HAMA DAN PENYAKIT UTAMA JAMBU MENTE DAN USAHA PENGENDALIAANNYA Michellia Darwis Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
ABSTRAK Jambu mente (Anarcadium occidentale) merupakan komoditas potensial dan berpeluang untuk mengisi pangsa pasar dunia. Dalam luas areal Indonesia merupakan yang terluas didunia 591.475 ha, namun dalam produksi hasil gelondong mente masih rendah. Produktivitas hasil hanya berkisar 164 – 350 kg/ha/th, masih jauh dari produktivitas negara produsen jambu mente lainnya. Usaha budidaya jambu mente lebih difokuskan pada meningkatkan produktivitas hasil atau merehabilitasi areal tanam yang sudah ada. Rendahnya produksi dan produktivitas hasil salah satunya disebabkan oleh gangguan hama dan penyakit. Hama utama yang menyerang jambu mente adalah; Helopeltis antonii, Sanurus indocera dan Cricula trifenestrata. Penyakit utama adalah; busuk akar (Rigidoporus microporus), rebah bibit/anakan (damping off) dan beberapa penyakit sekunder (Pestaliopsis sp, B. theobromae). Komponen pengendalian untuk hama lebih cukup tersedia dibandingkan untuk pengendalian penyakit. Beberapa teknologi pengendalian yang bisa diterapkan adalah; pemanfaatan agensia hayati (cendawan entomophatogen, parasit, predator, pestisida nabati, fungisida sintetik (untuk penyakit), bahan organik, sanitasi dan eradikasi serta perbaikan teknologi budidaya. Usaha pengendalian yang paling efektif adalah secara terpadu, tidak parsial tetapi mengabungkan semua komponen yang kompatibel secara sinergis dan berkesinambungan.
PENDAHULUAN Daerah penghasil utama jambu mente (Anacardium occidentale) di Indonesia adalah propinsi Sulawesi Tenggara dengan luas 237.007 ha,
NTT 126.832 ha, Sulawesi Selatan 71.894 ha, Jawa Timur 57.794 ha, NTB 50.053 ha, Jawa Tengah 30.815 ha dan Bali 17.080 ha. Sebagai daerah sentra produksi utama adalah propinsi Sulawesi Tenggara karena cakupan areal tanam mencapai 30,3% dari total luas areal secara nasional (Anon. 2000). Produktivitas jambu mente sekitar 164 – 350 kg/ha/th, masih sangat rendah dibandingkan dengan negara lain yang bisa mencapai sekitar 800 kg/ha/th. Dilihat dari luas areal dan produksi, negara sebagai produsen utama jambu mente adalah India 531.000 ha ; 286.000 ton, Vietnam 250.000 ha ; 122.070 ton, Thailand 55.407 ha ; 58.359 ton dan China 8.327 ha ; 6.545 ton (Mandal. 2000). Total areal jambu mente didunia seperti dikemukakan pada pertemuan Expert Consultation on Integrated Production Practices in Cashew in Asia di Bangkok tahun 1997, mencapai 1,12 juta hektar dengan produksi sekitar 700.000 ton, tetapi yang diperdagangkan secara international hanya 160.000 ton dengan nilai US 2 Milyar (Anon. 1997). Eksportir utama jambu mente adalah India dan Brazil yang keduanya memasok 91% kebutuhan dunia. Perkiraan kenaikan ekspor setiap tahun mencapai 5%, dengan pasar utama USA dan Eropa serta beberapa negara Asia. Oleh
67
karena itu pangsa pasar jambu mente masih cukup menarik dan terbuka lebar. Salah satu penyebab rendahnya produksi dan produktivitas jambu mente di Indonesia adalah karena gangguan serangan hama dan penyakit. Hama utama yang menyerang tanaman jambu mente adalah; Helopeltis spp, Sanurus indecora (sebelumnya dikenal sebagai Lawana sp), dan Cricula trifenestra. Penyakit utama adalah penyakit busuk akar (R. microporus), rebah bibit (damping off) dan penyakit sekunder (Pestaliopsis sp, B.theobromae dan Gummosis). Tujuan tulisan ini adalah menginformasikan jenis-jenis hama utama dan penyakit utama yang menyerang tanaman jambu mente di Indonesia dan bagaimana teknologi pengendalian yang sudah ada maupun yang baru dan potensial untuk dilakukan. HAMA UTAMA Hewan serangga yang berasosiasi dengan tanaman jambu mente cukup banyak, pengamatan pada beberapa kebun di Lombok saja, ditemukan sebanyak 90 jenis serangga, dikelompokan atas kategori hama (30%), musuh alami (50%) dan penyerbuk (20%). (Siswanto, dkk. 2003). Beberapa diantaranya ada yang bersifat sebagai hama utama yang dapat menimbulkan kerusakan dan bahkan bisa menimbulkan kematian pada tanaman jambu mente. Hama utama tersebut antara lain adalah sebagai berikut;
68
Helopeltis Spp. Helopeltis spp merupakan hama yang paling dominan menyerang jambu mente, terdiri dari beberapa species. Tanaman lain yang diserang adalah kopi, kakao dan teh. Spesies yang menyerang jambu mente adalah H. antonii, H. theivora dan H. bradyi. Menurut Supriadi, dkk.(2002) populasi Helopeltis spp dapat ditemukan sepanjang musim dan merupakan hama yang paling merugikan. Pada pertanaman yang berjarak rapat kerusakan akan lebih besar dibandingkan pertanaman yang lebih lebar jarak tanamnya. Imago Helopeltis spp berbentuk kepik bewarna coklat kemerahan, kepala bewarna hitam, toraks merah tua, perut bewarna hitam dan putih dengan ukuran sekitar 4,5 – 6 mm. Antena terdiri 4 tuas dengan ukuran dua kali panjang tubuhnya. Lama hidup imago sekitar 24 hari, imago betina mampu bertelur sebanyak 93 butir. Telur berbentuk lonjong bewarna keputihan diselipkan pada jaringan tanaman muda dan lunak secara berkelompok 1 – 10 butir dan terdiri dari beberapa kelompok telur. Stadia telur rata-rata 7 hari, nimfa tidak bersayap dan tubuhnya bewarna coklat. Stadia nimfa kurang lebih 2 minggu dan mengalami empat kali ganti kulit sebelum menjadi dewasa. (Wiratno,dkk. 1996; Siswanto, dkk. 2002). Nimfa dan imago mengisap cairan daun pucuk muda, tunas, bunga, biji/gelondong dan buah. Air liurnya sangat beracun dan bagian yang
terkena bisa melepuh bewarna coklat tua. Buah yang terserang berbecak coklat atau hitam. serangan pada gelondong dapat mengakibatkan gugur jatuh ketanah. Daun yang terserang terhambat pertumbuhannya dan menjadi kering. Kadang kala bekas tusukan ditandai oleh keluarnya gum (gummosis), serangan yang lebih parah pada tunas dapat mengakibatkan kematian pucuk. Bunga-bunga yang terserang berubah menjadi hitam dan mati mengering. Menurut Rickson dalam Davis (1999), serangan spesies lain dari Helopeltis spp yaitu H. anacardii di beberapa negara Asia Selatan, India dan Afrika Timur dapat mencapai 80% ranting rusak. Menurut Siswanto ( 2002), hama Helopeltis spp juga menyerang tanaman usia muda di pembibitan, mengisap daun, pucuk dan juga batang yang mengakibatkan perobahan warna menjadi hitam kecoklatan. Menurut Mardiningsih.T.L, dkk (2004) intensitas serangan, persentase serangan dan jumlah populasi Helopeltis spp berutrut-turut; 0 – 4,94% ; 0 – 23,33% dan 0 serangga/bibit. Di pembibitan yang cukup berbahaya adalah serangan hama species Ornithospila sp. Usaha pengendalian lebih diutamakan memanfaatkan agensia hayati, pestisida nabati ataupun tindakan kultur teknis yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Cendawan Beauveria bassiana dapat digunakan mengendalikan hama Helopeltis spp, dan cukup efektif mengendalikan populasi H. antonii di
lapangan (Karmawati, dkk 2001). Hasil penelitian skala laboratorium menunjukkan daya patogenisitas dengan aplikasi lansung ke Helopeltis antonii dapat menimbulkan mortalitas 98% (nimfa) dan 94% (imago). Aplikasi tidak lansung (melalui bahan makanan) tingkat mortalitas yang ditimbulkan masih cukup tinggi yaitu 92% (nimfa) dan 86% (imago). Konsentrasi konidia B. bassiana 1,1 X 108 efektif dan direkomendaikan untuk mengendalikan hama Helopeltis spp. (Warsi, dkk 2001). Pemanfaatan pestisida nabati berasal dari minyak bunga, daun dan gagang cengkeh dengan konsentrasi 4% efektif menimbulkan mortalitas Helopeltis antonii sebanyak 95% dan pada spesies Helopeltis theivora sebanyak 100%, masing-masing pada pengamatan empat hari setelah perlakuan. (Warsi, dkk 2004). Pengaruh ekstrak mimba dengan konsentrasi 10% dapat menimbulkan mortalitas H. antonii sebesar 87,5%. Pengaruh ekstrak tembakau dengan konsentrasi 10% dapat pula efektif mengendalikan hama H. antonii mencapai 100% (Mardiningsih, T. L, dkk 2001). Pemanfatan predator yaitu semut merah Oecophylla smaragdina sangat potensial dan efektif menekan populasi Helopeltis spp hingga berada dibawah aras batas ambang ekonomi dan mampu meningkatkan produksi Jambu Mente. Pemanfaatan semut hitam (Dellchodorus thoracitcus) sebaiknya sebelum dilepas harus ada terlebih dahulu serangga kutu putih (Planococcos lilacinus) di bagian-
69
bagian tanaman yang biasa diserang Helopeltis.spp (Supriadi, dkk. 2003a). Sanurus indecora Hama serangga ini sebelumnya dikenal dengan sebutan hama Lawana.sp dengan daerah sentra serangan adalah di NTB, khususnya Lombok dan Sumbawa. Kemungkinan juga menyerang tanaman jambu mente didaerah lainnya. Dinas Perkebunan propinsi NTB (2002) melaporkan bahwa dalam tahun 2002 hama S. indecora menimbulkan kerugian hasil sekitar Rp3,5 milyar dengan luas serangan 3.432 hektar dari total luas areal 56.000 hektar. Luas serangan tertinggi terdapat di Kabupaten Lombok mencapai 2.551 hektar dengan nilai kerugian sekitar Rp 2.6 Milyar. Imago bentuknya seperti kupukupu kecil dengan tubuh dan sayap bewarna putih, hijau atau putih kemerahan dengan ukuran 6 – 8 mm. Telur diletakkan secara berkelompok pada permukaan bawah daun dan diselimuti dengan lapisan lilin bewarna putih atau krem. Rata-rata kelompok telur bisa mengandung 132,56 butir per-pohon. Pada daerah sentra serangan, dan serangannya berat bisa ditemukan imago S. indocera sebanyak antara 634 – 789 ekor per-pohon. Hama S. indecora menyerang pucuk-pucuk muda baik pada tidak saat musim berbunga maupun saat musim berbunga. Serangga dewasa maupun nimfa mengisap cairan tanaman pada daun muda, tangkai bunga, pucuk dan buah muda. Serangan dengan populasi tinggi terutama pada tangkai bunga dan dapat menyebabkan bunga cepat
70
mengering, sehingga tida dapat menjadi buah. Selain itu hama S. indecora bisa menghalangi proses penyerbukan bunga, karena menghambat munculnya kedatangan seranga-seranga penyerbuk. Akibat lain adalah munculnya jamur embun jelaga pada permukaan daun karena adanya cairan seperti madu yang dihasilkan hama seranga ini. Tanaman inang S. indecora selain jambu mente adalah; mangga, jeruk, jambu air, belimbing, rambutan, sirsak, cermai. Serangan berat juga terjadi pada tanaman jeruk dan mangga dengan intensitas seranggan rata-rata 76,66% (Syamsumar dan Haryanto.2003). Menurut Supriadi, dkk.(2002) S. indecora menyerang sepanjang musim meskipun begitu populasinya banyak ditemukan pada musim pembungaan. Tanaman inang lainnya adalah krotalaria, nangka, bougenville dan jarak. Dalam tindakan pengendalian belum banyak usaha penelitian dilakukan, kemungkinan karena terjadinya perubahan nama dari hasil identifikasi yang dilakukan. Secara umum dinyatakan oleh Purnayasa, (1999) cendawan entomophatogen Synnematium sp cukup effektif mengendalikan stadia nimfa dan imago hama S. indecora. Dan menurut Wiratno dan Siswanto(2001) nimfa dan imago yang mati terserang oleh cendawan Synnematium sp ditemukan menempel erat pada daun atau tunas tanaman. Selain cendawan Synnematium sp menurut Supriadi, dkk.(2003b) yang dapat digunakan
sebagai agensia hayati adalah cendawan Hirsutella citriformis dan Beauveria bassiana. Atau bisa juga memanfaatkan pestisida nabati dari mimba. Didaerah lombok, NTB pada hama S. indecora banyak ditemukan parasitoid Apanomerus.sp (Hymenoptera : Platygasteridae) yang sangat mudah ditemukan menyerang kelompok telur. Musuh alami lainnya yang ditemukan adalah semut merah, semut hitam, laba-laba, belalang sembah dan Coccinela sp (Wahyono,dkk 2002). Ektoparasit hama S. indecora yang ditemukan pada ekosistem lahan kering Lombok mencapai 29,21 ekor/pohon (larva/pupa) atau 48,97% dari populasi S. indecora (59,65 ekor/pohon). Tingkat parasitasi yang terjadi di lapang pada imago S. indecora mencapai 20,41% yang terdistribusi pada imago bewarna putih sebesar 19,82% dan 0,59% pada imago bewarna hijau. (Sumpeno.B. 2004). Cricula Trifenestrata Hama ini dikenal juga dengan sebutan hama ulat kipas dan ulat kenari. Selain jambu mente C. trifenestra juga menyerang jenis tanaman lainnya yaitu; kenari, alpukat, jambu, kedondong, mangga, kakao dan kayumanis. Daerah sebaran hama ini luas antara lain Asia Selatan dan Asia Tenggara, di Indonesia ditemukan hampir disetiap daerah sentra produksi jambu mente di Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Sulawesi, dan Maluku (Wikardi dan Wahyono.1991 ; Wikardi, dkk.1996).
Gejala dan mekanisme serangan adalah, ulat kecil memakan daun yang masih muda dari bagian bawah, secara bergerombol dan bekas serangan terlihat seperti sobekan-sobekan tidak teratur pada pingir daun. Serangan ulat yang lebih besar dapat menghabiskan seluruh lembaran daun sehingga tinggal tulang daun saja. Bila populasi ulat tinggi, terjadi outbreak serangan maka seluruh permukaan daun gundul tinggal ranting-ranting yang mengering dan mematikan tanaman. Di pulau Jawa status hama ini cukup menarik untuk dikaji karena beberapa petani dengan sengaja memeliharanya untuk diambil kokonnya yang bewarna kuning keemasan yang dapat digunakan sebagai bahan serat tenunan kain. Parasitoid yang ditemukan pada hama C. trifenestrata antara lain adalah Mesocomis orientalis dan Trichogramma sp . Pemanfaatan sebagai musuh alami efektifitas parasit Trichogramma sp pada telur C. trifenestrata ternyata cukup tinggi yaitu sekitar 60 – 80% (Wikardi dan Wahyono.1991). Perbanyakan Trichogramma sp dapat dilakukan di laboratorium dengan menggunakan inang alternatif Corcyra chepalonica. Selain itu ditemukan juga beberapa jenis predator seperti Coccinella sp, belalang sembah dan laba-laba. . Menurut Supriadi,dkk. (2003a) Parasit telur bisa juga dengan menggunakan Telenomus sp selain Trichogramma sp. Untuk parasitoid stadia larva dan pupa menggunakan parasit jenis lain yaitu Amblyteles sp. Konservasi parasitoid diperlukan
71
dengan cara tidak memusnahkan lansung telur dan kepompong yang terkumpul. Telur yang telah disimpan selama 10 hari, bila tidak keluar ulat (tidak menetas) berarti mengandung parasitoid. Telur-telur tersebut dikembalikan ke lapang. Pupa disimpan selama sebulan, bila keluar ngengat lansung dibunuh dan bila keluar lalat atau tabuan lepaskan di kebun jambu mente. Untuk agensia hayati lainnya bisa menggunakan Bacillus thruringiensis, Metarrhizium anisopliae dan Beauvaria bassiana untuk pengendalian larva dan pupa. PENYAKIT UTAMA Penelitian terhadap serangan penyakit utama jambu mente belum seintensif penelitian pada serangan hama utama. Penyakit karena tidak kasat mata agak cukup sulit untuk mengamatinya dan perlu perlakuan khusus untuk mendeteksinya seperti memerlukan uji Postulat Koch. Namun begitu kegiatan pengendalian masih terus dan sedang diteliti, beberapa diantaranya sudah memberikan hasil. Uraian tindakan pengendalian digabungkan saja untuk setiap jenis penyakit utama yang menyerang tanaman jambu mente. Adapun jenis– jenis penyakit utama yang menyerang tanaman jambu mente adalah sebagai berikut; Penyakit busuk akar Cendawan atau jamur akar putih menyebabkan penyakit busuk akar pada tanaman jambu mente, merupakan penyakit utama dan dapat
72
mematikan tanaman. Pertama kali ditemukan di pulau Bali dan dari hasil identifikasi diketahui penyebabnya adalah jamur Rigidoporus microporus (Arya dan Temaja.1996). Perkembangan penelitian tentang serangan penyakit pada tanaman jambu mente sangat lambat karena informasi dasarpun seperti pembuktian Postulat Koch masih belum positif. Padahal uji Postulat Koch adalah suatu hal yang mutlat dilakukan dalam bidang ilmu penyakit tanaman (Fitophatologi). Namun berdasarkan hasil isolasi patogen dari sampel tanaman jambu mente sakit diperoleh selain isolat jamur akar putih juga jamur Fusarium sp (Tombe, dkk. 1997). Hasil identifikasi Supriadi, dkk (2003b) menemukan patogen jenis lain yaitu Phellinus noxius yang menyebabkan penyakit jamur akar coklat. Oleh karena itu kedua jamur yang berbeda warna ini dapat diassosiasikan dengan penyakit busuk akar pada tanaman jambu mente. Penyakit ini dapat menyerang tanaman muda, usia 3 – 4 tahun sampai tanaman menghasilkan (produktif). Penyebaran penyakit terutama melalui kontak akar, yakni bila akar yang telah terserang jamur akar putih bersinggungan dengan akar yang sehat maka terjadilah penularan serangan penyakit. Gejala tanaman yang terserang penyakit busuk akar adalah tajuk daun berwarna pucat, kuning dan kusam, akhirnya kering dan gugur sehingga tajuk tanaman tinggal rantingnya saja. Bila perakaran dibuka, terlihat permukaan akar ditumbuhi
jamur atau rhizomorf berwarna putih yang akan berubah menjadi kuning gading. Gejala inilah yang disebut dengan penyakit jamur akar putih (JAP). Sedangkan ciri khas gejala serangan jamur akar coklat (JAC) adalah akar yang sakit dibungkus oleh lapisan atau partikel tanah dan rizomorf jamur berwarna cokelat. Penyebaran penyakit disamping melalui kontak antara pohon sakit dan pohon yang sehat adalah melalui pelukaan batang, akar, dan perpindahan partikel tanah melalui hewan ternak yang berkeliaran di areal pertanaman jambu mente. Disamping jambu mente tanaman lain yang terserang penyakit busuk akar adalah tanaman pingir jenis kayu bantenan. (Supriadi, dkk 2003 b). Menurut Chang dan Yang (1998) jamur akar coklat mempunyai inang alternatif yang cukup banyak sehingga patogen dapat bertahan lama di lapang, baik pada tanah, tanaman inang yang masih hidup maupun tunggul perakaran dari tanaman yang sudah mati. Rebah bibit (damping off) Dari beberapa temuan hasil penelitian diketahui penyebab penyakit rebah bibit adalah jamur Fusarium sp, Rhizoctonia spp, Phytium spp dan Botryodiplodia, kesemua patogen ini diisolasi dari bibit jambu mente yang sakit. Menurut Tombe, dkk. (1997). Patogen jamur Fusarium solani telah terbukti dapat menyebabkan gejala penyakit rebah bibit. Gejala penyakit rebah bibit (damping off) dipesemaian sering ditemukan pada benih jambu mente yang baru tumbuh, terjadi perubahan
warna daun menjadi kuning, layu kemudian rebah dan bagian pangkal batangnya membusuk. Informasi tentang faktor-faktor epidemiologi penyakit rebah bibit pada jambu mente masih sangat terbatas. Keadaan areal pembibitan yang kurang baik sistem aerasi dan sistim irigasinya cenderung lebih disukai untuk berkembangnya patogen-patogen itu. Penyakit sekunder Adanya interaksi antara serangan hama Helopeltis sp yang menimbulkan bekas tusukan menimbulkan infeksi patogen Pestaliopsis sp. Secara alamiah interaksi semacam itu perlu diketahui sehingga arah penanggulangan hama dan penyakit menjadi lebih terfokus. Apalagi mengingat serangan penyakit sekunder ini kadang kala jauh lebih berbahaya dari pada serangan penyebab pertamanya. Gejala penyakit mati ranting, gugur dan kuningnya bunga juga dilaporkan oleh Nair, et al (1979), disebabkan oleh infeksi jamur Botryodiplodia theobromae. Infeksi jamur ini juga terlebih dahulu melalui pelukaan oleh tusukan serangga. Bekas tusukan juga mengeluarkan cairan gum dan menimbulkan penyakit gummosis. Penyakit ini ditemukan pada beberapa jenis koleksi varietas atau klon jambu mente yang sedang diteliti di KP. Muktiharjo, Jawa Timur dengan intensitas serangan berkisar 10 – 25% (Wahyono, dkk.2002). Di kebun percobaan komposit Pucak Maros Sulawesi Selatan ditemukan 16 nomor dari 20 nomor yang diuji terserang pula oleh penyakit gummosis dengan
73
intensitas serangan berkisar 2 – 13% (Hadad, dkk.2003). Teknologi pengendalian penyakit Penerapan sistem pengendalian organisme penganggu tanaman (OPT) pada tanaman jambu mente masih pada tahap awal sekali, apalagi organisme penganggu tanaman yang berasal dari patogen penyakit tanaman, sehingga dampaknya masih belum terlihat secara memuaskan. Meskipun begitu sebagian hasil-hasil dari kegiatan penelitian yang telah dan sedang dilakukan dapat dijadikan dasar untuk menentukan konsep pengendalian yang efektif, dan tentunya akan terus disempurnakan dengan adanya temuan baru sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dalam usaha pengendalian OPT. Untuk mendukung pengenalan penyakit busuk akar coklat dapat digunakan medium agar selektif yang mengandung asam galat (Supriadi, dkk 2003b). Sekarang sedang dikembangkan teknik deteksi secara serologi pada bahan yang berasal dari akar jambu mente yang sakit. Diharapkan teknik serologi dapat mendeteksi penyakit pada tahap yang masih awal sekali (tahap dini) sehingga usaha penanggulangannya dapat lebih efektif. Agensia hayati yang direkomendasikan untuk penangulangan penyakit busuk akar putih (JAP) adalah perlakuan dengan Trichoderma lactae dan Bacillus subtillis (Tombe, dkk 2003). Kedua agensia hayati tersebut dikemas dalam bentuk cair dan diperdagangkan dengan nama dagang BIO-TRIBA EC
74
dan dalam bentuk padat dengan nama Organik-TRIBA yang dapat dicampur dengan pupuk organik. Selain itu juga fungisida nabati yang mengandung ekstrak tanaman cengkeh, bahan tersebut dikemas dalam bentuk cair dengan nama dagang MITOL 20 EC. Hasil penelitian dengan penggunaan komponen teknologi yang sudah dihasilkan itu dan digabungkan dengan pemberian pupuk di lapangan dapat mengendalikan penyakit JAP pada stadia serangan ringan dan dapat meningkatkan produksi hasil tanaman. Pengendalian penyakit rebah bibit adalah dengan memeriksa secara rutin terhadap gejala-gejala penyakit rebah bibit secara periodik diikuti dengan tindakan eradikasi secara dini. Perlakuan fungisida botani yang cukup efektif adalah, minyak cengkeh, tepung daun dan bunga cengkeh . Untuk pengendalian penyakit sekunder adalah disesuaikan dengan jenis penyakit yang ditimbulkan, namun pencegahan secara dini adalah dengan mengendalikan serangga penyebab timbulnya penyakit tesebut. Komponen pengendalian lainnya yang bisa dilakukan untuk mencegah timbulnya serangan adalah; Pada areal bukaan baru dilakukan rangkaian tindakan sebagai berikut; (a). eradikasi akar, tunggul dan sisa-sisa tanaman yang berkayu, (b). penanaman tanaman baru dengan bibit yang sehat dan c). perlakuan terhadap tanaman dengan biofungisida atau fungisida sintetik seperti Anvil. Pada areal tanaman yang sudah ada, dilakukan tindakan sebagai berikut; (a). perbaikan
teknik budidaya, (b). pengamatan/ pemantauan tanaman secara dini, (c). pemusnahan pohon sakit dan sisa-sisa tanaman sakit, (d). perlakuan agensia hayati, fungisida nabati atau fungisida sintetik pada pohon yang serangannya masih ringan, (e). pembuatan parit isolasi untuk memutuskan kontak akar pohon sakit dengan pohon yang sehat, (g). pengawasan terhadap pohon pembatas (pagar), terutama jenis kayu bantenan yang juga rentan terhadap seranga penyakit busuk akar. KESIMPULAN Jambu mente merupakan komoditas penting di Indonesia, dan masih terbuka peluang untuk mengisi pangsa pasar dunia. Dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas hasil yang masih rendah dibandingkan negara pemasok utama pangsa pasar dunia maka segala kendala harus diantisipasi. Salah satu penyebab masih rendahnya produktivitas hasil jambu mente adalah gangguan hama dan penyakit. Hama utama jambu mente adalah; Helopeltis spp, Sanurus indecora, dan Cricula trifenestrata. Penyakit utama jambu mente adalah; Busuk akar (Rigidoporus microporus), Rebah bibit (damping off) dan Penyakit sekunder (Pestaliopsis sp dan B. theobromae}. Komponen pengendalian sudah cukup tersedia, dan terus akan disempurnakan dalam bentuk penelitian. Usaha pengendalian tidak bersifat parsial, tetapi mengacu ke sistem pengendalian hama dan penyakit secara terpadu agar memberikan hasil yang lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2000. Statistik Perkebunan Indonesia. Jambu Mente 1998 – 2000. Direktorat Jenderal Perkebunan.(Dirjenbun). Jakarta. Anonymous. 1977. Report on the Expert Consultation on Integrated Production Practices in Cashew in Asia. Bangkok 7-9 October 1997. FAO. of the united nations regional office for Asia and the Pacific. RAP Publication 37. 19 pp Arya, N dan G.R Temaja. 1996. Pengendalian biologi penyakit jamur akar pada tanaman jambu mente. Seminar Pengendalian Penyakit Utama Tanaman Industri. Balittro – JICA. Cisarua Bogor 15 hal Chang, T.T and WE.W. Yang. 1998. Phellinus noxius in Taiwan, distribution, host plants and the pH and texture of the rhizosphere soils of infected hosts. Mycological Research 102 (9): 1085-1088. Davis, K. 1999. Cashew. Eco Technical Note. http:/www. echonet.org Dinas Perkebunan Propinsi Nusa Tenggara Barat. 2002. Laporan tahunan dinas perkebunan NTB. Mataram. 56 p. Hadad, E.A, S, Darajatin, Danatus dan Yusuf. 2003. Laporan perkembangan waralaba benih jambu mente di KI Pucak Maros Sulawesi Selatan. Balittro dan PT Supu Raya (unpublished).
75
Mardiningsih, T.L, B. Barimbing dan Hadad, E.A. 2004. Hama yang menyerang 12 nomor harapan bibit jambu mente (Anarcadium occidentale). Mardiningsih, T.L, W.R. Atmaja dan A. Kardinan. 2001. Pengaruh ekstrak mimba dan tembakau terhadap Helopeltis antonii (Hemiptera:Miridae). Prosiding Seminar Nasional III PEI Cabang Bogor. Nair,M.K, E.V.V, Bhaskara Rao, K.K.N, Nambiar and M.C, Nambiar. 1979. Cashew (Anarcardium occidentale) Central Plantation Crops Research Institute. India pp 55 – 72 Purnayasa, I.G. 1999. Kemungkinan pemanfaatan Synematium sp sebagai agens hayati untuk pengendalian Lawana candida pada tanaman jambu mente. Laboratorium lapang Narmada. Dinas Perkebunan Propinsi NTB. Siswanto, Supriadi, E.A. Wikardi, Dono Wahyuno, Wiratno, M. Tombe, E. Karmawati. 2002. Hama dan penyakit utama tanaman jambu mente serta faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangannya. 48 hal. Siswanto, Wiratno, E. Karmawati, E.A.Wikardi, C. Sukmana, T.E.Wahyono dan Ahyar. 2003. Studi struktur dan fungsi komunitas serangga pada ekosistem tanaman jambu mente. Laporan hasil
76
penelitian PHT Balittro. 45 hal.
tahun
2002.
Sumpeno, B. 2004. Famili Epipyropidae sebagai ektoparasitoid pada imago jambu mente, Sanurus indecora pada ekosistem lahan kering di Lombok. Prosiding seminar nasional. PEI Cabang Bogor. 2004. Supriadi, S. Rahayuningsih, E.M.Adhi, M. Dahsyat, N. Karyani dan Heri. 2003b. Epidemiologi penyakit utama jambu mente. Laporan hasil penelitian PHT tahun 2002. Balittro. 30 hal. Supriadi, Siswanto, E. Karmawati, S. Rahayuningsih, D. Sitepu, E.M. Adhi, E.A.Wikardi, Wiratno, T.E, Wahyono dan C. Sukmana. 2002. Pengelolaan ekosistem tanaman jambu mente berdasarkan teknologi PHT. Laporan hasil penelitian PHT tahun 2001. Balittro. Bogor. 50 hal Supriadi, Siswanto, M. Hadad EA, M. Tombe dan Wiratno. 2003a. Pengendalian hama dan penyakit terpadu tanaman jambu mente. Ekspose dan pameran PHT. Yogyakarta 28 – 29 Mei 2003. Syamsumar, D.L dan Haryanto, H. 2003. Distribusi hama Lawana candida pada beberapa jenis tanaman perkebunan di Kabupaten Lombok Barat. Makalah Seminar Nasional Kongres VI PEI dan Simposium Entomologi. Cipayung. Bogor, 5-7 Maret 2003.
Tombe, M. E. Taufik, Supriadi dan D. Sitepu. 1997. Penyakit busuk akar Fusarium sp pada bibit jambu mente. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Tanaman Rempah dan Obat. Bogor 13-14 Maret 1999. Tombe, M, G. Purnayasa, D. Wahyuno, Sugeng dan Zulhisnan. 2003. Uji pengendalian penyakit busuk akar jambu mente dengan kompos, pestisida nabati dan agensia hayati. Laporan hasil penelitian PHT Tahun 2002. Balittro. 14 hal. Wahyono, T.E, Hadad. E.A dan Siswanto. 2002. Inventarisasi hama dan penyakit pada nomor-nomor harapan jambu mente di Kebun Percobaan Muktiharjo Jawa Tengah. Laporan perjalanan Dinas (unpublished) 6 hal.
Wikardi, E.A dan T.E. Wahyono. 1991. Serangga-serangga perusak tanaman kayu manis (Cinnamonum spp) dan musuh alaminya. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat VI (1). Wikardi, E.A, Wiratno dan Siswanto. 1996. Beberapa hama utama tanaman jambu mente dan usaha pengendaliaannya. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Komoditas Jambu Mente. Balittro. Bogor 5-6 Maret 1996 Wiratno dan Siswanto. 2001. Serangan Lawana sp (Homoptera: Flatidae) pada tanaman jambu mente (Anacardium occidentale). Prosiding Seminar Nasional III PEI Bogor.
77