebut akan menunjukkan pada kelas interval mana, median itu mungkin akan didapat. 4) Tetapkan batas bawah nyata (Bb), yaitu pada kelas interval yang mengandung median 5) Tentukan kfb, yaitu komulatif frekuensi yang terletak di bawah kelas 6) Mengurangi ½ N dengan kfb 7) Mengalikan hasil langkah 6 dengan i (interval) 8) Membagi hasil langkah 7 dengan f mdn 9) Menambahkan hasil langkah 8 dengan Bb Aplikasi penggunaan rumus median dengan data bergolong, digunakan data yang sama dengan yang mencari mean data bergolong, sebagai berikut: Sebaran data : 24 25 35 48 25 36 38 67 45 23 78 56 35 33 45 56 58 49 30 59 40 65 76 54 32 78 76 64 79 57 Nilai terendah
= 23
Nilai tertinggi
= 79
Range
79 - 23 = 56
52
Jumlah kelas interval
; K = 1 + 3.3 log 30 1+ 3.3 x1.477 5.8741 dibulatkan jadi 6
Interval = 56: 6 = 9.33 (dibulatkan jadi 6) Selanjutnya disusun kelas interval, dicari frekuensi masing-masing kelas interval dan komulatif frekuensi. Tabel 26 : Median Data Bergolong Kelas Interval 70 -79 60 69 50 59 40 -49 30- 39 20 29 N
f 5 3 6 5 7 4 30
Kf 30 25 22 16 11 4
Kelas interval yang mengndung median adalah 40 – 49, karena pada kelas interval itu terdapat frekuensi 15 ( ½ N) , Bb = 39.5, kfb = 11 dan fmdn = 5 Median = Bb
+
= 39.5 + = 39.5 + Mdn
x 10
= 47.5
K. Mode (Modus) Mode merupakan salah satu ukuran kecendrungan sentral yang menyatakan keterpusatan data dari suatu sebaran data. Keterpusatan itu ditunjukkan oleh jumlah frekuensi masing-masing nilai atau skor. Atau juga dikatakan Mode adalah skor yang mempunyai frekuensi terbanyak dalam suatu sebaran sekumpulan data.
53
L. Mencari Mode dengan Data Tunggal Mode sebaran data sangat ditentukan oleh frekuensi munculnya skor masing-masing data dari sekelompok data. Misal ada sebaran sekompok data: 15, 20, 30, 23, 24, 25, 28, 30,21. Kalau diperhatikan data tersebut maka mode adalah 30, karena angka 30 muncul dua kali, sedangkan lain hanya satu kali. Oleh karena itu mode nya hanya satu maka unimodal. Kalau dilihat data lain, seperti : 20, 25, 28, 30, 35, 36, 21, 27, 25, 28, 32, 40, 34,33,22, dapat diartikan bahwa terdapat dua skor yang mmpunyai frekuensi yang sama, yaitu: 25 muncul dua kali, sedangkan skor 28 juga muncul dua kali, maka modusnya adalah 25 dan 28. Kalau modus suatu sebaran dua skor (dalam contoh ini 25 dn 28) maka disebut juga bimodal. Berikut ini adalah beberapa angka yang muncul lebih dari dua kali. Contoh : 25, 28, 39, 35, 36, 21, 27, 25, 30, 32, 40, 34,33,22., 32, 26, 21
Ini mode angka tersebut lebih dari dua kali. Hal ini disebut juga dengan mode dengan multimodal. M. Mencari Mode dengan Data Bergolong Bilamana makna konsep tentang modus telah dipahami, maka konsep tersebut dapat pula diberlakukan untuk data yag dikelompokkan dalam kelas Interval, kalau kurvanya unimodal. Kelas interval yang mempunyai skor tertinggi patut diduga disanalah letak Mode secara kasar. Nilai titik tengah/midpoint kelas interval dapat dijuga mewakili Mode sebaran data. Table 27 : Mode Data Bergolong Nilai Ujian 80 - 89 70 - 79
Titik Tengah 84.5 75.5
Frekuensi 2 9
Kf 44 42
60 - 69
64.5
14
33
50 - 59 40 - 49
54.5 44.5
9 9
19 10
1
1
30 -39
34.5 N
44
54
Berdasarkan data di atas kelas interval yang mendapatkan frekuensi tertinggi adalah
60-69. Nilai titik tengah kelas interval tersebut, sebesar
64.5
dengan demikian, secara kasar dapat diduga bahwa Mode sebaran sebesar 64.5. Kalau peneliti lebih halus lagi hasilnya gunakan rumus dalam mencari Mode sebagai berikut. Mo = b + p Keterangan: Mo
= Modus
B
= Batas bawah kelas interval modus
f1
= selisih frekuensi antara kelas modus dan kelas sebelumnya
f2
= selisih frekuensi antara kelas modus dan kelas berikutnya Mo = 59.5 + 10 Mo = 59.5 + 10 = 59.5 = 10 = 69.5
Rumus lain yang dapat diguanakan adalah sebagai berikut: Mode = 3 Median - 2 Mean Setelah dicari Mean dan Median data di atas, didapati Mean
= 60.89
Median = 61.81. Selanjutnya Mode dapat dicari. Mode
= (3 x 61.81) – (2 x 60.89 = 185.63 - 121.78 = 63.65
55
N. Hubungan Mean, Median dan Mode dalam Distribusi Kedudukan Mean, Median, dan Mode dalam suatu distribusi sangat ditentukan oleh sebaran datanya. Ada kelompok data yang tersebar secara simetri, yaitu data yang seimbang, yaitu frekuensi skor yang rendah dan yang tinggi seimbang, dengan yang terbanyak di bagian tengah. Pada kurva yang simetri ini, Mean, Median dan Mean boleh dikatakan terletak pada satu titik, Mean = Mdn =Mode, seperti gambar di bawah ini
Mean Median Mode Gb. 11 : Hubungan Mean, Median, Modus dalam suatu distribusi Di samping distribusi normal (normal distribution) juga ada distribusi juling kiri (negatively skewed distribution) dan distribusi juling kanan (positively skewed distribution). Distribusi dikatakan juling kiri apabila Mode > Median > Mean dan terletak disebelah kanan Mean. Distribusi dikatakan juling positif, apabila Mode < Median < Mean, dan terletak di sebelah kiri Mean.
56
HANDOUT Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Pertemuan
: : : : : :
Statistik Sosial (2 SKS) SOA 126 Pendidikan Sosiologi Antropologi Sosiologi Ilmu Sosial Drs. Zafri, M.Pd (4431) Ike Sylvia, S.IP, M.Si (4446) : 6
A. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran) Mahasiswa mampu memahami konsep ukuran letak, desil, kuartil dan persentil
B. Materi Pokok: 1. Kuartil 2. Desil 3. Persentil C. Uraian Materi Dalam
ilmu-ilmu
sosial
sering
seseorang
ingin
posisi
seseorang
dibandinglan temannya, atau dimana letak seorang di dalam bersama diantara teman yang lain. Ukuran kecendrungan sentral tidak mungkin menjawab hal demikian, karena lebih terfokus pada sentralnya, kecuali kalau digunakan p50 yang mewakili titik tengah median. Untuk itu dalam ilmu statistik diperkenalkan konsep kuartil (perempatan) desil (perpuluhan) dan persentil (perseratusan). Kuartil adalah nilai yang memisahkan nilai/skor dalam suatu distribusi tiap 25% frekuensi dalam suatu distribusi, sedangkan desil dapat memisahkan tiap sepuluh persen. Kalau seseorang menginginkan norma yang yang lebih halus lagi maka gunakalah persentil, sebab persentil memisahkan skor setiap 1 %.
57
1. Kuartil a. Pengertian Kuartil Seperti telah disinggung di atas, kuartil merupakan yang membagi distribusi suatu sebaran data menjadi empat kategori yang sama setelah sebaran data tersebut disusun urutan nilainya dari nilai terkecil hingga nilai yang tertinggi. Kuartil pertama (K1) adalah suatu nilai yang membatasi 25% frekuensi dibagian bawah dari 75 persen frekuensi distribusi di bagian atas. K2 adalah suatu nilai yang memisahkan 50% frekuensi di bawahnya dan 50% frekuensi di atasnya, sedangkan K3 merupakan nilai yang memisahkan 75% frekuensi di bawahnya dan 25% frekuensi di atasnya. Selanjutnya perhatikan diagram berikut di bawah ini.
75% 50 %
K3
K2
75%
25%
50% K125% b. Cara Menghitung Kuartil Pada uraian sebelumnya telah dikemukakan cara mencari median, baik untuk data tunggal, maupun untuk yang dikelompokkan. Cara mencari ukuran letak kuartil, tidak jauh berbeda dengan cara mencari median. Letak perbedaan adalah kalau kuartil adalah skor/nilai terletak pada kelipatan perempatan dari sebaran data. Andaikata N data =100, maka K1 adalah skor/nilai pada urutan data ke 25; K2 adalah skor/nilai pada urutan ke 50, dan K3 adalah skor/nilai pada ukuran ke 75. Cari mencarinya berbeda pada data tunggal dengan data yang telah dikelompokkan dalam bentuk kelas interval. a. Data Tunggal Dalam mencari skor/nilai dari data tunggal dapat digunakan formula sebagai berikut:
58
K = data ke Keterangan K = nilai/skor kuartil yang dicari I = 1,2,3 , yang menujukkan K1, atau K2, atau K3 Contoh: Sebaran data: 166,170,167,169,163,142, 148,154,157,158,164. N = 11 Selanjutnya masuk ke dalam rumus: K1 = data ke K1 = data ke K1 = data ke 3 K2 = data ke K2 = data ke 6 K3 = data ke K3 = data ke 9 Selanjutnya sebaran data diurutkan dari yang rendah kepada yang tinggi, seperti juga dalam mencari median, sebagai berikut Tabel 28: Kuartil Data Tunggal N Tuntas dibagi 4 Tinggi badan 170 169 167 166 164 163 158 157 154 148 142
Letak Kuartil
K3
K2
K1
Berdasarkan sebaran data yang telah diurutkan dapat diketahui bahwa : K1
= 154
59
K2
= 163
K3
= 167
Seandainya data genap (N = genap, atau tidak tuntas dibagi dengan 4, maka dalam mencari nilai/skor K1, K2 dan K3.lagi, dengan mencari berapa nilai/skor urutan yang masih tersisa. Perhatikan contoh sebaran data berikut: 167,158,169,154,163,142, 148,157 K1
= data ke
K1
= data ke 2.25
Data tersebut disusun dalam sebaran urutan dari rendah ke tinggi, sebagai berikut: Tabel 29 : Kuartil Data Tunggal N Tidak Tuntas dibagi 4 Tinggi badan 169 167 163 158 157 154 148 142
Letak Kuartil
Nilai K1 yang dicari adalah nilai urutan kedua, ditambah dengan 0.25 x selisih skor urutan ketiga dan kedua. Nilai/skor K1 = 148 + {0.25 x (154 - 148)} = = 148 + 1.5 = 149.5 Jadi Nilai/skor K1 = 149.5 Pola yang sama dapat pula digunakan untuk mencari nilai/skor K2 dan K3, dengan mengganti i sesuai dengan urutan letak K yang dicari. b. Mencari Kuartil untuk Data Bergolong Tidak jauh berbeda dengan mencari Median terhadap data yang telah dikelompokkan, maka untuk Kuartil, dapat digunakan rumus kuartil pertama (K1) adalah sebagai berikut:
60
K1 = Bb + {
}i
Keterangan: K1
= Kuartil pertama
Bb
= Batas bawah nyata
kfb
= Komulatif frekuensi di bawah kelas interval yang mengandung K1
I
= Interval
N
= Jumlah frekuensi dalam distribusi
fd
= Frekuensi dalam interval yang mengandung K1
Sebaran data Nilai dalam Mata Kuliah Statistik : 24 25 35 48 25 36 38 67 45 23 78 56 35 33 45 56 58 49 30 59 40 65 76 54 32 78 76 64 79 57 Nilai terendah
= 23
Nilai tertinggi
= 79
Range 79 - 23
= 56
Jumlah kelas interval : K =
1 + 3.3 log 30 1+ 3.3 x 1.477 5.8741 dibulatkan jadi 6
Interval = 56: 6 = 9.33 (dibulatkan jadi 6) Selanjutnya disusun kelas interval, dicari frekuensi masing-masing kelas interval dan komulatif frekuensi. Tabel 30 : Kuartil Data Bergolong Kelas Interval
f
kf
70 - 79 60 69 50 59 40 - 49 30 - 39 20 29
5 3 6 5 7 4
30 25 22 16 11 4
61
N
30
K1 terletak pada urutan data ke ¼ x 30 = 7.5. Ini berarti nilai K1 berada pada kelas I nterval 30 - 39. Bb = 29.5, fd = 7. Kfb = 4. Interval = 10. Selanjutnya dapat dimasukkan ke dalam rumus: K1
= 29.5 + {
} 10
= 29.5 + (3.5 :7) x 10 = 29.5 + ( 0.5 x 10) = 34.5 Jadi nilai/skor K1 = 34.5 Selanjutnya untuk mencari skor/nilai K2 dapat rumus pola K1, dengan rumus sebagai berikut: K2 = Bb + {
}i
Dengan data pada tabel di atas dapat diketahui: Letak K2 berada pada data ke 15. Ini berarti K2 berada pada kelas interval 40-49.
Bb
= 39.5
Kfb
= 7
Fd
= 5
i
= 10
Selanjutnya masukkan ke dalam rumus, sebagai berikut: K2
= Bb + {
K2
= 39.5 +
K2
= 39.5 +
K2
= 39.5 + 8
K2
= 47.5
}i 10 10
62
Pola yang sama diterapkan untuk mencari K3, menyesuaikan rumus seperti K2, sehingga tersusun rumus sebagai berikut: K3
= Bb + {
}i
Letak K3 berada pada urutan ¾ x 30 = 22.5. Oleh karena itu K3 berada dalam kelas interval 60 – 69. Bb
= 59.5.
Kfb = 22 Fd
=3
Selanjutnya masukkan ke dalam rumus: K3
= 59.5 + {
10
K3 = 59.5 + 1.67 K3
= 61.17
Dari berbagai hasil di atas, dapat dikatakan bahwa skor/nilai = 34.5 adalah nilai yang menjadi angka pemisah, 25% dari mahasiswa dibandingkan dengan 75% di atasnya. Andaikata angka/skor K3 dijadikan patokan lulus (61.17), 25% di atas itu akan dinyatakan lulus dan 75 di bawahnya akan dinyatakan gagal dalam ujian Statistik, namun dosen yang bersangkutan belum mempunyai patokan kalau yang bersangkutan menginginkan patokan 60% atau 70%. Untuk ini harus digunakan Desil, sebagaimana yang akan dikemukakan berikut ini. B. Desil 1. Pengertian Desil Kalau kuartil membagi suatu distribusi atas 4 bagian, sedangkan Desil membagi suatu sebaran frekuensi atas perpuluhan, seperti bagan berikut ini: D9 D7 D5 D3 D1
63
Skor yang menunjukkan Letak D1, berarti memisahkan 10% distribusi frekuensi di bawahnya dari 90% di atasnya, sedangkan skor pada letak D2 akan memisahkan 20% frekuensi di bawahnya dan 80% distribusi frekuensi di atasnya. Sedangkan D9 berarti skor pada letak D9 akan memisahkan 90% frekuensi di bawahnya dari 10% di atasnya. Secara prinsip formula yang digunakan hampir bersamaan dengan kuartil. Hal yang berbeda klasifikasi menjadi perpuluhan, I = 1,2,3 dalam kuartil dirubah dengan i = 1,2,3, 4.4,6,7,8,9. Formula umum yang digunakan sebagai berikut: Untuk data yang tidak dikelompokkan Di = data ke Keterangan Di = nilai/skor kuartil yang dicari, I
= 1,2,3,……….9 yang menujukkan D1, atau D2, atau D3…..D9
Rumus umum untuk distribusi yang dikelompokkan: Di
= Bb + {
}i
Keterangan: Di = Desil ke i Bb = Batas bawah nyata kfb = Komulatif frekuensi di bawah kelas interval yang mengandung K1 I
= Interval
N = Jumlah frekuensi dalam distribusi fd
= Frekuensi dalam interval yang mengandung K1
2. Cara Mengitung Desil a. Mencari Desil Data Tunggal D = data ke Keterangan
i = 1,2,3….. dan 9
64
Sebaran data : 90 150, 126,140,124,118,131, 117, 116, 120 Data tersebut diurutkan menjadi : 90,116, 117, 118, 120,124, 126, 131,140, 150 Selanjutnya dicari data D6 D6 = data ke D6 = data ke 6.6. Ini berarti data ke 6.6 adalah skor/nilai antara 124 dan 126. Selanjutnya berapa harus dicari, sebagai berikut: Skor D6 = 124 + (126-124) x 0.6 124 + 1.2 = 25.2 Selanjutnya dicari dimana letak pula D9 dan berapa nilai pemisahnya. D9
= data ke
=
= 9.9
Nilai/Skor letak data ke 9.9 adalah 140 + (150 – 140) : 10 D9
= 141
Selanjutnya perhatikan pula cari mencari Desil untuk data yang dikelompokkan. b. Untuk Data Bergolong Dalam aplikasi rumus Desil data yang dikelompokkan digunakan data yang dipakai untuk mencari Kuartil sebagai berikut: Sebaran data Nilai dalam Mata Kuliah Statistik : 24 25 35 48 25 36 38 67 45 23 78 56 35 33 45 56 58 49 30 59 40 65 76 54 32 78 76 64 79 57 Nilai terendah
= 23
Nilai tertinggi
= 79
Range 79 - 23
= 56
Jumlah kelas interval: K = 1 + 3.3 log 30 1 + 3.3 x1.477 5.8741 dibulatkan jadi 6 Interval = 56 : 6 = 9.33 (dibulatkan jadi 6)
65
Selanjutnya disusun kelas interval, dicari frekuensi masing-masing kelas interval dan komulatif frekuensi. Tabel 31 : Desil Data Bergolong Kelas Interval
f
Kf
70 - 79 60 69 50 59 40 - 49 30 - 39 20 29 N
5 3 6 5 7 4 30
30 25 22 16 11 4
D2
= 29.5 + {
D2
= 29.5 + = 29.5
10 + 2.86 = 32.36
Nilai /skor D2 adalah 32.36
D5
= Bb + = 39.5 +
10 x10
= 47.5 Jadi skor/nilai D5 adalah 47.5. 3. Persentil Ukuran Letak yang ketiga adalah persentil, yang prinsip mirip dengan Desil dan Kuartil. Kalau dengan Kuartil, peneliti hanya mendapatkan nilai/skor yang memisahkan distribusi dalam perempatan, yaitu K1,K2 dan K33. Dengan Desil seseorang/peneliti dapat mengetahui skor/nilai sebagai angka pemisah jumlah frekuensi dalam perpuluhan, yaitu D1, D2, D3, D4, D5, D6, D7, D8 dan D9. Tetapi tidak mendapatkan angka pemisah 45% frekuensi di bawahnya dan 55% frekuensi di atasnya. Hal itu dijawab oleh ukuran letak Persentil.
66
1. Pengertian Persentil Ukuran letak Persentil menjawab kekurangan Desil dan Kuartil. Persentil adalah angka pemisah yang membagi distribusi menjadi 100 bagian yang sama, sesudah data disusun urutan nilainya terkecil dan nilai yang terbesar. Oleh karena itu dapat dicari dari P1 (persentil pertama), sampai dengan P99 (persentil
99).
Persentil kelima berarti angka itu memisahkan distribusi 5% di bawahnya dan 95% di atasnya. Persentil 10, berarti skor tersebut memisahkan atau membagi 10% distribusi frekuensi di atasnya dari 90% frekuensi di atasnya. P10 = D1. Selanjutnya perhatikan beberapa kesamaan: Persentil, Desil dan Kuartil dalam suatu bagan berikut ini: Persentil
Desil
Kuartil
P75 P70
D7
P50.
D5
P30
D3
K3
K2
P25 D2
K1
Gb 12 : Perbandingan Desil. Kuartil dan Persentil 2. Cara Menghitung Persentil Pola dasar mencari adalah sama dengan Desil atau Kuartil. Rumus –rumus yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: a. Untuk persentil data tunggal Rumus untuk mencari persentil data tunggal ke i berada di : Letak P = data ke
dimana k =1,2,3,4, 5, ………. dan 99
67
Diketahui sebaran data sebagai berikut: 75, 82, 66, 57, 64, 56,92, 94, 86, 52,60, 70 Yang dicari P50 ? Langkah pertama yang dilakukan adalah menyusun data tersebut mendalam urutan sehingga tersusun dari yang rendah kepada yang tinggi: 52,56,57, 60, 64, 66, 70, 75, 82, 86, 92, 94 Langkah kedua menentukan letak Persentil 50 dengan menggunakan rumus: Letak P50
=
=
Letak P50 pada data ke
= 6.50
6.50
P50
= 66 + 0.50 ( 70 - 66) = 66 + 3
P50
= 62
Ini berarti sebanyak 50% data distribusi frekuensi nilainya di atas nilai 62, dan juga sebanyak 50% dari data fekuensi nilainya juga di bawah nilai 62. Berapa nilai pemisahnya kalau P75 ? Letak P75 = data ke
=
= 9.75
Jadi letak P75 berada pada data ke 9,75 Nilai P75 = 82 + 0,75( 86 - 82) = 82 + 3 = 85 Ini berarti sebanyak 75% data distribusi frekuensi nilainya di bawah 85, dan hanya 25% di atas 85 b. Untuk data berkelompok Pn = Bb + {
} i
Keterangan : Pn = Persentlil ke n Bb = Batas bawah nyata kfb = Komulatif
frekuensi
di
bawah
mengandung Pk I
= Interval
N
= Jumlah frekuensi dalam distribusi
kelas
interval
yang
68
fd
= Frekuensi dalam interval yang mengandung K1
Contoh data hasil ujian 80 orang mahasiswa yang telah diolah dalam kelas interval Tabel 32 : Persentil Data Bergolong Nilai ujian
F
kf
31 - 40 41 - 50 51 - 60 61 - 70 71 - 80 81 - 90 91 - 100 Jumlah
1 2 5 15 25 20 12 80
1 3 8 23 48 68 80
Berapa nilai P 50 dan P75? Bb
= 60,5
kfb
= 23
fd
= 25
I
=10
P50 = 60.5 + P50
= 60,5 + 3,6
P50
= 64,1
x 10
P50 = 64,1, artinya sebanyak 50 % dari data distriusi frekuensi mendapat nilai di bawah 64,1 dan sebanyak 50% dari data distrbusi mendapat nilai di atas 64,1. P75
= 80,5 +
P75
= 80,5 + 6
P75
= 86,5
x 10
P75 = 86,5; artinya sebanyak 75% daripada data distribusi mendapat nilai di bawah 86, 5 dan sebanyak 25% mendapat nilai di atas 86,5.
69
HANDOUT Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Pertemuan
: : : : : :
Statistik Sosial (2 SKS) SOA 126 Pendidikan Sosiologi Antropologi Sosiologi Ilmu Sosial Drs. Zafri, M.Pd (4431) Ike Sylvia, S.IP, M.Si (4446) : 7
A. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran) Mahasiswa mampu memahamami konsep variabilitas
B. Materi Pokok: 1. Pengertian dan Jenis Variabilitas 2. Range 3. Range Antar Kuartil 4. Rata-rata Deviasi (Average Deviation) 5. Standar Deviasi C. Uraian Materi 1. Pengertian dan Jenis Variabilitas Ukuran kecendrungan sentral, Mean, Median dan Mean akan menunjukkan kecendrungan memusat, namun tidak dapat mendeskripsikan variasi data dari distribusi tersebut. Seandainya peneliti ingin membandingkan dua sampel penelitian harga Mean sama tidak mencukupi. Harga dua mean sampel penelitian sama, umpamanya 20 dan 20. Peneliti tidak mengatakan kedua kelompok itu sama sebab gejala data secara keseluruhan belum tentu sama. Ada kemungkinan yang satu sebarannnya leptokurtic, dan mungkin juga yang satu lagi mesokurtic atau polykuctic. Selanjutnya perhatikan contoh berikut: Sampel I. :
45, 45 , 45, 20, 60, 45, 30 ,45 70, 45.
∑ =450
Mean = 45
70
Sampel II :
40, 60, ,55, , 35, 50, 38, 45, 60,30,37,
∑ =450
Mean = 45
Kedua data sampel tersebut sama, namun variabilitas tidak sama. Sampel I variasi nilai 20 = 70, sedangkan kelompok kedua variasi nilai cukup banyak walaupun range lebih kecil dari sampel I, yaitu 37 – 60). Perhatikan gambar berikut:
f 6 5 4 3 2 1
20 30 40 50 60 70 Diagram 10 : (Diagram batang diperbesar) f 6 5 4 3 2 1
30 35
40
50 55 60
Diagram 11 : Oleh karena itu dalam mendeskripsikan dan membandingkan dua sampel data tersebut perlu diketahui variabilitas masing-masing sampel data. Walaupun
71
datanya sama-sama normal sekalipun, yang satu mungkin bell runcing yang satu labi dalam bell melebar seperti di bawah ini.
A
B
Mean Gb. 13 Oleh karena itu, yang dimaksud dengan variabilitas dalam satu sebaran data adalah derajat penyebaran nilai-nilai variabel dari suatu kecendrungan sentral dalam suatu distribusi. Kalau variabilitas suatu distribusi, besar maka data akan tersebar dalam rentang yang lebar. Sering juga disebut dengan datanya heterogen, (Lihat gambar di atas), sedangkan kalau variabilitasnya kecil, sebarannya tidak melebar/cendrung mendekati mean. Kondisi didata yang demikian sering disebut dengan data yang homogen (lihat gambar A di atas). Beberapa cara dalam mencari variabilitas, yaitu: (1) Range, (2) Interqurtile ran, (3) Rata-rata Deviasi dan (4) Standar Deviasi. Tiap jenis akan dibicarakan pada uraian berikut ini. c. Range Kalau melihat suatu sebaran data selalu akan ditemui ada skor yang paling rendah dan ada pula skor paling tinggi dan sebagian besar akan tersebar di tengah kecuali kalau data tersebut juling ke kiri atau ke kanan. Jarak antara skor/nilai yang paling tinggi dan yang paling rendah disebut dengan Range. Secara sederhana dapat digambarkan: Range = X Tertinggi – X Terendah Selanjutnya perhatikan sebaran berikut:
72
X1
25
28
35
26
32
34
40
38 36 34
42
48
X2
25
26
34
45
34
42
15
22 65 60
19
31
∑ X1 = 418 Mean = 34,83 ∑ X2 = 418 Mean = 34,83 25
35
45 48
30 Mean 40 15
25 20
35 30
45 40
55 50
65 60
Mean Walaupun Mean sama, namun sebaran tidak sama, karena sampel X1 mempunyai range lebih kecil yaitu 48 - 15 = 23, sedangkan X2, mempunyai range lebih besar, yaitu 65 – 15 = 50. Oleh karena itu, walaupun kedua kelompok itu mempunyai Mean yang sama, yaitu 35.18, tetapi karena range kedua kelompok berbeda, maka kedua kelompok sampel itu harus diartikan dengan memperhatikan range masing-masing. Kelemahan yang sangat menonjol penggunaan adalah range yang diambil dua tertinggi dan terendah, sedangkan banyak variasi nilai yang di tengah tidak diperhitungkan, sedangkan kebaikan range mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan dan banyak digunakan dalam menentukan besaran kelas interval dalam suatu distibusi. d. Range Antar Kuartil Bentuk kedua dari variabilitas adalah Range antar Kuartil. Variabilitas ini merupakan perbedaan antara Kuartil pertama dengan Kuartil ketiga. Rumus yang digunakan: Range Antar Kuartil = K3 - K1 Aplikasi rumus. Sebaran data Nilai dalam Mata Kuliah Statistik : 24 25 35 48 25 36 38 67 45 23 78 56 35 33 45 56 58 49 30 59 40 65 76 54 32 78 76 64 79 57
73
Nilai terendah
= 23
Nilai tertinggi
= 79
Range 79 - 23
= 56
Interval = 6 (dicari dengan menggunakan rumus Sturges) Distribusi frekuensi dalam bentuk data bergolong, adalah sebagai berikut: Tabel 33 : Kelas Interval 70 - 79 60 69 50 59 40 - 49 30 - 39 20 29 N
f 5 3 6 5 7 4 30
kf 30 25 22 16 11 4
Nilai K1 dapat dicari dengan rumus: K1
= 29.5 + { = 29.5 +
}10
(3.5 :7) x 10
= 29.5 + ( 0.5 x 10) = 34.5 Nilai/skor K1 = 34.5 Nilai K3 dapat dicari dengan pola yang sama dengan K1, dengan mengganti K1 dengan K3, sehingga nilai K3 = 61.17. Dengan didapatnya nilai K3 dan K1 maka nilai interkuartil range dapat dicari. Range Antarkuartil
= K3 - K1 = 61,17
- 34,5
= 26,67 Range Antarkuartil ini selalu lebih kecil dari range P10 - P90. Perbedaan lebih kecil lagi kalau digunakan, namun. Range Semi Antar Kuartil (RSAK) lebih kecil lagi. Untuk ini dapat digunakan rumus sebagai berikut: RSAK =
=
= 13,335
74
Range Semi Antar Kuartil ini sering digunakan bersama-sama dengan median. Median untuk kencendrungan sentralnya dan Range Semi Antar Kuartil untuk mengetahui variabilitasnya. e. Rata-rata Deviasi (Average Deviation) Rata-rata Deviasi salah satu ukuran variabilitas yang kadang-kadang digunakan. Rata-rata deviasi adalah rata-rata dari deviasi nilai dari Mean dalam suatu distribusi. Nilai yang diambil adalah nilai absolutnya. Ini berarti bahwa walaupun nilai seseorang rendah dari Mean, namun harga yang digunakan tetap harga absolutnya, (mengabaikan (tanda negatitf). Rumus yang digunakan sebagai berikut: SD = Keterangan: SD
=
Standar Deviasi
x
=
Penympangan skor dari Mean ( X - X )
N
=
Jumlah subjek
Mean dari 4 orang yang tertera dalam table dalam tabel berikut adalah 44: 4 =11. Tabel 34 :
Nama Ali Umar Idham Ratna Jumlah
X 10 12 9 13 44
Penyimpangan individu dari Mean (nilai absolute) x 1 1 2 2
x2 1 1 4 4 10
Jadi Rata-rata Mean: SD = = = 1,58113883 (dibulatkan menjadi 1,581)
75
Dengan demikian dapat dikatakan rata-tata deviasi dari mean sebesar 1,581. f. Standar Deviasi Kelemahan-kelemahan yang terdapat pada rata-rata deviasi seperti peniadaan angka negatif, untuk nilai lebih kecil dari rata-rata kelompoknya, menjadi hilang apabila kita menggunakan standar deviasi sebagai cara untuk menentukan penyimpangan nilai dari kelompoknya/individualnya. Deviasi standar/simpangan baku ini merupakan alat statistik yang lebih ampuh dan teliti dibandingkan dengan range/rentang, dan ukuran simpangan lainnya. Langkah-langkah dalam mencari SD tersebut adalah sebagai berikut: 1. Susun skor atau kelas menurut urutannya, baik dalam kelompok maupun yang tidak dikelompokkan. 2. Hitung rata-ratanya (
)
3. Cari selisih masing-masing nilai atau kelompoknya ( X – 4. Kuadratkan selisih tersebut ( X1 –
)2, ( X2 –
)
)2 dan seterusnya.
5. Jumlahkan kuadrat-kuadrat selisih pada langkah ke 4 6. Bagi jumlah kuadrat itu dengan N. Bagi distribusi yang mempunyai N kecil, gunakan N – 1. 7. Cari skor dari hasil langkah ke enam Standar deviasi dapat dicari untuk data yang dikelompokkan dan untuk data yang tidak dikelompokkan. 1. Data yang tidak dikelompokkan Terhadap data yang tidak dikelompokkan dapat digunakan dua cara, yaitu dengan metode langsung dan metode tidak langsung. a. Metode langsung Metoda langsung dapat dilakukan dengan mengguakan angka kasar dan tidak mencari mean terlebih lebih dahulu. Formula yang dapat digunakan untk metode langsung sebagai berikut: SD =
76
Keterangan: SD
= Standar Deviasi
∑X = jumah Skor kasar ∑ X2 = Jumlah masing-masing skor kasar setelah dikuadratkan Contoh : I. Tabel 35 : Nama Ali Umar Idham Ratna Jumlah
Skor X 10 12 9 13 44
X2 100 144 81 169 494
(Data yang digunakan sama dengan data pada waktu mencari Rata-rata Mean) Dengan menggunakan formula yang telah dikemukakan, maka SD untuk contoh di atas adalah : SD = SD = √
–(
SD = SD = 1.58113883 ( dibulatkan 1,581) b. Metode Tidak Langsung Metode tidak langsung ialah dengan mencari Mean terlebih dahulu Mean dan kemudian mencari penyimpangan. Untuk itu dapat digunakan formula sebagai berikut: Mean
=
SD
=
Dengan menggunakan data pada contoh satu, dapat dicari Mean dan SD-nya sebagai berikut:
77
Tabel 36 : Nama
X
Ali Umar Idham Ratna Jumlah
10 12 9 13 44
=
= 11
SD =
=
x (X– ) -1 +1 -2 +2 0
x2 1 1 4 4 10
SD =
SD = 1.581 Walaupun digunakan rumus yang berbeda terhadap data yang sama, namun hasil yang didapat ternyata tidak berbeda secara berarti. Kalau terjadi perbedaan, terutama sekali disebabkan pembulatan. 2. Data yang dikelompokkan Mencari standar deviasi untuk data yang dikelompokkan tidak jauh berbeda dengan data yang tidak dikelompokkan. Nilai individual tidak muncul lagi, karena telah dimasukan ke dalam kelas interval atau penggolongan yang dibuat. Oleh karena itu nilai masing-masing kelas interval diwakili oleh titik tengah (mid point) nya. Seperti juga untuk data yang tidak dikelompokkan maka untuk data yang dikelompokkan ada dua cara yang dapat digunakan dalam, mencari standar deviasi, yaitu metoda tidak langsung atau rumus deviasi berkode. a) Metode langsung dari skor kasar Apabila kita mengunakan metode ini, kadang-kadang kita akan menjumpai angka
yang
besar-besar.
Oleh
karena
itu
perlu
kehati-hatian
dalam
penyelesaiannya. Formula yang dipakai sama dengan data yang tidak dikelompokkan, adalah sebagai berikut:
78
SD = Tabel 37 : Skor Inteligensi 150 – 159 140 – 149 130 – 139 120 – 129 110 – 119 100 – 109 90 – 99 80 – 89 M
=
SD
=
Titik Tengah 154.5 144.5 134.5 124.5 114.5 104.5 94.5 84.5
fX
fX2
154.5 867 2690 3486 2175.5 731.5 661.5 84.5 10850.5
23870.25 125281.50 361805.00 434007.00 248872.20 76441.75 62511.70 7140.25 1339929.5
F 1 6 20 28 19 7 7 1 89
121.9
= = SD
=
13.816 (13.82)
b) Metode tidak langsung atau deviasi berkode Apabila kita dengan menggunakan angka besar memakai angka besar dan mungkin timbul kesalahan-kesalahan atau kurang teliti menggunakannya maka sebaiknya digunakan rumus yang lain sebagai berikut: SD = i Dimana: x1
= Deviasi berkode dari mean terkaan
i
= interval
79
Tabel 38 : Skor Inteligensi 150 – 159 140 – 149 130 – 139 120 – 139 110 – 119 100 – 109 90 – 99 80 – 89
M
f 1 6 20 28 19 7 7 1 89
=
124.5 +
=
124.5 – 2.70
=
121.8
x1 3 2 1 0 -1 -2 -3 -4
fx1 3 12 20 0 -19 -14 -21 -4 -23
fx1 2 9 24 20 0 +19 28 63 16 179
x 10
SD =
10
=
10
=
10 x 1.3928 = 13.928
Dari contoh di atas didapat bahwa mean = 121.8 sedangkan standar deviasi adalah 13.9 (dibulatkan)
80
HANDOUT Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Pertemuan
: : : : : :
Statistik Sosial (2 SKS) SOA 126 Pendidikan Sosiologi Antropologi Sosiologi Ilmu Sosial Drs. Zafri, M.Pd (4431) Ike Sylvia, S.IP, M.Si (4446) : 9
A. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran)
Mahasiswa mampu memahami konsep dasar pengujian hipotesis dan persyaratan sebelum menentukan pengujian hipotesis B. Materi Pokok:
1. 2. 3. 4.
Pengertian Hipotesis Beberapa Kesalahan Kekeliruan dalam Pengujian Hipotesis Langkah-langkah Pengujian Hipotesis Uji Persyaratan Sebelum Menggunakan Statistik Parametrik a. Uji Normalitas b. Uji Homogenitas c. Uji Linieritas
C. Uraian Materi :
Pengujian hipotesis pada prinsipnya untuk menentukan apakah hipotesis yang diajukan oleh penelitian terima atau ditolak sesuai dengan keadaan data yang sebenarnya, dan bukan untuk membenarkan hipotesis yang telah disusun. A. Pengertian Hipotesis ? Secara etimologi, hipotesis adalah perpaduan dua kata: hypo dan thesis hypo berarti kurang dari thesis adalah pendapat atau thesa Oleh karena itu, secara harfiah hipotesis dapat diartikan sebagai sesuatu pernyataan yang belum merupakan suatu thesa; suatu kesimpulan sementara; suatu pendapat yang belum final, karena masih harus dibuktikan kebenarannya.
81
Hipotesis adalah suatu dugaan sementara, suatu thesa sementara yang harus dibuktikan kebenarannya melalui penyelidikan ilmiah. Hipotesis dapat juga dikatakan kesimpulan sementara, merupakan suatu konstruk (construct) yang masih perlu dibuktikan, suatu kesimpulan yang belum teruji kebenarannya. Pendapat tersebut didukung oleh pendapat beberapa ahli sebagai berikut. Fraenkel dan Wallen (1993:551) menyatakan hipotesis adalah: A tentative, reasonable, testabel assertion regarding the occurance of certain behaviors, phenomena,or events; a prediction of study outcome. Sedangkan Kerlinger (1973) menyatakan hipotesis adalah suatu pernyataan kira-kira atau suatu dugaan sementara mengenai hubungan antara dua atau lebih variabel. Justru karena itu hipotesis merupakan suatu kesimpulan sementara yang belum final; suatu jawaban sementara; suatu dugaan sementara; yang merupakan konstruk peneliti terhadap masalah penelitian. Kebenaran dugaan tersebut perlu dibuktikan melalui penyelidikan ilmiah. Sekurang-kurangnya ada tiga tipe hubungan, yaitu: Hubungan pertama, yang menunjuk dan dapat dikatakan pengaruh, yaitu hubungan yang bersifat asymetris. Hubungan kedua dan tidak menyatakan pengaruh yaitu hubungan yang bersifat symetris, dan Tipe hubungan ketiga adalah reciprocal. - Tipe hubungan asymetris biasanya digambarkan dengan anak panah (
).
Contoh:
Variabel X
Variabel Y
Ini berarti variabel X mempunyai hubungan dengan variabel Y Hubungan yang ada dapat dikatakan dengan pengaruh. X mempengaruhi Y tetapi tidak sebaliknya. Hubungan
symetris
tidak
menunjukkan
dilambangkan dengan garis sedikit melengkung ( pada masing-masing variabel.
pengaruh
dan
biasanya
), yang menunjuk
82
Contoh: Hasil padi
Hasil kadele
I II Hubungan di atas menjelaskan bahwa variabel I mempunyai hubungan dengan variabel II, tetapi tidak dapat diinterpretasikan variabel I mempengaruhi variabel II, sebab variabel I setara dengan variabel II dan tidak mungkin memberikan sumbangan terhadap variabel II. Mana yang lebih menentukan tidak dapat dinyatakan dengan pasti karena banyak variabel lain yang tersembunyi yang tidak diteliti, dan dapat mempengaruhi variabel yang diteliti. Kalau mau mengetahui lebih lanjut apakah ada pengaruhnya, silakan uji dengan memasukkan test factor dalam analisis untuk membuktikan kebenaran hubungan tersebut. Hubungan reciprocal adalah hubungan saling memperkuat masing-masing variabel pada langkah berikutnya. Umpama: Variabel X (Motivasi belajar) dan variabel Y (Hasil belajar). Xt1
Yt1 Xt2
Yt2
Xt3
Yt3 Xt4
Keterangan: t1 adalah waktu pada periode pertama t2 adalah waktu pada periode kedua t3 adalah waktu pada periode ketiga t4 adalah waktu pada periode keempat
Yt4
83
Dari contoh di atas para pembaca dapat mengamati bahwa pada waktu permulaan memang variabel X1 mempengaruhi variabel Y1, namun kemudian variabel Y1 yang sudah terpengaruh akan mempengaruhi lagi variabel X pada t2. Variabel X pada t2 akan mempengaruhi lagi variabel Y pada waktu t2, dan seterusnya, sehingga masing-masing variabel saling memperkuat pada waktu berikutnya. B. Beberapa Kesalahan Kekeliruan dalam Pengujian Hipotesis Dalam pengujian hipotesis, nilai-nilai statistik yang didapat hendaknya dibandingkan dengan kriteria tertentu sesuai dengan polanya masing-masing. Apabila peneliti menggunakan analisis hubungan dengan rumus Product Moment Correlation, maka peneliti hendaknya membandingkan nilai statistik yang didapat dengan tabel Product Moment Correlatioan. Dalam pengujian hipotesis ada dua macam kekeliruan yang dapat terjadi: 1. Kekeliruan type I, yaitu menolak hipotesis yang seharusnya diterima 2. Kekeliruan type II, yaitu menerima hipotesis yang seharusnya ditolak. Peluang untuk membuat kekeliruan type I, dilambangkan dengan sedangkan untuk kekeliruan type II dengan
(alpa),
(beta). Kekeliruan disebut juga
dengan taraf signifikansi. Makin besar (alpa) atau taraf signifikansi yang dipakai peneliti dalam pembuktian hipotesis, makin besar pula tingkat kekeliruan hipotesis, makin besar pula tingkat kekeliruan type I yang diambilnya. Sebaliknya makin kecil
(beta) yang diambil makin besar pula kekeliruan type I. Umpama:
Peneliti mengambil
= 0.05 atau 0.01.Dengan
= 0.01 atau taraf signifikansi 1
% berarti kira-kira satu dari tiap 100 kesimpulan, kita akan menolak
satu
hipotesis yang seharusnya diterima. Atau dapat juga dikatakan mungkin kira 99% kita membuat kesimpulan yang benar dan mungkin salah hanya satu 1%, dengan peluang 0.01. Setiap kali penelitian menentukan taraf pembuktian dapat dihitung. Peluang terjadinya kekeliruan type I ( 1 -
) disebut dengan uji atau kuasa uji. Untuk lebih
jelasnya kedua type kekeliruan itu, perhatikanlah tabel berikut: Tabel 40 : Dua Bentuk Kekeliruan dalam Membuat Kesimpulan
84
tentang Hipotesis Hipotesis Hipotesis Benar Hipotesis Salah
Kesimpulan Terima Hipotesis TolakHipotesis Tolak Hipotesis Terima Hipotesis
Kekeliruan Tidak ada kekeliruan Kekeliruan Type I Tidak ada kekeliruan Kekeliruan Type II
Peneliti hendaklah menghindari kesalahan dalam mengambil kesimpulan. Oleh karena itu peneliti selalu berusaha menekan kedua type kekeliruan pada sampai yang sekecil-kecilnya. Untuk mencapai maksud tersebut bukanlah pekerjaan yang mudah karena dengan menekan kekeliruan type I, yaitu mengurangi menolak hipotesis yang benar, sebenarnya pula peneliti menambah besar kemungkinan menerima hipotesis yang salah. Oleh karena itu seorang peneliti harus pandai dan mampu menggunakan pertimbangan teoritis dan dituntut pula untuk menggunakan pertimbangan praktis sesuai dengan situasi pada umumnya. C. Langkah-langkah Pengujian Hipotesis Pengujian hipotesis bukanlah dimaksudkan untuk menentukan apakah hipotesis yang disusun itu benar atau tidak (kebenaran hipotesis), melainkan hanya menerima atau menolak hipotesis. Oleh karena itu perlu ditentukan terlebih dahulu apakah hipotesis yang akan di uji itu hipotesis nihil atau hipotesis kerja / alternatif. Selanjutnya baru ditentukan kriteria pengujian yang merupakan daerah penolakan (daerah kritik) dan daerah penerima, dengan menentukan taraf signifikansi atau taraf kepercayaan. Bentuk hipotesis yang disusun akan menentukan tenik analisis yang dipakai dan pada bagian berikutnya akan menentukan pula bentuk pengujiannya. Umpama: Hipotesis : Tidak ada perbedaan kemampuan mahasiswa yang diajar dengan metode diskusi dan metode ceramah. Hipotesis ini adalah hipotesis nihil dan dapat di olah dengan rumus ttest. Dengan menentukan tingkat signifikansi (
= 0.05), maka hasil to (yang
diobservasi) dibandingkan dengan ttabel sesuai dengan daerah kritik yang telah
85
ditetapkan. Seandainya hasil yang dapat ( to ) lebih kecil dari harga t pada daerah kritik, maka hipotesis tersebut diterima. Apabila lebih besar maka hipotesis harus ditolak. Perhatikan beberapa contoh daerah penerimaan dan daerah penolakan suatu hipotesis, baik satu ekor (one-tile) ataupun dua ekor (two-tiles)
Ho Daerah Kritis
Daerah Kritis
Daerah Penerimaan
Gambar 23 : Daerah Penerimaan dan Penolakan dua ekor ( two-tile)
Daerah Penolak an
Daerah Penerimaan H0
Daerah Penerimaan H0
Daerah Penolaka n
Gambar 24 : Daerah Penerimaan dan Penolakan Satu Ekor (One-tile) Contoh : Uji dua pihak Dua jenis makanan diberikan kepada ternak secara terpisah dalam jangka waktu tertentu, ingin diketahui makanan mana yang lebih baik bagi ternak tersebut. Jenis makanan I diberikan pada 10 ekor ternak dengan tambahan berat badannya sebagai berikut: 14,0, 13,3 14,2 13,6 13,7 13,7 13,4 13,9 14,1 13,8 sedangkan untuk makanan ( II ) diberikan kepada 9 ekor ternak yang diambil secara random. Tambah berat badannya itu sebagai berikut: 13,3 13,2 13,4 13,7, 13,9 14,2 12,6, 13,9, 14,11. Pada taraf signifikan 5% atau (α=0,05), sama saja baiknya kedua jenis makanan ternak itu dalam menambah berat ternak Untuk ini digunakan rumus: s² =
86
= 13.77 X2 = 13.59 1
s1 = 0.2647 s2 = 0.4886
s2 = t
=
S12 = 0.07 S12 = 0.2387
= 0.1494
= 2.62
Harga t0.975 dengan dk 17 dalam tabel t adalah 2.11. Terima Ho, jika harga t terletak antara -2,11 dan 2,11. Dari hasil di atas t = 2.62. Ini berarti di luar daerah penerimaan Ho. Kesimpulan kedua jenis makanan itu memberikan tambahan berat badan yang berbeda terhadap ternak itu. Apabila hipotesis disajikan dalam bentuk lain. Umpama : Makin tinggi pendidikan seseorang, makin tinggi pendapatannya (Ha). Hipotesis ini diterima, jika nilai/harga r yang didapat lebih besar dari harga r tabel= α ,05. (kalau yang digunakan rumus Product Moment Correlation). Ini berarti pula Ho ditolak. Dalam melakukan analisis data peneliti dapat menggunakan komputer sebagai alat bantu pengolah data. Berbagai rumus dan penyajian data seperti yang telah dikemukakan, dapat diolah dengan menggunakan program SPSS for Windows (Statiscal Product and Service Solutions).Hanya perlu disikapi dengan hati-hati bahwa pemilihan rumus yang tepat sesuai dengan keadaan data yang sesungguhnya, selalu menjadi tanggung jawab peneliti. Di samping itu, penggambaran, pemaknaan hasil pengolahan; dari mana datangnya hasil atau nilai tersebut, harus dipahami secara tuntas dan tetap menjadi tanggung jawab peneliti. D. Uji Persyaratan Sebelum Menggunakan Statistik Parametrik Beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi dalam melakukan uji hipotesis dengan menggunakan statistik inferential adalah sebagai brikut 1. Uji Normalitas a) Kertas Peluang Normal
87
Salah satu cara yang sangat sederhana dalam uji normalitas adalah dengan menggunakan kertas peluang normal. Cara-cara yang ditempuh adalah sebagai berikut: 1) Data yang dikumpulkan (data sampel) disusun dalam bentuk distribusi frekuensi dan kemudian dibentuk distribusi komulatif persentase kurang dari. Dalam hal ini yang diambil adalah batas nyata kelas interval. 2) Selanjutnya persentase komulatif/frekuensi komulatif digambarkan pada kertas grafik khusus atau kertas peluang normal. Pada sumbu datar digambarkan batas-batas kelas sedangkan pada sumbu tegak dilukiskan persentase komulatifnya. 3) Apabila titik teletak pada garis lurus atau mendekati garis lurus maka dapat dikatakan bahwa data yang dikumpulkan berdistribusi normal dan populasi dari mana sampel itu diambil dapat pula dikatakan akan berdistribusi normal. Sebaliknya apabila titik tidak terletak seperti garis lurus atau hampir pada garis lurus maka dikatakan distribusi sampel itu tidak normal. Perhatikan contoh berikut: Data Motivasi Berprestasi. Tabel 41 : Data
F
Data
kf
%
20 – 29
4
Kurang dari 29,5
4
11,76
12
35,29
22
64,29
7
29
85,29
5
34
100
30 – 39 40 – 49 50 – 59
Kurang dari 39,5 8 10
60 – 69
Jumlah
Kurang dari49,5 Kurang dari 59,5 Kurang dari
34
69,5
88
Selanjutnya perhatikan gambar berikut ini:
29,5
39,5
49,5
59,5
69,5
Gb. 25 : Berhubung karena titik-titik pada kertas peluang itu setelah dihubungkan merupakan /mendekati garis lurus, maka dapat dikatakan bahwa data yang dicontohkan di atas berdistribusi normal. Selanjutnya baru dapat digunakan teknik analisis yang berlaku untuk kurva normal. b) Menggunakan Rumus Chi-Squares Cari lain yang dapat digunakan dalam menentukan data distribusi normal atau tidak adalah dengan menggunakan rumus Chi-Square. Langkah yang ditempuh adalah: 1) Menentukan batas nyata kelas untuk tiap-tiap kelas interval 2) Mencari mean dan standar deviasi dari data tersebut 3) Mencari harga z untuk tiap-tiap batas kelas dan kemudian menentukan luas daerah di bawah kurva normal tiap-tiap kelas interval. 4) Mencari frekuensi yang diharapkan untuk kelas interval, dengan mengalikan luas daerah masing-masing N 5) Pada kolom terakhir masukan frekuensi yang diamati sesuai dengan masingmasing kelas interval. 6) Carilah nilai Chi-Square dengan menggunakan rumus Chi Squares Rumus: X2
=
89
Keterangan: f0
= Frekuensi yang diobservasi
fh
= Frekuensi yang diharapkan
Contoh : Tabel 42 : z untuk batas kelas -2,22 -1,32 -0,42 0,48 1,37 2,27
Batas:Nyata 19,5 29,5 39,5 49,5 59,5 69,5 Mean = 44.20
Luas tiap kelas interval 0,0802 0,2438 0,3438 0,3472 0,2303 0,0737
fh
fo
2,7 8,3 11,8 7,8 2,5
4 8 10 7 5
SD = 11,46 =
+
+
= 0.6259 + 0.0108 + 0.2746 + 0.0820 + 2,5 χ²
= 3,493
Derajat kebebasan untuk uji normalitas dengan mengunakan Chi Square ini adalah jumlah sel fh dikurangi satu. Dalam hal ini adalah 5 – 1 = 4. Dengan db = 4, dan batas penolakan adalah 5 %, maka nilai Chi Square tabel sebesar 9,49. Nilai yang didapat = 3,4933 ternyata jauh lebih kecil dari nilai tabel batas penolakan (9,49), sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi nilai yang didapat tidak menyimpang dari kurva normal. Teknik lain yang dapat digunakan dalam uji persyaratan normalitas adalah : Kolmogorov-Smirnov dan Lilliefors. 2. Uji Homogenitas Uji homogenitas sangat diperlukan untuk membuktikan data dasar yang akan
diolah
adalah
homogen,
sehingga
segala
bentuk
pembuktian
menggambarkan yang sesungguhnya, bukan dipengaruhi oleh variansi yang terdapat dalam data yang akan diolah. Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk uji homogenitas adalah uji Bartlett,uji Lavene dan uji Cochran.
90
3. Uji Linieritas Di samping uji normalitas dan uji homogenitas, perlu pula dilakukan uji linieritas terhadap data yang dikumpulkan, seandainya teknik analisa yang akan digunakan menuntut hal itu. Umpama: Hubungan antara motivasi berprestasi, inteligensi dan kebiasaan dengan hasil belajar. Peneliti akan menentukan dengan menggunakan rumus regresi ganda (multiple regression). Untuk itu perlu dilakukan uji linearitas terhadap data terebut. Cara yang dapat digunakan untuk uji linearitas ini antara lain adalah menggunakan persamaan garis regresi/regresi ganda. Apabila nilai F yang dapat/diamati lebih besar dari nilai F tabel pada taraf signifikasi (α) =0.05, maka dapat dikatakan linear.
91
HAMNDOUT Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Pertemuan
: : : : : :
Statistik Sosial (2 SKS) SOA 126 Pendidikan Sosiologi Antropologi Sosiologi Ilmu Sosial Drs. Zafri, M.Pd (4431) Ike Sylvia, S.IP, M.Si (4446) : 10 - 12
A. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran) Mahasiswa mampu menganalisis data menggunakan teknik komparasi data B. Materi Pokok 1.
1. Chi Kuadrat (Chi Squares) a. Pengertian Chi Squares b. Cara Mencari Chi Squares Berdasarkan Kelompok c. Cara Memaknai Chi Squares dengan Rumus Singkat Untuk Tabel 2 x 2 d. Cara Mencari Chi Squares untuk Banyak Sel e. Cara Memaknai Hasil Chi Squares sebagai Alat Uji Signifikansi Korelasi 2. T-Test a. Pengertian T-test b. T-test untuk Sampel Bebas c. T-test untuk Sampel Berhubungan 3. Analisis Varian (Anava) Satu Arah a. Pengertian ANAVA Satu Arah (Klasifikasi Tunggal) b. Jumlah Kuadrat dalam Kelompok, Antar Kelompok dan Jumlah Kuadrat Total c. Rumus-rumus Anava Satu Arah dan Aplikasinya d. Ratio dan Maknanya
92
C. Uraian Materi : Dalam melakukan suatu penelitian, peneliti memilih analisis sesuai dengan tujuan penelitian dan jenis data yang tersedia. Ada yang hanya ingin mendeskripsikan data suatu wilayah, namun ada pula yang ingin antar satu wilayah degan wilayah lainnya, antar satu desa dengan desa lainnya dalam aspek yang ditelitinya. Andaikata hanya ingin mendeskripsikan keadaan pendudk suatu wilayah; ukuran kecendrungan sentral dan ferekuensi serta persentase dapat digunakan. Sebaliknya kalau peneliti membandingkan dua desa, apakah berbeda pandangan masing-masing di desa A dengan di desa B, maka-teknik korelasi atau ukuran kecendrungan sentral tidak wajar lagi digunakan. Mereka hendaklah memilih teknik-teknik komparasi sesuai dengan jenis data hasil penelitian. Berikut ini adalah beberapa teknik komparasi yang dapat digunakan dalam analisis data, seperti Chi Squares, t test atau Analisis varian. Kelompok yang dibandingkan dua kelompok atau lebih yang menjadi sasaran penelitian. Pengertian Teknik Komparasi Sesuai dengan konstruk desain penelitian, penggujnaan teknik komparasi selalu berkaitan dengan jumlah kelompok dan atau variasi kelompok. Komparasi berarti membandingkan antara apa kelompok dengan kelompok apa. Apakah dua kelompok itu bebas, atau berhubungan. Bebas berarti kedua kelompok itu berasal dari populasi yang berbeda. Kelompok A
Kelompok B
Gb. 26 : Data hasil penelitian dibandingkan Kelompok berhubungan berarti data hasil penelitian berasal dari kelompok yang sama, seperti dalam eksprimen; sebelum eksperimen dan sesudah eksperimen.
93
Contoh Perlakuan/Treatment Sebelum perlakuan O1
Sesudah perlakuan X
O2
Gb. 27 : Data O2 dibandingkan data O1 Oleh karena itu teknik-teknik komparasi adalah suatu teknik analisis statistic yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis, ada tidaknya perbedaan antar variabel yang diteliti, baik sampel yang berhubungan maupun sampel bebas. Teknik yang digunakan dalam membandingkan dua kelompok atau lebih, yaitu Analisis Bivariat dan Analysis Multivariat. Analisis bivariat digunakan kalau peneliti akan membandingkan dua variabel yag diteliti sedangkan analisis multivariate digunakan apabila peneliti ingin membandingkan banyak variabel penelitian. Umpama: a) Apakah terdapat perbedaan sikap warga masyarakat yang tinggal di pedesaan dengan warga maga masyarakat yang tinggal di perkotaan terhadap tawuran pelajar?. (Dua kelompok yang tidak berhubungan) b) Apakah terdapat perbedaan komitmen orang tua yang sangat mampu, mampu, dan tidak mampu ; yang berpendidikan tinggi,menengah dan kurang dalam menyekolahkan anak mereka. c) Apakah terdapat pengaruh pelayanan khusus (pelayanan konseling psikologis) terhadap individu yng terlibat dalam narkoba.
A. Chi Kuadrat (Chi Squares) 1. Pengertian Chi Squares (χ2) Chi Squares merupakan suatu teknik statistik yang sering digunakan dalam pengolahan data hasil penelitian. Dengan menggunakan Chi Squares peneliti
94
dapat mencari perbedaan frekuensi nyata/frekuensi yang diobservasi (observed frequency) dengan frekuensi yang diharapkan ( expected frequency). Apabila data yang didapat adalah nominal atau interval yang dirubah menjadi data nominal seperti frekuensi, dan mempunyai variabel dua atau lebih, maka χ2 dapat digunakan. Teknik ini menjadi berarti karena: a. Chi-Square merupakan tes perbedaan antara frekuensi yang diobservasi (f 0) dan frekuensi yang diharapkan (fh). b. Chi-Square selalu digunakan dalam gejala yang sekurang-kurangnya dikotomi. Rumus umum Chi-Square adalah sebagai berikut: X2
=
Dimana: fo
= Frekuensi yang diobservasi
fh
= Frekuensi yang diharapkan
Σ
= Jumlah
2. Cara Mencari Chi Squares Berdasarkan Kelompok Belakangan ini muncul fenomena baru di kalangan siswa tertentu, tawuran pelajar sesuatu hal lumrah terjadi dan tidak banyak orang ynag peduli tentang itu, namun di pihak ada pula yang risau tehadap kejadian dan fenomena tersebut. Sehungan dengan itu seorang pimpinan lembaga swadaya masyarakat ingin mengetahui bagaimana pendapat 150 warga desa tentang tawuran pelajar tersebut. Berdasarkan hasil penelitian terkumpul, data sebagai berikut:
95
Tabel 43 : Perdapat 100 orang warga desa tentang tawuran Pelajar N0. Pendapat 1 Tawuran pelajar sangat merusak perkembangan anak 2 Tawuran pelajar merupakan wujud ketidakberdayaan sekolah 3 Tawuran pelajar lebih baik dibiarkan untuk mengembangkan kreatifitas pelajar 4 Tidak mengemukan pendapat
f 50 80 30 40
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: X2
+
=
+
(Guilford 276) Frekuensi teoritik (ft) dalam keadaan dimana tidak terdapat perbedaan frekuensi, maka masing sel akan beriri 50. Selanjutnya perhatikan tabel berikut: Tabel 44 : No 1 2 3 4
Pendapat Tawuran pelajar sangat merusak perkembangan anak Tawuran pelajar merupakan wujud ketidakberdayaan sekolah Tawuran pelajar lebih baik dibiarkan untuk mengembangkan kreatifitas pelajar Tidak mengemukan pendapat N
Selanjutnya masukkan ke dalam rumus: X2
X2
+
= =
∑ (0
=
28
+ 18
Besarnya nilai Chi Squares = 28
+
+ 8
+ 2)
fo 50
ft 50
80
50
30
50
40 200
50 200
96
3. Cara Mencari Chi Squares dengan Rumus Singkat untuk Tabel 2 x 2 Tabel 2 x 2 menunjukksn bshwas kolom (k) terdiri dsri 2 sel dan baris kuag 2 sel. Jika digambarkan tabel 2 x 2 adalah sebagai berikut: Kolom
Jumlah
Jumlah
a
b
a + b
c
d
c + d
(a + c) (nk1)
(b + d) nk2
N a+b + c + d
Apabila tabel Chi Square yang dibuat peneliti merupakan tabel 2 x 2, maka nilai Chi Squares dapat dicari secara langsung, dengan menggunakan rumus sebagai berikut: X2
=
Data hasil penelitian disusun dalam bentuk tabel 2 x 2 sebagai berikut: Tabel 45 :
Income
Tinggi Rendah Jumlah
Pendidikan Rendah Tinggi 20 6 7 15 27 21
Jumlah 26 22 48
Selanjutnya data dimasukkan ke dalam rumus: X2
=
Nilai Squares sebesar 9,851 4. Cara Mencari Chi Squares untuk Banyak Sel Apabila hasil penelitian tersebar dalam banyak sel, maka pola 2 x 2 tidak dapat digunakan.
97
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: fh
=
Keterangan: fh
= frekuensi yang diharapkan
nfb = jumlah frekuensi masing-masing baris nfk = jumlah frekuensi masing-masing kolom Contoh : Data hasil penelitian Tabel 46 : ( fo ) Penddk Rendah
Tinggi
Jumlah
10 30 40 80
30 20 20 70
40 50 60 150
Income Tinggi Rendah Kurang Jumlah
Untuk mencari fh dari contoh telah diutarakan di atas dapat dilakukan penyelesaiannya sebagai berikut: fh untuk fo 10 (pendidikan rendah dan income tinggi) adalah
= 21.5
fh untuk fo 30 adalah fh untuk fo 30 (baris kedua) fh untuk fo 20 adalah fh untuk fo 40 (baris ketiga) fh untuk fo 20 adalah Selanjutnya masukan ke dalam tabel fh, sebagai berikut: Tabel 47 : Pendidikan Income
Tinggi Sedang Kurang Jumlah
Rendah 21.3 26.7 32 80
Tinggi 18.7 23.3 28 70
Jumlah 40 50 60 150
98
Atau dapat juga dilakukan dengan menggabung fh dan fo dalam satu tabel sebagai berkut: Contoh : Fo dan Fh dalam satu tabel
Tinggi
Rendah 10
Sedang
30
Pendidikan Tinggi 30
21.3 Income
18.7 20
26.7 Kurang
30
Jumlah
80
Jumlah 40
50 23.3
20 32
60 28
70
150
Dengan menggunakan kedua frekuensi (fo dan fh), harga χ2dapat dicari: = = 0.85 + 0.85 + 0.07 + 0.07 + 0.43 + 0.43 = 2.7 Jadi nilai Chi Squares untuk tabel 2 x 3 seperti di atas adalah 2,7 5. Cara Memaknai Hasil Chi Squares Sebagai Alat Uji Signifikansi Korelasi Apakah artinya angka 9,851 yang didapat dengan tabel 2x2 dan apa pula artinya angka 2,7 yang didapat dengan cara kedua yang menggunakan banyak sel? Makna masing-masing nilai Chi Squares yang di dapat ditemukan dengan cara membandingkan nilai yang didapat dengan nilai tabel Chi Squares, sesuai dengan degree of freedom masing-masing. Derajat kebebasan (df) dapat dicari dengan: Banyak petak dalam kolom ( k ) – 1 dikalikan dengan banyak petak pada baris (b) – 1. Selanjutnya lihat pada kolom maupun baris, petak jumlah tidak dihitung. Degree of freedom = ( k – 1 )( b – 1 )
99
Apabila nilai x2 yang didapat dibandingkan dengan cara 2 x 2 di atas dibandingkan dengan nilai tabel chi square, dengan df (2 – 1) (2 – 1), maka hasil didapat χ2 = 9,851> xt
1 %
= 6.635. Ini berarti terdapat hubungan yang sangat
signifikan antara pendidikan dan income. Seandainya peneliti ingin mengetahui derajat hubungan (degree of relationship), maka dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai berikut: C =
Dimana : C
= Coefficient contgency
χ 2 = Nilai Chi- Square Jadi : C
=
= 0.412
Agar nilai C itu dapat dipakai untuk menentukan hubungan faktor-faktor yang diteliti, maka hendaklah dibandingkan dengan coefficient contigency maksimum. Untuk itu dapat digunakan rumus : Cmaks = Dimana m adalah harga minimum antara banyak baris (b) dan banyak kolom (k). Dalam contoh di atas harga minimum untuk b dan k adalah 2 sehingga: Cmaks =
= 0.707
Dengan membandingkan hasil C yang dicari dengan C maksimum, yaitu 0.417 dengan 0.707, maka dapat dikatakan bahwa derajat hubungan cukup besar. Seandainya peneliti menggunakan tabel 2 x 2, salah satu sel mempunyai frekuensi kurang dari 5, maka sebaiknya menggunakan koreksi YATES, sebagai berikut: X2
=
100
Untuk dapat mengetahui apa makna angka 2.7, dalam contoh kedua, yang menggunakan banyak sel, dapat juga dilakukan dengan membandingkan angka tersebut dengan tabel Chi-Square sesuai dengan df contoh kedua, sebagai berikut: Jumlah petak baris adalah 3, sedangkan jumlah petak kolom 2, jadi df = (3 – 1) (2 – 1) = 2. Selanjutnya lihat pada tabel Chi Square dengan df 2, yaitu, χ2 (.05) = 5.99. sedangkan χ2(.01) adalah 9.21. Apabila dibandingkan hasil yang didapat dengan tabel χ2 (.05) maka hasil yang diamati lebih kecil dari χ2 tabel pada signifikansi 5%. Ini berarti berdasarkan contoh data di atas, tidak terdapat hubungan signifikan antara pendidikan seseorang dengan income (pendapatan) masing-masing. B. T_Test 1. Pengertian Test Apabila peneliti ingin menguji perbedaan Mean/rata-rata hitung dua kelompok, apakah terdapat perbedaan yang berarti, baik dari kelompok yang berhubungan (correlated samples atau paired samples) ataupun yang tidak berhubungan (independent samples), maka teknik uji beda atau t test tepat digunakan. Distribusi sampel yang berhubungan dimaksudkan disini adalah dari sampel yang sama atau dari kelompok yang sama, sedangkan yang tidak berhubungan sampel-sampel yang berasal dsri dua populasi yang berbeda, namun tersebar secara normal. Uji t juga banyak digunakan dalam eksperimen untuk mengetahui bagaimakah pengaruh perlakuan terhadap samples. Apakah terdapat perbedaan yang berarti antara sebelum dan sesudah perlakuan? 2. T test untuk Sampel Bebas Apabila simpangan baku populasi kedua kelompok sama-sama tidak diketahui, maka rumus t test yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: t =
Dimana :
101
= = ∑ x₁² = ∑X₁² - ( ∑ x₂² = ∑ X₂² - (
)²
Langkah-langkah yang ditempuh afdalah sebagai berikut: a. Mencari Mean variabel 1, dengan rumus skor kasar
M1 b. Mencari Mean variabel X2, dengan rumus:
M2 c. Mencari deviasi skor variabel x1, dengan rumus x1
= X1 - M1
d. Mencari deviasi skor variabel X2, dengan rumus X2 = X2 - M2 e. Kuadratkan masing-masing x1, lalu jumlahkan, sehingga didapat ∑ x12 f. Kuadratkan masing-masing x2, lalu jumlahkan, sehingga didapat ∑x22 g. Mencari t dengan rumus t
=
Contoh : Pemberian dua jenis makanan ternak terhadap pertumbuhan berat badan. Untuk jenis makanan A diberikan pada 15 ekor ternak sedangkan B diberikan kepada 12 ekor. Tambahan berat ternak itu adalah sebagai berikut:
102
Tabel 48 : Makanan 5 4 2 5 6 4 5 2
A 6 7 3 4 7 6 4
Makanan B 7 5 5 4 4 5 6 7 7 6 6 8
2 7 3 Dengan menggunakan langkah di atas, hasil yang didapat sebagai berikut: Nn1 = 15 ∑X₁ = 70
n2 = 12 ∑X₂ = 70
= 362 = 426
= 4,67
= 5,83 t =
= = = 2.06 Harga to.975 db = 25
adalah 2.06
Pertambahan berat badan ternak tidak berbeda ( H0 ) apabila ternyata : -t1(α) 0.025)< t < + t1(α)=0.025) ,
103
Karena harga t yang didapat to = 2.06 adalah dalam daerah penerimaan (t tabel) = 2,060 (pembuktian satu ekor), maka dapat dikatakan tidak ada perbedaan kedua jenis makanan (A dan B) terhadap pertambahan berat badan ternak. Apabila harga t yang didapat lebih besar dari -1,708 atau + 1,708 (pembuktian dua ekor), maka hipotesis nihil (null) harus di tolak. Cara-cara lain yang dapat digunakan dengan uji t adalah sebagai berikut: 1) Untuk hipotesis u1< u2 Rumusan hipotesis adalah : H0 : u1< u2 : Ha : u1> u2 Besarnya sampel adalah n1 dan n2 Terima Ho dan tolak Ha, apabila t
ta, dengan df n1 + n2 – 2
Tolak Ho dan terima Ha, apabila: t
ta, dengan df n1 + n2 – 2
Contoh. Tabel 49 : persiapan X1 5 6 4 7 2 3 5 4 6 7 49
X12 25 36 16 49 4 9 25 16 36 49 265
X2 7 5 4 6 7 6 8 5 4 5 57
X1 2 49 25 16 36 49 36 64 25 16 25 341
=
49
= 4,9
=
265
=
57
= 5,7
=
341
=
-
104
=
265 -
=
265 – 240,1
=
24,9
=
-
= 341 = 341 – 324,9 = t
16,1
=
=
= 1,75 t tabel ( ta ) dengan df = 18, dan level significance 0,05 adalah 2,101. Karena harga t yang dicari (t=1,75)< dari t tabel ( ta ) dengan df = 18, tingkat signifikansi ɑ=0,05, maka Ho diterima dan Haditolak. Dalam hal ini pembuktian digunakan uji satu ekor (one tailed test). 2) Untuk hipotesis u1
u2
Seperti juga pada uraian sebelumnya, dalam pengunaan rumus ini hendaknya ditetapkan terlebih dahulu hipotesis, yaitu: Ho : u1
u2 : Ha : u1< u2
Selanjutnya nyatakan besarnya sampel n1 dan n2 hipotesis Ho diterima apabila t < -ta, dengan df = n + n -2. Contoh: Apakah ada beda pengaruh metode A dan metode B dalam peningkatan hasil belajar. Hipotesis : Penggunaan metode A lebih meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan dari penggunaan metode B, pada tingkat signifikansi 0,05.
105
Tabel 50 : Penggunaan Metode A : Penggunaan Metode B :
70
61 45
65
39
65
67
60
40 35
36
39
45
68
65
Tabel 51 : Persiapan kerja X1
70 61 45 65 39 65 67 65
447
n1
X2 60
X²1 4900
X²2 3600
40
3721
1600
35
2025
1225
36
4225
1296
39
1521
1521
45
4225
2025
68
4489
4624
323
4225 29331
15891
= = =
447 323 8
=
29331 -
n2
= 29331 = 15891 = 7
= 29331 - 24976,125 =
t
=
15891 -
=
15891 - 14904,142 =
=
=
X1 = X1 =
4354,875
986,858
55,875 46,143
106
= =
t
=
0,927639
=
0,928
Harga t tabel dengan df 13 dan tingkat signifikasi ɑ = 0, 05 adalah 2,160 (Dalam hal ini pembuktian digunakan uji satu ekor (one tailed test). Karena harga t yang didapat kecil dari t tabel dengan df 13 pada taraf signifikansi 0,05, maka hipotesis Ho diterima. 3. T tes untuk Sampel Berhubungan Untuk dapat menguji beda dari dua sampel yang berpasangan, maka rumus yang dipakai untuk uji t adalah : t
=
Dimana : B adalah beda dari pasangan (B1 = X1 – Y1); = ( X2 – Y2) ; B3 = (X3 – Y3)
B2
= Rata-rata hitung beda SB
= Standar error dua mean
Untuk mencari SB (standar error dua mean) dapat digunakan rumus: SB
=
Dimana :
= n
-
= Jumlah pasangan sampel
Dalam pembuktian hipotesis, df = n – 1, dan Ho diterima apabila t
ttabel dengan α = 0.025.
107
Contoh: Data berikut adalah berat badan anak laki-laki pertama dan berat badan ayah, yang dinyatakan dalam kg. Tabel 52 : Berat Ayah
Berat Anak
Beda ( B )
B2
78 64 78 66 76 56 86 48 64 70
43
35
1225
32
32
1024
50
28
784
34
32
1024
34
42
1764
34
22
484
42
44
1936
32
16
256
42
22
484
44
26
676
Mean B =
= 9657 = 9657 – 8940,1 = 716,9 SB
=
t
=
= =
= 10,60
= 7,965
108
Pada tingkat signifikance 0.05, df = 10 – 1, maka t tabel (t0.025) adalah 2,202. Karena t besar dari t0.025 = maka H0 ditolak dan Ha di terima sebab Ho daerah penerimaan (-t0.025< t < +t0.025). Ini berarti bahwa terdapat beda antara berat badan ayah dengan berat badan anak laki-laki yang pertama. C. Analisis Varrian (Anava ) Satu Arah 1. Pengertian Anava Satu Arah (Klasifikasi Tunggal) Seandainya sampel atau kelompok yang akan di uji lebih dari dua kelompok, atau mungkin juga satu variabel bebas dengan dengan dua kategori, dan peneliti ingin membandingkan dan melihat variansi antar kelompok/kategori, maka uji t tidak tepat digunakan karena dibutuhkan waktu yang banyak dalam penyelesaiannya, dan kekeliruan yang terjadi mungkin lebih banyak. Untuk menguji satu variabel bebas dengan tiga kategori sampel atau lebih dan sekaligus dapat digunakan Anava. Dengan kata lain Anava Satu Arah ( One Way Analysis of Variance) adalah suatu teknik analisis statistik yang dapat digunakan untuk menguji
perbedaan
antara
sejumlah
rata-rata
populasi
dengan
cara
membandingkan variansinya. 2. Jumlah Kuadrat Dalam Kelompok, Antar Kelompok dan Jumlah Kuadrat Total Apabila peneliti ilmu sosial meneliti tentang penduduk tentang kekayaan warga yang ditelitinya dan ia ingin membandingkan kekayaan warga atau penduduk ditelitinya dan juga memahami variansi di antara penduduk dalam tiga kategori, maka penduduk akan dikelompokan dalam tiga ketegori, yaitu (1) penduduk dalam kategori kaya, (3) kelompok penduduk yang mempunyai kekayaan kategori menengah dan (3 kelompok penduduk dengan kategori miskin. Ketiga kelompok tersebut dapat dicari mean masing-masing kelompok (Mean dalam kelompok= Md, yaitu M1, M2 dan M3. Kalau dicari Mean dari ketiga Mean itu akan didapat Mean total (Mt). Mean dalam kelompok (Md) adalah Mean atau rata hitung dari masingmasing kelompok. Dalam contoh di atas yaitu Mean kelompok penduduk dengan
109
kategori kaya ( Md1); mean kelompok penduduk dengan kekayaan kategori sedang (Md2) dan Mean kelompok penduduk dengan kekayaan kategori miskin (Md3). Mean total adalah mean atau rata-rata hitung kelompok secara keseluruhan. Di samping itu dapat pula dicari deviasi nilai/skor tiap individu dalam kelompoknya, yaitu deviasi masing-masin skor tiap individu dari mean kelompoknya, sedangkan deviasi total, adalah deviasi maasing-masing skor dari Mean total. Contoh: Data tiga kelompok: Kelompok 1
26
30
34
25
40
36
42
50
Kelompok II
34
46
29
26
36
44
40
50
Kelompok III
40
52
40
36
38
42
44
30
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui: M1
=
35,375
M2
=
37,75
M3
=
44,75
Mt
=
=39,29167 (Dibulatkan 39,29)
M1
M2
M3 Mt
Gb. 28 : Deviasi dari Mean kelompok = X - M1 Deviasi dari Mean total = X - Mt Jumlah deviasi dalam kelompok, didapat dengan menjumlahkan masing masing deviasi skor individu dari mean tiap kelompok. Jumlah deviasi total didapat dengan cara menjumlahkan masing–masing deviasi individu deviasi skor individu dari mean total.
110
3.
Rumus-rumus Anava Satu Arah dan Aplikasinya Dalam analisis variansi ini, karena kelompok lebih dari dua, maka ada tiga
variabilitas yang dipahami, yaitu: dalam kelompok, antar kelompok dan total. Seperti telah diutarakan sebelum ini Variasi dalam kelompok adalah variasi yang terjadi dalam kelompok masing-masing, sedangkan variasi antar kelompok adalah variasi yang terbentuk antar masing – masing kelompok, sedangkan variasi total adalah variasi yang tersusun dalam kelompok dan variasi antar kelompok. Beberapa rumus yang perlu mendapat perhatian adalah: sebagai berikut:
JKt
JKt
=
=
-
= Jumlah kuatrad total (sum square)
+
JKA = {
+ ... ... ... +
{
Dimana : a
=
cacah kelasifikasi kelompok A
JKA
=
Jumlah kuadrat antar perlakuan.
JKd =
JKt - JKA atau jumlah kuadrat masing-masing kelompok dijumlahkan.
JKA1 = JKA2 = JKA3 =
}
111
Jadi :
+
JKd = JKt -
+
F
=
V
=
variansi
a
=
antar kelompok
d
=
dalam
JK
=
jumlah kuadrat (sum square)
Dimana :
RJK = Contoh :
rata-rata jumlah kuadrat (mean square)
Data skor mahasiswa dengan dengan mengguanakn metode ceramah, diskusi dan pada kelompok ketiga digunakan metode ceramah dan dsikusi. Tabel 53 : Metode Diskusi
Metode Ceramah
X1(N=8) 2,5 2,6 2,8 2,8 2,4 2,7 2,3 2,6
X2(N=8) 1,8 2,0 1,7 1,9 2,1 1,7 1,6 2,0
Metode Demontrasi dan diskusi X3(N=8) 3,1 2,9 3,1 3,2 3,2 3,5 3,0 3,1
Carilah dengan menggunakan komputer atau secara manual dan kemudian hasilnya masukkan ke dalam format tabel statistik sebagai berikut: Format tabel Statistik adalah sebagai berikut: Tabel 54 : Statistik N ∑x ∑x2
A1
A2
Aa
Hasilnya yang didapat adalah sebagai berikut:
Total
112
Tabel 55 : Daftar Statistik: Statistik n ∑x ∑x2
A1 8 20,7 53,79 2,59
A2 8 14,8 27,6 1,85
A3 8 25,4 80,92 3,18
Total 24 60,9 162,31 2,54
Sedangkan format tabel Ringkasan Analisis ANAVA-A adalah sebagai berikut: Tabel 56 : Sumber Variasi
SV Antar (A) Dalam (D)
Tatal (t)
Jumlah Kuadrat (sum-square)
Derajat Kebebasan (degree of freedom)
JK JKa
db a–1
JKd
N–a
JKt
N-1
Rata-rata JK (mean square) RJK JKa a–1 JKa N-a
Nilai F (Fisher) F RJKa RJKa
Keterangan : a
= cacah kelasifikasi kelompok A
JKA =
=
= 53,56125 + 27,38 + 80,645 - 154,53375 161,58625 - 154,53375 JKa = 7,0525 JKd = 162,31 – = 162,31 - 161,58625 = 0,72375 JKt
= 7,0525 + 0,72375 = 7,77626
dbA = a – 1 dbd
= N–a
dbt
= N–1
RJK = JK : db F
= KRa : KRd
Selanjutnya masukkan ke dalam tabel ringkasan Analisis
Peluang
P
113
Tabel 57 : SV Antar (A) Dalam (D) Total
JK 7,0525
db 2
RJK F 3,52625 107,18923
P P < 0,01
0,72375
22
0,03289 -
-
-
-
7,776625 24
-
Nilai F = 3,0525 : 0,03289 = 107,2134387 Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan Faktor Koreksi. 1) Hitung Faktor Koreksi (Correction Factor) FK
=
Dimana: FK = faktor koreksi Xt
= Total nilai pengamatan
N
= Total anggota sampel.
2) Hitung JKt JKt
=
Dimana : JKt = Jumlah kuadrat total X1j
= Nilai pengamatan 1 dari sampel j
FK = Faktor Koreksi 3) Hitung JKA JKd = 4) Hitung JKd
+
= JKt - JKA
5) Tentukan df dfA
= a - 1
dfd
= N - a (dfA - dfA)
dft
= N - 1
+
- FK
114
6) Hitung
RJKA
=
7) Hitung
RJKd
=
8) F
= Contoh : Dengan menggunakan data sebelumnya FK
=
154,53375
JKt
= 2,52 + 2,62 + 2,82 + ... ... + 3,12 - 154,53375 = 7,77625
JKA =
= 154,53375
= 161,58625 – 154,53315 7.72375 = 7,77625 – 7,0525
JKd
0,72375 RJKA = RJKd = F
= 3,52625 = 0,0328977 =
= 107,18925
4. Ratio dan Maknanya Cara mencari makna dari haga F yang didapat, sama dengan cara yang lain, hanya tabel pembanding yang digunakan table F Anava dengan selalu memperhatikan db nya berapa, dan tingkat signifikasi yang diterima. Nilai F tabel: dalam contoh diatas dengnan db (2 ; 22), dan tingkat signifikansi p < 0,01, sebesar 5,72. Ini berarti nilai F yang didapat (F =107,18923) lebih besar dari nilai F tabel. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada perbedaan hasil belajar bagi siswa yang diajar dengan metode diskusi, ceramah serta demontrasi dan diskusi. Uji ANAVA hanya digunakan untuk menentukan ada tidaknya beda di antara mean populasi. Andaikakala peneliti ingin mengetahui tinggi/rendahnya
115
beda tersebut maka peneliti harus melanjutkan dengan formula yang lain, setelah diketahui terdapat beda yang signifikan di antara mean populasi tersebut. Cara yang dapat digunakan adalah: 4) Uji dengan Highly Significance Difference (Rentang perbedaan terbesar) atau 5) Uji dengan Least Signifikance Difference. (Rentang Perbedaan Terkecil) Untuk Highly Signifikance Difference dapat digunakan rumus sebagai berikut: HSD(0,05) antara
dan
(q0,05) Dalam mana : RJKd = Kuadrat rata-rata dalam (Mean Square dalam / error) n1
= Besar sampel satu
n2
= Besar sampel dua
q0,05
= Lihat pada tabel Q dengan
df
= jumlah perlakuan atau cacah.
Beda Mean dikatakan signifikan apabila: [(
1
-
2)]
> HDS0,05
Untuk LDS0,05 untuk
LSD0,05 Apabila
dan
1
dan
2, dapat
= t0,05
digunakan rumus :
df = n - a
LDS0,05, beda signifikan, tetapi apabila kecil dari LDS0,05
maka beda kedua mean tidak signifikan. Contoh: HDS0,05 antar X1 dan X2, df = dfd = 22 dan jumlah perlakuan = 3 adalah: 3,58 = 1,06
116
x1 dan x3 HSD0,05 3,58 = 1.06 x2 dan x3 HSD0,05 3,58 = 1,06 (Terdapatnya beda yang sama antara x1, x2 dan x3, karena contoh yang dikemukakan n ketiga kelompok adalah sama (sama-sama delapan). Apabila digunakan pada n sampel yang berbeda, maka hasil yang didapatkan akan berbeda pula). Selanjutnya bandingkan harga HSD dengan beda mean. Beda antara
Beda
HSD0,05
Kesimpulan
x1 dan x2
0.74
1,06
Tidak signifikan
x1 da x3
0,59
1,06
Tidak signifikan
x2 dan x3
1,33
1,06
Signifikan
Contoh II :
x1 dan x3 HSD0,05 = t0,05;
df = 24 - 3 = 24-3
2,08
x1 dan x3 HSD0,05 = 2,08 = 0,62
x2 dan x3 HSD0,05 = 2,08 = 0,62 Selanjutnya bandingkan nilai LSD0,05 dengan beda mean masing-masing kelompok:
117
Beda antara
Beda
LSD
Kesimpulan
x1 dan x2
0.74
0,62
Beda signifikan
x1 dan x3
0,59
x2 dan x3
1,33
0,62 0,62
Beda tidak signifikan Beda Signifikan
Disamping cara di atas masih ada cara lain yang dapat digunakan yaitu uji Scheffe. Langkah-langkah yang ditempuh untuk menggunakan uji Scheffe (Sudjana, 1980): a. Susunlah kontras Cp yang diinginkan dan lalu hitung harganya. b. Dengan mengambil taraf signifikan, derajat kebesaran V1 = (k – 1) dan V2 = (n1 – k), untuk ANAVA supaya dihitung nilai kritis Fa (V1 – V2). c. Hitung A =
dengan F yang didapat dari langkah kedua di atas.
d. Hitung kekeliruan baku tiap kontras yang akan di uji, dengan rumus: s (CP) = e. Jika harga kontras Cp lebih besar dari pada A x
s (CP), maka hasil
pengujian dinyatakan signifikan. Contoh: Peneliti ingin membandingkan rata-rata perlakuan pertama dan rata-rata perlakuan kedua (metode diskusi dan metode ceramah) C1 = J 1 - J2 C1 = 20,7 - 14,8 = 5,9 Derajat kebebasan V1 = 3 – 1 = 2; sedangkan V2 = 24 – 3 = 21 nilai F adalah 3.07 Harga A adalah (3 – 1) 3.07 = 6.14
s (Cp) = 0,3535 x (8 + 8) 5.656 Harga A x sCp = 6.14 x 5,656 = 34,728 Nilai
C1 = 5,9
118
Karena nilai Contras C1 (5,9) < (kecil dari) nilai A x s(Cp) maka nilai C 1 tidak berbeda secara berarti. Ini menunjukan bahwa tidak adanya perbedaan yang berarti tentang hasil belajar siswa yang diajarkan dengan metode diskusi dan metode ceramah.
119
HANDOUT Nama Mata Kuliah Nomor Kode Program Studi Jurusan Fakultas Dosen Mata Kuliah Pertemuan
: : : : : :
Statistik Sosial (2 SKS) SOA 126 Pendidikan Sosiologi Antropologi Sosiologi Ilmu Sosial Drs. Zafri, M.Pd (4431) Ike Sylvia, S.IP, M.Si (4446) : 13 - 15
A. Learning Outcome (Capaian Pembelajaran) Mahasiswa mampu menganalisis data menggunakan teknik korelasi B. Materi Pokok: 1. Pengertian Korelasi/Hubungan 2. Koefisien dan Arah Korelasi 3. Scatter Diagram dan Garis Paling Cocok (Best Fit Diagrammes) 4. Mencari Hubungan dengan Rumus Product Moment Correlation 5. Mencari Hubungan dengan Menggunakan Peta Korelasi 6. Mencari Hubungan dengan Rumus Spearman 7. Pengetasan/Uji Signifikansi C. Uraian Materi: 1.
Pengertian Korelasi/Hubungan Kata korelasi berasal dari bahasa Inggris; Correlation yang berarti
hubungan. Hubungan itu bias berbentuk hubungan simetri searah (asymmetry) dan hubungan timbal balik (reciprocal) dan dapat hubunga setara (simetri). Hubungan searah (asimetry), hubungan inekligensi dengan hasil belajar; hubungan recioprocal, seperti hubungan minat belajar dan motivasi belajar; sedangkan hubungan yang setara hasil pertanian jagung dan hasil panen jagung.
120
Selanjutnya perhatikan gambar berikut: Hubungan asimetry
IQ
Hasil Belajar
Hubungan reciprocal
Motivasi Belajar
Hasil Belajar
Hasil panen jagung Hubungan simetry Hasil panen kedele
Gb. 29 : Beberapa Bentuk Hubungan Antar Variabel Oleh karena itu korelasi dapat diartikan sebagai hubungan dua variabel atau lebih dalam suatu peneltian, baik berbentuk hubungan simetri, asimetri maupun recporocal. Dalam kaitannya adanya variansi hubungan diantara variabel yang diteliti, peneliti hendaklah berhati-hati memilih teknik korelasi yang tepat sesuai dengan kuntruk fungsionalisasi teori/variabel ynag diteliti, tujuan penelitian dan jenis data yang dikumpulkannya sehingga tidak terjadi salah makna terhadap hasil penelitian yang dilakukan Umpama: Hubungan antara IQ dan hasil belajar. Andaikata peneliti inteligensi (intelligence), seperti terdapat dalam konstruk teori inteligensi Binet Simon, atau Wechsler, maka IQ merupakan potensi kapasiti (potencial capacity) yang dibawa dari kelahiran, maka hasil belajar yang didapatnya tidak mampu merobah kecerdasan anak yang ber IQ = 50, menjadi anak yang mempunyai IQ =140 (terjadi perubahan yang signifikan). Dengan demikian hubungannya bukan reciprocal/timbal balik. Tetapi tidak demikain hal anatara motivasi belajar dan hasil belajar. Motivasi yang tinggi akan mendatangkan hasil belajar yang baik,kalau kondisi lain konstan, sebaliknhya hasil yang baik pada waktu t1 akan dapat menimbulkan motivasi belajar yang
121
lebih b aik ada waktu t2, dan seterusnya.,karena konstruk teori motivasi belajar dapat berubah pada waktu-waktu berikutnya kalau reward cukup kuat dan bermakna dalam mempengaruhi motivasi belajar, atau sebaliknya motivasi belajar menurun. 2. Koefisien dan Arah Korelasi Berhubung karena korelasi melihat hubungan dusa variabel, maka korelasi kedua variabel itu dapat berupa (1) korelasi positif dan (2) korelasi negatif. Sedangkan apabila tidak ada hubungan samasekali di antara keedua variabel itu maka korelasinya dikatakan 0 (nol) atau nihil. Koefsien korelasi tersebar dari + 1,000 (positif satu) sampai dengan – 1,000 (negative satu). Selanjutnya perhatikan gambar di bawah ini: -0,500
+0,500
1000–0,800–0,600–0,400–0,200 0.0+0.200+0,400+0,600+0,800+1,00 Gb. 30 : Koefisien Korelasi Hubungan variabel dikatakan positif sempurna, kalau kenaikan pada variabel X selalu seimbang dengan kenaikan pada variabel Y. Hal yang sama juga berlaku kalau variabel X turun, maka variabel Y juga turun seimbang dengan variabel X. Namun perlu; pula disadari bahwa kalau kontruk kedua variabel X dan Y memang berlawanan, maka akan terjadi satu naik dan satu turun dalam merumuskan pernyataannnya. Umpama: Variabel adalah kesadaran hukum masyarakat sedangkan variael Y adalah angka kejahatan atau angka dalam masyarakat. Dengan contoh kedua variabel tersebut makin tinggi kesadaran hukum masyarakat, maka makin turun angka kejahatan dalam masyarakat. Hal yang sama juga berlaku kalau peneliti meneliti antara variabel X adalah Program Keluarga Berencana dan variabel Y angka kelahiran. Dalam contoh ini, korelasi positif akan didapat apabila warga masyarakat menjalankan program Keluarga Berencana dengan baik, maka angka kelahiran akan menurun, namun esensi nilainya tetap positf untuk variabel kedua. Dan sebaliknya juga terjadi: Makin
122
tidak berjalan program Keluarga Berencana dengan baik, angka kelahiran akan meningkat, sehingga terjadi korelasi negative.
X
Y
X
Y
Gb. 31 : Korelasi Positif Korelasi dikatakan negatif apabila kalau skor variabel X naik, sedangkan skor variabel Y menurun. Dengan kata lain dapat juga dikatakan korelasi negatif adalah kalau kedua variabel atau lebih, berjalan dengan arah yang berlawanan atau bertentangan. Ini berarti apabila skor individu pada variabel X naik atau bertambah, sedangkan pada variabel Y turun atau berkurang.
X Y
X Y
Gb. 32 : Korelasi Negatif Koefisien korelasi merupakan akan menentukan arah korelasi. Pada prinsipnya koefisien korelasi merupakan sebaran titik temu nilai masing individu variabek X dan variabel Y. Variabel X terletak pada garis absis dan variabel Y pada garis ordinat, seperti contoh berikut ini.
123
Tabel 58 : No Urut Responden
Varabel X
Variabel Y
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
40 38 39 32 38 36 36 30 23 26
20 25 22 27 24 22 26 30 26 28
Cara mencari titik temu skor X dan Y Y 30 O r d i n a t
x8
28
x9 x4
26
x10
x7 x2
24
x5
22
x6
x3
20
x1 0
26
28
30
32
34
Diagram 12 : Absis
36
38
40
X
124
O r d i n a t
Y 30 x x x x x 28 xx x x x x 26 x x x x 24 x x 22
x x x x xxx x xx x x x x x x x x xxx
x x x x
20 0 26 28 30 32 34 36 38
40
X
Diagram 13 : Absis Korelasi Negatif
3. Scatter Diagram dan Garis Paling Cocok (Best Fit Diagrammes) Seperti telah disinggung pada uraian sebelum ini, pada prinsipnya kalau titik temu skor pada variabel X dan Y untuk masing-masing individu dihubungkan, maka garis itu akan menunjukkan suatu sebaran sebaran yang linear. Artinya kalau dibuat diagram pencarnya (scatter diagram) maka akan dapat ditarik suatu garis lurus. Ini berarti juga seebaran nilai berada di sekitar garis lurus tersebut. Gratis itu merupakan garis yang mewakili sebaran tersebut, atau semua titik yang bteropencar pencar di sekitar garis lurus. Garus lurus sering disebut garis paling cocok atau garis best fit. Seandainya garis paling cocok tersebut, yang menggambarkan titik – titik yang terpencar itu tidak sebagai garis lurus, maka hubungan variabel X dan variabel Y disebut sebagai hubungan yang tidak linear. Untuk lebih memahaminya perhatikan contoh-contoh berikut:
125
Y 12 O r d i n a t
10 8 6 4 2. 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10
X
Absis Diagram 14 : Korelasi Negatif Maksimal (Linear) Y 10 8 6 4 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 X Diagram 15 : Korelasi Positif Maksimal (Linear)
126
10 8 6 4
...... .. . . . . .. .... .. … .... ….. .... ………… ….. . . .. ……………….. …..
2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 X Diagram 16 : Scatter Diagram/Diagram Pencar (Tidak Linear) 4. Mencari Hubungan dengan Rumus Product Moment Correlation Apabila peneliti ingin melihat hubungan dua variabel dan data yang dikumpulkan bukan ordinal maupun nominal, maka teknik yang paling sesuai adalah Product Moment Correlation. Rumus ini dikembangkan oleh Karl Person, dan member nama sesuai dengan namnaya sendiri. Beberapa persyaratan penting dalam penggunaan rumus ini adalah sebagai berikut: a. Hubungan antara variabel X dan Y hendaknya linear. b. Data yang akan dicarii korelasinya adalah data interval atau data ratio c. Distribusi data variabel X dan Y hendaklah distribusi unimodal d. Sampel penelitian diambil secara random/acak. Rumus yang dapat digunakan bermacam-macam, seperti berikut:
rxy = Dimana: rxy
=
Koefisien korelasi antara variabel X dan Y
Σxy =
Jumlah perkalian deviasi x dan y
Σx2 =
Jumlah kuadrat deviasi masing-masing skor x dari rata-
127
rata 2
(X)
Σy
=
rata
(Y)
Jumlah kuadrat deviasi masing-masing skor Y dari rata-
Rumus lain yang dapat digunakan adalah:
rxy = Dimana : SDx = standar deviasi dari variabel x SDy = standar deviasi dari variabel y N
= jumlah individual yang diselidiki
Seandainya penelitian ingin mencari kolerasi dua variabel dengan menggunakan deviasi skor adalah sebagai berikut: Rumus
rxy =
Contoh : Penggunaan rumus tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 59 : persiapan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tinggi (X) 160 165 155 168 175 170 173 169 174 168 1677
Berat ( Y) 64 55 60 66 76 75 63 70 72 68 669
x
y
x2
y2
xy
-7.7 2.7 -12.7 0.3 7.3 2.3 5.3 1.3 6.3 0.3
-2.9 -11.7 6.9 -0.9 9.1 8.1 -3.9 3.1 5.1 1.1
59.29 7.29 161.29 0.09 53.29 5.29 28.09 1.69 39.69 0.09 356.1
8.41 141.61 47.61 0.81 82.81 65.61 15.21 9.01 26.01 1.21 398.9
22.23 32.13 87.63 -0.27 64.43 18.63 -20.67 4.03 32.13 0.33 240.7
128
Mx 2
Σx
=
167.7
= 356.1
My = 66.9 2
Σy
= 398.9 Σxy = 240.7
rxy = = rxy =
= 0.638
Rumus lain yang dapat digunakan, apabila penelti ingin menggunakan skor kasar adalah sebagai berikut:
rxy
=
Keterangan: rxy ∑XY
= korelasi varaibel X dan Y = Jumlah perkalian skor X dan Y tiap individu
∑X
= Jumlah skor variabel X
∑X2
= Jumlah skor tiap individu pada variabel X setelah dikuadratkan
∑Y
= jumlkah skor variabel Y
∑HY2 = Jumlah skor tiap individu pada variabel Y setelah dikuadratkan N
= Jumlah kasus
Atau :
rxy =
129
5. Mencari Hubungan dengan Menggunaakan Peta Korelasi Apabila sampel penelitian
cukup banyak dan program komputer belum
tersedia secara memadai, waktu yang tersedia terbatas maka penggunaan peta korelasi lebih memadai. Di samping itu, dengan mednggunakan peta korelasi peneliti dapat langsung memperoleh informasi tentang linear tidaknya sebaran data variabel-variabel yang dikorelasikan. Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut: 1. Buat kelas interval variabel X dan variabel Y 2. Masukkan interval kelas interval X dalam petak paling atas. Nilai nilai yang rendah di sebelah kiri dan nilai yang tinggi di sebelah kanan 3. Masukkan kelas-kelas interval variabel kelas Y pada dalam petak sebelah kiri tabel yang telah dibuat sebelkumnya.. Nilai yang tinggi sebelah atas dan nilai yang paling rendah di sebelah bawah. Jika distribusi tidak digolonggolongkan yang dicantumkan adalah nilai yang biasa (skor kasar yang ada) 4. Tally frekuensi sesuai dengan skor data X dan Y masing-masing individu (pasangannya) dan masukkan tally frekuensi tersebut pada petak/ sel yang yang bersangkutan 5. Selanjutnya selesaikan dengan cara yang biasa, mengisi kolom f, fy', dan fy'2,untuk variabel Y dan baris-baris f, fx',dan fx'2 untuk variabel X. 6. Pada langkah berikutnya mengisi kolom dan baris x'y', yang terdapat pada kolom terakhir dan baris yang terbawah. Caranya dengan cara mengalikan tally pada tiap-tiap petak induk dengan x' dan y' yang sebaris atau baris bersangkutan, sehingga didapatlah bilangan x'y' pada baris Y maupun bilangan x'y' pada kolom X. baris yang bersangkutan; Contoh : Sebaran data variabel X
:
34 35 35 48 55 36 38 77 55 65 78 56 35 33 45 56 58 49 30 59 40 65 76 54 32 79 76 64 69 57
130
Sebaran data variabel Y
65 68 63 75 82 73 78 88 68 84 85 63 64 67
58 50 70 60 66 68 74 77 70 78
72 80 82 54 86 64 Cara mencari x'y' adalah dengan mengalikan tally (frekuensi) kolom petak masing –masing (baris) dengan x' dan kemudian mengalikan hasil tersebut dengan nilai y' pada kolom tally frekuensi tersebut. Andai kata nilai frekuensi /tally berisi lebih dari satu cell, maka nilai x'y' yang dicari akan didapat dengan cara menjumlahkan nilai perkalikan tiap cell dengan x' dan y' Umpama kelas interval 84 - 90. Kolom frekuensi yng berisi tally, adalah kelas interval 63 - 71; 72 - 80 dan 81 - 88. Pada kelas interval Y; 84 – 90, nilai x'y' adalah (tally/pada cell 63— 71; tally 2 padamcell 72 – 80 dan tally 1 pada kleas ingterval 81 – 88. Nilai x'y' =
1 x (+3) (+1)
+ 2 (+3)(+2) + 1 x (+3)(+3) = 3 +12 + 9 = 24. Dan
setyerusnya. Akhirnya harus di cek bahwa ∑ x'y' Pada variabel X dan Y harus sama. Selanjutnya perhatikan peta korelasi berikut ini. Tabel 60 : Peta Korelasi Variabel dan Variabel Y 27 X Y 85 - 90 79 - 84 71 - 78 67 -- 72 61 - 66 53 -- 60 49 - 54 f x' fx' fx'2 x'y'
35
/ // ////
36 44
45 53
///
/
54 62 / / /// //
// 7 -3 -21 63 -3
3 -2 -8 12 -8
3 -1 -3 3 +1
63 71 / / /
72 80 // /
81 88 /
/ /
/ 8 0 0 0 0
3 +1 +3 3 +2
5 +2 +10 20 22
1 +3 +3 9 9
f
y'
fy'
fy'2
x'y'
4 3 7 6 6
+3 +2 +1 0 -1 -2 -3 0
12 6 7 0 -6 -6 -3 10
36 12 7 0 6 12 9 82
24 6 -9 0 +12 +2 0 23
3 1 30 0 -16 110 23
131
7. Cari nilai korelasi dengan mennggunakan rumus berikut:
rxy
=
Masukkan dat ke dalam rumus rxy =
rxy = rxy = rxy =
0,317 (dibulatkan)
Untuk mengartikan nilai r yang didapat, caranya sama dengan pengguna rumus-rumus Product Moment yang lain. Nilai r yang didapat dikonsultasikan dengan daftar r tabel Product Moment Correlation,(Selanjutnya lihat pada Uji signifikasi dalam kelompok teknik korelasi ini) 6. Mencari Hubungan dengan Rumus Spearman Apabila data yang dikumpulkan data ordinal atau dapat diurutkan, dengan N kecil (N < 30). dan bentuk hubungan bersifat simetris, maka Spearman Rho wajar digunakan. Rumus yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: Rho =
1–
Keterangan: D = Deviasi atau perbedaan urutan antara R1 – R2 untuk Individu yang sama. N = Jumlah pasangan
132
Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut: Tentukan urutan tiap skor, sehingga didapat urutan untuk variabel pertama dan variasi kedua. Mencari perbedaan atau selisih antara R1 dan R2 sehingga didapat devasi (D) untuk masing-masing responden. Kuadratkan tiap deviasi, sehingga didapat D2. Jumlahkan hasil kuadrat pada langkah ketiga, sehingga didapat Masukan hasil tersebut kedalam rumus yang telah ditentukan. Contoh : Tabel 61 : Responden A B C D E F
Skor Var. 1 40 30 35 36 28 32
Skor Var.2 20 35 38 34 29 34
R1
R2
D
D2
1 5 3 2 6 4
6 2 1 3.5 5 3.5
-5 3 2 1.5 1 0.5
25 9 4 2.25 1 0.25
= 41.50
Rho
= 1– = 1– = -0.186
7. Pengetesan / Uji Signifikansi Untuk mengetahui arti dari koefisien korelasi, peneliti hendaklah membandingkan hasil yang didapat dengan Nilai Kritis tabel Product Moment Correlation. Dalam contoh di atas, dengan N = 10, besarnya nilai r pada tabel adalah 0.632 untuk tingkat signifikansi (α) =0.05, dan 0.765 untuk tingkat signifikansi (α) = 0.01. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan signifikan antara tinggi badan dan berat badan (r = 0,638, contoh
133
pertama ), karena r yang didapat lebih besar dari nilai kritis r tabel (0,638 ˃ 0,632). Pola yang sama berlaku juga untuk Spearman Rho. Yang berbeda hanya tabel pembanding yang digunakan.Untuk dapat mengetahui arti korelasi yang dicari dengan Spearman Rho, bandingkanlah nilai Rho yang didapat dengan nilai krits tabel Rho, dengan N pasangan. Nilai Rho yang didapat dalam contoh di atas, dengan N pasangan = 6, yaitu 0,186, sedangkan nilai kritis Rho pada tabel dengan tingkat signifikasi 5 % N =6 ,adalah 0.886. Ini berarti hasil yang dapat (0,186) lebih kecil dari nilai kitis dalam tabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kedua variabel yang diteliti.