Hal Mengubah Sifat Fanatik Oleh
: Khaled M. Abou El-Fadl
Sumber
: Musyawarah Buku, hlm. 164—174.
Musyawarah ini terbuka bagi pikiran yang seimbang. Jiwanya adalah penelitian yang terhormat, penilaian secara imbang, dan desah keindahan. Keindahan adalah suatu keadaan keseimbangan yang pelik yang ditimbang dengan neraca Tuhan. Esensi keindahan adalah keseimbangan, seperti keseimbangan pandangan, balasan cinta, dan keharmonisan dalam Kalam Tuhan.
Saya duduk membuka-buka halaman Musyawarah, membuka daya keindahan untuk memulihkan ketidakseimbangan pikiran. Daya ini adalah cinta, yang saya pelihara dalam diri saya, karena ia menjaga neraca Tuhan. Namun, jika cinta mempunyai daya untuk menjaga neraca Tuhan, sifat fanatik adalah keburukan yang menjajah jiwa yang lemah. Fanatik adalah sebuah infeksi ketakutan atau kebencian, yang merusak kekebalan hati. Fanatik adalah gangguan mendasar pada altruisme pikiran. Kolonialisme sifat fanatiklah yang pernah melanggar eksistensi kita dan menawan hidup kita. Kolonialisme sifat ini telah memutuskan kita dari Musyawarah kita, dan meyakinkan kita bahwa warisan kita adalah kebohongan belaka. Penyakit kolonialisme telah menulari hati, pikiran, anggota badan, dan pandangan kita. Kita memandang sejarah sebagai suatu kejahatan dan penyimpangan yang tak termaafkan. Karena terinfeksi sifat fanatik, dalam ketidakseimbangan kita, kita mengidealkan permulaan sejarah kita dan selebihnya—kita cap sebagai setan. Baik kefanatikan itu karena ketakutan atau kebencian, kefanatikan penjajah atau terjajah, teman atau musuh, semua itu adalah keburukan yang mengguncang neraca Tuhan. Sebuah tulisan baru yang bersifat fanatik oleh Daniel Pipes mengganggu kita. Ini bukan berarti bahwa sifat fanatik adalah baru atau bawaan. Namun demikian, fakta bahwa kita perlu waktu untuk merespons merupakan tugas yang menjengkelkan. Apa yang dapat kita katakan terhadap sifat fanatik, yang mungkin dapat membantunya untuk memulihkan ketidakseimbangan dalam 1
jiwa kita? Apa yang dapat kita katakan kepada mereka yang memproyeksikan keburukan mereka pada kehidupan, dan yang percaya bahwa sejarah adalah seperti seorang pelacur yang bersolek— ia ada untuk memenuhi kesenangan dan angan-angan mereka, dan untuk melayani tujuan politik mereka. Pendapat baru Pipes tentang Islam dan kaum muslim adalah bahwa sejarah mereka sangat mungkin suatu kebohongan. Kemalangan mencintai kemalangan, maka Pipes bersekutu dengan Ibn Warraq, figur yang menyedihkan yang mengajak kaum muslim untuk membebaskan diri dari agama dan Tuhan mereka. Sebelumnya, Ibn Warraq menarik perhatian kita dengan gembar-gembornya tentang mengapa dia bukan seorang muslim. Tentu saja, judul bukunya itu menjiplak Bertrand Russell, Wby I Am not a Cbristian. Akan tetapi jika Russell menulis filsafat, Ibn Warraq menulis suatu kebodohan, suatu karya intelektual yang sama sekali membosankan. Kali ini orang yang bernama aneh ini mengumpulkan sekumpulan artikel dan membukukannya dengan judul The Quest for the Historical Muhammad. Salah satu pendahuluan di buku ini ditulis oleh seorang dengan nama samaran yang menyedihkan, Ibn Rawandi. Mungkin, pengarang kontemporer kita secara tidak langsung merujuk pada persahabatan historis antara Ibn Rawandi (w. 298 H/ 910 M.) dan aI-Warraq (w. 247 H./861 M.), keduanya berasal dari abad ketiga Islam. Doktrin Manes dan penyimpangan figur sejarah itu diperdebatkan, namun dibandingkan dengan figur sebenarnya, dua pengarang modern kita adalah mutan yang menyedihkan dan figur intelektual yang penuh muslihat. Mungkin, dua pengarang kita tidak menduga bahwa penulis muslim dapat diberi nama apa saja selain "Ibn" atau "Abu" dan berpikir nama samaran terdengar sangat keren. Mungkin, pengarang kita memang berupaya bersembunyi di balik kefanatikan mereka dan berupaya menciptakan pengetahuan misterius mereka sendiri melalui nama samarannya. Nama samaran mengungkapkan tiadanya keyakinan dan kepengecutan pemakainya. Masalahnya bukan penyandang nama yang lucu; masalahnya adalah teman kita, Daniel Pipes, yang sejak lama sok berlagak. Pipes, seperti teman-temannya yang penggembira, berpendapat bahwa sumber-sumber tentang Islam secara inheren tidak dapat diandalkan, maka apa yang kita pikir kita ketahui tentang Islam bukanlah yang semestinya kita ketahui. Pipes mengklaim bahwa sumber-sumber berbahasa Arab ditulis satu setengah abad setelah wafatnya Nabi. Selain itu, sumber-sumber nonmuslim secara dramatis bertentangan dengan biografi standar muslim tentang Nabi Muhammad, dan manakala seorang muslim dan seorang non-muslim berbicara, 2
tentu saja, kita semua tahu siapa yang harus kita percaya. Pipes menyambut gembira upayaupaya sejarawan revisionis seperti John Wansbrough, Yehuda Nevo, Judith Koren, dan Patricia Kone. Menurut Pipes, revisionisme sejarah menentang pemikiran bahwa Muhammad berkhotbah di Mekah, bahwa bahasa Arab adalah bahasa Jazirah Arab purbakala, bahwa bahasa Arab adalah bahasa kaum muslim abad pertama, bahwa pernah ada umat-semacam-umatmuslim-awal, bahwa Nabi lahir pada 570 atau, sebenarnya, bahwa Muhammad benar-benar ada. Alquran bukan dari Nabi atau bahkan Jazirah Arab, melainkan cuma materi peribadatan yang dicuri dari tradisi Yahudi-Kristen, yang dirangkum di masa lalu. Sejarah Islam, sebagaimana yang terdapat dalam sumber-sumber Islam, tidak lebih dari suatu kebohongan terpuji, sebuah sejarah penyelamatan, oleh suatu umat yang tidak memiliki akar, umat tanpa jiwa yang berupaya menciptakan identitas uniknya sendiri. Dengan menunaikan Tanggung Jawab bangsa Kulit Putih, Pipes, semoga Tuhan merahmati jiwanya yang pengasih, menasihati kaum muslim bahwa revisionisme adalah sebuah aliran yang sekarang harus dipedulikan. Menurut Pipes, revisionisme sama dengan sakit gigi, dan kaum muslim taat yang malang, yang tenggelam dalam khayalan dan takhayul mereka, berpikir bahwa sakit gigi akan sembuh dengan sendirinya. Namun Pipes, seperti ibu saya yang baik yang mengajarkan kesehatan mulut dan pentingnya mandi setiap hari, mengajari kaum muslim bahwa sakit gigi tidak sembuh begitu saja. Sakit gigi, wahai kalian kaum muslim yang memang bodoh, membutuhkan dokter, membutuhkan rasionalis, membutuhkan Pipes, yang seperti pendahulu kolonialnya, membimbing kita menuju kebenaran sejarah, kepalsuan kesalehan kita, dan fakta bahwa objektivisme sains merupakan obat bagi jiwa kita yang percaya dengan takhayul. Tanpa omong kosong para guru kita, bagaimana kita pernah bis a menetapkan bagaimana mengatasi sakit gigi, sakit kepala, atau penyakit lainnya?
Revisionisme, seperti semua bentuk kefanatikan baru atau yang sudah mengakar, mengandalkan beberapa asumsi yang ganjil. Asumsi nomor satu adalah bahwa kaum muslim selalu berdusta. Mungkin pasangan gen muslim adalah penjahat, atau mungkin kaum muslim cenderung pada angan-angan konspirator dan hampir tidak dapat membedakan fiksi dari fakta. Menurut Pipes dan geng revisionisnya, muslim tidak memiliki keraguan untuk mengarang cerita, berdusta, atau menjiplak selama bermanfaat untuk tujuan pembebasan mereka. Asumsi kedua mengopi dari asumsi
3
pertama. Sumber non-muslim secara inheren lebih handal karena non -muslim mempunyai konsep objektivisme sejarah. Oleh karena itu, jika, misaln ya, seratus sumber muslim menyatakan satu hal dan satu sumber Suriah (bahasa gereja -gereja Kristen di Timur pada abad ke-3 hingga ke-13—Penerj.) menyatakan hal lain, yang pertama kasus terbuka dan yang kedua kasus tertutup. Sumber Suriah secara inheren lebih handal karena sumber muslim yang sial itu mau tidak mau adalah ke bohongan.
Asumsi ketiga sungguh menarik. Sejarah muslim adalah "sejarah penyelamatan" yang ditulis umat beragama yang egois dan tidak dapat diandalkan. Muslim adalah pengungsi agama yang bias yang terus mencari identitas mereka yang selalu sukar dipahami. Non-muslim, sebaliknya, bersifat tidak berat sebelah meskipun mereka memiliki kepentingan tertentu sendiri sebab non-muslim tidak membutuhkan penyelamatan; Tuhan mereka telah menyelamatkan jiwa mereka yang diberkati. Jadi, metodologi revisionisme sederhana: Abaikan apa yang kaum muslim katakana tentang diri mereka atau pihak lain, dan percayai apa yang non-muslim katakan tentang diri mereka atau tentang kaum muslim. Asumsi keempat rev isionisme adalah asumsi yang paling sedikit diakui, tapi tak diragukan lagi masuk dalam metodologi dan konklusi. Muslim adalah umat yang biadab; apa pun kebaikan yang mungkin telah mereka hasilkan, mereka tentunya telah meminjam dari agama Yahudi, Kristen , atau sumber lain yang lebih beradab. Bentuk barbarisme apa pun yang telah diciptakan oleh kaum muslim pada dasarnya berasal dari lubuk hati dan jiwa mereka, akan tetapi ke indahan apa pun yang mungkin mereka miliki, pasti hasil curian. Bagaimanapun juga kelompok revisionis suka mengatakan, 'Tidak, kau sahabat muslim yang emosional dan sesat. Kau hanya tidak tahu bahwa sejarah Islam disusun dalam konteks perselisihan partisan yang intens. Mengetahui betapa kaum muslim bisa menjadi sangat emosional, kaum muslim menulis sejarah mereka begitu saja untuk mendukung kepercayaan mereka." Akan tetapi, jika tidak ada Nabi atau Alquran atau bahkan sejarah, apa penyebab perselisihan partisan? Baik, mungkin tidak ada yang masyhur ketimbang kerakusan bangsa Arab terhadap uang dan kekayaan, atau ketidakmampuan bangsa Arab untuk
4
meningkatkan visi etnis mereka atau gairah mereka terhadap hal -hal kecil. Fakta bahwa sumber Suriah atau Yahudi mempunyai kepentingan dan prasangka partisan mereka sendiri, tentu saja, tidak penting karena non-muslim selalu berbicara kebenaran. Selain itu, fakta bahwa sumber Yunani mungkin menyampaikan berita-berita kosong atau pesan-pesan menyimpang yang diterima dari kaum muslim sendiri sama sekali tidak merusak keandalan mereka. Kita tidak pernah lupa: kaum muslim berdusta dan non-muslim berbicara benar. Tentu saja, Pipes, dan teman-temannya yang bernama aneh, mengabaikan begitu saja tarikh kehidupan Nabi yang ditulis di abad pertama setelah kematiannya. Meskipun mereka gemar sekali mengklaim autentisitas dokumen-dokumen dan riwayat susunan pihak mereka, tetapi mereka tidak pernah menjelaskan dokumen atau riwayat susunan yang mereka perbincangkan. Apakah dokumen atau riwayat adalah bukti yang handal dari mana pun sumbernya? Bahkan lebih jauh lagi, mereka mengabaikan dokumen yang ditulis di abad pertama yang mendokumentasikan hadis-hadis tentang Nabi, dan riwayat Umayyah dan 'Abbasiyyah yang menguatkan riwayat sejarah muslim. Mereka juga mengabaikan dokumen-dokumen yang didokumentasikan oleh Sezgin dan lain-lainnya yang membuktikan eksistensi Alquran di abad pertama Islam dalam bentuknya yang seperti sekarang ini. Lebih jauh lagi, mereka mengabaikan bahwa Alquran tidak merefleksikan konteks sejarah Islam abad kedua atau ketiga, melainkan menunjukkan perhatian yang melimpah terhadap permasalahan suku Quraysy, Mekah, Madinah, kaum hipokrit, dan Nabi. Menurut kaum revisionis, pada zaman 'Abbasiyyah, di abad kedua dan ketiga, kaum muslim menyusun Alquran. Namun tampaknya, mereka tidak menemukan cara yang lebih baik untuk merefleksikan konteks sejarah mereka selain berbicara tentang Quraysy atau Mekah, konsepkonsep yang kaum revisionis percayai dikarang sendiri dan, jika orang menerima logika revisionis, tak seorang pun paham atau peduli. Bukan hanya itu, bahkan lebih jauh lagi, kaum muslim pembohong yang suka menjiplak itu, alih-alih mengandalkan syair atau mitologi mereka sendiri, mereka tidak dapat menemukan sumber yang lebih baik daripada liturgi Yahudi-Kristen. Pendek kata, yang demikian adalah keadaan kaum muslim yang menyedihkan, mereka berdusta dan akhirnya memercayai dusta mereka sendiri.
5
Namun, Pipes dan teman-temannya tentunya akan mengatakan, "Kaum muslim tidak mempunyai sejarah dan karenanya mereka tidak memahami sejarah. Kalian kaum muslim malang yang tidak memiliki sejarah, di sini kalian lagi-lagi menyokong emosimu yang tak terkendali. Tidakkah kalian tahu bahwa revisionisme historis juga menyerang agama Kristen dan Yahudi? Tidakkah kalian tahu bahwa kedua agama itu tetap bertahan, tetapi berubah secara mendasar, sebagaimana Islam sudah tentu akan alami juga?" "Baiklah, saya, tentu saja, berterima kasih kepadamu atas upayamu meyakinkan saya bahwa Islam akan tetap bertahan. Tetapi, revisionisme dalam hal sejarah non-muslim menjadi skeptisisme yang kritis berkenaan dengan sejarah institusional yang resmi, tapi dalam hal sejarah Islam, ia seketika menjadi fanatik. Aliran revisionisme sejarah apakah yang pernah menyatakan bahwa semua sumber Yahudi, Kristen, Inggris, atau Perancis tidak dapat dipercayai? Aliran revisionisme apakah yang telah mencap seluruh umat sebagai pendusta yang obsesif?" Realitasnya adalah bahwa kaum revisionis yang menghadapi sejarah Islam adalah ideolog-tanpaintegritas-pakar yang kritis. Kita dapat mengambil satu contoh metodologi Pipes dan merenungkan gayanya. Pipes mengklaim bahwa suatu prasasti yang tidak pasti dan catatan Yunani menyebabkan Lawrence Conrad menetapkan kelahiran Nabi pada 522 bukan 570. Pipes kelihatannya tidak mau repot membaca studi Conrad. Conrad benar-benar menyandarkan pada perdebatan dalam sumber-sumber muslim berkenaan dengan penanggalan Tahun Gajah. Dia juga menyandarkan pada perdebatan dalam sumber sumber muslim mengenai apakah Nabi lahir di Tahun Gajah atau lebih awal. Conrad menganalisis pendapat bahwa Nabi menerima wahyu pada usia 40, dan menjelaskan bahwa usia 40 dianggap seorang topoi (pakar) kesusasteraan untuk kematangan dalam kesusasteraan Arab dan non-Arab. Oleh karena itu, argumen bahwa Nabi berusia 40 ketika memulai misinya boleh jadi suatu penggunaan simbolis ya ng menunjukkan bahwa Nabi telah mencapai usia kematangan. Pada dasarnya, Conrad tidak mencapai konklusi tentang tahun kelahiran Nabi. Akan tetapi, dia menyatakan bahwa konklusi Beeston dan Kister bahwa Tahun Gajah adalah pada 522 didukung oleh bukti yang kuat. Dia kemudian, secara tepat, menegaskan kompleksitas penetapan tahun kelahiran Nabi. Penjelasan ini sangat jauh berbeda dengan misinterpretasi Pipes
6
tentang Conrad. Betapa pun Conrad adalah seorang sarjana, se dangkan Pipes adalah seorang ideolog.
Banyak khayalan Pipes yang dicekoki oleh buku yang terkenal buruk , Hagarism. Namun begitu, sangat sedikit orang dalam komunitas keilmuan yang menganggap serius buku itu,
meskipun buku-buku
belakangan
yang
ditulis oleh pengarang
Hagarism
memperlihatkan tingkat ketidakberpihakan dan integritas ilmiah yang lebih besar. Jika Hagarism ditulis karena dorongan fantasi liar, hal yang sama tidak bisa dijelaskan pada karya-karya yang mengikuti jejaknya. Banyak karya revisionisme dipelopori oleh para sarjana yang memiliki agenda politik yang menyedihkan. Seperti bentuk-bentuk orientalisme yang vulgar, kaum revisionis berupaya untuk mendelegitimasi dan mendekonstruksi tradisi musuh umum mereka. Kefanatikan sarjana Israel, Koren dan Nevo, adalah sangat nyata. Mereka berpendapat bahwa sumber Arab mana pun harus dibuktikan oleh sumber non-Arab, dan jika kedua sumber itu bertentangan, sebagaimana lazimnya, sumber yang non-Arab harus dipercayai. Wellhausen dan Wansbrough adalah pakar Injil, dan metodologi keduanya yang sangat berhati-hati terhadap kajian Yahudi dan Injil sangat berbeda dengan kesukaannya berspekulasi terhadap sejarah Islam. Faktanya adalah bahwa fanatisme-revisionisme dalam meragukan sejarah Islam merupakan sisi koin fanatisme yang berseberangan dengan penyuc ian sejarah Islam. Masing-masing sisi adalah suatu ketidakseimbangan, masing-masing ekstrem, dan masing-masing buruk. Bagaimanapun, ciri-ciri revisionisme yang menonjol adalah kefanatikannya. Bayangkan jika sejarah Eropa ditulis hanya dengan mengandalkan sumber-sumber Islam. Bayangkan jika sejarah Yahudi Sinagog Kedua ditulis hanya dengan mengandalkan sumber-sumber Roma. Bayangkan jika sejarah Kristen ditulis hanya dengan mengandalkan sumber-sumber Yahudi. Bayangkan jika sejarah Revolusi Amerika ditulis hanya dengan mengandalkan sumber-sumber Inggris. Bayangkan jika sejarah Israel ditulis hanya melalui mata bangsa Palestina. Sejarah-sejarah ini tidak mungkin ditulis dengan cara demikian karena tidak ada sejarawan yang terhormat akan mengklaim adanya ketidakakuratan inheren dalam semua sumber Eropa, Amerika, Yahudi, Kristen, dan Israel. Bagaimana pendapat Pipes tentang para sejarawan revisionis yang mengklaim bahwa eksodus orang Yahudi dari Mesir adalah 7
suatu mitos, dan bahwa Sinagog Pertama atau Kedua tid ak pernah ada karena orang Yahudi tidak pernah hidup di Palestina dalam masa sejarah mereka? Faktanya menunjukkan bahwa kefanatikan kaum revisionis adalah seperti anti-Semitisme para penyangkal Holokaus yang menulis sejarah bangsa Yahudi dengan mengandalkan sumbersumber musuh Jerman mereka. Tidak, revisionisme adalah bukan suatu sakit gigi. Revisionisme adalah suatu upaya biadab untuk menolak identitas suatu umat. Revisionisme adalah keburukan kolonialisme, dan ketidakseimbangan rasa takut dan kegelisahan. Revisionisme adalah kepiluan sikap fanatik yang alami.
http://padhangan.wordpress.com/ 8