PENGARUH LIKUIOITAS DAN PENGELUARAN MODAL TERHADAP PEMBIAYAAN EKSTERNAL (Studi Sektor Industri Manufaktur di Bursa Efek Jakarta Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi) Hamdy Hady'dan Hery Supratman"
Abstract The selectedfinancingsources will effect the structure of capital of company, and was based on existing theory of pecking order hipothesis,firmsmust selected their financing sources provided from cheapest Internal financing, such as cash and equivalent (S,), net working capital (SJ, depreciation and net Income (elementsJ as thefinancialslack, until the long-termfinancingsources through bond or shared as the last chosenfinancingsources In addition, the principlefinancingshould be consistent that long-externalfinancingshould be used for long-lived assets, however thefinancingshort term should be used tofinanceshort-lived assets (the maturity matching principle). This research is aimed to resolved any problem regarding whether there is any significnt effect among the internalfinancingsources toward external financing, also to settle whether thefirmsof BEJ have applied the financing system that recomended by pecking order hierarchi and the maturity matching principle. The regression equations is used to describe any relationship and effect among variable of internal and capital expenditure (financial slack and capital expenditure) as the independent variabel to externalfinancingas the dependent variable, by considering before and after crisis. The result of regression OLS revealed that there is a significant relationship between both of internal and externalfinancing.Before crisis,firmsofBEJ have followed the financing hierarchi based on the both theory mentioned above. But after crisis, firms tend to change theirfinancingbehaviours, so that they have not been applying the pecking order hierarchicalfinancing,but still apply the maturity matching principle.
PENDAHULUAN Krisis moneteryangberlanjutdengan krisis ekonomi Indonesia 1977 menyebabkan banyak perusahaan di Indonesia mengalami perjalanan yang sulit. Beberapa menjadi gulung tikar, tak terkecuali perusahaan-perusahaan yang telah go public di bursa saham. Untuk lebih berkembang dan mengalami pertumbuhan yang tinggi, maka perusahaan memerlukan modal untuk membiayai investasinya. Pemilihan sumber • upi- YAI "BPKP
Vol. 8, No. I.April2005
Pengaruh Likuiditas...
I
pembiayaan akan mempengaruhi struktur modal perusahaan dan tentu saja akan dipilih struktur modal yang terbaik yang akan meningkatkan nilai perusahaan. Struktur modal yang bagaimanayangakan dipilih olehmanajemen pembiayaan perusahaan,haltersebut antara lain diterangkan oleh teori Pecking Order Hypothesis (Sunders and Myers: 1999). Menurut teori ini, struktur pembiayaan suatu perusahaan antara lain mengikuti suatu hierarki mulai dari sumber dana termurah, yaitu dana internal seperti kas, hutang jangka pendek, depresiasi maupun laba ditahan, hingga pembiayaan melalui saham sebagai sumberterakhir seperti obligasi konversi, saham preferen,atau pun saham biasa.Dengan kata lain, biasanya perusahaan memilih terlebih dahulu sumber pembiayaan internal yang merupakan sumber dana termurah, baru kemudian mempertimbangkan sumber pembiayaan eksternal yang dimulai dengan sumber dana eksternal yang paling aman. Penelitian menggunakan model pecking order ini pernah dilakukan oleh David E.Allen dan Martyn R. Clissold (1977) yang meneliti pengaruh defisit pembiayaan terhadap selisih hutang jangka panjang yang dibayar atau diterbitkan, dan Phitchaya Saritnead and Ed Bos (Desember 2002) yang meneliti tentang hubungan antara variabelvariabel dari sumber pembiayaan internal terhadap variabel pembiayaan eksternal. Pada kesempatan ini akan diteliti pengaruh besarnya alat likuiditas dan pengeluaran modal perusahaan sebagai variabel independen terhadap variabel pembiayaan jangka panjang yang diterbitkan atau dibayarkan pada tahun berikutnya sebagai variabel dependennya (F). Variabel independen terdiri atas beberapa tingkatan yaitu, kas dan ekivalen kas atau financial slack (S1), selisih antara aktiva lancar dan hutang lancar tahun lalu atau financial slack (S2), dan S2 ditambah laba bersih setelah pajak tahun lalu ditambah depresiasi tahun lalu (S3).Sedangkan variabel independen lainnya adalah pengeluaran modal yang diwakili oleh perubahan aktiva tetap tahun ini terhadap aktiva tetap tahun lalu. Besarnya koefisien pengaruh dari variabel indenpenden dapat digunakan untuk melihat apakah hipotesis pecking order seperti tersebut di atas berlaku pada perusahaan-perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Jakarta. Hasil perhitungan digunakan pula untuk menganalisis atas ketepatan penggunaan hutang. Berdasarkan The Maturity Matching Principle (Myers,1977) hutang jangka pendek sebaiknya digunakan untuk membiayai investasi jangka pendek,dan sebaliknya hutang jangka panjang sebaiknya digunakan untuk membiayai investasi jangka panjang. Dengan Maturity Matching Principle diharapkan perusahaan dengan asset-asset jangka panjang menggunakan hutang dengan longer maturity, sementara perusahaan dengan asset jangka pendek menggunakan hutang dengan shorter maturity. Sehingga diharapkan hasil koefisien pengaruh yang paling besar adalah dari variabel asset jangka panjang. Penelitian ini mengambil data kasus pada perusahaan manufaktur di Indonesia yang telah tercatat sahamnya di BEJ. Sebagai perbandingan, penelitian tentang perilaku pembiayaan perusahaan akan dilakukan pada dua periode waktu, waktu sebelum krisis ekonomi,yaitu pada perusahaan manufaktur yang tercatat di BEJ pada tahun 1995-1996 dan setelah krisis pada perusahaan manufaktur yang tercatat di BEJ tahun 2001-2002. Keputusan memilih struktur pembiayaan perusahaan yang sudah go public di BEJ pada periode sebelum dan sesudah krisis pada penelitian ini diasumsikan merupakan
2
Pengaruh Likuiditas...
Vol. 8, No. 1, April 2005
hasil kebijakan manajemen keuangan yang mengikuti the Pecking Order Hypothesis dan the matching maturity prinsiples. Untuk itu manajemen perusahaan dalam memenuhi struktur pembiayaandianggapselaludihadapkandenganpermasalahantentangapakah ada pengaruh likuiditas dan pengeluaran modal terhadap pembiayaan eksternal,dengan variasi tiga slack financial atas likuiditas, yaitu financial slack berupa kas dan ekivalen kas, net working capital, dan net working capital plus net income plus depresiasi. Berdasarkan hasil analisis atas pengaruh likuiditas dan pengeluaran modal terhadap pembiayaan eksternal dapat diketahui kebijakan manajemen dalam pembiayaan perusahaan apakah telah mengikuti hipotesis pecking order. Selain itu, untuk menganalisis ketepatan kebijakan pembiayaan berdasarkan Maturity Matching Principle.
TINJAUAN PUSTAKA Teori Struktur Modal Para ahli keuangan banyakyang melakukan penelitian mengenai struktur modal. Tujuannya adalah untuk mencari struktur modal yang optimal,yaitu struktur modal yang dapat memaksimalkan nilai perusahaan atau harga saham. (Fred Weston & Thomas E. Copeland 9th Ed.) Dalam melakukan investasi perusahaan dapat menggunakan modal dari internal misalnya laba ditahan atau menggunakan modal dari eksternal misalnya hutang atau penerbitan saham baru. Peningkatan modal yang berasal dari internal menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai kinerjayang baikyang berarti dapat meningkatkan nilai perusahaan bagi investor. Sedangkan penerbitan saham baru dapat menurunkan nilai perusahaan karena penerbitan saham baru memerlukan biaya yang lebih tinggi dari pada penambahan hutang. (Agnes Sawir,2004) Sumber pembiayaan yang berasal dari hutang mempunyai beberapa manfaat. Biaya bunga dari hutang merupakan faktor pengurang dari laba operasi sehingga biaya bunga sebagai pengurang pajak Perusahaan tidak perlu membagi keuntungan selain kepada pemegang saham. Dan manfaat lainnya adalah pemberi pinjaman tidak mempunyai hak suara sehingga pemegang saham dapat secara mandiri mengendalikan perusahaannya, Brigham et al (1999). Sumber pembiayaan dari hutang juga mempunyai risiko. Semakin tinggi rasio hutang maka semakin tinggi risiko perusahaan sehingga semakin tinggi tingkat bunga yang harus dibayarkan kepada perusahaan. Pembayaran tingkat bunga yang tinggi akan menghilangkan fungsi pengurang beban pajak. Risiko lainnya adalah jika perusahaan mengalami kondisi keuangan yang sulit sehingga tidak mampu membayar beban bunga maka perusahaan dapat terancam bangkrut (Gitman, 1994). Sumber pembiayaan dari penerbitan saham/ekuitas biaya modalnya juga tidak lebih rendah dari sumber dana hutang. Biaya ekuitas merupakan tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh para investor.Tingkat keuntungan ini yang disyaratkan ini belum
Vol. 8, No. 1, April 2005
Pengaruh Likuiditas...
3
tentu lebih kecil apabila dibandingkan dengan bunga pinjaman. Perusahaan dapat mempergunakan hutang dan ekuitas untuk membiayai aset perusahaannya atau mempergunakan seluruhnya modal sendiri atau membagi proporsi dari modal sendiri, hutang, atau ekuitas dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan dan meningkatkan kesejahteraan bagi pemegang saham.
Teori Pecking Order Teori pecking order atas struktur modal ini menyatakan bahwa perusahaan mempunyai preferensi hierarki dalam keputusan pembiayaannya. Preferensi tertinggi pada penggunaan dana internal yaitu retained earning dan depresiasi selanjutnya pada penggunaan dana eksternal. Jika perusahaan menggunakan dana eksternal preferensi penggunaan dana dimulai dari hutang,converr/b/e6ond,saham preferen.dan saham biasa (Myers, 1984). Dengan kata lain pembiayaan eksternal dilakukan dengan menerbitkan hutang, kemudian sekuritas hybrid misal convertible bond, selanjutnya menerbitkan ekuitas sebagai cara yang terakhir. Teori pecking order pertama kali dilakukan penelitian oleh Donaldson (1961). Donaldson meneliti praktik keuangan pada perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat.Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana suatu perusahaan menetapkan struktur modalnya.Dari penelitian ini didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Perusahaan lebih senang mempergunakan sumber pendanaan internal yaitu laba ditahan dan arus kas depresiasi.
2.
Perusahaanmenetapkantargetrasiopembayarandividenberdasarkankesempatan investasi di masa depan dan arus kas yang akan diperoleh di masa depan.Target rasio pembayaran dividen ditetapkan dari laba ditahan ditambah depresiasi yang dapat menutupi pengeluaran modal dalam situasi normal perusahaan.
3.
Dividen adalah "sticky". Perusahaan enggan meningkatkan pembayaran dividen kecuali perusahaan yakin dapat mempertahankan pembayaran dividen tinggi.Dan perusahaan enggan untuk mengurangi pembayaran dividen, kecuali perusahaan dalam kondisis burukdan hams melakukan pengurangan.
4. Jika perusahaan memiliki sumber dana internal arus kas yang akan dipergunakan untuk membiayai modal investasi maka kelebihan dana dari sumber internal akan diinvestasikan pada sekuritas, membayar hutang, meningkatkan pembayaran dividen, membeli kembali saham, atau mengakuisisi perusahaan. Dan jika sumber dana internal yang dibutuhkan untuk membiayai investasi baru lebih kecil dari pengeluaran modal maka perusahaan akan memperoleh dari portofolio sekuritas baru kemudian mencari dari sumber eksternal. Sumber pendanaan eksternal melalui penerbitan hutang akan menjadi pilihan pertama kemudian convertible bonds, dan terakhir penerbitan saham. Eckho (1986) dan Shyam-SunderO 991 )mendukung teori pec/r/ngorc/er. Penerbitan hutang merupakan pilihan pertama dari pada penerbitan ekuitas. Pengumuman pener-
4
Pengaruh Likuiditas...
Vol. 8, No. 1, April 2005
bitan hutang memberi dampak yang lebih kecil dari pada pengumuman penerbitan ekuitas. Shyam-Sunder dan Myers (1999) menyatakan pecking order dalam pendanaan perusahaan menjelaskan bahwa ketika arus kas internal perusahaan tidak cukup untuk mendanai investasi real dan dividen,perusahaan akan menerbitkan ekuitas. Ekuitas tidak akan diterbitkan kecuali biaya financial distress perusahaan tinggi. Selanjutnya menurut Diskripsi Myers (2001) tentang pecking order secara garis besar adalah: 1.
Perusahaan lebih menyukai pembiayaan internal."Fi'nanc/a/S/ad(" dilakukan perusahaan untuk menghindari pembiayaan eksternal, dan dengan demikian mengurangi risiko liquiditas jika kreditor menolak untuk penjadualan kembali hutang, dan mengurangi biaya kebangkrutanjika perusahaan tidak dapat memenuhi skedul pembayaran hutang.
2.
Perusahaan menyesuaikan rasio target pembayaran dividen. Dividen dibatasi dan pengeluaran disesuaikan,tergantung pada peluang investasi yang tersedia.
3. Perusahaan menarik kas dan marketable sekuritas. Kebijakan pembatasan dividen dan fluktuasi pada profitability dan peluang investasi yang tidak dapat diprediksi berarti bahwa secara internal penciptaan aliran kas tidak cukup. 4.
Jika pembiayaan eksternal diperlukan, perusahaan pertama-tama akan menerbitkan sekuritas yang paling aman. Penerbitan sekuritas dimulai dengan hutang kemudian jika diperlukan lagi dapat dilakukan dengan gabungan hutang dan ekuitas, dan akhirnya ekuitas sebagai usaha terakhir.
Tetapi hasil penelitian yang dilakukan oleh Pitchaya Saritnead & Ed Vos, (2002) terhadap perusahaan di Thailand didapatkan hasil yang berlawanan dengan hierarkhi pembiayaan. Selama periode krisis perusahaan tidak menggunakan slack sebagai sumber utama pembiayaan. Mereka lebih lebih menyukai pembiayaan dari eksternal untuk membiayai investasinya. Akan tetapi setelah periode krisis perusahaan mereka lebih menyukai menggunakan financial slack untuk membiayai pertumbuhan investasi jangka panjangnya.
Prinsip Matching Maturity Kebijakan pembiayaan aktiva jangka pendek seharusnya dibiayai dengan kewajibaban jangka pendek dan pembiayaan investasi jangka panjang seharusnya dibiayai dengan pembiayaan jangka panjang. Konsep pembiayaan ini dikenal dengan Maturity Matching Principle, Myers (1977) atau hedging principle, Keown, Scott, Martin, Petty 8 Ed. Prinsip dasar hedging ini menyatakan bahwa membiayai jatuh tempo hutang harus mengikuti karakteristik produksi arus kas asset yang didanai/ dibiayai. Artinya manajemen seharusnya mencocokan (matching) asset yang menghasilkan arus kas dengan jatuh tempo sumber pembiayaan yang digunakan untuk membiayai pengadaan asset. Beberapa teori keuangan menyatakan tidak langsung bahwa ada hubungan
Vol. 8, No. 1, April 2005
Pengaruh Likuiditas...
5
antara sumber-sumber pembiayaan perusahaan dan pengeluaran modal terhadap kesempatan pertumbuhan perusahaan. Misalnya, Myers (1977) mengenalkan hubungan antara kesempatan tumbuh perusahaan dengan jatuh tempo hutang perusahaan. Hasil penelitiannya menyarankan bahwa suatu perusahaan seharusnya menyesuaikan atau mencocokan antara jatuh tempo hutang perusahaan terhadap aset perusahaan agar skedul pembayaran hutang sesuai dengan penurunan nilai asset di masa yang akan datang. Perusahaan seharusnya melakukan pembiayaan jangka panjang dengan longlived assets, dan short-lived assets sebaiknya dibiayai dengan hutang jangka pendek (The Maturity Matching Principle). Prinsip ini akan menjamin suatu perusahaan terhindar dari krisis pada problem jatuh tempo hutang, yang akan meningkat ketika suatu perusahaan memperbarui hutang jangka pendeknya. Sebab bisa terjadi ketika tingkat keuntungan perusahaan di masa yang akan datang menurun dan perusahaan berhadapan dengan suatu krisis, atau ketika tingkat keuntungan perusahaan naik, sesuatu bisa memaksa penjamin menjadi enggan untuk menjadwal ulang hutang perusahaan. Problem jatuh tempo hutang seperti ini kemungkinan telah terjadi pula di Indonesia sebagai akibat krisis moneteryang mengawali periode krisis ekonomi yang lalu. Bosworth (1971) menemukan ada hubungan positif antara pembiayaan ekstemal dengan total investasi. Semakin besar nilai investasi yang diperlukan maka semakin besar dana yang diperlukan yang bersumber dari eksternal.Chaplisky dan Hansen (1993) menemukan bahwa pembiayaan eksternal melalui hutang berhubungan secara positif dengan pertumbuhan assets. Peneliti lain, seperti Beranek, Cornwell & Choi (1995) menemukan bahwa pembiayaan melalui hutang jangka panjang dipengaruhi secara positif oleh pengeluaran modal, dan dipengaruhi secara negatif oleh r/nanc/a/s/ac/c.Tetapi pengaruh negatif ini akan efektif hanya apablia financial slack terdiri atas working capital, net cash flows, dan pendapatan dari penjualan asset. Adapun variable financial slack dari seluruh cash yang dimiliki perusahaan dan sekuritas yang marketable lainnya tidak diteliti. Definisi financial slack adalah asset liquid yang dimiliki perusahaan plus kemampuan hutang yang tidak dimanfaatkan (Moyer,McGigan,and Ktretlow 2001). Ini berarti bahwa manajer mempunyai keleluasaan untuk menambah hutang untuk investasi disamping dana internal yang dimilikinya. Jika perusahaan akan melakukan investasi pengeluaran modal {capitalexpenditure) maka ada kecenderungan bahwa jika investasi tersebut mempunyai prospekyang baik, maka manajemen akan menggunakan dana internal supaya prospek tersebut dinikmati oleh pemegang saham lama. Sebaliknya jika pengeluaran modal tersebut kurang menguntungkan maka perusahaan akan menerbitkan saham baru. Disisi lain investor mengetahui masalah ini, maka penerbitap saham baru dianggap sebagai sinyal negatif. Secara rasional mereka menyesuaikan dengan harga yang akan mereka bayar.sehingga harga saham cenderung turun. Dengaan demikian perusahaan akan menghadapi dilemma.apakah akan meneruskan investasinya karena mempunyai NPV positif atau akan menerbitkan saham baru dengan harga yang terlalu rendah.Situasi ini dapat dihindari jika perusahaan mempunyai dana internal yang cukup untuk membiayai investasi tersebut
6
Pengaruh Likuidilas...
Vol. 8, No. 1, April 2005
atau dapat menjaga financial slack dalam bentuk reserve borrowing power. Semakin besar financial slack maka kecenderungan perusahaan untuk membiayai investainya dengan sumberdana internal semakin besar dari pada menggunakan sumberdanaeksternal.
METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Secara ringkas konsep dasar penelitian ini adalah pengujian pengaruh financial slack yang meliputi slack (S1) yang terdiri atas Kas dan ekivalen kas sebagai variabel independen terhadap variable pembiayaan jangka panjang yang diterbitkan atau dibayarkan (F), pengaruh S2 yang terdiri atas selisih antara aktiva lancar dan hutang lancar tahun sebelumnya terhadap variable dependen (F), selanjutnya bagaimana pengaruh S3, yang terdiri atas S2 ditambah laba bersih setelah pajak tahun lalu ditambah depresiasi tahun lalu, terhadap pembiayaan jangka panjang. Selanjutnya juga diteliti apakah ada pengaruh pengeluaran modal (C) dengan pembiayaan jangka panjang. Secara garis besar pengaruh hubungan variabel independent dengan variable dependent dapat digambarkan secara matematis sebagai berikut (Pitchaya Saritnead & EdVos,2002): FH =v.iHx2Dt + p,S / i M + p 2 (D,S„_ 1 ) + p 3 C„ + p 4 (D,C,) + e/r
FK
=
Dimana: tingkat pembiayaan eksternal jangka panjang perusahaan-perusahaan dalam tahun t (ribuan rupiah).
S,M
=
Jumlah financial slack perusahaan i dalam tahun t-1 (ribuan rupiah)
Crt
=
Pengeluaran perusahaan i untuk aset jangka panjang periode t (ribuan rupiah)
Dt
=
sub-periode variable dummy, dimana:
D,
=
0, untuk observasi sebelum (crisis ekonomi, dengan periode sample 1995 -1996;
Dt
=
1, untuk observasi sesudah krisis ekonomi, dengan periode sample 2001 - 2002.
elt
=
disturbance terms atau faktor gangguan, meliputi karakteristik tertentu untuk perusahaan yang tidak diobservasi.
Pengumpulan Data Populasi yang menjadi obyek penelitian adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di BEJ selama periode sebelum dan setelah krisis moneter/ekonomi. Dari populasi tersebut dilakukan pengambilan sampel dari tahun 1995-1996 untuk sebelum krisis
Vol. 8, No. 1, April 2005
Pengaruh Likuiditas...
7
ekonomi,dan tahun 2001-2002 untuk setelah krisis ekonomi. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif perusahaan yang telah terdaftardi Bursa Efek Jakarta. Data perusahaan ini bersumberdari Indonesia Capital Market Directory (ICMD), dan data yang diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM) Bursa Efek Jakarta. Untuk analisis diambil populasi perusahaan berdasarkan klasifikasi menurut ICMD dalam industri manufaktur. Dari populasi perusahaan manufaktur kemudian dilakukan sample terhadap 100 perusahaan yang mempunyai ukuran nilai asset 100 perusahaan terbesar pada tahun 2000, yaitu perusahaan yang mempunyai nilai asset di atas Rp 283.500 juta. Kemudian dari 100 perusahaan asset terbesartersebut ditentukan periode sebelum krisis dan sesudah krisis. Dari penentuan sample 100 perusahaan yang sama sebelum krisis dan sesudah krisis dihasilkan sample secara keseluruhan didapatkan 172 sample perusahaan yaitu perusahaan sebelum kriris periode 1995-1996 sebanyak 86 perusahaan dan sesudah krisis untuk periode 2001-2002 sebanyak 86 perusahaan juga. Perusahaan yang tidak dipilih adalah perusahaan yang bergerak dalam klasifikasi industri property, real estate dan konstruksi, perusahaan yang bergerak dalam bidang perbankan.asuransi, perusahaan sekuritas, institusi keuangan. Alasannya, karena perusahaan tersebut mempunyai pelaporan yang berbeda khususnya menyangkut struktur keuangan,dan laporan keuangannya.
Definisi Variabel Penelitian Pembiayaan jangka panjang eksternal (F) didefinisikan sebagai perubahan dalam hutang jangka panjang (long term debt) plus perubahan modal saham (share capital) dan cadangan (reserve) dibandingklan dengan tahun sebelumnya. Financial slack mengacu pada Beranek, Comwell dan Choi (1995) dengan menggunakan tiga ukuran slack. Ketiga ukuran tersebut berdasarkan asumsi bahwa keputusan pengeluaran yang berkaitan dengan aktiva jangka panjang untuk tahun t telah dibuat, dalam tingkatan tertentu yang terkait dengan stock of slack pada tahun t - 1 sebagai berikut: 1. Pengukuran slack pertama S, menurut definisi dari Myers dan Majluf (1984), S, adalah total kas dan ekivalen kas yang dimiliki perusahaan pada akhir tahun t - 1. Hutang bebas risiko (default risk-free debt) dikeluarkan karena perusahaan yang disampel jarang memiliki kemampuan menerbitkan hutang tersebut. 2. Alternatif pengukuran S 2 adalah modal kerja bersih (net working capital) pada akhirtahunt-1 3. Pengukuran slack ketiga S , adalah jumlah dari net working capital (S2) laba bersih setelah pajakdan penyusutan tahunan pada akhir tahun t - 1. Menurut hipotesispeck/ng order, suatuhubunganterbalikantara pembiayaan jang-
8
Pengarvh Likuidllas...
Vol. 8, No. 1, April 2005
ka panjang eksternal dengan semua ukuran financial slack merupakan suatu estimasi. Oleh karena itu koefisien financial slack disebut p, seharusnya negatif dan secara statistik signifikan jika perusahaan lebih memilih pembiayaan internal dari pada pendanaan eksternal. Ketiga ukuran slack memiliki interpretasi yang berbeda (Beranek, Cornwell, Choi 1995). Sebagai contoh retained earning kadang dipertimbangkan sebagai bentuk pendanaan jangka panjang karena penyimpanannya untuk periode jangka panjang. Akan tetapi retained earning kadang dapat berkurang karena adanya pembagian dividen, pembelian kembali saham atau obligasi dan atau pembebanan extra ordinary. Oleh karena itu manajemen dapat menggolongkan pada pembiayaan jangka pendek maupun pembiayaan jangka panjang. Jika perusahaan memandang retained earning sebagai pembiayaan jangka panjang, dan jika pengeluaran modal (capital expenditure) tetap (given) maka akan ada hubungan terbalik antara S3 dengan pembiayaan jangka panjang eksternal (F). Pengukuran S, dan S2 lebih tepat dalam interpretasi hierarchical financing resources yang terdapat dalam hipotesis pecking order. Hipotesis maturity matching memberi perhatian pada jatuh tempo aktiva tetap maupun hutang perusahaan. Studi ini mendefinisikan ukuran dana yang dikeluarkan untuk aktiva jangka panjang (C) dalam tahun tertentu sebagai perubahan aktiva tetap bersih (net fixed asset) dari tahun sebelumnya. Merupakan suatu hubungan positif antara perubahan pembiayaan jangka panjang eksternal dengan perubahan aktiva jangka panjang berdasarkan prinsip maturity matching. Variabel dummy digunakan untuk mengindikasikan perubahan antara periode sebelum dengan sesudah krisis. Variabel dummy = 0 untuk observasi periode sebelum krisis dan 1 untuk observasi setelah krisis. Jika terjadi perubahan antara dua sub periode tersebut maka semua koefisien yang diestimasi untuk dummy variabel akan signifikan secara statistik. Model umum persamaan adalah sebagai berikut (Pitchaya Saritnead & EdVos,2002):
F„ =a^2Dt + B,S/iM + MDfVi)+p3 C » + M * W + « «
(Pe«1)
Selanjutnya, model persamaan 1 di atas.akan dibagi ke dalam dua model sebagai berikut: Periode sebelum krisis, D, = 0 F # = a 1 + p 1 S / M + p 3 C / f +e ; ,
(pers2)
Periode setelah krisis, Dt = 1 F „ = ( a 1 + a 2 ) + (p 1 + p 2 ) S , M + ( p 3 + p 4 )C t f +e„
(pers3)
Suatu dj yang positif mengindikasikan suatu trend kenaikan dari pembiayaan jangka panjang setelah krisis, dan a2 yang negatif mengimplikasikan suatu penurunan tingkat pembiayaan jangka panjang. Disisi lain P2 mengindikasikan perubahan dalam pola pembiayaan secara hierarki. Jika perusahaan mengalami shortfall (kejatuhan)
Vol. 8, No. 1, April 2005
Pengawh Likuiditas...
9
sebagai akibat dari ketergantungan kepada pembiayaan eksternal sebelum krisis, pola pembiayaan akan berubah setelah krisis. Oleh karena itu koefisien yang diestimasi dari dummy variabel dan financial slack, yaitu ps2 seharusnya secara statistik signifikan dan negatif. Suatu P2 negatif mengindikasikan suatu prediksi dari hipotesis pecking order, akan lebih nyata pada periode setelah krisis yaitu perusahaan lebih suka menggunakan cadangan mereka sendiri sebelum meminjam dari pihak luar. Oleh karena itu slope koefisien financial slack pada periode setelah krisis seharusnya negatif dan lebih besar nilainya dari periode sebelum krisis. Dan p 4 positif menunjukan adanya perubahan perilaku pembiayaan bahwa perusahaan dalam melakukan pembiayaan sesuai dengan prinsip maturity matching pada periode setelah krisis.
HASIL DAN PEMBAHASAN Atas dasar data sampel di atas, dicari pengaruh antara variabel independent terhadap variabel dependent. Penggunaan variabel Dummy ditujukan untuk membuat struktur model regresi yang stabil,dimanakegunaannyaadalahuntukmelihat perubahan struktur pendanaan dari dua periode sebelum dan sesudah krisis ekonomi. Dengan menggunakan estimasi OLS,dan tingkat signifikasi 5%,ringkasan hasilnya dapat dilihat pada table I.Tabel tersebut memperlihatkan bahwa seluruh koefisien variabel adalah signifikan pada confident interval (CI) 95%. Hal ini berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan dari ketiga variabel alat-alat liquiditas (S,,S2 dan S3) dengan satu variabel pengeluaran modal (C) terhadap variabel pembiayaan eksternal (F). Pengaruh yang signifikan terhadap variabel eksternal (F) juga terjadi pada variabel dummy dan variabel independen yang dipengaruhi oleh variabel dummy (DS,, DS2, DS3, dan DC). Sedangkan untuk melihat apakah terjadi perubahan sruktur pendanaan pada periode sebelum dan sesudah krisis, dapat dilihat pada tiga model persamaaan dengan menggunakan tiga slack financial pada table 2.
10
Pengaruh Likuiditas...
Vol. 8, No. 1, April 2005
Tabel 1. Ringkasan Hasil Regresi OLS Dependent Variable^ Panel A: Slack diukur sebagai S, (Total Kas dan ekuivalen) IndependentVar Predicted Sign Estimated Coeff Std. Error 21638,587 57931,324 Intercept 32346,077 -92900,580 D, 0,110 0,594 S 1I,M 0,148 0,693 D .^,M.1 1,027 0,091 c„ • -0,207° 0,131 D.C, R2 Readjusted
.622 .609
Dependent Variable:FM Panel B: Slack diukur sebagai S2 (Net Working Capital) Std. Error IndependentVar Predicted Sigp Estimated Coeff Intercept 44206,239 22282,558 -54624,640 30801,965 D, -0,222 0,078 ii, i-i 0,345 0,082 D S , i.,M 0,887 0,088 c„ • -0,426 0,153 D,C • R2 Readjusted
sig. .008 .005 .000 .000 .000 .118
sig. .049 .078 .005 .000 .000 .006
.605 .590
Dependent Variable:Fit Panel C: Slack diukur sebagai S3 (S2 + net profit after tax + depreciation) IndependentVar Predicted Sign Estimated Coeff Std. Error sig. Intercept 41897,680 .060 22087,378 .048 -61247,960 30667,187 D, * .014 -0,131 0,053 VM 0,235 0,056 .000 D,VM 0,892 .000 0,089 c„ + - 0,481 0,154 .002 D,C R2 Readjusted
.613 .599
°) Koefisien tidak signifikan Catatan: + (total share capital & F, = (long-term debt, - lomg-term debt M reserves, - total share capital & reserve,,) S U M = total cash and equivalentM S j , M = (current assetsM - current liabilitiesM) S 3 l t 1 = (S 2 ( M + published after tax profit,, + depresciation,,) Ci( = (total fixed assets (net) , - total fixed assets (net) M ) Sumber: Hasil pengolahan data, 2004
Vol. 8, No. 1, April 2005
Pengawh Likuiditas...
11
Adapun ringkasan model regresi baik pada periode sebelum dan sesudah krisis ekonomi adalah sebagai berikut: Tabel 2. Rangkuman Model Regresi Sebelum dan Setelah Krisis Model Regresi
Periode Sebelum Krisis:
81: F„ = 57931,324 - 0,594 S1HI + 1,027 C„ + c, S2: F, = 44206,239 - 0,222 S2W + 0,887 C, + C, S3: F, = (41897,680) - 0,131 S3,, + 0,892 C, + £,
Setelah Krisis:
SI: F„ = -34969,256 + 0,299 S1t1 +0,82 C, + t.t S2: F, = -10418,401 + 0,123 S2 f l + 0,461 Ct + f, S3: F, = - 19350,28 + 0,104 S3W + 0,411 C, + C,
Sumber: Data yang diolah penulis, 2004.
Tabel di atas menunjukkan bahwa pada periode sebelum krisis, model dengan tiga slack variable mempunyai hubungan seperti yang diharapkan. Masing-masing variable slack mempunyai pengaruh negatif terhadap pembiayaan eksternal, sedangkan variable pengeluaran modal mempunyai pengaruh positif. Setelah krisis ekonomi, ada perubahan perilaku dalam manajemen keuangan perusahaan, di mana pengaruh ketiga slack financial menunjukkan pengaruh positif terhadap pembiayaan eksternal, tapi pengeluaran modal tetap menunjukkan pengaruh positif terhadap pembiayaan eksternal. Pengujian Penyimpangan Gejala Klasik Penggunaan OLS dalam analisis ini dimungkinkan untuk dilakukannya pengujian pada penyimpangan gejala klasik yang meliputi pengujian terjadinya autokorelasi, multikolinieriti dan heteroskedasitas seperti terlihat pada table berikut: Tabel 3. Ringkasan Pengujian Penyimpangan Gejala Klasik Autokorelasi
Model Dengan S1
Model Dengan S2
12
Multikolinearili
N =146 dan K = 5 , makad„ = 1,70 , sedangkan d = 1.823 . maka du < 1,823 < 4 - du TIDAK TERDAPAT AUTO KORELASI
Eigenvalue padadimension1=2,677 & di-mension 6 = 0,145, Condition Index tertinggi = 4,304 TIDAK TERJADI MULTIKOLINIARITI
N =146 dan K = 5 , maka du =1,70 , sedangkan d = 1.957 . maka du<1,957<4-dg TIDAK TERDAPAT AUTOKORELASI
Eigenvalue pada dimension 1 = 2,950 & dimension 6 = 0,030, Condition Index tertinggi = 9,937, maka: TIDAK TERJADI MULTIKOUNIARITI
Pengaruh Likuiditas...
Heteroskedastis Dengan Metode Grafik:
- 450000 < uf < 400000 - 250000
- 290000 < uf < 320000 - 250000
Vol. 8, No. 1, April 2005
Model dengan S3
N = 146 dan K = 5, maka du =1,70 , sedangkan d = 1.985 . maka d u < 1,985 < 4 - d u TIDAK TERDAPAT AUTO KORELASI
Eigenvalue pada dimension 1 * 2,993 & dimension 6 = 0,035, Condition Index tertinggi = 9,269, maka TIDAK TERJADI MULTIKOLINIARITI
Dengan Metode Grafik:
- 275000 < uf < 400000 » - 250000
Sumber: Data yang diolah peneliti, 2004 Berdasarkan tabel 3 di atas, maka ketiga model regresi yang melihat pengaruh tiga variabel liquiditas yang berbeda (yaitu menggunakan variabel likuiditas S1, S2 dan S3) dan variabel pengeluaran modal (C) terhadap variabel pembiayaan eksternal (F), seluruhnya tidak menunjukkan adanya penyimpangan gejala klasik yang terdiri dari autokorelasi, multikolineariti dan heteroskedastisitas. Uji autokorelasi merujuk pada hasil perbandingan antara nilai hitung DurbinWatson dengan nilai tabel Durbin-Watson. Persamaan regresi tidak terjadi autokorelasi h bila: " ", di mana d u adalah nilai tabel Durbin-Watson yang tertinggi (upper) dan d h adalah nilai hitung Durbin-Watson. Dari ketiga model di atas terbukti tidak terjadi autokorelasi.
Deteksi multikolinearitas merujuk pada nilai hitung Eigenvalue dan Condition Index. Bila model regresi mempunyai Eigenvalue tidak mendekati nol dan nilai Condition Index di bawah 15, maka pada model tersebut tidak terjadi multikolinearitas. Hal ini terjadi pada ketiga model yang diteliti di atas. Deteksi heteroskedastisitas merujuk pada Metode Grafik. Dari grafik melalui pengolahan menunjukkan bahwa plot taksiran Yi dan residual (ui2) tidak menunjukkan pola yang sistematis; dalam arti bahwa berapapun nilai Yi taksir, residual (ui2) kuadratnya relatif sama. Dengan demikian dapat dikatakan variansi konstan, dan dapat disimpulkan data homokedasitas.
Implikasi Model Hipotesis Pec/c/ngOrderdalam penelitian ini salah satunya mengacu pada pendapat Myers. Adapun diskripsi Myers tentang "pecking order" secara garis besar antara lain bahwa dalam melakukan pembiayaan maka perusahaan-perusahaan lebih menyukai pembiayaan internal dari pada pembiayaan ekstemalnya. Penggunaan "Financial slack" memungkinkan perusahaan-perusahaan untuk menghindari pembiayaan eksternal, dan dengan demikian mengurangi resiko liquiditas jika kreditor menolak untuk penjadwalan kembali hutang, dan mengurangi biaya kebangkrutan jika perusahaan tidak dapat memenuhi skedul pembayaran kembali hutang mereka. Sehingga diharapkan ada hubungan yang terbalik antara variabel financial slack (S1, S2 dan S3) terhadap variabel pembiayaan eksternal (F), dan diharapkan koefisien financial slack adalah bertanda negatif dan secara statistik signifikan jika perusahaan lebih menyukai pembiayaan internal dari pada pembiayaan eksternal.
Vol. 8, No. 1, April 2005
Pengaruh Likuiditas...
13
Tabel 4.16 di atas menunjukkan bahwa pada periode sebelum krisis, maka koefisien variabel financial slack bertanda negatif (berbanding terbalik) untuk semua variabel slack finansial (S,,S2 dan S3)terhadap variabel pembiayaan eksternal. Hal tersebut berarti bahwa perusahaan-perusahaan yang diestimasi pada tahun-tahun sebelum krisis tersebut telah mengikuti prediksi hierarkhi pembiayaan berdasarkan hipotesis pecking order,yakni menggunakan pembiayaan internal lebih dahulu dibandingkan penggunaan pembiayaan eksternal. Diantara ketiga variabel slack finansial, slack finansial S, (total kas & ekuivalen) yang lebih dominan pengaruhnya dalam pembiayaan internal perusahaanperusahaan tersebut, disusul dengan slack finansial S2 (net working capital) dan slack finansial S3 (S2 plus net profit after tax plus depreciation). Sedangkan pada periode setelah krisis ekonomi, maka semua koefisien variabel financial slack bertanda positif (berbanding lurus) untuk semua variabel slack finansial (S)f S2 dan S3) terhadap variabel pembiayaan eksternal. Hal ini berarti ada pengaruh periode sebelum krisis dan setelah krisis bahwa perusahaan-perusahaan yang diestimasi pada tahun-tahun setelah krisis tersebut berlawanan/tidak mengikuti prediksi hierarkhi pembiayaan berdasarkan hipotesis pecking order, yaitu perusahaan menggunakan pembiayaan internal lebih dahulu dibandingkan penggunaan pembiayaan eksternal. Dengan kata lain, perusahaan-perusahaan di BEJ setelah krisis cenderung atau lebih menyukai pembiayaan eksternal untuk membiayai investasinya bersama-sama dengan pembiayaan internalnya.tanpa memberikan prioritasapakah menggunakan pembiayaan internal dulu atau eksternal eksternal dulu.Kemungkinan setelah krisis perusahaan masih mengalami kesulitan dalam pembiayaan internalnya sehingga memilih penggunaan pembiayaan eksternal. Hal ini tentu meningkatkan risiko dalam pembiayaan. Ada kemungkinan bahwa perusahaan-perusahaan lain di BEJ sebelum krisis yang tidak mengikuti prediksi pecking order sudah tidak terdaftar lagi di BEJ pada periode setelah krisis.mengingat krisisekonomi 1997 bersumber pada krisis kesulitan pembayaran hutang jangka panjang yang jatuh tempo, sehingga perusahaan-perusahaan ini besar kemungkinan terkena dampaknya. Di sisi lain, perusahaan seharusnya melakukan pembiayaan jangka panjang dengan long-lived assets, dan sebaliknya bisa berarti bahwa short-lived assets sebaiknya dibiayai dengan hutang jangka pendek (The Maturity Matching Principle). Koefisien hasil estimasi OLS variabel pengeluaran modal C|t (net fixed assets), baik sebelum maupun setelah krisis, seperti tampak pada tabel 2 di atas menunjukkan tanda seperti yang diinginkan (mempunyai tanda positif), yakni berbanding searah terhadap pembiayaan eksternal. Dalam kasus ini berarti bahwa, perusahaan kemungkinan menggunakan pembiayaan eksternalnya untuk pengeluaran modal/investasi jangka panjang, jika slack finansial tidak cukup untuk pembiayaan eksternal mereka. Atau sebaliknya ada kemungkinan penurunan pengeluaran modal (seperti penjualan asset-asset) digunakan untuk menurunkan jumlah pembiayaan eksternal mereka. Hal tersebut berkesesuaian dengan prinsip maturity matching, yakni sebaiknya perusahaan melakukan pembiayaan jangka panjang menggunakan long-lived assets, dan bisa berarti bisa diterapkan pula bahwa short-lived assets sebaiknya dibiayai dengan
14
Pengaruh Likuiditas...
Vol. 8, No. 1, April 2005
hutang jangka pendek. Selain itu, koefisien slope/intercept dari ketiga model/kasus pada periode sebelum krisis menunjukkan tanda positif terhadap variabel pembiayaan eksternal (Flt), berarti bahwa perusahaan walaupun tidak melakukan investasi untuk menambah pengeluaran modal tetapi perusahaan tetap memerlukan pembiayaan eksternal. Sebaliknya pada periode setelah krisis, koefisien slope/intercept dari ketiga model/kasus menunjukkan tanda negatif terhadap variabel pembiayaan eksternal (Flt), berarti bahwa apabila perusahaan tidak melakukan investasi untuk pengeluaran modal maka perusahaan tidak memerlukan penambahan pembiayaan eksternal. Ini berarti perusahaan lebih berhatihati dalam penambahan pembiayaan eksternalnya.
KESIMPULAN Studi kasus pada perusahaan-perusahaan di Bursa Effek Jakarta, periode sebelum krisis ekonomi (1995-1996) dan sesudah krisis ekonomi (2001-2002), menunjukkan kecenderungan berikut ini: 1.
Ada pengaruh yang signifikan dari sumber-sumber pembiayaan internal yang terdiri dari alat-alat liquiditas (S,,S2 dan S3) dan pengeluaran modal (C) terhadap pembiayaan eksternal (F) yang merupakan hutang jangka panjang dan ekuitas yang dibayarkan atau diterbitkan pada periode sebelum dan setelah krisis.
2. Akan tetapi ada perubahan kebijakan perusahaan pada pengeluaran alat-alat liquiditas (S1,S2 dan S3) terhadap pembiayaan eksternal pada periode sebelum dan sesudah krisis. Hal tersebut ditunjukkan oleh perubahan pengaruh negatif dari alatalat liquiditas terhadap pembiayaan eksternal pada periode sebelum krisis, menjadi pengaruh positif pada periode setelah krisis. 3. Berdasarkan persamaan regresi yang dihasilkan, pada periode sebelum krisis ketiga persamaan menunjukkan hasil seperti yang diharapkan, yakni koefisien financial slack dari liquiditas menunjukkan tanda negatif, sedangkan koefisien Pengeluaran Modal (C)t) menunjukkan tanda positif terhadap pembiayaan eksternal. Model dengan liquiditas S, mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap pembiayaan eksternal, diikuti dengan model liquiditas S dan S3 mempunyai pengaruh yang paling kecil terhadap pembiayaan eksternal. 4.
Sedangkan pada periode setelah krisis, ketiga persamaan menunjukkan hasil tidak seperti yang diharapkan, karena koefisien financial slack dari liquiditas (S,, S2 dan S3) menunjukkan tanda positif, sedangkan koefisien Pengeluaran Modal (Cit) masih menunjukkan tanda positif seperti yang diharapkan. Model dengan liquiditas S, masih mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap pembiayaan eksternal, selanjutnya model dengan liquiditas S2, dan S3 mempunyai pengaruh yang paling kecil terhadap pembiayaan eksternal.
5.
Dengan melihat pengaruh negatif alat-alat liquiditas terhadap pembiayaan eksternal pada periode sebelum krisis, dapat disimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan di
Vol. 8, No. 1, April 2005
Pengaruh Likuiditas...
15
BEJ telah menjalankan manajemen keuangannya mengikuti hierarki pecking order. Sedangkanpadaperiodesetelahkrisis, perusahaan-perusahaan diBEJtidakmenjalankan manajemen keuangannya mengikuti hierarki pecking order, yang ditunjukkan oleh pengaruh positif pada koefisien alat-alat liquiditas terhadap pembiayaan eksternal. Dengan kata lain, setelah krisis ekonomi, maka perusahaan-perusahaan di BEJ mempunyai kecenderungan menggunakan pembiayaan eksternal dari pada pembiayaan internalnya. 6.
Berdasarkan enam persamaan regresi sebelum dan sesudah krisis.dapat disimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan di BEJ baik sebelum maupun sesudah krisis ekonomi telah menjalankan manajemen keuangannya mengikuti prinsip maturity matching, seperti yang ditunjukkan oleh koefisien pengeluaran modal (C) yang bertanda positif terhadap pembiayaan eksternal (F). Dalam kasus ini berarti bahwa perusahaanperusahaan tersebut mempunyai kecenderungan menggunakan dana eksternal jangka panjang untuk membiayai asset jangka panjang (pengeluaran modal), atau dengan kata lain perusahaan mempunyai kecenderungan menggunakan dana eksternal jangka pendek untuk membiayai asset jangka pendek mereka.
Saran Dari hasil penelitian di atas maka saran yang perlu dilakukan adalah: 1.
Perubahan kebijakan pembiayaan dari pembiayaan yang lebih menyukai pembiayaan internal ke pembiayaan eksternal tentu berdampak pada meningkatnya risiko kesulitan membayar kembali pembiayaannya (hutang jangka panjang). Selain itu jika kondisi bisnis tidak baik pembiayaan eksternal dapat mengurangi kekayaan pemilik perusahaan sehingga perusahaan terancam bangkrut. Untuk mengatasi masalah kemungkinan kesulitan keuangan di masa yang akan datang maka BEJ perlu memperhatikan peningkatan pembiayaan eksternal ini dan jika memungkingkan menetapkan batas minimal liquditas baik S1, S2, dan S3 terhadap pembiayaan eksternalnya.
2.
Prinsip maturity matching perlu dipertahankan karena prinsip pembiayaan ini mengurangi risiko kesulitan keuangan pada saat hutang jangka panjang jatuh tempo.
3. Untuk mengetahui lebih jauh dampak dari perusahaan-perusahaan yang tidak menggunakan pembiayaan dengan prinsip maturity matching, maka perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan sample perusahaan-perusahaan di BEJ yang pada saat krisis mengalami kesulitan keuangan, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengeluaran modal terhadap pembiayaan hutang jangka pendek. 4.
16
Untuk mengetahui urutan pembiayaan eksternal maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut variabel pembiayaan eksternal dengan mengurai variabel dependen terdiri atas hutang jangka panjang dan penerbitan ekuitas.
Pengaruh Likuidilas...
Vol. 8, No. 1, April 2005
PUSTAKA 1. 2.
3. 4. 5.
6. 7. 8.
9.
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Beranek, W., Cornwell, C. & Choi, S., 1995. "Eksternal Finacing, Liquidity, and Capital Expenditures", Journal of Financial Research, 18.2 (1995): 2007-222. Byoun, Soku & Rhim, Jong C. Test of the Pecking Order Theory and the Trades off Theory of Optimal Capital Structure", Proceeding of the Midwest Business Economics Assosiation, (2003): 31-40. Halomoan, Gina, 1999. Pengujian Pecking Order Hyphothesis pada Emiten di Bursa Efek Jakarta 1994 dan 1995. L Riset Akuntansi Indonesia 2001. Hanke, John E., Wichern, Dean W & Reitsch, Arthur G, 2003. Peramalan Bisnis, edisi ketujuh, edisi bahasa Indonesia, PT Prenhallindo, Jakarta. Leary, Mark T & Roberts, Michael R, 2004. Financial Slack and Test of the Pecking Order's Financing Hierarchy, draft reasearch, The Fuqua School of Business, Duke University, Durham. Levin, Richard etal, 1998. Statistik for Management, Prentice-Hall International, Inc., New Jersey. Myers, S.C. "Determinants of Corporate Borrowing".Journal of Financial Economics, 5.2 (1977): 147-175. Myers, S.C. & Majluf, N.S. "Corporate Financing and Investment Decisions When Firms have Information that Investors Do Not Have", Journal of Finacial Economics, 13 .2 (1984): 187221. Pitchaya Saritnead & Ed Vos. "Eksternal Financing, Liquidity an Capital Ekspenditure on Assets: Evidence from Thai Firms Before and After The Economic Crisis", Asia Pacific Journal of Economic & Business Vol 6 No 2 (2002) hal 17-29. Nachrowi, Nachrowi D, Hardius Usman 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Sawir, Agnes, 2004. Kebijakan Pendanaan dan Restrukturisasi Perusahaan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Scott, David F. JR., Martin, John D., Petty J. W & Keown Arthur J, 1999. Basic Financial Management, 8 ed, Prentice Hall International, Inc., New Jersey. Sharpe, William F & Alexander, Gordon J, 1995. Investasi, Jilid 7, edisi Indonesia, Prentice Hall Inc., New Jersey. Sharpe, William F & Alexander, Gordon J, "\995. Investasi, Jilid2, ed\s\ Indonesia, Prentice Hall Inc., New Jersey. Weston,J Fred & Copelandjhomas E, 1995.Manajemen Keuangan, Jilid 1,edisi ke sembilanedisi revisi, Binarupa Aksara, Jakarta. 1997.Manajemen Keuangan, Jilid 2, edisi ke sembilan, Binarupa Aksara, Jakarta.
Vol. 8, No. 1, April 2005
Pengaruh Likuiditas...
17