Bumi Cinta Habiburrahman El-Shirazy Hambar Muhammad Ayyas melaksanakan perintah profesor pembimbing tesisnya untuk melakukan riset di Moskwa, Rusia, dalam rangka penyusunan tesis tentang sejarah Islam di Rusia pada masa kepemimpinan Stalin. Dengan bantuan kenalan teman SMP yang sekarang sedang kuliah di Rusia, Ayyas mendapatkan sebuah apartemen yang cukup nyaman meskipun sayangnya harus ia bagi dengan dua perempuan warga Rusia yang telah lebih dulu menempati apartemen itu. Serasa tak kurang godaan nafsu pada perempuan, Ayyas juga harus menghadapi kenyataan bahwa profesor yang direkomendasikan oleh pembimbingnya tidak bisa membantunya karena suatu sebab dan justru menunjuk seorang Doktor perempuan muda yang jelita sebagai penggantinya. Maka, dimulailah liku-liku perjuangan dan petualangan seorang santri lulusan Universitas Madinah dalam menjalani kehidupan penuh tantangan di negeri yang mengagung-agungkan kebebasan itu. Intrik demi intrik ikut menyelip di tengah kesibukan Ayyas dalam mencapai tujuan utamanya pergi ke Rusia. Mulai dari masalah roomate-nya yang salah satunya adalah seorang penjaja cinta sedangkan yang lain adalah seorang agen zionis yang berencana menjebaknya, lalu masalah persaingan antar kelompok mafia elit Rusia, sampai dengan debat tak berujung soal Ketuhanan dengan Doktor perempuan yang menjadi narasumbernya. Apakah Ayyas dapat terus istiqomah di jalan Tuhan dan sukses merampungkan penyusunan tesisnya tanpa terjerumus dalam kubangan dosa akibat memperturutkan hawa nafsunya? Simak perjalanan spiritual seorang intelektual muda Islam di negeri Stalin ini melalui karya fiksi Islami terbaru dari penulis novel laris AyatAyat Cinta, Habiburrahman El Shirazy. Sebenarnya saya sudah agak terganggu sejak melihat-baca cover-nya. Tidak! Bukan bangunan bermenara-banyak, pepohonan, atau bangku yang berselimut salju itu. They are beautiful! Bukan pula foto penulis yang narsis nampang di cover belakang karena itu hak penulis untuk berpose begitu. Pun keramaian cover-nya, dengan banyak tulisan (including endorsement-nya) yang mirip tabloid lokal murahan, tidak masalah. Yang menjadi ganjalan adalah tulisan “Adikarya Novelis No. 1 Indonesia” di cover depan dan “#1 Worldwide Bestselling Author” di cover belakangnya. Hellllooooo, sudah diterjemahkan ke dalam berapa ratus bahasa sih novel-novel penulis ini, atau sudahkah novel-novelnya terjual melebihi angka 450 juta copy seperti serial Harry Potter? Oh, please, jikalau mau lebay ya mbok yo yang realistis gitu lho (eh, klo lebay emank gak realistis, ya? Hihihihi, sinting guwe). #1 Worldwide….duhhh….world yang mana sih? Novelis No. 1 Indonesia menurut siapa itu? Ampuuunnn….jumawa sekali kalimat itu. Menurut saya, sangat tidak pantas dengan “genre” yang disandang novel ini. Huff. Berlanjut ke segi kandungan isi, hmmm, nothing special menurut saya. Menyentuh sih iya, karena kesederhanaannya. Kisahnya yang membumi begitu dekat dengan keseharian sehingga begitu mudah merasuk ke dalam hati. Apalagi dengan nuansa religiusnya, menambah kekhidmatan menikmati sajian dari “Sebuah Novel Pembangun Jiwa” ini…….meskipun sayangnya, isi novel ini tak lebih seperti copy paste artikel dari buku atau internet. Banyak informasi-informasi umum non-fiksi yang dileburkan secara mentah tanpa pilihan diksi maupun cara penyajian yang mendekati keindahan sebuah karya fiksi. Bahkan, beberapa dialognya terkesan kaku dan kurang hidup. Novel ini sepertinya masih mengikuti pakem menulis Kang Abik. Jujur, saya baru “sempat-melirik” tiga karya saja dari penulis ini. Di Atas Sajadah Cinta (langsung saya hibahkan ke teman, padahal baru baca dua atau tiga paragraf, bosan), Pudarnya Pesona Cleopatra (cuman pernah lihat, dan pegang, dan baca beberapa kalimat, tapi tak
pernah membeli), dan Ayat-Ayat Cinta yang fenomenal itu (baca sampai bab berapa gitu, sudah jatuh bosan juga). Namun, saya khatam tiga filmnya, AAC, KCB 1, dan KCB 2. Dan, saya suka KCB 2, Deddy Mizwar aktingnya mangstabbbbbb. Nah, berbekal sedikit pengetahuan itu, saya memberanikan diri untuk mengatakan bahwa pakemnya memang standar Kang Abik. Tokoh utama pria (awalnya) adalah mahasiswa, (biasanya) alim banget, dengan buanyyyyyyyaaaaakkkkkkk karakter perempuan yang merubungi tokoh utama pria tersebut. Lalu secara khusus, kemiripan Bumi Cinta (BC) ini dengan KCB adalah adanya adegan penyelenggaraan seminar di mana salah satu tokohnya ikut jadi panelis, dan ada karakter lain yang terkesima dan terpikat dengan tokoh itu. Dan, astaga, soal ciuman lagi? Jadi ingat Azzam ketika mau dicium Eliana….duhhh, bikin karakter dan adegan yang laen donk Kang Abikkkk, bosen taukk, gitu-gitu mulu. Kalo soal beberapa fakta yang dirangkumkan, hmm, lebih enak searching sendiri via Google dan menyaring dari sumber-sumber khusus yang terpercaya. Sebagai media dakwah, beberapa unsur dalam novel ini cukup memadai dengan pencantuman ayat-ayat Quran dan hadis Nabi Muhammad, meskipun untuk beberapa hal tidak disertakan penjelasan yang cukup. Celakanya, bagi saya, adanya fikih-fikih keseharian yang kurang mendapat perhatian dengan tanpa dicantumkan dalil pelaksanaannya. Kenapa harus jadi masalah, kan ini bukan buku fikih (buku agama)? Entahlah, terjerat pada niat yang disandang novel ini, dengan sendirinya tiap detailnya haruslah pas sesuai takarannya, termasuk persoalan gambaran ibadah yang terdeskripsi dalam adegan per adegannya. Misalnya: Shalat Tahajjud berjamaah, setahu saya persoalan ini masih khilaf di kalangan ulama, sehingga sangat perlu kiranya menyertakan penjelasan singkat atas permasalahan ini dan alasan kenapa penulis membuat adegan yang ikut salah satu pendapat, paling tidak sebagai footnote. Mengapa? Saya rasa ini sangat penting, karena meskipun terjadi khilaf di antara para ulama, tetap ada kesepakatan umum soal sholat ini untuk dikerjakan secara berjamaah, yaitu persyaratan untuk tidak menjadikannya sebagai suatu kebiasaan. Sedangkan dalam adegan di novel ini, tersurat kata “biasa dikerjakan” oleh Ayyas dan Pak Joko, apalagi telah direncanakan dengan adanya giliran yang menjadi imam. CMIIW. Saya sempat beristighfar ketika sampai di halaman 467 Dalam Islam, jika seorang laki-laki menyentuh istrinya, ia tak diizinkan meninggalkan bekas apa pun di tubuhnya. Ini sebenarnya cara lain Al Quran mengatakan, Jangan kau pukul istrimu, tolol. Astaghfirulloh, sungguh bagi saya dengan pemahaman agama yang dangkal ini, kalimat analogi tersebut langsung membuat saya menangis. Saya tidak rela, Quran ditafsirkan dengan kalimat sekasar itu. Dengan kata seburuk “tolol”, padahal kita diajarkan untuk tak pernah merendahkan/menghina diri sendiri atau orang lain. Saya benar-benar geram ketika mendapati line ini. Saya sungguh tidak rela! Lalu, saya kembali dibuat tercengang pada adegan Ayyas diundang ikut serta dalam seminar ketika ia ‘menyerang’ salah satu pembicara yang juga diundang, di negara orang. Wew, saya merasa, bahasa Ayyas kasar sekali, tidak mencerminkan imej yang coba dibangun-disematkan pada tokoh ini sejak awal. Terlalu ‘menilai rendah’ orang lain dan gagal memberikan pidato yang mengena sekaligus menentramkan hati, bukan ciri seorang santri dalam bayangan saya. Ketika cerita tak juga menenggelamkan saya dalam kenikmatan membaca, kesalahan teknis justru merajalela, meruntuhkan semangat untuk menuntaskan novel ini. Jujur, banyak sekali bagian yang saya skip. Ada yang karena terlalu umum. Ada yang terasa seperti artikel wikipedia biasa (yang mana bisa saya akses gratis, tanpa perlu beli novel). Sementara itu, typo bertebaran hampir pada keseluruhan bab-nya, namun anehnya justru jarang pada bab-bab yang berisi artikel umum yang diselipkan. Dan, Ya ampunn, so far, ini lah novel dengan jumlah typo terbanyak yang saya temukan (sebelum saya beli dan baca The Jilbab Code-nya Gatot Aryo). Masalah terbesar dari novel ini adalah
inkonsistensi penggunaan kata ganti “aku” dan/atau “saya” yang terbalik-bolak…eh, terbolak-balik. Saya akan maklum kalau diberikan penjelasan, misalnya aku digunakan sebagai tekanan pada dialog tertentu, dan begitu juga sebaliknya kata saya digunakan untuk situasi tertentu. Namun, tidak ada secuil informasi pun yang menunjukkan adanya unsur kesengajaan penggunaan kata “aku” dan/atau “saya” itu untuk menegaskan sesuatu. Maka, saya berkesimpulan ini murni keselip dalam proses proofreading, editing, printing, atau bahkan dalam proses writing awal, yang artinya ‘cacat’. Selain diksi yang minim, kekurangan lain dari novel ini adalah kegemaran Kang Abik untuk mengulang-ulang deskripsi seorang tokoh atau keadaan. Contoh, untuk penggambaran Devid ketika menjemput Ayyas di bandara, ia diilustrasikan sebagai sosok pemuda yang kurus dan berkacamata. Ketika belum ‘bernama’ tentu saja biasa untuk menyebut “Pemuda berkaca mata itu bla-bla-bla” tapi begitu tokoh disematkan nama “Devid” paling tidak deskripsi itu tak perlu lagi dipakai terlampau sering, cukup dengan nama saja. Parahnya, ini tidak hanya terdapat di situ saja, masih banyak lagi cara-cara deskripsi begitu hingga akhir novel, misalnya……“sopir berhidung bengkok itu”……”gadis yang tidak berdaya itu”……”bibi yang mengenakan kerudung kozinka”……dan masih banyak lagi pengulangan deskripsi yang enggak banget. Saya menduga, repetisi inilah yang membuat novel ini bisa menjadi setebal ini. Okay, seperti biasa berikut daftar kejanggalan yang saya temukan: (hlm. 9) palto…….., istilah asing ini baru diberikan footnote di (hlm. 11) (hlm. 13) mengibarkan = mengibaskan (hlm. 11) krempeng, (hlm. 16) kerempeng = inkonsistensi (hlm. 14) ke empat = keempat (hlm. 19) …mobil merah tua yang mereka naiki disalib oleh mobil mewah…. = disalip (hlm. 20) ..selama di pesantren kan setiap pakai bahasa Arab, jadi aku cukup lancar berkomunikasi dengan ulama itu…….terasa ada satu kata yang ketinggalan di antara kata ‘setiap’ dan ‘pakai’. (hlm. 21) Jalan raya yang sangat luas dengan enam belas jalur itu penuh dengan mobil. Ada dua empat jalur yang macet……..kalimat membingungkan pada kata “dua empat”, maksudnya apa? (hlm. 29) Ia Berada di kawasan….Berada = berada (hlm. 36) Ketiga, tinggal satu rumah dengan orang asing, yang beda jenis kelamin. Kau tinggal restoran……apakah ada arti lain restoran selain sebagai ‘rumah makan’? Saya bingung dengan makna kata restoran di sini. (hlm. 46) memperpanjangan = memperpanjang (hlm. 60) mengusai = menguasai (hlm. 70, 71, 74) kerudung ‘kozinka’ atau ‘kosinka’ = inkonsisten (hlm. 75) Ia menyerahkan uang lima ribu rupiah warna sambil…….memangnya ada uang lima ribu rupiah hitam putih, ya? (hlm. 80) kerasa kepala = keras kepala (hlm. 81, 87, 134, 167) sweeter, sweater, swieter……wew….satu kata tiga penulisan, amazing! (hlm. 83) reseacher = researcher (hlm. 84) Dan ia tetap tidak bergeming……seharusnya tidak-nya dibuang (hlm. 84) peringatakan = peringatan (hlm. 85) singkatan KBRI baru dikasih footnote di sini, padahal sitilah ini sudah muncul di (hlm. 42) (hlm. 95) …dan kepentingannya nafsunya……-nya yang di depan harusnya dibuang saja (hlm. 98) perkataanya = perkataannya (hlm. 99) Iya, maaf. Aku sangat tidak nyaman?........tanda tanyanya dibuang saja, atau diganti dengan tanda seru.
(hlm. 99) ada aturan agama tapi diacuhkannya……harusnya = tidak diacuhkannya (hlm. 106) interprestasi = interpretasi (hlm. 134) istilah ‘kwartina’ seharusnya diberikan footnote (hlm. 146) diinternet = di internet (hlm. 160) merubah = mengubah (hlm. 178) di hubungi = dihubungi (hlm. 189) Yelana = Yelena (hlm. 215) Ibarat kata, di mana pun berada, bayangan gadis tak pernah luput…….lebih enak jika setelah kata gadis diberikan kata ‘itu’ atau ‘tersebut’, merujuk pada tokoh Rehim yang sedang diangankan oleh Linor pada kalimat sebelumnya. (hlm. 222 – 223) ‘Pushkinkaya’ atau ‘Puskinkaya’ (hlm. 268) bayam, (hlm. 270) bayem = inkonsistensi (hlm. 273) Kedutaan Republik Indonesia di Moskwa…….’Besar’-nya mana? (hlm. 284) kekuataan = kekuatan (hlm. 309) Leo Totstoy = Tolstoy (hlm. 343) aparteman = apartemen (hlm. 358) Boris Melnikova = Boris Melnikov (hlm. 358, 376) pengeboman, (hlm. 376) pemboman = inkonsistensi (hlm. 376) Ransel berisi bahan peledak dan buku-buku Islam…….buku yang dimasukkan ke ransel cuman satu biji doank, kenapa jadi buku-buku? (hlm. 377) down load, (hlm. 377) mendownload = inkonsistensi (hlm. 381) Sunflowe B&B Hotel = Sunflower B&B Hotel (hlm. 362) (hlm. 389) dilayar kaca = di layar kaca (hlm. 391) wanita yang bajunya terlepas dari dari….duplikasi kata ‘dari’ (hlm. 394) midle close up…….midle = middle? (hlm. 399) kata spasiba balshoi = terima kasih, masih diberikan footnote di sini, padahal kata ini sudah sangat sering sekali digunakan (hlm. 415) teruarai = terurai (hlm. 424) mengendari = mengendarai (hlm. 435)…saat itu mengacuhkan informasi itu dan menganggapnya sebagai angin lalu……………seharusnya diberikan kata ‘tidak’ sebelum kata mengacuhkan (hlm. 439) dikulit = di kulit (hlm. 70) diperkenalkan tokoh Prof. Abramov Tomskii, namun kemudian hanya berselang satu halaman berganti nama menjadi Abraham Tomskii (hlm. 71, dan masih keselip di hlm. 81, 375) (hlm. 489) David = Devid (hlm. 511) di dampingi = didampingi (hlm. 513) Katerdral = Katedral (hlm. 518) diikutu = diikuti (hlm. 525)…astaga, istilah gastronom masih dikasih footnote di sini, padahal di depan, kata ini juga sudah beberapa kali digunakan. (hlm. 10-11) Sheremetyevo, (hlm. 318) Seremetyevo = inkonsistensi Di samping itu, ada beberapa kalimat aneh yang terasa tidak efektif, misal: Dalam geramnya diam ia memendam kebingungan dan kegalauan, kegalauan dan kebingungan. (hlm. 137) Ayyas telah rapi ia menenteng tas ranselnya. (hlm. 374) Aku tidak mau mendapat ciuman dari perempuan yang tidak halal bagi saya. (hlm. 378) Sedangkan dua hal yang tak “berasa” bagi saya adalah ketika rahasia besar Linor terbongkar (sungguh tak ada sensasi kejut atau terperangah, aseli cuman ‘oh, gitu, ya?’) dan suasana pernikahan salah satu karakter di ujung cerita (lagi-lagi cuman, ‘eh, gitu doank?). Hmm, pada dasarnya, saya memang mencoba berusaha dengan keras untuk ‘menyukai’ novel ini, sekaligus gaya menulis Kang Abik, agar minat saya untuk
membaca karya-karya beliau muncul dari dalam hati. Sayang seribu sayang, saya harus mengatakan enough of him, dalam artian saya tak akan menyia-nyiakan sejumlah rupiah yang saya miliki untuk membeli karya tulis Kang Abik, kecuali mendapat hadiah atau dipinjami, hehehe. Afwan. Selamat membaca, temans! Download Bumi Cinta This is interesting, there Bumi Cinta is nothing on this page that says when this article was published. For a Bumi Cinta really good mojito, fresh lime juice is absolutely necessary. The Boss was forced to Bumi Cinta leave Jack when she was assigned a new top secret mission by President Dwight D. This is a bad situation and has been bad ever since the Armistice. Bumi Cinta What economy these Bumi Cinta people are talking?. Prospect Vision was founded in 2001. Bumi Cinta Especially if he makes a lot of eye contact, and sometimes touches you Bumi Cinta as well. In the tomb of Nefertari (Dynasty XIX) and in the Book of the Dead, the Goddess Hathor is depicted as seven cows whose role Bumi Cinta is to determine the destiny of a child at birth.: Indonesian b Habiburrahman El-Shirazy Bumi Cinta 3.92 2642 pages 276 546 Download Bumi Cinta
Bumi Cinta Bumi Cinta pdf Really no absoluteso the glossy finish the Bumi Cinta only thing is this screen. If the rate of methane leaks from natural gas could be held to around 2 Bumi Cinta percent, for example, the study indicates that warming would be reduced by less than 0.
Okubo groupies forfeit Bumi Cinta doesn't break the brakes.
Bumi Cinta Bumi Cinta read online 2010-11: Appeared in Bumi Cinta 75 games (starting all 75), averaging 14.