Warta 20 April 2014
Warta 20 April 2014 Tahun V - No.16
Haec Dies!
haec est dies quam fecit Dominus exultemus et laetemur in ea. Alleluia.
Suatu sore, ketika berkeliling di sekitar Gereja SanMaRe, terdengarlah lagu Haec Dies yang dinyanyikan oleh suara-suara malaikat kecil yang mengundang perhatian untuk disimak walaupun saat itu masih masa prapaskah.
Vokal dan intonasi dari anak-anak pun terdengar jelas. Lafalnya pun terdengar tegas dan tiada kesan bahwa mereka begitu asing dengan lagu ini. Lalu, segera saja, saya masuk ke ruangan itu dan menyaksikan belasan anak yang sedang berlatih nyanyi lagu “Haec Dies” untuk persiapan Perayaan Ekaristi Paskah Anak.
1/5
Warta 20 April 2014
Ketika mereka latihan, saya duduk dan mendengarkan mereka bernyanyi. Seketika, terkesan bahwa ada anak yang duduk di depan saya merasa ragu-ragu untuk bernyanyi (mungkin) karena “malu”. Ada yang bernyanyi dengan penuh semangat. Kepalanya bergoyang ke kiri dan ke kanan. Ada yang tidak melihat teks karena sudah hafal dengan teksnya. Menyenangkan rasanya mendengarkan dan memperhatikan adik-adik itu bernyanyi. Semangat dan keseriusan mereka menjadi tanda pengharapan sesungguhnya dari permenungan selama masa prapaskah ini.
Haec Dies
Di balik perjumpaan dengan mereka dalam latihan paduan suara itu, saya memperhatikan teks lagu Haec Dies dan mencoba merenungkan liriknya yang diambil dari Mazmur 118 ayat 24 tersebut. Secara harafiah haec est dies quam fecit Dominus, berarti “inilah hari yang Tuhan jadikan ”. Saya bertanya dalam hati, apa maksudnya hari yang dijadikan oleh Tuhan. Apakah teks ini sebenarnya berbicara tentang penciptaan manusia dan alam semesta? Apa yang dijadikan oleh Tuhan?
Menarik jika diperhatikan bersama ayat 24 dalam kesatuannya dengan Mazmur 118. Mazmur 118 ini berbicara tentang Nyanyian Puji-Pujian kepada Allah. Mazmur ini berisi tentang madah syukur dan terima kasih atas segala kebaikan Allah. Yang lebih menarik lagi adalah ketika memperhatikan bagaimana teks Mazmur 118 ini digunakan oleh Gereja Katolik yang kudus sebagai mazmur tanggapan dalam bacaan harian di hari Sabtu di Minggu Paskah Pertama. Mazmur 118 menjadi mazmur tanggapan yang didaraskan setelah kita mendengarkan bacaan dari Kis 4:13-21 dan sebelum kita mendengarkan bacaan Injil dari Mrk 16:9-15. Dalam kedua bacaan ini, ada satu pengalaman yang senada, yakni pengalaman “takjub”.
Dalam Kis 4:13-21, pengalaman “takjub” itu ditunjukkan oleh para anggota Mahkamah Agama Yahudi yang melihat keberanian Petrus dan Yohanes yang tidak terpelajar, namun dapat berkata-kata dan mengajar dengan begitu baik serta membuat mukjizat dalam nama Yesus. Dalam Mrk 16:9-15, pengalaman senada pun dialami oleh para murid yang menjadi tidak percaya dengan kesaksian dari Maria Magdalena tentang Yesus yang bangkit.
2/5
Warta 20 April 2014
Pengalaman “takjub” inilah yang mengantar kita masuk dalam misteri Paskah Kristus sendiri. Sebuah pengalaman iman yang hebat dan dahsyat inilah yang memampukan kita untuk melihat betapa besarnya kasih Allah kepada kita dalam misteri Paskah ini. Para murid yang tadinya tidak percaya akan Yesus yang bangkit, namun karena menyaksikan sendiri Yesus yang menampakkan diri-Nya kepada mereka, menjadi begitu mantap untuk beriman dan bersaksi tentang-Nya. Tidak ada keraguan dalam diri mereka.
Exultemus et Laetemur
Pengalaman “takjub” ini mengantar para murid sampai pada sebuah pengalaman iman. Buahnya adalah “bersorak-sorak dan bergembira” (exultemus et laetemur). Para rasul yang tadinya berhenti pada pengalaman “takjub” karena Yesus bisa menggandakan roti, menyembuhkan orang buta, dan membangkitkan orang mati, mengalami perubahan besar dalam diri mereka. Awalnya, mereka terguncang karena ketajuban mereka runtuh dengan kenyataan bahwa Kristus wafat di kayu salib. Akan tetapi, perubahan besar terjadi ketika mereka mengalami perjumpaan dengan Yesus yang bangkit.
Perubahan besar inilah tampak dalam kemampuan para rasul untuk memahami bagaimana cara Allah mencintai dan menyelamatkan manusia yang secara manusiawi terkesan tidak masuk akal. Allah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal kepada kita karena begitu besar kasih-Nya kepada kita (Yoh 3:16). Bahkan, Anak-nya yang tunggal itu rela mengosongkan diri dan menjadi manusia. Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib demi menebus dosa kita semua (Flp 2:7-8).
Yesus Kristus menebus dosa-dosa kita itu tidak dengan cara meninggikan diri dan berlaku otoriter. Tetapi, Kristus merendahkan diri agar warta keselamatan itu bisa dipahami oleh semua manusia. Inilah yang menjadi kunci utama iman kita sebagai orang Kristiani. Iman itu semakin dimantapkan dengan kebangkitan-Nya dari alam maut. Inilah kegembiraan dan sorak-sorai yang kita lambungkan kepada-Nya. Inilah rasa syukur yang kita haturkan kepada-Nya karena kita menjadi bagian dari anak-anak yang menerima rahmat keselamatan.
3/5
Warta 20 April 2014
Pengalaman iman para rasul inilah yang dibagikan kepada kita semua pada hari ini (haec dies), pada Hari Raya Paskah. Kita diajak untuk turut masuk dalam pengalaman iman ini dan tidak semata berhenti pada rasa kagum pada Yesus, Juruselamat kita yang rela berkorban habis-habisan untuk kita. Akan tetapi, sorak-sorai dan kegembiraan kita ini bermuara pada kata alleluia .
Alleluia
Sebenarnya, jika diperhatikan, dalam teks Mzm 118:24, tidak ada kata alleluia. Saya menduga bahwa kata ini merupakan pengalaman iman si pengarang lagu yang sungguh merasakan kebangkitan Kristus di dalam dirinya. Kebangkitan Kristus itu tidak sekedar bermuara pada sorak-sorai dan kegembiraan, tetapi bermuara pada pujian kepada Allah. Kata alleluia yang kerap ditulis juga hallelujah bisa dipahami sebagai ungkapan pujian syukur kepada Allah. Jika kita perhatikan teks Kitab Suci terjemahan Bahasa Inggris, King James Version misalnya, kita akan jumpai frase “ Praise The Lord ” untuk menerjemahkan kata alleluia .
Dan, memang sudah sepatutnya, kita yang “takjub” dan bersyukur atas pengurbanan diri Yesus Kristus ini menghaturkan pujian setinggi-tingginya kepada-Nya yang telah menyelamatkan kita. Akan tetapi, ajakannya bahwa pujian ini tidak berhenti pada ungkapan saja, tetapi juga bermuara pada permohonan tiada henti untuk selalu dimampukan mengenali tanda-tanda kebangkitan-Nya dalam kehidupan kita sehari-hari. Lebih dari itu, kita juga diajak untuk mewujudkan pujian kepada-Nya itu dalam segala perbuatan kita setiap harinya.
Rasanya, kegembiraan dan keseriusan anak-anak yang bernyanyi dalam latihan koor BIA
4/5
Warta 20 April 2014
menjelang Paskah Anak itu menjadi bukti nyata bahwa mereka sudah mengambil bagian dalam kegembiraan Paskah. Dan, semoga kegembiraan Paskah, kegembiraan akan kebangkitan Kristus, dan kegembiraan atas penebusan dosa-dosa kita ini, sungguh menjadi kegembiraan yang bisa kita bawa dan kita bagikan kepada semua orang yang kita jumpai. Biarlah madah “all eluia ” ini bergema dalam hati kita, keluarga kita, dan juga di setiap setiap orang yang kita jumpai.
Selamat Paskah, Tuhan memberkati, dan alleluia. Dipersembahkan oleh RD Anton Baur.
5/5