MEMANFAATKAN METODE DEBAT SECARA FORMAL UNTUK MENGOPTIMALKAN PEMAHAMAN BIOETIKA PADA PEMBELAJARAN MATERI KESEHATAN REPRODUKSI SISWA KELAS XII MAN 1 BANJARMASIN H. Muhammad Zaini ♣ Ilda Ruhama ♣♣ Abstrak Seorang guru yang bertugas pada lembaga pendidikan keagamaan selayaknya terpanggil untuk mengaitkan etika dalam pembelajaran, khususnya topik-topik yang berhubungan dengan pemanfaatan hewan coba maupun menyangkut aspek kehidupan manusia. Konsep bioetika tidak dapat diajarkan hanya dengan transfer pengetahuan dari dosen kepada mahasiswa. Oleh karena itu menggunakan metode yang tidak lazim ini akan memberi nuansa baru dalam pembelajaran. Para siswa harus diberikan keterampilan menganalisis dan mensintesis informasi yang berhubungan dengan pertimbangan etika dan moral, ini dilakukan dengan cara menanggapi isu-isu yang muncul berkaitan dengan bioetika, di samping menumbuhkan pengetahuan. Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman dan respon siswa kelas XII IPA-1 MAN 1 Banjarmasin tentang bioetika pada pembelajaran materi kesehatan reproduksi dengan menggunakan metode debat secara formal. Topik yang diperdebatkan pada siklus 1 adalah kehamilan yang tidak dikehendaki dan usaha-usaha legalisasi aborsi, sedangkan pada siklus 2 memilih topik tentang hak reproduksi perempuan dan kekerasan terhadap perempuan. Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, sejak bulan April 2006 sampai bulan November 2006, bertempat di MAN 1 Jalan Pahlawan Banjarmasin. Instrumen penelitian dan teknik debat yang digunakan diadaptasi dari 2 sumber yakni Genetics Engineering A Lesson on Bioethics for the Classroom (Amstrong & Weber, 1991) dan Social Issues and Genetics Testing: A Case Study Using Advocacy Groups (Clark, 1997). Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode debat secara formal dapat mengoptimalkan pemahaman bioetika pada pembelajaran kesehatan reproduksi. Respon siswa dalam pembelajaran menjadi lebih baik, artinya pembelajaran telah berpusat pada keaktivan siswa. Kata kunci: metode debat secara formal, bioetika, kesehatan reproduksi ♣ ♣♣
.Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unlam Banjarmasin Guru Biologi MAN 1 Banjarmasin
81 Seorang guru yang bertugas pada lembaga pendidikan keagamaan selayaknya terpanggil untuk mengaitkan etika dalam pembelajaran, khususnya topik-topik yang berhubungan dengan pemanfaatan hewan coba maupun menyangkut aspek kehidupan manusia. Mis Ambrah, salah seorang guru biologi di MAN 1 Banjarmasin setuju dengan gagasan di atas. Ia menambahkan bukan saja mengaitkan materi biologi dengan perkembangan teknologi, akan tetapi juga berusaha mengaitkan iman dan taqwa, dan etika dalam pembelajaran. Masalahnya adalah etika dalam biologi selanjutnya disebut bioetika tidak tercantum dalam kurikulum biologi. Padahal materi-materi yang berkaitan dengan bioetika dewasa ini menjadi semakin komplek seperti usaha-usaha legalisasi aborsi, hak-hak reproduksi perempuan, dan kekerasan terhadap perempuan. Kurikulum 2004 memberikan kewenangan pada masing-masing daerah untuk mengembangkan materi sesuai dengan konteks di mana para siswa berada Jadi tidak lagi terbatas pada hal-hal yang dipandu dalam kurikulum, mengajarkan konsep baru dan hal-hal yang berhubungan dengan bioetika sah-sah saja. Masalahnya adalah penyajian bioetika selama ini hanya sebagai bahan tempelan dalam pembelajaran biologi, padahal pembelajaran bioetika penuh dengan pertimbangan-pertimbangan, oleh karena itu perlu dicarikan cara yang tepat dalam mengajarkan materi ini. Konsep bioetika tergolong materi yang sukar diajarkan, terutama bila ingin menanamkan penguasaan konsep, sikap, dan nilai-nilai kepada para siswa. Materi yang mendasari konsep bioetika pada umumnya diajarkan dalam bentuk penyajian konsep-konsep tanpa mengaitkan dengan bioetikanya. Banyak konsep dalam kesehatan reproduksi yang dapat dikaitkan dengan bioetika seperti kehamilan yang tidak dikehendaki, aborsi, hak reproduksi, praktik tradisional, dan penggunaan kontrasepsi. Salah satu cara yang mungkin dapat digunakan untuk menanamkan konsep-konsep bioetika dalam pembelajaran biologi adalah menggunakan metode debat secara formal. Metode ini tergolong pembelajaran kooperatif tipe pembelajaran bersama (learning together). Metode yang baru berkembang di Indonesia, sekurangkurangnya telah dicobakan dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP (Untari, 2006). Metode debat sendiri sudah pernah dilaksanakan untuk mengoptimalkan pemahaman bioetika pada perkuliahan genetika (Zaini dan Warsono, 2005).
82 Konsep bioetika tidak dapat diajarkan hanya dengan transfer pengetahuan dari guru kepada para siswa. Mereka harus diberi keterampilan menganalisis dan mensintesis informasi dalam pertimbangan etika. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menanggapi isu-isu yang muncul berkaitan dengan bioetika. Pembelajaran seperti ini bertujuan agar siswa mampu memahami sains yang berkaitan dengan isu-isu sosial dan mampu menciptakan pertumbuhan pendidikan masyarakat dalam konteks yang ada di masyarakat (Fullick dan Ratcliffe, 1996). Isu yang muncul ke permukaan saat ini adalah legalisasi aborsi yang tertuang dalam UU Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Legalisasi aborsi yang dilatarbelakangi oleh kehamilan tidak dikehendaki pada saat ini mendapat tantangan keras oleh kelompok Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), MUI, PGI dan kalangan agamis lainnya melalui aksi damai, pengopinian ke media massa, seminar dan sebagainya. Kedua isu ini merupakan bagian dari kajian kesehatan reproduksi (Progress, No. 42 tahun 1997). Pembelajaran kesehatan reproduksi akan menarik jika dikaitkan dengan bioetika. Dampak positif yang diperoleh adalah pemahaman bioetika menjadi lebih baik di samping menumbuhkan kognisi kepada para siswa khususnya tentang kesehatan reproduksi. Ada beberapa ragam metode dalam menggunakan pendekatan ini, khususnya dalam mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan etika. Salah satu model yang digunakan adalah model ABCDE yang merupakan akronim dari argument, bothsides, cost and benefits, decision, evaluate (Johansen dan Harris, 2000). Berkaitan dengan metode ini, maka etika normatif lebih layak dipilih. Menurut (Pennock, 2000) etika normatif berkaitan dengan penyampaian argumen yang benar atau salah terhadap kesimpulan normatif, dan kesimpulan preskriptif yang dilakukan atau tidak. Debat juga merupakan suatu metode yang berhasil di dalam pengajaran, karena memiliki format interaktif. Penelitian menunjukkan dengan menggunakan format interaktif dapat mencapai keterampilan berpikir, kemampuan menyelesaikan masalah, pembelajaran kognitif tingkat tinggi, perubahan sikap, perkembangan moral, dan perkembangan keterampilan berkomunikasi (Nyquist dan Wulff dalam Parcher, 1988). Dari 6 metode yang direkomendasikan untuk pembelajaran aktif, 5 di antaranya dimiliki oleh metode debat yakni menulis, presentasi lisan oral, strategi kelompok kecil, permainan pembelajaran atau bermain peran dan metode studi lapangan. Tidak mengherankan jika kini debat di kelas-kelas klasikal merupakan
83 metode
yang
baik
untuk
membelajarkan
dan
menerapkan
prinsip-prinsip
keterampilan berpikir (Freely, 1990). Aspek utama dalam melaksanakan debat adalah adanya perbedaan pandangan dalam belajar. Jika pebelajar dipandang sebagai penerima informasi secara pasif, media untuk melaksanakan transmisi sangat tidak mungkin. Akan tetapi jika berpikir tentang apa yang diperlukan pebelajar adalah aktivitas untuk menciptakan suasana baru, maka kehadiran teknologi ekspresif dan interaktif mungkin akan berperan penting (Clark, 1983). Jadi pada hakikatnya dalam melaksanakan metode debat, adanya perbendaan pandangan menjadi kunci utama. Debat dan kejadian individual, kerja siswa di laboratorium dapat membantu para siswa untuk memahami beragam bentuk komunikasi lebih efektif terhadap suatu argumen dalam berbagai konteks dengan berbagai mitra (McBath dalam Parcher, 1988).
Di dalam melaksanakan
debat, Matlon dan Keele menyimpulkan ada keterkaitan antara partisipan dan persaingan debat dengan tujuan-tujuan pada pendidikan tinggi. Colbert dan Biggers sepakat latihan-latihan dalam berdebat dalam jangka panjang merupakan bagian vital dalam proses pendidikan. Akhirnya Kruger berargumen debat mungkin memiliki “nilai lebih” dalam beraktivitas di dalam kurikulum seni. Debat secara formal sudah lazim digunakan dalam etika pengacara. Ada keunggulan pada siswa untuk memperoleh teori dan praktik dengan menggunakan metode debat (Parcher, 1988). Debat sangat berharga sebagai pendidikan pre profesional. Debat lebih baik dibanding dengan aktivitas di ekstra kurikuler, karena dapat menjembatani jurang pemisah antara akademik dan karir (Muir dalam Parcher, 1988). Pengalaman berdebat telah mengantarkan kesuksesan dalam dunia bisnis (Colbert and Biggers dalam Parcher, 1988). Pembelajaran dengan menggunakan debat mampu membantu siswa untuk memperoleh pengalaman belajar yang lebih baik di kelas (Parcher, 1988). Menurut McCroky siswa yang dilatih dalam percakapan kompetitif lebih baik dibanding secara akademik saja atau transfer pengetahuan belaka. Hanson mengutarakan berdebat dapat meningkatkan kemampuan dalam mengolah informasi yang komplek dengan cepat dan efisien. Hasil belajar siswa lebih baik dengan menggunakan debat dibanding pembelajaran klasikal di dalam kelas. Menurut Zaini dan Warsono (2005) perkuliahan dengan menggunakan metode debat secara formal dapat mengoptimalkan
84 pemahaman bioetika pada perkuliahan genetika. Dari bukti-bukti ini metode debat sudah selayaknya menjadi metode unggulan dalam pembelajaran di kelas, khususnya materi-materi yang menuntut pertimbangan etika. Banyak kendala yang mungkin muncul dengan menggunakan metode debat secara formal, sehingga perkembangannya terasa lambat. Para guru biologi enggan mengajak para siswa melakukan pembelajaran dengan pendekatan ini karena menuntut keberanian para guru sebagai fasilitator, peran juri mungkin susah diperoleh dari para siswa sendiri. Untuk mengatasi kendala juri dapat ditempuh dengan meminta tim ahli di bidang pendidikan biologi khususnya berkaitan dengan konsep kesehatan reproduksi. Bilamana usaha-usaha mengatasi kendala yang mungkin muncul dalam menggunakan metode debat secara formal dan manfaat besar yang akan diperoleh sesuai dengan tuntutan kurikulum maka perlu dilakukan penelitian tentang pemanfaatan metode debat secara formal untuk mengoptimalkan pemahaman bioetika pada pembelajaran materi kesehatan reproduksi. Masalah yang berkaitan dengan pemahaman konsep dasar kesehatan reproduksi dapat dilakukan melalui pembelajaran biasa. Sedangkan masalah yang berkenaan dengan pemahaman bioetika dilakukan dengan menggunakan metode debat secara formal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman dan respon siswa kelas XII IPA-1 MAN 1 Banjarmasin tentang bioetika pada pembelajaran materi kesehatan reproduksi dengan menggunakan metode debat secara formal. METODE Penelitian dilaksanakan di MAN 1 Jalan Pahlawan Banjarmasin. Penelitian dilaksanakan selama 8 bulan, dimulai pada bulan April 2006 dan berakhir pada bulan November 2006. Subyek penelitian adalah semua siswa kelas XII IPA-1 MAN 1 Banjarmasin tahun pelajaran
2006/2007. Penelitian tindakan kelas ini tergolong
deskriptif eksploratif, di mana kelompok atau partisipan berasal dari guru biologi, para siswa, dan dosen. Penelitian ini dilaksanakan 2 siklus, dengan jumlah waktu belajar efektif sebanyak 6 jam pelajaran. Setiap siklus terdiri atas 3 jam pelajaran. Topik yang diperdebatkan pada siklus 1 adalah kehamilan yang tidak dikehendaki dan usaha-usaha legalisasi aborsi, sedangkan pada siklus 2 memilih topik tentang hak reproduksi perempuan dan kekerasan terhadap perempuan. Dalam melaksanakan debat secara formal, konsep-konsep dasar yang tercantum dalam kurikulum sudah
85 mereka pelajari, atau bersifat prasyarat. Materi yang dijadikan bahan perdebatan merupakan muara dari konsep-konsep biologi dan cenderung menjadi isu hangat. Pada siklus 1 menggunakan metode debat secara formal meliputi topik kehamilan yang tidak dikehendaki dan usaha-usaha legalisasi aborsi, meliputi 1) mempersiapkan perangkat debat dan menentukan figur-figurnya seperti telah diuraikan dalam metode debat, 2) menyusun strategi debat dan menentukan figurfigurnya terdiri atas 3 kelompok yakni kelompok setuju (pro), kelompok opposan (kontra), dan dewan juri. 3) merancang pembelajaran menggunakan metode debat secara formal, termasuk di dalamnya menyusun tes hasil belajar menjadi satu kesatuan dengan rencana pembelajaran dan tes selama proses pembelajaran, dan 4) menyusun instrumen kinerja siswa selama proses pembelajaran dan cara pemberian skornya (Borich, 1994 dalam Supramono, 2005). Di dalam pelaksanaan pembelajaran, para siswa. diberi tugas yang telah diperoleh melalui artikel dari jurnal, internet, media masa yang berkaitan dengan topik debat, maksudnya agar konsep yang dipelajari telah dipahami para siswa sehingga diperoleh kesiapan belajar. Ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung, para siswa sesuai dengan posisi mereka masing-masing dalam metode debat. Pelaksanaan pembelajaran diamati dengan menggunakan instrumen yang telah disediakan. Kegiatan pada tahap ini meliputi observasi terhadap aktivitas siswa dalam pembelajaran, khususnya aktivitas siswa, aktivitas guru, dan respon siswa terhadap proses pembelajaran. Kegiatan juga berhubungan dengan penguasaan materi pelajaran diperoleh dari tes hasil belajar dengan menggunakan format yang diadaptasi dari Amstrong & Weber (1991). Hasil penelitian siklus 1 dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan siklus 2. Instrumen penelitian diadaptasi dari 2 sumber yakni Genetics Engineering-A Lesson on Bioethics for the Classroom (Amstrong & Weber, 1991) dan Social Issues and Genetics Testing: A Case Study Using Advocacy Groups (Clark, 1997). Pengetahuan dasar, pentingnya topik, dan nilai-nilai seperti termuat dalam instrumen penelitian merupakan cermin pemahaman bioetika para siswa. Hasil penelitian berupa data kuantitatif diperoleh dari tes hasil belajar yang memuat ketiga komponen di atas, sedangkan data kualitatif diperoleh dari aktivitas siswa, aktivitas guru, dan respon
86 siswa terhadap proses pembelajaran. Ketuntasan dicapai bilamana persentasi hasil siswa 85%. Ini menjadi syarat melaksanakan debat secara formal. Hasil penelitian kualitatif telah ditetapkan indikator keberhasilan pembelajaran yakni sekurang-kurang 3 aspek pengetahuan dasar siswa menjawab YA. Data kuantitatif maupun kualitatif diolah dengan teknik analisis statistik deskriptif.. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Secara kuantitatif ketuntasan klasikal tercapai pada siklus 2, yakni 94,11%, sedangkan pada siklus 1 hanya 82,35%. Hasil penelitian selama proses pembelajaran disajikan pada Tabel 1. Pada Tabel 1, pengetahuan dasar siswa rendah, oleh karena Tabel 1. Hasil Pre Tes pada Pembelajaran Menggunakan Metode Debat Secara Formal (N = 35) Pengetahuan dasar 1. 2. 3. 4.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
Saya tahu tentang kehamilan yang tidak dikehendaki dan usahausaha legalisasi aborsi. Saya bahkan jauh lebih tahu tentang kehamilan yang tidak dikehendaki dan usaha-usaha legalisasi aborsi, melebihi teman lainnya. Saya telah mengerti tentang makna dari kesehatan reproduksi. Saya tahu tentang beragam opini berkenaan dengan isu-isu mengenai kehamilan yang tidak dikehendaki dan usaha-usaha legalisasi aborsi Pentingnya topik Anda dapat mempertimbangkan peranan usaha-usaha mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki dan usaha-usaha legalisasi aborsi pada perempuan untuk mengatasi isu-isu global yang makin mendesak. Anda setuju usaha-usaha mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki dan legalisasi aborsi penting dalam memperbaiki kualitas kaum perempuan? Saya merasa bahwa kehamilan yang tidak dikehendaki dan usahausaha legalisasi aborsi merupakan topik menarik dan penting dalam kesehatan reproduksi. Nilai-nilai
Ya 25
Pilihan Jawaban Tidak Ragu-ragu 0 10
1
24
10
7 17
8 6
20 12
Setuju 15
Tidak Setuju 7
Raguragu 13
14
16
5
32
0
3
Ya
Tidak Ragu-ragu
Jika anda dapat mengambil keputusan pada saat ini, anda akan senang 12 pada usaha-usaha mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki dan usaha-usaha legalisasi aborsi pada perempuan. Apapun alasannya, Saya percaya usaha-usaha mencegah kehamilan 7 yang tidak dikehendaki dan usaha-usaha legalisasi aborsi pada perempuan sah-sah saja. Saya merasakan, bahwa bagi saya isu-isu kehamilan yang tidak dike- 15 hendaki dan usaha-usaha legalisasi aborsi pada perempuan telah menjadi jelas.
17
6
17
11
5
15
87 itu dilaksanakan pembelajaran siklus 1, hasil pembelajaran seperti pada Tabel 2. Pada Tabel 2, pengetahuan dasar siswa telah terjadi peningkatan. Dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 1. Pada Gambar 1, pengetahuan dasar siswa menjadi lebih baik, Tabel 2. Hasil Post Tes Siklus 1 Menggunakan Metode Debat Secara Formal (N=35) Pengetahuan dasar 1. Saya tahu tentang kehamilan yang tidak dikehendaki dan usahausaha legalisasi aborsi. 2. Saya bahkan jauh lebih tahu tentang kehamilan yang tidak dikehendaki dan usaha-usaha legalisasi aborsi, melebihi teman lainnya. 3. Saya telah mengerti tentang makna dari kehamilan yang tidak dikehendaki dan usaha-usaha legalisasi aborsi. 4. Saya tahu tentang beragam opini berkenaan dengan isu-isu mengenai kehamilan yang tidak dikehendaki dan usaha-usaha legalisasi aborsi Pentingnya topik 1. Anda dapat mempertimbangkan peranan usaha-usaha mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki dan usaha-usaha legalisasi aborsi pada perempuan untuk mengatasi isu-isu global yang makin mendesak. 2. Anda setuju usaha-usaha mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki dan legalisasi aborsi penting dalam memperbaiki kualitas kaum perempuan? 3. Saya merasa bahwa kehamilan yang tidak dikehendaki dan usahausaha legalisasi aborsi merupakan topik menarik dan penting dalam kesehatan reproduksi. Nilai-nilai 1.
2.
3.
Jika anda dapat mengambil keputusan pada saat ini, anda akan senang pada usaha-usaha mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki dan usaha-usaha legalisasi aborsi pada perempuan. Apapun alasannya, Saya percaya usaha-usaha mencegah kehamilan yang tidak dikehendaki dan usaha-usaha legalisasi aborsi pada perempuan sah-sah saja. Saya merasa, bahwa isu-isu kehamilan yang tidak dikehendaki dan usaha-usaha legalisasi aborsi pada perempuan menjadi jelas.
Pilihan Jawaban Ya Tidak Ragu-ragu 30 0 5 9
14
12
24
0
11
29
2
4
Setuju Tidak 20 6
Ragu-ragu 9
16
12
7
30
2
3
Ya
Tidak
13
17
5
7
22
6
24
2
9
Ragu-ragu
30 25 20
1
15
2
10
3
5
4
0 ya
tidak
raguragu
Keterangan: 1) pengetahuan tentang topik, 2) lebih mengetahui tentang topik, 3) mengerti topik utama 4) mengetahui beragam opini yang menjadi topik utama Gambar 1. Kecenderungan Pengetahuan Dasar Siswa pada Siklus 1
88 hal ini dilihat dari meningkatnya pengetahuan dasar, akan tetapi ketidaktahuan dan keragu-raguan masih tinggi, meskipun ada penurunan. Atas pertimbangan ini, dilaksanakan siklus 2, dan hasilnya seperti Tabel 3. Tabel 3. Hasil Post Tes Siklus 2 Bagian 1 pada Pembelajaran dengan Menggunakan Metode debat secara formal (N = 34) Pengetahuan dasar 1. 2.
Saya tahu tentang hak-hak reproduksi perempuan. Saya bahkan jauh lebih tahu tentang hak-hak reproduksi perempuan, melebihi teman-teman lainnya. 3. Saya telah mengerti tentang makna dari kesehatan reproduksi. 4. Saya tahu tentang beragam opini berkenaan dengan isu-isu mengenai hak-hak reproduksi perempuan Pentingnya topik 1. Anda dapat mempertimbangkan topik hak-hak reproduksi perempuan perlu dipelajari untuk mengatasi isu-isu global yang makin mendesak. 2. Anda setuju topik hak-hak reproduksi perempuan perlu dikaji untuk mengatasi kehamilan yang tidak dikehendaki, aborsi ilegal, dan kekerasan terhadap perempuan ? 3. Saya merasa bahwa hak-hak reproduksi perempuan merupakan topik menarik dan penting dalam pembelajaran biologi. Nilai-nilai 1. Jika anda dapat mengambil keputusan pada saat ini, anda akan senang pada topik hak-hak reproduksi perempuan sebagai bahan pembelajaran biologi. 2. Apapun alasannya, Saya percaya mengangkat topik hak-hak reproduksi perempuan sebagai bahan pembelajaran biologi sah-sah saja. 3. Saya merasakan, bahwa bagi saya isu-isu hak-hak reproduksi perempuan kini telah menjadi jelas.
Ya 28 0 16 16
Pilihan Jawaban Tidak Ragu- ragu 0 6 18 16 5 4
13 14
Setuju Tidak Ragu-ragu 24 0 10
30
0
4
29
0
5
Ya 27
Tidak 0
Ragu-ragu 7
30
0
4
9
2
23
Kemampuan dasar siswa berasumsi pada hasil pre tes siklus 1, jadi pada siklus 2 menggunakan topik yang berbeda, dengan 2 kali evaluasi akhir. Hasil pembelajaran topik 1 pada siklus 2 seperti pada Tabel 2, dan hasil pembelajaran topik 2 pada siklus 2 seperti pada Tabel 4. Hubungan pengetahuan dasar siswa pada Tabel 3 dan Tabel 4 dituangkan dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 2. Deskripsi data pada bagian ini bertumpu pada pengetahuan dasar siswa saja, karena merupakan indikator keberhasilan penelitian. Pentingnya topik dan nilai-nilai merupakan konsekuensi logis dari pengetahuan dasar yang dimiliki siswa.
89 Tabel 4.Hasil Post Tes Siklus 2 Bagian 2 pada Pembelajaran dengan Menggunakan Metode debat secara formal (N = 34)
Pengetahuan dasar 1. 2. 3. 4.
Pilihan Jawaban Tidak Raguragu 34 0 0 5 11 18 Ya
Saya tahu tentang kekerasan terhadap perempuan. Saya bahkan jauh lebih tahu tentang kekerasan terhadap perempuan, melebihi teman-teman lainnya. Saya telah mengerti tentang makna dari kesehatan reproduksi. Saya tahu tentang beragam opini berkenaan dengan isu-isu mengenai kekerasan terhadap perempuan
29 24
0 3
5 7
Pentingnya topik
Setuju Tidak RaguSetuju ragu
1.
Anda dapat mempertimbangkan topik kekerasan terhadap perempuan perlu dipelajari untuk mengatasi isu-isu global yang makin mendesak. 2. Anda setuju topik kekerasan terhadap perempuan perlu dikaji untuk mengatasi kehamilan yang tidak dikehendaki, aborsi ilegal, dan mengangkat harkat perempuan? 3. Saya merasa bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan topik menarik dan penting dalam pembelajaran biologi. Nilai-nilai
29
0
5
31
0
3
29
0
5
Ya
Tidak
1.
22
1
Raguragu 11
26
0
8
19
1
14
2. 3.
Jika anda dapat mengambil keputusan pada saat ini, anda akan senang pada topik kekerasan terhadap perempuan sebagai bahan pembelajaran biologi. Apapun alasannya, Saya percaya mengangkat topik kekerasan terhadap perempuan jadi bahan pembelajaran biologi sah-sah saja. Saya merasakan, bahwa bagi saya isu-isu kekerasan terhadap perempuan kini telah menjadi jelas.
Pada Gambar 2, pengetahuan dasar siswa menjadi lebih baik lagi, dibanding dengan siklus 1, hal ini ditunjukkan oleh meningkatnya pengetahuan dasar, dan menurunnya ketidaktahuan dan keragu-raguan. 35 30 25 20
1
15
2
10
3
5
4
0 ya
tidak
raguragu
Keterangan: 1) pengetahuan tentang topik, 2) lebih mengetahui tentang topik, 3) mengerti topik utama 4) mengetahui beragam opini yang menjadi topik utama Gambar 2. Kecenderungan Pengetahuan Dasar Siswa pada Siklus 2
90 Berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan di atas dapat disimpulkan penggunaan metode debat secara formal efektif untuk meningkatkan pemahaman siswa berkaitan dengan bioetika. Meskipun demikian perlu pula dilihat topik lain berkenaan dengan bioetika yakni pentingnya topik dan nilai-nilai. Dampak penguasaan pengetahuan dasar siswa dilihat dari pergeseran kemampuan pentingnya topik sebagai pembelajaran bioetika seperti pada Gambar 3. Pada Gambar 3, 35 30 25 20
1
15
2
10
3
5 0 setuju
tidak
raguragu
Keterangan: pertimbangan topik yang dipilih, 2) menyetujui topik, 3) pentingnya topik utama Gambar 3. Kecenderungan Pentingnya Topik pada Pembelajaran
pentingnya topik dalam pembelajaran cukup baik, hal ini menunjukkan topik yang dipilih dapat menunjang pemahaman tentang bioetika, meskipun sebagian kecil masih dalam keraguan. Pembelajaran menggunakan metode ini memberi keleluasaan kepada siswa untuk menetapkan pilihan. Jadi kecenderungan merupakan kunci utama dalam memahami hasil penelitian ini. Dampak penguasaan pengetahuan dasar siswa juga dilihat dari pergeseran nilai-nilai sebagai pembelajaran bioetika seperti Gambar 4. 30 25 20 15
1
10
2 3
5 0 ya
tidak
raguragu
Keterangan: setuju pada topik pembelajaran, 2) relevansi topik dengan nilai-nilai, 3) pengetahuan bioetika makin jelas Gambar 4. Kecenderungan Pentingnya Nilai-nilai pada Pembelajaran
91 Pada Gambar 4, nilai-nilai dalam pembelajaran masih cukup baik, hal ini menunjukkan topik yang dipilih dapat menunjang pemahaman tentang bioetika, meskipun sebagian ada peningkatan keraguan. Jadi atas dasar temuan ini pembelajaran dengan menggunakan metode debat secara formal dapat menguatkan temuan terdahulu yang bertumpu pada pengetahuan dasar. Sebagai tambahan, hasil amatan terhadap kelompok kontra; salah satu kelompok yang berdebat pada siklus 1 masih rendah, selama pembelajaran lebih banyak diisi dengan memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain. Aktivitas kelompok ini pada siklus 2 cukup tinggi, akan tetapi distribusi kegiatan hanya terfokus pada aktivitas 1 yakni memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain. Berkaitan dengan temuan-temuan dalam hasil penelitian, khususnya berkenaan dengan respon siswa dalam pembelajaran disimpulkan pembelajaran dengan cara ini dapat meningkatkan respon siswa selama proses pembelajaran. Berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah dikemukakan, pembelajaran dengan menggunakan metode debat secara formal dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang bioetika. Penelitian ini juga membuktikan bahwa respon siswa menjadi lebih baik jika dibanding dengan pembelajaran yang menitikberatkan pada penanaman konsep belaka. Pembahasan Pemahaman siswa tentang bioetika pada pembelajaran materi kesehatan reproduksi dengan menggunakan metode debat secara formal dapat ditingkatkan. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya, khususnya penelitian serupa terhadap sekelompok siswa. Menggunakan metode ini dapat meningkatkan pemahaman bioetika para siswa. Patut disadari informasi biologi pada umumnya bagi para siswa yang berfokus pada etika, legal, sosial dan aspek bioteknologi hanya menyajikan latar belakang dari permukan saja (Armstrong dan Weber,1991). Tidak mengherankan jika selama ini tujuan utama pembelajaran bioetika adalah agar para siswa mampu mengetahui dan menghimpun etika, dan dilema legal belum tampak ke permukaan. Pembelajaran biologi yang mengacu pada aspek etika pada masa lalu diperkenalkan secara terbatas pada siswa pendidikan kedokteran di pergurun tinggi dan belum menyentuh pada jenjang sekolah di bawahnya (Margono, 2001). Kini
92 sebaliknya, pembelajaran yang mengacu aspek etika sudah mulai banyak dikaji orang. Sadar atau tidak, pembelajaran bioetika mempunyai sumbangan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan kemampun berpikir kritis siswa dalam mengambil keputusan secara ilmiah dan dalam menyikapi hasil–hasil penelitian ilmiah terutama dalam biologi baik secara perorangan maupun berkelompok (Margono, 2001). Istilah kesehatan reproduksi dan kaitannya dengan bioetika sudah menjadi terlalu umum bagi siswa
biologi, padahal topik ini tidak ada tersurat dalam
kurikulum, hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya (Margono, 2001), ini menimbulkan kekeliruan persepsi awal peserta atau definisi yang diperoleh setelah proses debat. Jadi pada hakikatnya metode debat secara formal melalui metode debat dapat mengatasi miskonsepsi siswa , khususnya berkaitan dengan bioetika. Beragam opini tentang pengetahuan dasar kesehatan reproduksi ada peningkatan pengetahuan dasar menjadi hal yang lumrah sebagai produk dari belajar dan sebagai tambahan wawasan bagi mereka. Kelompok debat ada yang pro dan kontra di samping dewan juri. Kelompok kontra yang cenderung konservatif akan mempertahankan ketidaksetujuan dengan hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi dan bioetika. Kelompok ini diduga menambah ragam opini tentang isu debat. Peningkatan pemahaman pentingnya topik tentang pertimbangan kesehatan reproduksi untuk mengatasi isu global, begitu pula dengan persetujuan atas kesehatan reproduksi juga merupakan hasil efek komulatif belajar. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya (Margono, 2001), di mana metode debat dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis siswa , meskipun hanya menyajikan latar belakang yang bersifat permukaan saja (Armstrong dan Weber, 1991). Jika terjadi peningkatan pada keragu-raguan ini merupakan konsekuensi logis dari pembelajaran demokratis. topik menarik dalam pembelajaran biologi. Diduga siswa mulai sadar tentang pentingnya kesehatan reproduksi dalam mengatasi masalah-masalah global, sehingga menjadi bahan kajian sehari-hari yang harus mereka telaah. Sebagian kecil dari siswa menganggap topik kesehatan reproduksi dengan segala rinciannya, diduga mereka berasal dari kubu yang kontra dalam proses perdebatan. Proses perdebatan juga masih mengandung kelemahan, baik pada kelompok yang berdebat maupun juri serta latar yang direncanakan dalam perdebatan.
93 Nilai-nilai yang terkandung dalam kesehatan reproduksi menjadi penting dalam pengambilan keputusan, sehingga para siswa menjadi semakin sadar begitu pula hal-hal yang berkenaan dengan isu-isu kini telah menjadi permasalahan yang harus diselesaikan. Artinya adu argumentasi dalam perdebatan telah mengantarkan para siswa untuk mencari kebenaran. Hal ini dimungkinkan karena metode debat secara formal dengan metode debat tidak lagi menonjolkan kemampuan individu, akan tetapi lebih banyak menghargai pendapat orang lain atau kelompok lain. Dengan kata lain sifat keakuan menjadi luntur, mengingat kebenaran mutlak dalam perdebatan memang tidak diinginkan. Respon siswa selama proses pembelajaran menjadi lebih baik, ini merupakan temuan yang cukup penting, mengingat pembelajaran ini tidak terlepas dari latar kooperatif yakni tipe belajar bersama. Dengan kata lain untuk mengatasi hal-hal yang krusial, para siswa harus mengajak teman lain dalam melakukan tukar pendapat, artinya tidak ada kebenaran mutlak dalam proses pembelajaran. Ini sejalan dengan penelitian yang dilaporkan sebelumnya (Untari, 2006; Zaini dan Warsono, 2005). Pembelajaran dengan menggunakan metode DD/CT yang identik dengan metode debat secara formal mampu membantu para guru Pendidikan Kewarganegaraan untuk meningkatkan motivasi, partisipasi, interaksi, dan hasil belajar para siswa yang merupakan cermin dari kemampuan dan respon siswa. Pertimbangan etika telah diperoleh para siswa melalui jawaban-jawaban tentang nilai-nilai benar atau salah. Ini sesuai dengan temuan sebelumnya (Pennock, 2000). Penyampaian argumen yang benar atau salah terhadap suatu kesimpulan normatif, kesimpulan preskriptif yang dilakukan atau tidak kita lakukan merupakan etika normatif yang menjadi kajian utama dalam penelitian ini. Dengan format semacam ini, maka akan mudah pencapaian keterampilan berpikir, kemampuan menyelesaikan masalah, pembelajaran kognitif tingkat tinggi, perubahan sikap, perkembangan moral, dan perkembangan keterampilan berkomunikasi (Nyquist dan Wulff dalam Parcher, 1988). Sebagian besar aktivitas ini dimiliki oleh metode debat (Freely, 1990). Ini menguatkan ada perbedaan pandangan menjadi kunci utama dalam berdebat. Keunggulan metode debat telah dilaporkan sebelumnya, Matlon dan Keele menyimpulkan ada keterkaitan antara partisipan dan persaingan debat dengan tujuantujuan pada pendidikan tinggi. Colbert dan Biggers sepakat latihan-latihan dalam
94 berdebat dalam jangka panjang merupakan bagian vital dalam proses pendidikan. Akhirnya Kruger berargumen debat mungkin memiliki “nilai lebih” dalam beraktivitas di dalam kurikulum seni. Siswa untuk memperoleh teori dan praktik dengan menggunakan metode debat lebih dominan (Parcher, 1988), debat lebih baik dari aktivitas ekstra kurikuler, karena dapat menjembatani jurang pemisah antara akademik dan karir (Muir dalam Parcher, 1988). Pembelajaran dengan menggunakan debat mampu membantu siswa untuk memperoleh pengalaman belajar yang lebih baik di kelas (Parcher, 1988). Hanson mengutarakan berdebat dapat meningkatkan kemampuan mengolah informasi yang komplek dengan cepat dan efisien, sehingga hasil belajar siswa lebih baik dibanding pembelajaran klasikal di dalam kelas. SIMPULAN DAN SARAN Metode debat secara formal dapat mengoptimalkan pemahaman bioetika pada pembelajaran kesehatan reproduksi. Respon siswa dalam pembelajaran menjadi lebih baik, artinya pembelajaran telah berpusat pada siswa. Metode ini masih tergolong baru, dan menunjukkan hasil yang optimal dalam proses pembelajaran bioetika maka hendaknya pendekatan ini dapat dijadikan sebagai alternatif bagi guru dalam menyiapkan pembelajaran yang mengandung pertimbangan etika. DAFTAR RUJUKAN Amstrong, Kerr & Weber, Kurt.1991. Genetics Engineering-A Lesson on Bioethics for the Classroom. The American Biology Teacher, Vol. 53, No. 5, May 1991. Building and marketing innovative education models-Indonesia (2002), http://www. unicef.org/evaluation/files/indonesia2002innovativeeducationmodels.doc. Clark, R.E. 1983. Media Effects debate. http://www.csun.edu/learningnet/wiki690/ index.php?title=Media Effects Debate diakses tanggal 8 September 2006. Clark, Deborah Campero. 1997. Social Issues and Genetics Testing: A Case Study Using Advocacy Groups. Journal Collage Science Teaching, Sept./Okt. 1997. Depdiknas. 1994. Garis-garis Besar Program Pengajaran SMA. Fullick, Patrick dan Ratcliffe, Mary. 1996. Teaching Etical Aspects of Science. London: The Bassett Press. http://www.tutor.com.my//lada/tourism/edu-kontekstual.htm. diakses 7 Maret 2003, Kaidah Pembelajaran Kontekstual, (On line)
95 Margono, Dwi. 2001. Persepsi Guru Biologi SLTP tentang Penyusunan dan Pengembangan Rencana Pembelajaran di Kodya Malang. Tidak dipublikasikan Pennock, Robert, T. 2000. Bioethical Challenges on the Horizon, The Virtuous Scientist Meets the Human Clone Michigan State University. http://www.sigmaxi.org/meetings/archive/forum.2000.bioethic.shtml Progress, Nomor 42 tahun 1997. The global burden of reproductive ill-health. Parcher, Jeffrey. 1988. The Value of Debate http://www.tmsdebate.org/ main/ forensics/snfl/debate_just2.htm Supramono, 2005. Pengembangan Model Perangkat Pembelajaran dan Penerapannya dalam Kegiatan Belajar Mengajar dengan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Berpikir Siswa SD. Disertasi PPS UM Malang. Malang: tidak diterbitkan. Untari, Sri. 2006. Pengembangan Bahan Ajar dan Lembar Kegiatan Siswa dalam Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Berbasis Deep Dialogue/ Critical Thinking Untuk Meningkatkan Kemampuan Berdialog dan Berpikir Kritis Siswa SMA di Jawa Timur. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. Vol. 11, No.2, Okt. 2004. http://www.malang.ac.id/ jurnal/lain/jpp/2004a.htm. Zaini, Muhammad dan Warsono, 2005. Memanfaatkan Metode Debat Secara Formal Untuk Mengoptimalkan Pemahaman Bioetika pada Perkuliahan Genetika. Lembaga Penelitian Unlam.