ISSN No. 2337-5299
Volume 2 / Nomor 1 / Tahun 2014 / Hal.89-195
Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas Netra Dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 Di Panti Sosial Bina Netra “Wyata Guna” Bandung Ayi Haryani dan Enung Huripah Studi Kelayakan Pemekaran Wilayah Kabupaten Bekasi Fernandes Simangunsong Reformasi Birokrasi Kabinet Kerja Jokowi-JK Ilham Gemiharto Zigzag Kebijakan State of the Art Ilmu Pemerintahan di Indonesia Pipin Hanapiah
Konstruksi Pemberitaan Surat Kabar Dalam Kampanye Jokowi Dalam Pencalonan Sebagai Presiden R.Indriyati Pelaksanaan Fungsi Sosialisasi Politik Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Provinsi Jawa Barat (Studi Tentang Peningkatan Pendidikan Politik Masyarakat) Ronald Al Kausar dan Dadan Kurnia Kualitas Pelayanan Aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Dalam Program Unggulan Website www.disnakjabar.prov.go.id Tatik Rohmawati dan Ari Yunadi
ISSN NO. 2337-5299 Volume 2/Nomor 1/Tahun 2014/ Hal.89-195
Jurnal ini memuat berbagai hasil penelitian, konsep atau gagasan pemikiran yang terkait dengan reformasi pemerintahan
DEWAN REDAKSI Pembina : Dekan FISIP Unikom Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., MA. Penanggung jawab : Kaprodi Ilmu Pemerintahan Unikom Dr. Dewi Kurniasih, S.IP., M.Si. Pimpinan Redaksi : Nia Karniawati, S.IP.,M.Si. Penyunting Ahli : Prof. Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., MA. Prof. Dr. Hj. Aelina Surya, Dra. Tim Editing : Tatik Rohmawati, S.IP.,M.Si. Tatik Fidowaty, S.IP.,M.Si. Poni Sukaesih K, S.IP.,M.Si. Rino Adibowo, S.IP.,M.I.POL Sekretariat : Airinawati, A.Md. Alamat Redaksi : Prodi Ilmu Pemerintahan Unikom Jl. Dipati Ukur 112-114 Bandung 40132 Telp. 022.2533676 Fax. 022.2506577 Email :http://www.ip.unikom.ac.id
i
ISSN NO. 2337-5299 Vol. 2 / Nomor 1 / Tahun 2014/Hal.89-195
DAFTAR ISI Dewan Redaksi
I
Daftar Isi
ii
Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas Netra Dalam Pemilihan Umum Tahun 2014 Di Panti Sosial Bina Netra “Wyata Guna” Bandung Ayi Haryani dan Enung Huripah
89 – 104
Studi Kelayakan Pemekaran Wilayah Kabupaten Bekasi Fernandes Simangunsong
105 – 129
Reformasi Birokrasi Kabinet Kerja Jokowi-JK Ilham Gemiharto
130 – 140
Zigzag Kebijakan State of the Art Ilmu Pemerintahan di Indonesia Pipin Hanapiah
141 – 150
Konstruksi Pemberitaan Surat Kabar Dalam Kampanye Jokowi Dalam Pencalonan Sebagai Presiden R.Indriyati
151 – 159
Pelaksanaan Fungsi Sosialisasi Politik Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Provinsi Jawa Barat (Studi Tentang Peningkatan Pendidikan Politik Masyarakat) Ronald Al Kausar dan Dadan Kurnia
160 - 176
Kualitas Pelayanan Aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Dalam Program Unggulan Website www.disnakjabar.prov.go.id Tatik Rohmawati dan Ari Yunadi
177 – 195
Tata cara Penulisan dan Pengiriman Artikel
196
lxxxix
PARTISIPASI POLITIK PENYANDANG DISABILITAS NETRA DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014 DI PANTI SOSIAL BINA NETRA “WYATA GUNA” BANDUNG Ayi Haryani1 dan Enung Huripah2
ABSTRAK Penelitian ini untuk mengkaji seberapa besar keterlibatan penyandang disabilitas dalam berpartisipasi politik khususnya pada proses pemilihan calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia tahun 2014 di Panti Sosial Bina Netra “Wyata Guna” Bandung. Dengan menggunakan metode kualitatif, diperoleh berupa data primer yang diambil langsung dari lapangan dengan menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi mengenai proses pemilihan calon presiden dan wakil presiden RI tahun 2014, serta data sekunder yang merupakan data tidak langsung, berupa kebijakan-kebijakan baik pada tingkat pusat maupun daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi politik yang dilakukan oleh penyandang disabilitas netra dalam pemilihan calon presiden dan wakil presiden tahun 2014 di PSBN “Wyata Guna” Bandung, belum menunjukan adanya partisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesetaraan dengan warga negara lainnya. Namun, kesadaran mereka atas hak partisipasi politiknya telah cukup terbangun dengan baik, hal ini sudah disadarinya bahwa suara mereka juga dibutuhkan untuk mengangkat kepedulian pemerintah terhadap hak-haknya, namun perhatian pemerintah terhadap hak politik mereka belum disertai dengan upaya implementasi yang terencana, sistematis, dan praktis dalam menyiapkan fasilitas dan mengurangi kendala yang akan dialami penyandang disabilitas dalam pelaksanaan pemilu, termasuk menghilangkan hak dan perlakuan yang bernuansa diskriminatif dalam pelayanan oleh penyelenggara lokal. Kata kunci: Partisipasi Politik, Penyandang Disabilitas Netra, Pemilihan Umum
PENDAHULUAN Latar Belakang Politik adalah kajian ilmu sosial, yang tidak bisa lepas dari aktivitas kehidupan manusia. Karena manusia adalah makhluk sosial. Sehingga bagaimanapun orang memandang politik, selama manusia ada dan berupaya untuk melanjutkan peradabannya, maka selama itu pula politik akan ada bersama berdampingan dengan manusia. Sekalipun saat ini politik telah mengalami berbagai pergeseran, namun rasanya kita tidak harus dan tidak bisa begitu saja dalam menilai baik tidak politik, karena pada dasarnya politik itu dikendalikan oleh manusia, maka wajar kalau suatu ketika politik mengalami sedikit perubahan makna Karena manusia sendiri pada dasarnya selalu berupaya untuk berubah. Hanya tingal kita bisa tidaknya melihat sisi baik dari politik itu.
1
2
Demokrasi menjadi salah satu sistem politik yang paling banyak dianut oleh negara-negara di Dunia. Namun demikian, implementasi demokrasi disetiap negara bisa berbeda-beda. Bahkan tidak jarang, negara yang otoriter sekalipun,seperti di negara-negara komunis atau negara yang didominasi militer juga mengklaim sebagai negara demokrasi. Secara formal, di negara tersebut memang ada ornamen demokrasi, seperti partai politik, pemilu, organisasi kemasyarakatan, media massa dan parlemen. Akan tetapi, kesemuanya itu berada di bawah kontrol kekuasaan yang sentralistik. Untuk menilai sebuah sistem politik demokratis atau tidak, ada sejumlah parameter yang bisa digunakan untuk menilainya. M. Amien Rais (2008), mengajukan sepuluh kriteria demokrasi, yaitu: adanya partisipasi masyarakat dalam pembuatan keputusan; persamaan di depan
Dosen STKS Bandung Dosen STKS Bandung
89
hukum; distribusi pendapatan secara adil; kesempatan pendidikan yang sama; pengakuan dan penghargaan terhadap empat macam kebebasan (kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan media massa, kebebasan berkumpul, dan kebebasan beragama); ketersediaan dan keterbukaan informasi; mengindahkan fatsoen (tata krama); kebebasan individu; semangat kerjasama; dan hak untuk protes. Politik sebagai suatu proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat untuk pembuatan keputusan dalam suatu negara. Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 menjadi modal awal terbentuknya sistem politik di Indonesia. Sudah 11 (sebelas) kali Bangsa Indonesia melakukan pesta demokrasi/ pemilu (pemilihan umum) dengan asas luber (langsung umum bebas dan rahasia) yang dilakukan setiap 5 tahun sekali. Sejak pemilihan umum pertama kali dilakukan di Indonesia tahun 1955 sampai saat ini, masih terdapat sebagian dari kelompok minoritas seperti penyandang disabilitas tidak dapat terlibat dalam pesta demokrasi ini Kaum disabilitas masih sedikit menikmati hak politiknya, dalam kegiatan pemilu, jangankan afirmasi berbentuk kuota keanggotaan partai, pencalonan atau kursi, jaminan akses memilih saja tidak ditoleh banyak pihak belum ada pihak-pihak berkomitmen dan konsisten memperjuangkan hak politik penyandang disabilitas, khususnya pemenuhan akses memilih di pemilu. sehingga sampai saat ini partisipasi aktif penyandang disabilitas masih harus terus diperjuangkan. Partisipasi setiap warga negara dalam pemilu merupakan hak asasi yang harus dijunjung tinggi. Setiap warga negara berhak terlibat dalam mengambil kebijakan politik dan negara wajib melindungi hak-hak tersebut. Partisipasi politik masyarakat merupakan salah satu bentuk aktualisasi dari proses demokratisasi. Keinginan ini menjadi sangat penting bagi masyarakat dalam proses pembangunan politik bagi negara-negara berkembang seperti di indonesia, karena di dalamnya ada hak dan kewajiban masyarakat yang dapat dilakukan salah satunya adalah berlangsung dimana proses pemilihan kepala negara sampai dengan pemilihan walikota dan bupati dilakukan secara langsng. Sistem ini membuka ruang dan membawa masyarkat
untuk terlibat langsung dalam proses tersebut. Ketentuan tentang partisipasi secara aktif dalam kehidupan berpolitik terkandung dalam pasal 21 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, pasal 25 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik, pasal 28D ayat (3), pasal 28H ayat 2 dan pasal 28I ayat (2) UUD 1945 setelah amandemen dan pasal 43 ayat (1) dan (2) UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Inti pasal-pasal tersebut antara lain setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan, baik kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemerintahan berupa dipilih dan memilih dalam pemilu maupun aksesibilitas untuk mendapatkan kesempatan tersebut tanpa diskriminasi. Landasan hukum tersebut berlaku pula bagi penyandang disabilitas dan diperkuat dengan UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang disabilitas. Upaya untuk memperoleh gambaran besarnya masalah disabilitas dilakukan oleh Kementrian Sosial RI. bersama BPS, masukkan survei disabilitas dalam Susenas di 27 provinsi di Indonesia pada tahun 1998 adalah sebanyak 6,056,875 orang yang terdiri dari 1,752,793 orang penyandang disabilitas netra 1,655,416 orang disabilitas daksa 1,265,906 orang penyandang Penyakit kronis 779,019 orang, disabilitas Mental 603,740 orang, disabilitas rungu/wicara 6,056,875 orang. Julah terbesar berada di provinsi Jawa Barat yaitu sebanyak 1,219,331 orang yang terdiri dari : 352,861 orang penyandang disabilitas netra, 333,258 penyandang disabilitas daksa 254,844 orang penyandang penyakit kronis 156,827 orang penyandang disabilitas mental dan 121,541 orang rungu wicara. Data Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat tahun 2009, jumlah penyandang disabilitas tercatat sebanyak 154.967 jiwa. Sementara data yang dilansir dari organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) mengatakan, jumlah 10 persen penduduk setiap daerah adalah penyandang disabilitas. Artinya di Provinsi Jawa Barat yang kini penduduknya sudah mencapai 44 juta jiwa, sehingga 4,4 juta orang adalah penyandang disabilitas. Data lain dari Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) tahun 2014, jumlah penyandang disabilitas netra di Jawa Barat saat ini sekitar 150 ribu orang, sementara Persatuan Penyandang disabilitas
90
Indonesia (PPCI) cabang Jawa Barat meyakini bahwa sejumlah 90.000 suara tunanetra di Jawa Barat memiliki hak suara untuk mengikuti pemilihan umum di tahun 2014. Untuk menjamin pasal-pasal dilaksanakan secara konsekuen, KPU merumuskan peraturan-peraturan yang mengatur lebih khusus partisipasi berpolitik penyandang disabilitas dalam pemilu. Pasal 8 ayat (3) Peraturan KPU No. 3 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara di Tempat Pemungutan Suara dalam Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPR Provinsi dan Kabupaten/Kota dan pasal 9 ayat (2) Peraturan KPU No. 29 Tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden menegaskan kembali demi menjaga keamanan, kerahasiaan, dan kelancaran pelaksanaan pemungutan suara dan penghitungan suara KPU Kabupaten/Kota menyerahkan alat bantu tuna netra kepada KPPS. Meskipun peraturan-peraturan tersebut diberlakukan dan KPU untuk menjamin semua warga negara termasuk penyandang disabilitas berhak memberikan suaranya dalam pemilu, kenyataannya hak berpolitik penyandang disabilitas masih dientengkan. Rendahnya kesadaran dan pengetahuan tentang sistem, tahapan dan mekanisme pemilu mengakibatkan hak suara penyandang disabilitas rentan dimanipulasi. Temuan penelitian yang dilakukan oleh PusHAM UII pada tahun 2003 yang menemukan fakta, bahwa penyediaan aksesibilitas fisik/fasilitas umum bagi penyandang disabilitas di beberapa daerah di Indonesia masih sangat minim, sehingga membatasi ruang gerak penyandang disabilitas. Meskipun hak-hak penyandang disabilitas tersebut sudah dijamin oleh Resolusi PBB No. 48/96 tahun 1993 mengenai Peraturan Standar tentang Persamaan Kesempatan bagi Penyandang disabilitas, UUD 1945, UUHAM, dan UU Penyandang disabilitas, namun realisasi pemenuhan hak-hak itu masih terlupakan dan terabaikan. Salah satu fenomena yang terjadi dalam proses pemilihan umum khususnya bagi penyandang disabilitas netra adalah kurangnya sosialisasi dan simulasi pemilu. Pemilih penyandang disabilitas tidak
memahami mekanisme dan teknis pengambilan suara. Petugas KPU banyak yang tidak memahami cara menangani pemilih penyandang disabilitas seperti penggunaan alat bantu tuna netra seperti kertas suara dengan Braile. Selain itu kesulitan lain dirasakan ketika mereka akan menuju bilik suara, penentuan tempat pemungutan suara (TPS) yang sulit diakses seperti becek, melalui jalan bertangga, serta lokasi tempat pemilihan yang tidak dilengkapi dengan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas netra. Fenomena lainnya adalah belum ada data kongkrit di setiap wilayah di Indonesia yang menyatakan jumlah penyandang disabilitas yang memiliki hak suara, sehingga banyak penyandang disabilitas yang kehilangan hak suaranya karena tidak terdaftar sebagai warga negara yang mempunyai hak untuk memilih. Para petugas pendataan calon pemilih sering kali beranggapan bahwa penyandang diasabilitas tidak dapat menggunakan hak suaranya karena keterbatasan fisiknya, sehingga sebagian dari penyandang disabilitas tidak dimasukan kedalam data calon pemilih. Catatan berbagai media (seperti artikel kmpas.com) menyebutkan Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat belum sepenuhnya memfasilitasi penyandang disabilitas khususnya penyandang disabilitas untuk dapat memberikan hak suaranya. Padahal hak politik bagi penyandang disabilitas telah dijamin bahkan oleh dunia internasional. Tetapi fasilitas dan akses bagi penyandang disabilitas untuk dapat memberikan suara belum sepenuhnya terpenuhi, sehingga tidak sedikit penyandang disabilitas yang tidak memberikan hak suaranya. Rumusan Masalah Partisipasi setiap warga negara dalam pemilu merupakan hak asasi yang harus dijunjung tinggi. Setiap warga negara berhak terlibat dalam mengambil kebijakan politik dan negara wajib melindungi hak-hak tersebut. setiap warga negara berhak mendapatkan kesempatan yang sama dalam pemerintahan, baik kesempatan untuk berpartisipasi dalam pemerintahan berupa dipilih dan memilih dalam pemilu maupun aksesibilitas untuk mendapatkan kesempatan tersebut tanpa diskriminasi.
91
Berbagai permasalahan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban penyandang disabilitas Netra sebagai warga negara Indonesia dalam pemilihan umum (pemilu) baik calon anggota legislatif maupun capres dan cawapres yaitu adanya kecenderungan ketidaksiapan KPU dan pemerintah daerah dalam memfasilitasi dan memberikan jaminan kepada penyandang disabilitas dalam memenuhi hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan Pemilu, sehingga berdampak pada hilangnya kesempatan sebagian dari penyandang disabilitas dalam menggunakan hak suaranya. Bahkan beberapa simbol-simbol konflik terkait dengan diskriminasi terhadap penyandang disabilitas khususnya dalam pemilihan calon presiden dan wakil presiden RI. Tahun 2014 banyak terdengar diberbagai media. Apabila hal ini kurang memperoleh perhatian, maka persamaan hak dan kewajiban penyandang disabilitas sebagai warga negara Indonesia tidak dapat tercapi di Negara ini. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut diatas, maka penelitian tentang partisipasi politik penyandang disabilitas Netra dalam mengikuti pemilihan calon presiden dan wakil presiden RI. Tahun 2014 sangat relevan untuk diteliti, selanjutnya rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:Bagaimana partisipasi politik penyandang disabilitas netra dalam pemilihan calon presiden dan wakil presiden tahun 2014 di PSBN Wyata Guna Bandung ?. Selanjutnya penelitian ini akan di fokuskan pada : 1) Bagaimana Karakteristik Informan ? 2) Bagaimana Pemberian Suara Penyandang Disabilitas Netra Pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI Tahun 2014 ? 3) Bagaimana Keterlibatan Penyandang Disabilitas Netra dalam Kegiatan Sosialisasi/ Kampanye Pemilu 2014 ? 4) Bagaimana Kerlibatan Penyandang Disabilitas Netra dalam Organisasi Politik? 5) Bagaimana Keterlibatan Penyandang Disabilitas dalam Melakukan Diskusi Publik/Rapat Umum ? 6) Bagaimana Hambatan Penyandang Disabilitas Netra dalam Proses Pemilihan Calon Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 ?
7) Bagaimana Harapan Disabilitas dalam Pemilihan Umum?
Penyandang Pelaksanaan
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji tentang : partisipasi politik penyandang disabilitas netra dalam pemilihan calon presiden dan wakil presiden tahun 2014 di PSBN Wyata Guna Bandung, terkait dengan karakteristik Informan; pemberian suara; keterlibatan penyandang disabilitas netra dalam kegiatan sosialisasi/ kampanye pemilu 2014; kerlibatan penyandang disabilitas netra dalam organisasi politik; keterlibatan penyandang disabilitas dalam melakukan diskusi publik/rapat umum serta mengkaji hambatan penyandang disabilitas netra dalam proses pemilihan calon presiden dan wakil presiden tahun 2014; serta harapan penyandang disabilitas dalam pelaksanaan pemilihan umum. Manfaat Penelitian Secara teoritis, hasil penelitian ini akan memberikan informasi dan menambah teori praktek pekerjaan sosial dengan disabilitas terutama berkaitan dengan pemenuhan hakhak penyandang disabilitas dalam melakukan partisipasi politik dalam pemilihan umum. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan akan menghasilkan rekomendasi kepada pemerintah, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Lembaga-lembaga lain yang terkait dalam proses pemilihan umum. KAJIAN PUSTAKA Tinjauan tentang partisipasi Politik Politik adalah kajian ilmu social, yang tidak bisa lepas dari aktivitas kehidupan manusia. Karena manusia adalah makhluk social. Sehingga bagaimanapun orang memandang politik, selama manusia ada dan berupaya untuk melanjutkan peradabannya, maka selama itu pula politik akan ada bersama berdampingan dengan manusia. Sekalipun saat ini politik telah mengalami berbagai pergeseran, namun rasanya kita tidak harus dan tidak bisa begitu saja dalam menilai baik tidak politik, karena pada dasarnya poltik itu dikendalikan oleh manusia, maka wajar kalau suatu ketika politik mengalami sedikit perubahan makna Karena manusia sendiri pada dasarnya selalu berupaya untuk berubah. Hanya tingal kita bisa tidak melihat sisi baik dari politik itu.
92
Menurut para pakar dan ahli politik. Thomas M. Magstadt dan Peter M. Schotten (1988:7), politik adalah segala sesuatu mengenai bagaimana manusia diperintah, yang berkaitan dengan tatanan, kekuasaan, dan keadilan. Sedangkan menurut Budiarjo (2002), politik ialah segala sesuatu yang berkenaan dengan negara, termasuk didalamnya kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan, maupun pembagian dan pengalokasian nilai-nilai didalam masyarakat yang bersangkutan. Berdasarkan kedua pengertian politik diatas terdapat persamaan pandangan dalam memaknai tentang politik yang mengandung makna bahwa politik itu terkait dengan kekuasaan, keadilan dan kebijakan pemerintah serta pengalokasian nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan Definisi partisipasi politik yang cukup senada disampaikan oleh Silvia Bolgherini (2010), partisipasi politik " ... a series of activities related to political life, aimed at influencing public decisions in a more or less direct way—legal, conventional, pacific, or contentious. Bagi Bolgherini, partisipasi politik adalah segala aktivitas yang berkaitan dengan kehidupan politik, yang ditujukan untuk memengaruhi pengambilan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung -- dengan cara legal, konvensional, damai, ataupun memaksa. Studi klasik mengenai partisipasi politik diadakan oleh Samuel P. Huntington dan Joan Nelson (1990), dalam karya penelitiannya No Easy Choice: Political Participation in Developing Countries. Lewat penelitian mereka, Huntington and Nelson memberikan suatu catatan: Partisipasi yang bersifat mobilized (dipaksa) juga termasuk ke dalam kajian partisipasi politik. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Bolgherini yaitu bahwa dalam melakukan partisipasi politik, cara yang digunakan salah satunya yang bersifat paksaan (contentious). Bagi Huntington and Nelson, perbedaan partisipasi politik sukarela dan mobilisasi (diarahkan, senada dengan dipaksa) hanya dalam aspek prinsip, bukan kenyataan tindakan: Intinya baik sukarela ataupun dipaksa, warganegara tetap melakukan partisipasi politik. Ruang bagi partisipasi politik adalah sistem politik. Sistem politik memiliki pengaruh untuk menuai perbedaan dalam pola partisipasi politik warga negaranya. Pola partisipasi politik di negara dengan
sistem politik Demokrasi Liberal tentu berbeda dengan di negara dengan sistem Komunis atau Otoritarian. Bahkan, di negara-negara dengan sistem politik Demokrasi Liberal juga terdapat perbedaan, seperti yang ditunjukkan Oscar Garcia Luengo (2006), dalam penelitiannya mengenai E-Activism: New Media and Political Participation in Europe. Warganegara di negara-negara Eropa Utara (Swedia, Swiss, Denmark) cenderung lebih tinggi tingkat partisipasi politiknya ketimbang negara-negara Eropa bagian selatan (Spanyol, Italia, Portugal, dan Yunani). Landasan partisipasi politik adalah asal-usul individu atau kelompok yang melakukan kegiatan partisipasi politik. Huntington dan Nelson (2010) membagi landasan partisipasi politik ini menjadi: kelas individu-individu dengan status sosial, pendapatan, dan pekerjaan yang serupa. kelompok atau komunal individu-individu dengan asal-usul ras, agama, bahasa, atau etnis yang serupa. lingkungan individuindividu yang jarak tempat tinggal (domisilinya) berdekatan. Partai individuindividu yang mengidentifikasi diri dengan organisasi formal yang sama yang berusaha untuk meraih atau mempertahankan kontrol atas bidang-bidang eksekutif dan legislatif pemerintahan, dan golongan atau faksi individu-individu yang dipersatukan oleh interaksi yang terus menerus antara satu sama lain, yang akhirnya membentuk hubungan patron-client, yang berlaku atas orang-orang dengan tingkat status sosial, pendidikan, dan ekonomi yang tidak sederajat. Model partisipasi politik adalah tata cara orang melakukan partisipasi politik. Model ini terbagi ke dalam 2 bagian besar: Conventional dan Unconventional. Conventional adalah mode klasik partisipasi politik seperti Pemilu dan kegiatan kampanye. Model partisipasi politik ini sudah cukup lama ada, tepatnya sejak tahun 1940an dan 1950-an. Unconventional adalah mode partisipasi politik yang tumbuh seiring munculkan Gerakan Sosial Baru (New Social Movements). Dalam gerakan sosial baru ini muncul gerakan pro lingkungan (environmentalist), gerakan perempuan gelombang-gelombang (feminist), protes mahasiswa (students protest), dan teror. Jika mode partisipasi politik bersumber pada faktor “kebiasaan” partisipasi politik di suatu zaman, maka bentuk partisipasi politik mengacu pada wujud nyata kegiatan politik
93
tersebut. Samuel P. Huntington dan Joan Nelson (1990) membagi bentuk-bentuk partisipasi politik menjadi: a. Kegiatan Pemilihan yaitu kegiatan pemberian suara dalam pemilihan umum, mencari dana partai, menjadi tim sukses, mencari dukungan bagi calon legislatif atau eksekutif, atau tindakan lain yang berusaha mempengaruhi hasil pemilu; b. Lobby/Terlibat dalam kampanye yaitu upaya perorangan atau kelompok menghubungi pimpinan politik dengan maksud mempengaruhi keputusan mereka tentang suatu isu; c. Kegiatan Organisasi /Membentuk dan bergabung dalam organisasi kemasyarakatan yaitu partisipasi individu ke dalam organisasi, baik selaku anggota maupun pemimpinnya, guna mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah; d. Contacting /Melakukan diskusi publik yaitu upaya individu atau kelompok dalam membangun jaringan dengan pejabat-pejabat pemerintah guna mempengaruhi keputusan mereka, dan e. Tindakan Kekerasan (violence) yaitu tindakan individu atau kelompok guna mempengaruhi keputusan pemerintah dengan cara menciptakan kerugian fisik manusia atau harta benda, termasuk di sini adalah huruhara, teror, kudeta, pembutuhan politik (assassination), revolusi dan pemberontakan. Kelima bentuk partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson telah menjadi bentuk klasik dalam studi partisipasi politik. Keduanya tidak membedakan apakah tindakan individu atau kelompok di tiap bentuk partisipasi politik legal atau ilegal. Sebab itu, penyuapan, ancaman, pemerasan, dan sejenisnya di tiap bentuk partisipasi politik adalah masuk ke dalam kajian ini.
kurang dari 12 bulan. World Health Organization (WHO) tahun 2008, memberikan definisi disabilitas sebagai keadaan terbatasnya kemampuan (disebabkan karena adanya hendaya) untuk melakukan aktivitas dalam batas-batas yang dianggap normal oleh manusia. Lebih lanjut organisasi kesehatan dunia (WHO) memberikan definisi kecacatan ke dalam 3 kategori, yaitu: “impairment, disability, dan handicap”. Impairment disebutkan sebagai kondisi ketidaknormalan atau hilangnya struktur atau fungsi psikologis atau anatomis. Sedangkan disability adalah ketidakmampuan atau keterbatasan sebagai akibat adanya impairment untuk melakukan aktivitas dengan cara yang dianggap normal bagi manusia. Adapun handicap, merupakan keadaan yang merugikan bagi seseorang akibat adanya impairment, disability yang mencegahnya dari pemenuhan peranan yang normal (dalam konteks usia, jenis kelamin, serta faktor budaya) bagi orang yang bersangkutan. Tiga syarat yang harus dipenuhi untuk mengatakan terdapat disabilitas yaitu durasi waktu, tidak adanya aktivitas penting yang berguna, dan adanya keterbatasan yang dapat ditentukan secara medis. Seseorang tidak dapat dikatakan memiliki disabilitas bila ia dapat memiliki penghasilan lebih besar daripada penghasilan minimum yang ditentukan walaupun ia mungkin hanya bisa bekerja paruh waktu pada pekerjaan mereka yang lama dan pendapatannya lebih rendah daripada pendapatan sebelumnya. Beberapa definisi lain tentang disabilitas dikemukakan oleh para ahli, diantaranya yaitu : Vash (1981;22-33) membuat perbedaan antara kata disability“. Mengacu pada adanya kekurangan secara fisiologis, anatomis maupun psikologis yang disebabkan oleh luka, kecelakaan maupun cacat sejak lahir dan cenderung menetap, dengan kata handicap, mengacu pada rintangan yang dialami individu saat dia berupaya melakukan tugas sehari-hari, yang diakibatkan oleh kekurangan tersebut”. Definisi tersebut serupa dengan yang diutarakan oleh Wright (1960:9). “Disability merupakan kondisi yang tidak lengkap, baik secara fisisk maupun mental, sementara handicap adalah rintangan-rintangan yang dialami individu saat dia mencoba mengerahkan kemampuan maksimalnya, namun terhalang oleh kondisi yang ia alami”.
Tinjauan tentang Disabilitas Disabilitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk terlibat dalam aktivitas penting yang berguna oleh karena keterbatasan fisik/mental yang dapat ditentukan secara medis dan dapat berakibat kematian atau telah berlangsung atau diperkirakan akan berlangsung secara terus menerus dalam kurun waktu tidak
94
Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya (UU Nomor 4 tahun 1997). Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 1980 tentang Usaha Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat menyatakan bahwa: ”Penderita cacat adalah seseorang yang menurut ilmu kedokteran dinyatakan mempunyai kelainan fisik atau mental yang oleh karenanya merupakan suatu rintangan atau hambatan baginya untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan secara layak”. Terdiri dari : cacat tubuh, cacat netra, cacat mental, cacat rungu wicara, dan cacat bekas penyandang penyakit kronis. Menurut UU Nomor 4 tahun 1997, penyandang disabilitas netra adalah seseorang yang berusia lebih dari 18 tahun yang buta kedua matanya atau kurang awas (low vision) sehingga menimbulkan gangguan atau menjadi lambat untuk melakukan kegiatan seharihari secara layak/wajar. Indikator : a. Seseorang (laki-laki/perempuan) yang berusia lebih dari 18 tahun b. Buta total (buta kedua mata), yang kedua matanya tidak dapat melihat (hanya dapat meraba hal yang diperlukannya saat itu) c. Masih mempunyai sisa penglihatan atau kurang awas (low vision) yaitu pasien dengan penurunan fungsi penglihatan keadaan ini masih dapat diatasi dengan rehabilitasi ataupun alat bantu seperti kaca mata khusus low vision untuk melakukan kegiatan sehari-hari. Semua aspek diatas dapat menimbulkan gangguan seperti aspek fisik, psikis, sosial, vokasional : Aspek fisik : Hambatan untuk melakukan suatu aktivitas sehari-hari (makan, Mandi Cuci Kakus serta beribadah); kerbatasnya untuk melakukan kegiatan fisik (berlari atau berjalan);kKetidaknormalan bentuk mata (mata tidak dapat melihat) Aspek psikis : meskipun tidak selalu namun cenderung : menutup diri kurangnya keinginan untuk mengutarakan maksud terlihat dari jarang keluar rumah karena merasa malu untuk keluar rumah; kurang percaya diri tidak mau menampilkan dirinya untuk berkomunikasi dengan orang lain baik di lingkungan keluarga, tetangga; pesimis, ketidakyakinan pada kemampuan diri sendiri
untuk memperoleh yang diharapkan; masa bodoh yaitu tidak perduli terhadap lingkungan dan orang disekitarnya; malu bergaul karena merasa dirinya memiliki kekurangan dibandingkan dengan orang lain; cepat putus asa (mudah menyerah terhadap apa yang dia kejar atau diharapkan); mudah tersinggung dan marah karena merasa disakiti, dihina dan dipermalukan. Aspek sosial : kemampuan bergaul terbatas karena cenderung untuk menutup diri sehingga ia tidak memiliki banyak teman; Relasi sosial cenderung inklusif/tertutup karena dengan keadaannya, ia merasa malu untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial; Integrasi sosial lamban (sulit menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial). Aspek vokasional : kesempatan kerja menjadi terbatas, sulit mendapat pekerjaan atau bahkan tidak memiliki pekerjaan karena kurangnya fungsi anggota tubuh. Tinjauan Tentang Pemilu Berdasarkan UU no 3 tahun 2009, pemilihan umum merupakan sarana politik untuk mewujudkan kehendak rakyat dalam hal memilih wakil-wakil mereka di lembaga legislatif serta memilih pemegang kekuasaan eksekutif baik itu presiden/wakil presiden maupun kepala daerah. Pemilihan umum bagi suatu Negara demokrasi berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik rakyat. Pemilihan umum memiliki arti penting sebagai berikut: a. Untuk mendukung atau mengubah personel dalam lembaga legislative. b. Membentuk dukungan yang mayoritas rakyat dalam menentukan pemegang kekuasaan eksekutif untuk jangka tertentu. c. Rakyat melalui perwakilannya secara berkala dapat mengoreksi atau mengawasi kekuatan eksekutif. Pada pemerintahan yang demokratis, pemilihan umum merupakan pesta demokrasi. Secara umum tujuan pemilihan umum adalah : a. Melaksanakan kedaulatan rakyat b. Sebagai perwujudan hak asas politik rakyat c. Untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga legislatif serta memilih Presiden dan wakil Presiden.
95
d. Melaksanakan pergantian personel pemerintahan secara aman, damai, dan tertib. e. Menjamin kesinambungan pembangunan nasional
mandat rakyat kepada pemimpin yang dipilih untuk menjalankan roda pemerintahan. Pemimpin politik yang terpilih berarti mendapatkan legitimasi (keabsahan) politik dari rakyat. Kelima, pemilu merupakan sarana partisipasi politik masyarakat untuk turut serta menetapkan kebijakan publik. Melalui pemilu rakyat secara langsung dapat menetapkan kebijakan publik melalui dukungannya kepada kontestan yang memiliki program-program yang dinilai aspiratif dengan kepentingan rakyat. Kontestan yang menang karena didukung rakyat harus merealisasikan janji-janjinya itu ketika telah memegang tampuk pemerintahan.
Menurut Ramlan Surbakti (1992), kegiatan pemilihan umum berkedudukan sabagai : a. Mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin dan alternatif kebijakan umum b. Makanisme untuk memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat ke lembagag-lembaga perwakilan melalui wakil rakyat yang terpilih, sehingga integrasi masyarakat tetap terjaga. c. Sarana untuk memobilisasikan dukungan rakyat terhadap Negara dan pemerintahan dengan jalan ikut serta dalam proses politik.
Hak dan Kewajiban Penyandang Disabilitas Dalam Pemilihan Umum Penyandang Disabilitas adalah Orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak. Oleh karena itu, pengakuan bahwa diskriminasi berdasarkan disabilitas merupakan pelanggaran terhadap martabat dan nilai yang melekat pada setiap orang/manusia (UU No.19 Tahun 2011 Tentang pengesahan hak-hak penyandang disabilitas). Setiap warga Negara, tanpa membedakan jenis disabilitas baik yang bersifat mental, fisik, kejiwaan, syaraf, atau jenis disabilitas lainnya, memiliki hak dan kesempatan : a. Untuk mendapatkan akses berdasarkan persyaratan umum tentang persamaan hak untuk melaksanakan kegiatan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung melalui wakil yang dipilih secara bebas. b. Untuk beerperan serta berdasarkan persyaratan umum tentang persamaan hak dalam melakukan pemilihan. c. Untuk mendaftar bagi, dan untuk memberikan hak suara dalam pemilihan secara murni dan berkala, pemungutan suara dan yang bersifat plebesit berdasarkan hak pilih yang sama. d. Untuk memberikan suara dalam pemungutan suara yang bersifat rahasia. e. Untuk memilih, dipilih, dan untuk menjalankan perintah setelah dipilih.
Dalam perspektif demokrasi, pemilu memiliki beberapa manfaat. Pertama, pemilu merupakan implementasi perwujudan kedaulatan rakyat. Asumsi demokrasi adalah kedaulatan terletak di tangan rakyat. Karena rakyat yang berdaulat itu tidak bisa memerintah secara langsung maka melalui pemilu rakyat dapat menentukan wakil-wakilnya dan para wakil rakyat tersebut akan menentukan siapa yang akan memegang tampuk pemerintahan. Kedua, pemilu merupakan sarana untuk membentuk perwakilan politik. Melalui pemilu, rakyat dapat memilih wakilwakilnya yang dipercaya dapat mengartikulasikan aspirasi dan pepentingannya. Semakin tinggi kualitas pemilu, semakin baik pula kualitas para wakil rakyat yang bisa terpilih dalam lembaga perwakilan rakyat. Ketiga, pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional. Pemilu bisa mengukuhkan pemerintahan yang sedang berjalan atau untuk mewujudkan reformasi pemerintahan. Melalui pemilu, pemerintahan yang aspiratif akan dipercaya rakyat untuk memimpin kembali dan sebaliknya jika rakyat tidak percaya maka pemerintahan itu akan berakhir dan diganti dengan pemerintahan baru yang didukung oleh rakyat. Keempat, pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi. Pemberian suara para pemilih dalam pemilu pada dasarnya merupakan pemberian
96
Hak-hak ini dijamin tanpa membedakan golongan, termasuk penyandang disabilitas, dan tanpa perkecualian selain yang di benarkan dalam suatu masyarakat yang bebas dan bersifat demokrasi. (covenan hak sipil dan politik) Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Negara yang demokratis adalah negara yang kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat. Penyandang disabilitas sebagai bagian rakyat Indonesia yang berjumlah 10% memiliki hak kedaulatan rakyat sebagaimana warga Negara lainya. Terdapat sejumlah prinsip dasar dalam demokrasi, yakni: a. Adanya kesempatan yang sama bagi anggota masyarakat termasuk warga disabilitas untuk mengungkapkan pandangan dan kepentingannya dalam pembuatan, pelaksanaan dan evaluasi kebijakan. b. Adanya kesempatan bagi penyandang disabilitas dan kelompoknya untuk memperjuangkan pandangan dan kepentingan baik secara individual maupun bersama-sama. c. Adanya perlakuan yang sama dari pemerintah terhadap pandangan dan kepentingan yang diperjuangkan itu, tanpa membeda-bedakan warga disabilitas dan non disabilitas. Pemilu bagi penyandang disabilitas memberikan dampak kesejahteraan sosial. Penyelenggaraan pemilu yang aksesibel dan non diskriminasi berdampak pada peningkatan dan kepedulian masyarakat luas terhadap penyandang disabilitas. Stigma negatif dan prasangka buruk selama ini akan terikikis. Masyarakat sadar bahwa penyandang disabilitas mempunyai hak politik yang sama. Partisipasi penyandang disabilitas dalam politik diawali oleh Panitia Hari Intenasional Penyandang Cacat (HIPENCA) yang mengadakan seminar sehari dengan tema “Demokratisasi Politik Melalui Sistem Pemilu” pada tanggal 1 Desember 2001 di Jakarta. Seminar sehari itu terus ditindak lanjuti dengan berbagai pertemuan dari berbagai organisai disabilitas.Hasilnya pada tanggal 24 April 2002 terbentuklah organisasi Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat. Sebagai puncak dari gerakan advokasi hak politik disabilitas ialah ditandatanganinya nota kesepahaman antara ketua KPU dengan Ketua Umum
PPUA PENCA Tentang Peningkatan Partisipasi Penyandang Disabilitas Dalam Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dan Pemilihan Umum Presiden Dan Wakil Presiden Serta Pemilihan Gubernur, Bupati Dan Walikota Dalam Rangka Perwujudan Kesetaraan Hak Politik Setiap Warga Negara Republik Indonesia.Diharapkan setelah adanya Nota Kesepahaman ini partisipasi politik pemilih disabilitas dapat meningkat di seluruh Indonesia. MOU ini akan menjadikan kerjasama antara KPUD dengan jaringan PPUA Penca di 33 Provinsi berjalan lancar dan bermanfaat. Dengan meningkatnya partisipasi politik disabilitas dalam Pemilu diharapkan akan menghilangkan diskriminasi dan mewujudkan kesetaraan perlakuan dibidang Pemilu yang akan merembet ke berbagai bidang kehidupan dan kesejahteraan penyandang disabilitas.
OBJEK DAN METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dimana peneliti bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa partisipasi politik penyandang disabilitas netra dalam proses pemilihan umum tahun 2014 di Kota Bandung. Penelitian ini dilaksanakan di Panti Sosial Bina Netra (PSBN) “Wyata Guna” Bandung, dimana sebagian besar dari penyandang disabilitas Netra melakukan pencoblosan/menggunakan hak suaranya dalam pemilihan calon presiden dan wakil presiden 2014 periode 2014-2019 di 2 (dua) TPS yang diselenggarakan di PSBN Wyata Guna Bandung. Penelitian ini difokuskan di Panti Sosial Bina Netra (PSBN) “Wyata Guana” Bandung, dengan beberapa pertimbangan. Pertama, pertimbangan praktis, yaitu kemudahan akses bagi peneliti, karena peneliti bertempat tinggal di Kota Bandung, kedua, PSBN Wyata Guna Bandung merupakan salah satu tempat pembinaan khusus bagi penyandang disabilitas Netra di Jawa Barat serta memiliki jumlah yang cukup banyak dibandingkan tempat yang lainnya, ketiga permasalah yang terkait dengan pertisipasi politik penyandang disabilitas merupakan masalah yang umum terjadi di Indonesia, sehingga kota Bandung
97
cukup mewakili daerah yang bisa dijadikan lokasi penelitian ini. Teknik penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan Purposive, yaitu penarikan sampel berdasarkan tujuan penelitian dengan menggunakan kriteria sebagai berikut : 1) Penyandang Disabilitas netra yang telah memiliki hak suraya yaitu berumur diatas 17 tahun atau sudah menikah dan sedang mengikuti pembinaan di PSBN Wyata Guna Bandung, 2) Petugas KPU yang bertugas melaksanakan pemilu di Lokasi Penelitian 3) Tokoh masyarakat/aparat pemerintahan 4) Bersedia dan memiliki waktu untuk menjadi informan Melalui teknik Purposive diperoleh informan sebanyak 7 orang penyandang disabilitas Netra yang satu orang diantaranya sebagai pegawai di PSBN Wyata Guna Bandung, 2 orang Ketua RT dan 1 orang ketua RW 03, 2 orang Petugas KPU yang bertugas di TPS 5 dan 6 di Wilayah PSBN Wyata Guna Bandung. Sumber data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. 1) Data Primer, merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumber data /informen tanpa melalui perantara. Untuk mengumpulkan data primer dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara, observasi dan FGD (Focus Group Discusion). Sumber data Primer dalam penelitian ini adalah penyandang disabilitas, pegawai panti sosial bina netra “Wyata Guna” Bandung, Petugas KPU, Ketua RT dan RW. yang berada di lokasi lokasi penelitian 2) Data Sekunder, merupakan data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber data. Untuk mengumpulkan data sekunder dalam penelitian ini digunakan teknik dokumentasi dan observasi. Data sekunder yang dibutuhkan berupa jumlah Penyandang disabilitas, kebijakan-kebijakan yang terkait dengan hak dan kewajiban penyandang disabilitas dalam melakukan partisipasi politiknya dalam pemilihan umum. Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen, data foto, laporan-laporan yang berkaitan dengan proses pendataan, sosialisasi dan pelaksanaan pemilihan calon presiden
dan Wakil Presiden 2014 di PSBN Wyata Guna Bandung. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: pertama :Indepth interview, Wawancara dilakukan dalam bentuk wawancara bebas maupun wawancara terpimpin. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan memadukan bentuk wawancara bebas dan terpimpin, yaitu peneliti telah menyiapkan daftar pertanyaan yang sistematis dan terperinci untuk memperoleh data yang dibutuhkan dari informan, namun juga memungkinkan bagi peneliti untuk mencari informasi lebih jauh dari daftar pertanyaan yang sudah ada dengan indepth interview. Wawancara dilakukan terhadap semua informan mulai dari proses pendataan, sosialisasi sampai pelaksanaan pemilu 2014. Kedua studi dokumentasi dengan cara pengumpulan data yang dilakukan dengan kategorisasi dan klasifikasi bahan-bahan tertulis yang berhubungan dengan penelitian, baik dari jurnal, buku, koran, majalah ilmiah, dan lain-lain. Atau cara mengumpulkan data tertulis berupa arsiparsip, termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil, hukum, dan lain-lain yang berhubungan dengan proses sosialisasi dan pelaksanaan pemilu 2014. Ketiga, Observasi dilakukan untuk memperhatikan keadaan fisik dan ekspresi informan ketika melakukan wawancara. Observasi juga dilakukan untuk memperhatikan aktivitas informan dalam melakukan kegiatan pada setiap tahapan pemilu, mulai dari tahap pendataan, sosialisasi sampai pada tahap pelaksanaan pemilu tahun 2014. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa kualitatif. Analisa data, menurut Patton, adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam satu pola, kategori, dan satuan uraian dasar (Moleong, 1990; 103). Proses analisa data dimulai dengan menelaah seluruh data yang telah diperoleh dari berbagai sumber Kemudian dilakukan reduksi data dengan jalan membuat abstraksi Langkah selanjutnya adalah menyusun data dalam satuansatuan. Satuan- satuan itu kemudian dikategorisasikan pada langkah berikutnya Pengkategorian itu dilakukan sambil membuat koding. Tahap terakhir adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan data. Setelah tahap ini selesai, maka baru dilakukan penafsiran data (Moleong, 1990).
98
Sehingga tahap-tahap dalam analisa data kualitatif meliputi: pemrosesan satuan data, reduksi data, pengkategorisasian data termasuk pemeriksaan keabsahan data, dan penafsiran data. Terakhir, peneliti menggunakan teknik triangulasi yaitu melalui tiga tahapan pengecekan: Pertama, triangulasi sumber data, yaitu membandingkan data yang diperoleh melalui teknik wawancara dengan data hasil observasi dan survei. Kedua, melakukan peer review untuk mengetahui pendapat para peneliti dan pakar lain yang melakukan penelitian serupa. Ketiga, peneliti akan melakukan triangulasi teori, yaitu membandingkan data empiris dengan kajian teoritis yang telah berkembang dan diakui kebenarannya. Dalam penelitian ini Data diolah dengan teknik kualitatif, dimulai dari melakukan kategorisasi terhadap data yang telah dikumpulkan berdasarkan aspek Partisipasi Potitik. Kemudian pencermatan terhadap hubungan antar data tersebut yang dikaitkan dengan Hak dan kewajiban penyandang disabilitas dalam mengikuti pesta demokrasi pemilihan Calon presiden dan wakil presiden tahun 2014 yang dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali di PSBN Wyata Guna Bandung.
orang sudah menetap di Wyata Guna antara 2-5 tahun. Satu orang peserta telah bekerja di Wyata Guna selama 20 tahun, namun tinggal di luar yang berjarak sekitar 15 km dari kompleks Wyata Guna. 2)
Pemberian Suara Penyandang Disabilitas Netra Pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI Tahun 2014 Pemberian suara yaitu kegiatan yang dilakukan oleh penyandang disabilitas Netra di Panti Sosial “Wyata Guna” Bandung pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI tahun 2014. Kegiatan tersebut dilakukan dengan cara mendatangi tangsung tempat pemungutan suara (TPS) tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Tahap pemungutan/pengambilan suara merupakan puncak dalam kegiatan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI, pada saat inilah masyarakat akan mendatangi ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang disediakan untuk menyalurkan suaranya, dengan memilih salah satu calon Presiden dan wakil Presiden yang ditawarkan oleh partai-partai/simpatisan dalam Pilpres 2014. Pemberian suara yang dilakukan oleh penyandang disabilitas Netra di PSBN “Wyata Guna” Bandung dalam pilpres tahun 2014 dapat terlihat pada proses pemberian suara. Pertama dalam proses pemberian suara penyandang disabilitas Netra tidak dibedakan dengan masyarakat normal dari prosedur maupun yang lainnya, adapun proses pemberian suara, pertama pemilih yaitu penyandang disabilitas Netra datang ke tempat pemungutan suara (TPS) dan langsung menerima surat suara, memasuki bilik suara untuk melakukan pencoblosan pasangan calon presiden dan wakil presiden RI. Tahun 2014. Setelah melakukan pencoblosan pemilih memperlihatkan kepada panitia pemungutan suara (PPS) untuk memastikan bahwa surat suara sudah terlipat dengan benar kemudian memasukan surat suara ke dalam kotak suara. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, tidak semua penyandang disabilitas Netra turut serta berpartisipasi memberikan suara/ hak pilihnya dalam pemilihan presiden dan wakil presiden tahun 2014. Hal ini terjadi karena sebagian dari penyandang disabilitas netra tidak mendapatkan surat panggilan. Hanya 4 (empat) orang dari 7 orang informan yang
HASIL PENELITIAN Hasil penelitian yang dideskripsikan pada bagian ini berdasarkan hasil wawancara mendalam, observasi, studi dokumentasi serta FGD (Forum Geoup Discusion) yang dialnjutkan dengan proses analisis data kualitatif terkait dengan rumusan permasalahan tentang Partisipasi Politik Penyandang Disabilitas Netra di Panti Sosial “Wyata Guna” Bandung dalam Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia tahun 2014 periode 2014-2019. 1) Karakteristik Informan Karakteristik adalah ciri-ciri khusus, mempunyai kekhususan atau suatu sifat yang khas, yang melekat pada seseorang atau suatu objek, seperti : jenis kelamin, usia, dan ciri-ciri khusus lainnya seperti jenis/tingkat kecacatan dll. Informan dalam penelitian ini sebanyak 7 orang penyandang disabilitas netra, 6 orang laki-laki, 1 orang perempuan, yang berusia antara 20-43 tahun, dengan tingkat kecacatan 4 low vision, 3 orang buta total, seluruh informan berasal dari berbagai daerah di Indonesia. 6
99
mendapatkan surat panggilan dan menggunakan hak pilihnya, sementara 3 orang lainnya tidak bisa menggunakan hak pilihnya kerena tidak mendapatkan panggilan. Berdasarkan pengakuan informan dan penuturan pengelola panti, pendataan calon pemilih dilakukan oleh petugas dengan menggunakan data yang ada di kantor Wyata Guna yang belum diperbaharui selama beberapa tahun, sehingga sebagian informan dianggap belum memenuhi usia hak pilih. Para informan yang tidak mendapatkan kartu panggilan memilih sempat mempertanyakan haknya untuk memilih meskipun tidak tercatat sebagai penduduk setempat dengan menggunakan KTP dan diganti dengan lembar form A, tetapi tidak ada tindak lanjut sampai waktu pemilihan. Para informan menyebutkan jumlah seluruh klien PSBN Wyata guna yang memiliki hak suara ada sebanyak 220 orang, namun hanya sekitar 120 yang menggunakan hak suaranya di pemilihan presiden tahun 2014, sedangkan sisanya sekitar 100 orang tidak menggunakan hak suaranya karena berbagai alasan diantaranya: tidak mendapatkan panggilan (kartu suara), segaja tidak menggunakan karena berpikiran tidak akan berpengaruh terhadap kehidupannya, merasa tidak yakin dengan pilihannya, dan sebagian lagi beralasan tidak yakin bahwa janji-janji para capres itu akan direalisasikan (bohong). Terkait dengan upaya para penyandang disabilitas netra (yang tidak mendapatkan surat panggilan) dalam memperjuangkan hak suaranya mereka sudah melapor ke RT setempat, dan ketua RT sudah melanjutkan ke pihak panitia/KPUD, namun sampai pada akhir masa pemilihan para penyandang disabilitas netra tidak mendapatkan surat panggilan maupun jawaban/ alasan yang pasti kenapa mereka tidak dapat menggunakan hak suaranya. Kesadaran penyandang disabilitas untuk memberikan suara pada pemilihan umum (pemilu) sudah cukup baik, tetapi hal ini belum ditunjang dengan pendataan yang jelas dari pihak komisi pemilihan umum (KPU) maupun panitia pemungutan suara (PPS). Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu penyandang disabilitas fisik mengatakan bahwa pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI. tahun 2014, merupakan pertama kalinya ikut dalam
pemilihan umum (pemilu). Usianya saat ini 37 tahun dan sangat disayangkan sekali baru mengikuti pencoblosan satu kali. Menurutnya penyebab tidak mengikuti pemilu bukan karena tidak ingin, tetapi ia tidak memilih karena sebelumnya tidak pernah terdaftar oleh panitia pemungutan suara (PPS). Setelah lama tidak terdaftar sebagi pemilih, pada tahun 2014 akhirnya terdaftar sebagai pemilih dalam pemilihan Pilpres RI. Tahun 2014. Berdasarkan uraian diatas partisipasi penyandang disabilitas dalam proses pemberian suara pada pemilihan presiden dan Wakil Presiden RI tahun 2014 dapat dikatakan kurang baik, karena hanya 4 orang dari 7 orang informan yang mendapatkan surat panggilan dan menggunakan hak pilihnya, sementara 3 orang lainnya tidak bisa menggunakan hak pilihnya kerena tidak mendapatkan kertas panggilan. 3) Keterlibatan Penyandang Disabilitas Netra dalam Kegiatan Sosialisasi/Kampanye Pemilu 2014 Pengakuan dari ke 7 informan menyatakan bahwa mereka tidak mendapatkan panggilan/informasi untuk mengikuti kegiatan sosialisasi dan tidak ada simulasi praktek/tata cara memungutan suara pada saat persiapan pemilihan calon presiden 2014. Mereka tahu tentang kegiatan simulasi karena pernah dilibatkan pada proses sosialisasi/simulasi pada saat pemilihan legislatif. Namun menurut mereka simulasi tersebut berbeda dengan proses pemilihan presiden, hanya saja karna calon presiden dan wakil presiden RI tahun 2014 hanya dua pilihan, mereka merasa lebih mudah dibandingkan dengan saat pemilihan legislatif, cukup menghapalkan kiri dan kanan. Pada kegiatan kampanye semua responden menyatakan pernah terlibat/diikutsertakan untuk mengikuti kegiatan kampanye yang diselenggarakan oleh tim sukses atau simpatisan salah satu calon presiden bekerjasama dengan komunitas disabilitas netra dan menggunakan fasilitas panti dalam bentuk sosialisasi program dan dukungan/janji apabila calon tersebut terpilih akan memberikan dukungan penuh terhadap penyandang disabilitas untuk diprioritaskan dalam pemenuhan kebutuhannya. Kegiatan kampanye ini dilaksanakan di gedung Auditorium PSBN Wyata Guna yang
100
diselenggarakan pada bulan ramadhan yang diawali dengan buka puasa bersama dan diikuti oleh hampir seluruh klien yang tinggal di PSBN Wyata Guna. Selain itu 4 orang dari 7 informan menyatakan mengikuti dan menandatangani deklarasi dukungan terhadap salah satu calon dan mengikuti kampanye/ dukungannya di Jakarta. Kesertaan mereka bersama-sama dengan klien panti lainnya, menggunakan 3 buah bis, difasilitasi oleh simpatisan salah satu calon presiden dan komunitas disabilitas netra. Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa partisipasi politik penyandang disabilitas Netra dalam Keterlibatan penyandang disabilitas dalam kegiatan sosialisasi/ kampanye Pemilu 2014 dapat dikatakan cukup baik. Dilihat dari empat orang dari tujuh dari informan ikut terlibat dalam kegiatan kampanye dan menandatangani deklarasi dukungan yang mewakili penyandang disabilitas.
kesejahteraan maupun berpihak pada penyandang disabilitas. Sehingga penyandang disabilitas merasa tidak ada yang perlu di dukung. Tetapi meskipun demikian ketua PPCI Kota Bandung tidak melakukan golongan putih (golput) dan tetap memberikan hak suaranya, dan menghimbau sesama penyandang disabilitas di Kota Bandung untuk turut berpartisipasi dan mensukseskan Pemilihan Calon Presiden dan Wakil Presiden RI tahun 2014. Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa partisipasi politik penyandang disabilitas Netra dalam keterlibatan penyandang disabilitas dalam organisasi politik dapat dikatakan belum cukup baik. Dilihat dari ketujuh informan tidak ada satupun yang ikut terlibat dalam organisasi politik karena tidak ada yang mewakili penyandang disabilitas. 5) Keterlibatan Penyandang Disabilitas dalam Melakukan Diskusi Publik/Rapat Umum Diskusi publik/Rapat umum adalah kegaiatan yang dilakukan penyandang disabilitas Netra disuatu tempat guna membahas masalah-masalah maupun mengajukan kebijakan yang berhubungan dengan masalah disabilitas kepada pemerintah. Dalam perumusan kebijakan penyandang disabilitas mempunyai hak untuk berpendapat dan memberikan masukan kepada pemerintah untuk membuat kebijakan yang berpihak kepada penyandang disabilitas Kota Bandung, rapat umum meliputi : diskusi formal ditingkat Kota Madya, diskusi formal ditingkat Provinsi dan Lokasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pengurus Panti Sosial Bina Netra “Wyata Guna” Bandung, Penyandang Disabilitas Netra netra dapat diakatakan bahwa penyandang tuna netra cukup sering mengikuti diskusi formal di tingkat Kota Bandung, tetapi dengan bentuk audensi. Audensi biasa diselenggarakan oleh Dinas sosial, Dinas Bina Marga, DPRD Kota Bandung dan komisi pemilihan umum (KPU) Kota Bandung. Dalam audensi materi yang dibahas mengenai masalah pemberdayaan dan fasilitas bagi penyandang disabilitas di Kota Bandung, penyandang disabilitas netra diberi kesempatan untuk melakukan tanya jawab dan mengajukan pendapat. Berdasarkan hasil wawancara dengan ke-7 orang informan (penyandang
4) Kerlibatan Penyandang Disabilitas Netra dalam Organisasi Politik Keterlibatan dalam organisasi politik sangat penting dalam pemilihan calon presiden dan Wakil presiden RI. Tahun 2014 karena dapat membantu dalam meningkatkan hasil perolehan suara bahkan bisa memenangkan pemilihan salah satu calon presiden dan wakil presiden. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengurus PSBN “Wyata Guna Bandung, ada beberapa penyandang disabilitas netra yang terlibat dalam organisani politik dan menjadi Tim sukses dalam pemilihan calon presiden dan wakil presiden RI. Hal ini terjadi karena banyak para pejabat/partai politik/anggota dewan yang sering berkunjung ke PSBN Wyata guna, sehingga beberapa penyandang disabilitas dilibatkan oleh beberapa partai politik untuk menjadi Tim sukses salah satu calon presiden dan wakil presiden RI. Berdasarkan hasil wawancara, semua informan (7orang) mengatakan dirinya tidak pernah dan tidak berminat untuk terlibat dalam organisasi politik yang berafiliasi atau yang menjadi bagian dari organisasi pendukung salah satu calon presiden karena menurutnya dalam menyampaikan visi dan misi serta mempromosikan program kerja seluruh pasangan calon presiden dan wakil presiden RI periode 2014-2019 tidak ada yang mempunyai program khusus bagi
101
Disabilitas Netra) menyatakan tidak pernah mengikuti diskusi formal, Faktor penyebab tidak mengikuti diskusi formal tersebut akibat keterbatasan fisik dan keberanian/ kemampuan untuk berbicara di depan umum. Tetapi secara informal, 5 orang dari 7 orang informan menyatakan ikut terlibat dalam diskusi kelompok secara informal (bukan pormal/publik), hal ini biasa dilakukan setelah selesai mendengarkan debat calon presiden dan wakil presiden yang disiarkan langsung di televisi, serta selesai mengikuti kampanye yang diselenggarakan di Auditorium PSBN Wyata Guna. Dari acara debat, ke-5 informan menentukan pilihannya dengan kriteria visi terkait kemandirian bangsa, ketegasan, dan kepedulian terhadap penyandang disabilitas. Satu orang peserta sesekali mengikuti acara debat di TV, namun tidak mempercayai isi yang dijanjikan, dan memilih berdasarkan simpati terhadap salah satu capres yang menurutnya banyak dipandang rendah oleh rekan-rekannya yang lain, sedangkan 2 orang lainnya menentukan pilihan berdasarkan simpatisan salah satu tim sukses capres dan cawapres yang pernah melakukan kampanye di Wyata Guna. Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa partisipasi politik penyandang disabilitas Netra dalam Keterlibatan penyandang disabilitas dalam melakukan diskusi publik/rapat umum dapat dikatakan belum cukup baik. Dilihat dari ketujuh informan tidak ada satupun yang ikut terlibat dalam diskusi publik/rapat umum karena tidak ada minat dan tidak mempunyai kemampuan untuk berbicara didepan umum.
Kekhususannya, di kedua TPS sudah disediakan kertas suara yang diperuntukkan khusus bagi penyandang disabilitas netra dengan menggunakan tulisan braile, walaupun menurut pengakuan informan kertas suaranya tidak jelas (kurang timbul, sehingga masih sulit diraba). Selain itu ada petugas yang membantu mereka menuju bilik suara, dan tempat pemungutan suaranya pun ada di lokasi panti Wyata Guna mudah diakses oleh informan. Sedangkan satu informan menggunakan hak pilihnya di lokasi TPS umum di dekat tempat tinggalnya di luar Wyata Guna. Menurutnya, tidak ada kesulitan berarti dalam mencapai lokasi karena berdekatan dengan rumahnya. Dalam proses pun tidak ada kesulitan karena dipandu oleh petugas TPPS mulai dari pendaftaran, mengenali surat suara, menuju bilik pemilihan, sampai selesai. Ia tidak mengalami kesulitan dalam mencoblos karena pilihannya hanya 2, dan mudah menentukan antara posisi gambar kiri dan kanan. Empat informan yang memiliki kertas suara tetap merasakan adanya diskriminasi disaat informan mendatangi TPS berbarengan dengan warga yang normal. Mereka disuruh menunggu karena panitia mendahulukan orang normal) menurut pengakuan informan mungkin karena akan menghambat proses pemberian suara, karna penyandang disabilitas akan lebih lama dan perlu pendamping. Hal ini tidak dialami oleh informan yang memilih di luar Wyata Guna, sementara 3 informan lainnya yang tidak memiliki kertas suara menyatakan sangat kecewa sebab mereka diinformasikan untuk berkumpul pukul 13.00 dengan membawa KTP, tapi sampai waktu akhir prmungutan suara mereka tidak diberikan kesempatan untuk melakukan pemilihan.
6) Hambatan Penyandang Disabilitas Netra dalam proses Pemilihan Calon Presiden dan wakil Presiden tahun 2014 Dalam pelaksanaannya, 5 dari 7 informan menggunakan hak pilihnya. Empat diantaranya yang mengikuti proses pemilihan menyatakan tidak mendapatkan kedala/hambatan yang berarti pada proses pemilu, karena disediakan tempat pemungutan suara (TPS) di dalam area Wyata Guna TPS 5 dan 6 RW 03 Kelurahan Pasirkaliki, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung (ada 2 TPS). Kedua TPS tersebut digunakan bersama-sama dengan pemilih lain yang bukan disabilitas netra.
7) Harapan Penyandang Disabilitas dalam Pelaksanaan Pemilihan Umum a. Untuk pemilihan presiden sudah cukup baik, namun untuk pemilihan anggota legislatif diharapkan ada penyederhanaan dalam hal kertas suara karena terlalu banyak pilihannya. Bahkan diharapkan agar diubah dengan hanya memilih partainya saja agar lebih sederhana. b. Untuk pemilih penyandang disabilitas netra sebaiknya disiapkan kartu suara yang menggunakan huruf braille dengan
102
Saran 1) Bagi penyelenggara pemilu supaya mempertimbangkan secara menyeluruh atas kepentingan penyandang disabilitas dalam mempersiapkan norma, struktur, infrastruktur, aparatur, dan proses penyelenggaraan pemilu, sejak dari mulai tahap pendataan pemilih. Serta melakukan pendataan mengenai jumlah pemilih penyandang disabilitas. Karena data yang masuk tidak dibedakan antara masyarakat normal dan masyarakat penyandang disabilitas. Sehingga jumlah penyandang disabilitas yang berhak memberikan suara pada pemilihan Presiden dan Wakil presiden RI. tahun 2014 tidak dapat diketahui dengan pasti. 2) Bagi pengelola Wyata Guna perlu memastikan aktualitas data warga, melakukan sosialisasi dan simulasi secara memadai untuk menjamin seluruh warga terdaftar, faham dan mau menggunakan hak suaranya serta memfasilitasi atau membantu penyelenggara pemilu dalam penyediaan TPS yang dilengkapi dengan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas netra. Masalah tersebut mungkin akan dapat teratasi apabila pendataan daftar pemilih penyandang disabilitas lebih di tingkatkan. Karena berdasarkan hasil observasi dilapangan di komisi pemilihan umum (KPU) Kota Bandung dan KPU Jawa Barat tidak tersedia.
kualitas baik, tidak seperti sekarang yang hanya ada di Wyata Guna dan kualitasnya pun kurang teraba, agar tidak perlu dipandu oleh petugas hingga ke tahap pencoblosan, demi kerahasiaan pilihan. Juga perlunya penambahan dan perbaikan fasilitas lain di lokasi TPS untuk mempermudah pemilih disabilitas netra c. Ada perlakuan yang sama terhadap disabilitas netra sebagai pemegang hak suara, jangan dipandang sebagai penambah kesulitan proses pemilu di TPS sehingga dinomorduakan pelayanannya.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Kesadaran penyandang Disabilitas Netra atas hak partisipasi politiknya telah cukup terbangun dengan melihat bahwa suara mereka juga dibutuhkan untuk mengangkat kepedulian pemerintah terhadap hak-hak penyandang diasbilitas. Namun pada pelaksanaannya, masih banyak penyandang disabilitas netra gagal menggunakan hak suaranya dalam pemilihan presiden karena persoalan proses pendataan dan administrasi yang lemah dari penyelenggara pemilihan. Pada tahap proses sosialisasi tidak ada sosialisasi khusus tentang pemilihan umum presiden kepada warga disabilitas netra di WyataGuna, sehingga sebagian warga disabilitas netra memilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya. Secara umum, sebagian warga disabilitas netra menunjukkan minat dan keterlibatan yang tinggi dalam proses menentukan pilihan, dengan cara mengikuti acara debat capres di televisi dan mengikuti kegiatan kampanye capres secara terorganisasi, dan menggunakan kriteria yang logis dalam menentukan pilihannya berdasar pengenalannya terhadap capres. Namun sangat disanyangnya, bahwa perhatian pemerintah terhadap hak politik penyandang disabilitas, utamanya Penyandang disabilitas netra, belum disertai dengan upaya implementasi yang terencana, sistematis, dan praktis untuk menyiapkan fasilitas dan mengurangi kendala, termasuk menghilangkan perlakuan yang bernuansa diskriminatif dalam pelayanan oleh penyelenggara lokal.
DAFTAR RUJUKAN Amien Rais, Mohammad. 2008. Agenda Mendesak Bangsa Selamatkan Indonesia. Yogyakarta, PPSK Press. Budiarjo, Miriam, 2002. Dasar- Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Isbandi Rukminto Adi. (2007). Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas: dari Pemikiran Menuju Penerapan. Depok: FISIP UI Press. Leisher, Susannah Hopkins & Stefan Nachuk. 2006. Making Services Work for the Poor: A Syinthesis of Nine Case Studies from Indonesia. Available online at http://www.innovations.harvard.edu/ Moloeng, Lexy, 1990, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.
103
Nawawi, Hadari dan Martini Hadari, 1995, Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta. Ramlan, A, Sistem Politik Indonesia, 2007.Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu,. Samuel P. Huntington dan Joan Nelson, 1990.Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Jakarta: Rineka Cipta, h. 9-10. Ibid. Silvia Bolgherini , 2010. “Participation” Hyperpolitics: An Interactive Dictionary of Political Science Concept (Chicago: The University of Chicago) p. 169. Subakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia. Thomas M. Magstadt and Peter M. Schotten, 1988. Understanding Politics, : Ideas, Institutions and Issues (Belmont: Cengage Learning) pp. 273-82 Oscar Garcia Luengo, 2006.E-Activism New Media and Political Participation in Europe, (CONFines 2/4 agosto-diciembre). Vash, C.L., 1981. The Psychology of disability. New York : Spinger publihing company. Wright, B.A., 1960. Psycal disability : A Psychologycal Approach. New York : Harper & Brother Publishers
LAN,
2008, Kajian Pelayanan Untuk Masyarakat Dengan Kebutuhan Khusus, LAN RI. Jakarta World Heald Organizations. 2008. Magnitude and cause of visual impairment, diunduh 28 april 2014. http://www.who.Int/mediacenter/factsheets/f s 282/en/
Sumber Lain : Undang-undang Dasar 45. Undang-undang No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang cacat. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 08 tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan pengelolaan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial. Peraturan KPU No. 3 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pemungutan dan Penghitungan Suara UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Resolusi PBB No. 48 tahun 1993 mengenai Peraturan Standar tentang Persamaan Kesempatan bagi Penyandang disabilitas Peraturan KPU No. 29 tahun 2009 tentang Pedoman teknis pelaksanaan pemungutan suara dan perhitungan suara pemilihan presiden dan wakil presiden.
104
STUDI KELAYAKAN PEMEKARAN WILAYAH KABUPATEN BEKASI Fernandes Simangunsong 3
Abstrak Data menunjukkan di era reformasi sejak tahun 1999 hingga sekarang tercatat 171 daerah otonom baru telah terbentuk, terdiri atas 7 (tujuh) provinsi, 135 kabupaten dan 31 kota, yang diusulkan oleh daerah berdasarkan aspirasi masyarakat. Fakta tersebut menggambarkan bahwa dalam perjalanan implementasi kebijakan otonomi daerah, pemekaran/pembentukan daerah baik di provinsi maupun kabupaten/kota telah banyak dilakukan. Hal ini dapat dimaklumi, sebab substansi pemekaran/pembentukan daerah dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan organisasi pemerintah kepada masyarakat. Melalui pemekaran/pembentukan daerah diharapkan tujuan kebijakan otonomi daerah seperti peningkatan pelayanan, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat dapat terwujud. Kata kunci : Pemerintah Daerah, Otonomi Daerah, Pelayanan Publik. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Bekasi
Sumber : Kab. Bekasi Dalam Angka 2007
PENDAHULUAN Kondisi faktual Kabupaten Bekasi saat ini dengan wilayah seluas 127.388 ha, dan jumlah penduduk sebanyak 2.027.092 jiwa, dengan tingkat kepadatan 1.465 jiwa per km2, serta susunan administrasi pemerintahan yang terdiri dari 23 kecamatan, 187 desa, dapat memberikan gambaran beban penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan. Adanya aspirasi masyarakat di Kabupaten Bekasi yang menghendaki adanya pemekaran/pembentukan daerah otonom baru di wilayah Bekasi Selatan perlu mendapat respon dari berbagai pihak utamanya Pemerintah Daerah dan DPRD 3
sebagai wakil rakyat. Hal ini seiring dengan penjelasan undang-undang dimaksud bahwa penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Persoalannya apakah aspirasi yang muncul ini dapat menjamin peningkatan pelayanan umum dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat di Kabupaten Bekasi. Persoalan itu hanya dapat dijawab secara obyektif jika terlebih dahulu dilakukan pengkajian terhadap potensi dan masalah yang ada di Kabupaten Bekasi, dan sekaligus menggali aspirasi dan pendapat
Dosen IPDN
105
masyarakat melalui instrumen wawancara langsung dan kuesioner atau daftar pertanyaan yang ditujukan kepada responden sesuai tujuan penelitian. Pemekaran Kabupaten Bekasi sebaiknya dilakukan jika terjadinya pemekaran akan berdampak positif terhadap peningkatan dan pemerataan pembangunan dan pelayanan umum. Pengkajian kemungkinan pemekaran wilayah Kabupaten Bekasi tersebut sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 4 ayat (3) menyebutkan bahwa pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. Salah satu prosedur pembentukan/pemekaran daerah menurut ketentuan tersebut adalah ada kemauan politik dari pemerintahan daerah dan masyarakat yang bersangkutan.
1) Bagaimanakah gambaran tingkat kemampuan daerah kabupaten Bekasi dalam mendorong keberhasilan implementasi kebijakan otonomi daerah; 2) Apakah dimungkinkan untuk melakukan pemekaran wilayah berdasarkan kriteria pemekaran daerah yang sesuai dengan persyaratan 11 (sebelas) faktor antara lain : kependudukan, kemampuan ekonomi, potensi daerah, kemampuan keuangan, sosial budaya, sosial politik, luas daerah, pertahanan, keamanan, tingkat kesejahteraan masyarakat dan rentang kendali. 3) Bagaimanakah gambaran aspirasi masyarakat mengenai wacana pemekaran wilayah di Kabupaten Bekasi saat ini? 4) Bagaimanakah kualitas penyelenggaraan pelayanan di Kabupaten Bekasi? 5) Bagaimanakah ketersediaan pelayanan dasar di Kabupaten Bekasi? Sejalan dengan hal tersebut, masalah penelitian dapat dibatasi dengan fokus penelitian berupa pengukuran dan penilaian terhadap variabel yang merupakan persyaratan pembentukan dan kriteria pemekaran daerah, antara lain kependudukan, kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kemampuan keuangan, luas wilayah, pertahanan, keamanan, dan rentang kendali, yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah seperti faktor keamanan, ketersediaan sarana pemerintahan dan rentang kendali. Penelitian ini juga menyertakan jajak pendapat guna memastikan kemurnian aspirasi masyarakat untuk membentuk daerah otonom baru dalam wilayah Kabupaten Bekasi. Selain itu, fokus dalam penelitian ini adalah seluruh kecamatan di Kabupaten Bekasi.
Disamping itu pengkajian ini juga dimaksudkan untuk memenuhi syarat teknis, sebagaimana yang tersebut dalam Pasal 5 ayat (4) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa pemekaran daerah dapat dilakukan berdasarkan syarat teknis yang mencakup faktor kependudukan, kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, luas daerah, pertahanan, keamanan, tingkat kesejahteraan masyarakat dan rentang kendali yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah. Dalam penjelasan ketentuan dimaksud disebutkan pula bahwa pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah otonom memerlukan penilaian dengan menggunakan indikator yang tersedia. Sehubungan dengan itu, kiranya perlu segera dilakukan pengkajian potensi daerah dalam rangka mengukur dan mengevaluasi variabel atau kriteria potensi daerah yang dipersyaratkan untuk mengetahui dapat atau tidaknya pembentukan daerah otonom baru di Kabupaten Bekasi melalui penelitian mendalam terhadap ”Studi Kelayakan Pemekaran Kabupaten Bekasi”.
KERANGKA PEMIKIRAN Tujuan kebijakan otonomi daerah sebagaimana dimuat dalam Undangundang Nomor 32 Tahun 2004 adalah peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokratisasi, keadilan dan pemerataan serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pemerintah pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perumusan Masalah Dalam konteks upaya pemekaran Kabupaten Bekasi, permasalahan sementara yang dapat diidentifikasi diantaranya adalah :
106
(lima) tingkatan yaitu : Sangat Mampu, Mampu, Kurang Mampu, Tidak Mampu dan Sangat Tidak Mampu. Hasil penilaian merupakan rekomendasi kebijakan, sebagai berikut: (i) Suatu daerah direkomendasikan menjadi daerah otonom apabila daerah induk dan calon daerah yang akan dibentuk mempunyai nilai total dengan kategori sangat mampu (420-500) atau mampu (340-419) dan perolehan jumlah nilai fajtor kependudukan (80-100), kemampuan ekonomi (60-75), faktor potensi daerah (60-75) dan faktor kemampuan keuangan (60-75) (ii) Usulan pembentukan daerah ditolak apabila daerah induk atau calon daerah yang akan dibentuk mempunyai nilai dengan kategori kurang mampu, tidak mampu, dan sangat tidak mampu dalam menyelenggarakan otonomi daerah, atau perolehan jumlah nilai faktor kependudukan kurang dari 80, faktor kemampuan ekonomi kurang dari 60, atau perolehan jumlah nilai faktor potensi daerah kurang dari 60, atau perolehan jumlah nilai faktor kemampuan keuangan kurang dari 60. Jelasnya kerangka pemikiran pemekaran Kabupaten Bekasi dapat dilihat pada diagram berikut:
Tercapainya tujuan kebijakan otonomi daerah, sangat ditentukan oleh tingkat kemampuan daerah dalam memanfaatkan kewenangan daerah otonom yang luas, nyata dan bertanggung jawab untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Tingkat kemampuan daerah dalam menyelenggarakan otonominya dapat dilihat dari kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya sosial politik, jumlah penduduk, luas wilayah dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Atas dasar itu, kesimpulan sementara yang dapat diambil bahwa tingkat kemampuan daerah direfleksikan oleh kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas wilayah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah merupakan faktor dominan dalam menentukan keberhasilan dan sekaligus kegagalan pencapaian tujuan kebijakan otonomi daerah. Jika dicermati, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pada Bab II tentang Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus, terutama Pasal 4 ayat (1) tampak bahwa dalam rangka pendayagunaan kemampuan daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah, dimungkinkan diambil kebijakan setingkat undang-undang untuk pembentukan, pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah otonom. Kebijakan berupa pedoman yang mengatur syarat pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007. Pengukuran dan penilaian dilakukan terhadap tingkat kemampuan daerah yang digambakan oleh indikator dan sub indikator dari faktor kependudukan, kemampuan ekonomi, potensi daerah, kemampuan keuangan, sosial budaya, sosial politik, luas wilayah, pertahanan, keamanan, tingkat kesejahteraan dan rentang kendali. Hasil pengukuran adalah jumlah skor tertentu dari tingkat kemampuan daerah yang merupakan dasar penilaian apakah suatu daerah layak atau tidak untuk dimekarkan. Penilaian tingkat kemampuan daerah dalam rangka pemekaran adalah penilaian terhadap potensi kecamatan. Hasil penilaian dapat dikategorikan ke dalam 5
107
GAMBAR KERANGKA PEMIKIRAN Pengukuran Potensi
Evaluasi Potensi
Desain Kemungkinan Pemekaran Kabupaten Bekasi
Kriteria Kelulusan
Pilihan Tindakan
Sangat Mampu Memenuhi syarat lain :
Dan jika nilai total faktor : 420≤ TS < 500
Kependudukan : 80-100 11 (sebelas) Faktor Mampu
1. Kependudukan
2. Kemampuan Ekonomi 3. Potensi Daerah 4. Kemampuan Keuangan 5. Sosial Budaya 6. Sosial Politik 7. Luas Daerah 8. Pertahanan 9. Keamanan
Tingkat Kemampuan Kabupaten Bekasi
Calon
340≤ TS < 419
Dibentuk daerah otonom baru
yahan
Kemampuan Ekonomi : 60-75 Potensi daerah : 60-75
Kurang Mampu dan Calon 260≤ TS < 339
Atau jika nilai total faktor : Tidak Mampu 180≤ TS < 259
Kependudukan : < 80
Kemampuan Ekonomi : < 60 2. Pelayanan
-Admnistrasi -Fisik kewila-
Daerah Pemekaran
10. Tingkat Kes. Masy. 1. Aspirasi Masyarakat
Rekome ndasi
Sangat Tidak Mampu 100 ≤ TS < 179
108
Ditolak
Tidak dapat dibentuk daerah otonom baru
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui gambaran tingkat kemampuan daerah Kabupaten Bekasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah; 2) Untuk mengetahui disain kemungkinan pembentukan daerah otonom baru berdasarkan kriteria pemekaran daerah sebagai dasar penentuan rekomendasi kebijakan dapat atau tidaknya dibentuk daerah otonom baru dalam wilayah Kabupaten Bekasi. 3) Untuk mengetahui gambaran tingkat partisipasi masyarakat terhadap wacana pembentukan daerah otonom baru di Kabupaten Bekasi. 4) Untuk mengetahui tingkat ketersediaan pelayanan dan tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah Kabupaten Bekasi saat ini.
Tabel Jumlah Kecamatan dan Desa di Kabupaten Bekasi No. 1 2 3 4
Kecamatan
Setu Serang Baru Cikarang Pusat Cikarang Selatan 5 Cibarusah 6 Bojongmangu 7 Cikarang Timur 8 Kedungwaringin 9 Cikarang Utara 10 Karang Bahagia 11 Cibitung 12 Cikarang Barat 13 Tambun Selatan 14 Tambun Utara 15 Babelan 16 Tarumajaya 17 Tambelang 18 Sukawangi 19 Sukatani 20 Sukakarya 21 Pebayuran 22 Cabangbungin 23 Muaragembong Kabupaten Bekasi
METODOLOGI Penelitian ini merupakan aplikasi model pengukuran dan evaluasi terhadap kemampuan daerah Kabupaten Bekasi yang akan menggambarkan dan menjelaskan tingkat kekuatan atau pengaruh variabel yang diamati terhadap tingkat kemampuan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Melalui pendekatan ini dapat diketahui secara obyektif dan mendapat tingkat kemampuan daerah Kabupaten Bekasi dalam penyelenggaraan otonominya melalui pengukuran terhadap indikator dan sub indikator dari faktor kependudukan kemampuan ekonomi, potensi daerah, kemampuan keuangan, sosial budaya, sosial politik, luas daerah, pertahanan, keamanan, tingkat kesejahteraan masyarakat dan rentang kendali pemerintahan. Berdasarkan pegenalan terhadap tingkat kemampuan daerah, maka selain dapat disusun berbagai alternatif desain pemekaran wilayah dan sekaligus ditentukan disain pemekaran terbaik, dapat pula ditentukan pilihan prioritas tindakan guna peningkatan potensi daerah. Unit analisis pengkajian kemampuan daerah adalah organisasi pemerintah daerah pada tingkat kabupaten dan kecamatan. Sedangkan populasi organisasi pemerintah daerah dalam penelitian ini adalah seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Bekasi atau 23 (dua puluh tiga) kecamatan dan 187 desa yaitu :
Luas Wilayah Ha % 6.216 4,88 6.380 5,01 4.760 4,06 5.174 3,74
Jlh Desa 11 8 6 7
5.039 6.006 5.131 3.153 4.330 4.610 4.530 4.369 4.310
4,03 4,21 3,40 3,96 4,71 2,48 3,62 3,56 3,38
7 6 8 7 11 8 7 11 10
3.442 6.360 5.463 3.791 6.719 3.752 4.240 9.634 4.970 14.009 127.388
2,70 4,99 4,29 5,27 2,98 2,95 3,33 7,56 3,90 11,00 100
8 9 8 7 7 7 7 13 8 6 187
Operasionalisasi variabel kajian dibatasi berdasarkan 11 (sebelas) faktor sebagai variabel penelitian. Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan atas variabel kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang merupakan fokus pengamatan yang dibedakan atas : 1) Data Primer, diperoleh dengan penelitian lapangan, dilakukan dengan jalan melihat, mengamati, mencatat serta mewawancarai secara langsung pejabat politik, aparatur daerah, tokoh masyarakat dan kelompok sasaran lainnya; 2) Data Sekunder, dikumpulkan untuk melengkapi data primer, baik yang tersedia di BPS setempat, Sekretariat Daerah, Bappeda, Dinas Daerah, Badan/Kantor baik tingkat kabupaten maupun provinsi, dan instansi lain yang mempunyai informasinya berkaitan dengan topik penelitian ini terutama pada tingkat kecamatan. Data sekunder ini diperoleh dengan penelitian terhadap dokumen, laporan, brosur, surat kabar dan bahan kepustakaan lainnya.
109
Adapun teknik pengumpulan data yang dipilih dalam riset lapangan adalah: 1) Observasi, suatu teknik pengumpulan data dan informasi yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala, peristiwa dan aspekaspek yang diteliti di lokasi penelitian; 2) Wawancara, mengumpulkan data dengan komunikasi langsung berdasarkan kerangka atau pedoman yang telah disusun sebelumnya dengan pihak yang berkompeten dan berwenang terhadap masalah yang diteliti; 3) Kuesioner, penyebaran angket atau daftar pertanyaan yang telah tersedia yang relevan dengan masalah yang diteliti. Kuesioner ini dimaksudkan untuk memperoleh data yang obyektif dan merupakan salah satu pengumpulan data yang diketahui dan dipahami oleh responden sehingga hasilnya obyektif. 4) Studi literatur, mengumpulkan data dengan mempelajari, menelaah dan menganalisa literatur, dokumen, peraturan serta referensi lainnya yang erat kaitannya dengan masalah yang diteliti.
kemampuan daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Kategori penilaian berdasarkan skala tertentu dan ditetapkan menurut klasifikasi sangat mampu, mampu, kurang mampu tidak mampu dan sangat tidak mampu berdasarkan jumlah skor tertentu yang representatif, dimana kategori penilaian menjadi dasar pilihan tindakan untuk memekarkan atau tidak memekarkan daerah otonomi dan pendayagunaan potensi daerah. Metode penilaian yang digunakan adalah sistem skoring yang terdiri dari 2 (dua) macam metode sebagai berikut: Metode 1 (Metode Rata-rata) Metode rata-rata adalah metode yang membandingkan besaran/nilai tiap calon daerah dan daerah induk terhadap besaran/nilai rata-rata keseluruhan daerah disekitarnya. Semakin tinggi perolehan besaran/nilai calon daerah dan daerah induk (apabila dimekarkan) terhadap besaran/nilai rata-rata, maka semakin besar skornya. Metode 1 digunakan untuk menghitung besaran/nilai indikator 2 s.d. 28 dan 30 s.d 34. Metode 2 (Metode Kuota) Metode kuota adalah metode yang menggunakan angka tertentu sebagai kuota penentuan skoring terhadap calon daerah maupun daerah induk. Metode 2 khusus digunakan untuk indikator 1, yakni indikator jumlah penduduk.
Data kualitatif akan dianalisa melalui pendekatan isi dan kedalaman menterjemahkan suatu fenomena kependudukan, kemampuan ekonomi, potensi daerah, kemampuan keuangan, sosial budaya, sosial politik, luas daerah, pertahanan, keamanan dan rentang kendali. Cara mengakomodasi analisa kualitatif adalah dengan menstimulasi berbagai kecenderungan jawaban kualitatif dari responden terhadap fenomena tersebut. Dari daftar struktur pertanyaan terbuka, kemudian dilengkapi dengan kompilasi hasil wawancara secara mendalam, kemudian dengan pengamatan di lapangan kemudian variabel itu akan dikompilasi melalui file terstruktur. Namun sebagian dari data kualitatif direnovasi menjadi data kuantitatif melalui non-parametric process. Sedangkan data kuantitatif akan dikategorikan, diklasifikasi dan diolah sebagai dasar pengukuran dan analisis untuk memberikan penjelasan dan penilaian terhadap kekuatan dan kelemahan variabel kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain dalam mendorong
Setiap indikator mempunyai skor dengan skala 1-5. besaran/nilai rata-rata pembanding dan besaran jumlah kuota sebagai dasar untuk pemberian skor. Pemberian skor 5 apabila besaran/nilai indikator lebih besar atau sama dengan besaran/nilai rata-rata, pemberian skor 4 apabila besaran/nilai indikator lebih besar atau sama dengan 80% besaran/nilai ratarata, pemberian skor 3 apabila besaran/nilai indikator lebih besar atau sama dengan 60% besaran/nilai rata-rata, pemberian skor 2 apabila besaran/nilai indikator lebih besar atau sama dengan 40% besaran/nilai ratarata, dan pemberian skor 1 apabila besaran/nilai indikator lebih besar atau sama dengan 40% besaran/nilai rata-rata. Pemberian skor untuk pembentukan provinsi menggunakan Pembanding Provinsi, pembentukan kabupaten menggunakan Pembanding Kabupaten dan pembentukan kota menggunakan
110
Pembanding Kota. Pembanding Kabupaten adalah kabupaten-kabupaten di provinsi yang bersangkutan, sedangkan pembanding Kota adalah kota-kota sejenis (tidak termasuk kota yang menjadi ibukota provinsi) di provinsi yang bersangkutan dan atau provinsi di sekitarnya minimal 3 (tiga) kota. Dalam hal menentukan pembanding provinsi, pembanding kabupaten dan pembanding kota terdapat provinsi, kabupaten dan kota yang memiliki besaran/nilai indikator yang sangat berbeda (di atas 5 kali dari besaran/nilai terendah), maka besaran/nilai tersebut tidak diperhitungkan. Khusus indikator karakteristik wilayah (No. 31), pemberian skor ditentukan berdasarkan ciri yang ditunjukkan oleh hamparan permukaan fisik calon daerah otonom (berupa daratan, atau daratan dan pantai/laut, atau kepulauan, dan posisi calon daerah otonom berbatasan dengan negara lain atau tidak berbatasan dengan negara lain). Pemberian skor pada indikator karakteristik wilayah, diukur dengan kriteria sebagai berikut : TABEL KRITERIA DAN SKOR KARAKTERISTIK WILAYAH NO 1.
2.
3.
4.
KRITERIA Berbatasan dengan negara lain, hamparan fisik wilayah berupa kepulauan Berbatasan dengan negara lain, hamparan fisik wilayah berupa daratan dan pantai Berbatasan dengan negara lain, hamparan fisik wilayah berupa daratan Tidak berbatasan dengan negara lain, hamparan fisik wilayah berupa kepulauan, daratan dan pantai, atau daratan
3.
SKOR 5
4
3
2
Asumsi yang digunakan dalam pembobotan adalah setiap faktor dan indikator kriteria mempunyai bobot yang berbeda-beda sesuai dengan perannya dalam pembentukan daerah otonom. No 1 1.
2.
FAKTOR DAN INDIKATOR 2 Kependudukan 1. Jumlah Penduduk 2. Kepadatan Kemampuan Ekonomi
4.
BOBOT 3 20 15 5
5.
15
111
3. PDRB Non Migas Per Kapita 4. Pertumbuhan Ekonomi 5. Kontribusi PDRB non migas Potensi Daerah 6. Rasio Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank per 10.000 penduduk 7. Rasio Kelompok Pertokoan per 10.000 penduduk 8. Rasio pasar per 10.000 penduduk 9. Rasio sekolah SD per penduduk usia SD 10. Rasio sekolah SLTP per penduduk usia SLTP 11. Rasio sekolah SLTA per penduduk usia SLTA 12. Rasio Fasilitas kesehatan per per 10.000 penduduk 13. Rasio tenaga medis per 10.000 penduduk 14. Persentase rumah tangga yang mempunyai kendaraan bermotor atau perahu atau perahu motor atau perahu kapal motor 15. Persentase pelanggan listrik terhadap jumlah rumah tangga 16. Rasio panjang jalan terhadap jumlah kendaraan motor 17. Persrentase pekerja yang berpendidikan minimal SLTA terhadap penduduk usia 18 tahun ke atas 18. Persentase penduduk yang bekerja 19. Rasio Pegawai Negeri Sipil terhadap penduduk Kemampuan Keuangan 20. Jumlah PDS 21. Rasio PDS terhadap jumlah penduduk 22. Rasio PDS terhadap PDRB Sosial Budaya
5 5 5 15 2
1
1 1
1
1
1
1 1
1
1
1
1
1
15 5 5 5 5
6.
7.
8.
9.
10
11
23. Rasio Sarana Peribadatan per 10.000 penduduk 24. Rasio Fasilitas Lapangan Olahraga per 10.000 Penduduk 25. Jumlah Balai Pertemuan Sosial Politik 26. Rasio penduduk yang ikut Pemilu legislatif penduduk yang mempunyai hak pilih 27. Jumlah organisasi kemasyarakatan Luas Daerah 28. Luas wilayah keseluruhan 29. Luas wilayah efektif yang dapat dimanfaatkan Pertahanan 30. Rasio Jumlah Personil aparat pertahanan terhadap luas wilayah 31. Karakteristik Wilayah, dilihat dari sudut pandang pertahanan Keamanan 32. Rasio jumlah personil aparat keamanan terhadap jumlah penduduk Tingkat kesejahteraan masyarakat 33. Indeks Pembangunan Manusia Rentang Kendali 34. Rata-rata jarak kecamatan ke pusat pemerinatahan 35. Rata-rata waktu perjalanan dari kecamatan ke pusat pemerintahan Total
Tabel Kategori Penilaian
2
KATEGO RI 1. Sangat Mampu 2. Mampu 3. Kurang Mampu 4. Tidak Mampu 5. Sangat Tidak Mampu
2
1 5 3
2
420
s.d.
500
340
s.d.
419
260
s.d.
339
KETERA NGAN Rekomen dasi Rekomen dasi Ditolak
180
s.d.
259
Ditolak
100
s.d.
179
Ditolak
NILAI
Suatu daerah direkomendasikan menjadi daerah otonom apabila daerah induk dan calon daerah yang akan dibentuk mempunyai nilai total nilai dengan kategori sangat mampu (420-500) atau mampu (340-419), dan perolehan jumlah nilai faktor kependudukan (80-100), kemampuan ekonomi (60-75), faktor potensi daerah (6075), dan faktor kemampuan keuangan (6075). Usulan pembentukan daerah ditolak apabila daerah induk atau calon daerah yang akan dibentuk mempunyai total nilai dengan kategori kurang mampu, tidak mampu dan sangat tidak mampu dalam menyelenggarakan otonomi daerah, atau perolehan jumalh nilai faktor kependudukan kurang dari 80, atau faktor kemampuan ekonomi kurang dari 60, atau perolehan jumlah nilai faktor potensi daerah kurang dari 60, atau perolehan jumlah nilai faktor kemampuan keuangan kurang dari 60. Seluruh perhitungan dan analisa statistik dalam tulisan ini menggunakan alat bantu komputer dengan paket program Microsoft Excel dan Microstat.
5 2 3
5 3
2
5 5
5 5
5 2
HASIL PENELITIAN Analisis dan Interpretasi Data Tentang Aspirasi Masyarakat Hasil pengolahan dan analisa data aspirasi masyarakat secara keseluruhan di Kabupaten Bekasi dalam rangka pembentukan daerah otonom baru (pemekaran Kabupaten Bekasi) dapat digambarkan dan dijelaskan sebagaimana tabel dan diagram berikut ini :
3
100
Skor minimal kelulusan adalah jumlah nilai indikator pada setiap faktor kriteria dikali skor di atas rata-rata untuk setiap variabel atau kelompok kriteria dikali bobot untuk setiap kelompok indikator. Kelulusan ditentukan oleh jumlah nilai faktor dengan kategori :
112
TABEL BERITA RENCANA PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM BARU (PEMEKARAN KABUPATEN BEKASI) Sudah F % 561 81%
Belum F % 129 19%
Agama
532
77%
158
23%
690
Pertanyaan
Tokoh
1. Apakah Bapak/Ibu sudah mendengar keinginan dari beberapa komponen/ bagian masyarakat mengenai rencana pembentukan daerah otonom?
Masyarakat
Jumlah 690
Pendidikan
556
81%
134
19%
690
Perempuan
527
76%
163
24%
690
Pemuda
571
83%
119
17%
690 3450
Total
DIAGRAM BERITA RENCANA PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM BARU (PEMEKARAN KABUPATEN BEKASI) 600
500
400
300
Sudah Belum
200
100
0 Masyarakat
Agama
Pendidikan
Perempuan
Pemuda
Tokoh
Sumber : Hasil Pengolahan Angket
Responden dalam menjawab pertanyaan “Apakah Bapak/Ibu sudah mendengar keinginan dari beberapa komponen/ bagian masyarakat mengenai rencana pembentukan daerah otonom baru (Pemekaran Kabupaten Bekasi) ? Tokoh masyarakat yang menjawab sudah yaitu 561 orang dan sisanya menjawab belum yaitu 129 orang, Tokoh agama yang menjawab sudah yaitu 532 orang dan sisanya menjawab belum yaitu 158 orang, Tokoh pendidikan yang menjawab sudah yaitu 556
orang dan sisanya menjawab belum yaitu 134 orang, Tokoh perempuan yang menjawab sudah yaitu 527 orang dan sisanya menjawab belum yaitu 163 orang, Tokoh pemuda yang menjawab sudah yaitu 571 orang dan sisanya menjawab belum yaitu 119 orang. Dengan demikian sebagian besar masyarakat cenderung sudah mendengar mengenai rencana pembentukan daerah otonom baru (Pemekaran Kabupaten Bekasi).
TABEL TANGGAPAN RESPONDEN DI KABUPATEN BEKASI YANG SUDAH MENDENGAR Pertanyaan
Tokoh
2. Bila sudah mendengar, bagaimana tanggapan Bapak/Ibu?
Masyarakat Agama Pendidikan Perempuan Pemuda
Setuju f 486 469 448 443 494
% 89% 90% 83% 82% 86% Total
113
Tidak Setuju f % 58 11% 54 10% 92 17% 95 18% 78 14%
Jumlah sudah 544 523 540 538 572 2717
DIAGRAM TANGGAPAN RESPONDEN DI KABUPATEN BEKASI YANG SUDAH MENDENGAR 500 450 400 350 300 250
Setuju
200
Tidak Setuju
150 100 50 0 Masyarakat
Agama
Pendidikan
Perempuan
Pemuda
Tokoh
Sumber : Hasil Pengolahan Angket
Responden dalam menjawab pertanyaan “Bila sudah mendengar, bagaimana tanggapan Bapak/Ibu Tokoh masyarakat yang menjawab setuju yaitu 486 orang dan sisanya menjawab tidak setuju yaitu 58 orang , Tokoh agama yang menjawab setuju yaitu 469 orang dan sisanya menjawab tidak setuju yaitu 54, Tokoh pendidikan yang menjawab setuju yaitu 448 orang dan sisanya menjawab tidak
setuju yaitu 92 orang, Tokoh perempuan yang menjawab setuju yaitu 443 orang dan sisanya menjawab tidak setuju yaitu 95 orang, Tokoh pemuda yang menjawab setuju yaitu 494 orang dan sisanya menjawab tidak setuju yaitu 78 orang. Dengan demikian sebagian besar masyarakat cenderung setuju mengenai rencana pembentukan daerah otonom baru (pemekaran Kabupaten Bekasi).
TABEL TINGKAT KEMAMPUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BEKASI YANG SEKARANG DIRASAKAN SETUJU MAMPU DITINJAU DARI SEGI SOSIAL, EKONOMI, POLITIK, BUDAYA DAN KEAMANAN Masih Mampu f %
Tokoh
Pertanyaan 3. Menurut Bapak/Ibu, apakah kondisi pemerintahan kabupaten Bekasi yang sekarang dirasakan sudah mampu ditinjau dari segi sosial, ekonomi, politik, budaya dan keamanan sehingga perlu dilakukan pemventukan daerah otonom?
Kurang Mampu f %
Tidak Mampu f %
Jumlah
Masyarakat
304
44.7
334
49.1
42
6.2
680
Agama
282
41.0
359
52.3
46
6.7
687
Pendidikan
324
47.2
327
47.6
36
5.2
687
Perempuan
264
38.7
366
53.6
53
7.8
683
Pemuda
308
45.2
340
49.9
33
4.8
Total
681 3418
DIAGRAM TINGKAT KEMAMPUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BEKASI YANG SEKARANG DIRASAKAN SETUJU MAMPU DITINJAU DARI SEGI SOSIAL, EKONOMI, POLITIK, BUDAYA DAN KEAMANAN 400 350 300 250 200
Masih Mampu Kurang Mampu
150
Tidak Mampu
100 50 0 Masyarakat
Agama
Pendidikan
Perempuan
Tokoh
Sumber : Hasil Pengolahan Angket
114
Pemuda
Responden dalam menjawab pertanyaan “Menurut Bapak/Ibu, bagaimanakah Tingkat Kemampuan Pemerintahan Kabupaten Bekasi yang Sekarang Dirasakan Setuju Mampu Ditinjau dari Segi Sosial, Ekonomi, Politik, Budaya dan Keamanan ?”. Tokoh masyarakat yang menjawab masih mampu yaitu 304 orang , kurang mampu yaitu 334 orang ,dan sisanya menjawab tidak mampu yaitu 42 orang, Tokoh agama yang menjawab masih mampu yaitu 282 orang, kurang mampu yaitu 359 orang ,dan sisanya menjawab tidak mampu yaitu 46 orang, Tokoh pendidikan yang menjawab masih mampu
yaitu 324 orang , kurang mampu yaitu 327 orang dan sisanya menjawab tidak mampu yaitu 36 orang, Tokoh perempuan yang menjawab masih mampu yaitu 264 orang, kurang mampu yaitu 366 orang dan sisanya menjawab tidak mampu yaitu 53 orang, Tokoh pemuda yang menjawab masih mampu yaitu 308 orang, kurang mampu yaitu 340 orang dan sisanya yang menjawab tidak mampu yaitu 33 orang. Dengan demikian sebagian besar masyarakat cenderung menjawab kurang mampu terkait dengan tingkat kemampuan pemerintahan Kabupaten Bekasi.
TABEL PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM BARU (PEMEKARAN KABUPATEN BEKASI) SUDAH MENDESAK Pertanyaan
4. Apakah menurut bapak/Ibu pembentukan daerah otonom baru (pemekaran Kabupaten Bekasi) sudah mendesak ?
Masyarakat Agama
Sudah sangat mendesak f % 430 64% 415 62%
Belum Perlu f % 244 36% 250 38%
Tokoh
Jumlah 674 665
Pendidikan
438
64%
244
36%
682
Perempuan
436
65%
239
35%
675
Pemuda
461
68%
214
32%
Total
675 3371
DIAGRAM PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM BARU (PEMEKARAN KABUPATEN BEKASI) SUDAH MENDESAK. 500 450 400 350 300 250
Sudah sangat mendesak
200
Belum Perlu
150 100 50 0 Masyarakat
Pendidikan
Pemuda
Tokoh
Sumber : Hasil Pengolahan Angket
sisanya menjawab setuju sangat mendesak yaitu 438 orang, Tokoh perempuan yang menjawab belum perlu yaitu 239 orang dan sisanya menjawab setuju sangat mendesak yaitu 436 orang, Tokoh pemuda yang menjawab belum perlu yaitu 214 orang dan sisanya menjawab setuju sangat mendesak yaitu 461 orang. Dengan demikian sebagian besar masyarakat cenderung setuju sangat mendesak mengenai rencana Pembentukan Daerah Otonom Baru (Pemekaran Kabupaten Bekasi).
Responden dalam menjawab pertanyaan “Apakah menurut Bapak/Ibu Dilakukan Pembentukan Daerah Otonom Baru (Pemekaran Kabupaten Bekasi) Sudah mendesak ?” Tokoh masyarakat yang menjawab belum perlu yaitu 244 orang dan sisanya menjawab setuju sangat mendesak yaitu 430 orang, Tokoh agama yang menjawab belum perlu yaitu 250 orang dan sisanya menjawab setuju sangat mendesak yaitu 415 orang, Tokoh pendidikan yang menjawab belum perlu yaitu 244 orang dan
115
TABEL SAAT YANG TEPAT UNTUK PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM BARU (PEMEKARAN KABUPATEN BEKASI) 1 - 3 tahun
3-5 tahun
> 5 tahun
Lainnya
Pertanyaan
Tokoh
Jumlah
5. Bila mendesak, kapan saat yang tepat untuk pemekaran Kabupaten Bekasi tersebut dilakukan?
Masyarakat Agama Pendidikan Perempuan
f 327 286 328 362
% 47 41 48 52
f 186 244 209 220
% 27 35 30 32
f 134 115 116 81
% 19 17 17 12
f 43 45 37 27
% 6 7 5 4
690 690 690 690
Pemuda
334
48
199
29
110
16
47
7
690
Total
DIAGRAM :
3450
SAAT YANG TEPAT UNTUK PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM BARU (PEMEKARAN KABUPATEN BEKASI)
400 350 300 250 1 - 3 tahun
200
3 - 5 tahun > 5 tahun
150
lainnya 100 50 0 Masyarakat
Agama
Pendidikan
Perempuan
Pemuda
Tokoh
Sumber : Hasil Pengolahan Angket
Responden dalam menjawab pertanyaan “Bila mendesak, kapan saat yang tepat untuk Pembentukan Daerah Otonom Baru (Pemekaran Kabupaten Bekasi)dilakukan?”, Tokoh masyarakat yang menjawab waktu pemekaran kabupaten Bekasi 1-3 tahun yaitu 327 orang, 3-5 tahun yaitu 186 orang dan lebih dari 5 tahun yaitu 134 orang, Tokoh agama yang menjawab waktu pemekaran kabupaten Bekasi 1-3 tahun yaitu 286 orang, 3-5 tahun yaitu 115 orang dan lebih dari 5 tahun yaitu 115 orang, Tokoh pendidikan yang menjawab waktu pemekaran kabupaten Bekasi 1-3 tahun yaitu 328 orang, 3-5 tahun yaitu 209 orang dan lebih dari 5 tahun yaitu 116 orang, Tokoh perempuan yang menjawab waktu pemekaran kabupaten Bekasi 1-3 tahun yaitu 362 orang, 3-5 tahun yaitu 220 orang dan lebih dari 5 tahun yaitu 81 orang, Tokoh pemuda yang menjawab waktu pemekaran kabupaten Bekasi 1-3 tahun yaitu 334 orang, 3-5 tahun yaitu 119 orang dan lebih dari 5 tahun yaitu 110 orang. Dengan demikian masyarakat yang merasa untuk pembentukan daerah otonom baru
(pemekaran kabupaten bekasi ) cenderung menginginkan perubahan dalam waktu 1-3 tahun. Berdasarkan jawaban responden di lapangan, maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat 5 (lima) kecenderungan pembagian daerah otonom menurut aspirasi masyarakat Kabupaten Bekasi saat ini yaitu :
116
1. Kecenderungan 1 : daerah otonom baru dengan 13 kecamatan dan daerah otonom induk 10 kecamatan. DIAGRAM DAERAH OTONOM BARU KECENDERUNGAN 1
Cibitung, Tambelang, Sukatani, Pebayuran, Cabangbungin, Muaragembong, Tambun Utara Suka Wangi, Taruma Jaya, Babelan, Karang Bahagia, Tambun Selatan, Sukakarya
8% 15% masyarakat
46%
agama pendidikan perempuan
12%
pemuda 19%
DIAGRAM DAERAH OTONOM INDUK KECENDERUNGAN 1 Cibarusah, Bojong Mangu, Serang Baru, Setu, Cikarang Barat, Cikarang Selatan, Cikarang Pusat, Cikarang Timur, Cikarang Utara, Kedungwaringin
8% 12% masyarakat agama pendidikan 51%
11%
perempuan pemuda
18%
117
2. Kecenderungan 2 : daerah otonom baru dengan 11 kecamatan dan daerah otonom induk 12 kecamatan. DIAGRAM DAERAH OTONOM BARU KECENDERUNGAN 2 Cibitung, Tambelang, Sukatani, Pebayuran, Cabangbungin, Muara Gembong, Sukawangi Tarumajaya, Babelan, Karang Bahagia, Suka Karya
11%
23% masyarakat
22%
agama pendidikan perempuan pemuda 27% 17%
DIAGRAM DAERAH OTONOM INDUK KECENDERUNGAN 2 Cibarusah, Bojong Mangu, Serang Baru, Setu, Cikarang Barat, Cikarang Selatan, Cikarang Pusat, Cikarang Timur, Cikarang Utara, Kedung Waringin, Tambun Utara, Tambun Selatan
12% 38%
16%
masyarakat agama pendidikan perempuan pemuda
13%
21%
118
3. Kecenderungan 3 : daerah otonom baru dengan 11 kecamatan dan daerah otonom induk 12 kecamatan. DIAGRAM DAERAH OTONOM BARU KECENDERUNGAN 3 Tambun Utara, Tambelang, Sukatani, Pebayuran, Cabangbungin, Muara Gembong, Suka wangi, taruma jaya, babelan, karang bahagia, suka karya
11%
23% masyarakat
22%
agama pendidikan perempuan pemuda 27% 17%
DIAGRAM DAERAH OTONOM INDUK KECENDERUNGAN 3 Cibarusah, Bojong Mangu, Serang Baru, Setu, Cikarang Barat, Cikarang Selatan, Cikarang Pusat, Cikarang Timur, Cikarang Utara, Kedung Waringin, Cibitung, Tambun Selatan
12% 38%
16%
masyarakat agama pendidikan perempuan pemuda
13% 21%
119
4. Kecenderungan 4 : daerah otonom baru dengan 10 kecamatan dan daerah otonom induk 13 kecamatan. DIAGRAM DAERAH OTONOM BARU KECENDERUNGAN 4 tambelang, sukatani, pebayuran, cabangbungin, muara gembong, suka wangi, taruma jaya, babelan, karang bahagia, suka karya
11% 14%
38%
masyarakat agama pendidikan perempuan
12%
pemuda 25%
DIAGRAM DAERAH OTONOM INDUK KECENDERUNGAN 4 Cibitung, Cibarusah, bojong mangu, serang baru, setu, cikarang barat, cikarang selatan, cikarang pusat, cikarang timur, cikarang utara, kedung waringin, tambun selatan, tambun utara
16% 36% masyarakat
14%
agama pendidikan perempuan pemuda
13% 21%
120
5. Kecenderungan 5 : daerah otonom baru dengan 9 kecamatan sebagai calon kota baru dan daerah otonom induk 14 kecamatan DIAGRAM DAERAH OTONOM BARU KECENDERUNGAN 5 Tambelang, Sukatani, Pebayuran, Cabangbungin, Muara Gembong, Suka Wangi, Tarumajaya, Babelan, Karang Bahagia, Sukakarya, Kedungwaringin, Cinitung, Tambun Utara, Tambun Selatan
11% 33% masyarakat
17%
agama pendidikan perempuan pemuda
13% 26%
DIAGRAM DAERAH OTONOM BARU KECENDERUNGAN 5 Cikarang Barat, Cikarang Selatan, Cikarang Pusat, Cikarang Timur, Cikarang Utara, Setu, Serang Baru, Cibarusah, Bojongmangu
12%
19% masyarakat
19%
agama pendidikan perempuan
31% 19%
121
pemuda
Tentang pertanyaan mengenai : “Dimana kedudukan pusat pemerintahan/ibu kota daerah otonom baru yang strategis untuk alternative ke-1?”,
hasilnya dapat dilihat pada tabel dan diagram berikut :
TABEL PUSAT PEMERINTAHAN DAERAH BARU YANG STRATEGIS APABILA TERJADI PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM BARU Pertanyaan
Tokoh
Menurut Anda dimanakah calon ibukota daerah pemekaran yang paling strategis?
Masyarakat Agama Pendidikan Perempuan Pemuda Total
Sukatani 435 174 130 87 43 870
Tambelang 303 121 91 61 30 606
Kecamatan Suka- Babewangi lan 184 119 74 47 55 36 37 24 18 12 369 237
Sukakarya 79 32 24 16 8 158
lainlain 198 79 59 40 20 395
Total 1318 527 395 264 132 2635
DIAGRAM CALON IBUKOTA KABUPATEN PEMEKARAN MENURUT PERSEPSI TOKOH-TOKOH DI KAB. BEKASI Calon Ibukota Kabupaten Pemekaran, lain-lain, 96, 15% Calon Ibukota Kabupaten Pemekaran, Sukakarya, 38, 6% Calon Ibukota Kabupaten Pemekaran, Babelan, 55, 9%
Calon Ibukota Kabupaten Pemekaran Calon Ibukota Kabupaten Pemekaran, Sukatani, 210, 33% Calon Ibukota Kabupaten Pemekaran, Tambelang, 147, 23%
Calon Ibukota Kabupaten Pemekaran, Sukawangi, 89, 14%
Sumber : Hasil Pengolahan Angket
mampu dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Adapun kriteria yang ditetapkan untuk kelulusan atau rekomendasi untuk menjadi daerah otonom baru, dapat dilihat sebagaimana tabel berikut : TABEL KATEGORI PENILAIAN
Berdasarkan penilaian masingmasing calon daerah otonom di atas, maka perlu dievaluasi dan ditetapkan tingkat kemampuan calon daerah otonom sekaligus dikaji secara cermat kekuatan dan kelemahan masing-masing indikator sebagai dasar atau masukan rekomendasi kebijakan pembinaan peningkatan kemampuan pada setiap calon daerah otonom untuk menjamin dan menunjang keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Total skor dalam jumlah tertentu ditetapkan sebagai standar evaluasi untuk menetapkan apakah suatu calon daerah otonom sangat mampu, mampu, kurang mampu, tidak mampu dan sangat tidak
KATEGORI 1. Sangat Mampu 2. Mampu 3. Kurang Mampu 4. Tidak Mampu 5. Sangat Tidak Mampu
122
NILAI 420-500 340-419 260-339 180-259 100-179
KETERANGAN Rekomendasi Rekomendasi Ditolak Ditolak Ditolak
mampu dan sangat tidak mampu dalam menyelenggarakan otonomi daerah, atau perolehan jumalh nilai faktor kependudukan kurang dari 80, atau faktor kemampuan ekonomi kurang dari 60, atau perolehan jumlah nilai faktor potensi daerah kurang dari 60, atau perolehan jumlah nilai faktor kemampuan keuangan kurang dari 60. Berdasarkan 5 (lima) alternatif pemekaran yang telah ditentukan sebagai wilayah kajian, maka diperoleh hasil analisis sebagaimana tabel berikut :
Suatu daerah direkomendasikan menjadi daerah otonom apabila daerah induk dan calon daerah yang akan dibentuk mempunyai nilai total nilai dengan kategori sangat mampu (420-500) atau mampu (340-419), dan perolehan jumlah nilai faktor kependudukan (80-100), kemampuan ekonomi (60-75), faktor potensi daerah (60-75), dan faktor kemampuan keuangan (60-75). Usulan pembentukan daerah ditolak apabila daerah induk atau calon daerah yang akan dibentuk mempunyai total nilai dengan kategori kurang mampu, tidak
TABEL PERBANDINGAN KEMAMPUAN KABUPATEN BEKASI DAN CALON DAERAH OTONOM SKOR x BOBOT
NO
VARIABEL
KAB. BEKASI (existing)
CALON DAERAH INDUK
CALON DAERAH PEMEKARAN
ALTERNATIF
ALTERNATIF
I
II
III
IV
V
I
II
III
IV
V
1.
Kependudukan
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
80
2.
Kemampuan Ekonomi
75
75
75
75
75
75
75
45
65
45
70
3.
Potensi Daerah
67
71
67
68
68
63
63
66
64
66
63
4.
Kemampuan Keuangan
70
70
65
70
65
75
75
75
75
75
75
5.
Sosial Budaya
17
19
13
13
13
11
11
17
15
17
23
6.
Sosial Politik
20
17
21
19
21
16
19
17
17
17
17
7.
Luas Daerah
21
17
17
17
17
19
19
11
8
8
25
8.
Pertahanan
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
9.
Keamanan
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
10 .
Tingkat Kesejahteraan
25
25
25
25
25
25
20
20
20
20
20
11 .
Rentang Kendali
13
5
5
8
8
18
18
18
18
18
20
Jumlah
420
411
400
407
404
414
412
381
394
378
405
Sumber : Hasil Perhitungan
123
Atas dasar perhitungan di atas, maka dapat dijelaskan hal-hal sebagai berikut : a. Dari hasil perhitungan ternyata calon daerah pemekaraan pada alternatif II dan IV, tidak dapat direkomendasikan untuk menjadi daerah otonom. Meskipun nilai total yang diperoleh kedua calon daerah pemekaran pada kedua alternatiof tersebut di atas skor 420, akan tetapi skor untuk kemampuan ekonomi hanya mencapai skor 45 yang berarti masih berada di bawah nilai minimum yang ditetapkan untuk nilai kemampuan ekonomi. Dengan demikian alternatif II dan IV untuk saat ini berdasarkan hasil perhitungan tidak dapat direkomendasikan untuk menjadi daerah otonom.
b. Prinsip utama dalam melakukan pemekaran wilayah adalah Pemekaran kabupaten tidak boleh mengakibatkan calon daerah otonom induk nantinya menjadi lemah atau tidak mampu menjalankan otonominya, atau perbedaan kemampuan antara aalon daerah otonom yang akan dibentuk dan calon daerah otonom induk setelah terjadi pemekaran tidak boleh memiliki kesenjangan yang tajam. Dari Tabel diatas sebagai hasil analisis dapat diketahui selisih antara calon daerah otonom yang dapat dihitung sebagai berikut :
TABEL SELISIH SKOR ANTAR CALON DAERAH OTONOM No. 1. 2. 3. 4. 5.
Alternatif Pemekaran Alternatif I Alternatif II Alternatif III Alternatif IV Alternatif V
Selisih Antar Calon Daerah Otonom (Induk-Pemekaran) (411 – 412) = 1 (-) (400 – 381) = 19 (+) (407 – 394) = 13 (+) (404 – 378) = 26 (+) (414 – 405) = 9 (+)
Tanda negatif pada hasil pengurangan di atas menunjukkan bahwa potensi calon daerah otonom pemekaran lebih besar dibandingkan calon daerah otonom induk. Sedangkan tanda positif berarti bahwa potensi calon daerah otonom induk lebih besar dibanding calon daerah otonom pemekaran. Tabel di atas menunjukkan bahwa selisih skor yang paling minimal adalah Alternatif I dengan selisih 1(-), sedangkan yang tertinggi adalah alternative IV dengan selisih 26(+). Akan tetapi hasil perhitungan indikator alternative II dan IV ditolak karena faktor kemampuan ekonominya tidak memenuhi persyaratan. Namun tidak berarti bahwa alternatif II dan IV sama sekali tertutup kemungkinan untuk dapat dijadikan pilihan kebijakan oleh karena skor total cukup memenuhi syarat untuk dimekarkan. Alternatif II dan IV dapat dijadikan pilihan kebijakan pemekaran dengan catatan bahwa Pemerintah Kabupaten Bekasi dalam waktu singkat harus mengembangkan dulu kemampuan ekonomi di wilayah calon daerah pemekaran hingga mencapai skor kemampuan ekonomi yang memenuhi persyaratan.
Keterangan
Rekomendasi Ditolak Rekomendasi Ditolak Rekomendasi
Jadi prioritas pilihan tindakan untuk pemekaran berdasarkan selisih total skor seluruh indikator adalah : 1) Alternatif I (calon kabupaten induk 10 kecamatan dan calon kabupaten pemekaran 13 kecamatan) 2) Alternatif V (calon kabupaten induk 14 kecamatan dan calon kota pemekaran 9 kecamatan) 3) Aleterantif III (calon kabupaten induk 12 kecamatan dan calon kabupaten pemekaran 11 kecamatan) 4) Alternatif II (calon kabupaten induk 12 kecamatan dan calon kabupaten pemekaran 11 kecamatan). 5) Alternatif IV (calon kabupaten induk 13 kecamatan dan calon kabupaten pemekaran 10 kecamatan). Keseimbangan kemampuan riil dan potensi yang dimiliki masing-masing antara daerah yang akan dibentuk dan calon daerah otonom induk setelah terjadi pemekaran harus relatif terjaga. Oleh karena itu sebaiknya pilihan tindakan berdasarkan selisih total skor paling rendah. Pemekaran juga harus menjamin adanya peningkatan pelayanan publik,
124
demokratisasi dan kesejahteraan masyarakat baik pada calon daerah otonom yang akan dibentuk maupun calon daerah otonom induk setelah dimekarkan. Pilihan prioritas pemekaran Kabupaten Bekasi sebaiknya ditentukan menurut kriteria berdasarkan selisih terendah dari setiap calon daerah otonom hasil pemekaran baik untuk calon daerah otonom yang akan dibentuk maupun calon daerah otonom yang akan dimekarkan/calon daerah otonom induk setelah dimekarkan, dengan memperhatikan aspirasi masyarakat. Kriteria ini dipilih berdasarkan pertimbangan sebagai berikut : 1. Pemekaran kabupaten tidak boleh mengakibatkan calon daerah otonom induk nantinya menjadi lemah atau tidak mampu menjalankan otonominya; 2. Perbedaan kemampuan antara calon daerah otonom yang akan dibentuk dan calon daerah otonom induk setelah terjadi pemekaran tidak boleh memiliki kesenjangan yang tajam; 3. Keseimbangan kemampuan riil dan potensi yang dimiliki masing-masing antara kabupaten yang akan dibentuk dan calon daerah otonom induk setelah terjadi pemekaran harus relatif terjaga; 4. Pemekaran harus menjamin adanya peningkatan pelayanan publik, demokratisasi dan kesejahteraan masyarakat baik pada calon daerah otonom yang akan dibentuk maupun calon daerah otonom induk setelah terjadi pemekaran.
Koperasi, pegadaian dan asuransi terutama pada pusat pertumbuhan ekonomi. Peningkatan kuantitas dan kualitas penyebaran pusat perekonomian terutama pertokoan. Peningkatan kuantitas dan kualitas fasilitas pendidikan terutama jenjang pendidikan SLTA menurut kebutuhan daerah. Peningkatan kuantitas dan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat berupa rumah sakit, puskesmas dan poliklinik. Penyediaan jasa pelayanan umum yang terjangkau oleh masyarakat terutama kendaraan umum, kemudahan kepemilikan fasilitas kendaraan bermotor roda 2, penyediaan sarana komunikasi seperti telepon, listrik dan kantor pos dan jasa-jasa lainnya. Penyediaan sarana pariwisata/rekreasi bagi masyarakat dan penyediaan fasilitas akomodasi yang memadai seperti rumah makan. Membuka lapangan kerja yang menyerap banyak tenaga kerja untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. 3. Peningkatan Kemampuan Keuangan Penggalian potensi PAD. Efisiensi pengeluaran rutin melalui penetapan SAB dan SPM. 4. Pengembangan Kapasitas Sosial Budaya Pembangunan sarana dan prasarana sosial bagi masyarakat seperti tempat pertunjukan seni/kesenian dan panti sosial. 5. Pengembangan Kapasitas Sosial Politik
Berdasarkan hasil analisis, maka terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam rangka meningkatkan kemampuan daerah untuk menjamin keberhasilan pelaksanaan kebijakan otonomi daerah. Kebijakan yang dapat diambil pada calon daerah otonom yang akan dibentuk dengan calon daerah otonom induk antara lain sebagai berikut : 1. Peningkatan kemampuan ekonomi daerah melalui kebijakan : Membuka peluang investasi dengan memperhatikan sub sektor PDRB yang paling elastis dalam meningkatkan produktivitas dan penyerapan tenaga kerja. 2. Pengembangan Potensi Daerah Peningkatan kuantitas lembaga keuangan perbankan dan lembaga keuangan non perbankan seperti
Fasilitasi pembentukan dan pemberdayaan organisasi kemasyarakatan serta peningkatan pembangunan kesadaran politik masyarakat. 6. Pemanfaatan Luas Daerah Efisiensi dan optimalisasi lahan untuk sektor industri dan perdagangan, serta kawasan pemukiman penduduk. 7. Pertahanan dan Keamanan Peningkatan kemampuan pertahanan rakyat, keamanan dan ketertiban masyarakat dengan melibatkan peran serta masyarakat.
125
8. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat
Peningkatan taraf hidup masyarakat yang diukur dari pendidikan, kesehatan dan daya beli. 9. Peningkatan jangkauan pelayanan Pemanfaatan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelayanan. Optimalisasi peran Kecamatan sebagai pusat pelayanan. REKOMENDASI Hasil penelitian terhadap kemampuan daerah Kabupaten adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil pengukuran dan penilaian terhadap kemampuan daerah, ternyata Kabupaten Bekasi memiliki skor 420. Ini berarti Kabupaten Bekasi termasuk kategori sangat mampu dan dapat direkomendasikan untuk dimekarkan. 2. Berdasarkan jawaban responden hasil penjaringan aspirasi masyarakat melalui kuesioner menunjukkan bahwa lebih dari 80% persen responden dari 2717 responden yang memberikan jawaban menyatakan setuju untuk pemekaran di Kabupaten Bekasi.
tingkat Bekasi
Diagram 1 Tanggapan Masyarakat Terhadap Pemekaran
90 80
2. Tanggapan
70
Tidak setuju 14%
60 50 40 30 20
Setuju %
10
Tidak Setuju % Setuju 86%
Total
Pemuda
Perempuan
Pendidikan
Agama
Masyarakat
0
Bila sudah mendengar, bagaimana tanggapan Bapak/Ibu?
N = 2717
Hasil kajian tersebut diatas sejalan dengan hasil jajak pendapat dari Pemerintah Kabupaten Bekasi terhadap seluruh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Kabupaten Bekasi dari 187 Desa diperoleh kesimpulan bahwa : a. Sebanyak 178 BPD atau sekitar 80% setuju pemekaran b. Sebanyak 29 BPD atau sekitar 16% tidak setuju pemekaran c. Sebanyak 9 BPD atau sekitar 4% belum memberikan pendapat (data belum masuk).
Calon kabupaten pemekaran dengan 13 kecamatan : Cibitung, Tambun Utara, Tambun Selatan, Karang Bahagia, Tambelang, Sukatani, Pebayuran, Sukawangi, Tarumajaya, Babelan, Sukakarya, Cabangbungin, Muaragembong. b. Alternatif II terdiri dari : Calon kabupaten induk dengan 12 kecamatan : Setu, Serang Baru, Cikarang Pusat, Cikarang Selatan, Cibarusah, Bojongmangu, Cikarang Timur, Kedungwaringin, Cikarang Utara, Cibitung, Cikarang Barat, Tambun Selatan. Calon kabupaten pemekaran dengan 11 kecamatan: Karang Bahagia, Tambun Utara, Babelan, Tarumajaya, Tambelang, Sukawangi, Sukatani, Sukakarya,
3. Berdasarkan jawaban responden terdapat 5 (lima) kecenderungan wilayah pemekaran, yaitu : a. Alternatif I terdiri dari : Calon kabupaten induk dengan 10 kecamatan : Cikarang Pusat, Cikarang Selatan, Cikarang barat, Cikarang Utara, Cikarang Timur, Cibarusah, Bojongmangu, Serang Baru, Setu, Kedungwaringin.
126
c.
Pebayuran, Cabangbungin, Muaragembong. Alternatif III terdiri dari : Calon kabupaten induk dengan 12 kecamatan : Setu, Serang Baru, Cikarang Pusat, Cikarang Selatan, Cibarusah, Bojongmangu, Cikarang Timur, Kedungwaringin, Cikarang Utara, Tambun Utara, Cikarang Barat, Tambun Selatan. Calon kabupaten pemekaran dengan 11 kecamatan : Karang Bahagia, Cibitung, Babelan, Tarumajaya, Tambelang, Sukawangi, Sukatani, Sukakarya, Pebayuran, Cabangbungin, Muaragembong.
Tambun Selatan, Tambun Utara. Calon kabupaten pemekaran dengan 10 kecamatan : Karang Bahagia, Babelan, Tarumajaya, Tambelang, Sukawangi, Sukatani, Sukakarya, Pebayuran, Cabangbungin, Muaragembong. e. Alternatif V terdiri dari : Calon kabupaten induk dengan 14 kecamatan : Kedungwaringin, Cibitung, Tambun Selatan, Tambun Utara, Karang Bahagia, Babelan, Tarumajaya, Tambelang, Sukawangi, Sukatani, Sukakarya, Pebayuran, Cabangbungin, Muaragembong. Calon kota pemekaran dengan 9 kecamatan : Cikarang Pusat, Cikarang Selatan, Cikarang barat, Cikarang Utara, Cikarang Timur, Cibarusah, Bojongmangu, Serang Baru, Setu.
d. Alternatif IV terdiri dari : Calon kabupaten induk dengan 13 kecamatan : Setu, Serang Baru, Cikarang Pusat, Cikarang Selatan, Cibarusah, Bojongmangu, Cikarang Timur, Kedungwaringin, Cikarang Utara, Cibitung, Cikarang Barat,
TABEL SELISIH SKOR ANTAR CALON DAERAH OTONOM No. 1. 2. 3. 4. 5.
Alternatif Pemekaran Alternatif I Alternatif II Alternatif III Alternatif IV Alternatif V
Selisih Antar Calon Daerah Otonom (Induk-Pemekaran) (411 – 412) = 1 (-) (400 – 381) = 19 (+) (407 – 394) = 13 (+) (404 – 378) = 26 (+) (414 – 405) = 9 (+)
4. Pilihan pengembangan pemekaran Kabupaten Bekasi didasarkan atas besaran selisih kemampuan relatif wilayah dari hasil kajian akademis berdasarkan PP No. 78 Tahun 2007, dengan urutan alternatif sebagai berikut : 1) Alternatif I, dapat langsung direkomendasikan karena memenuhi jumlah skor total dan skor untuk faktor kependudukan, kemampuan ekonomi, potensi daerah dan kemampuan keuangan. 2) Alternatif V, dapat langsung direkomendasikan karena memenuhi jumlah skor total dan skor untuk faktor kependudukan,
Keterangan Rekomendasi Ditolak Rekomendasi Ditolak Rekomendasi
kemampuan ekonomi, potensi daerah dan kemampuan keuangan. 3) Aleterantif III dapat langsung direkomendasikan karena memenuhi jumlah skor total dan skor untuk faktor kependudukan, kemampuan ekonomi, potensi daerah dan kemampuan keuangan.. 4) Alternatif II dapat direkomendasikan, dengan catatan dikembangkan dulu kemampuan ekonominya hingga mencapai skor yang memenuhi persyaratan. 5) Alternatif IV dapat direkomendasikan, dengan catatan dikembangkan dulu kemampuan
127
ekonominya hingga mencapai skor yang memenuhi persyaratan.
Alternative. The Mit Press, Cambridge, Massachusetts, 1998. Denhardt, Robert B., Theory of Public Organization, Brooks Colle Publishing Company Montery California USA, 1979. Dunn, William N., Public Policy Analysis an Introduction, Prentice Hall Inc. New Jersey, 1994. Dwiyanto, Agus, Penilaian Kinerja Organisasi Pelayanan Publik, Makalah yang disampaikan dalam Seminar Kinerja Organisasi Pelayanan Publik, Fisipol UGM, 1995. Edward III, George, Implementing Public Policy, Congressional Quartely Press Washington DC, 1980. Effendi, Sofian, Kebijakan Pembinaan Organisasi Pelayanan Publik (Percikan Pemikiran Awal), Fisipol UGM, 1995. Frederickson, Administrasi Negara Baru, LP3ES Jakarta, 1984. Grindle MS, Politics and Policy Implementation in the Third World, Princenton University Press, New Jersey, 1980. Goggin, Malcom II, Implementation Theory and Practice – Toward a Third General, Illinois, London England, 1990. James L. Perry, Ed. 1990, Handbook of Public Administration, Jossey Bass Inc, San Francisco, California, 1990. Jones, Charles O., An Introduction to The Study of Public Policy, Brook/Cole Publishing Company Montere California, 1984. Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit, Jogajakarta. Nasir, M. Safar, dkk, 2003, Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah (Prosiding Seminar Nasional), UAD Press, Yogyakarta. -----------, 1996. Membahas Pembangunan Desa, Jakarta: Aditya Media. Ndraha, Taliziduhu, 2003. Ilmu Pemerintahan (Kybernology), Jakarta : PT. Rineka Cipta. Oentarto, dkk, 2004, Menggagas Format Otonomi Daerah Masa Depan, Samitra Media Utama, Jakarta. Pranarka A.W. dan Ony S. Prijono, 1996, Pemberdayaan Konsep Kebijakan dan Implementasi, Jakarta: CSIS. Rasyid, Ryaas, Makna Pemerintahan, Wasrif Watampone, Jakarta, 2001.
5. Adapun untuk rekomendasi langkah lebih lanjut sebagai bagian dari rencana pemekaran wilayah Kabupaten Bekasi setelah dilakukannya kajian ini adalah : 1) Penentuan wilayah kecamatan yang akan dimekarkan sesuai hasil perhitungan potensi dan pertimbangan lainnya, dalam bentuk Keputusan Bupati. 2) Penentuan ibukota calon daerah otonom melalui pengkajian yang lebih teknis tentang wilayah yang strategis untuk dijadikan ibukota baru, seperti ketersediaan air, aksesibilitas, dan lain-lain. Wilayah calon ibukota daerah otonom yang baru juga harus dilengkapi dengan surat keterangan kepemilikan tanah yang sah dari pemerintah. 3) Melakukan pemotretan calon daerah pemekaran dan daerah induk untuk memastikan batasbatas daerah dan calon ibukota dengan melibatkan instansi berwenang antara lain dengan BAKOSURTANAL. 4) Menyiapkan dokumen kelengkapan pemekaran untuk diajukan ke DPRD Propinsi dan Gubernur Jawa Barat, antara lain dokumen aspirasi yakni Keputusan BPD tentang persetujuan pemekaran, Hasil Kajian Daerah, Keputusan Bupati dan Keputusan DPRD Kab. Bekasi tentang persetujuan pemekaran, serta peta wilayah yang akan dimekarkan. DAFTAR ACUAN Anderson, JE, Public Policy Making, Halt Renehart and Winston USA, 1978. Badri J., 1953, Otonomi Daerah – Masalah dan Beberapa Perbandingan, Tintamas, Jakarta. Basri, Faisal, 2005, Kita Harus Berubah, Penerbit Buku Kompas, Jakarta. Charless H. Lenvile, et. al, Public Administration Challenges, Choices, Consequences. Scott Foreman/Little Brown Higher Education : Glenview, Illionis, 1990. Charless Wolf, Jr., Market or Government : Choosing Between Imperfect
128
Ripley, Randall B. and Franklin Grace A., Policy Implementation and Bureucracy, The Dorcey Press, Chicago, Illnois, … Sadu Wasistiono, 2002 Esensi UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Bunga Rampai) Alqaprint Jatinangor, 2002. ---------------------, 2001, Etika Hubungan Legislatif-Eksekutif Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah, Alqaprint, Jatinangor. Sarundajang, S.H., 1999. Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Syaukani, H.R., dkk, 2002, Otonomi Daerah dalam Negara Kesartuan, Pustaka Pelajar Offset, Jogjakarta. Peraturan – Peraturan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2007 tentang Tatacara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.
129
Reformasi Birokrasi Kabinet Kerja Jokowi-JK Ilham Gemiharto 4
ABSTRAK Reformasi Birokrasi menjadi kata kunci bagi pemerintahan Jokowi yang telah mematok target 7% pertumbuhan ekonomi nasional dalam masa kepemimpinannya. Meskipun target tersebut sulit dicapai dalam kondisi perekonomian saat ini, namun juga bukan hal yang mustahil. Diperlukan pembangunan infrastruktur yang massif dan ditunjang oleh penguatan sumber daya manusia untuk mencapai target tersebut. Namun yang jauh lebih mendasar sebetulnya adalah penguatan institusi birokrasi sebagai penyelenggara negara. Penguatan institusi birokrasi melalui reformasi birokrasi Kabinet Kerja Jokowi-JK dapat dijadikan sebagai tolak ukur awal. Salah satu misi utama pemerintahan Jokowi-JK adalah membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya, dengan restrukturisasi kelembagaan, perbaikan kualitas pelayanan publik, meningkatkan kompetensi aparatur, memperkuat monitoring dan supervisi atas kinerja pelayanan publik, serta membuka ruang partisipasi publik. Pembentukan Kabinet Kerja yang terdiri dari para profesional dan profesional partai meskipun masih mencerminkan adanya kompromi politik, namun memberikan harapan baru bagi upaya pelaksanaan reformasi birokrasi. Evaluasi 100 hari pertama Kabinet Kerja Jokowi-JK menunjukkan upaya yang serius dalam menjalankan agenda reformasi birokrasi dari beberapa menteri di Kabinet Kerja. Apabila mereka tetap konsisten dengan kinerjanya saat ini niscaya target pertumbuhan ekonomi 7% dapat tercapai dalam masa pemerintahan Jokowi-JK. Kata kunci: Reformasi Birokrasi, Kabinet Kerja, Jokowi-JK
PENDAHULUAN Reformasi Birokrasi adalah suatu perubahan signifikan elemen-elemen birokrasi seperti kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, ketatalaksanaan, akuntabilitas, aparatur, pengawasan dan pelayanan publik, yang dilakukan secara sadar untuk memposisikan diri (birokrasi) kembali, dalam rangka menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan yang dinamis. Perubahan tersebut dilakukan untuk melaksanakan peran dan fungsi birokrasi secara tepat, cepat dan konsisten, guna menghasilkan manfaat sesuai diamanatkan konstitusi. Perubahan kearah yang lebih baik, merupakan cerminan dari seluruh kebutuhan yang bertitik tolak dari fakta adanya peran birokrasi saat ini yang masih jauh dari harapan. Sejak memaparkan visi dan misinya dalam masa kampanye Pemilu Presiden 2014, Jokowi-JK selalu menekankan pentingnya membentuk pemerintahan yang bersih dan memiliki integritas yang tinggi. Salah satu visi utama pemerintahan JokowiJK adalah membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya. Langkah utama 4
yang dilakukan adalah dengan memulihkan kembali kepercayaan publik terhadap institusi-institusi demokrasi, melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu dan lembaga perwakilan. Upaya tersebut kemudian disertai dengan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan. Jokowi-JK juga akan secara konsisten menjalankan agenda reformasi birokrasi dengan restrukturisasi kelembagaan, perbaikan kualitas pelayanan publik, meningkatkan kompetensi aparatur, memperkuat monitoring dan suvervisi atas kinerja pelayanan publik, serta membuka ruang partisipasi publik. Pembentukan Kabinet Kerja pada akhir Oktober 2014 yang terdiri dari kalangan profesional dan profesional partai memunculkan sejumlah respon dari kalangan masyarakat. Secara umum, masyarakat merasa puas dengan struktur dan susunan Kabinet Kerja dan memiliki harapan dalam menciptakan perubahan positif bagi bangsa. Meskipun masih menyisakan beberapa catatan mengenai adanya kompromi politik dengan partai pendukung, para menteri Kabinet Kerja Jokowi-JK selayaknya para menteri baru
Dosen Tetap Jurusan Manajemen Komunikasi FIKOM UNPAD
130
diberikan kesempatan untuk menunjukkan kinerjanya selama 100 hari pertama masa jabatan mereka. Beberapa menteri menunjukkan gebrakan yang tidak pernah dilakukan oleh menteri-menteri sebelumnya dalam mendukung upaya reformasi birokrasi yang telah dicanangkan oleh Presiden Jokowi-JK. Tulisan ini akan mengulas telah sejauh mana reformasi birokrasi diaplikasikan dalam kebijakan mereka dalam 100 hari pertama pemerintahan Jokowi-JK.
serta konsensus antara prinsip-prinsip dalam masyarakat. Khan (1981) memberi pengertian reformasi sebagai suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama. Sedangkan Quah (1976) mendefinisikan reformasi sebagai suatu proses untuk mengubah proses, prosedur birokrasi publik dan sikap serta tingkah laku birokrat untuk mencapai efektivitas birokrasi dan tujuan pembangunan nasional. Aktivitas reformasi sebagai padanan lain dari change, improvement, atau modernization. Dari pengertian ini, maka reformasi ruang lingkupnya tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap tingkah laku (the ethics being). Arah yang akan dicapai reformasi antara lain adalah tercapainya pelayanan masyarakat secara efektif dan efisien. Reformasi bertujuan mengoreksi dan membaharui terusmenerus arah pembangunan bangsa yang selama ini jauh menyimpang, kembali ke cita-cita proklamasi. Reformasi birokrasi penting dilakukan agar bangsa ini tidak termarginalisasi oleh arus globalisasi. Reformasi ini harus dilakukan mulai dari pejabat tertinggi, seperti presiden dalam suatu negara atau menteri/kepala lembaga pada suatu departemen dan kementerian negara/lembaga negara, sebagai motor penggerak utama diikuti oleh seluruh aparatur dibawahnya. Reformasi birokrasi di Indonesia untuk saat ini dapat dikatakan belum berjalan dengan maksimal. Indikasinya adalah buruknya pelayanan publik dan masih maraknya perkara korupsi. Berbagai permasalahan dan hambatan yang mengakibatkan sistem penyelenggaraan pemerintahan tidak berjalan atau diperkirakan tidak akan berjalan dengan baik harus ditata ulang atau diperharui. Reformasi birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dengan kata lain, reformasi birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Selain itu dengan sangat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan
PEMBAHASAN Reformasi Birokrasi Reformasi secara bahasa berarti mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang termasuk didalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan. Dalam pengertian ini perubahan masyarakat diarahkan pada development. Karl Mannheim menjelaskan bahwa perubahan masyarakat adalah berkaitan dengan norma-normanya. Development adalah perkembangan yang tertuju pada kemajuan keadaan dan hidup anggota masyarakat, dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya juga dinikmati oleh masyarakat. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur” Sangat menarik membicarakan tentang birokrasi, karena dalam realita kehidupan birokrasi terkesan negatif dan menyulitkan dalam melayani masyarakat, padahal para pegawai birokrasi itu dibayar dari pajak rakyat. Seringkali wewenang yang diberikan kepada pegawai dari birokrasi disalahgunakan. Oleh karena itu sangat diperlukan adanya reformasi birokrasi. Dengan demikian maka perubahan masyarakat dijadikan sebagai peningkatan martabat manusia, sehingga hakekatnya perubahan masyarakat berkait erat dengan kemajuan masyarakat. Dilihat dari aspek perkembangan masyarakat tersebut maka terjadilah keseimbangan antara tuntutan ekonomi, politik, sosial dan hukum, keseimbangan antara hak dan kewajiban,
131
untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena itu harus segera diambil langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif, dan sistematik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien. Reformasi di sini merupakan proses pembaharuan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya dan/atau tindakan yang bersifat radikal dan revolusioner. Reformasi birokrasi dilatarbelakangi oleh adanya ketidakpercayaan yang meluas pada kinerja pemerintah yang ditandai dengan adanya praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang mewabah pada lembaga birokrasi. Korupsi menurut “Transparency International” adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang di percayakan kepada mereka. Korupsi dapat membuat pelayanan pemerintah menjadi tidak maksimal dikarenakan adanya penyaluran anggaran yang kurang sempurna sehinggga masyarakat dirugikan karena tindakan korupsi yang dilakukan oleh aparatur yang berkaitan. Dalam arti luas korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk kepentingan pribadi. Korupsi menurut “Kamus Besar Bahasa Indonesia” adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Korupsi di definisikan oleh “Bank Dunia” sebagai penyalahgunaan jabatan publik untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar. Sedangkan nepotisme berarti lebih memilih saudara atau teman akrab berdasarkan hubungannya bukan berdasarkan kemampuannya. Tuntutan akan reformasi birokrasi juga didasari karena tingkat kualitas pelayanan publik yang tidak memenuhi harapan masyarakat. Contoh yang paling mudah adalah pelayanan kantor kelurahan
dalam pengurusan KTP, apabila sebelum reformasi birokrasi pelayanan pembuatan KTP di kantor kelurahan bisa mencapai waktu 2 minggu atau 3 bulan lebih, namun setelah reformasi birokrasi harusnya pembuatan KTP bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari satu hari. Sebelum era reformasi perencanaan anggaran masih bersifat perencanaan kegiatan/program. Hal ini membuat sistem birokrasi sibuk dengan kegiatan dan program namun tidak tahu apa yang harus dicapai melalui kegiatan tersebut. Pendekatan ini bukan hanya berpotensi membelanjakan dana publik untuk hal yang tidak perlu, tetapi juga membuat struktur birokasi tidak tahu persis apa yang harus dilakukan. Melalui reformasi birokrasi maka pendekatan ini harus diubah, anggaran pemerintahan harus berorientasi pada hasil. Merencanakan hasil, menganggarkan untuk hasil, memonitor hasil dan melaporkan hasil. Hasil yang dimaksud dapat berupa revitalisasi pasar tradisional sehingga tidak kumuh lagi, jalanan yang tidak macet, pendidikan dan kesehatan yang terjangkau bagi semua orang, lapangan kerja yang banyak dan iklim berusaha yang kondusif. Saat ini masyarakat menilai bahwa transparansi dan akuntabilitas birokrasi masih rendah. Transparansi adalah suatu proses keterbukaan dari para pengelola manajemen, utamanya manajemen publik, untuk membangun akses dalam proses pengelolaannya sehingga arus informasi keluar dan masuk secara berimbang. dalam proses transparansi informasi tidak hanya diberikan oleh pengelola manajemen publik, tetapi masyarakat memiliki hak untuk memperoleh informasi yang menyangkut kepentingan publik. Transparansi Pemerintahan adalah terjaminnya akses masyarakat dalam berpartisipasi, utamanya dalam proses pengambilan keputusan. Jika penyelenggaraan pemerintahan dilakukan dengan tertutup dan tidak transparan secara umum akan berdampak pada tidak tercapainya kesejahteraan masyarakat atau warga Negara, sebagaimana tercantum dalam kontitusi Negara, yaitu pencapaian masyarakat yang adil dan makmur. Keterbukaan adalah keadaan yang memungkinkan ketersediaan informasi yang dapat diberikan dan didapat oleh masyarakat luas. Keterbukan merupakan kondisi yang memungkinkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan bernegara.
132
Keterbukaan arus informasi di bidang hukum penting agar setiap warga negara mendapatkan suatu jaminan keadilan. Sikap keterbukaan juga menuntut komitmen masyarakat dan mentalitas aparat dalam melaksanakan peraturan tersebut. Kesiapan infrastruktur fisik dan mental aparat sangat menentukan jalannya “jaminan keadilan”. Dalam mewujudkan suatu pemerintahan atau kepemerintahan yang demokratis maka hal yang paling utama yang harus diwujudkan oleh pemerintah adalah transparansi (keterbukaan). Adapun indikasi dari suatu pemerintahan atau kepemerintahan yang transparan (terbuka) adalah apabila di dalam penyelenggaraan pemerintahannya terdapat kebebasan aliran informasi dalam berbagai proses kelembagaan. Berbagai informasi harus disediakan secara memadai dan mudah dimengerti sehingga dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi. Kepemerintahan yang tidak transparan, cepat atau lambat cenderung akan menuju ke pemerintahan yang korup, otoriter, atau diktator. Reformasi birokrasi bertujuan untuk menciptakan suatu penyelenggaran pemerintahan yang baik dan terbuka. Penyelenggaraan negara yang baik dapat menciptakan pemerintahan yang baik (good governance). Dan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, ada beberapa asas yang perlu diperhatikan, yaitu Asas Kepastian Hukum, Asas Tertib Penyelenggaran Negara, Asas Kepentingan Umum, Asas Keterbukaan, Asas Proposionalitas, Asas Profesionalitas, dan Asas Akuntabilitas Salah satu aspek reformasi birokrasi adalah peningkatan disiplin dan etos kerja yang masih rendah. Etos kerja adalah perilaku kerja yang menjadi kebiasaan kerja dengan berlandaskan pada etika. Dengan kata lain etos kerja yaitu semua kebiasaan baik yang berlandaskan etika yang harus dilakukan di tempat kerja, seperti disiplin, jujur, tanggung jawab, tekun, sabar, berwawasan, kreatif, bersemangat, mampu bekerja sama, sadar lingkungan, loyal, berdedikasi, bersikap santun, dan sebagainya. Seorang pekerja atau pemimpin betapa hebat kepandaian/kecakapannya, tetapi tidak jujur atau tidak bertanggung jawab, tidak disiplin atau tidak loyal, apalagi tak mampu bekerja sama, pasti merugikan lembaga. Tanpa etos kerja tinggi seperti disebutkan di atas
lembaga pemerintah tak mungkin meningkatkan produktivitas sebagaimana yang diharapkan. Kinerja (performance) lembaga pemerintahan sangat ditentukan oleh etos kerja pegawainya. Menumbuhkan etos kerja kepada bawahan memang tidak mudah, karena etos kerja tak dapat dipaksakan dan harus tumbuh dari dua pihak yaitu atasan dan bawahan. Atasan perlu memberi perhatian melalui system reward and punishment sehingga bawahan memiliki motivasi untuk bekerja lebih produktif dan memiliki tanggung jawab. Atasan juga harus bersikap adil dan bijaksana sehingga tercipta loyalitas dan dedikasi, namun juga mampu bersikap tegas sehingga bawahan akan memiliki disiplin dalam bekerja. Atasan juga harus menjadi teladan sehingga mampu menciptakan filosofi atau budaya perusahaan yang baik. Memimpin manusia memang tidak mudah. Apalagi memotivasi bawahan untuk menciptakan etos kerja yang baik. Reformasi birokrasi merupakan upaya pemerintah untuk mencapai good governance. Melihat pengalaman sejumlah negara menunjukkan bahwa reformasi birokrasi merupakan langkah awal untuk mencapai kemajuan sebuah negara. Melalui reformasi birokrasi, dilakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang tidak hanya efektif dan efesien tapi juga reformasi birokrasi menjadi tulang punggung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi birokrasi kementerian dan lembaga memang harus dilakukan karena birokrasi dituntut untuk dapat melayani masyarakat secara cepat, tepat dan profesional. Birokrasi merupakan faktor penentu dalam mencapai tujuan pembangunan nasional. Oleh sebab itu cita-cita reformasi birokrasi adalah terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang profesional, memiliki kepastian hukum, transparan, partisipatif, akuntabel dan memiliki kredibilitas serta berkembangnya budaya dan perilaku birokrasi yang didasari oleh etika, pelayanan dan pertanggungjawaban publik serta integritas pengabdian dalam mengemban misi perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara. Reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem
133
penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan, ketatalaksanaan dan sumber daya manusia aparatur. Reformasi birokrasi di Indonesia menempatkan pentingnya rasionalisasi birokrasi yang menciptakan efesiensi, efektifitas, dan produktifitas melalui pembagian kerja hirarkikal dan horizontal yang seimbang, diukur dengan rasio antara volume atau beban tugas dengan jumlah sumber daya disertai tata kerja formal dan pengawasan yang ketat. Penataan organisasi pemerintah baik pusat maupun daerah didasarkan pada visi, misi dan sasaran startegis, agenda kebijakan, program dan kinerja kegiatan yang terencana dan diarahkan terbangunannya sosok birokrasi dengan tugas dan bertanggungjawaban terbuka dan aksessif. Penyederhanaan tata kerja dalam hubungan intra dan antar aparatur serta antar aparatur dengan masyarakat dan dunia usaha yang berorientasi pada kriteria dan mekanisme yang impersonal terarah pada penerapan pelayanan prima. Reformasi birokrasi juga merupakan langkah strategis membangun sumber daya aparatur Negara yang professional, memiliki daya guna dan hasil guna yang professional dalam rangka menunjang jalannya pemerintah dan pembangunan nasional. Pelaksanaan reformasi birokrasi telah mendapatkan landasan hukum yang kuat melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Selanjutnya, dalam implementasinya telah ditetapkan landasan operasional dalam bentuk Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Nomor 20 tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Sebanyak lebih dari 15 Kementerian/Lembaga telah melaksanakan tahapan Reformasi Birokrasi Instansi (RBI). Dalam rangka meningkatkan koordinasi, menajamkan dan mengawal pelaksanaan reformasi birokrasi, telah ditempuh langkahlangkah kebijakan, antara lain; penerbitan Keppres 14 Tahun 2010 tentang Pembentukan Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional dan Tim Reformasi Birokrasi Nasional, yang disempurnakan menjadi Keppres Nomor 23 Tahun 2010; Keputusan Menpan dan RB Nomor 355 Tahun 2010 tentang Pembentukan Tim Independen, dan Keputusan Menpan dan RB Nomor 356 Tahun 2010 tentang
Pembentukan Tim Penjamin Kualitas (Quality Assurance). Kualitas pelaksanaan reformasi birokrasi khususnya dampaknya pada peningkatan kinerja dan pelayanan publik terus diawasi melalui Tim Quality Assurance. Keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi akan sangat mendukung dalam penciptaan good governance karena reformasi birokrasi merupakan inti dari upaya penciptaan good governance, sehingga akan dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan investasi di Indonesia yang berujung pada peningkatan pertumbuhan perekonomian Indonesia yang membawa implikasi terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat. Agenda Reformasi Birokrasi Pemerintahan Jokowi-JK Reformasi sistem birokrasi merupakan salah satu agenda utama dalam pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Selama masa kampanye, salah satu kata kunci bagi Jokowi adalah reformasi birokrasi. Jokowi mematok target 7% pertumbuhan ekonomi di masa kepemimpinannya. Untuk itu diperlukan pembangunan infrastruktur yang massif yang ditunjang oleh penguatan sumber daya manusia untuk mencapai impian itu. Namun yang jauh lebih mendasar sebetulnya adalah penguatan institusi birokrasi sebagai penyelenggara negara. Makna dari reformasi birokrasi adalah bagaimana menggerakkan manajemen organisasi agar semuanya efektif dan bisa menguasai lapangan. Untuk menanggulangi masalah korupsi dalam birokrasi misalnya, Jokowi mengajukan reformasi birokrasi sebagai jawabannya karena proses rekrutmen kaum birokrat merupakan unsur yang sangat penting yang akan menentukan pengurangan korupsi di Indonesia Pemerintahan Jokowi-JK memiliki agenda untuk melanjutkan Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 melalui Rancangan Road Map Reformasi Birokrasi 2014-2019 yang diwujudkan melalui peningkatan kinerja birokrasi dengan serangkaian program reformasi birokrasi yang bersifat masif. Proses rekrutmen birokrasi pemerintahan merupakan unsur yang sangat penting yang akan mereduksi jumlah pelaku korupsi dari aparat pemerintahan, sehingga sebaiknya sistem
134
rekrutmen PNS harus dilakukan secara atau open recruitment. Salah satu visi utama pemerintahan Jokowi-JK adalah membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya. Langkah utama yang dilakukan adalah dengan memulihkan kembali kepercayaan publik terhadap institusi-institusi demokrasi, melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu dan lembaga perwakilan. Upaya tersebut kemudian disertai dengan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang transparan. Jokowi-JK juga akan secara konsisten menjalankan agenda reformasi birokrasi dengan restrukturisasi kelembagaan, perbaikan kualitas pelayanan publik, meningkatkan kompetensi aparatur, memperkuat monitoring dan suvervisi atas kinerja pelayanan publik, serta membuka ruang partisipasi publik. Reformasi Birokrasi kini merupakan tantangan utama pemerintahan baru. Jokowi-JK langsung dihadapkan pada berbagai permasalahan struktural mulai dari tumpang tindihnya aturan dan kebijakan, politik birokrasi yang kental, birokrasi gemuk dan boros, kualitas dan kuantitas sumber daya aparatur, hingga korupsi yang melekat pada sistem. Reformasi birokrasi yang telah dicanangkan pemerintahan SBY dan telah berjalan selama beberapa tahun terakhir ini belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan yang dicita-citakan. Tujuan reformasi birokrasi adalah upaya untuk melakukan perbaikan kondisi birokrasi sehingga akan mampu meningkatkan efektivitas dan efisiensi birokrasi pemerintah guna meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Reformasi birokrasi tidak hanya program dan kegiatan saja, tetapi harus menjadi gerakan nasional bersama-sama antara pemerintah pusat dan daerah dan seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat. Sebagai langkah percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi telah ditetapkan enam undang-undang (UU) sebagai pilar pondasi hukum di dalam melaksanakan reformasi birokrasi. Ada tiga UU yang telah ditetapkan, yaitu UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Tiga UU masih dalam proses legislasi, yaitu RUU Administrasi Pemerintahan, RUU Tata Hubungan Kewenangan antara Pemerintah Pusat Provinsi dan Kabupaten/Kota, serta
RUU tentang Sistem Pengawasan Internal Pemerintah. Apabila seluruh UndangUndang itu telah ditetapkan paling tidak menjadi kerangka dasar atau hukum reformasi birokrasi yang kuat sehingga pelaksanaan reformasi birokrasi dapat berjalan dengan efektif. Hingga saat ini birokrasi di Indonesia setidaknya masih melekat dengan dua permasalahan utama. Pertama, perekrutan pegawai negeri sipil (PNS) yang masih kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Kedua, promosi jabatan dan eselon masih mengenal sistem setoran kepada atasan, seperti kepada kepala dari suatau institusi atau departemen, serta kepada kepala daerah. Berdasarkan riset tentang kesulitan dan kegagalan reformasi birokrasi di negara-negara Asia, penyebab utamanya ialah disebabkan oleh budaya patronase yang sangat kuat. Patronase adalah semangat perkawanan di mana individu yang memiliki status sosio-ekonomi yang lebih tinggi (patron) menggunakan pengaruh dan sumberdayanya untuk melindungi dan memberi keuntungan bagi yang berkedudukan lebih rendah (client), sementara sang client pada gilirannya memberi dukungan dan bantuan termasuk pelayanan personal bagi sang patron. Definisi ini menjelaskan bagaimana hubungan antar birokrat di Indonesia, dimana yang berposisi lebih tinggi ‘mengayomi' yang lebih rendah, sementara pegawai rendah memberi pelayanan. Untuk menghadapi permasalahan klasik dalam birokrasi di Indonesia, maka diperlukan suatu terobosan birokrasi yang sangat berani oleh Jokowi. Pada saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, Jokowi telah melaksanakan rekrutmen terbuka (open recruitment) dengan sistem lelang jabatan. Hanya orang-orang berkualifikasi dan berintegritaslah yang diharapkan bisa mengisi suatu jabatan publik. Dengan rekrutmen terbuka akan membuat pengisian jabatan tak lagi berdasarkan suka atau tidak suka, berdasarkan kekerabatan, dan atau timbal balik politik. Pada level nasional, sebetulnya sistem open recruitment sudah menjadi satu dari 10 agenda reformasi nasional. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara bahkan sudah merinci langkah demi langkah penerapan sistem lelang terbuka untuk jabatan-jabatan tertentu dalam birokrasi. Ketika rekrutmen terbuka sudah berjalan dengan baik, maka para birokrat
135
inilah yang akan merupakan ujung tombak pemerintah untuk melayani masyarakat. Mereka bukanlah birokrat yang hanya duduk di belakang meja, namun harus menjadi pegawai negeri yang turun ke lapangan dan memahami semua problematika masyarakat di wilayahnya. Saat ini terjadi, maka konsep birokrasi level lapangan atau street-level bureaucracy bisa dijalankan. Konsep inilah yang sudah dicoba dijalankan di Jakarta, ketika para lurah dan camat menjadi ujung tombak penyelenggaraan negara. Merekalah yang sesungguhnya secara langsung berhadapan dengan masyarakat. Mereka pula yang mengetahui detil persoalan. Para pemimpin yang terpilih melalui proses politik tidak akan bisa berbuat banyak, jika birokrasi level lapangan ini tidak memiliki kualitas yang baik. Langkah reformasi birokrasi yang dilakukan oleh Jokowi dan dilanjutkan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta bisa menjadi contoh bagaimana seharusnya reformasi birokrasi dilaksanakan. Pencapaian kerja yang ditunjukan selama dua tahun memimpin jakarta sudah lumayan banyak. Dari sisi layanan publik, Pemprov DKI sudah memiliki jaringan optik fiber sampai ke tingkat kelurahan untuk memberikan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), dimana semua kantor lurah dan camat bisa menjadi kantor PTSP. Dalam urusan birokrasi, Pemprov DKI mengharuskan pegawai negeri sipil melamar posisi yang diinginkan dan meminta mereka menyampaikan program dan strategi mencapai program itu dan mengungkapkan apa kelemahan selama ini. Jika tes seperti ini jalan, Pemprov DKI sudah satu langkah lebih maju lagi untuk mencapai Jakarta Baru yang lebih baik. Kemudian juga pejabat eselon dua, tiga, dan empat yang kinerjanya tidak bagus tidak perlu lagi dicarikan posisi dalam struktur yang sama. Mereka akan langsung dipindahkan ke posisi fungsional. Jika ada yang tidak puas dengan sistem ini, Pemprov DKI akan memindahkan PNS tersebut ke tempat lain, misalnya Pulau Seribu. Kalau ternyata tidak hadir hingga tiga kali, PNS yang bersangkutan harus mundur karena telah melanggar disiplin. Kemudian Sekretaris (Sekda) diambil dari wali kota terbaik. Sementara wali kota diambil dari wakil wali kota, sekretaris kota, atau asisten yang telah bekerja dengan baik. Sementara itu posisi
asisten, wakil wali kota, atau kepala dinas merupakan posisi hadiah bagi camat terbaik di Jakarta. Dalam hal penggunaan keuangan, Pemprov DKI mulai menerapkan sistem manajemen tunai secara online, sehingga dapat mengontrol pemasukan dan pengeluaran keuangan daerah real time. Dari sisi transportasi, Pemprov DKI mulai membenahi angkutan publik berbasis bus. Targetnya, tahun 2016 semua pengelolaan transportasi umum di Jakarta ada di bawah pengelolaan PT Transportasi Jakarta. Semua menggunakan tiket tunggal. Tahun ini program integrasi dengan kereta sudah mulai jalan. Berikutnya Pemprov DKI akan mengembangkan Light Rail Transit (LRT). Pembenahan juga dilakukan di sektor pendidikan. Lelang kepala sekolah membuat pengelolaan sekolah lebh profesional dari sebelumnya, karena kepala sekolah memang sosok terbaik untuk menduduki jabatan tersebut. Mengenai penanganan banjir, Pemprov DKI menyiapkan National Capital Integrated Coastal Development (NCICD). Program ini dilakukan dengan memanfaatkan kawasan utara sebagai pertahanan dari ancaman banjir. Pada tahap pertama, Pemprov DKI akan mereklamasi 17 pulau. Pemprov juga mewajibkan swasta untuk ikut partisipasi mengatasi banjir di kawasan utara Jakarta. Mereka juga diwajibkan membantu penyediaan rumah susun. Dengan cara tersebut, Pemprov dapat memindahkan orang yang selama ini tinggal di bantaran sungai sebagai penyebab banjir. Jika skenario itu berjalan, kawasan utara Jakarta bisa terhindar dari banjir. Di sektor kesehatan, Pemprov DKI berencana mengubah 18 Puskesmas menjadi RSUD. Pemprov DKI juga mengembangkan sistem rujukan pasien miskin yang telah diberlakukan. Terkait program ini, Pemprov DKI menjalin kerja sama dengan pemerintah pusat, Sehingga Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dapat membantu mencarikan sarana darurat untuk pasien miskin dari rumah sakit swasta. Untuk membangun Jakarta Baru, Pemprov DKI berencana untuk membangun Jakarta dengan memanfaatkan ruang bawah tanah, ruang udara, dan pantai. Semua potensi ini memiliki nilai komersial. Saat ini sedang disiapkan peraturan daerah dalam pemanfaatan ruang-ruang tersebut. Tujuannya agar tidak ada dampak
136
lingkungan ketika kawasan itu dimanfaatkan menjadi kawasan komersial. Pemprov DKI juga telah memiliki Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang akan menjadi pedoman penting dalam mengembangkan Kota Jakarta 25 tahun ke depan. Dalam hal transparansi informasi, Pemprov DKI telah membuka seluruh informasi ke publik, mulai dari anggaran pendapatan dan belanja daerah, dokumen RDTR, hingga kegiatan yang ada di balai kota. Dahulu, rapat pimpinan tidak bisa diakses publik, sekarang setiap anggota masyarakat dapat mengakses informasi tersebut secara luas. Untuk Informasi soal tata ruang, misalnya, Pemprov DKI tengah menyiapkan aplikasi yang memudahkan warga mengunduh informasi di mana pun dan kapan pun. Jika ada warga ingin tahu KLB (koefisien luas bangunan) di satu tempat, tinggal mengakses lewat ponsel. Tantangan terhadap reformasi birokrasi yang dilakukan Pemprov DKI era Jokowi-Ahok dan kini Ahok-Jarot adalah kinerja sebagian birokrat yang masih bekerja dengan pola lama. Karena itu setiap rapat pimpinan, Gubernur selalu memberikan pekerjaan rumah masingmasing. Setiap rapat juga diunggah lewat situs berbagi video YouTube, jadi publik dapat memantau secara langsung. Selain itu perbaikan juga dilakukan di sektor pelayanan publik, terutama dari sistem kerja. Sistem kerja yang ideal adalah seperti layanan di bank, dengan petugas yang tidak terlalu banyak, tetapi dapat melayani orang dengan jumlah maksimal, sehingga seluruh warga dapat terlayani dengan baik. Saat ini birokrat dan sistem kerja birokrat belum bisa kerja cepat karena tidak ada dananya. Karena itu dana APBD DKI yang tidak terpakai dialihkan untuk alokasi lain. Pemprov DKI juga memanfaatkan peran BUMD untuk membantu program pemerintah. Jika ada sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa), segera dialihkan ke program lain, sehingga serapan anggaran tetap tinggi.
harapan dalam menciptakan perubahan positif bagi bangsa. Cara pengumuman kabinet yang berbeda dengan tradisi pengumuman kabinet sebelumnya, dimana Presiden Jokowi mengumumkan para menterinya di halaman Istana Negara dan memperkenalkan satu per satu sosok para pembantunya itu. Saat memperkenalkan, Jokowi juga menyebutkan profesi dan pengalaman mereka. Para menteri saat itu berseragam kemeja putih lengan panjang dan celana panjang hitam. Cara mengumumkan kabinet yang di luar tradisi pemerintahan sebelumnya itu memberi makna simbolis tertentu bagi publik. Kemeja putih dan celana panjang hitam adalah pakaian khas Jokowi setiap kali blusukan hingga ke berbagai pelosok. Suasana tak formal saat pengumuman menteri menciptakan makna bahwa mereka para pembantu Presiden yang siap bekerja. Cara pengumuman itu merupakan cerminan dari postur kabinet yang mau bekerja cepat. Sebenarnya, nama Kabinet Kerja bukan yang pertama kali dipakai di Indonesia. Nama ini pernah digunakan Presiden Soekarno. Pada masa Demokrasi Terpimpin ada empat Kabinet Kerja, yakni Kabinet Kerja I (1959-1960), Kabinet Kerja II (1960 -1962), Kabinet Kerja III (1962 -1963), dan Kabinet Kerja IV (1963-1964). Lima puluh tahun kemudian, muncul kembali Kabinet Kerja di bawah Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Konotasi kerja yang melekat dalam kabinet baru disuarakan mayoritas publik jajak pendapat. Hal itu terutama menyangkut struktur kabinet. Masyarakat mengapresiasi proporsi menteri non-partai politik yang lebih besar dibandingkan menteri berlatar belakang partai politik. Dengan komposisi kabinet seperti itu, Kabinet Kerja Jokowi-JK, menurut responden, memiliki kelebihan dibandingkan kabinet sebelumnya, yaitu lebih tampak sebagai kabinet profesional. Struktur kabinet seperti itu akan lebih menjamin perwujudan program-program untuk rakyat dibandingkan kepentingan segelintir kelompok. Salah seorang menteri yang mendapat sorotan luas adalah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Sosoknya dinilai tak biasa karena tingkat pendidikan yang tidak tamat SMA, tetapi mampu berprestasi sebagai pengusaha tangguh. Keberhasilannya sebagai pengusaha bidang perikanan dan
IV. Reformasi Birokrasi Kabinet Kerja Jokowi-JK Pembentukan Kabinet Kerja pada 26 Oktober 2014 yang terdiri dari kalangan profesional dan profesional partai memunculkan sejumlah respon dari kalangan masyarakat. Secara umum, masyarakat merasa puas dengan struktur dan susunan Kabinet Kerja dan memiliki
137
penerbangan mampu meyakinkan publik bahwa ia akan bisa mewujudkan visi-misi Jokowi-JK yang ingin menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Susi Pudjiastuti dinilai cukup mampu menyelesaikan problem perikanan dan kelautan meski ia tidak menyelesaikan level pendidikan menengahnya. Bagi publik, gelar sarjana tak menjamin seseorang mampu bekerja dengan baik, termasuk di kementerian. Daya kerja yang baik dan kemampuan menggerakkan kinerja orang banyak menjadi yang terpenting dalam mengukur kapasitas menteri. Penunjukkan Sudirman Said sebagai menteri ESDM yang bukan berlatar pendidikan pertambangan atau perminyakan juga mendapat apresiasi dari KPK, karena Sudirman Said sudah dikenal sebagai ahli keuangan yang anti korupsi. Demikian juga seorang petani sederhana dari Makassar Amran Sulaiman diangkat jadi menteri pertanian. Padahal di masa lalu para menteri sarat dengan dengan gelar profesor doktor dengan gaya bicara yang sangat aduhai, tapi kali ini Presiden Jokowi memilih pendekatan baru. Di samping itu Presiden Jokowi memilih delapan menteri wanita sekaligus dalam Kabinet Kerja ini, menjadikannya yang terbanyak sepanjang sejarah. Ini juga akan mendorong kaum perempuan untuk lebih bersemangat belajar karena ternyata mereka mempunyai kesempatan yang sama dengan pria dalam membangun negeri ini. Demi kerja keras dan cepat merealisasikan program-programnya, para menteri membuat aturan baru untuk anak buah mulai dari pemberlakukan jam kerja hingga memotong mata rantai birokrasi yang berbelit-belit. Aturan-aturan baru diberlakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pujiastuti, yang menerapkan jam masuk kerja mulai pukul 07.00 WIB. Susi Pudjiastuti juga ingin pejabat eselon I dan II di Kementerian Kelautan dan Perikanan bergabung di satu gedung dan tidak terpisah-pisah. Pemberlakukan aturan baru juga diterapkan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Ia akan membuat jadwal piket Sabtu dan Minggu secara bergilir. Aturan ini telah diterapkan Jonan saat menjabat sebagai Dirut PT KAI. Konsep ini diberlakukan karena aktivitas layanan transportasi tidak pernah berhenti meskipun hari libur. Beberapa langkah strategis telah dilaksanakan pemerintahan Jokowi-JK
dalam sebagai bagian dari reformasi birokrasi. Salah satunya adalah melalui pembentukan Komite Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi. Ekonom dari Universitas Indonesia Faisal Basri ditunjuk sebagai ketua tim tersebut dengan anggota gabungan perwakilan pemerintahan dan masyarakat. Komite Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi memiliki empat tugas pokok, yaitu pertama, meninjau ulang dan mengkaji seluruh proses perizinan dari hulu hingga hilir. Harapannya, kebijakan dan aturan yang teridentifikasi menyuburkan praktik mafia migas akan dihapus atau diubah. Tugas kedua, menata ulang kelembagaan, termasuk di dalammya memotong mata rantai birokrasi yang tidak efisien, contohnya kelanjutan lembaga SKK dan BPH Migas dan bagaimana hubungan Dirjen Migas dengan kedua lembaga tersebut. Tugas ketiga, yakni mempercepat revisi UU Migas dan memastikan seluruh substansinya sesuai dengan konstitusi dan memiliki keberpihakan yang kuat terhadap kepentingan rakyat, dan yang keempat, mendorong lahirnya iklim industri migas di Indonesia yang bebas dari para pemburu rente di setiap rantai nilai aktivitasnya, sebagai contoh banyak pemegang wilayah kerja yang tidak dikerjakan dengan baik, banyak pekerjaan di belakang meja yang tidak transparan. Dalam waktu enam bulan pertama, tim ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi yang bisa diajukan oleh Kementerian ESDM kepada pemerintahan. Gebrakan lainnya yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi-JK adalah penenggelaman kapal nelayan asing yang mencuri ikan (Illegal fishing) di wilayah perairan Indonesia yang begitu luas. Selama ini kerugian akibat pencurian ikan ini diperkirakan mencapai 10 triliun rupiah per tahun. Jika dana tersebut digunakan untuk memajukan nelayan nasional maka tidak ada lagi nelayan yang hidup di bawah garis kemiskinan di Indonesia. Meskipun kebijakan tersebut sempat diprotes oleh beberapa negara tetangga, namun efek positifnya sudah mulai terasa dengan berkurangnya kapal-kapal nelayan asing yang melakukan illegal fishing di wilayah laut Indonesia dan meningkatnya jumlah tangkapan para nelayan tradisional di beberapa wilayah kepulauan. Kepemimpinan presiden Jokowi sangat mempengaruhi kualitas menteri pilihannya. Seorang presiden dapat
138
dibedakan antara sosok yang memiliki kepemimpinan atau tidak adalah pada saat memilih pembantu-pembantunya. Secara alamiah seseorang akan memilih orangorang yang membantu pekerjaannya dengan orang-orang yang kepintarannya setara atau di bawah dirinya. Apabila sang presiden mengandalkan perilaku alamiah ini, maka tentu dapat dipastikan beliau tidak memiliki sosok pemimpin dalam dirinya. Tetapi bila presiden mampu menghadirkan orang-orang hebat, profesional di bidangnya, yang mumpuni melebihi kapabilitas sang presiden sendiri, maka hal ini menunjukkan pengaruh sosok pemimpin yang melekat pada dirinya. Pemimpin hebat akan lahir dari kehebatan tim yang dibentuknya. Kualitas menteri yang dipilih presiden Jokowi memberikan gambaran tentang kualitas sang presiden itu sendiri. Jika presiden hanya sebagai petugas partai, maka pasti menteri-menterinya adalah lingkaran partainya. Jika dia orang yang penuh rasa takut terhadap rival politiknya, maka menteri-menterinya akan menjadi kabinet pelangi yang menampung semua kepentingan politiknya. Jika presiden adalah sosok pemimpin bangsa yang jiwa dan raganya ingin diabdikan bagi negara, maka pilihan-pilihan sang menteri akan berlandaskan pada kepentingan rakyat yang ia layani, berdasarkan visi bangsa dan janjijanji kampanyenya kepada rakyat, yakni menteri yang siap bekerja untuk rakyat, yang siap menghadapi berbagai kesulitan demi kepentingan bangsa dan tidak memiliki tendensi apa pun selain aktualisasi diri dan pengabdian serta aksi pada profesionalismenya. Masyarakat akan terus menunggu gebrakan-gebrakan besar dari Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-JK dan berharap para menteri yang telah memiliki prestasi yang baik dalam 100 hari pertama pemerintahan Jokowi dapat terus konsisten dengan langkah-langkah dan komitmen yang telah diambilnya. Selain itu Presiden Jokowi juga harus berani melakukan evaluasi terhadap kinerja menteri Kabinet Kerja yang tidak berprestasi bahkan tidak ragu untuk melakukan reshuffle kabinet apabila dirasa kedudukan seorang menteri malah menghambat upaya-uoaya reformasi birokrasi. Sehingga apa yang menjadi target pertumbuhan ekonomi 7% dapat tercapai dalam masa pemerintahan Jokowi-JK yang akan berakhir pada tahun 2019.
PENUTUP Melakukan reformasi birokrasi menjadi tantangan utama yang sama sekali tidak mudah bagi pemerintahan Jokowi-JK dan Kabinet Kerja. Untuk membereskan aneka masalah struktural, mulai dari tumpang tindih peraturan dan kebijakan, postur birokrasi yang gemuk dan boros, korupsi yang melekat pada sistem, dan kinerja yang masih diwarnai kepentingan politik diperlukan kebulatan tekad dan upaya yang masif. Paling tidak terdapat dua langkah besar yang harus diambil, yaitu penataan kelembagaan dan pembenahan sumber daya manusia. Agar kedua langkah ini tak hanya di atas kertas, diperlukan upaya menjadikan reformasi birokrasi sebagai gerakan sosial yang dikawal terus-menerus. karena reformasi birokrasi berkaitan dengan ribuan proses tumpang tindih antarfungsifungsi pemerintahan, melibatkan jutaan pegawai, dan memerlukan anggaran yang tidak sedikit. Penataan kelembagaan ulang dengan cara memperjelas prosedur operasional dalam pemerintahan dan menjalankan fungsi koordinasi secara struktural tak bisa dibentuk sekali jadi dan seketika. Kedua langkah ini memerlukan waktu dan konsolidasi terus menerus. Di sisi lain, pembenahan profesionalitas dan integritas aparatur sipil negara harus selalu berjalan. Rambu pengawasan hingga pemberian reward and punishment berdasarkan sistem merit sebenarnya sudah tersirat dalam UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Hanya saja, dalam menerapkannya, pemerintah Jokowi-JK harus mengubah pola pikir dan budaya kerja birokrasi yang umumnya dipenuhi oleh patologi-patologi yang dianggap lumrah. Selain itu menyembuhkan penyakit birokrasi yang akut dan memperbaiki mutu layanannya membutuhkan manajemen perubahan yang konsisten dan persisten. Kedua solusi tersebut tampaknya menjadi tanggung jawab berat yang besar dari Kabinet Kerja dan pemerintahan Jokowi-JK. Namun, pelaksanaannya tidak hanya bergantung pada birokrat dan teknokrat saja. Tak kalah penting adalah peran serta publik dalam proses birokrasi. Reformasi birokrasi terlampau penting untuk diserahkan hanya kepada birokrat. Masyarakat perlu terlibat bukan cuma sebagai pengguna layanan birokrasi, tapi
139
juga sebagai para pembayar pajak yang aktif mendukung perbaikan birokrasi. Reformasi birokrasi juga harus mengubah citra pelayanan publik yang selama ini kaku dan sulit menjadi ramah dan transparan bagi publik. Banyak kebijakan yang tak perlu, terlebih menyangkut kebijakan perizinan. Reformasi birokrasi hanya bisa diawali dengan perubahan pola pikir birokrat agar berorientasi konsumen, yaitu kepuasan masyarakat sebagai penikmat jasa layanan publik. Kabinet Kerja dan seluruh jajaran pemerintahan daerah harus lebih transparan kepada publik. Caranya dengan mengunggah semua informasi program, kegiatan, pejabat yang terlibat, hingga perincian anggarannya ke situsnya, seperti yang telah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta. Dengan keterbukaan informasi seperti ini, 10% masalah birokrasi yaitu soal transparansi bisa selesai. Birokrat akan terdorong membuat program berkualitas dengan anggaran yang masuk akal. Masyarakat juga bisa tergerak untuk mengawasi dan memberi masukan. Dengan begitu, reformasi birokrasi tak lagi menjadi urusan internal pemerintahan, tapi akan menjadi gerakan sosial. Geliat semangat masyarakat dalam gerakan sosial dalam mengawal proses Pemilu Presiden yang lalu menjadi bekal penting yang dapat dimanfaatkan pemerintahan Jokowi-JK untuk menuju birokrasi pemerintahan yang lebih bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.
Brooks and Cole Publishing Company. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. 2011. Peraturan Presiden RI nomor 80 tahun 2011 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi Indonesia 2010-2025. Jakarta: Kemenpan-RB. Kumorotomo, Wahyudi. 2005. Akuntabilitas Birokrasi Publik Sketsa Pada Masa Transisi. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar. Osborne, David dan Peter Plastrik (2000), Memangkas Birokrasi: Lima strategi menuju Pemerintahan Wira Usaha, Edisi Terjemahan. Penerbit PPM, Jakarta. Osborne, David dan Ted Gaebler. 1996. Mewirausahakan Birokrasi (Reinventing Government) : Mentrasformasi Semangat Wirausaha ke Dalam Sektor Publik. Edisi Terjemahan. Jakarta : Penerbit Pustaka Binaman Pressindo. Peter, B. Guy. 1984. American Public Policy. Franklin Watts, New York : Tulano University. Quah, John ST. 2003. Curbing Corruption in Asia: A Comparative Study of Six Countries Singapore: Eastern Universities Press. Silo, Akbar. 2005. Kinerja Pemerintahan Dalam Rangka Pelayanan Publik di Kabupaten Sarmi. Laporan Penelitian kerjasama UNDP dan UNCEN. Thoha, Miftah. 2008. Reformasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi. Jakarta: Prenada Media Group.
DAFTAR PUSTAKA Dwiyanto, Agus dan Kusumasari. 2001. Public Service Performance dalam Policy Brief. Yogyakarta: CPPSGadjah Mada University. Dwiyanto, Agus, dkk. 2002. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta : Penerbit PSKK-UGM. Frederickson, George H. 2005. The State of Social Equity in American Public Administration . American Society for Public Administration-Vol.28 No.3- March 2005. Gibson, James L., dkk, 1995. Organizations Behaviour Structure and Process. Homewood, Illinois : Richard D. Irwin Inc. Kahn, Robert L. 1981. Bureaucracy: Organizations and The System Concept. Pacific Grove, California:
Media Online: Detik.com Kompas.com Okezone.com Republika.co.id Tempo.co Vivanews.co.id
140
Zigzag Kebijakan State of the Art Ilmu Pemerintahan di Indonesia Pipin Hanapiah5
ABSTRAK Artikel ini bertujuan untuk menggambarkan zigzag State of the Art (SotA) Ilmu Pemerintahan di Indonesia pada perguruan-perguruan tinggi penyelenggara program studi Ilmu Pemerintahan. Obyek dan kasus dalam artikel ini adalah SotA Ilmu Pemerintahan, yang berfokus pada dinamikanya yang berjalan secara zigzag. Artikel ditulis menggunakan kajian Ilmu Pemerintahan, pendekatan kualitatif, dan metode deskriptif dengan pengumpulan informasi melalui teknik-teknik studi dokumentasi dan kepustakaan. Setiap kebijakan publik mengalami perubahan dalam kurun waktu tertentu secara periodik, baik dalam perumusan, implementasi, maupun evaluasinya. Perubahan seperti ini dikenal dengan dinamika kebijakan publik. Dinamika ini bisa terjadi dalam jangka panjang (longterm/longitudinal) atau jangka pendek (shortterm/snapshot). Dari hasil kajian ditemukan kebijakan SotA Ilmu Pemerintahan di Indonesia berjalan secara zigzag. Namun demikian, di masa depan diperkirakan menjadi kuat pada jatidiri landasanlandasan ontologi, epistemologi, dan aksiologinya sehingga jatidiri keilmuannya pada pilar-pilar terminologi, metodologi, dan applied-sciencenya akan semakin mapan. Untuk lebih memapankan SotA-nya itu, otoritas Perguruan Tinggi penyelenggara program studi Ilmu Pemerintahan di Indonesia perlu semakin meningkatkan inovasi dan kinerja akademiknya sehingga semakin mampu berkompetisi dengan mereka yang ada di luar negeri secara berkesinambungan. Kata Kunci: zigzag kebijakan, state of the art, ilmu pemerintahan.
1. LATAR BELAKANG KAJIAN SotA6 Ilmu Pemerintahan di Indonesia selalu menjadi isu7, baik pada kalangan akademisi (kampus) maupun stakeholders (alumni, praktisi, masyarakat, swasta, dan lembaga pemerintahan). Isu ini berkaitan dengan ketidakpastian SotA Ilmu Pemerintahan yang seringkali bertumpangtindih8 terutama dengan SotA Ilmu Politik dan Administrasi Publik (Administrasi Negara). Ketidakpastian ini terutama berkaitan dengan ruanglingkup kajiannya (khususnya tentang isu-isu, konsep-konsep dasar, topik dan/atau judul penelitian, variabel penelitian, dan teori-teori pembentuk ilmu pengetahuannya) di satu
pihak serta dengan konteks kajiannya (khususnya tentang substansi-material dan fokus kajiannya) di lain pihak. Dari waktu ke waktu—dalam kurun perkembangan kajian Ilmu Pemerintahan di Indonesia—seakan-akan sedang terjadi dinamika ‘belok-kanan, belok-kiri, belokkanan lagi, dan belok-kiri’ lagi secara terusmenerus atau berkelanjutan menuju SotA yang benar dan tepat bagi dirinya. Menurut penulis, belok kanan-kiri secara terusmenerus ini merupakan suatu bentuk adanya dinamika SotA Ilmu Pemerintahan di Indonesia. Dinamika seperti ini dikenal dengan istilah ‘zigzag’9.
5
Dosen Prodi Ilmu Pemerintahan Unpad Dalam kamus Hornby dimaksudkan sebagai ‘using the most modern of advanced techniques or methods’. Diterjemahkan-bebas oleh penulis sebagai ‘jatidiri atau profil’. 7 Isu berasal dari kata ‘issue’, yang oleh Hornby dimaksudkan sebagai ‘topic of discussion’ atau ‘problem/worry’. Diterjemahkan-bebas oleh penulis sebagai ‘masalah yang belum terselesaikan dan perlu keputusan untuk mengatasinya’. 8 Penelitian Pipin Hanapiah menunjukan adanya rerata 32,86% ketumpangtindihan substansi-material topik/judul tesis pada Prodi Administrasi Publik, Ilmu Pemerintahan, dan Ilmu Politik berdasarkan data pada web Pascasarjana FISIP Unpad sampai dengan tanggal 2/1/2014 pukul 10:09. 9 Dalam kamus Hornby dimaksudkan sebagai ‘ a line or pattern that looks like a series of letter bends to the left and then to the right again’; yang dalam Bahasa Indonesia pun diterjemahkan sebagai zigzag. Ini berbeda dengan istilah naik-turun atau pasang-surut (rise and fall) yang terkesan ada nuansa positif6
141
Zigzag SotA Ilmu Pemerintahan ini merupakan salahsatu bentuk dan contoh serta termasuk dalam materi kajian tentang dinamika kebijakan publik. Mengapa demikian? SotA ini disepakati dan diputuskan oleh lembaga publik/pemerintahan (Perguruan Tinggi Negeri sebagai lembaga pendidikan tinggi milik Pemerintah) yang berada dalam sebuah struktur Departemen atau Kementerian Negara. Di samping itu, kebijakannya berkaitan dengan urusan dan kepentingan publik. Atas dasar latarbelakang itu, artikel membahas tentang “Zigzag Kebijakan State of the Art Ilmu Pemerintahan di Indonesia”.
Indonesia yang sebagai proses, bersifat temporer, dan dapat berubah. 4. Kerangka Teoretik 4.1 Dinamika Kebijakan Publik Adrian Kay (2006:3-4) memahamkan dinamika kebijakan publik sebagai ‘temporality and change at different scale. Dynamic analysis is the use of concepts and theories to understand and explain longitudinal data of policy development’, yang dalam menganalisisnya berkaitan dengan tiga hal penting, yaitu bersifat ‘temporality, change, and different processes and scales. Dalam pemahaman itu, kebijakan adalah10 pilihan tentang tujuan yang ingin dicapai, alasan yang melandasi kebijakan, serta instrumen yang dipakai untuk melaksanakan kebijakan. Sesuatu yang bersifat dinamis artinya proses yang bersifat temporer dan dapat berubah pada berbagai level. Analisis tentang dinamika kebijakan adalah penggunaan konsep dan teori untuk memahami dan menjelaskan suatu periode data tentang perkembangan kebijakan. Dengan demikian, inti dari dinamika kebijakan publik adalah 3 hal: (1) sebagai proses (berupa tahapan, level, tingkat, atau siklus), (2) bersifat temporer (dalam periode waktu tertentu, rangkaian waktu lalu-kinidepan, atau keterkaitan antarwaktu dalam kurun tertentu), serta (3) dapat berubah (baik dalam bentuk dampak maupun perubahan yang maju-mundur, pasangsurut, naik-turun, atau zigzag). Ketiga hal tersebut terjadi dalam proses kebijakan publik baik dalam level formulasi, implementasi, evaluasi, maupun perubahan kebijakannya. Dengan demikian, memahami dinamika kebijakan publik berarti memahami perubahan kebijakan publik yang berkesinambungan dalam kurun waktu tertentu, baik dalam secara sebentar (snapshot) maupun jangka waktu yang panjang (longterm). Fokus perubahan ini terletak pada perumusan kebijakan dan proses implementasi kebijakannya. Apakah
2. Rumusan Masalah Zigzag kebijakan State of the Art Ilmu Pemerintahan (SotA-IP) di Indonesia terjadi pada tingkat perumusan, implementasi, dan evaluasinya. Ini terjadi sejak penjajahan Belanda sampai dengan saat ini di era reformasi. Zigzag ini berkaitan dengan dinamika kebijakan Sota-IP yang sebagai proses, bersifat temporer, dan dapat berubah di masa pertumbuhan, perkembangan, dan pemapanannya. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, pertanyaannya adalah: 1) Bagaimana pertumbuhan kebijakan SotA-IP di Indonesia? 2) Bagaimana perkembangan kebijakan SotA-IP di Indonesia? 3) Bagaimana pemapanan kebijakan SotA-IP di Indonesia? 3. Objek dan Metode Kajian Object kajian ini adalah pertumbuhan, perkembangan, dan pemapanan kebijakan Sota-IP di Indonesia. Kajian ini menggunakan perspektif studi Ilmu Pemerintahan melalui metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Kajian menggunakan analisis dinamika kebijakan publik dari Adrian Kay, dengan alasan karena lebih cocok dengan permasalahan yang dikaji, yaitu fenomena tentang zigzag kebijakan SotA-IP di
negatif, untung-rugi, benar-salah, atau baikburuk. Menurut penulis, dalam istilah zigzag, kesan ini tidak-ada, akan tetapi apa pun dianggap benar karena memang begitulah keadaannya. 10 Dikutip dan dikembangkan penulis dari powerpoint materi kuliah “Dinamika Kebijakan Publik”
oleh Prof. Dr. Drs. H. Dede Mariana, M.Si. pada Mahasiswa S3 Program Studi Ilmu Pemerintahan tanggal 25 September 2013 di Kampus Program Pascasarjana FISIP Unpad, Dago.
142
memahami dinamika kebijakan publik itu penting? Dinamika kebijakan publik itu berlangsung dalam suatu sistem. Tidak semua sistem itu dinamis, tetapi dinamika bisa terjadi dalam suatu sistem. Robert Jervis (1997:6)11 mendefinisikan sistem sebagai serangkaian unit elemen yang saling berhubungan sehingga perubahan dalam satu elemen akan merubah keseluruhan sistem tersebut. Terkait dengan dinamika, terdapat sistem yang terbuka sistem yang tertutup. Sistem yang tertutup yakni sistem yang responsif terhadap perubahan yang diawali dari dalam sistem itu sendiri. Sistem yang terbuka ialah sistem yang responsif; tidak hanya dari dalam tetapi juga dari lingkungan di sekitarnya. Dinamika kebijakan publik pasti terjadi dalam suatu sistem, yang dinamikanya dipengaruhi baik dari internal maupun eksternal suatu sistem. Pada sistem terbuka, dinamika terjadi secara fleksibel. Dalam kebijakan publik, dinamika terjadi dalam usaha melakukan keseimbangan di dalam elemennya. Salah satu dinamika demi keseimbangan diproyeksikan dalam skema ‘iron triangle’. Suatu kebijakan publik pasti memiliki momentum sebagai pergerakan dalam mencapai tujuan, sekaligus memberi dorongan pada pemangku kepentingannya. Kebijakan publik itu harus didiskusikan terlebih dahulu karena kebijakan publik itu terkait dengan agenda perumusan permasalahan. Akan tetapi tidak menutup kepentingan bahwa kebijakan publik juga mengalami pengulangan (repetisi) yang berpotensi menghambat atau mempercepat perumusan agenda permasalahan. hampir setiap kebijakan yang mencakup hal-hal penting akan dikaitkan dengan suatu sistem sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang kompleks.
kepentingan publik atau tidak. Yang kedua, adalah faktor visi, misi, dan program para pemimpin negara ketika kebijakan publik itu dirumuskan. Yang ketiga, yang terakhir, adalah berkaitan dengan faktor ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang ketika kebijakan publik itu dirumuskan. Faktor yang ketiga itulah yang kemudian menentukan pada adanya pemahaman-kembali (reinterpretasi) terhadap faktor yang pertama dan faktor yang kedua. Atas dasar ini, dinamika kebijakan publik tentang ‘zigzag SotA Ilmu Pemerintahan di Indonesia’ sangat ditentukan oleh perkembangan paradigma/pendekatan Public Policy Sciences, yang di antaranya adalah Ilmu Pemerintahan dan Ilmu Administrasi Publik atau Administrasi Publik atau Administrasi Negara. Dalam kedua disiplin ilmu ini tampak begitu kuat kajian dan pemahaman tentang manajemen publiknya dan/atau pelayanan publiknya—karena efektif tidaknya suatu kebijakan publik apabila ia mampu berkontribusi pada peningkatan kualitas pelayanan publiknya. Untuk itu, penulis memandang perlu untuk membahasnya terlebih dahulu melalui pemahaman OPA, NPM, dan NPS. 4.3 OPA, NPM, dan NPS Paradigma atau pendekatan NPM atas manajemen publik bangkit sebagai kritik atas birokrasi pemerintahan yang selama ini dianggap erat berkaitan dengan keengganan maju, kompleksitas khirarki jabatan dan tugas, serta mekanisme pembuatan kebijakan yang top-down. Selain itu, birokrasi dituduh telah menjauhkan diri dari harapan publik terutama dari kesejahteraan publik (welfare-state). Mulai tahun 1990-an Ilmu Administrasi Publik mengenalkan paradigma baru yang sering disebut New Public Management/NPM (Hood, 1991). Walaupun juga disebut dengan nama lain misalnya Post-bureaucratic Paradigm (Barzeley, 1992), dan Reinventing Government (Osborne dan Gaebler, 1992), tetapi secara umum disebut NPM karena berangkat dari gagasan Christopher Hood sebagai awal mula paradigma alternatif. Dalam memahami teori Administrasi Publik secara paradigmatik, tulisan Janet V.
4.2 Kebijakan Publik Berorientasi pada Kepentingan Publik Menurut penulis, kebijakan publik yang berorientasi pada kepentingan publik sangat terkait dengan banyak faktor. Yang pertama, adalah berkaitan dengan faktor ideologi, konstitusi, dan lingkungan negara yang akan menentukan apakah suatu kebijakan publik itu berorientasi pada 11
Yang dikutif di dalam buku Eugene Bardach, 2005.
143
New Public Management (NPM) Paradigma OPA dikritik oleh paradigma NPM. Secara konseptual OPA berbeda dengan NPM. NPM adalah suatu gerakan yang mencoba menginjeksikan prinsip-prinsip organisasi sektor privat ke dalam organisasi pemerintah. Pemerintahan yang kaku dan sentralistik—sebagaimana yang dianut oleh OPA—harus diganti dengan pemerintahan yang berjiwa wirausaha dan profitable market-based public administration (Land dan Rosenbloom), post-bureaucratic paradigm (Barzelay), dan entrepreneurial government (Osborne dan Gaebler)—yang dianut oleh NPM. NPM merupakan genealogis dari ideologi neoliberalisme karena menganjurkan pelepasan fungsi-fungsi pemerintah kepada sektor swasta. Inti dari ajaran NPM dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Pemerintah diajak untuk meninggalkan paradigma administrasi tradisional dan menggantikannya dengan perhatian terhadap kinerja atau hasil kerja. 2) Pemerintah sebaiknya melepaskan diri dari birokrasi klasik dan membuat situasi dan kondisi organisasi, pegawai dan para pekerja lebih fleksibel. 3) Menetapkan tujuan dan target organisasi dan personel lebih jelas sehingga memungkinkan pengukuran hasil melalui indikator yang jelas. 4) Staf senior lebih berkomitmen dengan pemerintah sehari-hari secara politis daripada netral. 5) Fungsi pemerintah adalah memperhatikan pasar, kontrak kerja keluar, yang berarti pemberian pelayanan tidak selamanya melalui birokrasi, melainkan bisa diberikan oleh sektor swasta. 6) Fungsi pemerintah dikurangi melalui privatisasi.
Denhardt dan Robert B. Denhardt dalam dua bukunya12 yang berjudul ‘The New Public Service: Serving, not Steering' dan ‘The New Public Service: An Approach to Reform’ memperkenalkan perkembangan paradigma Administrasi Publik dari yang klasik [Old Public Administration (OPA)] sampai dengan yang kontemporer [New Public Service (NPS)]. Mereka membagi paradigma Administrasi Publik atas tiga kelompok besar, yaitu paradigma The Old Public Administration (OPA), The New Public Management (NPM), dan The New Public Service (NPS). Old Public Administration (OPA) Secara ringkas, Denhardt dan Denhardt menguraikan karakteristik OPA sebagai berikut: • Fokus utama adalah penyediaan pelayanan publik melalui organisasi/badan resmi pemerintah. • Kebijakan publik dan administrasi negara dipahami sebagai penataan dan implementasi kebijakan yang berfokus pada satu cara terbaik (on a single) dan sebagai tujuan yang bersifat politik. • Administrator publik memainkan peranan yang terbatas dalam perumusan kebijakan publik/pemerintahan; mereka hanya bertanggung-jawab mengimplementasikannya. • Pelayanan publik harus diselenggarakan oleh administrator yang bertanggungjawab kepada pejabat politik (elected officials) dan dengan diskresi terbatas. • Administrator bertanggung-jawab kepada pimpinan pejabat politik (elected political leaders) yang telah terpilih secara demokratis. • Program-program publik dilaksanakan melalui organisasi yang hirarkis dengan kontrol yang ketat oleh pimpinan organisasi. • Nilai pokok yang dikejar oleh organisasi publik adalah efisiensi dan rasionalitas. • Organisasi publik melaksanakan sistem tertutup sehingga keterlibatan warganegara dibatasi. • Peranan administrator publik adalah melaksanakan prinsip-prinsip POSDCoRB (planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting dan budgetting). 12
Penerapan paradigma/pendekatan NPM sangat sukses di Amerika Serikat, Inggris, dan Selandia Baru sehingga “virusnya” mulai menyebar ke negaranegara lain. Praktik NPM di Amerika Serikat populer dengan pemerintahan wirausaha (entrepreneurial government) yang dirancang oleh David Osborne dan Ted Gaebler. Osborne dan Gaebler menawarkan dan (2003) dalam “The New Public Service: An Approach to Reform”. International Review of Public Administration 8 (1).
Baca Denhardt and Denhardt (2000) dalam “The New Public Service: Service Rather than Steering”. Public Administration Review 60 (6)
144
10 prinsip pemerintahan yang berjiwa wirausaha. 1) Pemerintahan katalis; yang mengarahkan bukan mengayuh. 2) Pemerintahan milik masyarakat; yang memberdayakan bukan melayani. 3) Pemerintahan kompetitif; pendorong semangat kompetisi dalam pelayanan publik. 4) Pemerintahan yang digerakkan oleh misi; yang mampu merubah orientasi dari pemerintahan yang digerakkan oleh aturan. 5) Pemerintahan yang berorientasi hasil; yang membiayai hasil bukan input. 6) Pemerintahan yang berorientasi pelanggan; yang memenuhi kebutuhan pelanggan bukan birokrasi. 7) Pemerintahan wirausaha; yang menghasilkan profit bukan menghabiskan. 8) Pemerintahan antisipatif; yang berorientasi pencegahan bukan penyembuhan. 9) Pemerintahan desentralisasi; yang digerakkan oleh hirarki menjadi pemerintahan partisipatif dan kerjasama tim (teamwork). 10. Pemerintahan yang berorientasi pasar; yang mendorong perubahan melalui pasar.
persoalan publik daripada menggunakan one best way perspective. Seperti halnya Osborne dan Gaebler, Denhardt dan Denhardt juga merumuskan prinsip-prinsip NPS yang memiliki diferensiasi dengan prinsip-prinsip OPA dan NPM. NPS mengajak pemerintah untuk: 1) Melayani masyarakat sebagai warga negara, bukan pelanggan; melalui pajak yang mereka bayarkan maka warga negara adalah pemilik sah (legitimate) negara. 2) Memenuhi kepentingan publik; kepentingan publik seringkali berbeda dan kompleks, tetapi negara berkewajiban untuk memenuhinya. Negara tidak boleh melempar tanggungjawabnya kepada pihak lain dalam memenuhi kepentingan publik. 3) Mengutamakan warganegara di atas kewirausahaan; kewirausahaan itu penting, tetapi warga negara berada di atas segala-galanya. 4) Berpikir strategis dan bertindak demokratis; pemerintah harus mampu bertindak cepat dan menggunakan pendekatan dialog dalam menyelesaikan persoalan publik. 5) Menyadari komplekstitas akuntabilitas; pertanggungjawaban merupakan proses yang sulit dan terukur sehingga harus dilakukan dengan metode yang tepat. 6) Melayani bukan mengarahkan; fungsi utama pemerintah adalah melayani warga negara bukan mengarahkan. 7) Mengutamakan kepentingan masyarakat, bukan produktivitas; kepentingan masyarakat harus menjadi prioritas meskipun bertentangan dengan nilai-nilai produktivitas.
New Public Service (NPS) Akar NPS adalah dari berbagai ide tentang demokrasi yang pernah dikemukakan oleh Dimock, Dahl, dan Waldo, yang meliputi: 1) Teori tentang demokrasi kewarganegaraan; perlunya pelibatan warganegara dalam pengambilan kebijakan dan pentingnya deliberalisasi untuk membangun solidaritas dan komitmen guna menghindari konflik. 2) Model komunitas dan masyarakat sipil; akomodatif terhadap peran masyarakat sipil dengan membangun social trust, kohesi sosial, dan jaringan sosial dalam tata pemerintahan yang demokratis. 3) Teori organisasi humanis dan administrasi negara baru; yang berfokus pada organisasi yang menghargai nilainilai kemanusiaan (human beings) dan respon terhadap nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan isu-isu sosial lainnya. 4) Administrasi negara postmodern; mengutamakan dialog (dirkursus) terhadap teori dalam memecahkan
145
Diferensiasi OPA, NPM, dan NPS Atas dasar ketiga paradigma/pendekatan di atas, berikut adalah diferensiasi ketiganya13: Aspek
Dasar teoretis dan fondasi epistemologi
Old Public Administration (OPA)
Teori politik
Rasionalitas Rasionalitas Synoptic dan model perilaku (administrative man) manusia Kepentingan publik secara politis Konsep dijelaskan dan kepentingan publik diekspresikan dalam aturan hukum
13
New Public Management (NPM)
New Public Service (NPS)
Teori ekonomi
Teori demokrasi
Teknis dan rasionalitas ekonomi (economic man)
Rasionalitas strategis atau rasionalitas formal (politik, ekonomi, dan organisasi)
Kepentingan publik mewakili agregasi kepentingan individu
Kepentingan publik adalah hasil dialog berbagai nilai
Responsivitas birokrasi publik
Clients dan constituent
Customer
Citizen’s
Peran pemerintah
Rowing
Steering
Serving
Pencapaian tujuan
Badan pemerintah
Organisasi privat dan nonprofit
Koalisi antarorganisasi publik, nonprofit, dan privat
Akuntabilitas
Hirarki administratif dengan jenjang yang tegas
Bekerja sesuai dengan kehendak pasar (keinginan pelanggan)
Diskresi administrasi
Diskresi terbatas
Diskresi diberikan secara luas
Multiaspek: akuntabilitas hukum, nilai-nilai, komunitas, norma politik, dan standar profesional Diskresi dibutuhkan tetapi dibatasi dan bertanggungjawab
Struktur organisasi
Birokratik yang ditandai dengan otoritas top-down
Desentralisasi organisasi dengan kontrol utama berada pada para agen
Struktur kolaboratif dengan kepemilikan yang berbagi secara internal dan eksternal
Asumsi terhadap motivasi pegawai dan administrator
Gaji, keuntungan, dan proteksi
Semangat entrepreneur
Pelayanan publik dengan keinginan melayani masyarakat
Denhardt dan Denhardt, 2003:28-29.
146
Berdasarkan perkembangan paradigma/pendekatan ilmu kepublikan tersebut, maka analisis dinamika kebijakan publik mengenai ‘Zigzag State of the Art (SotA) Ilmu Pemerintahaan di Indonesia’ akan dengan mudah dipahami.
Pemerintahan di masa ini didominasi dengan menerapkan kajian kualitatif, deskriptif, normatif, dan monovariat. Ini terjadi karena belum menggunakan alatbantu eksakta, matematika, statistika, komputika, dan digitika. Landasan aksiologi dan applied-science-nya begitu kuat. Ini terjadi karena memang sejak semula kebijakan SotA-IP itu diperuntukkan bagi kepentingan penjajah. Sementara di pihak lain, landasan aksiologi dan applied-science pada aspek akademiknya begitu kurang dan lemah. Evaluasi kebijakan publik tentang SotA-IP di masa ini kurang dilakukan secara periodik dan berkesinambungan. Ini terjadi karena memang kebijakan tersebut adalah untuk mempertahankan kekuasaan bagi kepentingan penjajah. Selain itu, karena sistem pendidikan nasional di Indonesia pasca kemerdekaan belum begitu kuat diperhatikan oleh pemerintah.
5. Analisis Zigzag State of the Art Ilmu Pemerintahan di Indonesia Pertumbuhan Kebijakan SotA-IP di Indonesia. Proses pertumbuhan SotA-IP pertama kali dibawa oleh penjajah Belanda sebagai ilmu pangreh (pamong) praja dan berwatak normatif. Bentuk atau jenis kebijakannya di antaranya berupa Surat Keputusan Menteri yang bersangkutan yang bersifat jangka panjang (puluhan tahun). Perubahan kebijakannya sebagai yang ‘belok kiri’ (atau semula berada di kiri) karena berwatak normatif, mengacu pada peraturan yang bersifat praktis, dan jauh dari kajian yang ilmiah. Lebih berdomain pada paradigma Filsafat, Yuridis, dan Historik; lebih dominan pada pendekatan kualitatif dan metode deskriptif; serta dengan tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya pasca kemerdekaan NKRI. Struktur perumusan, implementasi, dan evaluasi kebijakan SotA-IP begitu formal, struktural, dan top-down policy. Di masa pertumbuhan ini lebih banyak berfungsi/berperan sebagai ilmunyapemerintah yang bernuansa kebijakan pemerintah; berinstrumen sebagai lembaga pendidikan tinggi pemerintah yang ilmiah; Pemerintah Pusat atau penjajah Belanda sebagai aktor atau agen yang dominan dalam kebijakan SotA-IP. Karenanya, kajiannya lebih banyak beraspek politik dan hukum nasional untuk kepentingan pemerintah pusat sebagai penjajah, sehingga orientasi isi kebijakan kurikulumnya lebih banyak pada kepentingan pemerintah pusat selaku penguasa negara. Berefektivitas kuat melahirkan akajian akademik dan alumninya bagi kewibawaan pemerintah atau penjajah di Indonesia. Berdampak kuat pada penyediaan aparatur pemerintah yang melahirkan peraturan dan perilaku birokratis yang mengabdi kepada pemerintah atau penjajah di Indonesia. SotA-IP tampak berlandasan ontologi dan berterminologi ‘perintah’ atau ‘ilmunya pemerintah’. Landasan epistemologi dan metodologi Ilmu
Perkembangan Kebijakan SotA-IP di Indonesia Pasca 1945 SotA-IP berubah menjadi berwatak politik, administrasi negara/publik, dan militer. Bentuk atau jenis kebijakannya di antaranya berupa Surat Keputusan Dirjen Dikti pada Depdikbud yang bersifat jangka panjang (puluhan tahun). Perubahan kebijakannya ‘belok kanan menuju ke kanan’ karena berwatak politik dan administratif (serumpun Ilmu Politik) tetapi mulai dekat dengan kajian yang ilmiah. Lebih berdomain pada paradigma Politik, Administrasi Negara/Publik, dan Ilmiah. Lebih dominan pada pendekatan kualitatif dan metode deskriptif, serta bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Struktur perumusan, implementasi, dan evaluasi kebijakan SotA-IP lebih formal, struktural, dan top-down and buttom-up policies. SotA-IP di masa ini lebih banyak berfungsi/berperan sebagai ilmu pemerintahan yang bernuansa politik, administrasi negara/publik, dan kebijakan publik. Kebijakannya berinstrumen sebagai lembaga pendidikan tinggi yang ilmiah milik pemerintah. Di masa ini Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai aktor atau agen yang saling menguatkan dalam kebijakan SotA-IP. Kajiannya lebih banyak beraspek politik dan administrasi negara untuk kepentingan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai keunggulan
147
daerah. Orientasi isi kebijakan kurikulumnya lebih banyak pada kepentingan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai tempat Perguruan Tinggi Ilmu Pemerintahan berada/berlokasi. Cukup efektif melahirkan kajian akademik dan alumninya bagi pembangunan nasional dan daerah di tempat Perguruan Tinggi Ilmu Pemerintahan berada/berlokasi. Berdampak cukup kuat pada penyediaan aparatur pemerintah yang melahirkan peraturan dan perilaku politis dan administratif yang mengabdi kepada pemerintah secara sentralistis tetapi juga etnosentris. SotA-IP di masa ini tampak berlandasan ontologi dan berterminologi ‘kekuasaan’ dan ‘administratif’. Landasan epistemologi dan metodologi Ilmu Pemerintahan di masa ini lebih banyak menerapkan kajian kualitatif, deskriptif, dan monovariat tetapi sudah mulai menggunakan statistika deskriptif. Landasan aksiologi dan applied-science SotA-IP di masa ini tampak kurang. Hal ini terjadi karena pada kenyataannya masih bercampur dengan kajian Ilmu Politik dan Administrasi Negara/Publik. Di samping itu, sentuhan metodologinya masih belum kuat, sehingga landasan aksiologi dan appliedscience-nya di masa ini tampak kurang. Evaluasi kebijakan publik tentang SotA-IP di masa ini mulai dilakukan secara periodik. Namun demikian, evaluasinya masih belum serempak dan merata dilakukan oleh setiap Perguruan Tinggi Ilmu Pemerintahan. Ini terjadi karena UU-nya belum kuat, anggarannya masih kurang, SDM-nya terbatas, dan orientasi kualitas akademiknya masih lemah.
dengan jatidiri SotA-IP untuk menjadi ilmu yang mandiri, kuat, dan berkajian ilmiah. Lebih berdomain pada paradigma Pemerintahan dan Ilmiah. Lebih dominan pada pendekatan kualitatif dan kuantitatif serta metode deskriptif dan eksplanatif. Kebijakannya bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Struktur perumusan, implementasi, dan evaluasi kebijakannya cukup formal, struktural, dan buttom-up policy. SotA-IP di masa ini lebih banyak berfungsi/berperan sebagai ilmu pemerintahan yang mandiri pada obyek-materianya sendiri berupa pemerintahan. Kebijakannya berinstrumen sebagai lembaga pendidikan tinggi yang ilmiah. Di masa ini dan di masa depan tampaknya Perguruan Tinggi yang bersangkutan sebagai aktor atau agen yang otonom dan kuat dalam kebijakan SotA-IP. Kajiannya lebih banyak beraspek pemerintahan untuk kepentingan kemapanan Ilmu Pemerintahan itu sendiri dan juga yang dapat dipergunakan untuk kepentingan pembangunan nasional di Indonesia. Orientasi isi kebijakan kurikulumnya lebih banyak pada kepentingan Ilmu Pemerintahan itu sendiri sebagai yang berorientasi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan kemanfaatan praktis bagi pembangunan nasional. Kebijakannya pun mulai efektif melahirkan kajian akademik dan alumninya bagi penguatan Ilmu Pemerintahan dan berkontribusi dalam sumbangan kajian akademik bagi pembangunan nasional yang berwawasan global. Mulai berdampak cukup kuat pada penyediaan aparatur pemerintah yang melahirkan peraturan dan perilaku pemerintahan yang mengabdi kepada kepentingan nasional dan kesejahteraan rakyat serta yang mau dan mampu bekerja pada sektor-sektor swasta, masyarakat, dan publik yang lain selain menjadi aparatur pemerintah. SotA-IP di masa ini tampak berlandasan ontologi dan berterminologi pada ‘pemerintahan’ atau ‘hubunganpemerintahan’. Di masa depan, ‘pemerintahan’ ini perlu dielaborasi pada ‘responsibility, obligation, and accountability 14’. Landasan epistemologi
Pemapanan Kebijakan SotA-IP di Indonesia Sejak 1980-an SotA-IP berubah menjadi ilmu pengetahuan yang mandiri yang berbeda dengan Ilmu Politik atau Administrasi Negara/Publik. Bentuk dan jenis kebijakannya di antaranya berupa UU Sisdiknas dan Surat Keputusan Mendikbud tentang Statuta Perguruan Tinggi. Diperkirakan yang bersifat jangka panjang (ratusan tahun). Perubahan kebijakannya ‘belok kiri-lagi menuju ke tengah’ dan diperkirakan menjadi ‘lurus ke depan’ sesuai 14
Lihat Spiro (1969) dalam ‘Responsibility in Government: Theory and Practice’, New York: Van Nostrand Reinhold Company.
148
dan metodologi Ilmu Pemerintahan15 di masa ini—dan diperkirakan di masa depan—akan tetap lebih banyak menerapkan kajian kualitatif, deskriptif, dan monovariat serta semakin sering menggunakan statistika deskriptif. Penggunaan statistika inferensial pada kajian bivariat—bahkan multivariat— tampaknya mulai akan banyak diminati sesuai dengan tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin menantang. Landasan aksiologi dan applied-science Sota-IP di masa ini tampak mulai kuat. Ini terjadi karena mulai ada kepastian objek-materia kajiannya. Sentuhan metodologinya mulai kuat, sehingga kegunaan penelitian dan penulisan karya ilmiahnya pun mulai fokus pada kegunaan aspek akademik atau teoretik-konseptual. Evaluasi kebijakan publik tentang SotA-IP —terutama terhadap kurikulum— mulai dilakukan lebih fokus, masif, serempak, dan merata oleh setiap Perguruan Tinggi Ilmu Pemerintahan. Ini terjadi karena UU-nya mulai kuat,
anggarannya mulai cukup, SDM-nya mulai berkualifikasi, lembaga penyelenggara dan pelaksana pendidikan tingginya mulai diakreditasi, dan orientasi kualitas akademiknya mulai dipacu. Evaluasinya pun melibatkan stakeholders, seperti mahasiswa, alumnus, masyarakat, swasta, publik, ‘pemerintah’ di tingkat atasnya sampai ke tingkat Pusat, pemerintah daerah di ‘sampingnya’. Bahkan ini dilanjutkan oleh lembaga swasta dan/atau pemerintah dari negara-negara yang ikutserta mendonasikan dananya sebagai mitra-kerja akademik. 6. Catatan Akhir Sebagai cacatan akhir, mengacu pada pendapat Herbert J. Spiro16, kebijakan tentang SotA-IP di masa depan tampaknya perlu mempertimbangkan konsep-konsep dasar dan/atau teori-teori tentang ‘responsibility, obligation, and accountability’17, yang ringkasannya18 seperti berikut ini:
ALL GOVERNMENT SHOULD BE RESPONSIBLE BUREAUCRATS should be responsible on national administration, public service, etc.
DIPLOMATS should be responsible on international diplomacy, advocating national interest , etc.
GOVERNMENT should be responsible on leading, achieving, and realizing a national goals. PARTIES should be responsible on public interest agregation, making a rule, political control, etc.
15
Untuk lebih lengkap, lihat Hanapiah (2007) tentang “Metodologi Ilmu Pemerintahan” dalam Jurnal Ilmu Pemerintahan PublicSphere, FISIP UNPAD, Vol. 1 No. 1, hal 39—48.
16
Lihat Spiro (1969) dalam ‘Responsibility in Government: Theory and Practice’, New York: Van Nostrand Reinhold Company.
CITIZENS should be responsible on electing leaders, delegating an interest, public participation, etc.
17
18
Responsibility is a duty to deal with or take care because of job, position, etc. Obligation is the state of being force to do something because it is a duty or because of a law or a rule. Accountability is responsibility for decisions or actions and expected to explain them when asked.
Created and adapted by Pipin Hanapiah, 26/01/2014.
149
SOLUTION FOR PROBLEM OF RESPONSIBILITY IN GOVERNMENT (1) Government as the Structure of Responsibility
Solution for the Problem of Responsibility in Government: (3)
(2)
Responsibility
Responsibility
as
as
Accountability
Obligation
Zigzag kebijakan SotA-IP dari masing-masing Perguruan Tinggi penyelenggara Program Studi Ilmu Pemerintahan perlu bertemu dalam forum ilmiah secara berkala. Hal ini akan efektif untuk saling berwacana akademik agar di masa depan tidak lagi terjadi zigzag, baik dalam tataran ontologi, epistemologi, maupun aksiologinya. Begitu juga, penelitian dan analisisnya dalam menghadapi arus globalisasi terutama dengan konsep/teori governance-nya (termasuk good governance dan/atau cosmopolitan government) dan dengan saling-silang hubungan/pengaruh konsep/teori dalam kajian Ilmu-ilmu Sosial dan Ilmu-ilmu Humaniora khususnya—apakah berperan sebagai variabel pendahulu atau anteseden, variabel bebas atau pengaruh, variabel antara (intervening), atau variabel terikat— perlu diantisipasi dengan cermat. Walaupun begitu, pada tataran terminologi, metodologi, dan applied-science-nya perlu tetap menjadi otoritas Perguruan Tinggi sesuai dengan dinamika tradisi akademik masing-masing. Semoga.
Search for A Paradigm, Boulder Colorado: Westview Press. Hanapiah, Pipin, 2014. “Substansi-Material atas Judul Penelitian dan Penulisan Tesis Konsentrasi Administrasi Publik, Ilmu Pemerintahan, dan Ilmu Politik pada Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran” (Makalah). Bandung: Program Pascasarjana FISIP UNPAD. -----, 2007. “Metodologi Ilmu Pemerintahan” (Artikel). Jurnal Ilmu Pemerintahan PublicSphere. Bandung: Laboratorium Ilmu Pemerintahan FISIP UNPAD. Hornby, A.S., 2000. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. Oxford: Oxford University Press. Kay, Adrian. 2006. The Dynamics of Public Policy. UK/USA: Edward Elgar Publishing Limited. Ndraha, Taliziduhu, 2005. Kybernologi: Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan, Jakarta: PT Rineka Cipta. Osborne, David dan Ted Gaebler. 2003. Reinventing Government (Mewirausahakan Birokrasi): Sepuluh Prinsip untuk Mewujudkan Pemerintahan Wirausaha. Jakarta: PPM. Spiro, Herbert J., 1969. Responsibility in Government: Theory and Practice. New York: Van Nostrand Reinhold Company.
DAFTAR RUJUKAN Bardach, Eugene, 2005. Policy Dynamics. (Michael Moran, et.al. “Handbook of Foreign Policy”). Blondel, J., 1995. Comparative Government: An Introduction (2nd edition), London: Prentice-Hall/Harvester Wheatsheaf. Chilcote, Ronald H., 1981. Theories of Comparative Politics: The
150
KONSTRUKSI PEMBERITAAN SURAT KABAR DALAM KAMPANYE JOKOWI DALAM PENCALONAN SEBAGAI PRESIDEN R.Indriyati19
ABSTRAK Berita mempunyai posisi terdepan dalam media massa. Berita merupakan salah satu bagian dari produk informasi tentang segala hal yang berguna dan bermanfaat dalam rangka memberikan pencerahan bagi peradaban kehidupan manusia. Realitas-realitas peristiwa yang terjadi dalam semua aspek kehidupan yang meliputi : aspek sosial, hukum, ekonomi, politik, agama semuanya merupakan bahan-bahan utama proses dalam membuat suatu berita yang akan disajikan pada masyarakat. Para pemegang kepentingan dalam produk berita suatu media massa yaitu Pemimpin Redaksi, Dewan Redaksi, Redaktur pelaksana, Sekretaris Redaksi, Staf Redaksi, Redaktur Desk hingga wartawan mempunyai peran penting bagaimana suatu berita dapat di olah dengan kadar kualitas jurnalisme yang baik. Diantara semua pemegang kepentingan, peran terdepan dan strategis adalah wartawan, karena wartawan adalah insan jurnalis yang pertama kali meliput suatu pemberitaan dilapangan, dalam peran ini pulalah suatu kualitas berita dengan bobot baik sangat menentukan. Prinsipprinsip jurnalisme yang senantiasa mengutamakan aspek Aktualitas, faktualitas, Impartialitas senantiasa menjadi rujukan utama semua wartawan. Rambu-rambu regulasi UU Pers no 40 tahun 1999 maupun kode etik jurnalistik menjadi batasan gerak profesional para wartawan akan senantiasa dijadikan sebagai pegangan. Kata Kunci : Konstruksi Berita, Kampanye Politik,Penyeleksian issu dan Pencalonan Presiden
PENDAHULUAN Media massa dewasa ini menjadi primadona yang dijadikan sumber informasi baik kalangan terpelajar maupun awam. Khususnya media cetak seperti surat kabar, tabloid dan majalah, merupakan salah satu wujud dari era informasi dan keterbukaan. Berbagai pandangan pun berkembang seakan tiada mengenal henti. Semua pesan dari media massa di konsumsi oleh masyarakat serta menjadi bahan informasi dan referensi pengetahuan mereka. Secara garis besar, isi media cetak terdiri dari fakta dan opini. Fakta adalah sesuatu yang bisa dilihat dan diraba, dan dirasakan oleh setiap orang. sedangkan opini adalah pendapat yang berkembang dalam masyarakat yang dijadikan sumber informasi oleh masyarakat. Laporan dari wartawan dari lapangan berdasarkan sesuatu yang dilihatnya atau kesaksian orang lain, laporan faktual biasanya bersifat objektif. Isi media cetak yang berdasarkan fakta adalah berita. Misalnya berita peristiwa kebakaran, tabrakan, kriminalitas, olah raga dan lain-lain yang semuanya bisa dilihat kejadiannya baik secara langsung oleh
19
wartawan atau melalui saksi. Sedangkan opini adalah pendapat atau pandangan mengenai sesuatu hal. Karena itu opini bersifat subjektif, karena pandangan atau penampilan seseorang yang selalu berbeda. Jadi kendati faktanya sama, namun ketika beropini antara yang satu dengan yang lainnya memperlihatkan adanya perbedaan. Seperti halnya berita seputar pencalonan Jokowi sebagai presiden Republik Indonesia 2014-2019 yang akan penulis dalam tulisan ini. Peristiwa atau fakta yang dikonstruksi selalu menjadi bagian dari media massa sebagai bahan liputan. Media adalah agen konstruksi pesan. Fakta atau peristiwa yang ditulis adalah hasil konstruksi. Bagi kaum konstruksionis realitas itu bersifat subjektif, realitas itu hadir karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang tertentu oleh wartawan. realitas bisa berbeda-beda tergantug bagaimana ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai sudut pandang yang berbeda. Karena fakta itu diproduksi dan ditampilkan secara simbolik, maka
Dosen Universitas Langlangbuana Bandung
151
realitas tergantung pada bagaimana ia dilihat dan bagaimana fakta tersebut dikonstruksi dalam kata-kata yang ekstrim, realitas atau fakta itu tergantung bagaimana ia dilihat oleh pembuat berita. Konstruktivis memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, konstruktivisme menolak pandangan positivism yang memisahkan subjek dan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme; bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakuan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Komunikasi dipahami diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri sang pembicara. Oleh karena itu analisis dapat dilakukan demi membongkar maksud dan makna-makna tertentu dari komunikasi. Konstruktivisme berpendapat bahwa semesta secara epistimologi merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan manusia adalah konstruksi yang dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan. Dengan demikian duia muncul dalam pengalaman manusia secara terorganisasi dan bermakna. Keberagaman pola konseptual atau kognitif merupakan hasil dari lingkungan historis, kultural, dan personal yang digali secara terus-menerus. Jadi tidak ada pengetahuan yang koheren, sepenuhnya transparan dan indepnden dari subjek yang mengamati. Manusia ikut berperan, ia menentukan pilihan perencanaan yang lengkap, dan menuntaskan tujunnya di dunia. Pilihanpilihan yang mereka buat dalam kehidupan sehari-hari lebih sering didasarkan pada pengalaman sebelumnya, bukan pada prediksi secara ilmiah-teoritis. Bagi kaum konstruktivis, semesta adalah konstruksi, artinya bahwa semesta bukan dimengerti sebagai semesta yang otonom, akan tetapi dikonstruksi secara sosial, dan karenanya plural. Kontruktivisme menolak pengertian ilmu sebagai yang
"terberi" dari objek pada subjek yang mengetahui. Unsur subjek dan objek samasama berperan dalam mengkontruksi ilmu pengetahuan. Konstruksi membuat cakrawala baru dengan mengakui adanya hubungan antara pikiran yang membentuk ilmu pengetahuan dengan objek atau eksistensi manusia. Dengan demikian paradigm konstruktivis mencoba menjembatani dualism objektivismesubjektivisme dengan mengafirmasi peran subjek dan objek dalam konstruksi ilmu pengetahuan. Pandangan konstruktivis mengakui adanya interaksi antara ilmuwan dengan fenomena yang dapat memayungi berbagai pendekatan atau paradigm dalam ilmu pengetahuan, bahkan bukan hanya pada ilmu-ilmu alam, seperti yang ditunjukan dalam fisika kuantum. Penerimaan adanya berbagai paradigma, kerangka konseptual, perspektif dalam mengkonstruksi ilmu sebagaimana dikemukakan di atas, mengakibatkan pengakuan adanya pluralitas kebenaran ilmiah. Kebenaran teori lebih dilihat bersifat lokal dan kontekstual, artinya sesuai dengan paradigm, kerangka konseptual, perspektif yang dipilih. Konstruksi adalah setiap upaya untuk menceritakan sesuatu. Sedangkan realita berarti peristiwa, keadaan, atau pun benda. Jadi konstruksi realitas pada prinsipnya merupakan suatu upaya untuk menceritakan peristiwa, keadaan, atau pun benda. Dalam kehidupan masyarakat, konstruksi realitas banyak berhubungan dengan profesi wartawan. Pekerjaan utama dari seorang wartawan adalah mengisahkan hasil reportasenya kepada khalayak. Dengan demikian mereka selalu terlibat dengan usaha-usaha mengkonstruksikan realitas, yakni menyusun fakta yang dikumpulkannya kedalam sebuah laporan jurnalistik yaitu berita (news), karangan khas (feature), atau pun gabungan keduanya (news feature). Konstruksi realitas yang terjadi dalam media massa adalah dengan pengaturan bahasa. Di dalam media cetak, bahasa diwujudkan dalam bentuk tertulis baik berbentuk kata, angka, gambar, atau pun grafis. Pemilihan kata, penggunaan bahasa-bahasa tertentu, atau pun penampilan gambar merupakan bagian dari proses kontruksi tersebut. Bahasa merupakan bahan baku suatu media massa dalam memproduksi berita. Namun, dalam media massa, bahasa tidak sekedar
152
Teori Fenomenologi (Phenomenology Theory) Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani phainomai yang berarti "menampak", Phainomenon merujuk pada "yang menampak". Fenomena tiada lain adalah fakta yang disadari, dan masuk ke dalam pemahaman manusia. Jadi suatu objek itu ada dalam relasi dengan kesadaran. Fenomena bukanlah dirinya seperti tampak secara kasat mata, melainkan justru ada didepan kesadaran, dan disajikan dengan kesadaran pula. Berkaitan dengan hal ini, maka fenomonologi mereflesikan pengalaman langsung manusia, sejauh pengalaman itu secara intensif berhubungan dengan suatu objek. Fenomelogi sebagai salah satu cabang filsafat, pertama kali dikembangkan di universitas-universitas Jerman sebelum Perang Dunia I, khususnya oleh Edmund Husserl, yang kemudian dilanjutkan oleh Martin Heidegger dan yang lainnya seperti Jean Paul Sartre. (Kuswarno, 2009: hlm.23). Edmund Husserl memahami fenomenologi sebagai suatu analisis deskriptif serta introspektif mengenai kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan pengalaman-pengalaman langsung; religius, moral, estetis, konseptual, serta indrawi. Perhatian filsafat, menurutnya, hendaknya difokuskan pada penyelidikan tentang Labenswelt (dunia kehidupan) atau Erlebnisse (kehidupan subjektif dan batiniah).
dimaknai sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan fakta, informasi atau opini. Bahasa juga bukan sekedar alat komunikasi untuk menggambarkan realitas, namun juga menentukan gambaran atau citra tertentu yang hendak ditanamkan pada publik. Bahkan bahasa bukan saja mampu untuk menceritakan realitas, tetapi sekaligus menciptakan realitas. Yaitu dengan penggunaan bahasa-bahasa tertentu, pilihan kata dan juga cara penyajian realitas yang kemudian berimplikasi terhadap kemunculan makna tertentu. TINJAUAN PUSTAKA Teori Framing Sosiolog Erving Goffman menggunakan framing sebagai dasar bagi pembatasan dan penelitian human interaction (interaksi antar manusia) serta mengembangkan sistem elaborasi untuk menganalisis interaksi manusia. Pembingkaian situasi secara rutin digunakan oleh organisasi untuk menjelaskan tindakan. Pembingkaian situasi secara rutin digunakan oleh organisasi untuk menjelaskan tindakan. Pembingkaian juga sebuah komponen kritis yang digunakan dalam bargaining and negotiation (tawar-menawar dan perundingan) (Ardianto, 2010 : hlm.24) Konsep pembingkaian sesungguhnya dapat dibagi dua; bingkai media (media framing) dan bingkai khalayak (audience framing). Bingkai media adalah mengorganisasikan realitas sehari-hari. Bingkai berita adalah bagian dari kemasan realitas sehari-hari. Definisi lain, framing adalah memilih beberapa aspek realitas yang terpresepsikan dan membuatnya lebih penting dalam suatu pengomunikasian teks sedemikian rupa untuk mempromosikan definisi tertentu tentang suatu persoalan, interpretasi, penialian moral dan atau pemberian saran. Bingkai khayalak adalah gagasan tersimpan dalam pemikiran yang dapat membimbing seseorang dalam memproses informasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi bingkai media adalah sosiokultural (organisasi), variabel individu (wartawan), dan variabel ideologi. Faktorfaktor yang mempengaruhi bingkai khalayak adalah media framing, latar belakang, sosiokultural, tokoh masyarakat. (Ardianto, 2010: 25).
Tinjauan Umum Tentang Komunikasi Politik Komunikasi politik mencakup dua disiplin dalam ilmu-ilmu sosial, yaitu ilmu politik dan ilmu komunikasi. Dalam ilmu politik, istilah komunikasi politik mulai banyak disebut-sebut bermula dari tulisan Gabriel Almond yang berjudul The Politics of the Development Areas pada tahun 1960. Almond berpendapat bahwa komunikasi politik adalah salah satu fungsi yang selalu ada dalam dalam setiap sistem politik. Menurutnya, komunikasi politik bukanlah fungsi yang berdiri sendiri, akan tetapi merupakan proses penyampaian pesan yang terjadi pada saat keenam fungsi lainnya itu dijalankan. Dalam hal ini, Easton (dalam System Analysis of Political Life) memberi batasan sistem politik pada berbagai hal yang berkaitan dengan
153
pembuatan dan pelaksanaan keputusan otoritatif (Rakhmat, 2006:hlm. 20-21). Berbeda dengan ilmuwan politik yang lebih membahas komunikasi politik berkenaan dengan sistem politiknya, yaitu proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan otoritatif. Ilmuwan komunikasi membahas komunikasi politik berkenaan dengan unsur-unsur komunikasinya sebagai upaya merumuskan suatu komunikasi politik yang efektif . Pada umumnya para teoritisi menempatkan komunikasi politik dari dua sisi yang terpisah yaitu komunikasi di satu sisi dan politik di sisi lain kemudian dipadukan dalam satu pengertian. Dengan demikian, kita bisa mendefinisikan komunikasi politik berdasarkan pandangan politik (klasik, kekuasaan, kelembagaan, fungsionalis, atau konflik) yang kita gunakan. Menurut Jalaludin Rakhmat definisi komunikasi politik sebagai berikut, " proses komunikasi yang menyangkut interaksi pemerintah dan masyarakat, dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu." (Rakhmat, 2006: hlm. 22-30).
mengasingkan para kandidat atau calon dengan para pemilihnya atau dengan memperlambat dengan penjelasan rinci programnya. Misalnya, dalam Pemilu 2008 dari pihak John McCain awalnya mempergunakan pesan yang berfokus pada patriotisme dan pengalaman politik; pesan itu kemudian ditangkap dan diubah menjadi perhatian beralih ke peran sebagai "maverick" di dalam pendirian politiknya sedangkan Barack Obama tetap pada konsistensi, pesan yang sederhana yang "mengubah" seluruh kampanye itu (Abizadeh, 2005: hlm.20-49). Tinjauan Umum Tentang Profil Jokowi Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan nama julukan Jokowi merupakan sosok yang saat ini cukup fenomenal di Indonesia. Jokowi yang merupakan Walikota Surakarta ini telah menjadi buah bibir di tengah-tengah masyarakat luas, semenjak dirinya mempopulerkan mobil SMK beberapa saat yang lalu. Jokowi yang lahir di Surakarta pada 21 Juni 1961 ini semakin menjadi perbincangan masyarakat ketika secara resmi mencalonkan diri sebagai calon Gubernur untuk DKI Jakarta yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Pembangunan (PDI-P) yang berkolaborasi dengan Partai Gerindra. Dalam pencalonan Gubernur DKI Jakarta, Jokowi berpasangan dengan Basuki Tjahaja Purnama yang juga sering dijuluki sebagai Ahok. Sebelum menjadi calon Gubernur DKI Jakarta, Jokowi sebenarnya sudah lebih duluan populer dimata masyarakat Solo. Terbukti selama 2 priode terakhir menjabat sebagai Walikota di Surakarta, Jokowi telah mampu melakukan perubahan yang sangat pesat di kota ini. Dibawah kepemimpinan Jokowi, Kota Solo telah menjadi branding dengan slogan Kota, yaitu "Solo: The Spirit of Java". Berbagai langkah yang dilakukan Jokowi dalam kepemimpinannya di Kota Solo dinilai cukup progresif bila dibandingkan dengan ukuran kota-kota lainnya yang ada di Pulau Jawa. Salah satu hal yang paling fenomenal dan telah berhasil dilakukan oleh Joko Widodo, yaitu melakukan relokasi pedagang barang bekas di Taman Banjarsari tanpa adanya gejolak dari para pedagang.
Tinjauan Umum Tentang Kampanye Politik Kampanye politik adalah sebuah upaya yang terorganisir bertujuan untuk memengaruhi proses pengambilan keputusan para pemilih dan kampanye politik selalu merujuk pada kampanye pada pemilihan umum. Pesan dari kampanye adalah penonjolan ide bahwa sang kandidat atau calon ingin berbagi dengan pemilih. Pesan sering terdiri dari beberapa poin berbicara tentang isu-isu kebijakan. Poinpoin ini akan dirangkum dari ide utama dari kampanye dan sering diulang untuk menciptakan kesan abadi kepada pemilih. Dalam banyak pemilihan, para kandidat partai politik akan selalu mencoba untuk membuat para kandidat atau calon lain menjadi "tanpa pesan" berkaitan dengan kebijakannya atau berusaha untuk pengalihan pada pembicaraan yang tidak berkaitan dengan poin kebijakan atau program (Abizadeh, 2005: hlm. 7-20). Sebagian besar strategis kampanye menjatuhkan kandidat atau calon lain yang lebih memilih untuk menyimpan pesan secara luas dalam rangka untuk menarik pemilih yang paling potensial. Sebuah pesan yang terlalu sempit akan dapat
METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis isi kualitatif.
154
HASIL PENELITIAN Istilah konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality) menjadi terkenal ketika diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Kedua pemikir ini hanya meneruskan apa yang digagas oleh Giambitissta Vico yang kemudian banyak disebut sebagai cikal bakal konstruktivisme. Proses konstruksi realitas,prinsipnya setiap upaya "menceritakan" (konseptualisasi) sebuah peristiwa,keadaan, atau benda tak terkecuali mengenai hal-hal yang berkaitan dengan politik adalah usaha mengkonstruksi realitas. Laporan tentang kegiatan orang berkumpul di sebuah lapangan terbuka guna mendengarkan pidato politik pada musim pemilu,misalnya adalah hasil konstruksi realitas mengenai peristiwa yang lazimnya disebut kampanye pemilu itu. Begitulah setiap hasil laporan adalah hasil konstruksi realitas atas kejadian yang dilaporkan. Karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa,maka kesibukan utama media massa adalah mengkonstruksi berbagai realitas yang akan disiarkan. Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna.Dengan demikian seluruh isi media tiada lain adalah realitas yang telah dikonstruksikan (Constructed reality) dalam bentuk wacana yang bermakna. Dalam proses konstruksi realitas,bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan instrument pokok untuk menceritakan realitas.Bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi.Dalam konteks media massa ,keberadaan bahasa ini tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan sebuah realitas melainkan bisa menentukan gambaran (makna citra) mengenai suatu realitas realitas media yang akan muncul di benak khalayak.Oleh karena persoalan makna itulah,maka penggunaan bahasa berpengaruh terhadap konstruksi realitas,terlebih atas hasilnya (makna atau citra). Penggunaan bahasa tertentu dengan demikian berimplikasi pada bentuk konstruksi realitas dan makna yang dikandungnya.Pilihan kata dan cara penyajian suatu realitas ikut menentukan struktur konstruksi realitas dan makna yang muncul darinya. Wartawan bisa mempunyai pandangan dan konsepsi yang berbeda ketika melihat suatu peristiwa dan itu dapat dilihat dari bagaimana mereka mengkonstruksi peristiwa itu,yang
Prosedur disini menghasilkan temuan yang diperoleh dari data-data yang dikumpulkan dengan menggunakan beragam sarana. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan studi dokumentasi dengan teknik analisis data interaktif oleh Miles dan Hubermas (1992),meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan pengambilan kesimpulan.Adapun yang menjadi subjek penelitian adalah: Redaktur Politik dan Wartawan Pikiran Rakyat. Penerimaan adanya berbagai paradigma, kerangka konseptual, perspektif dalam mengkonstruksi ilmu sebagaimana dikemukakan di atas, mengakibatkan pengakuan adanya pluralitas kebenaran ilmiah. Kebenaran teori lebih dilihat bersifat lokal dan kontekstual, artinya sesuai dengan paradigm, kerangka konseptual, perspektif yang dipilih. Tambahan bagi kebenaran teori selalu dilihat tentatif. Sifat tentatif teori ini seiring dengan asumsi bahwa paradigma, kerangka konseptual kita dapat berubah dalam melihat fenomena alami (atom, cahaya, dan lain-lain). Asumsi ini membawa ilmu pengetahuan pada pengakuan keterkaitannya dengan konteks sosialhistoris. Konsekuensinya, kaum konstrukitivis menganggap bahwa tidak ada makna yang mandiri, tidak ada deskripsi yang murni objektif. Kita tidak dapat secara transparan melihat "apa yang ada disana" atau "yang ada di sini" tanpa termediasi oleh teori. Kerangka konseptual atau bahasa yang disepakati secara sosial. Semesta yang ada dihadapan kita bukan suatu yang ditemukan, melainkan selalu termediasi oleh paradigm, kerangka konseptual, dan bahasa yang dipakai. Karena itu, pendekatan yang aprioristik terhadap semesta menjadi tidak mungkin. Ide tentang tidak adanya satu representatif dan ketersembunyian semesta membuka peluang pluralisme metodologi, karena tidak adanya satu representasi yang memiliki akses istimewa terhadap semesta Bahasan bukan cerminan semesta akan tetapi sebaliknya bahasa berperan membentuk semesta. Setiap bahasa mengkonstruksi aspek-aspek spesifik dari semesta dengan caranya sendiri (bahasa puisi/sastra, bahasa sehari-hari, bahasa siang, bahasa ilmiah). Bahasa merupakan hasil kesepakatan sosial serta memiliki sifat yang tidak permanen, sehingga terbuka dan mengalami proses evolusi.
155
diwujudkan dalam teks berita.Berita dalam pandangan konstruksi social,bukan merupakan peristiwa atau fakta dalam arti yang riil. Disini realitas bukan dioper begitu saja sebagai berita. Ia adalah produk interaksi antara wartawan dengan fakta. Dalam proses internalisasi,wartawan menceburkan dirinya untuk memaknai realitas. Konsepsi tentang fakta diekspresikan untuk melihat realitas.Hasil dari berita adalah produk dari proses interaksi dan dialektika tersebut . Dari uraian tersebut maka media telah menjadi sumber informasi yang dominan tidak saja bagi individu tetapi juga bagi masyarakat dalam memperoleh gambaran realitas mengenai suatu peristiwa. Ada dua konsep dalam melihat realitas yang direfleksikan media. Pertama,konsep media secara aktif yang memandang media sebagai partisipan yang turut mengkonstruksi pesan sehingga muncul pandangan bahwa tidak ada realitas sesungguhnya dalam media.Kedua,konsep media secara pasif yang memandang media hanya sebagai saluran yang menyalurkan pesan-pesan sesungguhnya,dalam hal ini media berfungsi sebagai sarana yang netral,media menampilkan suatu realitas apa adanya. Dalam konteks ini,maka konsep media secara aktif menjadi relevan dalam kaitannya dengan permasalahan yang akan diteliti. Hal ini juga sesuai dengan paradigm konstruksionis yang digunakan,yang memandang media dilihat bukan sebagai saluran yang bebas atau netral melainkan sebagai subyek yang mengkonstruksi realitas,dimana para pekerja yang terlibat dalam memproduksi pesan juga menyertakan pandangan,bias dan pemihakannya. Karenanya,sangat potensial terjadi peristiwa yang sama dikonstruksi secara berbeda. Menurut kaum konstruktivis, berita adalah hasil konstruksi sosial di mana selalu melibatkan pandangan, ideologi, dan nilainilai dari wartawan atau media. Berita yang kita baca adalah hasil dari konstruksi kerja jurnalistik. Menurut pandangan konstruksionis, berita bersifat subjektif. Ini dikarenakan opini tidak bisa dihilangkan karena ketika meliput, wartawan melihat dengan perspektif dan pertimbangan subjektif. Penyampaian sebuah berita ternyata menyimpan subjektivitas penulis. Bagi masyarakat biasa, pesan dari sebuah berita akan dinilai apa adanya. Berita akan dipandang sebagai barang suci yang penuh dengan objektivitas. Tapi, berbeda dengan
kalangan tertentu yang memahami betul gerak pers. Mereka akan menilai lebih dalam terhadap pemberitaan, yaitu dalam setiap penulisan berita menyimpan ideologis/latar belakang seorang penulis Selain itu, kebijakan perusahaan juga mempengaruhi pemberitaan. Para atasan seringkali punya kekuasaan untuk memberi keputusan. Para eksekutif terkadang membuat keputusan tentang peliputan berdasar kepentingan mereka. Bisa juga berdasar ideologi yang mereka anut. Hal penting lainnya dalam produksi berita adalah gatekeeping. Proses ini berfungsi untuk menghilangkan, meringkas dan menambahi berita agar pesan lebih baik dalam penyajiannya. Proses gatekeeping juga melibatkan penilaian, dan mempengaruhi semua berita. Dalam proses ini juga terjadi proses konstruksi realitas atas sebuah peristiwa. Mungkin melalui penonjolan atau penghilangan isu-isu tertentu agar diperhatikan atau dihiraukan publik. Gatekeeper tidak terlihat oleh audiens berita, bekerja dibelakang layar dan membuat keputusan penting tentang bagaimana sebuah peristiwa akan digambarkan dalam sebuah pemberitaan di dalam surat kabar. Sementara menurut Fishman, berita adalah apa yang pembuat berita tulis. Menurutnya ada dua kecenderungan studi dalam melihat produksi berita. Pandangan pertama ialah selectivity of news (seleksi berita). Intinya, proses produksi berita ialah proses seleksi. Pandangan ini melahirkan teori gatekeeper seperti yang dijelaskan sebelumnya. Pandangan kedua ialah creation of news (pembentukan berita). Menurut perspektif ini peristiwa itu dibentuk, bukannya diseleksi. Wartawanlah yang membentuk peristiwa, dan dianggap aktif dalam proses pencatatan suatu peristiwa. Berita dihasilkan dari pengetahuan dan pikiran, bukan karena ada realitas subjektif yang berada di luar, tetapi karena orang akan mengorganisasikan dunia menjadi koheren dan beraturan yang memiliki makna. Di Indonesia, media menjadi kekuatan yang cukup besar dalam menggiring opini publik. Kenapa? Ini tak lepas dari masifnya media dalam memberitakan suatu fenomena atau peristiwa. Sementara di sisi lain, masyarakat sebagai audiens yang menelan mentahmentah apa yang disajikan oleh media melalui beritanya. Padahal seperti yang telah dijelaskan diatas, media tidak selalu menyajikan fakta secara apa adanya.
156
Ketergantungan yang tinggi terhadap media akan mendudukkan media sebagai alat yang ikut menentukan dan membentuk apa dan bagaimana masyarakat. Pernyataan ini selaras dengan pandangan bahwa media adalah agen konstruksi realitas, karena ketika masyarakat tergantung kepada media, kemungkinan akan tergiring oleh konstruksi yang dilakukan media menjadi cukup besar. Ketika korporasi media sudah berbicara, arah kebijakan redaksi media seringkali harus patuh pada titah sang pemilik media. Sudah menjadi rahasia umum jika media di Indonesia saat ini dipegang dan mendapat pengaruh dari kekuatan-kekuatan politik di belakangnya. Tak perlulah dicontohkan media mana saja yang pemiliknya memiliki latar belakang dunia politik. Inilah yang ditakutkan, pasti akan ada benturan kepentingan antara pemilik media dan keharusan redaksi dalam menjaga netralitas dan independensi media. Akibatnya, berita menjadi sasaran utama dalam proses konstruksi realitas. Melalui berbagai strategi dan proses yang panjang, sebuah peristiwa yang sama bisa saja dikemas secara berbeda oleh media yang berbeda pula. Langkah ini tergantung dari ideologi media tersebut, bisa pula karena kekuatan "invisible hand" yang mengatur media dari belakang layar. Jika kita sebagai khalayak tak pandai dan cermat dalam melihat sebuah berita, bersiaplah pemahaman kita akan digiring ke titik tertentu oleh pemberitaan media. Produksi teks dalam sebuah media elektronik dan cetak seharusnya tidak berada di salah satu pihak serta lebih menonjolkan subjektifitas daripada objektifitas karena mirror of reality merupakan salah satu tugas media yang harus merefleksikan realita sebenarnya tanpa adanya bias maupun intervensi. Terjadinya pemahaman yang berbeda dalam menyikapi sebuah peristiwa antara kaum pluralis dengan kaum kritis membuat produksi teks mempunyai persepsi sendiri dalam menganalisis peristiwa. Bagi kaum prluralis, media mempunyai kewenangan untuk merepresentasikan setiap peristiwa berdasarkan subjektifitasnya. Sedangkan kaum kritis berpendapat bahwa media harus menggunakan politik pemaknaan dalam menganalisa peristiwa, tidak cukup dengan membuat berita, akan tetapi mengapa dan bisa terjadi. Oleh sebab itu, kaum kritis menekankan agar tidak memahami berita secara tekstual tanpa melakukan analisa.
Publik perlu memahami sebuah teks tidak muncul dengan sendirinya, akan tetapi teks ditentukan oleh pelaku dengan menggunakan retorika bahasa tulis yang mempunyai maksud agar berita bisa dianggap benar. Belum pasti apa yang diberitakan media berdasarkan realita sebenarnya, akan tetapi bisa berbelok dari kenyataan. Oleh sebab itu, media harus benar-benar memahami persoalan sedetail mungkin sehingga sesuai dengan konteks sebenarnya serta tidak terjadi persepsi yang berdasarkan pada subjektifitas. Tindakan manipulasi makna dalam berita harus dihilangkan dari media sehingga teks yang direpresentasikan benar-benar mewakili realita. Selain itu, pembelokan makna dalam berita yang hanya mengedepankan ideologi politik sama halnya melakukan pembodohan publiks. Ada tiga komponen yang harus diperhatikan dalam menganalisis wacana. Pertama, teks. Teks dalam media tidak muncul dengan sendirinya, akan tetapi ada pelaku yang menciptakannya sehingga menjadi sebuah wacana. Dalam analisis wacana perlu memahami hal-hal yang berkaitan dengan penciptaan sebuah teks, di antaranya ; tematik berkaitan dengan topik yang hendak dikedepankan, skematik berkaitan dengan urutan dalam pembuatan media, semantic yang berkaitan dengan makna yang ingin ditekankan dalam teks berita, sintaksis berkaitan dengan bagaimana penyusunan kalimat, stalistika berkaitan dengan pilihan katadalam berita dan retoris berkaitan dengan penekanan dalam teks berita. Kedua, Kognisi sosial. Di mana lebih mengarah terhadap produksi teks dan munculnya wacana, karena teks dihasilkan atas kesadaran, pengetahuan, prasangka tertentu. Keberadaan wacana yang sudah menyebar ke masyarakat apakah memang berdasarkan realita atau hanya konstruksi pihak dominant sebagai alat demi kepentingan. Ketiga, Analisis Sosial (konteks). Melakukan pengkajian wacana yang berkembang si masyarakat dengan memahami konteks yang terjadi di lapangan tanpa ada intervensi pihak manapun. Oleh sebab itu, publik sebagai objek dalam pertarungan wacana seharusnya cerdas dan cermat dalam memaknai sebuah berita. Sebagai contoh, saat ini, banyak pemberitaan tentang kasus Century yang melibatkan pejabat Negara di dalamnya. Hal
157
itu merupakan sebuah wacana yang harus dianalisis, bukan hanya sekedar mengikuti pemaknaan dari media tanpa memahami konteks sebenarnya, siapa yang salah dan benar. Begitu besarnya pemahaman atau ideologi berpengaruh dalam penciptaan sebuah teks sehingga dapat menentukan maksud dari sebuah peristiwa yang benar bisa menjadi salah atau sebaliknya. Ideologi mandiri yang harus dipegang oleh para pembuat berita sehingga masyarakat tidak dibohongi oleh teks media yang merupakan representasi dari sebuah kejadian. Dalam buku analisis Wacana, terdapat beberapa tokoh yang mempunyai pandangan berbeda dalam menaganalisis sebuah wacana di media. Namun, terdapat kesamaan tiga hal dalam mengkritisi sebuah wacana. Kesamaan tersebut berkaitan dengan konstruksi dalam produksi teks di media yang sering tidak didasarkan pada fakta yang nyata. Pertama, Ideologi. Unsur sentral yang menjadikan sebuah teks dilegetimasikan dan dimanipulasi untuk maksud tertentu tanpa menyertakan kebenaran dalam teks. Kedua, Kekuasaan (Power). Kelompok yang berkuasa akan lebih berperan besar dalam membuat wacana guna memperbesar kuasanya. Ketiga, kelompok dominant dalam masyarakat. Tindakan memanipulasi wacana bisa dilakukan bagi kelompok yang mempunyai peranan besar dalam kehidupan masyarakat. Terciptanya teks dalam media harus didasarkan pada kontek dengan menggunakan berbagai analisa, jangan sampai teks yang meluas di masyarakat ditumpangi oleh kelompok dominant yang mengkonstruksi makna atau opini tertentu. Teks dalam media jangan dianggap sebagai wujud tulisan semata, akan tetapi dapat menentukan maksud yang mampu mempengaruhi pembaca. Oleh sebab itu, pembaca media harus cerdas dalam memaknai teks mass media yang beredar. Melalui berita-berita yang ditampilkan, media massa selain menyajikan informasi juga memberikan pemahaman kepada khalayaknya. Berita yang ditampilkan memiliki pengaruh yang cukup signifikan bagi khalayak, terutama yang kurang memiliki media literacy atau tingkat melek media yang tinggi. Tanpa memilah-memilah dan memahami lebih dalam apa yang disajikan dalam berita, khalayak bisa terbawa dalam arahan konstruksi yang dibangun oleh media. Lalu
bagaimana solusinya? Bagi media massa terutama media cetak sebaiknya lebih menekankan asas keberimbangan dalam pembuatan suatu berita. Selain itu dituntut harus lebih objektif dan independen dalam memberitakan sebuah peristiwa, terutama konflik. Tidak terjebak dalam keberpihakan terhadap salah satu pihak. Bagi masyarakat pada umumnya, dan pembaca pada khususnya sebaiknya tidak terlalu mudah terbawa pemahamannya oleh apa yang disampaikan dalam berita. Ini dikarenkan media massa terkadang tidak memberitakan fakta secara apa adanya, melainkan dikonstruksi sedemikian rupa melalui strategi-strategi tertentu. Oleh karena itu disarankan agar tidak hanya mengkonsumsi berita dari satu jenis media saja. Hal ini dimaksudkan agar ada semacam pembanding dan perimbangan informasi dari berbagai media. Diharapkan dengan cara demikian, tidak akan terlalu mudah percaya dengan apa yang disampaikan media, karena ada balance dan kroscek jika ternyata ada perbedaan dalam pemberitaan. Selain itu penting sekali penanaman akan media literacy bagi masyarakat awam, agar pemahaman masyarakat akan media lebih meningkat. Untuk itu diperlukan kerjasama yang komprehensif dan serius dari berbagai pihak, baik pemerintah selaku regulator, media massa, maupun masyarakat sendiri.
KESIMPULAN 1) Penyeleksian Issue Seleksi issu yang dilakukan oleh Harian Umum Pikiran Rakyat mengenai berita terkait kegiatan kampanye Jokowi dalam pencalonan sebagai Presiden Republik Indonesia melalui tahapan-tahapan yang dilakukan oleh staff redaksi yang terdiri dari Redaktur Politik, Redaktur Halaman, Wartawan, Asisten Redaktur dan Pimpinan redaksi, mereka adalah orangorang yang berkepentingan untuk menentukan tema apa yang akan diterbitkan setiap harinya, menentukan headline news serta issue apa saja yang sedang hangat dan layak untuk diberitakan kepada masyarakat. Berita yang disuguhkan tidak dibuat secara asal-asalan, mereka pun memikirkan cara agar berita tersebut bisa langsung dipahami masyarakat tanpa mengurangi kualitas berita itu sendiri.
158
2) Isi Berita Isi pemberitaan dalam pembahasan penelitian ini mengenai kegiatan kampanye pencalonan Jokowi sebagai presiden tahun 2014, berita yang mereka buat adalah suatu konstruksi sang pembuat teksi berita. Realitas yang mereka dapatkan melalui fakta-fakta yang ada mereka olah lagi agar menjadi suatu pemeberitaan yang menarik bagi khakayal. Isi suatu berita sangat penting untuk mempengaruhi persepsi masyarakat dalam memandang suatu obyek, akankah berpandangan subjektif atau obyektif. Oleh karena itu Wartawan Harian Umum Pikiran Rakyat selalu menggunakan prinsip independensi, netralitas dan juga 5W+1H yang mereka terapkans selamam membuat suatu pemberitaan. Karena seyogyanya berita di media cetak merupakan informasi yang mampu mempengaruhi masyarakat ke arah pandangan yang objektif bukan sebaliknya 3) Frekuensi Pemuatan Berita Frekuensi pemuatan berita di Harian Umum Pikiran Rakyat mengenai kegiatan terkait kampanye Pilpres, mendapatkan porsi yang seimbang dengan pemberitaan lain, tetapi ketika kegiatan kampanye masih terus berlangsung tentunya pemuatan berita politik terkait kegiatan kampanye mendapatkan porsi yang lebih banyak, selain berita politik menarik untuk diberitakan, berita politik terkait kegiatan kampanye pun seringkali menjadi headline news kala itu karena kegitan yang dilakukan secara masif oleh masing-masing kubu sehingga pemuatan beritanya lebih sering dimuat menjadi berita utama juga di rubrik politik.
Rekatama Media, Bandung. Budiardjo, Miriam.2008.DasardasarIlmuPolitik. PT GramediaPustakaUtama, Jakarta Eriyanto, 2011. Analisis Framing : Konstruksi, Ideologi dan Politik edia. Edisi I, PT Lkis Printing Cemerlang, Yogyakarta. Kovach, Bill danRosentiel, Tom. 2001. The Elements of Journalism. New York: Crown Publishers. Kuswarno, Engkus. 2009. Fenomenologi: MetodologiPenelitianKomunikasi. WidyaPadjajaran, Bandung. Miles,B.B.,dan A.M.Huberman,1992, Analisa Data Kualitatif. UI Press: Jakarta. Nimmo, Dan. 2006. KomunikasiPolitik (Khalayakdanefek). Cetakan IV, RemajaRosdakarya, Rakhmat, Jalaluddin. 2006. Metode Penelitian Komunikasi: Dilengkapi Dengan Contoh Analistik Statistik . Rosdakarya: Bandung. Sobur, Alex. 2006. AnalisisTeks Media. Cetakan IV. PT Remaja Rosadakarya, Bandung B.Data Lain Arsip berita kampanye Harian Umum Pikiran Rakyat www.jokowicenter.com
DAFTAR PUSTAKA A.Buku Arifin, Anwar. 2002. Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar Ringkas. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Abizadeh, Arash.2005. Democratic Elections without Campaigns?.Normative Foundations of National Baha'i Elections."World Order. A Ardianto, Elvinaro. 2010,Komunikasi Massa: SuatuPengantar. Simbiosa Rekatama Media, Bandung. B _______________, 2010, MetodePenelitianKualitatif.Simbiosa
159
PELAKSANAAN FUNGSI SOSIALISASI POLITIK DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN PROVINSI JAWA BARAT (Studi Tentang Peningkatan Pendidikan Politik Masyarakat) Ronald Al Kausar20 dan Dadan Kurnia21 Abstrak Pelaksanaan fungsi sosialisasi politik di lingkungan Provinsi Jawa Barat saat ini menjadikan fokus utama pada peningkatan pendidikan politik masyarakat. Hal tersebut dikarenakan minimnya agen sosialisasi politik, pemberian materi politik, mekanisme politik dan pola sosialiasi politik kepada masyarakat. Partai politik sebagai agen utama dalam menyampaikan sosialisasi politik kepada masyarakat Provinsi Jawa Barat dapat memberi pengetahuan dan pemahaman politik yang disajikan serta mewujudkan terciptanya partai politik yang baik dan berkualitas. Hal tersebut tentunya akan berdampak pada peningkatan partai politik terutama pada fungsi sosialisasi politik masyarakat Provinsi Jawa Barat. Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) Provinsi Jawa Barat merupakan organisasi partai politik PDI Perjuangan yang berada di Provinsi Jawa Barat memiliki kewenangan tugas, pokok dan fungsi untuk mengurus partai di daerah seperti Dewan Pengurus Cabang (DPC) sampai tingkat ranting sesuai dengan pedoman Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang berlaku. Berdasarkan hasil penelitian, agen sosialisasi politik tersebut masih minim dalam memberikan sosialisasi politik kepada masyarakat. Hal tersebut dikarenakan terbatasnya hubungan kerjasama antara DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat terhadap agen-agen sosialisasi lainnya. Materi sosialisasi politik yang diberikan kepada masyarakat tidak secara penuh tersampaikan. Hal tersebut dikarenakan mobilisasi politik kepada masyarakat terlihat hanya untuk pemenangan partai saja, sedangkan kebijakan, ideologi, visi, misi dan tujuan partai bersifat terbatas hanya kepada anggota internal partai dan simpatisan. Mekanisme sosialisasi politik dilihat dari imitasi, instruksi, dan motivasi saat ini masih minim. Hal tersebut dikarenakan minimnya prestasi dan sejumlah tokoh panutan politik yang dapat mempengaruhi kebijakan dan perkembangan gagasan ideologi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat. Pola sosialisasi politik dilihat dari pola repsresif dan pola partisipatoris sebagian besar masyarakat tidak memahami konteks politik. Kata Kunci: Sosialisasi Politik, Partai Politik, Pendidikan Politik PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Partai politik menjadikan pilar utama dalam mewujudkan negara ke arah yang lebih demokratis sebagai tolok ukur warga negara untuk berpartisipasi dalam pengelolaan kehidupan berbangsa dan bernegara serta memperjuangkan kepentingan publik yang mengarah kepada negara kuat dan rakyat sejahtera dengan menumbuhkan orientasiorientasi politik pada masyarakat. Hal tersebut merupakan proses pembelajaran dan 20 21
pemahaman tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Partai politik sebagai pilar demokrasi diarahkan pada dua hal utama, yaitu pertama, membentuk sikap dan perilaku partai politik yang terpola atau sistemik sehingga terbentuk budaya politik yang mendukung prinsip-prinsip dasar sistem demokrasi. Hal ini ditunjukkan dengan sikap dan perilaku partai politik yang memiliki sistem seleksi dan rekrutmen keanggotaan yang memadai serta
Alumni IP Unikom Dosen Tetap Prodi Ilmu Pemerintahan UNJANI
160
mengembangkan sistem pengkaderan dan kepemimpinan politik yang kuat. Kedua, memaksimalkan fungsi partai politik baik fungsi partai politik terhadap negara maupun fungsi partai politik terhadap rakyat melalui sosialisasi politik dan pengkaderan serta rekrutmen politik yang efektif untuk menghasilkan kader-kader calon pemimpin yang memiliki kemampuan di bidang politik. Masyarakat Provinsi Jawa Barat sebagian besar masih memiliki pola pikir yang tradisional, dimana menjadikan suatu anggapan bahwa masyarakat lebih baik memimpin dari pada dipimpin dan lebih baik berkuasa dari pada dikuasai. Terbukti banyaknya kalangan masyarakat menegah ke bawah yang ikut ke dalam dunia politik. Pada dasarnya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengamanatkan setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, namun menjadi suatu masalah bilamana masyarakat tersebut yang mencalonkan diri sebagai anggota eksekutif maupun legislatif tidak memiliki latar belakang pendidikan politik maupun pemerintahan yang mana nantinya mereka akan menjadi wakil rakyat yang menyerap aspirasi dan yang mempertahankan hak dan kewajiban masyarakat tersebut. Belum lagi dengan pemikiran masyarakat yang menganggap politik sebagai ajang kecocokan, kesukaan dan ketertarikan masyarakat yang sesuai dengan perilaku dan gaya hidup masyarakat saat itu dengan adanya stiker, poster, baliho, spanduk dan sejenisnya para calon anggota legislatif yang memampang dirinya demi perolehan dan menarik perhatian masyarakat lain untuk memilih mereka. Berdasarkan hasil observasi dalam penelitian sosialisasi politik Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) Provinsi Jawa Barat terdapat beberapa masalah yang ditemukan dilapangan. Pertama, permasalahan minimnya kerjasama DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat terhadap agen-agen sosialisasi lainnya misalnya kerjasama terhadap agen pendidikan seperti institusi perguruan tinggi, agen kelompok agama seperti tokoh masyarakat, agen kelompok masyarakat seperti organisasi masyarakat dan lain sebagainya. Jika diamati di lapangan, DPD PDI Perjuangan Provinsi
Jawa Barat hanya menekankan pada agen media massa saja baik cetak maupun elektronik secara nasional dengan iklan politik dan seruan mengajak masyarakat untuk memilih saja tanpa secara detail menjelaskan dan memaparkan tentang visi, misi dan strategi politik. Terbatasnya penyampaian politik mengindikasikan bahwa minimnya sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dalam pendidikan politik masyarakat Provinsi Jawa Barat. Kedua, permasalahan materi sosialisasi politik yang diberikan kepada masyarakat tidak secara penuh tersampaikan, sehingga sebagian masyarakat tidak mengetahui pengetahuan lebih dari nilai-nilai dan sikap politik baik visi, misi dan program DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan pengamatan di lapangan, alat peraga atau sarana pendukung sosialisasi politik seperti stiker, famplet dan baliho masih mendominasi, sehingga banyaknya para calon kepala daerah dan calon anggota legislatif daerah yang menampangkan dirinya bersama dengan tokoh-tokoh pimpinan partai politik, pendiri partai politik atau tak jarang negarawan dan lain sebagainya. Hal tersebut dapat diindikasikan bahwa partai politik sebagai agen sosialisasi politik yang memiliki krisis kurang percaya diri yang mengarahkan masyarakat kepada pemikiran partai yang terfokus pada masalah kewibawaan dan yang terpikat masa lalu, sehingga mengakibatkan penguasaan mobilisasi politik kepada masyarakat secara berlebihan dan memberikan pendidikan politik yang minim. Ketiga, permasalahan mekanisme sosialisasi politik di lapangan yang terfokus pada masalah kewibawaan dan yang terpikat masa lalu tersebut membuat masyarakat tidak berpikir secara luas. Masyarakat diarahkan untuk mengikuti alur yang diharapkan, dimana pelaksanaan sosialisasi politik dilakukan hanya pada saat tertentu saja misalnya menjelang pemilihan umum untuk perolehan suara. Masih adanya sikap dan tingkah laku anggota partai yang menjadi kepala daerah dan legislatif yang melakukan tindakan penyalahgunaan wewenang seperti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dalam menjalankan tugas pemerintahannya yang mempengaruhi sosialisasi politik. Masih minimnya anggota partai politik yang memiliki prestasi tinggi dalam kinerja pemerintahan
161
dan perpolitikan yang dapat memberikan pengalamannya untuk memotivasi. Keempat, pola sosialisasi politik yang dilakukan tidak mengenai sasaran yang tepat yaitu masyarakat. Pola sosialisasi politik yang dilakukan hanya pada masa-masa dan waktu tertentu saja misalnya pada saat kampanye pemilihan kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten dan kota, pemilu legislatif dan pemilihan presiden. Berdasarkan pengamatan awal di lapangan sosialisasi politik yang dilakukan DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat hanya menekankan kepada kader dan anggota internal saja tanpa secara penuh kepada masyarakat, sehingga minimnya partisipasi dan reaksi masyarakat terhadap program-program yang ada pada DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat. DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat melalui fungsi partai politik sebagai agen utama dalam sosialisasi politik kepada masyarakat Provinsi Jawa Barat, maka DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat berupaya meningkatkan kualitas sosialisasi politik secara cerdas sebagai upaya peningkatan pendidikan politik kepada masyarakat Provinsi Jawa Barat. DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat yang memperjuangkan hak dan kewajiban masyarakat Provinsi Jawa Barat juga memiliki kebutuhan dan harapan penyelenggara sosialisasi politik yang profesional dalam memberikan sosialisasi politik kepada masyarakat yang mampu mencerdaskan, membangun etika, dan menciptakan budaya politik pada masyarakat Provinsi Jawa Barat. Sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat sangat tergantung pada pimpinan, pejabat dan kader PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat karena merupakan unsur DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat yang bertugas memberikan sosialisasi politik kepada masyarakat Provinsi Jawa Barat. Sosialisasi politik yang disajikan merupakan salah satu upaya yang dicanangkan oleh DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dan pemerintah. DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat yang memberikan fungsi politik kepada masyarakat tentang sosialisasi politik kepada masyarakat Provinsi Jawa Barat. Hal tersebut diharapkan dapat bekerja secara optimal dan terkoordinir dengan baik. DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dalam menyampaikan sosialisasi politik kepada
masyarakat Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat memberi pengetahuan dan pemahaman politik yang disajikan serta mewujudkan terciptanya partai politik yang baik dan berkualitas. Hal tersebut tentunya akan berdampak pada peningkatan partai politik terutama pada fungsi sosialisasi politik masyarakat Provinsi Jawa Barat yang memprioritaskan terwujudnya pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta mampu mencerdaskan, membangun etika dan menciptakan budaya politik pada masyarakat Provinsi Jawa Barat. Fokus Penelitian Pelaksanaan fungsi sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat melalui peningkatan pendidikan politik masyarakat. Maksud dan Tujuan Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimana pelaksanaan fungsi sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat melalui pendidikan politik masyarakat. Sedangkan tujuanya adalah : 1) Untuk mengetahui dan menganalisis hubungan agen sosialisasi terhadap DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat melalui peningkatan pendidikan politik masyarakat. 2) Untuk mengetahui dan menganalisis materi sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat melalui peningkatan pendidikan politik masyarakat. 3) Untuk mengetahui dan menganalisis mekanisme sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat melalui peningkatan pendidikan politik masyarakat. 4) Untuk mengetahui dan menganalisis pola sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat melalui peningkatan pendidikan politik masyarakat. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian yang ditinjau dari sudut pendekatan keilmuan sebagai berikut : 1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat berguna untuk menambah wawasan dan
162
pengetahuan peneliti mengenai pelaksanaan fungsi sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat tentang peningkatan pendidikan politik masyarakat dan bahan perbandingan bagi penelitian sejenis bagi pihak-pihak yang berkepentingan. 2. Secara teoritis, penelitian ini untuk menerangkan dan mengembangkan teoriteori yang peneliti gunakan dan relevan pada permasalahan dalam penelitian ini berkenaan dengan pelaksanaan fungsi sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat tentang peningkatan pendidikan politik masyarakat, sehingga dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan ilmu pemerintahan dalam pelaksanaan pelayanan, pemberdayaan dan pembangunan serta perkembangan ilmu politik dalam pelaksanaan perpolitikan. 3. Kegunaan Praktis, penelitan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dalam meningkatkan fungsi sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat kepada masyarakat Provinsi Jawa Barat guna mewujudkan pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta mampu mencerdaskan, membangun etika dan menciptakan budaya politik pada masyarakat.
perkembangan yang ada dan berjalan terus dengan segala daya tiruannya. Miriam Budiardjo menjelaskan konsep politik menurutnya, “politik adalah usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan bersama yang harmonis”. (Budiardjo, 2008:15). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa politik merupakan usaha untuk menggapai good life, ini menyangkut bermacam-macam kegiatan yang antara lain menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem politik serta cara-cara melaksanakan tujuan politik itu. Masyarakat mengambil keputusan yang dari sistem itu untuk melaksanakan kebijakankebijakan umum yang menyangkut pengaturan dan alokasi dari sumber daya yang mana perlu memiliki kekuasaan serta wewenang dimana kekuasaan ini diperlukan baik untuk membina kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Konsep politik tersebut berkaitan dengan negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kesejahteraan umum, pembagian dan alokasi nilai-nilai di dalam masyarakat. Sosialisasi politik menurut Michael Rush, sebagai berikut, “political socialization may be defined is the process by which individuals in a given society become acquainted with the political system and which to a certaint degree determines their pereptions and their reactions to political phenomena”. (Rush, 1992:92). Berdasarkan pendapat di atas maka sosialisasi politik merupakan proses yang melaluinya orang dalam masyarakat tertentu belajar mengenai sistem politik atau suatu proses bagaimana orang tersebut menentukan tanggapan serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Secara lebih rinci Michael Rush dan Phillip Althoff mengemukakan pendapatnya tentang sosialisasi politik sebagai berikut, “sosialisasi politik adalah proses oleh pengaruh mana seorang individu bisa mengenali sistem politik, yang kemudian menetukan sifat persepsi-persepsinya mengenai politik serta reaksi-reaksinya terhadap gejala-gejala politik. Sosialisasi politik mencakup pemeriksaan mengenai lingkungan kultural, lingkungan politik dan
KAJIAN PUSTAKA Sosialisasi Politik Konsep sosialisasi menurut M. Munandar Soelaeman, “Sosialisasi merupakan salah satu proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dan hubungannya dengan sistem sosial”. (Soelaeman, 2001:166-167). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sosialisasi merupakan proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dimana masyarakat belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam masyarakat disekelilingnya yang menduduki beraneka macam peranan sosial yang mungkin ada dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan masyarakat akan selalu tampak karena dapat menerapkan pengalaman baru dari
163
lingkungan sosial dari masyarakat individu yang bersangkutan; juga mempelajari sikapsikap politik serta penilaiannya terhadap politik”. (Rush & Althoff, 2013:22). Berdasarkan pendapat di atas maka sosialisasi politik merupakan proses seseorang atau masyarakat bisa mempelajari dan mengenali sistem politik yang mampu memahami tentang politik serta kejadiankejadian politik yang dipengaruhi oleh lingkungan yang ada di dalam masyarakat tersebut termasuk juga memahami bagaimana sikap dan penilaian politik itu terjadi. Michael Rush dan Phillip Althoff berpendapat bahwa setiap keberhasilan suatu proses sosialisasi politik ditentukan oleh faktor lingkungan (kultural, politik dan sosial) dan keterkaitan unsur-unsur yang mempengaruhinya adalah sebagai berikut: 1. Agen sosialisasi politik, yang terdiri dari keluarga, pendidikan, media massa, kelompok sebaya, kelompok kerja, kelompok agama. Selain itu keberadaan kelompok kepentingan dan organisasi kemasyarakatan memberi pengaruh sebagai agen sosialisasi politik terhadap partisipasi masyarakat. 2. Materi sosialisasi politik, yaitu pengetahuan, nilai-nilai dan sikap-sikap politik yang hidup di masyarakat. 3. Mekanisme sosialisasi politik, di bagi menjadi tiga yaitu imitasi, instruksi dan motivasi. 4. Pola sosialisasi politik proses yang terus berkesinambungan, untuk mengetahui proses sosialisasi, yang terdiri dari badan atau instansi yang melakukan proses sosialisasi, hubungan antara badan atau instansi tersebut dalam melakukan proses sosialisasi”. (Rush & Althoff, 2013:35-40). Berdasarkan pendapat di atas maka proses keberhasilan sosialisasi politik yaitu pertama, agen sosialisasi politik merupakan pihak yang melaksanakan sosialisasi politik. Agen sosialisasi merupakan pemeran utama dalam keberhasilan proses sosialisasi politik untuk menyebarkan atau menanamkan nilainilai dan norma norma yang terdapat dalam materi sosialisasi politik. Keberhasilan tersebut ditentukan oleh mekanisme yang terencana dan digambarkan dalam pola
proses sosialisasi yang baik apabila prosesproses tersebut dapat tersusun, maka penyebaran informasi mengenai materi sosialisasi politik dapat dengan tepat disampaikan ke sasaran sosialisasi. Agen sosialisasi politik adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Agen sosialisasi politik tersebut antara lain: a. Keluarga adalah agen sosialisasi terdiri atas orang tua dan saudara kandung. (Sunarto, 2004:24). Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa ayah, ibu, kakek, nenek, kakak, adik, paman, bibi dan saudara lainnya merupakan agen pertama dalam sosialiasi politik. b. Kelompok pendidikan adalah agen sosialisasi yang berada pada sistem pendidikan formal. Mempersiapkan untuk menguasaan peran-peran baru dikemudian hari, dikala seseorang tidak tergantung lagi pada orang tuanya. (Sunarto, 2004:25). Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa pendidikan formal akan membentuk pengetahuan dan pengalaman baru seseorang. c. Media massa adalah sebagai agen sosialisasi yang berpengaruh pula terhadap perilaku khalayaknya. Sunarto secara rinci menjelaskan tentang agen media massa sebagai berikut, “agen media massa ini merupakan bentuk peningkatan teknologi yang memungkinkan peningkatan kualitas pesan serta peningkatan frekuensi penerapan masyarakat pun memberi peluang bagi media massa untuk berperan sebagai agen sosialisasi yang semakin penting”. (Sunarto, 2004:26). Berdasarkan hal tersebut, maka media massa seperti koran, majalah, siaran televisi, internet dan lain sebagainya merupakan bentuk informasi yang kuat dalam masyarakat mengingat tampilan tiga dimensi dalam media massa dapat memberikan kesan adanya kualitas yang dapat meyakinkan masyarakat dalam hal sosialisasi. d. Kelompok sebaya adalah seseorang belajar berinteraksi dengan orang yang sebaya dan sederajat. (Sunarto, 2004:25). Pada tahap ini seseorang memasuki tahap mempelajari aturan yang mengatur peran seseorang yang kedudukannya sederajat dalam kelompok ini seseorang mulai belajar nilai-nilai keadilan.
164
e. Kelompok kerja adalah kelompok yang melakukan pekerjaan sejenis. Berdasarkan hal tersebut, maka kelompok kerja merupakan kumpulan orang-orang yang melakukan pekerjaaan yang sama, dimana seseorang dengan mudah untuk diarahkan kepada suatu keadaan yang diharapkan. f. Kelompok agama adalah kelompok yang tumbuh berdasarkan rasa solidaritas pada sanak saudara, kerabat, agama, wilayah kelompok etnis dan pekerjaan. g. Kelompok kepentingan adalah agen sosialisasi dalam kelompok asosiasional seperti Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), kelompok nonasosiasional seperti paguyuban pasundan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti organisasi masyarakat. Kedua, materi sosialisasi politik merupakan isi yang akan disampaikan kepada sasaran sosialisasi. Pada dasarnya, materi sosialisasi harus mengandung pengetahuan, nilai-nilai dan sikap-sikap politik yang hidup di masyarakat adalah sebagai berikut: 1. Pengetahuan adalah bila seseorang memiliki pengertian (understanding) atau sikap (attitude) tertentu, yang diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman sendiri. (Syafiie, 2005:2). Pengetahuan merupakan bagian dari suatu ilmu dan ilmu dapat dimiliki dari pendidikan yang didapat baik formal maupun informal dan pengalaman yang pernah terjadi. 2. Nilai-nilai politik adalah nilai-nilai yang mempedominani manusia untuk mewujudkan nilai-nilai keadilan dan kebenaran memberi pengalaman kepada manusia tentang kehidupan manusia. (Soemarno, 2004:55). Nilai-nilai yang bermanfaat mendorong masyarakat untuk berupaya mempertahankan dan sekaligus untuk melestarikannya. Nilai-nilai itu adalah sebagai berikut: 1. Tradisi; terutama agama, tetapi juga termasuk ikatan-ikatan kekeluargaan dan tradisi pada umumnya. 2. Prestasi; ketekunan, pencapaian atau perolehan, ganjaran-ganjaran material, mobilitas sosial. 3. Pribadi; kejujuran, ketulusan, keadilan, dan kemurahan hati
4. Penyesuaian diri; bergaul dengan baik, menjauhkan diri dari kericuhan, menjaga keamanan dan kententraman. 5. Intelektual; belajar dan pengetahuan sebagai tujuan. 6. Politik; sikap-sikap dan kepercayaan berkaitan dengan pemerintahan. (Syarbaini, 2004:71). Nilai-nilai politik berprinsip pada etika yang dipegang dengan kuat oleh partai politik sehingga mengikatnya dan sangat berpengaruh pada prilakunya misalnya prestasi, pribadi dan intelektual, sedangkan norma yaitu aturan-aturan baku tentang perilaku politik yang harus dipatuhi oleh setiap partai politik misalnya tradisi, penyesuaian diri, serta sikap-sikap dan kepercayaan lainnya sehingga siap untuk menerima penilaian baik dan buruk dalam partai politik tersebut. 3. Sikap-sikap politik adalah berkaitan dengan nilai-nilai dalam kepercayaankepercayaan individu dapat memainkan peranan yang penting dalam penentuan reaksi terhadap rangsangan khusus dan terhadap pembentukan sikap-sikap ataupun pendapat-pendapat khusus akan tetapi sikap-sikap dapat mendahului nilainilai khususnya yang berlangsung pada dasar imitatif (dengan jalan menirukan)”. (Rush & Althoff, 2013:36-37). Berdasarkan hal tersebut, maka sikap-sikap politik merupakan nilai dan kepercayaan politik misalnya pada partai politik dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk dapat menarik perhatian masyarakat. Sikap politik akan memunculkan pengalaman sebagai gambaran masyarakat untuk menilai baik atau buruk yang akan mempengaruhi terhadap informasi yang didapatkan. Ketiga, mekanisme sosialisasi politik adalah cara mentransmisikan elemen-elemen dari sosialisasi melalui beberapa cara: 1. Imitasi, merupakan peniruan terhadap tingkah laku individu-individu,dan merupakan hal yang penting dalam sosialisasi pada masa kanak-kanak. 2. Intruksi, merupakan peristiwa penjelasan diri, akan tetapi para ahli mengatakan hal tersebut tidak terlalu diperlukan karena terbatas pada proses belajar formal.
165
3. Motivasi, lebih banyak diidentifikasikan dengan pengalaman. Motivasi adalah merupakan bentuk tingkah laku yang tepat yang dipelajari melalui proses coba-coba dan gagal, individu yang bersangkutan secara langsung belajar dari pengalaman mengenai tindakan-tindakan sama cocok dengan sikap-sikap dan pendapatpendapat sendiri. (Rush & Allthof, 2013:38). Berdasarkan pendapat di atas mekanisme sosialisasi politik berupa cara imitasi lebih cocok diterapkan dalam sosialisasi untuk masa kanak-kanak atau pada masa awal. Intruksi lebih banyak dilakukan pada proses belajar formal. Imitasi dan intruksi merupakan tipe-tipe khusus dari pengalaman akan tetapi motivasi lebih banyak diidentifikasikan dengan pengalaman. Sosialisasi merupakan proses yang berlangsung lama dan rumit yang dihasilkan dari usaha saling mempengaruhi diantara kepribadian individu dengan pengalamanpengalaman yang relevan untuk mempermudah hasil proses sosialisasi politik dibentuklah pola sosialisasi yang diilustrasikan dalam sebuah gambar. Pembuatan pola tersebut dilakukan setelah proses sosialisasi berjalan yang akan berkaitan dengan unsur-unsur sebelumnya. Keempat, pola sosialisasi politik adalah proses yang terus berkesinambungan untuk mengetahui proses sosialisasi, yang terdiri dari organisasi dan hubungan organisasi tersebut dalam melakukan proses sosialisasi misalnya pemerintah dan partai politik kepada yang diberikan sosialisasi misalnya aparatur pemerintah, anggota partai dan masyarakat. Menurut Jaeger dalam Sunarto, pola sosialisasi politik terdiri atas sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris adalah sebagai berikut: 1. Sosialisasi repsresif adalah menekankan pada pengunaan hukuman terhadap kesalahan. Sosialisasi represif pun mempunyai ciri lain seperti penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan, penekanan pada kepatuhan masyarakat pada agen sosialisasi, penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan titik berat sosialisasi pada agen sosialisasi dan pada keinginan agen
sosialisasi, dan peran masyarakat sebagai significant other. 2. Sosialisasi partisipatoris adalah pola yang di dalamnya diberi imbalan manakala berperilaku baik, penekanan diletakan pada interaksi, komunikasi bersifat lisan, masyarakat menjadi pusat sosialisasi, keperluan masyarakat dianggap penting dan masyarakat menjadi generalized other. (Sunarto, 2004:31). Berdasarkan pendapat di atas pola sosialisasi ada yang bersifat memaksa dan ada pula yang bersifat mengarahkan. Pola sosialisasi yang bersifat memaksa bersifat indoktrinasi artinya komunikasi satu arah dan menekankan pada tujuan tertentu secara mengikat dan tunduk terhadap perintah untuk mengikuti keinginannya. Pola sosialisasi yang bersifat komunikatif dan partisipatif mengarah kepada memberikan pengajaran dan contoh perilaku yang baik, komunikatif dan tidak berpihak pada keinginan tertentu secara memaksa. Partai Politik Partai politik merupakan kegiatan politik yang berkembang untuk mengatur pendukung dari berbagai golongan masyarakat dan kelompok-kelompok untuk mengembangkan organisasi yang berkembang menjadi penghubung antara rakyat dan para penguasa atau pemerintah, maka dari sini peneliti akan menguraikan definisi partai politik yang menurut Miriam Budiardjo sebagai berikut, “partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggotaanggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk melaksanakan programnya”. (Budiardjo, 2008:402-403). Berdasarkan pendapat di atas maka partai politik merupakan sarana atau wadah yang dapat menyatukan warga negara yang mempunyai pikiran berupa paham dan ideologi yang sama sehingga pikiran dan orientasi mereka bisa dikonsolidasikan sehingga dengan begitu pengaruh mereka bisa lebih besar dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan. Pendapat di atas pun mengarah kepada beberapa konsep pokok politik yang berkaitan dengan negara,
166
kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijaksanaan umum, pembagian dan alokasi nilai-nilai di dalam masyarakat. Sigmund Neumann mengemukakan pendapatnya tentang partai politik, sebagai berikut,“a political party is the articulate organization of society’s active political agents; those who are concerned with the control of government polity power, and who complete for popular support with other groups holding divergent views”. (Neumann, 1963:352). Berdasarkan pendapat di atas maka partai politik merupakan organisasi atau wadah dari bentuk kegiatan aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.
mereka sehingga pemahaman tersebut dapat mengarahkan kepada kesadaran terhadap peran, fungsi, serta hak dan kewajiban sebagai warga negara. Alvian mengemukakan pendidikan politik sebagai berikut, “pendidikan politik (dalam arti kata yang lebih ketat) dapat diartikan sebagai usaha yang sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka memahami dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun. Hasil dari penghayatan itu akan melahirkan sikap dan tingkah laku politik baru yang mendukung sistem politik yang ideal itu, dan bersamaan dengan itu lahir pulalah kebudayaan politik baru”. (Alfian, 1992:235). Berdasarkan pendapat di atas pendidikan politik merupakan suatu agenda setting dalam sosialisasi politik yang mengarahkan kepada penguatan pengembangan wawasan dan pengetahuan masyarakat tetang hak dan kewajiban sebagai warga negara kemudian mendapatkan pemahaman secara luas tentang politik dan perjalanan politik serta unsur-unsur yang ada didalamnya sehingga seiring perubahannya timbullah paradigma baru yang dapat mempengaruhi sistem politik tersebut dengan munculnya kebudayaan politik baru di masyarakat yang sesuai dengan perkembangannya.
Pendidikan Politik Pendidikan politik dilaksanakan atas dasar salah satu fungsi partai politik yang utama dalam proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Di negara demokrasi, masyarakat harus mampu berpartisipasi. Pendidikan politik merupakan salah satu bentuk peningkatan pengetahuan politik kepada masyarakat agar mereka dapat berpartisipasi secara maksimal dalam sistem politik. Maka dari itu peneliti akan menguraikan definisi pendidikan politik menurut Firmanzah, “pendidikan politik merupakan usaha dalam mentransformasikan hal-hal yang berkenaan dengan politik kepada pengurus, kader dan konstituen supaya sadar terhadap peran, fungsi, serta hak dan kewajibannya sebagai warga negara”. (Firmanzah, 2011:80). Berdasarkan pendapat di atas maka pendidikan politik merupakan bagian dari pengajaran dan pengembangan tentang politik dan ideologi negara, baik diberikan kepada partai politik yaitu kepada pengurus, kader dan para simpatisan partai politik kemudian kepada konstituen yaitu masyarakat umum. Pendidikan politik menunjukkan cara berpolitik yang sehat, berkompetisi yang baik, dan menghormati peraturan yang telah disepakati bersama karena masyarakat mengharapkan sosok pemimpin yang dapat mengarahkan mereka sekaligus mampu menjadi suri tauladan
Kerangka Pemikiran Sosialisasi politik merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat terutama dalam peningkatan pendidikan politik. Berdasarkan hal tersebut proses sosialisasi politik dalam masyarakat belajar mengenai sistem politik dan budaya politik. Sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat merupakan suatu agenda penting sebagai upaya proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta pemahaman-pemahaman lain tentang politik dan sistem politik yang sedang berjalan. Fokus utama dalam sosialisasi politik ini sebenarnya adalah DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat sebagai fungsi utamanya dalam menjalankan aktifitas kepartaiannya. Penelitian ini untuk melihat pencapaian sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan
167
Provinsi Jawa Barat, maka dibutuhkan suatu ukuran pencapaian sosialisasi politik dimana hal tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang ada di dalam masyarakat antara lain adalah faktor budaya, faktor politik dan faktor sosial. Pengukuran keberhasilan suatu proses sosialisasi politik ditentukan oleh: agen sosialisasi politik, materi sosialisasi politik, mekanisme sosialisasi politik dan pola sosialisasi politik. (Rush & Althoff, 2013:3540). Pertama, agen sosialisasi politik adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi dalam penelitian ini adalah DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat yang syarat akan sosial dan budaya yang tinggi, pelaksana sosialisasi politik tersebut meliputi keluarga sebagai anggota masyarakat kecil; Lembaga pendidikan baik formal maupun informal; Media massa baik dari media televisi, radio, surat kabar dan lain sebagainya; Kelompok kerja seperti buruh, karyawan pabrik dan lain sebagainya; Kelompok agama seperti pemuka agama, para kiai, ustadz; Kelompok kepentingan dari berbagai macam kepentingan seperti asosiasi masyarakat dan organisasi masyarakat (ormas). Agen sosialisasi politik merupakan faktor penting yang harus ada sebagai pelaksana sosialisasi politik dan hubungannya terhadap agen-agen sosialisasi lainnya. Kedua, materi sosialisasi politik adalah isi yang akan disampaikan kepada sasaran sosialisasi yang mengandung nilai-nilai dan norma-norma. Materi sosialisasi politik tersebut meliputi pengetahuan yang didalamnya ada nilai-nilai dan sikap politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat. Materi sosialisasi ini akan mengarah pada tingkat prestasi berkenaan dengan ketekunan, pencapaian atau perolehan, ganjaranganjaran material, mobilitas sosial dalam partai politik. Materi sosialisasi ini akan membenahi pribadi partai politik dan masyarakat dengan dasarkejujuran, ketulusan, keadilan. Penyesuaian diri dengan bergaul dengan baik, menjauhkan diri dari kericuhan, menjaga keamanan dan kententraman dimana memiliki intelektualitas dari proses belajar dan pengetahuan politik dan sikap-sikap politik serta kepercayaan berkaitan dengan partai politik.
Ketiga, mekanisme sosialisasi politik adalah proses berjalannya sosialisasi politik yaitu dengan imitasi, instruksi dan motivasi. Mekanisme sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dapat dilihat dengan imitasi. Di Jawa Barat, peniruan terhadap tingkah laku individu-individu merupakan hal penting dalam sosialisasi politik. Mengingat banyaknya anak-anak kecil dalam menyaksikan dan pembentukan pendidikan politik di usia dini. Intruksi sebagai peristiwa penjelasan diri akan tetapi para ahli mengatakan hal tersebut tidak terlalu diperlukan karena terbatas pada proses belajar formal. Di Jawa Barat, banyaknya institusi pendidikan seperti sekolah tinggi dan perguruan tinggi yang mempelajari politik. Hal tersebut mampu menekan fungsi sosialisasi politik ini untuk berjalan lebih baik lagi dan sampai kepada sasaran yang diharapkan. Adanya motivasi berupa tingkah laku yang tepat yang dipelajari melalui proses coba-coba dan gagal individu yang bersangkutan secara langsung belajar dari pengalaman mengenai tindakan-tindakan sama cocok dengan sikapsikap dan pendapat-pendapat sendiri karena dengan itu masyarakat dapat mengambil pengalaman-pengalaman yang ada dan memahaminya lalu menerapkannya. Keempat, pola sosialisasi adalah bentuk penyampaian sosialisasi yang dilakukan berdasarkan aturan atau ukuran tertentu dilakukan setelah proses sosialisasi berjalan yang akan berkaitan dengan unsurunsur sebelumnya. Pola sosialisasi politik dilakukan dalam dua bentuk yaitu oleh organisasi baik organisasi pemerintahan dan partai politik. Segi penyampaian pesannya sosialisasi politik oleh DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dengan mengindikasikan pendidikan politik sebagai proses komunikasi diantara pemberi dan penerima pesan, melalui proses ini masyarakat Provinsi Jawa Barat dapat mengenal dan mempelajari nilai-nilai, norma-norma dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik, seperti sekolah pemerintah dan partai politik. Indoktrinasi politik sebagai proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan memanipulasi warga masyarakat Provinsi Jawa Barat untuk menerima nilai, norma dan simbol yang dianggap pihak yang berkuasa sebagai ideal dan baik melalui berbagai forum pengarahan yang penuh paksaan psikologis
168
dan latihan yang penuh disiplin serta sosialisasi politik yang diselenggarakan oleh pemerintah berupa pendidikan formal, seminar dan pola sosialisasi lainnya. Ukuran pencapaian di atas sangat berpengaruh terhadap pengukuran sosialisasi politik karena dapat melihat seberapa besar keberhasilan yang telah berjalan dengan baik khususnya mengetahui Sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat melalui pendidikan politik masyarakat Provinsi Jawa Barat. Sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dapat dilihat dari agen sosialisasi politik, materi sosialisasi politik, mekanisme sosialisasi politik dan pola sosialisasi politik, dimana faktor–faktor tersebut diharapkan mampu meningkatkan partisipasi politik masyarakat di Provinsi Jawa Barat. Sosialisasi politik merupakan suatu proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajibandan tanggung jawab kepada masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta mampu mencerdaskan, membangun etika, dan menciptakan budaya politik pada masyarakat. Oleh karena itu, sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat sangat dibutuhkan dan diharapkan dapat berjalan dengan baik sehingga akan meningkatnya pendidikan politik masyarakat di Provinsi Jawa Barat. Optimalisasi sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat merupakan hal yang ingin dicapai dalam sebuah program yang telah direncanakan. Meningkatnya sosialisasi politik masyarakat di Provinsi Jawa Barat menjadikan Provinsi Jawa Barat sebagai daerah yang unggul, cerdas, berpengetahuan dan berpartisipatif. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka definisi operasional dalam penelitian ini adalah: 1. Sosialisasi adalah satu proses belajar kebudayaan politik atau kegiatan yang dilaksanakan DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat. 2. Politik adalah usaha DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat untuk mempengaruhi masyarakat Provinsi Jawa Barat dalam memberikan pendidikan politik untuk mewujudkan pemahaman ide-ide, asasasas, sejarah pembentukan negara, hakekat negara, bentuk negara, tujuan negara dan keberadaan pemilihan umum sebagai usaha DPD PDI Perjuangan
Provinsi Jawa Barat untuk membentuk hubungan dengan masyarakat Provinsi Jawa Barat sehingga terbentuknya suatu aturan, kewenangan, perilaku pejabat, legalitas kekuasaan dan akhirnya kekuasaan. 3. Sosialisasi Politik adalah proses DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat mempengaruhi masyarakat Provinsi Jawa Barat untuk mengenali sistem politik, yang kemudian menetukan sifat persepsipersepsinya mengenai politik serta reaksireaksinya terhadap gejala-gejala politik. 4. DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat adalah suatu bagian partai politik dari PDI Perjuangan berada di tingkat daerah provinsi yang bekerja melaksanakan tugas dan fungsinya untuk mensosialisasikan politik di Provinsi Jawa Barat. 5. Sosialisasi Politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dapat dilihat tingkat keberhasilannya meliputi: 1) Agen sosialisasi politik adalah pihak yang melaksanakan sosialisasi politik dalam penelitian ini adalah DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat kepada masyarakat Provinsi Jawa Barat dan hubungan antara DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dengan agen sosialisasi politik lainnya meliputi: a. Keluarga adalah bagian terkecil dalam suatu kelompok masyarakat dalam memberikan sosialisasi politik masyarakat Provinsi Jawa Barat. b. Kelompok pendidikan adalah agen sosialisasi yang berada pada sistem pendidikan formal misalnya para akademisi baik perguruan tinggi maupun pendidikan di Provinsi Jawa Barat. c. Media massa adalah komunikator yang cepat dan meluas menjadi daya tarik masyarakat dalam memberikan sosialisasi politik masyarakat Provinsi Jawa Barat baik elektronik berupa televisi dan radio, media cetak berupa koran, majalah dan surat kabar lainnya serta media teknologi seperti internet. d. Kelompok kerja adalah kelompok yang melakukan pekerjaan sejenis
169
Provinsi Jawa Barat secara pribadi dan menyeluruh. e. Kelompok agama adalah kelompok yang tumbuh berdasarkan rasa solidaritas misalnya para tokoh pemuka agama, tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh lainnya dalam memberikan sosialisasi politik masyarakat Provinsi Jawa Barat. f. Kelompok kepentingan adalah komunitas kelompok baik berasosiasi seperti Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI), kelompok nonasosiasi seperti Paguyuban dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta organisasi masyarakat lainnya dalam memberikan sosialisasi politik masyarakat Provinsi Jawa Barat. 2) Materi sosialisasi politik adalah muatan isi dari pesan yang disampaikan DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat kepada masyarakat dalam memberikan sosialisasi politik masyarakat Provinsi Jawa Barat. Materi sosialisasi politik tersebut meliputi: a. Pengetahuan adalah sesuatu yang didapatkan dari sebuah pendidikan dan pengalaman DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dalam memberikan sosialisasi politik masyarakat Provinsi Jawa Barat. b. Nilai-nilai politik adalah etika dan prilaku politik yang dimiliki DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran memberi pengalaman kepada masyarakat tentang politik. c. Sikap-sikap politik adalah nilai-nilai DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dalam memberikan sosialisasi politik masyarakat Provinsi Jawa Barat. 3) Mekanisme sosialisasi politik adalah cara menyampaikan materi sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat kepada masyarakat Provinsi Jawa Barat. Mekanisme sosialisasi politik tersebut meliputi: a. Imitasi adalah peniruan atau tingkah laku DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dalam memberikan sosialisasi politik masyarakat Provinsi Jawa Barat.
b. Instruksi adalah penjelasan secara langsung dari DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dalam memberikan sosialisasi politik masyarakat Provinsi Jawa Barat. c. Motivasi adalah berupa pengalaman atau tingkah laku DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat baik dalam prestasi maupun inspiratif dalam memberikan sosialisasi politik masyarakat Provinsi Jawa Barat. 4) Pola sosialisasi politik adalah proses sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat kepada masyarakat Provinsi Jawa Barat. Pola sosialisasi politik tersebut meliputi: a. Pola repsresif adalah penekanan formal pada internal partai untuk mengikuti kesepakatan, aturan, arah kebijakan dan perjuangan partai dalam hal memberikan sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat. Pola repsresif ini ditekankan pada penggunaan materi sosialisasi politik yang akan disampaikan kepada anggota internal partai maupun simpatisan yang bersifat satu arah dan nonverbal. b. Pola partisipatoris adalah pola yang penekanannya diletakan pada interaksi, komunikasi dua arah yaitu DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat sebagai komunikator dan masyarakat sebagai komunikan yang menjadi pusat sosialisasi, dimana keperluan masyarakat itu dianggap penting. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, peneliti membuat kerangkat pemikiran sebagai berikut:
170
Model Kerangka Pemikiran
1.
Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, dan UUD 1945 serta menjaga kebhinekaan bangsa. 2. Memperkokoh budaya gotong royong dalam memecahkan masalah bersama. 3. Memperkuat ekonomi rakyat melalui penataan sistem produksi, reform agrarian, pemberian proteksi, perluasan akses pasar dan permodalan. 4. Menyediakan pangan dan perumahan yang sehat dan layak bagi rakyat. 5. Membebaskan biaya berobat dan biaya pendidikan bagi rakyat. 6. Memberikan pelayanan umum secara pasti, cepat dan murah. 7. Melestarikan lingkungan hidup dan sumber daya alam, serta menerapkan aturan tata ruang secara konsisten. 8. Mereformasi birokrasi pemerintahan dalam membangun tata pemerintahan yang baik, bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. 9. Menegakkan prinsip-prinsip demokrasi partisipatoris dalam proses pengambilan keputusan. 10. Menegakkan hukum dengan menjunjung tinggi asas keadilan dan hak asasi manusia. (DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat, 2014). Arah umum atau pandangan DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat adalah mengarah kepada empat pilar kebangsaan Indonesia yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika dengan prinsip gotong royong dan ekonomi kerakyatan memfasilitasi dan melayani kebutuhan serta kepentingan rakyat Provinsi Jawa Barat. DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan sebagai stabilitas politik dengan memberikan stimulus reformasi birokrasi dalam membangun tata berpemerintahan yang baik dan benar serta bebas dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dengan berprinsip pada demokrasi partisipasi dan menjunjung tinggi keadilan dan hak asasi manusia. Pedoman dan penghayatan Pancasila DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat sebagai berikut: 1. Kebangsaan; 2. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan;
Pelaksanaan Fungsi Sosialisasi Politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat
1) Agen Sosialisasi Politik, meliputi: a. Keluarga b. Kelompok Pendidikan c. Media Massa d. Kelompok Kerja e. Kelompok Agama f. Kelompok Kepentingan 2) Materi Sosialisasi Politik, meliputi: a. Pengetahuan b. Nilai-nilai c. Sikap Politik 3) Mekanisme Sosialisasi Politik, meliputi: a. Imitasi b. Instruksi c. Motivasi 4) Pola Sosialisasi Politik, meliputi: a. Repsresif b. Partisipatoris
Meningkatnya Partisipasi Politik Masyarakat Provinsi Jawa Barat
OBJEK DAN METODE PENELITIAN Objek Penelitian Objek penelitian dalam penelitian ini adalah DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dalam memberikan sosialisasi politik kepada masyarakat di Provinsi Jawa Barat. DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat merupakan organisasi partai politik PDI Perjuangan yang berada di Provinsi Jawa Barat memiliki kewenangan tugas, pokok dan fungsi untuk mengurus partai di daerah seperti Dewan Pengurus Cabang (DPC) sampai tingkat ranting sesuai dengan pedoman Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang berlaku. Dasa prasetya atau arah umum program partai sebagai doktrin perjuangan yang wajib dilaksanakan sebagai berikut:
171
3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; 5. Ketuhanan. (DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat, 2014). DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat mempedomani dan berpenghayatan terhadap Pancasila sebagai wujud kebangsaan dan kebhinekaan bangsa, kemudian berperi kemanusiaan yaitu memiliki kesamaan hak dan menjalankan kewajiban terhadap pelaksanaan tugas, pokok dan fungsi partai. Demokrasi sebagai pilar dalam memutuskan putusan secara tegas, adil dan mufakat untuk tujuan dan kepentingan bersama. DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat mengangkat derajat hidup masyarakat Provinsi Jawa Barat dengan mewujudkan kesejahteraan sosial dan adab menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dengan berprinsip kepada toleransi antar masyarakat terhadap keyakinan, keagamaan dan ketuhanan.
dikumpulkan sebagai bahan acuan yang dijadikan landasan dalam menyusun penelitian sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat. Teknik pengumpulan data dengan Observasi, Wawancara, dan Dokumentasi. Pertimbangan penentuan informan dalam penelitian ini didasarkan sesuai dengan informan yang bersangkutan dalam sosialisasi politik dengan teknik purposive. Pengambilan informan penelitian yang berkaitan dengan sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat yaitu Pimpinan DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat, Pimpinan DPC PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat, masyarakat Provinsi Jawa Barat, tokoh masyarakat Provinsi Jawa Barat, media massa, institusi perguruan tinggi dan organisasi masyarakat maupun paguyuban di Provinsi Jawa Barat. HASIL DAN PEMBAHASAN Agen Sosialisasi Dalam Pelaksanaan Fungsi Sosialisasi Politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat Sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat melalui agen-agen sosialisasi lainnya sangat penting dalam memberikan sosialisasi politik kepada masyarakat. Tetapi jika dilihat dari peranan agen sosialisasi yang dikemukakan oleh Michael Rush dan Phillip Althoff tingkat partisipasi politik masyarakat akan meningkat, apabila agen sosialisasi tersebut berjalan dan berhubungan dengan agen sosialisasi pelaku utamanya, sehingga sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat melalui agen-agen sosialisasi lainnya perlu untuk ditingkatkan, dikarenakan saat ini minimnya hubungan dan kerjasama antara DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dengan agen-agen sosialisasi tersebut. Tetapi jika peranan dan hubungan antara hierarki organisasi DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dengan DPC kabupaten atau kota dapat bersinergis, fokus dan berjalan dengan baik, maka sebagai pelaku utama sosialisasi politik yang dilakukan oleh DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat kepada masyarakat akan mengenai dan tepat pada sasaran.
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu menggambarkan dan menganalisa data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data berdasarkan keadaan yang nyata. Metode penelitian deskriptif pertama peneliti merumuskan masalah, selanjutnya mencari informasi mengenai masalah kemudian menggambarkan permasalahan yang terjadi yang kemudian meringkas dan menarik gambaran tentang kondisi dan situasi yang menjadi masalah dalam penelitian ini. Berdasarkan metode tersebut, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, dimana pendekatan ini bagi peneliti dapat mempelajari dan menggambarkan berbagai fenomena, semua kegiatan, keadaan dan kejadian yang dipengaruhi oleh sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat, dimana peneliti harus dapat memahami proses interpretasi dan melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang diteliti. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dengan studi pustaka, peneliti akan menganalisis beberapa data berupa referensi berdasarkan buku yang berkaitan dengan teori-teori yang menjadi acuan peneliti serta diktat perkuliahan, artikel, buku-buku dan dokumentasi lainnya untuk
172
Materi Dalam Pelaksanaan Fungsi Sosialisasi Politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat Materi sosialisasi politik adalah muatan isi yang disampaikan oleh DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat kepada anggota internal partai maupun masyarakat umum. Materi sosialisasi ini akan mengarah pada tingkat prestasi berkenaan dengan ketekunan, pencapaian atau perolehan, ganjaran-ganjaran material, mobilitas sosial pada DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat. Esensi materi sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat secara umum bersifat faktual. Materi sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat meliputi pengetahuan yang didalamnya memiliki nilai-nilai dan sikap politik. Pengetahuan yang disampaikan mendukung untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat sebagai suatu nilai khusus atau suatu sikap pada masyarakat, sehingga membentuk suatu kepercayaankepercayaan masyarakat yang dapat memainkan peranan penting dalam berpartisipasi politik. Materi sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat sesuatu yang didapatkan dari sebuah pendidikan dan pengalaman politik kepada masyarakat Provinsi Jawa Barat, dimana untuk mewujudkan suatu keadilan dan kebenaran memberi pengalaman kepada masyarakat tentang politik, maka sikap-sikap politik berupa nilai-nilai dan kepercayaan politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk dapat menarik perhatian masyarakat. Sikap politik akan memunculkan pengalaman sebagai gambaran masyarakat untuk menilai baik atau buruk yang akan mempengaruhi terhadap informasi yang didapatkan. Sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat melalui materi sosialisasi politik yang diberikan kepada masyarakat belum sepenuhnya mengenai sasaran. Muatan materi sosialisasi politik yang dimiliki masyarakat saat ini hanya sebatas pemahaman yang dimiliki dari orang tua, kakek dan nenek mereka saja yang didapatkan dari pengetahuan sejak jaman dahulu yang kemudian mereka sampaikan secara keberlangsungan kepada anak dan cucu mereka, kemudian media massa dan agen sosialisasi lainnya. Paradigma dan
ideologi politik serta perubahan nilai-nilai politik yang ada, mereka tidak memahami benar apa yang ada di DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat saat ini. Jika dilihat dari muatan materi sosialisasi politik yang dikemukakan oleh Michael Rush dan Phillip Althoff dimulai dari pengetahuan, nilai-nilai politik dan sikap-sikap politik, DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat telah memiliki semuanya bahkan jika dilihat semua aspek itu sangat baik, namun disayangkan yang menjadi kendala yaitu DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat memberikan materi sosialisasi politik itu secara penuh hanya kepada kader internal partai bukan kepada masyarakat. Sebenarnya teori yang dikemukakan oleh Michael Rush dan Phillip Althoff merupakan idealnya teori yang digunakan dalam sosialisasi politik. Jika saja teori ini diterapkan oleh DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat, maka materi sosialisasi politik ini dapat membantu menambah pengetahuan pendidikan politik di masyarakat Provinsi Jawa Barat secara luas. Mekanisme Dalam Pelaksanaan Fungsi Sosialisasi Politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat Mekanisme sosialisasi politik adalah cara mentransmisikan atau menyampaikan pengetahuan politik, nilai-nilai politik, dan sikap-sikap politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat kepada masyarakat umum. Mekanisme sosialisasi politik ini akan mengarah pada keberhasilan mempengaruhi anggota internal partai maupun masyarakat umum pada saat sosialisasi berlangsung. Mekanisme sosialisasi politik tersebut meliputi mekanisme imitasi, instruksi dan motivasi yang ada di DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat. Mekanisme sosialisasi politik tersebut secara rinci berupa peniruan atau tingkah laku, kemudian penjelasan secara langsung dan berupa pengalaman DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat baik dalam prestasi maupun inspiratif dalam memberikan sosialisasi politik masyarakat Provinsi Jawa Barat. Mekanisme sosialisasi politik merupakan strategi DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dalam menarik perhatian masyarakat maupun simpatisan untuk bersama-sama mendukung gagasan dan ideologi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi
173
Pola Dalam Pelaksanaan Fungsi Sosialisasi Politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat Pola sosialisasi politik adalah cara penyampaian materi dan mekanisme sosialisasi politik dilakukan oleh DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dalam hal melakukan proses sosialisasi politik kepada masyarakat umum. Pola sosialisasi politik ini akan mengarah pada keberhasilan mempengaruhi anggota internal partai maupun masyarakat umum pada saat sosialisasi berlangsung. Pola sosialisasi politik tersebut dipengaruhi oleh pemerintah seperti KPU dan Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) baik dipusat maupun di daerah dan partai politik seperti DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat. Pola sosialisasi politik tersebut meliputi pola repsresif dan pola partisipatoris. Sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat melalui pola sosialisasi politik yang diberikan kepada masyarakat dapat dikatakan masih sangat penting dan belum sepenuhnya mengenai sasaran masyarakat. Umumnya sekarang pada pola sosialisasi politik yang dilakukan dalam sosialisasi politik oleh partai politik pada masyarakat itu tidak dibangkitkan. Seharusnya sosialisasi itu mendengarkan dan kemudian membangkitkan gagasan-gagasan politik yang disampaikan, sehingga masyarakat itu bangkit dan mengerti apa yang disampaikan dalam konteks politik. Sosialisasi politik yang disampaikan berakibat kepada masyarakat yang mendengarkan dan kemudian berakibat melakukan pada tindakan lanjutan. Pola sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dalam hal sosialisasi politik itu penting, akan tetapi yang lebih penting lagi bagaimana ideologi DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat yang disosialisaikan itu bisa membangkitkan masyarakat. Salah satu strategi bagaimana pola sosialisasi politik dapat tercapai adalah melalui marketing politic bagaimana DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat mampu mempromosikan program dan gagasan politik yang ada. Program dan gagasan tentu harus menarik bagi masyarakat, sehingga akan ada feedback yang didapatkan dari masyarakat. Jika program dan gagasan itu tidak menarik untuk masyarakat, maka sosialisasi politik yang dilakukan kepada masyarakat akan
Jawa Barat. Hal tersebut dilakukan dari berbagai kalangan masyakat yang ada dimulai dari tingkatan masyarakat bawah, menengah dan atas kemudian kategori masyarakat anakanak, remaja dan dewasa. Mekanisme sosialisasi politik ini diatur dan direncanakan untuk dapat mentransformasikan pengetahuan, nilai-nilai dan sikap politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat kepada masyarakat, sehingga pendidikan politik masyarakat Provinsi Jawa Barat secara umum dapat meningkat. Sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat melalui mekanisme sosialisasi politik yang diberikan kepada masyarakat dapat dikatakan sangat penting dan belum sepenuhnya dapat berjalan dengan baik. Imitasi yang diperlukan misalnya hanya untuk mencari sosok karakter, sehingga bentuk prestasi dapat menjadi contoh dalam upaya sosialisasi politik kepada masyarakat. Instruksi mengenai program-program partai, ideologi partai maupun arah tujuan partai sebenarnya dalam hierarki organisasi telah dilakukan melalui rapat internal, musyawarah partai dan kongres, namun ketika instruksi tersebut hendak akan disosialisasikan sedikit ada kendala misalnya ada beberapa daerah yang membutuhkan strategi agar materi sosialisasi atau mekanisme sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat ini tercapai, sehingga instruksi yang seharusnya dijalankan sesuai musyawarah tersebut menjadi berubah ketika di lapangan. Motivasi yang dilakukan oleh DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat terlebih oleh tokoh-tokoh dan elit politik, sangat minim. Tokoh dan elit politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat hanya terfokus dikancah nasional dan pusat saja sekalipun ada memberikan arahan, masukan dan motivasi baik kepada kader internal partai maupun masyarakat secara langsung hanya pada saat tertentu saja, sehingga saat ini sebenarnya motivasi khususnya kepada kader atau anggota internal partai sangat dibutuhkan terlebih dalam hal sosialisasi politik kepada masyarakat.
174
berlalu begitu saja, salah satunya adalah komunikasi untuk memasarkan gagasan dan ideologi politik yang mengakibat masyarakat kurang memahami esensi materi sosialisasi politik dimulai dari pengetahuan, nilai-nilai dan sikap politik pada saat sosialisasi politik berlangsung.
1. DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dalam hal sosialisasi politik hendaknya meningkatkan jalinan hubungan kerjasama kepada agen-agen sosialisasi lainnya misalnya dengan melakukan MoU, seminar atau diskusi interaktif politik yang diadakan setiap sebulan sekali sebagai kontrol atau transformasi ideologi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat. 2. Pengetahuan, nilai-nilai dan sikap politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat hendaknya disampaikan secara penuh kepada masyarakat minimal membuat buku pedoman tentang gagasan ideologi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat sendiri mengenai sejarah partai, lambang partai, visi dan misi partai, tokohtokoh politik partai dan lain sebagainya yang dikemas dengan kajian dan sajian yang menarik. 3. Prestasi dan karakter pada kader atau anggota internal DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat harus lebih di tingkatkan misalnya dengan menerapkan sistem reward dan punishment dengan berbagai rangkaian acara misalnya pemilihan DPC, PAC, Ranting terbaik, pemilihan kader teladan, dan lain-lain. 4. Management Marketing Politic DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat sebagai promosi program dan gagasan politik kepada masyarakat harus di tingkatkan, dimana secara sinergis bekerjasama dengan instansi pemerintahan misalnya Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) baik di tingkat pemerintahan provinsi maupun kabupaten dan kota.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pelaksanaan fungsi sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat melalui peningkatan pendidikan politik masyarakat dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Agen sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat dilihat dari tugas dan kemampuan agen-agen sosialisasi saat ini sangat penting. Hal tersebut dikarenakan terbatasnya hubungan kerjasama antara DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat terhadap agen-agen sosialisasi lainnya. 2. Materi sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat tidak secara penuh tersampaikan, dilihat dari pengetahuan, nilai-nilai dan sikap politik yang dimiliki masyarakat saat ini sebagian besar belum memahami. Hal tersebut dikarenakan mobilisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat kepada masyarakat terlihat pada internal partai dan simpatisan. 3. Mekanisme sosialisasi politik dilihat dari imitasi, instruksi, dan motivasi yang dilaksanakan oleh DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat saat ini sangat penting, sehingga perlunya peningkatan prestasi dan sejumlah tokoh politik yang ada di DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat. 4. Pola sosialisasi politik DPD PDI Perjuangan Provinsi Jawa Barat saat ini sangat penting. Hal tersebut dikarenakan sebagai upaya strategi penyampaian gagasan dan ideologi politik kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA Aini, Nurul dan Ng. Philipus. 2004. Sosiologi dan Politik. Jakarta: PT. Raja Grasindo Persada. Alfian. 1992. Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia. Althoff, Michael Rush dan Phillip. 2013. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Firmanzah. 2011. Mengelola Partai Politik Komunikasi dan Positioning Ideologi
Rekomendasi Berdasarkan pada kesimpulan di atas, maka peneliti mengajukan beberapa rekomendasi yaitu:
175
Politik di Era Demokrasi. Jakarta: Yayasan Pusaka Obor. Friedrich, Carl J. 1967. An Introduction to Political Theory: Twelve Lectures at Harvard. New York: Harper and Row. Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Neumann, Sigmund. 1963. Modern Political Parties in Comparative Politics: A Reader. London: The Free Pressof Glencoe. Rush, Michael. 1992. Politics and Society: An Introduction to Political Sociology. Hemel Hempstead: Harvest Wheatsheap. Soelaeman, M. Munandar. 2001. Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama. Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Universitas Indonesia. Surbakti, Ramlan. 1999. Memahami Ilmu Politik. Jakarta:Rajawali Press. Susanto.1992. Pengantar sosialisasi. Jakarta: Rajawali Press. Sutaryo. 2005. Dasar-Dasar Sosialisasi. Jakarta: Rajawali Press. Syafiie, Inu Kencana. 2005. Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung: PT. Refika Aditama. . 2007. Pengantar Filsafat. Bandung: PT. Refika Aditama. Syarbaini, Syahrial. 2004. Sosiologi dan Politik. Jakarta: Ghalia Indonesia.
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/39511 7-golput-pilkada-jawa-barat-meningkatkanbanding-2008. Diakses pada tanggal 21 Maret 2014, pada pukul 14:12 WIB.
Dokumen : Dewan Pimpinan Daerah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Provinsi Jawa Barat 2014. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Amanden I, II, III dan IV). Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik.
Rujukan Elektronik : http://jabarprov.go.id/index.php. Diakses pada tanggal 14 Maret 2014, pada pukul 19:16 WIB.
176
KUALITAS PELAYANAN APARATUR DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA BARAT DALAM PROGRAM UNGGULAN WEBSITE www.disnakjabar.prov.go.id Tatik Rohmawati22 dan Ari Yunadi23
ABSTRAK Website www.disnakjabar.prov.go.id. merupakan wujud dari pelaksanaan e-Government di Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Proses Pelayanan dalam memberikan informasi tentang peternakan kepada masyarakat yang dilakukan melalui Website www.disnakjabar.prov.go.id. sangat diperlukan dan dibutuhkan oleh masyarakat karena dapat membantu dalam mendapatkan informasi seputar hewan ternak. Permasalahan yang timbul dalam proses pelayanan yang diberikan kepada masyarakat melalui Website www.disnakjabar.prov.go.id. yaitu masih ada kekurangan dalam memberikan informasi peternakan atau merespon pertanyaan-pertanyaan serta keluhan yang dilakukan masyarakat melalui Website www.disnakjabar.prov.go.id. Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori Kualitas Pelayanan Prima yang dikemukakan oleh Lijan Poltak Sinambela, yang terdiri dari empat model yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu transparansi, akuntabilitas, partisipatif, kesamaan hak. kondisional, partisipatif, kesamaan hak dan keseimbangan hak dan kewajiban. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriftif dengan pendekatan kualitatif. Teknik penentuan informan yang digunakan adalah purposive. Kata kunci : Kualitas pelayanan, Aparatur, Program Unggulan dan peluang interaksi antara masyarakat dengan aparatur, serta ruang dan peluang suatu proses jual beli yang terjadi di dalam salah satu fitur tersebut. Dari beberapa fitur yang disediakan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, peneliti mendapatkan informasi tentang bagaimana tanggapan dari masyarakat pengguna pelayanan website yang disediakan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Dalam pelayanan yang disediakan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat terdapat beberapa permasalahan dalam pelayanan, yang seringkali dijumpai saat memproses data yang akan dijual atau dipasarkan, website sering mengalami gangguan atau berupa link error, serta adanya fitur yang di luar tanggung jawab Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat seperti kontak bisnis, semua produk yang ditawarkan oleh masyarakat yamg mengiklankan hasil produk mereka, itu di luar tanggung jawab Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, dikarenakan forum kontak bisnis diluar produk binaan atau para pelaku ternak binaan Dinas Peternakan Provinsi Jawa
PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat No. 07 Tahun 2009 tentang pendayagunaan website di lingkungan lembaga pemerintahan, Dinas Peternakan membuat suatu terobosan untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat yang khususnya dibidang website. Kuliatas pelayanan berangkat dari bagaimana kinerja aparatur agar mementingkan pelayanan terhadap masyarakat dan mendapatkan respon atau tanggapan positif dari masyarakat. Dalam penelitian ini, peneliti tertarik khususnya membahas program unggulan yang ada di dalam fitur website Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, Program unggulan di Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat adalah wadah bagi masyarakat untuk memasarkan hasil ternak mereka, fitur dari program unggulan di Dinas Perternakan Provinsi jawa Barat terdiri dari, kontak bisnis, forum kunsultasi, serta produk ternak. Dalam fitur tersebut tersedia ruang 22 23
Dosen Tetap Prodi Ilmu Pemerintahan Unikom Alumni IP Unikom
177
Barat. Hal ini memungkinkan terjadinya penipuan terhadap calon pembeli, serta keterlambatan membalas pertanyaan disalah satu forum yang di sediakan, dan mengenai sikap yang diberkan kepada masyarakat, serta hasil yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. 2) Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, untuk memperjelas fokus masalah yang akan diteliti maka, ditetapkan rumusan masalahnya yaitu. Bagaimana Kualitas Pelayanan Aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Dalam Program Unggulan Website www.disnak jabar.prov.go.id
3)
Maksud dan Tujuan Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas pelayanan Aparatur Dinas Peternakan Jawa Barat dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui Website www.disnakjabar.prov.go.id. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui transparansi pelayanan aparatur Dinas Peternakan Jawa Barat dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui program unggulan website www.disnakjabar.prov.go.id. 2) Untuk mengetahui akuntabilitas Dinas Peternakan Jawa Barat dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui program unggulan website www.disnakjabar.prov.go.id. 3) Untuk mengetahui aparatur Dinas Peternakan dalam mendorong partispasi atau keikut sertaan masyarakat ternak dalam mengakses website www.disnaskjabar.prov.go.id. 4) Untuk mengetahui perlakuan aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat terhadap masyarakat ternak dalam mengakses program unggulan website www.disnakjabar.prov.go.id
Provinsi Jawa Barat dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui Website www.disnak jabar.prov.go.id, sehingga dapat memperoleh gambaran mengenai kesesuaian fakta dilapangan dengan teori yang ada. Secara teoritis, diharapkan berguna untuk mengembangkan teori-teori yang relevan dengan permasalahan dalam penelitian ini dan dapat memberikan kontribusi positif bagi perkembangan Ilmu Pemerintahan khususnya eGovernment. Secara praktis, diharapkan bermanfaat untuk Aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui Website www.disnakjabar.prov.go.id.
KAJIAN PUSTAKA Pengertian atau makna atas konsep kualitas telah diberikan oleh banyak pakar dengan berbagai sudut pandang yang berbeda, sehingga menghasilkan definisidefinisi yang berbeda pula. Goesth dan Davis yang dikutip Tjiptono, mengemukakan bahwa kualitas diartikan “sebagai suatu kondisi dinamis dimana yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan” (Tjiptono, 2004:51). Konsep atau definisi kualitas yang dikemukakan oleh Davis L. Goetsch: “Quality is a dynamics state associated with product, service, people, process and environment that meet or exceeds expectation”. (Kualitas adalah sebuah keadaan dinamis, dapat berubah – ubah sejalan dengan waktu. Kualitas dihubungkan tidak hanya pada produk dan jasa tetapi juga pada manusia sebagai penghasil produk atau jasa tersebut). (Goetsch, 2000 : 50) Berdasarkan pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa sesuatu yang berkualitas itu akan dapat berubah berdasarkan waktu dan perkembangan jaman. Kualitas tidak hanya berorientasi pada layanan produk dan jasa. Aparatur sangat menentukan bentuk dari kualitas. Kualitas pelayanan aparatur memiliki kaitan dengan kepuasan masyarakat. Menurut Triguno dalam buku yang berjudul Budaya Kerja, Menciptakan Lingkungan yang Kondusif untuk
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan yang bersifat teoritis dan praktis, sebagai berikut : 1) Bagi peneliti, berguna untuk menambah pengalaman, wawasan, pengetahuan dan memahami Pelayanan Aparatur Dinas Peternakan
178
Meningkatkan Produktivitas Kerja, kualitas merupakan: “standar yang harus dicapai oleh seseorang atau kelompok atau lembaga organisasi mengenai kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, proses dan hasil kerja atau produk yang berupa jasa. Berkualitas mempunyai arti memuaskan kepada yang dilayani, baik internal maupun eksternal dalam arti optimal pemenuhan atas tuntutan masyarakat”. (Triguno, 1997:76). Berdasarkan pernyataan diatas, bahwa kualitas merupakan hasil yang harus dicapai oleh seseoarang atau lembaga organisasi, yang mencangkup segala aspek, serta memberikan dampak yang memuaskan kepada konsumen, serta dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Hal ini sejalan dengan pendapat Tjiptono dalam bukunya Manajemen Jasa: “Kualitas adalah kesesuaian dengan persyaratan, kecocokan pada pemakaian, perbaikan atau penyempurnaan, berkesinambungan, bebas dari kerusakan atau cacat, pemenuhan kebutuhan pelanggan baik sejak awal maupun setiap saat, melakukan segala sesuatu dengan benar sejak awal dan sesuatu dilakukan untuk membahagiakan pelanggan“(Tjiptono, 2004 : 42). Berdasarkan definisi kualitas di atas, dapat dikatakan bahwa, kualitas merupakan suatu patokan dasar yang harus dicapai oleh seseorang maupun kelompok dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, Serta pemenuhan segala kebutuhan masyarakat, memberikan pelayanan yang harus dilakukan dengan benar dan sesuai dengan keinginan masyarakat dan harus dilakukan demi kepuasan pelanggan, serta proses pemenuhan dilaksanakan dengan benar dan memuaskan masyarakat. Undang-Undang Pelayanan Publik secara resmi bernama UndangUndang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Undang-Undang Pelayanan Publik adalah undangundang yang mengatur tentang prinsipprinsip pemerintahan yang baik yang merupakan efektifitas fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri. pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan atau koporasi yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan,
bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik. Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang peningkatan pelayanan publik, sebagai upaya untuk mempertegas hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya tanggung jawab negara dan korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik Sebelum membahas pengertian pelayanan publik, sebaiknya terlebih dahulu dibahas mengenai pengertian pelayanan. Arti pelayanan berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 adalah . “Pelayanan umum adalah segala bentuk pelayanan yang diberikan oleh pemerintah pusat atau daerah, BUMN / BUMD, dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat, dan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku” (KEPMENPAN, 1993 : 6). Pengertian tersebut sejalan dengan pendapat Moenir, dalam memberikan pelayanan terbaik kepada publik harus dilakukan dengan cara : 1) Memberikan kemudahan dalam pengurusan hal – hal yang dianggap penting, 2) Memberikan pelayanan secara wajar, 3) Memberikan perlakuan yang sama tanpa pilih kasih, 4) Bersikap jujur dan terus terang. (Moenir, 2006 : 47) Menurut kedua pendapat di atas bahwa pelayanan adalah hasil kerja pemerintah dalam memenuhi kebutuhan
179
masyarakat. Menyiapkan dan memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam pengurusan hal-hal yang penting. Pelayanan yang diberikan berdasarkan aturan yang berlaku. Pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dilaksanakan secara wajar. Agar tidak timbul kecemburuan sosial di masyarakat. Pemerintah harus bersikap jujur dan terbuka dalam melayani masyarakat. Pemerintah tidak membeda-bedakan perlakuan dalam memberikan pelayanan. Menurut Sinambela dalam bukunya yang berjudul Reformasi Pelayanan Publik, bahwa pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai berikut: “Pelayanan publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara pemerintah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, Negara didirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat”. (Sinambela, 2006:5) Sesuai dengan definisi di atas, pelayanan publik merupakan pemenuhan kebutuhan masyarakat oleh aparatur pemerintahan. Aparatur bekerja menjalankan roda birokrasi. Aparatur bekerja dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan definisi-definisi pelayanan di atas, dapat dilihat bahwa pemberian pelayanan merupakan proses yang dilakukan organisasi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan bersama. Pelayanan publik merupakan pemberian layanan dari organisasi pemerintah dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat serta dalam rangka mengimplementasikan ketentuan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Pendapat lain mengenai definisi pelayanan publik dikemukakan oleh Moenir adalah, “kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor materil melalui sistem, prosedur, dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan haknya” (Moenir, 1995:26). Sejalan dengan pendapat tersebut, Sadu Wasistiono mengemukakan bahwa: “pelayanan publik adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan
atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat”. (Wasistiono, 2001:51-52). Berdasarkan kedua pendapat di atas bahwa pelayanan publik itu diselenggarakan sesuai dengan sistem atau prosedur dan bukan hanya diberikan instansi atau lembaga pemerintah saja, melainkan juga diberikan oleh pihak swasta kepada masyarakat. Kegiatan pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah untuk masyarakat meliputi banyak hal, yaitu yang menyangkut semua kebutuhan masyarakat baik berupa barang maupun jasa. Hal ini sejalan dengan pendapat Pamudji bahwa: “Jasa pelayanan pemerintah yaitu berbagai kegiatan yang bertujuan memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang-barang dan jasa-jasa, jenis pelayanan publik dalam arti jasa-jasa, yaitu seperti pelayanan kesehatan, pelayanan keluarga, pelayanan pendidikan, pelayanan pencarian keadilan”. (Pamudji, 1994:21-22). Berdasarkan pendapat di atas, jasa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat yaitu berbagai kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang-barang dan jasajasa, jenis pelayanan publik dalam arti jasajasa yaitu seperti pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, pelayanan keluarga, serta pelayanan administrasi misalnya pelayanan pembuatan IMB. Menurut Sinambela mengenai kualitas adalah, “ kualitas adalah segala sesuatu yang dapat memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of costumers)”. (Sinambela, 2006: 13). Dengan demikian pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan. Untuk itu, penyedia layanan harus berupaya mencari tahu apa yang menjadi keinginan pelanggannya, sehingga sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan tersebut. Hal itu perlu dilakukan agar pelanggan merasa puas karena kualitas pelayanan yang diberikan semakin meningkat. Ada suatu kebutuhan pelanggan yaitu, meningkatnya pelayanan yang diberikan aparatur selalu meningkat. Harapan pelanggan itulah yang harus di pahami oleh penyedia layanan dan perlu dicari jawabannya. Menurut Sinambela pada dasarnya pelayanan merupakan usaha
180
memuaskan masyarakat. Agar masyarakat merasa puas, dituntut kaulitas pelayanan prima, yang tercermin dari : 1. transparansi, 2. akuntabilitas, 3. partisipatif, 4. kesamaan hak. (Sinambela, 2010: 6). Transparansi, yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai, serta mudah dimengerti.(Sinambela, 2010: 6). Transparansi, memiliki makna keterbukaan dalam pelayanan. Transparansi terdiri dari kemudahan aksebilitas dan kelangkapan informasi serta keterbukaan pelayanan. Kemudahan aksebilitas adalah, kemudahan masyarakat dalam mengakses layanan yang disediakan oleh penyedia layanan. Transparansi, memiliki makna keterbukaan dalam pelayanan. Pelayanan akan menjadi transparan apabila pelayanan tersebut diinformasikan kepada para pelanggan/ konsumen. Dengan demikian, apabila penyedia ingin pelayanannya menjadi transparan, maka pelayanan tersebut harus diinformasikan atau diberitahukan kepada para pelanggan/ konsumen terlebih dahulu, baik dari segi waktu, biaya dan prosedur pelayanan. Bentuk penginfomasian pelayanan tersebut dapat dilakukan melalui media informasi, seperti media televisi, koran, website dan media infromasi lainnya. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan aturan perundang- undangan. Penyelanggaraan pelayanan publik yang baik adalah penyelanggaraan publik yang bertanggung jawab kepada publik itu sendiri atas apa yang mereka lakukan kepada publik, khusunya dalam hal ini dalam hal pelayanan itu sendiri. Pertanggung jawaban itu dilakukan kepada masyarakat sebagai penerima layanan, dan kepada atasannya sebagai orang yang menyuruh. Sedangkan menurut mahsun, akunatabilitas adalah: “suatu bentuk pertanggung jawaban yang dilakukan oleh oleh para pejabat atau aparat kepada masyarakat atas apa saja yang telah mereka lakukan. Adapun bentuk dari akuntabilitas itu terdiri dari fiscal accountability, legal accountability, program accountability, process accountability dan outcome accountability ”.(Mahsun, 2006:85).
Pertama, fiscal accountability adalah bentuk pertanggungjawaban oleh penyedia layanan kepada masyarakat terkait pemanfaatan keuangan yang diterima dari masyarakat. Kedua, legal accountability adalah bentuk pertanggungjawaban penyedia layanan terhadap undang- undang atau peraturanperaturan layanan. Hal itu dilihat apakah undang- undang atau peraturan- peraturan layanan tersebut dapat dilaaksanakan dengan baik oleh penyedia layanan. Ketiga, program accountability adalah bentuk pertangung jawaban tentang bagaimana penyedia layanan berupaya mencapai program- program yang telah ditetapkan. Keempat, process accountability adalah bentuk pertangung jawaban tentang berkaitan dengan bagaimana peyedia layanan mengelola dan memberdayakan sumber- sumber potensi atau sarana dan prasarana pelayanan yang ada secara ekonomis dan efesien. Kelima, outcome accountability adalah bentuk pertangung jawaban berkaitan dengan bagaimana efektifis (hasil) dari layanan yang diberikan dapat bermanfaat memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat Partisipatif, menurut Susiloadi bahwa pelayanan partisipatif, yaitu “pelayanan yang mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat”. (http://priyantosusiloadi.staff.fisip.uns.ac.id/ Januari 2013). Partisipasi dapat dilihat dari: 1. Metode adalah cara yang dilakukan oleh penyediaan layanan untuk mendorong keikutsertaan masyarakat 2. Instrumen adalah alat atau wadah yang digunakan untuk menumbuhkan dan meningkatkan partisipasi. (http://priyantosusiloadi.staff.fisip.uns.a c.id/ Januari 2013). Penyedia layanan mesti mendorong agar masyarakat juga dapat ikut serta dalam penyelenggaraan pelayanan tersebut baik secara langsung, maupun secara tidak langsung (seperti sumbangan pendapat atau ide). Untuk itu, penyedia harus memiliki cara agar masyarakat ikut berperan serta dalam pelayana tesebut, misalnya mengajak masyarakat untuk berpatisipasi melalui media website, televisi dan seminarseminar, sehingga masyarakat dapat ikut ambil bagian dan mejadi jelas
181
keikutsertaannya dalam partisipasi di pelayanan tersebut. Kesamaan hak, menurut Susiloadi bahwa kesamaan hak pelayanan yaitu, “pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun, seperti suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain- lain yang ditunjukan dari ketegasan dan keteguhan pemberi layanan”. (http://priyantosusiloadi.staff.fisip.uns.ac.id/ Januari 2013). Penyedia layanan harus berlaku adil antara penerima layanan yang satu dengan penerima layanan lainnya. Penyedia layanan tidak boleh berlaku diskriminatif kepada para penerima layanan. Kesamaan hak tersebut dapat dilihat dari sikap prilaku pemberi layananan yang teguh pada prinsipprinsip dan aturan pelayanan dan juga ditunjukan dengan prilaku tegas kepada penerima layanan tersebut tanpa ada perbedaan perlakuan antara penerima layanan satu dengan yang lainnya Penyedia layanan harus berlaku adil antara penerima layanan yang satu dengan penerima layanan lainnya. Penyedia layanan tidak boleh berlaku diskriminatif kepada para penerima layanan. Kesamaan hak tersebut dapat dilihat dari sikap prilaku pemberi layananan yang teguh pada prinsipprinsip dan aturan pelayanan dan juga ditunjukkan dengan prilaku tegas kepada penerima layanan tersebut tanpa ada perbedaan perlakuan antara penerima layanan satu dengan yang lainnya . Pemerintah dituntut untuk memberikan pelayanan publik yang berkualitas, hubungan kualitas dengan pelayanan dikemukakan oleh Sampara Lukman bahwa: “kualitas pelayanan adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sesuai dengan standar pelayanan yang telah dibakukan sebagai pedoman dalam memberikan layanan. Standar pelayanan adalah ukuran yang telah ditentukan sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik”. (Lukman, 1999:14). Sejalan dengan pendapat Lovelock kualitas pelayanan adalah “sebagai tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan” (Lovelock dalam Tjiptono, 1996:59). Hal ini berarti apabila jasa atau layanan yang diterima rendah, dari yang diharapkan oleh pelanggan atau masyarakat
maka dipersepsikan buruk, suatu layanan yang diberikan aparatur pemerintah itu harus menjamin efisiensi dan keadilan serta harus memiliki kualitas yang mantap. Kualitas merupakan harapan semua orang atau pelanggan. Supranto menyebutkan beberapa dimensi atau ukuran dari kualitas pelayanan, yaitu: “meliputi keandalan (reliability), kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya, keresposifan (responsiveness), kemampuan untuk membantu pelanggan dan ketanggapan, keyakinan (confidence) pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan atau (assurance), empati (empaty) syarat untuk peduli memberikan perhatian pada pelanggan, berwujud (tangibles), penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan media komunikasi”. (Supranto, 1997:107). Pasuraman mengemukakan lima prinsip pelayanan publik agar kualitas pelayanan dapat dicapai, yaitu : 1) bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan pegawai dan sarana komunikasi 2) keandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan 3) daya tanggap (resposiveness), yaitu keinginan para staff untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap 4) jaminan (assurance), mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan dapat dipercaya yang dimiliki para staff, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan 5) empati (empaty), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan (Pasuraman dalam Tjiptono, 1996:70). Berdasarkan pendapat di atas, bahwa ukuran kualitas pelayanan terdiri dari reliability, tangibles, resposiveness, assurance, empaty, dan confidence. Komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang terintegrasi, artinya pelayanan menjadi tidak sempurna bila ada komponen yang kurang. Kualitas jasa atau layanan yang baik akan dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat, dan dapat dilihat bahwa kepuasan pelangganlah yang
182
harus diprioritaskan bukan keinginan penyedia jasa (pemerintah). Selain itu, pelayanan publik harus berlandaskan pada rasa pengabdian diiringi dengan kemampuan dan keterampilan setiap pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Untuk memberikan pelayanan publik yang baik atau memberikan pelayanan publik yang berkualitas tinggi, aparatur pemerintah harus memiliki tiga aspek yang diuraikan oleh Supriatna adalah: 1) memiliki tanggung jawab yang tinggi selaku abdi negara dan abdi masyarakat 2) responsif terhadap masalah yang dihadapi masyarakat khususnya yang membutuhkan pelayanan masyarakat dalam arti luas 3) komitmen dan konsisten terhadap nilai standar dan moralitas dalam menjalankan kekuasaan pemerintah (Supriatna, 1996:98) Berdasarkan hal di atas, aparatur pemerintah tidak boleh lepas dari konsistensi terhadap landasan falsafah dan hukum sebagai nilai dan moral yang dijunjung tinggi, dan harus berorientasi pada kepentingan masyarakat karena aparatur pemerintah adalah pelayan masyarakat dan harus memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Nomor 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tata Laksana Pelayanan Umum menyebutkan bahwa dalam memberikan pelayanan publik harus menerapkan prinsip, dan pola dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut: 1) kesederhanaan yaitu prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan; 2) kejelasan yaitu mencakup persyaratan teknis dan administrasi, pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik serta rincian biaya dan tata cara pembayaran; 3) kepastian waktu yaitu pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan; 4) akurasi yaitu produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah;
5) keamanan proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum; 6) tanggung jawab yaitu pimpinan atau pejabat penyelenggara pelayanan publik yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik; 7) kelengkapan sarana dan prasarana yaitu tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika); 8) kemudahan akses yaitu tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi informatika (telematika); 9) kedisipilinan, kesopanan, dan keramahan yaitu pemberi layanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas; 10) kenyamanan yaitu lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan sepert toilet, tempat parkir dan tempat ibadah; (dalam Ratminto, 2006:22-23). Berdasarkan pengertian di atas bahwa dalam menyelenggarakan pelayanan publik yang berkualitas, aparatur pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan publik perlu memperhatikan dan menerapkan kesepuluh prinsip tersebut karena kesepuluh prinsip adalah pedoman tata laksana dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib dilaksanakan oleh seluruh instansi pemerintah. Ratminto mengemukakan bahwa pelayanan yang baik hanya akan dapat diwujudkan apabila : ”penguatan posisi tawar pengguna jasa pelayanan (masyarakat) mendapatkan prioritas utama. Dengan demikian, pengguna jasa diletakkan di pusat yang mendapatkan dukungan dari a) Kultur organisasi pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat, khususnya pengguna jasa, b) Sistem pelayanan dalam
183
“Aparatur ialah aspek-aspek administrasi yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan atau negara, sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Aspek-aspek administrasi itu terutama ialah kelembagaan atau organisasi dan kepegawaian”. (Handayaningrat,1982:154). Aparatur pemerintahan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan atau negara.Maka diperlukan aspek-aspek administrasi terutama kelembagaan atau organisasi dan kepegawaian.Maka dalam penyelenggaraan pemerintahan atau negara dibutuhkan suatu alat untuk mencapai tujuan organisasi, maksud alat disini adalah seorang aparatur atau pegawai yang ada dalam suatu pemerintahan atau negara. Aparatur merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu lembaga pemerintahan disamping faktor lain seperti uang, alat-alat yang berbasis teknologi misalnya komputer dan internet. Oleh karena itu, sumber daya aparatur harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi pemerintahan untuk mewujudkan profesional pegawai dalammelakukan pekerjaan. Pendapat tersebut mengemukakan bahwa aparatur merupakan aspek-aspek administrasi yang diperlukaan oleh pemerintah dalam penyelenggaran pemerintahan atau Negara. Berkaitan dengan pelayanan publik secara online melalui internet, maka diperlukan upaya untuk meningkatkan pelayanan publik. Salah satu upayanya yaitu dengan mengembangkan e-Government dalam lembaga pemerintahan. Selain sebagai upaya untuk meningkatkan pembangunan, penerapan e-Government juga merupakan bentuk upaya pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakatnya, e-Government memiliki beragam definisi tergantung kepada sudut pandang mana pihak yang mendefinisikan serta tingkatan perkembangan yang ada. Pemerintah Federal Amerika Serikat mendefinisikan eGovernment sebagai berikut: ”e-Government refers to the delivery of government information and services online through the internet or other
organisasi penyelenggara pelayanan, dan c) Sumber daya manusia yang berorientasi pada kepentingan pengguna jasa”. (Ratminto, 2006:5253). Berdasarkan Pendapat diatas bahwa terwujudnya pelayanan yang baik apabila masyarakat mendapatkan prioritas utama serta pelayanan yang mengutamakan kepentingan masyarakat khususnya pengguna jasa agar segala kebutuhan pelayanan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat atau pengguna jasa. Birokrat yaitu aparatur yang bertindak secara birokratis, Menjunjung tinggi nilai-nilai secara sistematis. Birokrat menjunjung tinggi inovasi dalam bekerja. Kemajuan bukanlah sesuatu yang ditargetkan karena terlalu berpacu pada aturan yang ada. Aparatur Pegawai Negri sebagai pelaksana jalannya birokrasi sering melupakan tujuan pemerintah sebagai pelayan masyarakat.Aparatur lebih memprioritaskan kepada bentuk organisasi dan cara-cara yang sering dilaksanakan. Bambang Yudoyono dalam bukunya yang berjudul Otonomi Daerah berpendapat bahwa, “Aparatur pemerintah Daerah adalah pelaksana kebijakan publik”, (Yudoyono, 2011:61). Aparatur yang berada di daerah merupakan pelaksana birokrasi.Aparatur merupakan pegawai yang melaksanakan setiap kebijakan yang berlaku. Pengertian mengenai aparatur pemerintahan disebutkan oleh Dharma Setyawan Salam dalam buku yang berjudul Manajemen Pemerintahan Indonesia yang menjelaskan bahwa ”Aparat Pemerintah adalah pekerja yang digaji pemerintah melaksanakan tugas-tugas teknis pemerintahan melakukan pelayanan kepada masyarakat berdasarkan ketentuan yang berlaku” (Setyawan, 2004:169). Peningkatan pelayanan kinerja aparatur kepada masyarakat merupakan suatu tujuan yang ingin dicapai.Aparatur suatu instansi pemerintahan dalam menjalankan tugasnya harus dilandasi dengan rasa penuh tanggung jawab, agar terciptanya kualitas suatu kinerja yang optimal yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat pada umunya. Suatu instansi pemerintah tidak akan lepas dari aparatur sebagai pelaksana penyelenggaraan pemerintahan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Surwono Handayaningrat yang mengatakan bahwa:
184
digital means” (e-Government mengacu pada penyampaian mengenai informasi pemerintah dengan melalui Internet pelayanan online atau digital lainnya) (Pemerintah Federal Amerika Serikat dalam Andrianto” 2007:46). Sementara itu konsep eGovernment, dideskripsikan cukup beragam oleh masing-masing individu atau komunitas, e-Government menurut Bank Dunia (World Bank) adalah: ”e-Government refers to the use by government agencies of information technologies (such as wide area network, the internet and mobile computing) that have the ability to transform relations with citizen, businesses, and other arms of government (e-Government mengacu pada penggunaan teknologi informasi oleh lembaga pemerintahan (seperti area network yang luas, internet dan mobile komputer) yang mempunyai kemampuan untuk mengubah hubungan dengan penduduk, pebisnis dan cabang lain dari pemerintah) (Bank Dunia dalam Indrajit” 2006: 2). Menurut definisi yang dikemukakan di atas, pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah secara online merupakan suatu mekanisme interaksi baru antara pemerintah dengan masyarakat dengan melibatkan penggunaan teknologi informasi dengan tujuan memperbaiki mutu atau kualitas pelayanan pemerintah kepada masyarakat Pelayanan publik merupakan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan orang lain atas apa yang mereka butuhkan. Namun demikian, aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat tidak hanya memenuhi kebutuhan penerima layanan, tetapi juga aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat harus memuaskan masyarakat dalam hal pemenuhan kebutuhan tersebut. Untuk memuaskan masyarakat, aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat harus memberikan pelayanan yang berkualitas kepada para Masyarakat pelaku ternak baik dari pelayanan langsung maupun tidak langsung, yang sesuai dengan proses dan prosedurnya. E-Government saat ini menjadi topik berbagai pihak baik pemerintah, swasta, maupun perguruan tinggi yang mencoba untuk memberikan kontribusi dalam pengembangannya.E-Government
merupakan sistem teknologi informasi pemerintah untuk mewujudkan praktik pemerintahan yang lebih efisien dan efektif dalam meningkatkan hubungan dan pelayanan yang lebih terjangkau serta memperluas akses publik antara pemerintah dengan masyarakat Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, merupakan suatu suatu lembaga yang menjalankan tugas dan fungsi bidang peternakan di Provinsi Jawa Barat. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan maka Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat menyediakan website yang menjadi wadah bagi masyarakat khusus nya para pelaku peternakan . Untuk itu, dalam menilai kualitas pelayanan menurut Sinambela ada empat dimensi yang perlu diperhatikan, yaitu: Pertama, Transparansi, yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai, serta mudah dimengerti. Hal- hal yang berkaitan dengan transparansi pelayanan meliputi keterbukaan prosedural/ tata cara, persyaratan, kejelasan satuan kerja/ pejabat yang bertanggung jawab dalam pemberi pelayanan umum, kejelasan waktu penyelesaian, kejelasan rincian biaya/ tarif, kejelasan hak- hak pasien. Kedua, Akuntabilitas, yaitu pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan aturan perundangundangan. Akuntabilitas dapat diartikan juga sebagai suatu bentuk pertanggung jawaban yang dilakukan oleh oleh para pejabat atau aparat kepada masyarakat atas apa saja yang telah mereka lakukan. Ruang lingkup dari akuntabilitas adalah Fiscal accountability, bentuk pertanggungjawaban terkait pemanfaatan keaungan yang diterima dari masyarakat. Legal accountability, berkaitan dengan kepatuhan aparatur pelayanan dalam mematuhi peraturan- peraturan pelayanan yang berlaku. Program accountability, berkaitan dengan upaya mencapai program- program yang telah ditetapkan. Process accountability, berkaitan dengan pengelolaan dan pemberdayakan sumbersumber yang ada secara ekonomis dan efesien. Outcome accountability, berkaitan dengan pertanggungjawaban terhadapa efektifitas pelayanan yang diberikan oleh penyedia atau pemberi layanan. Ketiga, Partisipatif, yaitu pelayanan yang mendorong peran serta masyarakat
185
dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.
penggun jasa layanan yang disediakan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Pengusaha yang dibina oleh dinas peternakan dapat mempromosikan Hasil Ternak Mereka dalam website resmi dari Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Konsumen atau masyakat dapat melihat hasil dari usaha ternak pengusaha yang dibina oleh dinas peternakan. Pengusaha binaan tersebut mendapatkan aplikasi user untuk masuk dan mengupdate segala macam bentuk dari hasil ternak. Hal ini menjadi wadah bagi pengusaha binaan disnak jabar, dalam pembinaan tersebut para pengusaha binaan disnak jabar tidak di pungut biaya dalam hal promosi hasil ternak melalui website Kedua, forum konsultasi, Sebagi forum tanya jawab bagi masyarakat dengan aparatur dinas tersebut, hal ini menjawab tantangan global dalam hal komunikasi yang semakin berkembang, salah satu hal yang di lakukan oleh disnak jabar untuk meningkatkan kualitas pelayanan khusus nya dalam bidang website menyangkut masalah peternakan. Masyarakat dapat berkomuniksi langsung dengan aparatur dinas peternakan melalui forum konsultasi yang telah di sediakan oleh dinas peternakan provinsi jawa barat, aparatur dinas peternakan jawa barat sangat berperan penting dalam hal ini, aparatur dinas peternakan jawa barat akan menampung permasalahan yang berkaitan langsung dengan produk ternak dan memberikan solusi kepada masyarakat yang membutuhkan Ketiga, kontak bisnis, Kontak bisnis merupakan sarana untuk mempromosikan hewan ternak yang akan mereka jual. Secara sekilas mungkin telihat sama dengan forum produk ternak, namun ini berbeda, yang sama hanya bentuk konsep dari kontak bisnis. Fitur kontak bisnis siapa saja bisa masuk kedalam menu kontak bisnis untuk mempromosikan barang namun dalam fitur kontak bisnis terdapat batasanbatasan yang hanya bisa men upload produk ternak yang akan di jual kemudian dinas peternakan menyeleksi kelayakan barang yang akan di jaul, jadi dalam arti luar fitur kontak bisnis yang di sediakan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat menjadi penghubung antar masyarakat yang membutuhkan hewan ternak maupun yang akan menjual hewan ternak.
OBJEK DAN METODE PENELITIAN Objek Penelitian Berkaitan dengan pelayanan publik secara online, ada tiga tingkatan yang dicerminkan oleh tampilan website (website) Pemerintah dalam melaksanakan eGovernment, Pertama publish yaitu dimana pemerintah hanya mempublikasikan data dan informasi agar dapat diakses secara langsung oleh masyarakat dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan. Kedua, interact yaitu masyarakat dapat berkomunikasi dengan pemerintah melalui media yang telah di sediakan seperti Chatting, e-mail dan mailing list. Ketiga, transact yaitu tingkatan ini sudah terjadi perpindahan (transfer) uang dari satu pihak lain sebagai sebuah konsekuensi dan deberikan layanan jasa oleh pemerintahan. Dengan dikeluarkan Pergub No 07 Tahun 2009 tentang pendayagunaan website, Dinas Peternakan telah menjawab tantangan itu, Website Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat memiliki tiga fitur andalan yang dapat diakses oleh masyarakat diantara beberapa fitur yang menjadi unggulan, Kontak bisnis, Forum Konsultasi, Produk ternak, dan ada satu informasi yang dapat dilihat di dalam tampilan awal website disnak jabar, terdapat infomasi tentang hargahasilprodukternak yang selalu update setiap hari nya Program unggulan di Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat adalah program yang menjadi wadah bagi masyarakat ternak, yang bertujuan untuk memudahkan masyarakat ternak dalam memasarkan hasil ternak dari para pelaku ternak. Program unggulan terdiri dari forum konsultasi, forum produk ternak dan forum kontak bisnis. Pertama, produk ternak adalah suatu wadah bagi masyarakat agar dapat mempromosikan hasil ternak, meraka harus memasukan data hasil ternak melalui Bagian Pengembangan yang akan dipromosikan melalui website resmi Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang dip roses melalui Prasarana dan Sarana, setelah di proses pengusaha ternak mendapatkan account untuk mengakses layanan tersebut. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat memberikan layanan online yang bisa diakses oleh masyakat atau
186
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu menggambarkan dan menganalisa data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data berdasarkan keadaan yang nyata tentang kinerja aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dalam mengoperasikan website www.disnakjabar.prov.go.id, serta mendeskripsikan sejumlah konsep yang berkenaan dengan masalah www.disnakjabar.prov.go.id tersebut.
kemudahan akses dan kelengkapan informasi yang ada di website www.disnakjabar.prov.go.id. Kemudahan akses yang ada di fitur website yang telah tersedia dapat diakses oleh masyarakat dengan mudah dikarenan fitur-fitur sudah dilengkapi dengan informasi-informasi yang khusus, sehingga tidak membinggungkan para pengguna website. Kelengkapan informasi yang tersedia di Dinas peternakan Provinsi Jawa Barat dilihat dari kebutuhan masyarakat pelaku ternak tentang informasi sudah cukup terpenuhi, hanya saja apabila masyarakat membutuhkan hal-hal khusus masyarakat harus menunggu balasan dari pertanyaan yang diajukan untuk diproses dan dijawab oleh bidang yang bersangkutan. Selain itu, masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam pelayan website yang di sediakan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat agar bentuk pelayanan yang diberikan dapat digunak oleh masyarakat luas. Untuk mengetahui ketransparansian pelayanan di Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Kemudahan aksebilitas adalah sifat kemudahan yang dimiliki oleh pelayanan tersebut. Pelayanan website : www.disnakjabar.prov.go.id dikatakan mudah apabila dengan mudah diakses oleh masyarakat. Kebutuhan akan data dari hewan ternak di Provinsi Jawa Barat sangat besar, karena dilihat dari penghidupan beberapa masyarakat bergantung pada hasil ternak, untuk sebab itu data serta informasi sangatlah penting guna meningkatkan hasil ternak mereka dan juga dapat megatasi beberapa masalah peternakan, Untuk megetahui menganai keterbukaan pelayanan website www.disnakjabar.prov.go.id, maka peneliti mewawancarai aparatur pelakasana dan aparatur teknis. Tentang kemudahan akses website www.disnakjabar.prov.go.id aparatur pelaksana dan aparatur teknis, mengatakan: “Sangat mudah dan tampilan sangat menarik, masyarakat tentu akan mudah dalam mengakses website tersebut, kemudian didalamnya terdapat berbagai forum yang dapat berguna bagi masyarakat ternak, tidak ada persyaratan apa-apa, hanya megisi nama serta e-mail untuk dapat mengakses fitur-fitur yang ada di website”(3/6/2013) Berdasarkan hasil wawancara dengan aparatur pelakasana dan aparatur
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kualitas pelayanan merupakan suatu kegiatan pemenuhan kebutuhan keinginan masyarakat serta tingkat keunggulan untuk memenuhi harapan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat melalui www.disnakjabar.prov.go.id Kualitas pelayanan yang baik, maka pada akhirnya timbul kesesuaian antara harapan masyarakat dengan kinerja yang dirasakan oleh aparatur Peternakan Provinsi Jawa Barat. Pelayanan yang baik merupakan suatu harapan setiap orang yang berurusan dengan badan atau instansi yang memiliki tugas melayani masyarakat. Kualitas pelayanan aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang dimaksud adalah kepuasan pelayanan informasi yang diberikan aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat kepada masyarakat, sesuai dengan informasi peternakan yang ada di Provinsi Jawa Barat melalui www.disnakjabar.prov.go.id. Pemberian informasi peternakan yang ada di Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat www.disnakjabar.prov.go.id tersebut dimaksudkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat atau para pelaku ternak yang ada di Provinsi Jawa Barat. Transparansi, yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai, serta mudah dimengerti. Pelayanan website di Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dikatan tranparan apabila terbuka untuk semua masyarakat umum, mudah untuk diakses dan disediakan secara memadai. Transparansi Pelayanan Aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Dalam Program Unggulan Website www.disnakjabar.prov.go.id, dilihat dari
187
teknis., kemudahan akses dari website Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sudah didesain dengan sangat mudah, sehingga masyarakat pelaku ternak tidak mengalami kesulitan dalam megakses website dinas peternakan provinsi jawa Barat. Website ini dapat digunakan untuk masyarakat luas dalam hal seputar peternakan. Berdasakan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan salah satu pelaku ternak dalam usahanya untuk melayani pengaduan keluhan yang dilakukan masyarakat, informan masyarakat yang di wawancarai mengatakan,“Kemudahan nya cukup mudah, dan tidak terlalus sulit karena fitur-fitur yang ada sudah dapat mudah diakses serta data-data yang ada dapat diakses dengan mudah”(4/6/2013) Berdasarkan hasil wawancara di atas, kualitas pelayanan sudah sangat mudah. Serta dapat digunakan untuk masyarakat umum khususnya para pelaku ternak Dengan demikian. Pelayanan di Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sudah cukup baik dikernakan masyarakat pelaku ternak merasa tidak mengalami kesulitan untuk mengakses segala fitur-fitur yang ada serta data-data yang dibutuhkan sudah tersedia. Dan juga persyaratanpersyaratan khusus tidak didapat dalam megkses fitur yang disediakan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Oleh karena itu masyarakat sudah cukup puas dengan kemudahan akses layanan yang telah diberikan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Hal ini dapat memberikan suatu dorongan atau perlakuan aparatur Dinas Peternakan untuk memberikan pelayan yang lebig baik guna terwujudnya suatu pelayan yang maksimal. Berdasarkan hasil wawancara dengan pelakasana dan aparatur teknis. dan hasil wawancara dengan pengguna website: www.disnakjabar.prov.go.id, maka kemudahan pelayanan website: www.disnakjabar.prov.go.id sudah cukup mudah untuk diakses bagi masyarakat ramai khususnya masyarakat ternak. Kelengkapan informasi adalah suatu ketersediaan data-data yang cukup bagi masyarakat pelaku ternak terhadap pelaku ternak. Dinas Peternakan memberikan data informasi yang sesuai dengan kebutuhan para pelaku ternak agar mewujudkan pelayanan yang bersifat terbuka dan berguna bagi masyarakat luas. Kelengkapan informasi dilihat dari
pengunjung yang mengakses website serta respon dari aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang sangat merespon berbagai masalah seputar peternakan yang nantinya membuahkan suatu kepuasan bagi masyarakat pengguna layanan website Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Informasi-informasi yang bisa didapatkan oleh masyarakat ternak merupakan informasi yang terjadi pada masalah hewan ternak sehari-hari, dan juga seputar info harga hewan ternak yang selalu di update oleh Dinas Peternakan setiap harinya, serta berita-berita yang berguna bagi masyarakat ternak guna mengetahui permasalahan yang terjadi pada hewan ternak. Untuk megetahui mengenai kelengkapan informasi pelayanan website: www.disnakjabar.prov.go.id,maka peneliti mewawancarai Kepala Kasi Data dan Informasi, mengatakan, “semua hal yang berkaitan masalah-masalah peternakan, seperti info harga ternak yang selalu update, berita tentang hewan, berita statistik, menawarkan jasa penjualan hewan”(6/6/2013) Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Kasi Data dan Informasi, informasi-informasi yang disediakan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, kelengkapan informasi seputar peternakan sudah cukup lengkap untuk masyarakat pelaku ternak. Dimana informasi-informasi yang bisa didapatkan oleh masyarakat ternak seperti informasi tentang harga hewan ternak, seputar berita tentang hewan ternak, dan berbagai informasi yang dapat ditanyakan langsung kepada aparatur Dinas Peternakan itu sendiri. Dengan ketersediaan informasi yang ada masyarakat pelaku ternak dapat mengatasi permaslahanpermasalahan seputar hewan ternak. Selain itu, masyarakat juga dapat bertukar pikiran dengan para pelaku ternak lainnya dan juga dapat menjalin kerja sama dengan para peternak lainya. Kemudian masyarakat pelaku ternak dapat melihat informasi tentang harga hewan ternak yang selalu update setiap hari nya. Dengan terupdate nya harga hewan ternak masyarakat pelaku ternak dapat menjual hewan ternak nya dengan harga yang sesuai, info harga hewan ternak tentu sangat dibutuhkan oleh pelaku ternak guna memberikan suatu dorongan atau semacam motivasi agar dapat memproduksi hasil hewan ternak yang lebih baik.
188
Pelayanan yang diberikan oleh Dinas Peternakan sudah cukup baik, dikarenakan adanya suatu forum yang dapat membeikan informasi tentang peluang pemasaran yang telah disediakan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Forum ini berguna bagi masyarakat pelaku ternak, karena permaslahan terbesar dalam dunia peternakan adalah pemasaran, dengan adanya wadah pemasaran para pelaku ternak sangat terbantu, oleh sebab itu pelayanan yang diberikan oleh aparatur Dinas peternakan Provinsi Jawa Barat sudah cukup baik, dikarenakan respon dari masyarakat pelaku ternak sangat baik dan memuaskan. Untuk mengetahui kelengkapan informasi yang disediakan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat melalui website resmi Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat www.disnakjabar.prov.go.id peneliti mewawancarai masyarakat ternak yang menggunakan pelayanan website www.disnakjabar.prov.go.id Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, adalah : “selama dalam menggunakan website Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat data yang dibutuhkan sudah tersedia, hanya saja apabila menginginkan sesuatu yang khusus harus menggunakan fitur forum kunsultasi untuk mengajukan pertanyaan yang dibutuhkan”(7/6/2013) Ketersediaan data yang diberikan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sudah cukup lengkap, dan memang data yang sangat dibutuhkan oleh para pelaku ternak, sehingga data yang diberikan dapat digunakan dengan baik, hal itu dapat dilihat dari forum konsultasi yang ada di dalam fitur website Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Masyarakat tidak hanya mendapatkan informasi dari aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, masyarakat pelaku ternak juga bisa berinteraksi dengan pelaku ternak lainnya guna menambah informasi yang belum tersedia, hanya saja informasi yang diberikan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat merupakan hasil informasi yang didapatkan dari beberapa sumber serta proses penjawaban pertanyaan dari pelaku ternak di sesuaikan dengan jam kerja aparatur. Masyarakat luas juga dapat meberikan kontribusi dalam penyelenggaran pelayanan yang diberikan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa barat.
Hala dapat menambah kekurangan informasi yang dimiliki dalam website serta keterbukaan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dalam penyelenggaran website dan pelayana secara online bagi masyarakat luas. Dari hasil wawancara dengan aparatur dan para pelaku ternak, ketersediaan informasi di website www,disnakjabar,prov.go.id sudah cukup lengkap, hal itu dibuktikan dengan informasi yang disediakan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sudah cukup membantu masyarakat ternak dalam menghadapi permasalahan ternak yang ada. Serta bentuk pelayanan dan informasi yang tersedia bersifat umum dan dapat diakses bagi masyarakat luas. Akuntabilitas, yaitu pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan aturan perundang- undangan. Penyelanggaraan pelayanan publik yang baik adalah penyelanggaraan publik yang bertanggungjawab kepada publik itu sendiri atas apa yang mereka lakukan kepada publik, khusunya dalam hal ini dalam hal pelayanan itu sendiri. Pertanggung jawaban itu dilakukan kepada masyarakat sebagai penerima layanan, dan kepada atasannya sebagai laporan pertanggungjawaban Akuntabilitas yang dimaksud di sini adalah, pelayanan website www.disnakjabar.prov.go.id merupakan pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan secara aturan yang berlaku. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat mempunyai tanggung jawab untuk memaksimalkan website agar manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat, bentuk-bentuk akuntabilitas pelayanan website Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat terdiri dari, Fiscal Accountability, Legal Accountability, Program Accountability, Proses Accountability, Outcome Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat harus selalu berupaya untuk selalu memfaatkan sumber keungan agar berguna dan dapat dipertanggung jawabkan, hal ini berguna untuk menjaga berjalannya suatu program yang baik, untuk dapat menggunakan keuangan dengan baik, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat selalu melakukan perencanaan anggaran keuangan agar hasil yang di dapat berjalan dengan semestinya. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Kepala Bidang sarana dan prasarana (sapras) mengenai penggunaan
189
anggaran website www.disnakjabar.prov.go.id mengatakan bahwa, “penggunaan anggaran untuk website sudah sesuai dengan kebutuhan Dinas Peternakan Jawa Barat dan juga telah sesuai dengan Daftar Penggunaan Anggran (DPA)”(8/6/2013) Legal accountability adalah bentuk pertanggung jawaban Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat terhadap aturan yang di tetapkan. Adapun aturan- aturan pokok yang harus ditaati dalam penyelenggaraan website Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat adalah Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Barat No.07 tahun 2009 Tentang Pendayagunaan Website dilingkungan pemerintahan dan Panduan Pembangunan Website Web Pemda Peserta yang dikeluarkan oleh Dikominfo. Program accountability adalah upaya yang dilakukan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dalam tingkat ketercapaian website memenuhi target yang telah ditentukan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, yang memberikan pelayanan secara online yang dapat digukan oleh seluruh masyarakat ternak sebagai sarana pemasaran serta tempat bertukar pendapat antara masyarakat, program unggulan website Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat memiliki fitur yang dapat membantu masyarakat dalam pemasaran, masyarakat juga mendapatkan keuntungan melalui pelayanan website yang disediakan, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat memberikan pelayanan dengan mudah dan dapat digunakan oleh masyarakat Proses accountability adalah, upaya yang dilakukan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat agar sumber-sumber daya yang ada dapat digukan secara efektif, guna dalam penyelenggaraan website dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya, sumber daya menjadi suatu keharusan bagi pelaksana pelayanan, agar dapat terwujud suatu pelayan yang baik dan berguna serta bermanfaat bagi masyarakat penggunan jasa pelayanan, sumber daya yang dimaksud dalam proses pelayanan website di Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat adalah sumber daya manusia yang mampu mengelola website yang baik agar mendapatkan hasil maksimal, sumber daya manusia yang baik tidak akan terlaksana tanpa adanya sumber daya penunjang seperti peralatan yang baik pula, hal ini saling berkaitan dikarenakan sumber daya manusia menjadi pengelola peralatan yang
telah tersedia, sumber daya manusia yang baik harus diiringi dengan peralatan yang baik pula Outcome Accountability adalah berkaitan dengan pertanggungjawaban terhadap efektifitas pelayanan website yang diberikan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat agar bermanfaat bagi masyarakat ternak, serta dapat dirasakan langsung oleh masyarakat ternak, tanpa adanya pengguna jasa pelayanan website yang disediakan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, program tersebut tidak akan berjalan dengan bagaimana mestinya, aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sangat berupaya untuk dapat memberikan pelayanan yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat pelaku ternak, dan juga dapat berinteraksi dengan para pelaku ternak. Partisipatif merupakan keikut sertaaan masyarakat terhadap program pelayanan website yang di berikan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, dimana dalam program tersebut, Dinas Peternakan mempunyai beberapa program yang menjadi alat bagi masyarakat dalam keikutsertaan masyarakat pelaku ternak melalui program website yang telah di sediakan bagi masyarakat ternak, serta aparatur Dinas Peternakan mempunyai cara agar masyarakat pelaku ternak dapat mengikutsertakan diri mereka terhadat pelayanan website yang diberikan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat melakukan beberapa upaya untuk mendorong keikutsertaan masyarakat ternak khusunya agar terlibat dalam pelayanan website yang disediakan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Upaya-upaya yang dilakukan seperti sosialisasi, pameran ternak, memberikan dan bantuan sosial. Melalui sosialisasi Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat mendorong upaya dengan memberikan informasi dan pelatihan bagi masyarakat ternak, serta dengan adanya pameran masyarakat akan lebih mengenal produk ternak binaan yang telah bekerja sama dengan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, hal itu dapat meningkatkan kemauan dari masyarakat ternak agar dapat ikut serta dalam pelayanan website yang telah disediakan. Keikutsertaan masyarakat sangat dibutuhkan dalam penyelenggaraan pelayanan website, dikarenakan
190
keikutsertaan menjadi kewajiban serta tanggung jawab Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dalam membimbing serta mefasilitasi para pelaku ternak. Hal itu guna memberikan pelayanan secara langsung dan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, dengan adanya bantuan dan peninjauan langsung oleh aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, para pelaku ternak dapat menanyakan langsung seputar permasalahan hewan ternak, serta para pelaku ternak merasakan pelayanan yang diberikan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Kepala Kasi Data dan Informasi mengenai cara yang dilakukan oleh aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat untuk mendorong keikutsertaan masyarakat dalam pelayanan website mengatakan, bahwa: “kami selalu memberikan beberapa program seperti bantuan sosial, kunjungan-kunjungan ke para pelaku ternak seta kami menghimbau untuk ikut serta terhadap pelayanan website yang kami sediakan melalui media cetak serta media elektronik dan itulah bentuk fasilitasi kami”(6/6/2013) Berdasarkan hasil wawancara diatas, aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat telah melakukan upaya agar masyarakat dapat ikut serta dalam pelayanan website yang telah disediakan, hal itu bertujuan agar dapat terlaksana segala program yang telah direncanakan dan dapat berjalan dengan bagaimana mestinya, para aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, meninjau langsung ke para pelaku ternak agar segala apa yang dibutuhkan oleh masyarakat ternak dapat terpenuhi, serta aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat menghimbau secara langsung kepada pelaku ternak agar turut berpatisipasi dalam program yang telah di sediakan, melalui beberapa media yang telah tersedia. Hal itu dibuktikan melalui wawancara peneliti dengan pengguna website Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat mengenai cara yang dilakukan oleh aparatur Dinas Peternakan Provinisi Jawa Barat mengatakan, bahwa : “pelaku ternak mengetahui website ini melalui pameran, dan di sarankan untuk mengakses website Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat untuk mempermudah tranksaksi tentang
peternakan dan kebutuhan infomasi tentang peternakan serta kami mendapatkan bantuan sosial yang cukup untuk mengembangkan usaha kami”(8/6/2013) Dari hasil wawancara diatas, masyarakat sangat merasakan upaya yang dilkukan aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat agar masyarakat pelaku ternak bisa mendapatkan hasil yang lebih baik, masyarakat mendapatkan bantuan sosial yang digunakan untuk pemengembangkan usaha, pengembangan usaha sangat dibutuhkan oleh masyarakat pelaku ternak agar hasil ternak yang mereka hasilkan dapat memenuhi permintaan dari para konsumen, kemudian aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sangat terbuka dalam pemberian informasi kepada masyarakat ternak dan turun secara langsung untuk meninjau kegiatan-kegitan yang dilakukan para pelaku ternak. Hal ini dilakukan agar apa yang telah menjadi target pencapaian dapat terpenuhi, hal itulah yang dilakukan oleh aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat agar segala sesuatu dapat dilakuka dengan mudah dan efektif. Metode yang digunakan oleh aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat untuk mendorong keikutsertaan masayarakat ternak dalam website www.disnakjabar.prov.co.id dinilai sudah cukup baik, dilihat dari upaya yang dikakukan oleh aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dalam mendorong keikutsertaan masayarakat ternak, seperti adanya kunjungan langsung kepada para pelaku ternak serta Dinas Peternakan Memberikan bantuan sosial kepada para pelaku ternak, hal itu memang sangat dibutuhkan oleh masayarakat pelaku ternak, dikarenakan kunjungan serta bantuan sosial dapat menjadi solusi dalam permasalahan seputar peternakan. Dan diharapkan segala apa yang telah dilakukan oleh Dinas peternakan Provinsi Jawa Barat dalam mendorong keikutsertaan masayarakat agar dapat ditingkatkan, untuk mewujudkan suatu pelayanan yang lebih baik. Hanya saja tingkat ketercapaian dari program website yang dijalankan belum maksimal. Para aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat diharpakan dapat terus meningkatkan metode atau cara yang lebeih efektif agar masyarakat memahami kegunaan website serta dapat digunakan oleh semua kalangan.
191
“didalam website ada suatu forum yang menjadi sarana bagi pemasaran produk ternak, karena bagi pelaku ternak masalah yang sering terjadi adalah pemasaran, dengan adanya sarana website yang didalamnya ada forum yang disediakan oleh Dinas Peternakan Provinsi untuk bertranksaksi itu sangat membantu dalam hal pemasaran, tapi kami mengalami kesulitan, dan mengalami beberapa gangguan link error dalam mengakses website dan kurang nya pengetahuan mengenai website atau media website”(4/6/2013) Dari hasil wawancara diatas mengatakan mereka sangat terbantu mengenai pemasaran melalui salah satu forum yang disediakan, dan telah menjadi sarana bagi masyarakat pelaku ternak dalam pemasaran hasil ternak mereka, tetapi yang menjadi masalah bagi para pelaku ternak adalaha, kurangnya pengetahuan mereka terhadap perkembangan teknologi yang ada pada saat ini, serta dalam mengakses tidak sedikit yang mengalami masalah gangguan link error. Hal ini menjadi tugas besar bagi aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dalam memberikan pelayanan serta bimbingan yang extra bagi masyarakat pelaku ternak, hal ini bertujuan agar meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. Serta pelayanan yang diberikan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dapat dirasakan secara merata oleh setiap golongan para pelaku ternak. Instruman yang digukan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dalam memberikan pelayanan melaui website www.disnakjabar.prov.go.id dinilai sudah cukup baik, dilihat dari kesediaan wadah bagi masayarakat ternak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan website. Website Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat menjadi suatu kebutuhan yang intim bagi para pelaku ternak, dikarenakan para pelaku ternak mendapatkan suata pelayanan yang dapat dinikmakti serta di rasakan langsung oleh para pelakut ternak melalui konten yang ada di dalam website Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, salah satu konten tersebut, menjadi sarana pamasaran serta tempat berbagi solusi mengenai masalah peternakan, serta informasi produk ternak yang mereka pasarkan dapat menjadi lebih luas, melalui
Instruman merupakan alat serta wadah bagi masyarakat ternak dalam pemasaran dan tempat dimana keluhan para pelaku ternak dapat tersampaikan, dengan adanya instruman atau alat yang diberikan kepada masyarakat pelaku ternak dapat mengembangkan usaha dan pemasaran mereka melaui website Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, Dinas Peternakan tidak hanya memberikan wadah secara langsung kepada masyarakat, dalam hal ini para aparatur Dinas peternakan Provinsi Jawa Barat selalu memberikan pelatihan kepada para pelaku ternak sesuai dengan bidangnya masing-masing. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Kepala Kasi Data dan Informasi mengenai instruman atau wadah bagi masyarakat ternak mengatakan, bahwa: “kami meyediakan beberapa konten aplikasi , itu berjutuan untuk memberikan sarana bagi masyarakat peternakan, dan konten atau sarana yang kami berikan kepada masyarakat dapat digunakan sebagai suatu forum atau media bagi masyarakat ternak agar usaha mereka dapat berjalan dengan baik”(6/6/2013) Berdasarkan hasil wawancara diatas, Dinas Peternakan provinsi Jawa Barat memang telah mediakan sarana serta wadah bagi pelaku ternak agar dapat menggunakan bentuk pelayanan melalui website yang telah disediakan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, didalam website tersebut, terdapat beberapa konten yang dapat diakses dan di jadikan sebagai suatu forum serta media bagi pemasaran hasil ternak dari para pelaku ternak, tujuan dalam pembuatan konten tersebut, agar para pelaku ternak dapat terwadahi dengan baik serta ter arah. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat selalu berupaya memberikan pelayanan yang baik bagi masyarakat, dikarenakan itu menjadi salah satu tugas dari aparatur Dinas Peternakan, dari sebagian besar masyarakat pelaku ternak banyak mengalami kesulitan dalam mengakses website tersebut. Hal itu dibuktikan melaui wawancara peneliti dengan salah satu pelaku ternak yang manggunakan pelayanan website Dinas peternakan provinsi Jawa Barat mengatakan, bahwa:
192
“bagi saya sama saja, selama menanyakan seputar permasalahan ternak dan menggunakan jasa pelayanan ini dengan baik, dan saya selalu mendapatkan perlakuan yang baik dari aparatur nya, website ini sangat bagus untuk masyarakat luas serta berguna bagi kepentingan pemasaran dan juga untuk berbagai macam kendala seputar peternakan, dam saya sangat mengaharapkan, Dinas Peternakan provinsi Jawa Barat dapat memberikan pelayanan yang lebih baik lagi”(8/6/2013) Dari hasil wawancara diatas, aparatur Dinas peternakan provinsi Jawa Barat sudah menberikan pelayanan dengan baik, hal itu ditunjukan bahwa, tidak ada perbedaan perlakuan yang diberiakan, selama hal yang diajukan masih sesuai dengan permasalahan peternakan, para pelaku ternak selalu mendapatkan perlakuan serta tanggapan yang baik dari aparatur Dinas Peternakan provinsi Jawa Barat. Masyarakat berpendapat bentuk pelayanan website yang disediakan sangat berguna bagi masyarakat luas, serta berguna bagi kepentingan pemasaran, serta masyarakat menginginkan agar pelayanan yang diberikan dapat lebih baik lagi guna meningkatkan pelayanan online yang berguna bagi masyarakat luas. Ketegasan aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dalam memberikan pelayanan dinilai baik, hal ini dilihat dari berbagai tanggapan yang diberikan oleh para pelaku ternak selalu ditanggapi dengan cepat dan dapat dimengerti, serta tidak adanya perbedaan perlakuan yang ditunjukan, aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat mempunyai kewajiban dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat khususnya para pelaku ternak, dan dalam hal ini, agar aparatur Dinas Peternakan provinsi Jawa Barat dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pelaku ternak agar terwujudnya suatu pelayanan yang lebih baik dan dirasakan manfaat bagi masyarakat, dan dapat memenuhi sesuatu keterbutuhan bagi para pelaku ternak.
forum kontak bisnis yang telah disediakan, hal itu diharapkan dapat berlangsung dengan baik guna pelayanan yang lebih baik. Ketegasan menjadi suatu keharusan serta kewajiban bagi aparatur Dinas peternakan Provinsi Jawa Barat dalam memberikan pelayanan, hal ini bertujuan agar tidak adanya perbedaan perlakuan terhadap penerima pelayanan, dengan tidak adanya perbedaan perlakuan yang diberikan, maka masyarakat pelaku ternak tidak akan merasakan kesenjangan perlakuan antara satu dengan lainya, hal itu dapat terlihat dengan keterbukaan informasi yang ada di dalam salah satu fitur website yang disediakan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, setiap pertanyaan serta keluhan yang disampaikan dapat dilihat jelas oelh masyarakat ternak, dan website tersebut bersifat terbukan bagi masyarakat serta pelaku ternak khususnya. Hal itu sesuai dengan hasil wawancara dengan aparatur pelaksana pengelola website Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat mengenai bagaimana aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dalam memberikan pelayanan melalui website www.disnakjabar.prov.go.id mengatakan, bahwa: “bagi kami tidak ada perlakuan khusus terhadap siapa yang memasukan produk atau mengiklankan hasil ternak mereka, maupun pelaku ternak kecil atau besar kami tidak pernah mambedakan, dan kami berkewajiban memberikan pelayanan bagi masyarakat ternak”(3/6/2013) Berdasarkan hasil wawancara diatas aparatur Dinas Peternakan Provinsi tidak melakukan perbedaan perlakuan dalam memberi pelayanan kepada masyarakat ternak. Aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat tidak memandang status seperti pedagang kecil atau besar, semua mendapatkan pelayanan yang sama. Hal itu dilakuakan karna perlakuan yang sama merupakan suatau kewajiban yang harus dilakukan sesuai dengan prinsip pelayanan yang baik. Sejalan dengan pernyataan diatas, peneliti mewawancarai salah satu pelaku ternak mengenai sikap yang diberikan aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dalam memberikan pelayanan melalui website www.disnakjabar.prov.go.id mengatakan, bahwa:
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Adapun kesimpulan dalam peneitian ini sebagai berikut : 1) Transparansi pelayanan website Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dinilai
193
sudah cukup baik hal itu dilihat dari keterbukaan data yang diberikan kepada masyarakat sudah memenuhi kebutuhan masayarakat ternak, kemudahan dalam mengakses website, dan ketersediaan informasi yang memadai bagi keperluan peternakan. 2) Akuntabilitas penyelenggaran website Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sudah dinilai cukup baik, dikarenakan telah terlaksana dengan cukup baik dan cukup optimal karena adanya bukti nyata sebagai penunjang kualitas pelayanan itu sendiri yang telah memenuhi standar pelayanan yang berlaku di Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. 3) Partisipatif penyelenggaraan website Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sudah cukup baik, hal itu dilihat dari metode yang digunakan oleh aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sudah mampu mendorong keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan website, serta alat yang disediakan kepada masyarakat dapat digunakan dengan baik dan berdampak langsung terhadap masyarakat pelaku ternak. 4) Kesamaan hak pelayanan website yang diberikan oleh aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dapat dinilai sudah cukup baik hal itu dilihat dari, tidak adanya perbedaan perlakuan yang diberikan terhadap masyarakat pengakses website Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dan keteguhan prinsip pelayanan yang dipegang oleh aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat untuk selalu berupaya memberikan solusi terhadap berbagai macam masalah yang dihadapai oleh masyarakat ternak melalui salah satu forum konsultasi.
2)
Bagi masyarakat sebaiknya memanfaatkan sarana teknologi informasi yang telah disediakan melalui media website, sehingga masyarakat dapat mengetahui berbagai informasi dan menjalin kerjasama melaui forum yang telah di sediakan. 3) Aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat diharapkan dapat meningkatkan kembali tanggung jawab didalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan melaksanakan peraturan-peraturan yang diterapkan di Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sesuai dengan tugas dan fungsi nya, guna mewujudkan kualitas pelayanan publik yang optimal kepada masyarakat Provinsi Jawa Barat. 4) Diharapkan Aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Dapat merawat atau melakukan pengecekan rutin terhadap website agar tidak terjadi system error Hal ini untuk menjaga kualitas pelayan publik yang berkualitas. DAFTAR PUSTAKA Andrianto, Nico. 2007. Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui EGovernment.Malang :Bayumedia Goetsch, L. Davis 2000. Quality Management for Production, Processing, and Services. Columbus: Prentice Hall Handayaningrat Suwarno, 1982. Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan Nasional.Jakarta: Eka Parayangan Indrajit, Richardus Eko 2006. Electronic Govermant, Strategi Pembangunan dan Pengembangan Seitem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital. Yogyakarta: Andi Lukman, Sampara. 1999. Manajeman Kualitas Pelayanan. Jakarta: STIA LAN PRESS Mahsun, Moehamad. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Jakarta: BPFE Moenir, H.A.S. 2006. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. Pamudji, 1994.Profesionalisme Aparatur Negara dalam Meningkatkan Pelayanan dan Perilaku Politik Publik. Jakarta: Widya Praja Ratminto 2006. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Rekomendasi Berdasarkan pada kesimpulan di atas, berikut ini penulis memberikan rekomendasi sebagai berikut: 1) Bagi aparatur Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sebaiknya meningkatkan sosialisasi secara langsung kepada masyarakat berupa kunjungan langsung kepada pelaku ternak, serta memberikan pelatihan khusus mengenai website www.disnak.jabarprov.go.id
194
Setyawan, Dharma. 2004. Manajemen Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan. Sinambela, Lijan Poltak 2010. Reformasi Pelayanan Publik Teori Kebijakan, Implementrasi. Jakarta: Bumi Aksara 2006. Reformasi Pelayanan Publik:Teori, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Supranto, 1997.Pengukuran Tingkat Kepuasan untuk Menaikkan Pangsa Pasar. Jakarta: Rineka Cipta. Supriatna, Tjahya. 1996. Aspek Sikap Mental dalam Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Nimas Multima. Tjiptono, Fandi. 2004. Pemasaran Jasa, Malang: Bayumedia. Triguno. 1997. Budaya Kerja Menciptakan Lingkungan Yang Kondusif Untuk Meningkatkan Produktifitas Kerja.Jakarta: Puskap Wasistiono, dkk 2001. Manajemen Sumber Daya Aparatur Pemerintah Daerah.Jatinangor:Pusat Kajian Pemerintahan STPDN. Yudoyono, Bambang. 2011. Otonomi Daerah. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. RujukanElektronik http://www.disnak.jabarprov.go.id diakses Januari 2013 19.20 WIB Priyanto Susiloadi. PPT. Asas dan Prinsip Pelayanan Publik. Melalui: http://priyantosusiloadi.staff.fisip.un s.ac.id/ Januari 2013 20.20 WIB B. Dokumen – dokumen Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
195
TATA CARA PENULISAN DAN PENGIRIMAN ARTIKEL 1. Artikel merupakan hasil penelitian dan/ pemikiran kritis analisis tentang fenomena yang berkaitan dengan reformasi pemerintahan dan belum pernah di publikasikan pada media manapun. 2. Artikel ditulis dalam Bahasa Indonesia sebanyak 17 sampai 20 halaman di kertas ukuran A4 yang dibuat 2 kolom dengan margin atas: 3cm; bawah: 3cm; kiri: 4cm; kanan: 3 cm. Jenis huruf Arial ukuran 10 dengan ukuran spasi 1, termasuk untuk abstrak dibuat dalam satu spasi. 3. Sistematika penulisan naskah disusun dengan urutan sebagai berikut : A. Untuk hasil penelitian : (a) Judul, (b) Nama penulis, ditulis lengkap tanpa gelar, dan alamat email, (c) Abstrak, (d) Kata-kata kunci, (e) Pendahuluan, yang berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, (g) Kajian Pustaka, (h) Objek dan Metode penelitian, (i) Hasil Penelitian dan Pembahasan, (j) Kesimpulan dan Rekomendasi, (k) Daftar Rujukan. B. Untuk hasil pemikiran kritis analisis : a) Judul, (b) Nama penulis, ditulis lengkap tanpa gelar, dan alamat email, (c) Abstrak, (d) Kata-kata kunci, (e) Pendahuluan, (f) Pembahasan, (g) Penutup, (h) Daftar Rujukan. 4. Tabel dan gambar (bila ada) diberi judul dan keterangan yang jelas. 5. Penulisan daftar rujukan sesuai dengan aturan baku. 6. Penyunting berhak menetapkan tulisan yang akan dimuat, mengadakan perubahan susunan redaksi, dan teknis lainnya. Artikel dapat dikirim melalui email ke www.ip.unikom.ac.id
196